UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERBANDINGAN PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA TERBUAT DARI LAPISAN TiO 2 HASIL SINTESIS PASCA-HIDORTERMAL DENGAN TiO 2 P-25 DEGUSSA SKRIPSI RIDWAN SINAR BAWONO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JULI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERBANDINGAN PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA TERBUAT DARI LAPISAN TiO 2 HASIL SINTESIS PASCA-HIDORTERMAL DENGAN TiO 2 P-25 DEGUSSA SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik RIDWAN SINAR BAWONO FAKULTAS TEKNIK PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI DAN MATERIAL DEPOK JULI 2014

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Ridwan Sinar Bawono NPM : Tanda Tangan : Tanggal : ii

4 HALAMAN PENGESAHAN Skripsi ini diajukan oleh : Nama : Ridwan Sinar Bawono NPM : Program Studi : Teknik Metalurgi dan Maerial Judul Skripsi : Analisis Perbandingan Performa Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna Terbuat dari Lapisan TiO 2 Hasil Sintesis Pasca-Hidrotermal dan TiO 2 P- 25 Degussa Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik, DEWAN PENGUJI Pembimbing : Ir. Bambang Priyono, M.T (...) Penguji : Prof. Dr. Ir. A. H. Yuwono, M.Phil.Eng (...) Penguji : Dr. Ir. Badrul Munir, M.Eng.Sc (...) Ditetapkan di : Depok Tanggal : 7 Juli 2014 iii

5 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis sebagai syarat terakhir untuk meraih gelar Sarjana Teknik Metalurgi dan Material Fakultas Teknik. Selama menjalani masa lika-liku perkuliahan sampai dengan penyusunan skripsi ini, penulis menyadari banyak sekali bantuan yang datang silih berganti hingga penulisan ini menjadi terasa lebih ringan. Penulis memberikan apresiasi dan penghargaan setinggi-tingginya kepada : 1. Ibunda Atmi Suryanti dan Ayahanda Sunardi yang tak pernah berhenti mendoakan dan memberikan dukungan baik moril maupun materil. Dan untuk kedua adikku yang selalu menjadi alasan utama penulis berjuang untuk membahagiakan kalian setelah lulus kuliah 2. Ir. Bambang Priyono, M.T selaku dosen pembimbing yang telah memberikan semua fasilitas, curahan pikiran, dan bantuan materi hingga skripsi ini terselesaikan. 3. Prof. Dr. Ir. Akhmad Herman Yuwono, M.Phil.Eng dan Dr. Ir. Badrul Munir, M.Eng.Sc selaku penguji yang telah memberikan berbagai saran dan koreksi sehingga skripsi ini menjadi lebih sempurna. 4. Dr. Ir. Myrna Ariati, MS dan Dr. Ir. Yunita Sadeli, M.Sc selaku kepala laboratorium Metalografi dan HST, tempat penulis berkarya sebagai asisten laboratorium, yang senantiasa memberikan berbagai nasihat yang membangun sehingga penulis dapat terus menjadi pribadi yang lebih baik. 5. Seluruh staf pengajar dan karyawan DTMM FTUI yang senantiasa memberikan pelayanan terbaik dari segi akademis maupun fasilitas lainnya sehingga penulis mendapatkan cakrawala wawasan dan ilmu pengetahuan yang semakin luas. 6. Teman-teman asisten laboratorium Metalografi dan HST 2013/2014, terima kasih telah memberikan warna lain dalam hidup dan menerima segala kekurangan saya. Sukses untuk kita semua. 7. Teman-teman BPH IMMt 2012, terima kasih atas pengalaman organisasi yang menyenangkan, penuh tantangan, dan luar biasa. Kalian adalah rekan iv

6 dan tim terbaik, saya berharap dapat melanjutkan pengalaman dan kerjasama dengan kalian di masa depan. 8. Teman-teman BPH FUSI 2013, terima kasih atas segala bimbingan dan rasa kekeluargaan yang kalian ciptakan. Saya merasa seperti berada di rumah dan akan selalu nyaman ketika berjalan bersama kalian. 9. Faris Naufal dan Setiyaningrum, wakil dan terbaik selama bergabung dalam organisasi. Terima kasih atas kerjasama yang baik, kritik dan saran yang membangun, dan segala bantuan yang kalian berikan hingga semua program kerja berjalan lancar. 10. Teman-teman Metalurgi dan Material angkatan Terima kasih atas segala lika-liku kehidupan kuliah yang kalian berikan. Luar biasa menjadi bagian dari orang-orang hebat dalam suasana kekeluargaan. Saya percaya kalian generasi emas yang akan memimpin Indonesia kelak. 11. Fadlan Mauli, Rizky Nur Fadhillah, Teuku Ar Rizqi Aulia, Fadlan Hadi, Kharis Mukhifullah, Dewanto Rahman, Rico Very Andriawan, sebagai rekan seperjuangan terbaik yang selalu memberikan dukungan, nasihat, dan saran terbaik dikala saya merasa lelah untuk melangkah. 12. Muhammad Hasan Mustofa, Muksin, Johansyah, dan Surya Hutabarat, rekan seperjuangan penelitian nanomaterial. Terima kasih atas pengertian dan waktu berharga yang kita habiskan bersama. 13. Afif, Aji, Andro, Cahyo, Dyo, Fadly, Ghozali, Haposan, Razan, teman sepermainan terbaik yang tak pernah berhenti memberikan hiburan dan rekomendasi tempat kuliner terbaik di sekitaran Depok. Saya akan merindukan kalian selalu. 14. Abdullah Fahmi dan Yoza Kurniawan, kalian sahabat terbaik. Saya tidak tahu harus menuliskan apa untuk mendeskripsikan betapa hebat dan sabarnya kalian menjadi temanku selama ini. Semoga persahabatan ini tidak akan berakhir sampai akhirat kelak. 15. Aris Hadyo Wicaksono dan Wildan Nugraha, terima kasih telah menjadi teman satu kontrakan terbaik dan mau memahami berbagai kekurangan dan kemalasan saya dalam beres-beres kontrakan. Terima kasih atas 4 tahun berharga yang kalian bagi bersamaku. v

7 16. Esatri Rosetaati, terima kasih untuk 6 tahun kebersamaan yang luar biasa ini. Terima kasih atas segala pengertian, perhatian, dan menerima segala keluh kesah yang kau balas dengan sabar dan penuh kata semangat. Semoga kamu cepat lulus dan kita dapat meraih impian kita bersamasama. Semoga Allah SWT membalasa kebaikan kepada semua yang telah membantu. Semoga penelitian dan skripsi yang penulis kerjakan akan berguna untuk pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang. Depok, 6 Juli 2014 Penulis vi

8 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Ridwan Sinar Bawono NPM : Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material Departemen : Teknik Metalurgi dan Material Fakultas : Teknik Jenis karya : Skripsi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Nonexclusive Royalty-Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Analisis Perbandingan Performa Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna Terbuat dari Lapisan TiO 2 Hasil Sintesis Pasca-Hidrotermal dan TiO 2 P-25 Degussa beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 18 Juni 2014 Yang menyatakan (Ridwan Sinar Bawono) vii

9 ABSTRAK Nama : Ridwan Sinar Bawono Program Studi : Teknik Metalurgi dan Material Judul : Analisis Perbandingan Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna Dari Lapisan TiO 2 Hasil Sintesis Pasca-Hidrotermal dengan TiO 2 P-25 Degussa Performa DSSC terbuat dari nanopartikel TiO 2 hasil sintesis Pasca-Hidrotermal dan TiO 2 P-25 Degussa dibandingkan melalui tegangan sirkuit terbuka. Perlakuan Pasca-Hidrotermal dilakukan dengan variasi temperatur 100 C, 120 C, dan 150 C selama 14 jam. Pengaruh temperatur pada perlakuan Pasca-Hidrotermal dibandingkan melalui ukuran kristalit, luas permukaan, energi celah pita, dan perbandingan morfologi menggunakan FE SEM. Hasil karakterisasi serbuk hasil sintesis menunjukkan kecenderungan bahwa pada temperatur 150ºC merupakan titik optimal proses Pasca-Hidrotermal dengan ukuran kristalit 10,55 nm, luas permukaan 95,38 m 2 /gram, dan energi celah pita 3,16 ev. Sedangkan perbandingan tegangan sirkuit terbuka menunjukkan bahwa sampel Pasca- Hidrotermal 120ºC memiliki nilai paling tinggi sebesar 250 mv. Kata kunci: Pasca-Hidrotermal, Tegangan Sirkuit Terbuka, Voc, Temperatur viii

10 ABSTRACT Name Study Program Title : Ridwan Sinar Bawono : Metallurgy and Materials Engineering : Comparison Analysis of Dye Sensitized Solar Cell Performance made of TiO 2 Film Post-Hydrothermal synthesis with TiO 2 P-25 Degussa Performance of DSSC made of TiO 2 synthesized by Post-Hydrothermal treatment and TiO 2 P-25 Degussa were compared by open circuit voltage. Post- Hydrothermal treatment was treated by various temperature 100 C, 120 C, and 150 C for 14 hours. Effect of temperature in Post-Hydrothermal treatment was investigated by comparison of crystallite size, surface area, band gap energy, and morphology comparison by FE SEM. Characterization Result of synthesis powder shows indication at temperature 150ºC was optimum process of posthydrothermal with crystallite size nm, surface area m 2 /grams, and band gap energy 3.16 ev. Besides, comparison of open voltage circuit shows Post-Hydrothermal 120ºC sample has highest at 250 mv Keywords: Post-Hydrothermal, Open circuit voltage, Voc, Temperature ix

11 DAFTAR ISI HALAMAN COVER... i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI... vii ABSTRAK... viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiii DAFTAR PERSAMAAN... xiv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Ruang Lingkup Penelitian Ruang Lingkup Penelitian... 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna, DSSC Substrat Elektroda Tandingan Semikonduktor Sensitiser (Zat pewarna, Dye) Elektrolit Nanomaterial Titanium Oksida, TiO Proses Sol-gel Proses Pasca-Hidrotermal Proses Kalsinasi Bertahap BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji Diagram Alir Karakterisasi Persiapan alat dan Bahan Proses Pembuatan Sampel Uji Pembuatan Gel TiO 2 R w 3, Kalsinasi Bertahap Perlakuan Pasca-Hidrotermal Integrasi Sel DSSC Perakitan DSSC Prinsip Karakterisasi Lokasi Penelitian BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Penampakan Visual Sampel Pasca-Hidrotermal Analisis Hasil Karakterisasi XRD x

12 4.3 Analisis Perbandingan Morfologi Sampel Analisis Hasil Karakterisasi BET Analisis Karakteristik Optik Analisis Performa Sel DSSC BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran xi

13 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Nilai FWHM sampel Pasca-Hidrotermal Tabel 4.2 Tabel Pengukuran Tegangan Sirkuit Terbuka Sampel xii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Skema Bagian-Bagian DSSC... 6 Gambar 2.2 Struktur dasar kristal TiO 2 fasa (a) Rutile, (b) Anatase, (c) Brookite 9 Gambar 2.3 Pembentukan gugus hidroksil dari adisi neuklofilik kation logam.. 10 Gambar 2.4 Diagram skematis proses sol-gel Gambar 2.5 Skema proses sol-gel untuk berbagai aplikasi Gambar 2.6 Grafik tahapan proses kalsinasi bertahap Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Sampel Pasca-Hidrotermal Gambar 3.2 Diagram Alir Karakterisasi dan Integrasi DSSC Gambar 3.3 Skema pemantulan sinar-x Gambar 3.4 Skema Hamburan Elektron dan Detektor pada SEM Gambar 4.1 Penampakan visual sol-gel evaporasi Gambar 4.2 Penampakan visual serbuk nanopartikel Pasca-Hidrotermal Gambar 4.3 Grafik hasil karakterisasi XRD sampel Pasca-Hidrotermal Gambar 4.4 Perbandingan Karakterisasi XRD Degussa vs Pasca-Hidrotermal Gambar 4.5 Perbandingan ukuran diameter kristalit sampel Pasca-Hidrotermal. 32 Gambar 4.6 Hasil Karakterisasi SEM Pasca-Hidrotermal Gambar 4.7 Perbandingan morfologi SEM Degussa vs Pasca-Hidrotermal Gambar 4.8 Grafik perbandingan luas permukaan sampel Pasca-Hidrotermal Gambar 4.9 Grafik Reflektansi UV-DRS sampel Pasca-Hidrotermal Gambar 4.10 Perbandingan energi celah pita sampel Gambar 4.11 Grafik perbandingan tegangan sirkuit terbuka xiii

15 DAFTAR PERSAMAAN Persamaan 3. 1 Persamaan Scherrer Persamaan 3. 2 Persamaan Pelebaran Puncak Difraksi Persamaan 3. 3 Persamaan Pelebaran Puncak Difraksi oleh Intrinsik Material Persamaan 3. 4 Persamaan Pelebaran Puncak Difraksi Tipikal Gaussian Persamaan 3. 5 Persamaan Hasil Substitusi Pers 3.1 dan Pers Persamaan 3. 6 Persamaan Hubungan Konstanta Garis dan Ukuran Kristalit Persamaan 3. 7 Persamaan Tauc Persamaan 3. 8 Persamaan Kubelka-Munk xiv

16 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Besar Ukuran Kristalit dan Energi Celah Pita Sampel. 49 Lampiran 2. Data Karakterisasi Sampel xv

17 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi dan industri sejalan dengan kebutuhan terhadap energi. Dewasa ini, laju teknologi dan industri yang semakin cepat menyebabkan kebutuhan akan energi juga meningkat tajam. Sumber energi yang paling banyak digunakan selama ini merupakan energi fosil yang tidak dapat diperbaharui (non renewable). Semakin menipisnya sumber energi fosil membuat kebutuhan akan sumber energi alternatif yang diperbaharui (renewable) menjadi tuntutan yang tidak dapat ditunda lagi. Tingkat kebutuhan energi di Indonesia diproyeksikan meningkat 4.27% per tahun pada tahun [1]. Pertumbuhan energi tersebut berbanding lurus dengan kenaikan jumlah penduduk dan tingkat pertumbuhan ekonomi. Dengan semakin menipisnya cadangan minyak bumi dan batubara sebagai sumber utama penghasil energi, maka alternatif lain untuk menutupi kebutuhan energi sangat mendsesak. Bahan bakar fosil menurut data tahun 2010 untuk minyak bumi hanya mampu mencukupi untuk 22 tahun ke depan, gas untuk 32 tahun dan batubara untuk 100 tahun ke depan [2]. Sumber energi alternatif tentunya harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya ramah lingkungan, murah, dan mudah didapat. Ketiga persyaratan diatas dapat dipenuhi oleh sel surya (photovoltaic/ solar cell). Sebagai negara yang mempunyai letak geografis di sekitar garis khatulistiwa, Indonesia terpapar oleh energi surya sebesar 4,8 kwh/m2 per hari [3]. Hal tersebut menunjukkan bahwa Indonesia memiliki potensi sumber daya energi surya yang menjanjikan. Hal tersebut juga didukung oleh iklim tropis di Indonesia dimana hanya terdapat dua musim selama setahun, yaitu musim panas dan musim penghujan selama masing masing 6 bulan. Dengan berlandaskan pada fakta - fakta, maka pongembangan divais yang mampu mengkonversi energi matahari menjadi bentuk energi lain tidak dapat ditunda lebih lama lagi. Sel surya merupakan divais yang mampu mengkonversi energi surya menjadi energi listrik. Salah satu jenis sel surya yang sedang dikembangkan 1

18 2 sekarang adalah sel surya tersensitasi zat pewarna (Dye Senisitized Solar Cell, DSSC). DSSC merupakan sel surya generasi ketiga yang menarik untuk dikembangkan karena mempunyai beberapa kelebihan diantaranya material penyusun yang relatif murah, efisiensi yang tinggi, ramah lingkungan dan proses fabrikasi yang relatif mudah [4]. DSSC secara umum terdiri dari beberapa 3 bagian yaitu semikonduktor fotoanoda yang tersensitasi zat pewarna, elektrolit yang mengandung pasangan redoks ion iodida dan elektroda tandingan [5]. Pengembangan DSSC lebih difokuskan pada semikonduktor fotoanoda yang mempunyai energi celah pita yang relatif lebar seperti TiO 2 dan ZnO agar kemampuan menyerap energi foton pada sebagian besar spektrum cahaya matahari meningkat. intensitas serap semikondutor juga dipengaruhi oleh luas permukaan dimana O Regan dan Gratzel menemukan lapisan nanopartikel TiO 2 yang didepositkan pada DSSC akan meningkatkan luas permukaan meningkatkan kemampuan absorbsi cahaya secara signifikan sehingga efisiensi divais akan meningkat. Hal tersebut yang mendasari mengapa DSSC potensial untuk dilihat sebagai kompetitor utama dalam teknologi berbasis sel surya [6]. TiO 2 merupakan semikonduktor oksida yang paling sering digunakan untuk aplikasi DSSC karena memiliki energi celah yang besar yaitu 3,2 ev dengan panjang gelombang sinar radiasi UV sebensat < 380 nm [7]. Hal tersebut memungkinkan TiO 2 untuk menyerap foton pada sebagian besar spektrum cahaya matahari. Faktor luas permukaan yang tinggi juga berpengaruh terhadap kemampuan absorbsi foton. Oleh karena itu, ukuran partikel dibuat sekecil mungkin hingga ukuran nanometer (10-9 m). Dengan ukuran yang semakin kecil maka permukaan terhadap volume akan semakin besar dan interaksi transfer elektron dari zat pewarna dengan lapisan semikonduktor oksida TiO 2 juga semakin meningkat sehingga efisiensi divais juga akan meningkat. Salah satu metode yang digunakan untuk menghasilkan nanopartikel TiO 2 dengan metode kimia basah adalah dengan menggunakan teknik sol-gel. Metode ini mempunyai beberapa keuntungan diantaranya konsumsi energi yang rendah karena temperatur proses yang rendah, investasi peralatan yang relatif rendah dibandingkan proses deposisi fisika, kemurnian yang tinggi dan keleluasaan proses pasca sol-gel [8]. Namun, teknik sol-gel juga mempunyai kekurangan dalam

19 3 aspek kristalinitas. Rendahnya temperatur proses menyebabkan tingkat kristalinitas yang rendah. Padahal faktor kristalinitas yang tinggi merupakan salah satu persyaratan yang wajib dimiliki oleh nanopartikel TiO 2 jika ingin digunakan untuk aplikasi DSSC. Investigasi terdahulu oleh Yuwono dkk memperlihatkan hubungan antara besar ukuran partikel, tingkat kristalinitas dan sifat-sifat optis dari nanopartikel TiO 2. Tingkat kristalinitas hasil proses sol-gel bisa ditingkatkan dengan kombinasi proses anil konvensional dengan perlakuan pasca-hidrotermal. Secara khusus tulisan ini akan membahas rekayasa energi celah pita nanopartikel TiO2 hasil sintesis proses sol-gel melalui peningkatkan kristalinitas dengan proses pascahidrotermal dengan proses kalsinasi bertahap. 1.2 Rumusan Masalah Penelitian ini difokuskan untuk menghasilkan prototipe DSSC menggunakan material nanopartikel TiO 2 hasil sintesis dari prekursor Titanium n- tetra butoksida hasil proses sol-gel. Sol-gel TiO 2 akan diproses lebih lanjut menggunakan perlakuan pasca-hidrotermal dengan variabel temperatur proses masing-masing C, C, dan C selama 14 jam. Setelah itu sampel di aging pada temperatur 70 C selama 24 jam. Pasca-hidrotermal diharapkan distribusi jaringan Ti-O-Ti lebih merata dan pertumbuhan kristal tidak terlalu besar. Nanopartikel TiO 2 hasil sintesis dengan perlakuan pasca-hidrotermal inilah yang akan digunakan sebagai semikonduktor DSSC. Sebagai pembanding, prototipe DSSC juga dibuat dari material TiO 2 yang memiliki kristalinitas tinggi P-25 Degussa. Tegangan sirkuit terbuka dari nanomaterial TiO 2 hasil sintesis akan dibandingkan dengan TiO 2 dari P-25 Degussa. Sebelumnya prototipe hasil sintesis akan dibandingkan dan dianalisis karakterisasinya melalui variasi temperatur yang telah ditentukan sebelumnya. Diharapkan dengan adanya penelitian ini akan diketahui kelayakan nanopartikel TiO 2 hasil sintesis pasca-hidrotermal digunakan untuk pembuataan prorotipe DSSC. Selanjutnya diharapkan penelitian ini dapat memberi rekomendasi optimalisasi proses agar bisa digunakan untuk penelitian selanjutnya agar DSSC lebih banyak dikembangkan sebagai sumber energi alternatif yang murah dan ramah lingkungan.

20 4 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dilakukan penelitian ini adalah sebagai berikut 1. Menghasilkan prototipe DSSC dengan menggunakan material hasil sintesis menggunakan prekursor Titanium tetra-n-butoksida. 2. Mengetahui pengaruh temperatur proses pasca-hidrotermal terhadap TiO 2 hasil sintesis 3. Mengetahui titik optimal proses pasca-hidrotermal melalui perbandingan karakterisasi yang telah dilakukan 4. Membandingkan dan menganalisis kemampuan DSSC hasil sintesis perlakuan pasca-hidrotermal dengan P-25 Degussa 1.4 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian adalah sebagai berikut : 1. Material yang digunakan untuk pembuatan gel TiO2 pada penelitian ini meliputi Titanium tetra-n-butoksida (monomer), asam krolida (HCL) 1M, etanol, dan aquades. Parameter yang diaplikasikan dalam pembuatan gel TiO2 : konsentrasi titanium tetra-n-butoksida adalah 0,4 M, etanol ph 3 dengan volume 25 ml dan lama waktu pengadukan 3 jam 2. Formulasi rasio hidrolisis (Rw) yang digunakan dalam pembuatan gel TiO2 adalah Rw Perlakuan pasca-hidrotermal menggunakan variabel temperatur 100, 120, dan C dalam oven muffle selama 14 jam. 4. Peningkatakan kristalinitas sampel dengan cara pemanasan bertahap dengan metode yang disebut dengan kalsinasi bertahap. Tahap pertama dilakukan pemanasan C selama 1 jam dalam kondisi vakum untuk menghilangkan sisa pelarut. Tahap kedua, pemanasan dilakukan dalam kondisi vakum pada temperatur C selama 1 jam. Dan tahap ketiga, pemanasan dilakukan pada temperatur C selama 1 jam dibawah aliran udara terbuka. 5. Karakterisasi sampel hasil sintesis meliputi karakterisasi luas permukaan dengan alat uji BET (Bruanauer-Emmet-Teller), analisis struktur kristal dan estimasi besar ukuran kristalit dengan menggunakan XRD (X-Ray Diffraction), analisis respon material terhadap radiasi sinar UV-Cahaya

21 5 tampak dan besar energi band gap dengan DRS (Diffuse Reflectance Spectroscopy), dan morfologi struktur sampel dilihat menggunakan SEM (Scanning Electron Microscope) 6. Deposisi pasta TiO 2 pada permukaan kaca TCO (Transparent Conductive Oxide) menggunakan metode doctor blade. 7. Sensitizer yang digunakan dalam penelitian ini adalah senyawa inorganik Ruthenium complex dimana kaca TCO yang telah terisi pasta akan direndam selama 2 jam. 8. Karakterisasi DSSC dengan menggunakan karakterisasi langsung tegangan dan arus sirkuit terbuka dengan menggunakan sumber cahaya OHP 50 watt yang diukur menggunakan alat multimeter. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Skripsi ini dibagi menjadi lima bab. Bab 1 membahas tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, dan sistematika penulisan. Bab 2 berisi tentang teori penunjang yang mendukung hipotesis awal mengenai penelitian tentang perbandingan performa sel surya tersensitasi zat pewarna. Pada bab 2 dibahas beberapa hal mengenai seluk beluk sel surya tesensitasi zat pewarna, proses hidrotermal dan kalsinasi bertahap, serta semikonduktor titanium oksida. Bab 3 membahas tentang seluk beluk penelitian mulai dari persiapan alat dan bahan, teknik persiapan sampel, hingga cara pengambilan data dan pengujian-pengujian yang dilakukan. Hasil-hasil pengujian akan dianalisis dan dipaparkan melalui bab 4. Terakhir, bab 5 menyajian tentang kesimpulan yang ditarik dari hasil analisis yang telah dipaparkan pada bab 4. Selain itu saran-saran yang diharapkan untuk penelitian mendatang juga disajikan pada bab 5.

22 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna, DSSC Sel surya tersensitasi zat pewarna merupakan sel surya generasi ketiga yang mempunyai beberapa keunggulan diantaranya relatif mudah dibuat, efisiensi tinggi, ramah lingkungan dan murah. Divais ini bekerja dengan prinsip fotosintesis atau elektrokimia sederhana. Ditemukan pertama kali oleh Profesor Michael Gratzel pada tahun 1991, DSSC dipatenkan dengan nama Gratzell Cell [6]. DSSC terdiri dari empat bagian penyusun diantaranya substart dan elektroda tandingan, semikonduktor, sensitizer dan elektrolit. Gambar 2.1 berikut menunjukkan bagian-bagian dari DSSC. Gambar 2.1 Skema Bagian-Bagian DSSC [9] Substrat Substrat yang digunakan dalam DSSC biasanya menggunakan kaca yang diberi lapisan oksida khusus agar mampu menghantarkan arus listrik. Meskipun lapisan tersebut konduktif, ada keunggulan lain dimana lapisan tersebut juga transparan. Oleh karena itu, kaca yang digunakan pada DSSC disebut dengan kaca TCO (Transparent Condcutive Oxide). Umumnya oksida yang digunakan antara 6

23 7 lain Fluorine-doped tin oxide (FTO), indium-doped tin oxide (ITO), antimonydoped tin oxide (ATO) dan aluminium-doped zinc oxide (AZO) Elektroda Tandingan Elektroda tandingan berfungsi sebagai katalis dalam reduksi elektrolit triiodide. Biasanya material yang digunakan sebagai elektroda tandingan adalah platina. Keunggulan platina yang mempunyai kemampuan katalitik tinggi memberikan keuntungan dalam mempercepat reduksi elektrolit triiodide sebagai penyuplai elektron pada sensitizer. Namun, karena harga platinum yang mahal dikembangkan material karbon sebagai lapisan katalis pada elekroda tandingan [10]. Performa karbon sebagai lapisan katalis pada elektroda tandingan menyerupai platina karena mempunyai luas permukaan yang tinggi sehingga intensitas reduksi triiodide juga semakin meningkat Semikonduktor Semikonduktor merupakan bahan utama dalam membuat sel surya. Eksitasi dari pita valensi ke pita konduksi merupakan prinsip utama semikonduktor dalam menghasilkan elektron. Semakin besar celah antara pita valensi ke pita konduksi, semakin sulit semikonduktor untuk menghasilkan elektron. Dalam aplikasi DSSC, semikonduktor TiO 2 dibuat dalam ukuran nanopartikel. Tujuannya adalah untuk memperbesar luas area penyerapan foton cahaya matahari. Nanopartikel TiO 2 sengaja digunakan karena memiliki nilai absorbansi yang bagus terhadap sinar ultraviolet (UV). Dengan bantuan dye (zat pewarna), absorbansi dari nanopartikel TiO 2 dapat diperbanyak sampai dengan spektrum cahaya tampak. Dengan memanfaatkan luas area yang sangat tinggi, maka aktivitas penyerapan foton akan meningkat dan menyebabkan efisiensi dari sel surya akan meningkat Sensitiser (Zat pewarna, Dye) Sensitiser merupakan zat pewarna yang berfungsi memberikan efek sensitasi material semikonduktor terhadap cahaya. Sensitiser berfungsi menangkap foton dari cahaya matahari yang kemudian akan mengeksitasi elektron yang dikenal dengan istilah eksiton. Sensitiser yang umumnya digunakan adalah material inorganik pada kelompok kompleks organo-ruthenium. Efisiensi

24 8 yang dihasilkan oleh kelompok ruthenium kompleks tersebut merupakan yang tertinggi diantara jenis sensitizer lain. Akan tetapi, dengan harga ruthenium kompleks yang sangat mahal dan sintesis yang rumit, maka dikembangkan berbagai sensitizer lain dari bahan organik. Bahan organic yang banyak digunakan umumnya berasal dari keluarga flavonoid seperti buah beri dan kulit bawang merah [11]. Kelemahan sensitizer dari bahan organic adalah efek sensitasi yang diberikan lebih singkat dibandingkan dengan sensitizer ruthenium kompleks Elektrolit Elektrolit dalam DSSC berfungsi sebagai donor elektron terhadap dye. Elektrolit yang baik harus mempunyai beberapa syarat diantaranya material redoks yang stabil, mempunyai potensial redoks yang optimal, mempunyai kestabilan yang bagus, pelarut yang bagus, dan mempunyai interaksi yang tinggi dengan dye [13]. Elektrolit yang biasa digunakan untuk aplikasi DSSC merupakan pasangan redoks I 3- dan I -.Kedua elektrolit tersebut berfungsi sebagai donor elektron kepada dye. Setelah dye mendonorkan elektron kepada nanopartikel TiO 2, maka dye akan berelaksasi dan kekurangan elektron. Tetapi, dengan adanya interaksi yang intens antara dye dengan elektrolit, maka elektron yang telah mengalir melalui sirkuit luar akan didonorkan kembali kepada dye oleh elektrolit. Berikut adalah reaksi yang terjadi selama pendonoran elektron kepada dye. I e - à 3I - 3I - à I 3- +2e Nanomaterial Titanium Oksida, TiO 2 Titanium merupakan logam transisi yang banyak mempunyai mempunyai sifat semikonduktor yang baik. Titanium dalam bentuk oksida TiO 2 telah menjadi objek penelitian yang menarik dalam beberapa tahun terakhir. TiO 2 atau dikenal dengan Titania mempunyai aplikasi yang luas dan beragam mulai pasta gigi, pigmen, sunscreen, hingga divais fotokatalitik. Aplikasi yang terakhir disebut dewasa ini menjadi salah satu fokus penelitian karena kelebihan titania yang relative murah dan ramah lingkungan. Sejak ditemukannya fenomena katalitik pemisahan air pada elektroda TiO 2 dibawah penyinaran sinar UV oleh Fujishima dan Honda pada tahun 1972 [12], penelitian tentang aplikasi fotokatalisis, fotovoltaik, dan fotoelektronik berbasis TiO 2 mulai banyak dikembangkan.

25 9 Secara alami, TiO 2 dapat membentuk tiga struktur polimorfus, yaitu rutile, brookite, dan anatase [13]. Dari ketiga struktur tersebut, rutile merupakan fasa yang stabil, sedangkan anatase dan brookite merupakan fasa metastabil. Secara termodinamika, fasa kedua fasa metastanil tersebut dapat berubah menjadi fasa stabil ketika dianil pada rentang temperatur C. Rutile dan anatase memiliki fasa tetragonal, sedangkan brookite memiliki struktur orthorombik. Gambar 2.2 Struktur dasar kristal TiO 2 fasa (a) Rutile, (b) Anatase, (c) Brookite [15] Salah satu fokus penelitian yang sedang berkembang sekarang adalah nanomaterial. TiO 2 pun menjadi bahan penelitian yang menarik karena sifat kimia dan fisik yang dihasilkan ketika berada dalam skala nanometer jauh lebih bagus dibandingkan skala mikron. Sifat sifat unggul seperti rasio permukaan dan volume yang meningkat, pergerakan elektron dalam semikonduktor nanomaterial yang diatur oleh efek pengekangan kuantum, serta perpindahan foton yang bergantung pada ukuran dari material akan muncul ketika material berada dalam skala nanometer. Dalam fungsinya sebagai divais fotovoltaik, keberadaan nanomaterial TiO 2 akan sangat bermanfaat karena rasio luas permukaan terhadap volume akan meningkat secara signifikan. Semakin tinggi faktor luas permukaan maka interaksi antara divais dengan media interaksi akan meningkat sehingga kualitas dan manfaat divais juga akan meningkat. Nanomaterial TiO 2 kini menjadi salah satu fokus penenilitian dalam menanggulangi krisis energi yang sedang melanda dunia. Divais fotovoltaik

26 10 berbasiskan nanomaterial TiO 2 sebagai sel surya tersensitasi zat pewarna (DSSC) diharapkan menjadi salah satu solusi alternatif yang ramah lingkungan, murah, dan mampu bersaing dengan berbagai sumber energi alternatif lainnya. Dengan memodifikasi sifat optik DSSC, diharapkan sensitivitas dan penyerapan spektrum cahaya tampak dari matahari akan semaking meningkat dan efisiensi divais juga akan meningkat [14]. 2.3 Proses Sol-gel Proses sol-gel merupakan metode sintesis kimiawi basah berbagai macam material keramik [14]. Dalam proses ini, suspensi koloid yang biasa disebut sol terbentuk melalui reaksi hidrolisis dan polimerisasi dari prekursor yang biasanya berupa senyawa organik logam. Senyawa organik logam yang digunakan bisa berupa logam alkoksida. Reaksi polimerisasi akan mengubah fasa sol menjadi gel yang padat dengan pengurangan pelarut. Secara sederhana, reaksi sol-gel terjadi ketika logam alkoksida bereaksi dengan air untuk membentuk logam hidroksida yang kemudian akan megalami kondensasi lanjut dengan melepas air dan alkohol untuk membentuk jaringan logam-oksida-logam [13]. Mekanisme tersebut dapat diasosiasikan dengan dua reaksi penting yaitu hidrolisis dan kondensasi. Proses hidrolisis berlangsung dalam tiga tahap [13]. Tahap pertama, kation logam M + dalam prekursor mengalami serangan nukleofilik dengan atom oksigen dalam molekul air. Tahap kedua, transfer proton terjadi dari molekul air ke gugus OR dalam atom logam yang sama. Tahap ketiga, grup hidroksil akan terikat ke atom logam dengan menggantikan ligan dalam prekursor, diikuti dengan pelepasan molekul R-OH seperti gambar dibawah ini Gambar 2.3 Pembentukan gugus hidroksil dari adisi neuklofilik kation logam dengan oksigen dalam molekul air [13]

27 11 Dalam proses kondensasi, grup hidroksil yang terbentuk dalam tahap hidrolisis menyambung bersama dan membtnuk molekul besar melalui proses polimerisasi [13]. Proses kondensasi tersebut dalam melalui dua sub-reaksi yaitu olasi dan oksolasi. Dalam sub-reaksi olasi, molekul hidroksi atau jembatan ol (- OH-) menghubungkan dua atom logam sedangkan dalam sub-reaksi oksolasi, jembatan okso (-O-) terbentuk. Selama proses oksolasi, molekul kecil seperti alcohol atau air dibebaskan sesuai skema berikut : 1. Kondensasi alkohol M-OR + HO-M à M-OM + R-OH 2. Kondensasi air M-OH +H-OM à M-OM + H-OH Sub-reaksi diatas memperlihatkan bahwa reaksi hidrolisis dan kondensasi dapat terjadi secara simultan setelah reaksi hidrolisis pertama terjadi. Jaringan logam hasil reaksi hidrolisis dan kondensasi dapat dilihat pada gambar berikut Gambar 2.4 Diagram skematis proses sol-gel [13] Nanomaterial TiO 2 umumnya di sintesis menggunakan prekursor Titanium [6]. Proses ini biasanya dilakukan dengan tahap hidrolisis asam terkatalisasi dari Titanium (IV) alkoksida dengan kondensasi. Berikut adalah ilustrasi skema metode sol-gel dalam fabrikasi nanomaterial TiO 2

28 12 Gambar 2.5 Skema proses sol-gel untuk berbagai aplikasi[2014), #11] 2.4 Proses Pasca-Hidrotermal Teknik sol-gel digunakan untuk sintesis nanopartikel TiO 2 dengan mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya kemurnian hasil yang tinggi dari prekursor, memperluas permukaan partikel, ukuran pori serta pendistribusiannya yang merata namun membutuhkan perlakuan panas lanjut dikarena bentuknya masih amorf. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan kristalinitas sampel dari bentuknya yang amorf adalah dengan perlakuan hidrotermal dimana media ini memberikan lingkungan reaksi yang efektif untuk sintesis nanokristal TiO 2 dengan kemurnian tinggi, pemerataan yang bagus serta tingkat fotoaktifiti yang tinggi dengan ukuran kristalit yang tinggi [18, 19, 20]. Proses hidrotermal biasanya menggunakan bejana tekan baja atau autoclave dengan atau tanpa wadah Teflon pada tekanan dan/atau temperatur proses yang dikontrol dengan memanfaatkan uap dari suatu larutan aqueous (contohnya deionized water), temperatur proses perlakuan hidrotermal biasanya relatif rendah antara 80 sampai 150 o C. Penelitian tentang perlakuan hidrotermal untuk TiO 2 telah dilakukan oleh Yuwono dkk

29 13 dimana proses hirdotermal dapat meningkatkan kristalinitas dengan mempertahankan integrasi dari matrik polimer [21]. 2.5 Proses Kalsinasi Bertahap Kombinasi proses sol-gel dengan proses hidrotermal mampu meningkatkan luas permukaan spesifik dan kristalinitas. Namun, gel TiO 2 hasil proses sol-gel dan hidrotermal belum sepenuhnya berbentuk kristalin. Dalam aplikasinya, DSSC membutuhkan semikonduktor dengan tingkat kristalinitas tinggi untuk mempermudah penghantaran elektron dan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Maka dari itu, semikonduktor nanomaterial TiO 2 hasil proses solgel harus dibentuk dalam fasa kristal melalui proses pemanasan (rekristalisasi). Seperti telah dijabarkan pada sub-bab 2.1, TiO 2 memiliki tiga polimorfus fasa kristal, yaitu rutile, anatase, dan brookite. Namun, dalam aplikasi DSSC, nanomaterial TiO 2 anatase lebih sering dipakai karena mempunyai kestabilan yang bagus. Oleh karena itu, kristalinitas dari hasil proses sol-gel harus ditingkatkan atau dirubah menjadi fasa anatase dengan cara memanaskannya sampai temperatur sekitar C [16]. Proses ini disebut dengan proses kalsinasi. Fungsi lain dari proses kalsinasi adalah untuk menghilangkan senyawa organik dan pelarut sisa yang masih terdapat dalam gel TiO 2. Dalam beberapa kasus terutama aerogel, proses kalsinasi berdampak buruk terhadap penurunan luas permukaan secara signifikan. Hal tersebut, terjadi karena adanya fenomena sintering yang terus menerus dan pembakaran yang tidak terkontrol sehingga menyebabkan hilangnya pori-pori yang dimiliki aerogel [16]. Oleh karena itu, untuk menghindari efek tersebut terjadi pada gel hasil kombinasi proses sol-gel dan hidrotermal makan dilakukan proses yang dinamakan kalsinasi bertahap [17]. Kalsinasi bertahap merupakan proses kalsinasi dengan waktu tahan dan temperature pada titik tertentu dibawah tiupan gas inert atau kondisi vakum. Tujuannya adalah agar gel dapat mempertahankan luas permukaan namum tetap mampu meningkat kristalinitasnya. Kalsinasi bertahap dilakukan dalam tiga tahapan seperti terlihat pada gambar berikut

30 14 Gambar 2.6 Grafik tahapan proses kalsinasi bertahap Tahap pertama proses kalsinasi bertahap bertujuan untuk menghilangkan air dan pelarut yang masih tersisa. Proses tersebt dilakukan dalam temperatur dan selama waktu tertentu dibawah tiupan gas inert atau kondisi vakum. Tahap kedua bertujuan untuk menghilangkan senyawa organik yang masih tersisa dengan cara pemanasan pada titik tertentu selama selang waktu tertentu dibawah tiupan gas inert atau kondisi vakum juga. Sedangkan proses ketiga adalah memanaskan gel TiO 2 pada temperature kristalisasinya dibawah tiupan oksigen atau tanpa tiupan gas inert.

31 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Pembuatan Sampel Uji Proses pembuatan sampel sintesis dapat dilihat pada gambar 3.1 berikut Gambar 3.1 Diagram Alir Pembuatan Sampel Pasca-Hidrotermal 15

32 Diagram Alir Karakterisasi Proses karakterisasi dan integrasi sel DSSC dapat dilihat pada gambar 3.2 berikut Gambar 3.2 Diagram Alir Karakterisasi dan Integrasi DSSC

33 Persiapan alat dan Bahan Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1. 2 buah labu erlenmeyer 2. 1 buah magnetic stirrer 3. 1 buah tabung ukur 25 ml 4. 1 buah tabung ukur 5 ml 5. 3 buah gelas beaker 25 ml 6. 6 buah pipet tetes 7. 1 buah pipet volumetri 8. 1 buah ph indikator 9. 1 buah corong buah timbangan buah cawan petri 12. Sarung tangan buah pengering rambut 14. Parafilm buah spatula buah botol kecil 17. Selotip Scotch TM buah pinset buah magnetic stirrer buah jepit kertas 21. Kabel buah jepit buaya kotak kaca preparat 24. Tube Furnace buah mortar 26. Gunting 27. AVO Meter 28. Lampu OHP 50 Watt

34 Bahan Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah 1. Titanium tetra-n-butoksida 2. Etanol 95 % 3. Asam Klorida (HCl) 1 M 4. Aquadest 5. Kalium Iodida (KI) 6. Iodin (I2) 7. Ruthenium 535-4TBA SolaronixTM 8. Kaca Antimony-doped Tin Oxide (ATO, Sb:SnO2) 9. Lilin 3.4 Proses Pembuatan Sampel Uji Pembuatan Gel TiO 2 R w 3,50 1. Menyiapkan 20 ml etanol ph 3 pada gelas ukur A (larutan A) dan 5 ml etanol ph 3 pada gelas ukur B (larutan B) 2. Menuangkan larutan A pada beaker glass diatas timbangan. Kemudian set skala timbangan menjadi nol 3. Memasukkan titanium tetra-n-butoksida sebanyak 3,40 gram ke dalam larutan A 4. Memasukkan magnetik stirrer dan menutup larutan A dengan plastik agar udara tidak berekasi dengan titanium-n-butoksida yang menyebabkan larutan A menjadi keruh 5. Memindahkan larutan A dan meletakkan larutan B ke atas timbangan. Set timbangan menjadi nol. 6. Menambahkan 0,63 gram aquades lalu mengaduk campuran dengan cara menggoyang-goyangkan gelas ukur. 7. Meletakkan larutan A keatas stirrer kemudian menyalakannya pada kecepatan sedang 8. Mentitrasikan larutan B ke larutan A yang sedang diaduk dengan magnetic stirrer sampai habis. 9. Menunggu magnetic stirrer berjalan selama 3 jam dengan menutupi campuran hasil titrasi dengan parafilm

35 Setelah 3 jam, mengeluarkan pengaduk magnet dari gelas ukur dan tutup kembali dengan rapat menggunakan parafilm hingga campuran tersebut berubah menjadi gel Kalsinasi Bertahap 1. Mengeringkan sol-gel TiO 2 R w 3,50 pada udara terbuka selama tujuh hari. 2. Menggerus sampel hasil proses pasca-hidrotermal dengan mortar sampai berwarna putih. 3. Memasukkan sampel pra-hidrotermal ke dalam tabung kaca tahan panas 4. Memasukkan sampel ke dalam dapur pemanas tabung dan mengeluarkan udara di dalam dapur melalui pompa udara selama lima menit. 5. Mengatur program dapur dengan rincian i) Program pertama diatur berjalan pada suhu 150 C selama 1 jam dalam kondisi vakum ii) Program kedua diatur berjalan pada suhu 300 C selama 1 jam dalam kondisi vakum iii) Program ketiga diatur berjalan pada suhu 420 C selama 1 jam dengan kondisi teraliri oksigen Perlakuan Pasca-Hidrotermal 1. Memasukkan 20 ml aquades ke dalam wadah Teflon 2. Meletakkan kawat penyaring tiga lapis dan mengaturnya agar tidak menyentuh aquades 3. Memasukkan autoclave ke dalam oven dan mengatur temperatur oven sebesar C dengan waktu 14 jam. 4. Mengulangi langkah 1-4 untuk sampel dengan variasi temperatur C dan C Integrasi Sel DSSC i. Pembuatan Pasta P-25 Degussa 1. Menyiapkan 0,3 gram serbuk P-25 Degussa dalam lumpang

36 20 2. Bahan digerus di dalam lumpang dengan mortar sembari menambahkan 0,5 ml asam cuka ph 3 3. Menggerus bahan sampai terbentuk pasta yang homogen ii. Pembuatan Pasta Sampel Pasca-Hidrotermal 1. Menyiapkan 0,3 gram sampel pasca-hidrotermal pada lumpang 2. Bahan digerus di dalam lumpang dengan mortar sembari menambahkan 0,5 ml asam cuka ph 3 3. Menggerus bahan sampai terbentuk pasta yang homogen iii. Zat Pewarna Zat pewarna yang digunakan untuk pembuatan DSSC pada penelitian ini adalah senyawa komplek cisdiisothiocyanato-bis (2,2 -bypryridyl-4,4 - dicarboxylato) ruthenium (II) tetrakis (tetrabutylammonium) dengan rumus kimia RuL 2 (NCS) 2 dari Ruthenium 535-4TBA Solaronix TM. iv. Persiapan Larutan Elektrolit 1. Melarutkan 0,8 gram KI ke dalam 10 ml asetonitril di dalam gelas beaker dengan cara diaduk 2. Menambahkan 0,127 gram I 2 ke dalam larutan tersebut diikuti dengan pengadukan agar homogen 3. Menyimpan larutan di dalam botol kecil tertutup v. Persiapan Elektroda-lawan Karbon 1. Menyalakan lilin dengan korek gas dan menunggu sampai nyala api cukup besar 2. Menjepit kaca konduktif dengan pinset kemudian mendekatkan kaca konduktif pada nyala api lilin sampai berwarna kehitaman seluruhnya 3. Mendinginkan kaca konduktif pada udara terbuka selama 5 menit 4. Membuat pola segiempat pada kaca konduktif dengan ukuran 1,5 cm x 1,5 cm dengan cara menghapus lapisan hitam karbon dengan cotton buds

37 21 vi. Pelapisan Kaca 1. Membuat pola segiempat berukuran 1,5 cm x 1,5 cm dengan spidol 2. Memberikan pembatas pada kaca konduktif menggunakan selotip Scotch TM 3. Mendeposisikan pasta sampel prahidrotermal dengan metode doctor blade menggunakan batang pengaduk sampai permukaan rata dan tertutupi oleh pasta 4. Mengeringkan deposit pasta pada udara terbuka selama 15 menit 5. Memanaskan deposit pasta pada kaca dengan proses sintering pada suhu C selama 30 menit di dalam dapur pemanas 6. Membiarkan kaca konduktif dengan pendinginan di dalam dapur 7. Mengulangi langkah 1-6 untuk sampel P-25 Degussa Perakitan DSSC 1. Merendam kaca konduktif yang berisi pasta di dalam cawan petri yang telah terisi zat pewarna selama 2 jam 2. Membersihkan kaca hasil perendaman dengan etanol kemudian dikeringkan 3. Menempatkan elektroda-lawan karbon berhadapan dengan kaca konduktif yang telah terdeposit pasta dan zat pewarna. Kaca diletakkan sedemikian rupa sehingga satu sisi yang tidak terlapisi pada kedua kaca terletak berjauhan untuk tujuan kontak 4. Menjepit susunan kaca dengan penjepit kertas pada dua sisi yang tidak terlapisi. Memastikan tidak ada gelembung udara diantara kedua kaca 5. Meneteskan elektrolit di dekat bagian kaca yang tidak saling menempel dan membiarkan agar merembes ke sisi yang lainnya 6. Menguji sel DSSC dengan AVO meter

38 Prinsip Karakterisasi Karakterisasi BET (Brunauer-Emmet-Teller) Bruanauer-Emmet Teller (BET) merupakan karakterisasi yang bertujuan utnuk mengetahui luas permukaan, besar ukuran pori serta volume pori yang dihasilkan oleh suatu sampel. Prinsip pengukuran yang dilakukan BET yakni adanya absorbsi dan deabsorbsi dari molekul-molekul gas ke permukaan sampel yang dipompa bersama-sama sehingga terjadi penyerapan secara fisik oleh ikatan lemah (Van Der-Walls) pada permukaan dan deabsorbsi oleh penurunan tekanan pada temperature yang sama. Dengan demikian jumlah gas yang dapat diabsorbsi oleh permukaan sampel pada tekanan tertentu akan menentukan besar luas permukaan sampel uji. Gas yang umum digunakan untuk karakterisasi BET dalam penelitian ini adalah gas nitrogen (N 2 ) karena ia mampu masuk ke dalam permukaan sampel dibawah 1 m 2 /g [22]. Karakterisasi BET masing-masing sampel, baik prahidrotermal dan Pasca-Hidrotermal dilakukan dua kali yaitu sebelum dan sesudah kalsinasi. Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh proses kalsinasi bertahap terhadap penurunan luas permukaan sampel setelah proses hidrotermal. Data yang diperoleh dari karakterisasi BET adalah luas permukaan dengan satuan g/m Karakterisasi XRD Karakterisasi sinar-x merupakan salah satu karakterisasi utama pada pembuatan nanopartikel dalam setiap penelitian nanomaterial. Pada penelitian kali ini karakterisasi XRD mempunyai tiga fungsi utama yakni a) Mengetahui jenis fasa berdasarkan kecocokan grafik yang dihasilkan dengan database program yang tersedia b) Mengestimasi besar ukuran kristalit yang dihasilkan menggunakan data pelebaran puncak (broadening) pada setengah dari tinggi puncak maksimum (full width half maximum, FWHM). c) Mengetahui bidang-bidang kristalin dari sampel yang ditandai dengan punca-puncak difraksi pada sudut-sudut tertentu Prinsip karakterisasi XRD adalah adanya fenomena difraksi yang diberikan kepada sampel oleh bidang-bidang kristal yang terdapat di dalam

39 23 kristal. Difraksi yang terjadi pada sudut-sudut tertentu ditangkap oleh detektor yang kemudian diproyeksikan dalam grafik XRD melalui hubungan intensitas dengan sudut. Sudut sudut tersebut mengindikasikan bidang bidang kristal tertentu yang terdapat di dalam sampel Gambar 3.3 Skema pemantulan sinar-x [23] Hasil karakterisasi XRD dibandingkan dengan database yang diperoleh dari ICDD (International Center for Diffraction Data) pada software X Pert High Score sehingga didapatkan fasa yang sesuai dengan sampel nanopartikel TiO 2 hasil percobaan. Estimasi ukuran kristalit nanopartikel dihitung menggunakan persamaan Scherrer dengan pengukuran pelebaran puncak (broadening) pada setengah dari tinggi puncak maksimum (full width half maximum, FWHM) dari puncak difraksi pada sudut tertentu [14]. Semakin sempit puncak difraksi yang terdeteksi, nilai FWHM semakin kecil dan ukuran kristalit semakin besar. Begitu pula sebaliknya, jika puncak difraksi semakin lebar, indikasi yang terjadi adalah kristal masih tersusun acak dan memiliki ukuran kristalit yang kecil. Persamaan Scherrer yang digunakan untuk mengukur besar ukuran kristalit dinyatakan dengan formulasi berikut : (3. 1)

40 24 dimana : K = konstanta Scherrer (biasanya digunakan 0,89) [24] D = ukuran rata-rata kristalit 2θ = sudut difraksi (derajat) λ = panjang gelombang sinar-x yang digunakan (Ǻ) B = lebar puncak pada setengah dari tinggi puncak maksimum (full width half maximum,fwhm) (radian) Pelebaran puncak difraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor selain faktor besar ukuran kristalit seperti faktor mesin atau instrument dan tegangan sisa dari sampel. Oleh sebab itu dibutuhkan koreksi untuk dapat menghasilkan pembacaan yang lebih baik. Secara ringkas pelabaran puncak difraksi ditulis sebagi berikut: B total = B kristal + B regangan + B instrument (3. 2) Dalam perhitungan estimasi ukuran butir kristalit dari hasil karakterisasi XRD, B instrument dihilangkan karena hasil hasil pelebaran puncak hanya disebabkan oleh karakter instrinsik material, yakni ukuran Kristal dan regangan yang dinotasikan dalam B r : B r = B total B instrument (3. 3) Untuk dapat memutuskan koreksi data yang baik untuk pelebaran puncak, tipikal respon Gaussian digunakan sehingga menghasilkan persamaan: B 2 r = B 2 2 total B instrumen (3. 4) Setelah didapatkan niali B r, maka dengan menggunakan persamaan (3.3) dan persamaan (3.1) dihasilkan persamaan: (3. 5) Persamaan yang dihasilkan oleh (3.5) ialah sebuah persamaan linier dimana nilai B r cos θ adalah y, n sin θ yakni mx, dan kλ/t yang mana adalah konstanta (c). Dengan demikian dibuat korelasi hasil pengukuran peleburan hasil uji B r, B r cos θ vs. sin θ. Sehingga didapatkan ukuran kristalit rata-rata (t): (3. 6)

41 Karakterisasi UV-Vis DRS Karakterisasi spektormeter UV-Vis digunakan untuk mengetahui karakteristik optic berupa respon material terhadap radiasi sinar tampak dan ultraviolet. Tujuan spesifik dari pengujian DRS adalah mengukur energi celah pita (E g ) sebagai instrument penting dalam material semikonduktor untuk menentukan aplikasinya dalam optoelektrik. Prinsip pengujian DRS adalah pengukuran spektrum yang direfleksikan secara difusi dari sampel setelah diberikan radiasi sinar ultra violet dan cahaya tampak. Intensitas dari spektrum yang direfleksikan oleh sampel ditangkap oleh detektor yang kemudian di interpretasikan melalui grafik fungsi absorbansi dengan panjang gelombang. Panjang gelombang yang menjadi fokus penelitian adalah nm.besarnya energi celah pita sampel dapat dihitung bedasarkan grafik hubungan nilai Fr terhadap nilai hv. Nilai Fr didapatkan dengan mengolah data reflektansi menggunakan persamaan Kubelka- Munk yang dinyatakan melalui persamaan berikut (3. 7) Dimana Fr = hasil kalkulasi nilai reflektansi dengan menggunakan persamaan Kubelka-Munk R = nilai reflektansi sampel Hasil perhitungan di plot dalam grafik hubungan Fr dengan nilai energi celah pita (Eg) (3. 8) Nilai energi celah pita sampel didapatkan dengan melakukan ekstrapolasi dari bagian yang membentuk garis lurus menuju sumbu x (y=0). Titik perpotongan pada garis sumbu x merupakan nilai estimasi besar energi celah pita [25].

42 Karakterisasi SEM SEM (Scanning Elektron Microscope) merupakan jenis mikroskop yang menggunakan elektron sebagai sumber untuk menghasilkan citra sampel pengamatan. Prinsip dasar dari SEM adalah penembakan elektron ke permukaan sampel pada kondisi vakum. Sumber elektron SEM biasanya berasal dari filamen tungsten atau Lanthanum heksaborida (LaB 6). Sumber elektron yang ditembakkan akan melalui atom pada sampel melalui gaya inelastis atau elastis yang kemudian hamburan elektron akan ditangkap oleh detektor dan diamplifikasikan dalam bentuk citra gambar pada layar. Ada beberapa macam detektor yang terdapat pada SEM. Setiap detektor mempunyai fungsi masing masing dalam menginterpretasikan citra yang ditangkap melalui hamburan elektron. Detektor backscaterred electron mempunyai fungsi untuk menampilkan citra topografi dan juga informasi mengenai nomor atom, detektor secondary electron berfungsi untuk melihat detail topografi permukaan sampel, dan detektor EDS (Energy-Dispersive X-rays Spectroscopy) untuk menampilkan informasi mengenai komposisi sampel. Gambar 3.4 menunjukkan macam-macam hamburan elektron dan detektor yang ada pada SEM Gambar 3.4 Skema Hamburan Elektron dan Detektor pada SEM [26]

43 27 Pada penelitian ini karakterisasi SEM dimaksudkan untuk melihat topografi sampel hasil sintesis prahidrotermal dan Pasca-Hidrotermal sekaligus untuk mengetahui estimasi besar ukuran partikel sampel melalui citra yang dihasilkan. 3.6 Lokasi Penelitian Penelitian dan pembuatan prototipe nanopartikel TiO 2 dilakukan di Lanboratotium Nanomaterial dan Material Lanjut Departemen Teknik Metalurgi dan Material. Karakterisasi SEM, BET, dan XRD dilakukan di Center of Material Processing and Failure Analysis (CMPFA) Departemen Teknik Metalurgi Universitas Indoneisa. Karakterisiasi UV-DRS dilakukan di Laboratorium Afiliasi Departemen Teknik Kimia.

44 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penampakan Visual Sampel Pasca-Hidrotermal Metode Pasca-Hidrotermal pada penelitian kali ini mengkombinasikan proses kalsinasi bertahap dengan proses hidrotermal. Sampel hasil sintesis sol-gel di evaporasi terlebih dahulu selama tujuh hari dalam udara terbuka untuk menguapkan pelarut etanol. Gambar 4.1 Penampakan visual sol-gel evaporasi Setelah melalui proses pengeringan selama tujuh hari, sampel kemudian dilakukan kalsinasi bertahap pada sampel untuk meningkatkan kristalinitas hingga mencapai fasa anatase. Selanjutnya sampel diberi perlakuan Pasca-Hidrotermal dengan variabel temperatur 100ºC, 120ºC, dan 150ºC selama masing-masing 14 jam. Untuk menghilangkan moisture dan dilakukan aging pada temperatur 70ºC selama 24 jam. Penampakan visual serbuk hasil sintesis dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut 28

45 29 (a) (b) (c) Gambar 4.2 Penampakan visual serbuk nanopartikel Pasca-Hidrotermal (a) 100ºC, (b)120ºc, dan (c)150ºc Dari gambar 4.2 terilhat bahwa sampel Pasca-Hidrotermal 100ºC memiliki warna yang cenderung gelap dan berwarna kecoklatan. Hal tersebut menandakan adanya anomali yang mungkin disebabkan oleh adanya pengotor pada serbuk Pasca-Hidrotermal 100 C. Penampakan sampel Pasca-Hidrotermal 120 C dan 150 C menunjukkan warna yang putih cerah yang menandakan telah terbentuk TiO 2. Sampel Pasca-Hidrotermal 120 C dan 150 C memiliki kemiripan dengan serbuk P-25 Degussa yang berwarna putih cerah. 4.2 Analisis Hasil Karakterisasi XRD Hasil karakterisasi XRD dari nanopartikel TiO 2 hasil sintesis dengan perlakuan Pasca-Hidrotermal dipaparkan pada gambar 4.3. Karakterisasi dilakukan melalui pengukuran difraksi pada rentang sudut 20º - 80º dengan kecepatan 0,02 derajat/detik.

46 30 Gambar 4.3 Grafik hasil karakterisasi XRD sampel Pasca-Hidrotermal (a) 100º C, (b) 120º C, dan (c) 150º C Sampel Pasca-Hidrotermal dikonfirmasi memiliki fasa anatase TiO 2 melalui software X pert Highscore. Kecocokan didapatkan melalui perbandingan puncak grafik hasil sintesis dengan ICDD (International Center for Diffraction Data). Pembentukan fasa anatase mengkonfirmasi bahwa proses kalsinasi bertahap berhasil membentuk TiO 2 yang amorf menjadi fasa anatase dengan lima puncak kuat difraksi pada bidang-bidang kristal (101), (004), (200), (105), dan (211) yang semakin memperjelas fasa anatase TiO 2 terbentuk [27]. Anomali terjadi pada sampel Pasca-Hidrotermal 100 C dan 120 C dimana ada peak pengganggu yang tidak terkonfirmasi sebagai fasa anatase. Kemunculan peak tersebut lebih disebabkan karena pengotor yang terjatuh dalam serbuk akibat dapur pemanas yang belum bersih dari proses pemanasan sampel lain. Kristalinitas yang terbentuk dari sampel hasil sintesis kemudian dibandingkan dengan sampel pembanding P-25 Degussa untuk dilihat

47 31 perbandingannya. Perbandingan grafik XRD sampel Pasca-Hidrotermal dengan P- 25 Degussa dapat dilihat pada gambar 4.4 berikut. Gambar 4.4 Grafik Perbandingan Karakterisasi XRD (a) P-25 Degussa dengan Pasca-Hidrotermal (b) 100C, (c) 120C, (d) 150C Perbedaan intensitas dan lebar pada puncak sampel Pasca-Hidrotermal dengan P-25 Degussa menunjukkan bahwa kristalinitas TiO 2 sintesis lebih rendah dibandingkan TiO 2 komersial. Hal tersebut merupakan akibat dari kristalinitas TiO 2 hasil sintesis yang rendah karena dibuat dari reaksi polimerisasi prekursor melalui teknik sol-gel. Interpretasi grafik XRD menunjukkan bahwa semakin tinggi dan tajam suatu puncak maka semakin tinggi kristalinitas suatu material. Selain itu, broadening atau pelebaran pada grafik XRD menunjukkan bahwa ukuran kristalit sampel semakin besar. Selain mendapatkan informasi mengenai kristalinitas dan fasa yang terbentuk, karakterisasi XRD juga memberikan informasi lain berupa estimasi ukuran besar kristalit melalui pengukuran lebar setengah puncak maksimum (FWHM). Pengukuran diameter ukuran kristalit dilakukan dengan bantuan software Peakfit v 4.12 dimana pada setiap puncak difraksi FWHM didapatkan.

48 32 Tabel 4.1 menunjukkan nilai 2θ dan FWHM dari sampel lima difraksi lima puncak terkuat fasa anatase. Tabel 4.1 Nilai FWHM puncak difraksi terkuat fasa anatase Peak FWHM (deg) Pasca Hidro 100 o C Pasca Hidro 120 o C Pasca Hidro 150 o C (101) (004) (200) (105) (211) Nilai FWHM yang didapatkan kemudian diolah melalui persamaan Scherrer untuk menghitung estimasi diameter kristalit masing masing sampel. Sebagai pembanding, diameter kristalit juga ditampilkan P-25 Degussa berdasarkan data literatur. Gambar 4.5 Perbandingan ukuran diameter kristalit sampel Pasca-Hidrotermal (A) 100C (B) 120C (C) 150C dan (D) P-25 Degussa

49 33 Dari gambar 4.5 dapat terkonfirmasi bahwa kenaikan temperatur proses hidrotermal berpengaruh terhadap kenaikan ukuran diameter kristalit [29]. Semakin tinggi temperatur hidrotermal, semakin besar ukuran diameter kristalit yang dihasilkan Kenaikan ukuran kristalit disebabkan karena efek pertumbuhan butir kristalit yang diinisasi oleh adanya energi panas. Hal tersebut sesuai dengan data yang dihasilkan dimana sampel pascahidrotermal 150 C memiliki ukuran kristalit yang lebih tinggi diantara kedua sampel lain hasil sintesis. Perbandingan dengan P-25 Degussa menunjukkan perbedaan yang signifikan dimana ukuran kristalit P-25 Degussa jauh lebih besar dibandingkan sampel hasil sintesis. Ukuran diameter kristalit P-25 Degussa sebesar 17,37 nm menunjukkan bahwa kristalinitas P-25 Degussa sangat tinggi jika dibandingkan dengan sampel hasil sintesis Pasca-Hidrotermal. Perbedaan yang tinggi tersebut secara kualitatif dapat dilihat melalui grafik XRD pada gambar 4.4 dimana puncak difraksi tinggi dan sempit menandakan kristalinitas suatu material semakin tinggi. Puncak yang rendah dan lebar pada grafik XRD menandakan bahwa sampel hasil sintesis Pasca-Hidrotermal masih memiliki kristalinitas yang rendah dibandingkan dengan P-25 Degussa. 4.3 Analisis Perbandingan Morfologi Sampel Morfologi sampel dapat dilihat melalui citra hasil karakterisasi Field Emission Scanning Electron Microscope (FE SEM). Karakterisasi dengan SEM bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi morfologi sampel dan bagaimana pengaruhnya terhadap karakteristik sampel. Hasil karakterisasi SEM sampel Pasca-Hidrotermal dapat dilihat pada gambar 4.6.

50 34 (a) (b) (c) Gambar 4.6 Hasil Karakterisasi SEM Pasca-Hidrotermal pada perbesaran 50000x (a) 100, (b) 120, (c) 150 Dari gambar 4.6 terlihat bahwa sampel hasil sintesis mempunyai morfologi yang cenderung berbentuk bongkahan aglomerat dan berbentuk tidak seragam. Aglomerat ukuran kecil cenderung berbentuk spheroidal sedangkan aglomerat ukuran besar berbentuk tajam dan tidak beraturan. Adanya aglomerat yang cukup banyak semakin mengonfirmasi bahwa sampel hasil sintesis mempunyai kristalinitas yang rendah dan mempunyai ukuran partikel yang cenderung besar serta tidak seragam. Pembentukan aglomerat kemungkinan terjadi karena sampel di sintesis melalui metode kimiawi basah yang menyebabkan partikel-partikel cenderung membentuk aglomerat. Terlihat pada gambar 4.6 distribusi ukuran aglomerat pada sampel PascaHidrotermal 100 C lebih merata dan relatif sama. Sampel Pasca-Hidrotermal 120 C mempunyai ukuran aglomerat paling besar dan berbentuk bongkahan

51 35 bersudut tajam, sedangkan sampel Pasca-Hidrotermal 150 C cenderung memiliki ukuran aglomerat yang relatif tidak seragam karena adanya aglomerat kecil dan besar. Pengaruh pembentukan aglomerat berhubungan dengan luas permukaan dimana semakin banyak aglomerat yang terbentuk, rata-rata ukuran partikel juga semakin besar sehingga luas permukaan akan mengalami penurunan. Maka dari itu, pembentukan aglomerat harus dihindari karena mempunyai efek buruk terhadap karakteristik luas permukaan suatu material. Sebagai perbandingan, karakteristik morfologi sampel hasil sintesis dibandingkan dengan morfologi sampel P-25 Degussa (a) (b) (c) (d) Gambar 4.7 Perbandingan morfologi SEM perbesaran 20000x (a) Pasca-Hidrotermal 100, (b) Pasca-Hidrotermal 120, (c) Pasca-Hidrotermal 150 dan (d) P-25 Degussa Gambar 4.7 menunjukkan perbandingan morfologi antara sampel hasil sintesis Pasca-Hidrotermal dengan P-25 Degussa. Terlihat bentuk morfologi P-25 Degussa lebih seragam dan berbentuk spheroidal, sedangkan sampel hasil sintesis memiliki bentuk morfologi yang cenderung membentuk aglomerat berbentuk

52 36 bongkahan tajam dalam ukuran besar. Walaupun kedua sampel membentuk aglomerat, akan tetapi morfologi permukaan P-25 Degussa menunjukkan kekasaran sedangkan sampel Pasca-Hidrotermal menunjukkan permukaan yang cenderung halus dan rata. Secara kualitatif, kekasaran permukaan pada P-25 Degussa berdampak pada luas permukaan yang lebih tinggi. Distribusi ukuran partikel P-25 Degussa juga terlihat lebih seragam dibandingkan dengan sampel hasil sintesis yang menunjukkan ketidakseragaman ukuran partikel dan aglomerat. Dari perbandingan tersebut dapat disimpulkan bahwa sampel P-25 Degussa mempunyai bentuk morfologi yang lebih baik dibandingkan dengan sampel hasil sintesis. 4.4 Analisis Hasil Karakterisasi BET Pada aplikasi nanomaterial TiO 2 sebagai sel surya tersensitasi zat,pewarna, luas permukaan memegang peranan penting dalam peningkatan performa. Luas permukaan yang tinggi menyebabkan interaksi dye terhadap foton akan meningkat. Semakin tinggi luas permukaan, semakin besar daya serap dye terhadap foton sehingga elektron yang dihasilkan semakin banyak dan performa DSSC pun akan meningkat. Hasil karakterisasi luas permukaan dengan BET (Brunauer-Emmet-Teller) ditampilkan melalui gambar 4.8 Gambar 4.8 Grafik perbandingan luas permukaan sampel Pasca-Hidrotermal (a) 100 C, (b) 120 C, dan (c)150 C dengan (D) P-25 Degussa [31]

53 37 Gambar 4.8 menunjukkan bahwa sampel Pasca-Hidrotermal mengalami tren penurunan luas permukaan seiring kenaikan temperatur hidrotermal. Penurunan luas permukaan disebabkan oleh adanya kenaikan temperatur proses hidrotermal yang menyebabkan pertumbuhan butir kristal. Anomali kenaikan luas permukaan terjadi pada sampel Pasca-Hidrotermal 150 C. Kenaikan luas permukaan disebabkan oleh pembentukan aglomerat yang terjadi pada sampel Pasca- Hidrotermal 150 C lebih sedikit dibandingkan dengan sampel lainnya. Hal tersebut dapat dikonfirmasi melalui citra SEM pada gambar 4.7 dimana ukuran aglomerat sampel Pasca-Hidrotermal 150 C secara kualtitatif lebih sedikit dan berukuran relatif lebih kecil. Perbandingan luas permukaan sampel Pasca-Hidrotermal dengan P-25 Degussa yang ditampilkan melalui gambar 4.8 memperlihatkan bahwa sampel Pasca-Hidrotermal memiliki luas permukaan yang lebih besar dibndingkan dengan P-25 Degussa yang hanya memiliki luas permukaan sebesar 13,64 m 2 /gram. Rendahnya luas permukaan P-25 Degussa tersebut disebabkan oleh keberadaan fasa Rutile dimana rata-rata ukuran diameter Rutile lebih besar daripada anatase. Ukuran diameter kristalit sampel P-25 Degussa pada penelitian ini adalah sebesar 21,11 nm. Selain itu adanya rutile pada P-25 Degussa juga menandakan bahwa temperatur proses P-25 Degussa lebih tinggi karena pembentukan rutile terjadi pada temperatur diatas 600ºC [32]. Luas permukaan yang lebih tinggi daripada P-25 Degussa menandakan spesifikasi sampel Pasca-Hidrotermal lebih baik pada aspek penyerapan dye. Dengan luas permukaan yang tinggi, adsorbsi foton akan semakin besar sehingga performa DSSC akan semakin meningkat. Selain itu luas permukaan yang tinggi pada sampel Pasca-Hidrotermal menandakan bahwa proses kalsinasi bertahap mampu mencegah penurunan luas permukaan secara signifikan. Berbeda dengan proses kalsinasi konvensional dimana sampel langsung dilakukan proses sintering pada temperatur kristalisasi, proses kalsinasi bertahap memanfaatkan tiga tahapan kenaikan temperatur. Kenaikan temperatur yang mendadak pada proses kalsinasi konvensional mengakibatkan pertumbuhan kristal yang tidak terkendali sehingga menyebabkan luas permukaan menurun. [33].

54 Analisis Karakteristik Optik Dalam aplikasi DSSC, energi celah pita memegang peranan penting dalam peningkatan performa. Besarnya energi celah pita berhubungan dengan kemampuan eksitasi elektron dari pita valensi ke pita konduksi. Semakin kecil energi celah pita, semakin mudah elektron untuk tereksitasi dari pita valensi ke pita konduksi. Nilai absorbansi memegang peranan penting terhadap performa DSSC. Kombinasi semikonduktor TiO 2 dengan zat pewarna membuat daerah absorbansi semakin lebar sehingga DSSC mampu menyerap foton lebih banyak hingga ke spektrum cahaya tampak. Gambar 4.9 Grafik Absorbansi UV-DRS sampel Pasca-Hidrotermal (a) 100 C, (b) 120 C, (c)150 C, dan (d) P-25 Degussa Gambar 4.9 menunjukkan refleks sampel terhadap cahaya UV sampai dengan tampak. Grafik absrobansi yang ditampilkan merupakan kemampuan sampel dalam melakukan absrobsi energi dari spektrum cahaya yang diberikan. Pada sampel Pasca-Hidrotermal dapat dilihat bahwa seiring kenaikan temperatur grafik reflektansi bergeser ke kiri (blue shift) yang menandakan respon terhadap cahaya UV semakin bagus. Anomali terjadi pada sampel Pasca-Hidrotermal 150 C dimana kurva bergeser ke kanan (red shift) atau menunjukkan respon lebih bagus terhadap cahaya tampak dibandingkan dengan sampel Pasca-Hidrotermal 120 C. Hal tersebut menandakan bahwa kenaikan temperatur perlakuan Pasca-

55 39 Hidrotermal tidak selalu menunjukkan hubungan linier terhadap pergeseran grafik absorbansi. Fenomena pembentukan aglomerat yang lebih sedikit pada sampel Pasca-Hidrotermal 150 C kemungkinan menyebabkan pergeseran grafik absorbansi ke arah red shift. Adanya korelasi dengan ukuran aglomerat sampel hasil sintesis menandakan adanya hubungan antara ukuran aglomerat dengan pergeseran grafik absorbansi. Semakin besar ukuran aglomerat, respon terhadap cahaya menandakan pergeseran ke arah blue shift. Sedangkan semakin kecil ukuran aglomerat, kecenderungan pergeseran grafik mengarah kepada red shift. Perbandingan dengan sampel P-25 Degussa menunjukkan bahwa sampel Pasca- Hidrotermal mempunyai respon terhadap cahaya tampak lebih bagus. Hal tersebut menandakan bahwa absrobsi sampel Pasca-Hidrotermal lebih bagus dibandingkan dengan P-25 Degussa. Dengan transformasi grafik absorbansi ke reflektansi, nilai energi celah pita dapat di estimasi menggunakan persamaan Kubelka-Munk. Gambar 4.10 Perbandingan energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal (A) 100ºC, (B) 120ºC, (C)150ºC dengan (D) P-25 Degussa Dari gambar 4.10 terlihat bahwa sampel Pasca-Hidrotermal 120 C mempunyai energi celah pita yang paling besar diantara kedua sampel hasil sintesis lainnya. Energi celah pita yang semakin besar menandakan kemampuan

56 40 eksitasi elektron pada sampel Pasca-Hidrotermal 120 C paling buruk diantara yang lainnya. Energi celah pita erat kaitannya dengan kristalinitas suatu material. Berdasarkan data ukuran kristalit pada gambar 4.5, sampel Pasca-Hidrotermal 150ºC mempunyai kristalinitas paling tinggi karena mempunyai ukuran diameter kristalit paling besar. Akan tetapi, perhitungan energi celah pita dengan metode Kubelka-Munk menunjukkan anomali dimana sampel Pasca-Hidrotermal 100ºC menunjukkan nilai energi celah pita yang sama dengan sampel Pasca-Hidrotermal 150ºC, yaitu sebesar 3,16 ev. Seharusnya dengan kristalinitas yang lebih rendah, sampel Pasca-Hidrotermal 100ºC mempunyai nilai energi celah pita yang paling tinggi diantara sampel lainnya. Kemungkinan penyebab turunnya energi celah pita pada sampel Pasca-Hidrotermal 100ºC disebabkan oleh pengotor kemungkinan bisa saja menimbulkan efek doping. Perbandingan dengan sampel P-25 Degussa pada gambar 4.10 menunjukkan bahwa sampel Pasca-Hidrotermal mempunyai nilai energi celah pita yang lebih tinggi. Nilai energi celah pita yang lebih kecil pada sampel Degussa disebabkan karena ukuran kristalit yang besar lebih besar sehingga kristalinitas P-25 lebih tinggi dibandingkan dengan sampel hasil sintesis. Selain itu, adanya fasa Rutile juga menyebabkan nilai energi celah pita P-25 lebih kecil karena fasa Rutile memiliki ukuran kristalit yang lebih besar sebagai akibat dari pembentukan pada temperatur lebih tinggi. Nilai-nilai energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal yang ditampilkan pada gambar 4.10 merupakan sebuah anomali. Nilai energi celah pita yang lebih rendah dibandingkan dari nilai energi celah pita bulk material, dalam hal ini TiO 2 murni, yaitu sebesar 3,20 ev. Berdasarkan persamaan Brus, nilai energi celah pita suatu nanomaterial akan selalu lebih besar dari bulk material dikarenakan Eg nanomaterial merupakan kalkulasi dari Eg bulk material ditambah suatu konstanta yang selalu memiliki nilai positif [37]. Maka dari itu, nilai energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal dan P-25 Degussa yang lebih rendah dari energi celah pita TiO 2 murni merupakan sebuah anomali yang kemungkinan disebabkan karena alat karakterisasi yang belum terkalibrasi.

57 Analisis Performa Sel DSSC Analisis performa DSSC dilakukan dengan mengukur tegangan sirkuit terbuka sel menggunakan lampu sinar dari proyektor OHP dengan daya 50 Watt. Karakterisasi dilakukan dengan mengukur pengujian terang dan gelap untuk melihat kelayakan sel DSSC. Pengukuran nilai tegangan sirkuit terbuka pada kondisi terang dilakukan dengan memberikan jarak 10 cm dari lampu OHP ke sel DSSC. Sedangkan pengukuran gelap dilakukan dengan tidak memberikan pencahayaan sama sekali pada sel DSSC. Gambar 4.11 menunjukkan perbandingan tegangan sirkuit terbuka yang dihasilkan oleh sampel hasil sintesis Pasca-Hidrotermal dan P-25 Degussa Gambar 4.11 Grafik perbandingan tegangan sirkuit terbuka sampel hasil sintesis Pascahidrotermal (A) 100ºC, (B) 120ºC, (C)150ºC dengan (D) P-25 Degussa Terlihat bahwa sampel hasil sintesis pada temperatur 120 C mempunyai nilai yang paling tinggi diantara sampel lainnya. Kecenderungan ini diakibatkan oleh energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal 120 C memiliki nilai paling rendah diantara sampel lainnya. Tren penurunan yang terjadi pada sampel Pasca- Hidrotermal 150 disebabkan karena kenaikan energi celah pita sampel yang lebih tinggi sehingga elektron relatif lebih sulit untuk terkesitasi. Kristalinitas berpengaruh terhadap tegangan sirkuit terbuka suatu material. Semakin kristalin suatu material, semakin mudah jalan elektron untuk mengalir.

58 42 Kenaikan temperatur Pasca-Hidrotermal yang diikuti dengan kenikan kristalinitas memberikan efek kenaikan tegangan sirkuit terbuka dari sampel Pasca- Hidrotermal. Anomali penurunan yang terjadi pada sampel Pasca-Hidrotermal 150 C kemungkinan terjadi disebabkan faktor lain yang berpengaruh seperti ketebalan deposit dan efek proses sintering. Selain dipengaruhi oleh kristalinitas dan energi celah pita, performa DSSC juga dipengaruhi oleh luas permukaan material semikonduktor dimana semakin luas permukaan material, semakin baik performa DSSC yang dihasilkan. Luas permukaan yang tinggi menyebabkan interaksi dengan dye semakin intens dan menyebabkan absorbsi foton juga meningkat. Semakin banyak foton yang terserap, semakin banyak elektron yang dihasilkan dan performa DSSC pun akan meningkat. Terlihat pada gambar 4.9 sampel Pasca-Hidrotermal 100 mempunyai nilai luas permukaan yang paling tinggi, yaitu sebesar 117,96 m 2 /gram. Tingginya luas permukaan sampel Pasca-Hidrotermal tidak diikuti dengan kristalinitas, sehingga menyebabkan nilai tegangan sirkuit terbuka sampel menjadi kecil. Sampel dengan luas permukaan lebih kecil tetapi memiliki kristalinitas tinggi terlihat mempunyai performa yang lebih baik. Sebagai contoh nilai luas permukaan sampel Pasca-Hidrotermal 150 C lebih kecil dibandingkan luas permukaan sampel Pasca-Hidrotermal 100 C, akan tetapi ukuran kristalit yang lebih tinggi menyebabkan nilai tegangan sirkuit terbuka yang dihasilkan sampel Pasca-Hidrotermal 150 C lebih besar dibandingkan dengan sampel Pasca- Hidrotermal 100 C. Dari gambar 4.11 terlihat bahwa performa DSSC yang menggunakan semikonduktor hasil sintesis Pasca-Hidrotermal menunjukkan performa yang lebih bagus dibandingkan dengan sampel P-25 Degussa. Hal ini menunjukkan bahwa sampel hasil sintesis layak digunakan sebagai semikonduktor untuk aplikasi DSSC. Nilai tegangan sirkuit terbuka yang dihasilkan oleh sampel Pasca- Hidrotermal merupakan sebuah anomali dimana terdapat perbedaan yang signifikan dibandingkan dengan P-25 Degussa. Luas permukaan P-25 Degussa yang relatif rendah menjadi alasan pertama yang menyebabkan interaksi dye dengan foton menjadi semakin sedikit. Alasan kedua yang paling mungkin adalah ketebalan deposit lapisan TiO 2 pada kaca konduktif. Semakin tebal lapisan TiO 2

59 43 pada kaca konduktif, semakin tinggi nilai tegangan sirkuit terbuka yang dihasilkan [35]. Perbedaan tersebut merupakan akibat dari deposisi dengan metode doctor blade yang tidak rata pada kaca konduktif. Pembuatan pasta yang sulit dari sampel hasil sintesis menyebabkan deposit TiO 2 dalam bentuk partikel-partikel halus semakin banyak sehingga menyebabkan ketebalan deposit semakin tinggi. Sedangkan proses sintering pasta TiO 2 pada temperatur 450 C merupakan kemungkinan ketiga yang menyebabkan nilai Voc sampel Pasca-Hidrotermal lebih tinggi dibandingkan dengan P-25 Degussa. Kemungkinan terjadi pertumbuhan butir kristal pada temperatur 450 C pada sampel Pasca-Hidrotermal disebabkan pada temperatur tersebut merupakan temperatur rekristalisasi dari fasa anatase. Sampel Pasca-Hidrotermal yang seluruhnya adalah anatase mengalami pertumbuhan kristal akibat adanya energi panas pada saat proses sintering, sedangkan P-25 Degussa karena memiliki fasa Rutile dan cenderung sudah stabil karena kristalinitas yang tinggi tidak mengalami pertumbuhan kristal yang signifikan. Perbandingan performa DSSC secara keseluruhan sampel hasil sintesis dengan sampel pembanding P-25 Degussa dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut Tabel 4.2 Tabel Pengukuran Tegangan Sirkuit Terbuka Sampel pada Kondisi Gelap dan Terang Material Gelap Terang (mv) (mv) Pasca-Hidrotermal Pasca-Hidrotermal Pasca-Hidrotermal P-25 Degussa Pada kondisi gelap atau sedikit cahaya, interaksi foton dengan dye akan berkurang drastis dan menyebabkan sel DSSC tidak menghasilkan energi Adanya nilai tegangan sirkuit terbuka yang dihasilkan pada kondisi gelap menunjukkan bahwa sampel hasil sintesis Pasca-Hidrotermal layak digunakan sebagai DSSC.

60 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian yang didasarkan pada data yang telah diperoleh selama penelitian berlangsung adalah sebagai berikut : 1. Prototipe sel DSSC berhasil dibuat menggunakan material semikonduktor hasil sintesis Pasca-Hidrotermal dan nanopartikel TiO 2 yang dihasilkan layak digunakan sebagai semikonduktor untuk sel DSSC 2. Pengaruh temperatur proses pasca-hidrotermal memberikan efek peningkatan kristalinitas pada sampel. Akan tetapi luas permukaan dan energi celah pita tidak menunjukkan tren penurunan. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya fenomena pembentukan aglomerat sehingga pembentukan partikel pada sampel 120ºC semakin banyak. 3. Berdasarkan data sifat nanostruktur TiO 2 hasil sintesis, pada temperatur 150ºC sampel Pasca-Hidrotermal menunjukkan nilai ukuran kristalit paling besar (10,55 nm), luas permukaan yang tinggi (95,28 m 2 /gram), dan ukuran partikel yang rendah (89,67 nm) sehingga nilai optimal proses Pasca- Hidrotermal dicapai pada titik tersebut. 4. Pengukuran tegangan sirkuit terbuka sampel menunjukkan kecenderungan nilai tertinggi didapat pada sampel Pasca-Hidrotermal 120 C sebesar 250 mv. Nilai yang jauh lebih besar daripada P-25 Degussa (31,4 mv) kemungkinan disebabkan karena luas permukaan P-25 Degussa (13,64 m 2 /gram) jauh lebih rendah dibandingkan dengan sampel hasil sintesis. Kemungkinan lain adalah ketebalan lapisan deposit TiO 2 sampel Pasca- Hidrotermal lebih tinggi daripada sampel P-25 Degussa dan efek pertumbuhan kristal yang berbeda pada proses sintering. 44

61 Saran Saran untuk penelitian selanjutnya di masa mendatang antara lain : 1. Untuk mengetahui efisiensi sel DSSC perlu dilakukan pengujian I-V Curve 2. Untuk mendapatkan luas permukaan yang lebih baik dan menghindari aglomerat yang terlalu banyak perlu dilakukan micro milling. 3. Perlu dilakukan karakterisasi ukuran partikel untuk melihat hubungan luas permukaan dengan ukuran partikel.

62 46 DAFTAR REFERENSI 1. BPPT. Pengembangan Energi dalam Mendukung Sektor Transportasi dan Industri Pengolahan Mineral. Jakarta: PTPSE BPPT (2013) 2. BPPT. Indonesia Outlook Energy. Jakarta : I. Rahardjo, I. Fitriana. Analisis Potensi Pembangkit Listrik Tenaga Surya di Indonesia. Strategi Penyediaan Listrik Nasional Dalam Rangka Mengantisipasi Pemanfaatan PLTU Batubara Skala Kecil, PLTN, dan Energi Terbarukan. BPPT (2012). 4. Y.Gao, L. Chu, M. Wu, L. Wang, W. Guo, T. Ma, J. Photochemistry and Photobiology A. Chemistry, 245 (2012) Lung-Chein Chen, Cheng-Chiang Chen, Bo-Shiang Tseng. Journal of Nanomaterials Vol Hardin, Brian E. The Renaissance of Dye-sensitized Solar Cells. Nature Photonics (2012) 7. M. Langlet, A. Kim, M. Audier, and J.M Herrmann, Sol-Gel Science and Technology 25, (2002) 8. M. A. Aegerter et al. Aerogels Handbook, advances in Sol-Gel Derived Materials and Technologies. Springer. (2011) 9. Lung-Chien Chen, Cheng-Chiang Chen, and Bo-Shiang Tseng. Improvement of Short-Circuit Current Density in Dye-Sensitized Solar Cells Using Sputtered Nanocolumnar TiO2 Compact Layer. Hindawi. (2010) 10. Kay, A., Gratzel, M., J. Solar Energy Materials & Solar Cells, 44: Zamrani R.A, Prajitno Gontjang.. Jurnal Sains dan Sains POMITS Vol.1 no. 2 (2013) X 12. Hashimoto K, Irie H, Fujishima A. TiO2 Photocatalysis : A Historical Overview and Future Prospects. Vol.44 No.12 (2005) pp Shuxi Dai, Yangiang Wu, Toshio Sakai, Zuliang Du, Hideki Sakai, and Masahiko Abe, Nanoscale Research Letter 5, (2010) 14. X. Chen, S. Mao, Chem. Rev., 107 (2007) centexbel.be (Gambar diakses tanggal 1 April 2014)

63 M. Schneider, A. Baiker, Catal. Today., 35 (1997) C. J. Brodsky, E. I. Ko, J. Mater. Chem, 4 (1994) Lii Chen, Jian Zhu, Yong-Mei Liu, Yong Cao, He-Xing Li, He-Yong He, Wei-Lin Dai, and Kang-Nian Fan, Journal of Molecular Catalys A: Chemical 225, (2006) 19. Jelena Sekulic-Kuzmanovic, Mesoporous And Microporous Titania Membranes, 2004, The Netherlands: Febodruk BV. 20. Bambang Priyono, Proses Pembuatan Aerogel Vanadia/Titania Pengaruh Parameter Sol-Gel pada Sifat Fisiknya, in Metallurgy Engineering1992, University of Indonesia - Carnegie Mellon University. 21. Akhmad Herman Yuwono, Donanta Dhaneswara, Alfian Ferdiansyah, and Arif Rahman, Material dan Energi Indonesia 1, (2011) 22. Dr. Franziska Emmerling, Precision Measurement of The Specific Surface Area of Solids by Gas Adsorption, p M. Birkholz. Thin Film Analysis by X-Ray Scattering. Iley-Vch erlag GmBH & Co. KGaA (2006) 24. Yuwono, Akhmad. Penggunaan Rumus Scherrer untuk Besar Kristalit Hasil Uji XRD. (2012) 25. Zysk AM, et. Al., Needle Based Reflection Refractometry of Scattering Samples Using Coherence Gated Detection, Optic Express USA. University of Illonis UAS. (2003) 26. Zulfia, Anne. Optical Microscope and Electron Microscope. Fakultas Teknik. (2013) 27. Georgescu, Dumitru. The Study of some TiO 2 Aerogles. Faculty of Physiscs, Babes-Bolyai University (2011) 28. Kuncoro, Pompidou. Studi Perbandingan Performa Sel Surya Tersensitasi Zat Pewarna Tebuat dari TiO 2 Hasil Sintesis Ilmenit Bangka dan TiO 2 Komersial P-25 Degussa. Fakultas Teknik (2011) 29. Lii Chen, Jian Zhu, Yong-Mei Liu, Yong Cao, He-Xing Li, He-Yong He, Wei-Lin Dai, and Kang-Nian Fan, Journal of Molecular Catalys A: Chemical 225, (2006) 30. Kustiningsih, Indar, dkk. Akreditasi LIPI 452/D/2010. (2010)

64 Anthony, J., Viswanathan, B., Indian Journal of Chemistry. 48A : (2009) 32. Natda Wetchakun, Burapat Incessungvorn, Khatcharin Wetchakun, and Sukon Phanichphant, Material Letters 82, ( Bambang Priyono, Proses Pembuatan Aerogel Vanadia/Titania Pengaruh Parameter Sol-Gel pada Sifat Fisiknya, in Metallurgy Engineering1992, University of Indonesia - Carnegie Mellon University. 34. Gonghu Li, et al,. Synergistic effect between anatase and rutile TiO 2 nanoparticles in dye-sensitized solar cells. (2009) 35. Baglio, V,. Girolamo, M., Antonucci, V., Arico, S., Int. J. electrochem Sci, 6 (2011)

65 49 LAMPIRAN Lampiran 1. Perhitungan Besar Ukuran Kristalit dan Energi Celah Pita Sampel 1. Perhitungan Besar Ukuran Kristalit Sampel Pasca-Hidrotermal Tabel L.1 Menunjukkan 5 puncak terkuat hasil karakterisasi XRD dari sampel Pasca-Hidrotermal Tabel L.1 Informasi 5 puncak terkuat sampel Pasca-Hidrotermal Peak 2θ (deg) FWHM (101) (200) (004) (211) (105) Menggunakan koreksi persamaan scherrer, untuk sampel Pasca-Hidrotermal 100 C perhitungan ukuran kristalit ditampilkan pada tabel berikut Tabel L.2 Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel Pasca-Hidrotermal 100 C Peak Br (rad) θ (deg) Cos θ Sin θ Br Cos θ (101) (200) (004) (211) (105) Dari tabel L.2 hasil yang didapatkan diplot pada gambar L.1

66 50 Gambar L.1 Plot Perhitungan Koreksi Scherrer Pasca-Hidrotermal 100 C Dari konstanta yang diperoleh melalui regresi linear maka didapatkan ukuran kristalit rata-rata (t) Jadi dengan menggunakan koreksi persamaan Scherrer, besar rata-rata ukuran kristalit sampel Pasca-Hidrotermal 100 C adalah 5,48 nm Dengan menggunakan metode perhitungan yang sama, estimasi besar ukuran kristalit pada sampe Pasca-Hidrotermal 120 C dan 150 C juga dihitung dan ditampilkan pada perhitungan berikut. Tabel L.2 Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel Pasca-Hidrotermal 100 C Peak Br (rad) θ (deg) Cos θ Sin θ Br Cos θ (101) (200) (004) (211) (105)

67 51 Dari tabel L.3 hasil yang didapatkan diplot pada gambar L.1 Gambar L.2 Plot Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel Pasca-Hidrotermal 200 C Dari konstanta yang diperoleh melalui regresi linear maka didapatkan ukuran kristalit rata-rata (t) Jadi dengan menggunakan koreksi persamaan Scherrer, besar rata-rata ukuran kristalit sampel Pasca-Hidrotermal 120 C adalah 8,85 nm Tabel L.4 Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel Pasca-Hidrotermal 100 C Peak Br (rad) θ (deg) Cos θ Sin θ Br Cos θ (101) (200) (004) (211)

68 52 (105) Dari tabel L.4 hasil yang didapatkan diplot pada gambar L.3 Gambar L.3 Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel Pasca-Hidrotermal 150 C Jadi dengan menggunakan koreksi persamaan Scherrer, besar rata-rata ukuran kristalit sampel Pasca-Hidrotermal 150 C adalah 10,55 nm 2. Perhitungan Besar Ukuran Kristalit Sampel P-25 Degussa Besar ukuran kristalit P-25 Degussa juga dihitung menggunakan koreksi persamaan Scherrer. Dengan menggunakan bantuan software Peakfit v 4.12 didapatkan nilai FWHM dan 2θ seperti terlihat pada tabel L.5 berikut. Tabel L.5 Informasi 5 puncak terkuat sampel P-25 Degussa fasa anatase Peak 2θ (Deg) FWHM (101) (200) (004)

69 53 (211) (105) Tabel L.6 Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel P25-Degussa Fasa Anatase Peak Br (rad) θ (deg) Cos θ Sin θ Br Cos θ (101) (200) (004) (211) (105) Dari tabel L.6 hasil yang didapatkan diplot pada gambar L.4 Gambar L.4 Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel P-25 Degussa Jadi dengan menggunakan koreksi persamaan Scherrer, besar rata-rata ukuran kristalit sampel P-25 Degussa fasa anatase adalah 17,37 nm.

70 54 Untuk menghitung besar ukuran kristalit fasa rutile, diambil dua titik puncak terkuat pada bidang (110) dan (101) Tabel L.7 Informasi 5 puncak terkuat sampel P-25 Degussa Peak 2θ (Deg) FWHM (110) (101) Tabel L.8 Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel P-25 Degussa Fasa Rutile Peak Br (rad) θ (deg) Cos θ Sin θ Br Cos θ (110) (101) Dari tabel L.6 hasil yang didapatkan diplot pada gambar L.5 Gambar L.4 Perhitungan Koreksi Scherrer Sampel P25-Degussa

71 55 Jadi dengan menggunakan koreksi persamaan Scherrer, besar rata-rata ukuran kristalit sampel P-25 Degussa fasa Rutile adalah 21,11 nm. 3. Perhitungan Energi Celah Pita Sampel Pasca-Hidrotermal Energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal dihitung menggunakan persamaan Kubelka-Munk dengan terlebih dahulu mentransformasikan grafik reflektanasi melalui hubungan panjang gelombang vs energi celah pita (Eg) Transformasi grafik reflektansi sampel Pasca-Hidrotermal 100 C menggunakan persamaan Kubelka-Munk dapat dilihat pada gambar L.4 berikut Gambar L.5 Transformasi Grafik Reflektansi Pasca-Hidrotermal 100 C dengan persamaan Kubelka-Munk Nilai energi celah pita diambil berdasarkan ekstrapolasi garis lurus yang akan memotong sumbu x seperti terlihat pada gambar L.5

72 56 Gambar L.6 Grafik Ekstrapolasi Sampel Pasca-Hidrotermal 100 C Jadi, nilai energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal 100 C adalah sebesar 3,16 ev. Nilai energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal 120 C dan 150 C juga didapatkan menggunakan persamaan Kubelka-Munk. Gambar L.6 menunjukkan transformasi grafik Pasca-Hidrotermal 120 C. Gambar L.7 Transformasi Grafik Reflektansi Pasca-Hidrotermal 100 C dengan persamaan Kubelka-Munk

73 57 Nilai energi celah pita diambil berdasarkan ekstrapolasi garis lurus yang akan memotong sumbu x seperti terlihat pada gambar L.6 Gambar L.8 Grafik Ekstrapolasi Sampel Pasca-Hidrotermal 120 C Jadi, nilai energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal 120 C adalah sebesar 3,18 ev.

74 58 Gambar L.9 Transformasi Grafik Reflektansi Pasca-Hidrotermal 150 C dengan persamaan Kubelka-Munk Nilai energi celah pita diambil berdasarkan ekstrapolasi garis lurus yang akan memotong sumbu x seperti terlihat pada gambar L.10 Gambar L.10 Grafik Ekstrapolasi Sampel Pasca-Hidrotermal 150 C Jadi, nilai energi celah pita sampel Pasca-Hidrotermal 150 C adalah sebesar 3,15 ev. 4. Perhitungan Energi Celah Pita Sampel P-25 Degussa

75 59 Gambar L.11 Transformasi Grafik Reflektansi P-25 Degussa dengan persamaan Kubelka-Munk Nilai energi celah pita diambil berdasarkan ekstrapolasi garis lurus yang akan memotong sumbu x seperti terlihat pada gambar L.6 Gambar L.12 Grafik Ekstrapolasi Sampel P25-Degussa Jadi, nilai energi celah pita sampel P-25 Degussa adalah sebesar 3,02 ev.

76 60 Lampiran 2. Data Karakterisasi Sampel 1. Data karakterisasi XRD Sampel Pasca-Hidrotermal

77 61

78 62

79 63

80 64

81 65

82 66

83 2. Data Karakterisasi XRD P-25 Degussa 67

84 68

85 69

86 3. Hasil Karakterisasi BET Sampel Pasca-Hidrotermal 70

87 71

88 72

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI

PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA PERFORMA SEL SURYA TERSENSITASI ZAT PEWARNA (DSSC) BERBASIS ZnO DENGAN VARIASI TINGKAT PENGISIAN DAN BESAR KRISTALIT TiO 2 SKRIPSI WULANDARI HANDINI 04 05 04 0716 FAKULTAS TEKNIK

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Henni Eka Wulandari Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan STUDI AWAL FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) MENGGUNAKAN EKSTRAKSI BUNGA SEPATU SEBAGAI DYE SENSITIZERS DENGAN VARIASI LAMA ABSORPSI

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 26 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Rencana Penelitian Penelitian mengenai DSSC ini secara umum dibagi dalam 3 tahap besar. Tahapan pertama adalah pembuatan kaca konduktif sebagai substrat semikonduktor

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahapan penelitian ini secara garis besar ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Preparasi sampel. Pembuatan pasta ZnO dan TiO2

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Tahapan penelitian ini secara garis besar ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Preparasi sampel. Pembuatan pasta ZnO dan TiO2 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 DIAGRAM ALIR PENELITIAN Tahapan penelitian ini secara garis besar ditunjukkan oleh Gambar 3.1. Preparasi sampel Pembuatan TCO Pembuatan pasta ZnO dan TiO2 Pembuatan elektrolit

Lebih terperinci

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC

STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC STUDI AWAL FABRIKASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN EKSTRAKSI DAUN BAYAM SEBAGAI DYE SENSITIZER DENGAN VARIASI JARAK SUMBER CAHAYA PADA DSSC Surabaya 27 Januari 2012 Perumusan Masalah B Latar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan 4.1 Sintesis Padatan TiO 2 Amorf Proses sintesis padatan TiO 2 amorf ini dimulai dengan melarutkan titanium isopropoksida (TTIP) ke dalam pelarut etanol. Pelarut etanol yang digunakan

Lebih terperinci

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si

Logo SEMINAR TUGAS AKHIR. Ana Thoyyibatun Nasukhah Pembimbing : Drs. Gontjang Prajitno, M.Si SEMINAR TUGAS AKHIR Add Your Company Slogan FABRIKASI DAN KARAKTERISASI DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) DENGAN MENGGUNAKAN EKTRAKSI DAGING BUAH NAGA MERAH (HYLOCEREUS POLYRHIZUS) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan eksperimental yang dilakukan di laboratorium Fisika Material, Jurusan pendidikan fisika. Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 29 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian Pada penelitian ini metode yang digunakan peneliti adalah metode eksperimen. Material yang digunakan berupa pasta TiO 2 produksi Solaronix, bubuk Dyesol

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI

SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI SINTESIS DAN KARAKTERISASI CORE-SHELL ZnO/TiO2 SEBAGAI MATERIAL FOTOANODA PADA DYE SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) SKRIPSI Oleh Yuda Anggi Pradista NIM 101810301025 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Energi cahaya matahari dapat dikonversi menjadi energi listrik melalui suatu sistem yang disebut sel surya. Peluang dalam memanfaatkan energi matahari masih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya

BAB I PENDAHULUAN. Listrik merupakan kebutuhan esensial yang sangat dominan kegunaannya λ Panjang Gelombang 21 ω Kecepatan Angular 22 ns Indeks Bias Kaca 33 n Indeks Bias Lapisan Tipis 33 d Ketebalan Lapisan Tipis 33 α Koofisien Absorpsi 36 Frekuensi Cahaya 35 υ BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL X-RAY DIFFRACTOMETER (XRD) Untuk menentukan besar kristalit dari unsur penyusun utama layer oksida DSSC maka dilakukan pengujian XRD. Pengujian dilakukan untuk material

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi,

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai negara berkembang yang kaya akan radiasi matahari yang tinggi, sudah seharusnya Indonesia memanfaatkannya sebagai energi listrik dengan menggunakan sel surya.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) 39 HASIL DAN PEMBAHASAN Struktur Karbon Hasil Karbonisasi Hidrotermal (HTC) Hasil karakterisasi dengan Difraksi Sinar-X (XRD) dilakukan untuk mengetahui jenis material yang dihasilkan disamping menentukan

Lebih terperinci

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL

2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL 3 2 PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM OXIDE (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SOL-GEL Pendahuluan Bahan semikonduktor titanium oxide (TiO 2 ) merupakan material yang banyak digunakan dalam berbagai

Lebih terperinci

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO

2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 2 SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOSTRUKTUR ZnO 3 Pendahuluan ZnO merupakan bahan semikonduktor tipe-n yang memiliki lebar pita energi 3,37 ev pada suhu ruang dan 3,34 ev pada temperatur rendah dengan nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Karena tidak akan ada kehidupan di permukaan bumi tanpa energi matahari maka sebenarnya pemanfaatan energi matahari sudah berusia setua kehidupan itu sendiri.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Katalis merupakan suatu zat yang sangat diperlukan dalam kehidupan. Katalis yang digunakan merupakan katalis heterogen. Katalis heterogen merupakan katalis yang dapat digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN

BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN 29 BAB 4 DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian XRD Hasil Pengeringan Pada pengujian XRD material TiO 2 hasil proses sol-gel hanya sampai proses pengeringan ini, akan dibandingkan pengaruh perbedaan molaritas

Lebih terperinci

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN BAB IV DATA DAN PEMBAHASAN 4.1 SINTESIS SBA-15 Salah satu tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan material mesopori silika SBA-15 melalui proses sol gel dan surfactant-templating. Tahapan-tahapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Memasuki abad 21, persediaan minyak dan gas bumi semakin menipis. Sementara kebutuhan akan energi semakin meningkat, terutama dirasakan pada negara industri. Kebuthan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen secara kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian ini menjelaskan proses degradasi fotokatalis

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Hasil XRD dan Ukuran Kristalit TiO 2 Pola difraksi sinar-x dari ZnO, TiO 2 yang dihasilkan dari pengeringan produk proses hidrolisis Ti-iP, dan TiO 2 yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 25 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen. Penelitian ini dilakukan di laboratorium Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, laboratorium Mikrobiologi, Jurusan

Lebih terperinci

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS

STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS STRUKTUR KRISTAL DAN MORFOLOGI TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) POWDER SEBAGAI MATERIAL FOTOKATALIS SKRIPSI Oleh : Ahsanal Holikin NIM 041810201063 JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi saat ini yang melanda dunia masih dapat dirasakan terutama di Indonesia. Pada tahun 2000 hingga tahun 2004 konsumsi energi primer Indonesia meningkat

Lebih terperinci

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA

commit to user BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Dye-Sensitized Solar Cells (DSSC) Perkembangan sel surya atau photovoltaic menjadi penelitian yang dikembangkan pemanfaatannya sebagai salah satu penghasil energi. Salah satu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. cahaya matahari.fenol bersifat asam, keasaman fenol ini disebabkan adanya pengaruh BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Fenol merupakan senyawa organik yang mengandung gugus hidroksil (OH) yang terikat pada atom karbon pada cincin benzene dan merupakan senyawa yang bersifat toksik, sumber pencemaran

Lebih terperinci

Bab II Tinjauan Pustaka

Bab II Tinjauan Pustaka Bab II Tinjauan Pustaka 2.1 Produksi H 2 Sampai saat ini, bahan bakar minyak masih menjadi sumber energi yang utama. Karena kelangkaan serta harganya yang mahal, saat ini orang-orang berlomba untuk mencari

Lebih terperinci

DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT

DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT DYE - SENSITIZED SOLAR CELLS (DSSC) MENGGUNAKAN PEWARNA ALAMI DARI EKSTRAK KOL MERAH DAN COUNTER ELECTRODE BERBASIS KOMPOSIT TiO2-GRAFIT SKRIPSI Oleh Wawan Badrianto NIM 101810301039 JURUSAN KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketersediaan energi matahari di muka bumi sangat besar yakni mencapai 3x10 24 J/tahun atau sekitar 10.000 kali lebih banyak dari energi yang dibutuhkan makhluk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa

BAB I PENDAHULUAN. Sebagian besar sumber energi yang dieksploitasi di Indonesia berasal dari energi fosil berupa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis energi merupakan masalah terbesar pada abad ini. Hal ini dikarenakan pesatnya pertumbuhan ekonomi dunia sehingga kebutuhan manusia akan sumber energi pun meningkat.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 HASIL PENGUJIAN X-RAY DIFFRACTION (XRD) Pengujian struktur kristal SBA-15 dilakukan dengan menggunakan X-Ray Diffraction dan hasil yang di dapat dari pengujian

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN KLORIDA (HCl) DAN TEMPERATUR PERLAKUAN HIDROTERMAL TERHADAP KRISTALINITAS MATERIAL MESOPORI SILIKA SBA-15 SKRIPSI

PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN KLORIDA (HCl) DAN TEMPERATUR PERLAKUAN HIDROTERMAL TERHADAP KRISTALINITAS MATERIAL MESOPORI SILIKA SBA-15 SKRIPSI PENGARUH KONSENTRASI HIDROGEN KLORIDA (HCl) DAN TEMPERATUR PERLAKUAN HIDROTERMAL TERHADAP KRISTALINITAS MATERIAL MESOPORI SILIKA SBA-15 SKRIPSI Oleh M. HILMY ALFARUQI 04 04 04 04 7X DEPARTEMEN TEKNIK METALURGI

Lebih terperinci

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi

Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi Sintesis Nanopartikel ZnO dengan Metode Kopresipitasi NURUL ROSYIDAH Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Pendahuluan Kesimpulan Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

3 Metodologi penelitian

3 Metodologi penelitian 3 Metodologi penelitian 3.1 Peralatan dan Bahan Peralatan yang digunakan pada penelitian ini mencakup peralatan gelas standar laboratorium kimia, peralatan isolasi pati, peralatan polimerisasi, dan peralatan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil dan pembahasan dalam penelitian ini diulas dalam tiga subbab. Karakterisasi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari 3 macam, yaitu SEM-EDS, XRD dan DRS. Karakterisasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 21 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2010 - Juni 2011 di Laboratorium Biofisika dan Laboratorium Fisika Lanjut, Departemen Fisika IPB.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. karakterisasi luas permukaan fotokatalis menggunakan SAA (Surface Area BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas mengenai preparasi ZnO/C dan uji aktivitasnya sebagai fotokatalis untuk mendegradasi senyawa organik dalam limbah, yaitu fenol. Penelitian ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. A. Metode Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimental laboratorium. Secara umum penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahapan: 1. Tahapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ketersediaan sumber energi merupakan masalah yang harus segera diselesaikan oleh masing-masing negara termasuk Indonesia. Untuk itu perlu dikembangkan suatu teknologi

Lebih terperinci

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA

F- 1. PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA PENGARUH PENYISIPAN LOGAM Fe PADA LAPISAN TiO 2 TERHADAP PERFORMANSI SEL SURYA BERBASIS TITANIA Rita Prasetyowati, Sahrul Saehana, Mikrajuddin Abdullah (a), dan Khairurrijal Kelompok Keahlian Fisika Material

Lebih terperinci

BAB 4 DATA DAN ANALISIS

BAB 4 DATA DAN ANALISIS BAB 4 DATA DAN ANALISIS 4.1. Kondisi Sampel TiO 2 Sampel TiO 2 disintesa dengan memvariasikan jenis pelarut, block copolymer, temperatur kalsinasi, dan kelembaban relatif saat proses aging. Kondisi sintesisnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Mulai. Persiapan alat dan bahan. Meshing AAS. Kalsinasi + AAS. Pembuatan spesimen BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian berikut: Pada penelitian ini langkah-langkah pengujian mengacu pada diagram alir Mulai Persiapan alat dan bahan Meshing 100 + AAS Kalsinasi + AAS

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Kimia Anorganik-Fisik Universitas Lampung. Analisis XRD di Universitas Islam Negeri Jakarta Syarif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam

I. PENDAHULUAN. Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanopartikel saat ini menjadi perhatian para peneliti untuk pengembangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. Bahan material dalam skala nano yang dapat meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Krisis energi yang dialami hampir oleh seluruh negara di dunia menyebabkan beberapa perubahan yang signifikan pada berbagai aspek kehidupan masyarakat. Energi

Lebih terperinci

BAB III DASAR TEORI. elektron valensi memiliki tingkat energi yang disebut energi valensi.

BAB III DASAR TEORI. elektron valensi memiliki tingkat energi yang disebut energi valensi. BAB III DASAR TEORI 3.1 Semikonduktor Semikonduktor adalah bahan yang mempunyai energi celah (Eg) antara 2-3,9 elektron volt. Bahan dengan energi celah diatas kisaran energi celah semikonduktor adalah

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian Bab III Metodologi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia FMIPA ITB sejak September 2007 sampai Juni 2008. III.1 Alat dan Bahan Peralatan

Lebih terperinci

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL

4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 4 FABRIKASI DAN KARAKTERISASI SEL SURYA HIBRID ZnO-KLOROFIL 21 Pendahuluan Sel surya hibrid merupakan suatu bentuk sel surya yang memadukan antara semikonduktor anorganik dan organik. Dimana dalam bentuk

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA STUDI PENGARUH PENAMBAHAN KARBON PADA PROSES REDUKSI LANGSUNG BATU BESI SKRIPSI KOMARUDIN 0405040414 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL DEPOK DESEMBER 2008 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan yaitu eksperimen. Pembuatan serbuk CSZ menggunakan cara sol gel. Pembuatan pelet dilakukan dengan cara kompaksi dan penyinteran dari serbuk calcia-stabilized

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metoda eksperimen. Penelitian dilakukan dengan beberapa tahapan yang digambarkan dalam diagram alir

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan

HASIL DAN PEMBAHASAN. didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 20%, 30%, 40%, dan 50%. Kemudian larutan yang dihasilkan diendapkan 6 didalamnya dilakukan karakterisasi XRD. 3.3.3 Sintesis Kalsium Fosfat Sintesis kalsium fosfat dalam penelitian ini menggunakan metode sol gel. Senyawa kalsium fosfat diperoleh dengan mencampurkan serbuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Titanium dioksida (TiO 2 ) sejak beberapa tahun terakhir banyak digunakan dalam berbagai bidang anatas anatara lain sebagai pigmen, bakterisida, pasta gigi,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN BaTiO 3 merupakan senyawa oksida keramik yang dapat disintesis dari senyawaan titanium (IV) dan barium (II). Proses sintesis ini dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti suhu, tekanan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN

BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN BAB IV HASIL dan PEMBAHASAN 4.1 Sintesis Padatan ZnO dan CuO/ZnO Pada penelitian ini telah disintesis padatan ZnO dan padatan ZnO yang di-doped dengan logam Cu. Doping dengan logam Cu diharapkan mampu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fotokatalis telah mendapat banyak perhatian selama tiga dekade terakhir sebagai solusi yang menjanjikan baik untuk mengatasi masalah energi maupun lingkungan. Sejak

Lebih terperinci

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING

VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING VARIASI KECEPATAN PUTAR DAN WAKTU PEMUTARAN SPIN COATING DALAM PELAPISAN TiO 2 UNTUK PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI PROTOTIPE DSSC DENGAN EKSTRAKSI KULIT BUAH MANGGIS (Garciniamangostana L.) SEBAGAI DYE SENSITIZER

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 11. Rangkaian pengukuran karakterisasi I-V. 10 larutan elektrolit yang homogen. Pada larutan yang telah homogen dengan laju stirring yang sama ditambahkan larutan elektrolit KI+I 2 sebanyak 10 ml dengan konsentrasi 0.3 M tanpa annealing. Setelah

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Alat - Panci tahan panas Cosmo - Cawan porselen - Oven Gallenkamp - Tanur Thermolyne - Hotplate stirrer Thermo Scientific - Magnetic bar - Tabung reaksi - Gelas ukur Pyrex

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan TiO 2 sebagai fotokatalis diperkenalkan pertama kali oleh Fujishima dan Honda tahun 1972 mengenai pemecahan air menjadi oksigen dan hidrogen secara fotoelektrokimia

Lebih terperinci

BAB II DASAR TEORI 2.1 PHOTOVOLTAIC Efek Photovoltaic

BAB II DASAR TEORI 2.1 PHOTOVOLTAIC Efek Photovoltaic BAB II DASAR TEORI 2.1 PHOTOVOLTAIC 2.1.1 Efek Photovoltaic Photovoltaic (PV) adalah suatu sistem atau cara langsung (direct) untuk mentransfer radiasi matahari atau energi cahaya menjadi energi listrik.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih 20 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan penelitian ini maka dipilih metode eksperimen. 3.2 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sel surya merupakan suatu piranti elektronik yang mampu mengkonversi energi cahaya (foton) menjadi energi listrik tanpa proses yang menyebabkan dampak buruk terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 17 BAB III METODE PENELITIAN Dalam bab ini akan dibahas diagram alir proses penelitian, peralatan dan bahan yang digunakan, variabel penelitian dan prosedur penelitian. Penelitian dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. sol-gel, dan mempelajari aktivitas katalitik Fe 3 O 4 untuk reaksi konversi gas IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengantar Penelitian ini pada intinya dilakukan dengan dua tujuan utama, yakni mempelajari pembuatan katalis Fe 3 O 4 dari substrat Fe 2 O 3 dengan metode solgel, dan mempelajari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mariya Al Qibriya, 2013

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Mariya Al Qibriya, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi dan industri yang pesat akan mendorong peningkatan kebutuhan energi. Konsumsi energi manusia di dunia mencapai sekitar 88% bahan bakar fosil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan nanoteknologi terus dilakukan oleh para peneliti dari dunia akademik maupun dari dunia industri. Para peneliti seolah berlomba untuk mewujudkan karya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Pengaruh tingkat kekristalan..., Arif Rahman, FT UI, 2009

BAB 1 PENDAHULUAN UNIVERSITAS INDONESIA. Pengaruh tingkat kekristalan..., Arif Rahman, FT UI, 2009 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang/Permasalahan Dewasa ini, sumber energi yang banyak digunakan adalah energi dari bahan bakar fosil batu bara, serta minyak dan gas bumi. Dari energi sebesar 13 terawatt

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al,

BAB I PENDAHULUAN. perindustrian minyak, pekerjaan teknisi, dan proses pelepasan cat (Alemany et al, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fenol merupakan senyawa organik yang dapat mengganggu kesehatan manusia dan lingkungan hidup. Fenol merupakan salah satu senyawa organik yang bersifat karsinogenik,

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SONOKIMIA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SONOKIMIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI NANOPARTIKEL TITANIUM DIOKSIDA (TiO 2 ) MENGGUNAKAN METODE SONOKIMIA Astuti * dan Sulastriya Ningsi Laboratrium Fisika Material, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal

BAB 3 METODE PENELITIAN. Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Indicator Universal BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat Neraca Digital AS 220/C/2 Radwag Furnace Control Fisher Indicator Universal Hotplate Stirrer Thermilyte Difraktometer Sinar-X Rigaku 600 Miniflex Peralatan Gelas Pyrex

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009).

BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Metode Penelitian Pembuatan zeolit dari abu terbang batu bara (Musyoka et a l 2009). BAHAN DAN METODE Alat dan Bahan Pada penelitian ini alat yang digunakan adalah timbangan analitik dengan ketelitian 0,1 mg, shaker, termometer, spektrofotometer serapan atom (FAAS GBC), Oven Memmert, X-Ray

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DATA & PEMBAHASAN Variasi kecepatan stiring 800 rpm, variasi temperatur sintering 700, 800, 900 C Variasi temperatur 700 C = struktur kristal tetragonal, fase nya anatase, no PDF 01-086-1156,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nanoteknologi adalah ilmu yang mempelajari, menciptakan dan merekayasa material berskala nanometer dimana terjadi sifat baru. Kata nanoteknologi berasal dari

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini akan dibahas tentang sintesis katalis Pt/Zr-MMT dan uji aktivitas katalis Pt/Zr-MMT serta aplikasinya sebagai katalis dalam konversi sitronelal menjadi mentol

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012

III. METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 26 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan selama tiga bulan, yaitu pada bulan September 2012 sampai Desember 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING

PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING PENGARUH VARIASI MILLING TIME dan TEMPERATUR KALSINASI pada MEKANISME DOPING 5%wt AL NANOMATERIAL TiO 2 HASIL PROSES MECHANICAL MILLING I Dewa Gede Panca Suwirta 2710100004 Dosen Pembimbing Hariyati Purwaningsih,

Lebih terperinci

3 Percobaan. Peralatan yang digunakan untuk sintesis, karakterisasi, dan uji aktivitas katalis beserta spesifikasinya ditampilkan pada Tabel 3.1.

3 Percobaan. Peralatan yang digunakan untuk sintesis, karakterisasi, dan uji aktivitas katalis beserta spesifikasinya ditampilkan pada Tabel 3.1. 3 Percobaan 3.1 Peralatan Peralatan yang digunakan untuk sintesis, karakterisasi, dan uji aktivitas katalis beserta spesifikasinya ditampilkan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Daftar peralatan untuk sintesis,

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 28 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Tahap Penelitian Penelitian ini terbagi dalam empat tahapan kerja, yaitu : Tahapan kerja pertama adalah persiapan bahan dasar pembuatan film tipis ZnO yang terdiri

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS DAN KARAKTERISASI KATALIS NANOKOMPOSIT BERBASIS TITANIA UNTUK PRODUKSI HIDROGEN DARI GLISEROL DAN AIR TESIS AGUS SALIM AFROZI 0906578831 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM MAGISTER

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan

I. PENDAHULUAN. Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nanoteknologi merupakan teknologi masa depan, tanpa kita sadari dengan nanoteknologi tersebut berbagai aspek persoalan dapat kita selesaikan (Anonim A, 2012). Pengembangan

Lebih terperinci

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT

I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT I. KEASAMAN ION LOGAM TERHIDRAT Tujuan Berdasarkan metode ph-metri akan ditunjukkan bahwa ion metalik terhidrat memiliki perilaku seperti suatu mono asam dengan konstanta keasaman yang tergantung pada

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa,

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium. Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga Mei 2012 di Laboratorium Fisika Material, Laboratorium Kimia Bio Massa, Laboratorium Kimia Instrumentasi

Lebih terperinci

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.2, (2013) X 1

JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.2, (2013) X 1 JURNAL SAINS DAN SENI POMITS Vol. 1, No.2, (2013) 2301-928X 1 Pembuatan Dan Karakterisasi Prototipe Dye Sensitized Solar Cell (DSSC) Menggunakan Ekstraksi Kulit Buah Manggis Sebagai Dye Sensitizer Dengan

Lebih terperinci

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan

III. PROSEDUR PERCOBAAN. XRD dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi, Bandung dan 29 III. PROSEDUR PERCOBAAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus 2012 sampai dengan Desember 2012, di Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Lampung. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI

BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI BAB III EKSPERIMEN & KARAKTERISASI Pada bab ini dibahas penumbuhan AlGaN tanpa doping menggunakan reaktor PA- MOCVD. Lapisan AlGaN ditumbuhkan dengan variasi laju alir gas reaktan, hasil penumbuhan dikarakterisasi

Lebih terperinci

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI KLOROFIL TERHADAP DAYA KELUARAN DYE-SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC)

PENGARUH VARIASI KONSENTRASI KLOROFIL TERHADAP DAYA KELUARAN DYE-SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) PENGARUH VARIASI KONSENTRASI KLOROFIL TERHADAP DAYA KELUARAN DYE-SENSITIZED SOLAR CELL (DSSC) Dody Fanditya Rakhman, Sholeh Hadi Pramono dan Eka Maulana. Abstrak Dye-Sensitized Solar cell (DSSC) merupakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di

BAB III METODE PENELITIAN. Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian yang dilakukan adalah metode eksperimen yang dilakukan di lab. Fisika Material, Jurusan Pendidikan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. SINTESIS NANOTUBE TiO 2 MENGGUNAKAN PROSES HYDROTHERMAL UNTUK PENYISIHAN ZAT WARNA METHYL ORANGE TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA. SINTESIS NANOTUBE TiO 2 MENGGUNAKAN PROSES HYDROTHERMAL UNTUK PENYISIHAN ZAT WARNA METHYL ORANGE TESIS UNIVERSITAS INDONESIA SINTESIS NANOTUBE TiO 2 MENGGUNAKAN PROSES HYDROTHERMAL UNTUK PENYISIHAN ZAT WARNA METHYL ORANGE TESIS LATIFA HANUM LALASARI NPM. 0706174045 FAKULTAS TEKNIK PROGRAM MAGISTER TEKNIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Telah banyak dibangun industri untuk memenuhi kebutuhan manusia. Berkembangnya industri tentu dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, tetapi juga menimbulkan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode penelitian ini dilakukan dengan metode experimental di beberapa laboratorium dimana data-data yang di peroleh merupakan proses serangkaian percobaan

Lebih terperinci

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH

SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH SEL SURYA FOTOELEKTROKIMIA DENGAN MENGGUNAKAN NANOPARTIKEL PLATINUM SEBAGAI ELEKTRODA COUNTER GROWTH Iwantono *), Erman Taer, Rika Taslim dan Lutfi Rindang Lestari Jurusan Fisika FMIPA Universitas Riau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sintesa Katalis Dalam penelitian ini, katalis disintesis menggunakan metode impregnasi kering. Metode ini dipilih karena metode impregnasi merupakan metode sintesis yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi semakin berkembang seiring dengan berkembangnya kehidupan manusia. Sehingga para peneliti terus berupaya untuk mengembangkan sumber-sumber energi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas

BAB III METODE PENELITIAN. Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia Fisik dan Kimia Anorganik, Departemen Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Airlangga,

Lebih terperinci