PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH METE OLAHAN TERHADAP PERTUMBUHAN KAMBING KACANG

Transkripsi

1 PENGARUH PEMBERIAN LIMBAH METE OLAHAN TERHADAP PERTUMBUHAN KAMBING KACANG (The Effect of Processed Cashew Waste Feeding to Local Goat on Weight Gain) SUPRIO GUNTORO, MADE LONDRA, I.A.P.PARWATI dan NYOMAN SUYASA Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Bali, Jl. Bypass Ngurahrai, Denpasar ABSTRACT There is about hectare of cashew plantation area in Bali region that is commonly in dry land location and its center of goat livestock keeping. The cashew crop produces cashew nut for exported purpose and produce cashew apple and eggshell cashew. Physically, the composition of cashew apple is about 91 92% from the total of fruit and commonly wasting. Therefore, the research of using cashew apple as a fodder for local goat along 12 weeks was carried out in desa Kubu, kabupaten Karangsem. That fodder has a supplement function. Before using as a fodder, the cashew apple was cut up, fermented and pressed, and then it was dried and rolled until to be powder. This research use Block Random Design (BRD) covering 12 goat head within kg body weight for each treatment, that are P1 (the local goat was gave forage crop by farmer s existing keeping) and P2 (P g/head/day processed cashew apple powder). The research result shown that P2 treatment affect the weight gain from 33,58 g (P1) to 59,65 g/head/day (P2) and it was significant statistically ( P < 0,05). It was caused by processed cashew apple powder has a nutrient content is better than forage crop. By cashew apple waste processing it can increase protein content drastically, from 6,71 to 21,15%. There was no goat to be sick and die as long as research carried out, both P1 and P2 treatment. Economically, giving processed cashew apple along 12 week can increase the profit Rp /head in average.in the future, the processed cashew apple can be able alternative the source of supplement forage. Key Words: Cashew Waste, Local Goat, Weight Gain ABSTRAK Didaerah Bali terdapat areal perkebunan mete sekitar hektar yang umumnya berada di daerah lahan kering dan merupakan sentra ternak kambing. Tanaman mete disamping menghasilkan biji mete yang banyak dieksport, juga menghasilkan limbah berupa buah semu dan cangkang biji. Secara fisik komposisi buah semu mete mencapai % dari total buah dan umumnya terbuang. Suatu penelitian telah dilakukan di Desa Kubu, Kabupaten Karangasem, untuk memanfaatkan buah semu mete sebagai pakan penguat kambing kacang selama 12 minggu. Sebelum digunakan buah semu mete segar dicacah, diperas dan difermentasi, selanjutnya dikeringkan dan digiling hingga berbentuk tepung. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan perlakukan masing masing menggunakan 12 ekor kambing dengan berat awal kg sebagai ulangan, yaitu (1) P1 : kambing diberi pakan hijauan (HMT) secara konvensional sesuai cara petani dan (2) P2 : kambing diberi pakan seperti pada P1 + tepung buah semu mete olahan 150 g/ekor/hari. Hasil penimbangan menunjukkan bahwa pemberian buah semu mete olahan dapat meningkatkan pertumbuhan kambing dari rata-rata 33,58 gram (P1) menjadi 59,65 g/ekor/hari (P2) dan secara statistik berbeda nyata (P < 0,05). Hal ini disebabkan karena limbah mete olahan memiliki kandungan gizi yang lebih baik dari pada HMT. Melalui proses pengolahan limbah semu mete mengalami peningkatan kandungan protein secara drastis, dari rata-rata 6,71% menjadi 21,15%. Selama penelitian tidak dijumpai kambing yang sakit atau mati baik pada P1, maupun P2. Secara ekonomis pemberian buah semu mete olahan selama 12 minggu meningkatkan nilai keuntungan rata rata Rp /ekor. Dimasa mendatang buah semu mete olahan bisa menjadi bahan pakan penguat alternatif. Kata Kunci: Limbah Mete, Kambing Kacang, Pertumbuhan 475

2 PENDAHULUAN Tanaman mete, merupakan tanaman industri dengan produk utama berupa biji (kacang) mete yang banyak dieksport. Disamping menghasilkan biji, dalam proses penanganan hasil, juga diperoleh produk ikutan (limbah) berupa buah semu dan kulit biji mete. Buah semu mete secara fisik komposisinya jauh lebih besar dibandingkan biji (kacang) mete, yang selama ini sebagian besar terbuang dan hanya sebagian kecil saja yang dimanfaatkan (CAHYONO, 2001). Tanaman mete umumnya berkembang di daerah dataran rendah yang beriklim kering, bahkan di kawasan lahan kritis, mengingat pengembangan mete umumnya ditujukan untuk penghijauan dan konservasi lahan. Di daerah Bali luas areal perkebunan mete ha dengan produksi biji mete ton (ANONIMUS 2006) dan diperkirakan terdapat produksi limbah mete segar sekitar ton per tahun (GUNTORO, 2003). Di daerah Bali, para petani mete umumnya juga memelihara ternak, terutama kambing dan sapi (TISNA, 2001). Di daerah Bali terdapat populasi kambing sebanyak ekor, dan ekor diantaranya adalah jenis kambing kacang, yang sebagian besar dipelihara oleh para petani secara ekstensif di daerah lahan kering di Bali Timur (ANONIMUS, 2005), yang dikenal juga sebagai sentra produksi mete. Permintaan daging kambing di Bali dari tahun ke tahun terus meningkat sejalan dengan perkembangan jumlah penduduk dan pariwisata. Di pihak lain populasi kambing dari tahun ke tahun terus menurun rata-rata 17,37% per tahun (ANONIMUS, 2005). Untuk memenuhi kebutuhan daging kambing, disamping melalui peningkatan populasi juga diperlukan peningkatan produktivitas diantaranya melalui perbaikan pakan. Limbah mete berupa buah semu yang produknya cukup besar perlu dipikirkan pemanfaatan sebagai sumber pakan. BEBO (2004) melaporkan bahwa sebagian peternak di daerah lahan kering di NTT telah biasa memberikan buah semu mete pada sapi atau kambing. Kombinasi pemberian leguminosa dan buah semu mete dapat menekan angka kematian pada pedet sapi ongole. Menurut SUPRAPTI (2003) buah semu mete secara keseluruhan mengandung air 82,5%, protein 0,7% dan energi 720 kal/g. Sedangkan Guntoro (2003) memperoleh komposisi fisik bagian padat buah semu 34 36%, dengan kandungan protein kasar 6,10% dan serat kasar 15,15%. Disamping kandungan gizinya rendah, buah semu mete juga banyak mengandung asam anacardat yang dapat menyebabkan gangguan tenggorokan dan batuk pada ternak (SUPRAPTI, 2003). Melalui proses fermentasi diharapkan nilai gizi buah semu mete dapat ditingkatkan, sebagaimana pada limbah perkebunan yang lain (KOMPIANG, 2000) sehingga penggunaannya pada ternak kambing akan memberikan respon pertumbuhan yang lebih baik. Disamping itu, dengan proses pengolahan, daya simpannya dapat diperpanjang, sehingga dapat tersedia sepanjang tahun. MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan di desa Kubu- Kabupaten Karangasem selama 12 minggu (Oktober s/d Desember 2005). Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 2 macam perlakukan pakan, masing-masing menggunakan 12 ekor kambing kacang (6 ekor jantan dan 6 ekor betina) dengan berat awal antara kg. Perlakuan tersebut adalah sebagai berikut: P 1 : Kambing iberi pakan hijauan (HMT) sesuai cara petani P 2 : Kambing endapat HMT + pakan penguat limbah mete 150 g/ekor/hari Limbah mete berupa daging semu sebelum digunakan dicacah, selanjutnya diperas sehingga diperoleh bahan padat. Limbah padat yang telah tercacah difermentasi dengan larutan Aspergilus niger selama 5 hari, selanjutnya dikeringkan, (3 4 hari) kemudian digiling hingga berbentuk tepung. Tepung limbah dapat langsung digunakan atau disimpan. Parameter yang diamati meliputi: (1) komposisi fisik dan kimia buah semu mete, (2) pertambahan berat badan (PBB) kambing, dan (3) nilai ekonomis. 476

3 Data pertumbuhan kambing diolah dengan T Test dengan tingkat kepercayaan 5% (P < 0,05), sedangkan nilai ekonomi dihitung berdasarkan tambahan input dan tambahan out put. HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi fisik dan kimia limbah mete Secara fisik limbah (buah semu) mete segar mencapai 91,79% dari total berat seluruh buah, sehingga buah sejati (gelondongan) segar komposisinya hanya 8,21%. Dari buah semu segar tersebut setelah dicacah dan diperas, diperoleh cairan 68,68% dan bagian padat 31,32%. Pada bagian padat setelah difermentasi, dijemur dan digiling akan diperoleh tepung limbah dengan rendemen 20 24%. Hasil Proximate analysis menunjukkan bahwa setelah melalui proses fermentasi dengan Aspergillus niger, kandungan protein limbah mete (setelah pengepresan) meningkat dari 6,71% menjadi 21,15%, sedangkan kandungan serat kasar turun dari 14,48% menjadi 8,56%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan fermentasi, mutu limbah (buah semu) mete sebagai bahan pakan dapat ditingkatkan. Kandungan protein kasar (CP) yang ditemukan dalam penelitian ini jauh lebih tinggi dibandingkan yang diperoleh SUPRAPTI (2003), karena bahan yang dianalisa merupakan buah semu hasil pemerasan (setelah airnya di keluarkan). Pengaruh pemberian limbah mete olahan terhadap pertumbuhan kambing Pada penimbangan pertama diperoleh berat awal rata-rata untuk P 1 : 15,67 kg/ekor dan P 2 : 15,55 kg/ekor dengan kisaran bobot kg. Selama perlakuan 12 minggu (84 hari), diperoleh bobot badan rata-rata untuk P 1 : 18,4 kg dan P 2 : 20,56 kg. Dengan demikian diperoleh pertambahan bobot badan (PBB) pada P 1 33,58 g/ekor/hari dan P 2 : 59,65 g/ekor/hari dan secara statistik berbeda nyata (P 0,05). Tabel 1. Pertumbuhan ternak kambing yang memperoleh pakan limbah mete (12 minggu) Parameter Perlakuan P 1 P 2 Berat awal (kg/ekor) 15,67 15,55 Berat akhir (kg/ekor) 18,49 20,56 PBB (g/kg/ekor) 33,58 a 59,65 b Huruf yang berbeda pada lajur yang sama, berbeda nyata (P < 0,05) Data Tabel 1, menunjukkan bahwa dengan pemberian limbah mete olahan sebanyak 150 g/ekor/hari, dapat meningkatkan PBB kambing kacang 77,63%. Percepat pertumbuhan pada kambing P 2 tersebut terjadi karena limbah mete olahan memiliki kandungan gizi terutama protein yang lebih tinggi dibanding hijauan (HMT), bahkan kandungan proteinnya lebih tinggi daripada dedak padi (12 14%), sehingga dapat dikategorikan sebagai pakan penguat. Pemberian pakan penguat pada kambing P 2 menyebabkan peningkatan gizi ransum, sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan (JAMES dan DAVID, 1998). Selama penelitian berlangsung, tidak terjadi mortalitas (kematian) ternak baik pada kambing P 1 maupun kambing P 2. Demikian pula, tidak terjadi gangguan kesehatan pada semua kambing, termasuk gangguan pernapasan/tenggorokan pada kambing P 2. Hal ini mungkin disebabkan karena proses fermentasi dengan Aspergillus niger dapat menekan kadar asam anacardat yang diduga dapat menyebabkan gangguan pada kerongkongan (SUPRAPTI, 2003). Analisa ekonomi Untuk mengetahui sejauh mana nilai ekonomis pemberian limbah (buah semu) mete olahan sebagai pakan penguat kambing kacang, dapat dilihat dari analisa tambahan input dan output. Pengurangan tambahan output dengan tambahan input merupakan nilai tambah keuntungan dari penggunaan limbah mete. 477

4 Tabel 2. Tambahan keuntungan penggunaan limbah (buah semu) mete olahan untuk pakan penguat kambing kacang (1 ekor/12 minggu) Parameter Tambahan input Pakan penguat (limbah mete olahan) Jumlah: 0,15 x 84 = 12,6 Rp. 750 Tambahan output Nilai jual kambing * Selisih berat (dibanding kontrol): 2,07 kg * Harga berat hidup: Rp /kg Nilai (Rp.) Tambahan keuntungan Tambahan output tambahan input Harga tepung limbah mete Rp. 750 dengan rincian sebagai berikut: - Buah Semu segar 14 Rp. 35 = Rp Biaya prosessing tepung mete = Rp. 260 Jumlah = Rp. 750 Hasil analisa ekonomi menunjukkan bahwa pemberian limbah mete terfermentasi dapat meningkatkan nilai keuntungan sebesar Rp per 12 minggu atau Rp per bulan untuk setiap ekor anak kambing dibandingkan dengan pola pemeliharaan tradisional. Dimana biaya bahan baku dan biaya proses pengolahan limbah mete telah diperhitungkan dalam nilai (harga) pakan penguat. Meningkatnya nilai keuntungan pada kambing P 2 disebabkan adanya peningkatan produktivitas (pertumbuhan) kambing yang mengakibatkan tambahan out put yang nilainya lebih besar dibanding tambahan in put. Namun perlu pula diingat bahwa penggunaan alat mekanisasi dalam pengolahan limbah mete juga merupakan faktor yang turut menentukan efisiensi dalam kegiatan ini. KESIMPULAN Proses fermentasi buah semu mete dapat meningkatkan kualitasnya sebagai bahan pakan. Pemberian limbah mete olahan untuk pakan penguat kambing kacang memberikan respon pertumbuhan yang nyata lebih baik dan tidak menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Pemberian limbah mete olahan pada kambing muda secara ekonomi dapat meningkatkan nilai keuntungan yang cukup berarti. Sehingga dimasa mendatang, limbah (buah semu) mete bisa dijadikan bahan pakan penguat alternatif. DAFTAR PUSTAKA ANONIMUS Laporan Cacah Jiwa Ternak Propinsi Bali Tahun Dinas Peternakan Propinsi Bali Denpasar. ANONIMUS Statistik Perkebunan Propinsi Bali Tahun Dinas Perkebunan Propinsi Bali Denpasar BEBO, P Pemanfaatan Buah Semu Jambu Mete Untuk pakan Sapi Ongole, Sinar Tani- Jakarta. Minggu III, September BLAKELY, J. and DAVID A. BADE The Science of Animal Husbandry. Gajah Mada University Press, Yogyakarta. CAHYONO, B Jambu Mete. Teknik Budidaya dan Analisis Usahatani. Penerbit Kanisius, Yogyakarta. GUNTORO, S Pemanfaatan Limbah Perkebunan untuk Pakan Ternak. Makalah dalam Raker Ditjen Bina Produksi Perkebunan, Jakarta, 21 September KOMPIANG, I-P Peningkatan Mutu Bahan Baku Pakan. Makalah Seminar Pengembangan Teknologi Pertanian Ramah Lingkungan. Instalasi Penelitian dan Pengkajian Teknologi Pertanian (IP2TP) Denpasar. Denpasar: 8 9 Maret

5 SUPRAPTI, M.L Manisan. Kering Jambu Mete. Penerbit Kanisius, Yogyakarta TISNA, L.M Pendayagunaan Tanah Dalam Rangka Pembangunan Wilayah Propinsi Bali Makalah Seminar Nasional Optimalisasi Pemanfaatan Sumberdaya Tanah dan Air yang Tersedia Untuk Keberlanjutan Pembangunan Khususnya Sektor Pertanian. Fakultas Pertanian UNUD, Denpasar, 6 April