TI JAUA PUSTAKA. A. Salak Pondoh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "TI JAUA PUSTAKA. A. Salak Pondoh"

Transkripsi

1 II. TI JAUA PUSTAKA A. Salak Pondoh Tanaman salak termasuk suku pinang-pinangan, ordo Spadiceflorae, famili Palmaceae dengan beberapa spesies Salacca conferta, Salacca edulis, Salacca affinis, Salacca globoscans, dan Salacca wulliciana (Soedibyo 1974). Menurut Suter (1988), panjang buah salak berkisar antara cm, diameter cm, dan berat buah berkisar antara g. Variasi panjang, diameter, dan berat buah salak dipengaruhi oleh kultivar serta letak buah salak pada tandannya. Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik untuk diusahakan. Daerah asalnya tidak jelas, tetapi diduga dari Thailand, Malaysia dan Indonesia. Ada pula yang mengatakan bahwa tanaman salak (Salacca edulis) berasal dari Pulau Jawa. Pada masa penjajahan biji-biji salak dibawa oleh para saudagar hingga menyebar ke seluruh Indonesia, bahkan sampai ke Filipina, Malaysia, Brunei dan Muangthai. Salak adalah sejenis palma dengan buah yang biasa dimakan (Wikipedia 2011). Tanaman salak pondoh merupakan tanaman berumah dua, sehingga dapat ditemukan tanaman jantan dan tanaman betina. Bunga jantan tersusun seperti genteng, bertangkai dan berwarna coklat kemerah-merahan. Sedangkan bunga betina tersusun dari 1-3 bulir, bertangkai panjang dan mekar sekitar 1-3 hari. Perakaran salak pondoh terdiri dari akar serabut, yang sebagian besar berada di dalam tanah dan sebagian lagi muncul dipermukaan tanah. Perkembangan akar salak pondoh dipengaruhi oleh cara pengolahan tanah, pemupukan, tekstur tanah, sifat fisik dan kimia tanah, air tanah, lapisan bawah tanah, dan lain-lain. Sedangkan batang salak pondoh termasuk pendek dan hampir tidak kelihatan secara jelas, karena selain ruas-ruasnya padat juga tertutup oleh pelepah daun yang tumbuhnya memanjang. Buah salak tersusun atas tiga bagian utama, yaitu kulit, daging, buah dan bagian biji (Gambar 1). Bagian kulit buah terdiri atas sisik-sisik yang tersusun seperti genting dan kulit ari yang langsung menyelimuti daging buah. Kulit ari berwarna putih transparan (Suter 1988). Warna sisik buah salak ada yang berwarna coklat kehitaman, coklat kemerahan, dan coklat keputihan tergantungg dari kultivarnya. Keterangan: 1. Pangkal buah 2. Ujung buah 3. Kulit luar dan sisik 4. Daging buah 5. Kulit ari 6. Biji 7. Embrio Gambar 1. Anatomi buah salak (Sabari 1982) Komposisi kimia seperti gula, asam organik, tanin, pektin dan sebagainya pada buah salak mengalami perubahan selama perkembangan buah (Sabari 1982). Komposisi kimia pada buah salak bervariasi menurut varietas salak. Diantara empat varietas salak, yaitu salak pondoh, salak Sleman, salak Bali, dan salak Condet, ternyata salak pondoh memiliki rasio gula asam tertinggi, yaitu 72.81, kemudian disusul oleh salak Sleman 52.44, salak Bali sebesar dan salak Condet rasio gula asamnya terendah yaitu (Suter 1988). 3

2 Rasa buah salak pondoh yang selalu manis dan lebih tahan lama disimpan walaupun belum ada kejelasan selisih lama ketahanannya dibandingkan salak biasa. Hal ini merupakan keunggulan dari salak pondoh sehingga petani tertarik untuk mengusahakannya (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi DI Yogyakarta 1989). Sifat khas salak pondoh yang selalu berasa manis dan tidak sepat walaupun masih muda disebabkan oleh kandungan total gula yang cukup tinggi, kandungan total asam yang relatif rendah, dan kandungan tannin yang lebih rendah dibandingkan kultivar salak lainnya (Suter 1988). Buah salak pondoh muda rasanya manis dan gurih, sedangkan buah salak pondoh tua rasanya manis, gurih, dan masir. Ketebalan daging buahnya antara 0.8 cm sampai 1.5 cm, dan warna daging buahnya putih kapur (Rukmana 1999). Sedangkan kandungan gizi buah salak pondoh dalam tiap 100 gram buah salak segar menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981), dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kandungan gizi buah salak per 100 gram buah Kandungan gizi Proporsi Kalori 77 kal Protein 0,40 g Karbohidrat 20,90 g Kalsium 28,00 mg Fosfor 18,00 mg Zat besi 4,20 mg Vitamin B 0,04 mg Vitamin C 2,00 mg Air 78,00 mg Bagian yang dimakan 50% Sumber: Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1981) Kriteria buah yang sudah siap dipanen dapat ditentukan melalui umur buah atau dengan memperhatikan penampakan buah. Umur panen buah salak pondoh adalah sekitar 5,5-6 bulan, sedangkan bila melihat dari penampakan buahnya, salak pondoh yang siap dipanen memiliki warna kulit buah bersih dan mengilap, bila dipegang terasa empuk dan kulitnya tidak keras serta beraroma khas (Anarsis 1996). Menurut (Satuhu 2004), ada beberapa cara penentuan tingkat kematangan buah yaitu berdasarkan umur panen, sifat visual atau penampakannya, kendungan kimia, tingkat kekerasan, dan uji organoleptik. Mutu buah salak yang baik diperoleh bila pemanenan dilakukan pada tingkat kemasakan yang baik. Buah salak yang belum masak, bila dipungut akan terasa sepet dan tidak manis. Maka pemanenan dilakukan dengan cara petik pilih, sehingga diperlukan keterampilan dan pengetahuan standar panen. Buah salak dapat dipanen setelah matang benar di pohon, biasanya berumur 6 bulan setelah bunga mekar (anthesis). Hal ditandai oleh sisik yang telah jarang, warna kulit buah merah kehitaman atau kuning tua, dan bulu-bulunya telah hilang. Ujung kulit buah (bagian buah yang meruncing) terasa lunak bila ditekan. Tanda buah yang sudah tua, menurut sumber lain adalah warnanya mengkilat (klimis), bila dipetik mudah terlepas dari tangkai buah dan beraroma salak (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2000). Tanaman salak dalam masa panennya terdapat 4 musim, yaitu panen raya pada bulan November, Desember dan Januari, panen sedang pada bulan Mei, Juni dan Juli, panen kecil pada bulan-bulan Februari, Maret dan April dan masa kosong/istirahat pada bulan-bulan Agustus, September dan Oktober. Bila pada bulan-bulan ini ada buah salak maka dinamakan buah slandren. Menurut sumber lain panen besar buah salak adalah antara bulan Oktober Januari (Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 2000). 4

3 B. Fisiologi dan Kerusakan Pascapanen Perubahan-perubahan yang dapat menyebabkan kerusakan pada buah dan sayuran setelah dipanen salah satunya disebabkan oleh proses metabolisme, seperti respirasi, transpirasi, dan aktivitas-aktivitas biokomia lainnya, yang masih berlangsung setelah pemanenan (Winarno dan Wiratakusumah 1981). Perubahan tersebut juga dapat mengakibatkan penurunan kekebalan alami buah terhadap aktivitas mikroba, sehingga aktivitas organisme penyebab kerusakan meningkat (Hanson 1976). Buah-buahan yang sudah dipanen masih melakukan proses respirasi yang menghasilkan CO 2 dan panas serta menggunakan O 2. Respirasi didefinisikan sebagai reaksi oksidasi dari bahan dalam sel (misalnya pati, gula, dan asam organik) menjadi molekul CO 2, air dan energi yang dapat digunakan oleh sel untuk reaksi sintetis (Will et al. 1981). Laju respirasi tersebut dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal antara lain tingkat perkembangan, susunan kimiawi jaringan, ukuran buah, pelapis alami, dan jenis jaringan. Sedangkan faktor eksternal antara lain suhu, etilen, O 2 yang tersedia, CO 2, zat-zat pengatur pertumbuhan dan kerusakan buah. Ditinjau dari penyebabnya, jenis-jenis kerusakan bahan pangan dapat dibagi menjadi kerusakan mekanik, fisik, mikrobiologis dan fisiologis dan biologis serta kerusakan kimiawi (Winarno dan Jenie 1982). 1. Kerusakan Mikrobiologis Kerusakan ini timbul karena adanya luka bakar atau memar pada buah salak yang berfungsi sebagai pintu gerbang bagi mikroba (Mucor sp) untuk masuk ke dalam daging buah setelah dipetik (Rahmad 1990). Buah salak dapat ditumbuhi kapang dan jamur dan selanjutnya mengakibatkan buah menjadi busuk. Kerusakan ini terutama terjadi pada waktu buah disimpan dan dipercepat dengan luka atau memar pada buah salak (Suter 1988). Hasil pengamatan Noorhakim (1992) menunjukkan mikroba penyebab kerusakan buah salak pondoh berkulit pada suhu kamar dan suhu dingin (10 o C) adalah kapang Mucor sp. 2. Kerusakan Mekanis Kerusakan mekanis terjadi akibat benturan-benturan mekanis antara buah-buah salak itu sendiri. Pemanenan yang kurang hati-hati dan sistem pengangkutan yang buruk banyak mengakibatkan kerusakan mekanis (Winarno dan Jenie 1982). Menurut Suter (1988) kerusakan-kerusakan mekanis yang banyak dijumpai pada buah salak adalah luka (terpotong alat, tertusuk duri pohon salak) dan memar. 3. Kerusakan Fisik Jenis kerusakan ini disebabkan oleh faktor-faktor fisik seperti suhu dan kelembaban (Winarno dan Jenie 1982). Pada suhu tinggi buah akan kelebihan panas, bila tidak cukup ventilasi dan pendinginan. Buah salak yang disimpan pada kondisi terbuka pada suhu kamar menyebabkan kerusakan-kerusakan pada kulit dan daging buah menjadi kering, keriput serta kulit buah menjadi lebih sulit dikupas dibandingkan buah yang segar (Suter 1988). 4. Kerusakan Fisiologis dan Biologis Reaksi metabolisme dan aktivitas enzim yang merupakan proses autolisis dapat menimbulkan kerusakan fisiologis (Winarno dan Jenie 1982). Adanya luka pada buah menyebabkan terjadinya pencoklatan pada daging buah dan meningkatkan kecepatan respirasi sehingga mempercepat pelayuan buah (Eskin et al. 1971). 5. Kerusakan Kimiawi Kerusakan kimiawi biasanya saling berhubungan dengan jenis kerusakan yang lain. Kerusakan fisiologis biasanya juga merupakan kerusakan kimiawi, karena reaksi enzimatis biasanya aktif dalam proses kerusakan tersebut (Winarno dan Jenie 1982). Adanya oksigen menyebabkan terjadinya pencoklatan pada buah salak yang merupakan salah satu bentuk kerusakan kimiawi. Pencoklatan terjadi karena aktivitas enzim-enzim seperti fenolase, polifenol oksidasi, tirosinase, dan katekolase (Richardson 1976). Terjadinya kerusakan mekanis seperti luka, memar dan terpotong pada waktu pemanenan dan penanganan buah salak akan mempercepat timbulnya kerusakan jenis lain, terutama pencoklatan pada buah. Ada empat mekanisme reaksi pencoklatan yaitu enzimatis, reaksi maillard, karamelisasi, dan oksidasi asam askorbat. Pencoklatan ezimatis banyak terjadi pada buah dan sayuran bila jaringannya terpotong, terluka atau terkupas. Bagian yang terluka tersebut cepat menjadi gelap bila terkena udara, sebagai akibat terjadinya konversi senyawa fenol menjadi melanin berwarna coklat (Eskin et al 1971). 5

4 C. Parameter Penurunan Mutu Mutu adalah sekelompok sifat atau faktor-faktor pada komoditi yang membedakan tingkat kepuasan atau tingkat penerimaan bagi pembeli (Kramer dan Twigg 1962). Penurunan mutu pada penyimpanan buah segar dapat ditentukan dengan menggunakan suatu parameter yang dapat diukur secara kuantitatif yang mencerminkan kondisi mutu produk tersebut. Menurut Apandi (1984), klasifikasi mutu terdiri atas aspek organoleptik dan aspek non organoleptik. Aspek organoleptik yaitu penampilan (besar, bentuk, cacat, warna, dan kilap), citarasa (bau dan rasa) serta tekstur (perasaan tangan dan perasaan mulut) Suter (1988) menggunakan beberapa parameter mutu untuk buah salak yaitu kadar air, kadar pati, total gula, asam organik, ph, dan keempukan buah. Sedangkan Lestari (2003) menyatakan bahwa parameter mutu yang digunakan dalam penyimpanan buah salak adalah analisa fisik (susut bobot dan persentase kerusakan), analisa kimia (kadar air, total asam tertitrasi, dan total padatan terlarut), serta analisa organoleptik (kekerasan, warna, tekstur, dan penerimaan umum). Mutu buah salak sendiri dapat ditentukan berdasarkan standar mutu salak Indonesia yang tercantum pada SNI Salak dibagi atas 2 (dua) kelas mutu, yaitu mutu I dan II (Tabel 2). Berdasarkan beratnya, kelas mutu salak diklasifikasikan menjadi 3, yaitu ukuran besar untuk salak yang berbobot 61 gram atau lebih per buah, ukuran sedang berbobot gram/ buah, dan ukuran kecil berbobot 32 gram atau kurang per buah. Tabel 2. Kelas mutu buah salak berdasarkan SNI Tingkat Mutu I Mutu II Ketuaan Seragam tua Seragam tua Kekerasan Keras Cukup keras Kerusakan kulit buah Utuh Kurang utuh Ukuran Seragam Kurang seragam Busuk (bobot/bobot) 1% 1% Kotoran Bebas Bebas Sumber: BSN (Badan Standardisasi Nasional) Wills et al. (1981) menyebutkan bahwa faktor utama yang mendukung penurunan mutu akibat kerusakan yang terjadi setelah buah dipanen adalah pengaruh mekanis saat pemanenan dan penanganan selanjutnya yang dapat mengakibatkan kerusakan pada buah-buahan dan infasi penyakit oleh mikroba. Penurunan mutu juga dapat terjadi pada buah pada saat pemasaran, terutama bila buah yang dipajang dalam waktu lama dengan organisasi pemasaran yang buruk. D. Pengemasan dan Penyimpanan Dingin Pengemasan adalah suatu sistem terpadu untuk menyiapkan, menyimpan, dan mengawetkan produk untuk dikirim ke konsumen melalui sistem distribusi dengan aman dan murah (Jaswin 1999). Pengemasan merupakan salah satu proses dalam industri yang memegang peranan penting dalam upaya mencegah terjadinya penurunan mutu produk, karena perlindungan produk dapat dilakukan dengan mengemas produk yang bersangkutan. Pengemasan dilakukan terhadap produk pangan maupun bukan pangan. Pengemasan harus dilakukan dengan benar karena pengemasan yang salah dapat mengakibatkan produk tidak memenuhi syarat mutu seperti yang diharapkan (Buckle et al. 1987). Pengemasan buah-buahan dan sayuran adalah suatu usaha menempatkan komoditas tersebut ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat, dengan maksud agar mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan, pada akhirnya saat diterima oleh konsumen nilai pasarnya tetap tinggi. Bahan dan bentuk kemasan memberikan peran yang besar terhadap pemasaran buahbuahan dan sayuran segar apabila mampu menahan kehilangan air (Sacharow dan Griffin 1980). Beberapa sifat kemasan yang diinginkan selama distribusi adalah yang sesuai dengan sifat produk yang akan dikemas, mempunyai kekuatan yang cukup untuk bertahan dari resiko kerusakan selama pengangkutan dan penyimpanan, memiliki lubang ventilasi yang cukup (bagi 6

5 produk tertentu yang membutuhkan), menyediakan informasi yang memungkinkan identifikasi produk yang dikemas, tempat produsen dan tujuan pengiriman, serta dapat dibongkar dengan mudah tanpa menggunakan buku penunjuk secara khusus (Paine dan Paine 1983). Menurut Kusumah (2007), kemasan umum dibagi dalam beberapa klasifikasi: 1. Kemasan transportasi a. Kemasan rigid (kaku) Kemasan dengan desain kaku akan memberikan perlindungan yang lebih baik terhadap produk yang dikemas. Kekakuannya tinggi sehingga penumpukan dapat lebih tinggi. Bisa dipakai lebih dari satu kali atau berulang kali. Contohnya peti kayu dan kardus karton. b. Kemasan fleksibel Kemasan dengan desain fleksibel mempunyai bobot ringan dan volume produk yang terkemas dapat disesuaikan dengan keinginan konsumen. Contohnya plastik dan kantong jaring. 2. Kemasan retail Kemasan retail merupakan desain kemasan eceran atau kemasan terakhir yang sampai pada konsumen. Contohnya kemasan botol minuman dan makanan. Berdasarkan fungsinya pengemasan dibagi menjadi dua, yaitu: pengemasan untuk pengangkutan dan distribusi (shipping/delivery package), sering disebut sebagai kemasan distribusi atau kemasan transportasi serta pengemasan untuk perdagangan eceran atau supermarket (retail package) atau kemasan eceran. Kemasan distribusi adalah kemasan yang terutama ditujukan untuk melindungi produk yang dikemas selama pengangkutan dari podusen sampai ke konsumen dan penyimpanan (Paine and Paine 1983). Dalam pemilihan material dan rancangan, kemasan distribusi lebih mengutamakan material dan rancangan yang dapat melindungi kerusakan selama pengangkutan dan distribusi, sedang kemasan eceran diutamakan material dan rancangan yang dapat memikat konsumen (Peleg 1985). Kemasan untuk produk hasil-hasil pertanian (hortikultura) perlu dilubangi sebagai ventilasi. Adanya ventilasi ini menyebabkan sirkulasi udara yang baik dalam kemasan sehingga akan menghindarkan kerusakan komoditas akibat akumulasi CO 2 pada suhu tinggi (Hidayati 1993) di dalam (Aspihani 2006). Pantastico (1975) menyatakan bahwa buah-buahan merupakan produk segar (fresh product) sehingga harus tetap dijaga kesegarannya hingga sampai ke tangan konsumen. Peleg (1985) juga menyatakan bahwa untuk mendesain sebuah kemasan baik untuk penyimpanan maupun distribusi buah (produk hortikultura) perlu diperhatikan sirkulasi udara dengan memberikan ventilasi dengan tujuan mempertahankan kesegaran buah. Perbedaan desain, bentuk, dan ukuran dari lubang ventilasi biasanya disesuaikan dengan tipe produksi, penyimpanan, dan moda transportasi. Pemotongan lubang ventilasi biasanya dilakukan dibagian samping dari kemasan dengan pemberian lubang ventilasi secara horizontal (Peleg 1985). Menurut New et al. (1978) di dalam (Aspihani 2006) lubang ventilasi pada peti karton biasanya dibuat bulat (circle ventilation) atau celah panjang dengan sudut-sudutnya dibulatkan (oblong ventilation). Silvia (2006) juga menyatakan bahwa bentuk lubang ventilasi yang banyak ditemukan dilapangan untuk kemasan distribusi adalah oblong ventilation dan circle ventilation. Menurut Triyanto (1991), karton gelombang merupakan bahan kemasan distribusi yang paling umum dan paling banyak digunakan untuk berbagai jenis produk, mulai dari buah-buahan sampai dengan peralatan elektronik atau mesin untuk industri. Hal ini disebabkan oleh harganya yang relatif murah dan daya tahan yang dapat dipilih sesuai dengan jenis produk yang dikemas dan jenis transportasi yang digunakan. Walaupun demikian, agar dapat berfungsi dengan maksimal, pemakaian kotak karton gelombang harus memperhatikan penggunaan bahan baku yang baik, pengendalian mutu yang memadai selama proses pembuatan, spesifikasi kotak yang dibuat, baik dari segi ukuran, berat, dan lain-lain. Peleg (1985) mengklasifikasikan karton gelombang berdasarkan lapisan kertas (flat sheet) dan flute yang menyusunnya (Gambar 2). Karton gelombang diklasifikasikan menjadi single wall board (flute terletak di tengah-tengah flat sheet), double wall board (dua lapis single wall board yang saling berhadapan satu sama lain), dan triple wall board (terdiri dari 3 flute dan 4 flat sheet). 7

6 Gambar 2. Penggolongan karton gelombang yaitu (a) single face dengann single flute, (b) double face dengan single flute, (c) double wall, (d) triple wall Kemasan dari karton gelombang memiliki banyak tipe kemasan. Dari sekian banyak tipe, ada tiga tipe yang mum digunakan. Tiga tipe itu adalah Regular Slotted Container (RSC), Half Telescopic Container (HTC), dan Full Telescopic Container (FTC). Gambar ketiga tipe kemasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2. Dari ketiga tipe tersebut, tipe RSC dan FTC paling banyak digunakan sebagai kemasan distribusi produk hortikultura yang ada di Indonesia (Aspihani 2006). Tipe kemasan RSC dan FTC banyak digunakan sebagai kemasan distribusi produk hortikultura. Perbedaan desain, bentuk, dan ukuran dari lubang ventilasi biasanya disesuaikan dengan tipe produk, penyimpanan, dan moda transportasi. Biasanya pemotongan lubang ventilasi untuk kemasan distribusi banyak dilakukan dibagian samping kemasan dan bukan di bagian atas (penutup) kemasan, padahal pemotongan ventilasi di bagian samping dapat mengurangi kekuatan kemasan yang lebih besar daripada pemotongan di bagian atas dan bawah kemasan peti karton (Peleg 1985). Gambar tipe kemasan distribusi disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Tipe kemasan distribusi (A) RSC, (B) HTC, dan (C) FTC Penyimpanann adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperpanjang ketersediaannya sampai kepada konsumen dan menyediakannya untuk permintaan pasar. Untuk memperoleh buah segar yang beradaa dalam kemasan, maka penyimpanan kondusif sangatlah dibutuhkan. Penyimpanan buah-buahan dan sayuran segar dapat memperpanjang daya guna dan dalam keadaan 8

7 tertentu dapat memperbaiki mutu produk segar tersebut. Selain itu penyimpanan juga dapat menghindarkan banjirnya produk ke pasar (mempertahankan harga jual), memberi kesempatan yang luas untuk memilih buah-buahan dan sayuran sepanjang tahun, membantu pemasaran yang teratur, meningkatkan keuntungan produsen, dan mempertahankan mutu produk segar (Pantastico 1986). Penyimpanan dingin merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan cara pendinginan pada suhu di atas suhu pembekuannya. Secara umum pendinginan dilakukan pada suhu 2-13 o C tergantung pada masing-masing bahan yang akan disimpan (Poerwanto 2002 di dalam Seesar 2009). Penyimpanan di bawah suhu 15 o C dan di atas titik beku bahan dikenal sebagai penyimpanan dingin (Chilling Storage). Penyimpanan dingin merupakan salah satu cara menghambat turunnya mutu buah-buahan, di samping pengaturan kelembaban dan komposisi udara serta penambahan zat-zat pengawet kimia. Penyimpanan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air. Menurunnya laju reaksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Watkins 1971). Semakin rendah suhu yang digunakan, semakin lambat pula reaksi kimia, aktivitas enzim, dan pertumbuhan mikroba (Frazier dan Westhoff 1978). Hastuti dan Ari (1988) melaporkan bahwa penyimpanan salak pondoh dalam bentuk tandanan pada suhu dingin (10 o C - 12 o C) dalam keadaan terbuka, dengan kantung plastik berlubang 0.5 % dan 1 % dapat memperpanjang masa simpan salak pondoh menjadi berturut-turut 33 hari, 27 hari dan 33 hari. Hasil pengamatan Indirani (1990) dan Noorhakim (1992) juga menunjukkan bahwa penyimpanan suhu dingin mampu memperpanjang masa simpan salak pondoh. Indirani (1990) melaporkan bahwa salak pondoh dalam bentuk tandanan yang disimpan dalam plastik polietilen pada kondisi atmosfir dan suhu 10 o C mempunyai masa simpan 18 hari. Sedangkan menurut Noorhakim (1992) salak pondoh dalam bentuk tandanan yang disimpan pada suhu 10 o C dengan kemasan plastik polietilen dalam kondisi atmosfir dan atmosfir termodifikasi mempunyai masa simpan masing-masing 27 hari dan 30 hari. E. Simulasi Transportasi Hasil Pertanian Goncangan yang terjadi selama pengangkutan baik di jalan raya maupun di rel kereta dapat mengakibatkan kememaran, susut berat, dan memperpendek masa simpan (Purwadaria 1992). Hal ini terutama terjadi pada pegangkutan produk hortikultura yang tidak dikemas. Meskipun kemasan dapat meredam efek guncangan namun daya redamnya tergantung pada jenis kemasan serta tebal bahan kemasan, susunan komoditas didalam kemasan, dan susunan kemasan dalam pengangkutan. Perlakuan yang kurang sempurna selama pengangkutan mengakibatkan jumlah kerusakan pada komoditas pada waktu sampai ditempat tujuan mencapai lebih kurang 30-50%. Pengangkutan melalui jalan darat pada umumnya menggunakan truk ataupun pick up tanpa pendingin. Menurut Purwadaria (1992) untuk pengangkutan antar pulau yang berjarak tempuh lebih dari 5 jam sebaiknya menggunakan kereta api dengan gerbong pendingin. Pengangkutan merupakan mata rantai yang penting dalam penanganan, penyimpanan, dan distribusi buah-buahan serta sayuran. Pengangkutan dilakukan untuk menyampaikan komoditas hasil pertanian secara cepat dari produsen ke konsumen. Di Indonesia perhubungan lewat darat sangat dominan terhadap pengangkutan buah yang hendak dipasarkan selanjutnya. Alat angkut yang umum digunakan adalah truk, mobil bak terbuka atau sejenisnya, dan menggunakan kereta api (Sutuhu 2004). Dalam kondisi jalan yang sebenarnya, permukaan jalan ternyata memiliki permukaan yang tidak rata. Permukaan jalan yang tidak rata ini menyebabkan produk mengalami berbagai guncangan selama transportasi. Besarnya guncangan yang terjadi bergantung kepada kondisi jalan yang dilalui. Ketidakrataan ini disebut amplitudo dan tingkat kekerapan terjadinya guncangan akibat ketidakrataan jalan tersebut dinamakan frekuensi. Kondisi transportasi yang buruk ini dan penanganan yang tidak tepat pada komoditi yang ditransportasikan (buah dan sayuran) dapat menyebabkan kerugian berupa turunnya kualitas komoditi yang akan disampaikan ke tangan konsumen. Penurunan kualitas yang sering terjadi adalah kerusakan mekanis pada buah dan sayuran (Sudibyo 1992) Untuk memperoleh gambaran mengenai kerusakan mekanis yang dialami oleh komoditi pertanian akibat guncangan selama transportasi dilakukan, Purwadaria (1992) telah merancang alat simulasi transportasi yang dapat mewakili pengaruh guncangan yang terjadi pada kondisi jalan 9

8 yang sebenarnya. Alat simulasi ini telah disesuaikan dengan jalan yang terdapat di dalam dan luar kota. Dasar yang membedakan antara jalan dalam dan luar kota adalah besarnya amplitude yang terukur. Jalan dalam kota memiliki amplitudo yang lebih rendah dibandingkan jalan luar kota, jalan buruk, dan jalan berbatu. Pada simulasi pengangkutan dengan menggunakan truk guncangan yang dominan adalah guncangan pada arah vertikal. Sedangkan guncangan pada kereta api adalah guncangan horizontal. Guncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil sekali (Sudibyo 1992). Pradnyawati (2006) menyatakan bahwa tingkat kerusakan mekanis yang tertinggi dialami oleh jambu biji dalam kemasan keranjang bambu dengan bahan pengisi daun pisang. Sedangkan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh jambu biji dalam kemasan kardus karton dengan bahan pembungkus koran. Sedangkan menurut Kusumah (2007), tingkat kerusakan mekanis mentimun tertinggi dialami oleh perlakuan kemasan peti kayu dengan nilai kerusakan sebesar % dan yang terendah dialami oleh mentimun dalam kemasan kardus dengan kerusakan sebesar 26.1% Darmawati (1994) menganalisis dampak goncangan terhadap jeruk dalam kemasan karton bergelombang di atas meja getar dengan kompresor yang dilakukan selama 8 jam dengan frekuensi 6 Hz dan amplitudo 5 cm mengakibatkan kerusakan buah sebesar 5.74%. Kondisi tersebut setara dengan 2490 km jalan beraspal dan 904 km jalan berbatu atau mewakili transportasi antar pulau (pulau jawa dan sumatra). Menurut Siregar (2008), kapasitas kemasan memberikan kontribusi terhadap persentase kerusakan fisik total buah salak pasca transportasi. Persentase kerusakan tertinggi terjadi pada buah salak yang disusun dalam kemasan berkapasitas 20 kg yaitu 6% setelah satu hari pasca transportasi menjadi 22% setelah 5 hari pasca transportasi. Hal ini disebabkan jumlah buah salak yang disusun pada kemasan berkapasitas 20 kg paling banyak dibanding dengan kapasitas 10 kg dan 15 kg. Semakin tinggi susunan buah dalam kemasan, tekanan yang dialami oleh buah yang ada di lapisan bawah semakin besar. Benturan yang terjadi antar buahnya semakin besar sehingga menyebabkan peningkatan jumlah buah salak yang memar. 10

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) Tanaman belimbing berasal dari Sri Lanka dan banyak terdapat di daerah Asia Tenggara, Brazil, Ghana dan Guyana. Belimbing bukan buah musiman.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika

BAB I PENDAHULUAN. Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tomat termasuk tanaman sayuran buah, yang berasal dari benua Amerika dan kini telah menyebar di kawasan benua Asia termasuk di Indonesia. Tomat biasa ditanam di dataran

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk

Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Teknologi Penanganan Panen Dan Pascapanen Tanaman Jeruk Penanganan pascapanen sangat berperan dalam mempertahankan kualitas dan daya simpan buah-buahan. Penanganan pascapanen yang kurang hati-hati dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Buah Mentimun Mentimun, timun, atau ketimun (Cucumis sativus L.; suku labu-labuan atau Cucurbitaceae) merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan secara langsung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya

TINJAUAN PUSTAKA. dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya TINJAUAN PUSTAKA Jeruk Siam Jeruk siam (Citrus nobilis LOUR var Microcarpa) merupakan salah satu dari sekian banyak varietas jeruk yang sudah dikenal dan dibudidayakan. Buahnya berbentuk bulat dengan permukaan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 8 Kardus tipe RSC yang digunakan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengemasan Pisang Ambon Kuning Pada simulasi transportasi pisang ambon, kemasan yang digunakan adalah kardus/karton dengan tipe Regular Slotted Container (RSC) double flute

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia,

I PENDAHULUAN. Mangga merupakan buah tropis yang populer di berbagai belahan dunia, I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga 3 TINJAUAN PUSTAKA Buah Naga Tanaman buah naga termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Magnoliophyta, kelas Magnoliopsida, ordo Caryophyllales, famili Cactaceae, subfamili Cactoidae, genus Hylocereus Webb.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Panen 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kentang Kentang (Solanum tuberosum L.) berasal dari wilayah pegunungan Andes di Peru dan Bolivia. Tanaman kentang liar dan yang dibudidayakan mampu bertahan di habitat tumbuhnya

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Alpukat

TINJAUAN PUSTAKA. A. Alpukat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Alpukat Alpukat (Persea Americana, Mill) merupakan jenis tanaman yang termasuk famili Lauraceae, genus Parsea dan spesies americana. Tanaman alpukat merupakan tanaman buah berupa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Jumlah produksi (ton) Jawa Barat Lampung Sumatera

TINJAUAN PUSTAKA. Kecamatan Jumlah produksi (ton) Jawa Barat Lampung Sumatera II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Botani Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus (L.) Merr.). Memiliki nama daerah danas (Sunda) dan neneh (Sumatera). Dalam bahasa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Melon Tanaman melon berasal dari daerah Mediterania yang merupakan perbatasan antara Asia Barat dengan Eropa dan Afrika, secara khusus berasal dari lembah Persia (Syria). Tanaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini

II. TINJAUAN PUSTAKA. Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Salak Salak (Salacca edulis) merupakan tanaman buah asli dari Indonesia. Buah ini tumbuh subur di daerah tropis. Tanaman ini termasuk dalam keluarga Palmae yang diduga dari Pulau

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. prospek baik untuk diusahakan. Buah salak yang mempunyai nama latin Salacca

TINJAUAN PUSTAKA. prospek baik untuk diusahakan. Buah salak yang mempunyai nama latin Salacca 4 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Salak Tanaman salak merupakan salah satu tanaman buah yang disukai dan mempunyai prospek baik untuk diusahakan. Buah salak yang mempunyai nama latin Salacca zalacca merupakan

Lebih terperinci

Peluang Usaha Budidaya Cabai?

Peluang Usaha Budidaya Cabai? Sambal Aseli Pedasnya Peluang Usaha Budidaya Cabai? Potensinya terbuka, baik pasar bebas maupun industri. Kebutuhan cabai perkapita (2013) adalah 5 Kg/ tahun. Dengan jumlah penduduk 230 juta jiwa, maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Salah satu produk pertanian Indonesia adalah buah-buahan yaitu buah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang

BAB I PENDAHULUAN. yang seharusnya kita dapat mempelajari dan bersyukur kepadanya. Kekayaan yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia termasuk salah satu negara yang kaya dengan berbagai spesies flora. Kekayaan tersebut merupakan suatu anugerah besar yang diberikan Allah SWT yang seharusnya

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian dengan topik Pengaruh Perlakuan Pengemasan Belimbing (Averrhoa carambola L) dengan Penggunaan Bahan Pengisi terhadap Mutu Fisik Belimbing selama Transportasi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama 4 bulan terhitung mulai bulan Januari hingga April 2012 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pisang Pisang adalah tanaman buah berupa herba yang berasal dari kawasan di Asia Tenggara (termasuk Indonesia). Tanaman ini kemudian menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan

Lebih terperinci

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN

PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN PERUBAHAN KUALITAS BUAH MANGGIS (Garcinia mangosiana L.) SETELAH PROSES TRANSPORTASI DAN PENYIMPANAN DINGIN (Changes in the quality of mangosteen fruits (Garcinia mangosiana L.) after transportation and

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian Pengaruh Perlakuan Bahan Pengisi Kemasan terhadap Mutu Fisik Buah Pepaya Varietas IPB 9 (Callina) Selama Transportasi dilakukan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN KENAPA PERLU PENANGANAN PASCA PANEN??? Buah-buahan, setelah dipanen masih tetap merupakan jaringan hidup, untuk itu butuh penanganan pasca panen yang tepat supaya susut kuantitas

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung

I. PENDAHULUAN. Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Produksi buah pisang di Lampung setiap tahunnya semakin meningkat. Lampung mampu memproduksi pisang sebanyak 319.081 ton pada tahun 2003 dan meningkat hingga

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP

MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP MATA KULIAH TPPHP UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2013 TIM DOSEN PENGAMPU TPPHP KERUSAKAN FISIK/MEKANIS KERUSAKAN KIMIAWI KERUSAKAN MIKROBIOLOGIS KEAMANAN PANGAN, CEGAH : o CEMARAN FISIK o CEMARAN KIMIAWI o CEMARAN

Lebih terperinci

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI)

PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR. Cara-cara penyimpanan meliputi : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) PENYIMPANAN BUAH DAN SAYUR FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENYIMPANAN BAHAN MAKANAN SEGAR (BUAH, SAYUR DAN UMBI) Cara-cara penyimpanan meliputi : 1. penyimpanan pada suhu rendah 2. penyimpanan dengan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2012

UNIVERSITAS BRAWIJAYA FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI MALANG 2012 MAKALAH PEMULIAAN TANAMAN MENYERBUK SILANG HIBRIDISASI SALAK PONDOH DENGAN SALAK BALI OLEH: AstritiaRizky A. 115070200111154 Arisyidita Muslim Indallah 115040201111137 FebrinaDwi P. 115040201111140 AminatusSholikah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat

Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Kajian Ventilasi Dan Perubahan Suhu Dalam Kemasan Karton Dengan Komoditas Tomat Emmy Darmawati 1), Gita Adhya Wibawa Sakti 1) 1) Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian, IPB

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan

I. PENDAHULUAN. Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jagung manis atau dikenal juga dengan sebutan sweet corn merupakan salah satu produk hortikultura. Jagung manis memiliki laju respirasi yang tinggi sehingga mudah mengalami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kemasan Alpukat Hasil Rancangan Kemasan distribusi dirancang dan dipilih terutama untuk mengatasi faktor getaran (vibrasi) dan kejutan (shock) karena faktor ini sangat berpengaruh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA II. A. Tomat

TINJAUAN PUSTAKA II. A. Tomat II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tomat Tomat komersial (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam famili Solanaceae, dan merupakan tanaman semusim berbentuk perdu yang panjangnya mencapai ± 2 meter. Tomat berasal

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT

TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT II. TINJAUAN PUSTAKA A. TOMAT Secara sistematis tanaman tomat dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Plantae Sub Divisi : Tracheobionta Super Divisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara tropis yang kaya akan buah-buahan. Iklim di Indonesia memungkinkan berbagai jenis buah-buahan tumbuh dan berkembang. Namun sayangnya, masih banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

Gambar.1. Buah Salak Segar

Gambar.1. Buah Salak Segar A. Potensi Tanaman Salak Nama salak (Salacca Edulis) disesuaikan dengan warna kulitnya yang coklat atau bahkan hitam. Berdasarkan ukurannya salak dibedakan menjadi dua yaitu besar dan kecil. Salak besar

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat

TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani dan Morfologi Tomat Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) termasuk dalam genus Lycopersicon, sub genus Eulycopersicon. Genus Lycopersicon merupakan genus sempit yang terdiri atas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan penghasil komoditi pertanian yang beranekaragam dan melimpah. Beberapa jenis buah yang berasal dari negara lain dapat dijumpai dapat

Lebih terperinci

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++)

Tabel 1. Pola Respirasi Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna Hijau kekuningan (+) Hijau kekuningan (++) V. HASIL PENGAMATAN Tabel 1. Pola Buah Klimakterik dan Non Klimakterik Jeruk (blanko: 24,5 ml) Warna (++) Aroma Khas jeruk Khas jeruk Khas jeruk - - (++) Tekstur (++) Berat (gram) 490 460 451 465,1 450

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya

I. PENDAHULUAN. terus meningkat seiring dengan meningkatnya permintaan pasar. Pada umumnya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) merupakan sayuran berbentuk buah yang banyak dihasilkan di daerah tropis dan subtropis. Budidaya tanaman tomat terus meningkat seiring

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012).

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat dan waktu penelitian. memperhatikan teknik pengemasan dan suhu penyimpanan (Iflah dkk, 2012). I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, (6) Hipotesis penelitian, dan (7) Tempat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Dimensi buah salak Pengukuran dimensi buah salak dilakukan pada 3 (tiga) varietas buah salak yaitu salak pondoh, salak manonjaya dan salak sidimpuan. Sampel pengukuran pada ketiga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu buah yang memiliki produktivitas tinggi di Indonesia adalah buah pisang. Tahun 2014, buah pisang menjadi buah dengan produksi terbesar dari nilai produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan TINJAUAN PUSTAKA Terung Belanda Tanaman terung belanda berbentuk perdu yang rapuh dengan pertumbuhan yang cepat dan tinggi dapat mencapai 7,5 meter. Tanaman ini mulai berproduksi pada umur 18 bulan setelah

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat

METODE PENELITIAN III. A. Lokasi dan Waktu. B. Bahan dan Alat III. METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP) Departemen Teknik Pertanian IPB selama 3 bulan yaitu bulan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. PISANG CAVENDISH Pisang cavendish (Musa cavendishii) merupakan komoditas buah tropis yang sangat popular di dunia. Di Indonesia, pisang ini lebih dikenal dengan sebutan pisang ambon

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN

PENANGANAN PASCA PANEN PENANGANAN PASCA PANEN Pasca Panen Sayuran yang telah dipanen memerlukan penanganan pasca panen yang tepat agar tetap baik mutunya atau tetap segar seperti saat panen. Selain itu kegiatan pasca panen dapat

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY

KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY KARAKTERISTIK EDIBLE FILM BERBAHAN DASAR KULIT DAN PATI BIJI DURIAN (Durio sp) UNTUK PENGEMASAN BUAH STRAWBERRY SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Pendidikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu biji (Psidium guajava) memiliki rasa yang enak dan segar serta memiliki banyak manfaat bagi kesehatan dan juga kecantikan manusia. Buah jambu biji telah lama

Lebih terperinci

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri

Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri Prinsip-prinsip Penanganan dan Pengolahan Bahan Agroindustri PENANGANAN Jenis Kerusakan Bahan Pangan Kerusakan mikrobiologis Kerusakan mekanis Kerusakan fisik Kerusakan biologis Kerusakan kimia Kerusakan

Lebih terperinci

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN)

PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) PASCA PANEN BUNGA POTONG (KRISAN) Post 04 Desember 2014, By Ir. Elvina Herdiani, MP. bbpplbungapotperkembangan bisnis bunga potong meningkat dengan cukup pesat dari waktu ke waktu, hal ini menunjukkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 33 V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Tahap I Pengukuran Sifat Fisik Buah Manggis Pengukuran sifat fisik buah yang dilakukan meliputi berat buah, diameter mayor, diameter minor buah, tinggi tangkai dan tinggi

Lebih terperinci

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DEPARTEMEN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR SKRIPSI PENGARUH BERBAGAI JENIS KEMASAN DAN SUHU PENYIMPANAN TERHADAP PERUBAHAN MUTU FISIK MENTIMUN (Cucumis sativus L.) SELAMA TRANSPORTASI Oleh : ERY SUCIARI KUSUMAH F14102081 2007 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN i" PEadiGARUH SUHU DAM PEN6 I b ) s.,... ~. ~ ~ ~ 'i. ~ e u ( & TEWMODIFLKASI TERHWIBW'p~.~MUIU-'~~EIB~r~~$~[~2~~-'~~~N.=, -..,... ~-.- &'." SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG

Lebih terperinci

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN

SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG PENYEBAB KERUSARAN BUAN i" PEadiGARUH SUHU DAM PEN6 I b ) s.,... ~. ~ ~ ~ 'i. ~ e u ( & TEWMODIFLKASI TERHWIBW'p~.~MUIU-'~~EIB~r~~$~[~2~~-'~~~N.=, -..,... ~-.- &'." SERTA PENGGUNWAM FUNGISIDA SEBAGAI PEMGNAMBWT PERTUMBUHAH KAPAHG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko) BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Buah Apel Fuji Sun Moon Kultivar Fuji merupakan hasil persilangan antara Ralls janet (Kakko) dengan Red Delicious yang dikembangkan oleh The Fruit Tree Research Station.

Lebih terperinci

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor

Gambar 1. Beberapa varietas talas Bogor II. TINJAUAN PUSTAKA A. TALAS Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott) termasuk famili dari Araceae yang dapat tumbuh di daerah beriklim tropis, subtropis, dan sedang. Beberapa kultivarnya dapat beradaptasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penentuan waktu hydrocooling dan konsentrasi klorin optimal untuk pak choi Tahap precooling ini dilakukan untuk menentukan kombinasi lama hydrocooling dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. buahnya. Dilihat dari bentuk daun dan buah dikenal ada 4 jenis nanas, yaitu Cayene BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nanas (Ananas comosus L. Merr) Nanas merupakan tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama pada buahnya.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017

PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS. Nafi Ananda Utama. Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 7 PENANGANAN PASCA PANEN MANGGIS Nafi Ananda Utama Disampaikan dalam siaran Radio Republik Indonesia 20 Januari 2017 Pengantar Manggis merupakan salah satu komoditas buah tropika eksotik yang mempunyai

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama

BAB I PENDAHULUAN. upaya untuk menyelamatkan harga jual buah jambu getas merah terutama 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah jambu getas merah merupakan buah-buahan tropis yang mudah sekali mengalami kerusakan dan secara nyata kerusakannya terjadi pada saat penanganan, transportasi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Biji nangka merupakan salah satu limbah organik yang belum dimanfaatkan secara optimal, padahal biji nangka memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si.

PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. PENANGANAN PASCA PANEN CABAI Oleh: Masnun, S.Pt., M.Si. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cabai segar mempunyai daya simpan yang sangat singkat. Oleh karena itu, diperlukan penanganan pasca panen mulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L.

BAB I PENDAHULUAN. Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terong atau yang dikenal dengan nama latin Solanum melongena L. adalah jenis tanaman yang hidup baik pada daerah tropis dan wilayah iklim sedang. Di daerah tropis terong

Lebih terperinci

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi

Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Umur Simpan Dan Mutu Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Dalam Berbagai Jenis Kemasan dan Suhu Penyimpanan Pada Simulasi Transportasi Oleh : YOLIVIA ASTRIANIEZ SEESAR F14053159 2009 DEPARTEMEN TEKNIK

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Botani Buah Naga TINJAUAN PUSTAKA 4 Botani Buah Naga Buah naga termasuk famili Cactaceae dengan biji berkeping dua (dikotil). Famili ini meliputi 120-200 genera yang terdiri atas 1 500-2 000 spesies yang ditemukan khususnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Panen dan Pascapanen Pisang Cavendish' Pisang Cavendish yang dipanen oleh P.T Nusantara Tropical Farm (NTF) memiliki ciri diameter sekitar 3,1 cm. Panen pisang Cavendish dilakukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Manggis Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau Indonesia. Dari Asia

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h

TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h TEKNIK PENANGANAN PASCA PANEN R i n i Y u l i a n i n g s i h Tujuan Instruksional Umum Mahasiswa memahami hal-hal yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan serta memahami teknologi penanganan pasca panen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Umur Simpan Penggunaan pembungkus bahan oksidator etilen dapat memperpanjang umur simpan buah pisang dibandingkan kontrol (Lampiran 1). Terdapat perbedaan pengaruh antara P2-P7 dalam

Lebih terperinci

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi

Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Meningkatkan Nilai Tambah Bawang Merah Oleh: Farid R. Abadi Bawang merah merupakan komoditas hortikultura yang memiliki permintaan yang cukup tinggi dalam bentuk segar. Meskipun demikian, bawang merah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pasca Panen, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan pada

Lebih terperinci