KONFLIK AGAMA. Thomas Santoso

Transkripsi

1 KONFLIK AGAMA Thomas Santoso

2 Latar Belakang : Mitos kerukunan umat beragama Percepatan perusakan tempat ibadah secara nyata Pemetaan perusakan tempat ibadah Laju pertumbuhan umat beragama Indeks heterogenitas agama 2

3 AGAMA : Ethics (perintah Tuhan) Politics/Magics (manipulasi perintah Tuhan untuk kepentingan manusia) merasa tindakannya dibenarkan tuhan Agama sebagai sumber konflik & agama sebagai alat konflik 3

4 Agama disalahgunakan dan disalaharahkan Agama cenderung melakukan kekerasan ketika identitasnya terancam Orang beragama juga punya afiliasi politik Isu Kristenisasi dan Islamisasi bertalian dengan isu abangan Perilaku buruk dilakukan oleh orang baik 4

5 Konteks : Seperangkat aturan & praktek formal ditaati komunitas kecil, seperangkat aturan & praktek informal diikuti komunitas besar, sementara prakteknya melanggengkan kekerasan. Elit politik-agama terlibat dalam mematangkan konflik agama dengan mengangkat isu kepercayaan & sentimen masyarakat untuk memperebutkan objek yang tidak lagi sakral tetapi bernilai kekuasaan dan uang. 5

6 Agama telah mengalami simplifikasi, politisasi, mobilisasi, dan dibuat transenden komunalisasi politik-agama (agamanya bernilai lebih tinggi dibanding agama lain dan hukum nasional) Ambivalensi violencemaker dan peacemaker Tidak ada akuntabilitas militer terhadap komunitas yang mereka layani (siapa mengontrol militer akan mengontrol konflik agama) Ada hubungan erat antara militer, polisi, agamawan, dan penduduk sipil dengan militerisme. 6

7 Mobilisasi Massa : Ada sistem konflik / kekerasan agama yang melembaga Ada spesialis kekerasan (orang dikenal) yang menjadi pemimpin institusi sosial yang telah ada. Ada penggagas kekerasan yang memobilisasi dana dan melakukan koalisi sementara dengan spesialis kekerasan. Konflik agama paling mungkin terjadi di kotakota yang rentan konflik. 7

8 RESOLUSI KONFLIK 1. Emile Durkheim: Cross cutting affiliation cross cutting loyalities Masyarakat yang memiliki ikatan tali temali yang kuat (cross cutting affiliation) lebih tahan terhadap konflik. 8

9 2. Max Weber: bibit konflik terdapat pada komponen agama yang disebut magis atau politis. Itu sebabnya agamalah yang seharusnya menjadi sentra resolusi. Padahal agama pernah jadi sumber konflik karena semua agama hanya belajar dari broker agama bukan langsung dari Tuhan. Agama sudah gagal menyelesaikan konflik. Indikator jika bisa meredam konflik internal agamanya sendiri, baru agama dapat menyelesaikan konflik eksternal. 9

10 3. Agama harusnya bisa menjadi sentra resolusi. Akan tetapi pada praktiknya agama tidak bisa menyelesaikan masalah internal tanpa konflik dan kekerasan Bahkan pemuka agama yang seharusnya menjadi peacemaker malah menjadi violence maker. Agama bisa menjadi resolusi jika agama berbicara tentang hubungan horisontal. Misalnya: integritas, perdamaian, demokrasi. Agama dalam batas-batas tertentu bisa dibuat jejaring. 10

11 4.Nelson Mandela menyelesaikan konflik di Afrika Selatan yang menekankan kultur tanpa dendam. 11

12 5.Rene Girard : Konflik diselesaikan lewat sikap tidak menyimpan dendam, tanpa kambing hitam, tanpa ketakutan, tanpa ancaman kekerasan. 12

13 6. JACQUES DERIDA The self the others Konflik/kekerasan yang melibatkan kita, kita cenderung menyalahkan orang lain the others. Dalam konflik, tingkat rasionalitas turun, korban kekerasan juga terlibat di dalamnya. Konflik sebenarnya berasal dari the self diri kita sendiri. Jadi resolusi konflik harus bermula dari diri kita sendiri. 13

14 7.Karen Armstrong Yang banyak berkaitan dengan resolusi adalah Compassion. Mengajarkan kita untuk berbelas kasih. Apa yang membuat diri kita sakit (meneropong diri kita), jadi kita tidak melakukan hal itu kepada orang lain. Resolusi harus dimulai dari diri kita sendiri. 14

15 8.Nasikun (Sistem sosial masyarakat Indonesia). Pemimpin Indonesia jangan hanya memikirkan harmonis, tetapi Indonesia memiliki potensi konflik. Bangsa Indonesia baru menyadari adanya konflik, namun belum mampu menyelesaikan konflik. 15

16 Konflik Horizontal (pluralitas) lewat integrasi horizontal, Konflik Vertikal (stratifikasi) lewat integrasi vertikal (misal patronase) 9. Memperkuat Social Capital (Kepercayaan, Jaringan Sosial, dan Norma Sosial) 10. Mengupayakan tertib sosial melalui sosialisasi dan kontrol sosial. 16