PENGEMBANGAN PERIKANAN MINI PURSE SEINE (SOMA PAJEKO) BERBASIS RUMPON DI SEKITAR PULAU MAYAU, KOTA TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA AMIRUL KARMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PENGEMBANGAN PERIKANAN MINI PURSE SEINE (SOMA PAJEKO) BERBASIS RUMPON DI SEKITAR PULAU MAYAU, KOTA TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA AMIRUL KARMAN"

Transkripsi

1 PENGEMBANGAN PERIKANAN MINI PURSE SEINE (SOMA PAJEKO) BERBASIS RUMPON DI SEKITAR PULAU MAYAU, KOTA TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA AMIRUL KARMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2008 Amirul Karman NRP. C

3 ABSTRACT AMIRUL KARMAN. Development of FAD-based Mini Purse Seine Fishery (Soma Pajeko) Around Mayau Island - Ternate City, Provinsi North Maluku. Under Supervision of M FEDI A SONDITA and EKO SRI WIYONO Mayau island is a region administratively under governance of the Ternate City (North Maluku Province). This island is geographically strategic at the center of a fishing area to mini purse seine (soma pajeko) fishing fleets mostly from Bitung (North Sulawesi Province). This research aimed to evaluate performance of the mini purse seine fishery from both Bitung and Mayau, to determine strategy of fair development of Mayau-based purse seine fishery. The fishing operation relied much on the use of rumpon, a type of coconut leaf frond-fad with anchor at the depths around metres. The catch from a five year period (from 2002 to 2006) was dominated by layang (Decepaterus spp.), about 79% 94% of the total annual catch of the fishery. The total catch reached its peak in year 2004 (1250 tons) but then dropped drastically in the following years. The catch per rumpon in year 2005 was 115,1 tons/rumpon. Fishing business for fishing fleets from both Bitung fishing fleets and Mayau are financially feasible. Considering this feasibility, both regional governments from Kota Bitung and Kota Ternate are proposed to have cooperative agreement for development of Mayau-based purse seine fishery. Keywords: Mayau island, purse seine, fisheries management, cooperative agreement.

4 RINGKASAN AMIRUL KARMAN. Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh M. FEDI A SONDITA dan EKO SRI WIYONO. Pulau Mayau masuk dalam wilayah administrasi Kota Ternate (Provinsi Maluku Utara). Posisi yang strategis ini menyebabkan perairan pulau Mayau sebagai tempat kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil dengan alat tangkap mini purse seine (soma pajeko), dan pulau Mayau sendiri menjadi pangkalan dari armada penangkapan tersebut. Armada mini purse seine yang berpangkalan di pulau Mayau adalah armada mini purse seine milik nelayan lokal dan milik nelayan dari Bitung. Operasi penangkapan ikan perikanan mini purse seine (soma pejeko) di pulau Mayau menggunakan alat bantu rumpon, rumpon yang digunakan yaitu tipe bambu yang menggunakan daun kelapa dan dipasang pada kedalaman sekitar 150 m 200 m. Hasil tangkapan utama dari armada mini purse seine ini adalah ikan pelagis kecil, misalnya layang (Decapterus spp.), tongkol dan selar. Jumlah hasil tangkapan terbanyak selama 5 tahun ( ) adalah ikan layang (Decepaterus spp.) yaitu berkisar 79% sampai 94%. Hasil tangkapan ikan meningkat dan mencapai puncaknya pada tahun 2004, kemudian menurun drastis pada tahun Hasil tangkapan tertinggi pada tahun 2004 sebesar 1.249,99 ton, dan terendah pada tahun 2006 sebesar 229,17 ton. Produktivitas perikanan ini (produksi per kapal per tahun) cenderung meningkat. Produktivitas tertinggi pada tahun 2005 sebesar 115,19 ton/kapal/tahun, dan terendah pada tahun 2003 sebesar 87,14 ton/kapal/tahun. Sementara itu, hasil tangkap per rumpon cenderung meningkat dari 54,12 ton/rumpon pada tahun 2002 menjadi 115,19 ton per rumpon pada tahun Usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) nelayan dari Bitung dan nelayan pulau Mayau secara finansial masih layak. Mengingat usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) secara finansial masih layak, maka salah satu strategi untuk menyelamatkan perikanan mini purse seine di sekitar pulau Mayau adalah kerjasama pengelolaan sumberdaya ikan antara Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung dengan Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate atau Provinsi Maluku Utara. Kerjasama ini tidak lain untuk menghindarkan persaingan antar daerah yang dapat merugikan pelaku perikanan. Kata Kunci: pulau Mayau, soma pajeko, pengelolaan sumberdaya perikanan, kerja sama.

5 Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2008 Hak cipta dilindungi 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber : a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

6 PENGEMBANGAN PERIKANAN MINI PURSE SEINE (SOMA PAJEKO) BERBASIS RUMPON DI SEKITAR PULAU MAYAU, KOTA TERNATE PROVINSI MALUKU UTARA AMIRUL KARMAN Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008

7 LEMBAR PENGESAHAN Judul Tesis Nama Mahasiswa NRP Program Studi : Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara : Amirul Karman : C : Teknologi Kelautan Disetujui Komisi Pembimbing Dr. Ir. M. Fedi. A. Sondita, M.Sc Ketua Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc Prof. Dr. Khairil Anwar Notodiputro, MS. Tanggal Ujian : 07 Juli 2008 Tanggal Lulus :

8 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Ambon pada tanggal 9 Agustus 1969 sebagai anak pertama (5 bersaudara) dari pasangan bapak H. S Karman dan ibu Hj Ona Samba. Pada tahu 1996 penulis menyelesaikan strata satu (S1) pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universiras Sam Ratulangi Manado. Penulis diterima di PT Karya Agro Nusantara sebagai Teknisi Lapangan Budidaya Pembesaran Kerapu Bebek (Mariculture Field Technician) sejak tanggal 24 Maret 2001 sampai dengan 26 September Pada tanggal 1 Desember 2003 penulis diangkat sebagai Dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun Ternate. Tahun 2006, penulis melanjutkan pendidikan pada program studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

10 KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala Rahmat dan Karunia-Nya sehingga tesis dengan judul Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Berbasis Rumpon Di Sekitar Pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih dan penghargaan yang tinggi kepada Bapak Drs. Hi. Rivai Umar, M.Si (Rektor Universitas Khairun Ternate), yang telah memberikan izin Tugas Belajar pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana IPB Bogor. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang tinggi dan tak terhingga juga kepada Bapak Dr. Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc. dan Dr. Eko Sri Wiyono, S.Pi, M.Si., sebagai ketua komisi pembimbing dan anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu serta memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis dari penyusunan proposal hingga selesainya tesis ini. Ucapan terima kasih yang tak terhingga juga disampaikan kepada Dekan Sekolah Pascasarjana (Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S) dan Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc) serta Ketua Program Studi Teknologi Kelautan (Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc) Institut Pertanian Bogor beserta para staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan. Kepada Bapak, Prof. Dr. Ir. Ari. Purbayanto, M.Sc, Prof. Dr. Ir. Daniel A. Monintja, M.Sc, Ir. Ronny I Wahyu, M.Phil, Dr. Ir. Sugeng H Wisudo, M.Sc, Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, Ir. Fis Purwangka, M.Si dan Dr. Ir Am. Azbas Taurusman, M.Si atas bantuan dan dorongan selama menempuh pendidikan di Sekolah Pascasarjana FPIK IPB Bogor. Kepada Bapak Wolter Sagune (Nakhoda KM Fernia 01) serta keluarga, ibu Laura Dimpudus serta suaminya dan juga kepada pemilik armada soma pajeko di pulau Mayau yang telah banyak membantu penulis selama kegiatan penelitian dilapangan. Khususnya untuk Kel. Ir Ikram Sangaji, M.Si, Kel. Dr. Ir. M. K. Marsaoli, M.Si, Kel. Dr. Ir. L. Ega, M.Si, Kel. Ir. Zulhan Harahap, dan Kel. Imran Taeran, S.Pi, M.Si, penulis ucapkan terima kasih yang tak terhingga atas atensinya selama penulis menempuh studi.

11 Rekan-rekan Mahasiswa Pascasarjana PS TKL 2006: Muhd.Tahsim Hajatuddin S.Pi, M.Si, Arif Febrianto, S.Pi, M.Si, Moh. Riyanto, S.Pi, M.Si, Benediktus Jeujanan, S.Pi, M.Si, Adnan, ST, Hufiadi, S.Pi, Muklis, S.Pi, Rudiansyah Latif, S.Pi, M.Si, Takril, S.Pi, M.Si, Adi Heriawan, S.Kom, Yeyen Kurniawan, S.Pi, Dwi Rosalina, S.Si, M.Si, Finriyani Arifin, S.Pi, M.Si, Isnaini, S.Si, M.Si, Ririn Irnawati, S.Pi, M.Si, Stany R. Siahaenenia, S.Pi, M.Si, Dina Mayasari, S.Pi, M.Si Isnaniah, S.Pi dan serta TKL S3 Bapak Ir. Johanis Hiariej, M.Sc, Irham, S.Pi, M.Si, Ir. Romy Abdullah, M,Sc, Ir Joisye Lopulalan, M.Si dan Bapak Ir. Iin Solihin, M.Sc atas segala kerjasama dan dukungan serta kebersamaannya selama ini. Tak lupa kepada Pihak Sekretariat TKL Shinta, Hanny dan Lia, Yana, Isman dan Teteh atas segala bantuan selama penulis mengikuti pendidikan. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan yang telah memberikan dukungan dan sumbangsih pemikiran selama penulis menempuh pendidikan. Khusus kepada Keluarga terima kasih yang tak terhingga kepada orangtuaku: Ayahanda Hi. S. Karman dan Ibunda Hj. Ona Samba serta Ayahanda Franciscus Kalalo dan Ibu Elvira Knefeel yang senantiasa dan selalu memberi doa restu serta kasih sayang kepada penulis. Tak lupa juga Adik-Adikku Kel. Andi Junaidi Rasyd (Edi dan Endang), Sutriaji, Wulan, Rini, Windi, Anto, Reinhart, Steven, Felisa, Alter, Valen, Cintol dan Novi. atas bantuan, doa dan motivasinya kepada penulis. Yang terakhir dan yang paling utama terima kasih kepada Istriku tersayang dan tercinta Lusiana H Kalalo UCI dan buah hatiku tersayang Regina Karman yang tidak pernah berhenti mencurahkan kasih sayang dan pengorbanan yang luar biasa dan selalu setia mendampingi.. Bogor, Juli 2008 Amirul Karman

12 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... xii DAFTARA GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN... xiv... xvi DAFTAR ISTILAH... xvii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Penelitian Kerangka Pemikiran TINJAUAN PUSTAKA Keadaan Umum Daerah Penelitian Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Pulau Mayau Sarana perikanan tangkap Alat penangkapan ikan Produksi perikanan tangkap Perikanan Pukat Cincin (Purse Seine) Kapal pukat cincin Alat tangkap pukat cincin Rumpon Nelayan Sumberdaya Ikan Pelagis Analisis Kelayakan Usaha Analisis pendapatan usaha (keuntungan) Analisis kriteria investasi Analisis SWOT Pengelolaan Sumberdaya Perikanan METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Teknik Pengumpulan Data Teknik Pengambilan Responden Pendekatan Studi Evaluasi Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine Analisis faktor teknis Analisis faktor biologi... 30

13 3.6.3 Analisis faktor ekonomi Analisis faktor sosial Menyusun Alternatif Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine Analisis strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine Analisis prioritas strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine HASIL PENELITIAN Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine Kondisi umum perikanan mini purse seine Kapal mini purse seine Alat tangkap mini purse seine Rumpon Nelayan Modus operasi penangkapan mini purse seine ,1.1.6 Sistem bagi hasil Pemasaran hasil tangkapan Hasil tangkapan Komposisi hasil tangkapan Trend hasil tangkapan, produktivitas armada mini purse seine, dan produktivitas rumpon Kelayakan usaha perikanan mini purse seine Pendapatan usaha (keuntungan) Net B/C Kelembagaan perikanan Kota Ternate dan Kota Bitung Kelembagaan perikanan Kota Ternate Kelembagaan perikanan Kota Bitung Kepemilikan rumpon Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine Kondisi usaha perikanan mini purse seine Prioritas strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine PEMBAHASAN Kondisi Usaha Perikanan Mini Purse Seine Hasil Tangkapan dan Kelayakan Usaha Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 87

14 DAFTAR TABEL Halaman 1 Jumlah armada penangkapan ikan di pulau Mayau pada tahun Jumlah jenis alat tangkap ikan di pulau Mayau pada tahun Perkembangan jumlah rumpon yang dipasang dan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau tahun Perkembangan produksi perikanan min purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau tahun Beberapa jenis ikan pelagis kecil dan besar di Indonesia Matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai Sistem usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Formulasi faktor teknis, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial menjadai faktor internal dan faktor eksternal dalam usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Spesifikasi kapal mini purse seine (mini purse seiner) dan perahu lampu yang digunakan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau dan nelayan andon (nelayan dari Bitung) Spesifikasi mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Bahan, ukuran, jumlah, dan berat dari komponen material rumpon bambu di pulau Mayau Pembagian tugas dan tanggung jawab nelayan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Harga ikan hasil tangkapan mini purse seine yang dipasarkan di kapal penampung dari Bitung yang berpangkalan di pulau Mayau Komposisi hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau, tahun Kelembagaan pengusaha perikanan di Kota Ternate tahun Kelembagaan koperasi perikanan di Kota Ternate tahun

15 DAFTAR TABEL (Lanjutan) 17 Kelembagaan pengusaha perikanan di Kota Bitung Kondisi faktor teknik, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial menjadi faktor internal dan faktor eksternal dalam usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Faktor strategi internal kekuatan (strengths = s) dan kelemahan (weaknesses = w) Faktor strategi eksternal peluang (opportunities = o) dan ancaman (threats = t) Hasil analisis matriks SWOT Hasil analisis matriks IFE (internal factor evaluation) Hasil analisis matriks EFE (external factor evaluation) Pengaruh setiap strategi terhadap faktor SWOT... 67

16 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Rangkaian kegiatan penelitian pengembangan perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Metode penangkapan ikan dengan pukat cincin (purse seine) Model rumpon modern Peta lokasi penelitian Kapal mini purse seine (mini purse seiner) nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) Kapal mini purse seine (mini purse seiner) nelayan andon (nelayan dari (Bitung) (a) Perahu lampu yang digunakan oleh nelayan lokal (nelayan pulau Mayau dan nelayan andon (nelayan dari Bitung); b) Wings hauler yang digunakan oleh nelayan andon (nelayan dari Bitung) Desain mini purse seine (soma pejeko) di pulau Mayau Alat tangkap mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Konstruksi rumpon bambu yang menggunakan daun kelapa di pulau Mayau Skema operasi penangkapan mini purse seine (soma pajeko) dengan rumpon di pulau Mayau Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) Salah satu kapal penampung yang melakukan pembelian hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau... 54

17 DAFTAR GAMBAR (Lanjutan) 16 Perkembangan hasil tangkapan ikan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau, tahun Perkembangan produktivitas armada mini purse seine (ton/kapal/tahun) yang berpangkalan di pulau Mayau, tahun Perkembangan produktivitas rumpon (ton/rumpon/tahun) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau, tahun

18 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Perkembangan produktivitas armada mini purse seine yang berpangkalan di pulau Mayau, tahun Perkembangan produktivitas rumpon di perairan sekitar pulau Mayau, tahun Indeks harga konsumen Kota Ternate, tahun Analisis usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) Analisis usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) Analisis usaha unit perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) Cash flow usaha unit perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) Pendapatan (upah) nelayan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) Pendapatan (upah) nelayan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) Pendapatan (upah) nelayan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha)... 98

19 DAFTAR ISTILAH Alat penangkapan ikan : Adalah alat yang dirancang (dibuat) untuk menangkap ikan. Alat penangkapan ikan dan : Adalah alat penangkapan ikan dan praktek penangkapan yang ilegal praktek penangkapan yang dilarang oleh Daerah penangkapan ikan (fishing ground) hukum dan peraturan perundangan. : Adalah suatu daerah perairan tempat ikan berkumpul dimana penangkapan ikan dapat dilakukan. Hasil tangkapan : Adalah merupakan porsi dari hasil tangkapan yang akan didaratkan di pangkalan penangkapan ikan atau didistribusikan ke pasar. Hauling (penarikan) : Adalah proses penarikan jaring mini setelah proses pelingkaran selesai dilakukan. Investasi : Adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek. Kapal perikanan : Adalah kapal, perahu atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, dan pelatihan atau eksplorasi perikanan. Kapal pukat cincin (purse seiner) : Adalah kapal yang secara khusus dirancang dan dibangun untuk digunakan menangkap ikan dengan alat tangkap jenis purse seine (pukat cincin), dan sekaligus menampung, menyimpan, mendinginkan, dan mengangkut hasil tangkapannya. Kelembagaan : Adalah aturan main (rules of the game) dalam suatu masyarakat. : Adalah teknik atau cara yang digunakan dalam operasi penangkapan ikan. Metode operasi penangkapan ikan Mini purse seine (soma pajeko) : Adalah jaring lingkar aktif yang berukuran lebih kecil dari purse seine atau pukat cincin. Nelayan : Adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan atau binatang air lainnya atau tanaman air.

20 Nelayan andon : Adalah nelayan pendatang pada suatu daerah untuk melakukan penangkapan ikan. Nelayan lokal : Adalah nelayan yang berasal dari daerah Pemanfaatan yang berkelanjutan tersebut dan tinggal menetap. : Adalah cara mengeksploitasi sumberdaya yang tidak mengarah pada penurunan jangka panjang dari ukuran dan keragaman hewan-hewan air. Pengelolaan perikanan : Adalah proses yang terpadu antara pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakkan hukum dari aturan dan peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan perikanan lainnya. Perahu lampu : Adalah salah satu alat bantu dalam perikanan mini purse seine (soma pajeko) berupa perahu dengan menggunakan lampu untuk memikat ikan. Perikanan : Adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis Perikanan tangkap : Adalah kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau dengan cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, menangani, mengolah dan/atau mengawetkannya. Pukat cincin (purse seine) : Adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi tali kerut untuk dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada tali ris bawah, dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan berbentuk seperti mangkok

21 Purse line (tali kolor) : Adalah tali yang dipasang pada bagian bawah jaring, yang berfungsi untuk mengerutkan jaring pada saat tali tersebut ditarik. Rezim sumberdaya tanpa pemilik (res nullius) : Adalah sumberdaya tidak dimiliki oleh siapapun. Rumpon : Adalah Alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Setting (pelingkaran) : Adalah proses penurunan jaring untuk melingkari kawanan ikan. Sumberdaya ikan : Adalah potensi semua jenis ikan. Sumberdaya perikanan : Adalah terdiri dari sumberdaya ikan, sumberdaya lingkungan, dan sumberdaya buatan manusia yang digunakan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan. Sumberdaya properti bersama : Adalah hak properti atas sumberdaya itu dipegang secara bersama. Unit penangkapan ikan : Satu kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan ikan yang terdiri dari kapal perikanan, alat tangkap dan nelayan Upaya penangkapan ikan : Adalah menunjukkan jumlah alat penangkapan ikan berjenis khusus (jumlah dari unit penangkapan ikan atau kapasitas mesin total dari unit penangkapan ikan) yang digunakan di daerah penangkapan ikan dalam satuan waktu tertentu.

22 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ternate masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara, merupakan Kota Kepulauan yang dikelilingi oleh laut, secara geografis berada pada posisi Lintang Utara dan Bujur Timur. Luas daratan Kota Ternate sebesar 250,85 km 2, sementara lautannya 5.547,55 km 2. Wilayah Kota Ternate terdiri dari delapan buah pulau besar dan kecil; pulau Ternate, pulau Hiri, pulau Moti, pulau Mayau, pulau Tifure, pulau Maka, pulau Mano, dan pulau Gurida. Umumnya daerah kepulauan yang memiliki ciri banyak desa/kelurahan pantai, 63 desa/kelurahan yang ada di daerah ini 71% atau 45 desa/kelurahan berklasifikasi pantai dan 29% atau 18 desa/kelurahan bukan pantai (BPS Kota Ternate 2007). Hingga penelitian ini dilakukan kontribusi perikanan Kota Ternate terhadap produksi perikanan Provinsi Maluku Utara tidak diketahui dengan pasti. Sebagai catatan, produksi perikanan Maluku Utara pada tahun 2004 mencapai ton (DPK Maluku Utara 2006). Pulau Mayau merupakan salah satu dari gugusan pulau-pulau kecil yang terletak di laut Maluku dan masuk dalam wilayah administrasi Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Laut Maluku terletak pada 3 0 Lintang Selatan hingga 3 0 Lintang Utara dan hingga Bujur Timur. Secara geografis, di bagian Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik, Selatan dengan Laut Seram, Timur dengan Pulau Halmahera, dan Barat dengan Laut Sulawesi. Perairan Laut Maluku berhubungan dengan Samudera Pasifik cukup memiliki potensi sumberdaya ikan, baik pelagis kecil maupun pelagis besar. Posisi pulau Mayau sangat strategis karena berada di tengah perairan yang menjadi daerah operasi penangkapan ikan layang (Decapterus spp.) dengan alat mini purse seine atau pukat cincin (dikenal dengan nama soma pajeko) dari armada kapal penangkap ikan yang berpangkalan di Bitung, Minahasa, Sulawesi Utara. Jenis alat pukat cincin berkembang cepat menjadi semi industri, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan kapasitas penangkapan (ukuran kapal dan termasuk kekuatan mesin) dan perluasan daerah penangkapan ikan, serta

23 2 peningkatan penggunaan lampu sorot (cahaya) dengan daya (intensitas) yang cenderung meningkat (Nugroho 2006). Kapal-kapal mini purse seine yang beroperasi di sekitar pulau Mayau, selain milik nelayan lokal (nelayan pulau Mayau), juga milik nelayan Bitung yang dapat dikategorikan sebagai nelayan andon (pendatang sementara). Kapal yang berasal dari Bitung tersebut terdaftar pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung, namun tidak terdaftar pada Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara. Agar tidak terjadi permasalahan atau konflik di masa yang akan datang, pengelolaan perikanan yang berpangkalan di pulau Mayau ini perlu ditangani secara khusus, karena persaingan yang dilakukan oleh pengelola atau pelaku perikanan dapat mengakibatkan penurunan kinerja usaha perikanan. 1.2 Perumusan Masalah Menjelang pelaksanaan penelitian lapangan, sebuah permasalahan telah dilaporkan para responden bahwa banyak kapal mini purse seine sudah tidak beroperasi lagi di perairan sekitar pulau Mayau. Untuk menuntun pemecahan permasalahan ini, penelitian perlu dilakukan untuk menjawab pertanyaan pokok, seperti; apakah perikanan mini purse seine masih layak dilaksanakan di pulau Mayau dan sekitarnya? apakah usaha perikanan ini masih efisien atau mungkin memerlukan pengaturan? Kedua pertanyaan tersebut harus dicari jawabannya untuk menentukan solusi pengelolaan perikanan terbaik. 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Mengevaluasi kinerja usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko), baik yang berbasis di Bitung maupun yang berbasis di pulau Mayau sebagai wilayah administrasi Kota Ternate. (2) Menyusun alternatif pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau yang berkelanjutan dan berkeadilan.

24 3 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah: (1) Sebagai bahan informasi kepada pengusaha dan nelayan dalam mengembangkan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. (2) Sebagai bahan masukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan mengenai pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Kota Ternate Provinsi Maluku Utara Hipotesis Penelitian Jika ada persaingan (kompetisi) di antara dua pengelola atau pelaku perikanan (Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara) maka kinerja usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) akan menurun. 1.6 Kerangka Pemikiran Kinerja suatu perikanan dipengaruhi tidak saja oleh faktor internal, tetapi juga faktor eksternal seperti, kebijakan yang diterapkan oleh pengelola perikanan di suatu tempat. Hal ini kemungkinan bisa berlanjut di beberapa wilayah yang berdampingan, berdekatan, dan memanfaatkan stock ikan yang sama. Kegiatan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau dilakukan oleh nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelayan andon (nelayan dari Bitung). Kapal-kapal mini purse seine nelayan andon terdaftar di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Bitung dan tidak terdaftar di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Provinsi Maluku Utara. Persaingan yang terjadi antara lebih dari satu pengelola atau pelaku perikanan (Kota Ternate Provinsi Maluku Utara dan Kota Bitung Provinsi Sulawesi Utara) dapat mengakibatkan penurunan kinerja usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. Untuk mencegah terjadinya penurunan kinerja usaha ini, perlu dilakukan kerja sama. Perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau dipengaruhi oleh empat faktor utama yaitu; (1) Faktor teknik (kapal, alat tangkap, rumpon, dan

25 4 nelayan); (2) Faktor biologi (antara lain komposisi dan trend hasil tangkapan); (3) Faktor ekonomi (Kelayakan usaha yang dianalisis dari keuntungan dan net B/C); dan (4) Aspek sosial (instansi otoritas pengelola perikanan dan kepemilikan). Dalam penelitian, analisis dilakukan terhadap keempat faktor tersebut. Hasil analisis tersebut adalah kondisi perikanan mini purse seine (soma pajeko), yang kemudian dijadikan bahan untuk analisis SWOT. Analisis SWOT tersebut menghasilkan sejumlah strategi yang kemudian diurutkan prioritasnya untuk mengidentifikasi strategi terpenting yang perlu diterapkan untuk mengembangkan perikanan mini purse seine (soma pajeko) di sekitar pulau Mayau (Gambar 1). Analisis Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Faktor Teknik Faktor Biologi Faktor Ekonomi Faktor Sosial - Kapal - Alat tangkap - Rumpon - Nelayan Hasil Tangkapan - Komposisi - Trend produksi Analisis Kelayakan Usaha Keuntungan dan Net B/C Kelembagaan: - Kota Ternate - Kota Bitung Pemilik rumpon Kondisi Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) di Pulau Mayau Analisis SWOT Strategi Pengembangan Perikanan Mini Purse Seine (Soma Pajeko) Gambar 1 Rangkaian kegiatan penelitian pengembangan perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau.

26 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Umum Daerah Penelitian Pulau Mayau terletak di Laut Maluku, koordinat geografis ,3 LU dan ,8 BT. Pulau Mayau masuk dalam Kecamatan Ternate Pulau wilayah administratif Kota Ternate Provinsi Maluku Utara, dengan luas pulau 78,40 km 2. Secara geografis batasan pulau Mayau sebagai berikut; (1) Sebelah Utara berbatasan dengan Samudera Pasifik. (2) Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Sulawesi (3) Sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Seram (4) Sebelah Timur berbatasan dengan Pulau Halmahera. Secara umum pulau Mayau dan juga daerah lainnya di Provinsi Maluku Utara mempunyai tipe iklim tropis, dipengaruhi oleh iklim laut yang biasanya heterogen sesuai indikasi umum iklim tropis. Daerah ini mengenal dua musim yakni Utara Barat dan Timur Selatan yang seringkali diselingi dengan dua kali masa pancaroba disetiap tahunnya (BPS Kota Ternate 2007). Menurut hasil pengukuran stasiun Meteorologi dan Geofisika Ternate pada tahun 2006 menunjukkan bahwa musim hujan jatuh pada bulan Januari - Juni dengan jumlah curah hujan tertinggi pada bulan Juni (390 mm) dan jumlah hari hujan hari, temperatur berkisar antara 23,5 0 C 31,7 0 C, kelembaban nisbi rata-rata 81,42%, tingkat penyinaran matahari rata-rata 60,75% dan kecepatan angin rata-rata 4,17 km/jam dengan kecepatan maksimum mutlak rata-rata 21,58 km/jam (BPS Kota Ternate 2007). Kondisi parameter oseanografi perairan di sekitar pulau Mayau tidak jauh berbeda dengan perairan tropis lainnya, kondisi ini bisa terjadi secara harian, tahunan, dan jangka panjang. Kondisi pasang surut tergantung pada tipe pasang surut yang terjadi di perairan tersebut. Pasang surut yang terjadi di perairan pantai pulau Mayau adalah tipe pasang diurnal, yaitu pergerakkan naik turunnya permukaan air laut pada interval waktu yang sama antara siang dan malam. Selanjutnya pergerakkan arus yang berlangsung menurut skala waktu dapat dibedakan menjadi arus musiman akibat perubahan musim, yaitu Barat dan Timur

27 6 dan arus harian yang dipengaruhi oleh pergerakan pasang surut (DPK Maluku Utara 2004). Jumlah penduduk di pulau Mayau sebanyak jiwa yang tersebar di tiga desa, dimana penduduk terbanyak di desa Mayau dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa, kemudian desa Lelewi sebanyak 538 jiwa dan desa Bido sebanyak 464 jiwa, dari jumlah penduduk tersebut sebanyak orang berprofesi sebagai nelayan (DPK Kota Ternate 2007). 2.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap di Pulau Mayau Data statistika mengenai perkembangan alat tangkap maupun produksi perikanan tangkap di pulau Mayau sampai pada tahun 2006 tidak tercatat di Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate maupun Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara, hal ini disebabkan karena faktor transportasi langsung dari Ternate ke pulau Mayau sampai tahun 2007 tidak ada, dan faktor produksi perikanan tangkap di pulau Mayau sampai saat ini dipasarkan di kapal penampung yang berpangkalan di pulau tersebut dan kemudian dibawah ke Kota Bitung Sulawesi Utara. Pendataan potensi perikanan baru dilaksanakan pada bulan Mei 2007 oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate, sehingga perkembangan jumlah armada penangkapan ikan dan jenis alat tangkap di pulau Mayau yang bisa disajikan hanya pada tahun Sarana perikanan tangkap Jumlah armada penangkapan ikan yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau didominasi oleh perahu tanpa motor, yaitu sebanyak 100 armada (Tabel 1). Tabel 1 Jumlah armada penangkapan ikan di pulau Mayau pada tahun 2007 No Armada Jumlah Aktif Tidak Aktif 1 Perahu tanpa motor Motor tempel Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate 2007.

28 Alat penangkapan ikan Jumlah alat penangkapan ikan yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau pada tahun 2007 didominasi oleh alat tangkap yang bersifat tradisional. Alat tangkap dengan unit penangkapan terbesar adalah pancing sebanyak 137 unit (Tabel 2). Tabel 2 Jumlah jenis alat tangkap ikan di pulau Mayau pada tahun 2007 No Alat tangkap Jumlah Aktif Tidak Aktif 1 Pukat kantong Pukat cincin Jaring insang Pancing Perangkap Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Ternate Selanjutnya jumlah unit penangkapan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau selama 5 tahun terakhir ( ) berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan di pulau tersebut mengalami fluktuasi hingga tahun 2006 (Tabel 3). Tabel 3 Perkembangan jumlah rumpon yang di pasang dan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau tahun Jumlah rumpon Jumlah alat tangkap Tahun (unit) mini purse seine (unit) Total Lokal Andon Lokal Andon Total (P.Mayau) (Bitung) (P.Mayu) (Bitung) Sumber: Hasil penelian, tahun Produksi perikanan tangkap Jumlah produksi perikanan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau selama 5 tahun terakhir (tahun ) mengalami fluktuasi. Produksi tertinggi pada tahun 2004, sebanyak 1.249,99 ton dan terendah pada tahun 2006, sebanyak 229,16 ton. Perkembangan jumlah hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) dapat dilihat pada Tabel 4.

29 8 Tabel 4 Perkembangan produksi perikanan mini purse seine (soma pajeko) yang beroperasi di perairan sekitar pulau Mayau tahun Produksi (ton) Tahun Mini purse seine lokal (P.Mayau) Mini purse seine Andon (Bitung) Jumlah (ton) ,43 457,81 541, ,29 782,45 961, , , , ,59 341,12 457, ,79 133, Sumber: Hasil penelitian, tahun Perikanan Pukat Cincin (Purse Seine) Kapal pukat cincin Perahu/kapal penangkapan adalah perahu/kapal yang digunakan pada operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya/tanaman air secara langsung. Kapal pengangkut yang digunakan untuk mengangkut nelayan, alat-alat penangkapan dan hasil tangkapan dimasukkan sebagai perahu/kapal tangkap (DKP 2003). Kapal atau perahu penangkapan merupakan sarana pendukung dalam operasi penangkapan ikan, dimana berfungsi sebagai alat transportasi di perairan. Kapal pukat cincin (purse seiner) adalah kapal yang secara khusus dirancang dan dibangun untuk digunakan menangkap ikan dengan alat tangkap jenis purse seine atau sering juga disebut pukat cincin, dan sekaligus menampung, menyimpan, mendinginkan, dan mengangkut hasil tangkapannya. Kapal pukat cincin (purse seiner) merupakan kapal yang khusus dioperasikan untuk menangkap ikan jenis pelagis yang selalu bermigrasi dalam bentuk schooling fish, seperti; ikan layang, ikan selar, ikan tongkol, dan cakalang. Berdasarkan hasil penelitian Irham (2006), kapal mini purse seine yang beroperasi di perairan Provinsi Maluku Utara umumnya berkapasitas 13,21 GT 17, 63 GT dengan panjang (L) 12,80 m 13,90 m, lebar (B) 3,15 m 3,30 m, dan dalam (D) 1,90 m 2,00 m. Hasil penelitian Luasunaung (1999), kapal soma pajeko yang ada di perairan sekitar Molibagu, Teluk Tomini Sulawesi Utara umumnya berukuran panjang (L) 14,00 m 20,00 m, lebar (B) 3,00 m 3,50 m, dan dalam (D) 1,20 m 1,50 m, kapasitas 18 GT 35 GT, dan tenaga pendorong berkekuatan 2 3 buah, tergantung ukuran kapal yang digunakan.

30 9 Berdasarkan hasil penelitian Marasut (2005), kapal-kapal pukat cincin pada beberapa daerah di Sulawesi Utara (Tumumpa, Belang, Lolak, dan Bitung) memiliki ukuran panjang (L) 14,72 m 22,50 m, lebar (B) 3,81 m 4,00 m, dan dalam (D) 1,28 m 1,80 m; selanjutnya dikatakan bahwa kapal-kapal pukat cincin yang digunakan di beberapa daerah Sulawesi Utara mempunyai kecepatan yang besar dan lebar yang besar dikarenakan pada bagian tengah kapal ditempatkan jaring dan wings hauler Alat tangkap pukat cincin Pukat cincin (purse seine) merupakan alat tangkap ikan yang tergolong berukuran besar, membutuhkan nelayan berjumlah banyak. Persiapan purse seine dengan kelengkapannya (desain, konstruksi, dan alat bantu penangkapan ikan), kemampuan mendeteksi gerombolan ikan secara tepat, dan ketrampilan untuk mengoperasikannya merupakan faktor penting untuk terhindar dari resiko kegagalan dalam setiap operasi penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine, mengingat pengoperasian purse seine harus aktif mencari, mengejar, dan mengurung ikan pelagis yang bergerombol dan bergerak cepat dalam jumlah besar atau melalui alat pengumpul ikan (rumpon dan lampu) (Zarochman dan Wahyono 2005). Purse seine merupakan suatu alat penangkapan ikan yang digolongkan dalam kelompok jaring lingkar (surrounding nets) (Martasuganda 2004). Selanjutnya Baskoro (2002), menyatakan bahwa pukat cincin (purse seine) adalah jaring yang umumnya berbentuk empat persegi panjang, dilengkapi dengan tali kerut yang dilewatkan melalui cincin yang diikatkan pada bagian bawah jaring (tali ris bawah), sehingga dengan menarik tali kerut bagian bawah jaring dapat dikuncupkan dan jaring akan berbentuk seperti mangkok (Gambar 2). Brandt (1984), menyatakan bahwa pukat cincin (purse seine) merupakan alat tangkap yang lebih efektif untuk menangkap ikan-ikan pelagis di sekitar permukaan air. Purse seine dibuat dengan dinding jaring yang panjang, terkadang hingga beberapa kilo meter, dengan panjang jaring bagian bawah sama atau lebih panjang dari bagian atas. Bentuk konstruksi jaring seperti ini, tidak ada kantong yang berbentuk permanen pada jaring purse seine. Karakteristik jaring purse seine

31 10 terletak pada cincin yang terdapat pada bagian bawah jaring. Dilihat dari segi konstruksi maka komponen jaring pukat cincin (purse seine) dapat dikelompokkan dalam 5 bagian besar yaitu; (1) badan jaring, (2) tali kerut, (3) cincin (ring), (4) pelampung dan pemberat, dan (5) tali selembar (Martasuganda 2004). Menurut Subani dan Barus (1989), konstruksi pukat cincin (purse seine) terdiri atas: (1) Bagian jaring, nama bagian-bagian jaring ini belum mantap, tetapi ada yang membagi menjadi 2 yaitu; bagian tengah dan jampang. Namun yang jelas jaring terdiri dari 3 bagian, yaitu; jaring utama, jaring sayap, dan jaring kantong. (2) Selvedge (srampatan), dipasang pada bagian pinggir jaring yang berfungsi untuk memperkuat jaring pada waktu dioperasikan terutama pada waktu penarikkan jaring. (3) Tali temali (4) Tali pelampung (5) Tali ris atas (6) Tali ris bawah (7) Tali pemberat (8) Tali kolor (9) Tali selambar (10) Pelampung (11) Pemberat (12) Cincin, digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya 1 meter dengan jarak sekitar 3 meter setiap cincin. Purse line dimasukkan melalui cincin ini.

32 11 Sumber: Von Brandt (1984). Gambar 2 Metode penangkapan ikan dengan pukat cincin (purse seine) Ayodhyoa (1981), mengemukakan bahwa tujuan dari penangkapan dengan menggunakan alat tangkap pukat cincin (purse seine) adalah kawanan ikan dan kawan ikan tersebut harus berada dekat permukaan air, sangatlah diharapkan pula agar densitas school itu tinggi, yang berarti jarak antara sesama ikan dalam kawanan harus sedekat mungkin. Menurut Nugroho (2006), setelah pasca pelarangan pukat harimau tahun 1980, alat tangkap pukat cincin menjadi semi industri dan berkembang cepat, baik kapasitas penangkapan (ukuran kapal dan termasuk kekuatan mesin) dan perluasan daerah penangkapan, maupun peningkatan efisiensi penangkapan melalui penggunaan jumlah lampu sorot (cahaya) yang cenderung meningkat. Selanjutnya Sainsbury (1996), menyatakan bahwa alat tangkap ini dapat menangkap ikan dari segala ukuran mulai dari ikanikan kecil hingga ikan-ikan besar tergantung pada ukuran mata jaring yang digunakan. Semakin kecil ukuran mata jaring semakin banyak ikan-ikan kecil yang tertangkap karena tidak dapat meloloskan diri dari mata jaring. Berdasarkan hasil penelitian Irham (2006), pukat cincin yang digunakan di Maluku Utara terdiri dari kantong, badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring, tali ris atas, tali ris bawah, pemberat, pelampung, dan cincin. Memiliki

33 12 ukuran panjang (L) berkisar 200 m 600 m, lebar (B) berkisar 40 m 60 m. Hasil penelitian Luasunaung (1999), mini purse seine (soma pajeko) yang ada di perairan sekitar Molibagu, Teluk Tomini Sulawesi Utara umumnya ukuran jaring bervariasi menurut besarnya kapal. Jaring memiliki ukuran panjang (L) berkisar 225 m 420 m dan lebar (B) berkisar 50 m 70 m Rumpon Rumpon adalah suatu benda menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat di laut. Menurut SK Mentan Nomor 51/Kpts/IK250/1/97, rumpon didefinisikan sebagai alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Berdasarkan tempat pemasangan dan pemanfaatan rumpon menurut SK tersebut, dikategorikan ada 3 jenis rumpon, yaitu: (1) Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. (2) Rumpon perairan dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan, dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter. (3) Rumpon perairan dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman lebih dari 200 meter. Subani (1986) mengatakan bahwa, baik rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri dari empat komponen utama, yaitu; (1) pelampung atau float; (2) tali pelampung atau rope; (3) pemikat ikan atau attracrtor; dan (4) pemberat atau sinker. Panjang tali bervariasi, tetapi pada umumnya adalah 1,5 kali kedalaman laut tempat rumpon tersebut ditanam. Tim Pengkaji Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) mengemukakan bahwa persyaratan umum komponenkomponen dari konstruksi rumpon adalah: (1) Pelampung (float) - Mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung di atas 1/3 bagian). - Konstruksi cukup kuat. - Tahan terhadap gelombang. - Mudah dikenali dari jarak jauh. - Bahan pembuatnya mudah diperoleh.

34 13 (2) Pemikat (attractor) - Mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan. - Tahan lama. - Mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah. - Terbuat dari bahan yang kuat dan tahan lama. (3) Tali-temali (rope) - Terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk. - Harga relatif murah. - Mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekkan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus. - Tidak bersimpul (less knot). (4) Pemberat (sinker) - Bahannya murah, kuat, dan mudah diperoleh. - Massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkeram. Menurut Badan Litbang Pertanian (1992), rumpon yang dikembangkan saat ini dikelompokkan berdasarkan: (1) Posisi dari pemikat atau pengumpul (aggregator), rumpon dibagi menjadi rumpon perairan permukaan lapisan tengah dan dasar. Rumpon perairan permukaan lapisan tengah terdiri dari jenis rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam. (2) Kriteria portabilitas, rumpon dikelompokkan menjadi rumpon yang dijangkar secara tetap (statis) dan rumpon yang dijangkar tetapi dapat dipindah-pindah (dinamis). (3) Tingkat teknologi yang digunakan, rumpon dikelompokkan menjadi tradisional dan modern. Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional yang terdiri dari pelampung, tali jangkar atau pemberat serta pemikat yang dipasang pada kedalaman m. Rumpon modern umumnya digunakan oleh perusahaan perikanan (swasta dan BUMN). Komponen rumpon modern biasanya terdiri dari pelampung yang terbuat dari plat besi atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis dan dilengkapi dengan swivel, pemberat biasanya terbuat dari semen cor. Pemikat yang digunakan umumnya terbuat dari

35 14 bahan alami dan bahan sintesis seperti ban, pita plastik, dan lain-lain (Nahumury 2001) (Gambar 3). = Sumber: Nahumury (2001) Gambar 3 Model rumpon modern. Rumpon merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentrasikan ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani 1972). Cara pengumpulan ikan dengan pikatan berupa benda terapung tersebut menurut Sondita (1986), merupakan salah satu bentuk dari fish aggregating device (FAD), yaitu metode benda atau bangunan yang dipakai sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan-ikan tersebut. Selanjutnya Simbolon (2004), menyatakan bahwa rumpon ini dimaksudkan untuk memikat dan mengkonsentrasikan ikan, baik ikan yang berada di sekitar pemasangan rumpon maupun ikan yang sedang melakukan ruaya, dengan demikian ikan akan berada lebih lama di sekitar pemasangan rumpon, dan akibatnya penangkapan dapat dilakukan dengan lebih mudah, efektif, dan efisien. Rumpon selain berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, pada prinsipnya juga memudahkan kawanan ikan untuk ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Penggunaan rumpon oleh kapal penangkap ikan juga dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan-gerombolan ikan (Subani 1986; Wudianto dan Linting 1988).

36 15 Monintja (1993) menyatakan lebih lanjut bahwa manfaat yang diharapkan dengan penggunaan rumpon selain menghemat waktu dan bahan bakar juga dapat menaikkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, meningkatkan mutu hasil tangkapan ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran berdasarkan selektivitas alat. Di Indonesia rumpon dikenal dengan berbagai sebutan seperti tendak (Jawa). onjen (Madura), rabo (Sumatera Barat), unjan tuasan (Sumatera Utara), dan rompong (Sulawesi) merupakan FAD skala kecil dan sederhana yang umumnya dibuat dari bahan tradisional, ditempatkan pada kedalaman perairan dangkal dengan jarak 5-10 mil laut ( km) dari pantai dan umumnya tidak lebih dari mil laut (35 km) dari pangkalan terdekat (Mathews et al 1996) Nelayan Menurut Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 2004 tentang perikanan, nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan, binatang lainnya atau tanaman air. Orang yang hanya melakukan pekerjaan seperti membuat jaring, mengangkut alat-alat atau perlengkapan ke dalam perahu atau kapal tidak dimasukkan sebagai nelayan. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja di atas kapal penangkapan dimasukkan sebagai nelayan, walaupun tidak secara langsung melakukan penangkapan. Berdasarkan curahan waktu kerjanya nelayan dibedakan menjadi: (1) Nelayan penuh adalah nelayan yang seluruh waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. (2) Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. (3) Nelayan sambilan tambahan adalah nelayan yang sebagian kecil waktu kerjanya dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan ikan. Nelayan pada perikanan pukat cincin (purse seine) adalah orang yang ikut dalam operasi penangkapan ikan secara langsung maupun tidak langsung. Nelayan merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam usaha penangkapan ikan, karena segala kegiatan operasi penangkapan tidak akan

37 16 berjalan tanpa adanya tenaga kerja. Dalam operasi penangkapan ikan, masingmasing nelayan memiliki tugas tersendiri, sehingga operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan lancar. Jumlah nelayan yang mengoperasikan pukat cincin (purse seine) yaitu berkisar antara orang termasuk kapten kapal. Dalam pembagian tugas, kapten kapal memiliki tanggung jawab paling besar terhadap kelancaran operasi penangkapan ikan. Menurut Hermanto (1986) secara umum berdasarkan bagian yang diterima dalam usaha penangkapan ikan dibagi menjadi lima kelompok yaitu: (1) Juragan darat adalah orang yang mempunyai perahu dan alat penangkapan ikan laut. Juragan darat hanya menerima bagi hasil tangkapan yang diusahakan oleh orang lain. Pada umumnya juragan darat menanggung seluruh biaya operasi penangkapan. (2) Juragan laut adalah orang yang tidak punya perahu dan alat tangkap, tetapi bertanggung jawab dalam operasi penangkapan ikan di laut. (3) Juragan darat-laut adalah orang yang memiliki perahu dan alat tangkap sekaligus ikut dalam operasi penangkapan ikan di laut. Juragan darat-laut menerima bagi hasil sebagai nelayan dan bagi hasil sebagai pemilik unit penangkapan. (4) Buruh atau pandega adalah orang yang tidak memiliki unit penangkapan dan hanya berfungsi sebagai anak buah kapal, umumnya menerima bagi hasil tangkapan dan jarang diberikan upah harian. (5) Anggota kelompok adalah orang yang berusaha pada suatu unit penangkapan secara berkelompok. Perahu yang dioperasikannya adalah perahu yang dibeli dari modal yang dikumpulkan oleh semua anggota kelompok. 2.4 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan-ikan permukaan yang hidupnya sangat aktif di dekat permukaan laut. Direktorat Jendral Perikanan (1979) mengelompokkan ikan pelagis berdasarkan ukurannya menjadi dua jenis, yaitu: (1) Jenis-jenis ikan pelagis besar yaitu jenis ikan pelagis yang mempunyai ukuran panjang 100 cm

38 cm (ukuran dewasa) antara lain adalah tuna (Thunnus spp.), cakalang (Katsuwonus pelamis), tenggiri (Scomberomorus spp.), tongkol (Euthynnus spp.), setuhuk (Xiphias spp.), dan lemadang (Coryphaena spp.). Jenis ikan pelagis besar, kecuali jenis-jenis tongkol biasanya berada di perairan yang lebih dalam dengan salinitas yang lebih tinggi. (2) Jenis-jenis ikan pelagis kecil yang mempunyai ukuran 5 cm 50 cm (ukuran dewasa). Ikan pelagis kecil adalah ikan yang hidup dipermukaan sampai kedalaman 30 m 60 m, tergantung pada kedalaman laut yang bersangkutan. Kelompok ikan pelagis kecil biasanya hidup bergerombol (schooling), hidup di perairan neritik (dekat pantai). Bila hidup di perairan yang secara berkala/musiman mengalami up welling (pengadukan) ikan pelagis kecil dapat membentuk biomassa yang besar. Ikan pelagis kecil yang memiliki arti penting bagi perikanan Indonesia antara lain adalah ikan layang (Decapterus spp.), selar (Selaroides spp.), teri (Stolephorus spp.), japuh (Dussumieria spp.), tembang (Sardinella fimbriata), lemuru (Sardinella longiceps), dan kembung (Rastrelliger spp.). Beberapa jenis ikan pelagis kecil dan besar yang sampai saat ini bernilai ekonomis penting dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Beberapa jenis ikan pelagis kecil dan besar di Indonesia Kelompok Ikan No Nama Indonesia Nama Ilmiah Nama Inggris Pelagis kecil 1 Julung-julung Tylosurus spp. Grafish and Halfbeak 2 Kembung Rastrelliger spp. Indo-Pacifik mackerels 3 Layang Decapterus spp. Scads 4 Lemuru Sardinella longiceps Indiana oil sardinella 5 Selar Selar spp. Travaillies 6 Tembang Sardinella fimbriata Fringescalles sardinella 7 Tongkol Euthinnus spp. Eastern little tuna Pelagis besar 1 Madidihang Thunnus albacores Yellowfin tuna 2 Tuna Mata Thunnus obesus Bigeyes tunas Besar 3 Albakora Thunnus alalunga Albacore 4 Tuna sirip Biru Thunnus macoyii Southen bluefin tuna Selatan 5 Ikan layaran Istiophorus Indo-Pacific sailfishes platypterus 6 Cakalang Katsuwonus pelamis Skipjack tunas 7 Tenggiri Scomberomorus commersoni Narrow-barred Spanish mackerels 8 Cucut Biru Sphyrna spp. Blue shark Sumber: Dwiponggo 1988.

39 18 Ikan pelagis merupakan kelompok ikan aktif, keberadaannya dipengaruhi oleh berbagai faktor oseanografi dan lingkungan lainnya, antara lain suhu, arus, kelimpahan klorofil, dan salinitas. Besarnya pengaruh lingkungan terhadap keberadaan ikan ini, diperkirakan menjadi salah satu faktor yang menyebabkan ikan-ikan pelagis selalu bermigrasi dan membentuk gerombolan (schooling) akibat memiliki kecenderungan yang sama terhadap kebutuhan kondisi perairan yang optimum. Ikan-ikan pelagis merupakan ikan yang memiliki respon positif terhadap cahaya (fototaksis positif). Ciri lainnya, ikan-ikan pelagis bila mengalami stres atau gangguan akan berusaha berenang ke bawah. 2.5 Analisis Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari suatu kegiatan usaha. Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis finansial dan analisis investasi Analisis pendapatan usaha (keuntungan) Kegiatan usaha merupakan sutau kegiatan yang dapat direncanakan dan dilaksanakan dalam suatu bentuk kesatuan dengan menggunakan sumber-sumber untuk mendapatkan manfaat. Sumber-sumber tersebut sebagian atau seluruhnya dapat dianggap sebagai bagian-bagian konsumsi yang dikorbankan dari penggunaan masa sekarang untuk memperoleh manfaat (Gittinger 1982). Komponen yang digunakan dalam analisis usaha perikanan adalah biaya produksi, penerimaan usaha, dan pendapatan yang diperoleh dari usaha perikanan. Pendapatan adalah total penerimaan (total revenue = TR) dikurangi dengan total biaya (total cost = TC). Penerimaan adalah total produksi dikalikan dengan harga persatuan produk. Biaya total adalah seluruh biaya diperlukan untuk menghasilkan sejumlah input tertentu. Biaya total dibedakan menjadi dua, biaya total tetap (total fixed cost = TFC) dan biaya total variabel (total variable cost = TVC). Biaya total tetap adalah biaya yang tidak berubah dengan berubahnya output, biaya total variabel adalah biaya yang bisa berubah dengan berubahnya jumlah output (Djamin 1984).

40 Analisis kriteria investasi Investasi adalah usaha menanamkan faktor-faktor produksi dalam proyek tertentu, baik yang bersifat baru sama sekali atau perluasan proyek. Tujuan utamanya yaitu memperoleh manfaat keuangan atau non keuangan yang layak di kemudian hari. Investasi dapat dilakukan oleh perorangan, perusahaan swasta maupun badan-badan pemerintah (Sutojo 2000). Untuk mencari suatu ukuran menyeluruh tentang baik tidaknya sesuatu proyek telah dikembangkan berbagai indeks. Indeks-indeks ini disebut investment criteria (Kadariah 1978). Hakekat dari semua kriteria tersebut adalah mengukur hubungan antara manfaat biaya dari proyek. Beberapa kriteria yang ada diantaranya adalah net present value (NPV), internal rate of return (IRR), dan net benefit-cost (net B/C). Ketiga kriteria ini digunakan untuk menentukan diterima tidaknya suatu usulan proyek dengan tingkat keuntungan masing-masing. Metode net benefit-cost (net B/C) ini merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari keuntungan bersih yang positif dengan nilai sekarang dari keuntungan bersih yang negatif. Kriterianya adalah: Jika net B/C ratio > 1, investasi layak karena memberikan keuntungan Jika net B/C ratio = 1, usaha tidak untung dan tidak rugi Jika net B/C ratio < 1, investasi tidak layak karena mengalami kerugian 2.6 Analisis SWOT Analisis SWOT merupakan identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan berbagai strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan (Rangkuti 2004). Analisis SWOT mempertimbangkan faktor internal (internal factor evaluation/ife) yaitu strengths dan weaknesses serta faktor eksternal (external factor evaluation/efe) yaitu opportunities dan threats yang dihadapi dunia usaha, sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi pengembangan (Marimin 2004).

41 20 Analisis SWOT didahului dengan identifikasi posisi usaha melalui IFE dan EFE, selanjutnya tahapan analisis matriks SWOT. Proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat melalui berbagai tahapan sebagai berikut: (1) Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor internal dan eksternal (2) Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT (3) Tahap pengambilan keputusan Tahap pengambilan data ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman bagi perusahaan dapat dilakukan dengan wawancara terhadap ahli perusahaan yang bersangkutan ataupun analisis secara kuantitatif misalkan neraca laba rugi dan lain-lain. Setelah mengetahui berbagai faktor dalam perusahaan maka tahap selanjutnya adalah membuat matriks internal eksternal. Matriks SWOT menggambarkan secara jelas bagaimana peluang dan ancaman yang dihadapi oleh perusahaan dapat disesuaikan dengan kekuatan dan kelemahan yang dimiliki. Matriks ini akan terbentuk empat kemungkinan alternatif strategi (Tabel 6). Tabel 6 Matriks SWOT dan kemungkinan strategi yang sesuai IFE/EFE Strength (S) Weaknesses (W) Strategi SO Strategi WO Oppotunities (O) Menciptakan strategi yang Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk meminimalkan kelemahan memanfaatkan peluang. untuk memanfaatkan peluang. Strategi ST Strategi WT Threats (T) Menciptakan strategi yang Menciptakan stretegi yang menggunakan kekuatan untuk meminimalkan kelemahan dan mengatasi ancaman. menghindari ancaman. Berdasarkan matriks SWOT diperoleh 4 alternatif arahan pengembangan yaitu: (1) Memanfaatkan seluruh kekuatan yang ada untuk mendapatkan peluang yang sebesar-besarnya (strategi SO). (2) Memanfaatkan sebesar-besarnya kekuatan yang dimiliki untuk mengatasi ancaman (strategi ST).

42 21 (3) Kelemahan yang dimiliki oleh suatu kawasan diatasi dengan memanfaatkan semua peluang yang dimiliki (strategi WO). (4) Strategi pengembangan dengan segala kelemahan untuk menghadapi ancaman yang muncul. Kebijakan ini lebih bersifat defensif sambil berusaha meminimalkan kelemahan serta menghindari ancaman (strategi WT). 2.7 Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Pengertian pengelolaan perikanan menurut FAO (2002) adalah proses yang terpadu antara pengumpulan informasi, melakukan analisis, membuat perencanaan, melakukan konsultasi, pengambilan keputusan, menentukan alokasi sumberdaya serta perumusan dan pelaksanaan, bila diperlukan menggunakan penegakkan hukum dari aturan dan peraturan yang mengendalikan kegiatan perikanan dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi dari sumberdaya dan tercapainya tujuan perikanan lainnya. Pengelolaan perikanan menyangkut berbagai tugas yang kompleks, bertujuan untuk menjamin adanya hasil dari sumberdaya alam yang optimal bagi masyarakat setempat, daerah, dan negara yang diperoleh dari memanfaatkan sumberdaya ikan secara berkelanjutan. Pengelolaan Perikanan menurut UU Nomor 31 Tahun 2004 adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakkan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati perairan dan tujuan yang telah disepakati. Nikijuluw (2005) mengemukakan bahwa pengelolaan atau manajemen perikanan adalah suatu rezim. Sebagai suatu rezim maka pengelolaan terdiri dari suatu objek yaitu sumberdaya yang harus dikelola atau ditata serta manusia sebagai pengelola atau penata. Rezim pengelolaan sumberdaya perikanan berbasis pada sumberdaya perikanan yang berarti bahwa keberadaan sumberdaya perikanan merupakan sesuatu yang mutlak. Tanpa ada sumberdaya maka tidak ada artinya rezim pengelolaan itu. Semakin besar ukuran sumberdaya maka semakin

43 22 komplikasi pengelolaannya. Sebaliknya semakin kecil ukuran sumberdaya perikanan semakin tidak berarti rezim itu. Meskipun keberadaan sumberdaya perikanan adalah sesuatu yang mutlak, kehadiran manusia sebagai pemanfaat atau pengelola sumberdaya tersebut adalah juga penting. Dengan motivasi, tujuan, sikap, dan aksi yang berbeda-beda dari setiap individu dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan maka sebagai akibatnya terdapat pula beragam rezim pengelolaan sumberdaya perikanan. Peranan manusia yang begitu besar dalam pemanfaatan sumberdaya perikanan menentukan tipe rezim pengelolaan dan pada akhirnya keberhasilan rezim itu. Secara umum rezim pengelolaan sumberdaya perikanan dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu (1) res communes atau properti bersama, atau ada yang memiliki, dan (2) res nullius atau tanpa pemilik (Nikijuluw 2005). Rezim sumberdaya yang dimiliki bersama (res communes) adalah yang paling umum di dunia ini. Berdasarkan atas hak-hak kepemilikkan serta dipengaruhi oleh sistem pasar dan pemerintahan maka rezim sumberdaya milik bersama ini dapat dibagi menjadi: (1) dimiliki oleh semua orang sehingga pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut terbuka bagi setiap orang dan sebab itu disebut rezim akses terbuka, (2) dimiliki oleh atau properti masyarakat tertentu yang jelas batas-batasnya dan karena itu sumberdaya hanya terbuka bagi masyarakat itu dan tertutup bagi masyarakat lain, (3) properti pemerintah yang berarti bahwa hak-hak pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya tersebut ada ditangan pemerintah yang dapat saja dialihkan kepada masyarakat, dan (4) properti swasta dimana swasta selaku perusahaan atau individu memiliki hak pemanfaatan dan pengelolaan (Nikijuluw 2005). Menurut sistematikanya, rezim properti masyarakat bisa dibagi lagi menjadi rezim non-tradisional (modern), neo-tradisional, dan tradisional. Rezim properti masyarakat ini sering dikenal dengan pengelolaan berbasis masyarakat (community-based management) yang umumnya terkait dengan hak masyarakat dalam memanfaatkan suatu wilayah perairan (teritorial use rights) atau hak yang secara turun temurun dimiliki masyarakat (indigenous rights). Rezim properti pemerintah bisa dibagi menjadi rezim sentralistik dan desentralistik. Rezim desentralistik kemudian dibagi selanjutnya menjadi rezim

44 23 dekonsentrasi, delegasi, devolusi, dan swastanisasi. Rezim desentralistik pada intinya adalah penyerahan sebagian atau seluruh wewenang dan tanggung jawab pemerintah pusat kepada pemerintah daerah atau swasta. Sebagian wewenang dan tanggung jawab tersebut dapat ditarik kembali oleh pemerintah pusat dalam rangkah meningkatkan kwalitas pelaksanaannya. Rezim sumberdaya tanpa pemilik (res nullius) artinya bahwa sumberdaya tidak dimiliki oleh siapapun. Rezim ini bisa berupa de-facto atau de-jure tanpa pemilik. De-facto tanpa pemilik artinya rezim tersebut secara de-jure memang dimiliki namun aturan-aturan yang mendasarinya tidak efektif sehingga akhirnya sumberdaya tersebut dalam kenyataannya seperti tanpa pemilik. Rezim de-jure tanpa pemilik adalah kondisi dimana ada sistem yang mendeklarasikan bahwa sumberdaya tersebut memang tidak dimiliki oleh siapapun. Sumberdaya perikanan di laut bebas (high sea fish resources) pada awalnya adalah de-jure tanpa pemilik. Dalam perkembangannya setelah dimanfaatkan oleh banyak negara dan individu maka rezim de-jure tanpa pemilik ini menjadi properti masyarakat regional atau internasional (Nikijuluw 2005). Pengelolaan perikanan menjadi semakin penting oleh sebab perubahanperubahan dalam hal ekonomi, teknologi, dan lingkungan, termasuk penggunaan cara-cara tradisional dalam penanganan sumberdaya perikanan. Contoh pengaruh perubahan-perubahan tersebut adalah peningkatan pendapatan nelayan semakin penting sejalan dengan meningkatnya pengeluaran untuk konsumsi dan barang. Mengingat karakteristik sumberdaya perikanan Indonesia didominasi oleh sumberdaya perikanan pelagis dan pada umumnya, khususnya ikan pelagis besar memiliki karakteristik sebagai transboundary species, maka kerjasama perikanan di tingkat lokal (antar kabupaten/kota atau antar propinsi) adalah agenda penting berikutnya. Konflik antar nelayan yang terjadi (Jawa-Kalimantan) adalah contoh betapa konflik harus diselesaikan baik secara kultural maupun struktural. Dalam konteks ini pengelolaan perikanan menjadi sangat penting diimplementasikan secara terpadu oleh beberapa pengelola perikanan. Kerjasama ini bisa digunakan untuk menentukan alokasi nelayan antar daerah, transformasi nelayan maupun kerjasama-kerjasama mutual lainnya seperti kerjasama teknologi perikanan baik

45 24 dalam konteks eksplorasi, eksploitasi maupun pengolahan hasil perikanan (Adrianto 2006). Definisi nelayan menjadi faktor penting karena pemerintah (baik pusat maupun daerah) masih memegang hak pengelolaan dimana salah satu implementasinya adalah menentukan persyaratan bagi pihak-pihak yang akan mendapatkan hak akses dan hak pemanfaatan sumberdaya perikanan. Seperti yang kita ketahui, rejim perikanan di Indonesia masih bersifat quasi open access sehingga membuat profesi nelayan dianggap sebagai the last resort for employment. Dengan pendefinisian nelayan yang tegas, maka profesi nelayan dapat terjaga kemurniannya dengan tentu saja harus disesuaikan dengan karakteristik nelayan Indonesia. Dalam konteks global, Jepang adalah negara yang membatasi jumlah nelayan melalui pemberlakuan definisi nelayan seperti yang tercantum dalam UU Koperasi Perikanannya. Menurut UU ini, nelayan didefinisikan sebagai orang yang aktif menangkap ikan minimal 92 hari per tahun. Dengan demikian, pengelolaan sumberdaya perikanan dapat lebih optimal dengan kejelasan profesi nelayan sebagai ujung tombak pengelolaan sumberdaya perikanan itu sendiri (Adrianto 2006). Dalam era otonomi daerah saat ini, diharapkan daerah lebih mandiri dalam menangani berbagai permasalahan yang terkait dengan pengelolaan sumberdaya ikan yang menjadi kewenangannya, antara lain dengan meningkatkan kerjasama antar instansi terkait di daerah dan atau antar daerah. Hal ini terutama diperlukan dalam menangani pemanfaatan SDI termasuk keakuratan data, pengawasan, penegakkan hukum, dan perselisihan antar nelayan. Kaitannya dengan pengelolaan perikanan, konservasi sumberdaya ikan merupakan kegiatan penting untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati. Menurut UU Nomor 31 Tahun 2004, konservasi sumberdaya ikan adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan sumberdaya ikan, termasuk ekosistem, jenis dan genetik untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragaman sumberdaya ikan. Dalam rangka mewujudkan perikanan tangkap yang adil, merata, lestari, dan bertanggung jawab melalui keterpaduan dalam pengelolaan sumberdaya ikan,

46 25 Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap telah menyelenggarakan pertemuan forum koordinasi pengelolaan pemanfaatan sumberdaya ikan (FKPPS) tingkat nasional tahun 2006 pada tanggal 6 s/d 9 Desember 2006 di Manado. Diselenggarakannya pertemuan FKPPS nasional ini bertujuan untuk (1) mengevaluasi hasil pelaksanaan kegiatan FKPPS tahun 2004 dan evaluasi kesepakatan-kesepakatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan yang telah dilakukan; (2) melakukan evaluasi yang berkaitan dengan status SDI, pelaksanaan pengelolaan, pengawasan dan penegakkan hukum sebagai dasar dalam menentukan kebijakan pengelolaan lebih lanjut; (3) menyatukan persepsi dan langkah-langkah pengelolaan yang tepat dalam rangka penanganan konflik nelayan; dan (4) meningkatkan kerjasama/koordinasi yang lebih baik dalam kegiatan pengawasan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan serta penegakkan hukum (

47 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai November 2007 di pulau Mayau Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Pengambilan data pendukung dari instansi terkait dilaksanakan selama dua bulan (September sampai Oktober). Sedangkan pengambilan data lapangan dimulai sejak tanggal November Peta lokasi penelitian (Gambar 4). Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 3.2 Alat dan Bahan (1) Kuisioner, digunakan sebagai acuan dalam melakukan wawancara dengan nelayan. (2) Alat tulis, digunakan untuk mencatat hasil wawancara dengan nelayan. (3) Kamera, digunakan untuk dokumentasikan unit armada mini purse seine (soma pajeko).

48 27 (4) Komputer, yang digunakan yaitu Microsof Windows XP Intel Pentium III, Processor 450 MHZ 128 MB of RAM. Alat ini digunakan untuk menganalisis data dan membuat laporan akhir penelitian. 3.2 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan pendekatan metode survei terhadap obyek nelayan sebagai pelaku. Informasi dari nelayan dilengkapi dengan instrumen berupa kuisioner sehingga informasi yang diperoleh lebih terarah pada inti permasalahan. Data teknis alat tangkap, kapal, dan alat bantu (rumpon dan perahu lampu) dilakukan melalui pengukuran langsung dan wawancara dengan nelayan pemilik mini purse seine, baik untuk kapal yang berasal dari Bitung maupun dari pulau Mayau. Data menyangkut rantai produksi perikanan, kelembagaan serta informasi lainnya yang berkaitan dengan usaha perikanan tangkap mini purse seine diperoleh dari instansi yang terkait. Data yang dikumpulkan meliputi : (1) Potensi sumberdaya ikan.1) Komposisi dan jenis. (2) Armada penangkapan (kapal).1) Ukuran dimensi utama kapal meliputi; panjang (L), lebar (B), dan dalam (D)..2) Kapasitas kapal (GT)..3) Spesifikasi mesin yang digunakan di kapal. (3) Alat tangkap.1) Ukuran mini purse seine (soma pajeko) meliput; panjang (L) dan lebar (B)..2) Spesifikasi dan bahan dari mini purse seine (soma pajeko). (4) Upaya penangkapan.1) Waktu operasi penangkapan..2) Jumlah hasil tangkapan..3) Frekuensi penangkapan..4) Modus operasi penangkapan.

49 28 (5) Alat bantu.1) Rumpon meliputi; spesifikasi rumpon (ukuran dan bahan yang digunakan)..2) Perahu lampu meliputi; jumlah lampu, kapasitas perahu (GT), dan dimensi utama (Panjang = L, Lebar = B, dan Dalam = D). (6) Pemilik alat tangkap dan nelayan.1) Jangka waktu penangkapan..2) Teknologi penangkapan..3) Harga penjualan ikan (hasil tangkapan)..4) Penerimaan dari hasil penjualan ikan (sistem bagi hasil)..5) Strategi dan rencana penangkapan. (7) Instansi Terkait.1) Kelembagaan perikanan Kota Ternate..2) Kelembagaan perikanan Provinsi Maluku Utara..3) Kelembagaan Kota Bitung. 3.4 Teknik Pengambilan Responden Pengambilan contoh responden dilakukan klasifikasi nelayan, meliputi: nelayan dari Bitung (andon) dan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau), nelayan pemilik dan nelayan ABK. Mengingat jumlah nelayan mini purse seine yang berpangkalan di pulau Mayau relatif banyak, keterbatasan waktu, tenaga, dan dana maka sangat sulit untuk dilakukan sensus lengkap. Oleh karena itu ditentukan nelayan contoh yang mewakili seluruh nelayan mini purse seine, nelayan contoh yang dijadikan sebagai responden adalah nelayan pemiliki usaha perikanan mini purse seine, juru lampu, dan tonaas (fishing master). Pelaksanaan pengambilan contoh yang dilakukan sudah sesuai dengan pendapat Usman dan Akbar (1998). Berpedoman pada prinsip keterwakilan, maka persentase contoh ditetapkan sekurang-kurangnya 10% dari populasi nelayan mini purse seine.

50 Pendekatan Studi Pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau, menghadapi berbagai masalah sebagaimana yang telah diuraikan pada perumusan masalah di depan. Guna mengatasi permasalahan yang ada dalam pengembangan usaha perikanan mini purse seine, maka dalam penelitian dilakukan pendekatan studi bertahap. Tahap pertama, mengevaluasi kinerja usaha perikanan mini purse seine, baik yang berbasis di Bitung maupun yang berbasis di pulau Mayau Kota Ternate Provinsi Maluku Utara. Faktor-faktor yang dievaluasi terdiri dari; (1) faktor teknik meliputi armada penangkapan (kapal), alat tangkap, alat bantu (rumpon dan perahu lampu), dan nelayan. Modus operasi penangkapan ikan dijelaskan sebagai lama operasi penangkapan ikan, modus pengoperasian alat tangkap, sistem bagi hasil dan harga penjualan ikan; (2) faktor biologi meliputi komposis hasil tangkapan, trend hasil tangkapan per tahun, trend produktivitas armada mini purse seine (ton/kapal/tahun), trend produktivitas rumpon (ton/rumpon/tahun); (3) faktor ekonomi meliputi kelayakan usaha (finansial dan investasi); dan (4) faktor sosial dari perikanan ini diteliti dengan menganalisis kelembagaan dan pemilikan rumpon yang digunakan dalam perikanan tersebut. Tahap kedua menyusun alternatif pengembangan usaha perikanan mini purse seine di pulau Mayau yang berkelanjutan dan berkeadilan. Dalam menyusun alternatif ini menggunakan analisis SWOT. Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis sistem usaha perikanan mini purse seine yang terdiri dari sub sistem faktor teknik, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial yang mempengaruhi pengembangan usaha perikanan mini purse seine di pulau Mayau. 3.6 Evaluasi Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine Kinerja usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) dievaluasi dengan melakukan analisis faktor teknik, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial. Analisis yang dilakukan pada penelitian ini berdasarkan pada batasan, yaitu; usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) yang berpangkalan di pulau Mayau, Kota Ternate Provinsi Maluku Utara.

51 Analisis faktor teknik Analisis faktor teknik dalam penelitian ini dilakukan secara deskriptif dengan menginventarisasi spesifikasi unit penangkapan sebagai berikut: (1) Armada penangkapan (kapal) meliputi; kapasitas kapal (GT), dimensi utama (Panjang = L, lebar = B, dan dalam =D), dan spesifikasi mesin yang digunakan. (2) Alat tangkap meliputi; spesifikasi mini purse seine (panjang = L, lebar = B, dan bahan yang digunakan). (3) Alat bantu yang terdiri dari rumpon meliputi; spesifikasi rumpon (ukuran dan bahan yang digunakan) dan perahu lampu meliputi; jumlah lampu, kapasitas perahu (GT), dan dimensi utama (Panjang = L, Lebar = B, dan Dalam = D). (4) Nelayan meliputi; jangka waktu penangkapan, modus pengoperasian, sistem bagi hasil, dan harga penjualan ikan Analisis faktor biologi Analisis faktor biologi yaitu menganalisis komposis hasil tangkapan, trend hasil tangkapan per tahun, trend produktivitas armada mini purse seine (ton/kapal/tahun) dan trend produktivitas rumpon (ton/rumpon/tahun). Analisis ini menggunakan aplikasi mocrosoft excel Analisis faktor ekonomi Analisi faktor ekonomi yaitu menganalisis kelayakan usaha. Analisis kelayakan usaha perikanan mini purse seine (soma pejeko) yang dilakukan meliputi analisis finansial dan analisis investasi. Analisi finansial yang dilakukan hanya untuk mengetahui tingkat pendapatan usaha (keuntungan = π). Analisis investasi yang dianalisis terbatas pada analisi net B/C. Kedua analisis ini dilakukan untuk usaha perikanan mini purse seine yang berasal dari Bitung tetapi berpangkalan di pulau Mayau dan usaha perikanan mini purse seine di pulau tersebut. Analisis ini dilakukan masing-masing satu unit, baik untuk usaha perikanan mini purse seine dari Bitung maupun usaha perikanan mini purse seine lokal (dari pulau Mayau) dengan asumsi bahwa unit usaha perikanan mini purse

52 31 seine yang dianalisis mewakili keseluruhan usaha perikanan mini purse seine dari Bitung maupun lokal (dari pulau Mayau). (1) Analisis pendapatan usaha (keuntungan = π) Analisis pendapatan usaha (keuntungan) pada umumnya digunakan untuk mengukur apakah kegiatan yang dilakukan pada saat ini berhasil atau tidak. Menurut Schaefer (1954); Gordon (1954) dalam Ghaffar et al. (2007), model analisis pendapatan usaha ini disusun dari model parameter biologi, biaya operasi penangkapan, dan harga ikan. Asumsi yang digunakan adalah harga ikan per kg (p) dan biaya penangkapan per unit penangkapan (c) adalah konstan, sehingga total penerimaan nelayan dari usaha penangkapan (TR) adalah: TR = p.c Dimana: TR = total revenue (penerimaan total) p = harga rata-rata ikan hasil survey per kg (Rp) C = jumlah produksi ikan (kg) Total biaya penangkapan (TC) dihitung dengan persamaan: TC = c.e Dimana: TC = total cost (biaya penangkapan total) c = total pengeluaran rata-rata unit penangkapan ikan (Rp) E = jumlah upaya penangkapan untuk menangkap sumberdaya ikan (unit) Sehingga keuntungan bersih usaha penangkapan ikan (π) adalah: π = TR TC (2) Analisis kriteria investasi Analisis investasi yang dianalisis terbatas pada analisis net B/C. Net B/C merupakan perbandingan antara nilai sekarang dari keuntungan bersih yang positif dengan nilai sekarang dari keuntungan bersih yang negatif. Rumus yang digunakan adalah: Net B / C n ( B t C t ) t t = 1 ( 1 + i ) ( C t B t ) t t = 1 ( 1 + i ) = n

53 32 Dimana: B = keuntungan C = biaya i = discount rate t = periode Kriterianya adalah: Jika net B/C ratio > 1, investasi layak karena memberikan keuntungan. Jika net B/C ratio = 1, usaha tidak untung dan tidak rugi. Jika net B/C ratio < 1, investasi tidak layak karena mengalami kerugian. Analisis pendapatan usaha (keuntungan) dan net B/C yang dilakukan pada usaha perikanan mini purse seine untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelayan andon (nelayan dari Bitung) yang berpangkalan di pulau Mayau, menggunakan beberapa asumsi sebagai berikut: (1) Umur proyek ditentukan berdasarkan nilai investasi yang memiliki umur teknik, umur teknik paling lama 5 tahun. (2) Tahun pertama proyek dimulai tahun (3) Harga yang digunakan adalah tetap sepanjang umur proyek dan nilai pada saat penelitian. Nilai investasi yang dianalisis disesuaikan dengan IHK yang berlaku di Kota Ternate. (4) Hasil tangkapan dianggap tetap sepanjang umur proyek, sehingga besar penerimaan juga tetap yaitu sebesar Rp ,00 untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan sebesar Rp ,00 untuk nelayan andon (nelayan dari Bitung). (5) Biaya operasional yang digunakan sepanjang umur proyek dianggap tetap. (6) Nilai discount rate yang digunakan sebesar 12 % per tahun yang merupakan tingkat suku bunga pinjaman yang berlaku di BRI Kota Ternate. (7) Dalam satu tahun unit penangkapan ikan beroperasi selama 6 bulan (Februari Juli). Setiap bulan beroperasi sebanyak 15 trip (one day trip).

54 Analisis faktor sosial Analisis faktor sosial dalam penelitian ini yaitu; (1) analisis kelembagaan dan (2) analisis kepemilikan rumpon. (1) Analisis kelembagaan Analisis kelembagaan dilakukan untuk melihat sejauh mana hubungan antara kelembagaan dengan pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko). Analisis ini dilakukan secara deskriptif yaitu dengan mempelajari karakteristik kelembagaan perikanan yang ada di Kota Ternate dan Kota Bitung. Fakta yang ada selanjutnya dilakukan interpretasi mengenai keberadaan lembaga di tengah masyarakat, kemudian dikemukakan beberapa alternatif pemecahan yang memungkinkan, terutama berkenaan dengan pengaruh kelembagaan terhadap perkembangan usaha perikanan mini purse seine. (2) Analisis kepemilikan rumpon Analisis kepemilikan rumpon untuk melihat apakah dalam hal pemasangan rumpon melalui proses perijinan, melihat sejauh mana hubungan antara pemilik rumpon dan pemilik armada penangkapan dalam hal pembagian hasil tangkapan, dan apa sanksi yang diberikan apabila ada yang mencuri di rumpon kemudian tertangkap. Analisis ini dilakukan secara deskriptif. 3.7 Menyusun Alternatif Pengembangan Usaha Perikanan Mini Purse Seine Menyusun alternatif pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau yang berkelanjutan dan berkeadilan menggunakan analisis SWOT. SWOT adalah analisis yang digunakan para perencana strategis daerah atau bisnis Analisis strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine Analisis strategi pengembangan menggunakan analisis SWOT, dilakukan agar dapat merencanakan ke depan tentang pengembangan usaha perikanan mini purse seine di pulau Mayau. Objek yang di SWOT adalah sistem usaha perikanan mini purse seine yang meliputi faktor teknis, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial (Tabel 7). Keempat faktor ini yang memegang peranan penting dalam pengembangan usaha perikanan mini purse seine. Analisis ini

55 34 memformulasikan keempat faktor di atas dalam bentuk pertanyaan menjadi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan ancaman) (Tabel 8). Tabel 7 Sistem usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Sub sistem Sistem Faktor teknik Faktor biologi Faktor ekonomi Faktor sosial Usaha perikanan 1. Unit penang- Potensi 1. Pendapatan 1. Kelembagaan Mini purse seine kapan mini sumberdaya usaha. perikanan: (soma pajeko) purse seine ikan pelagis 2. Kelayakan Kota Ternate. di Pulau Mayau (soma pajeko). kecil. usaha. Kota Bitung. 2. Nelayan lokal. 2. Stabilitas 3. Nelayan andon. keamanan.

56 Tabel 8 Formulasi faktor teknik, faktor biologi, faktor ekonomi, dan faktor sosial menjadi faktor internal dan faktor eksternal dalam usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Faktor Internal Faktor Eksternal Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses) Peluang (Opportunities) Ancaman (Threats) Faktor teknik Faktor biologi Faktor ekonomi Faktor sosial 1. Faktor teknik apa yang 1. Faktor biologi apa yang 1. Faktor ekonomi apa yang 1. Faktor sosial apa yang menjadi faktor kekuatan menjadi faktor kekuatan menjadi faktor kekuatan menjadi faktor kekuatan dalam pengembangan dalam pengembangan dalam pengembangan dalam pengembangan usaha perikanan mini usaha perikanan mini usaha perikanan mini usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) purse (soma pajeko) di pulau Mayau. di pulau Mayau. di pulau Mayau. di pulau Mayau. 2. Faktor teknik apa yang 2. Faktor biologi apa yang 2. Faktor ekonomi apa yang 2. Faktor sosial apa yang menjadi faktor kelemahan menjadi faktor kelemahan menjadi faktor kelemahan menjadi faktor kelemahan dalam pengembangan dalam pengembangan dalam pengembangan dalam pengembangan usaha perikanan mini usaha perikanan mini usaha perikanan mini usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. di pulau Mayau. di pulau Mayau. di pulau Mayau. 1. Faktor teknik apa yang 1. Faktor biologi apa yang 1. Faktor ekonomi apa yang 1. Faktor sosil apa yang menjadi faktor peluang menjadi faktor peluang menjadi faktor peluang menjadi faktor peluang dalam pengembangan dalam pengembangan dalam pengembangan dalam pengembangan usaha perikanan mini usaha perikanan mini usaha perikanan mini usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. di pulau Mayau. di pulau Mayau. di pulau Mayau. 2. Faktor teknik apa yang 2. Faktor biologi apa yang 2. Faktor ekonomi apa yang 2. Faktor sosial apa yang menjadi faktor ancaman menjadi faktor ancaman menjadi faktor ancaman menjadi faktor ancaman dalam pengembangan dalam pengembangan dalam pengembangan dalam pengembangan usaha perikanan mini usaha perikanan mini usaha perikanan mini usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. di pulau Mayau. di pulau Mayau. di pulau Mayau.

57 Analisis prioritas strategi pengembangan usaha perikanan mini purse seine Faktor internal dan eksternal kemudian dievaluasi untuk mengetahui seberapa penting kedua faktor ini dalam pengembangan usaha perikanan mini purse seine di pulau Mayau. Evaluasi yang dilakukan dalam faktor internal yaitu dengan membuat matriks internal factor evaluation (IFE) yang terdiri dari komponen kekuatan dan kelemahan, dan faktor eksternal yaitu membuat matriks external factor evaluation (EFE) yang terdiri dari komponen peluang dan ancaman. Langkah-langkah yang dilakukan sebagai berikut: (1) Menuliskan daftar kekuatan dan kelemahan yang dimiliki oleh usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. (2) Memberikan nilai 1 sampai 4 pada skala kontribusi setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap faktor kunci internal dan eksternal. Nilai 4 = kontribusi sangat kuat; nilai 3= kontribusi kuat; nilai 2 = kontribusi lemah; dan nilai 1 = kontribusi sangat lemah. (3) Penentuan nilai share untuk setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dari faktor kunci internal dan eksternal dengan menggunakan rumus: i nilai share = x 100 Σi dimana: i = nilai skala kontribusi setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. Σi = Jumlah nilai skala kontribusi setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman. (4) Penentuan bobot dari share untuk setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap faktor kunci, dengan menggunakan rumus: j Bobot = 2 dimana: j = nilai share setiap komponen faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman.

58 37 (5) Memberikan rating setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci internal dan eksternal dengan menggunakan nilai 1 4. Nilai 4 = kontribusi sangat kuat; nilai 3 = kontribusi kuat; nilai 2 = kontribusi lemah; dan nilai 1 = kontribusi sangat lemah. (6) Penentuan skor pengaruh setiap komponen faktor SWOT terhadap faktor kunci, dengan menggunakan rumus: Skor = B R dimana: B = bobot R = rating setiap komponen faktor SWOT Mengembangkan pola strategi perlu adanya pengembangan alernatif strategi yang diambil untuk menghasilkan strategi yang tepat dalam pengembangan usaha perikanan mini purse seine di pulau Mayau. Pola strategi yang dimaksud berpijak pada situasi ril kondisi eksternal maupun internal yang dibuat kedalam matriks SWOT (ancaman, peluang, kelemahan, dan kekuatan). Alternatif yang ditentukan dalam strategi SWOT kemudian dilakukan analisis lanjutan untuk mendapatkan alternatif strategi yang terbaik dengan menggunakan pendekatan matriks quantitative strategic planing management (QSPM), sebagai berikut: (1) Menuliskan peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan. (2) Memberikan bobot pada masing-masing peluang, ancaman, kekuatan, dan kelemahan. Bobot ini harus identik dengan bobot yang diberikan pada matriks IFE dan EFE. (3) Menuliskan alternatif strategi yang akan dievaluasi. (4) Bila faktor yang bersangkutan ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan, maka pemberian nilai AS (attractiveness score) berkisar antara 1 sampai dengan 4. Nilai 1 = pengaruh strategi sangat lemah terhadap faktor SWOT; nilai 2 = pengaruh strategi lemah terhadap faktor SWOT; nilai 3 = pengaruh strategi kuat terhadap faktor SWOT; dan nilai 4 = pengaruh strategi sangat kuat terhadap faktor SWOT. Bila tidak ada pengaruhnya terhadap alternatif strategi yang sedang dipertimbangkan jangan berikan angka pada AS.

59 38 (5) Menghitung weighted attractiveness score dengan menggunakan rumus: WAS = B AS dimana: B = bobot AS = nilai AS (attractiveness score) (6) Menghitung total dari weighted attractiveness score. (7) Alternatif strategi yang memiliki total weighted attractiveness score terbesar merupakan alternatif strategi yang paling baik digunakan dalam pengembangan usaha perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau.

60 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine Kegiatan penangkapan ikan dengan pukat cincin di pulau Mayau dilakukan oleh nelayan dari Bitung (disebut nelayan andon) dan nelayan dari pulau Mayau itu sendiri (disebut nelayan lokal). Kedua nelayan tersebut masing-masing menggunakan alat tangkap (yaitu mini purse seine) dan alat bantu rumpon Kondisi umum perikanan mini purse seine Nelayan mini purse seine (soma pajeko) di daerah penelitian dalam kegiatan penangkapan ikan menggunakan kapal penangkapan ikan dengan tipe kapal yang relatif sama, namun ukurannya berbeda. Sedangkan jaring yang digunakan mempunyai ukuran yang relatif sama. Alat bantu yang digunakan adalah perahu lampu dan rumpon bambu. Tipe dan ukuran perahu lampu dan rumpon bambu yang digunakan relatif sama antara jenis satu dengan yang lainnya Kapal mini purse seine Kapal penangkapan yang digunakan untuk menangkap ikan pelagis kecil adalah kapal yang digunakan untuk mengoperasikan mini purse seine yang menurut istilah nelayan dari Bitung disebut soma pajeko. Istilah soma pejeko mulai populer digunakan sejak mini purse seine diintroduksi oleh nelayan dari Bitung ke pulau Mayau. Berdasarkan tipe pengoperasiannya mini purse seine di perairan sekitar pulau Mayau baik untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) adalah tipe satu kapal (one boat system). Mini purse seine yang dimiliki oleh nelayan lokal merupakan bantuan dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara melalui dana bergulir dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah pada tahun 2002 (satu unit) dan tahun 2003 (satu unit). Pengoperasian mini purse seine (soma pajeko) di perairan sekitar pulau Mayau selain menggunakan alat bantu rumpon juga menggunakan perahu lampu. Kapal dan perahu tersebut terbuat dari bahan kayu. Kapal mini purse seine yang ada di lokasi penelitian umumnya memiliki kapasitas 12 GT 21 GT. Ukuran

61 40 panjang kapal (L) berkisar antara 12,90 m 19,00 m, lebar (B) 2,50 m 4,00 m, dan dalam (D) 1,00 m 1,50 m. Perahu lampu memiliki kapasitas 0,50 GT 1,00 GT, berukuran panjang (L) 700 m 9,00 m, lebar (B) 0,50 m 1,00 m, dan dalam (D) 0,50 m 0,80 m (Tabel 9). Kapal mini purse seine nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelaya andon (nelayan dari Bitung) dapat dilihat pada Gambar 5 dan 6, sedangkan perahu lampu dan wings hauler yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 7. Tabel 9 Spesifikasi kapal mini purse seine (mini purse seiner) dan perahu lampu yang digunakan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelayan andon (nelayan dari Bitung) Nelayan Lokal Nelayan Andon Spesifikasi (nelayan pulau Mayau) (nelayan dari Bitung) Kapal Mini Purse Seine KM. Marimoi KM. Jesie 1. Dimensi utama Panjang 12,90 m 19,00 m Lebar 2,50 m 4,00 m Dalam 1,00 m 1,50 m 2. Tonage 12,00 GT 21,00 GT 3. Mesin Outboard (Yamaha 40 PK 2 bh) Outboard (Yamaha 40 PK 4 bh) 4. Wings hauler 1 buah 1 buah Perahu Lampu 1. Dimensi utama Panjang 7,00 m 9,00 m Lebar 0,50 m 0,80 m Dalam 0,50 m 0,60 m 2. Tonage 0,80 GT 1,00 GT 3. Mesin Outboard (Yamaha 40 PK 1 bh) Outboard (Yamaha 40 PK 1 bh) 4. Lampu Lampu petromaks (6 buah) Lampu petromaks (6 buah) Gambar 5 Kapal mini purse seine (mini purse seiner) nelayan lokal (nelayan pulau Mayau).

62 41 Gambar 6 Kapal mini purse seine (mini purse seiner) nelayan andon (nelayan dari Bitung). a b Gambar 7 (a) Perahu lampu yang digunakan oleh nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dan nelayan andon (nelayan dari Bitung); (b) Wings hauler yang digunakan oleh nelayan andon (nelayan dari Bitung) Alat tangkap mini purse seine Mini purse seine di pulau Mayau yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan soma pajeko. Mini purse seine yang ada di lokasi penelitian umumnya bahan dan spesifikasi yang digunakan relatif sama hanya ukuran yang berbeda. Mini purse seine terdiri dari kantong (bunt), badan jaring, sayap, jaring pada pinggir badan jaring (selvedge), tali ris atas (floatline), tali ris bawah (leadline), pemberat (sinkers), pelampung (floats), dan cincin (purse rings).

63 42 Panjang mini purse seine yang digunakan di pulau Mayau berkisar 150,00 m 400,00 m dan dalam kantong berkisar 30,00 m 60,00 m. Kantong sebagai tempat berkumpulnya ikan terbuat dari bahan PAcf (polyamid continous filament) PAcf 210 D x 12 dengan ukuran mesh size 1,00 inchi. Badan jaring terbuat dari bahan PAcf 210 D x 9 dengan ukuran mesh size 1,50 inchi. Bagian sayap yang berfungsi sebagai pagar untuk menggiring ikan ke dalam kantong terbuat dari bahan Pacf 210 D x 6 dengan ukuran mesh size 1,75 inchi. Selvedge terbuat dari bahan PE 380 D x 15 dengan ukuran mesh size 2,00 inchi yang terdiri dari 5 mata untuk arah ke bawah (Gambar 8). 811 F A/840 gf 45 cm 365,00 m 2 x (PE Ø 10 mm) 25,00 (PE Ø 10 mm) PE 380 D x 15; MS 2 inchi (Selvedge ) 35,00 m 2 x (PE Ø 10 mm) PE 380 D x 15; MS 2 inchi Selvege Sayap PAcf 210 D x 6 MS 1,75 inchi Badan jaring PAcf 210 D x 9 MS 1,50 inchi Kantong PAcf 210 D x 12 MS 1,00 inchi Badan jaring PAcf 210 D x 9 MS 1,50 inchi Sayap PAcf 210 D x 6 MS 1,75 inchi PE 380 D x 15; MS 2 inchi Selvege 35,00 m 2 x (PE Ø 10 mm) PE 380 D x 15; MS 2 inchi (Selvedge ) 35 cm 382,00 m 2 x (PE Ø 10 mm) 1091,00 Pb A/200 gram 60 Br (500 gram) 600,00 m (PE Ø 24 mm) 0,50 m 60 X (PE Ø 10 mm) m Gambar 8 Desain mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. Tali ris atas (floatline) terbuat dari bahan PE dengan panjang 365,00 m dan diameter tali sebesar 10,00 mm, sedangkan tali ris bawah (leadline) terbuat dari bahan PE dengan panjang 382,00 m dan diameter tali sebesar 10,00 mm. Tali pelampung dan tali pemberat terbuat dari bahan PE dengan dimater tali 10,00 mm. Panjang tali pelampung 365,00 m dan tali pemberat 382,00 m. Pemberat pada mini purse seine terbuat dari timah hitam (Pb) dengan diamater 35/28/10 mm dan berat 200 gram/buah. Jumlah pemberat sebanyak buah dengan jarak antara pemberat 35,00 cm. Pelampung terbuat dari vinyl putih dengan diameter 150/100/21 mm dengan daya apung 840 grf/buah. Jumlah pelampung sebanyak 811 buah dengan jarak antara pelampung 45,00 cm (Gambar 9).

64 43 Gambar 9 Alat tangkap mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau. Cincin terbuat dari kuningan dengan diameter luar 115,00 mm dan diameter dalam 80,00 mm, dan berat 500 gram/buah. Jumlah cincin 60 buah dengan jarak antara cincin 3,00-5,00 m. Tali cincin terbuat dari bahan PE, diameter tali 24,00 mm yang memiliki panjang 600,00 m. Spesifikasi mini purse seine dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Spesifikasi mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Bagian Jaring Material Besar Twine Besar Mata (inchi) Kantong Pa cf 210 D x 12 1,00 Badan jaring Pa cf 210 D x 9 1,50 Sayap Pa cf 210 D x 6 1,75 Selvedge PE 380 D x 15 2,00 Bagian Tali Material Diameter Jumlah Panjang (m) (mm) (buah) Tali tarik PE 10 25,00 2,00 Tali pelampung PE ,00 1,00 Tali ris atas PE ,00 1,00 Tali pemberat PE ,00 1,00 Tali ris bawah PE ,00 1,00 Tali samping PE 10 35,00 4,00 Tali cincin PE ,00 1,00 Tali bridle PE 10 0,50 60,00 Perlengkapan lain Material Diameter (mm) W (gram) atau F (grf) Jumlah Pelampung Vinyl putih 150/100/ grf 811,00 Pemberat Timah (Pb) 35/28/ gram 1.091,00 Cincin Kuningan (Br) 115/ gram 60,00 Katerangan: Pacf = Polyamid continous filament PE = Polyethylene Grf = gram force

65 Rumpon Operasi penangkapan ikan perikanan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau menggunakan alat bantu rumpon. Rumpon digunakan sebagai alat pengumpul ikan, agar nelayan lebih mudah dalam mengatur waktu penangkapan dan menghemat bahan bakar yang digunakan. Proses operasi penangkapan mini purse seine bisa dilakukan pada rumpon yang bukan milik sendiri, setelah sebelumnya dilakukan kesepakatan dengan pemilik rumpon. Umumnya tiap unit mini purse seine memiliki 1 2 rumpon. Berdasarkan hasil wawancara baik dengan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung), rumpon yang digunakan di perairan sekitar pulau Mayau dilepas (ditanam) sekitar 1 3 mil laut dari garis pantai pada kedalaman 150 m 200 m, panjang tali jangkar (tali utama) berkisar 300 m 400 m. Konstruksi rumpon di pulau Mayau pada umumnya relatif sama dengan konstruksi rumpon di daerah Sulawesi Utara dengan memiliki tiga komponen utama yaitu; rakit bambu sebagai pengapung, pemikat (attractor) dan jangkar kemudian di tambah satu buah pelampung yang terbuat dari styrefoam (gabus) berbentuk seperti drum. (1) Rakit bambu, berfungsi sebagai pengapung disusun atas 3 atau 4 susun. Rakit tersebut umumnya memiliki bangunan rumah kecil di atasnya sebagai tempat istirahat nelayan yang menjaga rumpon. Ada pula yang tanpa rumah di atasnya, tipe ini biasanya dibiarkan tanpa ada yang menjaga dan hanya sewaktu-waktu dilihat keberadaan ikan di bawah rumpon tersebut. (2) Pelampung, berfungsi sebagai penambah daya apung untuk mencegah rakit bambu tenggelam pada saat arus keras. Pelampung terbuat dari styrefoam (gabus). (3) Attractor (gara-gara), berfungsi sebagai pengumpul ikan di bawah bangunan rumpon. Biasanya nelayan di pulau Mayau menggunakan Attractor dari daun kelapa berjumlah 6 12 pelepah dan disusun 3 5 susun. Attractor tersebut di rendam pada kedalaman 5 m 15 m di bawah bangunan rumpon. (4) Tali jangkar yang digunakan adalah dari bahan polyethilene (PE) berdiameter 12,00 mm. Panjang tali jangkar ini 300,00 m 400,00 m.

66 45 (5) Jangkar, berfungsi sebagai penahan agar rumpon tidak hanyut dan terbuat dari beton yang dicor pada sebuah drum sebanyak dua buah, ditanam (dilepas) pada kedalaman berkisar 150 m 200 m. Rumpon yang dilepas (ditanama) di perairan sekitar pulau Mayau tidak bertahan lama (putus atau hilang). Pembuatan rumpon tidak terlalu rumit karena konstruksinya sangat sederhana dan bahan yang digunakan juga mudah didapat. Pembuatan rumpon dilakukan sendiri oleh nelayan. Konstruksi rumpon rakit bambu dapat dilihat pada Gambar 10. Bahan, ukuran, jumlah, dan berat dari komponen material rumpon bambu yang digunakan di pulau Mayau disajikan dalam tabel Tabel Keterangan gambar: 1. Bendera tanda 6 6. Attractor (pelepah daun kelapa) 2. Rakit bambu 7. Pemberat rumpon (drum cor) 3. Pelampung (drum gabus) 8. Pemberat attractor (ember cor) 4. Kili-kili (swivel) 8 9. Dasar perairan 5. Tali utama 9 7 Gambar 10 Konstruksi rumpon bambu yang menggunakan daun kelapa di pulau Mayau.

67 46 Tabel 11. Bahan, ukuran, jumlah, dan berat dari komponen material rumpon bambu di pulau Mayau Komponen Bahan Spesifikasi 1 Rakit Bambu P = 5,00 m 6,00 m; L = 3,00 m 4,00 m; T = 0,40 m 0,70 m, Terdiri dari 3 4 lapis 2 Tali-temali a. Tali pengikat bambu PE Ø 3 mm P = 100,00 m 200,00 m b. Tali utama PE Ø 12 mm P = 300,00 m 400,00 m c. Tali penghubung pelampung PE Ø 12 mm P = 10,00 m 15,00 m d. Tali pengikat daun kelapa PE Ø 3 mm P = 5,00 m 15,00 m e. Tali penghubung pemberat PE Ø 12 mm P = 5,00 m 10,00 m 3 Pelampung styrefoam Σ = 1 buah 4 Attractor Daun kelapa Σ = 6 12 pelepah 5 Kili-kili (swivel) Stainless stell Σ = 4 buah 6 Pemberat a. Pemberat utama Drum cor Σ = 2 buah; W = 200 kg/bh b. Pemberat attractor Ember cor Σ = 1 buah; W = 50 kg Nelayan Nelayan di pulau Mayau dapat dibedakan menjadi dua kelompok berdasarkan asalnya yaitu nelayan lokal dan nelayan pendatang (andon). Nelayan lokal adalah nelayan yang berasal dari daerah tersebut dan tinggal menetap, sementara nelayan pendatang (andon) adalah nelayan yang bukan penduduk daerah tersebut. Jumlah nelayan yang mengoperasikan mini pures seine (soma pajeko) dalam operasi penangkapan relatif sama untuk nelayan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) yaitu berkisar antara orang termasuk tonaas. Tonaas adalah orang yang memimpin operasi penangkapan (fishing master). Pembagian tugas nelayan mini purse seine (soma pejeko) dapat dilihat pada Tabel 12. Pembagian tugas tersebut sudah menjadi kesepakatan dalam satu unit mini purse seine (soma pajeko). Tugas nelayan yang satu dapat dikerjakan oleh nelayan yang lain, seperti pada saat penarikan mini purse seine juru pelampung dan juru pemberat juga melakukan tugas ini.

68 47 Tebl 12 Pembagian tugas dan tanggung jawab nelayan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau NO Jabatan Tugas dan tanggung jawab 1 Tonaas (fishing master) Bertugas sebagai pemimpin dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan operasi penangkapan. 2 Juru mesin Bertugas dalam masalah mesin dan menja lankan kapal menuju rumpon maupun pada saat setting (melingkari gerombolan ikan) 3 Juru tawur Bertugas menurunkan jaring mini purse seine (soma pajeko) pada saat setting 4 Juru pelampung Bertugas mengatur dan merapikan pelampung sebelum dan sesudah operasi penangkapan ikan 5 Juru pemberat Bertugas mengatur dan merapikan pemberat sebelum dan sesudah operasi penangkapan ikan 6 Nelayan biasa Bertugas menarik dan merapikan jaring mini purse seine(soma pejeko) 7 Juru mesin Bertugas dalam masalah mesin dan menjalanperahu lampu kan perahu lampu menuju rumpon 8 Juru lampu Bertugas dalam hal pemasangan lampu dan mendeteksi gerombolan ikan Jumlah (orang) Modus operasi penangkapan mini purse seine Modus operasi penangkapan mini purse seine (soma pajeko) baik untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) adalah sama. Berdasarkan wawancara dengan nelayan mini purse seine di pulau Mayau, umumnya operasi penangkapan dilakukan pada malam hari dan dini hari. Tahapan pengoperasian mini purse seine dibagi dalam empat tahap yaitu; (1) persiapan, (2) perjalan perahu lampu ke rumpon (fishing ground), (3) perjalanan kapal penangkap ke rumpon (fishing ground), dan (4) kegiatan operasi penangkapan. Pengoperasian mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau menggunakan sistem satu kapal (one boat system). Gambar 11 menunjukkan skema operasi penangkapan mini purse seine di pulau Mayau. Operasi penangkapan mini purse seine untuk nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) dilakukan sekali dalam satu trip (one day fishing) sedangkan nelayan andon (nelayan dari Bitung) dilakukan 17 hari dalam satu trip dan 15 hari operasi. (1) Persiapan Sebelum berangkat ke daerah penangkapan, segala peralatan dan perbekalan dipersiapkan terlebih dahulu dengan teliti agar jangan sampai ada yang ketinggalan. Persiapan yang dilakukan untuk perahu lampu yaitu; pengisian

69 48 bahan bakar dilampu, pengaturan lampu di perahu, peralatan pengintai ikan (kaca mata air), dan pengaturan peralatan mesin atau motor. Sedangkan untuk kapal mini purse seine yaitu; pengaturan jaring, bahan bakar, dan peralatan mesin atau motor. Hal ini dilakukan untuk memperlancar kegiatan penangkapan ikan. (2) Perahu lampu menuju rumpon (fishing ground) Perahu lampu yang pertama kali menuju rumpon, lampu yang digunakan adalah petromaks sebanyak enam buah. Perahu lampu ini bertugas untuk memasang lampu di rumpon sehingga ikan mengumpul dan lebih terkosentrasi. Perahu lampu berangkat menuju rumpon biasanya sekitar pukul WIT. (3) Kapal mini purse seine menuju rumpon (fishing groud) Kapal ini menuju rumpon setelah mendapat informasi dari juru lampu yang berada di perahu lampu melalui radio HT bahwa ikan sudah terkumpul dan terskonsentrasi. Lama waktu yang dibutuhkan untuk sampai ke rumpon kurang lebih 1 jam dari pangkalan (fishing base) dengan menggunakan tenaga pendorong sebanyak 2 4 motor tempel 40 PK. (4) Pengoperasian alat tangkap (setting) Ada dua cara pengoperasian alat tangkap dirumpon yaitu:.1) Pengoperasian alat tangkap dilakukan setelah perahu lampu menggiring ikan menjauhi rumpon sekitar kurang lebih 100 m. Hal ini dilakukan agar pada saat operasi penangkapan jaring tidak tersangkut pada tali jangkar rumpon. Pengoperasian alat tangkap dilakukan dengan memperhatikan arah arus terlebih dahulu oleh tonaas, apabila kondisis memungkinkan maka tonaas memerintahkan juru motor menghidupkan mesin dan berputar mengambil posisi yang cocok untuk pelepasan alat tangkap. Pelepasan alat tangkap diawali dengan pelepasan pelampung tanda yang diikatkan purse line dan penyatuan ujung-ujung tali ris atas dan bawah, kemudian dilemparkan ke posisi yang telah ditentukan. Selanjutnya kapal penangkapan melingkari gerombolan ikan yang berada di bawah perahu lampu sambil ABK menurunkan jaring. Diusahakan agar ujung jaring terakhir tepat

70 49 bertemu dengan pelampung tanda yang diturunkan terlebih dahulu. Pelampung tanda tersebut diangkat ke atas kapal dan selanjutnya penarikan purse line sampai bagian bawah jaring terkumpul menjadi satu..2) Jika ikan tidak mau keluar dari rumpon pada saat digiring oleh perahu lampu, maka juru lampu memindahkan tali rumpon yang mengikat di pelampung jangkar ke perahu lampu dan biarkan rumpon dan perahu lampu hanyut menjauhi pelampung tersebut. Hal ini dilakukan agar pada saat operasi penangkapan jaring tidak tersangkut pada tali jangkar rumpon. Pengoperasian alat tangkap dilakukan dengan memperhatikan arah arus terlebih dahulu oleh tonaas, apabila kondisis memungkinkan maka tonaas memerintahkan juru motor menghidupkan mesin dan berputar mengambil posisi yang cocok untuk pelepasan alat tangkap. Pelepasan alat tangkap diawali dengan pelepasan pelampung tanda yang diikatkan purse line dan penyatuan ujung-ujung tali ris atas dan bawah, kemudian dilemparkan ke posisi yang telah ditentukan. Selanjutnya kapal penangkapan melingkari gerombolan ikan yang berada di bawah perahu lampu sambil ABK menurunkan jaring. Diusahakan agar ujung jaring terakhir tepat bertemu dengan pelampung tanda yang diturunkan terlebih dahulu. Pelampung tanda tersebut diangkat ke atas kapal dan selanjutnya penarikan purse line sampai bagian bawah jaring terkumpul menjadi satu. (5) Pengangkatan jaring (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan Setelah purse line ditarik semua dan semua cincin telah dinaikkan ke atas kapal, sedikit demi sedikit bagian-bagian jaring dinaikkan ke atas kapal yang dimulai dari ujung sayap, badan jaring sampai ke kantong. Ikan-ikan yang terkurung di dalam kantong diangkat menggunakan serok. Serok ini berfungsi untuk memudahkan pemindahan ikan dari kantong dan juga agar ikan tangkapan tidak rusak sewaktu pengangkatan hasil, disamping itu mencegah kerusakan kantong apabila ditarik langsung ke atas kapal. Setelah itu jaring dinaikkan ke atas kapal sambil disusun seperti saat semula dengan

71 50 tujuan untuk penangkapan berikutnya. Dalam satu trip nelayan mini purse seine melakukan setting rata-rata sebanyak 1 2 kali, hal ini sangat ditentukan oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. Persiapan: 1. Perahu lampu - Pengisian bahan bakar di lampu - Peralatan pengintai ikan (kaca mata air) - Pengaturan peralatan mesin dan motor 2. Kapal mini purse seine (soma pajeko) - Pengaturan jaring - Bahan bakar dan Peralatan mesin atau motor Perahu lampu: - Memasang lampu di rumpon Informasi, ikan terkumpul dan terkosentrasi Kapal mini purse seine Pindah Rumpon Rumpon (Fishing ground) Menggiring ikan keluar dari rumpon Melepas tali rumpon dari pelampung jangkar Setting; - Pelepasan pelampung tanda - Kapal melingkari gerombolan ikan sambil ABK menurunkan jarring - Penarikan purse line Hauling dan pengangkatan hasil tangkapan; - Cincin dan bagian-bagian dinaikkan ke atas kapal - Ikan diangkat ke atas kapal menggunakan serok. Tidak Hasil tangkapan memuaskan Fishing base Gambar 11 Skema operasi penangkapan mini purse seine (soma pajeko) dengan rumpon di pulau Mayau.

72 Sistem bagi hasil Saat penelitian dilakukan nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) mengoperasikan unit mini purse seine (soma pajeko) yang diadakan oleh program bantuan dana bergulir dari Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Maluku Utara. Oleh karena itu dalam penelitan ini akan dijelaskan tiga sistem bagi hasil, yaitu: (1) sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok); (2) sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok); dan (3) sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha). Sistem bagi hasil tangkapan yang diterapkan dalam usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan, kepemilikan usaha bersifat kolektif (kelompok) adalah: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor), (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional, pengembalian dana bergulir sebesar 25%, dan bagi hasil 15% (jika melakukan penangkapan di rumpon bukan milik sendiri) untuk mendapatkan laba bersih, dan (3) laba bersih dibagi untuk pemilik (Kelompok) 50% dan nelayan (crew) 50% (Gambar 12). Pembagian hasil dilakukan setiap satu bulan. Sedangkan sistem bagi hasil tangkapan yang diterapkan dalam usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok) maupun usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) adalah sama, yaitu: (1) hasil tangkapan dijual (pendapatan kotor), (2) pendapatan kotor dikurangi biaya operasional dan bagi hasil 15% (jika melakukan penangkapan di rumpon bukan milik sendiri) untuk mendapatkan laba bersih, dan (3) laba bersih dibagi untuk pemilik 50% dan nelayan 50% (Gambar 13 dan 14). Pembagian hasil dilakukan setiap satu bulan.

73 52 Produksi Pendapatan kotor 15% untuk rumpon bukan milik sendiri Biaya operasional Pengembalian dana bergulir 25% Pendapatan bersih Pemilik (Kelompok) 50% Crew/Nelayan 50% Tonaas 2 bagian Juru mesin dan juru lampu 1,5 bagian Nelayan/ABK 1 bagian Gambar 12 Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) masih dalam pemberdayaan (kepemilikan usaha bersifat kolektif/kelompok). Produksi Pendapatan kotor 15% untuk rumpon bukan milik sendiri Biaya operasional Pendapatan bersih Kelompok 50 % Crew/Nelayan 50 % Tonaas 2 bagian Juru mesin dan juru lampu 1,5 bagian Nelayan/ABK 1 bagian Gambar 13 Sistem bagi hasil tangkapan usaha perikanan mini purse seine lokal (nelayan pulau Mayau) setelah pinjaman dana bergulir lunas (kepemilikan usaha bersifat kolektif/ kelompok).

74 53 Produksi Pendapatan kotor 15% untuk rumpon bukan milik sendiri Biaya operasional Pendapatan bersih Pemilik usaha 50 % Crew/Nelayan 50 % Tonaas 2 bagian Juru mesin dan juru lampu1,5 bagian Nelayan/ABK 1 bagian Gambar 14 Sistem bagi hasil usaha perikanan mini purse seine andon/nelayan dari Bitung (kepemilikan usaha bersifat perorangan/pengusaha) Pemasaran hasil tangkapan Berdasarkan wawancara dengan nelayan yang ada di pulau Mayau, baik nelayan lokal (nelayan pulau Mayau) maupun nelayan andon (nelayan dari Bitung) diperoleh informasi bahwa hasil tangkapan mini purse seine (soma pejeko) dipasarkan langsung ke kapal penampung dari Bitung yang berpangkalan di pulau Mayau. Kapal penampung kemudian memasarkan ke perusahaan ikan yang berada di Kota Bitung. Salah satu kapal penampung yang sering melakukan pembelian hasil tangkapan mini purse seine sampai saat penelitian dilakukan adalah KM Eklesia (Gambar 15). Harga ikan yang dipasarkan di kapal penampung yang berpangkalan di pulau Mayau berfluktuatif tergantung musim dan biasanya dijual per kilogram. Harga ikan per jenis per kilogram dapat dilihat pada Tabel 13.

75 54 Tabel 13 Harga ikan hasil tangkapan mini purse seine yang dipasarkan di kapal penampung dari Bitung yang berpangkalan di Pulau Mayau No Jenis Ikan Musim dan harga ikan per kg (Rp) Puncak Sedang Paceklik 1 Layang 2.500, , , , , ,00 2 Tongkol 1.000, , , , , ,00 3 Selar 1.000, , , , , ,00 Gambar 15 Salah satu kapal penampung ikan yang melakukan pembelian hasil tangkapan mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau Hasil tangkapan Komposisi hasil tangkapan Berdasarkan wawancara dengan nelayan yang ada di pulau Mayau diperoleh informasi bahwa hasil tangkapan mini purse seine (soma pejeko) adalah ikan pelagis kecil. Jenis-jenis ikan yang tertangkap meliputi, ikan layang (Decapterus spp.), ikan tongkol (Euthynnus aviinis), dan ikan selar (Selaroides spp.). Jumlah hasil tangkapan terbanyak selama 5 tahun ( ) adalah ikan layang (Decepaterus spp.) yaitu berkisar 79% sampai 94%. Komposisi hasil tangkap mini purse seine (soma pajeko) di pulau Mayau dapat dilihat dalam Tabel 14.

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Ternate masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara, merupakan Kota Kepulauan yang dikelilingi oleh laut, secara geografis berada pada posisi 0 0 2 0 Lintang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Usaha Perikanan Tangkap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan menyatakan bahwa Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengolahan dan pemanfaatan sumberdaya

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Kinerja Usaha Perikanan Mini Purse Seine Kegiatan penangkapan ikan dengan pukat cincin di pulau Mayau dilakukan oleh nelayan dari Bitung (disebut nelayan andon) dan nelayan dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sumberdaya Ikan Pelagis Ikan pelagis adalah ikan yang hidupnya di dekat permukaan laut. Salah satu sifat ikan pelagis yang paling penting bagi pemanfaatan usaha perikanan yang komersil

Lebih terperinci

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO

STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO STRATEGI PENGELOLAAN PERIKANAN JARING ARAD YANG BERBASIS DI KOTA TEGAL BENI PRAMONO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 ABSTRAK BENI PRAMONO. Strategi Pengelolaan Perikanan Jaring

Lebih terperinci

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 40 V. KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1. Kondisi Fisik Geografis Wilayah Kota Ternate memiliki luas wilayah 5795,4 Km 2 terdiri dari luas Perairan 5.544,55 Km 2 atau 95,7 % dan Daratan 250,85 Km 2 atau

Lebih terperinci

ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA

ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA ANALISIS PENGEMBANGAN PERIKANAN SOMA PAJEKO (MINI PURSE SEINE) DI PERAIRAN TIDORE DJABALUDIN NAMSA Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya

Lebih terperinci

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA

PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Pengamatan Aspek Operasional Penangkapan...di Selat Malaka (Yahya, Mohammad Fadli) PENGAMATAN ASPEK OPERASIONAL PENANGKAPAN PUKAT CINCIN KUALA LANGSA DI SELAT MALAKA Mohammad Fadli Yahya Teknisi pada Balai

Lebih terperinci

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH

DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH DINAMIKA PERIKANAN PURSE SEINE YANG BERBASIS DI PPN PEKALONGAN, JAWA TENGAH UMI CHODRIYAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan

5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan 5 PEMBAHASAN 5.1 Unit Penangkapan Ikan Spesifikasi ketiga buah kapal purse seine mini yang digunakan dalam penelitian ini hampir sama antara satu dengan yang lainnya. Ukuran kapal tersebut dapat dikatakan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 20 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Letak Topografi dan Luas Sibolga Kota Sibolga berada pada posisi pantai Teluk Tapian Nauli menghadap kearah lautan Hindia. Bentuk kota memanjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan

PENDAHULUAN. yang lokasinya di pantai Timur Sumatera Utara yaitu Selat Malaka. Kegiatan PENDAHULUAN Latar Belakang Kotamadya Medan merupakan salah satu daerah penghasil ikan di Provinsi Sumatera Utara. Kecamatan penghasil ikan yang produktif di daerah ini ialah Kecamatan Medan Belawan. Kecamatan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN

EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN EFEKTIVITAS PEMANFAATAN RUMPON DALAM OPERASI PENANGKAPAN IKAN DI PERAIRAN MALUKU TENGGARA BENEDIKTUS JEUJANAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI

V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI V. GAMBARAN UMUM PERAIRAN SELAT BALI Perairan Selat Bali merupakan perairan yang menghubungkan Laut Flores dan Selat Madura di Utara dan Samudera Hindia di Selatan. Mulut selat sebelah Utara sangat sempit

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis

4 KEADAAN UMUM. 4.1 Letak dan Kondisi Geografis 29 4 KEADAAN UMUM 4.1 Letak dan Kondisi Geografis Keadaan geografi Kabupaten Aceh Besar merupakan salah satu kabupaten yang memiliki luas laut yang cukup besar. Secara geografis Kabupaten Aceh Besar berada

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. 4.2 Keadaan Umum Perikanan di Sulawesi Utara 58 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Provinsi Sulawesi Utara Provinsi Sulawesi Utara dengan ibu kota Manado terletak antara 0 15 5 34 Lintang Utara dan antara 123 07 127 10 Bujur Timur,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas

TINJAUAN PUSTAKA. dimana pada daerah ini terjadi pergerakan massa air ke atas TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan Pustaka Wilayah laut Indonesia kaya akan ikan, lagi pula sebagian besar merupakan dangkalan. Daerah dangkalan merupakan daerah yang kaya akan ikan sebab di daerah dangkalan sinar

Lebih terperinci

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M

ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M ANALISIS KAPASITAS PENANGKAPAN (FISHING CAPACITY) PADA PERIKANAN PURSE SEINE DI KABUPATEN ACEH TIMUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM Y U S T O M SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun

PENDAHULUAN. Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sumberdaya perikanan di laut sifatnya adalah open acces artinya siapa pun memiliki hak yang sama untuk mengambil atau mengeksploitasi sumberdaya didalamnya. Nelayan menangkap

Lebih terperinci

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur

Gambar 2. Konstruksi pancing ulur Sumber : Modul Penangkapan Ikan dengan Pancing Ulur BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pancing Ulur Pancing Ulur (Gambar 2) merupakan salah satu jenis alat penangkap ikan yang sering digunakan oleh nelayan tradisional untuk menangkap ikan di laut. Pancing Ulur termasuk

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Perikanan Tangkap 4.1.1 Armada Kapal Perikanan Kapal penangkapan ikan merupakan salah satu faktor pendukung utama dalam melakukan kegiatan penangkapan

Lebih terperinci

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA

PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Pengaruh Lampu terhadap Hasil Tangkapan... Pemalang dan Sekitarnya (Nurdin, E.) PENGARUH JUMLAH LAMPU TERHADAP HASIL TANGKAPAN PUKAT CINCIN MINI DI PERAIRAN PEMALANG DAN SEKITARNYA Erfind Nurdin Peneliti

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

3 METODE PENELITIAN. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli sampai September 2010. Pengambilan data lapangan dilakukan di wilayah Kabupaten Maluku Tenggara, sejak 21 Juli

Lebih terperinci

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas

4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas 26 4. KEADAAN UMUM 4.1 Kedaan Umum Kabupaten Banyuwangi 4.1.1 Kedaan geografis, topografi daerah dan penduduk 1) Letak dan luas Menurut DKP Kabupaten Banyuwangi (2010) luas wilayah Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

KAPAL IKAN PURSE SEINE

KAPAL IKAN PURSE SEINE KAPAL IKAN PURSE SEINE Contoh Kapal Purse Seine, Mini Purse Seine, Pengoperasian alat tangkap. DESAIN KAPAL PURSE SEINE Spesifikasi kapal ikan yang perlu di perhatikan : 1. Spesifikasi teknis : khusus

Lebih terperinci

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI

PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI PENGARUH JENIS ALAT TANGKAP TERHADAP TINGKAT KESEJAHTERAAN NELAYAN DI KELURAHAN TEGALSARI DAN MUARAREJA, TEGAL, JAWA TENGAH DINA MAHARDIKHA SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI

KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI KAJIAN EKONOMI SUMBERDAYA PERIKANAN DI PERAIRAN PEMANGKAT KABUPATEN SAMBAS EKA SUPRIANI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 ii PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA

4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4 KONDISI UMUM KABUPATEN HALMAHERA UTARA 4.1 Gambaran Umum Kecamatan Tobelo 4.1.1 Kondisi kewilayahan Kecamatan Tobelo 1) Letak geografis Kabupaten Halmahera Utara terletak pada posisi koordinat 0 o 40

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Definisi perikanan tangkap Permasalahan perikanan tangkap di Indonesia 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap 2.1.1 Definisi perikanan tangkap Penangkapan ikan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 45 Tahun 2009 didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR

KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR KINERJA PENGAWAS KAPAL PERIKANAN (STUDI KASUS DI PELABUHAN PERIKANAN SAMUDERA NIZAM ZACHMAN JAKARTA) AHMAD MANSUR SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007 PERNYATAAN MENGENAI TESIS Dengan

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 11, 2016 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA 3. Lembaran Negara Republik

Lebih terperinci

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO Teknik Penangkapan Ikan Pelagis Besar... di Kwandang, Kabupaten Gorontalo (Rahmat, E.) TEKNIK PENANGKAPAN IKAN PELAGIS BESAR MEMAKAI ALAT TANGKAP FUNAI (MINI POLE AND LINE) DI KWANDANG, KABUPATEN GORONTALO

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kabupaten Pati 4.1.1 Kondisi geografi Kabupaten Pati dengan pusat pemerintahannya Kota Pati secara administratif berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah. Kabupaten

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO

ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Perencanaan Energi Provinsi Gorontalo 2000-2015 ANALISIS KEBUTUHAN ENERGI UNTUK SEKTOR PERIKANAN DI PROVINSI GORONTALO Hari Suharyono Abstract Gorontalo Province has abundace fishery sources, however the

Lebih terperinci

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU

KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU KAJIAN UNIT PENANGKAPAN PURSE SEINE DAN KEMUNGKINAN PENGEMBANGANNYA DI INDRAMAYU PROGRAM STUD1 PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia

TINJAUAN PUSTAKA. Alat ini umumnya digunakan untuk menangkap ikan menhaden (Brevoortia TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Perkembangan Purse Seine Purse seine pertama kali dipatenkan atas nama Barent Velder dari Bergent, Norwegia pada tanggal 12 Maret 1858. Tahun 1860 alat tangkap ini diperkenalkan

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara 2.2 Kegiatan Operasional di Pelabuhan Perikanan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pelabuhan Perikanan Nusantara Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) merupakan pelabuhan perikanan tipe B atau kelas II. Pelabuhan ini dirancang untuk melayani kapal perikanan yang

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 11 TAHUN 2016 T E N T A N G PEMASANGAN DAN PEMANFAATAN RUMPON DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE

PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE PENGARUH PERIODE HARI BULAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN DAN TINGKAT PENDAPATAN NELAYAN BAGAN TANCAP DI KABUPATEN SERANG TESIS JAE WON LEE SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 PERNYATAAN

Lebih terperinci

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara

Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(2): 43-49, Desember 2012 Analisis strategi pengembangan perikanan pukat cincin di Kecamatan Tuminting Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara Strategic analysis

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/2009 TENTANG PENGGUNAAN PUKAT IKAN (FISH NET) DI ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.)

Penangkapan Tuna dan Cakalang... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) Penangkapan Tuna dan... Pondokdadap Sendang Biru, Malang (Nurdin, E. & Budi N.) PENANGKAPAN TUNA DAN CAKALANG DENGAN MENGGUNAKAN ALAT TANGKAP PANCING ULUR (HAND LINE) YANG BERBASIS DI PANGKALAN PENDARATAN

Lebih terperinci

Jaring Angkat

Jaring Angkat a. Jermal Jermal ialah perangkap yang terbuat dari jaring berbentuk kantong dan dipasang semi permanen, menantang atau berlawanlan dengan arus pasang surut. Beberapa jenis ikan, seperti beronang biasanya

Lebih terperinci

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi

ALAT PENANGKAPAN IKAN. Riza Rahman Hakim, S.Pi ALAT PENANGKAPAN IKAN Riza Rahman Hakim, S.Pi A. Alat Penangkap Ikan Definisi alat penangkap ikan: sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan Pengertian sarana:

Lebih terperinci

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA

STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA STUDI PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KABUPATEN NIAS SABAR JAYA TELAUMBANUA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI

PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI PENGARUH KECEPATAN ARUS DAN MESH SIZE TERHADAP DRAG FORCE DAN TINGGI JARING GOYANG PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK MUHAMMAD RIFKI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN)

PURSE SEINE (PUKAT CINCIN) PURSE SEINE (PUKAT CINCIN) Guru Pengampu: ADZWAR MUDZTAHID TEKNIKA KAPAL PENANGKAP IKAN SMK NEGERI 3 TEGAL Hal-1 METODE PENANGKAPAN DAN ALAT TANGKAP PUKAT CINCIN (PURSE SEINE) PENDAHULUAN P ukat cincin

Lebih terperinci

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100

Jumlah kapal (unit) pada ukuran (GT) >100 34 2001, kecamatan ini mempunyai penduduk sebesar 91.881 jiwa. Luas wilayahnya adalah 26,25 km 2 dengan kepadatan penduduknya adalah 3.500,23 jiwa per km 2. PPS Belawan memiliki fasilitas pokok dermaga,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI

KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI KARAKTERISASI ALAT PENANGKAP IKAN DEMERSAL DI PERAIRAN PANTAI UTARA JAWA BARAT FIFIANA ALAM SARI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Perikanan adalah kegiatan ekonomi dalam bidang penangkapan atau budidaya ikan atau binatang air lainnya serta

Lebih terperinci

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN

ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN ANALISIS DAN STRATEGI PEMANFAATAN RUANG DI KABUPATEN CIAMIS, JAWA BARAT SANUDIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Analisis

Lebih terperinci

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI

STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG DI PALABUHANRATU PADA SAAT MEMBAWA HASIL TANGKAPAN MAKSIMUM NENI MARTIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP

OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP OPTIMISASI PERIKANAN PURSE SEINE DI PERAIRAN LAUT SIBOLGA PROVINSI SUMATERA UTARA HASAN HARAHAP SEKOLAH PASCA SARJANA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006 OPTIMISASI PERIKANAN

Lebih terperinci

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH

PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA BAHARI DI PANTAI BINANGUN, KABUPATEN REMBANG, JAWA TENGAH BUNGA PRAGAWATI Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO

SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG MADURA ARIYANTO DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SIMULASI STABILITAS STATIS KAPAL PAYANG

Lebih terperinci

Erwin Tanjaya ABSTRAK

Erwin Tanjaya ABSTRAK PRODUKTIVITAS PERIKANAN PURSE SEINE MINI SELAMA MUSIM TIMUR DI PERAIRAN KABUPATEN MALUKU TENGGARA Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl. Karel Sadsuitubun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki luas perairan wilayah yang sangat besar. Luas perairan laut indonesia diperkirakan sebesar 5,4 juta km 2 dengan garis pantai

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Kabupaten Indramayu secara geografis berada pada 107 52'-108 36' BT dan 6 15'-6 40' LS. Berdasarkan topografinya sebagian besar merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN

ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN ANALISIS TINGKAT KEPUASAN PELAKU USAHA TERHADAP KUALITAS PELAYANAN PERIZINAN PADA PUSAT PERIZINAN DAN INVESTASI KEMENTERIAN PERTANIAN Oleh : Dewi Maditya Wiyanti PROGRAM STUDI MANAJEMEN DAN BISNIS SEKOLAH

Lebih terperinci

Distribusi tertangkapnya ikan selar pada lembaran jaring soma darape di rumpon

Distribusi tertangkapnya ikan selar pada lembaran jaring soma darape di rumpon Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 2(Edisi Khusus): 1-5, Januari 2015 ISSN 2337-4306 Distribusi tertangkapnya ikan selar pada lembaran jaring soma darape di rumpon Distribution of caught trevally

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN

PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN PENGGUNAAN PANCING ULUR (HAND LINE) UNTUK MENANGKAP IKAN PELAGIS BESAR DI PERAIRAN BACAN, HALMAHERA SELATAN Enjah Rahmat ) ) Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregristasi

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN

PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN PERBANDINGAN KARAKTERISTIK PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG DAN PEKALONGAN DALAM KERANGKA PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI PEMALANG RONY KRISTIAWAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU

PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU PENAMBAHAN RUMPON UNTUK MENINGKATKAN HASIL TANGKAPAN KELONG TANCAP DI DAERAH KAWAL, KABUPATEN TANJUNGPINANG, KEPULAUAN RIAU DAVID OCTAVIANUS SIAHAAN SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap

4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan Purse seine (1) Alat tangkap 4. HASIL PENELITIAN 4.1 Keragaman Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Purse seine (1) Alat tangkap Pukat cincin (purse seine) di daerah Maluku Tenggara yang menjadi objek penelitian lebih dikenal dengan sebutan

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA

EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA EVALUASI POTENSI OBYEK WISATA AKTUAL DI KABUPATEN AGAM SUMATERA BARAT UNTUK PERENCANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN EDWIN PRAMUDIA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan

Lebih terperinci

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN:

Volume 6, No. 2, Oktober 2013 ISSN: GAYA EXTRA BOUYANCY DAN BUKAAN MATA JARING SEBAGAI INDIKATOR EFEKTIFITAS DAN SELEKTIFITAS ALAT TANGKAP PURSE SEINE DI PERAIRAN SAMPANG MADURA Guntur 1, Fuad 1, Abdul Rahem Faqih 1 1 Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI

8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 131 8 SELEKSI ALAT TANGKAP DAN TEKNOLOGI YANG TEPAT DALAM PEMANFAATAN SUMBERDAYA LEMURU (Sardinella lemuru Bleeker 1853) DI SELAT BALI 8.1 Pendahuluan Mewujudkan sosok perikanan tangkap yang mampu mempertahankan

Lebih terperinci

STUDI PEMANFAATAN TEKNOLOGI RUMPON DALAM PENGOPERASIAN PURSE SEINE DI PERAIRAN SUMATERA BARAT. Oleh : Universitas Bung Hatta Padang

STUDI PEMANFAATAN TEKNOLOGI RUMPON DALAM PENGOPERASIAN PURSE SEINE DI PERAIRAN SUMATERA BARAT. Oleh : Universitas Bung Hatta Padang STUDI PEMANFAATAN TEKNOLOGI RUMPON DALAM PENGOPERASIAN PURSE SEINE DI PERAIRAN SUMATERA BARAT Oleh : Sabar Jaya Telaumbanua ) Suardi ML dan Bukhari 2) ) Mahasiswa Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

Sukses pengoperasian pukat cincin Sinar Lestari 04 dengan alat bantu rumpon yang beroperasi di Perairan Lolak Provinsi Sulawesi Utara

Sukses pengoperasian pukat cincin Sinar Lestari 04 dengan alat bantu rumpon yang beroperasi di Perairan Lolak Provinsi Sulawesi Utara Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 69-75, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Sukses pengoperasian pukat cincin Sinar Lestari 04 dengan alat bantu rumpon yang beroperasi di Perairan Lolak Provinsi

Lebih terperinci

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI

KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI KEBERADAAN FASILITAS KEPELABUHANAN DALAM MENUNJANG AKTIVITAS PANGKALAN PENDARATAN IKAN TANJUNGSARI, KABUPATEN PEMALANG, JAWA TENGAH NOVIANTI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG

KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN PUKAT UDANG: STUDI KASUS DI LAUT ARAFURA PROVINSI PAPUA AZMAR MARPAUNG SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 KAJIAN PENGELOLAAN HASIL TANGKAPAN

Lebih terperinci

JENlS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAM YANG SESUAI UNTUK DIKEMBANGXAN Dl BANTAl TlMUR KABUPATEN DONGGALA, SULAYESI TENGAHl.

JENlS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAM YANG SESUAI UNTUK DIKEMBANGXAN Dl BANTAl TlMUR KABUPATEN DONGGALA, SULAYESI TENGAHl. JENlS TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAM YANG SESUAI UNTUK DIKEMBANGXAN Dl BANTAl TlMUR KABUPATEN DONGGALA, SULAYESI TENGAHl. KARYA ILMIAH Oleh: ARI PURBAYANTO C 21. 1928 FAKULTAS PERIKANAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA

PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA PEWILAYAHAN AGROKLIMAT TANAMAN NILAM (Pogostemon spp.) BERBASIS CURAH HUJAN DI PROVINSI LAMPUNG I GDE DARMAPUTRA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM

ES R K I R P I S P I S SI S S I TEM 69 4. DESKRIPSI SISTEM SOSIAL EKOLOGI KAWASAN PENELITIAN 4.1 Kondisi Ekologi Lokasi studi dilakukan pada pesisir Ratatotok terletak di pantai selatan Sulawesi Utara yang termasuk dalam wilayah administrasi

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN

PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN PEMERINTAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN SELAYAR NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PERIZINAN USAHA PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KEPULAUAN SELAYAR, Menimbang

Lebih terperinci

8.1 Dukungan Potensi Wilayah terhadap Pengembangan Perikanan Giob Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan memiliki luas ,72 km 2 dan lebih

8.1 Dukungan Potensi Wilayah terhadap Pengembangan Perikanan Giob Wilayah Kabupaten Halmahera Selatan memiliki luas ,72 km 2 dan lebih 8 PEMBAHASAN UMUM Perikanan giob di Kayoa, Halmahera Selatan tergolong perikanan skala kecil, baik dilihat dari aspek teknologi maupun manajemen yang digunakan. Perikanan skala kecil biasanya menggunakan

Lebih terperinci

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL

ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL ANALISIS PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA DAN PELUANG KEMISKINAN NELAYAN TRADISIONAL (Studi Kasus: Rumahtangga Nelayan Tradisional Di Kecamatan Kasemen Kabupaten Serang Propinsi Banten) RANTHY PANCASASTI SEKOLAH

Lebih terperinci

STUDITENTANG HBSFL TANGNAPAN IKAH KEMBUNG DENGWN klat TANGKWP PURSE SlhlNE DI PELABUNWN PEFaIKANWH NUSAWTARA BELAWAH KOTAMYA MEDAN, SUMATERA UTARA

STUDITENTANG HBSFL TANGNAPAN IKAH KEMBUNG DENGWN klat TANGKWP PURSE SlhlNE DI PELABUNWN PEFaIKANWH NUSAWTARA BELAWAH KOTAMYA MEDAN, SUMATERA UTARA STUDITENTANG HBSFL TANGNAPAN IKAH KEMBUNG DENGWN klat TANGKWP PURSE SlhlNE DI PELABUNWN PEFaIKANWH NUSAWTARA BELAWAH KOTAMYA MEDAN, SUMATERA UTARA Oleh FPKULTAS PERiKANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 1990

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki wilayah perairan laut yang sangat luas, terdiri dari wilayah perairan teritorial dengan luas sekitar 3,1 juta km 2 dan zona ekonomi ekslusif (ZEE)

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya

STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA. Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya STRATEGI PENGEMBANGAN PERIKANAN JARING BOBO DI OHOI SATHEAN KEPULAUAN KEI MALUKU TENGGARA Jacomina Tahapary, Erwin Tanjaya Program Studi Teknologi Penangkapan Ikan, Politeknik Perikanan Negeri Tual. Jl.

Lebih terperinci

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M.

KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. KAJIAN REHABILITASI SUMBERDAYA DAN PENGEMBANGAN KAWASAN PESISIR PASCA TSUNAMI DI KECAMATAN PULO ACEH KABUPATEN ACEH BESAR M. MUNTADHAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN

Lebih terperinci

Kesesuaian ukuran soma pajeko dan kapalnya di Labuan Uki Kabupaten Bolaang Mongondow

Kesesuaian ukuran soma pajeko dan kapalnya di Labuan Uki Kabupaten Bolaang Mongondow Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap 1(3): 93-97, Juni 2013 ISSN 2337-4306 Kesesuaian ukuran soma pajeko dan kapalnya di Labuan Uki Kabupaten Bolaang Mongondow The suitability of purse seine and

Lebih terperinci

RIKA PUJIYANI SKRIPSI

RIKA PUJIYANI SKRIPSI KONDISI PERIKANANN TANGKAP DI PELABUHAN PERIKANAN PANTAI LEMPASING, BANDAR LAMPUNG RIKA PUJIYANI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Gambar 6 Peta lokasi penelitian.

Gambar 6 Peta lokasi penelitian. 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama enam bulan dimulai dengan penyusunan proposal dan penelusuran literatur mengenai objek penelitian cantrang di Pulau Jawa dari

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

MUHAMMAD SULAIMAN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR PENDEKATAN AKUSTIK DALAM STUDI TINGKAH LAKU IKAN PADA PROSES PENANGKAPAN DENGAN ALAT BANTU CAHAYA (THE ACOUSTIC APPROACH TO FISH BEHAVIOUR STUDY IN CAPTURE PROCESS WITH LIGHT ATTRACTION) MUHAMMAD SULAIMAN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Kapal / Perahu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perikanan Tangkap Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkunganya, mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan

Lebih terperinci