I. GEOLOGY BATUBARA. I. Pembentukan Batubara

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "I. GEOLOGY BATUBARA. I. Pembentukan Batubara"

Transkripsi

1 I. GEOLOGY BATUBARA Tumbuhan atau pohon yang telah mati berjuta tahun yang lalu, kemudian membusuk atau mengurai secara tidak sempurna karena kondisi tertentu, sehingga membentuk suatu fossil tumbuhan yang selanjutnya dipengaruhi oleh waktu, temperature, dan tekanan, maka terbentuklah suatu sedimen organik yang disebut BATUBARA I. Pembentukan Batubara Apabila ada suatu tumbuhan atau pohon yang mati, kemudaian jatuh ke tanah yang kering, maka tumbuhan tersebut akan membusuk dan akhirnya hilang tidak meninggalkan sisa organik, karena diuraikan oleh bakteri pengurai. Akan tetapi apabila suatu tumbuhan atau pohon yang sudah mati kemudian jatuh di daerah yang berair seperti rawa, sungai, atau danau, maka tumbuhan tersebut tidak akan mengalami pembusukan secara sempurna, karena pada kedalaman tertentu bakteri tidak lagi bisa menguraikan tumbuhan tersebut baik bakteri aerob maupun anaerob. Akibatnya sisa tumbuhan tersebut akan terus mengendap membentuk suatu sediment fossil tumbuhan yang selanjutnya mengalami perubahan fisik dan biokimia serta dipengaruhi oleh waktu, tekanan, dan temperature, sehingga membentuk suatu sediment atau batuan organik yang sekarang disebut BATUBARA. Proses pembentukan batubara terjadi beberapa tahap, dan tahapan-tahapan tersebut disebut Coalification. Proses coalification tersebut dimulai dari Peat sampai Antrasit. I.1 Teori Pembentukan Batubara Pada dasarnya semua teori setuju bahwa batubara berasal dari fossil tumbuhan. Namun demikian ada beberapa teori yang menerangkan bagaimana proses terjadinya batubara tersebut. Diantaranya ada dua teori yang penting untuk diketahui yaitu teori INSITU dan teori DRIFT. Teori INSITU menjelaskan bahwa batubara terbentuk di daerah dimana tumbuhan tersebut berasal atau dengan kata lain endapan batubara tersebut berada di hutan atau di daerah bekas hutan tumbuhan yang membentuk batubara tersebut. Batubara yang Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 1

2 terbentuk dengan teori insitu hanya terjadi di hutan basah atau daerah hutan yang berawa karena di daerah seperti ini beberapa jenis bakteri pengurai tidak aktif, bahkan mati. Sedangkan di daerah hutan kering, pembusukan terjadi sempurna sehingga tidak ada material organik yang tersisa kecuali mineral yang kembali ke tanah dan pada kondisi ini tumbuhan yang mati tersebut tidak akan menjadi batubara. Teori DRIFT menjelaskan bahwa batubara terbentuk didaerah yang bukan merupakan daerah dimana tumbuhan pembentuk batubara tersebut berasal. Tumbuhan atau pohon yang sudah mati, kemudian terbawa oleh air (banjir), kemudian terendapkan di delta-delta sungai atau didalam danau purba sehingga pembusukan tumbuhan tersebut tidak sempurna dan akhirnya membentuk fossil tumbuhan yang kemudian menjadi batubara dengan teori DRIFT. I.2 Proses Pembentukan Batubara (Coalification) Proses atau tahap pertama pembentukan batubara adalah pembentukan Peat atau yang disebut dengan Peatification. Pada tahap ini terjadi perubahan secara biokimia atau perubahan diagenetik. Perubahan yang cepat terjadi pada top 0.5 meter dimana pada kedalaman ini bakteri aerob yang aktif dan menguraikan vegetasi tersebut. Pada level lebih bawah lagi yang aktif adalah bakteri anaereob. Bakteri ini mengkonsumsi oksigen dari molekul organik. Bakteri ini biasanya aktif sampai kedalaman 10 M, di bawah kedalaman tersebut perubahan yang terjadi adalah perubahan kimia seperti ; polymerisasi, reaksi reduksi dan lain-lain. Pada kedalaman ini berat akumulasi peat menyebabkan tekanan bertambah, dan perubahan fisik pun terjadi pada peat tersebut. Pada prinsipnya perubahan fisik tersebut merupakan pemerasan kelebihan air dari endapan peat tersebut. Penurunan kandungan moisture pada proses ini tercatat sekitar 1 % untuk setiap kedalaman 10m. Kandungan Carbon pada lapisan bagian atas bertambah agak cepat seiring dengan terjadinya pembusukan pada zat-zat selulosa. Kenaikan kandungan Carbon dalam basis d.a.f. (dry ash free) mencapai 40-50% sampai 55-60% terjadi pada top 0.5m. Pada transisi dari Peat ke Lignite adalah disebabkan oleh perubahan diagenetik, dan perubahan selanjutnya merupakan metamorfosis atau perubahan bentuk yang disebabkan oleh perubahan fisika dan perubahan kimia akibat terjadinya pengaruh tekanan dan panas terhadap endapan tersebut. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 2

3 Pada transisi dari Peat ke Lignite dan selanjutnya ke sub-bituminous, terjadi penurunan porositas secara drastis. Penurunan porositas ini disebabkan oleh terjadinya kompresi lapisan batubara tersebut oleh berat dari overburden. Penurunan porositas menyebabkan penurunan pula pada kandungan moisture, (baik moisture holding capacity, Total moisture, maupun air dried moisturre). Pada Lignite moisture berkurang sampai 4 % untuk setiap kedalaman 100m. Sedangkan pada transisi dari Lignite ke sub-bituminous terjadi penurunan moisture 1 % untuk setiap kedalaman m. Penurunan moisture tersebut diikuti dengan naiknya nilai kalori pada basis dry ash free. Selama transisi dari Lignite ke sub-bituminous menghasilakan produk dari reaksi coalification yaitu; moisture,carbon dioksida, dan gas methan dalam jumlah yang kecil yang merupakan hasil pembusukan sisa-sisa lignin. Pada batubara high volatile bituminous kelanjutan tahap coalification ditunjukan dengan terus berkurangnya oxygen dan moisture yang menghasilkan naiknya nilai kalori. Perubahan transisi dari biuminous ke antrasit, diikuti dengan menurunya nilai Volatile matter yang cukup drastis. Penurunan volatile matter (daf) pada transisi ini mencapai lebih dari 14 % - 40 %. Sedangkan kenaikan carbon (daf) nya adalah dari 85% sampai 90%. Perubahan ini disebabkan oleh terjadinya perubahan kimia dalam molekul batubara. Pada kelas sub-bituminous susunan molekul batubara terdiri dari campuran rantai lurus hidrokarbon (alifatik) dan beberapa struktur cincin siklik (aromatik). Selama proses coalification, molekul hidrokarbon batubara terus mengalami pemadatan membentuk lebih banyak struktur aromatik. Pada tahap sub-bituminous, struktur cincin aromatik tersebut membentuk clusters atau kelompok kecil dengan rata-rata 3 cincin aromatik setiap cluster-nya. Pada tahap ini 60% carbon dan hidrogen dalam batubara termasuk kedalam kelompok atau fraksi aromatik. Pada kelompok low volatile bituminous, jumlah rata-rata cincin aromatik dalam satu cluster adalah 8, dan 82 % dari carbon dan hidrogen dalam batubara terkandung dalam fraksi aromatik. Sedangkan pada kelas antrasit, 100 % carbon dan hidrogen merupakan struktur aromatik dengan kata lain molekul telah mengalami pemadatan atau terkondensasi sempurna. Volatile matter secara prinsip berasal dari struktur carbon dan hidrogen dengan struktur alifatik, karena salah satu sifat dari struktur alifatik ini adalah mudah terputus dan Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 3

4 tervolatilisasi sebagai gas hidrokarbon seperti gas methan. Semakin rendah kandungan hidrokarbon alifatik dari suatu batubara maka semakin rendah nilai volatile matter batubara tersebut. Apabila suatu batubara mengandung struktur hidrokarbon alifatik lebih banyak maka nilai volatile matter dari batubara tersebut akan semakin tinggi. Gambar-1 dibawah ini menggambarkan dua struktur hidrokarbon dalam batubara. H 2 C-CH 2 -CH 2 -CH-CH 2 -CH 2 Siklik Aromatik Alifatik Gambar-1: Struktur Aromatik dan Alifatik Vitrinite reflectant yang memiliki korelasi yang bagus dengan volatile matter (daf) pada kelas batubara bituminous merupakan ukuran dari derajat aromatisasi yang telah terjadi dalam batubara. Tahap akhir dari coalification adalah transisi dari bituminouse ke antrasit. Ditandai dengan turunnya kandungan hidrogen secara drastis dan juga rasio H/C. Pada transisi ini menghasilkan gas methan yang merupakan produk utama dari pelepasan hidrogen yang dimulai pada kira-kira level volatile matter 29% (daf) dan 87% carbon(daf). Diperkirakan sekitar 200 lier gas methan dilepaskan dari setiap 1 kg batubara pada transisi dari bituminous ke antrasit. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 4

5 II. Efek Umur, Temperature,dan Tekanan Seperti dijelaskan pada edisi sebelumnya bahwa selam proses pembentukan batubara atau coalification, ada tiga faktor yang mempengaruhi yaitu umur, temperature dan tekanan. Ketiga faktor tersebut sangat menentukan rank dari batubara tersebut. Faktor umur adalah lamanya batubara tersebut mengalami pengendapan, atau usia kapan batubara tersebut mulai terbentuk. Sedangkan faktor temperature adalah efek panas yang mempengaruhi endapan batubara. Sumber panasnya tersebut bisa berasal dari panas bumi, berasal dari vulknik. Faktor tekanan biasanya diidentikan dengan kedalaman seam batubara tersebut karena semakin dalam suatu seam batubara terkubur di dalam bumi maka efek tekanan yang diterimanya dari overburden diatasnya semakain besar. II.1 Efek Umur Umur batubara adalah kapan suatu batubara atau coalification terjadi. Seperti kita ketahui bahwa batubara terbentuk berjuta-juta tahun yang lalu. Cara atau metoda pengukuran umurnya hampir sama dengan yang digunakan pada penentuan umur suatu fosil. Untuk menyederhanakn periode waktu khususnya pada periode kapan kebanyakan batubara terbentuk, maka para akhli geologi membuat suatu tabel yang membagi-bagi umur atau zaman menjadi beberapa periode seperti terlihat pada tabel 1 (Simplified Geological Time Scale). Mayoritas batubara Australia terbentuk pada periode Permian, sedangkan Batubara Indonesia kebanyakan terbentuk pada masa Tertiary. Oleh karena itu banyak yang mengatakan bahwa batubara Indonesia adlah batubara muda (young age coal). Hal ini tidak ada hubungannya dengan banyaknya Antrasit yang ditemukan di daerah Sumatra. Penting untuk dipahami bahwa tua-mudanya batubara adalah ditentukan oleh umur pembentukan batubara tersebut. Sedangkan coal rank ditentukan oleh kualitas batubara tersebut. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 5

6 TABEL 1 Simplified Geological Time scale PERIODE Quarternary Tertiary Cretaceous Jurassic Triasic Permian Carboniferous Devonian KURUN WAKTU Sekarang 2 Juta tahun lalu 2 65 Juta tahun lalu Juta tahun lalu Juta tahun lalu Juta tahun lalu Juta tahau lalu Juta tahun lalu Juta tahun lalu Periode Tertiary dapat dibagi menjadi 6 epoch seperti tabel dibawah ini : TABEL - 2 Pembagian Epoch Epoch Mulai Sampai Durasi (Juta tahun lalu) (Juta Tahun) Paleocene Eocene Oligocene Miocene Pliocene Batubara yang terbentuk pada masa Tertiary kebanyakan berada pada epoch Eocene (Mayoritas di Kalimantan Selatan) dan Miocene (Mayoritas di Kalimantan Timur). Efek faktor umur hanya berarti apabila temperature cukup tinggi. Sebagai contoh; di Amerika ditemukan ada coal bed yang sudah terkubur sampai kedalaman Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 6

7 5400 m, dimana temperature pada kedalaman tersebut sudah mencapai 140 o C. Setelah 17 juta tahun batubara tersebut termasuk kedalam rank High Volatile Bituminous. Sedangkan di Jerman ditemukan batubara dengan kedalaman dan temperature yang sama, setelah 270 juta tahun, batubara tersebut telah tertranformasi kedalam rank Low Volatile Bituminous. Contoh lain; di Rusia ditemukan batubara yang terbentuk pada periode Carboniferous ( juta tahun yang lalu), tapi batubara tersebut masuk kedalam rank Lignite. Hal ini dikarenakan batubara tersebut tidak pernah terekspose pada temperature lebih dari 30 o C. II.2 Efek Temperature Temperature adalah salah satu faktor yang mempengaruhi selama pembentukan batubara atau coalification. Sumber panas tersebut dapat berasal dari : 1. Geothermal Gradient Semakin dalam ke perut bumi, maka semakin panas juga temperaturenya. Penambahan temperature yang normal adalah 3-4 o C untuk setiap kedalaman 100m. Namun dibagian daerah Meksiko ada Geothermal Gradient mencapai 16 o C setiap penambahan kedalaman 100 m. Apabila hanya geothermal gradient sebagai sumber panas yang mempengaruhi batubara, maka batubara perlu terkubur sampai kedalaman 1500 m sebelum kelas Bituminous tercapai. 2. Igneous Intrusion Adalah kontak antara lelehan magma dengan batubara sebagai akibat dari aktifitas vulkanik. Intrusi ini dapat mencapai temperature lebih dari 1000 o C. Apabila contak langsung dengan batubara, dapat menyebabkan perubahan bentuk yang signifikan, namun biasanya intrusi tersebut tidak langsung contact dengan batubara. Apabila batuan penghalang antara magma dengan batubara merupakan penghantar panas yang cukup baik, maka batubara tersebut masih dapat terpengaruhi oleh intrusi tersebut. Tingkat pengaruh dari intrusi tersebut tergantung dari besarnya dan tingkat intrusi tersebut. Intrusi yang memotong atau menyilang dengan arah vertikal terhadap coal seam disebut dyke. Sedangkan Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 7

8 intrusi yang menyilang dengan arah horisontal terhadap coal seam baik dari bawah maupun dari atas seam disebut Sill. 3. Tectonic activity (Aktifitas tektonik) Sumber panas ini adalah hasil dari gesekan atau pergeseran lempeng bumi atau blok batuan secara besar-besaran yang sering disebut patahan atau faulting. Panas ini dapat menyebabkan up-grading batubara secara local pada seam atau blok batubara dimana efek panas tersebut terjadi. II.3 Efek Tekanan Efek tekanan sangat berperan pada saat awal pembentukan batubara atau coalification sampai tercapainya rank high volatile bituminous. Efek ini merupakan pemerasan atau squeezing out of the water. Kedalaman, selain menimbulkan geothermal gradien juga memiliki efek tekanan dari beban diatasnya. Tekanan tektonik juga dapat menimbulkan efek tekanan terutama pada shearing force dapat menyebabkan upgrading batubara yang disebabkan oleh perubahan physico-structural. III Sytem klasifikasi Seperti dijelaskan pada pasal sebelumnya bahwa umur dan rank adalah dua hal yang berbeda pengukurannya. Umur ditentukan oleh kapan terjadinya pembentukan batubara tersebut. Sedangkan ranking atau kelas ditentukan oleh kualitas atau parameter-parameter yang ditentukan dari batubara tersebut. Ada beberapa sistem klasifikasi yang biasanya digunakan untuk menentukan rank suatu batubara yaitu : 1. ASTM Classification 2. Seyler s Classification 3. Ralston s Classification 4. ECE Classification (Economic Commission for Europe) 5. International Classification for Lignite Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 8

9 Diantara sistem klasifikasi siatas yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi ASTM. Dimana sistem ini membagi rank atau golongan batubara menjadi beberapa kelas seperti dibawah ini: Dalam klasifikasi ASTM tersebut batubara berdasarkan kualitasnya dapat dibagi menjadi beberapa golongan seperti di bawah ini. ANTHRACITE : 1. Meta-anthracite 2. Anthracite 3. Semi anthracite BITUMINOUS : 1. Low volatile bituminous 2. Medium volatile bituminous 3. High volatile-a bituminous 4. High volatile-b bituminous Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 9

10 5. High volatile-c bituminous SUBBITUMINOUS : 1. Subbituminous A 2. Subbituminous B 3. Subbituminous C LIGNITE : 1. Lignite-A 2. Lignite-B IV Substansi Batubara Komponen batubara secara garis besar dapat dibagi menjadi 3 bagian yaitu : Moisture/air, Mineral Matter, dan Organik. Lihat ilustrasi gambar dibawah ini : Kalau Batubara dimisalkan sebagi batang atau tabung, maka bagian bagian komponen batubara adalah seabagi berikut : Moisture M Total Moisture EQM Inherent moisture Dan Lain -lain Mineral Matter MM Ash Analayis Ash Fusion Tempeature Organic batubara B`A`T`U`B`A`R`A Trace element Calorific Value Volatile matter Sulfur Fixed carbon Dan Lain-lain Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 10

11 Substansi batubara selain seperti yang diilustrasikan diatas, juga dapat digolongkan lagi menjadi beberapa golongan substansi sepeti Proximate, Ultimate, dan petrografik. Coal Proximate Coal Ultimate Coal Maceral M Moisture M Moisture M Moisture MM Ash / Mineral matter MM Ash / Mineral matter MM Ash / Mineral matter VM Volatile Matter Carbon Hydrogen Vitrinite Nitrogen Liptinite / Exinite Sulfur FC Fixed Carbon Oksigen Inertinite Coal Proximate Batubara dapat dibagi menjadi 4 bagian dalam proximate, dimana pada bagian organik batubara dibagi lagi menjadi 2 berdasarkan sifat penguapan atau keteruraian dengan pemanasan pada suhu tertentu dan waktu tertentu. Bagian Organik yang menguap atau terurai ketika batubara dipanaskan tanpa oksigen pada temperature 900 o Celsius digolongkan sebagai Volatile Matter. Sedangkan bagian organik batubara yang tetap pada pemanasan tersebut digolongkan sebagai Fixed Carbon atau karbon tetap. Volatile matter biasanya berasal dari struktur alifatik carbon yang mudah putus dengan thermal dekomposisi, sedangkan fixed carbon berasal dari gugus rantai carbon yang kuat seperti gugus aromatik. Semakin tinggi peringkat batubara semakin besar jumlah carbon yang membentuk aromatik, dan semakin tinggi juga fixed carbon dan semakin Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 11

12 rendah Volatile Matter yang diperoleh. Oleh karena itu peringkat batubara dapat dilihat dengan penurunan Vlatile matter. Lihat illustrasi gambar struktur batubara di bawah ini A Structural Model of Brown Coal Basic of Structural Units for Coals of various rank Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa semakin tinggi peringkat batubara semakin banyak struktur aromatiknya pada setiap cluster. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi peringkat semakin padat batubara tersebut dan semakin tinggi fixed carbonnya. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 12

13 Coal Ultimate Pada penggolongan batubara ultimate, unsur moisture dan mineral matter tetap, tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan unsur pembentuk organik tersebut. Unsur- unsur pembentuk organik batubara terdiri dari Total Carbon, baik yang berasal gugus alifatik maupun yang berasal dari gugus aromatik, Kemudian Hidrogen (tidak termasuk hidrogen yang berasal dari air atau moisture. Kemudian Nitrogen, Sulfur, dan Oksigen. Dalam penentuannya Oksigen tidak secara langsung ditentukan melainkan dengan cara mengurangkan unsur organik yang 100% dikurangi dengan Carbon, Hidrogen, Nitrogen dan Sulfur. Coal Maceral Pada penggolongan Coal Maceral, unsur moisture dan mineral matter tetap, akan tetapi unsur organiknya dibagi berdasarkan substansi pembentuk batubara yang terdiri dari 3 golongan atau grup maceral yaitu: Vitrinite, Exinite atau liptinite, dan Inertinite. Grup maceral ini didasarkan pada fosil atau bahan pembentuk batubara seperti daun, akar, batang, cutikula, spora, dan lain-lain. Grup maceral dan maceral yang terkandung dalam batubara dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Maceral Dalam Batubara Grup Maceral Maceral Vitrinite Exinite / Liptinite Inertinite Telinite Collinite Vitrodetrinite Sporinite Cutinite Resinite Alginite Liptodetrinite Micrinite Macrinite Semifusinite Fusinite Sclerotinite Inertodetrinite Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 13

14 Vitrinite Vitrinite adalah maceral yang paling domonant dalam batubara. Maceral ini berasal dari batang pohon, cabang, atau dahan, tangkai, daun, dan akar tumbuhan pembentuk batubara. Nilai reflectan dari Vitrinite dijadikan penentu peringkat batubara, dan sering dikorelasikan dengan nilai volatile matter seperti yang terdapat pada ASTM standard. Liptinite Seperti namanya, Liptinite berasal dari spora, resin, alga, cutikula (yang terdapat pada permukaan daun) lilin/parafin, lemak dan minyak. Suberinite, tidak tercantum diatas, hanya terdapat pada batubara tersier. Maceral ini berasal dari substansi semacam gabus yang terdapat pada kulit kayu, dan pada permukaan akar, batang dan buah buahan. Fungsi dari maceral ini sebenarnya untuk mencegah pengeringan pada tanaman. Inertinite Material pembentuk inertinite sebenarnya sama dengan pembentuk Vitrinite. Yang membedakannya adalah historikal pembentukannya yang disebut fusination. Charring atau oksidasi pada saat proses pembentukan batubara berlangsung merupakan proses yang membedakan substansi Vitrinite dan Inertinite. Inertinite ini biasanya memiliki kadar carbon yang tinggi, hydrogen yang rendah serta derajat aromatisisty yang tinggi. Fusinite sering juga disebut sebagai mother of charcoal karena diidentikan dengan terjadinya forest fire pda saat dekomposisi batubara. Pada batubara Indonesia Maseral dari grup inertinite seperti sclerotinite banyak ditemukan dan biasanya berasal dari sisa-sisa atau fosil fungi. Fusinite Cutinite Macrinite Sclerotinite Resinite Sporinite Telinite Fusinite dengan bogenstructur Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 14

15 Grup tersebut terdiri dari sub-sub maceral yang lebih kecil lagi seperti terlihat pada tabel di bawah ini. Coal Maceral Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 15

16 II. KUALITAS BATUBARA DAN PENGUJIANNYA 1.0 PENGANTAR Hasil dari analisa dan pengujian contoh batubara digunakan oleh Geologis eksplorasi untuk mengevaluasi apakah deposit batubara memiliki potensi untuk mensuplai pasar yang telah ada dan yang akan datang, dan feasibility study apakah layak untuk melakukan operasi penambangan pada cadangan batubara tersebut. Jika tambang batubara telah beroperasi, diperlukan pengendalian mutu dari produksi, untuk memonitor mutu produksi, dan untuk batubara yang dikapalkan apakah sesuai dengan persyaratan kontrak yang diminta. Pengujian yang dilakukan digunakan untuk menentukan karakteristik batubara sesuai dengan peringkat (rank) dan potensi pemanfaatannya, yang dapat terdiri dari ; Pengujian fisik, seperti Hardgrove Grindability Index, Relative Density, Sizing Analysis, Handling, Float & Sink Test. Pengujian kimia, seperti analisa proksimat, analisa ultimat, nilai kalori Pengujian pemanfaatan batubara thermal, seperti ash fusion, ash analysis untuk elemen mayor dan elemen mikro, trace element, fly ash properties. Evaluasi Petrografik. 2.0 Analisa Batubara Thermal Berikut adalah analisa yang biasa dilakukan untuk mengevaluasi batubara batubara Thermal, Total moisture Moisture holding capacity Proximate analysis Ultimate analysis Total sulphur Form of sulphur Carbon dioxide Calorific value Chlorine Phosporus Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 16

17 Relative density Hardgrove grindability index Abrasion index Ash analysis major element Trace element Ash fusion 2.1 Metode Standard Kebanyakan pengujian yang dilakukan pada batubara bersifat empiris. Hasil yang diperoleh tidak secara absolut mengukur sifat sifat intrinsik dari batubara tersebut, tetapi dengan melakukan perbandingan terhadap batubara batubara tertentu yang memiliki peringkat, jenis dan sifat analisa yang mirip atau berdekatan. Hal ini sangat jelas pada analisa proximate, HGI, abrasion index, dan ash fusion temperature. Nilai absolut diperoleh dari hasil analisa ultimate dan nilai kalori. Hasil analisa dari pengujian parameter tersebut biasanya dilaporkan dalam basis dry ash free (daf), dan pada basis ini hasil tersebut tergantung dari validitas nilai kadar air dan abu yang dilaporkan. Pengujian abu pada ash analysis dan ash fusion temperature tidak tergantung dari nilai kadar air tetapi tergantung pada bagaimana abu tersebut dipreparasi dari batubara. Berdasarkan pada analisa proksimat, terdapat beberapa perbedaan antara metode International Standard (ISO) dengan American Society of Testing Materials (ASTM). Keduanya digunakan secara luas di Indonesia. Moisture in the analysis sample : ASTM method : o Pengeringan contoh analisa dasar (general analysis sample) sampai berat konstan selama preparasi contoh. Dengan catatan pada preparasi contoh bahwa untuk lignit perlu diperjelas antara penentuan berat konstan dan invalidasi dari hasil analisa dari parameter lainnya yang dapat terpengaruh dengan membiarkan contoh dengan suhu yang meningkat pada waktu tertentu. Suhu dan waktu maksimum yang diperbolehkan adalah 40 C selama maksimum 14 jam. o Selama analisa, contoh dikeringkan di dalam oven pada suhu 107 C selama satu jam. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 17

18 o Contoh dikeringkan dalam udara. Moisture in the analysis sample : ISO method : o Selama preparasi contoh, contoh analisa dasar hanya dikeringkan sampai contoh tersebut dialirkan melalui peralatan penggerus dan pembagi. Waktu pengeringan maksimum yang direkomendasikan adalah 6 jam pada 30 C atau 4 jam pada 40 C. o Selama analisa, contoh dikeringkan dalam oven pada suhu 105 C sampai berat konstan. Untuk batubara Indonesia dapat tercapai dalam 3 jam. o Batubara dikeringkan dalam nitrogen bebas oksigen dan dalam minimum free space oven untuk mengurangi kemungkinan batubara teroksidasi. Ash in the analysis sample : ASTM method : o Kadar abu (ash) ditentukan pada suhu 750 C. o Tidak ada penentuan rate kenaikan suhu pada furnace sampai mencapai suhu yang dibutuhkan untuk kebanyakan jenis batubara. o Jika contoh mengandung mineral mineral pirit dan karbonat dalam kadar yang signifikan, sulit untuk dapat diperoleh nilai reprodusibilitas antar laboratorium yang memuaskan, kecuali furnace dipanaskan pada kenaikan suhu yang tertentu. Jika prosedur tersebut digunakan dan masih belum dapat memperoleh nilai duplikasi yang baik, maka hasil analisa abu dapat dilaporkan dalam basis sulpur free basis. Pada batubara indonesia dikarenakan kebanyakan memiliki ph yang rendah, maka kadar mineral karbonatnya sangat kecil atau tidak ada. Ash in the analysis sample : ISO method : o Kadar abu (ash) ditentukan pada suhu 815 C. o Furnace harus mencapai suhu 500 C dlam waktu 45 menit dari keadaan suhu kamar, dan mencapai suhu 815 C dalam waktu 45 menit. Volatile Matter in the analysis sample : ASTM method : o Batubara dipanaskan dalam cawan platina pada suhu 950 C selama 6 menit. o Metode juga membahas mengenai penanganan sparkling coal dimana terjadi kehilangan material batubara secara fisik dari contoh, yang Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 18

19 disebabkan oleh moisture yang terlepas secara mendadak jika contoh langsung dipanaskan pada suhu 950 C. Metodenya adalah dengan memanaskan batubara secara bertahap pada suhu 600 C selama 6 menit, kemudian pada suhu 950 C selama 6 menit. o Tidak diterangkan mengenai udara di dalam furnace selama pengujian. Volatile Matter in the analysis sample : ISO method : o Batubara dipanaskan pada suhu 900 C selama 7 menit. o Pengujian menggunakan furnace dengan pintu tertutup rapat sehingga udara tidak dapat mengalir ke dalam furnace selama pengujian Diskusi Mengenai Metode Standard Batubara tidak mengandung abu, tetapi memiliki kandungan mineral (mineral matter), yang dalam kondisi pengujian secara thermal berubah menjadi residu tak terbakar yang dilaporkan sebagai kadar abu (ash). Selama pemanasan beberapa reaksi yang mungkin terjadi pada kandungan mineral batubara adalah ; Dekomposisi pirit, 4FeS O Fe 2 O SO 3 Dekomposisi karbonat, CaCO 3 + panas CaO + CO 2 Fiksasi sulfur, CaO + SO CaSO 4 Na2O + SO Na2SO4 Kekeliruan dalam menentukan tingkat kenaikan suhu seperti yang digambarkan pada metode standard dapat menimbulkan reaksi tersebut secara bertahap. Contoh dari efek mineralisasi pada hasil analisa abu batubara adalah sebagai berikut : 1. Di Victoria, Australia, kadar abu yang ditentukan dari batubara lignit adalah 3.9 %. Ketika batubara dibakar dalam boiler pembangkit tenaga listrik, kadar abu yang mengendap hanya sebesar 2 %. Penyelidikan menunjukkan bahwa kadar Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 19

20 tinggi sodium dari batubara tersebut merupakan bagian dari struktur molekul batubara dan bukan merupakan bagian dari kandungan mineralnya. Pada aplikasi industri, sodium tersebut akan terbuang dari furnace dan tidak termasuk dalam reaksi. Dalam pengujian batubara sodium terfiksasi ke dalam abu. Metode khusus telah dikembangkan yaitu dengan merendam batubara dalam larutan asam untuk menghilangan kandungan larut asamnya, dan kadar abu ditentukan dari batubara yang telah direndam tersebut. Larutan asam yang digunakan untuk merendam batubara tersebut kemudian di analisa dan kadar abunya dilaporkan sebagai penjumlahan dari kadar kandungan mineral larut asam dan material yang tak terbakar setelah batubara direndam. Hasil ini sesuai dengan kadar abu dari pembakaran batubara dalam pembangkit listrik tersebut. 2. Di Thailand terdapat batubara dengan hasil analisa sebagai berikut : Moisture (ar) 32 % Ash (ad) 22 % Total Sulphur (ad) 4 % Calcium in ash 40 % On line anayser menunjukkan kadar abu 5 % lebih rendah dari kadar abu yang ditentukan menggunakan metode standard. Perbedaan terjadi karena fiksasi sulfur oleh kalsium dalam pengujian laboratorium. Untuk penentuan kadar volatile matter, apa yang ditentukan adalah berat yang hilang dari contoh ketika dipanaskan pada suhu dan waktu yang tertentu. Jika waktu dan suhu tidak diikuti dengan tepat, maka hasil analisa akan tidak sesuai dengan hasil jika persyaratan dalam metode standard diikuti. Dikarenakan metode standard ISO dan ASTM untuk analisa proksimat dapat memberikan hasil analisa yang berbeda secara signifikan, maka laporan analisa harus mencantumkan metode standard yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut. Jika sebagian dari contoh batubara, diperoleh dari pembagian contoh gross (gross sample) pada tahap terakhir preparasi contoh akan dikirim ke laboratorium lain, baik sebagai contoh uji profisiensi (round robin sample) atau sebagai contoh referee analysis, terdapat 95 % kemungkinan bahwa hasil analisa yang diperoleh akan berada dalam toleransi antar laboratorium jika kedua laboratorium tersebut menggunakan Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 20

21 metode yang sama dan mengikuti secara tepat metode standard yang telah dipublikasikan tersebut Basis Pelaporan Hasil Analisa Analisa batubara dilaporkan untuk keperluan komersial dalam basis basis sebagai berikut ; As received basis (juga diartikan as sampled), air dry basis (basis dimana analisa dilakukan), atau dry basis (db). Perhitungan analisa air dried basis ke basis lainnya : o Untuk mengkonversi dari air dried basis ke as received basis ; Kalikan nilai hasil analisa dalam air dried basis (adb) dengan faktor : (100 M ar) / (100 Mad) o Untuk mengkonversi dari air dried basis ke dry basis ; Kalikan nilai hasil analisa dalam air dried basis (adb) dengan faktor : 100 / (100 M ad) Dimana : M ar adalah total moisture dalam as received basis M ad adalah air dried moisture o Untuk mengkonversi dari as analysed basis ke air dried moisture yang berbeda ; 1. Jika M1 adalah moisture dari hasil analisa dan M2 adalah air dried moisture sesuai dengan yang dibutuhkan oleh hasil analisa, dan M1 > M2, kalikan hasil analisa dengan faktor :] (100 M2) / (100 M1) 2. Jika M1 < M2, kalikan hasil analisa dengan faktor : (100 M1) / (100 M2) Batubara dapat didasarkan sebagai gabungan antara kandungan organik yang terkontaminasi oleh kandungan mineral dan moisture. Basis lain yang digunakan untuk mengevaluasi hasil analisa batubara dirancang untuk mengevaluasi perubahan yang terjadi dalam fraksi organik, dimana sifat fisik dan kimianya berubah selama proses pembatubaraan (coalification). Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 21

22 Dry ash free basis, (daf) dihitung dengan mengkalikan hasil analisa dalam adb dengan faktor : 100 / {100 (M ad + A ad)} dimana M adalah moisture (%) dan A adalah kadar abu (%). Nilai kalori, volatile matter dan ultimat juga dapat dilaporkan dalam basis ini. Dry ash free basis (daf) digunakan dalam evaluasi peringkat batubara dan sebagai indikator dari kemungkinan oksidasi. Di Indonesia, nilai kalori (daf) dan volatile matter (daf) yang sangat tinggi dan sangat tidak sesuai menunjukkan kandungan maseral liptinite yang besar. Dry mineral matter free basis (dmmf) memberikan hasil pengukuran yang lebih presisi daf basis karena mineral matter (kandungan mineral) merupakan bagian yang substansial dari batubara. kandungan mineral dapat dihitung dengan rumus Parr ; MM = 1.08 A S Dimana : MM : Mineral matter (%), A : ash (kadar abu, %), S : Sulphur (%). Basis dihitung dengan menggunakan faktor : 100 / {100 ( MM + M)}. Standard ISO tidak mengijinkan perhitungan dmmf jika kadar abu di atas 10 %. Catatan : adalah memungkinkan untuk menentukan kandungan mineral batubara secara langsung dengan menggunakan gelombang radio frekwensi. Moist and mineral matter free basis (mmmf), adalah basis yang digunakan untuk menentukan peringkat batubara dalam sistem klasifikasi ASTM. Moisture yang termasuk di dalamnya adalah equilibrium moisture (EQM) atau juga dkenal dengan moisture holding capacity (MHC) atau bed moisture. Hasil yang dilaporkan dalam basis ini sebagai equilibrium moisture adalah atas dasar sebagai bagian dari material organik pada tahap awal proses pembatubaraan (coalification) Pelaporan hasil analisa Sangat esensial jika basis dari hasil analisa yang diperoleh dicantumkan dalam laporan analisa. Secara konvensional lignit dilaporkan dalam as received, air dried, dan dry basis. Sebelum mengkonversi ke daf, dmmf, atau mmmf basis, Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 22

23 Karbon harus dikoreksi terhadap CO 2 yang diturunkan dari mineral mineral yang terkandung dalam batubara tersebut. Ini biasanya untuk batubara peringkat rendah. Hidrogen harus dikoreksi terhadap kadar air hidrat dari kandungan mineral (mineral matter). Volatile Matter harus dikoreksi terhadap CO 2 dan kadar air hidrat dari mineral matter. Total sulfur harus dikoreksi terhadap piritik sulfur dan sulfat sulfur. (ini adalah alasan mengapa faktor 0.55 S dimasukkan ke dalam rumus Parr). 4.0 BATUBARA PERINGKAT RENDAH Sistem pengkodean ECE untuk batubara peringkat tinggi mendefinisikan batubara peringkat rendah sebagai; batubara dengan nilai kalori gross (moist, ash free basis) lebih rendah dari 24 MJ/Kg, dan rata rata acak vitrinite reflectance lebih rendah dari 0.6 %. Batubara memiliki peringkat yang lebih tinggi dimana nilai kalori grossnya lebih dari 24 MJ/Kg, dan rata rata acak vitrinite reflectance lebih tinggi dari 0.6 %. 24 MJ/Kg = 5700 cal/g = BTU/lb. Definisi ini adalah untuk semua jenis batubara lignit dan sub bituminus yang di dalam sistem klasifikasi ASTM termasuk dalam batubara peringkat rendah. Batubara peringkat rendah dikarakterisasi dari tingginya struktur porus. Pengeringan batubara jenis ini untuk keperluan analisa akan mengecilkan volumenya dan bersifat ireversibel, dan mengakibatkan perubahan struktur batubara. Perubahan ini dapat menimbulkan komplikasi dalam pengujian batubara peringkat rendah. Pembahasan berikut ini menggambarkan analisa analisa yang dapat dilakukan untuk batubara thermal, dan keterbatasan hasil yang dapat diperoleh. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 23

24 5.0. Penentuan Kadar Air Jenis jenis analisa untuk kadar air ( moisture ) untuk batubara adalah sebagai berikut : 1. Total Moisture 2. Moisture in the analysis sample 3. Equilibrium moisture 4. Transportable Moisture Limit. Ada beberapa jenis istilah kadar air yang non standard yang biasa berlaku pada batubara, seperti free moisture, yang serupa dengan analisa air drying loss dalam penentuan total moisture, dan surface moisture, yang juga dapat disamakan dengan air drying loss. Kedua istilah tersebut tidak begitu tepat, seperti yang diasumsikan bahwa adalah mungkin dengan menggunakan pengeringan udara untuk menghilangkan kadar air permukaan (surface mositure) secara selektif tanpa menghilangkan kadar air yang terikat dalam pori pori batubara. Definisi lainnya dari free moisture adalah selisih antara equilibrium moisture dengan total moisture Total Moisture Total moisture juga disebut sebagai as received moisture, atau as sampled moisture. Dan Bukan as fired moisture seperti yang digunakan dalam perhitungan pembakaran batubara. Total moisture didefinisikan sebagai semua moisture yang terdapat dalam batubara yang tidak terikat secara kimia dalam substansi batubara atau kandungan mineralnya (mineral matter). Total moisture ditentukan dengan mengunakan prosedur dua tahap baik pada metode standard ASTM dan ISO, dan digunaka sebagai bagian untuk mengkalkulasi hasil analisa dalam air dried basis menjadi as received basis, pada saat batubara diperdagangkan. Pengambilan sampel untuk keperluan perdagangan batubara harus sedekat mungkin dengan lokasi pemuatan batubara. Untuk batubara yang melalui proses trans shipment, contoh batubara untuk penentuan total moisture harus diambil dari atas kapal pengangkut (vessel). Tahap pertama penentuan total moisture adalah penentuan air drying loss, dan dapat terdiri dari satu tahap atau lebih. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 24

25 ASTM mempersyaratkan bahwa seluruh contoh harus dikeringkan sampai berat konstan sebelum di gerus, dan setiap melalui proses penggerusan dan pembagian, contoh harus melalui proses pengonstanan berat kembali. Dalam ISO diijinkan untuk mengekstraksi contoh moisture sebanyak 10 increament dengan berat sesuai dengan ukuran top size dari batubara tersebut. Atau mengambil contoh yang terpisah untuk penentuan total moisture dan analisa dasar. Contoh total moisture dikeringkan dalam udara sampai mencapai berat konstan. Berat konstan didefinisikan sebagai laju kehilangan berat yang lebih kecil dari 0.1 % per jam. Oven pengering dapat digunakan dalam proses pengeringan, dan sebelum berat terakhir diambil untuk perhitungan air drying loss, contoh harus dibiarkan agar mencapai kondisi tekanan udara yang sama dengan kondisi laboratorium. Jika temperatur pengeringan adalah 40 C, maka pengkondisian memerlukan waktu 4 jam. Tahap kedua dari proses ini adalah penentuan residual moisture. Batubara yang telah dikeringkan dalam udara di gerus dan dilakukan pengujian residual moisture dengan metode standard yang sesuai ; ASTM mempersyaratkan ; 1. Pengeringan batubara ukuran top size 2.36 mm sampai berat konstan. Contoh ditimbang setiap 30 menit. 2. Pengeringan batubara ukuran top size mm selama 1 jam pada suhu 107 C 3. Pengeringan 5 gram contoh batubara dengan ukuran top size mm selama 1.5 jam. ISO mempersyaratkan ; 1. Pengeringan dalam oven dengan udara pada batubara dengan ukuran top size 10 mm. Metode menyatakan bahwa proses ini tidak sesuai untuk batubara peringkat rendah. 2. Pengeringan dalam oven menggunakan nitrogen untuk batubara ukuran minus 3 mm sebanyak 10 gram sampai berat konstan. 3. Penentuan volumetrik langsung dangan mendestilasi contoh menggunakan toluene. Metode ini memberikan hasil dengan bias yang besar, dan sebaiknya tidak digunakan. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 25

26 Reprodusibilitas : ASTM menentukan repeatability antar laboratorium sebesar 0.5 %, tetapi dengan catatan bahwa nilai ini tidak selalu dapat digunakan untuk batubara peringkat rendah. ISO tidak menentukan nilai toleransi reproducibility, dimana pengujian harus dilakukan pada laboratorium yang berbeda menggunakan sub contoh yang terpisah tanpa melalui proses penggerusan Perhitungan Total Moisture Total Moisture dihitung dengan rumus : TM% = ADL + [RM X {(100-ADL)/100}] Bukan dengan menjumlahkan kedua komponen secara langsung. Dimana : TM = Total Moisture % ADL = Air Drying Loss % RM = Residual Moisture (%) 5.2. Moisture in The Analysis Sample Terdapat perbedaan yang mendasar antara ASTM dan ISO dalam prosedur preparasi contoh untuk penentuan moisture in the analysis sample. Dalam metode ASTM, contoh analisa dasar dan total moisture diperlakukan sebagai satu contoh, yang dapat dikeringkan pada waktu maksimum 14 jam. Dalam kondisi ini hasil analisa untuk moisture in the analysis sample dan residual moisture yang merupakan komponen dalam penentuan total moisture dapat memiliki nilai yang ekuivalen. Dalam metode ISO, contoh total moisture diekstrak dari contoh utamanya, dan pengeringan contoh untuk analisa dasar dengan oven diizinkan dalam waktu yang terbatas. Dalam ISO tidak tercantum nilai reprodusibilitas untuk analisa moisture in the analysis sample, karena hasil analisa ini hanya digunakan untuk keperluan perhitungan dari satu basis ke basis lainnya. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa metode ASTM tidak sesuai untuk batubara peringkat rendah : Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 26

27 Gauger, dalam buku Chemistry of Coal Utilisation terbitan W. Lowry, menyebutkan bahwa metode standard ASTM disusun untuk keperluan komersial, padahal di Amerika batubara peringkat rendah tidak memiliki nilai komersial. Organisasi penelitian mineral Kanada, Canmet, melakukan evaluasi terhadap metode standard ASTM dan ISO dalam menentukan kadar moisture dalam batubara sub bituminus. Penelitian tersebut dipublikasikan oleh Hinds et al, dan kesimpulan utamanya adalah metode ASTM menghasilkan nilai analisa dengan reliabilitas yang lebih rendah dibandingkan metode ISO. Keuntungan penerapan metode ASTM terhadap batubara peringkat rendah adalah, akan diperoleh nilai air dried moisture yang lebih rendah, sehingga nilai kalorinya menjadi naik (adb). Kebanyakan batubara di Indonesia diperdagangkan dengan spesifikasi untuk pensuplaian dalam air dried basis, dan banyak kontrak mempersyaratkan penggunaan metode ASTM. Setelah batubara selesai dimuat, penjual memiliki kendali yang kecil terhadap kemungkinan perubahan dalam total moisture, dan menjual dalam as received basis dapat mengakibatkan penjual berada dalam keadaan kerugian komersial. Batubara di Australia terkadang diperdagangkan dalam air dried basis, tetapi spesifikasi untuk nilai kalori mencantumkan juga nilai air dried moisturenya dimana hasil ini dilaporkan. Permasalahan dalam menerapkan metode ASTM pada batubara peringkat rendah adalah proses pemanasan dapat mengakibatkan oksidasi, yang dapat menurunkan nilai kalori (db). Dari hasil penelitian di laboratorium PT GEOSERVICES Samarinda yang tidak dipublikasikan, menunjukkan bahwa pada kebanyakan batubara sub bituminus yang dianalisa mengunakan metode ASTM, nilai kalorinya lebih rendah 30 sampai 40 cal/g dibanding dengan jika batubara tersebut dianalisa menggunakan metode ISO. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 27

28 Dapat disarankan bahwa prosedur pengeringan ASTM terhadap batubara peringkat rendah jangan digunakan. Jika hasil analisa perlu menggunakan metode ASTM, analisa dalam air dried basis harus dilaporkan menggunakan nilai residual moisture dari penentuan total moisture sebagai basis pelaporan hasil. Untuk contoh eksplorasi, hasil analisa air dried mositure menggunakan metode ISO menghasilkan data dengan variasi peringkat yang minor, dan hubungannya dengan hasil analisa nilai kalor adalah, juga dapat menjadi indikator terjadinya oksidasi. Analisa dengan metode ASTM cenderung memperkecil rentang hasil analisa moisture (ad) menjadi rentang yang lebih sempit, dan variasi peringkat yang minor tidak begitu tampak (jelas). Inherent Moisture : Istilah ini secara luas diaplikasikan sebagai alternatif dari air dried moisture. Metode ASTM (DE388) mendefinisikan inherent moisture sebagai moisture holding capacity dari batubara. Australian Standard (AS 2418) mendefinisikan inherent moisture sebagai istilah yang tidak baku dalam analisa contoh batubara Equilibrium Moisture Equilibrium Moisture (EQM), ditentukan dari batubara di dalam kondisi atmosfer dengan kelembaban relatif sebesar 97 % pada temperatur 30 C. Secara efektif inilah yang disebut sebagai bed moisture atau in-situ moisture. EQM merupakan basis untuk klasifikasi batubara dalam sistem klasifikasi ASTM. EQM telah diteliti secara mendalam oleh Biro Pertambangan Amerika Serikat, dan laporan Investigasi RI 5695 meringkas hasil penemuannya. Gambar A.1, menunjukkan hubungan antara total moisture dan EQM dari 53 contoh batubara run-of mine (ROM). Diperoleh hubungan yang linier kecuali untuk batubara nomor. 13, 14, dan 15, dimana nilai total moisturenya (ash-free basis) lebih tinggi dari 40%. EQM dapat digunakan untuk mengestimasi total moisture batubara ROM dari analisa contoh borecore. Hasil penelitian dari CSIRO (Australia) menunjukkan bahwa hubungan tersebut tidak berlaku jika batubara memiliki kandungan sodium (sebagai NaCl) yang tinggi,. Atau sodium tersebut menyatu dengan struktur molekul batubara. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 28

29 Gambar A.3 juga dari USBM RI 5695 menunjukkan hubungan antara EQM (ashfree basis) dan Nilai Kalori dalam BTU/lg (moist ash-free basis). Dengan tujuan untuk memperoleh nilai yang valid, adalah penting bahwa batubara sebaiknya tidak dikeringkan dibawah nilai EQM nya, sebelum dilakukan proses pengujian. Jika batubara peringkat rendah dikeringkan, batubara tersebut tidak dapat dibasahkan kembali ke level moisture awal ketika batubara tersebut belum malalui proses pengeringan. Gejala tersebut dapat ditunjukkan pada gambar A.4. USBM mempublikasikan data untuk penentuan EQM batubara dalam as received basis dan air dried basis. Ringkasan hasil tersebut adalah sebagai berikut : Air dried EQM % As received EQM % Sub Bituminus B Sub Bituminus C Lignit BATAS MOISTURE YANG DAPAT DIANGKUT (TRANSPORTABLE MOISTURE LIMIT) Peraturan IMO (organisasi marine international) menetapkan sebuah pernyataan yang menyatakan bahwa batubara yang diangkut dengan transportasi laut harus berada di bawah batas moisture yang dapat diangkutnya. Karena adanya ombak dan angin yang menerpa kapal, fraksi batubara yang halus dan moisture dapat terjatuh dari tumpukan batubara yang menyebabkan pembentukan lumpur yang dapat membahayakan kapal tersebut. Ada sebuah percobaan yang dilakukan di National Coal Board (Inggris) yaitu batubara berukuran minus 50 mm seberat 10 kg dimasukkan ke dalam sebuah tabung. Di dasar tabung ditaruh dua bola pingpong. Tabung tersebut diletakkan pada meja yang bergetar dan pengujian dilakukan dengan jumlah TM yang meningkat. Flow moisture (FM) ditentukan sebagai tingkat moisture pada saat bola pingpong naik menembus batubara. Batas moisture yang dapat diangkut adalah 90% dari nilai Flow moisture. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 29

30 6.0 CALORIFIC VALUE Gross valorific value, dikenal juga sebagai Gross Specific Energy, pada volume konstan ditentukan dengan mengukur jumlah panas yang dikeluarkan ketika sebuah masa batubara yang telah diketahui dipanaskan sesuai dengan kondisi standar. Faktor konversi untuk unit yang dipakai sebagai lambang dari hasil adalah : 1.8 cal/g = 1 BTU/lb MJ/kg = 1 BTU/lb MJ/kg = 1 cal/g BTU/lb = 1 cal/g cal/g adalah kalori per gram; atau kcal/kg adalah kilo kalori per kilogram MJ/kg adalah Megajoules per kilogram BTU/lb adalah British thermal units per pound Keistimewaan batubara Indonesia adalah memiliki konsentrasi liptinite yang relatif tinggi. Perbedaan dalam nilai CV (daf) untuk kelompok-kelompok maceral beragam dalam tingkatan batubara. Pada batubara tingkat rendah terdapat perbedaan yang signifikan, tetapi semakin tinggi tingkatan batubara, analisis maceral cenderung menjadi lebih konsisten. Stach mengutip beberapa data untuk batubara Jerman. VM% (daf) CV (daf) cal/g Batubara 1 Vitrinite Liptinite Inertinite Batubara 2 Vitrinite Liptinite Inertinite Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 30

31 6.1 NET CALORIFIC VALUE Catatan ini berdasarkan pada bahan yang terdapat dalam manual training Shell Coal Quality Parameters dan Their Influences in Coal Utilisation. Ketika Gross Calorific Value ditentukan, setiap uap air yang dihasilkan baik dari perkembangan air dalam contoh batubara atau yang terbentuk oleh pembakaran hidrogen, dikonversikan menjadi cairan moisture dan panas yang terpendam dari penguapan telah diperoleh kembali. Dalam pembakaran batubara industri, air tetap sebagai uap dan panas dari penguapan hilang. Net Calorific Value dihitung dari Gross Calorific Value dan itu adalah panas yang dihasilkan dalam pembakaran batubara pada atmosfir yang konstan dengan kondisi semua air yang ada dalam sisa-sisa batubara sebagai bentuk uap air. Persamaan untuk menghitung net Calorific Value adalah : (i) ISO : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) = Gross CV (constant volume) (H) (O) (M) (ii) British Standard (BS) : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) = Gross CV (constant volume) (H) (O) (M) (iii) ASTM : Net CV (constant pressure) (MJ/kg) = Gross CV (constant volume) [9(H) + (M)] dimana : H adalah % Hidrogen O adalah % Oksigen M adalah % Moisture Figure A.5 adalah nomogram yang dapat mengkonversikan Gross CV menjadi Net CV. Adalah hal yang mendasar jika menggunakan nomogram atau persamaan untuk menghitung net CV, seluruh analisis dikonversikan pada basis yang sama seperti yang dibutuhkan untuk net CV. Net CV dengan basis as received, sering ditetapkan dalam kontrak batubara, terutama untuk batubara peringkat rendah (lower rank coal). Tabel 1 memperlihatkan variasi antara net CV dan gross CV untuk batubara dari berbagai peringkat. Batubara peringkat rendah kehilangan presentase gross CV yang lebih besar. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 31

32 TABEL 1 NET CALORIFIC VALUE (RUMUS ISO) Lignite Bitum. Anthr. Total Moisture ar % Air dried moisture ad % Mineral matter ad % Volatile Matter ad % Hidrogen dmmf % Oksigen dmmf % Gross CV dmmf MJ/kg Db MJ/kg Ad MJ/kg Ar MJ/kg Net CV ad MJ/kg Reduction GCV to NCV ad As % dari GCV 6.2 EFEK OKSIDASI Hasil oksidasi adalah penurunan nilai CV (daf). Ada batubara Australia yang kehilangan 5% dari nilai kalornya dalam waktu satu jam setelah digerus menjadi ukuran 0.2 mm. (Ada pula batubara Australia yang nilai CV-nya naik ketika batubaranya beroksidasi). Efek oksidasi terhadap batubara Kaltim memperlihatkan bahwa nilai CV (db) turun dari 6990 cal/g menjadi 6780 cal/g selama hampir tiga minggu setelah dipreparasi. Setengah dari penurunan nilai tersebut terjadi dalam dua hari pertama selama preparasi contoh. Oleh karena itu dianjurkan untuk mempertimbangkan efek pengeringan udara dan penyimpanan pada CV selama analisis. Pada laboratorium Samarinda sample tidak boleh digerus lebih dari 4 jam sebelum dibutuhkan untuk dianalisis. Kualitas Batubara Dan Stockpile Management 32

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara

Gambar 7.1 Sketsa Komponen Batubara BAB VII ANALISA TOTAL MOISTURE 7.1. Tujuan Adapun tujuan dari praktikum analisa total moisture adalah untuk mengerti, mampu melaksanakan, menganalisa serta membandingkan cara kerja total moisture batubara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA

BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA BAB IV HASIL ANALISIS SAMPEL BATUBARA 4.1 KOMPOSISI MASERAL BATUBARA Komposisi maseral batubara ditentukan dengan melakukan analisis petrografi sayatan sampel batubara di laboratorium (dilakukan oleh PT

Lebih terperinci

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR

A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR A. JUDUL KAJIAN TEKNIS TERHADAP SISTEM PENIMBUNAN BATUBARA PADA STOCKPILE DI TAMBANG TERBUKA BATUBARA PT. GLOBALINDO INTI ENERGI KALIMANTAN TIMUR B. ALASAN PEMILIHAN JUDUL PT. Globalindo Inti Energi merupakan

Lebih terperinci

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen.

Dasar Teori Tambahan. Pengadukan sampel dilakukan dengan cara mengaduk sampel untuk mendapatkan sampel yang homogen. Dasar Teori Tambahan Batubara merupakan mineral bahan bakar yang terbentuk sebagai suatu cebakan sedimenter yang berasal dari penimbunan dan pengendapan hancuran bahan berselulosa yang bersal dari tumbuhtumbuhan.

Lebih terperinci

1. MOISTURE BATUBARA

1. MOISTURE BATUBARA 1. MOISTURE BATUBARA Pada dasarnya air yang terdapat di dalam batubara maupun yang terurai dari batubara apabila dipanaskan sampai kondisi tertentu, terbagi dalam bentuk-bentuk yang menggambarkan ikatan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA

BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA BAB IV ANALISA SUMBER DAYA BATUBARA 4.1. Stratigrafi Batubara Lapisan batubara yang tersebar wilayah Banko Tengah Blok Niru memiliki 3 group lapisan batubara utama yaitu : lapisan batubara A, lapisan batubara

Lebih terperinci

Gambar Batubara Jenis Bituminous

Gambar Batubara Jenis Bituminous KUALITAS BATUBARA A. Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan

Lebih terperinci

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification

BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Proses Pembentukan Batubara Penggambutan ( Peatification BAB V BATUBARA 5.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat-hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses kimia dan fisika,

Lebih terperinci

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank)

PERINGKAT BATUBARA. (Coal rank) PERINGKAT BATUBARA (Coal rank) Peringkat batubara (coal rank) Coalification; Rank (Peringkat) berarti posisi batubara tertentu dalam garis peningkatan trasformasi dari gambut melalui batubrara muda dan

Lebih terperinci

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA

BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA BAB V EVALUASI SUMBER DAYA BATUBARA 5.1. Evaluasi Fuel Ratio Hubungan antara kadar fixed carbon dengan volatile matter dapat menunjukkan tingkat dari batubara, yang lebih dikenal sebagai fuel ratio. Nilai

Lebih terperinci

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA

PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA PROPOSAL TUGAS AKHIR ANALISA KUALITAS BATUBARA Disusun oleh : MUHAMMAD ZAINAL ILMI NIM. DBD 108 055 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS PALANGKA RAYA FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK PERTAMBANGAN

Lebih terperinci

PENGANTAR GENESA BATUBARA

PENGANTAR GENESA BATUBARA PENGANTAR GENESA BATUBARA Skema Pembentukan Batubara Udara Air Tanah MATERIAL ASAL Autochton RAWA GAMBUT Dibedakan berdasarkan lingkungan pengendapan (Facies) Allochthon Material yang tertransport Air

Lebih terperinci

Bab II Teknologi CUT

Bab II Teknologi CUT Bab II Teknologi CUT 2.1 Peningkatan Kualitas Batubara 2.1.1 Pengantar Batubara Batubara merupakan batuan mineral hidrokarbon yang terbentuk dari tumbuh-tumbuhan yang telah mati dan terkubur di dalam bumi

Lebih terperinci

Kandungan batubara. Air Material batubara (coal matter) Material bukan batubara (mineral matter)

Kandungan batubara. Air Material batubara (coal matter) Material bukan batubara (mineral matter) Analisa parameter Sifat kimia batubara Analisa proksimat Calori value Analisa komposisi abu Titik leleh abu Sifat fisik batubara HGI Nilai muai bebas (Free Sweeling Index) Gray king Index dilatometri Kandungan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat

BAB V PEMBAHASAN. Analisis dilakukan sejak batubara (raw coal) baru diterima dari supplier saat 81 BAB V PEMBAHASAN Pada pengujian kualitas batubara di PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk, menggunakan conto batubara yang diambil setiap ada pengiriman dari pabrik. Conto diambil sebanyak satu sampel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan sumberdaya alam yang melimpah. Salah satu sumberdaya alam Indonesia dengan jumlah yang melimpah adalah batubara. Cadangan batubara

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP

BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP BAB 4 ANALISA DAN PEMBAHASAN EFESIENSI CFB BOILER TERHADAP KEHILANGAN PANAS PADA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA UAP 4.1 Analisis dan Pembahasan Kinerja boiler mempunyai parameter seperti efisiensi dan rasio

Lebih terperinci

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA

PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA PENYUSUNAN STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) ANALISIS KIMIA PROKSIMAT BATUBARA Oleh: Iudhi Oki Prahesthi, Fitro Zamani Sub Bidang Laboratorium Pusat Sumber Daya Geologi SARI Penentuan proksimat merupakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Batubara Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil. Pengertian umumnya adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

BAB III TEORI DASAR. keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan BAB III TEORI DASAR 11 3.1 Batubara Peringkat Rendah Batubara termasuk kedalam sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui, keterdapatannya sangat melimpah di Indonesia, khususnya di Kalimantan dan

Lebih terperinci

BAB III TEORI DASAR. secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan (menurut UU No.4 tahun 2009).

BAB III TEORI DASAR. secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan (menurut UU No.4 tahun 2009). BAB III TEORI DASAR Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa tumbuh- tumbuhan (menurut UU No.4 tahun 2009). Istilah batubara banyak dijumpai dari berbagai

Lebih terperinci

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA

FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA FORMULIR ISIAN DATABASE SUMBER DAYA BATUBARA I. DATA UMUM Record Jenis Laporan* DIP DIKS Judul Laporan KERJA SAMA TRIWULAN TAHUNAN BIMTEK Lainlain Instansi Pelapor Penyelidik Penulis Laporan Tahun Laporan

Lebih terperinci

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET

BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET BAB VI PROSES MIXING DAN ANALISA HASIL MIXING MELALUI UJI PEMBAKARAN DENGAN PEMBUATAN BRIKET 6.1. Tujuan Praktikum Tujuan dari praktikum proses mixing dan analisa hasil mixing melalui uji pembakaran dengan

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA 36 BAB IV ENDAPAN BATUBARA IV.1 Pembahasan Umum Batubara Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. KARAKTERISTIK BATUBARA Sampel batubara yang digunakan dalam eksperimen adalah batubara subbituminus. Dengan pengujian proksimasi dan ultimasi yang telah dilakukan oleh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 AREN (Arenga pinnata) Pohon aren (Arenga pinnata) merupakan pohon yang belum banyak dikenal. Banyak bagian yang bisa dimanfaatkan dari pohon ini, misalnya akar untuk obat tradisional

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

PIT TO STOCK PILE STOCK PILE TO SHIP PIT A PIT B PIT C TRUCK BARGING RUN OF MINE STOCK PILE LOADING PORT SHIP WASHING PLAN

PIT TO STOCK PILE STOCK PILE TO SHIP PIT A PIT B PIT C TRUCK BARGING RUN OF MINE STOCK PILE LOADING PORT SHIP WASHING PLAN Program Kontrol Kuantitas dan Kualitas Batubara Oleh PT. SUCOFINDO (PERSERO) ALUR PRODUKSI INDUSTRI PERTAMBANGAN BATUBARA PIT TO STOCK PILE STOCK PILE TO SHIP TRUCK PIT A BARGING PIT B RUN OF MINE STOCK

Lebih terperinci

Prosiding SNRT (Seminar Nasional Riset Terapan)

Prosiding SNRT (Seminar Nasional Riset Terapan) PENGENDALIAN KUALITAS BATUBARA PT. KUANSING INTI MAKMUR (KIM) JOB SITE TANJUNG BELIT KABUPATEN BUNGO PROVINSI JAMBI M. Andriansyah 1, Pangestu Nugeraha 2, Muhammad Bahtiyar Rosyadi 3, Doli Jumat Rianto

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM

ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM ANALISIS VARIASI NILAI KALOR BATUBARA DI PLTU TANJUNG JATI B TERHADAP ENERGI INPUT SYSTEM Abstrak M Denny Surindra Jurusan Teknik Mesin Politeknik Negeri Semarang Jl. Prof. Soedarto,S.H.,Tembalang, KotakPos

Lebih terperinci

DAMPAK PEMBAKARAN BATUBARA INDONESIA TERKAIT KANDUNGAN PRODUK GAS BUANG

DAMPAK PEMBAKARAN BATUBARA INDONESIA TERKAIT KANDUNGAN PRODUK GAS BUANG DAMPAK PEMBAKARAN BATUBARA INDONESIA TERKAIT KANDUNGAN PRODUK GAS BUANG Nur Aryanto Aryono Pusat Teknologi Konversi dan Konservasi Energi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) nuraryantoaryono@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS SAMPEL

BAB IV ANALISIS SAMPEL BAB IV ANALISIS SAMPEL 4.1 PENGAMBILAN SAMPEL (SAMPLING) Pengambilan sampel batubara untuk penelitian dilakukan pada 2 daerah yang berbeda yaitu daerah Busui yang mewakili Formasi Warukin pada Cekungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. ANALISIS KARAKTERISTIK SAMPEL Salah satu sampel yang digunakan pada eksperimen ini adalah batubara jenis sub bituminus yang berasal dari Kalimantan. Analisis proksimasi

Lebih terperinci

SIMULASI BLENDING BATUBARA DI BAWAH STANDAR KONTRAK DALAM BLENDING DUA JENIS GRADE BEDA KUALITAS PADA PT AMANAH ANUGERAH ADI MULIA SITE KINTAP

SIMULASI BLENDING BATUBARA DI BAWAH STANDAR KONTRAK DALAM BLENDING DUA JENIS GRADE BEDA KUALITAS PADA PT AMANAH ANUGERAH ADI MULIA SITE KINTAP SIMULASI BLENDING BATUBARA DI BAWAH STANDAR KONTRAK DALAM BLENDING DUA JENIS GRADE BEDA KUALITAS PADA PT AMANAH ANUGERAH ADI MULIA SITE KINTAP Dimas Saputra 1, Agus Triantoro 2, Riswan 2 Abstrak: PT Amanah

Lebih terperinci

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA

BAB IV EKSPLORASI BATUBARA BAB IV EKSPLORASI BATUBARA 4.1. Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa-sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA MUDA (LIGNIT) DENGAN MENGGUNAKAN OLI BEKAS DAN SOLAR SEBAGAI STABILISATOR

PENGARUH LAMA WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA MUDA (LIGNIT) DENGAN MENGGUNAKAN OLI BEKAS DAN SOLAR SEBAGAI STABILISATOR TUGAS AKHIR PENGARUH LAMA WAKTU DAN TEMPERATUR TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS BATUBARA MUDA (LIGNIT) DENGAN MENGGUNAKAN OLI BEKAS DAN SOLAR SEBAGAI STABILISATOR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Menyelesaikan

Lebih terperinci

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis

Degradasi mikrobial terhadap bahan organik selama diagenesis Geokimia Organik Diagenesis Proses yang mempengaruhi produk dari produksi primer yang terjadi selama pengendapan dan tahap awal pembusukan di bawah kondisi temperatur dan tekanan yang relatif rendah Transformasi

Lebih terperinci

Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi

Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi Prosiding Teknik Pertambangan ISSN: 2460-6499 Perbandingan Kualitas Batubara Hasil Pengeringan Antara Suhu Rendah Tekanan Rendah dengan Suhu Tinggi Tekanan Tinggi Batubara Jambi 1 Lely, 2 Linda Pulungan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF

KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF KARAKTERISTIK PEMBAKARAN BIOBRIKET CAMPURAN AMPAS AREN, SEKAM PADI, DAN BATUBARA SEBAGAI BAHAN BAKAR ALTERNATIF Joko Triyanto, Subroto, Marwan Effendy Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl.

Lebih terperinci

Analisis kadar abu contoh batubara

Analisis kadar abu contoh batubara Standar Nasional Indonesia Analisis kadar abu contoh batubara ICS 19.020 Badan Standardisasi Nasional BSN 2011 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang menyalin atau menggandakan sebagian atau seluruh

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral Puslit Geoteknologi LIPI Bandung. Analisis proksimat dan bilangan organik dilaksanakan di laboratorium

Lebih terperinci

Bahan Bakar Padat. Modul : Bahan Bakar Padat

Bahan Bakar Padat. Modul : Bahan Bakar Padat Modul : Bahan Bakar Padat 7 Bahan Bakar Padat Kandungan abu dan airnya rendah (5-10%). Kalau kandungan abunya tinggi, biasanya dipakai pada steam power plant. Batubara yang berwarna hitam tidak Contoh:

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi

BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Analisis Pengawetan Struktur Jaringan dan Derajat Gelifikasi BAB V PEMBAHASAN 5.1 ANALISIS LINGKUNGAN PENGENDAPAN BATUBARA Dalam menentukan lingkungan pengendapan batubara di Pit J daerah Pinang dilakukan dengan menganalisis komposisi maseral batubara. Sampel batubara

Lebih terperinci

seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013

seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013 seekementerian PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA FAKULTAS TEKNIK SOAL UJIAN PERIODE SEMESTER GENAP TAHUN AKADEMIK 2012/2013 Mata Uji : Coal Bed Methane (CBM) Jurusan : Teknik Pertambangan

Lebih terperinci

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT

ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT ANALISIS THERMOGRAVIMETRY DAN PEMBUATAN BRIKET TANDAN KOSONG DENGAN PROSES PIROLISIS LAMBAT Oleh : Harit Sukma (2109.105.034) Pembimbing : Dr. Bambang Sudarmanta, ST. MT. JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Nilai densitas pada briket arang Ampas Tebu. Nilai Densitas Pada Masing-masing Variasi Tekanan Pembriketan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengujian Densitas Densitas atau kerapatan merupakan perbandingan antara berat dengan volume briket. Besar kecilnya kerapatan dipengaruhi oleh ukuran dan kehomogenan penyusun

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013)

Gambar 1.1 Produksi plastik di dunia tahun 2012 dalam Million tones (PEMRG, 2013) 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehidupan manusia saat ini banyak menggunakan peralatan sehari-hari yang terbuat dari plastik. Plastik dipilih karena memiliki banyak keunggulan yaitu kuat, ringan,

Lebih terperinci

Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia

Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia Anatomi Sumber Daya Batubara Serta Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia DR. Ir. Hadiyanto M.Sc. Pusat Sumber Daya Geologi Badan Geologi Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral COAL PRODUCTION FROM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin.

BAB I PENDAHULUAN. yang ada dibumi ini, hanya ada beberapa energi saja yang dapat digunakan. seperti energi surya dan energi angin. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penggunaan energi pada saat ini dan pada masa kedepannya sangatlah besar. Apabila energi yang digunakan ini selalu berasal dari penggunaan bahan bakar fosil tentunya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium kimia mineral / laboratorium geoteknologi, analisis proksimat dilakukan di laboratorium instrumen Pusat Penelitian

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami proses

Lebih terperinci

Karakterisasi Berbagai Jenis Batu Bara Menggunakan Teknik Kapasitansi

Karakterisasi Berbagai Jenis Batu Bara Menggunakan Teknik Kapasitansi Karakterisasi Berbagai Jenis Batu Bara Menggunakan Teknik Kapasitansi Desiani 1,a, Didied Haryono 1,b, Mahfudz Al Huda 2, Warsito P. Taruno 2, Marlin R. Baidillah 2 and Irwin Maulana 2 1 Department of

Lebih terperinci

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN

Prarancangan Pabrik Gasifikasi Batubara Kapasitas Ton/Tahun BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagian besar energi yang digunakan rakyat Indonesia saat ini berasal dari bahan bakar fosil yaitu minyak bumi, gas dan batu bara. Pada masa mendatang, produksi batubara

Lebih terperinci

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV

Geologi dan Potensi Sumberdaya Batubara, Daerah Dambung Raya, Kecamatan Bintang Ara, Kabupaten Tabalong, Propinsi Kalimantan Selatan BAB IV BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1. Pembahasan Umum Batubara merupakan batuan sedimen berupa padatan yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya

Lebih terperinci

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT

MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT MANFAAT LIMBAH HASIL PEMBAKARAN BATUBARA Alisastromijoyo, ST, MT Fly Ash dan Bottom Ash Fly ash dan bottom ash merupakan limbah padat yang dihasilkan dari pembakaran batubara pada pembangkit tenaga listrik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki sumberdaya batubara yang cukup melimpah, yaitu 105.2 miliar ton dengan cadangan 21.13 miliar ton (menurut Dirjen Minerba Kementrian ESDM Bambang

Lebih terperinci

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara

Gambar 1.1 Proses Pembentukan Batubara 1. Bagaimana terbentuknya? Gas metana batubara terbentuk selama proses coalification, yaitu proses perubahan material tumbuhan menjadi batubara. Bahan organik menumpuk di rawa-rawa sebagai tumbuhan mati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Batubara Batubara adalah substansi heterogen yang dapat terbakar dan terbentuk dari banyak komponen yang mempunyai sifat saling berbeda. Batubara dapat didefinisikan sebagai

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA

UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA UJI ULTIMAT DAN PROKSIMAT SAMPAH KOTA UNTUK SUMBER ENERGI ALTERNATIF PEMBANGKIT TENAGA Agung Sudrajad 1), Imron Rosyadi 1), Diki Muhammad Nurdin 1) (1) Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas

Lebih terperinci

Analisis Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI dengan Standar ASTM

Analisis Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI dengan Standar ASTM SIMETRI, Jurnal Ilmu Fisika Indonesia Volume 1 Nomor 1(D) Mei 2012 Analisis Kualitas Batubara Berdasarkan Nilai HGI dengan Standar ASTM Arif Ismul Hadi, Refrizon, dan Erlena Susanti Jurusan Fisika, FMIPA,

Lebih terperinci

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor

Kata kunci: batubara peringkat rendah, proses upgrading, air bawaan, nilai kalor PENGARUH PROSES UPGRADING TERHADAP KUALITAS BATUBARA BUNYU, KALIMANTAN TIMUR Oleh: Datin Fatia Umar Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara Jalan Jenderal Sudirman No. 623 Bandung 40211 Email: datinf@tekmira.esdm.go.id

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena II. TINJAUAN PUSTAKA A. Defenisi Hujan Asam Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu dan tempat. Hujan adalah salah satu bentuk

Lebih terperinci

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON

UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON UJICOBA PEMBAKARAN LIMBAH BATUBARA DENGAN PEMBAKAR SIKLON Stefano Munir, Ikin Sodikin, Waluyo Sukamto, Fahmi Sulistiohadi, Tatang Koswara Engkos Kosasih, Tati Hernawati LATAR BELAKANG Provinsi Kalimantan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara

BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara BAB II TEORI DASAR 2.1 Batubara Batubara merupakan bahan bakar padat organik yang berasal dari batuan sedimen yang terbentuk dari sisa bermacam-macam tumbuhan purba dan menjadi padat disebabkan tertimbun

Lebih terperinci

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 71-76

Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 71-76 Jurnal Atomik., 2016, 01 (2) hal 71-76 VALIDASI METODE RAPID TEST DALAM PENENTUAN TOTAL MOISTURE, ASH CONTENT, CALORIFIC VALUE (AR) PADA BATUBARA TERHADAP STANDAR ISO UKURAN 3 MM PT. KALTIM PRIMA COAL

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Endapan Batubara Penyebaran endapan batubara ditinjau dari sudut geologi sangat erat hubungannya dengan penyebaran formasi sedimen yang berumur Tersier yang terdapat secara luas

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI

BAB III LANDASAN TEORI BAB III LANDASAN TEORI 3.1 Manajemen Stockpile Batubara Manajemen stockpile adalah proses pengaturan atau prosedur yang terdiri dari pengaturan kualitas dan prosedur penimbunan batubara di stockpile. Manajemen

Lebih terperinci

ANALISIS PERUBAHAN NILAI TOTAL MOISTURE

ANALISIS PERUBAHAN NILAI TOTAL MOISTURE ANALISIS PERUBAHAN NILAI TOTAL MOISTURE BATUBARA PRODUK DALAM KOTAK UJI PALKA DI PT INDEXIM COALINDO KECAMATAN KALIORANG KABUPATEN KUTAI TIMUR PROVINSI KALIMANTAN TIMUR Oleh : SujimanĀ¹, dan Ahmad Fauzi

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN PUSTAKA

BAB III TINJAUAN PUSTAKA BAB III TINJAUAN PUSTAKA Batubara merupakan batuan sedimen yang secara kimia dan fisika adalah heterogen yang mengandung unsur-unsur karbon, hidrogen, dan oksigen sebagai unsur utama dan belerang serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Penelitian Batubara adalah batuan sedimen yang berasal dari tumbuh-tumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar

BAB I PENDAHULUAN. I. 1. Latar Belakang. Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar BAB I PENDAHULUAN I. 1. Latar Belakang Secara umum ketergantungan manusia akan kebutuhan bahan bakar yang berasal dari fosil dari tahun ke tahun semakin meningkat, sedangkan ketersediaannya semakin berkurang

Lebih terperinci

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0

KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 KARAKTERISASI SEMI KOKAS DAN ANALISA BILANGAN IODIN PADA PEMBUATAN KARBON AKTIF TANAH GAMBUT MENGGUNAKAN AKTIVASI H 2 0 Handri Anjoko, Rahmi Dewi, Usman Malik Jurusan Fisika Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN ANALISA

BAB IV HASIL DAN ANALISA BAB IV HASIL DAN ANALISA 4.1 Tata Cara Pengambilan Data Pengambilan data volatile gas dari sensor sangat menentukan kehandalan diagnose yang akan didapatkan. Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain (Sugiyono Agus).

BAB I PENDAHULUAN. sebesar 38 % dan sisanya tersebar di wilayah lain (Sugiyono Agus). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara yang mempunyai kekayaan sumber daya energi yang sangat melimpah, salah satunya yaitu batubara. Sumber daya energi batubara diperkirakan sebesar

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI

PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI PENGARUH KOMPOSISI BATUBARA TERHADAP KARAKTERISTIK PEMBAKARAN DAUN CENGKEH SISA DESTILASI MINYAK ATSIRI Nur Aklis Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A.Yani Tromol Pos I Pabelan, Kartasura

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Di era yang serba modern seperti saat ini, energi merupakan salah satu hal penting dikehidupan manusia, karena konsumsi energi untuk kebutuhan manusia sehari-hari

Lebih terperinci

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri

Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri EBT 02 Karakterisasi Biobriket Campuran Kulit Kemiri Dan Cangkang Kemiri Abdul Rahman 1, Eddy Kurniawan 2, Fauzan 1 1 Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Malilkussaleh Kampus Bukit Indah,

Lebih terperinci

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC

PROSES UBC. Gambar 1. Bagan Air Proses UBC Penulis: Datin Fatia Umar dan Bukin Daulay Batubara merupakan energi yang cukup andal untuk menambah pasokan bahan bakar minyak mengingat cadangannya yang cukup besar. Dalam perkembangannya, batubara diharapkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. BATUBARA Batubara merupakan batuan sedimentasi berwarna hitam atau hitam kecoklat-coklatan yang mudah terbakar, terbentuk dari endapan batuan organik yang terutama terdiri

Lebih terperinci

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT.

OLEH : SHOLEHUL HADI ( ) DOSEN PEMBIMBING : Ir. SUDJUD DARSOPUSPITO, MT. PENGARUH VARIASI PERBANDINGAN UDARA- BAHAN BAKAR TERHADAP KUALITAS API PADA GASIFIKASI REAKTOR DOWNDRAFT DENGAN SUPLAI BIOMASSA SERABUT KELAPA SECARA KONTINYU OLEH : SHOLEHUL HADI (2108 100 701) DOSEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian batubara sebagai sumber energi telah menjadi salah satu pilihan di Indonesia sejak harga bahan bakar minyak (BBM) berfluktuasi dan cenderung semakin mahal.

Lebih terperinci

VALIDASI METODE RAPID TEST TERHADAP PENENTUAN PARAMETER TOTAL MOISTURE (AR), ASH CONTENT (AR) DAN CALORIFIC VALUE DI PT.

VALIDASI METODE RAPID TEST TERHADAP PENENTUAN PARAMETER TOTAL MOISTURE (AR), ASH CONTENT (AR) DAN CALORIFIC VALUE DI PT. VALIDASI METODE RAPID TEST TERHADAP PENENTUAN PARAMETER TOTAL MOISTURE (AR), ASH CONTENT (AR) DAN CALORIFIC VALUE DI PT. KALTIM PRIMA COAL RAPID METHOD VALIDATION TESTS FOR THE DETERMINATION OF TOTAL MOISTURE

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS

ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS ANALISIS PENGARUH PEMBAKARAN BRIKET CAMPURAN AMPAS TEBU DAN SEKAM PADI DENGAN MEMBANDINGKAN PEMBAKARAN BRIKET MASING-MASING BIOMASS Tri Tjahjono, Subroto, Abidin Rachman Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Proksimat Analisis proksimat adalah salah satu teknik analisis yang dilakukan untuk mengetahui karakteristik biobriket. Analisis proksimat adalah analisis bahan

Lebih terperinci

METODE RAPID TEST PREPARATION

METODE RAPID TEST PREPARATION Jurnal Atomik., 0, 0 () hal - ISSN -00 (Online) PENGEMBANGAN METODE RAPID TEST PREPARATION DALAM PENENTUAN KADAR INHERENT MOISTURE DAN TOTAL SULFUR DENGAN METODE YANG DIPERGUNAKAN OLEH ISO (INTERNATIONAL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1

BAB I PENDAHULUAN. Hal 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, berasal dari tumbuhtumbuhan (komposisi utamanya karbon, hidrogen, dan oksigen), berwarna coklat sampai hitam, sejak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya

BAB 1 PENDAHULUAN. yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Serat buah kelapa sawit (mesocarp), seperti ditunjukkan pada Gambar 1.1 yang diperoleh dari proses ekstraksi minyak sawit pada mesin screw press seluruhnya digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah yang berhubungan dengan ilmu Geologi. terhadap infrastruktur, morfologi, kesampaian daerah, dan hal hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud dan Tujuan Maksud penyusunan skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar kesarjanaan di Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik Mineral, Universitas Trisakti,

Lebih terperinci

BAB IV ENDAPAN BATUBARA

BAB IV ENDAPAN BATUBARA BAB IV ENDAPAN BATUBARA 4.1 Pembahasan Umum Batubara adalah batuan sedimen (padatan) yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba, berwarna coklat sampai hitam, yang sejak pengendapannya mengalami

Lebih terperinci

Oleh: Sigit Arso W., David P. Simatupang dan Robert L. Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444, Bandung

Oleh: Sigit Arso W., David P. Simatupang dan Robert L. Tobing Pusat Sumber Daya Geologi Jalan Soekarno Hatta No. 444, Bandung FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KANDUNGAN GAS METANA BATUBARA PADA LAPISAN BATUBARA B DAN C YANG DITEMBUS PEMBORAN DI LOKASI AD-01 DAERAH OMBILIN, KOTA SAWAHLUNTO, PROVINSI SUMATERA BARAT Oleh: Sigit Arso

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17.

HASIL DAN PEMBAHASAN. dicatat volume pemakaian larutan baku feroamonium sulfat. Pembuatan reagen dan perhitungan dapat dilihat pada lampiran 17. Tegangan Permukaan (dyne/cm) Tegangan permukaan (dyne/cm) 6 dihilangkan airnya dengan Na 2 SO 4 anhidrat lalu disaring. Ekstrak yang diperoleh kemudian dipekatkan dengan radas uap putar hingga kering.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Sebelum Perendaman Dengan Minyak Jelantah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Proksimat Bahan Baku Briket Uji proksimat merupakan sifat dasar dari bahan baku yang akan digunakan sebelum membuat briket. Sebagaimana dalam penelitian ini bahan

Lebih terperinci

Geokimia Minyak & Gas Bumi

Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi Geokimia Minyak & Gas Bumi merupakan aplikasi dari ilmu kimia yang mempelajari tentang asal, migrasi, akumulasi serta alterasi minyak bumi (John M. Hunt, 1979). Petroleum biasanya

Lebih terperinci

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N.

Catatan : Jika ph H 2 O 2 yang digunakan < 4,5, maka ph tersebut harus dinaikkan menjadi 4,5 dengan penambahan NaOH 0,5 N. Lampiran 1 Prosedur uji asam basa dan Net Acid Generation (Badan Standardisasi Nasional, 2001) A. Prinsip kerja : Analisis perhitungan asam-basa meliputi penentuan potensi kemasaman maksimum (MPA) yakni

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN digilib.uns.ac.id BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1. Metodologi Penelitian Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode eksperimen yaitu metode yang dilakukan dengan mengadakan kegiatan pengujian

Lebih terperinci

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat

Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat Standar Nasional Indonesia Cara uji sifat kekekalan agregat dengan cara perendaman menggunakan larutan natrium sulfat atau magnesium sulfat ICS 91.100.15 Badan Standardisasi Nasional Daftar Isi Daftar

Lebih terperinci