PENGUJIAN KETAHANAN ALAMI KAYU SENGON TERHADAP JAMUR PELAPUK KAYU

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGUJIAN KETAHANAN ALAMI KAYU SENGON TERHADAP JAMUR PELAPUK KAYU"

Transkripsi

1 PENGUJIAN KETAHANAN ALAMI KAYU SENGON TERHADAP JAMUR PELAPUK KAYU Schizophyllum commune, Pleurotus djamor DAN Pleurotus ostreatus DENGAN METODE JIS K UCIK AYUNITASARI ESTUPUTRI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

2 PENGUJIAN KETAHANAN ALAMI KAYU SENGON TERHADAP JAMUR PELAPUK KAYU Schizophyllum commune, Pleurotus djamor DAN Pleurotus ostreatus DENGAN METODE JIS K UCIK AYUNITASARI ESTUPUTRI Skripsi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

3 RINGKASAN UCIK AYUNITASARI ESTUPUTRI. Pengujian Ketahanan Alami Kayu Sengon terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune, Pleurotus djamor dan Pleurotus ostreatus dengan Metode JIS K Dibimbing oleh ELIS NINA HERLIYANA dan YUSUF SUDO HADI. Jamur merupakan suatu organisme heterotrof yang memperoleh sumber energi dengan cara menyerap makanan dari bahan-bahan organik lain. Jamur pelapuk kayu hidup dari komponen kayu, seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin yang dirombak secara biokimia dengan bantuan enzim. Pohon yang kayunya dikenal dalam perdagangan sampai saat ini diperkirakan 400 jenis. Sekitar 80 85% kayu Indonesia memiliki keawetan rendah yang mudah diserang oleh jamur pelapuk kayu. Contohnya adalah kayu Falcatria molucana, Acacia mangium dan Pinus merkusii (Yunasfi 2008). Jamur pelapuk kayu yang berpotensi merusak kayu di antaranya adalah Schizophyllum commune, Pleurotus ostreatus dan Pleurotus djamor. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi tiga jenis jamur pelapuk kayu terhadap kayu sengon dan mengetahui tingkat keawetan kayu terhadap serangan jamur pelapuk kayu berdasarkan metode JIS K Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketiga jenis jamur pelapuk kayu yang digunakan dalam pengujian ini memiliki potensi dalam menurunkan bobot kayu contoh uji. Jamur yang paling berpotensi dalam menurunkan bobot kayu sengon adalah S. commune dengan persentase penurunan bobot kayu sebesar 3,7%. Jamur P. ostreatus dan P. djamor hanya memiliki potensi penurunan bobot masingmasing sebesar 1,5 dan 1,1%. Jenis jamur berpengaruh nyata terhadap persentase penurunan bobot kayu, maka persentase penurunan bobot kayu yang didapat dari hasil uji laboratorium dijadikan sebagai parameter keawetan kayu. Dari penelitian ini maka kayu sengon masuk ke dalam kelas awet II (tahan), sedangkan menurut Seng (1990) kayu sengon masuk ke dalam kelas awet IV V (tidak tahan) sehingga dapat dikatakan bahwa penelitian ini belum berhasil. Ketidaksesuaian nilai hasil presentase penurunan bobot contoh uji kayu dengan literatur, diduga karena adanya hifa jamur yang masuk ke dalam contoh uji kayu sehingga mempengaruhi bobot akhir setelah contoh uji selesai diumpankan. Berdasarkan pengamatan visual beberapa ulangan menunjukkan miselium-miselium jamur belum menutupi seluruh permukaan kayu. Umumnya contoh uji kayu yang telah diserang jamur mengalami perubahan warna menjadi lebih terang (cokelat muda). Hal ini menunjukkan ketiga jenis jamur yang digunakan merupakan jamur pelapuk putih. Kata kunci: ketahanan alami sengon, Schizophyllum commune, Pleurotus djamor, Pleurotus ostreatus, kayu sengon, persentase penurunan bobot kayu

4 SUMMARY UCIK AYUNITASARI ESTUPUTRI. Test of Natural Resistance of Sengon Wood with Wood Decay Fungi Schizophyllum commune, Pleurotus djamor and Pleurotus ostreatus with JIS K Methods. Under academic sepervision of ELIS NINA HERLIYANA and YUSUF SUDO HADI. Fungi is an organism heterotroft that obtains energy by absorbing food from other organic materials, one of which is wood. Wood destroying fungi lives off wood components, such as cellulose, hemicellulose and lignin which are biochemically overhauled with the help of enzymes. Well know wood in the trade to date approximately 400 types. Around 80 85% of Indonesian woods had low resistance class which it s very easy attacked by wood decay fungi. For instance Falcatria molucana, Acacia mangium dan Pinus merkusii (Yunasfi 2008). Kinds of it which potentially most decaying off the woods are Schizophyllum commune, Pleurotus ostreatus and Pleurotus djamor. This study aims to determine the potential that three kinds on wood decay fungi and the potential quality of wood to three decay fungi based on JIS K method. The results showed that all three types of wood rot fungi used in this test has the potential to lower the weight of the wood sample. Fungi are the most potent in lowering weight sengon is S. commune with the percentage reduction in timber weight by 3,7%. P. ostreatus and P. djamor only have the potential to decrease the weight of each of 1,5 and 1,1%. Fungi significantly affect the percentage reduction in timber weight, the percentage weight loss of wood obtained from the results of laboratory tests the durability of wood used as a parameter. From these results it sengon wood into class II (resistant), while according to the Seng (1990) sengon wood balance to class IV V (not resistance) so it can be said that this research has not succeeded. Discrepancy value of the percentage reduction in weight of wood sample with literature, because they suspected the existence of fungal hyphae into the sample wood so that hamper the final weight after the test sample is fed finished. Based on visual observations indicate multiple replication miselliums of fungi not full to close the wood. Ganerally the sample timber has been attacked fungal discoloration lighter (light brown). Its shows three types of fungi that is used is a white rot fungi. Key words: natural durability of sengon, Schizophyllum commune, Pleurotus djamor, Pleurotus ostreatus, sengon, the percentage decrease in weight wood

5 PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengujian Ketahanan Alami Kayu Sengon terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune, Pleurotus djamor dan Pleurotus ostreatus dengan Metode JIS K adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, November 2012 Ucik Ayunitasari Estuputri E

6 LEMBAR PENGESAHAN Judul Penelitian Nama NIM : Pengujian Ketahanan Alami Kayu Sengon terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune, Pleurotus djamor dan Pleurotus ostreatus dengan Metode JIS K : Ucik Ayunitasari Estuputri : E Menyetujui: Dosen Pembimbing Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, MSi Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, MAgr NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Prof. Dr. Ir. Nurheni Wijayanto, MS NIP Tanggal Lulus :

7 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Pengujian Ketahanan Alami Kayu Sengon terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune, Pleurotus djamor dan Pleurotus ostreatus dengan Metode JIS K Skripsi ini merupakan syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh informasi tentang teknis pengujian kayu sengon terhadap tiga jenis jamur pelapuk kayu dengan metode JIS K , serta keawetan kayu yang digunakan pada metode JIS K Jamur merupakan suatu organisme yang tidak mengandung klorofil dan memperoleh sumber energi dengan cara menyerap makanan dari bahan-bahan organik lain. Jamur pelapuk kayu hidup dari komponen kayu, seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin yang dirombak secara biokimia dengan bantuan enzim. Kayu sengon digunakan untuk bahan bangunan terutama di pedesaan, peti, papan partikel, papan serat, papan wool semen, kelom, dan barang kerajinan lainnya. Berat jenis kayu sengon rata-rata 0,3 dengan kelas awet IV V dan kelas kuat IV V. Penelitian dilakukan penulis untuk mengetahui keawetan kayu sengon terhadap serangan jamur pelapuk kayu. Penulis menyadari tulisan ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi penulis, namun demikian semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan. Bogor, November 2012 Ucik Ayunitasari Estuputri

8 UCAPAN TERIMA KASIH Skripsi ini tidak akan dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis tanpa adanya dukungan dan masukan dari dari beberapa pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis menyampaikan rasa terimakasih sebesarbesarnya kepada : 1. Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, MSi dan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, MAgr. atas segala bantuan, bimbingan dan arahan. 2. Ayahanda (Agung Samidin, SE) dan ibunda (Esti Gestiawati) tercinta serta alm. Adik tercinta Bimo Suci Estuputro, atas do a, perhatian, dukungan moril maupun materil, dan kasih sayang yang begitu besar kepada penulis. 3. Ibu Tutin Suryatin, BScF selaku laboran di Laboratorium Penyakit Hutan atas bantuan, dukungan dan semangat selama melaksanakan penelitian. 4. Dra. Sri Rahaju, MSi atas bimbingan dan arahan yang diberikan. 5. Sahabat (Icha, Wiwit, Apri, Ipul, dan Hilman), teman satu bimbingan (Nifa dan Dian), teman satu Laboratorium Pathologi Hutan (Mba Ai, Pak Benny, Icha SVK45, Jawa SVK45, dan Imun SVK45) serta Bi Encah, Lilis SVK44, dan Eko SVK44, Gilang THH45, Oki SVK46 atas dukungan, bantuan, perhatian, dan semangat yang telah diberikan. 6. Teman-teman SVK 44 yang telah memberikan dukungan, bantuan, semangat dan perhatian yang sangat luar biasa kepada penulis. 7. Pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terimakasih atas do a, dukungan, perhatian yang telah diberikan. Kebaikan, semangat, dan dukungan pihak-pihak terkait sangat membantu penulis dalam menyelesaikan tulisan ini. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-nya kepada kita semua.

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 14 Juni 1989 dari Ayah Agung Samidin, SE dan Ibu Esti Gestiawati. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang telah ditempuh adalah Sekolah Menengah Atas di SMAN 87 Jakarta ( ). Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor pada Departemen Silvikultur melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis telah mengikuti beberapa kegiatan praktek lapang antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) pada bulan Juli 2009 di Cikeong- Burangrang, Jawa Barat. Pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2010, penulis melakukan Praktek Pengelolaan Hutan (P2H) di Gunung Walat dan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2011 penulis melakukan Praktek Kerja Lapang (PKL) di PT. Amal Nusantara, Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan IPB, Penulis menyusun skripsi dengan judul Pengujian Ketahanan Alami Kayu Sengon terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune, Pleurotus djamor dan Pleurotus ostreatus dengan Metode JIS K Penulisan skripsi ini dibimbing oleh Dr. Ir. Elis Nina Herliyana, MSi dan Prof. Dr. Ir. Yusuf Sudo Hadi, MAgr.

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR LAMPIRAN... xiv BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tujuan Manfaat... 2 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Sengon (Falcataria molucana) Mikroorganisme Perusak Kayu Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune Jamur Pelapuk Kayu Pleurotus ostreatus Jamur Pelapuk kayu Pleurotus djamor Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Jamur Siklus Pelapukan Kayu oleh Jamur Pelapuk Kayu Proses Pelapukan Kayu Komponen Kayu yang Digunakan Jamur Pengaruh Serangan Pelapuk Kayu terhadap Sifat Kayu Keawetan Kayu... 9 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Bahan Alat Metode Penelitian Pengambilan Contoh Uji Penyediaan Biakan Jamur Pengujian Kayu Perhitungan Persentase Penurunan Bobot Pengolahan Data x

11 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Visual Kayu Persentase Penurunan Bobot Ketahanan Kayu terhadap Tiga Jenis Jamur Pelapuk Kayu BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xi

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komponen kayu sengon Kelas ketahanan kayu terhadap jamur Rata-rata persentase penurunan bobot kayu sengon terhadap tiga jenis jamur pelapuk kayu Hasil analisis ragam persentase penurunan bobot contoh kayu uji terhadap kayu uji dan jenis jamur pelapuk kayu Hasil uji lanjut Duncan rata-rata persentase penurunan bobot kayu pada tiga jenis jamur pelapuk kayu xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Contoh kayu uji (kayu sengon). (a) sebelum diserang jamur pelapuk kayu (kontrol), (b) setelah diserang jamur pelapuk kayu Miselium yang menempel pada kayu contoh uji. (a) jamur P. ostreatus, (b) jamur P. djamor, (c) jamur S. commune Miselium yang menempel pada kayu contoh uji dalam botol yang berisi media pasir kuarsa. (a) jamur P. ostreatus, (b) jamur P. djamor, (c) jamur S. commune xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Rata-rata KA (kadar air) awal, KA (kadar air) akhir, W1 (berat awal), W2 (berat akhir) dan P (persentase penurunan bobot) pada kayu sengon sebagai contoh uji kayu Hasil sidik ragam Hasil uji lanjut Duncan xiv

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan kekayaan alam yang sangat penting bagi Indonesia. Hasil hutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu hasil hutan kayu dan hasil hutan hutan non kayu. Salah satu hasil hutan non kayu adalah jamur. Jamur merupakan suatu organisme yang tidak mengandung klorofil dan memperoleh sumber energi secara heterotrof yaitu dengan cara menyerap (absorpsi) makanan dengan miselium dari bahan-bahan organik lain. Bahan organik tersebut salah satunya adalah kayu. Saat ini jamur banyak dikembangkan seiring banyaknya penelitian yang menyatakan bahwa jamur memiliki manfaat yang banyak. Jamur biasanya tumbuh di alam liar. Jamur banyak ditemukan pada awal musim hujan dan dapat hidup di tanah ataupun kayu pada suhu udara yang cukup lembab. Jamur merupakan kelompok organisme yang paling umum menyebabkan kerusakan kayu dibandingkan dengan kelompok mikroorganisme yang lain seperti bakteri, virus, dan nematoda (Hadi 1984, 1991 dalam Herliyana 1994). Pada umumnya, jamur perusak berasal dari kelas Basidiomycetes yang dikenal sebagai jamur pelapuk kayu. Menurut Hunt dan Garratt (1986), jamur pelapuk kayu merupakan jamur yang merusak dinding-dinding sel kayu dan mengubah sifatsifat fisik serta kimia kayu. Perusakan ini dapat meningkat sampai suatu kondisi yang disebut decay (kayu busuk). Komponen-komponen kayu yang digunakan oleh jamur dapat berupa selulosa, hemiselulosa, dan lignin yang dirombak secara biokimia dengan bantuan enzim. Akibat dari perombakan ini maka sifat-sifat kayu mengalami perubahan (Nandika 1986). Pohon yang kayunya dikenal dalam perdagangan sampai saat ini diperkirakan 400 jenis, tercakup dalam 198 marga (genus) dari 68 suku (famili). Selanjutnya berdasarkan pertimbangan persamaan ciri dan sifat kayu dari jenisjenis pohon tersebut dikelompokkan kembali menjadi 186 kelompok (jenis). Tiga jenis pohon tersebut diantaranya adalah Falcataria molucana (sengon), Acacia mangium (mangium) dan Pinus merkusii (tusam) (Mandang dan Pandit 1997).

16 2 Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar kayu itu sendiri. Secara alami kayu mempunyai keawetan tersendiri dan berbeda untuk tiap jenis kayu. Keawetan kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu tersebut (Muherda 2011). Sekitar 80 85% kayu-kayu Indonesia memiliki keawetan rendah yang mudah diserang oleh organisme perusak kayu (Yunasfi 2008). Jenis kayu yang memiliki keawetan rendah tersebut contohnya adalah sengon, mangium, dan tusam. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1). mengetahui potensi tiga jenis jamur pelapuk kayu terhadap kayu sengon berdasarkan metode JIS K ; 2). mengetahui tingkat keawetan kayu terhadap serangan jamur pelapuk kayu berdasarkan metode JIS K Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini dapat: 1). memberikan informasi tentang perbedaan teknis pengujian keawetan kayu terhadap tiga jenis jamur pelapuk kayu berdasarkan JIS K ; 2). memberikan informasi tentang keawetan kayu yang digunakan pada metode JIS K

17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kayu Sengon (Falcataria molucana) Kayu sengon biasa disebut jeungjing di daerah Jawa Barat ini termasuk ke dalam famili Fabaceae. Memiliki warna teras dan gubalnya sukar dibedakan, warnanya putih abu-abu kecoklatan pucat. Teksturnya agak kasar, arah serat terpadu dan kadang-kadang lurus sedikit bercorak. Berat jenis kayu sengon ratarata 0,3 dengan kelas awet IV V dan kelas kuat IV V. Kayu sengon ini digunakan untuk bahan bangunan, peti, papan partikel, papan serat, papan wool semen, kelom, dan barang kerajinan lainnya (Pandit 2008). Komponen kimia kayu sengon dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Komponen Kayu Sengon (Martawijaya 1989) Komponen Kimia Kayu Persentase Kadar (%) Selulosa 49,4 Lignin 26,8 Pentosa 15,6 Abu 0,6 Silika 0,2 Zat Ekstraktif Kayu Alkohol Benzena Air Dingin Air Panas NaOH Persentase Kadar 3,4 3,4 4,3 19,6 2.2 Mikroorganisme Perusak Kayu Kayu biasa diserang oleh organisme yang secara kolektif terdiri atas cendawan perusak kayu dan bakteri. Media tempat mikroorganisme itu berkembang dan sifatnya yang saprofitis atau parasitis menyebabkan cendawan perusak kayu tumbuh pada kayu, mikroorganisme ini berbeda dengan tanaman hijau dalam hal bentuk dan cara makannya. Berlainan dengan tanaman hijau, mikroorganisme ini tidak dapat menghasilkan makanannya sendiri melainkan harus memperoleh makanannya dari bahan-bahan organik yang dihasilkan oleh

18 4 organisme hidup lainnya. Cendawan penyerang kayu memanfaatkan sebagai makanannya zat-zat yang tersimpan dalam rongga sel kayu atau dinding sel itu sendiri. Kebanyakan mikroorganisme menyerang kayu berbeda banyak dalam hal akibat yang ditimbulkan terhadap sifat-sifat kayu. Mikroorganisme dibedakan menjadi empat golongan, tergantung pada sifat perkembangannya di dalam kayu dan tipe kerusakan yang ditimbulkan olehnya. Golongan-golongan tersebut adalah cendawan perusak kayu, cendawan pewarna kayu, cendawan buluk, dan bakteri penyerang kayu. Golongan pertama adalah yang paling penting dan ini meliputi cendawan yang merusak dinding-dinding sel, dan mengubah sifat-sifat fisik dan kimia kayu itu. Cendawan pewarna, cendawan buluk, dan bakteri penyerang biasanya memakan senyawa-senyawa organik yang mudah dicerna yang tersimpan dalam kayu dan tidak menimbulkan efek yang berarti terhadap kekuatan kayu. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa cendawan buluk dan cendawan pewarna kayu dapat menyebabkan berkurangnya berat dan kekuatan, terutama pada kayu daun lebar. Cendawan pewarna menyebabkan perubahan warna yang dapat digolongkan sebagai cacat pada kayu gergajian dan barang-barang lainnya, cendawan dipermukaan kayu menyebabkan perubahan warna permukaan pada kayu. Bakteri penyerang kayu tidak memperngaruhi kenampakkan, tetapi merubah dengan nyata daya serap kayu terhadap cairan Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune Jamur S. commune termasuk ke dalam kelas Basidiomycetes, dengan nama famili Schizophyllaceae dan tersebar luas di dunia atau kosmopolitan (Kuo 2006). Jamur ini dikenal dengan tanda tubuh buah tidak bertangkai, bagian bawah menyempit hingga berbentuk kipas, bagian atas berwarna putih keabu-abuan pada waktu muda dan setelah tua berwarna abu-abu, tersusun radial, ujung pecah ini melengkung, pada waktu segar S. commune liat dan kenyal, dan setelah kering menjadi kaku (Martawijaya 1965 dalam Eksanto 1996). Fungsi lamela tersebut adalah untuk memproduksi basidiospora pada permukaannya. Tidak seperti jamur lain, miseliumnya hanya memproduksi satu kumpulan tubuh buah pertahun yang

19 5 dapat mengering dan mendapatkan air kembali dan tetap berfungsi (Volk 2000 dalam Kurnia 2009) Jamur Pelapuk Kayu Pleurotus ostreatus Jamur P. ostreatus mempunyai tudung seperti tiram, seperti payung, permukaan bagian tengah berlekuk, warna abu-abu putih keruh. Konsistensi lunak dan berdaging. Pinggiran menggulung ke arah himenium (muda), lurus (tua), bergelombang-bergaris (tua). Daging tudung putih, tebal, setelah tua tidak kenyal. Lamela melanjut turun ke arah dasar tangkal. Habitat dan substrat, beberapa mengelompok atau serumpun pada serbuk gergaji campuran yang sudah lapuk (Herliyana 2007). Jamur tiram termasuk ke dalam jamur kayu, karena tumbuh pada substrat kayu yang telah lapuk maupun pada potongan pohon yang telah mati (Nurjayadi 2011) Jamur Pelapuk Kayu Pleurotus djamor Jamur P. djamor mempunyai tudung seperti tiram, seperti kipas, permukaaan bagian tengah berlekuk, tidak ada ornamentasi. Warna merah muda putih keruh. Konsistensi lunak dan berdaging. Pinggiran menggulung kearah himenium (muda), lurus (tua), bergelombang bergaris (tua). Daging tudung putih, tebal, kenyal (tua). Habitat dan substrat, beberapa mengelompok atau serumpun pada serbuk gergajian kayu campuran seperti mangium, jeunjing, kayu merah, karet dan sebagian yang sudah lapuk di tempat penggergajian (Herliyana 2007). 2.3 Faktor yang Memengaruhi Perkembangan Jamur Jamur pelapuk kayu untuk perkembangannya selain dipengaruhi oleh struktur dan komposisi kimia kayu, juga sangat dipengaruhi oleh faktor makanan atau nutrisi. Faktor-faktor lingkungan seperti suhu, konsentrasi hidrogen dan kelembaban juga mempengaruhi perkembangan jamur pelapuk kayu. Tambunan dan Nandika (1989) dalam Shahnaz (2010) menyatakan bahwa, faktor yang mempengaruhi perumbuhan dan perkembangan jamur antara lain:

20 6 1. Temperatur Jamur perusak kayu dapat berkembang pada interval suhu yang cukup lebar. Suhu optimum berbeda-beda untuk setiap jenis, tetapi pada umumnya berkisar antara C. Suhu maksimumnya berkisar antara C, dengan suhu minimum kurang lebih 5 C. 2. Oksigen Oksigen sangat dibutuhkan oleh jamur untuk melakukan respirasi yang menghasilkan karbon dioksida (CO₂) dan air (H₂O). Tanpa adanya oksigen, tidak ada jamur yang dapat hidup. 3. Kelembaban Kebutuhan jamur akan kelembaban berbeda-beda, namun hampir semua jenis jamur dapat hidup tanpa substrat yang belum jenuh air. Kadar air substrat yang rendah sering menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan jamur. Kayu dengan kadar air kurang dari 20% umumnya tidak diserang jamur perusak, sebaliknya kayu yang memiliki kadar air 35 50% sangat disukai dengan jamur perusak. 4. Konsentrasi Hidrogen Pada umumnya jamur akan tumbuh baik pada ph kurang dari 7 (dalam suasana asam sampai netral). Pertumbuhan yang optimum akan dicapai pada ph 4,5 5,3. 5. Bahan makanan Jamur memerlukan makanan dari zat-zat yang terkandung dalam kayu seperti selulosa, lignin, dan zat isi sel lainnya. Selulosa, hemiselulosa dan lignin yang menyusun kayu terdapat sebagai mikromolekul yang terlalu besar dan tidak larut dalam air untuk diasimilasi langsung oleh cendawan. Hunt dan Garrat (1986) menyatakan kondisi yang diperlukan untuk perkembangan cendawan pembusuk kayu ada empat yaitu (a) sumber-sumber energi dan bahan makanan yang cocok, (b) kadar air kayu di atas titik jenuh serat kayu, (c) persediaaan oksigen yang cukup dan (d) suhu yang cocok. Kekurangan dalam salah satu persyaratan ini, akan menghalangi pertumbuhan suatu cendawan, meskipun cendawan tersebut telah berada di dalam kayu. Selain itu, Hunt dan Garrett (1986) menambahkan bahwa, cendawan-cendawan pembusuk kayu sangat berbeda-beda dalam hal kebutuhan lembabnya, tetapi ada sedikit yang dapat

21 7 membusukkan kayu pada kadar air di bawah titik jenuh serat (kadar air 25 30% dari serat kayu pada kebanyakan daerah beriklim sedang). 2.4 Siklus Pelapukan Kayu oleh Jamur Pelapuk Kayu Umumnya siklus pelapukan oleh jamur pelapuk kayu dari kelas Basidiomyetes adalah sebagai berikut. Basidiomycetes menempel pada permukaan kayu karena terbawa udara, air, serangga atau bahan-bahan yang yang mudah terkena infeksi. Apabila keadaan lingkungan sesuai, Basidiomycetes tersebut akan berkecambah menjadi hifa atau miselium yang berinti sel satu yang haploid (misellium primer) (Tambunan dan Nandika 1989 dalam Herliyana 1997). Dua hifa miselium yang kompatibel akan mengadakan somatogami sehingga terjadi di karionasi (terjadinya hifa baru dengan tetap berinti dua), sehingga terbentuk miselium sekunder yang selanjutnya berinti dua yang masing-masing haploid (Buller 1924 dalam Herliyana 1997). Miselium sekunder ini berkembang secara khusus, yaitu setiap inti membelah tanpa mengadakan kariogami dalam sel baru, sehingga miselium sekunder tiap sel selalu berinti dua. Pembelahan tiap-tiap inti diikuti dengan terbentuknya suatu kait yang mengakibatkan terjadinya suatu struktur pada tiap antar dua sel yang lama dan baru yang biasa disebut sambungan apit (clamp connection) (Buller 1924 dalam Herliyana 1997). Setelah terbentuk miselium sekunder yang sel ke sel pada kayu melalui lubang pengeboran yang dibuatnya di tempat-tempat pertemuan anatara hifa itu dengan dinding sel atau melalui noktah-noktah dan dinding sel kayu. 2.5 Proses Pelapukan Kayu Cartwright dan Findlay (1958) dalam Herliyana (1997) mendefinisikan pelapukan kayu sebagai berkurangnya kepadatan kayu, disebabkan terjadinya penguraian bahan dasar kayu oleh jamur. Jamur tidak mempunyai kemampuan untuk membentuk bahan organik sendiri, maka bahan-bahan organik kompleks yang ada dalam kayu dirombak untuk dijadikan sebagai sumber energi. Hasil dari proses respirasi oleh jamur tersebut berupa karbondioksida sesuai dengan persamaan reaksi di bawah ini.

22 8 C 6 H₁₂O 6 + 6O₂ 6H₂O + 6CO₂ Jamur pelapuk kayu dapat berkembang dalam kondisi lingkungan yang cocok melalui perkecambahan spora atau pertumbuhan segmentasi hifa (misellium) yang berasal dari sumber-sumber yang terinfeksi disekitarnya. Hifa tumbuh sepanjang permukaan kayu dan melakukan penetrasi untuk pertama kali melalui dinding sel kayu atau lubang yang dibuat oleh hifa itu sendiri (Haygreen dan Bowyer 1982; Manion 1981 dalam Herliyana 1997). Menurut Khan (1954) dan Shigo (1979) dalam Herliyana (1997), kejadian tersebut merupakan awal dari proses pelapukan. Kemampuan hifa menyerang sel-sel kayu ditentukan oleh kenormalan aktivitas pertumbuhan sel hifa yanga ada pada ujung hifa, yang dikenal sebagai zona sub-apikal hifa. Sel-sel pada ujung hifa selalu dapat mengadakan proses biokimia juga dapat menghasilkan enzim yang diperlukan untuk mempercepat (katalisator) proses biokimia dalam rangka menembus dinding sel kayu serta perolehan zat makanan yang diperlukan hifa (Haygreen dan Bowyer 1982 dalam Herliyana 1997). 2.6 Komponen Kayu yang Digunakan Jamur Pada prinsipnya bahan yang terkandung dalam kayu dapat dimanfaatkan oleh jamur. Holoselulosa (selulosa dan hemiselulosa) serta lignin yang secara bersama-sama membentuk zat kayu, dirombak oleh mikroorganisme menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana dengan bantuan enzim tertentu, sehingga dapat diabsorbsi dan dimetabolisme (Tambunan dan Nandika 1989 dalam Natalia 2010). Nicholas (1987) dalam Herliyana (2007), mengatakan bahwa dalam kegiatan pelapukan kayu jamur memerlukan nitrogen dan mineral-mineral. Kandungan nitrogen yang tersedia pada kayu kurang lebih 0,03% 0,10%, sedangkan kandungan abu mineral tersebut mampu mendukung kegiatan pelapukan oleh jamur.

23 9 2.7 Pengaruh Serangan Pelapuk Kayu terhadap Sifat Kayu Jamur pelapuk secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga, yaitu brown rot fungi (jamur pelapuk coklat), white rot fungi (jamur pelapuk putih), dan soft rot fungi. Jamur pelapuk coklat merupakan jamur tingkat tinggi dari kelas Basidiomycetes. Jamur jenis ini mampu mendegradasi holoselulosa kayu dan meninggalkan residu kecoklatan yang bnayak mengandung lignin. Jamur pelapuk putih merupakan jamur dari kelas Basidiomycetes yang mampu mendegradasi holoselulosa dan lignin sehingga menyebabkan warna kayu menjadi lebih muda daripada warna normal. Soft rot fungi merupakan jamur dari kelas Ascomycetes. Jamur ini mampu mendegradasi selulosa dan komponen penyusun dinding sel kayu sehingga menjadi lebih lunak (Fengel dan Wegener 1989 dalam Herliyana 2007). Jamur pelapuk putih dapat dibedakan dengan jamur pelapuk coklat, salah satunya secara kimiawi dengan larutan guacium ditunjukkan dengan adanya perubahan warna menjadi biru pada media biakan jamur pelapuk putih, sedangkan pada media biakan jamur pelapuk coklat tidak menunjukan perubahan (Boyce 1961 dalam Herliyana 1997). Selain itu hampir semua jamur pelapuk putih memproduksi enzim oksidase, sedang jamur pelapuk coklat tidak memberikan reaksi oksidase (Khan 1954; Boyce 1961 dalam Herliyana 1997). Pengaruh jamur pelapuk putih terhadap sifat-sifat kayu di antaranya adanya perubahan struktur kayu dari yang normal, perubahan bau yang khas, kayu menjadi lebih lunak, kandungan air menjadi lebih tinggi, jaringan kayu menjadi lebih renggang, dan daya hantar panas meningkat (Khan 1954; Boyce 1961; Padlinurjaji 1979; Tambunan dan Nandika 1989 dalam Herliyana 1997). 2.8 Keawetan Kayu Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap faktor-faktor perusak yang datang dari luar kayu itu sendiri. Secara alami kayu mempunyai keawetan tersendiri, dan berbeda untuk tiap jenis kayu. Keawetan kayu biasanya ditentukan oleh adanya zat ekstraktif yang terkandung di dalam kayu tersebut (Muherda 2011). Zat ekstraktif merupakan bagian kecil dari suatu pohon dan bukan merupakan penyusun struktur kayu, namun zat ini cukup esensial dan

24 10 berpengaruh terhadap sifat-sifat kayu termasuk ketahanan terhadap serangan serangga dan organisme pelapuk lainnya karena bersifat racun (Ediningtyas 1993 dalam Fitriyani 2010). Variasi keawetan kayu juga terdapat di dalam kayu teras. Kayu teras bagian luar lebih awet dibandingkan dengan kayu teras bagian dalam. Kayu gubal memilki keawetan yang rendah karena kayu gubal tidak mengandung zat ekstraktif (Tobing 1997 dalam Fitriyani 2010). Tim ELSSPAT (1997) dalam Fitriyani (2010) menyatakan umur pohon memilki hubungan yang positif dengan keawetan kayu. Pohon yang ditebang dalam umur tua, pada umumya lebih awet daripada ditebang ketika muda karena semakin lama pohon itu hidup maka semakin banyak zat ekstraktif yang dibentuk. Berdasarkan penurunan berat kayu oleh jamur pelapuk, penentuan ketahanan kayu dibagi ke dalam beberapa kelas awet. Tabel 2 Kelas ketahanan kayu terhadap jamur (SNI ) Kelas Ketahanan Penurunan Berat 9%) I Sangat Tahan 1 II Tahan 1-5 III Agak Tahan 5-10 IV Tidak Tahan V Sangat Tidak Tahan > 30 Terdapat lima kelas awet kayu, mulai dari kelas awet I (yang paling awet) sampai kelas awet V (yang paling tidak awet). Kelas awet kayu didasarkan atas keawetan kayu teras karena bagaimanapun awetnya suatu jenis kayu, bagian gubalnya selalu mempunyai keawetan yang terendah (kelas awet V). Hal ini disebabkan pada bagian kayu gubal tidak terbentuk zat-zat ekstraktif seperti fenol, tanin, alkaloid, saponin, chinon, dan dammar. Zat-zat tersebut memilki daya racun terhadap organisme perusak kayu (Findlay dan Martawijaya 1962 dalam Padlinurjaji 1977).

25 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai dengan Juni Bertempat di Laboratorium Pathologi Hutan, Departemen Silvikultur Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 3.2 Bahan dan Alat Bahan Bahan yang digunakan adalah isolat jamur pelapuk kayu S. commune (DB1), P. ostreatus (HO), P. djamor (EB9) dimana masing-masing jamur tersebut termasuk ke dalam jamur pelapuk putih. Ketiga isolat ini diperoleh dari koleksi Dr Ir Elis Nina Herliyana, MSi yang disimpan di Laboratorium Penyakit Hutan. Kayu yang digunakan adalah kayu P. falcataria (sengon). Ukuran yang digunakan adalah (2 2 1) cm³ dengan pemotongan arah serat cross section. Media ME (malt extract), glukosa, pepton, air suling, antibiotik kloramfenikol, pasir kuarsa, alkohol 70% dan spirtus Alat Alat yang digunakan pada metode JIS K adalah labu erlenmeyer, cawan petri, gelas ukur, botol uji berukuran antara 500 ml 1000 ml dengan tinggi 12 16,5 cm dan berdiameter 11 cm. Alat lainnya adalah batang pengaduk, neraca analitik, lampu pemanas, sudip, karet gelang, kapas, alumunium foil, plastik tahan panas, desikator, autoklaf, laminar air flow, ruang inkubasi, alat hitung, alat tulis dan kamera.

26 Metode Penelitian Pengambilan Contoh Uji Kayu contoh uji yang digunakan dalam metode ini berukuran (2 2 1) cm, dengan bentuk pemotongan arah serat cross. Contoh uji dikeringkan di dalam oven hingga mencapai kering tanur pada suhu 60 C selama 2 hari Penyediaan Biakan Jamur Kondisi pengujian keawetan kayu terhadap jamur harus dibuat lembab dengan menyediakan terlebih dahulu biakan jamur di dalam botol uji yang steril. Media biakan jamur yang digunakan adalah menggunakan pasir kuarsa yang telah dicampur dengan extra malt, pepton dan glukosa. Biakan jamur dibuat dengan mencampur 250 g pasir kuarsa, dengan 40 g glukosa, 3 g pepton dan 15 g extra malt dalam 1000 ml air suling. Kemudian sebanyak 80 ml campuran tersebut dimasukkan ke dalam botol uji dan ditutup dengan kapas. Toples tersebut yang telah berisi media biakan jamur disterilkan ke dalam autoklaf selama 30 menit pada tekanan 15 psi. Setelah proses sterilisasi, gelas tersebut diletakkan mendatar sehingga biakan berada di bagian bawah leher gelas. Jamur penguji diinokulasi sehari kemudian Pengujian Kayu Contoh uji yang steril dan telah dihitung bobotnya dimasukkan ke dalam botol uji yang sudah ada biakan jamur penguji. Biakan jamur terkontaminasi harus diganti dengan biakan baru yang lebih baik. Pengamatan dilakukan setelah 12 minggu. Contoh uji dibersihkan dari miselium dan diamati kerusakan yang terjadi pada contoh uji. Penilaian kerusakan dapat dilakukan menurut kondisi contoh uji mulai dari utuh sampai hancur sama sekali. Contoh uji dimasukkan ke dalam oven selama 24 jam pada suhu 60 C dan ditimbang. Presentase penurunan bobot dihitung atas dasar selisih bobot contoh uji sebelum dan sesudah diserang jamur.

27 Perhitungan Persentase Penurunan Bobot Setelah masa pengumpanan selesai, contoh uji dikeluarkan dari botol uji dan dibersihkan dari jamur-jamur yang menempel di sekelilingnya, kemudian ditimbang bobot basahnya serta dikeringkan dengan oven. Setelah contoh uji dikeringkan dalam oven kemudian disimpan dalam desikator dan ditimbang untuk mengetahui bobot kering tanurnya. Besarnya serangan jamur pelapuk diperoleh dengan menghitung penurunan bobot, yaitu : P = W1 W2 100% W1 Keterangan: P = persentase Penurunan Bobot (%) W1 = bobot kering tanur contoh uji sebelum diumpankan (g) W2 = bobot kering tanur contoh uji setelah diumpankan (g) 3.4 Pengolahan Data Penelitian ini menggunkan rancangan acak lengkap dengan pola satu faktor yaitu jenis jamur. Ulangan dilakukan sebanyak 9 kali pada setiap jenis perlakuan. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Exel 2010 dan SAS untuk mengetahui hubungan antara jenis jamur dan persentase penurunan bobot (weight loss) dari metode pengujian JIS berbeda nyata atau tidak, maka digunakan pengujianbeda nilai tengah (beda rata-rata). Nilai F-hitung yang diperoleh dibandingkan dengan F-tabel dengan selang kepercayaan 99% dengan kaidah keputusan : 1. Apabila F-hitung < F-tabel maka perbedaan dari kedua metode standar pengujian tersebut memberikan pengaruh tidak nyata atau sangat tidak nyata terhadap persentase penurunan bobot (weight loss) pada selang kepercayaan 99%. 2. Apabila F-hitung > F-tabel maka perbedaan dari kedua metode standar pengujian tersebut memberikan pengaruh nyata atau sangat nyata terhadap persentase penurunan bobot (weight loss) pada selang kepercayaan 99%.

28 14 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Visual Kayu Pengamatan visual kayu merupakan pengamatan yang dilakukan untuk melihat dampak yang terjadi pada kayu yang diumpankan pada jamur selama 3 bulan. Dari hasil pengamatan yang dilakukan, dapat dilihat pada Gambar 1 bahwa contoh uji kayu yang telah diserang jamur mengalami perubahan warna menjadi lebih terang (cokelat muda). (a) (b) Gambar 1 Contoh kayu uji (kayu sengon): (a) sebelum diserang jamur pelapuk kayu (kontrol), (b) setelah diserang jamur pelapuk kayu Perubahan warna ini terjadi pada contoh uji kayu yang diserang oleh jamur pelapuk putih seperti pada serangan S. commune, P. ostreatus, dan P. djamor. Jamur pelapuk putih lebih banyak merombak lignin sehingga warna kayu yang ditinggalkan menjadi lebih terang dari warna kayu awal. Dari hasil pengujian yang dilakukan contoh uji kayu terhadap tiga jenis jamur, dapat dilihat dari berkembangnya miselium tiga jenis jamur pelapuk kayu yang menempel pada permukaan masing-masing jenis kayu. Jamur S. commune memilki miselium yang lebih tebal dibandingkan dengan jamur pelapuk kayu lain sehingga diduga jamur tersebut mampu mendegradasi kayu lebih cepat (Gambar 2).

29 15 (a) (b) (c) Gambar 2 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji: (a) jamur P. ostreatus, (b) jamur P. djamor, (c) jamur S. commune. Perbedaan serangan jamur pelapuk kayu terhadap kayu contoh uji juga dapat dilihat pada botol uji yang berisi media pasir kuarsa. Dalam botol uji sangat terlihat jelas bahwa jamur pelapuk kayu yang lebih banyak menyerang kayu contoh uji adalah jamur S. commune. Hal ini terlihat dari penutupan miselium yang terjadi pada botol uji yang berisi jamur S. commune dengan kayu contoh uji, miselium jamur penuh menutupi kayu contoh uji. Pada jamur P. djamor miselium yang menutupi kayu contoh uji sangat sedikit dan terlihat sangat tipis. Pada jamur P. ostreatus miselium yang menutupi kayu contoh uji terlihat sangat tidak merata atau hanya sebagian dari bagian kayu contoh uji (Gambar 3). (a) (b)

30 16 (c) Gambar 3 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji dalam botol yang berisi media pasir kuarsa: (a) jamur P. ostreatus, (b) jamur P. djamor, (c) jamur S. commune 4.2 Persentase Penurunan Bobot Parameter yang digunakan dalam uji keawetan kayu terhadap tiga jenis jamur pelapuk kayu ini dapat dilihat dari nilai persentase penurunan bobot contoh uji (weight loss) yang diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium. Persentase penurunan bobot merupakan nilai dari pengurangan contoh uji kayu terhadap jamur pelapuk kayu yang dilakukan selama 12 minggu sehingga contoh uji mengalami penurunan bobot. Persentase penurunan bobot contoh uji kayu akibat seragan jamur pelapuk kayu ini digunakan sebagai patokan terhadap keawetan kayu. Pengujian yang telah dilakukan diperoleh nilai rata-rata penurunan bobot contoh uji kayu sengon oleh tiga jenis jamur pelapuk kayu berkisar antara 1,1 3,7%. Persentase penurunan bobot kayu yang disebabkan oleh serangan jamur pelapuk kayu nampak bervariasi meskipun contoh uji kayu berjenis sama dan hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Rata-rata persentase penurunan bobot kayu sengon terhadap tiga jenis jamur pelapuk kayu Jenis jamur Penurunan Bobot pada Kayu Sengon (%) Schizophyllum commune 3,7 Pleurotus ostreatus 1,5 Pleurotus djamor 1,1

31 17 Penurunan bobot kayu yang terjadi pada contoh uji kayu merupakan gambaran dari serangan jamur pelapuk kayu terhadap contoh uji kayu yang digunakan dalam pengujian ini. Untuk mendapatkan besar nilai penurunan bobot kayu, contoh uji kayu dibiarkan dalam media dimana jamur pelapuk kayu akan menyerang kayu uji dalam waktu 12 minggu. Jamur pelapuk kayu mempunyai kemampuan merombak komponen kayu seperti selulosa dan lignin dari senyawa kompleks menjadi senyawa sederhana sehingga dapat diabsorpsi dan dimetabolisme oleh jamur sebagai makanan. Jamur P. ostreatus menurunkan bobot kayu sengon sebesar 1,5%. Nilai kehilangan bobot pada sengon tersebut masuk ke dalam kelas awet II yang berarti kayu sengon tersebut tahan. Menurut Seng (1990), sengon termasuk ke dalam kelas awet V yang berarti memilki keawetan sangat rendah. Berdasarkan hasil yang didapat, kelas awet yang diperoleh dari hasil pengujian tidak sesuai dengan pernyataan Seng (1990). Dapat dikatakan bahwa pengujian tersebut belum berhasil. Jamur P. djamor hanya mampu menurunkan bobot contoh uji yaitu kayu sengon sebesar 1,1%. Dari nilai penurunan bobot kayu sengon yang didapat maka termasuk ke dalam kelas awet II yang berarti tahan. Pengujian ini belum dikatakan berhasil karena menurut Seng (1990) kayu sengon termasuk ke dalam kelas awet V. Begitupula dengan jamur S. commune yang mampu menurunkan bobot contoh uji kayu sengon sebesar 3,7%. Sama halnya dengan jamur P. djamor dan juga jamur P. ostreatus, jamur S. commune juga termasuk dalam kelas awet II dan ini tidak sesuai dengan Seng (1990) yang mengatakan bahwa kayu sengon termasuk dalam kelas awet IV V. Berdasarkan pengujian contoh uji kayu sengon terhadapat tiga jenis jamur belum dikatakan berhasil. Data di atas menunjukan bahwa kelas keawetan kayu sengon hasil penelitian di laboratorium tidak sesuai dengan literatur yang diperoleh. Hal ini diduga karena adanya hifa jamur yang masuk ke dalam kayu sengon. Hifa jamur yang masih tertinggal di dalam contoh uji akan mempengaruhi bobot akhir contoh uji setelah diumpankan. Selain itu, ukuran dan arah serat dari standar JIS K yang mengharuskan contoh uji berukuran (2 2 1) cm³ dan memilki arah serat cross section. Arah serat cross section memilki kemungkinan yang besar

32 18 untuk masuknya hifa ke dalam kayu karena arah serat cross section memiliki poripori yang lebih besar sehingga hifa jamur lebih mudah masuk ke dalam kayu. Hasil analisis ragam dengan menggunakan selang kepercayaan 99%, dapat diketahui bahwa terjadi perbedaan yang sangat nyata antara jenis jamur, dan contoh uji kayu terhadap persentase penurunan bobot kayu, artinya jamur pelapuk kayu dan kayu contoh uji sangat berpengaruh terhadap persentase bobot kayu serta kayu contoh uji sangat mempengaruhi tingkat persentase penurunan bobot yang berbeda dengan menggunakan tiga jenis jamur pelapuk kayu. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai Fhit < 0,01. Tabel 4 Hasil analisis ragam persentase penurunan bobot contoh uji kayu terhadap kayu uji dan jenis jamur pelapuk kayu Sumber DF Jumlah Nilai F Pr>F Tengah Jumlah faktor 2 35,7 17,8 18,9 <0,01*** Total 26 58,3 *** berbeda sangat nyata pada uji F taraf 0,01 Tabel 5 Hasil uji lanjut Duncan rata-rata persentase penurunan bobot kayu pada tiga jenis jamur pelapuk kayu Faktor pengaruh Nilai Tengah Jumlah Perlakuan Ulangan Jenis Jamur Persentase 3,7*** 9 S. commune penurunan bobot kayu Persentase penurunan bobot 1,5 9 P. ostreatus kayu Persentase penurunan bobot kayu 1,1 9 P. djamor *** nilai persentase penurunan bobot kayu tertinggi Untuk mengetahui adanya hubungan antara kayu contoh uji dengan ketiga jenis jamur yang mempengaruhi persentase penurunan bobot kayu contoh uji, maka dilakukan uji Duncan untuk mengetahuinya. Pada uji Duncan juga dapat diketahui jenis jamur pelapuk kayu yang memiliki pengaruh terbesar dalam menurunkan bobot kayu contoh uji. Perlakuan yang menggunakan jamur S.

33 19 commune menunjukkan nilai tengah yang lebih besar dibandingkan dengan perlakuan yang menggunakan jamur P. ostreatus dan juga jamur P. djamor. Nilai tengah merupakan hasil dari persentase penurunan bobot kayu yang terjadi pada kayu contoh uji terhadap masing-masing jamur pelapuk kayu. Perbedaan penggunaan jenis jamur sangat berpengaruh pada persentase penurunan bobot. Hal tersebut dapat dilihat pada faktor pengaruh yang menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara jenis jamur yang digunakan dengan persentase penurunan bobot kayu. Jenis jamur pelapuk kayu yang berbeda mempengaruh besarnya persentase penurunan bobot yang terjadi pada kayu contoh uji. 4.3 Ketahanan Kayu terhadap Tiga Jenis Jamur Pelapuk Kayu Kemampuan jamur dalam melapukan kayu sangat bervariasi tergantung dari karakteristik jenis kayu dan jenis jamur yang menyerang. Berdasarkan hasil pengujian dapat dijelaskan bahwa untuk kayu sengon serangan jamur pelapuk kayu tertinggi terjadi pada S. commune sebesar 3,7% dan yang terendah terjadi pada serangan jamur P. djamor sebesar 1,1%. Sebelum contoh uji kayu digunakan dalam pengujian, contoh uji mengalami masa penyimpanan dalam oven selama (4 6 bulan). Dari hasil pengujian dapat dikatakan bahwa jamur S. commune mempunyai kemampuan mendegradasi kayu yang lebih baik dibandingkan dengan P. djamor dan P. ostreatus. Menurut Hunt dan Garratt (1986), cendawan pembusuk kayu sangat berbeda-beda dalam hal kebutuhan lembabnya, tetapi ada sedikit yang dapat membusukkan kayu pada kadar air di bawah titik jenuh serat. Dari hasil pengujian, dapat dilihat interaksi yang kuat ditunjukkan dengan adanya persentase penurunan bobot contoh uji kayu tertinggi pada biakan S. commune sebesar 3,7%. Pengujian ini masih dikatakan belum berhasil karena dari hasil pengujian kayu sengon termasuk dalam kelas awet II, sedangkan menurut Martawijaya (1989) bahwa sengon termasuk kelas awet IV yang berarti memilki keawetan rendah. Untuk interaksi terlemah dari pengujian ini terjadi pada contoh uji kayu dan jamur P. djamor sebesar 1,1% dan dikatakan belum berhasil karena tidak sesuai dengan literatur yang ada. Ketidaksesuaian nilai hasil presentase penurunan bobot contoh uji kayu dengan literatur, diduga akibat adanya hifa

34 20 jamur yang masuk ke dalam contoh uji kayu sehingga memperngaruhi bobot akhir setelah contoh uji selesai diumpankan. Kayu sengon termasuk dalam kelas awet IV V dan kelas kuat IV V. Berdasarkan ketahanannya terhadap jamur pelapuk kayu, kayu sengon termasuk dalam kelas II IV yang berarti kayu sengon ini sangat tidak tahan terhadap serangan organisme perusak kayu. Setiap kayu memilki zat-zat ekstraktif seperti fenol, tanin, alkaloid, saponin, chinon, dan damar. Findlay dan Martawijaya (1962) dalam Padlinurjaji (1977) menyatakan bahwa zat-zat ekstraktif memilki daya racun terhadap organisme perusak kayu. Ediningtyas 1993 dalam Fitriyani 2010, menyatakan bahwa zat ekstraktif merupakan bagian kecil dari suatu pohon dan bukan merupakan penyusun struktur kayu, namun zat ini cukup esensial dan berpengaruh terhadap sifat-sifat kayu termasuk ketahanan terhadap serangan serangga dan organisme pelapuk lainnya karena bersifat racun. Jenis dan banyaknya zat ekstraktif yang bersifat racun terhadap organisme perusak kayu mennetukan keawetan alami suatu jenis kayu. Zat ekstraktif seperti tanin dan senyawa-senyawa phenolik yang memilki sifat racun dan dalam jumlah yang cukup dapat mencegah kerusakan kayu oleh faktor perusak. Keawetan alami kayu didasarkan pada keawetan kayu teras, terdapat perbedaan ketahanan antara kayu gubal dan kayu teras. Tobing (1977) dalam Fitriyani (2010) menyatakan bahwa kayu gubal memilki keawetan rendah karena kayu gubal tidak mengandung zat ekstraktif. Hubungan berat jenis terhadap keawetan kayu menurut Seng (1990), berat jenis kayu tidak berpengaruh terhadap keawetan kayu. Namun, ada hubungan antara berat jenis dan keawetan dalam batas-batas keawetan yang khusus dari suatu genus atau famili, kayu-kayu yang lebih berat kebanyakan lebih awet daripada kayu yang lebih ringan. Besarnya berat jenis kayu sengon adalah 0,33.

35 14 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 1. Ketiga jenis jamur yang digunakan pada pengujian ini memiliki potensi dalam menurunkan bobot kayu contoh uji. Jamur yang paling berpotensi menurunkan bobot kayu sengon adalah S.commune dengan nilai persentase penurunan bobot kayu sebesar 3,7%, sedangkan untuk jamur P. ostreatus dan P. djamor hanya memiliki potensi persentase penurunan bobot kayu hanya sebesar 1,5% dan 1,1%. 2. Analisis statistik dengan selang kepercayaan 99% terhadap persentase penurunan bobot kayu menerangkan bahwa terjadi perbedaan sangat nyata antara kayu contoh uji dengan jenis jamur. 3. Pengujian keawetan dengan menggunakan metode JIS K jamur pelapuk kayu diketahui bahwa pengujian ini belum berhasil karena adanya ketidaksesuaian kelas awet kayu sengon dari hasil pengujian (kelas awet II) dengan kelas awet kayu sengon yang berasal dari literatur (kelas awet IV V). 5.2 Saran 1. Dalam persiapan penelitian perlu dilakukan pengovenan dan penimbangan terhadap contoh uji kayu untuk mendapatkan nilai berat kering contoh uji sebelum pengujian. 2. Kayu yang digunakan dalam penelitian ini memilki masa pengovenan 4 6 bulan sehingga perlu dilakukan uji lanjut terhadap penelitian dengan menggunakan masa pengovenan kayu yang standar.

36 DAFTAR PUSTAKA Eksanto EJ Pengaruh Peredaman Air Belerang dan Minyak Tanah Terhadap Sifat Mekanis Tiga Jenis Kayu Melalui Uji Serangan Jamur Pelapuk (Schizophyllum commune Fr.) [skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Fengel D, Wegener G KAYU: Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi. Terjemahan Hardjono Sastrohamidjojo dan Soenardi Prawiroatmojo. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Fitriyani I Pengujian Keawetan Alami Kayu Karet (Hevea barasiliensis Muell. Arg.) dan Sugi (Cryptomeria japonica (L. f,) D. Don) Terhadap Jamur Pelapuk Kayu Schizophyllum commune Fr [skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Herliyana EN Potensi Schizophyllum commune dan Phanerochaete chrysosporium untuk Pemutihan Pulp Kayu Acacia mangium dan Pinus mrkusii [thesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Herliyana EN Potensi Lignolitik Jamur Pelapuk Kayu Pleurotoid [disertasi]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana IPB. Hunt G, Garrat GA Pengawetan Kayu. Diterjemahkan Jusuf M. Akademika Pressindo. Jakarta. Iswanto AH SIFAT FISIS KAYU: Berat Jenis dan Kadar Air Pada Beberapa Jenis Kayu [karya tulis]. Sumatera: Departemen Kehutanan. Fakultas Pertanian USU. [JIS] Japan Industrial Standar Test Methods for Determining The Effectiveness of Wood Preservativeness of Wood Preservatives and Their Performance Requirement. JIS K Kurnia A Sifat Keterawetan dan Keawetan Kayu Durian, Limus, Duku Terhadap Rayap Kayu Kering, Rayap Tanah, dan Jamur Pelapuk [skripsi]. Bogor: Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan IPB. Mandang YI, Pandit IKN Pedoman Identifikasi Jenis Kayu di Lapangan. Bogor: Yayasan Prosea. Martawijaya A, Kartasujana I, Mandang YI, Prawira SH, Kadir K Atlas Indonesia Jilid II. Bogor: Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Muherda Keawetan Kayu. [terhubung berkala]. [11 Juli 2011] Nandika D, Soenaryo, Saragih A Kayu dan Pengawetan Kayu. Jakarta: Dinas Kehutanan DKI Jakarta.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian Empat Jenis Kayu Rakyat berdasarkan Persentase Kehilangan Bobot Kayu Nilai rata-rata kehilangan bobot (weight loss) pada contoh uji kayu sengon, karet, tusam,

Lebih terperinci

Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus sanguineus dan Pleurotus djamor untuk Uji Standar Nasional Indonesia (SNI)

Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus sanguineus dan Pleurotus djamor untuk Uji Standar Nasional Indonesia (SNI) JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA Vol. 02 Desember 2011 Vol. 02 No. 03 Desember 2011, Hal. 171 175 Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus sanguineus 171 ISSN: 2086-8227 Ketahanan Kayu Sengon terhadap Pycnophorus

Lebih terperinci

LIMA JENIS JAMUR PELAPUK KAYU ASAL BOGOR UNTUK UJI KEAWETAN KAYU DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Oleh

LIMA JENIS JAMUR PELAPUK KAYU ASAL BOGOR UNTUK UJI KEAWETAN KAYU DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) Oleh LIMA JENIS JAMUR PELAPUK KAYU ASAL BOGOR UNTUK UJI KEAWETAN KAYU DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA (SNI) 01-7207-2006 Oleh NIFA HANIFA E44070065 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

176 Elis Nina Herliyana et al. J. Silvikultur Tropika. Elis Nina Herliyana 1, Laila Fithri Maryam 1 dan Yusuf Sudo Hadi 2

176 Elis Nina Herliyana et al. J. Silvikultur Tropika. Elis Nina Herliyana 1, Laila Fithri Maryam 1 dan Yusuf Sudo Hadi 2 JURNAL SILVIKULTUR TROPIKA 176 Elis Nina Herliyana et al. J. Silvikultur Tropika Vol. 02 No. 03 Desember 2011, Hal. 176 180 ISSN: 2086-8227 Schizophyllum commune Fr. Sebagai Jamur Uji Ketahanan Kayu Standar

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1 cm SNI JIS. 1 cm. Gambar 4 Miselium yang menempel pada kayu contoh uji sengon longitudinal. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengamatan Visual Kayu Pengamatan visual kayu merupakan pengamatan yang dilakukan untuk melihat dampak akibat serangan jamur pelapuk P. ostreatus terhadap contoh uji kayu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat

BAB III METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Tempat 12 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli Desember 2011 di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN Pleurotus spp. PADA MEDIA SERBUK GERGAJIAN KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) ALWIAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN

Lebih terperinci

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu

Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu SNI 01-7207-2006 Standar Nasional Indonesia Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu ICS 79.020 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune Fries

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune Fries II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune Fries Jamur pelapuk kayu Schizophyllum commune Fr. termasuk dalam kelas Basidiomycetes, famili Schizophyllaceae. S. commune diketahui telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Banyaknya kegunaan kayu sengon menyebabkan limbah kayu dalam bentuk serbuk gergaji semakin meningkat. Limbah serbuk gergaji kayu menimbulkan masalah dalam penanganannya,

Lebih terperinci

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA

PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA i PENGARUH PERENDAMAN PANAS DAN DINGIN SABUT KELAPA TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA SISKA AMELIA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 i PENGARUH PERENDAMAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Materi, Lokasi dan Waktu Penelitian 1. Materi Penelitian a. Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang memiliki tubuh buah, serasah daun, ranting, kayu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 18 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kehilangan Berat (Weight Loss) Contoh Uji Kehilangan berat (WL) merupakan salah satu respon yang diamati karena berkurangnya berat contoh uji akibat aktifitas makan rayap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur atau cendawan merupakan organisme heterotrofik yang memerlukan senyawa organik untuk nutrisinya. Bila mereka hidup dari benda organik mati yang terlarut, mereka disebut

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JAMUR PERUSAK KAYU

IDENTIFIKASI JAMUR PERUSAK KAYU KARYA TULIS IDENTIFIKASI JAMUR PERUSAK KAYU Disusun Oleh: APRI HERI ISWANTO, S.Hut, M.Si NIP. 132 303 844 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terutama diperkotaan. Budidaya jamur di Indonesia masih sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan letaknya yang sangat strategis yaitu pada zona khatulistiwa, maka termasuk salah satu negara yang memiliki kekayaan alam yang

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Peremajaan Aktinomiset dari Kultur Penyimpanan Perbanyakan Sclerotium rolfsii dari Kultur Penyimpanan BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Bakteriologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB) mulai Maret 2011 sampai

Lebih terperinci

PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete chrysosporium DALAM HIDROLISIS ASAM ENCER SLUDGE KERTAS AI ROSAH AISAH

PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete chrysosporium DALAM HIDROLISIS ASAM ENCER SLUDGE KERTAS AI ROSAH AISAH PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete chrysosporium DALAM HIDROLISIS ASAM ENCER SLUDGE KERTAS AI ROSAH AISAH DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PRETREATMENT DENGAN Phanerochaete

Lebih terperinci

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD

PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD i PENGARUH PROPORSI CAMPURAN SERBUK KAYU GERGAJIAN DAN AMPAS TEBU TERHADAP KUALITAS PAPAN PARTIKEL YANG DIHASILKANNYA FATHIMA TUZZUHRAH ARSYAD DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA

PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA PENGARUH LAMA WAKTU PENUMPUKAN KAYU KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg.) TERHADAP SIFAT - SIFAT PAPAN PARTIKEL TRIDASA A SAFRIKA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon

TINJAUAN PUSTAKA. bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon TINJAUAN PUSTAKA Jabon (Anthocephalus cadamba) merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan

BAB I PENDAHULUAN. Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih banyak dijumpai di alam, terutama dimusim hujan keberadaannya banyak dijumpai, seperti pada kayu-kayu yang sudah lapuk ataupun di berbagai tanaman

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti

I. PENDAHULUAN. Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

Schizophyllum commune Fr. SEBAGAI JAMUR UJI KETAHANAN KAYU STANDAR NASIONAL INDONESIA PADA EMPAT JENIS KAYU RAKYAT: SENGON, KARET, TUSAM, DAN MANGIUM

Schizophyllum commune Fr. SEBAGAI JAMUR UJI KETAHANAN KAYU STANDAR NASIONAL INDONESIA PADA EMPAT JENIS KAYU RAKYAT: SENGON, KARET, TUSAM, DAN MANGIUM Schizophyllum commune Fr. SEBAGAI JAMUR UJI KETAHANAN KAYU STANDAR NASIONAL INDONESIA PADA EMPAT JENIS KAYU RAKYAT: SENGON, KARET, TUSAM, DAN MANGIUM LAILA FITHRI MARYAM DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO

PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL JERAMI (STRAW) TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL RINO FARDIANTO DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 PENGARUH SUHU PEREBUSAN PARTIKEL

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 9 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan bulan Juli 2011, bertempat di Laboratorium Biomaterial dan Biodeteriorasi Kayu, Pusat Penelitian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Jamur Tiram. digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Jamur Tiram Pertumbuhan jamur tiram ditentukan oleh jenis dan komposisi media yang digunakan. Jenis dan komposisi media akan menentukan kecepatan pertumbuhan miselium,

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.

KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb. KARAKTERISTIK SIFAT ANATOMI DAN FISIS SMALL DIAMETER LOG SENGON (Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen) DAN GMELINA (Gmelina arborea Roxb.) FARIKA DIAN NURALEXA DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kehilangan Berat (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keawetan Alami Hasil perhitungan kehilangan berat ke empat jenis kayu yang diteliti disajikan pada Gambar 4. Data hasil pengukuran disajikan pada Lampiran

Lebih terperinci

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN

II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 8 II. MATERI DAN METODE PENELITIAN 1. Materi, Lokasi, dan Waktu Penelitian 1.1 Materi Penelitian 1.1.1 Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah jamur yang bertubuh buah, serasah daun, batang/ranting

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang 33 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan yang digunakan dalam percobaan ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan lima kali

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pada saat panen, lebar tudung ialah rerata lebar tudung (pileus), yaitu panjang BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL Pada penelitian ini, indikator pertumbuhan jamur tiram putih yang diamati adalah jumlah dan lebar tudung serta waktu panen. Yang dimaksud dengan jumlah tudung ialah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG TAHURA K.G.P.A.A Mangkunagoro 1 Ngargoyoso merupakan Taman Hutan Raya yang terletak di Dusun Sukuh, Desa Berjo, Kecamatan Ngargoyoso, Kabupaten Karanganyar, Provinsi

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015.

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2015. III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian di laksanakan di Sumatera Kebun Jamur, Budidaya Jamur, di Jalan, Benteng Hilir, No. 19. Kelurahan, Bandar Khalifah. Deli Serdang. Penelitian

Lebih terperinci

JAMUR TIRAM SEBAGAI JAMUR UJI KEAWETAN ALAMI KAYU KARET DAN SENGON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN STANDAR INDUSTRI JEPANG.

JAMUR TIRAM SEBAGAI JAMUR UJI KEAWETAN ALAMI KAYU KARET DAN SENGON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN STANDAR INDUSTRI JEPANG. JAMUR TIRAM SEBAGAI JAMUR UJI KEAWETAN ALAMI KAYU KARET DAN SENGON DENGAN METODE STANDAR NASIONAL INDONESIA DAN STANDAR INDUSTRI JEPANG Oleh DEWI ARNA NATALIA E44061530 DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keawetan Kayu Keawetan alami kayu adalah suatu ketahanan kayu secara alamiah terhadap serangan organisme perusak yang datang dari luar, seperti misalnya jamur, serangga, marine

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan 2 perlakuan, yaitu pemberian zat pengatur tumbuh BAP yang merupakan perlakuan pertama dan

Lebih terperinci

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI

SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI SIFAT FISIS MEKANIS PANEL SANDWICH DARI TIGA JENIS BAMBU FEBRIYANI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 RINGKASAN Febriyani. E24104030. Sifat Fisis Mekanis Panel Sandwich

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari)

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL 1. Laju pertumbuhan miselium Rata-rata Laju Perlakuan Pertumbuhan Miselium (Hari) BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN A. HASIL Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan selama satu bulan penanaman jamur tiram putih terhadap produktivitas (lama penyebaran miselium, jumlah badan buah dua kali

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI

PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI, SERASAH DAUN PISANG DAN BEKATUL NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh : LUCKY WILANDARI A 420 100 123 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama lima bulan yaitu dari bulan Maret sampai dengan Juni dan dilanjutkan kembali bulan November sampai dengan Desember 2011

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Efektifitas Fumigasi Amonia Fumigasi amonia bertujuan mereaksikan amonia dengan tanin dalam kayu agar terjadi perubahan warna secara permanen. Fumigasi amonia akan menhasilkan perubahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu Penelitian 19 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bagian Kimia Hasil Hutan Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan, Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Fakultas MIPA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai dengan November 2011 di Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur merupakan organisme yang tidak mempunyai klorofil sehingga tidak bisa melakukan proses fotosintesis untuk menghasilkan makanan sendiri. Jamur digolongkan sebagai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Tongkol Jagung a. Analisis Proksimat Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kondisi awal tongkol jagung. Hasil analisis proksimat

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR SB091358

TUGAS AKHIR SB091358 TUGAS AKHIR SB091358 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Oleh: Hanum Kusuma Astuti

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau

TINJAUAN PUSTAKA. kayu yang harus diketahui dalam penggunaan kayu adalah berat jenis atau TINJAUAN PUSTAKA Sifat Fisis Kayu Sifat fisis kayu perlu diperhatikan untuk pengembangan penggunaan kayu secara optimal, baik dari segi kekuatan maupun keindahan. Beberapa sifat fisis kayu yang harus diketahui

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jamur tiram putih merupakan salah satu jamur kayu yang tumbuh di permukaan batang pohon yang sudah lapuk. Jamur tiram putih dapat ditemui di alam bebas sepanjang

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM

PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM PERTUMBUHAN DAN PRODUKTIVITAS JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PADA MEDIA CAMPURAN SERBUK GERGAJI KAYU SENGON, AMPAS TEBU DAN ARANG SEKAM NASKAH PUBLIKASI A 420090101 Disusun Oleh: NUNING PURI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim

Lebih terperinci

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009

Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009 KARYA TULIS NILAI ph DAN ANALISIS KANDUNGAN KIMIA ZAT EKSTRAKTIF BEBERAPA KULIT KAYU YANG TUMBUH DI KAMPUS USU, MEDAN Oleh : Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P. NIP. 132 296 841 DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P.

BAB III METODE PENELITIAN. perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 6 perlakuan. Pemberian perlakuan komposisi media tanam jamur tiram putih (P. ostreatus)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kertas adalah bahan yang tipis dan rata, yang dihasilkan dengan kompresi serat yang berasal dari pulp (Paskawati dkk, 2010). Di pasaran, terdapat beberapa macam kertas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan.

BAB I PENDAHULUAN. Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh. manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein merupakan suatu senyawa yang dibutuhkan dalam tubuh manusia sebagai zat pendukung pertumbuhan dan perkembangan. Dalam protein terdapat sumber energi dan zat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI

LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI LAPORAN PRAKTIKUM MIKROBIOLOGI DASAR STERILISASI Disusun Oleh: Rifki Muhammad Iqbal (1211702067) Biologi 3 B Kelompok 6 JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SUNAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 BAHAN DAN ALAT Limbah tanaman jagung (LTJ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah varietas Bisi 2 yang komponen utamanya berupa batang, tongkol, klobot, dan daun berasal

Lebih terperinci

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari

MORFOLOGI DAN POTENSI. Bagian-Bagian Kayu - Kulit kayu - Kambium - Kayu gubal - Kayu teras - Hati - Lingkaran tahun - Jari-jari Kayu Definisi Suatu bahan yang diperoleh dari hasil pemungutan pohon-pohon di hutan, yang merupakan bagian dari pohon tersebut setelah diperhitungkan bagian-bagian mana yang lebih banyak dimanfaatkan untuk

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus)

PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) PEMANFAATAN PUPUK KANDANG SAPI UNTUK PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan Biologi Diajukan oleh :

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tepat Penelitaian ini di lakukan di Laboratorium Kultur Jaringan Tumbuhan Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik

Lebih terperinci

BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI BERBAGAI DAERAH DENGAN SUHU DAN KELEMBABAN YANG BERBEDA HENDRA NOVIANTO E

BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI BERBAGAI DAERAH DENGAN SUHU DAN KELEMBABAN YANG BERBEDA HENDRA NOVIANTO E BIODETERIORASI BEBERAPA JENIS KAYU DI BERBAGAI DAERAH DENGAN SUHU DAN KELEMBABAN YANG BERBEDA HENDRA NOVIANTO E 24104068 DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009 RINGKASAN

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah

I. TINJAUAN PUSTAKA. A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram. Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah I. TINJAUAN PUSTAKA A. Botani dan Morfologi Jamur Tiram Dari segi botani, jamur tiram termasuk jenis jamur kayu yang mudah dibudidayakan. Jamur tiram termasuk familia Agaricaceae atau Tricholomataceae

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil

BAB III METODE PENELITIAN. sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu tersebut diambil BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Jenis kayu yang dipakai dalam penelitian ini adalah kayu rambung dengan ukuran sesuai dengan SNI no. 03 tahun 2002 untuk masing-masing pengujian. Kayu

Lebih terperinci

PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) PADA PENGENDALIAN FUNGI Schizophyllum commune

PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) PADA PENGENDALIAN FUNGI Schizophyllum commune PEMANFAATAN ZAT EKSTRAKTIF DAUN MINDI (Melia azedarach Linn.) PADA PENGENDALIAN FUNGI Schizophyllum commune HASIL PENELITIAN Oleh : FITRI HAYANI 031203012/TEKNOLOGI HASIL HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 14 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Langkah Kerja Penelitian Studi literatur merupakan input dari penelitian ini. Langkah kerja peneliti yang akan dilakukan meliputi pengambilan data potensi, teknik pemanenan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi

METODE PENELITIAN. Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi 23 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Program Studi Kehutanan dan di Laboratorium Hama dan Penyakit Tanaman Program Studi Agroekoteknologi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 17 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Retensi adalah banyak atau jumlah bahan pengawet yang terdapat dalam kayu. Rata-rata retensi dalam metode pengawetan rendaman dingin selama 10 hari dan metode

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.2. Jamur Tiram 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jamur Jamur merupakan organisme yang tidak berklorofil sehingga jamur tidak dapat menyediakan makanan sendiri dengan cara fotosintesis seperti pada tanaman yang berklorofil.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan Januari 2012 sampai dengan Mei 2012, bertempat di Laboratorium Pengelohan Hasil Hutan, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Lebih terperinci

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN

Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Prosedur Penelitian Persiapan Bahan Baku BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan April sampai dengan bulan November 2011 di Laboratorium Kimia Hasil Hutan dan Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS

PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS PENGARUH PEMBERIAN BERBAGAI JENIS STIMULANSIA TERHADAP PRODUKSI GETAH PINUS (Pinus merkusii Jung et de Vriese) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT NURKHAIRANI DEPARTEMEN HASIL

Lebih terperinci

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI

KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI KARAKTERISASI FISIK DAN ph PADA PEMBUATAN SERBUK TOMAT APEL LIRA BUDHIARTI DEPARTEMEN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 ABSTRAK LIRA BUDHIARTI. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya

BAB I PENDAHULUAN. konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan manusia akan kayu sebagai bahan bangunan baik untuk keperluan konstruksi, dekorasi, maupun furniture terus meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi

BAB III BAHAN DAN METODE. Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Percobaan Percobaan dilaksanakan di Laboratorium Kultur Jaringan Teknologi Benih, Fakultas Pertanian, Universitas Padjadjaran, Jatinangor. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jamur Tiram. serbuk kayu yang dikemas dalam kantong plastik yang disebut dengan baglog.

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Budidaya Jamur Tiram. serbuk kayu yang dikemas dalam kantong plastik yang disebut dengan baglog. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Budidaya Jamur Tiram Jamur tiram dapat tumbuh dan berkembang dalam media yang terbuat dari serbuk kayu yang dikemas dalam kantong plastik yang disebut dengan baglog. Pertumbuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi

I. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu utama yang mempengaruhi produksi ternak ruminansia. Pakan ruminansia sebagian besar berupa hijauan, namun persediaan hijauan semakin

Lebih terperinci

V HASIL DAN PEMBAHASAN

V HASIL DAN PEMBAHASAN V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kadar Air Kadar air merupakan berat air yang dinyatakan dalam persen air terhadap berat kering tanur (BKT). Hasil perhitungan kadar air pohon jati disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian Bab III Rancangan Penelitian Pada bagian ini dijelaskan tentang penelitian yang dilaksanakan meliputi metodologi penelitian, bahan dan alat yang digunakan, alur penelitian dan analisis yang dilakukan.

Lebih terperinci

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI

PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI PENGARUH KADAR RESIN PEREKAT UREA FORMALDEHIDA TERHADAP SIFAT-SIFAT PAPAN PARTIKEL DARI AMPAS TEBU AHMAD FIRMAN ALGHIFFARI DEPARTEMEN HASIL HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH

EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH 1 EFEKTIVITAS PERTUMBUHAN JAMUR TIRAM PUTIH (Pleurotus ostreatus) DENGAN VARIASI MEDIA KAYU SENGON (Paraserianthes falcataria) DAN SABUT KELAPA (Cocos nucifera) Hanum Kusuma Astuti, Nengah Dwianita Kuswytasari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada Maret--Agustus 2011 bertempat di

III. BAHAN DAN METODE. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada Maret--Agustus 2011 bertempat di 22 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan pada Maret--Agustus 2011 bertempat di Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

PRAKATA. merupakan laporan hasil penelitian mengenai Inventarisasi Jamur Pelapuk Putih

PRAKATA. merupakan laporan hasil penelitian mengenai Inventarisasi Jamur Pelapuk Putih PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan. Skripsi ini merupakan laporan hasil penelitian mengenai

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) E-144

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) ( X Print) E-144 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 2, No.2, (2013) 2337-3520 (2301-928X Print) E-144 Efektifitas Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) dengan Variasi Media Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria)

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai bulan Agustus 2016 di Laboratorium terpadu Kultur jaringan Fakultas Sains dan Teknologi,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kelapa Sawit dan Tandan Kosong Sawit Kelapa sawit (Elaeis quineensis, Jacq) dari family Araceae merupakan salah satu tanaman perkebunan sebagai sumber minyak nabati, dan merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Respon Kehilangan Berat Setelah dilakukan proses pengumpanan terhadap rayap tanah selama empat minggu, dari data yang diperoleh dilakukan pengujian secara statistik untuk

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara.

METODE PENELITIAN. Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan. Hutan Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara. 9 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pra Perlakuan Pemadatan Terhadap Kualitas Kayu Jabon (Anthocephalus cadamba M.) dilaksanakan mulai dari bulan April 2017

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September

III. METODE PENELITIAN. Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus September 14 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Lampung mulai Agustus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Edupark merupakan taman pendidikan yang dimiliki oleh Universitas Muhammadiyah Surakarta yang terletak di dataran rendah pada ketinggian 105 mdpl dengan suhu rata-rata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, manusia mampu mengolah limbah menjadi sesuatu yang bermanfaat. Limbah merupakan sisa dari bahan yang telah mengalami

Lebih terperinci

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM

BAB VIII PEMBAHASAN UMUM BAB VIII PEMBAHASAN UMUM Biodeteriorasi kayu mengakibatkan penurunan mutu dan tidak efisiennya penggunaan kayu. Selain itu umur pakai kayu menjadi lebih pendek dan berakibat konsumsi kayu menjadi meningkat,

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas

TATA CARA PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas III. TATA CARA PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kultur In Vitro Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta pada bulan Januari April 2016.

Lebih terperinci

PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM

PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM PENGARUH PERBANDINGAN GULA PUTIH DENGAN GULA MERAH DAN PENAMBAHAN SANTAN TERHADAP MUTU ABON JAMUR TIRAM SKRIPSI OLEH : WINDA WIDYASTUTI 120305028 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci