BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
|
|
- Sukarno Sasmita
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara dengan luas kawasan terbesar, penduduk terbanyak, dan sumber daya alam terkaya di Asia Tenggara. Hal tersebut menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama negara-negara di Asia Tenggara. Di sisi lain, konsekuensi dari diimplementasikannya komunitas ekonomi ASEAN dan terdapatnya Asean China Free Trade Area (ACFTA) mengharuskan Indonesia meningkatkan daya saingnya guna mendapatkan manfaat nyata dari adanya integrasi ekonomi tersebut (MP3EI, 2011). World Economic Forum (WEF, 2011) mendefinisikan daya saing sebagai kondisi institusi, kebijakan, dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas ekonomi suatu negara. Produktivitas yang tinggi mencerminkan daya saing yang tinggi, dan daya saing yang tinggi berpotensi memungkinkan pertumbuhan ekonomi tinggi, yang selanjutnya akan meningkatkan kesejahteraan penduduk. Peringkat daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara lain di kawasan ASEAN belum menempatkan Indonesia sebagai kekuatan utama. Beberapa indikator yang menunjukkan hal tersebut diantaranya adalah posisi daya saing Indonesia pada tahun berada di urutan ke 46 dari 133 negara di dunia. Tahun posisi daya saing Indonesia turun empat tingkat sehingga berada dalam peringkat 50 dari 133 negara. Namun di tahun peringkat Indonesia naik menjadi ranking 34 (WEF, ). IMD (International Institute for Management Development) yang menerbitkan WCR (World Competitiveness Report), posisi Indonesia berada pada urutan 58 dari 60 negara yang diteliti. UNIDO (United Nations Industrial Development Organization) yang mengembangkan indicator CIP (Competitiveness Industrial Performance), peringkat kinerja industri manufaktur Indonesia berada pada urutan ke-38 dari 93 negara.
2 Tabel 1.1 Ranking Global Competitiveness Indeks (GCI) Tahun (WEF, 2013) GCI Rank No. Negara GCI Rank GCI Rank 1 Indonesia Thailand Singapura Vietnam Malaysia India China Philipina Lemahnya daya saing tersebut merupakan akibat dari berbagai faktor. Menurut tolok ukur WEF, diidentifikasi 5 (lima) faktor penting yang menonjol. Pada tataran makro, terdapat 3 (tiga) faktor, yaitu: (a) tidak kondusifnya kondisi ekonomi makro; (b) buruknya kualitas kelembagaan publik dalam menjalankan fungsinya sebagai fasilitator dan pusat pelayanan; dan (c) lemahnya kebijakan pengembangan teknologi dalam memfasilitasi kebutuhan peningkatan produktivitas. Sementara itu, pada tataran mikro atau tataran bisnis, 2 (dua) faktor yang menonjol adalah: (a) rendahnya efisiensi usaha pada tingkat operasionalisasi perusahaan; dan (b) lemahnya iklim persaingan usaha. Menurut catatan IMD, rendahnya kondisi daya saing Indonesia, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: (a) buruknya kinerja perekonomian nasional yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan, dan stabilitas harga, (b) buruknya efisiensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan kebijakan fiskal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi akibat kerangka institusi publik yang masih banyak tumpang tindih, dan kompleksitas struktur sosialnya, (c) lemahnya efisiensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara bertanggung jawab yang tercermin dari tingkat produktivitasnya yang rendah, pasar tenaga kerja yang
3 belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional, dan (d) keterbatasan di dalam infrastruktur, baik infrastruktur fisik, teknologi, dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan masyarakat akan pendidikan dan kesehatan. Persoalan daya saing industri senantiasa terkait dengan competitive strategy (Porter, 1990). Suatu keunggulan kompetitif muncul ketika sebuah perusahaan dapat menghasilkan produk yang sama yang dihasilkan pesaingnya dengan biaya yang lebih rendah (cost advantage), atau menghasilkan produk/jasa yang berbeda dan lebih baik yang dihasilkan pesaingnya (differentiation advantage). Keunggulan kompetitif akan memungkinkan perusahaan untuk menciptakan nilai lebih untuk pelanggannya dan perusahaan dapat memperoleh keuntungan yang lebih tinggi. Cost advantage dan differentiation advantage dikenal sebagai positional advantage karena dapat menjelaskan posisi perusahaan dalam industri sebagai pemimpin dalam hal biaya (cost) ataupun dalam hal keunikannya (differentiation). Selain itu, ada pandangan yang melihat keunggulan kompetitif dari sudut pandang kapabilitas (capabilities) dan sumberdaya (resources) yang dimilikinya. Dari sisi teknologi, pengalaman Korea Selatan dan Taiwan menunjukkan bahwa pengembangan kemampuan teknologi perusahaan manufaktur merupakan suatu unsur pokok dalam daya saing internasional, khususnya kinerja ekspor perusahaan tersebut. Jika kemampuan teknologi didefinisi sebagai kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif dan efisien (Bell, et al. 1984), maka perlu ditekankan bahwa menggunakan teknologi secara efektif dan efisien bukanlah suatu proses otomatis dan pasif dengan hanya mengimpor mesin yang moderen disertai petunjuk bagaimana menggunakan mesin ini. Pengembangan kemampuan teknologi oleh perusahaan meliputi upaya teknologi (technological effort) untuk memperoleh pengertian teknis yang baik tentang teknologi yang diimpor/dibeli, informasi teknis, keterampilan teknis, praktek manajemen modern, dan kaitan dengan perusahaan lain dan lembaga-lembaga iptek domestik. Masalahnya adalah bahwa di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia, banyak perusahaan manufaktur sering tidak tahu atau kurang mampu untuk
4 mengoperasikan teknologi yang mereka impor/beli pada tingkat praktek terbaik di dunia (world best practice levels) (Lall & Weiss, 2003). Hingga kini kebijakan industri di Indonesia belum memberikan perhatian yang memadai pada mekanisme-mekanisme yang dapat mendorong penyebaran yang luas dan teknologi praktek terbaik (best practice technologies) yang dapat membantu industri-industri manufaktur Indonesia untuk bersaing dengan lebih baik di pasar internasional. Pengalaman di Empat Macan Asia Timur, khususnya Korea Selatan dan Taiwan, yang berhasil meningkatkan daya saing internasional industri-industri manufaktur mereka melalui pengembangan teknologi industri, menunjukkan bahwa beberapa prasyarat (kondisi) perlu dipenuhi. Dalam memenuhi prasyarat ini, baik prasyarat pokok (basic conditions) maupun prasyarat pendukung (enabling conditions), kebijakan pemerintah bisa dan perlu memegang peranan penting (Thee, 2006). Prasyarat pokok untuk mendorong pengembangan kemampuan teknologi industri adalah (1) Stabilitas makro ekonomi, (2) Kebijakan ekonomi yang mendorong persaingan (pro-competition policies), dan (3) Pengembangan sumber daya manusia (Thee, 1998). Di samping prasyarat ini, perlu dipenuhi beberapa prasyarat pendukung (enabling conditions), yaitu kebijaksaan pemerintah yang mempengaruhi, yaitu (1) Mempermudah akses ke teknologi asing, (2) Ketersediaan dan akses ke dana untuk membiayai pengembangan teknologi, dan (3) Penyediaan jasa-jasa pendukung teknologi (technology support services). Daya saing suatu bangsa ditentukan oleh kemampuan daya saing dari pelaku pembangunan atau pelaku usaha, kemampuan daya saing masyarakatnya dan kemampuan daya saing negara. Daya saing perusahaan mempunyai arti kemampuan perusahaan untuk bersaing (Zuhal, 2010). Perusahaan mempunyai strategi sendiri untuk menurunkan biaya, meningkatkan kualitas produk, dan mendapatkan jaringan pemasaran. Pengembangan industri membutuhkan peningkatan daya saing di pasar domestik dan internasional (ADB, 2003). Dari perpektif perusahaan, daya saing merupakan kemampuan berkompetisi sebuah perusahaan. Kemampuan kompetisi itu bisa dilihat dari penguasaan pasar, pangsa pasar, dan tingkat keuntungan perusahaan. Daya saing
5 pada tingkat negara dapat diasumsikan sama dengan perusahaan. Daya saing adalah gambaran bagaimana suatu bangsa termasuk perusahaan-perusahaan dan SDM-nya mengendalikan kekuatan kompetensi yang dimilikinya secara terpadu guna mencapai kesejahteraan dan keuntungan (Zuhal, 2010). Perusahaan perlu mengerahkan dua kekuatan daya saingnya sekaligus untuk berkompetisi. Pertama, keunggulan komparatif, yang melekat pada rendahnya biaya-biaya faktor produksi, seperti tenaga kerja, bahan mentah, kapital atau insfrastruktur fisik, dan ukuran skala usaha. Kedua, keunggulan kompetitif, yang terdapat pada kemampuan kreativitas, produktivitas, dan inovasi yang meliputi inovasi teknologi, inovasi cara pemasaran, inovasi posisi produk diantara produk-produk pesaing, dan inovasi kualitas pelayanan. Kekuatan daya saing yang bertumpu pada keunggulan komparatif merupakan kekuatan yang semata mempertimbangkan fisik atau tangible. Sementara itu, kekuatan daya saing kompetitif adalah kekuatan daya saing intangible. Avella, et al., (2001) dan Miltenburg, (2008), menegaskan pentingnya strategi manufaktur sebagai penentu daya saing perusahaan. Empat kunci kompetitif manufaktur yang digunakan adalah cost, quality, delivery and flexibility. Sohn, et al., (2007) melakukan penelitian pada 246 responden dengan menggunakan Maximum Likelihood Estimation (MLE),dan Partial Least Square (PLS) dengan model persamaan struktural untuk mengevaluasi kinerja R & D melalui tiga aspek yaitu output, outcome dan dampak yang diberikan dengan mengadopsi kriteria MBNQA (Malcolm Baldrige National Quality Award). Pembuat kebijakan industri di seluruh dunia semakin sering menggunakan teknologi dan klasifikasi pasar untuk menilai daya saing industri manufaktur. Sektor industri manufaktur yang intensif teknologi mempunyai pertumbuhan dan prospek dagang lebih baik, menawarkan kesempatan belajar, dan seringkali menghasilkan eksternalitas bagi perekonomian. Selain itu, sektor manufaktur yang intensif teknologi juga menghasilkan nilai tambah lebih tinggi dan memberikan hambatan masuk lebih tinggi bagi pendatang baru (Reinhardt, 2005) Holsapple, et al., (2001) menggunakan Porter s value chain model untuk membuktikan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas knowledge management
6 dan daya saing. Dengan model rantai nilai dari Porter menggambarkan peran masing-masing kegiatan terhadap peningkatan nilai tambah bagi organisasi untuk meningkatkan daya saing melalui peningkatan produktivitas, kelincahan, reputasi dan inovasi. Hasil penelitian Amoako-Gyampah, et al., (2008) menegaskan pengaruh antara strategi manufaktur dan strategi bersaing terhadap kinerja perusahaan. Strategi bersaing yang digunakan adalah cost leadership dan differentiation. Strategi manufaktur yang digunakan adalah cost, delivery, flexibility, dan quality. Ukuran kinerja perusahaan yang digunakan adalah market share dan sales growth. Tingkat daya saing dan produktivitas suatu perusahaan saling berkaitan (Oral, et al. 1999). Menurut model ini tingkat daya saing perusahaan adalah kinerja keseluruhan dari perusahaan dibandingkan dengan pesaingnya di pasar dan didefinisikan sebagai dua fungsi utama yaitu industrial mastery dan cost superiority. Sementara Sirikrai, et al., (2006) dan Chou, et al., (2008) dengan menggunakan metode AHP menyajikan sebuah model AHP berbasis komprehensif yang mengekplorasi berbagai tingkat kepentingan dari indikator daya saing. Indikator daya saing yang digunakan meliputi manufacturing excellence, value-added of product, market expansion, financial returns and intangible values. Rochman, et.al., (2011) mengkombinasikan metode SWOT dengan AHP dalam menganalisis daya saing industri agro di Indonesia. Faktor yang digunakan untuk memilih prioritas dari industri agro yang potensial untuk mengembangkan nanotechnology adalah faktor lingkungan internal yang terdiri dari 7 kriteria dan factor eksternal yang terdiri dari 7 kriteria. Industri agro yang dijadikan obyek penelitian adalah Fertilizer Industry, Pesticide Industry, dan Food Industry. Berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu, penelitian ini secara spesifik akan mengembangkan sebuah model daya saing industri manufaktur dan industri kreatif. Hal yang berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah dimasukkannya variabel kemitraan/kolaborasi sebagai salah satu variabel penentu daya saing digabungkan dengan variabel lainnya yang telah digunakan oleh para peneliti sebelumnya. Kemitraan mengandung pengertian adanya hubungan kerja
7 sama usaha diantara berbagai pihak yang sinergis, bersifat sukarela, dan dilandasi oleh prinsip saling membutuhkan, saling menghidupi, saling memperkuat dan saling menguntungkan. Sebagai suatu strategi pengembangan usaha, kemitraan telah terbukti berhasil diterapkan di banyak negara, antara lain di Jepang dan empat negara di Asia, yaitu Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan Singapura. Di negara-negara tersebut kemitraan umumnya dilakukan melalui pola subkontrak yang memberikan peran kepada industri kecil dan menengah sebagai pemasok bahan baku dan komponen industri besar (Kartasasmita, 1997). Kunci sukses berkembangnya kemitraan di negara-negara maju adalah karena kemitraan usahanya terutama didorong oleh adanya kebutuhan dari pihakpihak yang bermitra itu sendiri, atau diprakarsai oleh dunia usahanya sendiri sehingga kemitraan dapat berlangsung secara alamiah. Hal ini dimungkinkan mengingat iklim dan kondisi ekonomi mereka telah cukup memberikan dukungan ke arah kemitraan yang berjalan sesuai dengan kaidah ekonomi yang berorientasi pasar. Kondisi ideal ini belum sepenuhnya tercipta di negara kita. Indikator yang menunjukkan hal ini adalah masih kuatnya kecenderungan usaha besar untuk menguasai mata rantai produksi dan distribusi dari perekonomian nasional. Kemitraan yang baik harus didasarkan atas kepercayaan (trust) antara pihak-pihak yang saling bekerjasama. Jika dasar kepercayaan telah terbangun dan berjalan dengan baik maka langkah selanjutnya adalah penguatan organisasi (compatibility organizational) dan untuk menjamin kelangsungan kemitraan dalam jangka panjang mutual agreement merupakan langkah yang harus dilakukan oleh pihak-pihak yang saling bekerjasama. Tiga hal ini (trust, compatibility organizational, dan mutual agreement) merupakan supply chain value yang sangat berguna dalam menjalankan kemitraan dengan baik. Beberapa indikator kemitraan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kemitraan internal, kemitraan dengan pemasok, kemitraan dengan pelanggan, dan kemitraan dengan pesaing potensial. Kemitraan internal merupakan usaha penciptaan suatu lingkungan yang didalamnya terdapat mekanisme terstruktur dan membentuk aliansi yang saling mendukung antara manajer dan karyawan, tim, dan karyawan individual yang memaksimumkan potensi sumber daya manusia
8 yang dimiliki suatu perusahaan. Kemitraan dengan pemasok diperlukan untuk menciptakan dan memelihara hubungan yang loyal, saling percaya, dan dapat diandalkan sehingga akan menguntungkan kedua belah pihak. Kemitraan dengan pelanggan diperlukan untuk meningkatkan kepuasan pelanggan dan daya saing perusahaan. Cara terbaik untuk menjamin kepuasan pelanggan adalah melibatkan pelanggan sebagai mitra dalam proses pengembangan produk. Kemitraan dengan pesaing potensial juga bertujuan untuk meningkatkan daya saing. Strategi ini lebih banyak diterapkan pada perusahaan-perusahaan kecil dan menengah. Variabel lain yang digunakan dalam penelitian ini adalah, manufacturing strategy, competitive strategy, dan teknologi. Strategi manufaktur merupakan salah satu dimensi daya saing yang sering digunakan (Amoako-Gyampah, et.al., 2008; Avella, et.al., 2001; Demeter, 2003; Miltenburg, 2008). Empat kunci kompetitif manufaktur yang digunakan adalah cost, quality, delivery dan flexibility. Indikator kemampuan teknologi yang digunakan pada penelitian ini adalah existing production capability, access to new technology, process improvement capability, product improvement capability, dan new product development capability (Sirikrai, et al. 2006). Existing production capability mengacu pada pengetahuan tentang proses manufaktur serta kemampuan produksi. Access to new technology mengacu pada kemampuan untuk memperoleh dan menggunakan teknologi baru melalui bantuan teknis perjanjian atau lisensi, dan pengembangan usaha patungan atau joint proyek pengembangan teknologi. Process improvement capability mengacu pada kemampuan untuk meningkatkan teknologi manufaktur saat ini untuk memenuhi persyaratan pelanggan. Product improvement capability mengacu pada kemampuan untuk meningkatkan produk yang ada meliputi karakteristik, kinerja atau penampilan, untuk lebih memuaskan pelanggan. New product development capability merupakan kemampuan untuk merancang dan mengembangkan produk baru untuk memuaskan pelanggan, baik dengan sendiri atau dengan perusahaan lain. Penelitian ini dimulai dengan memetakan kondisi industri manufaktur yang ada berdasarkan standard klasifikasi ISIC 2 digit dan industri kreatif yang terdiri dari 14 sektor. Berdasarkan hasil pemetaan ini, kemudian diidentifikasi
9 variabel-variabel yang mempengaruhi daya saing kedua industri. Untuk menganalisis pola hubungan di antara variabel-variabel digunakan metode structural equation modelling (SEM). Hasil dari pola hubungan antar variabel kemudian dibuat skala prioritas dengan analytical hierarchy process (AHP) untuk menentukan bobot prioritas masing-masing kriteria. Hasil pembobotan kriteria ini kemudian digunakan sebagai pengembangan model daya saing industri kedua sektor industri melalui analisis SWOT. Kontribusi dari penelitian ini diharapkan mampu menghasilkan sebuah model daya saing yang dapat menjawab tantangan di masa mendatang Rumusan Masalah Perumusan masalah dalam penelitian ini dapat dinyatakan sebagai berikut: 1. bagaimana menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi daya saing industri manufaktur dan industri kreatif? 2. bagaimana menentukan bobot kriteria yang mempengaruhi daya saing industri pada masing-masing subsektor industri? 3. bagaimana menyusun model pengembangan daya saing industri manufaktur dan industri kreatif? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi daya saing industri manufaktur dan industri kreatif, 2. menentukan bobot kriteria yang mempengaruhi daya saing industri manufaktur pada masing-masing subsektor industri, 3. menyusun strategi pengembangan daya saing industri manufaktur dan industri kreatif berdasarkan bobot kriteria.
10 1.4. Batasan Masalah Pembatasan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. industri manufaktur yang dimaksud dalam penelitian ini berdasarkan definisi yang dikeluarkan oleh BPS, 2. klasifikasi industri manufaktur yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan standard klasifikasi ISIC (international standard industrial classification) 2 digit yang terdiri dari 9 subsektor industri. 3. industri kreatif yang digunakan berdasarkan cetak biru pengembangan ekonomi kreatif Indonesia dari Departemen Perdagangan RI yang terdiri dari 14 subsektor industri Asumsi Asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. sifat persaingan pasar adalah non monopoli, 2. model daya saing yang dikembangkan ada pada level industri, 3. indikator yang digunakan dalam variabel laten bersifat independent Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: 1. memberi masukan bagi pelaku industri mengenai variabel-variabel penentu yang mempengaruhi daya saing industri manufaktur dan industri kreatif sehingga dapat meningkatkan potensi daya saingnya, 2. memberikan informasi bagi pelaku industri agar dapat melakukan pengembangan industri manufaktur dan kreatif di wilayahnya berdasarkan model daya saing dalam penelitian ini.
11
Penentuan Kriteria Daya Saing Industri Manufaktur Dengan Pendekatan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP)
Penentuan Kriteria Daya Saing Industri Manufaktur Dengan Pendekatan Fuzzy Analytical Hierarchy Process (FAHP) Lukmandono Program Studi Teknik Mesin dan Industri, Universitas Gadjah Mada Jl. Grafika No.
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Badan Pusat Statistik Indonesia mencatat rata-rata penyerapan tenaga
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Era globalisasi ekonomi telah membawa pembaharuan yang sangat cepat dan berdampak luas bagi perekonomian di dalam negeri maupun di dunia internasional. Dampak yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era perdagangan bebas saat ini, telah terjadi perubahan secara fundamental, bahwa gerak perdagangan semakin terbuka, dinamis, dan cepat yang menyebabkan
Lebih terperinciDaya Saing Global Indonesia versi World Economic Forum (WEF) 1. Tulus Tambunan Kadin Indonesia
Daya Saing Global Indonesia 2008-2009 versi World Economic Forum (WEF) 1 Tulus Tambunan Kadin Indonesia Tanggal 8 Oktober 2008 World Economic Forum (WEF), berkantor pusat di Geneva (Swis), mempublikasikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Daya Saing Daerah Daya saing daerah menurut definisi yang dibuat UK-DTI adalah kemampuan suatu daerah dalam menghasilkan pendapatan dan kesempatan kerja yang tinggi dengan
Lebih terperinciVI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA
VI. STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI AGRO INDONESIA Penurunan daya saing sektor industri agro Indonesia pada tahun 1995-2000, khususnya dibandingkan dengan Thailand dan China, perlu diantisipasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Abad 21 yang ditandai dengan globalisasi ekonomi, merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, negara-negara di seluruh dunia menjadi satu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tabel 1. Pertumbuhan Ekonomi Negara di Dunia Periode (%)
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan ekonomi di kawasan Asia pada periode 24 28 mulai menunjukkan perkembangan yang pesat. Kondisi ini sangat memengaruhi perekonomian dunia. Tabel 1 menunjukkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Master Plan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Master Plan Latar belakang Penyusunan Cetak Biru (Master Plan) Pengembangan Penanaman Modal Kabupaten Banyuasin secara garis besar adalah Dalam rangka mewujudkan Visi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ekonomi saat ini telah sampai pada pembentukan pasar tunggal dan pusat produksi tunggal
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Munculnya new economy membuat perekonomian global tumbuh dengan cepat, hal tersebut terlihat dari perkembangan teknologi informasi yang lebih maju, penciptaan
Lebih terperinciADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014
ADHI PUTRA ALFIAN DIREKTUR PEMBERDAYAAN KOPERASI DAN UKM BATAM, 18 JUNI 2014 OUTLINE 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 2. ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI 2 1. LINGKUNGAN STRATEGIS 3 PELUANG BONUS DEMOGRAFI Bonus Demografi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Di era globalisasi saat ini, tingkat daya saing menjadi tolak ukur yang wajib dimiliki dalam mewujudkan persaingan pasar bebas baik dalam kegiatan maupun
Lebih terperinciPENENTUAN KRITERIA DAYA SAING INDUSTRI MAKANAN MINUMAN DAN TEMBAKAU DENGAN PENDEKATAN AHP
PENENTUAN KRITERIA DAYA SAING INDUSTRI MAKANAN MINUMAN DAN TEMBAKAU DENGAN PENDEKATAN AHP 1 Lukmandono, 2 Alva Edy Tontowi, 3 Andi Sudiarso, 4 Hargo Utomo 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, 4 Fakultas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah,
BAB I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai latar belakang penelitian, rumusan masalah, pertanyaan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian, lingkup penelitian, dan sistematika penulisan. 1.1.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Bela kang Pene litian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam era globalisasi dewasa ini, kita telah dan akan menghadapi beberapa ciri perdagangan bebas internasional sebagaimana ditetapkan dalam Putaran Uruguay
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bergulirnya wacana otonomi daerah di Indonesia berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menjadi stimulan berbagai daerah untuk mengembangkan daerah
Lebih terperinciANALISIS SWOT UNTUK MENENTUKAN KEUNGGULAN STRATEGI BERSAING DI SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR
ANALISIS SWOT UNTUK MENENTUKAN KEUNGGULAN STRATEGI BERSAING DI SEKTOR INDUSTRI MANUFAKTUR Lukmandono Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS)
Lebih terperinciKESEMPATAN KERJA PERDAGANGAN. Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja. Jakarta, 5 Juli 2013
KESEMPATAN KERJA MENGHADAPI LIBERALISASI PERDAGANGAN Rahma Iryanti Direktur Tenaga Kerja dan Pengembangan Kesempatan Kerja Jakarta, 5 Juli 2013 1 MATERI PEMAPARAN Sekilas mengenai Liberalisasi Perdagangan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya berusaha di bidang pertanian. Dengan tersedianya lahan dan jumlah tenaga kerja yang besar, diharapkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era otonomi daerah ini pemerintah Kabupaten/Kota di Indonesia menghadapi persoalan dalam membangun ekonomi maka suatu daerah harus membangun perekonomian yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengaruh bidang konstruksi pada suatu negara cukup besar. Bidang konstruksi berperan membangun struktur dan infra struktur di suatu negara. Infrastruktur yang memadai
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pariwisata saat ini telah menjadi salah satu motor penggerak ekonomi dunia terutama dalam penerimaan devisa negara melalui konsumsi yang dilakukan turis asing terhadap
Lebih terperinciKERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Teoritis
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Dayasaing Dayasaing merupakan kemampuan usaha suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan kompetitif. Dayasaing dapat diartikan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 Dengan diberlakukannya Masyarakat Ekonomi ASEAN Tahun 2015 maka ada beberapa kekuatan yang dimiliki bangsa Indonesia, di antaranya: (1)
Lebih terperinciNARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas
NARASI MENTERI PERINDUSTRIAN RI Pembangunan Industri yang Inklusif dalam rangka Mengakselerasi Pertumbuhan Ekonomi yang Berkualitas Sektor industri merupakan salah satu sektor yang mampu mendorong percepatan
Lebih terperinciREVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA. Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272
REVITALISASI KOPERASI DI TENGAH MEA Bowo Sidik Pangarso, SE Anggota DPR/MPR RI A-272 Apa itu Masyarakat Ekonomi Asia (MEA) MEA adalah agenda integrasi ekonomi negara-negara ASEAN yang bertujuan untuk meminimalisasi
Lebih terperinciPeningkatan Daya Saing Industri Manufaktur
XII Peningkatan Daya Saing Industri Manufaktur Globalisasi ekonomi menuntut produk Jawa Timur mampu bersaing dengan produk sejenis dari negara lain, baik di pasar lokal maupun pasar internasional. Kurang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konsep daya saing daerah berkembang dari konsep daya saing yang digunakan untuk perusahaan dan negara. Pemikiran Michael Porter banyak mewarnai pengembangan dan aplikasi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Era globalisasi menuntut adanya keterbukaan ekonomi yang semakin luas dari setiap negara di dunia, baik keterbukaan dalam perdagangan luar negeri (trade openness) maupun
Lebih terperinciBAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi)
BAB IV PEMBANGUNAN PERTANIAN DI ERA GLOBALISASI (Konsolidasi Agribisnis dalam Menghadapi Globalisasi) Sebagai suatu negara yang aktif dalam pergaulan dunia, Indonesia senantiasa dituntut untuk cepat tanggap
Lebih terperinciBagaimana suatu perusahaan menggunakan sistem informasi untuk menunjang strategisnya
Bagaimana suatu perusahaan menggunakan sistem informasi untuk menunjang strategisnya Sistem informasi secara umum dapat diartikan sebagai kesatuan elemen-elemen yang saling berinteraksi secara sistematis,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. strategi rantai pasok tersebut umumnya terjadi trade off antara kecepatan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien dalam mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. segala aspek parameter daya saing untuk memperkuat daya saing industri
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daya saing industri merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari daya saing ekonomi suatu bangsa. Daya saing industri harus melibatkan segala aspek parameter
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Persaingan global merupakan masalah besar bagi industri tekstil dan produk tekstil terutama bagi para pengusaha industri kecil dan menengah yang lebih mengalami masa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manajemen rantai pasok menurut Simchy-Levi dan Kaminsky (2003) adalah sebuah pendekatan yang digunakan secara efisien dalam mengintegrasikan pemasok, pabrik, gudang, dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal. ekonomi kawasan ASEAN yang tercermin dalam 4 (empat) hal:
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia mulai menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) pada awal tahun 2016, yang merupakan sebuah integrasi ekonomi yang didasarkan pada kepentingan bersama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas perkebunan terdiri dari tanaman tahunan atau tanaman keras (perennial crops) dan tanaman setahun/semusim (seasonal crops). Tanaman keras utama adalah kelapa
Lebih terperinciVII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN
76 VII. RANCANGAN SISTEM PENGEMBANGAN KLASTER AGROINDUSTRI AREN Sistem pengembangan klaster agroindustri aren di Sulawesi Utara terdiri atas sistem lokasi unggulan, industri inti unggulan, produk unggulan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang didefinisikannya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. ekonomi terbesar di dunia pada tahun Tujuan pemerintah tersebut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan Pemerintah Indonesia yang tertuang dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, adalah menjadikan Indonesia
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. standar proses, mendefenisikan daya saing adalah kemampuan untuk
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 41 Tahun 2007 tentang standar proses, mendefenisikan daya saing adalah kemampuan untuk menunjukkan hasil yang lebih baik,
Lebih terperinciSTRATEGI OPERASI DI LINGKUNGAN GLOBAL
STRATEGI OPERASI DI LINGKUNGAN GLOBAL Pengertian Globalisasi Kata globalisasi dari bahasa Inggris globalization. Global berarti universal yang mendapat imbuhan - lization yang bisa dimaknai sebagai proses.
Lebih terperinci6 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 104 Saran 105 DAFTAR PUSTAKA 106 LAMPIRAN 111 RIWAYAT HIDUP
iii DAFTAR ISI DAFTAR TABEL vi DAFTAR GAMBAR vii DAFTAR LAMPIRAN vii 1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 3 Tujuan Penelitian 4 Manfaat Penelitian 4 Ruang Lingkup Penelitian 4 2 TINJAUAN PUSTAKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang
17 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia, yang dilakukan secara berkelanjutan, berdasarkan kemampuan dengan pemanfaatan kemajuan
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN. infrastruktur yang terkandung dalam human capital, physical capital, structural
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa dengan menggunakan dan memaksimalkan pengetahuan, daya pikir, kreatifitas, jaringan dan infrastruktur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Jumlah Unit Usaha Kota Bandung Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Gambaran Umum Objek Penelitian 1.1.1 Potensi UMKM Kota Bandung Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di kota Bandung yang semakin berkembang ternyata membuat jumlah unit usaha tetap
Lebih terperinciMichael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) input yang dicapai oleh perusahaan. Akan tetapi, baik Bank Dunia, Porter, serta
2.1 Konsep dan Definisi Daya Saing Global Michael Porter (1990, dalam PPSK-BI dan LP3E FE UNPAD 2008) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional adalah produktivitas yang
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. terpisah, tetapi kedua lembaga tersebut menggunakan variabel yang hampir sama
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Daya Saing Global World Economic Forum (WEF) dan International Institute for Management Development (IMD) merupakan dua institusi yang sering dijadikan referensi untuk daya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Abad 21 saat ini merupakan suatu masa yang diwarnai oleh munculnya era
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Abad 21 saat ini merupakan suatu masa yang diwarnai oleh munculnya era globalisasi. Fenomena globalisasi merupakan era baru peradaban manusia dimana terjadi
Lebih terperinciMenentukan Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Daya Saing Industri Manufaktur dengan Pendekatan AHP
Menentukan Variabel-Variabel yang Mempengaruhi Daya Saing Industri Manufaktur dengan Pendekatan AHP Lukmandono *1), Minto Basuki 2), Jaka Purnama 3) 1, 3) Jurusan Teknik Industri, Institut Teknologi Adhi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri tercepat dan terbesar yang menggerakkan perekonomian. Menurut World
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selama beberapa dekade terakhir, pariwisata telah mengalami perkembangan dan perubahan yang membuat pariwisata menjadi salah satu industri tercepat dan terbesar
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) / ASEAN Economic Community (AEC) merupakan salah satu bentuk realisasi integrasi ekonomi dimana ini merupakan agenda utama negara
Lebih terperinciKetua Komisi VI DPR RI. Anggota Komisi VI DPR RI
PEMBERDAYAAAN KOPERASI & UMKM DALAM RANGKA PENINGKATAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT 1) Ir. H. Airlangga Hartarto, MMT., MBA Ketua Komisi VI DPR RI 2) A. Muhajir, SH., MH Anggota Komisi VI DPR RI Disampaikan
Lebih terperinciBAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR
BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya industri pengolahan nonmigas (manufaktur) menempati
Lebih terperinciBAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN
BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap pembentukan klaster industri kecil tekstil dan produk tekstil pada Bab IV. Pada bagian ini akan dilakukan analisis terhadap model
Lebih terperinciSEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 PT.
SEMINAR PERAN SISTEM MANUFAKTUR DALAM PENGEMBANGAN INDUSTRI DI INDONESIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS GUNADARMA DEPOK, 8 OKTOBER 2012 1 PENGEMBANGAN INDUSTRI MANUFAKTUR SEKTOR TRANSPORTASI MELALUI
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Konsep daya saing global menurut Michael Porter (1990) menyatakan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Dan Definisi Daya Saing Global Konsep daya saing global menurut Michael Porter (1990) menyatakan bahwa konsep daya saing yang dapat diterapkan pada level nasional tak
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. mempercepat terciptanya ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015,
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2007, para pemimpin negara anggota ASEAN sepakat untuk mempercepat terciptanya ASEAN Economic Community (AEC) di tahun 2015, yang akan mengubah ASEAN menjadi
Lebih terperinciPengembangan Industri Perangkat Lunak di Indonesia 1
Pengembangan Industri Perangkat Lunak di Indonesia 1 Ir. Wahyu C. Wibowo MSc. Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia wibowo@cs.ui.ac.id Pendahuluan Dibandingkan dengan sejumlah Negara tetangga, seperti
Lebih terperinciSATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA
RINGKASAN EKSEKUTIF SATU DEKADE KERJASAMA EKONOMI UNI EROPA-INDONESIA EKSPOR-IMPOR PENDORONG INVESTASI UNI EROPA DI INDONESIA DAFTAR ISI KATA PENGANTAR 4 INVESTASI UNI EROPA PENDORONG PERDAGANGAN INDONESIA
Lebih terperinciSeminar Nasional IENACO 2015 ISSN: PENENTUAN KRITERIA DAYA SAING INDUSTRI KREATIF DENGAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS
PENENTUAN KRITERIA DAYA SAING INDUSTRI KREATIF DENGAN ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS Lukmandono 1, Alva Edy Tontowi 2, Andi Sudiarso 3, Hargo Utomo 4 1,2,3 Jurusan Teknik Mesin dan Industri, 4 Fakultas Ekonomi
Lebih terperinciANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN OPERASI INTERNASIONAL
ANDRI HELMI M, SE., MM MANAJEMEN OPERASI INTERNASIONAL 1 STRATEGI OPERASI DALAM LINGKUNGAN GLOBAL Manajemen Operasional di lingkungan global dan pencapaian keunggulan kompetitif melalui operasional 2 APA
Lebih terperinciAkumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa. Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi impor
Bisnis Internasional #2 Nofie Iman Merkantilisme Berkembang di Eropa abad ke-16 hingga 18 Akumulasi logam mulia adalah esensial bagi kekayaan suatu bangsa Kebijakan ekonomi: mendorong ekspor dan membatasi
Lebih terperinciSTRATEGI PENINGKATAN KEMAMPUAN ADOPSI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING UKM
STRATEGI PENINGKATAN KEMAMPUAN ADOPSI TEKNOLOGI INFORMASI UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING UKM PENDAHULUAN UKM adalah salah satu sektor ekonomi yang sangat diperhitungkan di Indonesia karena kontribusinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tetap terbuka pada persaingan domestik. Daya saing daerah mencakup aspek yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daya saing ekonomi menunjukkan kemampuan suatu wilayah menciptakan nilai tambah untuk mencapai kesejahteraan yang tinggi dan berkelanjutan dengan tetap terbuka pada
Lebih terperinciTantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015
Tantangan dan Peluang UKM Jelang MEA 2015 Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) 2015 segera dimulai. Tinggal setahun lagi bagi MEA mempersiapkan hal ini. I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UKMK,
Lebih terperinciBAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR
BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR BAB 17 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR A. KONDISI UMUM Sebagai motor penggerak (prime mover) pertumbuhan ekonomi, sektor industri khususnya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia usaha di Indonesia mengalami perubahan ketika memasuki era globalisasi dan perdagangan bebas. Hal ini dikarenakan Indonesia terlibat dalam kawasan perdagangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Industri jasa konstruksi memiliki arti penting dan strategis dalam pembangunan nasional mengingat industri jasa konstruksi menghasilkan produk akhir berupa bangunan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. khususnya yang dihasilkan dari industri agro perlu dianalisis, dipahami
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Semakin liberalnya perdagangan dunia akan menuntut peningkatan daya saing produk Indonesia di pasar global. Kemampuan bersaing produk Indonesia khususnya yang dihasilkan
Lebih terperinciANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H
ANALISIS STRUKTUR, PERILAKU, KINERJA DAN DAYA SAING INDUSTRI ELEKTRONIKA DI INDONESIA JOHANNA SARI LUMBAN TOBING H14104016 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menjadi sebuah wacana yang menarik untuk didiskusikan dalam berbagai bidang, tak terkecuali dalam bidang ekonomi. Menurut Todaro dan Smith (2006), globalisasi
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Bisnis di industri farmasi masih terus berkembang dan menggiurkan bagi para pelaku bisnis farmasi. Hal ini dipicu oleh peningkatan pertumbuhan pengeluaran pada obat-obatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan energi dunia akan semakin besar seiring dengan pesatnya perkembangan industrialisasi modern saat ini. Salah satu yang harus terus tetap terpenuhi agar roda
Lebih terperinciAKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian
AKSELERASI INDUSTRIALISASI TAHUN 2012-2014 Disampaikan oleh : Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Jakarta, 1 Februari 2012 Daftar Isi I. LATAR BELAKANG II. ISU STRATEGIS DI SEKTOR INDUSTRI III.
Lebih terperinciSEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat.
SEMINAR NASIONAL Dinamika Pembangunan Pertanian dan Pedesaan: Mencari Alternatif Arah Pengembangan Ekonomi Rakyat Rumusan Sementara A. Pendahuluan 1. Dinamika impelementasi konsep pembangunan, belakangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dan perubahan dalam bidang ekonomi membawa dampak yang besar terhadap tata kelola suatu bisnis dan strategi bersaing perusahaan. Perubahan lingkungan
Lebih terperinciPRESS RELEASE. LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017
PRESS RELEASE LAPORAN STUDI IMD LM FEB UI Tentang Peringkat Daya Saing Indonesia 2017 Pada tanggal 1 Juni 2017, International Institute for Management Development (IMD) telah meluncurkan The 2017 IMD World
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang sebagian penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian. Menurut BPS (2013) jumlah penduduk yang bekerja di sektor
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Distribusi Persentase PDRB Kota Bogor Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000 Tahun
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kota Bogor merupakan sebuah kota yang berada di Provinsi Jawa Barat. Kedudukan Kota Bogor yang terletak di antara wilayah Kabupaten Bogor dan dekat dengan Ibukota Negara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. mengharuskan perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa globalisasi dan persaingan yang ketat pada saat ini mengharuskan perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan bisnisnya agar dapat terus bertahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. terciptanya konsep balanced scorecard. Sejarah balanced scorecard dimulai dan
BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Idealnya, setiap manajemen perusahaan memerlukan suatu alat ukur untuk mengetahui seberapa baik performa perusahaan. Objek yang selalu diukur adalah bagian keuangan,
Lebih terperinciC. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages
B. Rumusan Masalah Bagaimana peran pemerintah India dalam mendorong peningkatan daya saing global industri otomotif domestik? C. Peran Negara dalam Pemaksimalan Competitive Advantages Penelitian ini merupakan
Lebih terperinciLOGO STRATEGI KOPERASI DALAM PASAR GLOBAL
LOGO STRATEGI KOPERASI DALAM PASAR GLOBAL www.rullyindrawan.wordpress www.rullyindrawan.wordpress.com Sekretaris Prodi Ekonomi Koperasi FKIP Unpas (1985-1992) Sekretaris Lembaga Penelitian Unpas (1992-1997)
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai teori pembangunan ekonomi, mulai dari teori ekonomi klasik (Adam Smith, Robert Malthus dan David Ricardo) sampai dengan teori ekonomi modern (W.W. Rostow dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia,
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Sektor industri merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, selain dua sektor lainnya, yaitu sektor pertanian dan sektor jasa. Seiring dengan
Lebih terperinciMRP Pertemuan 6 BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN
BAB 6 IMPLIKASI STRATEGI MANAJEMEN RANTAI PASOKAN Implikasi Secara Umum 1. Pengembangan manajemen logistik Manajemen Rantai Pasokan pada hakikatnya pengembangan lebih lanjut dari manajemen logistik, yaitu
Lebih terperinciBIRO PERENCANAAN DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN
BIRO PERENCANAAN DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN PENGEMBANGAN KOMPETENSI INTI DAERAH DALAM RANGKA PENINGKATAN DAYA SAING DAERAH DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN 2009 LATAR BELAKANG SEKTOR INDUSTRI MERUPAKAN MOTOR UTAMA
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor. merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang.
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam konteks ekonomi pembangunan, perluasan terhadap ekspor merupakan faktor penentu kunci pertumbuhan ekonomi di negara berkembang. Gouws (2005) menyatakan perluasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Ukuran kinerja tradisional menggunakan kinerja keuangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Ukuran kinerja tradisional menggunakan kinerja keuangan sebagai pengukuran kinerja utama, ukuran ini kurang fokus terhadap strategi, minim variasi perbaikan, masalah
Lebih terperinci6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN Kebijakan di dalam pengembangan UKM
48 6. ANALISIS DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 6.1. Kebijakan di dalam pengembangan UKM Hasil analisis SWOT dan AHP di dalam penelitian ini menunjukan bahwa Pemerintah Daerah mempunyai peranan yang paling utama
Lebih terperinciBAB 18 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR
BAB 18 PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI MANUFAKTUR Kurang kondusifnya lingkungan usaha memiliki implikasi besar terhadap penurunan daya saing ekonomi, terutama bagi sektor-sektor industri sebagai lapangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di kawasan Indonesia sendiri telah diberlakukan perdagangan bebas ASEAN-
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perdagangan bebas semakin meningkat dalam sepuluh tahun terakhir ini. Di kawasan Indonesia sendiri telah diberlakukan perdagangan bebas ASEAN- China (ACFTA, ASEAN-China
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan mutu pada karet remah (crumb
13 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Definisi Karet Remah (crumb rubber) Karet remah (crumb rubber) adalah karet alam yang dibuat secara khusus sehingga terjamin mutu teknisnya. Penetapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. global, dimana perkembangan pada sektor perekonomian telah membawa
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Era globalisasi melahirkan fenomena baru dalam struktur perekonomian global, dimana perkembangan pada sektor perekonomian telah membawa perubahan yang cukup
Lebih terperinciLAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013
LAPORAN SOSIALISASI HASIL DAN PROSES DIPLOMASI PERDAGANGAN INTERNASIONAL MEDAN, SEPTEMBER 2013 I. PENDAHULUAN Kegiatan Sosialisasi Hasil dan Proses Diplomasi Perdagangan Internasional telah diselenggarakan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. maupun industri lainnya. Hal ini disebabkan oleh karena adanya perkembangan pesat
B a b I P e n d a h u l u a n 1 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN Pertumbuhan perekonomian Indonesia saat ini sudah semakin berkembang khususnya pada perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam
Lebih terperinciStrategi Operasi. Perspektif Global
Strategi Operasi Perspektif Global Globalisasi Semakin berkurangnya faktor faktor pembatas dalam produktivitas Meningkatnya perdagangan dunia Pasar modal global Pergerakan penduduk seluruh dunia Perusahaan
Lebih terperinci