BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa di

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Masa remaja dianggap sebagai periode badai dan tekanan, suatu masa di mana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar, tetapi tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan, namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola perilaku yang baru. Masalah yang berhubungan dengan percintaan merupakan masalah yang pelik dalam periode ini. Bila kisah cinta berjalan lancar, remaja merasa bahagia, tetapi mereka menjadi sedih bilamana percintaan kurang lancar (Hurlock, 1998). Havighurst mengemukakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-tugas yang harus dapat dipenuhi. Tugas ini dalam batas tertentu bersifat khas untuk setiap masa hidup seseorang. Havighurst menyebutnya sebagai tugas perkembangan yang harus dilakukan oleh seseorang dalam masa hidupnya. Pada artinya bahwa para remaja melaksanakan tugas perkembangan yang khas umurnya, tetapi di samping itu juga masing banyak melakukan tugas perkembangan anak sekolah dan juga dalam batas tertentu sudah melaksanakan tugas masa dewasa awal (Roscue & Peterson, 1984). Salah satu dari tugas perkembangan yang dikemukakan Havighurst yaitu menjalin hubungan yang lebih matang baik pria atau wanita. Oleh karena itu, pada masa remaja sangat banyak dijumpai permasalahan-permasalah yang berhubungan dengan 1

2 bagaimana mereka menjalin hubungan dengan lawan jenisnya, sampai dengan masa berpacaran. Pada kehidupan remaja merupakan masa yang penuh gejolak. Pada masa ini, suasana hati dapat berubah dengan sangat cepat. Berikut ini sebuah pernyataan yang dikemukakan oleh salah seorang partisipan : Perubahan mood yang drastis pada remaja ini sering kali dikarenakan beban pekerjaan rumah, pekerjaan sekolah, kegiatan sehari-hari di rumah, sampai dengan masalah pacaran.... Pada masa berpacaran, terdapat perlakuan yang ditampilkan oleh para pasangan remaja untuk menunjukkan rasa cinta masing-masing, baik dalam tingkah laku maupun dalam perkataan. Dilihat dari masalah percintaan pada remaja, mereka sangat banyak berkorban dalam hal apapun untuk memenuhi keinginan pasangan mereka. ( Bayu, 2006 ), seperti yang dikemukakan oleh Witri, salah seorang remaja putri : Banyak remaja yang ngerasa kalau jadi pacar atau punya pacar bikin hidup terasa lebih indah. Katanya sih, mereka udah nemuin soulmate alias belahan jiwanya. Seseorang yang memanjakan perasaan cintanya, yang menjaga dan melindunginya, yang begitu perhatian dan peduli padanya, yang menyediakan shoulder to cry on, yang mengulurkan tangannya saat salah satunya down, hingga rela berkorban untuk memenuhi permintaan sang pujaan hati. Pokonya romantis abis! Hari-hari mereka lalui dengan bersama, acara jalan bareng sambil gandengan tangan atau mojok berdua untuk saling bertukar cerita jadi menu wajib. Kalo gak jalan bareng minimal mengobral kata-kata cinta lewat via SMS. Inilah penyakit remaja kalau lagi kasmaran. Enggak berpisah walau sesaat. Bawaannya kangen mulu. Waduh!... (Wawancara personal, 24 April 2007). Menurut Irawan (2003), setelah melewati masa pacaran, sebahagian besar para remaja juga banyak yang mengalami putus pacaran. Kesan pertama yang diambil dari seseorang yang putus pacaran adalah kesedihan yang mendalam. 2

3 Sangat bertolak belakang dengan saat berpacaran, selalu lesu, tiada bergairah, dan tentunya tanpa semangat. Keceriaan hilang berganti dengan kemurungan. Perasaan gembira seketika berubah menjadi keluhan yang tidak terucapkan, tidak ketinggalan air mata bahagia menjadi berubah menjadi deraian air mata kesedihan.dunia serasa runtuh dan tidak ada lagi denyut kehidupan. Hidup serasa menjadi begitu hampa. Hari-hari terasa begitu lambat dan berat untuk dilewati, apa saja yang dilakukan salah. Ada perasaan bahwa ia adalah orang yang paling tidak beruntung, emosinya menjadi tinggi, dan juga ada yang sampai pada tingkat depresi. Hal ini bisa sangat fatal apabila terjadi pada remaja, karena dalam pikiran para remaja, mungkin kejadian tersebut adalah akhir dari kehidupan mereka yang menjadi sangat kesepian dan juga menarik diri dari pergaulannya. ( pada remaja/06/08/02.htm). Menurut penelitian Pickow & Appleby (dalam Inglis, 2004), remaja yang mengalami putus pacaran, dampaknya lebih berbahaya dibandingkan dengan orang yang sudah memasuki masa dewasa mengalami putus pacaran. Pada para remaja, dengan pemikiran yang masih sangat dangkal, mereka akan berpendapat, putus pacaran membuat hidup menjadi kosong, sehingga tidak ada lagi semangat untuk meneruskan perjuangan hidup mereka. Menurut Dr. Irmansyah, Spkj(K), respon seseorang yang menghadapi putus pacaran akan berbeda satu sama lain, tergantung pada kepribadian, intensitas hubungan, dan lain-lain. Orang yang memiliki kepribadian introvert cenderung bereaksi diam mematung ketika sedang putus pacaran, sebaliknya 3

4 orang yang berkepribadian ekstrovert cenderung lebih histeris ketika menghadapi putus pacaran. Menurut penelitian Beck (2000), remaja yang berkepribadian introvert, akan memiliki dampak yang lebih berbahaya ketika mengalami putus pacaran. Hal tersebut disebabkan karena ia terbiasa memendam sendiri masalah yang dihadapinya, sehingga akan besar kemungkinannya untuk melampiaskan permasalahan tersebut dengan hal-hal yang dianggap membahayakan, seperti narkoba, bunuh diri, pergaulan bebas dan lain-lain. Lain halnya pada remaja yang berkepribadian ekstrovert, ia akan lebih cenderung mencurahkan isi hatinya, atau menceritakan semua permasalahannya kepada sahabat atau kerabat dekat lainnya. Menurut penelitian Stroube (2000), remaja yang mengalami putus pacaran, pasti akan merasakan kesepian. Apapun tipe kepribadiannya, baik introvert maupun ekstrovert, ketika mengalami putus pacaran, perasaan kesepian pasti akan muncul pada diri remaja, hanya cara mengatasinya saja yang berbeda. Menurut Widyati (2003), perasaan kesepian pada umumnya semua orang mengalaminya, siapapun dia, apapun latar belakangnya, dan berapapun usianya. Orang-orang yang mudah kesepian terungkap dalam suatu penelitian biasanya mereka berusia remaja dan pemuda. Lebih lanjut, orang yang terkena kesepian ini kebanyakan yang berkepribadian introvert dan pemalu. Kesepian bagaimanapun harus diatasi, kesepian yang terus menerus dapat menyebabkan percaya diri yang berkurang. Gangguan fisik yang biasanya dialami akibat perasaan kesepian adalah cepat lelah, pusing atau sakit kepala, kehilangan nafsu makan, gangguan menstruasi dan masih banyak lagi. Perubahan psikis yang biasanya dialami akibat 4

5 perasaan kesepian adalah sering melamun, suka menyendiri, perasaan tidak berguna, depresi, hilang konsentrasi belajar, sukar tidur dan banyak lagi ( Menurut Wisama (2005), kesepian bisa disebabkan oleh tiga penyebab. Pertama, keadaan pribadi seseorang yang baru putus pacaran. Kedua, disebabkan karena lingkungan, seseorang datang ke pesta ulang tahun yang salah. Tentu saja ia kesepian di tengah banyak orang, karena tidak seorangpun yang dikenalnya. Ketiga, gabungan keduanya, seseorang yang baru diputus oleh pacarnya dan datang ke pesta yang salah. Kesepian pernah dirasakan oleh kita semua, hal ini mengakibatkan menurunnya kepercayaan diri dan pengalaman yang tidak menyenangkan. Kesepian adalah suatu rasa yang kurang menyenangkan saat melakukan hubungan sosial dan mengharapkan peristiwa itu segera berakhir ( cinta.web-log.nl/mijn_weblog/coloums/index.html). Menurut penelitian Blomqvist, Roustasalo & Pitkala (2003), kesepian adalah perasaan yang sangat dikhawatirkan, karena kesepian itu akan lebih menimbulkan dampak negatif daripada dampak positifnya. Pada penelitian mereka, perasaan kesepian dapat menimbulkan depresi, konsentrasi yang berkurang, dan bisa mengakibatkan kefatalan dan dapat merugikan diri sendiri. Menurut penelitian Kolb & Schon (dalam Inglis, 2004), seseorang yang awalnya memiliki mental yang normal, akan dengan cepat berubah dengan sendirinya dan juga mengalami perubahan psikis dengan sendirinya jika seseorang tersebut mengalami perasaan kesepian. 5

6 Berikut ini adalah hasil wawancara peneliti dengan Mira, seorang remaja putri, yang baru mengalami putus pacaran : Aku baru aja putus...emmm...gak bisa ngapa-ngapain..duh, gak bisa konsentrasi belajar nih, mikir-mikir yang lain aja aku gak bisa. Hemmm...biasanya pagi-pagi dia dah nelfon, nanya dah makan, dah mandi, ngajak jalan...sekarang telfon aku tinggal di kamar pun kayaknya gakpapa. Sepi kali gak ada dia, rasanya gak enak kali, sakit hati...huuuh...aku kesepiaan, biasanya jam segini kami ketemuan...emmm...dia sering temenin aku kemana-mana...huuuuh gak enak kali yah kalo lagi putus ama pacar gini....(wawancara Personal, 30 April 2007) Perpisahan dengan orang yang selama ini dianggap dekat sering kali menjadi pengalaman yang menyakitkan dan dapat mempengaruhi hampir setiap sisi dalam kehidupan. Ketika pasangan mengalami kegagalan dalam menjalani hubungan pacaran, kemungkinan akan muncul distress dan kemarahan (Fischman, dalam Baron & Byrne, 1997). Hal ini dikarenakan mereka telah menghabiskan waktu bersama, saling memberi dan menerima, mengekspresikan diri dan menjalankan komitmen bersama. Kesepian terjadi didalam diri seseorang dan tidak dapat dideteksi dengan hanya melihat orang tersebut, sehingga kesepian lebih bersifat subjektif yang dirasakan pada saat hubungan sosial. Kita mengalami suatu kekurangan yang bisa bersifat kuantitatif seperti kita mungkin tidak mempunyai teman atau mempunyai sedikit teman dimana tidak seperti yang kita inginkan; dan dapat pula bersifat kualitatif seperti kita mungkin merasa bahwa hubungan sosial kita kurang memuaskan dibandingkan dengan apa yang kita harapkan (Sears dkk. 1999). Kesepian diartikan oleh Peplau dan Perlman sebagai perasaan dirugikan dan tidak terpuaskan yang dihasilkan dari kesenjangan antara hubungan sosial 6

7 yang dinginkan dan hubungan sosial yang dimiliki (dalam Brage, Meredith & Woodward, 1998). Menurut Robert Weiss (dalam Santrock, 2003), kesepian merupakan reaksi dari ketiadaan jenis-jenis tertentu dari hubungan. Menurut Sullivan, kesepian adalah sesuatu yang paling menyakitkan dalam semua pengalaman manusia, yang dihasilkan ketika seseorang membutuhkan kontak tetapi tidak menemukannya. kesepian, menurut Sullivan, pertama kali ditemukan pada masa remaja (dalam Buchholz, 1999). Kita sering beranggapan bahwa orang dewasa yang telah berumur adalah individu-individu yang paling merasa kesepian, namun survei menunjukkan bahwa tingkat kesepian yang paling tinggi sering muncul pada masa remaja akhir dan masa muda (Cutrona dalam Santrock, 2003). Beberapa remaja merasa kesepian karena mereka memiliki kebutuhan yang kuat akan keintiman namun belum memiliki keterampilan sosial yang baik atau kematangan hubungan untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Mereka mungkin merasa terisolasi dan berpikir bahwa mereka tidak memiliki seorang pun yang bisa memberikan keintiman (dalam Santrock, 2003). Weiss (dalam Santrock, 2003) menyebutkan adanya dua bentuk kesepian yaitu isolasi emosional dan isolasi sosial yang berkaitan dengan tidak tersedianya kondisi sosial yang berbeda-beda. Isolasi emosional (emotional isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang tidak memiliki ikatan hubungan yang intim; orang dewasa yang lajang, bercerai, dan ditinggal mati oleh pasangannya sering mengalami kesepian jenis ini. Sebaliknya, isolasi sosial (social isolation) adalah suatu bentuk kesepian yang muncul ketika seseorang 7

8 tidak memiliki keterlibatan yang terintegrasi dalam dirinya; tidak ikut berpartisipasi dalam kelompok atau komunitas yang melibatkan adanya kebersamaan, minat yang sama, aktivitas yang terorganisasi, peran-peran yang berarti; suatu bentuk kesepian yang dapat membuat seseorang merasa diasingkan, bosan, dan cemas. Remaja sering mengalami kedua bentuk kesepian yang disebutkan di atas. Ketidaksertaan dalam kegiatan bersama teman klik atau kerumunan dapat menimbulkan isolasi yang terasa menyakitkan. Tidak berkencan atau memiliki kekasih dapat meningkatkan kesepian berbentuk isolasi emosional (Santrock, 2003). Alina (2006) mengatakan bahwa kesepian akibat berpisah dengan orangorang yang dicintai dapat membangun suatu reaksi emosional seperti kesedihan, kekecewaan bahkan rasa geram yang membuat marah pada lingkungan dan diri sendiri. Kesepian pun dapat menimbulkan perasaan sengsara yang berkepanjangan karena kesepian dapat menumbuhkan suatu keinginan untuk melakukan bunuh diri karena merasa frustasi dan tidak berguna ( Terdapat beberapa penyebab mengapa seseorang merasa tidak puas dengan relasi yang mereka jalin dengan lingkungannya sehingga mudah merasa kesepian. Terkait dengan penyebab kesepian, menurut Anta (2006), kesepian dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Merasa tidak memiliki ikatan emosional yang erat, seperti tidak mempunyai sahabat tempat berbagi perasaan, tidak memiliki pasangan oleh karena 8

9 perceraian, atau tidak mampu mengatasi konflik berlanjut dengan pasangan sehingga jarak emosional dengan pasangan semakin jauh, atau memang sama sekali belum menikah, bahkan belum pernah punya pacar. 2. Merasa teralienasi oleh karena merasa berbeda, merasa tidak dipahami oleh lingkungan, merasa tidak dibutuhkan, dan tidak memiliki teman dekat yang cocok. 3. Hidup sendiri sehingga ketika pulang ke rumah selalu mendapati rumah yang kosong. 4. Terisolasi karena terpaksa tinggal di rumah oleh berbagai sebab, seperti menderita penyakit menahun dan tidak bisa pergi ke mana-mana, dirawat di rumah sakit, atau kendaraan sulit diperoleh untuk pergi dari rumah yang jauh jaraknya dari pusat kota Remaja yang menyatakan dirinya kesepian, cenderung menilai dirinya tidak berharga dan tidak dicintai. Harga diri yang tidak optimal inilah yang membuat dirinya merasa kesepian dan pada akhirnya ia merasa tidak nyaman dalam lingkungan ia berada. Hal ini sangat perlu diwaspadai para remaja adalah apabila ia merasa kesepian dan mengalami keadaan depresi, maka dengan sendirinya akan kehilangan gairah hidup, pesimis, kurang inisiatif dan akhirnya membuat remaja lambat dalam berfikir.( hal ini seperti yang dikemukakan oleh seorang remaja : Yang jelas, aku galau, drop kali, aku kesepian kali...rasanya separuh hatiku tuh ilang, dia bener-bener hidup aku, aku gak bisa putus dari dia...uuuuh...makan aja gak selera, mau ngapa-ngapain aja gak konsen, semenjak putus kayaknya aku jadi angin-anginan nih...yang jelas 9

10 sebenarnya aku gak bisa sendirian. Kalo kayak gini bawaannya pengen hang out terus ama teman-teman...hmmm yaaa...yang pasti minum-minum dikitlah ummm...mabuk-mabuk gitulah...keqmana yah, cuman itu yang bisa buat tenang kalo kondisinya kayak gini... (Wawancara Personal, 30 April 2007). Para remaja juga sering mengaggap diri mereka serba mampu, sehingga sering sekali mereka tidak memikirkan akibat dari perbuatan mereka. Tindakan impulsif sering dilakukan, sebagian karena mereka tidak sadar, dan belum bisa memperhitungkan akibat jangka pendek atau jangka panjang ( Ketika para remaja mengalami putus pacaran, sebagian besar dari mereka mempunyai pemikiran bahwa itulah akhir dari hidup mereka. Berdasarkan pada uraian latar belakang di atas, peneliti merasa tertarik untuk meneliti bagaimana kesepian pada remaja yang putus pacaran. Mengingat pada kalangan remaja mempunyai keunikan tersendiri dalam menghadapi masalah percintaan Masalah Penelitian Permasalahan yang ingin diteliti adalah : Bagaimana gambaran kesepian pada remaja yang putus pacaran? 1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan, manggambarkan, atau mendeskripsikan masalah-masalah yang dihadapi oleh remaja yang mengalami kesepian karena putus pacaran serta bagaimana dampak 10

11 kesepian yang dilakukan pada remaja untuk mengatasi masalahnya tersebut Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis Manfaat teoritis dari penelitian ini adalah untuk memperluas khasanah dalam psikologi klinis, khususnya mengenai kesepian pada remaja yang putus pacaran. 2) Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai bahan masukan bagi pihakpihak yang terlibat langsung dalam penelitian ini. Dari hasil penelitian ini, diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi para pembaca mengenai kesepian pada remaja. I.5. SISTEMATIKA PENULISAN Penelitian ini dirancang dengan susunan sebagai berikut : Bab I adalah pendahuluan yang berisikan tentang latar belakangpermasalahan, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penulisan. Bab II diutarakan landasan teori yang terdiri dari teori-teori yang menjelaskan data penelitian yaitu teori tentang kesepian, remaja, pacaran dan putus hubungan pacaran. 11

12 Bab III membicarakan tentang metode penelitian kualitatif yang digunakan termasuk subjek dan lokasi penelitian, selain itu juga memuat teknik pengambilan responden dalam penelitian ini serta metode pengambilan data yang digunakan. Bab IV analisa data dan interpretasi, dalam bab ini akan memuat deskripsi data, analisa data dan pembahasan. Bab V kesimpulan dan saran, dalam bab ini akan dijelaskan kesimpulan dari penelitian ini serta saran-saran yang dianjurkan mengenai penelitian ini. 12