POLICY BRIEF OUTLOOK PERTANIAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POLICY BRIEF OUTLOOK PERTANIAN"

Transkripsi

1 POLICY BRIEF OUTLOOK PERTANIAN Adi Setiyanto, SP, MSi Pendahulan 1. Kajian Outlook Pertanian merupakan salah satu komponen penting karena menghasilkan analisis mengenai status, perkembangan dan prospek sektor pertanian dengan memperhatikan perubahan ekonomi, sosial, kelembagaan dan teknologi baik yang berasal dari internal sektor pertanian maupun dari eksternal atau di luar sektor pertanian, serta baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Tujuan umum dari kajian ini adalah menghasilkan rekomendasi kebijakan sektor pertanian lima tahun ke depan. Secara khusus, tujuan dari kajian adalah sebagai berikut: (i) Menyusun dan menganalisis Outlook Pertanian ; dan (ii) Merumuskan alternatif strategi kebijakan dan program-program untuk mencapai target-target pembangunan pertanian periode Metode analisis yang digunakan untuk adalah multimarket model dengan dukungan analisis pendukung model kuantitatif, dengan pendekatan model time series uni variate dan multivariate. Pada aspek-aspek yang tidak dapat dijawab dengan pendekatan kuantitatif dilakukan analisis dengan pendekatan kualitatif dan kajian pustaka. 2. Fokus komoditas yang dianalisis meliputi 7 komoditas yaitu padi, jagung, kedele, sapi potong, gula, cabe dan bawang merah, yang merupakan sebagian dari 20 komoditas unggulan yang dicakup dalam model analisis. Analisis menggunakan asumsi tiga skenario dengan menggunakan base line data tahun 2013 untuk prediksi yaitu: (i) Skenario I: tidak terjadi perubahan iklim dan pada periode terpengaruh kebijakan kenaikan harga BBM 2014; (ii) Skenario II: kondisi iklim tidak normal dan terjadi gangguan iklim yang cenderung ke arah La Nina (sesuai prediksi Bappenas, 2009) dan pada periode terpengaruh kebijakan kenaikan harga BBM 2014; dan (iii) Skenario III: kondisi iklim tidak normal dan terjadi gangguan iklim yang cenderung El Nino (sesuai prediksi Bappenas, 2010) dan pada periode terpengaruh kebijakan kenaikan harga BBM Temuan Pokok Hasil Penelitian 9. Pembangunan pertanian periode dihadapkan pada kondisi dan dinamika perubahan lingkungan internasional dan domestik yang dinamis. Pada lingkungan internasional berberapa perubahan yang terjadi diantaranya adalah: (i) Perubahan iklim dan ancaman krisis pangan global; (ii) Dinamika perdagangan, investasi dan politik global; (iii) Dinamika permintaan dan penawaran komoditas pangan dunia; (iv) Dinamika struktur, perilaku dan kinerja pasar produk pertanian yang dikuasai oleh beberapa negara dan beberapa perusahaan multinasional; (v) Perkembangan IPTEK pertanian yang mengacu pada tiga jenis revolusi teknologi revolusi di bidang bio-teknologi, nano teknologi, dan teknologi informasi; (vi) Pengembangan bio-ekonomi dan sumber energi terbarukan; (vii) Perubahan perilaku untuk konsumsi aman dengan produk alami dan organik; (viii) Penghargaan atas Jasa Lingkungan dan Jasa Amenity atau 1

2 multifungsi lahan pertanian dan pedesaan; dan (ix) Transisi ekonomi dari sektor tersier atau sekunder melompat ke ekonomi kreatif. 10.Pada lingkungan domestik pembangunan pertanian di Indonesia mengha- dapi beberapa kondisi diantaranya: (i) Dinamika demografi dan beban pertanian terhadap angkatan kerja; (ii) Dinamika aksesibilitas dan persaingan pemanfaatan sumberdaya lahan dan air; (iii) Euforia desentralisasi yang masih kental dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan; (iv) Dinamika tatakelola dan reformasi birokrasi pemerintahan yang belum tuntas; (v) Masalah ketimpangan, pemerataan dan beragamnya karakteristik wilayah; (vi) Dinamika bencana akibat letak geografis dan risiko perubahan iklim; (vii) Urbanisasi, urban sprawl dan marjinalisasi pertanian akan menjadi ancaman berat bagi pertanian Indonesia; dan (ix) Fokus Kebijakan Makro Kabinet Kerja Perbandingan besaran dan arah perkembangan luas panen masing-masing komoditas antar skenario maka dapat dinyatakan bahwa kondisi iklim cenderung basah (La Nina) merupakan kondisi iklim yang tidak mendukung perkembangan produksi komoditas-komoditas yang dianalisis. Sementara dari sisi prduktivitas dapat dinyatakan hal-hal sebagai berikut: (1) kondisi iklim cenderung kering (El Nino) merupakan kondisi iklim yang tidak mendukung produksi padi karena ratarata produktivitas padi cenderung turun, (2) baik skenario II (kondisi iklim cenderung basah/la Nina) maupun skenario III (kondisi iklim cenderung kering/el Nino) merupakan kondisi-kondisi iklim yang tidak mendukung produksi kedele karena rata-rata produktivitas kedele cenderung turun dan (3) skenario II atau kondisi iklim basah (La Nina) merupakan kondisi iklim yang tidak mendukung produksi cabe karena rata-rata produktivitas cabe cenderung turun. 13. Produksi komoditas diperkirakan seluruhnya mengalami peningkatan baik berdasarkan skenario I, II maupun III. Kenaikan harga BBM tahun 2014 yang mendorong kenaikan harga-harga komoditas pada awal tahun 2015 mendorong perkembangan produksi komoditas hingga berdampak pada meningkatnya produksi hingga tahun Kondisi perubahan iklim yang cenderung La Nina, cenderung meningkatkan produksi lebih tinggi dibanding kondisi normal pada komoditas padi, jagung, bawang merah dan tebu, namun lebih rendah untuk komoditas kedele, cabe dan daging sapi. Pada kondisi iklim yang cenderung El Nino, perkembangan produksi komoditas juga cenderung meningkat tetapi dengan tingkat produksi dan perkembangannya lebih rendah dibanding normal dan La Nina. 14. Dinamika perkembangan permintaan komoditas menunjukkan karakteristik yang berbeda-beda menurut jenis komoditas. Volume permintaan komoditas secara keseluruhan pada kondisi iklim tidak normal akan lebih rendah dibanding kondisi normal (permintaan komoditas padi, jagung, kedele, bawang merah dan gula tebu), kecuali pada komoditas cabe dan daging sapi. Pada kondisi iklim normal dan kecenderungan El Nino cabe mengalami surplus, sementara komoditas lainnya tidak. Pada kondisi iklim yang cenderung La Nina, padi menunjukkan kecenderungan surplus sedangkan komoditas lainnya tidak. Pada komoditas lainnya berada pada kondisi defisit baik pada kondisi iklim normal, La Nina maupun El Nino. Pada periode , seperti pada periode sebelumnya, akan terjadi net impor pada seluruh komoditas dan menunjukkan peningkatan 2

3 baik pada skenario I, II dan III. Pada kondisi iklim cenderung El Nino akan terjadi kondisi volume net impor paling tinggi, dan pada kondisi La Nina volume net impor komoditas paling rendah. 15. Kecenderungan kebijakan melakukan impor untuk menutup defisit akan membawa dampak pada penurunan harga konsumen tidak hanya di perkotaan, namun juga di pedesaan baik di Jawa maupun di Luar Jawa. Harga konsumen komoditas di perkotaan menunjukkan peningkatan pada semua skenario. Untuk komoditas padi, tingkat perkembangan harganya menunjukkan kecenderungan lebih tinggi pada skenario I dibandingkan skenario II dan III, namun untuk komoditas lainnya skenario I cenderung lebih rendah dibandingkan scenario II dan III. Harga produsen komoditas di pedesaan Jawa dan Luar Jawa menunjukkan fenomena yang berbeda dibandingkan harga konsumen. Secara keseluruhan pada tiga skenario, harga produsen menunjukkan peningkatan, dan peningkatan harga pada skenario I lebih rendah jika dibandingkan skenario II dan III, baik di pedesaan di Jawa maupun di Luar Jawa. Peningkatan harga BBM dan kondisi perubahan produksi akibat kondisi iklim menyebabkan peningkatan harga produsen. Disamping menunjukkan bahwa kondisi dimana harga di tingkat konsumen relatif lebih rendah peningkatannya, hasil analisis menunjukkan marjin antara harga produsen dan konsumen yang sangat tinggi. 16. Hasil analisis prediksi perkembangan harga konsumen riil bulanan di perkotaan menggambarkan: (1) harga konsumen perkotaan komoditas pertanian yang dianalisis meningkat dengan laju perubahan yang relatif beragam dan meningkat pada semua skenario; (2) Prediksi perkembangan harga konsumen di pedesaan baik di Jawa maupun di luar Jawa menunjukkan pola yang hampir sama dengan prediksi perkembangan harga konsumen perkotaan; (3) Hasil analisis prediksi harga riil produsen bulanan di Jawa dan Luar Jawa menunjukkan tren meningkat pada tahun , namun terjadi perbedaan pola peningkatan dan skenario terbaik pada beberapa komoditas jika dibandingkan dengan prediksi harga konsumen; dan (4) laju pertumbuhan harga produsen antar tahun pada bulan yang sama berturut-turut adalah: padi ( % per tahun), jagung ( % per tahun), Kedelai ( % per tahun), Bawang Merah ( % per tahun), Cabe ( % per tahun), Tebu atau gula ( % per tahun), dan Daging Sapi ( % per tahun). 17. Hasil prediksi permintaan dan harga input menunjukkan tidak ada perbedaan hasil analisis antara skenario I, II dan III. Permintaan jagung untuk pakan ternak meningkat rata-rata 3.24 persen per tahun, sementara itu untuk Urea maupun NPK meningkat rata-rata 1.02 persen per tahun. Harga jagung untuk pakan ternak menunjukkan peningkatan rata-rata 3.26 persen per tahun, sedangkan harga pupuk non subsidi Urea dan NPK masing-masing menunjukkan peningkatan 2.35 persen dan 3.33 persen per tahun. 18. Jumlah total tenaga kerja pertanian berdasarkan skenario I, II dan III akan mengalami penurunan, dimana jumlah tenaga kerja pertanian yang bekerja pada komoditas berbasis lahan menunjukkan peningkatan, sedangkan untuk yang bekerja pada komoditas tidak berbasis lahan menunjukkan penurunan. Kondisi iklim dan kenaikan harga BBM dinilai menjadi penyebab banyaknya tenaga kerja 3

4 pertanian yang tidak berbasis lahan untuk keluar dari pekerjaan pertanian. Namun demikian tingkat perkembangan dan jumlahnya terkait dengan fenomena iklim yang terjadi, dimana kejadian iklim El Nino memiliki kecenderungan jumlah tenaga kerja yang keluar dari pertanian lebih besar dibandingkan La Nina. 19. Nilai dan tingkat perkembangan pendapatan riil per kapita pada skenario I lebih tinggi dibandingkan dengan skenario II dan III. Demikian pula tingkat pekembangan untuk skenario II juga lebih tinggi dibandingkan skenario III. Adanya kenaikan harga BBM, kelompok rumah tangga yang terkena dampak paling besar adalah kelompok rumah tangga menengah baik di perkotaan maupun di pedesaan, kecuali kelompok menengah di pedesaan Jawa. Adanya peningkatan BBM yang terjadi bersamaan dengan perubahan iklim, kelompok rumah tangga yang terkena dampak paling besar adalah kelompok rumah tangga miskin. 20. Pada periode mendatang jumlah penduduk miskin akan menurun seiring dengan peningkatan pendapatannya, namun ketimpangan pendapatan akan semakin tinggi karena golongan kaya dan miskin memiliki peningkatan pendapatan yang lebih tinggi dibanding kelompok menengah. Hal ini terjadi baik jika kondisi skenario I, atau skenario II atau skenario III terjadi. Kelompok rumah tangga kaya baik di Jawa maupun di Luar Jawa memiliki tingkat perkembangan yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lainnya pada seluruh skenario. Apabila terjadi perubahan iklim, maka pendapatan seluruh kelompok rumah tangga baik nilai maupun tingkat perkembangannya akan relatif lebih rendah dibanding normal. Pada kejadian perubahan harga BBM kelompok rumah tangga menengah di luar Jawa yang paling terkena dampak. 21. Pada skenario I, kontribusi pendapatan dari pertanian terhadap total pendapatan rumah tangga pedesaan di Jawa dan Luar Jawa cenderung menurun, hanya kontribusi pada golongan rumah tangga kaya di Jawa yang meningkat. Golongan rumah tangga menengah di Jawa yang mengalami penurunan kontribusi tertinggi. Pada skenario II, kontribusi pendapatan pertanian menunjukkan penurunan pada seluruh kelompok rumah tangga pertanian di Jawa dan kelompok menengah di Luar Jawa. Sementara itu, pada skenario III penurunan terjadi pada kelompok rumah menengah di Jawa dan Luar Jawa, serta kelompok miskin di Luar Jawa. 22. Peningkatan harga BBM tahun 2014 dan kondisi iklim pada tahun membawa konsekuensi penurunan pendapatan per kapita dan menimbulkan adanya per capita income required to compensate for loss yang identik dengan nilai tambahan pengeluaran yang ditanggung oleh rumah tangga. Dilihat dari perubahannya, kelompok rumah tangga kaya di perkotaan dan pedesaan Jawa serta kelompok menengah di luar Jawa menunjukkan tingkat perkembangan paling rendah, kelompok miskin di pedesan di Jawa merupakan yang tertinggi. Dilihat dari perkembangan nilainya, skenario I merupakan yang terendah, kemudian diikuti skenario II dan yang tertinggi skenario III. Hal ini menunjukkan sekalipun dari sisi nilai, tetap kelompok kaya yang harus mengeluarkan tambahan pengeluaran yang tertinggi, kemudian diikuti oleh kelompok menengah dan miskin. Perubahan harga BBM 2014 dan kemungkinan terjadinya 4

5 perubahan iklim, yang paling menerima dampak dan memiliki tingkat tambahan pengeluaran yang tertinggi adalah kelompok miskin. 23. Hasil prediksi outlook menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan sasaran RPJMN teknokratik atau dengan kata lain sasaran teknokratik lebih tinggi, kecuali produksi padi tahun 2019 pada scenario II. Secara umum, prediksi lebih rendah pada scenario III. Pada komoditas padi dan jagung, sasaran produksi pada periode tidak berbeda jauh prediksi produksi, kecuali pada scenario III. Hal ini merupakan masukan penting bagi para perencana dan pengambil keputusan nasional, bahwa apabila terjadi kondisi iklim tidak normal dan terjadi gangguan iklim, maka sasaran RPJMN tidak akan dapat dicapai dan diperlukan program khusus untuk pencapaian sasaran tersebut. 24. Selain padi, perhatian khusus sangat diperlukan pada komoditas kedelai, sapi potong dan gula dimana sasaran RPJMN jauh lebih tinggi dari prediksi outlook. Pada komoditas kedele menunjukkan tingkat kesenjangan yang paling tinggi dibandingkan komoditas lainnya. Senjang sasaran produksi dengan prediksi terbesar berikutnya adalah pada komoditas daging sapi-kerbau, dan kemudia diikuti gula dimana senjang sasaran juga meningkat dari tahun ke tahun. Konsekuensinya adalah bahwa upaya peningkatan produksi ke-dua komoditas tersebut memerlukan perhatian semua pemangku kebijakan serta diperlukan dukungan dana yang cukup besar dan implementasi perencanaan dalam bentuk pembangunan yang lebih efisien dan efektif. 25. Hasil analisis menunjukkan sasaran Renstra Kementan lebih rendah jika dibandingkan hasil analisis outlook, kecuali pada tahun untuk skenario I dan II dan skenario III, dimana hasil analisis menunjukkan produksi lebih rendah dibanding sasaran dalam Renstra Kementan Pada kondisi normal (scenario I), untuk komoditas cabe, prediksi Outlook lebih tinggi dari sasaran Kementan, namun sebaliknya apabila ada gangguan iklim. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas cabe merupakan komoditas yang rentan terhadap perubahan iklim. Pada komoditas jagung dan daging sapi, sasaran jauh lebih tinggi dibandingkan hasil prediksi Outlook namun ada kesenjangan sasaran dibandingkan prediksi outlook yang semakin besar. Hal ini disebabkan karena perbedaan pertumbuhan prediksi yang lebih kecil dibandingkan pertumbuhan sasaran. 26. Pencapaian sasaran memerlukan upaya perencanaan dan pelaksanaan implementasi kegiatan pembangunan yang lebih efisien dan efektif. Programprogram sebelumnya baik on farm maupun off farm perlu ditingkatkan, dan terobosan baru perlu dilakukan. Seharusnya Sasaran Kementan minimal sama atau bahkan harus lebih tinggi dari sasaran RPJMN teknokratik Bappenas. Namun demikian Sasaran yang ditetapkan dalam Renstra Kementan tidak demikian. Diperlukan pematangan dan kesepakatan agar sasaran Kementan minimal sama atau lebih dari sasaran RPJMN teknokratik Bappenas. Adanya penetapan sasaran Kemtan yang lebih rendah menunjukkan terdapat masalah kelembagaan yang sangat serius di tingkat Kementan yang harus dibenahi. 27. Hasil analisis kinerja pembangunan pertanian periode menunjukkan penurunan dari sisi kinerja produksi, PDB maupun penyerapan tenaga kerja dibanding anggaran. Hal ini terlihat dari kondisi: (i) Pencapaian realiasi relatif 5

6 dekat dengan target atau sasaran yang ingin dicapai, secara umum menunjukkan penurunan jika dilihat dari perkembangan tingkat realisasi dibanding sasaran yang ingin dicapai; (ii) Penurunan kinerja semakin nampak jelas ketika pencapain kinerja tersebut dikaitkan dengan besaran nilai anggaran yang digunakan. 28. Kinerja pembangunan pertanian periode yang semakin menurun disebabkan oleh berbagai faktor diantaranya: (i) Kurangnya analisis dan dukungan data dan informasi statistik yang reliable dan relevan; (ii) Belum optimalnya kapasitas perencana dan organisasi perencana; (iii) Kurang realitisnya sasaran dan kurangnya kesesuaian dengan kondisi spesifik wilayah; (iv) Lemahnya sinkronisasi; (v) Lemahnya Monitoring dan Evaluasi; (vi) Lemahnya penetapan sasaran, prioritas pencapaian tujuan dan waktu; (vii) Lemahnya mobilisasi sumberdaya yang memadai; (viii) Tidak adanya keseimbangan dalam perencanaan dan implementasi; (ix) Administrasi yang dibangun tidak ekonomis dan sistem administrasi yang dikembangkan belum efisien; (x) Perencanaan dan implementasi tidak didasarkan atas kebijakan pembangunan yang tepat; (xi) Lemahnya dasar pendidikan pembangunan dan perencanaan; (xii) Perencanaan dan implementasi tidak didasarkan atas teori kebutuhan konsumsi yang tepat; dan (xiii) Dukungan masyarakat dinilai kuat namun bias orientasi. 29. Perlu dilakukan perubahan pendekatan strategi kebijakan pembangunan pertanian periode dengan: (i) Fokus komoditas dan lokasi, sehingga prioritas diperlukan; (ii) Peningkatan efisiensi dan efektifitas melalui penetapan program yang relatif lebih ramping dan sedikit serta pengurangan satuan kerja; (iii) Meningkatkan daya saing dengan fokus utama peningkatan kualitas sumberdaya manusia dan aksesibilitas sumberdaya serta proteksi terhadap ancaman baik dari dalam dan luar negeri; (iv) Menciptakan sumber-sumber pertumbuhan baru untuk produksi pertanian dengan fokus pada peningkatan infrastruktur dan perluasan areal; (v) Mengubah bentuk pendanaan bantuan sosial kepada pendanaan bagi aspek-aspek yang tidak mampu dilakukan oleh swasta dan masyarakat; (vi) Mengubah pendekatan yang mampu mengatasi berbagai kelemahan sisi perencanaan, implementasi pembangunan dan pendekatan pembangunan. Implikasi Kebijakan 30. Perubahan iklim akan menyebabkan penurunan produksi pangan dunia, dengan demikian, kemungkinan produksi pangan dunia tidak akan mampu memenuhi seluruh permintaan, dan harga pangan dan produk pertanian dunia akan meningkat. Peningkatan produksi dalam negeri yang dilakukan dengan segenap kemampuan adalah jalan terbaik. 31. Adanya kecenderungan peningkatan investasi negara-negara maju melalui perusahaan-perusahan multinasional pada negara-negara berkembang yang masih memiliki lahan yang luas, sementara Negara berkembang, menghadapi kendala investasi yang menghambat peningkatan produksi sehingga menimbulkan land grabbing. Upaya perlindungan terhadap petani kecil dan upaya perluasan areal ke luar Jawa dengan pola peruntukkan bagi peningkatan penguasaan lahan petani dan pertanian dengan segala infrastrukturnya perlu dilakukan. 6

7 32. Indonesia akan terpengaruh perubahan iklim global, sehingga pengembangan sistem pertanian yang ramah lingkungan, berdimensi kewilayahan, fokus komoditas dan lokasi, dilakukan secara bertahap dalam jangka menengah dan panjang karena mengandung unsur antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Strategi kebijakan dengan pendekatan kawasan penting untuk dilakukan dengan segera sesuai dengan arahan tata ruang wilayah. 33. Pada tahun Indonesia berada di bawah ancaman implementasi perjanjian perdagangan dan investasi bebas. Implementasi ini tidak hanya menyangkut sistem perdagangan dan investasi yang terbuka, namun juga terkait masalah-masalah lainnya seperti ketenagakerjaan, politik pemerintahan, dan jasa-jasa serta keterbukaan informasi. Usaha pertanian atau agribisnis memiliki konteks pilar agribusiness is business, market is the master, change is only constant and competition is the rule, sehingga daya saing dan efisiensi menjadi kunci. Namun demikian, sektor pertanian di Indonesia menampung jutaan tenaga kerja dan rumah tangga pedesaan, maka implikasinya adalah sektor pertanian harus diperlakukan sebagai as not as usual business. 34. Dalam rangka meningkatkan efsiensi pembangunan pertanian ke depan membutuhan pengurangan jumlah dan jenis program, jumlah satker dan perlu difokuskan pada wilayah-wilayah yang mampu mengungkit pertumbuhan dan mecapai target dan sasaran pertanian. 35. Pendekatan kawasan dinilai menjadi pendekatan yang tepat dan diharapkan mampu mengatasi berbagai kelemahan sisi perencanaan, implementasi pembangunan dan pendekatan pembangunan menjadi penyebab kinerja pembangunan pertanian semakin menurun. Belajar dari pengalaman masa lalu pendekatan kawasan pertanian dinilai tepat dan lebih sesuai dengan sifat dan karakteristik komoditas pertanian, merupakan pembangunan yang berdimensi kewilayahan dan upaya peningkatan efisiensi dan efektifitas pembangunan pertanian, serta peningkatan daya saing pertanian. 36. Berdasarkan pendekatan kawasan, sistem perencanaan pembangunan pertanian perlu dirumuskan dalam jangka panjang dan selanjutnya diterjemahkan dalam jangka menengah dan selanjutnya dioperasionalkan dalam jangka pendek. Disamping itu, sistem perencanaan dan operasional pembangunan pertanian perlu direncanakan secara sistematis dan berkesinambungan untuk mencapai keberhasilannya. 37. Belajar dari keberhasilan masa lalu, organisasi yang bertanggungjawab mulai dari pusat hingga lokasi perlu dibentuk agar arah utama kebijakan pengembangan kawasan dan proses pengembangannya sejalan dengan tujuannya. Organisasi tersebut bersifat permanen, merupakan gerakan massal dan dipimpin langsung oleh Presiden dengan penanggungjawab operasional adalah Menteri Pertanian. Sehingga, implementasi pengembangan kawasan komoditas unggulan dapat dilaksanakan secara utuh, sistematis, terintegrasi atau terpadu, terkoordinasi dan terkelola dengan baik. Selain mobilisasi sumberdaya secara besar-besaran dan fokus, partisipasi aktif para pemangku kepentingan mulai dari pusat hingga unit terkecil pemerintahan atau desa sangat diperlukan. 7

8 38. Berkaitan dengan pembentukan organisasi pelaksana pengembangan kawasan pertanian, kata kuncinya adalah koordinasi dan sinergi antar pemangku kepentingan (stakeholders) tercakup. Setiap anggota harus memahami dampaknya dan berusaha sekuat tenaga menghindari kebuntuan koordinasi dan sinergi ini demi keberhasilan pelaksanaan kegiatan pengembangan komoditas strategis berbasis kawasan. 39. Pengembangan kawasan menjadi pendekatan yang wajib dilakukan dengan mengacu kepada: (1) UU 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman; (2) UU 26/2007 tentang Penataan Ruang; (3) UU 18/ 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan; (4) UU 41/2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan; (5) UU 13/2010 tentang Hortikultura; dan (6) UU 39/2014 tentang Perkebunan (revisi dari UU 18/2004 tentang Perkebunan). Di dalam undang-undang tersebut telah diatur bahwa pengembangan pertanian baik tanaman pangan, perkebunan, hortikultura dam peternakan dilakukan dengan pendekatan kawasan. Mengingat belum seluruh undang-undang tersebut memiliki Peraturan Pemerintah untuk operasionalnya, maka Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengembangan Kawasan Pertanian menjadi rujukan utama. 40. Tahapan pengembangan kawasan telah dituangkan dalam Permentan No. 50/2012, dimana tahap pengembangan kawasan komoditas unggulan didasarkan atas tingkat perkembangan masing-masing kawasan. Sesuai dengan peraturan tersebut, arah dan kebijakan pengembangan kawasan komoditas unggulan, pengembangan kawasan setidaknya dapat dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu: (1) Tahap inisiasi pada kawasan yang belum berkembang; (2) Tahap penumbuhan pada kawasan yang belum berkembang; (3) Tahap pemantapan kawasan; (4) Tahap perluasan kawasan; (5) Tahap replikasi dan integrasi antar kawasan. Jenis kegiatan pada masing-masing tahap berbedabeda tergantung pada tingkat keterkaitan antar sentra pertanian, kekuatan sub sistem agribisnis yang ada (hulu, produksi, hilir dan penunjang), maupun kualitas SDM dan aplikasi teknologi yang telah dilakukan. Penelitian Lanjutan 41. Agenda penelitian ke depan yang terkait dengan Outlook adalah: (i) Penelitian mengenai outlook jangka pendek dan prospek pertanian ; (ii) Kajian outlook pertanian jangka panjang, misalnya ; (iii) Penelitian lanjutan untuk menyempurnakan model agar mampu mencakup analisis hingga level Provinsi dan bahkan hingga level kabupaten/kota; (iv) Model analisis utama outlook pertanian setelah detailing hingga level provinsi atau kabupaten/kota perlu dikaji untuk dipatenkan. 42. Saat ini satu-satunya sektor yang belum memiliki kawasan adalah sektor pertanian. Mengingat kawasan adalah mandat dari undang-undang, maka penetapan pada level Kementerian Pertanian perlu dilakukan dan hal ini perlu didukung oleh penelitian yang komprehensif. 43. Penetapan Peraturan Pemerintah mengenai pelaksanaan Undang-Undang Peternakan dan Kesehatan Hewan, Hortikultura dan Perkebunan belum ada, sehingga diperlukan kajian akademis untuk kepentingan itu. 8

9 44. Pendekatan kawasan sebagai exit strategi peningkatan daya saing, efisiensi dan efektifitas pembangunan pertanian ke depan membutuhkan strategi operasional dan implementasinya, sehungga membutuhkan kajian khusus dengan pendekatan komprehensif. 45. Mengingat kinerja pembangunan pertanian dikaitkan dengan penggunaan dan alokasi anggaran masih rendah, diperlukan kajian mengenai upaya peningkatan efisiensi penggunaan dan alokasi anggaran pembangunan pertanian. 9

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis KEBIJAKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN: Upaya Peningkatan Produksi Komoditas Pertanian Strategis 1 Pendahuluan (1) Permintaan terhadap berbagai komoditas pangan akan terus meningkat: Inovasi teknologi dan penerapan

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH

KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL Dalam Mendukung KEMANDIRIAN PANGAN DAERAH Sekretariat Dewan Ketahanan Pangan Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Dewan Ketahanan Pangan Provinsi Sumatera

Lebih terperinci

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014

Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Posisi Pertanian yang Tetap Strategis Masa Kini dan Masa Depan Jumat, 22 Agustus 2014 Sektor pertanian sampai sekarang masih tetap memegang peran penting dan strategis dalam perekonomian nasional. Peran

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT

RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN PEMERINTAH KABUPATEN GARUT RANCANGAN RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA KABUPATEN GARUT TAHUN 2019-2019 PEMERINTAH KABUPATEN GARUT DINAS TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA Jl. PEMBANGUNAN NO. 183 GARUT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010

CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 CUPLIKAN RUMUSAN HASIL KONFERENSI DEWAN KETAHANAN PANGAN TAHUN 2010 I. LATAR BELAKANG Peraturan Presiden No.83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan menetapkan bahwa Dewan Ketahanan Pangan (DKP) mengadakan

Lebih terperinci

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55

Ketahanan Pangan dan Pertanian. disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Ketahanan Pangan dan Pertanian disampaikan pada : Workshop Hari Gizi Nasional (HGN) ke-55 Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan Badan Ketahanan Pangan Februari 2015 KONDISI KETAHANAN PANGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan

BAB I PENDAHULUAN. Tantangan global di masa mendatang juga akan selalu berkaitan dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan bagian pokok didalam kehidupan dimana dalam kehidupan sehari-hari manusia membutuhkan pemenuhan sandang, pangan, maupun papan yang harus

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016

PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 PEMANTAUAN DAN EVALUASI CAPAIAN KINERJA KEGIATAN PENGEMBANGAN PERAMALAN SERANGAN ORGANISME PENGGANGGUN TUMBUHAN TRIWULAN II 2016 KEMENTERIAN PERTANIAN-RI DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN BALAI BESAR

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan

I. PENDAHULUAN. agraris seharusnya mampu memanfaatkan sumberdaya yang melimpah dengan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi yang merupakan salah satu indikator keberhasilan suatu negara dapat dicapai melalui suatu sistem yang bersinergi untuk mengembangkan potensi yang dimiliki

Lebih terperinci

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN

PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN BERDASARKAN KEMANDIRIAN DAN KEDAULATAN PANGAN Oleh : Tenaga Ahli Badan Ketahanan Pangan Dr. Ir. Mei Rochjat Darmawiredja, M.Ed SITUASI DAN TANTANGAN GLOBAL Pertumbuhan Penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

REVITALISASI PERTANIAN

REVITALISASI PERTANIAN REVITALISASI PERTANIAN Pendahuluan 1. Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upayanya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia,

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih

pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju kehidupan yang lebih 1.1. Latar Belakang Pembangunan secara umum dan khususnya program pembangunan bidang pertanian pada hakekatnya, adalah semua upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat tani menuju

Lebih terperinci

Laporan Perekonomian Indonesia

Laporan Perekonomian Indonesia 1 Key Messages Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat Ketahanan ekonomi Indonesia cukup kuat dalam menghadapi spillover dan gejolak pasar keuangan global. Stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan relatif

Lebih terperinci

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani

Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani VISI KEMENTERIAN PERTANIAN 2015-2019 Terwujudnya Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani Mengukur KESEJAHTERAAN PETANI EKONOMI Pendapatan, NTP, NTUP NON EKONOMI Terhormat Diperhatikan Dilindungi dibutuhkan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA (LKJ)

LAPORAN KINERJA (LKJ) PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN KINERJA (LKJ) DINAS PERTANIAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2016 DINAS PERTANIAN DAN KETAHANAN PANGAN PROVINSI JAWA TIMUR TAHUN 2017 PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR LAPORAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kondisi perekonomian Kota Ambon sepanjang Tahun 2012, turut dipengaruhi oleh kondisi perekenomian

Lebih terperinci

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA

BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA BAB II PERAN KOPERASI DAN USAHA KECIL DAN MENENGAH DALAM PEMBANGUNAN NASIONAL A. STRUKTUR PEREKONOMIAN INDONESIA Ekonomi rakyat merupakan kelompok pelaku ekonomi terbesar dalam perekonomian Indonesia dan

Lebih terperinci

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT

POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT POLICY BRIEF MENDUKUNG GERAKAN PENERAPAN PENGELOLAAN TANAMAN TERPADU (GP-PTT) MELALUI TINJAUAN KRITIS SL-PTT Ir. Mewa Ariani, MS Pendahuluan 1. Upaya pencapaian swasembada pangan sudah menjadi salah satu

Lebih terperinci

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia

Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Ringkasan eksekutif: Di tengah volatilitas dunia Perlambatan pertumbuhan Indonesia terus berlanjut, sementara ketidakpastian lingkungan eksternal semakin membatasi ruang bagi stimulus fiskal dan moneter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005

Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 Prospek dan Arah Pengembangan AGRIBISNIS KEDELAI Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian 2005 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN MENTERI PERTANIAN Atas perkenan dan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 RKT PSP TA. 2012 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN

KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN KEMENTERIAN KEUANGAN RI DIREKTORAT JENDERAL ANGGARAN KEBIJAKAN PENGANGGARAN SEKTOR PERTANIAN Jakarta, 12 Mei 2015 1 OUTLINE A. DASAR HUKUM B. PEMBAGIAN KEWENANGAN DALAM PENGELOLAAN NEGARA C. SIKLUS PENYUSUNAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian

I PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian memiliki peran yang strategis dalam perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut digambarkan melalui kontribusi yang nyata melalui pembentukan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan reformasi sektor publik yang begitu dinamis saat ini tidak dapat dilepaskan dari tuntutan masyarakat yang melihat secara kritis buruknya kinerja

Lebih terperinci

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal

Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Lingkup program/kegiatan KKP untuk meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga berbasis sumberdaya lokal Yayuk FB Pembekalan KKP Departemen Gizi Masyarakat FEMA IPB 14 Mei 2011 CONTOH : Hasil identifikasi

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PERTANIAN

KEMENTERIAN PERTANIAN PROGRAM SWASEMBADA PADI, JAGUNG, DAN KEDELAI SERTA PENINGKATAN PRODUKSI GULA DAN DAGING SEKRETARIS JENDERAL KEMENTERIAN PERTANIAN Dialog dalam Rangka Rapimnas Kadin 2014 Hotel Pullman-Jakarta, 8 Desember

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui. perannya dalam pembentukan Produk Domestic Bruto (PDB), penyerapan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sumber pendapatan yang memiliki peranan penting dalam meningkatkan perekonomian Indonesia melalui perannya dalam pembentukan Produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim

BAB I PENDAHULUAN. Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isu strategis yang kini sedang dihadapi dunia adalah perubahan iklim global, krisis pangan dan energi yang berdampak pada kenaikan harga pangan dan energi, sehingga

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR

KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pelaksanaan lima tahunan pembangunan hortikultura yang diamanahkan kepada Direktorat Jenderal Hortikultura dari tahun 2010-2014 telah memberikan beberapa manfaat dan dampak

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PUPUK DAN PESTISIDA TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2011 DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP KERAWANAN PANGAN TEMPORER/MUSIMAN Oleh : Sumaryanto Muhammad H. Sawit Bambang Irawan Adi Setiyanto Jefferson Situmorang Muhammad Suryadi

Lebih terperinci

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA

BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA BAB III KEBIJAKAN STABILISASI HARGA 131 132 STABILISASI HARGA DAN PASOKAN PANGAN POKOK Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang paling utama dan pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia

Lebih terperinci

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti:

PROPOSAL POTENSI, Tim Peneliti: PROPOSAL PENELITIAN TA. 2015 POTENSI, KENDALA DAN PELUANG PENINGKATAN PRODUKSI PADI PADA LAHAN BUKAN SAWAH Tim Peneliti: Bambang Irawan PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RKP 2016 DAN PAGU INDIKATIF 2016. DEPUTI BIDANG PENDANAAN PEMBANGUNAN Jakarta, 15 April 2015

RANCANGAN AWAL RKP 2016 DAN PAGU INDIKATIF 2016. DEPUTI BIDANG PENDANAAN PEMBANGUNAN Jakarta, 15 April 2015 RANCANGAN AWAL RKP 2016 DAN PAGU INDIKATIF 2016 DEPUTI BIDANG PENDANAAN PEMBANGUNAN Jakarta, 15 April 2015 OUTLINE 1 Rancangan Awal RKP 2016 2 3 Pagu Indikatif Tahun 2016 Pertemuan Tiga Pihak 4 Tindak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan

I. PENDAHULUAN Industri Pengolahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor utama perekonomian di Indonesia. Konsekuensinya adalah bahwa kebijakan pembangunan pertanian di negaranegara tersebut sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012

Politik Pangan Indonesia - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan - Ketahanan Pangan Berbasis Kedaulatan dan Kemandirian Jumat, 28 Desember 2012 Politik Pangan merupakan komitmen pemerintah yang ditujukan untuk mewujudkan ketahanan Pangan nasional yang

Lebih terperinci

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KAIDAH PERUMUSAN KEBIJAKAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH Disampaikan dalam acara: Workshop Perencanaan Pembangunan Daerah Metro Lampung, 30-31 Oktober 2017 Digunakan dalam perumusan: Rancangan awal RPJPD

Lebih terperinci

GUBERNUR SULAWESI TENGAH

GUBERNUR SULAWESI TENGAH GUBERNUR SULAWESI TENGAH SAMBUTAN GUBERNUR SULAWESI TENGAH PADA ACARA PEMBUKAAN SINKRONISASI PROGRAM KEGIATAN PEMBANGUNAN PERTANIAN PROVINSI SULAWESI TENGAH SELASA, 01 MARET 2011 ASSALAMU ALAIKUM WAR,

Lebih terperinci

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian

Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2007 Analisis Kebijakan Pembiayaan Sektor Pertanian Oleh : Sahat M. Pasaribu Bambang Sayaza Jefferson Situmorang Wahyuning K. Sejati Adi Setyanto Juni Hestina PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD)

BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) BAB III ASUMSI-ASUMSI DASAR DALAM PENYUSUNAN RANCANGAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (RAPBD) 3.1. Asumsi Dasar yang Digunakan Dalam APBN Kebijakan-kebijakan yang mendasari APBN 2017 ditujukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

PENGANTAR. Muhrizal Sarwani

PENGANTAR. Muhrizal Sarwani PENGANTAR Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa dengan tersusunnya Rencana Strategis Direktorat Pupuk dan Pestisida Periode 2015 2019 sebagai penjabaran lebih lanjut Rencana Strategis

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH. karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun dapat BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH Kondisi perekonomian Kabupaten Lamandau Tahun 2012 berikut karakteristiknya serta proyeksi perekonomian tahun 2013-2014 dapat digambarkan

Lebih terperinci

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian

Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Analisis Kebijakan 33 Pelaksanaan Revitalisasi Pertanian Pendahuluan Revitalisasi pertanian dan pedesaan, merupakan salah satu strategi yang dipilih oleh Kabinet Indonesia Bersatu dalam upaya mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan

BAB I PENDAHULUAN. negara (Krugman dan Obstfeld, 2009). Hampir seluruh negara di dunia melakukan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Perekonomian negara-negara di dunia saat ini terkait satu sama lain melalui perdagangan barang dan jasa, transfer keuangan dan investasi antar negara (Krugman dan Obstfeld,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu tulang punggung perekonomian Indonesia. Peranan sektor pertanian dalam perekonomian nasional dapat dilihat dari kontribusi sektor

Lebih terperinci

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017

PERJANJIAN KINERJA TAHUN 2017 PERJANJIAN KINERJA TAHUN 207 Dalam rangka mewujudkan manajemen pemerintahan yang efektif, transparan, dan akuntabel serta berorientasi pada hasil, kami yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Dedi Sugandi

Lebih terperinci

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL

KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL KETAHANAN PANGAN: KEBIJAKAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL UU NO 7 TH 1996: Pangan = Makanan Dan Minuman Dari Hasil Pertanian, Ternak, Ikan, sbg produk primer atau olahan Ketersediaan Pangan Nasional (2003)=

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pulau Jawa merupakan salah satu pulau yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Hampir seluruh kegiatan ekonomi berpusat di Pulau Jawa. Sebagai pusat pertumbuhan

Lebih terperinci

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1

Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Ringkasan Eksekutif Analisis Efektivitas Kebijakan Subsidi Pupuk dan Benih: Studi Kasus Tanaman Padi dan Jagung 1 Kebijakan pemberian subsidi, terutama subsidi pupuk dan benih yang selama ini ditempuh

Lebih terperinci

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010

RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 RANCANGAN AWAL RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2010 Oleh: H. Paskah Suzetta Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas Disampaikan pada Rapat Koordinasi Pembangunan Tingkat Pusat (Rakorbangpus) untuk RKP 2010 Jakarta,

Lebih terperinci

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA

BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA BAB IV RUJUKAN RENCANA STRATEGIS HORTIKULTURA 2015-2019 Dalam penyusunan Rencana strategis hortikultura 2015 2019, beberapa dokumen yang digunakan sebagai rujukan yaitu Undang-Undang Hortikultura Nomor

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) TA DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN TA. 2014 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2013 KATA PENGANTAR Untuk melaksanakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki peranan penting dalam pertumbuhan perekonomian Indonesia. Sektor pertanian berperan sebagai penyedia pangan bagi

Lebih terperinci

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014

INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INDIKATOR KINERJA MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI KP DAN BLUE ECONOMY SUNOTO, MES, PHD PENASEHAT MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN BATAM, 22 SEPTEMBER 2014 INTEGRASI MINAPOLITAN, INDUSTRIALISASI, DAN BLUE ECONOMY

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm

PENDAHULUAN. dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian harus dipandang dari dua pilar utama secara terintegrasi dan tidak bisa dipisahkan yaitu pertama, pilar pertanian primer (on-farm agriculture/agribusiness)

Lebih terperinci

Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional.

Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional. Analisis Kebijakan 31 Politik Pangan, Upaya Dalam Membentuk Sistem Ketahanan Pangan Nasional. Pendahuluan Pangan adalah kebutuhan dasar manusia yang paling utama, karena itu pemenuhan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kota Jambi RPJMD KOTA JAMBI TAHUN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan proses perubahan kearah yang lebih baik, mencakup seluruh dimensi kehidupan masyarakat suatu daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang. peluang karena pasar komoditas akan semakin luas sejalan dengan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian di masa depan. Globalisasi dan liberalisasi

Lebih terperinci

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004

SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan. Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 SEKTOR PERTANIAN : Dari Stagnasi Menuju Pertumbuhan Tinggi Berkelanjutan Orasi Ilmiah di Universitas Medan Area Tanggal 8 Mei 2004 Oleh : Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, MEc Rektor dan Senat Guru Besar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals

BAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1. Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Berdasarkan strategi dan arah kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Polewali Mandar dalam Rencana

Lebih terperinci

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012

LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 [Type text] LAMPIRAN PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2011 TENTANG RENCANA KERJA PEMERINTAH TAHUN 2012 BUKU I: Prioritas Pembangunan, serta Kerangka Ekonomi Makro dan Pembiayaan Pembangunan

Lebih terperinci

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM

6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM 48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama

Lebih terperinci

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005

ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 ANALISIS PERTUMBUHAN PDB SEKTOR PERTANIAN TAHUN 2005 A. Statistik Pertumbuhan PDB 1. Pertumbuhan PDB (Produk Domestik Bruto) sektor pertanian dalam arti sempit (Tanaman Pangan, Perkebunan dan Peternakan)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan perdesaan sebagai basis utama dan bagian terbesar dalam wilayah Kabupaten Lebak, sangat membutuhkan percepatan pembangunan secara bertahap, proporsional dan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PERTANIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang

BAB I P E N D A H U L U A N. 1. Latar Belakang BAB I P E N D A H U L U A N 1. Latar Belakang Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional, dan undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, setiap

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.

PENDAHULUAN. salah satu negara berkembang yang mayoritas. penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang mayoritas penduduknya memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian. Hingga saat ini dan beberapa tahun mendatang,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait

Lebih terperinci

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37

METODOLOGI. Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37 Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 37 Penyusunan Master Plan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur meliputi beberapa tahapan kegiatan utama, yaitu : 1) Pengumpulan, Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan,

BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN. roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, BAB X PEDOMAN TRANSISI DAN KAIDAH PELAKSANAAN 10.1. Program Transisii P roses pembangunan pada dasarnya merupakan proses yang berkesinambungan, berlangsung secara terus menerus. RPJMD Kabupaten Kotabaru

Lebih terperinci

10Pilihan Stategi Industrialisasi

10Pilihan Stategi Industrialisasi 10Pilihan Stategi Industrialisasi Memasuki Milenium Ketiga yang Berpihak pada Penguatan Ekonomi Rakyat Pendahuluan Sebenarnya judul makalah yang diminta panitia kepada saya adalah Peluang Rakyat Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan bahwa setiap daerah harus menyusun rencana pembangunan daerah secara

Lebih terperinci

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012

MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA. PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 MENTERI PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI PERTANIAN NOMOR: 07/Permentan/OT.140/2/2012 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KRITERIA DAN PERSYARATAN KAWASAN, LAHAN, DAN LAHAN CADANGAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan merupakan proses perubahan sistem yang direncanakan kearah perbaikan yang orientasinya pada pembangunan bangsa dan sosial ekonomis. Untuk mewujudkan pembangunan

Lebih terperinci

PROSPEK TANAMAN PANGAN

PROSPEK TANAMAN PANGAN PROSPEK TANAMAN PANGAN Krisis Pangan Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi setiap rakyat Indonesia dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting

PENDAHULUAN. Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Mengingat perannya sebagai komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus

I. PENDAHULUAN. Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Globalisasi dan liberalisasi perdagangan memberikan peluang sekaligus tantangan baru yang harus dihadapi dalam pembangunan pertanian ke depan. Globalisasi dan liberasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR Dinas Pertanian Provinsi Jawa Timur 25 TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR 26 Masterplan Pengembangan Kawasan Tanaman Pangan dan Hortikultura Jawa Timur Tahun 2015 2019

Lebih terperinci

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn)

Tabel 1.1. Konsumsi Beras di Tingkat Rumah Tangga Tahun Tahun Konsumsi Beras*) (Kg/kap/thn) I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sektor pertanian merupakan sektor penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Peran strategis sektor pertanian digambarkan dalam kontribusi sektor pertanian dalam

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebijakan pembangunan daerah di Indonesia pada dasarnya didasari oleh kebijaksanaan pembangunan nasional dengan mempertimbangkan karakteristik dan kebutuhan daerah. Kebijaksanaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional telah mengamanatkan bahwa agar perencanaan pembangunan daerah konsisten, sejalan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian merupakan suatu tindakan untuk mengubah kondisi pertanian dari kondisi yang kurang menguntungkan menjadi kondisi yang lebih menguntungkan (long

Lebih terperinci

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Medan Tahun BAB 1 PENDAHULUAN BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan kondisi sosial, ekonomi dan budaya, Kota Medan tumbuh dan berkembang menjadi salah satu kota metropolitan baru di Indonesia, serta menjadi

Lebih terperinci