BAB V PENUTUP. Banyak aspek yang dapat mempengaruhi keberlanjutan kelompok.

Transkripsi

1 BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Banyak aspek yang dapat mempengaruhi keberlanjutan kelompok. Keberlanjutan kelompok ditentukan oleh kapasitas yang dimiliki oleh kelompok. Kapasitas kelompok dilihat secara dua sisi yaitu secara internal dan eksternal. Lebih jelas lagi melihat kapasitas keberlanjutan kelompok tidak hanya dilihat dari aspek kegiatan ekonomi, namun dari berbagai aspek seperti hubungan sosial antar sesama anggota maupun hubungan sosial dengan luar, dinamika kelompok, pengelolaan produksi, daya dukung negara dan lain-lain. Kelompok Mina Ngesti Hanom Roso merupakan kelompok yang muncul dari inisiatif kelompok pemuda. Kelompok Mina Ngesti Hanom Roso terbentuk karena adanya praktek money politik yang dilakukan oleh partai PDI-P agar mendapatkan suara dalam Pemilu tahun 2014 dengan menjadi penerima dana aspirasi yang berbentuk dana hibah PUMP-PB. Praktek money politic kemudian menjadi momentum terlahirnya sebuah institusi. Tidak hanya memberikan dampak terlahirnya sebuah institusi, praktek money politic ini memberikan dampak negatif yaitu terjadinya konflik antara kelompok Mina Ngesti Hanom Roso dengan kelompok Mina Bersemi. Setelah mendapatkan dana hibah PUMP-PB senilai tiga puluh lima juta rupiah, kelompok Mina Ngesti Hanom Roso mengalami dinamika dalam proses pengelolaan kelompok. Proses pengelolaan kelompok tidak sesuai dengan perencanaan pengelolaan kelompok yang dirumuskan sebelum dana hibah PUMP- 92

2 PB diterima. Dana hibah PUMP-PB tidak digunakan secara kolektif oleh kelompok untuk kebutuhan produksi, akan tetapi dana tersebut dipinjamkan kepada anggota untuk kegiatan produksi masing-masing. Tidak semua anggota kelompok Mina Ngesti Hanom Roso meminjam, dana PUMP-PB juga dipinjamkan kepada anggota Mina Bersemi sebagai upaya peredam konflik antara kedua kelompok ini. Pada proses pengelolaan kelompok Mina Ngesti Hanom Roso dipegang penuh oleh Hantoro sebagai ketua. Secara internal Hantoro kehilangan trust dari anggota karena tidak ada transparansi dalam pengelolaan dana PUMP-PB. Akan tetapi secara eksternal Hantoro memiliki modal sosial berupa jaringan di pabrik pakan dan karangtaruna Desa Sindumartani. Hubungan antara Hantoro sebagai ketua kelompok Mina Ngesti Hanom Roso dengan anggota kelompok Mina Ngesti Hanom Roso berjalan tidak baik. Peran kepemimpinan hantoro dalam kelompok tidak mampu mengkoordinasikan antara kebutuhan kelompok dengan kepentingan pribadi Hantoro sebagai ketua kelompok. Hubungan buruk antara Hantoro dengan anggota membuat kelompok seolah menjadi kelompok bayangan. Setelah melakukan upaya meredam konflik dengan meminjamkan dana kepada anggota kelompok Mina Bersemi, kegiatan produksi kelompok Mina Ngesti Hanom tergabung pada kelompok Mina Bersemi. Mulai dari pembelian bibit, pakan, panen, sampai dengan penjualan dikelola oleh kelompok Mina Bersemi. Tidak semua proses produksi tergantung kelompok, anggota masih memiliki 93

3 kebebasan dalam proses produksi tergantung modal yang dimiliki oleh anggota tersebut. Keberlanjutan kelompok tidak hanya ditentukan oleh proses produksi yang dilakukan oleh kelompok. Keberlanjutan kelompok juga ditentukan oleh stimuli eksternal. Daya dukung negara memiliki peran dalam mendorong kapasitas kelompok agar berkelanjutan. Sayangnya, pada kasus kelompok Mina Ngesti Hanom Roso negara tidak mampu memberikan daya dorong bagi keberlanjutan kelompok. Negara memiliki keterbatasan, keterbatasan daya dukung negara berupa keterbatasan kapasitas penyuluh. Penyuluh belum mampu melakukan pendampingan yang bersifat pemberdayaan. Keterbatasan kapasitas penyuluh membuat penyuluh terjebak pada mainstream administrasi. Keterbatasan daya dukung negara memunculkan sisi positif maupun sisi negatif pada kelompok Mina Ngesti Hanom Roso. Dampak positif akibat keterbatasan daya dukung negara berupa pengetahuan lokal yang tumbuh dalam diri kelompok. Tidak ada pendampingan membuat kelompok menemui proses belajar yang menjadikan proses tersebut sebagai upaya self sustaining kelompok. Dampak negatif yang terjadi akibat keterbatasan daya dukung negara berupa konflik sosial yang terjadi antara kelompok Mina Ngesti Hanom Roso dengan kelompok Mina Bersemi. Jika dilihat menggunakan kacamata compass sustainability, Kelompok Mina Ngesti Hanom Roso belum memenuhi indikator keberlanjutan. Dari aspek society, Kelompok Mina Ngesti Hanom Roso pernah mengalami konflik dengan Kelompok Mina Bersemi dan komunikasi dengan penyuluh yang tidak terjalin. 94

4 Dari aspek wellbeing, kelompok belum mampu menjadi wadah bagi anggota untuk meningkatkan kegiatan usaha mereka dan tidak ada etika atau aturan yang mengikat anggota yang menjadi pengikat keberlanjutan. Selanjutnya dari aspek economy, kegiatan produksi anggota masih berjalan. Kegiatan produksi anggota tidak difasilitasi oleh Kelompok Mina Ngesti Hanom Roso malah yang menjadi wadah bagi anggota adalah Kelompok Mina Bersemi. Terakhir yaitu aspek nature, pada aspek ini masing masing individu memiliki pengetahuan lokal dalam mengolah sumber daya alam, namun tidak ada aturan dari kelompok terkait pengelolaan sumber daya alam. Pada akhirnya, dengan segala dinamika yang terjadi pada Kelompok Mina Ngesti Hanom Roso membuat kelompok ini menjadi sebuah institusi papan nama. Secara administrasi dan keberadaan kelompok ini ada, akan tetapi secara kelembagaan kelompok ini belum mampu menjadi wadah anggota. Kapasitas internal kelompok Mina Ngesti Hanom Roso tidak optimal dilihat dari kegiatan produksi yang masih berjalan akan tetapi secara kelembagaan seolah-olah tidak berfungsi. Hal ini disebabkan karena konflik internal dan kurangnya partisipasi anggota. Ditambah keterbatasan negara dalam menjalankan fungsi monitoring dan evaluasi. 5.2 Saran Berdasarkan hasil pengumpulan data, analisis data dan penemuan fakta di lapangan, maka peneliti menyampaikan beberapa saran yang dibutuhkan untuk menangani hambatan yang terjadi pada proses keberlanjutan kelompok Mina 95

5 Ngesti Hanom Roso. Pertama, saran terkait permasalahan internal kelompok Mina Ngesti Hanom Roso antara anggota kelompok dengan ketua kelompok. Harus adanya transparansi dana yang dilakukan oleh ketua kelompok agar mengembalikan trust anggota terhadap ketua kelompok. Ketika trust anggota terhadap ketua kelompok terjalin kembali, hal tersebut dapat mengembalikan nilai-nilai kebersamaan kelompok. Kedua, terkait penggabungan kelompok Mina Ngesti Hanom Roso dengan kelompok Mina Bersemi agar menjadi kelompok yang ideal. Dengan bergabungnya kedua kelompok maka akan menggabungkan semangat seluruh masyarakat dalam mengelola sumber daya yang ada dan tidak terpecah-pecah menjadi kelompok pemuda maupun kelompok orangtua. Jika banyak kelompok sumber daya menjadi terbatas, berbeda dengan satu kelompok maka sumber daya dapat dikelola secara ideal. Dengan menggabungkan kedua kelompok ini dapat menyelamatkan kelompok Mina Ngesti Hanom Roso dari ketidakjelasan. Ketiga, terkait kapasitas penyuluh yang masih terbatas. Kapasitas penyuluh terbatas karena penyuluh tidak mampu menangani banyak kelompok, perlu adanya pembatasan jumlah kelompok yang dipegang oleh penyuluh. Harus adanya aturan yang jelas terkait tugas dan wewenang penyuluh terkait pendampingan penyuluh terhadap kelompok secara organisasi maupun secara teknis, sehingga penyuluh tidak terjebak pada urusan administrasi akan tetapi melakukan upaya pemberdayaan terhadap kelompok. Selain itu, harus adanya upaya peningkatan fungsi monitoring dan evaluasi dari pendamping terhadap kelompok. 96

6 Keempat, mengenai kebijakan dana aspirasi yang merusak upaya pemberdayaan negara. Dana aspirasi ini telah memberikan dampak negatif terhadap masyarakat, terutama kasus kelompok Mina Ngesti Hanom Roso. Dana aspirasi seharusnya mendapatkan pengawasan yang lebih ketat. Selain mendapatkan pengawasan yang ketat, harus adanya regulasi dan aturan pembagian wewenang yang jelas antara instansi yang terkait, sehingga tidak akan membuat kelompok sebagai penerima dana aspirasi tidak terbengkalai. 97