IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTIWAKTU DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER SEKTOR CERENTI GALIH CITRA YOGYANTI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTIWAKTU DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER SEKTOR CERENTI GALIH CITRA YOGYANTI"

Transkripsi

1 IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTIWAKTU DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER SEKTOR CERENTI GALIH CITRA YOGYANTI DEPARTEMEN MANAJAMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

2

3 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu di PT. Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Cerenti adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2015 Galih Citra Yogyanti NIM E

4 ABSTRAK GALIH CITRA YOGYANTI. Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu di PT. Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Cerenti. Dibimbing oleh Dr Ir Muhammad Buce Saleh MS. Teknik sistem informasi geografis (SIG) menggunakan citra satelit Landsat merupakan salah satu cara untuk mengetahui informasi yang akurat tentang perubahan tutupan kelas hutan dalam upaya monitoring yang cepat dan efisien. Penelitian ini dilaksanakan di Sektor Cerenti, PT RAPP, Provinsi Riau. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan informasi laju perubahan tutupan kelas hutan berdasarkan pengelolaan yang dilakukan HTI menggunakan citra beresolusi sedang di Sektor Cerenti periode tahun Hasil klasifikasi tutupan lahan secara visual di Sektor Cerenti terdiri dari hutan tanaman muda, hutan tanaman sedang, hutan tanaman tua, hutan alam, lahan kosong dan kebun sawit. Data frekuensi ulang yang pendek bertujuan untuk memantau perubahan cepat pada perubahan tutupan lahan akibat pengelolaan. Perubahan kelas tutupan lahan berdasarkan umur terjadi karena adanya kegiatan penebangan dan permudaan kembali yang rutin dilakukan di Sektor Cerenti. Sedangkan data dengan frekuensi ulang jangka panjang bertujuan untuk melihat laju perubahan hutan alam ke hutan tanaman. Penurunan luas hutan alam yang terjadi selama 18 tahun sebesar ha. Dapat dikatakan bahwa penurunan luas hutan alam rata-rata antara periode tahun 1996 sampai 2014 sebesar ha/tahun. Kata kunci: klasifikasi visual, perubahan tutupan lahan, SIG ABSTRACT GALIH CITRA YOGYANTI. Land Cover Change Identification Using Multitemporal Landsat in PT. Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Cerenti. Supervised by Dr Ir Muhammad Buce Saleh MS. Geographic information system (GIS) with Landsat satellite is a method to to find out accurate information on forest cover change for fast and efficient monitoring. This research was conducted in Sektor Cerenti, PT RAPP, Provinsi Riau. The purpose of this research are to get the results of land cover classification changes using Landsat in Sector Cerenti within the period of The result of land cover classification trough visual classification of the study area is able to distinguish in early plantation forest, middle plantation forest, old plantation forest, natural forest, open land and oil palm. Data on the short frequency aims to monitor the rapid changes in land cover changes as a result of the management. Changes in land cover classes based on age occurs due to logging and regrowth are routinely performed in Sector Cerenti. While data on the long-term frequency aims to see the rate of change of natural forests to plantations forest. The natural forest area was decrease hectares during the 18 years. It means that the average of natural forest area decreasing between 1996 to 2014 period amounted to hectares / year. Keywords: visual classification, land cover change, GIS

5 IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT MULTIWAKTU DI PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER SEKTOR CERENTI GALIH CITRA YOGYANTI Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Departemen Manajemen Hutan DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

6 Judul Skripsi : Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu di PT. Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Cerenti. Nama : Galih citra Yogyanti NIM : E Disetujui oleh Dr Ir Muhammad Buce Saleh MS Pembimbing Diketahui oleh Dr Ir Ahmad Budiaman MSc F Trop Ketua Departemen Tanggal Lulus:

7 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta ala atas segala karunia-nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2015 ini ialah perubahan tutupan lahan, dengan judul Identifikasi Perubahan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat Multiwaktu di PT. Riau Andalan Pulp and Paper Sektor Cerenti. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Muhammad Buce Saleh MS selaku dosen pembimbing, keluarga besar Laboratorium GIS dan Remote Sensing Departemen Manajemen Hutan yang selama ini telah membantu dalam pengolahan data. Rekan-rekan UKF IPB, keluarga besar Manajemen Hutan 48, teman-teman hidrologi yang memberikan motivasi dan dukungan. Selain itu, penghargaan penulis sampaikan kepada direksi beserta seluruh staf dan karyawan PT. Riau Andalan Pulp and Paper, khususnya kepada Bapak Rudiyanto selaku Manager Sektor Cerenti, Bapak Renda sinaga selaku Askep Perencanaan Hutan, Bapak Fajar Dwi Sulistyanto selaku pembimbing lapang dan teman - teman satu bimbingan yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Kakak dan seluruh Keluarga, serta chws atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, September 2015 Galih Citra Yogyanti

8 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vi DAFTAR LAMPIRAN vi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2 METODE 3 Waktu dan Lokasi Penelitian 3 Bahan 3 Alat 4 Prosedur Analisis Data 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Keadaan Umum Lokasi 8 Identifikasi Objek di Lapangan 9 Analisis Separabilitas 10 Perhitungan Uji Akurasi Hasil Klasifikasi 11 Klasifikasi Tutupan Lahan pada Citra Landsat Multiwaktu 13 Analisis Perubahan Tutupan Lahan 17 SIMPULAN DAN SARAN 20 Simpulan 20 Saran 20 DAFTAR PUSTAKA 20 LAMPIRAN 22 RIWAYAT HIDUP 41

9 DAFTAR TABEL 1. Karakteristik band citra Landsat Matriks kesalahan (confusion matrix) 7 3. Kelas kelerengan Sektor Cerenti 8 4. Fungsi Hutan di areal kerja PT. Riau Andalan Pulp and Paper berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan (SK.180/Menhut- II/2013 pada tanggal 21 Maret 2013) 9 5. Perhitungan uji akurasi klasifikasi Luas tutupan lahan periode Perubahan tutupan lahan dari tahun 1996 hingga tahun Perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 hingga tahun Perubahan tutupan lahan dari tahun 2013 hingga tahun DAFTAR GAMBAR 1. Peta sebaran titik lokasi penelitian di Sektor Cerenti 3 2. Susunan hierarki unsur interpretasi citra (Estes et al. 1983) Peta tutupan lahan Sektor Cerenti tahun Peta tutupan lahan Sektor Cerenti tahun Peta tutupan lahan Sektor Cerenti tahun Peta tutupan lahan Sektor Cerenti tahun Laju perubahan hutan alam ke HTI 18 DAFTAR LAMPIRAN 1. Sembilan belas jenis tutupan lahan hasil pengamatan lapangan Hasil Sparabilitas 22 kelas tutupan lahan Hasil Sparabilitas 12 kelas tutupan lahan Hasil Sparabilitas 6 kelas tutupan lahan Proses re-group kelas tutupan lahan Peta perubahan lahan tahun Peta perubahan lahan tahun Peta perubahan lahan tahun

10

11 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan salah satu penentu sistem penyangga kehidupan dan sumber kemakmuran rakyat, yang berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan serta lingkungan biotik maupun abiotik lainnya yang tidak dapat dipisahkan. Namun, saat ini keadaan hutan cenderung menurun kondisinya, oleh karena itu keberadaannya harus dipertahankan secara optimal dan dijaga daya dukungnya secara lestari. Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya hutan terdapat beberapa stakeholder yang terlibat, baik masyarakat, pemerintah, LSM maupun swasta. Status pemanfaatan kawasan hutan produksi sampai dengan akhir 2010 melalui pemberian izin adalah sebesar ha. Luas pemanfaatan ini terdiri dari IUPHHK-HA seluas ha (301 unit), IUPHHK-RE seluas ha (3 unit), IUPHHK-HT seluas ha (237 unit) Hutan Kemasyarakatan dan Hutan Desa seluas ha, pencadangan areal untuk izin HTR seluas ha, dan IUPHH-BK seluas ha (1 unit). Dengan mengacu dari data tersebut kawasan hutan produksi seluas ± 59 juta ha, maka masih terdapat kurang lebih 24.2 juta ha belum termanfaatkan dengan kondisi tidak seluruhnya berupa hutan alam dan bebas konflik (Kemenhut 2011). Dalam kepentingan pengelolaan hutan, dan pemanfaatan hutan telah ada sejak tahun 2007 berbagai perusahaan swasta yang diberi izin melakukan pemanfaatan hasil hutan, berkaitan pemanfaatan tersebut pemerintah melalui Peraturan Menteri Kehutanan No: P.19/Menhut II/2007 mengatur mengenai pemberian izin Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu kepada pihak swasta pada hutan tanaman industri dalam hutan tanaman pada hutan produksi. Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu pada Hutan Tanaman Industri dalam Hutan Tanaman pada Hutan Produksi yang selanjutnya disingkat IUPHHK-HTI adalah izin usaha untuk membangun hutan tanaman pada hutan produksi yang dibangun oleh kelompok industri untuk meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dalam rangka memenuhi kebutuhan bahan baku industri. Perkembangan hutan tanaman di sektor industri pulp dan kertas dari tahun ke tahun dapat dikatakan konstan kecuali pada periode Pada periode ini target devisa yang diharapkan tidak tercapai karena adanya masalah hukum dalam pembangunan hutan tanaman pada periode desentralisasi ( ). Disadari bahwa dengan adanya keunggulan komparatif dan kompetitif yang tinggi, pembangunan hutan tanaman industri dapat menjadi tumpuan devisa negara untuk memenuhi berbagai macam kebutuhan industri kayu. Namun faktanya Data Kementrian Kehutanan mencatat sampai dengan akhir tahun 2010 luas hutan tanaman baru mencapai ± 4.3 juta ha dari izin yang telah terbit seluas ± 9.8 juta ha. Praktek silvikultur sangat menentukan produktivitas hutan tanaman. Penyiapan lahan yang banyak merusak lapisan permukaan tanah dan serasah memberikan kontribusi yang sangat signifikan pada produktivitas hutan tanaman yang rendah. PT Riau Andalan Pulp and Paper (PT. RAPP) merupakan sebuah perusahaan atau industri yang bergerak dalam bidang produksi bahan pembuat kertas dan pengolahan kertas yang berdiri pada awal tahun 1992 yang berlokasi di Desa Pangkalan Kerinci, Pekanbaru, Provinsi Riau. PT RAPP setiap tahun menanam lebih dari ha

12 2 dengan berbagai macam jenis tanaman monokultur yang dikembangkan seperti Acasia mangium, Acasia crassicarpa dan Eucalyptus pellita. Seiring perkembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia semakin meningkat, HTI tidak hanya dapat memberikan keuntungan ekonomis namun dapat pula memberikan keuntungan ekologis untuk lingkungan sekitar. Kegiatan pengelolaan hutan menyebabkan perubahan pada kondisi hutan PT. RAPP dari tahun ke tahun. Kegiatan tersebut meliputi pemanenan, pembukaan wilayah hutan dan lain sebagainya, namun PT. RAPP berupaya tetap menjaga keberadaan hutan dengan menjalankan program pembibitan serta penanaman. Adanya kegiatan pengelolaan hutan sehingga diperlukan informasi yang akurat dan terkini tentang perubahan tutupan kelas hutan di PT. RAPP untuk upaya monitoring yang cepat dan efisien. Upaya ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni dalam memperoleh informasi mengenai objek, area, atau fenomena melalui analisis yang diperoleh dengan alat tanpa kontak langsung (Lillesand et al. 1990). Penginderaan jauh dan Sistem Informasi Geografis memiliki keunggulan dalam memberikan informasi yang lengkap, efisien dan relatif akurat sehingga dapat mempermudah kegiatan pengambilan data lapangan dengan biaya yang relatif murah. Menurut Lillesand et al. (1990) aspek temporal alamiah penting untuk interpretasi foto karena faktor pertumbuhan vegetasi dan kelembaban tanah bervariasi selama setahunnya, untuk identifikasi tanaman, hasil yang lebih positif dapat diperoleh apabila menggunakan foto udara pada berberapa kali pemotretan selama siklus pertumbuhannya. Penggunaan citra multiwaktu yang dimanfaatkan dan dikombinasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat memudahkan dalam proses monitoring baik bersifat jangka pendek maupun jangka panjang agar laju kerusakan lingkungan yang dapat mengurangi produksi dapat dihindari. Seperti yang dikatakan Sutanto (1992), data penginderaan jauh multitemporal merupakan data suatu daerah yang menggambarkan kondisi dan saat perekaman yang berbeda, dengan adanya data dengan frekuensi ulang yang pendek maka hal tersebut memungkinkan untuk memantau perubahan yang cepat. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi laju perubahan tutupan kelas hutan berdasarkan pengelolaan yang dilakukan HTI menggunakan citra beresolusi sedang pada PT. RAPP, Sektor Cerenti, Desa Munsalo Kopah, Kecamatan Kuntan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau selama periode Khususnya perubahan pada periode pendek dan panjang. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan data terbaru mengenai perkembangan luasan hutan dan bentuk perubahan tutupan lahan di PT. Riau Andalan Pulp and Paper, serta penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan untuk melakukan monitoring hutan Indonesia.

13 3 METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari sampai dengan September Tahap pra-pengolahan citra dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2015 yang bertempat di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan. Tahap Pengambilan data lapang dilaksanakan pada bulan April sampai dengan Mei 2015 di PT. RAPP, Sektor Cerenti, Desa Munsalo Kopah, Kecamatan Kuantan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Secara geografis terletak pada 0 o o Lintang Selatan dan 101 o o 51 0 Bujur Timur. Pengolahan data, analisis data, dan penyusunan laporan dilaksanakan pada bulan Mei samapi dengan September 2015 yang berlokasi di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan. Peta lokasi penelitian disajikan pada Gambar 1. Gambar 1 Peta sebaran titik lokasi penelitian di Sektor Cerenti Bahan Bahan yang digunakan yaitu data citra Landsat 5 perekaman bulan Juni 1996 dan Mei 2000 serta citra Landsat 8 (OLI) perekaman bulan Juni 2013 dan Juni 2014 dengan path/row 126/60, peta batas kawasan Sektor Cerenti PT. RAPP, serta peta batas administrasi, peta jaringan jalan dan jaringan sungai Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau.

14 4 Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi Global Positioning System (GPS), kamera digital, alat tulis, tally sheet, dan seperangkat laptop yang dilengkapi dengan software ERDAS Imagine 9.1, ArcGis 9.3, Microsoft Excel 2007, dan Microsoft Word Prosedur Analisis Data Pengumpulan data sekunder berupa literatur yang berkaitan dengan topik penelitian, yaitu data Citra Landsat multitemporal. Data citra satelit diperoleh melalui alamat situs: Selain itu, data yang digunakan untuk memperoleh kondisi umum dan jumlah tutupan lahan di Sektor Cerenti yaitu peta batas administrasi dan peta jaringan jalan Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Prapengolahan Citra Prapengolahan citra merupakan langkah awal sebelum dilakukan pengolahan citra lebih lanjut. Pada tahapan ini terdiri proses Pembuatan Citra Komposit,Georeferencing, Pansharpening dan Pemotongan Citra. 1. Pembuatan Citra Komposit Citra yang digunakan pada penelitian ini yaitu citra Landsat 5 tahun perekaman 1996 dan 2000 serta Landsat 8 tahun perekaman 2013 dan 2014 yang masih berbentuk format TIFF. Langkah awal dalam pengolahan citra satelit adalah merubah format data mentah dari format TIFF menjadi format yang dapat diolah oleh perangkat lunak pengolah citra dengan format img. Proses selanjutnya yaitu layer stack. Proses ini merupakan proses penggabungan beberapa band pada citra sehingga terbentuk band citra komposit. Citra gabungan pada citra Landsat 8 merupakan gabungan dari band 1 sampai 7 dan band 9, sedangkan citra gabungan pada citra Landsat 5 merupakan gabungan dari band 1 sampai 7. Kombinasi band yang digunakan untuk pengolahan data pada citra komposit Landsat 8 adalah kombinasi band Komposit ini dibuat dengan menggunakan panjang gelombang atau spektrum SWIR 2 (λ μm), spektrum NIR (λ μm) dan spektrum merah (λ ) secara berturut-turut pada bidang warna red, green, blue pada saat menampilkan citra. Menurut Wahyuni (2014) Kombinasi band merupakan gabungan dari band 7 (SWIR 2), band 5 (NIR) dan band 4 (red). Kombinasi band ini dapat dipilih karena hasil kenampakan secara visual citra lebih mendekati warna alam dan informasi kenampakan tutupan lahan yang ada cukup banyak. Kombinasi band yang digunakan untuk pengolahan data pada citra komposit Landsat 5 adalah kombinasi band Komposit ini dibuat dengan menggunakan panjang gelombang atau spektrum infra merah sedang (λ 1.2~3.2 μm), infra merah dekat (λ 0.7~0.9 μm) dan spektrum merah atau hijau (λ 0.6~0.7 μm atau λ 0.5~0.6 μm) secara berturut-turut pada bidang warna red, green, blue pada saat menampilkan citra (Jaya 2010). 2. Georeferencing Georeferencing merupakan proses pemberian koordinat peta pada citra. Sistem proyeksi citra yang digunakan adalah Universal Transverse Mercator

15 5 (UTM). Kawasan hutan Sektor Cerenti, PT. RAPP termasuk wilayah Riau yang terletak pada zona 48S dan datum yang digunakan adalah World Geographic System 84 (WGS 84). 3. Pansharpening Pansharpening merupakan salah satu cara yang digunakan untuk mempertajam kenampakan objek pada citra dalam melakukan analisis visual. Penajaman objek ini dilakukan dengan menggabungkan citra multiband (1,2,3,4,5,6,7 dan 9) yang memiliki resolusi 30 meter x 30 meter dan band pankromatik (band 8) yang memiliki resolusi spasial 15 meter x 15 meter. Karakteristik band landsat 8 dapat dilihat pada Tabel 1. Proses penggabungan ini menghasilkan citra yang memiliki banyak warna dengan resolusi spasial yang lebih tinggi yaitu 15 meter x 15 meter. Metode penggabungan citra yang digunakan adalah metode Brovey Transform atau Transformasi Brovey. Metode ini merupakan metode yang paling populer untuk memadukan dua macam citra yang berbeda resolusi spasial (Danoedoro dalam Wahyuni 2014). Metode Brovey Tranform dapat diketahui dengan rumus: Saluran_MP = ( ) Saluran_HP = ( ) Saluran_BP = ( ) Keterangan : M = saluran merah B = saluran biru H = saluran hijau P = saluran pankromatik Tabel 1 Karakteristik band citra Landsat 8 Saluran Panjang gelombang (μm) Resolusi spasial (m) 1 Coastal blue μm 30 m 2 Blue μm 30 m 3 Green μm 30 m 4 Red μm 30 m 5 NIR μm 30 m 6 SWIR μm 30 m 7 SWIR μm 30 m 8 PANKROMATIK μm 15 m 9 Cirrus μm 30 m 10 TIRS μm 100 m 11 TIRS μm 100 m Sumber : USGS (2014) 4. Pemotongan Citra atau Cropping Pemotongan citra atau cropping merupakan proses pemotongan citra sesuai dengan batas kawasan lokasi penelitian. Pemotongan citra dilakukan dengan tujuan untuk memperkecil daerah yang dikaji sesuai dengan daerah yang menjadi

16 6 fokus penelitian, yaitu Sektor Cerenti, PT. RAPP dan mereduksi volume data citra supaya proses kerja pada komputer dapat lebih ringan. Pengambilan Data Lapangan (Ground Check) Pengambilan data lapangan atau ground check dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan tutupan lahan yang sebenarnya di lapangan dan titik-titik koordinat dari tutupan lahan. Pengambilan titik-titik dengan menggunakan GPS. Kegiatan yang dilakukan adalah pengambilan titiktitik jenis tutupan lahan yang telah diidentifikasi pada citra untuk dibandingkan dengan keadaan sebenarnya di lapangan. Jumlah titik untuk kegiatan ground check sebanyak 163 titik koordinat. Klasifikasi Tutupan Lahan Klasifikasi citra merupakan suatu proses penyusunan, pengurutan, atau pengelompokan semua piksel yang terdapat didalam band citra ke dalam beberapa kelas berdasarkan kriteria sehingga menghasilkan peta tematik (Prahasta 2008). Penafsiran citra Landsat pada penelitian ini dilakukan menggunakan metode analisis visual. Pembuatan batas setiap kelas tutupan lahan dilakukan dengan deliniasi dilayar komputer (on-screen digitation). Klasifikasi dilakukan dengan bantuan unsur interpretasi seperti rona atau warna (tone), tekstur, bentuk, pola, ukuran, bayangan, asosiasi, dan situs. Penentuan Area Contoh (Training Area) Penentuan area contoh dilakukan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil pengambilan titik obyek di lapangan. Pengambilan titik obyek di lapangan harus mewakili satu kelas atau kategori tutupan lahan. Titik yang menjadi area contoh (Training area) diambil ke dalam beberapa piksel dari setiap kelas tutupan lahannya dan ditentukan lokasinya pada citra komposit untuk menganalisis informasi statistik yang diperoleh dari lapang. Training area (area contoh) diperlukan pada setiap kelas yang akan dibuat, dan diambil dari areal yang cukup homogen. Secara teoritis jumlah piksel yang harus diambil per kelas adalah sebanyak jumlah band yang digunakan plus satu (N+1). Akan tetapi pada prakteknya, jumlah piksel yang harus diambil dari setiap kelas biasanya 10 sampai 100 kali jumlah band yang digunakan (10N~100N) (Jaya, 2010). Analisis Separabilitas Analisis separabilitas adalah analisis kuantitatif yang memberikan informasi mengenai evaluasi keterpisahan area contoh (training area) dari setiap kelas, apakah suatu kelas layak digabung atau tidak dan juga kombinasi band terbaik untuk klasifikasi. Metode yang digunakan pada penelitian ini yaitu metode Transformed Diverfegence (TD), metode ini digunakan untuk mengukur tingkat keterpisahan antar kelas. TD akan berkisar antara 0 sampai dengan Semakin kecil nilai semakin jelek separabilitasnya. Nilai nol sama dengan tidak bisa dipisahkan, sedangkan nilai maksimum menunjukkan keterpisahan yang sangat baik (excellent) (Jaya 2010). Hasil analisis separabilitas diukur berdasarkan beberapa kriteria yang dikelompokkan ke dalam lima kelas, setiap kelasnya mendeskripsikan kuantitas

17 7 keterpisahan tiap tutupan lahan. Kelima kelas yang diklasifikasikan menurut Jaya (2010) yaitu: 1. Tidak terpisah : < Kurang terpisah : Cukup terpisahannya : Baik keterpisahannya : Sangat baik keterpisahannya : 2000 Uji akurasi klasifikasi Uji akurasi dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area contoh sehingga dapat ditentukan besarnya presentase ketelitian pemetaan. Analisis akurasi dilakukan dengan menggunakan matriks kesalahan (confusion matrix) atau disebut juga matriks kontingensi. Ketelitian tersebut meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, presentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta presentase kesalahan total. Adapun bentuk dari matriks kesalahan disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Matriks kesalahan (confusion matrix) Kelas referensi Jumpah piksel Akurasi pembuat A B C Total piksel A X 11 X 12 X 13 X 1+ X 11 /X 1+ B X 21 X 22 X 23 X 2+ X 22 /X 2+ C X 31 X 32 X 33 X 3+ X 33 /X 3+ Total piksel X +1 X +2 X +3 N Akurasi pengguna X 11 /X +1 X 22 /X +2 X 33 /X +3 Sumber: Jaya 2010 Akurasi yang bisa dihitung dari tabel di atas antara lain: User s accuracy, Producer s accuracy, Overall accuracy dan Kappa accuracy. Secara matematis jenis-jenis akurasi di atas dapat dinyatakan (Jaya 2010) sebagai berikut: Keterangan: N = jumlah piksel yang digunakan dalam contoh r = jumlah baris atau kolom pada matriks kesalahan (jumlah kelas) X i+ = jumlah piksel dalam baris ke-i X +i = jumlah piksel dalam kolom ke-i X ii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i. Xii = nilai diagonal dari matriks kontingensi baris ke-i dan kolom ke-i.

18 8 Analisis Perubahan Tutupan Lahan Penelitian ini menggunakan cara menumpangtindihkan (overlay) data tutupan lahan pada periode waktu tahun , , dan Analisis yang digunakan untuk mengetahui perubahan lahan adalah Thematic Change dengan menggunakan formula sebagai berikut [Tuplah_96]++ _ ++[Tuplah_00] yang artinya perubahan tutupan hutan dan lahan dari tahun 1996 ke tahun 2000, sehingga data perubahan tutupan lahan akibat pengelolaan hutan dan laju perubahan hutan alam ke hutan tanaman dapat diketahui. HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Letak Geografis Secara administrasi pemerintahan areal kerja Sektor Cerenti dari PT. Riau andalan Pulp and Paper terletak dalam wilayah Desa Munsalo Kopah, Kecamatan Kuntan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau. Sedangkan secara geografis areal kerja tersebut terletak pada 0 o o Lintang Selatan dan 101 o o 51 0 Bujur Timur. Batas-batas areal kerja perusahaan terdiri dari: a. Sebelah utara berbatasan dengan areal kerja PT. Duta Palma Nusantara dan PT Cerenti subur b. Sebelah timur berbatasan dengan areal kerja PT. Cerenti Subur, dan Kabupaten Indra Giri Hulu c. Sebelah selatan berbatasan dengan areal kerja PT. Tri Bakti Sarimas dan d. Sebelah barat berbatasan dengan areal kerja PT. Tri Bakti Sarimas dan PT.Duta palma nusantara Luasan areal kerja PT. Riau Andalan Pulp and Paper sebesar Ha ditetapkan melalui persetujuan dari Menteri Kehutanan SK.180/Menhut II/2013 pada tanggal 21 Maret Iklim dan Topografi Menurut klasifikasi Koppen, tipe iklim Kabupaten Kuantan Singingi adalah tipe AFA (tropika basah) dengan curah hujan tahunan di atas 1500 mm dengan temperatur maksimum rata-rata 32 C 33 C. Sementara itu, topografi Kabupaten Kuantan Singingi secara keseluruhan berupa daratan. Kelas kelerengan di Sektor Cerenti dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Kelas kelerengan Sektor Cerenti Kelas Luas (ha) 0-3% % % % Sumber : Sektor Cerenti

19 9 Kategori Kelas Hutan dan Lahan Berdasarkan SK.180/Menhut II/2013 pada tanggal 21 Maret 2013 tentang penetapan kawasan hutan dan perairan Provinsi Riau, areal kerja PT. Riau Andalan Pulp and Paper berdasarkan fungsi hutan sebagaimana disajikan dalam tabel berikut. Tabel 4 Fungsi Hutan di areal kerja PT. Riau Andalan Pulp and Paper berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan (SK.180/Menhut-II/2013 pada tanggal 21 Maret 2013) Fungsi hutan Luas (ha) Persen (%) Tanaman Kehidupan Tanaman Pokok Hutan Alam Sarana dan Prasarana Tanaman Unggulan Jumlah Sumber : Sektor Cerenti Tanaman pokok yang ada dalam wilayah kawasan hutan PT. Riau Andalan Pulp and Paper, Sektor Cerenti adalah Acacia mangium, Acacia crassicarpa, Eucalyptus sp. Acacia crassicarpa, selain itu terdapat pula hutan alam (MHW / Mix Hard Wood) dengan 150 spesies diantaranya Melaluca leucadendron, meranti dan juga tanaman hutan lindung untuk rehabilitasi. Pohon yang dilindungi antara lain sialang (sebutan masyarakat untuk jenis pohon yang menjadi tempat bersarangnya lebah) seperti ramin dan kempas. Identifikasi Objek di Lapangan Kegiatan interpretasi secara visual merupakan kegiatan identifikasi citra melalui kemampuan interpreter mengenali elemen elemen interpretasi citra, yang tentunya perlu didukung data acuan lapangan untuk referensi agar mengetahui gejala dan proses yang terjadi pada objek interpretasi. Menurut Roscoe diacu dalam Sutanto (1992) dalam melaksanakan pengambilan data lapangan (groundcheck) diperlukan peta kerja untuk memudahkan pengambilan data lapangan terarah lebih baik dan pelaksanaan yang lebih singkat, setelah dilakukan pengambilan data lapangan tak jarang dilakukan interpretasi citra kembali untuk mengembangkan informasi baru yang diperoleh melalui pengamatan langsung. Pengambilan data lapangan dilakukan untuk menjaga ketelitian hasil interpretasi, disamping itu hal ini dilakukan untuk mengetahui kebenaran hasil interpretasi citra dan koreksi bila perlu, selain itu pengambilan data lapangan juga diperlukan untuk menambahkan data yang diperlukan yang tidak dapat dilihat melalui citra (Sutanto 1992). Berdasarkan hasil pengamatan lapangan yang dilakukan ditemukan 19 jenis tutupan lahan dan lahan kosong yang berupa lahan siap tanam (ready for plant) dan hutan tanaman dalam proses penebangan (harvesting in progress) serta badan air dan sarana prasarana dari 163 titik pengamatan. Kategori kelas tutupan hutan dan lahan terdapat pada Lampiran 1.

20 10 Analisis Separabilitas Didalam menyimpulkan hasil interpretasi diperlukan unsur unsur yang mendukung dalam pengenalan objek. Pengenalan objek ini dilakukan untuk dimanfaatkan kemudian hari sesuai disiplin ilmu yang mebutuhkannya. Menurut Estes et al. (1983) diacu dalam Sutanto (1992) mengatakan dalam menyimpulkan objek atau kondisi suatu daerah yang tergambar pada citra digunakan lebih dari satu unsur yang masing masing mengarah ke satu kesimpulan, dan tidak ada yang bertentangan. Asas inilah yang disebut konvergensi bukti. Lebih jauh Jaya (2010) menjelaskan kegiatan penafsiran citra secara visual memiliki elemen elemen dasar diagnostik penafsiran yang mencakup tone atau warna, tekstur, bentuk, pola, ukuran, bayangan, lokasi dan asosiasi (Jaya 2010). Analisis separabilitas merupakan analisis kuantitatif keterpisahan antar kelas secara statistik yang didapatkan dari kelas yang dibuat pada saat penentuan training area. Selain melihat keterpisahan antar kelas, analisis separabilitas ini juga digunakan untuk mengetahui kombinasi band-band yang dipakai pada penggabungan citra. Analisis separabilitas dilakukan untuk mengetahui suatu jenis objek dapat teridentifikasi atau terdiskriminasi secara statistik sekaligus untuk mengetahui kombinasi band yang baik (Jaya 2002). Dalam penelitian ini penulis melakukan analisis separabilitas sebagai alat bantu pemisahan objek berdasarkan warna atau rona objek. Proses yang dilakukan sebelum analisis separabilitas yaitu pembuatan training area. Pembuatan training area ini menggunakan 22 kelas tutupan lahan yang ditemukan di lapangan dengan kombinasi 8 band. Dari 22 kelas tutupan lahan yang dijadikan training area ternyata belum dapat memberikan hasil keterpisahan antar kelas yang baik. Berdasarkan data hasil analisis separabilitas 20 kelas tutupan lahan, ditemukan beberapa kelas yang nilai separabilitasnya <1600 dan <1800. Hasil keterpisahan 22 kelas dapat dilihat pada Lampiran 2. Pada penelitian ini tingkat keterpisahan paling rendah yang diinginkan yaitu tingkat cukup baik keterpisahannya (>1800). Tingkat keterpisahan yang rendah dapat mengurangi nilai akurasi pada proses klasifikasi. Keterpisahan kelas yang masih dibawah dari ketentuan nilai separabilitas minimum perlu dilakukan proses penggabungan kelas tutupan lahan (regroup) agar mendapatkan nilai separabilitas yang tinggi. Proses regroup ini dilakukan selain berdasarkan nilai separabilitas rendah, juga berdasarkan kedekatan kenampakan visual yang ditemukan di lapangan. Hasil training area 22 kelas tutupan lahan semuanya memiliki nilai separabilitas di bawah standar, kemudian dari 22 kelas tutupan lahan tersebut digabungkan menjadi 12 kelas tutupan lahan dengan nilai separabilitas di bawah standart pada 9 kelas tutupan lahan tanpa menggunakan kelas tutupan lahan badan air berupa sungai serta sarana dan prasarana (Lampiran 3), sehingga di regroup kembali menjadi 6 tutupan lahan untuk dianalisa (Lampiran 4). Proses regroup dapat dilihat pada Lampiran 5. Berdasarkan nilai separabilitas hasil re-group yang dihasilkan, dapat dikatakan bahwa citra Landsat 8 belum mampu mengidentifikasi tutupan lahan pada hutan tanaman karena terdapat berberapa kelas umur pada hutan tanaman yang tidak dapat dipisahkan sehingga digabungkan menjadi kategori hutan tanaman muda, hutan tanaman sedang dan hutan tanaman tua. Sesuai dengan penelitian Prasetyo (2014) bahwa citra Landsat 8 belum mampu mengidentifikasi umur tanaman sehingga terdapat kelas tutupan lahan dengan nilai keterpisahan rendah terutama pada kelas

21 11 hutan campuran dengan hutan jati berbagai kelas umur dan hutan mahoni, sehingga dilakukan proses re-group dengan menggabungkan hutan jati berbagai kelas umur menjadi hutan jati. Pada interpretasi secara visual, tingkat keterpisahan yang rendah pada kelas tutupan lahan yang dilakukan dapat didukung oleh elemen penafsiran lain seperti ukuran, bentuk, tekstur, pola, situs dan asosiasi. Estes et al. (1983) diacu dalam Sutanto (1992) menjelaskan bahwa dalam unsur unsur interpretasi citra dapat disusun berdasarkan hierarki sebagai konvergensi bukti yang penting dalam penerapan unsur interpretasi citra dalam pengenalan objek yang disajikan pada Gambar 2. Rona / warna ukuran, tekstur dan bentuk pola, tinggi dan bayangan situs dan asosiasi Gambar 2 Susunan hierarki unsur interpretasi citra (Estes et al. 1983) Rona/warna merupakan unsur dasar yang tampak pertama pada citra, setelah warna atau rona yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran, dan bayangannya. Sedangkan hierarki yang lain seperti ukuran, tekstur, pola, tinggi, bayangan, situs maupun asosiasi merupakan susunan keruangan dari warna atau rona tersebut. Perhitungan Uji Akurasi Hasil Klasifikasi Analisis akurasi dilakukan untuk mengetahui keabsahan klasifikasi interpreter setelah memetakan tutupan lahan. Setelah melakukan klasifikasi dilakukan pengambilan training area secara purposive sampling, semakin sedikit objek yang diidentifikasi ke dalam suatu kelas maka training area yang digunakan sebagai contoh semakin banyak. Analisis akurasi pada penelitian ini menggunakan matrik kesalahan (confusion matriks) atau matrik kontingensi. Dalam matrik kontingensi ada beberapa informasi yang didapatkan yaitu producer's accuracy, users's accuracy, overall accuracy dan kappa accuracy. Producer's accuracy dan user's accuracy merupakan penduga dari ketelitian keseluruhan (overall accuracy). Producer's accuracy adalah akurasi yang diperoleh dari penjumlahan nilai piksel yang benar dibagi dengan jumlah total piksel tiap kelas. Menurut Khoiriah dan Nur (2012) diacu dalam Pertiwi (2014), nilai akurasi produser ini berfungsi sebagai penilaian secara tematik yaitu menunjukkan tingkat kebenaran hasil klasifikasi terhadap kondisi di lapangan. Sedangkan user's accuracy adalah nilai akurasi yang diperoleh dari penjumlahan piksel yang benar dibagi dengan total piksel dalam kolom. User accuracy digunakan untuk mengetahui tingkat akurasi berdasarkan hasil pembacaan citra.

22 12 Overall accuracy didapatkan dengan menjumlahkan piksel yang benar dibagi dengan total piksel dalam diagonal matriks, namun akurasi ini umumnya bersifat over estimate sehingga jarang digunakan untuk indikator keberhasilan suatu klasifikasi citra (Jaya 2010). Akurasi yang dianjurkan menggunakan Kappa accuracy karena akurasi ini menggunakan seluruh elemen yang ada dalam matriks kontingensi. Hasil dari perhitungan akurasi Kappa dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Perhitungan uji akurasi klasifikasi Classified HT muda HT sedang HT tua Hutan alam Kebun sawit Lahan kosong Row total Producer Accuracy Data HT muda HT sedang HT tua Hutan alam Kebun sawit Lahan kosong Column total User Accuracy Keterangan: N = 1016 Xi+ * X+i = Overall accuracy = 84.39% Kappa accuracy = 81.15% Sumber : Data Olahan Semakin banyak jumlah kelas yang digunakan maka nilai overall accuracy dan Kappa accuracy cenderung semakin kecil. Nilai overall accuracy umumnya terlalu over estimate sehingga jarang digunakan sebagai indikator yang baik untuk mengukur kesuksesan suatu klasifikasi karena hanya menggunakan piksel-piksel yang terletak pada diagonal suatu matrik kontingensi. Akurasi yang dianjurkan untuk digunakan adalah akurasi kappa karena akurasi ini menggunakan semua elemen dalam matrik (Jaya 2010). Pada tabel 4 Nilai user's accuracy tertinggi pada tutupan lahan hutan alam sebesar 92.93% yang artinya dari 2 piksel hutan alam masuk ke HT sedang, 12 piksel hutan alam masuk ke HT tua dan 184 piksel dikelaskan secara benar dalam kelas tutupan hutan alam. Sedangkan producer's accuracy tertinggi pada tutupan lahan hutan alam sebesar 80.35%. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah piksel yang terklasifikasikan dengan baik walaupun masih ada beberapa piksel yang dikelas lain. Nilai producer's accuracy terendah adalah tutupan lahan HT sedang sebesar 50.92% artinya dari 110 piksel 1 piksel masuk ke HT muda, 14 piksel ke HT tua, 2 piksel ke hutan alam, 89 piksel ke kebun sawit dan 110 terklasifikasikan dengan benar pada kelas tutupan lahan HT sedang. Menurut Jaya (2009), nilai akurasi yang baik adalah nilai akurasi yang telah mencapai skor >85%.

23 13 Klasifikasi Tutupan Lahan pada Citra Landsat Multiwaktu Tabel 6 Luas tutupan lahan periode Tutupan Lahan Luas (ha) Awan Bayangan awan HT muda HT sedang HT tua Hutan alam Lahan kosong Sarpras Kebun sawit Sungai Total Sumber : Data Olahan Sektor Cerenti, PT Riau Andalan Pulp and Paper yang secara administratif berlokasi di Desa Munsalo Kopah, Kecamatan Kuntan Tengah, Kabupaten Kuantan Singingi, Provinsi Riau mulai dikelola tahun Pada awal pengelolaannya tutupan lahan didominasi oleh hutan alam dengan luas ha, dan mulai dilakukan pembukaan lahan disebelah utara seluas ha, adapun tutupan lahan berupa kebun sawit disebelah timur dan selatan dengan luas ha, yang diperkirakan sudah ada sebelum lokasi ditetapkan sebagai IUPHHK-HT, yang diinterpretasikan dengan pola teratur yang berasosiasi dengan batas sebelah barat dan selatan yang merupakan perusahaan sawit yang berdiri lebih dahulu. Di sekeliling Sektor Cerenti berbatasan langsung dengan Duta Palma Nusantara Group yang terdiri dari dua unit yaitu unit pengolahan kelapa sawit (PKS) dan unit perkebunan sawit. Di sebelah timur dan barat Sektor Cerenti berbatasan langsung dengan anak perusahaan Duta Palma Nusantara Group yaitu PT. Cerenti Subur sebagai unit PKS yang berdiri sejak tahun 1996 dan sebelah barat berbatasan dengan PT. Duta Palma Nusantara sebagai unit perkebunan sawit yang dibangun sejak tahun Selain itu disebelah selatan berbatasan langsung dengan PT. Tri Bakti Sarimas, yaitu perusahaan serupa yang bergerak di bidang unit perkebunan sawit yang berdiri sejak Tutupan lahan berupa kebun sawit tersebut merupakan sisa pengelolaan lahan sebelum Sektor Cerenti ditetapkan sebagai IUPHHK HT melalui SK.180/Menhut II/2013 pada tanggal 21 Maret 2013 tentang penetapan kawasan hutan dan perairan Provinsi Riau, areal kerja PT. Riau Andalan Pulp and Paper. Tutupan lahan pada tahun 1996 dapat dilihat pada Gambar 3. Setelah empat tahun berjalan pengelolaah lahan sebagai hutan tanaman mulai berkembang, pembukaan lahan dimulai dari utara sudah meluas hingga ke arah barat, hasil pengelolaan di awal berdirinya HTI pun sudah terlihat dari adanya hutan tanaman berumur tua yang mendekati daur tebangnya. Pada tahun

24 tutupan lahan didominasi oleh hutan alam dengan luas ha, berkurang sekitar % dari tahun 1996, disebelah utara dan timur mulai dilakukan pembukaan lahan dengan tutupan lahan kosong seluas ha, hutan muda ha, hutan sedang ha, hutan tua ha, adapun tutupan kebun sawit disebelah selatan masih dipertahankan sebagai tanaman kehidupan yang dikembangkan bersama masyarakat dengan luas ha. Tutupan lahan pada tahun 2000 dapat dilihat pada Gambar 4. Pada perkembangan pengelolaannya pada tahun 2013 hingga sekarang, pengelolaannya sudah hampir memasuki daur ke empat penebangan, tutupan lahan didominasi oleh hutan tanaman tua dengan luas ha, dan pengelolaan hutan tanaman sudah merata dengan berbagai umur tanaman, hutan tanaman muda seluas ha, hutan tanaman sedang seluas ha dan lahan kosong seluas ha serta kebun sawit disebelah selatan dengan luas ha. Terdapat pula hutan alam yang dipertahankan sebagai kawasan riparian untuk sempadan sungai atau badan air dan terdapat pula KPPN (Kawasan Pelestarian Plasma Nutfah) yang berada di dekat komplek perkantoran dan pemukiman dengan luas ha. Terdapat kewajiban unit manajemen pengelolaan hutan tanaman untuk mengalokasikan ± 10 % dari unit area HTI untuk kepentingan konservasi. Berberapa kebijakan lokal membuat kebijakan merekomendasikan pengelolaan kawasan hutan menjadi hutan tanaman agar kawasan hutan alam yang masih baik dapat dipertahankan atau seluruh kawasan hutan alam (hutan lindung, hutan konservasi, hutan produksi) dikelilingi hutan tanaman. Areal konsrvasi dalam hutan tanaman memiliki fungsi pendukung pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya pada kawasan hutan produksi. Derajat fungsi pokok areal konservasi hutan tanaman adalah pendukung pelestarian keanekaragaman hayati dan ekosistemnya pada kawasan hutan produksi (Santoso 2008). Tutupan lahan pada tahun 2013 dapat dilihat pada Gambar 5. Berdasarkan hasil analisis vegetasi di kawasan lindung KPPN dan kawasan sempadan sungai IUPHHK-HTI PT.RAPP Sektor Cerenti ditemukan 150 spesies MHW (mix hard wood) diantaranya Melaluca leucadendron, meranti, spesies lokal seperti Pelajau (Pentaspadum sp), kulim (Scorodocarpus sp.) Kelat (Eugenia sp.), Marsawah (Anisoptera costata), Arang-arang (Diospyros sp), dan Kempas (Compassia malaccensis). pohon pohon terdiri dari kelas tajuk yang beragam, dengan tinggi 4 m 20 m. Pada tahun 2014 tutupan lahan didominasi oleh hutan tanaman tua dengan luas ha, serta terdapat pula lahan kosong seluas ha, hutan tanaman muda seluas ha, hutan tanaman sedang seluas ha dan hutan alam seluas ha, serta kebun sawit disebelah selatan dengan luas 199 ha juga lahan kebun sawit yang berada arah sebelah timur dengan luas 169 ha. Tutupan lahan pada tahun 2014 dapat dilihat pada Gambar 6. Berdasarkan penelitian FAO (2006) Selama periode tahun , hutan di dunia secara keseluruhan telah hilang dengan luas sebesar 13.1 juta ha/tahun. Pembangunan hutan tanaman dengan luas sebesar 4.8 juta ha, menyebabkan kehilangan laju bersih hutan selama periode dengan luas sebesar 8.9 juta ha/tahun. Kepmenhut ini bahkan mewajibkan pemegang HTI untuk melakukan enklave (alienasi) apabila pada areal kerjanya ditemukan bagian-bagian yang masih bervegetasi hutan alam. Dalam PP No. 34 Tahun 2002

25 15 menjelaskan bagaimana pemanenan dalam hutan tanaman seharusnya dilakukan terhadap tegakan yang telah ditanam sebelumnya. Gambar 3 Peta tutupan lahan Sektor Cerenti tahun 1996 Gambar 4 Peta tutupan lahan Sektor Cerenti tahun 2000

26 16 Gambar 5 Peta tutupan lahan Sektor Cerenti tahun 2013 Gambar 6 Peta tutupan lahan Sektor Cerenti tahun 2014

27 17 Analisis Perubahan Tutupan Lahan Perubahan Hutan Alam yang Dipertahankan Tahun 1996 Hingga Tahun 2000 Tabel 7 Perubahan tutupan lahan dari tahun 1996 hingga tahun 2000 Luas Tahun 1996 (ha) Tutupan Luas Tahun 2000 (ha) Lahan HT HT Hutan Lahan Kebun HT tua Total muda sedang alam kosong sawit HT muda HT alam Lahan kosong Kebun sawit Total Sumber : Data Olahan Sektor Cerenti mulai berdiri pada tahun 1996 dengan tutupan lahan yang didominasi dengan hutan alam. Hasil analisis perubahan tutupan lahan menujukkan bahwa dari total luas area yang dianalis sebesar ha (tidak memperhitungkan tutupan sarana prasarana, sungai, awan maupun bayangan awan), hutan alam seluas ha pada tahun 1996 berubah menjadi hutan tanaman muda pada tahun 2000 seluas ha, berubah menjadi hutan tanaman sedang pada tahun 2000 seluas ha, berubah menjadi hutan tanaman tua seluas ha, berubah menjadi lahan kosong seluas ha dan kebun sawit seluas 5.15 ha. Perubahan tutupan hutan alam menjadi hutan tanaman terjadi karena adanya kegiatan pengelolaan yang mulai dilakukan, seperti kegiatan pembukaan lahan, penanaman dan penebangan. Laju Perubahan Hutan Alam Ke HTI Tabel 8 Perubahan tutupan lahan dari tahun 2000 hingga tahun 2014 Luas tahun 2000 (ha) Tutupan Lahan HT muda HT sedang HT tua Luas tahun 2014 (ha) Lahan kosong Hutan alam Kebun sawit Total HT muda HT sedang HT tua Hutan alam Lahan kosong Kebun sawit Total Sumber : Data Olahan

28 18 Hasil analisis perubahan tutupan lahan menujukkan bahwa dari total luas area yang dianalis sebesar ha (tidak memperhitungkan tutupan sarana prasarana, sungai, awan maupun bayangan awan), hutan alam seluas ha pada tahun 2000 berkurang sekitar 50.33% dari tahun Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga tahun 2014 telah terjadi hampir empat kali daur dalam pengelolaan hutan tanaman. Hutan alam berubah menjadi hutan tanaman muda pada tahun 2000 seluas ha, berubah menjadi hutan tanaman sedang pada tahun 2000 seluas ha dan berubah menjadi hutan tanaman tua seluas ha. Perubahan tutupan hutan alam menjadi hutan tanaman terjadi karena adanya kegiatan pengelolaan yang telah terjadi hampir kurun waktu empat daur penebangan. Dalam kurun waktu tahun 2000 hingga 2014 hutan alam berkurang sekitar %. Luas Hutan (ha) Hutan Alam Tahun Gambar 7 Laju perubahan hutan alam ke HTI Berdasarkan data Forest Watch Indonesia (2011) sepanjang tahun , kayu dari hutan tanaman menyumbang produksi kayu hingga juta meter kubik, tiga kali lipat produksi HPH. Hal ini menunjukkan bahwa 70 persen produksi kayu nasional pada periode tersebut ditopang oleh produksi HTI. Realisasi pembangunan hutan tanaman yang masih rendah, yaitu sekitar 3.03 juta ha pada tahun 2006 atau 30 persen dari kawasan yang sudah dicadangkan untuk hutan tanaman, juga karena sebagian besar HTI di Riau berada di atas lahan gambut sehingga butuh waktu lebih lama untuk bisa dipanen, artinya untuk produksi besar-besaran pada tahun 2008, membutuhkan realisasi penanaman yang cukup besar pula pada tahun Di sisi lain, tingginya produksi kayu dari Izin Pemanfaatan Kayu (IPK) setiap tahun justru memunculkan kekhawatiran tersendiri, mengingat bahwa sepanjang tahun seharusnya tidak ada pelepasan kawasan hutan. tingginya produksi dari IPK tersebut merupakan produksi kayu bulat hasil pembukaan hutan alam dari wilayah pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan tanaman. Total produksi HTI tersebut merupakan kombinasi dari konversi hutan alam (di lahan HTI) dengan pemanenan kayu dari hutan tanaman.

29 19 Luas tahun 2013 (ha) Perubahan Tutupan Lahan sebagai Akibat Pengelolaan Hutan Tabel 9 Perubahan tutupan lahan dari tahun 2013 hingga tahun 2014 Tutupan Lahan Luas tahun 2014 (ha) HT HT Lahan Hutan Kebun HT tua muda sedang kosong alam sawit Total HT muda HT sedang HT tua Lahan kosong Hutan alam Kebun sawit Total Sumber : Data Olahan Hasil analisis perubahan tutupan lahan menunjukkan bahwa perubahan terluas sebagai berikut, hutan tanaman tua pada tahun 2013 berubah menjadi hutan tanaman sedang pada tahun 2014 seluas Ha, terdapat pula ha berubah menjadi hutan tanaman muda. Hutan tanaman tua yang berubah menjadi hutan tanaman muda, hutan tanaman sedang maupun lahan kosong pada tahun 2014 diakibatkan oleh hutan yang ditebang untuk kegiatan produksi dan dilakukannya penanaman kembali. Sedangkan, tutupan lahan berupa hutan tanaman yang berubah menjadi hutan alam, maupun kebun sawit yang berubah menjadi hutan alam pada tahun 2014 terjadi karena pergeseran deliniasi visual dan juga pengaruh tutupan awan. Namun perubahan hutan alam menjadi hutan tanaman dalam kurun waktu satu tahun perlu mendapatkan perhatian dari pihak PT. RAPP dalam kegiatan rehabilitasi. Kegiatan rehabilitasi dalam upaya menjaga kawasan lindung dengan mempertahankan kantung satwa dan membuat persemaian anakan alam telah dilakukan oleh Sektor Cerenti yang seharusnya dapat menutup kembali luas hutan alam yang hilang agar pada tahun selanjutnya luas hutan alam yang ada tidak semakin berkurang. Konsep hutan tanaman pada dasarnya adalah untuk menjamin kebutuhan industri dengan alternatif penanaman pohon dengan daur yang lebih pendek dari hutan alam. Selain itu juga untuk melakukan rehabilitasi pada lahan-lahan kritis. Hasil penelitian serupa mengenai perubahan tutupan lahan dengan menggunakan citra landsat multiwaktu dilakukan oleh Hamidah (2015) di BKPH Sadang, KPH Purwakarta selama periode yang dapat mengidentifikasi perubahan tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan tertinggi yang terjadi pada tahun 2006 sampai tahun 2013 di kawasan hutan BKPH Sadang KPH Purwakarta yaitu semak/belukar berubah menjadi hutan seluas ha akibat perubahan luas semak belukar diindikasikan bahwa pada tutupan lahan tersebut mengalami suksesi kemudian berubah menjadi hutan, hutan berubah menjadi semak/belukar

30 20 seluas ha dan hutan menjadi tanah terbuka/kosong seluas ha akibat kegiatan penebangan rutin setiap tahunnya di BKPH Sadang KPH Purwakarta. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Tutupan lahan hasil klasifikasi menggunakan citra Landsat 5 tahun 1996 dan 2000 serta landsat 8 (OLI) tahun 2013 dan 2014 secara visual terdiri dari hutan tanaman muda, hutan tanaman sedang, hutan tanaman tua, hutan alam (hutan alam), lahan kosong dan kebun sawit. Klasifikasi 6 tutupan penggunaan lahan tersebut dapat digunakan untuk mengetahui informasi laju perubahan tutupan kelas hutan berdasarkan pengelolaan yang dilakukan HTI dengan menggunakan data frekuensi jangka pendek seperti perubahan hutan tanaman tua yang berubah menjadi hutan tanaman muda dan hutan tanaman sedang pada tahun 2014, yang diakibatkan oleh hutan yang ditebang untuk kegiatan produksi dan telah dilakukannya penanaman kembali. Selain itu data frekuensi ulang jangka panjang dapat memberikan informasi laju perubahan hutan alam ke hutan tanaman. Penurunan luas hutan alam yang terjadi selama 18 tahun sebesar ha. Dapat dikatakan bahwa penurunan luas hutan alam rata-rata antara periode tahun 1996 sampai 2014 sebesar ha/tahun. Saran 1. Perusahaan disarankan untuk mempertahankan tutupan lahan hutan alam yang tersisa dan melakukan kegiatan rehabilitasi dengan jenis lokal agar luas hutan alam yang ada tidak semakin berkurang. 2. Perlu adanya penelitian serupa berbasis sistem informasi geografis di kawasan hutan Sektor Cerenti dengan menggunakan citra resolusi yang lebih tinggi agar informasi kelas tutupan lahan lebih detail dan rinci. 3. Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lokasi yang sama dengan membuat pemodelan spasial mengenai laju perubahan luas tutupan lahan. DAFTAR PUSTAKA [FAO] Food and Agriculture Organization Global Forest Resources Assessment Rome: FAO. [FWI] Forest Watch Indonesia Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun Bogor (ID): FWI. Hamidah R R Pemetaan Perubahan Tutupan Lahan dengan Teknik SIG di BKPH Sadang KPH Purwakarta Tahun [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jaya INS Separabilitas Spektral Beberapa Jenis Pohon Menggunakan Citra Compact Airbone Spectograph Imager (CASI): Studi Kasus di Kebun Raya Bogor. J Man Hut Trop.8(2):57-73.

31 21 Jaya INS Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Jaya INS Analisis Citra Digital: Perspektif Penginderaan Jauh Untuk Pengelolaan Sumberdaya Alam. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB. Kementrian Kehutanan Road Map Pembangunan Industri Kehutanan Berbasis Hutan Tanaman. Jakarta (ID): Kementrian Kehutanan. Pertiwi Dyah A P Identifikasi Pola Hutan Rakyat dan Tutupan Lahan Lain Menggunakan Citra Landsat 8 Oli (Studi Kasus Di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Lillesand TM, Kiefer RW Pengginderaan Jauh dan Penafsiran Citra. Dulbahri, Suharsono P, Hartono, Suharyadi, penerjemah; Sutanto, editor. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Terjemahan dari: Remote Sensing dan Image Interpretation. Prahasta REMOTE SENSING : Praktis Penginderaan Jauh & Pengolahan Citra Dijital Dengan Perangkat Lunak ER Maper. Bandung (ID): Informatika Bandung. Prasetyo S H Aplikasi Citra Landsat 8 untuk Identifikasi Kelas Tutupan Lahan di Kabupaten Ciamis. [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Santoso, Nyoto Tinjauan aspek konservasi dalam pembangunan hutan tanaman industri. Prosiding Lokakarya Nasional Penerapan Multisistem Silvikultur pada Pengusahaan Hutan Produksi dalam Rangka Peningkatan Produktivitas dan Pemantapan Kawasan Hutan. IPB International Convention Center, Tanggal 23 Agustus 2008 Di Bogor. Hlm Kerjasama Antara Institut Pertanian Bogor Dengan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bogor, Jakarta. Sutanto Penginderaan Jauh. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. [USGS] United States Geological Survey Landsat 8 OLI (Operational Land Imager) and TIRS (Thermal Infrared Sensor) [Internet]. [diacu 2015 Januari 6]. Tersedia dari Wahyuni S Identifikasi Karakteristik dan Pemetaan Tutupan Lahan Menggunakan Citra Landsat 8 (Oli) di Kabupaten Ogan Komering Ilir Provinsi Sumatera Selatan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

32 22 Lampiran 1 Sembilan belas jenis tutupan lahan hasil pengamatan lapangan Tutupan lahan Acacia crassicarpa 5 7 bulan Deskripsi Acacia crassicarpa yang berumur muda merupakan Acacia liar yang tumbuh dari tunas tunas bekas blok tebangan yang dibiarkan tumbuh, umumnya pada blok yang terdapat Acacia liar ini keadaan lahanya tidak terawat dan tidak teratur, keputusan mempertahankan Acacia liar ini adalah ketika pertumbuhannya pesat untuk memenuhi kebutuhan produksi maka dilakukan penjarangan. Sehingga penampakan pada citra berwarna merah muda yang bercampur dengan bercak hijau, dengan bentuk tidak teratur. Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang

33 Tutupan lahan Acacia crassicarpa 1 tahun Deskripsi Acacia crassicarpa merupakan tanaman yang umumnya ditanam pada area peat land, namun pada lokasi penelitian yang merupakan mineral land ditemukan jenis ini karena pada saat waktu penanaman lahan terdapat kekurangan persediaan bibit sehingga mengharuskan penanaman dengan bibit yang ada, sehingga pada lokasi penelitain tutupan lahan Acacia crassicarpa tidak terlalu banyak. A. crassicarpa yang berumur 1 tahun memiliki diameter rata-rata 8.52 cm dan tinggi rata rata 3 m. Sehingga penampakan pada citra didominasi warna merah hijau yang bercampur dengan bercak merah muda, dengan bentuk tidak teratur. Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang 23

34 24 Tutupan lahan Acacia mangium 5 bulan Acacia mangium 10 bulan Deskripsi Pada mineral land penanaman pada areal mulai difokuskan pada tanaman utama dari jenis Eucalyptus sp. hal ini disebabkan serangan Ganoderma sp. pada akasia yang dapat mengurangi produksi. Tanaman Akasia berumur muda yang ditanam terjadi akibat kekurangan bibit Eucalyptus sp. Pada citra terlihat penampakan bercak hijau yang didominasi merah muda. Pada mineral land penanaman pada areal mulai difokuskan pada tanaman utama dari jenis Eucalyptus sp. hal ini disebabkan serangan Ganoderma sp. pada akasia yang dapat mengurangi produksi. Tanaman Akasia berumur muda yang ditanam terjadi akibat kekurangan bibit Eucalyptus sp. Pada citra terlihat penampakan warna merah muda yang sudah bercampur hijau dengan komposisi warna yang sama. Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang

35 Tutupan lahan Deskripsi Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang Acacia mangium 1-2 tahun Acacia mangium 3 tahun Pada mineral land penanaman pada areal mulai difokuskan pada tanaman utama dari jenis Eucalyptus sp. hal ini disebabkan serangan Ganoderma sp. pada akasia yang dapat mengurangi produksi. Tanaman Akasia berumur muda yang ditanam terjadi akibat kekurangan bibit Eucalyptus sp. Pada citra terlihat penampakan warna merah muda yang didominasi dengan warna hijau yang rata. Acacia mangium berumur 3-7 tahun merupakan tanaman yang sudah cukup tua yang ditanam sebelum keputusan penanaman yang difokuskan pada jenis tanaman Eucalyptus sp. Acacia mangium berumur 3-7 tahun memiliki diameter 11 cm 23 cm, dan tingg rata-rata 5m. Penampakan citra berwarna hijau gelap dengan tutupan tajuk yang rapat. 25

36 26 Tutupan lahan Acacia mangium 4-5 tahun Acacia mangium 6-7 tahun Deskripsi Acacia mangium berumur 3-7 tahun merupakan tanaman yang sudah cukup tua yang ditanam sebelum keputusan penanaman yang difokuskan pada jenis tanaman Eucalyptus sp. pada umur 4-5 tahun tanman ini telah siap untuk ditebang. Penampakan citra berwarna hijau gelap dengan tutupan tajuk yang rapat. Acacia mangium berumur 5-7 tahun merupakan tanaman yang sudah cukup tua yang ditanam sebelum keputusan penanaman yang difokuskan pada jenis tanaman Eucalyptus sp. Acacia mangium berumur tua lewat dari daur tebangnya merupakan tanaman yang keadaanya rusak seperti batang patah dan juga serangan hama namun tetap dibiarkan tumbuh, sampai blok tersebut siap ditanami. Sehingga penampakan citra berwarna Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang

37 Tutupan lahan Eucalyptus pellita 1-3 bulan Eucalyptus pellita 4-5 bulan Eucalyptus pellita 7-9 bulan Deskripsi hijau gelap dengan tutupan tajuk yang rapat. Eucalyptus pellita berumur 1-3 bulan merupakan tanaman yang baru saja ditanam pada blok yang disebut RFP (ready for plant). Dengan tinggi ratarata 20 cm 70 cm, sehingga pada citra terlihat warna merah muda yang dominan hasil pantulan tanah. Eucalyptus pellita berumur 4-5 bulan merupakan tanaman dengan tinggi rata-rata 2 m, dengan diameter n-dbh 0,5 cm cm sehingga pada citra terlihat warna merah muda yang bercampur warna hijau yang dominan. Eucalyptus pellita berumur 7-9 bulan merupakan tanaman dengan tinggi rata-rata 2 m, dengan diameter rata rata 2,22 cm sehingga pada citra terlihat warna merah muda yang bercampur warna hijau yang dominan. Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang 27

38 28 Tutupan lahan Eucalyptus pellita bulan Eucalyptus pellita 1 tahun Deskripsi Eucalyptus pellita berumur bulan merupakan tanaman dengan tinggi rata-rata 2 m, dengan diameter 2 cm 4 cm sehingga pada citra terlihat warna merah muda yang bercampur warna hijau yang dominan dan merata. Eucalyptus pellita berumur 1 tahun merupakan tanaman dengan tinggi rata-rata 3 m, dengan diameter 4 cm 12 cm sehingga pada citra terlihat warna hijau muda dominan. Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang Eucalyptus pellita 2 tahun Eucalyptus pellita berumur 2 tahun merupakan tanaman dengan tinggi rata-rata 5 m, dan diameter rata rata 6cm sehingga pada citra terlihat warna hijau muda dominan.

39 Tutupan lahan Eucalyptus pellita 3-4 tahun Deskripsi Eucalyptus pellita berumur 3 tahun merupakan tanaman dengan tinggi rata-rata 8 m, dengan diameter 9 cm sehingga pada citra terlihat warna hijau muda merata. Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang Eucalyptus pellita 7-8 tahun Eucalyptus pellita berumur 7-8 tahun merupakan tanaman berumur tua yang lewat dari daur tebangnya karena pertumbuhan terganggu oleh pertumbuhan akasia liar yang justru lebih dominan, akasia liar ini berasal dari tunas tunas tanaman yang tersisa paska penebangan pada blok, kebanyakan tanaman keadaanya rusak seperti batang patah namun tetap dibiarkan tumbuh, sampai blok tersebut siap ditanami. Sehingga penampakan pada citra berwarna hijau gelap tidak merata. 29

40 30 Tutupan lahan Lahan kosong Deskripsi Lahan kosong yang terdapat pada areal Sektor Cerenti berupa lahan siap tanam (ready for plant) dan hutan tanaman dalam proses penebangan (harvesting in progress). Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang Mimusops elengi Mimusops elengi pada lokasi penelitian merupakan tanaman uji coba yang ditanam sejak awal Sektor berdiri tahun 1996, tapi tidak dikembangkan lebih lajut dan pada bulan Juni 2015 sudah mulai ditumbangkan diganti dengan Eucalyptus. Hutan alam Hutan alam merupakan hutan alam yang dipertahankan sejak awal sektor berdiri yng memiliki fungsi sebagai pelindung dan buffer sungai. Hutan alam terdiri dari 150 spesies MHW (mix hard wood) diantaranya Melaluca leucadendron, meranti,

41 Tutupan lahan Deskripsi spesies lokal seperti Pelajau (Pentaspadum sp), kulim (Scorodocarpus sp.) Kelat (Eugenia sp.), Marsawah (Anisoptera costata), Arang-arang (Diospyros sp), dan Kempas (Compassia malaccensis). pohon pohon terdiri dari kelas tajuk yang beragam, dengan tinggi 4 m 20 m. Kebun sawit Kebun sawit merupkan tanaman kehidupan yang diperuntukan untuk masyarakat sekitar yang bekerjasama dengan pihak perusahaan dengan pola kemitraan. Berdasarkan warnanya dipantulkan berwarna hijau, dengan pola teratur dan dibatasi petak jalan. Dan terletak di pinggir sektor yang berasosiasi dengan batas luar sektor yang dekat dengan masyarakat. Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang 31

42 32 Tutupan lahan Deskripsi Sarpras Sarana prasasarana yang ada berupa komplek kantor dan perumahan, barak, timbunan batu dan pasir untuk maintainance jalan dan juga TPS. Berdasarkan warnanya dipantulkan berwarna putih, dengan pola teratur dan tidak memiliki bayangan seperti awan. Sungai Berdasarkan warnanya air dipantulkan cerah karena merupakan sungai dengan air dangkal. Dengan bentuk memanjang. Sungai tersebut berasoisasi pula dengan hutan alam sebagai pelindung sempadan sungai. Sumber : Data Lapangan Kenampakan citra Landsat 8 OLI (skala: 1:10000) kombinasi band (R-G-B) Foto lapang

43 Lampiran 2 Hasil Sparabilitas 22 kelas tutupan lahan acra5-7m acra1y aman 5m aman10m aman1-2y aman3y aman4-5y aman5-7y epel1-3m epel4-5m epel7-9m acra5-7m acra1y aman 5m aman10m aman1-2y aman3y aman4-5y aman5-7y epel1-3m epel4-5m epel7-9m epel10-11m epel1y epel2y epel3-4y epel7-8y memi hutan alam kebun sawit lahan kosong

44 34 Lampiran 2 lanjutan epel10-11m epel1y epel2y epel3-4y epel7-8y memi hutan alam kebun sawit lahan kosong acra5-7m acra1y aman 5m aman10m aman1-2y aman3y aman4-5y aman5-7y epel1-3m epel4-5m epel7-9m epel10-11m epel1y epel2y epel3-4y epel7-8y memi hutan alam kebun sawit lahan kosong

45 Lampiran 3 Hasil Sparabilitas 12 kelas tutupan lahan acra5-7m acra1y aman muda 5-7m aman sedang 1-3y aman tua 4-7y epel muda 1-5m epel sedang 7m-2y epeltua 3-8y memi acra5-7m acra1y aman muda 5-7m aman sedang 1-3y aman tua 4-7y epel muda 1-5m epel sedang 7m-2y epeltua 3-8y memi hutan alam kebun sawit lahan kosong hutan alam kebun sawit lahan kosong 35

46 36 Lampiran 4 Hasil Sparabilitas 6 kelas tutupan lahan HT muda HT sedang HT tua Hutan alam Kebun sawit Lahan kosong HT muda HT sedang Ht tua Hutan alam Kebun sawit Lahan kosong

47 Lampiran 5 Proses re-group kelas tutupan lahan Hasil Lapangan Regroup 1 Regroup 2 Acacia crassicarpa 5 7 bulan Acacia crassicarpa 5 7 bulan HT muda Acacia crassicarpa 1 tahun Acacia crassicarpa 1 tahun HT sedang Acacia mangium 5 bulan Acacia mangium muda (5-10 bulan) HT tua Acacia mangium 10 bulan Acacia mangium sedang (1-2 tahun) Hutan Alam Acacia mangium 1-2 tahun Acacia mangium tua (3-7 tahun) Kebun sawit Acacia mangium 3 tahun Eucalyptus pellita muda (1-5 bulan) Lahan kosong Acacia mangium 4-5 tahun Eucalyptus pellita sedang (7 bulan 2 tahun) Acacia mangium 5-7 tahun Eucalyptus pellita tua (3-8 tahun) Eucalyptus pellita 1-3 bulan Mimusops elengi Eucalyptus pellita 4-5 bulan Hutan Alam Eucalyptus pellita 7-9 bulan Kebun sawit Eucalyptus pellita bulan Lahan kosong Eucalyptus pellita 1 tahun Eucalyptus pellita 2 tahun Eucalyptus pellita 3-4 tahun Eucalyptus pellita 7-8 tahun Mimusops elengi Hutan Alam Lahan kosong Kebun sawit Sarpras Sungai 37

48 38 Lampiran 6 Peta perubahan lahan tahun

49 Lampiran 7 Peta perubahan lahan tahun

50 40 Lampiran 8 Peta perubahan lahan tahun

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi penelitian di DAS Citarum Hulu Jawa Barat dengan luasan sebesar + 230.802 ha. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian 3.2 Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan Februari sampai September 2011. Kegiatan penelitian ini meliputi tahap prapenelitian (persiapan, survei), Inventarisasi (pengumpulan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan September dengan mengambil lokasi penelitian di wilayah Kecamatan Cikalong, Tasikmalaya (Gambar

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama dua bulan yaitu bulan Juli-Agustus 2010 dengan pemilihan lokasi di Kota Denpasar. Pengolahan data dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan

BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Data 3.3 Tahapan Pelaksanaan 15 BAB III METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Juli sampai dengan April 2011 dengan daerah penelitian di Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur,

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengolahan Awal Citra (Pre-Image Processing) Pengolahan awal citra (Pre Image Proccesing) merupakan suatu kegiatan memperbaiki dan mengoreksi citra yang memiliki kesalahan

Lebih terperinci

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian

METODOLOGI. Gambar 4. Peta Lokasi Penelitian 22 METODOLOGI Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sukabumi, Jawa Barat pada 7 wilayah kecamatan dengan waktu penelitian pada bulan Juni sampai November 2009. Pada lokasi penelitian

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU ADE WIBOWO PUTRO

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU ADE WIBOWO PUTRO IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN INDRAGIRI HILIR PROVINSI RIAU ADE WIBOWO PUTRO DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 11 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Juni Juli 2012 di area Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu-Hutan Alam (IUPHHK-HA) PT. Mamberamo Alasmandiri,

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA

MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA MODEL PENDUGA BIOMASSA MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HARLYN HARLINDA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Tahap persiapan merupakan tahapan penting dalam penelitian ini. Proses persiapan data ini berpengaruh pada hasil akhir penelitian. Persiapan yang dilakukan meliputi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman (Tahura WAR). Berdasarkan administrasi pemerintahan Provinsi Lampung kawasan ini berada

Lebih terperinci

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E

DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E DISTRIBUSI HUTAN ALAM DAN LAJU PERUBAHANNYA MENURUT KABUPATEN DI INDONESIA LUKMANUL HAKIM E14101043 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 RINGKASAN LUKMANUL HAKIM.

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR PROVINSI SUMATERA SELATAN SRI WAHYUNI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

Lebih terperinci

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DENGAN TEKNIK SIG DI BKPH SADANG KPH PURWAKARTA TAHUN RESI ROISAH HAMIDIAH

PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DENGAN TEKNIK SIG DI BKPH SADANG KPH PURWAKARTA TAHUN RESI ROISAH HAMIDIAH PEMETAAN PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DENGAN TEKNIK SIG DI BKPH SADANG KPH PURWAKARTA TAHUN 2006-2013 RESI ROISAH HAMIDIAH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi

IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi 31 IV. METODOLOGI 4.1. Waktu dan Lokasi Waktu yang dibutuhkan untuk melaksanakan penelitian ini adalah dimulai dari bulan April 2009 sampai dengan November 2009 yang secara umum terbagi terbagi menjadi

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Objek di Lapangan Pengamatan lapangan dilakukan di 3 (tiga) kabupaten, yaitu : Kabupaten Bogor, Kabupaten Sukabumi, dan Kabupaten Cianjur. Titik pengamatan sebanyak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG SITI PERMATA SARI

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG SITI PERMATA SARI IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN PESAWARAN PROVINSI LAMPUNG SITI PERMATA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini serta tahapan-tahapan yang dilakukan dalam mengklasifikasi tata guna lahan dari hasil

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Berdasarkan hasil observasi lapangan yang telah dilakukan di Kabupaten Humbang Hasundutan, Kabupaten Tapanuli Utara, dan Kabupaten

Lebih terperinci

Gambar 7. Lokasi Penelitian

Gambar 7. Lokasi Penelitian III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi Kabupaten Garut Provinsi Jawa Barat sebagai daerah penelitian yang terletak pada 6 56'49''-7 45'00'' Lintang Selatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada daerah kajian Provinsi Kalimantan Barat. Pengolahan dan analisis data dilakukan di Laboratorium Fisik Remote Sensing dan Sistem

Lebih terperinci

KESESUAIAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA BEKASI KASAYA ANNISA RAHMANIAH

KESESUAIAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA BEKASI KASAYA ANNISA RAHMANIAH KESESUAIAN RUANG TERBUKA HIJAU PADA RENCANA TATA RUANG WILAYAH DAN TUTUPAN LAHAN DI KOTA BEKASI KASAYA ANNISA RAHMANIAH DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2014 PERNYATAAN

Lebih terperinci

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003

REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 REKALKUKASI SUMBER DAYA HUTAN INDONESIA TAHUN 2003 KATA PENGANTAR Assalaamu alaikum Wr. Wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan Buku

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 22 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai analisis data Landsat 7 untuk estimasi umur tanaman kelapa sawit mengambil daerah studi kasus di areal perkebunan PTPN VIII

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI POLA HUTAN RAKYAT DAN PENUTUPAN LAHAN LAIN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo)

IDENTIFIKASI POLA HUTAN RAKYAT DAN PENUTUPAN LAHAN LAIN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) IDENTIFIKASI POLA HUTAN RAKYAT DAN PENUTUPAN LAHAN LAIN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 OLI (Studi kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) DYAH AYU PUTRI PERTIWI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA

ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA 1 ANALISISPERUBAHAN TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI WAMPU, KABUPATEN LANGKAT, SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh : EDRA SEPTIAN S 121201046 MANAJEMEN HUTAN PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penutupan Lahan dan Perubahannya Penutupan lahan menggambarkan konstruksi vegetasi dan buatan yang menutup permukaan lahan (Burley, 1961 dalam Lo, 1995). Konstruksi tersebut seluruhnya

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN BOGOR BUNGA MENTARI

IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN BOGOR BUNGA MENTARI IDENTIFIKASI KARAKTERISTIK DAN PEMETAAN KLASIFIKASI TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT 8 (OLI) DI KABUPATEN BOGOR BUNGA MENTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014.

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2014. Penelitian ini dilakukan di kawasan Cagar Alam Dolok Sibual-buali (Studi Kasus: Desa Bulu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang.

III. METODOLOGI. Gambar 1. Peta Administrasi Kota Palembang. III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2010. Lokasi penelitian di Kota Palembang dan Laboratorium Analisis Spasial Lingkungan, Departemen Konservasi Sumberdaya

Lebih terperinci

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989).

Orientasi adalah usaha peninjauan untuk menentukan sikap (arah, tempat, dan sebagainya) yang tepat dan benar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989). BAB II METODE KAJIAN 2.1. Pengertian Rekonstruksi, dari kata re : kembali, dan konstruksi : susunan, model, atau tata letak suatu bangunan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1989), dalam hal ini rekonstruksi

Lebih terperinci

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN

ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN ANALISIS KERAPATAN VEGETASI PADA KELAS TUTUPAN LAHAN DI DAERAH ALIRAN SUNGAI LEPAN SKRIPSI Oleh : WARREN CHRISTHOPER MELIALA 121201031 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS KEHUTANAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb.

KATA PENGANTAR. Assalamu alaikum wr.wb. KATA PENGANTAR Assalamu alaikum wr.wb. Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan buku Penghitungan Deforestasi Indonesia Periode Tahun 2009-2011

Lebih terperinci

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B

Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel 5) digunakan analisis separabilitas. B Tabel 5 Matriks Transformed Divergence (TD) 25 klaster dengan klasifikasi tidak terbimbing 35 36 4.1.2 Analisis Separabilitas Untuk mengetahui tingkat keterpisahan tiap klaster dari hasil klastering (Tabel

Lebih terperinci

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan

III. METODOLOGIPENELITIAN Waktu dan Tempat. Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan III. METODOLOGIPENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan tepatnya pada Agustus 2008, namun penyusunan laporan kembali dilakukan pada bulan Agustus hingga September 2009. Pengamatan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN LANDSAT 7 DAN LANDSAT 8 (Studi Kasus di Asosiasi Petani Hutan Rakyat Wonosobo) MUHAMMAD ROMADHON DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Gap Filling Citra Gap Filling citra merupakan metode yang dilakukan untuk mengisi garisgaris yang kosong pada citra Landsat TM hasil download yang mengalami SLCoff, sehingga

Lebih terperinci

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit

Perumusan Masalah Bagaimana kondisi perubahan tutupan lahan yang terjadi di daerah aliran sungai Ciliwung dengan cara membandingkan citra satelit Latar Belakang Meningkatnya pembangunan di Cisarua, Bogor seringkali menimbulkan dampak tidak baik terhadap lingkungan. Salah satu contohnya adalah pembangunan yang terjadi di Daerah Aliran Sungai Ciliwung.

Lebih terperinci

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN

4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4. PERUBAHAN PENUTUP LAHAN 4.1. Latar Belakang Sebagaimana diuraikan terdahulu (Bab 1), DAS merupakan suatu ekosistem yang salah satu komponen penyusunannya adalah vegetasi terutama berupa hutan dan perkebunan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas

III. METODE PENELITIAN. Tampak pada bulan Januari September Resort Pugung Tampak memiliki luas 23 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Resort Pugung Tampak pada bulan Januari September 2012. Resort Pugung Tampak

Lebih terperinci

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004

Tabel 11. Klasifikasi Penutupan Lahan Data Citra Landsat 7 ETM, Maret 2004 53 5.1.3 Klasifikasi Penutupan Lahan Klasifikasi data Citra Landsat dilakukan untuk pengelompokan penutupan lahan pada tahun 2004. Metode yang dipergunakan adalah klasifikasi terbimbing (Supervised Classification).

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way

III. METODE PENELITIAN. berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way 13 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan dari bulan Juni sampai dengan September 2012 yang berlokasi di kawasan Taman Nasional Way Kambas. Taman Nasional Way Kambas

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI JENIS TUTUPAN LAHAN DI KAWASAN KPHP POIGAR. DENGAN METODE MAXIMUM LIKELIHOOD A. M. Muhammad (1), J. A. Rombang (1), F. B.

IDENTIFIKASI JENIS TUTUPAN LAHAN DI KAWASAN KPHP POIGAR. DENGAN METODE MAXIMUM LIKELIHOOD A. M. Muhammad (1), J. A. Rombang (1), F. B. IDENTIFIKASI JENIS TUTUPAN LAHAN DI KAWASAN KPHP POIGAR DENGAN METODE MAXIMUM LIKELIHOOD A. M. Muhammad (1), J. A. Rombang (1), F. B. Saroinsong (1) 1 Program Studi Ilmu Kehutanan, Jurusan Budidaya Pertanian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan

TINJAUAN PUSTAKA. Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa. penyusunan rencana kehutanan. Pembentukan wilayah pengelolaan hutan TINJAUAN PUSTAKA KPH (Kesatuan Pengelolaan Hutan) Dalam Pasal 12 Undang-undang Kehutanan disebutkan bahwa perencanaan kehutanan meliputi inventarisasi hutan, pengukuhan kawasan hutan, penatagunaan kawasan

Lebih terperinci

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321

Gambar 8. Citra ALOS AVNIR-2 dengan Citra Komposit RGB 321 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kenampakan Secara Spasial Kelapa Sawit PT. Perkebunan Nusantara VIII Cimulang Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR-2 yang diakuisisi pada tanggal

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI DAS CITARUM HULU DEA MARCHIA IVONE

IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI DAS CITARUM HULU DEA MARCHIA IVONE IDENTIFIKASI PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI DAS CITARUM HULU DEA MARCHIA IVONE DEPARTEMEN MANAJAMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2017 i ii PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 31 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Identifikasi Tutupan Lahan di Lapangan Pengamatan tutupan lahan di lapangan dilakukan di Kecamatan Cikalong yang terdiri dari 13 desa. Titik pengamatan yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 10 III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di laboratorium dan di lapang. Pengolahan citra dilakukan di Bagian Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial dan penentuan

Lebih terperinci

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016

Tabel 1.1 Tabel Jumlah Penduduk Kecamatan Banguntapan Tahun 2010 dan Tahun 2016 BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Tempat tinggal merupakan salah satu aspek penting dalam kehidupan karena merupakan salah satu kebutuhan primer manusia. Tempat tinggal menjadi sarana untuk berkumpul,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman

I. PENDAHULUAN. masyarakat Kota Bandar Lampung dan Kabupaten Pesawaran. Selain itu taman I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman merupakan wilayah sistem penyangga kehidupan terutama dalam pengaturan tata air, menjaga kesuburan tanah, mencegah erosi, menjaga keseimbangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014.

III. METODE PENELITIAN. Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. 33 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2013 hingga Maret 2014. Adapun penelitian dilaksanakan di pesisir Kabupaten Lampung Timur. Berikut ini

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kawasan Hutan Adat Kasepuhan Citorek, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Pengambilan data lapangan dilaksanakan bulan Februari

Lebih terperinci

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat

Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Analisa Perubahan Tutupan Lahan di Waduk Riam Kanan dan Sekitarnya Menggunakan Sistem Informasi Geografis(SIG) dan data citra Landsat Rully Sasmitha dan Nurlina Abstrak: Telah dilakukan penelitian untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Pekanbaru. Kota Pekanbaru terletak pada 101 0 18 sampai 101 0 36 Bujur Timur serta 0 0 25 sampai 0 0 45 Lintang Utara.

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin

III. METODOLOGI. Gambar 2. Peta Orientasi Wilayah Penelitian. Kota Yogyakarta. Kota Medan. Kota Banjarmasin III. METODOLOGI 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai dari bulan Maret sampai bulan November 2009. Objek penelitian difokuskan pada wilayah Kota Banjarmasin, Yogyakarta, dan

Lebih terperinci

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA)

PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) PERAMBAHAN KOTA (URBAN SPRAWL) TERHADAP LAHAN PERTANIAN DI KOTA MAKASSAR BERDASARKAN CITRA SATELIT LANDSAT 5 TM (STUDI KASUS KECAMATAN BIRINGKANAYA) SRI WAHYUNI WERO G 621 08 264 Skripsi Hasil Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999, bahwa mangrove merupakan ekosistem hutan, dengan definisi hutan adalah suatu ekosistem hamparan lahan berisi sumber daya

Lebih terperinci

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E

PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS. Oleh MENDUT NURNINGSIH E PEMETAAN POHON PLUS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT DENGAN TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS Oleh MENDUT NURNINGSIH E01400022 DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Febuari 2009 sampai Januari 2010, mengambil lokasi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pengolahan dan Analisis

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di daerah Daerah Aliran Sungai (DAS) Cipunagara dan sekitarnya, Jawa Barat (Gambar 1). DAS Cipunagara berada dibawah pengelolaan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Adat Kasepuhan Pengertian masyarakat adat berdasarkan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara adalah kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur (secara turun temurun)

Lebih terperinci

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI

PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI PENDUGAAN POTENSI BIOMASSA TEGAKAN DI AREAL REHABILITASI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT MENGGUNAKAN METODE TREE SAMPLING INTAN HARTIKA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN 17 III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini mengambil lokasi di Provinsi Kalimantan Barat. Provinsi Kalimantan Barat terletak di bagian barat pulau Kalimantan atau di antara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS).

TINJAUAN PUSTAKA. Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o o LU. (perhitungan luas menggunakan perangkat GIS). TINJAUAN PUSTAKA Daerah Aliran Sungai (DAS) Besitang Sekilas Tentang DAS Besitang Secara geografis DAS Besitang terletak antara 03 o 45 04 o 22 44 LU dan 97 o 51 99 o 17 56 BT. Kawasan DAS Besitang melintasi

Lebih terperinci

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI

MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI MODEL PENDUGA VOLUME POHON MAHONI DAUN BESAR (Swietenia macrophylla, King) DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT WAHYU NAZRI YANDI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN

ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN ANALISIS PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN (LAND COVER) DI TAMAN WISATA ALAM SUNGAI LIKU KABUPATEN SAMBAS TAHUN 2013-2016 (Analysis Of Land Cover Changes At The Nature Tourism Park Of Sungai Liku In Sambas Regency

Lebih terperinci

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN

INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN INDIKASI LOKASI REHABILITASI HUTAN & LAHAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang memiliki nilai ekonomi, ekologi dan sosial yang tinggi. Hutan alam tropika

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian dilakukan di kawasan perkotaan Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pada bulan Juni sampai dengan bulan Desember 2008. Gambar 3. Citra IKONOS Wilayah

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

III. METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian III. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan sejak Juli 2010 sampai dengan Mei 2011. Lokasi penelitian terletak di wilayah Kabupaten Indramayu, Provinsi Jawa Barat. Pengolahan

Lebih terperinci

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI

PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI PENDUGAAN SERAPAN KARBON DIOKSIDA PADA BLOK REHABILITASI CONOCOPHILLIPS DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI PRASASTI RIRI KUNTARI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI. Oleh : PUTRI SINAMBELA /MANAJEMEN HUTAN ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN LAHAN KABUPATEN TOBA SAMOSIR SKRIPSI Oleh : PUTRI SINAMBELA 071201035/MANAJEMEN HUTAN DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2011 LEMBAR PENGESAHAN

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.17/MENLHK/SETJEN/KUM.1/2/2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN NOMOR P.12/MENLHK-II/2015

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Kabupaten Indramayu, Jawa Barat (Gambar 1). Penelitian dimulai dari bulan Juli 2010 sampai Januari

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4.

III. BAHAN DAN METODE. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 3 dan Tabel 4. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan Juni sampai dengan bulan September 2009. Lokasi Penelitian adalah di Kawasan Agropolitan Cendawasari, Desa Karacak,

Lebih terperinci

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR

Gambar 13. Citra ALOS AVNIR 32 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Citra ALOS AVNIR Citra yang digunakan pada penelitian ini adalah Citra ALOS AVNIR tahun 2006 seperti yang tampak pada Gambar 13. Adapun kombinasi band yang digunakan

Lebih terperinci

SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI

SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI SERANGAN Ganoderma sp. PENYEBAB PENYAKIT AKAR MERAH DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, SUKABUMI, JAWA BARAT DEASY PUTRI PERMATASARI DEPARTEMEN SILVIKULTUR FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh merupakan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perolehan informasi objek di permukaan Bumi melalui hasil rekamannya (Sutanto,2013). Objek di permukaan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai dengan Januari 2012 dengan daerah penelitian di Desa Sawohan, Kecamatan Buduran, Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5

ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5 TUGAS AKHIR RG 091536 ANALISA TUTUPAN LAHAN TERHADAP RENCANA INVESTASI DI KECAMATAN LABANG, KABUPATEN BANGKALAN PASCA SURAMADU DENGAN CITRA SPOT-5 DESI HALFIATI ISNANINGSIH NRP 3506 100 014 LATAR BELAKANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan lahan merupakan hasil kegiatan manusia baik yang berlangsung secara siklus atau permanen pada sumberdaya lahan alami maupun buatan guna terpenuhinya kebutuhan

Lebih terperinci

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian

3 METODE. Lokasi dan Waktu Penelitian 8 3 METODE Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian adalah Kabupaten Bogor Jawa Barat yang secara geografis terletak pada 6º18 6º47 10 LS dan 106º23 45-107º 13 30 BT. Lokasi ini dipilih karena Kabupaten

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang

3. METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta administrasi Kota Sintang 3. METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kota Sintang Kalimantan Barat, terletak kurang lebih 395 km dari K ota Pontianak Ibu Kota Propinsi Kalimantan Barat. Meliputi

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI

ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI ANALISIS PERUBAHAN TUTUPAN VEGETASI BERDASARKAN NILAI NDVI DAN FAKTOR BIOFISIK LAHAN DI CAGAR ALAM DOLOK SIBUAL-BUALI SKRIPSI Oleh : Ardiansyah Putra 101201018 PROGRAM STUDI KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

KESESUAIAN KLASIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ETM+ DENGAN RTRW PROVINSI DKI JAKARTA GEANISA VIANDA PUTRI

KESESUAIAN KLASIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ETM+ DENGAN RTRW PROVINSI DKI JAKARTA GEANISA VIANDA PUTRI KESESUAIAN KLASIFIKASI RUANG TERBUKA HIJAU MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT ETM+ DENGAN RTRW PROVINSI DKI JAKARTA GEANISA VIANDA PUTRI DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Gambar 1. Satelit Landsat

Gambar 1. Satelit Landsat 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penginderaan Jauh Penginderaan jauh adalah ilmu dan seni untuk memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penginderaan jauh yaitu berbagai teknik yang dikembangkan untuk perolehan dan analisis informasi tentang bumi. Informasi tersebut berbentuk radiasi elektromagnetik

Lebih terperinci

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA

LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA LAJU INFILTRASI TANAH DIBERBAGAI KEMIRINGAN LERENG HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT, KABUPATEN SUKABUMI JAWA BARAT LINGGA BUANA DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

Laporan Praktikum III KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN ERDAS IMAGINE

Laporan Praktikum III KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN ERDAS IMAGINE Mata Kuliah Dasar Sistem Informasi Geografi dan Lingkungan [PSL640] Dosen : Prof.Dr.Ir. Lilik B. Prasetyo Laporan Praktikum III KLASIFIKASI CITRA SATELIT MENGGUNAKAN ERDAS IMAGINE Oleh : Muhammad Ramdhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil

TINJAUAN PUSTAKA. lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil 4 TINJAUAN PUSTAKA Makin banyak informasi yang dipergunakan dalam klasifikasi penutup lahan dengan data satelit penginderaan jauh makin tinggi akurasi hasil klasifikasinya. Menggunakan informasi multi

Lebih terperinci

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1

JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x, No. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 JURNAL TEKNIK POMITS Vol. x,. x, (2014) ISSN: xxxx-xxxx (xxxx-x Print) 1 Pemanfaatan Data Penginderaan Jauh untuk Identifikasi Kerusakan Hutan di Daerah Aliran Sungai (DAS) (Studi Kasus : Sub DAS Brantas

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG

ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG ANALISIS PERUBAHAN CADANGAN KARBON DI KAWASAN GUNUNG PADANG KOTA PADANG Rina Sukesi 1, Dedi Hermon 2, Endah Purwaningsih 2 Program Studi Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid 27 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode Penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data yang valid dengan tujuan dapat ditemukan, dibuktikan dan dikembangkan suatu pengetahuan

Lebih terperinci

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H.

ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. ANALISIS TUTUPAN LAHAN MENGGUNAKAN CITRA LANDSAT DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT HAYCKAL RIZKI H. DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2015 PERNYATAAN MENGENAI

Lebih terperinci

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam

Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran Hutan Alam Ekspansi Industri Pulp: Cara Optimis Penghancuran *Contoh Kasus RAPP dan IKPP Ringkasan Sampai akhir Desember 27 realisasi pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) hanya 33,34 persen dari total 1.37 juta

Lebih terperinci

Pengertian Sistem Informasi Geografis

Pengertian Sistem Informasi Geografis Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk

Lebih terperinci