BAB IV. Masyarakat Desa dan Dinamikanya

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV. Masyarakat Desa dan Dinamikanya"

Transkripsi

1 . BAB IV. Masyarakat Desa dan Dinamikanya Pokok Bahasan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati bersama oleh kelompok yang bersangkutan. Setiap manusia yang hidup dalam masyarakat pasti memiliki kebudayaan, karena kebudayaan itu merupakan sarana manusia dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan hidupnya. Kebudayaan adalah cara hidup yang dikembangkan oleh sebuah masyarakat guna memenuhi keperluan dasarnya untuk dapat bertahan hidup, meneruskan keturunan dan mengatur pengalaman sosialnya (Roucek dan Warren, 1984; dalam Awang, 2003). Dalam bahasa Inggris masyarakat adalah society, yang berasal dari kata socius, artinya kawan; sedangkan kata masyarakat berasal dari bahas Arab yaitu Syirk, artinya bergaul. Adanya saling bergaul ini tentu ada bentuk-bentuk aturan hidup, yang bukan disebabkan oleh manusia seseorang, melainkan oleh unsurunsur kekuatan lain dalam lingkungan sosial yang merupakan kesatuan. Manusia mulai dari lahir sampai mati sebagai anggota masyarakat, mereka saling bergaul dan berinteraksi, karena mempunyai nilai-nilai, norma, cara-cara dan prosedur yang merupakan kebutuhan bersama. Demikian bahwa hidup dalam masyarakat berarti adanya interaksi sosial dengan orangorang di sekitar dan dengan demikian mengalami pengaruh dan mempengaruhi orang lain. Interaksi sosial sangat utama dalam tiap masyarakat. Dengan demikian dapatlah dikemukaan bahwa masyarakat merupakan kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu sistem adatistiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu rasa identitas bersama. Selanjutnya, dengan terciptanya sistem adat-istiadat atau sistem bergaul, kemudian diciptakan pula kaidah-kaidah atau norma-norma pergaulan yang akhirnya menciptakan suatu kebudayaan. Koentjaraningrat (1974) menyatakan bahwa masyarakat adalah kesatuan hidup dari makhluk-makhluk manusia yang terikat oleh suatu sistem adat-istiadat yang tertentu. 1

2 Masyarakat juga dapat diartikan sebagai orang yang hidup bersama dan menghasilkan kebudayaan (Soekanto, 1992). Definisi kebudayaan menurut E.B. Taylor (1871) dalam Soekanto, (1992) dalam Hermawan (2011) adalah kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat, dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Koentjaraningrat (2000) mengartikan kebudayaan sebagai seluruh gagasan dan karya manusia, yang harus dibiasakan dengan belajar. Kebudayaan yang dimiliki manusia diturunkan melalui proses belajar dari tiap individu dalam kehidupan masyarakat. Kebudayaan di dalamnya berisi norma-norma sosial. Norma-norma tersebut mengandung kebiasaankebiasaan hidup, adat-istiadat, atau kebiasaan (folkways). Kebudayaan berkembang dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan dari lingkungannya. Suatu masyarakat memiliki karakteristik masing-masing yang sedikitnya bisa dilihat dari 3 unsur, yaitu: Tata nilai. Pola cara berpikir atau aturan-aturan yang mempengaruhi tindakantindakan dan tingkah laku warga masyarakat dalam kehidupan sehari-hari, sehingga berfungsi menjadi pedoman hidup manusia dalam bermasyarakat. Norma. Alvin L. Bertrand dalam Hermawan, (2011) mendefinisikan norma sebagai suatu standar tingkah laku yang terdapat di dalam semua masyarakat. Norma-norma memberikan standar tingkah laku, apabila tingkah laku seseorang dipandang wajar dan sesuai dengan norma yang Berlaku dalam kelompoknya, maka interaksi dalam kelompok tersebut akan berlangsung dengan wajar sesuai dengan ketetapan-ketetapan bersama. Normanorma terdiri dari pemahaman-pemahaman, nilai-nilai, harapanharapan dan tujuantujuan yang diyakini dan dijalankan bersama oleh sekelompok orang. Norma-norma dapat bersumber dari agama, panduan moral, maupun standar-standar sekuler seperti halnya kode etik profesional. Norma-norma dibangun dan berkembang berdasarkan sejarah kerjasama di masa lau dan diterapkan untuk mendukung iklim kerjasama (Putnam, 1993; Fukuyama, 1995 dalam Suharto, 2011). Norma-norma dapat merupakan pra-kondisi maupun produk dari kepercayaan sosial. 2

3 Ralph Linton (dalam Soerjono, 1977)menyatakan bahwa masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas yang dirumuskan dengan jelas. Sedangkan Selo Sumardjan (dalam Soerjono, 1977) menyatakan bahwa masyarakat ialah orang-orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Usaha mengembangkan konsep masyarakat ternyata tidak menghasilkan suatu rumusan yang seragam. Satu aspek yang tampak disepakati bersama adalah masyarakat menyangkut setiap kelompok manusia yang hidup bersama. Maka dalam usaha menyamakan pandangan tentang masyarakat ini yang paling penting adalah membutiri unsur-unsur masyarakat sendiri. Hidup bersama dikatakan sebagai masyarakat apabila mempunyai unsur-unsur sebagai berikut: 1 Manusia yang hidup bersama. Jumlah manusia yang harus ada dalam suatu masyarakat, tidak ada suatu angka yang pasti, namun secara teoritis angka minimumnya ada dua orang yang hidup bersama. 2 Bercampur atau bersama-sama untuk waktu yang cukup lama. Kumpulan manusia tidak seperti kumpulan benda-benda mati. Kumpulan manusia akan menimbulkan manusia-manusia baru, yang dapat bercakap-cakap, memiliki keinginan, harapan, serta perasaan. Akibat dari kehidupan bersama itu, timbullah sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antar manusia dalam kelompok tersebut. 3 Menyadari bahwa mereka merupakan satu kesatuan, 4 Mematuhi terhadap norma-norma atau peraturan-peraturan yang menjadi kesepakatan bersama, 5 Menyadari bahwa mereka bersama-sama diikat oleh perasaan di antara para anggota yang satu dengan yang lainnya, 6 Menghasilkan suatu kebudayaan tertentu. Demikianlah akhirnya bahwa masyarakat mengandung pengertian yang sangat luas dan dapat meliputi seluruh umat manusia. Masyarakat terdiri atas berbagai kelompok besar maupun kecil tergantung pada jumlah anggotanya. Dua orang atau lebih dapat 3

4 merupakan kelompok. Dalam pengelompokan sering dibedakan kelompok primer dan kelompok sekunder. Dilihat dari fungsinya ada kelompok orang dalam (in-group) dan orang luar (out-group). Semua jenis kelompok di atas hidup dan berkembang di tengah-tengah masyarakat. a. Aspek Struktur Masyarakat Desa Struktur sosial ialah konsep perumusan asas-asas hubungan antar individu dalam kehidupan masyarakat yang merupakan pedoman bagi tingkah laku individu.pengertian ini tidak jauh berbeda dengan dalam sosiologi dalam dictionary of sociologi an related sciences (h.p, 1975), stuktur sosial diartikan sebagai pala yang mapan dari organisasi internal setiap kelompok sosial. Dalam rumusan ini telah mencakup pengertian mengenai karakter atau pola dari semua hubungan yang ada antara nanggota dalam suatu kelompok maupun antara kelompok. Stuktur sosial sangat erat kaitannya dengan kebudayaan. J. B. A. F. Mayor polak lewat pendapat bahwa antara kebudayaan dan struktur terdapat kolerasi fungsional. Artinya, antara kebudaan dan struktur dalam suatu masyarakat terjadi keadaan saling mendukung dan membenarkan. Stuktur sosial di bagi menjadi dua yakni stuktur sosial vertikal dan horisontal. Struktur sosial vertikal atau stratifikasi sosial, atau pelapisan sosial menggambarkan kelompok-kelompok sosial dalam dalam susunan yang bersifat hirarkis, berjenjang. Sehingga dalam dimensi struktur terdapat kelompok masyarakat yang berkedudukan tinggi (lapisan ata), sedang (lapisan menengah), dan rendah(lapisan bawah). Struktur sosial horisontal atau diferensiasi sosial, menggambarkan kelompok kelompok sosial tidak di lihat dari tinggi rendahnya kedudukan kelompok satu sama lain, melainkan lebih tertuju kepada variasi atau kekayaan pengolompokan yang ada dalam suatu masyarakat. Semakin maju atau berkembangnta masyarakat semakin bervariasi dan komples pengelompokannya, bukan saja secara kuantitatif tetapi juga kualitatif. Struktur phisik suatu desa berkaitan erat dengan lingkungan phisik desa itu dalam pelbagai aspeknya. Secara agak lebih khusus ia berkaitan dengan lingkungan geografisdengan segala ciri-cirnya seperti : iklim, curah hujan, keadaan atau jenis tanah, 4

5 ketinggian tanah, tingkat kelembaban udara, topografi, dan lainnya. Variasi dalam perbedaan ciri-ciri fisik akan menciptakan pula perbedaan dalam jenis tanaman yang di tanam, sistem pertanian yang di terapkan, dan lebih lanjut pola kehidupan dari masingmasing kelompok masyarakatnya. Lingkungan geografis yang memberi kemungkinan untuk budi daya tanaman padi akan menciptakan masyarakat petani sawah yang berbeda dengan lingkungan geografis yang cocok untuk budi daya tanaman gandum dengan petani gandungmnya. Tanah-tanah yang kurang subur akan cenderung menciptakan desa-desa kecil yang terpencar, berjauhan satu sama lain, dengan penduduk yang jarang titik. Sebaliknya, tanah-tanah yang subur akan cenderung menciptakan desa-desa yang besar, berdekatan satu sama lain, dan berpenduduk padat. Pola pemukiman tersebut merupakan salah satu aspek yang dapat mengambarkan dengan jelas keterkaitan antara struktur fisik desa dengan pola kehidupan internal masyarakatnya. Pola pemukiman menurut smith dan zopf adalah berkaitan dengan hubungan-hubungan keruangan antara pemukiman yang satu dengan yang lain dan dengan lahan pertanian mereka. Dalam bentuknya terdapat 2 pola pemukiman yakni : 1. Yang pemukiman penduduknya berdekatan satu sama lain dengan lahan pertanian berada di luar dan terpisah dari lokasi pemukiman. 2. Yang pemukiman penduduknya terpencar dan terpisah satu sama lain, dan masing-masing berada di dalam atau di tengah lahan pemukiman mereka. Pola pemukiman menurut paul H. Landis iya memperkirakan empat pola pemukiman yang terdapat di dunia, yakni : 1. The farm village type atau yang menurut smith dan Zopf (FVT) ialah pola pemukiman dalam mana penduduk (petani) tinggal bersama-sama dan berdekatan di suatu tempat dengan lahan pertanian berada di luar lokasi pemukiman. 2. The nebulous farm type (NFT) hampir sama dengan pola FVT DI atas. Bedanya, di samping yang tinggal bersama-sama di suatu tempat, terdapat penduduk yang tinggal tersebar di luar pemukiman, kecuali bagi penduduk yang tinggal di luar pemukiman itu. 5

6 3. The arranged isolated farm type (AIFT) adalah pola pemukiman dalam mana penduduk tinggal di sekitar jalan dan masing-masing berada di lahan pertanian mereka, dengan suatu trde center di antara mereka. 4. The pure isolated farm type (PIFT) adalah pola pemkiman yang penduduknya tinggal dalam lahan pertanian mereka masing-masing, terpisah dan berjahuan satu sama lain dengan suatu trade center. b. Stratifikasi Sosial Stratifikasi sosial, pelapisan sosial, atau struktur sosial vertikal adalah penggambaran kelompok-kolompok sosial dalam susunan yang hirarkis, berjenjang. Dalam masyarakat terjadi pelapisan-pelapisan karna kehidupan manusia di dekati oleh nilai. Keberadaan nilai selalu mengandung kelangkaan, tidak mudah di dapat, dan oleh karnanya memberi harga pada penyandangnya. Secara umum hal-hal yang mengandung nilai berkaitan dengan harta/kekayaan, jenis mata pencaharian, pengetahuan atau pendidikan, keturunan, keagamaan, dan dalam masyarakat yang masih bersahaja juga unsur-unsur biologis (usia, jenis kelamin). Bagi masyarakat desa yang di pandang bernilai adalah lahan pertanian. Maka seberapa besar pemilikan atau penguasaan seseorang terhadap lahan pertanian akan menentukan seberapa tinggi kedudukannya di tengah masyarakat mereka keberadaan pelapisan sosial ini juga tidak terlepas dari tingkat diferensiasi masyarakatnya. Apabila tingkat diferensiasinya rendah maka pelapisan sosialnya juga kurang terlihat. Kalau adapun jarak sosialnya tidak terlalu tajam. Di antara sejumlah faktor yang menciptakan stratifikasi sosial (struktur sosial vertikal) adalah faktor biologis. Faktor biologis tidak hanya berkaitan dengan struktur vertikal melainkan juga dengan struktur sosial horisontal. Yang berkaitan dengan faktor-faktor biologisseperti jenis kelamin, usia, perkawinan, suku bangsa dan lainnya. Keterkaitan antara faktor biologis dan struktur sosial vertikal (stratifikasi sosial) dapat di tunjukan lewat sifat mata pencaharian masyarakat bersangkutan. Dalam masyarakat yang masih bersahaja yakni dari ketika masyarkat masih dalam tingkat food gathering economics (hunting, fishing, meramu ) sampai pada ketika mereka telah mengalami era pertanian (tradisional), masyarakat manusia masih mengandal kepada kekuatan fisik dan pengalaman. 6

7 Dalam hal kekuatan fisik kaum laki-laki tergolong lebih kuat di banding dengan wanita. Keterampilan dan kekuatan fisik yang di butuhkan untuk perburuan secara dominan di miliki kaum laki-laki. Kaum wanita yang memiliki kemampuan tersebut merupakan perkecualian seklipun juga ada yang berpendapat bahwa kelemahan kaum wanita di sebabkan oleh kebudayaan yang menciptakan kaum wanita sebagai kaum lemah (peminim). Maka menurut pendapat ini kaum wanita menjadi lemah krena penyesuaian dengan tuntutan budaya. Akibatnya, kaum laki-laki lebih banyak berperang dan dominan dalam kehidupan masyarakatnya. Dalam eknologi terdapat konsep potlach, yakni semacam prinsip bahwa siapa yang berada di pihak memberi akan berkedudukan lebih tinggi di banding dengan pihak yang menerima pemberian itu.dengan demikian di sebabkan oleh peranannya yang besar dan berada dalam kedudukan memberi, maka kaum laki-laki memiliki ke dudukan yang lebih tinggi dari pada kaum wanita. Stratifikasi sosal merupakan bagian dari proses perubahan dan perkembangan sosial. Namun terdapat perbedaan mendasar antara stratifikasi yang terdapat dalam desa tipe satu-kelas dan desa tipedua kelas. Apabila di lihat dari kesenjangan yang ada serta kecenderungan yang antagonostik antara dua kelompok ini, maka plorisasi sosial lebih mengena untuk menandai situasi yang demikian itu. Smith dan Zopfdalam kaitan ini mengunakan istilah kasta (caste) untuk mengambarkan kekakuan hubungan antara dua kelompok tersebut. Di sebut kasta karena antara kedua kelas itu, di samping jarak sosialnya tajam dan jauh juga tidak terjdi mobilita sosial vertikal. Sedangkan konsep stratifikasi yang dilihat sebagai suatu piramida sosial lebih memperlihatkan perbedaan gradual, tidak hanya terpilah dalam dua lapisan sosial, ada interseksi antara lapisan yang satu dengan yang lain, dan ada kemungkinan terjadinya mobilita sosial vertikal dalam strata itu. Luas sempitnya pemilikan tanah pertanian memang merupakan faktor yang sangat menentukan dalam sistem pelapisan sosial masyarakat desa pertanian. Dalam kaitan ini, Smith dan Zopf mengetengahkan adanya lima faktor yang determinan terhadap sistem pelapisan sosial masyarakat desa. a) Luas pemilikan tanah dan sejauh mana pemilikan itu terkonsentrasi di tangan sejumlah kecil orang atau sebaliknya terbagi merata pada warga desa. 7

8 b) Pertautan antara sektor pertanian dan industri. c) Bentuk-bentuk pemilikan atau penguasaan tanah. d) Frekuensi perpindahan petani dari lahan pertanian satu ke lainnya. e) Komposisi rasial penduduk. Faktor pemilikan tanah merupakan faktor yang sangat determinan terhadap sistem pelapisan masyarakat desa pertanian. Menegaskan apa yang telah di jelaskan di atas, faktor pemilikan tanah ini mengandung dua kemungkinan yang berbeda pengaruhnya terhadap sistem stratifikasi sosial masyarakatnya. Apabila pemilikan tanah ( sangat luas ) berada di satu atau sejumlah kecil orang ( tuang tanah ), sedangkan lainnya berada dalam kedudukan sebagai petani penggarap ( buruh ) yang tidak memiliki tanah (desa tipe dua-kelas). Muncul fenomena kekastaan. Struktur sosial vertikal tertutup pintunya untuk proses mobilita vertikal. Sekali menjadi petani penggarap, tidak ada harapan baginya untuk menjadi tuan tanah. Antara kelompok tuan tanah dan petani penggarap hakekatnya merupakan dua kelompok masyarakat yang berbeda secara kategoris. Apabila pemilik tanah secara umum rata-rata sama ( desa tipe satu-kelas ). Perbedaan dalam pemilikan, kalaupun ada hanya bersifat gradual, tidak kontras seperti di atas. Perbedaan yang ada di sini justru menciptakan lapisan-lapisan sosial yang mengindikasikan dinamika masyarakat karena di dalamnya terjadi proses mobilita vertikal. Bagaimana pertautan antara sektor pertanian dan industri dapat berpengaruh sekali terhadap stratifikasi sosial masyarakat desa? apabila suatu desa tergantung sepenehunya terhadap sektor pertanian, maka faktor tanah memang sangat menentukan sistem stratifikasi sosial masyarakatnya. Terlebih apabila situasi ini terdapat dalam tipe desa dua-kelas. Namun apabila di desa itu (atau di tempat lain dalam mana desa itu memiliki akses terhadapnya) terdapat industri atau lapangan kerj lain yang memberikan alternatif bagi mereka, maka keadaan ini akan berpengaruh terhadap pola stratifikasi sosial masyarakatnya. Stratifikasi sosialnya tidak lagi didasarkan atas luas-sempitnya pemilikan tanah, melaingkan juga oleh kedudukan sosial-ekonomis mereka selalu pekerja industri atau jenis pekerja lainnya. Dengan demikian garis-garis batas demarkasi 8

9 antara lapisan-lapisan sosial yang semula kaku dan eksklusif menjadi semakin tidak jelas dan transparan. Bagaimana bentuk-bentuk hak milik atas tanah (land tenure) berpengaruh terhadap stratifikasi sosial masyarakatnya? Hak milik atas tanah (land tenure) yang dimaksud di sini adalab berkaitan dengan hak-hak yang dimiliki seseorang atas tanah, yakni hak yang sah untuk mengunakannya, mengolahnya, menjualnya, dan memanfatkan bagianbagian tertentu dari permukaan tanah itu (smith dan Zopf). Dengan batasan pengertian semacam ini maka land tenure tidak hanya mengenai hak-milik (eigendom) melaingkan juga termasuk hak-guna atas tanah. Hak guna atas tanah adalah hak untuk memperoleh hasil dari tanah bukan miliknya dengan cara menyewa, menyakap, dan lainnya. Aturan atau pengaturan mengenai bentuk-bentuk pemilikan serta penguasaan tanah inilah status-status sosial petani dapat dinilai tinggi-rendahnya dalam sistem pelapisan sosial yang ada. Mengenai pengaruh pertautan antara sektor pertanian dan industri terhadap stratifikasi sosial masyarakat desa dapat di simpulkan memiliki relevansi yang cukup tinggi di indonesia, terutama untuk daerah-daerah yang telah memiliki akses bagi bagi mobilita penduduknya, melainkan juga di tunjang oleh tekanan penduduk dan semakin sempitnya lahan pertanian. Semakin banyaknya jumlah buruh tani dari tahun ke tahun merupakan salah satu indikasi tentang bertambah beratnya tekanan penduduk di pedesaan jawa. Ikatan daerah yang kuat di satu pihak, dan kekurang pastian kelestarian kerja di sektor industri di lain pihak, menyebabkan banyak dari mereka yang melakukan migrasi musiman. a. Aspek Kultur Masyarakat Desa Hutan Sistem adat istiadat meliputi sistem nilai budaya, norma-norma, dan aturan hidup yang dijadikan oleh warga masyarakat sebagai pedoman bertingkah laku. Di dalam kebudayaan tersebut terkandung segenap norma-norma sosial, yaitu ketentuanketentuan masyarakat yang mengandung sanksi atau hukumanhukuman yang dijatuhkan apabila terjadi pelanggaran. Norma-norma itu mengandung kebiasaaan hidup, adat istiadat atau kebiasaan. Adat kebiasaaan mengandung tradisi hidup bersama yang 9

10 biasanya dipakai secara turun temurun (contoh nilai hutan bagi rakyat desa hutan). Adat istiadat merupakan pola yang sudah mantap dan telah hidup dalam waktu yang lama secara berkesinambungan, sehingga adat istiadat menjadi sesuatu yang dianggap khas dan dikomunikasikan kepada generasi penerus melalui proses belajar. Realitas ini menyebabkan di kalangan warga masyarakat tumbuh rasa identitas bersama yang berbeda di tiap masyarakat (Nugraha dan Murtijo, 2005). Kelembagaan dalam masyarakat merupakan sebuah keharusan yang berfungsi sebagai media pengatur, pengawas, dan pemberi sanksi hukuman kepada para warga yang melanggar aturan. Aturan bersumber pada sistem tata nilai budaya masyarakat yang kemudian ditegaskan dalam sebuah tata aturan yang lebih tinggi tingkatannya, seperti norma, adat istiadat, dan hokum adat. Tujuan utama dibentuknya sistem aturan dalam masyarakat adalah untuk menciptakan suatu kondisi teratur, aman, dan harmonis. Kelembagaan dalam masyarakat dipegang oleh tokoh masyarakat yang mempunyai wewenang penuh untuk mengatur jalannya sistem kelembagaan sesuai aturan yang telah disepakati bersama. Jadi, upaya revitalisasi kelembagaan lokal semacam ini perlu direalisasikan sebagai benteng tangguh terhadap dampak negatif modernisasi dan arus globalisasi, khususnya terkait pengelolaan SDH berbasis masyarakat (Nugraha dan Murtijo, 2005). Koentjaraningrat (1990) mengemukakan bahwa dalam setiap kelompok masyarakat terdapat sejumlah nilai budaya tertentu, dimana antara nilai budaya satu dengan lainnya berkaitan membentuk suatu sistem yang dapat digunakan dalam usaha pelestarian hutan. Kumpulan berbagai nilai budaya yang hidup dalam masyarakat merupakan pedoman dari konsep ideal dalam kebudayaan sebagai pendorong terhadap arah kehidupan warga masyarakat terhadap obyek tertentu, dalam hal ini lingkungan hidup. Dengan demikian nilai budaya menentukan sikap seseorang terhadap obyek seperti manusia, hewan atau benda yang dihadapinya. Setiap bangsa di dunia baik yang hidup di negara maju, dengan kebudayaannya yang kompleks, maupun bangsa atau suku bangsa yang masih hidup dengan budaya sederhana, semuanya itu mempunyai sistem pengetahuan. 10

11 Budaya atau kebudayaan adalah pengalaman hidup yang diperoleh dari proses dan hasil pencapaian pemikiran, perilaku serta tindakan yang makin bertambah bagi generasi selanjutnya sebagai warisan bersama. Budaya mengandung hakekat akan keperluan dalam memenuhi kehendak mendasar, yaitu agar manusia dapat dan mampu terus hidup, menyesuaikan diri dengan lingkungan, atau menata serta memanfaatkannya dalam melanjutkan generasinya. Manusia dengan memenuhi segala keperluan organik secara tidak langsung, seperti menggunakan teknologi, kemudian telah mengubah pembawaan anatomi dalam kaitan dengan lingkungan mereka. Masyarakat desa hutan memiliki sistem budaya sebagai identitas bersama yang melekat dalam sanubari dan menjadi jati diri anggota masyarakat. Budaya masyarakat desa hutan dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu lingkungan, sejarah, dan pengalaman. Nilainilai kearifan lokal masyarakat desa hutan terbentuk dari interaksi antara sesama anggota masyarakat dengan lingkungannya yang terjadi secara berulang-ulang. Kebudayaan masyarakat desa hutan didasarkan pada sistem pengetahuan yang dimiliki manusia untuk melakukan pemahaman, interpretasi atau adaptasi terhadap lingkungan hutan. Akibatnya, terbangunlah suatu sistem sosial budaya masyarakat desa hutan yang menyatu dengan ekosistem lingkungannya. Budaya masyarakat desa hutan terbentuk dari hubungan timbal balik yang berkesinambungan dengan lingkungan sumber daya hutan (Agung dan Murtijo, 2005). Hutan sebagai suatu kesatuan lingkungan budaya menjadi tumpuan hidup (staff of life) masyarakat desa hutan untuk menopang sistem kehidupannya. Secara umum, Awang (2003) menegaskan kedekatan masyarakat desa hutan dengan lingkungannya dengan indikator-indikator sebagai berikut : - hutan tempat mereka mencari sumber kehidupan, berburu, mengumpulkan bahan makanan, dan untuk sumber bahan pengobatan, dan sebagai simbolsimbol adat istiadat, kepercayaan, dan inspirasi; - hutan sebagai sumber pelestari air, penyumbang kayu dan bahan bangunan untuk kepentingan keluarga; - hutan sebagai faktor produksi bagi pengembangan ekonomi kerakyatan, baik skala kecil, menengah, dan skala besar; 11

12 - hutan dipandang sebagai cadangan lahan untuk keturunan dan masa depan keluarga, serta masyarakat. Hasil Pembelajaran (1)Mampu memahami dan menjelaskan definisi dan karakteristik masyarakat desa baik dari aspek kultur maupun struktur (2)Mampu menberikan contoh nyata mengenai gambaran masyarakat desa di sekitar hutan dan interaksinya dengan sumberdaya hutan Aktifitas (1) Membaca bahan ajar sebelum kuliah, (2) Membaca bahan bacaan/pustaka yang relevan (3) Mencari kasus di kehutanan dalam deskripsi mengenai interaksi masyarakat desa dengan sumberdaya hutan (4) Diskusi dan menjawab kuis Kuis dan latihan - Jelaskan karakteristik masyarakat desa dari aspek struktur dan kultur dan berikan contohnya! - Mengapa diperlukan adanya stratifikasi sosial dalam sebuah masyarakat maupun lembaga? Apa kelebihan dan kekurangannya? Serta berikan contohnya dalam kasus masyarakat desa hutan yang berinteraksi langsung dengan sumberdaya hutan! 12

13 DAFTAR PUSTAKA Ahimsa Putra H.S Antropologi Ekologi; Beberapa Teori dan Perkembangannya. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta Awang S.A Etnoekologi ; Manusia di Hutan Rakyat. Sinergi Press. Yogyakarta Djuwadi Beberapa Aspek Produksi Gula Kelapa, FKT UGM, Yogyakarta Djuwadi & Fanani Produksi Tanaman Perladangan sebagai Upaya Peningkatan Pendapatan Petani Peladang di Propinsi Jambi. FKT UGM. Yogyakarta Djuwadi Hutan Kemasyarakatan. FKT UGM. Yogyakarta Dove. M.R Sistem perladangan di Indonesia; Studi Kasus di Kalimantan Barat. Penerbitan FKT UGM. Yogyakarta Field, John Modal Sosial. Kreasi Wacana. Yogyakarta. Hasbullah, J., Sosial Kapital: Menuju Keunggulan Budaya Manusia Indonesia. MR- United Press. Jakarta. Leibo J., Kearifan Lokal Yang Terabaikan Sebuah Perspektif Sosiologi Pedesaan. Kurnia Kalam Semesta, Yogyakarta Kartasasmita, G Pembangunan Hutan Rakyat, Cides. Jakarta. Keraf S Etika Lingkungan. Kompas. Jakarta. Koentjaraningrat Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta Lobja E Menyelamatkan Hutan dan Hak Adat Masyarakat Kei. Debut Press. Yogyakarta Mubyarto Pemberdayaan Ekonomi Rakyat; Laporan Kaji Tindak Program IDT. Aditya Media. Yogyakarta Nugraha A. & Murtijo Antropologi Ekologi. Wana Aksara. Banten Nur A Peranan Kearifan Lokal dalam Mendukung Kelestarian Hutan Rakyat. FKT UGM. Yogyakarta Pretty J. & Ward H., 2001, Social Capital and The Environment, World Development, Volume 29, No. 2, UK Qowi M.R Tata Kelola Hutan Lestari Masyarakat Adat Baduy. FKT UGM Yogyakarta 13

14 Raharjo Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta Ritzer G., dan Goodman D.J., 2004, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta. Salim P., Teori dan Paradigma: Penelitian Sosial. Tiara Wacana. Yogyakarta Soekanto S Sosiologi ; Suatu Pengantar. Rajawali Pers Jakarta Soemarwoto O., 2007, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta Soetomo Masalah Sosial dan Upaya Pemecahannya. Pustaka Pelajar. Yogyakarta Supriono, Agus., Flassy, Dance J., Rais, Slasi Modal Sosial : Definisi, Dimensi, dan Tipologi. Artikel Wibisono H Etnobotani Tanaman Herbal pada Areal Hutan Rakyat oleh Masyarakat Dusun Gedong. Girimulyo. Kulon Progo. FKT UGM Yogyakarta Widiyanto E Relasi antara Modal Sosial dengan Implementasi PHBM di Desa Jono. Kab. Bojonegoro. FKT UGM. Yogyakarta Yuntari D Relasi antara Tata Nilai dan Modal Sosial dengan Interaksi Masyarakat Terhadap Sumberdaya Hutan. FKT UGM. Yogyakarta 14

BAHAN AJAR MATA KULIAH ANTROPOLOGI EKOLOGI

BAHAN AJAR MATA KULIAH ANTROPOLOGI EKOLOGI BAHAN AJAR MATA KULIAH ANTROPOLOGI EKOLOGI TINJAUAN MATA KULIAH Deskripsi Mata Kuliah Mata kuliah Antropologi Ekologi (KTM 3229) merupakan mata kuliah pilihan bebas Minat Manajemen Hutan di Fakultas Kehutanan

Lebih terperinci

BAB III. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Antropologi

BAB III. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Antropologi . BAB III. Sejarah dan Perkembangan Ilmu Antropologi Pokok Bahasan a. Fase-fase Perkembangan Ilmu Antropologi 1. Fase Pertama (Sebelum 1800) Kedatangan bangsa Eropa Barat ke Benua Afrika, Asia, dan Amerika

Lebih terperinci

BAB X. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan

BAB X. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan . BAB X. Kearifan Lokal dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Pokok Bahasan a. Definisi Kata arif dalam kearifan menurut kamus umum Bahasa Indonesia terbitan Balai Pustaka diartikan sebagai bijaksana atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan.

BAB I PENDAHULUAN. kebiasaan, dan dari kebiasaan itu yang nantinya akan menjadi kebudayaan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang masalah Manusia merupakan makhluk individu dan juga makhluk sosial yang hidup saling membutuhkan. Sebagai makhluk sosial manusia saling berinteraksi satu dengan lainnya,

Lebih terperinci

BAB VIII. Hak Ulayat dan Hutan Adat

BAB VIII. Hak Ulayat dan Hutan Adat . BAB VIII. Hak Ulayat dan Hutan Adat Pokok Bahasan a. Hak Ulayat Hak ulayat adalah kewenangan, yang menurut hukum adat, dimiliki oleh masyarakat hukum adat atas wilayah tertentu yang merupakan lingkungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan anugerah Tuhan yang memiliki dan fungsi yang sangat besar di dalam suatu ekosistem. Hutan mampu menghasilkan oksigen yang dapat menjaga kesegaran udara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk hidup dalam melangsungkan kehidupannya tidak lepas dari lingkungan hidup sekitarnya. Lingkungan hidup manusia tersebut menyediakan berbagai

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN BAB II KAJIAN TEORI DAN PENELITIAN YANG RELEVAN A. Kebudayaan dan Kesenian. 1. Kebudayaan sebagai proses pembangunan Koentjaraningrat dalam Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan mendeskripsikan bahwa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masyarakat dan kebudayaan merupakan hubungan yang sangat sulit dipisahkan. Sebab masyarakat adalah orang yang hidup bersama yang menghasilkan kebudayaan. Dengan demikian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat merupakan suatu perwujudan kehidupan bersama manusia sebagai makhluk sosial. Dimana sebagai makhluk sosial manusia mempunyai naluri untuk selalu

Lebih terperinci

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN

SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN SOSIOLOGI DALAM KEPARIWISATAAN Pada hakekatnya manusia merupakan mahluk sosial. Hal ini dapat dilihat dari kehidupannya yang senantiasa menyukai dan membutuhkan kehadiran manusia lain. Manusia memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa

I. PENDAHULUAN. Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia mengalami perubahan tingkat-tingkat hidup (the life cycle), yaitu masa anak-anak, remaja, nikah, masa tua, dan mati (Koenthjaraningrat, 1977: 89). Masa pernikahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber daya alam merupakan titipan Tuhan untuk dimanfaatkan sebaikbaiknya bagi kesejahteraan manusia. Keberadaan sumber daya alam dan manusia memiliki kaitan yang sangat

Lebih terperinci

BAB XI. Modal Sosial dan Relasinya dengan Pengelolaan Hutan

BAB XI. Modal Sosial dan Relasinya dengan Pengelolaan Hutan . BAB XI. Modal Sosial dan Relasinya dengan Pengelolaan Hutan Pokok bahasan a. Definisi dan Dimensi Modal Sosial Dimensi modal sosial mencakup kapabilitas yang muncul dari kepercayaan umum di dalam sebuah

Lebih terperinci

BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar 4.2 Sistem Sosial

BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar  4.2 Sistem Sosial BAB IV SISTEM SOSIAL 4.1 Pengantar Kebudayaan merupakan proses dan hasil dari kehidupan masyarakat. Tidak ada mayarakat yang tidak menghasilkan kebudayaan, hanya saja kebudayaan yang dimiliki masyarakat

Lebih terperinci

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5

4. KARAKTERISTIK DESA. Pertemuan 5 4. KARAKTERISTIK DESA Pertemuan 5 TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami berbagai karakteristik desa 2. Mahasiswa mampu menganalisa berbagai karakteristik desa KARAKTERISTIK DESA Secara umum dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas

BAB I PENDAHULUAN. menjadi modal dasar pembangunan nasional disektor pertanian sebagai prioritas BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, artinya masyarakat banyak yang bermata pencaharian sebagai petani. Luas daratan yang terbentang dari sabang sampai merauke yang

Lebih terperinci

Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material. dengan Struktur Sosial

Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material. dengan Struktur Sosial Keterkaitan antara Kebudayaan Material dan Non Material dengan Struktur Sosial disusun oleh : DWI YANTI SARWO RINI D 0311025 JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SEBELAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140), yang disebut lingkungan hidup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dalam Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal

BAB I PENDAHULUAN. Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kehidupan manusia senantiasa mengalami perubahan-perubahan. Hal ini terjadi karena manusia mempunyai kepentingan-kepentingan yang berbeda, dan perubahan ini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sebagai makhluk sosial, berinteraksi, bermasyarakat dan menghasilkan suatu sistem nilai yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat. Masyarakat adalah

Lebih terperinci

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL. Dilihat dari sifatnya :

SMA JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL. Dilihat dari sifatnya : JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XI (SEBELAS) SOSIOLOGI STRUKTUR DAN DIFERENSIASI SOSIAL A. Pengertian dan ciri Struktur Sosial Pengertian Struktur Sosial :Struktur sosial adalah tatanan

Lebih terperinci

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT

Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Inisiasi 3 INDIVIDU DAN MASYARAKAT: KEDUDUKAN DAN PERAN INDIVIDU SEBAGAI PRIBADI DAN SEBAGAI ANGGOTA MASYARAKAT Saudara mahasiswa, kita berjumpa kembali dalam kegiatan Tutorial Online yang ketiga untuk

Lebih terperinci

SOSIOLOGI PERTANIAN ( )

SOSIOLOGI PERTANIAN ( ) SOSIOLOGI PERTANIAN (130121112) Pertemuan ke-3 MASYARAKAT DAN KEBUDAYAAN AGRARIS (1) Dr. Ir. Teguh Kismantoroadji, M.Si. Kompetensi Khusus: Mahasiswa mampu menemukan perbedaan masyarakat dan kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu

BAB I. Pendahuluan. Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu BAB I Pendahuluan I. Latar Belakang Tesis ini menjelaskan tentang perubahan identitas kultur yang terkandung dalam Trap-trap di desa Booi kecamatan Saparua, Maluku Tengah.Booi merupakan salah satu Negeri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia

I. PENDAHULUAN. Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak istilah yang diberikan untuk menunjukan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang besar, dan penuh dengan keberagaman, salah satu istilah tersebut adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian karena sebagian besar tanahnya mempunyai solum dangkal, tekstur

BAB I PENDAHULUAN. pertanian karena sebagian besar tanahnya mempunyai solum dangkal, tekstur BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Desa Pacentan adalah Desa yang kurang menguntungkan untuk usaha pertanian karena sebagian besar tanahnya mempunyai solum dangkal, tekstur tanahnya liat, strukturnya

Lebih terperinci

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS

2015 PEWARISAN NILAI-NILAI BUDAYA SUNDA PADA UPACARA ADAT NYANGKU DI KECAMATAN PANJALU KABUPATEN CIAMIS 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Struktur masyarakat Indonesia yang majemuk menjadikan bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman adat istiadat, budaya, suku, ras, bahasa dan agama. Kemajemukan tersebut

Lebih terperinci

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN

2013 POLA PEWARISAN NILAI-NILAI SOSIAL D AN BUD AYA D ALAM UPACARA AD AT SEREN TAUN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Manusia merupakan makhluk yang memiliki keinginan untuk menyatu dengan sesamanya serta alam lingkungan di sekitarnya. Dengan menggunakan pikiran, naluri,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara

TINJAUAN PUSTAKA. Universitas Sumatera Utara TINJAUAN PUSTAKA Partisipasi Masyarakat Desa Hutan Masyarakat (community) adalah sekumpulan orang yang mendiami suatu tempat tertentu, yang terikat dalam suatu norma, nilai dan kebiasaan yang disepakati

Lebih terperinci

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI

2015 KAJIAN NILAI-NILAI BUDAYA UPACARA ADAT NYANGKU DALAM KEHIDUPAN DI ERA MODERNISASI BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan keanekaragaman budaya, hal ini dikarenakan Indonesia terdiri dari berbagai suku dan adat budaya. Setiap suku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk. Kemajemukan itu dapat dikenali dari keanekaragaman budaya, adat, suku, ras, bahasa, maupun agama. Kemajemukan budaya menjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang dinyatakan oleh Aristoteles bahwa manusia yang hidup bersama dalam

I. PENDAHULUAN. yang dinyatakan oleh Aristoteles bahwa manusia yang hidup bersama dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup dan memenuhi kebutuhannya tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karenanya, manusia selalu hidup dalam sebuah kelompok

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara dengan tingkat keberagaman yang tinggi. Baik keberagaman hayati (biodiversity) maupun keberagaman tradisi (culture diversity).

Lebih terperinci

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN

TARI KREASI NANGGOK DI KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SUMATERA SELATAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi yang terletak di bagian selatan pulau Sumatera, dengan ibukotanya adalah Palembang. Provinsi Sumatera Selatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan perekonomian. bajak, pemilik anggrek membutuhkan pot-pot anggrek, pemilik hotel

BAB I PENDAHULUAN. pembukaan lapangan pekerjaan untuk meningkatkan perekonomian. bajak, pemilik anggrek membutuhkan pot-pot anggrek, pemilik hotel BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan industri modern merupakan gejala yang erat hubungannya dengan perkembangan masyarakat, sekaligus merupakan sebab dan akibat berbagai perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Desa Setrojenar terletak di Kecamatan Buluspesantren, desa tersebut merupakan daerah dataran rendah pesisir pantai. Sebagian besar warga masyarakat Desa Setrojenar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari

BAB I PENDAHULUAN. Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak dulu tanah sangat erat hubungannya dengan kehidupan manusia sehari hari dan merupakan kebutuhan hidup manusia yang mendasar. Manusia hidup dan berkembang biak,

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau

BAB II KAJIAN PUSTAKA. lingkungan sekitarnya. Perubahan tersebut bisa terlihat didalam perilaku atau BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perubahan Sosial di Pedesaan Setiap individu atau masyarakat tentunya mengalami suatu perubahan. Lambat atau cepat perubahan itu terjadi tergantung kepada banyaknya faktor di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia mendapat julukan sebagai Macan Asia dan keberhasilan

BAB I PENDAHULUAN. negara Indonesia mendapat julukan sebagai Macan Asia dan keberhasilan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan Indonesia periode Orde baru menunjukkan hasil yang signifikan dalam beberapa bidang, mulai dari pengentasan kemiskinan, pembangunan sumberdaya

Lebih terperinci

Tujuan Instruksional Khusus

Tujuan Instruksional Khusus Sosiologi Tujuan Instruksional Khusus Agar mahasiswa mengenal, mengerti, dan dapat menerapkan konsep-konsep sosiologi dalam hubungannya dengan psikologi SUMBER ACUAN : Soekanto, S. Pengantar Sosiologi.

Lebih terperinci

STUDI MASYARAKAT INDONESIA

STUDI MASYARAKAT INDONESIA STUDI MASYARAKAT INDONESIA 1. Prinsip Dasar Masyarakat Sistem Sistem kemasyarakatan terbentuk karena adanya saling hubungan di antara komponenkomponen yang terdapat di dalam masyarakat yang bersangkutan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Lanskap Budaya Lanskap adalah suatu bentang alam dengan karakteristik tertentu yang dapat dinikmati oleh seluruh indera manusia, dimana karakter tersebut menyatu secara harmoni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, kesadaran masyarakat untuk melakukan gotong royong sangat kurang. Hal ini dapat dilihat dari keadaan lingkungan yang mulai tidak terjaga kebersihannya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan BAB II TINJAUAN PUSTAKA Secara tradisional hubungan masyarakat dan hutan meliputi multi aspek yaitu sosial (termasuk religi), ekonomi dan ekologi sehingga hubungan hutan dan masyrakat sekitar hutan memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang memiliki berbagai kebudayaan yang berbeda-beda antara satu dengan yang lainnya, kebudayaan ini tersebar

Lebih terperinci

1 & 2. Modul Perkuliahan I dan II Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm.

1 & 2. Modul Perkuliahan I dan II Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi. Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm. Modul ke: 1 & 2 Modul Perkuliahan I dan II Sosiologi Komunikasi Ruang Lingkup Sosiologi Komunikasi Fakultas ILMU KOMUNIKASI Ponco Budi Sulistyo., S.Sos., M.Comm Program Studi Broadcasting Judul Sub Bahasan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia dikenal memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi dan hal itu telah diakui oleh negara-negara lain di dunia, terutama tentang potensi keanekaragaman hayati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan politik dalam arti luas. Masyarakat sebagai kumpulan individu-individu

Lebih terperinci

DIFERENSIASI SOSIAL (Kemajemukan)

DIFERENSIASI SOSIAL (Kemajemukan) DIFERENSIASI SOSIAL (Kemajemukan) Perbedaan-perbedaan yg dimiliki warga masyarakat kedudukan Diferensiasi sosial Diperankan melalui profesi masing-masing Perbedaan yang dimiliki warga masyarakat a.l. seperti

Lebih terperinci

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya

MODUL PERKULIAHAN Kapita Selekta Ilmu Sosial Masyarakat & Budaya MODUL PERKULIAHAN Masyarakat & Budaya FAKULTAS Bidang Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh ILMU KOMUNIKASI Public relations/ MK 42005 Yuni Tresnawati,S.Sos., M.Ikom. Humas 5 Abstract Dalam pokok bahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Yuvenalis Anggi Aditya, 2013 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia pendidikan dewasa ini lebih menekankan pada penanaman nilai dan karakter bangsa. Nilai dan karakter bangsa merupakan akumulasi dari nilai dan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. petani ikan dan sebagainya. Menurut Loekman (1993:3) Besarnya fungsi sektor pertanian bagi masyarakat Indonesia tentu saja harus

BAB I PENDAHULUAN. petani ikan dan sebagainya. Menurut Loekman (1993:3) Besarnya fungsi sektor pertanian bagi masyarakat Indonesia tentu saja harus 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai petani, baik bertani sayuran, padi, holtikultura, petani ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka

BAB I PENDAHULUAN. juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hakekat mahluk hidup adalah terpenuhinya kebutuhan secara jasmani dan juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka sangat

Lebih terperinci

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah.

penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang dijadikan landasan teori penelitian. Adapun tinjauan pustaka dalam penelitian adalah. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan pustaka dilakukan untuk memecahkan masalah yang akan diteliti. Dalam penelitian ini akan diuraikan beberapa konsep yang

Lebih terperinci

BAB IX. Perladangan di Indonesia

BAB IX. Perladangan di Indonesia . BAB IX. Perladangan di Indonesia Pokok Bahasan a. Definisi dan Dinamika Perladangan Perhutanan sosial tradisional yang dilakukan oleh masyarakat di luar Jawa adalah perladangan. Perladangan atau shifting

Lebih terperinci

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk

Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Pola Pemukiman Terpusat Pola Pemukiman Linier Pola pemukiman berdasarkan kultur penduduk Adanya pemukiman penduduk di dataran rendah dan dataran tinggi sangat berkaitan dengan perbedaan potensi fisik dan

Lebih terperinci

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN

5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN 5. STRUKTUR SOSIAL PERDESAAN TUJUAN PERKULIAHAN 1. Mahasiswa memahami struktur sosial di perdesaan 2. Mahasiswa mampu menganalisa struktur sosial perdesaan KONSEP DASAR STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT DAPAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial

I. PENDAHULUAN. Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia sebagai makhluk sosial dihadapkan kepada masalah sosial yang tidak dapat dipisahkan dalam kehidupan. Masalah sosial ini timbul sebagai akibat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada bangsa Indonesia merupakan kekayaan yang wajib disyukuri, diurus, dan dimanfaatkan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan

BAB I PENDAHULUAN spesies tumbuhan, 940 spesies diantaranya merupakan tumbuhan obat dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia dikenal sebagai Negara megabiodiversitas, karena memiliki kekayaan flora, fauna dan mikroorganisme yang sangat banyak. Ada Sekitar 30.000 spesies tumbuhan,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kompetensi petani tepi hutan dalam melestarikan hutan lindung perlu dikaji

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kompetensi petani tepi hutan dalam melestarikan hutan lindung perlu dikaji 17 PENDAHULUAN Latar Belakang Kompetensi petani tepi hutan dalam melestarikan hutan lindung perlu dikaji secara mendalam. Hal ini penting karena hutan akan lestari jika para petani yang tinggal di sekitar

Lebih terperinci

D. Dinamika Kependudukan Indonesia

D. Dinamika Kependudukan Indonesia D. Dinamika Kependudukan Indonesia Indonesia adalah negara kepulauan dengan potensi sumber daya manusia yang sangat besar. Jumlah penduduk yang tinggal di Indonesia mencapai 256 juta jiwa (Worl Population

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang memiliki beragam suku bangsa yang menyebar dan menetap pada berbagai pulau besar maupun pulau-pulau kecil yang membentang dari Sabang sampai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia

BAB I PENDAHULUAN. Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Tanah bagi manusia memiliki arti yang sangat penting. Hubungan antara manusia dan tanah tidak dapat dipisahkan. Manusia diciptakan dari tanah, hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:150).

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA. anggota masyarakat (Soerjono Soekanto, 2007:150). 8 II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR DAN PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Kebudayaan Menurut E.B Taylor dalam Soerjono Soekanto Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup kepercayaan, kesenian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Negara Indonesia dengan luas daratan 1,3% dari luas permukaan bumi merupakan salah satu Negara yang memiliki keanekaragaman ekosistem dan juga keanekaragam hayati yang

Lebih terperinci

Masyarakat (1) Pengatar Antropologi. Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1

Masyarakat (1) Pengatar Antropologi. Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Masyarakat (1) Pengatar Antropologi Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 1 Kehidupan Kolektif dan Definisi Masyarakat Wujud Kolektif Manusia Unsur-unsur Masyarakat Dian Kurnia Anggreta, S.Sos, M.Si 2 Dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORI. "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang

BAB II KAJIAN TEORI. Adat berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang 1 BAB II KAJIAN TEORI 2.1 Adat "Adat" berasal dari bahasa Arab,عادات bentuk jamak dari عاد ة (adah), yang berarti "cara", "kebiasaan" dengan makna berulang kali. Merupakan nama kepada pengulangan perbuatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai

BAB I PENDAHULUAN. objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Penelitian Karya sastra merupakan suatu bentuk dan hasil pekerjaan kreatif yang objeknya manusia dan kehidupannya dengan menggunakan bahasa sebagai medianya (Semi,1989:8).

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup

II. TINJAUAN PUSTAKA. Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kehidupan Masyarakat Istilah yang paling lazim dipakai untuk menyebut kesatuan kesatuan hidup manusia, baik dalam tulisan ilmiah maupun bahasa sehari-hari adalah masyarakat.

Lebih terperinci

ANALISIS ARTIKEL STRUKTUR PERUBAHAN MASYARAKAT PETANI

ANALISIS ARTIKEL STRUKTUR PERUBAHAN MASYARAKAT PETANI ANALISIS ARTIKEL STRUKTUR PERUBAHAN MASYARAKAT PETANI Abstrak Struktur sosial masyarakat terbagi berdasarkan luas kepemilikan lahan menjadi dua golongan besar yaitu buruh tani dan pemilik tanah. Buruh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora

I. PENDAHULUAN. melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, baik kekayaan mineral maupun kekayaan alam yang berupa flora dan fauna. Hutan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat.

I.PENDAHULUAN. kebiasaan-kebiasaan tersebut adalah berupa folklor yang hidup dalam masyarakat. I.PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara kepulauan, yang memiliki berbagai macam suku bangsa yang kaya akan kebudayaan serta adat istiadat, bahasa, kepercayaan, keyakinan dan kebiasaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN. spesifik. Oleh sebab itu, apa yang diperoleh ini sering disebut sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kearifan merupakan salah satu bagian yang melekat pada masyarakat, khususnya masyarakat lokal. Kondisi lingkungan dan pengalaman belajar yang spesifik membuat masyarakat

Lebih terperinci

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan

WAWASAN SOSIAL BUDAYA. Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan WAWASAN SOSIAL BUDAYA Kehidupan Pedesaan Dan Perkotaan Disusun Oleh : Nur Fazheera Al Gadri (D0217023) Hendra Lesmana (D0217515) Asmirah (D0217024) Abdillah Resky Amiruddin (D0217514) FAKULTAS TEKNIK PRODI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan

BAB I PENDAHULUAN. disepakati oleh adat, tata nilai adat digunakan untuk mengatur kehidupan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Budaya pantun dalam Dendang lahir secara adat di suku Serawai. Isi dan makna nilai-nilai keetnisan suku Serawai berkembang berdasarkan pola pikir yang disepakati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap

BAB I PENDAHULUAN. Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang masalah Dalam suatu suku bangsa mempunyai berbagai macam kebudayaan, tiap kebudayaan yang hidup dalam suatu masyarakat yang dapat berwujud sebagai komunitas desa, sebagai

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kebakaran hutan di Jambi telah menjadi suatu fenomena yang terjadi setiap tahun, baik dalam cakupan luasan yang besar maupun kecil. Kejadian kebakaran tersebut tersebar dan melanda

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. (1968) disebut sebagai tragedi barang milik bersama. Menurutnya, barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Air merupakan komponen yang sangat penting dalam kehidupan makhluk hidup di alam ini. Selain itu, air juga merupakan barang milik umum, sehingga air dapat mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh

BAB I PENDAHULUAN. satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap masyarakat memiliki kebudayaan. Kebudayaan merupakan salah satu pencerminan dari karakteristik dalam sebuah masyarakat tersebut. Oleh sebab itu kebudayaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melindungi manusia dari pengaruh alam, sementara pendapatan merupakan BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Sosial Ekonomi Masyarakat Kehidupan sosial ekonomi adalah hal-hal yang didasarkan atas kriteria tempat tinggal dan pendapatan. Tempat tinggal yang dimaksud adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang terkenal akan kekayaannya, baik itu berupa kekayaan alam maupun kekayaan budaya serta keunikan yang dimiliki penduduknya. Tak heran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan kompleks yang mencakup pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat dan lain kemampuankemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang

Lebih terperinci

2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR

2015 NILAI-NILAI SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT ETNIS MINANGKABAU SEBAGAI PEDAGANG DI PASAR AL-WATHONIYAH, CAKUNG, JAKARTA TIMUR BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia membutuhkan manusia lain untuk menjalani kehidupan dan memenuhi segala kebutuhannya. Seperti yang dikemukakan oleh Soekanto (2007, hlm.23) Manusia senantiasa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan

PENDAHULUAN. peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan sebagai bagian dari sumber daya alam nasional memiliki arti dan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan sosial, pembangunan dan lingkungan hidup. Hutan memiliki

Lebih terperinci

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial

Sosiologi Komunikasi. Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial Sosiologi Komunikasi Ruang Lingkup & Konseptualisasi Sosiologi Komunikasi serta Struktur dan Proses Sosial Manusia Sebagai Makhluk Sosial Makhluk Spiritual Manusia Makhluk individual Makhluk Sosial Manusia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi

TINJAUAN PUSTAKA. Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Alih Fungsi Lahan dan Faktor-Faktor Penyebabnya Lestari (2009) mendefinisikan alih fungsi lahan atau lazimnya disebut sebagai konversi lahan adalah perubahan fungsi sebagian

Lebih terperinci

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti BAB II PERUBAHAN SOSIAL TALCOT PARSONS A. Teori Fungsionalisme Struktural AGIL Setiap manusia selama hidup pasti mengalami perubahanperubahan. Perubahan dapat berupa yang tidak menarik atau dalam arti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah mempunyai dasar pertimbangan yang kuat untuk memberikan prioritas pada pembangunan sektor pertanian, karena sektor pertanian di Indonesia sampai

Lebih terperinci

PEDOMAN PERILAKU DAN KODE ETIK

PEDOMAN PERILAKU DAN KODE ETIK PEDOMAN PERILAKU DAN KODE ETIK DANA PENSIUN PERHUTANI 2007 DAFTAR ISI I. PENDAHULUAN... 1 II. MAKSUD DAN TUJUAN... 2 III. RUANG LINGKUP... 3 3.1 Komponen Perilaku dan Kode Etik... 3 3.2 Pelaksanaan Penerapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratifika Dewi Irianto, 2014

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ratifika Dewi Irianto, 2014 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak awal keberadaanya, seorang individu akan memiliki sebuah relasi yang mutlak dengan satuan sosialnya. Satuan sosial tersebut adalah keluarga yang merupakan

Lebih terperinci

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07

Sosiologi. Kelompok & Organisasi Sosial MODUL PERKULIAHAN. Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh 07 MODUL PERKULIAHAN Kelompok & Organisasi Sosial Fakultas Program Studi Tatap Muka Kode MK Disusun Oleh Psikologi Psikologi 07 MK61004 Nurwidiana, SKM MPH Abstract Mata kuliah ini merupakan pengantar bagi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau kewilayahan dalam konteks 9 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Geografi Geografi adalah ilmu yang mempelajari persamaan dan perbedaan fenomena geosfer dengan sudut pandang kelingkungan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan jalan-jalan. Penggunaan tanah yang luas adalah untuk sektor pertanian yang

BAB I PENDAHULUAN. dan jalan-jalan. Penggunaan tanah yang luas adalah untuk sektor pertanian yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Sumberdaya tanah merupakan sumberdaya alam yang penting untuk kelangsungan hidup manusia karena sumberdaya tanah merupakan masukan yang diperlukan untuk setiap aktifitas

Lebih terperinci

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA

MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MATERI 1 HAKEKAT PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA 1. Hakekat Perubahan Sosial yang Terjadi di Masyarakat Perubahan sosial merupakan sebuah proses yang tidak dapat dihindari dalam sebuah masyarakat, baik perubahan

Lebih terperinci