SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MEMPRODUKSI MI JAGUNG DENGAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh GILANG GEMILANG FIRDAUS SLAMET PRATAMA F

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MEMPRODUKSI MI JAGUNG DENGAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh GILANG GEMILANG FIRDAUS SLAMET PRATAMA F"

Transkripsi

1 SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI UNTUK MEMPRODUKSI MI JAGUNG DENGAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG Oleh GILANG GEMILANG FIRDAUS SLAMET PRATAMA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2 PAKET TEKNOLOGI UNTUK MEMPRODUKSI MI JAGUNG DENGAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh GILANG GEMILANG FIRDAUS SLAMET PRATAMA F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

3 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PAKET TEKNOLOGI UNTUK MEMPRODUKSI MI JAGUNG DENGAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor Oleh GILANG GEMILANG FIRDAUS SLAMET PRATAMA F Dilahirkan pada tanggal 30 April 1985 di Bandung Tanggal lulus : 12 Desember 2007 Menyetujui, Bogor, Januari 2008 Dr. Ir. Dahrul Syah Dosen Pembimbing I Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc Dosen Pembimbing II Dr. Ir. Dahrul Syah Ketua Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

4 Gilang Gemilang Firdaus Slamet Pratama. F Paket Teknologi Untuk Memproduksi Mi Jagung dengan Bahan Baku Tepung Jagung. Dibawah bimbingan : Dr. Ir. Dahrul Syah dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc. RINGKASAN Penelitian mi jagung sebelumnya lebih memfokuskan terhadap hasil optimasi terbaik dalam skala laboratorium, baik formulasi maupun desain prosesnya. Beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya masih terpusat pada skala laboratorium yang terus diperbaiki formulasi dan desain prosesnya. Hasil-hasil penelitian terdahulu cukup kiranya sebagai penelitian pendahuluan apabila mi jagung ini akan dilakukan produksi dengan skala yang lebih besar. Untuk mewujudkan penggandaan skala terhadap produksi mi jagung ini perlu diperhatikan aspek bahan, alat dan tahapan serta kondisi proses yang dapat mendukung kegiatan penggandaan skala. Terdapat hal-hal yang dilakukan untuk menunjang kegiatan ini, diantaranya melakukan peningkatan skala formulasi yang terbaik secara bertahap, melakukan identifikasi terhadap beberapa aliran dan kondisi proses pembuatan mi jagung, menganalisis dan menspesifikasi alat-alat yang dapat digunakan dalam produksi skala besar. Dari kegiatan-kegiatan tersebut terdapat beberapa hasil yang dapat digunakan sebagai tahapan produksi skala besar. Dari proses penepungan kering, biji jagung yang digiling ditingkatkan jumlahnya dengan perbaikan penggunaan ukuran saringan pada multi mill sebesar 5 mm akan menghasilkan grits jagung yang lebih kecil bila dibandingkan dengan ukuran saringan yang berukuran 7 mm. Perbaikan proses untuk penggilingan kedua yaitu menggunakan disc mill tipe lama karena akan menghasilkan tepung yang lebih halus. Mekanisme pengayakan dilakukan dengan susunan pengayak secara terpisah. Pengayakan yang menggunakan susunan pengayak secara terpisah ini akan memberikan hasil ayakan secara jelas dan terukur dalam ukuran mesh tepung yang dihasilkan. Untuk penepungan basah, perendaman yang optimum berdasarkan hasil rendemen yaitu selama 12 jam dan pemberian air yang tidak terlalu banyak kurang lebih sampai pecahan jagung masih memiliki warna kuning ketika penggilingan dilakukan. Selain itu diperlukan juga perbaikan proses penepungan basah ini dengan menggunakan sentrifugasi yang berfungsi untuk memisahkan komponen air yang masih terdapat dalam campuran pati, sehingga dengan menggunakan sentrifugasi proses penepungan basah akan lebih cepat dalam menghasilkan rendemen. Hasil penggilingan kering terhadap tepung jagung varietas Pioneer 13 memberikan rendemen tepung sebesar 17.79% dari bobot awal 25 kg, sedangkan dari varietas Srikandi mempunyai rendemen sebesar 15.89%. Karakteristik tepung jagung hasil penggilingan kering terhadap kadar air, abu, protein, lemak, karbohidrat dan amilosa berturut-turut 7.94%; 0.68%; 8.73%; 2.99%; 79.66%; dan 20.22% dan mempunyai nilai warna terhadap L, a dan b berturut-turut 63.01; +3.10; dan Perlakuan waktu perendaman pada penepungan basah terhadap rendemen tepung jagung selama 6, 9, dan 12 jam memberikan hasil berturut-turut 22.21%; 24.38%; dan 32.47%. Karakteristik tepung jagung terbaik hasil penggilingan basah dengan waktu perendaman 12 jam terhadap kadar air,

5 abu, protein, lemak, karbohidrat dan amilosa berturut-turut 5.48%; 0.79%; 8.78%, 6.33%; 78.62%; 20.26%. Pengukuran warna terhadap nilai L, a, dan b dari waktu perendaman 12 jam berturut-turut 63.89; +3.69; Dalam proses pembuatan mi jagung, pencampuran bahan sebaiknya digunakan varimixer yang menggunakan pengaduk bertipe jari-jari karena akan menghasilkan adonan yang cukup homogen dan merata. Pembuatan adonan yang dikerjakan pada skala yang lebih besar akan mengalami kesulitan apabila dilakukan terhadap jumlah adonan mi yang lebih dari satu kilogram. Hal ini dikarenakan proses pencetakan lembaran dan pencetakan mi jagung harus kontinyu dan berkesinambungan. Apabila dipaksa dilakukan akan terdapat sebagian lembaran adonan harus menunggu untuk dilakukan proses selanjutnya akibat dari banyaknya jumlah adonan mi sehingga akan menghasilkan lembaran adonan yang kurang baik, patah-patah dan banyak adonan yang terbuang karena tidak tertekan dan tercetak dengan baik. Untuk pengukusan dalam penggandaan skala tidak dapat digunakan alat pengukus dapur yang biasa dipakai, tapi menggunakan alat steaming yang berkapasitas besar yang memiliki pengontrolan proses. Hal ini disebabkan pengukusan yang baik merupakan salah satu parameter proses penting atau titik kritis dalam pembuatan mi jagung. Pengukusan pertama dan kedua yang cukup memberikan hasil yang baik yaitu berturut-turut selama 15 menit dan 10 menit. Mi jagung yang berasal dari tepung teknik kering mempunyai kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat berturut-turut 7.80%, 1.50%, 6.34%, 0.19%, 84.17% dan dari tepung teknik basah berturut-turut 4.66%, 1.27%, 6.13%, 1.83%, 86.11%. Dari hasil-hasil yang didapat diatas, untuk proses penggandaan skala pembuatan mi jagung memerlukan aspek bahan, alat, tahapan dan kondisi proses yang dapat menunjang kegiatan ini. Dari bahan yang ditambahkan diperlukan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung. Parameter proses, baik aliran dan kondisi diperlukan untuk memperbaiki proses pembuatan mi jagung, serta diperlukannya alat-alat skala besar yang dapat menunjang keseluruhan proses pembuatan mi jagung tersebut. Keseluruhan proses produksi mi jagung dengan skala yang lebih besar memperlihatkan terdapatnya beberapa titik kritis yang perlu diperhatikan, diantaranya untuk penepungan kering yaitu proses penggilingan pertama, penggilingan kedua dan pengayakan. Penepungan basah yaitu penggilingan, pengendapan dan sentrifugasi. Sedangkan untuk pembuatan mi jagung yaitu proses pencampuran, pembentukan lembaran adonan dan untaian mi serta pengukusan.

6 RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Gilang Gemilang Firdaus Slamet Pratama dilahirkan pada tanggal 30 April 1985 di Bandung dan merupakan putra pertama dari pasangan Drs. H. Dedy Slamet Mulyadi, S.H, M.H dan Dra. Hj. Cucu Halimah Loekman Abdullah. Penulis menempuh pendidikan di TK Tunas Mekar Jalancagak ( ), pendidikan dasar di SDN Titim Fatimah Jalancagak ( ), pendidikan menengah pertama di SLTPN 1 Jalancagak ( ), dan pendidikan menengah atas di SMUN 1 Subang ( ). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Insitut Pertanian Bogor pada tahun 2003 melalui jalur USMI. Selama menempuh pendidikan di IPB penulis aktif sebagai pengurus Organisasi Mahasiswa Daerah Subang FOKKUS ( ), staf Divisi Kesekretariatan HIMITEPA ( ), panitia Suksesi HIMITEPA (2004), panitia BAUR 2005, panitia Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan Tingkat Nasional 2005 (LCTIP XIII), panitia HACCP III (2005), panitia Seminar Sehari Penulisan Proposal PKM (2006) dan panitia Fieldtrip ITP 40 (2007). Adapun seminar dan pelatihan yang pernah diikuti penulis yaitu Seminar Gizi dan Kesehatan Populer Kupas Food Combining Diet (2004), Seminar Nasional Pertanian (2005), Seminar Si Emas Merah dari Papua (2005), Seminar IDF International Conference Survival of The Fittest : Drink Milk (2005), Pelatihan Good Laboratory Practices (2006), dan Seminar Nasional Food Safety, Quality, and Nutrition for The Best Future (2007). Penulis pernah menjadi asisten pratikum pada mata kuliah Kimia Dasar I, Departemen Kimia, Fakultas MIPA, IPB (2006), asisten praktikum mata kuliah Teknologi Pengolahan Pangan, Departemen ITP, FATETA, IPB (2007). Selama masa kuliah, penulis mendapatkan beasiswa dari Bantuan Belajar Mahasiswa pada tahun 2006 dan Untuk menyelesaikan tugas akhirnya, penulis menulis skripsi dengan judul Paket Teknologi Untuk Memproduksi Mi Jagung dengan Bahan Baku Tepung Jagung di bawah bimbingan Dr. Ir. Dahrul Syah dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, M.Sc.

7 KATA PENGANTAR Penulis mengucapkan syukur dan terima kasih kepada Allah SWT atas rahmat, karunia, serta berkah-nya yang telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Paket Teknologi Untuk Memproduksi Mi Jagung dengan Bahan Baku Tepung Jagung. Shalawat dan Salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW. Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu, mendukung, serta membimbing penulis baik secara langsung maupun tidak langsung hingga skripsi ini selesai ditulis, terutama kepada : 1. Ayah dan Mamah, serta Nenek (Alm) atas doa, kasih sayang, nasihat, dukungan moril dan spirituil, serta motivasi yang diberikan selama ini. Penulis cinta kalian semua. 2. Adik-adik tersayang ( Neng Lingga dan De Gischa) atas persaudaraan, kasih sayang, kegembiraan, dan semangat yang diberikan selama ini. 3. Dr. Ir. Dahrul Syah selaku Dosen Pembimbing I yang selalu sabar dan bijaksana serta kasih sayangnya dalam membimbing dan mendukung penulis. 4. Dr. Ir. Feri Kusnandar M.Sc selaku Dosen Pembimbing II yang selalu memberikan masukan-masukan yang berguna hingga terselesaikannya skripsi ini. 5. Ir. Sutrisno Koswara, M.Si atas kesediaannya sebagai Dosen Penguji dan masukan-masukan yang diberikan. 6. Seluruh dosen dan staf Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah memberikan ilmu dan mendukung kemajuan penulis. 7. Teman-teman sebimbingan sekaligus partner penelitian : Angel, Anggita, dan Fauzan atas bantuan ilmu, tenaga, waktu, dan kesabaran menghadapi penulis. Terima kasih atas kebersaman dan kekompakannya selama ini. 8. Semua laboran laboratorium dan staf departemen ITP lainnya atas bantuan dan kerjasamanya dengan penulis.

8 9. Tim Futsal ITP 40, The Baleboy s, The Windy s, Zulfa ers, Tim Kardhita, Chandra, Ican, Zano, Shindu, Sinung, Beti, Agnes, Sarwo, Mona, Asih, Chusni, Yoga, Udjo, Mitha, Wayan, Ade, Fitri, Reza, Adie, Helmi, Even, Rucitra, Lasty, Gading, Prima, Sumarto, Mardiati, Martin, Kaninta, Mae dan semua teman-teman ITP 40. Terima kasih telah membuat kuliah dan praktikum kita menjadi lebih bermakna. 10. Ka Bobby, Ka Fahmi, Ka Annisa dan Ka Rohana, teman-teman ITP angkatan 39, 41 (Sigit, Gina, Sofie, Yunita) dan 42 (Wahyu dan Ikhwan), teman-teman IPN (Ka Dian dan Ka Friska), Katja (Slovenia s Student), Elizabeth (Austria s Student), teman-teman FOKKUS Subang. Terima kasih atas semua bimbingan dan perhatiannya. 11. Janathan, Adiputra, Rial, Dhani, Hayuning, Herher, Noor dan Rukoyah yang selalu menjadi rekan dalam bertukar pikiran. Terima kasih telah membuat persahabatan kita menjadi penuh warna dan arti. 12. Sobat-sobat kost Griya Budi Luhur, teman-teman Pondok Asad (Adi, Novan, dkk), warga kompleks Masjid Budi Luhur (MBL), serta semua crew Fortierz-Family (Yasmin, Yuli, Lely, Irma, Yusi, Ica, Dhiku, Sherly, Ono, Rahmat, Genta, Yusuf, Yudhi, Adi dan Diki). Terima kasih atas semua dukungan moril dan spirituil yang diberikan kepada penulis. 13. Mbak Yani, Mbak Tissa, Bang Oman, Mas Obe, Mas Herlan, Dawud KS, De Syaban, dan Neng Linda DH. Terima kasih atas rasa kebersamaan dan kekeluargaannya selama ini. 14. Terakhir kepada semuanya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak mendukung penulis selama ini. Terima kasih banyak. Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh sebab itu masukan dan kritik yang membangun selalu penulis harapkan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan. Bogor, Januari 2008 Penulis

9 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR.. DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... I. PENDAHULUAN... A. Latar Belakang B. Tujuan... C. Manfaat... II. TINJAUAN PUSTAKA... A. Tepung Jagung. B. Pati Jagung Amilosa Amilopektin Granula Pati Proses Ekstraksi Pati... C. Mi Jagung... D. Proses Penggandaan Skala... III. METODOLOGI PENELITIAN... A. Bahan dan Alat... B. Metoda Penelitian. 1. Pemilihan Proses Untuk Penggandaan Skala Penepungan Jagung Pembuatan Mi Jagung... C. Analisis Sifat Kimia dan Fisik Tepung dan Mi Jagung..... IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Penggandaan Skala Produksi Tepung Jagung Penggandaan Skala Penggilingan Teknik Kering... a. Penggilingan Pertama... b. Penggilingan Kedua... i iii v vi vii

10 c. Pengayakan Penggandaan Skala Penggilingan Teknik Basah Karakteristik Tepung Jagung... a. Warna Tepung Jagung... b. Karakteristik Kimia Tepung Jagung Rekapitulsi Variabel Proses pada Berbagai Teknik Penepungan... B. Penggandaan Skala Pembuatan Mi Jagung Kering Pembuatan Mi Jagung Kering... a. Pencampuran... b. Pengukusan... c. Pembentukan Lembaran, Pencetakan dan Pemotongan Rekapitulasi Variabel Proses pada Pembuatan Mi Jagung Kering V. KESIMPULAN DAN SARAN..... A. Kesimpulan.... B. Saran..... DAFTAR PUSTAKA... LAMPIRAN

11 DAFTAR TABEL Tabel 1. Perbandingan Sifat Pati Jagung dan Tepung Jagung... Tabel 2. Karakteristik Granula Pati..... Tabel 3. Perlakuan Proses Penepungan Jagung Teknik Kering... Tabel 4. Hasil Pengamatan Rendemen dari Varietas Jagung yang Berbeda... Tabel 5. Kapasitas Alat Penggiling... Tabel 6. Data Perbandingan Penggunaan Tipe Disc mill terhadap Rendemen Tabel 7. Hasil Pengamatan Rendemen terhadap Hasil Penggilingan... Tabel 8. Hasil Pengukuran Warna Tepung Jagung... Tabel 9. Karakteristik Kimia Tepung Jagung Varietas Srikandi... Tabel 10. Rekapitulasi Variabel Proses pada Berbagai Teknik Penepungan... Tabel 11. Perlakuan terhadap Jenis Pengaduk... Tabel 12. Karakteristik Kimia Mi Jagung dari Tepung Kering dan Basah... Tabel 13. Perbedaan Mi Jagung dari Tepung Teknik Kering dan Basah... Tabel 14. Rekapitulasi Variabel Proses pada Pembuatan Mi Jagung Kering

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Aliran Proses Kegiatan Penggandaan Skala... Gambar 2. Pembuatan Tepung Jagung Teknik Kering... Gambar 3. Pembuatan Tepung Jagung Teknik Basah... Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Mi Jagung Kering... Gambar 5. Ukuran Saringan Multi mill... Gambar 6. Dua Buah Cakram Disc mill Tipe Baru... Gambar 7. Disc mill Tipe Lama... Gambar 8. Diagram Alir Kesetimbangan Massa Proses Penepungan Kering Gambar 9. Diagram Alir Kesetimbangan Massa Proses Penepungan Basah.. Gambar 10. Warna Tepung Jagung Teknik Penggilingan Kering dan Basah... Gambar 11. Grafik Pengukuran Kadar Protein Tepung Jagung Srikandi... Gambar 12. Grafik Pengukuran Kadar Lemak Tepung Jagung Srikandi... Gambar 13. Proses Pencetakan Lembaran Mi... Gambar 14. Slitter... Gambar 15. Proses Pencetakan Untaian Mi

13 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4. Lampiran 5. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung. Peralatan Produksi Mi Jagung pada Proses Penggandaan Skala... Data Analisis Proksimat Tepung Jagung Teknik Kering... Data Analisis Proksimat Tepung Jagung Teknik Basah... Data Analisis Proksimat Mi Jagung

14 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mi jagung merupakan produk alternatif yang akan dikembangkan dalam rangka diversifikasi pangan. Mi jagung dapat dibuat dengan menggunakan bahan baku tepung jagung atau pati jagung. Proses pembuatan mi jagung berbeda dengan pengolahan mi terigu karena setelah pencampuran bahan dilakukan pengukusan. Apabila tidak dilakukan pengukusan maka adonan tidak dapat dicetak menjadi mi. Hal ini disebabkan protein endosperm dalam jagung 80-85% terdiri dari zein dan glutelin. Sedangkan protein total dalam gandum 80-85% yang terdiri dari gliadin dan glutenin. Gliadin dan glutenin merupakan jenis protein yang mempunyai sifat membentuk massa yang elastis cohesive bila ditambahkan air dan diuleni. Proses pembuatan mi basah dari tepung jagung terdiri atas pencampuran bahan-bahan, pengukusan, pengulian, pencetakan (pressing, slitting, dan cutting) dan perebusan. Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan dalam pembuatan mi. Selain itu, proses pencampuran bertujuan untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak banyak membentuk gumpalan. Keseragaman distribusi partikel mempengaruhi waktu penetrasi air ke dalam granula pati. Proses pengukusan bertujuan untuk membentuk pati tergelatinisasi yang akan berperan sebagai zat pengikat dalam proses pembentukan lembaran mi. Sedangkan proses pembuatan mi jagung kering terdiri dari pencampuran, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua, dan pengeringan. Pembuatan mi jagung baik mi jagung basah maupun mi jagung kering telah dilakukan beberapa kali penelitian dengan desain proses dan formulasi yang berbeda untuk membentuk mi jagung yang terbaik dilihat dari sifat fisik maupun dari sifat kimia mi jagung itu sendiri. Selain itu penelitian pembuatan mi jagung yang terdahulu juga menggunakan bahan baku berupa tepung jagung dan pati jagung.

15 Juniawati (2003) membuat mi jagung instan dari bahan tepung jagung. Pada penelitian ini dilakukan penentuan formulasi yang akan dioptimasi. Tepung jagung, air, garam 1% adalah formulasi mi jagung instan yang akan dibuat. Perbandingan tepung jagung dengan air yang digunakan adalah 1 : 3 / 4 sampai dengan 1 : 1 1 / 4. Waktu pengukusan pertama dilakukan mulai dari 10 menit sampai dengan 50 menit. Dari kesemua proses dan formulasi yang dilakukan dihasilkan desain proses yang terbaik berupa perbandingan tepung jagung dan air sebesar 1 : 1, dengan penggunaan waktu pengukusan pertama selama 10 menit dan pengukusan kedua selama 30 menit. Pengukusan selama 10 menit ini didukung oleh penggunaan baking powder yang dapat mempersingkat waktu pengukusan pertama. Hal ini disebabkan dengan penambahan baking powder maka penetrasi panas yang diterima oleh bahan lebih cepat sehingga proses gelatinisasi pun dapat berlangsung lebih cepat. Budiyah (2004) melakukan penelitian mi jagung instan dengan memodifikasi formulasi dari penelitian Juniawati (2003). Dalam penelitian ini tepung jagung digantikan dengan tepung maizena dan gluten meal. Beberapa parameter proses juga diubah untuk mendapatkan hasil yang optimal misalnya pada jumlah air yang ditambahkan, kendali waktu pengukusan, serta ditambahkannya bahan pengikat lain berupa CMC. Formulasi terbaik yang dihasilkan berupa perbandingan air dengan pati dan CGM 3 / 4 : 1 dan penambahan CMC sebesar 1%. Formulasi ini menghasilkan adonan yang mudah diuleni, hasil rehidrasi bagus, cooking loss sedikit, mi tidak terlalu kenyal. Proses pembuatannya dilakukan pencampuran pati yang tergelatinisasi dengan pati yang tidak tergelatinisasi. Fadlillah (2005) mencoba memodifikasi penelitian Budiyah (2004) berupa pengukusan seluruh bagian adonan dengan waktu pengukusan yang berbeda-beda. Selain itu dilakukan penambahan protein gluten terigu tetap dikombinasikan dengan penambahan Corn Gluten Meal (CGM), dengan total penambahan 10% dari adonan serta penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss.

16 Rianto (2006) melakukan penelitian pembuatan mi jagung basah. Pada penelitian ini formula mi basah yang akan dioptimasi terdiri atas tepung jagung 100 gram, air 30 ml, garam 1% (1gram), dan baking powder 0,3% (0,3 gram). Adonan yang dihasilkan pada penambahan air 30 ml memiliki sifat mudah dibentuk menjadi lembaran mi, tidak lengket dan untaian mi yang dihasilkan seragam. Hasil pengukuran sifat fisik mi basah menunjukkan bahwa mi jagung basah dengan formula dan desain proses terbaik pada penelitian ini adalah mi basah dengan waktu pengukusan 7 menit. Hal ini didasarkan pada karakteristik mi basah matang yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu lengket, memiliki nilai kehilangan padatan akibat pemasakan (KPAP) yang terkecil dan nilai elongasi yang cukup besar. Soraya (2006) melakukan penelitian pembuatan mi jagung basah yang memodifikasi proses dengan mencampurkan tepung terpregelatinisasi dengan tepung yang tidak terpregelatinisasi. Perbandingan yang optimum adalah 70 : 30. Pada level ini adonan tidak lengket di mesin pembuat mi dan mi yang dihasilkan tidak mudah patah. Selain itu waktu perebusan yang optimum adalah 1.5 menit dan penambahan guar gum sebesar 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss mi jagung. Kurniawati (2006) melakukan penelitian mi jagung basah yang menggunakan bahan dari pati jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Pada penelitian ini dilakukan modifikasi proses seperti yang dilakukan oleh Budiyah (2004) dengan mencampurkan pati yang tergelatinisasi dan pati yang tidak tergelatinisasi. Penentuan desain proses meliputi penentuan jumlah air, waktu pengukusan, urutan pencampuran bahan dan waktu perebusan yang tepat. Jumlah air, waktu pengukusan dan waktu perebusan yang optimum pada penelitian ini berturut-turut adalah 30%, 3 menit dan 2.5 menit. Perbaikan desain proses untuk mengurangi KPAP dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan (garam, baking powder, CMC) kedalam pati yang digelatinisasi. Upaya perbaikan karakteristik fisik (elongasi mi) dilakukan dengan substitusi sebagian adonan yang dikukus dengan pati kacang hijau. Hasil yang optimum ditunjukkan oleh substitusi maizena oleh pati kacang

17 hijau 5%. Perbaikan KPAP mi formulasi terpilih dilakukan dengan penambahan guar gum 1%. Dari beberapa penelitian yang sebelumnya dilakukan telah memberikan hasil optimum dengan beberapa perbaikan, baik dari formulasi maupun dari desain prosesnya. Penelitian-penelitian terdahulu masih dalam skala laboratorium yang menggunakan skala kecil. Selayaknya bila telah didapatkan hasil optimum seperti data diatas, maka perlu diujicobakan pada produksi skala lebih besar (scale up). Untuk mewujudkan penggandaan skala tersebut perlu diperhatikan beberapa aspek yang berkaitan, diantaranya bahanbahan, proses aliran dan alat-alat yang mendukung rencana penggandaan skala. Maka diperlukan beberapa perlakuan, pengujian dan identifikasi terhadap semua aspek yang diperlukan untuk proses penggandaan skala. B. Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk merumuskan paket teknologi mi jagung yang menggunakan bahan baku dari tepung jagung sehingga akan dihasilkan spesifikasi bahan, alat dan kondisi proses hingga skala produksi mencapai satu kilogram. C. Manfaat Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini yaitu dapat menspesifikasi bahan-bahan, proses tahapan (aliran dan kondisi), dan alat-alat yang dibutuhkan untuk pembuatan mi jagung dengan memanfaaatkan tepung jagung.

18 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tepung Jagung Menurut SNI , tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung ke dalam bentuk tepung merupakan suatu proses memisahkan kulit, endosperm, lembaga dan tip cap. Endosperm merupakan bagian biji jagung yang digiling menjadi tepung dan memiliki kadar karbohidrat yang tinggi. Kulit memiliki kandungan serat yang tinggi sehingga kulit harus dipisahkan dari endosperm karena dapat membuat tepung bertekstur kasar, sedangkan lembaga merupakan bagian biji jagung yang paling tinggi kandungan lemaknya sehingga harus dipisahkan karena lemak yang terkandung di dalam lembaga dapat membuat tepung tengik. Tip cap merupakan tempat melekatnya biji jagung pada tongkol jagung. Tip cap juga merupakan bagian yang harus dipisahkan karena dapat membuat tepung menjadi kasar. Apabila pemisahan tip cap tidak sempurna maka akan terdapat butir-butir hitam pada tepung. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Juniawati (2003), pembuatan tepung jagung dilakukan menggunakan metode penggilingan kering. Penggilingan dilakukan sebanyak dua kali. Penggilingan pertama (penggilingan kasar) dilakukan dengan menggunakan multi mill. Hasil penggilingan kasar berupa grits, kulit, lembaga dan tip cap. Kemuditan kulit, lembaga dan tip cap dipisahkan melalui pengayakan dan perendaman. Selanjutnya, grits jagung yang diperoleh dari penggilingan kasar dicuci dan direndam dalam air selama 3 jam. Tujuan dilakukannya perendaman adalah untuk membuat grits jagung tidak terlalu keras sehingga memudahkan proses penggilingan grits jagung. Penggilingan kedua yang merupakan penggilingan grits jagung menggunakan disc mill (penggiling halus) menghasilkan tepung jagung. Tepung jagung tersebut kemudian diayak dengan menggunakan pengayak berukuran 100 mesh. Komponen terbesar dalam tepung jagung adalah pati. Berdasarkan hasil penelitian Juniawati (2003), tepung jagung memiliki kadar pati sebesar 68,2%.

19 B. Pati Jagung Pati memiliki karakteristik tertentu berdasarkan bentuk, ukuran, distribusi ukuran, komposisi, dan kekristalan granulanya (Belitz dan Grosch, 1999). Dalam bentuk aslinya secara alami, pati merupakan butiran-butiran kecil yang disebut granula. Bentuk dan ukuran granula merupakan karakteristik setiap jenis pati, karena itu dapat digunakan untuk identifikasi. Selain ukuran granula, karakteristik lain adalah bentuk, keseragaman granula, lokasi hilum, serta permukaan granulanya (Hodge dan Osman, 1976). Pati ini dapat dimanfaatkan dalam pembuatan aneka produk pangan yang salah satunya adalah mi jagung. Untuk mengetahui proses pembuatan mi jagung terlebih dulu perlu mengetahui beberapa sifat dari pati. Pati memegang peranan penting dalam pengolahan pangan terutama karena mensuplai kebutuhan energi manusia di dunia dengan porsi yang tinggi. Lebih dari 80 persen tanaman pangan terdiri dari biji-bijian atau umbiumbian dan tanaman sumber pati lainnya (Greenwood dan Munro, 1979). Pati tidak larut pada air dingin dan akan membentuk massa pasta yang padat dan keras apabila dicampur dengan air dingin. Oleh karena itulah pati sangat sulit dijadikan massa adonan yang nantinya mengalami pencetakan. Sifat pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang komposisinya masih lengkap. Pati jagung atau yang dikenal dengan nama dagang maizena merupakan produk utama dari industri penggilingan jagung dengan teknik basah (wet mill) (Greenwood, 1975). Pati jagung berbeda dengan tepung jagung yang kandungan bahan kimianya masih lengkap. Perbedaan yang signifikan terutama pada kandungan protein, lemak, dan kadar abu. Pada tepung jagung masih lengkap sedangkan pada pati jagung sudah dipisahkan serta sebagian hilang pada proses pencucian. Pati tersusun paling sedikit oleh tiga komponen utama yaitu amilosa, amilopektin, dan material antara seperti protein dan lemak. Umumnya pati mengandung 12 30% amilosa, 75 80% amilopektin dan 5 10% material antara. Struktur dan jenis material antara tiap sumber pati berbeda tergantung sifat-sifat botani sumber pati tersebut. Secara umum dapat

20 dikatakan bahwa pati biji-bijian mengandung bahan antara yang lebih besar dibandingkan pati batang dan pati umbi (Greenwood, 1975). Tabel 1. Perbandingan Sifat Pati Jagung dan Tepung Jagung Parameter Satuan Pati jagung * Tepung jagung** Kadar air % Kadar protein (b/b) % Kadar abu % Kadar lemak (b/b) % Karbohidrat by difference % Kandungan pati % PH (5% suspensi) Residu SO 2 ppm Lolos ayakan 100 mesh % Viskositas cps Serat % Sumber: *) PT. Suba Indah Tbk (2004) **) Juniawati (2003) Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosidik, yang banyak terdapat pada tumbuhan terutama pada biji-bijian, dan umbi-umbian. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari panjang rantai atom karbonnya, serta lurus atau bercabang. Pati mempunyai sifat dapat merefleksikan cahaya terpolarisasi sehingga dibawah mikroskop akan terlihat hitam putih. Sifat ini disebut sifat birefringence. Pada waktu granula mulai pecah sifat birefrengence ini akan hilang. Dalam keadaan murni granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan tipis yang tersusun terpusat. Granula pati bervariasi dalam bentuk tidak beraturan demikian juga umurnya, mulai kurang dari 1 mikron sampai 150 mikron ini tergantung sumber patinya. Untuk pati jagung memiliki diameter berkisar antara m, kentang m, ubi jalar m, tapioka 6 36 m, gandum 3 38 m, dan beras 3 9 m (Fennema, 1996).

21 1. Amilosa Amilosa merupakan homoglikan D-glukosa dengan ikatan -(1,4) dari struktur cincin piranosa. Amilosa umumnya dikatakan sebagai bagian linier dari pati, meskipun sebenarnya jika dihidrolisis dengan ß-amilase pada beberapa jenis pati tidak diperoleh hasil yang sempurna. ß-amilase menghidrolisis amilosa menjadi unit-unit residu glukosa dengan memutuskan ikatan -(1,4) dari ujung non pereduksi rantai amilosa menghasilkan maltosa (Hoseney, 1998). Berat molekul amilosa beragam tergantung pada sumber dan metode ekstraksi yang digunakan. Secara umum, amilosa yang diperoleh dari umbi-umbian dan pati batang mempunyai berat molekul yang lebih tinggi dibandingkan dengan amilosa dari pati biji-bijian. Kemampuan amilosa untuk berinteraksi dengan iodine membentuk kompleks berwarna biru merupakan cara untuk mendeteksi adanya pati (Hoseney, 1998). 2. Amilopektin Amilopektin merupakan polimer yang mempunyai ikatan -(1,4) pada rantai lurusnya serta ikatan ß-(1,6) pada titik percabangannya. Ikatan percabangan tersebut berjumlah sekitar 4-5 persen dari keseluruhan ikatan yang ada pada amilopektin (Hodge dan Osman, 1976). Cabang-cabang amilopektin lebih banyak dari pada amilosa. Amilopektin terdiri dari unit glukosa, namun glukosa yang dihubungkan dengan ikatan rantai -1,4 hanya sekitar unit (Hoseney, 1998). Amilopektin dan amilosa dapat dipisahkan dengan cara melarutkannya dalam air panas di bawah suhu gelatinisasi. Fraksi terlarut dalam air panas adalah amilosa dan fraksi tidak larut adalah amilopektin. Pada pati serealia, amilopektin merupakan elemen dari struktur kristal (Hodge dan Osman, 1976). 3. Granula Pati Granula pati mempunyai ukuran diameter 3-26 m, namun rata-rata ukuran granula pati jagung adalah 15 m. Pati dengan ukuran granula besar mempunyai ketahanan terhadap panas yang lebih tinggi

22 dibandingkan dengan pati dengan granula yang berukuran kecil. Pengamatan dengan DSC (Differential Scanning Calorimetry) menunjukkan bahwa pati dengan ukuran kecil mempunyai suhu awal gelatinisasi lebih rendah dibandingkan dengan pati yang berukuran granula lebih besar (Wirakartakusumah, 1981). Dalam pembuatan mi jagung dengan bahan pati kasar, ukuran partikel pati kasar akan berpengaruh terhadap suhu gelatinisasi. Secara mikroskopik, dalam granula pati campuran molekul berstruktur linier dan bercabang tersusun membentuk lapisan-lapisan tipis yang berbentuk cincin atau lamela, dimana lamela tersebut tersusun terpusat mengelilingi titik awal yang disebut hilus atau hilum. Penampakan cincin atau lamela pada granula pati adalah akibat dari pengendapan lapisan molekul pati yang terjadi pada waktu yang berlainan dan tidak sama kadarnya. Di dalam Hodge dan Osman (1976) menjelaskan bahwa ikatan paralel terbentuk antara molekul linier yang berdekatan atau dengan cabang yang terluar dari molekul bercabang. Ikatan ini dihubungkan dengan ikatan hidrogen, menghasilkan daerah kristalisasi atau misela. Daerah yang kurang padat yang disebut daerah amorf mudah dimasuki air. Misela menyebabkan granula pati memiliki sifat birefringence, yaitu sifat yang dapat merefleksikan atau memantulkan cahaya terpolarisasi sehingga akan tampak seperti susunan kristal hitam putih di bawah mikroskop (Whistler et al., 1996). Letak hilum dalam granula pati ada yang ditengah dan ada yang ditepi. Granula pati dari golongan tanaman Graminae (beras, jagung, dan gandum) mempunyai hilum yang terletak ditengah, sedangkan pada granula pati kentang dan sagu mempunyai letak hilum di tepi. Bentuk butir pati secara fisik berupa semikristalin yang terdiri dari unit kristal dan unit amorf. Unit kristal lebih tahan terhadap perlakuan asam kuat dan enzim sedangkan amorf sifatnya labil terhadap asam kuat dan enzim. Bagian amorf dapat menyerap air dingin sampai 30% tanpa merusak struktur pati secara keseluruhan (Hodge dan Osman, 1976). Sampai saat ini diduga

23 bahwa amilopektin merupakan komponen yang bertanggung jawab terhadap sifat-sifat kristal dari granula pati. Tabel 2. Karakteristik Granula Pati Jenis pati Ukuran granula (µm) Bentuk granula Padi 3-8 Poligonal Gandum Lentikular atau bulat Jagung 15 Polihedral atau bulat Sorgum 25 Bulat Rye 28 Lentikular atau bulat Barley Bulat atau elips Sumber: Hoseney (1998). Dalam keadaan murni, granula pati berwarna putih, mengkilat, tidak berbau dan tidak berasa. Secara mikroskopik terlihat bahwa granula pati dibentuk oleh molekul-molekul yang membentuk lapisan-lapisan tipis yang tersusun terpusat. Bentuk dan ukuran granula bervariasi tergantung jenis patinya (Tabel 2) (Hodge dan Osman, 1976). 4. Proses Ekstraksi Pati Pati jagung komersial dihasilkan dari jagung pipil dengan metode penggilingan basah. Penggilingan basah menghasilkan empat komponen dasar yaitu: pati, lembaga, serat, dan protein. Keempat komponen tersebut dapat diolah menjadi produk-produk seperti dekstrin, sirup glukosa, pakan ternak, minyak jagung, dan lain-lain (Corn Refiner Association, 2007). Tahap-tahap pembuatan pati dengan metode penggilingan basah meliputi penanganan pasca panen jagung (pengeringan dan penyimpanan), pembersihan, perendaman, dan pemisahan komponen-komponen kernel jagung. Tahap pemisahan kernel jagung dibagi lagi menjadi tahap penggilingan kasar dan pemisahan lembaga, penggilingan halus dan pemisahan serat, pemisahan dan pemurnian pati, dan terakhir tahap starch finishing (Johnson dan May, 2003). Jagung yang berasal dari ladang dikeringkan dan disimpan dalam silo. Faktor yang harus diperhatikan selama penyimpanan adalah kadar air jagung. Kadar air yang aman untuk penyimpanan jangka panjang adalah sekitar 15% atau kurang. Jagung yang disimpan harus telah memenuhi

24 syarat mutu yang ditentukan. Menurut Johnson dan May (2003), faktor yang diperhatikan dalam pemilihan mutu jagung adalah daya simpan dan penampilan (bobot, adanya materi asing atau kontaminan, dan total kernel yang rusak). Jagung yang lolos inspeksi memasuki tahap pembersihan. Pada tahap ini jagung dibersihkan dari kotoran dan kontaminan asing (sekam batu, pecahan kernel, bagian tubuh serangga, pasir, logam dan lain-lain). Tahap selanjutnya adalah perendaman. Jagung direndam dalam air yang telah dicampur SO 2 dengan konsentrasi tertentu ( %). Perendaman dilakukan selama jam (umumnya jam) pada suhu 52 0 C. Selama perendaman, air akan berdifusi ke dalam kernel meningkatkan kadar air dari 15% menjadi 45%. Difusi air menyebabkan ukuran kernel membengkak dua kali ukuran semula, melunakkan kernel dan memudahkan pemisahan pada tahap selanjutnya. Air sisa perendaman dievaporasi hingga mencapai 40-50% padatan, dicampur serat jagung, dikeringkan dan dijual sebagai corn gluten feed atau sebagai fermentation enhancer. Menurut Johnson dan May (2003) penggunaan SO 2 sangat penting karena SO 2 sebagai agen pereduksi mampu memecah ikatan disulfide matriks protein yang membungkus granula pati, sehingga dapat membebaskan granula pati. Selain itu SO 2 mampu menciptakan kondisi yang menguntungkan bagi pertumbuhan bakteri asam laktat (lactobacillus). Asam laktat yang dihasilkan bakteri asam laktat dapat membantu pemisahan pati dan meningkatkan jumlah pati yang dihasilkan. Asam laktat dapat meningkatkan pelunakkan biji, melarutkan protein endosperm, dan melemahkan dinding sel endosperm. Tahap pemisahan kernel dimulai dengan penggilingan kasar dan pemisahan lembaga. Sebelum lembaga jagung dipisahkan menggunakan hydroclone, jagung terlebih dahulu digiling kasar untuk memecah kernel tanpa memecah lembaga. Selama perendaman, lembaga jagung menjadi lebih elastis, sehingga diharapkan tidak akan pecah dengan penggilingan kasar. Selanjutnya lembaga dipisahkan dari pecahan kernel jagung dalam

25 hydroclone berdasarkan perbedaan berat jenis. Larutan kernel jagung dan lembaga dari penggilingan kasar dipompa masuk ke hydroclone. Dalam hydroclone larutan lembaga dan kernel jagung teraduk oleh hembusan angin yang diberikan dan mendapat gaya sentrifugal. Lembaga akan terdorong keatas dan pecahan kernel jagung terpisah kebawah. Lembaga yang terpisah dicuci, dihilangkan kadar airnya dengan pengepresan, dikeringkan hingga kadar air 3% dan kemudian didinginkan. Lembaga yang dikeringkan bisa diolah lebih lanjut untuk ekstraksi minyak jagung. Tahap selanjutnya adalah penggilingan halus dan pemisahan serat. Pada tahap ini, lumpur jagung dari penggilingan kasar digiling dalam penggilingan kuat yang akan menggerus jagung sehingga pati dan glutennya keluar dari dalam kernel. Selanjutnya suspensi pati, gluten, dan serat dialirkan ke atas ayakan cembung yang dapat menahan serat tetapi meneruskan pati. Serat yang terkumpul diayak lagi untuk menghilangkan residu pati atau protein, kemudian dipompa menuju lini pakan untuk dijadikan pakan hewan. Suspensi pati dan gluten yang disebut mill starch dialirkan menuju starch separators. Tahap pemisahan dan pemurnian pati dari mill starch dilakukan berdasarkan perbedaan berat jenis pati dan gluten. Gluten memiliki densitas yang lebih rendah dibandingkan pati. Mill starch dialirkan dalam sentrifuse, sehingga gluten mengambang lalu dipompa ke lini pakan. Pati dengan sisa protein sekitar 1-2% dilarutkan lalu dicuci 8 sampai 14 kali. Pelarutan dan pencucian yang berulang di dalam hydroclone digunakan untuk menghasilkan pati berkualitas tinggi dengan sisa protein yang sangat rendah. Pati dengan kualitas baik memiliki tingkat kemurnian lebih dari 99.5%. Sebagian pati dikeringkan untuk dijual sebagai pati tak termodifikasi, sebagiannya lagi dijual sebagai pati yang sudah dimodifikasi atau mengalami proses lanjutan menjadi dekstrin dan sirup glukosa (Corn Refiner Association, 2007). Tahap starch finishing dilakukan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Lumpur pati bisa langsung dikeringkan atau diberi perlakuan dengan beberapa senyawa

26 kimia seperti pemutih atau asam (memodifikasi sifat protein) untuk memenuhi kebutuhan konsumen. C. Mi Jagung Pembuatan mi jagung baik mi jagung basah maupun mi jagung kering telah dilakukan beberapa kali penelitian. Dengan desain proses dan formulasi yang berbeda untuk membentuk mi jagung yang terbaik dilihat dari sifat fisik mi maupun dari sifat kimia mi jagung itu sendiri. Selain itu penelitian pembuatan mi jagung yang terdahulu juga menggunakan bahan baku berupa tepung jagung dan pati jagung. Proses pembuatan mi basah dari tepung jagung terdiri atas pencampuran bahan-bahan, pengukusan, pengulian, pencetakan (pressing, slitting, dan cutting) dan perebusan. Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan dalam pembuatan mi. Selain itu, proses pencampuran bertujuan untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak membentuk gumpalan. Keseragaman distribusi partikel mempengaruhi waktu penetrasi air ke dalam granula pati. Proses pengukusan bertujuan untuk membentuk pati tergelatinisasi yang akan berperan sebagai zat pengikat dalam proses pembentukan lembaran mi. Sedangkan proses pembuatan mi jagung kering terdiri dari pencampuran, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua, dan pengeringan. Juniawati (2003) membuat mi jagung instan dari bahan tepung jagung. Pada penelitian ini dilakukan penentuan formulasi yang akan dioptimasi. Tepung jagung, air, garam 1% adalah formulasi mi jagung instan yang akan dibuat. Perbandingan tepung jagung dengan air yang digunakan adalah 1 : 3 / 4 sampai dengan 1 : 1 ¼. Waktu pengukusan pertama dilakukan mulai dari 10 menit sampai dengan 50 menit. Dari kesemua proses dan formulasi yang dilakukan dihasilkan desain proses yang terbaik berupa perbandingan tepung jagung dan air sebesar 1:1, dengan penggunaan waktu pengukusan pertama selama 10 menit dan pengukusan kedua selama 30 menit. Pengukusan selama 10 menit ini didukung oleh penggunaan baking powder yang dapat mempersingkat waktu pengukusan pertama. Hal ini disebabkan dengan

27 penambahan baking powder maka penetrasi panas yang diterima oleh bahan lebih cepat sehingga proses gelatinisasi pun dapat berlangsung lebih cepat. Budiyah (2004) melakukan penelitian mi jagung instan dengan memodifikasi formulasi dari penelitian Juniawati (2003). Dalam penelitian ini tepung jagung digantikan dengan tepung maizena dan gluten meal. Beberapa parameter proses juga diubah untuk mendapatkan hasil yang optimal misalnya pada jumlah air yang ditambahkan, kendali waktu pengukusan, serta ditambahkannya bahan pengikat lain berupa CMC. Formulasi terbaik yang dihasilkan berupa perbandingan air dengan pati dan CGM 3 / 4 : 1 dan penambahan CMC sebesar 1%. Formulasi ini menghasilkan adonan yang mudah diuleni, hasil rehidrasi bagus, cooking loss sedikit, mi tidak terlalu kenyal. Proses pembuatannya dilakukan pencampuran pati yang tergelatinisasi dengan pati yang tidak tergelatinisasi. Fadlillah (2005) mencoba memodifikasi penelitian Budiyah (2004) berupa pengukusan seluruh bagian adonan dengan waktu pengukusan yang berbeda-beda. Selain itu dilakukan penambahan protein gluten terigu tetap dikombinasikan dengan penambahan Corn Gluten Meal (CGM), dengan total penambahan 10% dari adonan serta penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss. Rianto (2006) melakukan penelitian pembuatan mi basah jagung. Pada penelitian ini formula mi basah yang akan dioptimasi terdiri atas tepung jagung 100 gram, air 30 ml, garam 1% (1gram), dan baking powder 0,3% (0,3 gram). Adonan yang dihasilkan pada penambahan air 30 ml memiliki sifat mudah dibentuk menjadi lembaran mi, tidak lengket dan untaian mi yang dihasilkan seragam. Hasil pengukuran sifat fisik mi basah menunjukkan bahwa mi basah jagung dengan formula dan desain proses terbaik pada penelitian ini adalah mi basah dengan waktu pengukusan 7 menit. Hal ini didasarkan pada karakteristik mi basah matang yang tidak terlalu keras dan tidak terlalu lengket, memiliki nilai KPAP yang terkecil dan nilai elongasi yang cukup besar.

28 Soraya (2006) melakukan penelitian pembuatan mi jagung basah yang memodifikasi proses dengan mencampurkan tepung terpregelatinisasi dengan tepung yang tidak terpregelatinisasi. Perbandingan yang optimum adalah 70:30. Pada level ini adonan tidak lengket di mesin mi dan mi yang dihsilkan tidak mudah patah. Selain itu waktu perebusan yang optimum adalah 1.5 menit dan penambahan guar gum sebesar 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss mi jagung. Kurniawati (2006) melakukan penelitian mi jagung basah yang menggunakan bahan dari pati jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Pada penelitian ini dilakukan modifikasi proses seperti yang dilakukan oleh Budiyah (2004) dengan mencampurkan pati yang tergelatinisasi dan pati yang tidak tergelatinisasi. Penentuan desain proses meliputi penentuan jumlah air, waktu pengukusan, urutan pencampuran bahan dan waktu perebusan yang tepat. Jumlah air, waktu pengukusan dan waktu perebusan yang optimum pada penelitian ini berturut-turut adalah 30%, 3 menit dan 2.5 menit. Perbaikan desain proses untuk mengurangi KPAP dilakukan dengan menambahkan bahan tambahan (garam, baking powder, CMC) kedalam pati yang digelatinisasi. Upaya perbaikan karakteristik fisik (elongasi mi) dilakukan dengan substitusi sebagian adonan yang dikukus dengan pati kacang hijau. Hasil yang optimum ditunjukkan oleh substitusi maizena oleh pati kacang hijau 5%. Perbaikan KPAP mi formulasi terpilih dilakukan dengan penambahan guar gum 1%. Untuk lebih lengkapnya, beberapa hasil penelitian mi jagung dilampirkan dalam Lampiran 1. D. Proses Penggandaan Skala Produk pangan secara khusus mulai terbentuk dari resep yang berada di dapur. Setiap kali memperoleh kepuasan dalam pembuatan produk, maka biasanya terdapat keinginan untuk membuat produk yang sama dengan jumlah yang lebih besar. Produk pangan yang akan dibuat dalam skala besar ini meliputi skala besar untuk resep, pengemasan, distribusi dan penjualan (Scott, 2007). Penggandaan skala merupakan tindakan menggunakan hasil yang diperoleh dari laboratorium untuk mendesain prototipe dan proses sebuah pilot

29 plant. Langkah pertama dalam pengembangan sebuah produk pangan baru untuk kebutuhan sehari-hari adalah mendefinisikan proses yang dibutuhkan untuk membuat produk. Dalam beberapa kasus, terdapat banyak produk yang telah diproduksi pada skala kecil dan para pengusaha menginginkan untuk memperbesar skala proses untuk menyediakan jumlah produksi yang lebih besar. Salah satu perangkat yang berguna dalam hal ini adalah pengembangan diagram aliran proses. Diagram ini menunjukkan laju produksi yang diinginkan dan materi yang dibutuhkan pada setiap tahapan proses. Kebutuhan peralatan ditunjukkan secara skematis pada diagram yang berguna bagi para ahli teknik dalam menghitung biaya dan menyeleksi serta mengukur peralatan untuk proses (Hulbert, 1998). Langkah kedua adalah memecahkan masalah yang masih terdapat dalam proses perbesaran skala. Kebutuhan ini memerlukan uji coba terhadap peralatan penting di dalam laboratorium pilot plant. Berdasarkan proses dan tingkat produksi yang diinginkan, perbesaran skala merupakan proses yang cukup sulit untuk diaplikasikan. Makanya perlu dilakukan percobaanpercobaan yang bersifat kontinyu. Percobaan-percobaan ini dibutuhkan untuk menentukan parameter optimum untuk skala besar dan untuk menentukan desain peralatan yang akan dimodifikasi. Selain itu, percobaan juga dilakukan karena didalam produk pangan sendiri terdapat interaksi kimia dan fisik yang bersifat kompleks (Scott, 2007). Maka daripada itu, pengetahuan dasar tentang interaksi kimia fisik diantara komponen produk penting untuk dipahami. Apabila tidak diperhatikan sifat kimia dan fisik, kemungkinan besar akan terjadi kerusakan produk terutama pada formulasi yang digunakan. Percobaan dilakukan terhadap fasilitas-fasilitas yang tersedia di dalam laboratorium skala pilot plant. Beberapa peralatan akan membantu dalam penentuan ukuran dan ciri-ciri peralatan yang dibutuhkan atau spesifikasi alat yang akan menjadi referensi untuk pembelian (Hulbert, 1998). Untuk dapat melakukan penggandaan skala perlu adanya pengembangan produk dan servis yang terintegrasi. Diantaranya yaitu pengembangan produk (sumber dan formulasinya), menguji unit operasi, mengembangkan kinerja kerja dari spesifikasi alat, dan menentukan titik kritis proses (Guelph Food

30 Technology Centre, 2007). Produk pangan yang ditingkatkan skalanya akan mempunyai karakteristik yang berbeda dengan produk aslinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan rasa, tekstur, aroma dan penampakan secara visual. Proses skala besar tidak akan menghasilkan produk yang identik dengan produk aslinya, akan tetapi akan menghasilkan produk yang menyerupai produk aslinya (Scott, 2007). Proses perbesaran skala membutuhkan kekuatan analisis dalam menentukan langkah-langkah yang akan dilakukan. Beberapa analisis tersebut diantaranya analisis terhadap kondisi operasi, kondisi desain dan proses optimum. Metode untuk melakukan proses peralihan akan dikembangkan dan diujicobakan sebagai kerja praktek. Data dan info-info yang berhubungan lainnya akan berguna untuk ketelitian proses yang dilakukan dalam skala pilot plant (The Center for Professional Advancement, 2007). Tahap pilot plant merupakan tahap pertengahan penelitian atau pembuatan produk sebelum masuk kedalam produksi lebih besar. Tahap pilot plant ini merupakan jembatan yang dapat membantu produksi skala besar karena skala produksi besar terlalu sulit dilakukan apabila mendesain proses pangan mulai dari skala laboratorium. Tahap pilot plant dapat mengevaluasi hasil dari laboratorium dalam pembuatan produk, mengkoreksi dan mengembangkan proses. Selain itu, tahap pilot plant juga dapat menyediakan informasi yang digunakan untuk mengambil keputusan dalam pengembangan proses skala besar (Harper, 2007). Penggandaan skala merupakan proses menantang yang membutuhkan suatu perencanaan matang, fleksibel dan pendekatan yang konsisten untuk meraih keberhasilan. Oleh karena itu, pergerakan produk dari tahap ke tahap akan menjadi lebih kompleks jika dijalankan dalam skala besar ini. Makanya perlu ada langkah yang harus diperhatikan dalam produksi skala besar, yaitu diantaranya menentukan produk dan acuan paket. Hal ini termasuk definisi produk, ukuran dan tipe paket yang diinginkan serta laju produksi. (Scott, 2007).

31 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang diperlukan untuk analisis adalah aquades, K 2 SO 4, HgO, H 2 SO 4, NaOH-Na 2 S 2 O 3, HBO 3, HCl, NaOH, hexan, larutan amilosa standar, larutan etanol 95%, KOH, HCl dan bahan-bahan lainnya. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat/wadah perendaman, penggiling jagung (multi mill dan disc mill), pengayak, timbangan, penggiling batu (burr mill), saringan pati, oven pengering, sentrifugasi dan alat-alat untuk analisis seperti oven, tanur, cawan porselin, cawan alumunium, neraca analitik, Chromameter Minolta CR-310 dan alatalat gelas serta peralatan analisis lainnya. Penelitian pembuatan mi jagung dalam penggandaan skala ini, menggunakan beberapa lokasi laboratorium, yaitu Lab.Seafast Center, Lab.Technopark, Lab.Pilot Plan PAU, dan Lab.Departemen ITP. Beberapa perlakuan akan diujicobakan terhadap alatalat yang tersedia di laboratorium-laboratorium tersebut. B. Metoda Penelitian 1. Pemilihan Proses untuk Penggandaan Skala Awal dari kegiatan penggandaan skala terhadap pembuatan mi jagung ini adalah dengan mengoptimasikan formulasi dalam skala laboratorium. Setelah mendapatkan formulasi yang optimal, kemudian ditingkatkan skalanya dengan melakukan perbaikan-perbaikan dari proses yang dapat berupa penambahan bahan-bahan tambahan untuk memperbaiki karakteristik mi jagung yang dihasilkan. Kegiatan ini juga dapat mengidentifikasi proses pembuatan mi jagung berupa aliran dan kondisi yang lebih baik serta mengidentifikasi alat-alat yang dapat dan akan digunakan untuk kegiatan penggandaan skala pembuatan mi jagung. Mi jagung yang dioptimasi untuk selanjutnya dilakukan produksi skala besar menggunakan formulasi Rianto (2006) yang memproduksi mi

32 jagung basah. Akan tetapi produk yang dihasilkan adalah mi jagung kering dengan menggunakan proses seperti halnya yang dilakukan oleh Fadlillah (2005). Hal ini dikarenakan mi jagung basah mempunyai kadar air yang tinggi sehingga mempunyai masa simpan yang tidak lama, serta apabila diproduksi secara besar harus dianalisis atau dikonsumsi secara seksama sebelum mi jagung basah itu rusak. Proses yang perlu diperhatikan untuk dikerjakan apabila produksi skala besar akan dilakukan diantaranya penepungan kering yaitu penggilingan pertama, penggilingan kedua dan pengayakan. Penepungan basah yaitu penggilingan, pengendapan dan sentrifugasi. Sedangkan untuk pembuatan mi jagung yaitu proses pencampuran, pembentukan lembaran adonan dan mi serta pengukusan. Keseluruhan tahapan tersebut mempunyai permasalahan dalam pengerjaannya apabila dilakukan terhadap skala yang lebih besar, sehingga perlu dioptimasikan pelaksanaannya apabila proses perbesaran skala akan dilanjutkan. Penggilingan pertama pada penepungan kering dioptimasi terhadap ukuran saringan yang digunakan, penggilingan kedua dioptimasi terhadap penggunaan alat disc mill yang tersedia yang akan menghasilkan rendemen terbaik, dan pengayakan mengoptimasikan susunan/rangkaian pengayak dalam satu kali proses. Untuk penepungan basah, penggilingan dioptimasikan terhadap air yang ditambahkan, pengendapan untuk menghasilkan endapan pati yang tidak tengik, sedangkan sentrifugasi diperlukan untuk mempercepat hasil rendemen. Tahapan pembuatan mi yang perlu dioptimasi untuk memperbaiki proses pada skala besar yaitu pencampuran yang dioptimasi terhadap jenis pengaduk, pembuatan lembaran adonan dan mi, dan pengukusan terhadap waktu yang dilakukan. Keseluruhan proses yang akan dioptimasi tersebut merupakan titik kritis dari proses perbesaran skala untuk memproduksi mi jagung. Gambar 1 dibawah ini menunjukkan aliran proses kegiatan penggandaan skala pembuatan mi jagung.

33 Juniawati (2003) Formulasi : T. jagung : air (1:1) B. Powder 0.3% Air ml Garam Rianto (2006) Formulasi : T. jagung 100 gr Air 30 ml Garam 1% B. Powder 0.3% Formulasi Skala Laboratorium Budiyah (2004) Formulasi : Pati jagung 90% CGM 10% CMC 1% Garam 1% B. Powder 0.3% Air Soraya (2006) Formulasi : Pencampuran dengan T. jagung basah 70% Garam 0.6% B. Powder 0.2% Guar gum 0.6% Fadlillah (2005) Formulasi : Maizena 90% CGM 10% CMC 1% Garam 1% B. Powder 0.3% Air 35% Kurniawati (2006) Formulasi : Maizena 45 gr CGM 10 gr CMC 1% Garam 1% B. Powder 0.3% Air 30 ml Pati kacang hijau 5% Pilihan Formulasi Optimal Rianto (2006) Fadlillah (2005) Identifikasi Tahapan Penting Penggilingan pertama, penggilingan kedua, pengayakan (Penepungan Kering) Penggilingan basah, pengendapan, sentrifugasi (Penepungan Basah) Pencampuran, pembentukan adonan dan mi, pengukusan (Pembuatan Mi) Penggilingan I : ukuran saringan yang berbeda Penggilingan II : disc mill lama dan baru Pengayakan : susunan pengayak bertingkat dan terpisah Solusi Awal Penggilingan basah : penggunaan jumlah air Pengendapan : waktu pengendapan Sentrifugasi : Penggunaan alat atau tidak Pencampuran : pengaduk jari-jari dan kail Pembentukan adonan : penggunaan slitter Pengukusan : waktu pengukusan I dan II Eksperimen Tidak Ya Spesifikasi Alat untuk Penggandaan Skala Gambar 1. Aliran Proses Kegiatan Penggandaan Skala

34 2. Penepungan Jagung Penggandaan skala untuk formulasi disesuaikan dengan karakteristik yang sama dengan skala laboratorium. Selain skala besar untuk formula pembuatan mi jagung, dilakukan juga terhadap penepungan jagung. Penepungan dilakukan dengan dua metode, yaitu penepungan teknik kering dan teknik basah. Setiap kali penggilingan digunakan jagung sebesar 25 kg, sehingga akan terlihat pengaruh terhadap rendemen dari kedua teknik penepungan tersebut. Proses penggandaan skala ini dilakukan terhadap jumlah biji jagung yang menjadi bahan dasar. Dari jumlah biji jagung yang dibesarkan skalanya tersebut akan dilihat berapa rendemen yang dihasilkan dari berbagai varietas dan teknik penggilingan yang berbeda. Gambar 2 di bawah ini menampilkan tahapan pembuatan tepung jagung dengan menggunakan teknik kering. Jagung pipil kering Penggilingan I (multi mill) Tepung kasar Grits Kotoran Pencucian dan Perendaman dalam air mengalir Pengeringan (tray dryer) Penggilingan II (disc mill) Pengayakan ( mesh) Tepung jagung Gambar 2. Pembuatan Tepung Jagung Teknik Kering

35 Tabel 3 di bawah menunjukkan beberapa perlakuan terhadap proses penepungan teknik kering. Perlakuan yang dilakukan yaitu terhadap penggilingan pertama, penggilingan kedua, dan pengayakan. Penggilingan pertama menggunakan dua buah ukuran saringan yaitu berukuran 7 mm dan 5 mm. Penggilingan kedua menggunakan perlakuan yang berbeda dalam penggunaan alat yaitu dari tipe disc mill. Sedangkan untuk pengayakan akan dilakukan perlakuan terhadap susunan penggunaan pengayak secara bertingkat dan terpisah. Tabel 3. Perlakuan Proses Penepungan Jagung Teknik Kering Tahapan Proses Perlakuan 1 2 Penggilingan I ukuran saringan 7 mm ukuran saringan 5 mm Penggilingan II disc mill tipe lama disc mill tipe baru Pengayakan pengayak bertingkat pengayak terpisah Secara garis besar proses penepungan dengan menggunakan teknik penggilingan basah terdiri dari tahap pencucian, perendaman, penggilingan, penyaringan, pengendapan, dekantasi, sentrifugasi dan pengeringan. Proses penepungan diawali dengan pencucian biji jagung. Proses ini perlu dilakukan untuk memisahkan biji jagung dari kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminasi. Secara jelas teknik basah pada penepungan jagung ditunjukkan pada Gambar 3. Perlakuan yang dilakukan untuk pengilingan basah ini menggunakan waktu perendaman biji jagung. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui waktu perendaman optimum yang memberikan rendeman terbaik. Selain waktu perendaman, penambahan air waktu penggilingan juga dijadikan parameter yang diuji dalam penggilingan basah. Parameter ini dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan air terhadap jumlah rendemen dan karakteristik rendemen yang dihasilkan. Adapun perlakuan waktu perendaman yang dilakukan yaitu perendaman biji jagung selama 6, 9 dan 12 jam.

36 Jagung pipilan Perendaman Perendaman Penggilingan basah Penyaringan Pengendapan Dekantasi Sentrifugasi Tepung jagung basah Pengeringan Tepung jagung kering Gambar 3. Pembuatan Tepung Jagung Teknik Basah 3. Pembuatan Mi Jagung Formulasi terbaik skala laboratorium untuk kemudian dilakukan skala yang lebih besar dengan meningkatkan persentase bahan-bahan dan penambahan bahan tambahan yang diperlukan dengan tujuan untuk menjaga karakteristik fisik dari mi jagung yang dihasilkan. Banyaknya adonan secara bertahap menggunakan bahan dasar 250 gram, 300 gram dan 500 gram dengan perbandingan tepung jagung dan pati jagung sebesar 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, dan 50:50. Tahapan yang dioptimasi yaitu

37 pencampuran yang akan menggunakan jenis pengaduk yang berbeda, penggunaan waktu pengukusan yang berbeda (pengukusan pertama diujicobakan 10, 15, 20, 25, 30 menit dan pengukusan kedua 10, 20, 30 menit). Pembuatan adonan juga perlu dioptimasi untuk menghasilkan lembaran dan untaian mi yang baik. Kemudian dilakukan analisis kimia terhadap mi jagung yang dihasilkan. Tahapan pembuatan mi jagung kering ditunjukkan pada Gambar 4 di bawah ini. Garam Baking powder Tepung jagung Pencampuran Air Pati jagung Pembuatan adonan Pengukusan pertama Pembentukan lembaran, pencetakan dan pemotongan Pengukusan kedua Pengeringan dengan oven Mi jagung kering Gambar 4. Diagram Alir Pembuatan Mi Jagung Kering C. Analisis Sifat Kimia dan Fisik Tepung dan Mi Jagung 1. Analisis kadar amilosa, metode IRRI (AOAC, 1995) Pembuatan kurva standar Amilosa murni ditimbang sebanyak 40 mg kemudian dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditambahkan dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Tahap selanjutnya adalah pemanasan dalam air mendidih selama 10 menit sampai terbentuk gel. Gel yang terbentuk akan dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan sampai tanda tera.

38 Selanjunya larutan tersebut dipipet masing-masing sebanyak 1,2,3,4, dan 5 ml lalu dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml. Ke dalam masing-masing labu takar tersebut ditambahkan asam asetat 1 N sebanyak masing-masing 0.2; 0.4; 0.6; 0.8 dan 1 ml, lalu ditambahkan larutan iod sebanyak 2 ml. Tahap selanjutnya adalah pengukuran intensitas warna biru yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Penetapan sampel Ditimbang sampel sebanyak 100 mg dalam bentuk tepung kemudian ditambah dengan 1 ml etanol 95% dan 9 ml NaOH 1 N. Selanjutnya dipanaskan dalam air mendidih selama 10 menit sampai terbentuk gel. Gel yang terbentuk kemudian dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian dikocok dan ditepatkan sampai tanda tera dengan aquades. Tahap selanjutnya adalah larutan tersebut dipipet sebanyak 5 ml dan dimasukkan ke dalam labu takar 100 ml, ditambahkan 1 ml asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iod. Kemudian ditepatkan sampai tanda tera dengan air, dikocok dan didiamkan selama 20 menit. Tahap selanjutnya adalah pengukuran intensitas warna yang terbentuk dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. 2. Analisis kadar air, metode oven (AOAC, 1984) Penetapan kadar air dilakukan dengan menggunakan oven. Cawan logam atau porselin dikeringkan dalam oven selama 30 menit dengan suhu 100 sampai 105 o C. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan setelah dingin segera ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 100 sampai 105 o C sampai tercapai berat konstan yaitu sekitar 3 sampai 4 jam, dan didinginkan dalam desikator sekitar 30 menit kemudian segera ditimbang dan dilakukan perhitungan. % Kadar air : Keterangan : A : Berat cawan B C x 100 % B A B : Berat cawan + berat sampel sebelum dikeringkan C : Berat cawan + berat sampel setelah dikeringkan

39 3. Analisis kadar abu, metode oven (AOAC, 1984) Contoh seberat 3 sampai 5 gram ditimbang di dalam cawan kemudian dibakar di dalam tanur pengabuan pada suhu 600 o C sampai abu berwarna agak kelabu sampai beratnya konstan, kemudian didinginkan di dalam desikator dan ditimbang setelah mencapai suhu kamar. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut : % Kadar abu : W 3 W 2 x 100% W 1 Keterangan : W 1 : Berat contoh awal (gram) W 2 : Berat cawan (gram) W 3 : Berat cawan + abu (gram) 4. Analisis kadar lemak, metode ekstraksi soxhlet (AOAC, 1984) Mengambil labu lemak yang ukurannya sesuai dengan alat ekstraksi soxhlet kemudian dikeringkan dalam oven, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang dalam saringan timbel kemudian ditutup dengan kapas wool yang bebas lemak. Timbel yang berisi sampel diletakkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet, kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan refluks selama 5 jam sampai pelarut turun kembali ke labu lemak. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung pelarutnya. Selanjutnya labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu 105 o C. Setelah dikeringkan sampai berat tetap dan didinginkan dalam desikator, labu beserta lemaknya ditimbang. Kemudian dihitung berat lemak sebagai berikut : % Kadar lemak : Berat lemak (gr) x 100% Berat sampel (gr) 5. Analisis kadar protein, metode mikro-kjeldahl (AOAC, 1984) Analisis protein dilakukan dengan menggunakan metode Mikro Kjeldahl. Contoh sebanyak satu gram didestruksi dengan 5 ml asam sulfat

40 pekat dengan katalisator CuSO 4 dan Na 2 SO 4 sampai warnanya menjadi hijau jernih. Cairan dibiarkan sampai dingin lalu ditambahkan aquades secara perlahan-lahan. Setelah dingin isi labu dipindahkan ke alat destilasi dengan penambahan NaOH pekat dan tiga tetes indikator fenolftalein. Sebagai penampung digunakan 25 ml asam borat jenuh dan 2 sampai 3 tetes indikator campuran metil biru dan metil merah. Hasil destilasi dititrasi dengan larutan HCl 0.1 N. Prosedur blanko ditentukan seperti di atas tanpa menggunakan bahan yang dianalisis. Perubahan warna dari biru ke hijau menandakan titik akhir titrasi. Kadar protein dihitung dengan rumus : % Kadar N : (ml HCl ml blanko) x N HCl x x 100 Berat contoh (mg) % Protein : % N x faktor konversi (6.25) 6. Analisis kadar karbohidrat (by difference) Perhitungan kadar karbohidrat dapat ditentukan dengan metode pengurangan (by difference) sebagai berikut : % Karbohidrat : 100% - % (protein + air + abu + lemak) 7. Analisis warna tepung jagung, metode Hunter (Hutching, 1999) Sampel (tepung jagung) ditempatkan pada wadah yang transparan. Pengukuran menghasilkan nilai L, a, dan b. L menyatakan parameter kecerahan (warna kromatis, 0: hitam sampai 100: putih). Warna kromatik campuran merah hijau ditunjukkan oleh nilai a(a+ = untuk warna merah, a- = 0- (-80) untuk warna hijau). Warna kromatik campuran biru kuning ditunjukkan oleh nilai b (b+ = 0-70, untuk warna kuning, b- = 0- (- 70) untuk warna biru). 8. Rendemen Perhitungan rendemen yaitu dengan menggunakan perbandingan antara hasil dengan bahan awal dikalikan dengan 100 %. Rendemen : Berat tepung jagung x 100% Berat biji jagung

41 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan mi jagung basah dan instan berskala laboratorium dengan berbagai formula dan bahan baku. Rianto (2006) telah berhasil melakukan formulasi dan desain proses pembuatan mi jagung basah dengan menggunakan bahan baku dari tepung jagung. Namun agar dapat diaplikasikan dalam skala industri kecil, maka diperlukan beberapa modifikasi dan desain proses. Langkah pertama yang dilakukan yaitu pembuatan mi jagung basah skala laboratorium dengan formulasi yang terbaik. Kemudian formulasi skala laboratorium ditingkatkan beberapa kali lipat dengan bahan yang sama. Maka akan dihasilkan mi jagung basah yang berbeda dengan skala kecil, terutama dari karakteristik fisik. Hal ini didukung oleh Scott (2007) yang menyatakan bahwa proses skala yang lebih besar tidak akan menghasilkan produk yang identik dengan produk aslinya, akan tetapi akan menghasilkan produk yang menyerupai produk aslinya. Untuk memperbaiki karakteristik mi jagung basah harus dilakukan modifikasi terhadap bahan baku terutama dalam hal penambahan bahan tambahan. Diharapkan dengan penambahan bahan tambahan ini dapat memperbaiki atau minimal mempertahankan karakteristik mi jagung dalam skala yang lebih besar. Proses pembuatan mi basah dari tepung jagung terdiri atas pencampuran bahan-bahan, pengukusan, pengulian, pencetakan (pressing, slitting, dan cutting) dan perebusan. Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan dalam pembuatan mi. Selain itu, proses pencampuran bertujuan untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak membentuk banyak gumpalan. Keseragaman distribusi partikel mempengaruhi waktu penetrasi air ke dalam granula pati. Proses pengukusan bertujuan untuk membentuk pati tergelatinisasi yang akan berperan sebagai zat pengikat dalam proses pembentukan lembaran mi. Setiap pembuatan mi jagung basah dalam skala formulasi yang lebih besar hasilnya akan dianalisis untuk melihat sifat fisik yang terbentuk. Sebagian besar dari beberapa formulasi tanpa bahan tambahan menghasilkan mi jagung yang

42 mempunyai adonan yang masih patah-patah. Hal ini dikarenakan kurangnya proses gelatinisasi dalam proses pengukusan. Hal yang perlu diperhatikan juga dalam pembuatan mi jagung basah adalah masa simpannya. Mi jagung basah mempunyai masa simpan yang tidak lebih dari dua hari. Hal ini dikarenakan kadar air mi jagung basah yang tinggi, dan kondisi inilah yang mempersingkat masa simpan mi basah. Dengan alasan itu, pembuatan mi jagung basah skala besar dilanjutkan dengan pembuatan mi jagung kering yang mempunyai masa simpan lebih lama. Untuk mendukung tujuan dari penelitian ini, yaitu merumuskan paket teknologi mi jagung dalam rangka penggandaan skala, maka perlu diperhatikan dan dilakukan pengujian terhadap setiap proses pembuatan mi jagung mulai dari penepungan hingga pembuatan mi jagung. Sehingga hal ini akan memberikan keluaran berupa spesifikasi aspek bahan, proses dan alat yang sesuai dengan rencana penggandaan skala. A. Penggandaan Skala Produksi Tepung Jagung 1. Penggandaan Skala Penggilingan Teknik Kering Pembuatan tepung dengan metode penggilingan kering mengacu pada metode penepungan jagung yang telah dilakukan oleh Juniawati (2003). Pada metode ini, penggilingan jagung dilakukan sebanyak dua kali. Penggilingan pertama menggunakan multi mill yang dilanjutkan dengan pencucian dengan tujuan untuk memisahkan bagian endosperm (grits jagung) dengan lembaga, kulit dan tip cap. Grits jagung hasil pencucian dikeringkan agar lebih mudah digiling kedalam bentuk tepung. Penggilingan kedua menggunakan disc mill yang bertujuan untuk memperkecil ukuran grits jagung menjadi tepung. Pengayakan dengan ukuran mesh bertujuan untuk menyeragamkan ukuran tepung jagung. Tahap pertama jagung pipil yang digunakan adalah jagung varietas Pioneer 13 yang diperoleh dari Departemen Agronomi, IPB. Proses penggandaan skala ini dilakukan terhadap peningkatan berat biji jagung yang menjadi bahan dasar. Sebanyak 25 kg jagung Pioneer 13, melalui

43 proses penepungan dihasilkan tepung jagung sebesar kg. Hal ini menunjukkan bahwa rendemen yang dihasilkan hanya 17.79% dari keseluruhan bahan baku. Sedangkan tahap kedua jagung yang digunakan adalah jagung varietas Srikandi. Jagung varietas Srikandi merupakan jagung jenis QPM (Quality Protein Maize). Jenis jagung QPM ini adalah jagung yang telah diperkaya dengan gen opaque-2. Gen ini dapat meningkatkan kualitas protein jagung dengan menekan produksi zein pada jagung sehingga meningkatkan kandungan lisin dan triptofan (Bressani, 1972). Dengan berat awal yang sama dengan jagung varietas Pioneer 13 sebanyak 25 kg dan ukuran tepung 100 mesh, jagung varietas Srikandi hanya menghasilkan tepung jagung sebesar kg. Untuk lebih jelasnya tentang perbedaan rendemen dari berbagai varietas, dapat dilihat Tabel 4 di bawah ini. Tabel 4. Hasil Pengamatan Rendemen dari Varietas Jagung yang Berbeda Varietas Berat awal (kg) Berat akhir (kg) Rendemen (%) Pioneer Srikandi Perbedaan varietas jagung yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung jagung ternyata akan menghasilkan rendemen tepung jagung yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh komponen dari masingmasing jagung yang berbeda. Jagung varietas Pioneer 13 merupakan jenis jagung semi mutiara, sedangkan jagung varietas Srikandi termasuk kedalam kategori jagung mutiara. Menurut Hoseney (1998), jagung mutiara memiliki kandungan endosperma keras yang lebih banyak dibandingkan jenis jagung lain sehingga akan lebih sulit dijadikan tepung dan bentuk biji mutiara berukuran sedang dengan bagian bulat yang tidak berlekuk, karena hampir keseluruhan bijinya mengandung lapisan pati keras. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), endosperma keras tersusun dari sel-sel yang lebih kecil dan tersusun rapat satu sama lain.

44 a. Penggilingan Pertama Penggilingan merupakan proses pertama dari kegiatan penepungan jagung. Penggilingan merupakan proses pengecilan ukuran dari bahan padat/butiran dengan gaya mekanis sehingga menjadi berbagai fraksi ukuran yang lebih kecil. Dengan pengecilan ukuran ini, bahan dapat dipisahkan berdasarkan keperluan dan meningkatkan daya reaktifitas. Pada penggilingan serealia dan bijibijian dilakukan proses penekanan/penghancuran, pemukulan dan penggosokan (Brennan et al., 1990). Penggilingan pertama pada proses penepungan jagung bertujuan untuk memisahkan bagian endosperm jagung dengan lembaga, kulit dan tip cap. Penggilingan pertama yang menggunakan multi mill merupakan salah satu titik kritis dalam proses penepungan dalam skala yang lebih besar. Hal ini dikarenakan oleh hasil penggilingan yang akan mempengaruhi terhadap keefektifitasan waktu yang digunakan dalam proses penepungan. Penggilingan terhadap jagung Pioneer 13 menggunakan multi mill dengan memakai ukuran saringan sebesar 7 mm. Penggilingan pertama ini menghasilkan grits jagung. Grits merupakan bubuk jagung dengan ukuran kira-kira seperti beras. Grits jagung Pioneer 13 yang dihasilkan dari penggilingan pertama masih menyisakan jagung pipil kering dalam keadaan utuh. Hal ini dikarenakan ukuran saringan pada multi mill yang digunakan masih terlalu besar daripada ukuran jagung pipil, sehingga masih terdapatnya jagung pipil yang melewati lubang saringan. Ukuran saringan pada multi mill yang digunakan harus dilakukan modifikasi untuk mencegah terjadinya jagung pipil yang tidak tergiling. Salah satu caranya dengan memperkecil ukuran saringan yang akan digunakan. Apabila tetap dibiarkan dengan ukuran saringan yang masih besar dan masih adanya jagung pipil yang utuh, hal ini akan menyebabkan proses penggilingan kedua yang menggunakan alat disc mill akan memakai waktu yang lama. Hal ini dikarenakan fungsi khusus disc mill untuk memperhalus ukuran grits. Hasil modifikasi

45 ukuran saringan menggunakan ukuran 5 mm, sehingga jagung pipil yang digiling akan menjadi grits dan tidak ada jagung pipil yang masih dalam keadaan utuh. Ukuran saringan multi mill berukuran 7 mm dan 5 mm dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. Gambar 5. Ukuran Saringan Multi mill (kiri : ukuran saringan 7 mm, kanan : ukuran saringan 5 mm) Disc mill juga dapat digunakan sebagai alat penggilingan pertama untuk menghasilkan grits jagung. Namun akan memerlukan waktu yang cukup lama untuk menghasilkan grits. Hal ini disebabkan oleh kapasitas dan ukuran ruang penggiling disc mill yang terlalu kecil dibandingkan ruang penggiling multi mill. Dari hasil identifikasi, diperoleh kecepatan penggilingan dari multi mill sebesar 25 kg/5 menit atau 300 kg/jam. Data ini lebih besar bila dibandingkan dengan kecepatan penggilingan disc mill sebesar 50 kg/jam. Sehingga untuk melakukan proses penggilingan jagung pipil kedalam bentuk grits dalam skala atau jumlah yang besar lebih sesuai menggunakan multi mill, dikarenakan laju penggilingan yang relatif lebih cepat. Untuk lebih jelasnya, kapasitas alat penggiling dari masing-masing alat ditunjukkan dalam Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Kapasitas Alat Penggiling Alat Penggiling Kapasitas Multi mill 300 kg/jam Disc mill 50 kg/jam

46 Grits jagung yang dihasilkan dari penggilingan pertama masih bercampur dengan kotoran, kulit, tepung kasar dan komponen lain yang tidak diinginkan. Proses yang dilakukan untuk memisahkan grits dari semua campuran tersebut yaitu dengan mencuci dan merendam didalam air. Selain untuk memisahkan bagian endosperm (grits jagung) dengan lembaga, kulit dan tip cap dan memisahkan biji jagung dari kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminasi, proses pencucian dan perendaman ini juga bertujuan untuk memperlunak jaringan jagung yang masih keras sehingga ketika digiling dengan disc mill akan lebih mudah, yang sebelumnya dilakukan proses pengeringan terlebih dahulu. Pencucian akan membersihkan grits dari kotoran yang akan mengkontaminasi, sedangkan perendaman akan membuat kulit dan lembaga terangkat ke permukaan air. Hal ini disebabkan didalam lembaga terdapat banyak kandungan lemak yang mempunyai massa jenis yang lebih kecil dibandingkan dengan air. Proses pengadukan dilakukan selama pencucian agar bahan campuran yang akan dibuang tidak terendap didalam tumpukan grits. Pencucian dan perendaman ini dilakukan kurang lebih selama 2 jam. Kernel jagung selama perendaman akan menyerap air dan kadar airnya akan meningkat dari 15% menjadi 45% atau lebih sampai biji jagung membengkak dua kali ukuran semula. Jagung akan melunak dan membengkak, pada kondisi keasaman yang rendah pada air perendam, maka jagung akan melepas ikatan gluten sehingga pati dapat keluar. Air rendaman bila dikondensasikan akan menghasilkan air limbah yang bernutrisi yang nantinya dapat digunakan untuk pakan hewan atau sebagai media fermentasi (Corn Refiner Association, 2007). Selain air rendaman yang dapat digunakan untuk keperluan pakan hewan, lembaganya pun dapat dimanfaatkan sebagai pakan hewan. Pengeringan merupakan cara untuk menghilangkan sebagian besar air dari suatu bahan dengan bantuan energi panas dari sumber

47 alami (sinar matahari) atau buatan (alat pengering). Pengeringan yang dilakukan pada penelitian ini adalah pengeringan buatan yang menggunakan alat pengering. Pengering buatan merupakan tindak pengeringan dengan alat pengering pada kondisi suhu, kelembaban udara, kecepatan pengaliran udara dan waktu pengeringan yang dapat dikontrol. Pengeringan dilakukan untuk mengeringkan grits jagung yang pada proses sebelumnya telah mengalami pencucian dan perendaman. Alat pengering yang digunakan pada penelitian ini termasuk kedalam jenis tray dryer. Pengering ini terdiri dari rak-rak yang disusun bertingkat untuk meletakan nampan pengering, elemen listrik/pemanas, dan kipas angin atau blower. Pada alat ini bahan yang ditempatkan dalam nampan akan dikeringkan dengan udara panas kering dari pemanas yang dialirkan oleh kipas angin atau blower. Waktu pengeringan yang digunakan untuk proses ini selama 2 jam dengan suhu 60 0 C sampai kadar air jagung kurang lebih 10-12%. Waktu pengeringan yang lebih lama akan mengakibatkan grits jagung menjadi lebih keras sehingga akan menyulitkan penggilingan kedua yang menggunakan disc mill. Tempat penampungan grits (tray) yang digunakan sebaiknya yang mempunyai permukaan berlubang bagian bawahnya. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh sirkulasi udara panas didalam oven terdistribusi cepat dan cukup merata. Sehingga dengan adanya distribusi udara panas yang merata akan diperoleh jagung kering yang merata juga. Alternatif lain untuk mengetahui kecukupan proses pengeringan terhadap grits jagung dapat dilakukan dengan cara memegang jagung sampai tidak ada atau sedikit menempel pada telapak tangan. Akan tetapi cara ini masih memberikan jagung yang belum kering. Sehingga ketika jagung kering digiling dengan menggunakan disc mill akan diperoleh tepung jagung yang masih basah dan apabila disimpan terlalu lama dapat mengakibatkan tepung menjadi tengik. Hal ini dapat

48 dibuktikan dengan melihat hasil penggilingan yang masih berembun dan menghasilkan uap air yang cukup banyak ketika disimpan didalam kantung plastik bening. Apabila hal ini terjadi, maka harus dilakukan pengeringan kedua sampai tepung jagung tidak berembun. Hal ini akan mengakibatkan ketidakefektifan waktu yang digunakan karena harus dilakukan dua kali pengeringan. b. Penggilingan Kedua Penggilingan kedua dalam proses penepungan jagung menggunakan alat disc mill. Tujuan dari penggilingan kedua ini untuk memperhalus ukuran jagung menjadi tepung. Hasil dari penggilingan kedua masih berupa tepung kasar yang belum terpisahkan berdasarkan ukurannya. Maka daripada itu tepung yang dihasilkan masih perlu diayak supaya dihasilkan tepung yang lebih homogen. Penggilingan kedua ini termasuk titik kritis yang perlu diperhatikan apabila akan dilakukan proses penepungan dalam skala besar. Penggilingan kedua juga dapat menggunakan multi mill. Namun posisi saringan dengan tempat penampung sementara hasil penggilingan berada dalam keadaan horizontal dengan sumbu tegak. Keadaan ini memungkinkan grits jagung yang tidak tergiling akan tertumpuk pada penampung sementara. Apabila dibiarkan lebih lanjut akan mengakibatkan lempengan pisau penggiling akan tersendat pergerakannya sehingga lebih lambat dan bahkan dapat berhenti. Pengamatan terhadap proses penggilingan kedua ini difokuskan pada dua alat disc mill yang tersedia, yaitu disc mill tipe lama dan tipe baru. Penggilingan dengan disc mill ini dilakukan sebanyak empat tahap. Setiap tahapnya menggunakan berat awal biji jagung yang sama sehingga akan terlihat pengaruh penggunaan alat terhadap rendemen yang dihasilkan. Proses penggilingan tahap pertama menggunakan dua jenis disc mill yaitu tipe baru yang dilanjutkan dengan penggunaan tipe lama. Hal ini dikarenakan penggilingan pertama dengan disc mill tipe baru masih menghasilkan tepung jagung yang berukuran besar, sehingga

49 masih memungkinkan untuk dilakukan penggilingan kedua. Penggunaan disc mill tipe baru ini menempuh waktu yang relatif singkat, kurang lebih 15 menit untuk satu kali penggilingan dengan berat kurang lebih 12.5 kg grits. Kapasitas alat disc mill tipe baru dalam pemasukan bahan yang akan digiling relatif besar. Hal ini didukung dengan desain alat yang hanya mempunyai dua buah cakram untuk memecah grits jagung dan tidak mempunyai saringan yang berfungsi untuk menyaring ukuran tepung yang diinginkan, sehingga grits yang telah digiling dengan dua cakram langsung turun ke dalam wadah penampung tanpa ada seleksi ukuran tepung yang diinginkan. Kelebihan disc mill tipe baru ini dalam hal waktu tidak diimbangi dengan hasil yang diberikan, sehingga tepung yang dihasilkan harus digiling lagi menggunakan disc mill tipe lama. Kerja alat ini didasarkan pergerakan dua cakram yang berputar dengan kecepatan konstan, sehingga bahan dihancurkan di dalam celah antar cakram untuk menjadi produk yang lebih halus. Penggiling disc mill tipe baru terdiri dari sepasang cakram yang berputar pada sumbu putar horizontal. Dua cakram pada alat ini dapat dilihat pada Gambar 6. Jenis penggiling ini merupakan tipe single runner mill atau single disc mill yang artinya mempunyai satu cakram tetap dan satu cakram berputar (Brennan et al., 1990). Cakram yang berputar yaitu cakram yang menempel pada mesin, sedangkan cakram yang tidak berputar/tetap adalah cakram yang dapat dilepas dari mesin dan biasanya menyatu dengan lubang pemasukan bahan. Tepung hasil dari dua kali penggilingan dengan menggunakan dua disc mill yang berbeda harus dilakukan proses pengayakan, sehingga akan dihasilkan tepung jagung yang diinginkan, yaitu tepung jagung dengan ukuran 100 mesh. Tepung jagung yang dihasilkan mulai dari proses penggilingan dengan multi mill sampai proses pengayakan dihasilkan tepung jagung sebanyak kg.

50 Gambar 6. Dua Buah Cakram Disc mill Tipe Baru (kiri : cakram dinamis, kanan : cakram statis) Penggilingan tahap kedua menggunakan disc mill tipe baru dan penggilingan tahap ketiga menggunakan disc mill tipe lama. Tepung jagung yang dihasilkan dari penggilingan tahap kedua (disc mill tipe baru) hanya sebanyak kg, sedangkan penggilingan tahap ketiga (disc mill tipe lama) menghasilkan tepung jagung sebanyak kg dari grits jagung yang mempunyai bobot yang sama. Berat tepung jagung yang dihasilkan dari penggilingan disc mill tipe lama jauh lebih besar dibandingkan dengan tepung jagung hasil dari penggilingan disc mill tipe baru. Gambar 7 di bawah menunjukkan cakram berputar dinamis dan lingkaran saringan pada disc mill tipe lama. Gambar 7. Disc mill Tipe Lama (kiri : lingkaran saringan terpasang, kanan : lingkaran saringan) Kapasitas pemasukan bahan kedalam disc mill tipe lama memang relatif kecil, tapi hasil penggilingannya berupa tepung berukuran lebih halus, sehingga hal ini memungkinkan untuk mendapatkan tepung jagung yang berukuran 100 mesh lebih banyak. Dikarenakan kapasitas

51 pemasukan bahan yang relatif kecil, maka penggunaan disc mill tipe lama ini memakan waktu yang relatif lama. Apabila pemasukan grits jagung terlalu banyak dan cepat, hal ini akan menyebabkan alat terhenti karena tersendatnya penggiling akibat tumpukan grits yang tidak turun kedalam penampung. Selain itu juga alat disc mill tipe lama ini mempunyai ukuran saringan yang berukuran sesuai dengan yang kita inginkan. Saringan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh disc mill tipe baru. Proses penggilingan jagung tahap keempat dilakukan seperti halnya penggilingan tahap ketiga, yaitu menggunakan disc mill tipe lama untuk memperhalus ukuran grits. Tepung jagung yang dihasilkan dari penggilingan tahap ini sebanyak kg. Berat tepung yang dihasilkan lebih kecil dari penepungan ketiga yang menggunakan disc mill yang sama. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh banyaknya kotoran atau materi jagung yang terbuang. Tabel 6 di bawah menunjukkan data perbandingan penggunaan tipe disc mill terhadap rendemen yang dihasilkan berupa tepung jagung berukuran 100 mesh. Ukuran tepung jagung hasil dari penggilingan dengan disc mill ini masih bervariasi, dikarenakan belum dilakukan proses pengayakan. Alat penggilingan menggunakan disc mill yang menghasilkan rendemen yang tinggi yaitu disc mill tipe lama. Tabel 6. Data Perbandingan Penggunaan Tipe Disc mill terhadap Rendemen Jenis Disc mill Hasil (kg) Rendemen (%) Tipe Baru dan Tipe Lama Tipe Baru Tipe Lama c. Pengayakan Pengayakan merupakan tahapan akhir dari proses penepungan jagung. Fungsi dari pengayakan yaitu untuk menghomogenkan ukuran tepung jagung yang diinginkan. Ukuran tepung jagung yang diinginkan yaitu berukuran 100 mesh. Tepung jagung yang berukuran

52 100 mesh yang dihasilkan hanya sebesar 20.08% dari keseluruhan jagung pipil yaitu seberat 100 kg. Sedangkan untuk 100 kg jagung pipil kedua yang dilakukan proses penepungan dihasilkan tepung jagung berukuran 100 mesh sebesar 18.94%. Untuk meningkatkan rendemen tepung jagung yang dihasilkan perlu dilakukan pengayakan yang menghasilkan tepung jagung berukuran 80 mesh. Ukuran tepung jagung berukuran 80 mesh dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan mi jagung. Namun tekstur yang dihasilkan tidak sehalus mi yang menggunakan tepung jagung berukuran 100 mesh. Dari pengayakan dengan ukuran 80 mesh, untuk penepungan 100 kg pertama dihasilkan tepung jagung sebanyak 10.96%, sedangkan untuk penepungan 100 kg kedua dihasilkan tepung jagung sebanyak 16.80%. Prinsip kerja dari pengayak yang berdasarkan pada ukuran didasarkan pada penjatuhan bahan padat diatas permukaannya, yang mana menyebabkan bahan yang berukuran kecil lolos melewati lubang dan bahan yang berukuran besar tetap tinggal pada permukaan ayakan. Pengayak yang digunakan dalam penelitian ini termasuk pengayak bergetar. Pengayak bergetar ini digunakan untuk pemisahan bahan dalam jumlah besar. Pergerakan alat ini didasarkan pada getaran yang dihasilkan oleh tenaga listrik. Pengayak yang digunakan bergerak secara otomatis ketika tombol penghidup alat mulai dinyalakan. Pergerakan mesin pengayak yaitu berupa gerakan rotasi atau getaran yang tetap dalam satu tempat. Dibagian bawah mesin terdapat beberapa pegas yang dapat berfungsi sebagai penahan antara mesin dengan tempat hasil filter dan pengayak, sehingga dengan adanya pegas ini, keseluruhan mesin dapat bergerak rotasi. Gerak rotasi yang bergetar ini akan menyebabkan tumpukan tepung jagung membuat lingkaran kosong yang berfungsi sebagai tempat untuk menyeleksi tepung jagung berdasarkan ukuran yang diinginkan. Ukuran tepung jagung yang lolos dari ukuran saringan akan turun ke tempat

53 penampung yang selanjutnya akan masuk kedalam kantung plastik sebagai tempat terakhir penampungan. Mekanisme tingkat pengayakan menjadi salah satu titik kritis dalam proses penepungan teknik kering. Untuk mengetahui cara yang lebih efektif, proses pengayakan ini dilakukan dua tahap, yaitu tahap pertama dengan menggunakan susunan pengayak bertingkat dan tahap kedua menggunakan susunan pengayak secara terpisah. Perlakuan tahap pertama dengan menggunakan susunan pengayak bertingkat menghasilkan tepung jagung yang masih menyatu diantara beberapa ukuran. Sebagai contoh, pada ayakan 80 mesh ukuran tepung jagung yang kecil akan lolos pada ayakan 80 mesh, begitupun dengan tepung jagung yang berukuran lebih kecil. Akan tetapi tepung jagung yang seharusnya lolos ayakan 100 mesh menjadi tidak terayak. Hal ini dikarenakan ukuran tepung jagung yang lebih kecil tersebut terbawa bersama tepung jagung yang lolos 80 mesh akibat dari goncangan atau getaran mesin pengayak. Hal seperti ini akan mengakibatkan rendemen hasil ayakan 100 mesh akan lebih sedikit. Sedangkan dari penampung tepung jagung 80 mesh akan menghasilkan rendemen yang banyak dan masih tercampur dengan tepung jagung yang berukuran lebih kecil. Lain halnya dengan pengayakan yang menggunakan susunan pengayak secara terpisah, pengayakan dengan prosedur ini akan memberikan hasil ayakan secara jelas dan terukur. Hasil dari pengayakan ukuran 100 mesh akan lebih banyak bila dibandingkan dengan hasil yang menggunakan susunan pengayak bertingkat. Begitupun dengan tepung jagung yang berukuran 80 mesh. Tepung jagung yang berukuran 80 mesh akan lebih homogen dan tidak tercampur dengan tepung jagung yang berukuran lebih kecil, sehingga dari hasil yang didapatkan dari dua tahap pengayakan yang diuji cobakan, maka proses pengayakan yang menggunakan susunan pengayak secara terpisah akan lebih baik digunakan daripada susunan pengayak secara bertingkat.

54 Tepung jagung yang dihasilkan dalam penelitian ini berwarna kuning. Hal ini disebabkan adanya karoten pada biji jagung. Tepung jagung memiliki kandungan lemak yang lebih rendah dibandingkan dengan tepung terigu. Namun memiliki kandungan serat yang lebih tinggi. Rendahnya lemak pada tepung jagung dapat membuat tepung menjadi lebih awet karena tidak mudah tengik akibat oksidasi lemak. Namun tingginya kandungan serat pada jagung menyebabkan tepung jagung memiliki tekstur yang lebih kasar dibandingkan dengan tepung terigu. Untuk memperoleh tepung jagung sehalus tepung terigu maka dibutuhkan pengayakan dengan mesh yang lebih besar, namun rendemen yang dihasilkan akan semakin berkurang. Gambar 8 di bawah menunjukkan kesetimbangan massa dari penepungan jagung teknik kering. Jagung yang digunakan selanjutnya pada penelitian ini merupakan jagung Quality Protein Maize (QPM). Tinggi rendahnya kandungan protein pada tepung jagung dapat disebabkan oleh umur pemanenan jagung yang terlalu muda atau terlalu tinggi. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), kandungan protein jagung tergantung pada umur dan varietas jagung itu. Pada jagung muda, kandungan lemak dan proteinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yang tua. Selain itu, kandungan tinggi rendahnya protein pada tepung jagung dapat juga disebabkan oleh tercampurnya jagung pipil varietas satu dengan jagung pipil varietas lainnya. Proses penepungan teknik kering memerlukan waktu kurang lebih selama 1-2 hari mulai dari tahap penggilingan pertama sampai tahap pengayakan. Lamanya waktu tersebut berdasarkan dengan alat yang tersedia di laboratorium. Alat-alat yang digunakan untuk melakukan penepungan teknik kering ini terdapat di beberapa lokasi laboratorium, yaitu multi mill, oven, pengayak di Lab.Seafast Center, serta disc mill di Lab.Pilot Plan PAU.

55 Jagung kering pipil (25 kg) Penggilingan I (multimill) Grits, lembaga, tip cap,kulit yang terbuang (0.5 kg/2%) Grits, Lembaga, tip cap, dan kulit (24.5 kg/98%) Pencucian, perendaman, dan pengeringan Lembaga, tip cap, kulit (12 kg/48%) Grits jagung (12.5 kg/50%) Penggilingan II (discmill) Grits jagung yang terbuang (0.5 kg/2%) Tepung kasar (12 kg/48%) Pengayakan (100 mesh) Tepung jagung selain 100 mesh (6 kg/24%) Tepung jagung (6 kg/24%) Gambar 8. Diagram Alir Kesetimbangan Massa Proses Penepungan Kering

56 2. Penggandaan Skala Penggilingan Teknik Basah Penelitian ini juga mencoba mengembangkan metode penepungan jagung dengan menggunakan metode penggilingan basah yang memakai alat berupa penggiling batu. Alat ini dipilih karena relatif lebih mudah ditemukan. Penggiling batu yang digunakan merupakan penggiling kedelai yang biasa digunakan dalam pembuatan tahu. Keuntungan proses penggilingan basah adalah kemudahan untuk mencapai derajat kehalusan yang tinggi, mencegah kenaikan suhu bahan yang terlalu tinggi, dan memperkecil kerugian akibat oksidasi bahan olah. Penggilingan basah terutama digunakan untuk mendapatkan hasil giling yang halus. Penggilingan untuk mendapatkan hasil yang halus biasanya melibatkan kebutuhan air yang banyak. Secara garis besar proses penepungan dengan menggunakan teknik penggilingan basah terdiri dari tahap pencucian, perendaman, penggilingan, penyaringan, pengendapan, dekantasi, sentrifugasi dan pengeringan. Proses penepungan diawali dengan pencucian biji jagung. Proses ini perlu dilakukan untuk memisahkan biji jagung dari kotoran yang dapat menjadi sumber kontaminasi. Perendaman diperlukan untuk melunakkan tekstur biji jagung sehingga memudahkan penggilingan. Biji jagung direndam dalam air bersih dengan perbandingan 1:2. Pada penelitian ini diujikan perendaman jagung selama 6, 9, dan 12 jam. Waktu perendaman divariasikan untuk mengetahui waktu yang optimum, dimana biji jagung dapat digiling dengan hasil gilingan yang cukup halus dengan rendemen yang dihasilkan cukup besar. Biji jagung selanjutnya digiling dengan menggunakan penggiling batu. Alat ini terdiri atas feeder, dua cakram batu, motor penggerak cakram dan saluran pengeluaran. Cakram pada alat ini terdiri atas cakram statis dan cakram dinamis. Cakram dinamis berada dibagian bawah dan cakram statis berada dibagian atas. Prinsip kerja alat ini adalah menghancurkan sampel dengan gaya gesek antara sampel dengan permukaan cakram. Sampel dimasukan melalui feeder dan langsung

57 masuk ke dalam celah diantara kedua cakram, disinilah sampel kemudian dihaluskan. Air harus terus dialirkan selama pengilingan secara kontinyu. Aliran air ini berfungsi untuk mendorong sampel sehingga tidak terjadi penumpukan sampel di satu titik. Selain itu, air juga berfungsi sebagai media pelarut bagi pati yang dilepaskan selama penggilingan. Banyaknya air yang dialirkan ketika penggilingan akan mempengaruhi hasil pati yang diperoleh. Semakin banyak air yang dialirkan maka akan semakin encer dan ketika diendapkan setelah penyaringan akan memperlama proses turunnya pati dari campuran pati. Akan tetapi ketika air yang dialirkan sewaktu penggilingan tidak terlalu banyak, campuran pati yang didapat akan lebih kental dan ketika diendapkan setelah penyaringan akan semakin singkat waktu turunnya pati dari campuran pati, sehingga akan mempersingkat waktu proses pengendapan. Tipe penggiling batu yang digunakan dalam penelitian ini termasuk kedalam jenis burr mill. Dikatakan masuk kategori burr mill karena salah satu piringan saja yang berputar sedangkan yang lainnya diam (Avianto, 1986). Posisi piringan pada burr mill biasanya dalam keadaan horizontal atau vertikal. Akan tetapi alat penggiling batu yang digunakan pada penelitian ini cakramnya berada dalam posisi horizontal. Alat ini bekerja berdasarkan tekanan dan gesekan, dimana bahan tergiling diantara dua piringan gigi penggiling. Corak gigi piringan penggiling dapat bermacammacam tergantung kepada keperluan dan derajat kehalusan yang diinginkan (Septian, 1987). Beberapa keuntungan menggunakan jenis penggiling tipe burr mill yaitu diantaranya kecepatan operasi mesin relatif rendah, lebih dapat menyesuaikan diri dengan gerusan kasar, hasil gilingan lebih seragam dan tenaga yang dibutuhkan untuk menggerus sampai derajat kehalusan tertentu lebih kecil. Sedangkan kerugiannya yaitu lebih sering mengganti suku cadang, adanya benda asing dalam biji-bijian yang digiling dapat merusak alat dan akan rusak bila dioperasikan dalam keadaan kosong, kecuali tidak ada tekanan sama sekali.

58 Laju pengumpanan pada burr mill bersifat khas. Bila laju pengumpanan rendah, maka alat penggiling hanya bekerja dengan gesekan saja karena ruang antara piringan penggiling belum cukup penuh. Jika pengumpanan lebih tinggi maka ruang antara piringan penggiling akan terisi penuh, sehingga alat bekerja dengan tekanan dan gesekan. Bila laju pengumpanan terlalu tinggi, maka efektifitas alat giling berkurang dan juga akan menyebabkan panas yang berlebihan (Septian, 1987). Desain dan konstruksi alat giling tipe burr mill ini dibuat dengan presisi tinggi, karena itu alat ini sering dipakai untuk menyiapkan produk makanan dan pakan secara komersil. Selain itu, kehalusan giling yang diperoleh tergantung pada tipe burr mill yang digunakan, kecepatan piringan, kondisi piringan, besar tekanan, biji yang digiling dan kandungan air biji serta laju pengumpanan. Proses penyaringan berfungsi untuk memisahkan pati dengan hancuran lembaga, tip cap, dan endosperm yang masih kasar. Penyaringan harus selalu dialirkan air dari hasil penggilingan supaya terus tersaring secara merata. Hancuran pati dengan bagian lain yang akan dibuang secara terus menerus disaring. Bagian yang tidak tersaring akan masuk lagi ke tempat penampung yang selanjutnya akan dimasukan lagi kedalam tempat penyaring. Bagian yang tidak lolos penyaring ketika akan dimasukan lagi ke dalam penampung dilakukan proses pengepresan manual dengan menggunakan tangan. Tujuan pengepresan dengan menggunakan tangan ini yaitu untuk mengeluarkan pati yang masih terdapat dalam hasil gilingan. Bagian yang lolos akan dialirkan ke tempat penampung yang berbeda. Bagian yang lolos ini lebih halus cairannya karena tidak terdapatnya bagian kasar dari hasil penggilingan. Bagian yang lolos saringan kemudian diendapkan untuk mendapatkan endapan pati jagung. Pengendapan dilakukan sampai terbentuk dua lapisan, yaitu lapisan endapan pati jagung dan lapisan air yang jernih. Untuk mengetahui waktu pengendapan yang optimum, dilakukan pengamatan setiap satu jam. Hasil pengamatan pada satu jam pertama menunjukkan bahwa belum terbentuk endapan dan campuran pati

59 masih keruh. Pada jam kedua menandakan hal yang sama dengan pengamatan jam pertama. Begitupun seterusnya untuk jam-jam pengamatan berikutnya, hal ini disebabkan terlalu banyaknya air yang ditambahkan ketika proses penggilingan dan penyaringan. Maka daripada itu, pengendapan dilakukan selama 20 jam. Setelah 20 jam pengendapan, terdapat dua lapisan yaitu lapisan air jernih dan lapisan endapan pati. Akan tetapi pengendapan selama 20 jam ini menyebabkan mulai tercium bau asam, yang menandakan mulai terjadinya kerusakan endapan pati jagung. Kerusakan endapan pati jagung ini terjadi akibat fermentasi suspensi pati yang kaya nutrisi oleh khamir yang dapat berasal dari biji jagung itu atau dari udara. Tahap selanjutnya adalah pemisahan endapan pati dari lapisan air sehingga diperoleh tepung jagung basah. Sebagian tepung basah ini kemudian dikeringkan dengan oven bersuhu C hingga kadar air 10%. Pengeringan bertujuan untuk meningkatkan daya simpan tepung jagung. Dari semua tahapan proses tersebut, dilakukan pengamatan terhadap hasil penggilingan dan rendemen tepung yang dihasilkan berdasarkan perbedaan waktu perendaman. Tabel 7. Hasil Pengamatan Rendemen terhadap Hasil Penggilingan Waktu perendaman (jam) Hasil penggilingan Berat awal (kg) Berat akhir (kg) Rendemen (%) 6 Kasar Halus Halus Berdasarkan data pada Tabel 7 di atas, diketahui bahwa perendaman selama enam jam masih memberikan hasil penggilingan yang kasar sehingga rendemen yang dihasilkan masih sedikit. Hal ini disebabkan masih terdapatnya butiran-butiran jagung yang tidak tergiling sehingga sulit untuk diolah menjadi pati. Perendaman selama sembilan jam sudah cukup untuk melunakkan tekstur biji jagung sehingga hasil penggilingannya halus dan rendemen yang dihasilkannya lebih tinggi. Perendaman enam dan sembilan jam memberikan persentase rendemen

60 yang tidak terlalu jauh, namun hasil perendaman sembilan jam lebih halus. Perendaman selama dua belas jam, memberikan persentase rendemen yang lebih tinggi dari dua perendaman yang lain dan rendemen yang dihasilkannya pun lebih halus. Perbedaan persentase rendemen dari perendaman dua belas jam cukup jauh dibandingkan yang lain. Hal ini disebabkan dengan semakin lamanya perendaman akan lebih melunakkan tekstur biji jagung sehingga ketika dilakukan proses penggilingan akan lebih halus dan tinggi rendemennya. Rendahnya rendemen tepung yang diperoleh disebabkan belum semua pati terendapkan, yang ditunjukkan dengan adanya lapisan kedua yang berupa suspensi pati pada saat pengendapan. Namun jika waktu pengendapan ditambah akan menyebabkan kerusakan pati. Oleh karena itu, setelah tahap pengendapan, dilakukanlah sentrifugasi terhadap lapisan suspensi pati tersebut. Pada awalnya sentrifugasi dilakukan dengan kecepatan 2000 rpm selama lima menit. Akan tetapi dikarenakan kapasitas alat sentrifugasi yang terbatas sedangkan bahan yang disentrifugasi tinggi jumlahnya, maka tahap sentrifugasi ini tidak dilanjutkan. Apabila dilanjutkan akan membutuhkan waktu yang lama dan menghasilkan suspensi pati yang tengik dan basi. Maka daripada itu, untuk usaha pengembangan produksi penepungan jagung dalam skala besar, agar semua tahapan proses terlaksana, maka seyogyanya diperlukan alat sentrifugasi yang mempunyai skala kerja yang besar. Tahapan ini yang menjadikan proses sentrifugasi menjadi titik kritis dalam proses penepungan basah. Alat sentrifugasi berfungsi untuk memisahkan komponen air yang masih terdapat dalam campuran pati, sehingga dengan dilakukannya proses sentrifugasi, proses pengeringan akan lebih cepat. Oleh karena tahap sentrifugasi tidak dilakukan, maka tahap selanjutnya dari proses penggilingan basah yaitu pengeringan. Suspensi pati yang diperoleh dikeringkan dengan oven pengering bersuhu C selama kurang lebih 5 jam. Parameter proses yang dilakukan pada pengeringan ini cukup untuk mengeringkan suspensi pati yang masih bercampur dengan air.

61 Jagung kering pipil (25 kg) Air (50 kg/200%) Perendaman Air (40 kg/160%) Jagung pipilan basah (35 kg/140%) Air (10 kg/40%) Penggilingan basah Pecahan jagung dan air (10 kg/40%) Hancuran jagung dan air (35 kg/140%) Penyaringan Ampas jagung (10 kg/40%) Campuran pati kasar (25 kg/100%) Pengendapan Dekantasi Air (15 kg/60%) Endapan pati (10 kg/40%) Pengeringan Air (3.5 kg/14%) Pati jagung kering (6.5 kg/26%) Gambar 9. Diagram Alir Kesetimbangan Massa Proses Penepungan Basah

62 Suspensi pati yang masih dalam keadaan cair dituangkan kedalam loyang atau tray pengering secara merata. Air yang terdapat dalam suspensi pati akan menguap keluar dan suspensi pati akan mengering dan berbentuk kepingan pati apabila pati telah kering keseluruhan. Kepingankepingan pati yang telah kering kemudian dihaluskan menjadi bentuk tepung. Proses pembentukan tepung ini dilakukan dengan menggunakan alat penggiling berupa disc mill. Alat ini cukup efektif dalam penepungan bila dibandingkan dengan menggunakan blender bahan kering. Bahan yang akan ditepungkan berupa kepingan halus, maka penepungan akan lebih mudah dan lebih halus. Setelah proses penepungan dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah pengayakan. Pengayakan ini dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh pati jagung yang lebih halus dan membersihkan pati jagung dari serpihanserpihan kepingan pati yang tidak tergiling. Pengayakan dilakukan dengan cara manual yaitu menggunakan ayakan dari bahan kain dan tidak menggunakan alat pengayak seperti halnya pada tahapan penggilingan kering. Hal ini dilakukan karena tepung jagung yang diperoleh sudah cukup halus untuk dijadikan bahan dalam pembuatan mi jagung. Proses penepungan teknik basah memerlukan waktu kurang lebih selama 1-2 hari mulai dari tahap perendaman sampai tahap pengayakan. Lamanya waktu tersebut berdasarkan dengan alat yang tersedia di laboratorium. Alat-alat yang digunakan untuk melakukan penepungan teknik basah ini terdapat di beberapa lokasi laboratorium, yaitu burr mill dan saringan pati di Lab.Technopark, pengayak dan oven di Lab.Seafast Center, serta disc mill di Lab.Pilot Plan PAU. 3. Karakteristik Tepung Jagung a. Warna Tepung Jagung Tepung jagung yang dihasilkan memiliki warna kuning keputihan. Secara kuantitatif, warna tepung jagung diukur menggunakan kromameter dengan menggunakan metode Hunter (Hutching, 1999). Pengukuran warna tepung jagung menggunakan metode ini akan memberikan tiga parameter pengukuran yaitu nilai L,

63 a, dan b. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan sampel, semakin cerah sampel yang diukur maka nilai L akan mendekati 100. Sebaliknya semakin gelap sampel akan menunjukkan nilai L yang mendekati 0. Nilai a dan nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik. Nilai a merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran merah hijau. Bila nilai a positif menunjukkan bahwa sampel cenderung berwarna merah sebaliknya bila nilai a bernilai negatif maka sampel cenderung berwarna hijau. Nilai b merupakan parameter pengukuran warna kromatik campuran kuning biru. Bila nilai b positif menunjukkan bahwa sampel berwarna kuning dan sebaliknya bila nilai b bernilai negatif maka sampel berwarna biru. Tabel 8. Hasil Pengukuran Warna Tepung Jagung Teknik Ulangan L a b Kering Rata-rata Basah (6 jam) Rata-rata Basah (9 jam) Rata-rata Basah (12 jam) Rata-rata Tabel 8 di atas menunjukkan bahwa tepung jagung varietas Srikandi hasil penggilingan kering memiliki nilai rata-rata L, a dan b berturut-turut 63.01, 3.10 dan Data pengukuran warna tepung jagung hasil penggilingan kering ini menunjukkan bahwa tepung jagung yang digunakan sebagai bahan baku mi jagung memiliki karakteristik cerah dan berwarna merah kekuningan. Hal ini diakibatkan oleh kandungan pigmen beta karoten pada biji jagung (Johnson, 1991). Lebih khususnya lagi pigmen yang terdapat pada jagung yaitu adalah kriptoxanthin. Kriptoxanthin adalah salah satu pigmen yang termasuk xantofil (karotenoid yang mengandung gugus

64 hidroksil). Kriptoxanthin ini mempunyai rumus kimia yang mirip dengan beta karoten, akan tetapi perbedaannya yaitu pada kriptoxanthin terdapat gugus hidroksil. Begitupun dengan data pengukuran warna tepung jagung hasil penggilingan basah mempunyai nilai rata-rata L dan a yang hampir sama dengan tepung jagung hasil penggilingan kering. Sedangkan untuk nilai rata-rata b tepung jagung hasil penggilingan basah mempunyai nilai yang lebih rendah dibandingkan tepung jagung hasil penggilingan kering. Hal ini menandakan bahwa tepung jagung hasil penggilingan basah mempunyai intensitas warna kuning yang lebih rendah daripada tepung jagung hasil penggilingan kering. Hasil pengukuran kuantitatif ini terbukti dengan pengamatan secara visual yang menampakan tepung jagung hasil penggilingan basah mempunyai intensitas warna kuning yang rendah. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 10. Perlakuan penggunaan air dalam penggilingan basah akan memberikan efek warna yang kurang begitu kuning terhadap tepung jagung yang dihasilkan. Hal ini kemungkinan terjadi karena kandungan pigmen beta karoten atau kriptoxanthin pada biji jagung banyak terbuang ketika proses penepungan dilakukan. Gambar 10. Warna Tepung Jagung Teknik Penggilingan Kering (kiri) dan Basah (kanan) Warna kuning pada tepung jagung tentunya akan berpengaruh terhadap warna mi yang dihasilkan. Warna kuning pada tepung jagung menunjukkan karakteristik khas dari mi yang dihasilkan. Warna mi jagung yang terbuat dari tepung jagung hasil penggilingan kering mempunyai warna lebih kuning jika dibandingkan dengan tepung

65 jagung hasil penggilingan basah. Warna mi jagung dari tepung jagung hasil penggilingan basah warnanya lebih pucat atau kecoklat-coklatan. Mi jagung yang berwarna kuning merupakan keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu mengingat tidak diperlukan lagi bahan tambahan pewarna untuk menghasilkan mi matang yang berwarna kuning (Fadlillah, 2005). b. Karakteristik Kimia Tepung Jagung Pengujian terhadap karakteristik kimia dilakukan untuk mengetahui nilai kandungan gizi tepung jagung sebagai bahan baku utama dalam pembuatan mi berbahan baku tepung jagung. Sifat kimia tepung jagung yang diuji meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat dan kadar amilosa. Tabel 9 menunjukkan beberapa karakteristik kimia dari tepung jagung hasil penggilingan kering dan basah. Hasil analisis proksimat pada Tabel 9 di bawah menunjukkan bahwa tepung jagung hasil penggilingan kering dan basah masih memiliki kandungan protein yang cukup tinggi (8.73; 8.49; 8.06; dan 8.78 %). Menurut Balitbang Pertanian (2005), jagung Srikandi yang termasuk kedalam jenis jagung QPM (Quality Protein Maize) memiliki kandungan protein lebih dari 10%. Meskipun demikian, kandungan protein yang dikandung oleh tepung jagung pada penelitian ini menunjukkan nilai yang lebih kecil dari 10%. Hal ini dapat disebabkan oleh perbedaan dari masa pemanenan jagung. Rendahnya kandungan protein pada tepung jagung dapat disebabkan oleh umur pemanenan jagung yang terlalu muda. Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), kandungan protein jagung tergantung pada umur dan varietas jagung. Pada jagung muda, kandungan lemak dan proteinnya lebih rendah bila dibandingkan dengan jagung yang tua.

66 Tabel 9. Karakteristik Kimia Tepung Jagung Varietas Srikandi Teknik Penggilingan Parameter Kering Basah 6 jam 9 jam 12 jam Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar karbohidrat (%) (by difference) Kadar amilosa (%) Gambar 11 menunjukkan pengaruh berbagai teknik penggilingan terhadap kadar protein tepung jagung. Perbedaan dalam teknik penggilingan jagung ternyata tidak terlalu mempengaruhi terhadap kandungan protein tepung jagung. Begitupun dengan perbedaan perlakuan waktu perendaman jagung pada proses penggilingan basah. Hal ini menandakan bahwa kandungan protein tepung jagung tidak dipengaruhi oleh teknik penggilingan yang dilakukan, akan tetapi rendah tingginya kandungan protein tepung jagung lebih dipengaruhi oleh umur dan varietas dari tanaman jagung itu sendiri. Kadar Protein Kadar (%) kering basah, 6 jam basah, 9 jam basah, 12 jam Teknik Penggilingan Gambar 11. Grafik Pengukuran Kadar Protein Tepung Jagung Srikandi Kandungan amilosa tepung jagung dari hasil dua teknik penggilingan yang berbeda memiliki nilai yang kurang lebih sama,

67 yaitu sebesar 20.22; 20.88; 20.47; dan %. Nilai-nilai ini lebih rendah dibandingkan data kadar amilosa jagung seperti yang diungkapkan oleh Belitz dan Grosch (1999) yaitu sebesar 28%. Perbedaan varietas jagung akan menyebabkan nilai amilosa yang berbeda pula. Kandungan amilosa yang cukup tinggi merupakan salah satu hal yang diharapkan dalam pembuatan mi non-terigu karena dapat memiliki daya ikat yang lebih kuat (Kim et al., 1996). Kadar lemak mempunyai nilai yang berbeda diantara semua perlakuan baik itu teknik penggilingan yang berbeda maupun waktu perendaman di dalam teknik penggilingan basah. Untuk nilai kadar lemak pada penggilingan basah tidak terlalu jauh perbedaan nilainya. Akan tetapi bila dibandingkan dengan nilai kadar lemak tepung jagung hasil penggilingan kering akan terdapat perbedaan yang cukup signifikan. Untuk lebih jelasnya tentang pengaruh berbagai teknik penggilingan terhadap kadar lemak dapat diihat pada Gambar 12 di bawah ini. 10 Kadar Lemak Kadar (%) kering basah, 6 jam basah, 9 jam basah, 12 jam Teknik Penggilingan Gambar 12. Grafik Pengukuran Kadar Lemak Tepung Jagung Srikandi Kadar lemak pada tepung jagung hasil penggilingan kering mempunyai nilai yang lebih rendah daripada diantara nilai tepung jagung hasil penggilingan basah. Semakin lama perendaman jagung yang dilakukan akan semakin rendah kadar lemaknya. Untuk perendaman enam jam mempunyai nilai kadar lemak tepung jagung

68 yang lebih tinggi dibandingkan dengan perendaman sembilan dan dua belas jam. Rendahnya kandungan lemak kasar pada tepung jagung hasil penggilingan kering disebabkan oleh adanya proses atau energi panas yang sering terjadi ketika proses penggilingan kering dilakukan. Proses energi panas secara tidak langsung akan mendegradasi kadar lemak yang terkandung pada tepung jagung. Kadar lemak tepung jagung pada hasil penggilingan kering ini lebih kecil daripada kadar lemak kasar pada biji jagungnya sendiri sebelum dilakukan penggilingan, yaitu berkisar 5.67 % (Soraya, 2006). Penepungan yang berbeda dari proses penggillingan jagung akan memberikan beberapa karakteristik tepung yang berbeda pula. Hal ini tergantung dari teknik yang digunakan. Dari beberapa teknik penepungan akan memberikan kelebihan dan kekurangan masingmasing. Diharapkan untuk satu teknik dapat memberikan kelebihan yang maksimal. Akan tetapi hal itu mungkin sulit untuk dicapai, karena adakalanya tidak semua tahapan proses akan terlaksana dan kemungkinan terjadinya side effect dari proses itu sendiri. Tepung jagung hasil penggilingan basah memberikan karakteristik mi yang hampir sama dengan tepung jagung hasil penggilingan kering. Namun yang membedakan diantara keduanya adalah dalam hal warna. Warna mi dari tepung jagung penggilingan basah mempunyai warna yang lebih pucat atau kecoklatan, dikarenakan tepung yang dihasilkan dari penggilingan basah itu sendiri berwarna pucat. Selain itu, mi yang berasal dari tepung jagung penggilingan basah, mempunyai aroma yang tidak sedap atau sedikit tengik setelah proses pemasakan dilakukan. Hal ini terjadi karena pada penggilingan basah terdapat tahapan proses pengendapan campuran pati. Campuran pati ini tidak dapat diendapkan dalam waktu yang singkat. Apabila dilakukan pengendapan dalam waktu yang singkat, maka belum semua pati secara keseluruhan terendapkan, sehingga harus dilakukan pengendapan yang lebih lama. Dengan pengendapan

69 yang lebih lama inilah, tepung jagung yang dihasilkan mempunyai aroma yang berasa lebih asam. Proses penepungan skala laboratorium lebih mudah dilakukan dibandingkan dengan skala yang lebih besar. Skala laboratorium masih dapat dilakukan dengan hanya satu orang, akan tetapi bila skala besar membutuhkan beberapa orang untuk melakukannya, terlebih untuk proses penepungan teknik basah. Salah satu kesulitan tersebut dikarenakan bahan dasar yang berupa biji jagung banyak jumlahnya. Penepungan teknik basah mempunyai kesulitan dalam proses penggilingannya. Hal ini dikarenakan penggilingan biji jagung dilakukan dengan mengalirkan air secara kontinyu, sehingga memerlukan minimal dua orang untuk mengerjakannya. Begitupun dalam tahap penyaringan, memerlukan beberapa orang dalam mengerjakannya untuk memeras pati jagung, mengalirkan air dan menempatkan cairan pati jagung yang tersaring. 4. Rekapitulasi Variabel Proses pada Berbagai Teknik Penepungan Rekapitulasi variabel proses pada setiap tahapan pengolahan dilakukan untuk mengetahui hasil yang didapat dan permasalahan yang dihadapi ketika proses penepungan dilakukan. Selain itu, melalui rekapitulasi ini dapat juga diketahui solusi yang harus dijalankan untuk memperbaiki proses penepungan. Tabel 10 dibawah menunjukkan rekapitulasi variabel proses pada berbagai teknik penepungan.

70 Tabel 10. Rekapitulasi Variabel Proses pada Berbagai Teknik Penepungan Tahapan proses Proses scale up yang dilakukan 1. Penepungan Teknik Kering a. Penggilingan kasar jumlah biji jagung dan penggunaan saringan b. Pencucian dan perendaman Hasil Permasalahan Solusi grits masih besar, terdapat sebagian ukuran grits masih utuh ukuran saringan masih terlalu besar, sebesar 7 mm jumlah biji jagung biji cukup lunak masih terdapatnya lembaga, kulit dan pericarp dibawah rendaman c. Pengeringan jumlah biji jagung grits cukup kering - - d. Penggilingan halus jumlah biji jagung dan penggunaan alat disc mill e. Pengayakan jumlah biji jagung dan susunan pengayak 2. Penepungan Teknik Basah penggunaan disc mill lama menghasilkan ukuran tepung yang lebih halus dibandingkan disc mill tipe baru berbagai ukuran tepung masih tercampur disc mill tipe baru tidak mempunyai lingkaran saringan susunan pengayak yang bertingkat a. Perendaman jumlah biji jagung biji cukup lunak - - b. Penggilingan basah jumlah biji jagung dan hancuran jagung penambahan air hancuran jagung terlalu encer apabila terlalu banyak air pengecilan ukuran saringan menjadi 5 mm dilakukan pengadukan sehingga kotoran dapat mengambang sehingga dapat dibuang digiling ulang dengan menggunakan disc mill tipe lama pemisahan susunan pengayak pengurangan jumlah air

71 Tahapan proses Proses scale up yang Hasil Permasalahan Solusi dilakukan c. Penyaringan jumlah biji jagung dan penambahan air suspensi pati suspensi pati terlalu encer apabila terlalu banyak air pengurangan jumlah air d. Pengendapan jumlah biji jagung terbentuk dua lapisan ; endapan pati dan lapisan proses pengendapan yang lambat waktu pengendapan lebih lama air jernih e. Dekantasi jumlah biji jagung endapan pati - - f. Sentrifugasi jumlah biji jagung pati jagung basah kekurangan alat sentrifugasi langsung dilakukan proses pengeringan g. Pengeringan jumlah biji jagung pati jagung kering - - h. Pengayakan jumlah biji jagung pati jagung - -

72 B. Penggandaan Skala Pembuatan Mi Jagung Kering 1. Pembuatan Mi Jagung Kering Mi jagung merupakan produk baru yang akan dikembangkan untuk mendukung program diversifikasi pangan. Proses pembuatan mi jagung kering terdiri dari pencampuran, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua dan pengeringan. Proses pengolahan mi jagung berbeda dengan pengolahan mi terigu karena setelah pencampuran bahan pada pembuatan mi jagung harus dilakukan pengukusan dan apabila tidak dilakukan pengukusan maka adonan tidak dapat dicetak menjadi mi. Hal ini dikarenakan protein total endosperm dalam jagung 80-85% terdiri dari zein dan glutelin. Sedangkan protein total endosperm dalam gandum 80-85% terdiri dari gliadin dan glutenin. Gliadin dan glutenin merupakan jenis protein yang mempunyai sifat membentuk massa yang elastiscohesive bila ditambah air dan diuleni, sehingga untuk membentuk massa adonan yang lunak, kohesif, dan cukup elastis namun tidak lengket dan mudah dicetak ke dalam bentuk lembaran pada mi jagung diperlukan bahan pengikat, yaitu matriks pati yang tergelatinisasi. Suspensi tepung dengan air pada saat pengukusan mengalami proses gelatinisasi. Pada saat gelatinisasi, maka granula pati tepung akan mengembang karena molekul-molekul air berpenetrasi masuk ke dalam granula pati dan terperangkap pada susunan molekul-molekul amilosa dan amilopektin. Pengembangan granula pati berpengaruh terhadap massa adonan. Setelah pengukusan, dihasilkan massa adonan yang kohesif dan cukup elastis ketika diuleni. Lama waktu pengukusan dapat bervariasi tergantung jumlah adonan yang dimasak, akan tetapi tingkat gelatinisasi atau pemasakan yang diharapkan hampir sama. Adonan yang telah dikukus mengalami pemasakan yang tidak merata dimana bagian dalamnya sangat sedikit menerima panas sehingga tingkat kemasakan ataupun gelatinisasinya paling rendah. Untuk meratakan kadar air dan tingkat gelatinisasi diperlukan proses pengulian.

73 a. Pencampuran Proses pencampuran merupakan tahapan untuk menghomogenkan bahan-bahan berupa tepung jagung, garam, baking powder dan air. Selain itu, proses pencampuran bertujuan untuk meratakan distribusi air ke dalam tepung sehingga adonan tidak membentuk banyak gumpalan. Pencampuran awalnya menggunakan handmixer dengan menggunakan 100 gram tepung jagung. Pencampuran memerlukan cara yang sesuai dengan komposisi bahanbahan dasar. Tepung jagung dicampur terlebih dahulu dengan baking powder, sedangkan garam dilarutkan kedalam air sehingga terbentuk larutan garam. Kemudian larutan garam dicampurkan dengan campuran tepung jagung dan baking powder. Hal yang perlu diperhatikan dalam pencampuran adalah penambahan larutan garam. Penambahan larutan garam kedalam campuran tepung jagung dan baking powder harus dilakukan secara bertahap dan sedikit demi sedikit. Cara ini dimaksudkan supaya tidak banyak terbentuk gumpalan-gumpalan tepung. Apabila terjadi demikian, maka hal ini menyebabkan distribusi larutan garam tidak merata. Cara lain untuk mengatasi hal tersebut dapat dilakukan dengan memperlama proses pengadukan, sehingga dengan memperlama proses pengadukan akan didapat distribusi larutan garam yang cukup merata. Proses pencampuran dengan jumlah tepung jagung yang banyak memerlukan jenis pencampur yang berkapasitas lebih besar. Untuk skala laboratorium cukup menggunakan handmixer sebagai alat pengaduknya. Adapun alat pencampur yang digunakan dalam skala yang lebih besar pada penelitian ini adalah varimixer. Varimixer merupakan alat yang digunakan untuk mencampur bahan-bahan dalam pembuatan produk makanan, sebagai contohnya roti. Varimixer dengan pengaduk jenis jari-jari direkomendasikan untuk pencampuran bahan-bahan yang telah ditambahkan air, sebab jika menggunakan jenis pengaduk lain, distribusi air tidak akan merata dan membuat adonan menjadi menggumpal. Pengadukan yang optimal

74 akan menghasilkan distribusi parikel yang lebih homogen, adonan yang lebih halus dan lebih mudah dicetak menjadi lembaran. Pencampuran basah ini juga sangat penting untuk menjamin proses gelatinisasi yang lebih merata. Keseragaman distribusi partikel mempengaruhi waktu penetrasi air ke dalam granula pati (Fadlillah, 2005). Varimixer yang digunakan pada penelitian ini mempunyai dua buah jenis pengaduk. Pengaduk pertama berjenis kail dan pengaduk kedua berjenis jari-jari. Pada penelitian ini dilakukan pengujian terhadap kedua pengaduk tersebut dalam mengaduk campuran bahanbahan pembuatan mi. Tujuan dari pengujian ini untuk mengetahui jenis pengaduk yang dapat menghasilkan campuran bahan pembuat mi yang homogen. Sehingga dengan campuran yang homogen akan dihasilkan mi yang bertekstur lembut. Tabel 11. Perlakuan terhadap Jenis Pengaduk Jenis Kail Jenis Jari-jari Parameter Tepung jagung 100% Campuran tepung jagung dan terigu Tepung jagung 100% Waktu 10 menit 10 menit 10 menit 10 menit Hasil Adonan Adonan Adonan berbentuk berbentuk berbentuk bulatanbulatan lempengan dan bulatan- bulatan kecil, bulatan kecil dan terdapat bagian kecil yang mudah yang lebih mudah agak keras hancur pecah dan yang sulit pecah. Campuran tepung jagung dan terigu Adonan berbentuk lempengan dan bulatan yang keras, sebagian ada yang sulit dipecahkan dan lebih merata. Tabel 11 di atas menunjukkan perlakuan-perlakuan terhadap jenis pengaduk pada varimixer. Percobaan yang dilakukan menggunakan campuran adonan sebesar 300 gram tepung jagung. Dari hasil pengujian, kesulitan pemakaian pengaduk jenis kail yaitu masih terdapatnya campuran yang mudah hancur dan belum cukup menyatu. Hal ini juga dialami oleh pengaduk jenis jari-jari, akan tetapi pengaduk jenis jari-jari menghasilkan campuran yang lebih baik dengan

75 terbentuknya campuran yang lebih menyatu. Secara mendasar, pengadukan antara tepung jagung hasil penepungan basah dan kering tidak terdapat perbedaan. b. Pengukusan Pengukusan merupakan proses yang harus dilakukan dalam pembuatan mi jagung. Proses pengukusan bertujuan untuk membentuk pati tergelatinisasi yang akan berperan sebagai zat pengikat dalam proses pembentukan lembaran mi. Apabila tidak dilakukan pengukusan maka adonan yang terbentuk tidak dapat dicetak menjadi mi. Hal ini disebabkan protein total endosperm dalam jagung sebagian besar terdiri atas zein dan glutelin sedangkan protein total endosperm dalam gandum sebagian besar terdiri atas gliadin dan glutenin yang merupakan jenis protein yang mempunyai sifat mampu membentuk massa yang elastic-cohesive dengan penambahan air. Walaupun demikian, proses pengukusan hanya bertujuan agar tepung mengalami gelatinisasi sebagian (pregelatinisasi). Bila tepung telah mengalami gelatinisasi sempurna maka adonan yang dihasilkan akan menjadi lengket. Pengukusan pertama ditujukan untuk membentuk massa adonan yang lunak, kohesif dan cukup elastis namun tidak lengket sehingga mudah dicetak ke dalam bentuk lembaran dan untaian mi. Mi hasil pengukusan pertama tidak dapat langsung dikeringkan karena pada pengukusan pertama proses gelatinisasi belum sempurna atau mi yang dihasilkan belum matang sehingga diperlukan pengukusan kedua. Apabila pengukusan pertama ditujukan untuk mematangkan mi maka pengukusan harus lebih lama. Sedangkan pengukusan yang lebih lama akan meningkatkan gelatinisasi pati yang menyebabkan adonan lengket sehingga sulit dicetak (Juniawati, 2003). Selain itu, apabila mi hasil pengukusan pertama langsung dikeringkan ketika dilakukan pemasakan akan hancur. Hal ini disebabkan apabila proses gelatinisasi belum cukup maka pati tergelatinisasi yang mampu bertindak sebagai zat pengikat tidak dapat

76 mengikat secara sempurna partikel-partikel yang ada dalam bahan sehingga ketika dimasak dalam air akan larut. Proses pematangan mi atau gelatinisasi lebih lanjut dilakukan pada pengukusan kedua. Pada pengukusan kedua akan terjadi penyerapan air dan gelatinisasi pati. Gelatinisasi lebih lanjut akan menyebabkan amilosa berdifusi ke luar dari granula dan ketika sudah dingin akan membentuk matriks yang uniform, kekuatan ikatan antar granula pun meningkat. Oleh karena itu, mi hasil pengukusan kedua setelah dikeringkan apabila dimasak tidak akan hancur (Budiyah, 2004). Dalam skala laboratorium, proses pengukusan dilakukan dengan menggunakan pengukus biasa yang sering dipakai di rumah tangga. Hal ini tentu tidak dapat dilakukan apabila akan dilakukan proses produksi skala besar. Hal ini karena produksi skala besar membutuhkan proses gelatinisasi cukup dan merata yang membutuhkan parameter proses yang lebih akurat. Dengan penambahan jumlah bahan untuk skala besar, maka alat yang digunakan juga harus disesuaikan dengan jumlah bahan tersebut. Alat pengukus yang selayaknya digunakan untuk pengukusan adalah yang mempunyai alat kontrol suhu dan waktu yang otomatis, sehingga proses pengontrolan akan lebih terjamin. Steaming box yang direkomendasikan adalah steaming box dengan proses pemasukan uap panas dilakukan melalui pipa yang berlubang di dalam box steam. Kesulitan melakukan pengukusan skala besar ini terdapat dalam hal pemerataan panas terhadap campuran tepung jagung yang dikukus. Untuk menjaga pemerataan panas terhadap tepung jagung, maka perlu dilakukan usaha pengadukan atau pengulian tepung jagung yang terdapat di lapisan bawah dengan lapisan atas adonan. Pemerataan distribusi panas ini untuk menjaga terjadinya gelatinisasi secara merata. Formulasi yang diujicobakan menggunakan perbandingan tepung jagung dengan pati jagung. Bahan dasar secara keseluruhan menggunakan campuran tepung jagung dan pati jagung 250 gr, 300 gr

77 dan 500 gr. Campuran tepung jagung dan pati jagung menggunakan perbandingan 90:10, 80:20, 70:30, 60:40, dan 50:50. Dari beberapa formulasi tersebut dilakukan percobaan dengan waktu pengukusan pertama dan kedua yang berbeda. Melalui percobaan, pengukusan pertama yang cukup memberikan hasil yang baik yaitu pengukusan dengan waktu 15 menit. Waktu 15 menit ini diselingi dengan pengadukan atau pengulian agar lebih merata gelatinisasinya. Hasil yang diperoleh dari pengukusan selama 15 menit ini menghasilkan lembaran adonan yang cukup elastis. Dikarenakan percobaan memakai waktu pengukusan kedua selama 10, 20, dan 30 menit memberikan hasil pengukusan yang sama, maka untuk proses pengukusan kedua, waktu yang optimal diambil selama 10 menit. c. Pembentukan lembaran, pencetakan dan pemotongan Proses pencetakan merupakan tahapan yang dilakukan untuk membentuk untaian-untaian mi dengan karakter yang diinginkan. Proses pencetakan ini terdiri atas tiga tahap yaitu pembentukan lembaran adonan tepung jagung yang telah dikukus, pembentukan dan pemotongan untaian mi. Ketiga proses ini biasanya dilakukan dalam satu alat. Adonan setelah pengukusan akan masuk ke dalam roll press yang akan mengubah adonan menjadi bentuk lembaran-lembaran (Gambar 13). Gambar 13. Proses Pencetakan Lembaran Mi

78 Saat pengepresan, adonan akan ditarik ke satu arah sehingga seratnya sejajar. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya kehalusan, kekenyalan dan elastisitas mi (Fadlillah, 2005). Adonan dapat ditekan berulang-ulang dan menghasilkan ketebalan yang diinginkan. Menurut Hou dan Kruk (1998) untaian mi basah memiliki ukuran lebar dan ketebalan 1,5 mm. Lembaran yang tipis selanjutnya masuk ke mesin pencetak mi (slitter) yang berfungsi mencetak lembaran adonan menjadi untaian mi (Gambar 15). Ketajaman roll pemotong sangat penting untuk diperhatikan. Roll pemotong yang kurang tajam menyebabkan untaian mi tidak terpotong dengan rapi dan bergerigi. Hasil potongan yang kurang rapi akan berpengaruh terhadap cooking quality mi. Potongan yang kurang rapi dapat meningkatkan cooking loss. Untuk pembentukan mi dalam jumlah yang lebih besar masih dapat menggunakan mesin mi skala laboratorium. Akan tetapi masih terdapat kesulitan yang akan menghambat proses pembentukan mi selanjutnya. Adonan mi yang banyak dan masih dalam bentuk tepung, akan menyebabkan lembaran adonan sulit terbentuk dan membutuhkan waktu yang lama. Pembentukan untaian mi untuk skala yang besar ini lebih baik jika menggunakan pencetak mi (slitter) yang dilepas bagian pemerata untaiannya. Hal ini dikarenakan lempengan pemerata yang terdapat pada slitter akan mengakibatkan mi yang telah tercetak akan tertekan oleh lempengan pemerata tersebut dan mi akan mengalami patahpatah. Pelepasan lempengan pemerata tersebut akan mengurangi kesulitan-kesulitan yang dihadapi ketika produksi atau pembuatan untaian mi dalam skala besar. Gambar 14 di bawah ini menunjukkan perbedaan slitter antara yang terpasang dan tidak terpasang lempengan pemeratanya.

79 Gambar 14. Slitter (kiri : terpasang lempengan pemerata dan kanan : tanpa lempengan pemerata) Hasil percobaan dari beberapa formulasi diperoleh hasil terbaik dengan perbandingan tepung jagung dan pati jagung sebesar 70:30. Perbandingan ini berlaku untuk formulasi 250 gr, 300 gr dan 500 gr jumlah adonan. Hasil dari perbandingan ini membentuk lembaran adonan mi yang kompak dan halus permukaannya, lembaran mi tidak menempel di roller sheeting, pembentukan lembaran relatif cepat, mi tersisir dengan baik, tidak patah-patah, warna mi kekuningan. Akan tetapi ketika perebusan dilakukan selama 7 menit, mi masih kurang kenyal, agak keras, spot di tengah-tengah mi berkurang, kurang elastis, patah-patah saat direbus dan air sisa rebusan keruh agak kekuningan. Dari formulasi dengan perbandingan tepung jagung dan pati jagung sebesar 70:30, 60:40, dan 50:50 hampir semuanya memberikan karakteristik seperti diatas. Gambar 15. Proses Pencetakan Untaian Mi

80 Untuk melanjutkan produksi mi jagung pada tahap pembentukan lembaran pada skala lebih besar, lebih baik menggunakan mesin yang mempunyai kapasitas lebih besar. Mesin yang tersedia di laboratorium sebenarnya masih dapat digunakan untuk membuat mi jagung dalam skala yang lebih besar, akan tetapi terdapat kesulitan bila lembaran mi tidak kuat dan berukuran panjang. Apabila lembaran mi tidak cukup kuat, maka harus dibagi beberapa bagian lembaran adonan dan harus ada bagian lembaran adonan yang menunggu. Ketika adonan yang satu selesai di cetak, maka adonan yang lain akan menghasilkan lembaran dan untaian yang patah. Hal ini dikarenakan lembaran yang menunggu telah mengalami retrogadasi atau rekristalisasi pati yang tergelatinisasi yang mengakibatkan adonan menjadi keras. Selama menunggu, adonan kehilangan sifat pengikatan air dan terbentuknya kembali fraksi kristalin. Sedangkan jika lembaran mi bertekstur kuat dan panjang, hal ini masih dapat diatasi dengan menggulung lembaran mi ke tongkat penggulung yang ada dibagian atas mesin mi, sehingga tidak memerlukan pembagian adonan yang harus ada proses menunggunya salah satu bagian adonan. Proses pengeringan dilakukan untuk menurunkan kadar air sehingga mi menjadi kering dan dapat disimpan lama. Pengeringan mi jagung dilakukan dengan menggunakan oven pada suhu C selama 1-1,5 jam. Pengeringan dianggap cukup jika mi mudah dipatahkan. Bahan yang digunakan untuk meningkatkan skala ini menggunakan tepung jagung sebagai bahan dasar, pati jagung sebagai bahan tambahan, air, garam, baking powder, dan guar gum. Baking powder adalah bahan tambahan yang dapat membuat struktur bahan menjadi lebih berpori karena dapat membentuk gas CO 2. Struktur bahan yang berpori dapat lebih mudah menyerap air atau waktu rehidrasi yang dibutuhkan lebih singkat. Penambahan baking powder selain mempersingkat waktu pemasakan mi juga dapat mempersingkat waktu pengukusan pertama.

81 Hal ini disebabkan dengan penambahan baking powder maka penetrasi panas yang diterima oleh bahan lebih cepat sehingga proses gelatinisasi pun dapat berlangsung lebih cepat. Proses pembuatan mi jagung kering dilakukan modifikasi dengan menggunakan bahan dasar berupa tepung jagung yang disubstitusi dengan pati jagung. Formula terbaik diantara bahan utama tersebut yaitu dengan menggunakan perbandingan tepung jagung dan pati jagung 70:30. Bahan tambahan lain yang digunakan yaitu air, garam, baking powder, dan guar gum. Proses pengukusan yang dilakukan pada penelitian ini tidak dilakukan pemisahan antara adonan yang tergelatinisasi dengan yang tidak tergelatinisasi sebagaimana halnya dilakukan oleh Budiyah (2004). Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan penting pada pengukusan pertama adalah kecukupan tingkat gelatinisasi, sehingga dapat terbentuk adonan yang kalis, elastis, kohesif, dan mudah dicetak menjadi mi. Pengukusan pertama yang dilakukan terhadap formulasi ini selama 15 menit dan pengukusan kedua selama 10 menit. Waktu pengukusan pertama dan kedua tersebut telah menghasilkan adonan yang secara keseluruhan cukup baik. Cooking loss dan kelengketan merupakan parameter mutu yang cukup menjadi perhatian dalam pengolahan mi. Cooking loss berpengaruh terhadap kehilangan energi dan kualitas mi setelah dimasak. Selain itu, dengan tingginya cooking loss akan mengakibatkan kuah mi menjadi keruh. Kelengketan juga mempengaruhi kualitas mi, terutama berkaitan dengan budaya makan masyarakat yang menggunakan sumpit. Bila mi memiliki kelengketan yang tinggi, sumpit akan cepat terlihat kotor. Salah satu upaya untuk mengurangi cooking loss dan kelengketan adalah dengan penambahan bahan tambahan makanan (BTM). Cooking loss diakibatkan oleh lepasnya pati dari untaian mi yang dibuktikan dengan air bekas masak yang digunakan menjadi putih keruh. Sedangkan kelengketan selain diakibatkan oleh lepasnya pati juga diakibatkan oleh gelatinisasi yang tidak sempurna dan rasio

82 amilosa dan amilopektin. Semakin tinggi kadar amilopektinnya, mi akan makin lengket. Perbaikan kehilangan padatan akibat pemasakan atau cooking loss dilakukan dengan aplikasi bahan tambahan pangan. Fadlillah (2005) menyatakan bahwa diantara guar gum, carboxyl metil cellulose (CMC), alginat, tawas, dan campuran K 2 CO 3 dan Na 2 CO 3, penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss mi jagung. Oleh karena itu pada penelitian ini juga digunakan guar gum untuk mengurangi kelengketan dan cooking loss. Tabel 12. Karakteristik Kimia Mi Jagung dari Tepung Kering dan Basah Bahan dasar mi Parameter Tepung teknik kering Tepung teknik basah Kadar air (%) Kadar abu (%) Kadar protein (%) Kadar lemak (%) Kadar karbohidrat (%) (by difference) Tabel 12 diatas menunjukkan mi jagung dari tepung penggilingan teknik kering mempunyai kadar lemak yang lebih rendah dari tepung teknik basah. Hal ini menunjukkan bahwa mi dari tepung kering mempunyai keunggulan dengan rendahnya kandungan lemak tersebut. Secara visual, mi jagung dari tepung basah mempunyai susunan mi yang mudah rapuh dan mudah patah-patah ketika direbus. Hal ini kemungkinan besar disebabkan kurangnya pati yang tergelatinisasi. Selain itu juga karena kurangnya kandungan pati yang terdapat dalam tepung. Hal ini diakibatkan banyak terbuangnya pati ketika proses penepungan. Beberapa perbedaan mi jagung dari tepung penggilingan teknik kering dan basah ditampilkan dalam Tabel 13 di bawah ini.

83 Tabel 13. Perbedaan Mi Jagung dari Tepung Teknik Kering dan Basah Perbedaan Mi tepung teknik kering Mi tepung teknik basah Warna kuning keputih-putihan kecoklatan Tekstur lembut lembut Kekerasan sedikit keras lebih rapuh Konsistensi agak patah-patah patah-patah Tepung jagung hasil penggilingan kering ketika dijadikan bahan baku pembuatan mi, akan memberikan hasil yang cukup kuat dan kompak. Akan tetapi mi yang terbentuk masih kurang elastis setelah proses pemasakan. Apabila dibandingkan dengan mi yang terbuat dari tepung penggilingan teknik basah, mi hasil dari tepung penggilingan teknik kering memberikan hasil yang lebih baik. Mi yang terbentuk dari tepung ini mempunyai warna yang cukup kuning dibandingkan dengan mi dari tepung teknik basah, sehingga tidak diperlukan zat pewarna yang biasa digunakan pada mi terigu. Mi jagung yang berwarna kuning seperti ini merupakan keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu mengingat tidak diperlukan lagi bahan tambahan pewarna untuk menghasilkan mi matang yang berwarna kuning (Fadlillah, 2005). Alat-alat yang digunakan untuk melakukan pembuatan mi jagung kering ini terdiri dari pencampur, pengukus, mesin pembuat mi dan oven yang terdapat di Lab.Seafast Center. 2. Rekapitulasi Variabel Proses pada Pembuatan Mi Jagung Kering Rekapitulasi variabel proses pada setiap tahapan pengolahan dilakukan untuk mengetahui hasil yang didapat dan permasalahan yang dihadapi ketika proses pembuatan mi jagung kering dilakukan. Selain itu, melalui rekapitulasi ini dapat juga diketahui solusi yang harus dijalankan untuk memperbaiki proses pembuatan mi jagung kering. Tabel 14 dibawah menunjukkan rekapitulasi variabel proses dari pembuatan mi jagung kering.

84 Tabel 14. Rekapitulasi Variabel Proses pada Pembuatan Mi Jagung Kering Tahapan proses Proses scale up yang dilakukan a. Pencampuran Jumlah adonan terdapat banyak gumpalan dan kurang meratanya larutan garam Hasil Permasalahan Solusi penambahan larutan garam terlalu cepat dan penggunaan pengaduk jenis kail b. Pembuatan adonan jumlah adonan adonan yang merata - - c. Pengukusan pertama jumlah adonan d. Pembentukan lembaran, pencetakan, dan pemotongan dan waktu pengukusan e. Pengukusan kedua jumlah adonan dan waktu pengukusan tingkat gelatinisasi cukup jumlah adonan lunak, kohesif, cukup elastis, tidak lengket dan mudah dicetak kedalam bentuk lembaran tingkat gelatinisasi cukup distribusi pemanasan kurang merata patah-patah karena adanya lempengan pemerata pada slitter - - f. Pengeringan jumlah adonan mi jagung kering - - penambahan larutan garam sedikit demi sedikit dan penggunaan pengaduk jenis jarijari dilakukan pengadukan pelepasan lempengan pemerata pada slitter dan kombinsasi urutan jarak roll pengepres

85 V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Tepung jagung yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil penggilingan kering dan penggilingan basah. Perbedaan kedua cara penggilingan ini terletak pada penggunaan air untuk mempermudah proses penggilingan. Penggilingan kering (dry process) umumnya dilakukan dalam skala besar. Penepungan jagung dengan menggunakan teknik penggilingan kering memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan teknik penggilingan basah. Untuk penggunaan multi mill digunakan ukuran saringan yang lebih kecil dari ukuran biji jagung agar biji jagung tersebut dapat tergiling dan terpecah beberapa bagian menjadi grits. Ukuran saringan terbaik yang digunakan yaitu berukuran 5 mm. Penggunaan disc mill yang secara pengukuran lebih baik dalam menghasilkan rendemen yaitu alat giling disc mill tipe lama. Hal ini dikarenakan alat disc mill tipe lama memiliki lingkaran saringan yang mempunyai ukuran sesuai dengan yang kita inginkan. Proses pengayakan terbaik yaitu dengan menggunakan susunan pengayak secara terpisah, sehingga rendemen tepung dengan ukuran yang kita inginkan dapat diperoleh secara terukur. Selain mempunyai karakteristik kimia yang lebih unggul (kadar lemak lebih rendah), juga mempunyai warna yang lebih kuning dibandingkan dengan tepung jagung hasil penggilingan basah. Ukuran tepung jagung yang dianjurkan yaitu berukuran 100 mesh, hal ini dikarenakan mi jagung yang dihasilkan dari tepung jagung berukuran 100 mesh akan mempunyai tekstur yang lebih halus dibandingkan dengan mi jagung dari tepung yang berukuran 80 mesh. Tahapan kritis yang perlu diperhatikan dari penepungan teknik kering dan basah yaitu penggilingan, pengayakan, pengendapan dan sentrifugasi. Untuk pembuatan mi jagung kering dalam skala besar diperlukan bahanbahan yang dapat mempertahankan atau memperbaiki karakteristik dari mi jagung yang diproduksi dalam skala laboratorium. Bahan-bahan yang digunakan untuk penelitian ini selain tepung jagung, air, garam, baking

86 powder, juga ditambahkan pati jagung dan guar gum. Penambahan pati jagung bertujuan untuk menambah kekuatan adonan karena adanya pati yang tergelatinisasi lebih banyak. Perbandingan tepung jagung dan pati jagung yang menghasilkan adonan terbaik adalah perbandingan 70:30. Sedangkan penambahan guar gum bertujuan untuk mengurangi kelengketan dan cooking loss mi jagung. Penambahan guar gum dengan konsentrasi 1% memiliki pengaruh yang paling besar dalam mengurangi kelengketan dan cooking loss mi jagung. Hal yang perlu diperhatikan dan menjadi salah satu titik kritis dalam pencampuran ini adalah penambahan larutan garam. Penambahan larutan garam kedalam campuran tepung jagung dan baking powder harus dilakukan secara berkala dan sedikit demi sedikit. Cara ini dimaksudkan supaya tidak banyak terbentuk gumpalan tepung. Rekomendasi alat untuk penggunaan skala besar yang dapat memberikan hasil terbaik adalah varimixer dengan jenis pengaduk bertipe jari-jari. Pengukusan merupakan salah satu titik kritis dalam pembuatan mi jagung. Pengukusan dilakukan terhadap campuran seluruh bagian adonan dengan dua kali tahap pengukusan. Pengukusan pertama selama 15 menit dan kedua selama 10 menit. Alat pengukus yang selayaknya digunakan untuk pengukusan adalah yang mempunyai alat kontrol suhu dan waktu otomatis. Sehingga proses pengontrolan akan lebih terjamin. Alat pengukus yang direkomendasikan adalah steaming box dengan proses pemasukan uap panas dilakukan melalui pipa yang berlubang di dalam box steam. Mi yang terbentuk dari tepung hasil penggilingan kering mempunyai warna yang lebih kuning dibanding dengan hasil penggilingan basah, sehingga tidak diperlukan zat pewarna yang biasa digunakan pada mi terigu. Mi jagung yang berwarna kuning seperti ini merupakan keunggulan mi jagung dibandingkan mi terigu mengingat tidak diperlukan lagi bahan tambahan pewarna untuk menghasilkan mi matang yang berwarna kuning. Tekstur dan elastisitas mi dari tepung teknik kering lebih baik hasilnya dibanding tepung teknik basah. Selain itu juga mi dari tepung teknik basah mempunyai susunan

87 mi yang mudah rapuh, sehingga ketika direbus mi akan terpecah kecil-kecil dan patah-patah. B. Saran Penggilingan basah memerlukan proses yang sedikit rumit dan untuk lebih mempersingkat waktu perendaman dapat dilakukan proses perendaman yang menggunakan SO 2. Untuk memperoleh hasil yang lebih baik dalam penggilingan basah yaitu diperlukannya alat sentrifugasi untuk memisahkan komponen air yang masih terdapat dalam campuran pati. Tepung jagung hasil penggilingan kering harus disimpan didalam refrigerator untuk mencegah terjadinya kontaminasi oleh hewan pencemar. Pembuatan mi jagung dalam skala besar sebaiknya dilakukan kembali optimasi terhadap skala formulasi yang baru dan menyesuaikan dengan kapasitas peralatan yang tersedia. Tahapan yang menjadi titik kritis dalam pembuatan mi jagung berskala besar ini yaitu pencampuran, pembuatan lembaran dan mi, serta pengukusan. Pengukusan memerlukan kondisi yang tepat untuk lebih dapat dikontrol prosesnya serta alat pengukus yang sesuai. Peralatan yang penting dan yang perlu disediakan yang menjadi titik kritis proses adalah alat steaming box dan mesin mi yang berkapasitas lebih besar.

88 DAFTAR PUSTAKA AOAC Official Method of Analysis. Association of Official Analytical Chemists. Washington DC. AOAC Official Methods of Analysis, 16 th Gaithersbug, Maryland. ed. AOAC International, Avianto, Yusron Mempelajari Pengaruh Laju Pengumpanan dan Jarak Olah Gigi Penggiling Tipe Burr terhadap Kebutuhan Tenaga dan Mutu Hasil Giling Jagung. Skripsi. Jurusan Mekanisme Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Badan Standardisasi Nasional Standar Nasional Indonesia. SNI Tepung Jagung. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. Balai Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian Rencana Aksi Ketahanan Pangan Departemen Pertanian, Jakarta. Belitz, H. D. dan W. Grosch Food Chemistry. Springer. Berlin. Brennan, J. G., J. R. Butters, N. D., Cowell dan A. E. V. Lilly Food Engineering Operations. Elsevier Publishing Co., New York. Bressani, Ricardo Improving maize diets with amino acid and protein supplements. Di Dalam : L. F. Bauman, P. L. Crane, D. V. Glover, E. T. Mertz, D. W. Thomas (eds.). High-Quality Protein Maize. Dowden, Hutchinson and Ross, Inc. Stroudsburg, Pennsylvania. Budiyah Pemanfaatan Pati dan Protein Jagung (Corn Gluten Meal) dalam Pembuatan Mi Jagung Instan. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Corn Refiner Association Corn Refining. USA. [20 Agustus 2007]. Fadlillah, Hendry Noer Verifikasi Formulasi Mie Jagung Instan Dalam Rangka Penggandaan Skala. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Fennema, O. R Food Chemistry. Marcell Dekker Inc. Basel.

89 Greenwood, C.T Observation on The Structure of The Starch Granule. Di dalam T. R. Muchtadi, P. Hariyadi, dan A.B. Azra Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Greenwood, C. T. and D. N. Munro Carbohydrates. Di dalam T. R. Muchtadi, P. Hariyadi, dan A. B. Azra Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Guelph Food Technology Centre Canada. [14 November 2007]. Harper, James Scale up. USA. [15 November 2007]. Hodge, J.E. and Osman, E.M Carbohydrates. Di dalam Muchtadi T.R., P. Hariyadi, dan A.B. Azra Teknologi Pemasakan Ekstrusi. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor. Hou, Guoquan dan Mark Kruk Asian Noodle Technology. [28 Juni 2006]. Hoseney, R.C Principles of Cereal Science and Technology, 2 nd edition. American Association of cereal Chemist, Inc. St. Paul, Minnesota, USA. Hulbert, Greg Design and Construction of Food Processing Operations. November 2007]. Hutching, J. B Food Color and Appearance, 2 nd ed. Aspen publisher, Inc, Gaithersburg, Maryland. Johnson, Lawrence A Corn: Production, Procesing, and Utilization. Di dalam: Handbook of Cereal Science and Technology. Lorenz, K.J. and K. Karel (eds.). Marcell Dekker, Inc. Basel. Johnson, L. A. and J. B. May Wet Milling The Basis for Corn Biorefineries. Di dalam Corn : Chemistry and Technology 2 nd ed, P. J. White and L. A. Johnson (eds). American Association of cereal Chemist, Inc, St. Paul, Minnesota, USA. Juniawati Optimasi Proses Pengolahan Mi Jagung Instan Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kim, Y. S., Dennis P. W., James H. L., dan Patricia B Suitability of Edible Bean and Potato Starches for Starch Noodles.

90 [22 Juli 2006]. Kurniawati, Rohana Dwi Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan Mi Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muchtadi, T. R. dan Sugiyono Petunjuk Laboratorium Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Rianto, Bobby Fajar Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mi Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Departemen Teknologi Pangan dan Gizi, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Scott, Darren D., Timothy J.Bowser, P.E., William G.McGlynn Scaling Up Your Food Process. [14 November 2007]. Septian, Elvin Kebutuhan Tenaga pada Penggilingan Biji-bijian. Skripsi. Jurusan Teknologi Industri Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Soraya, Anissa Perancangan Proses dan Formulasi Mi Basah Jgaung Berbahan Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi Kuning Kering Panen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. The Center for Professional Advancement Amsterdam. [14 November 2007]. Wirakartakusumah, M.A Kinetics of Starch Gelatinization and water Absorption in Rice. PhD Disertation, University of Wisconsin, Madison. Whistler dan Daniel Carbohydrates. Di dalam Food Chemistry, Fennema, O. R. (ed.). Marcell Dekker Inc. Basel.

91 Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah Tepung jagung, air, garam, baking powder (formulasi terbaik dengan penambahan air 30 ml dan waktu pengukusan 7 menit) Persiapan bahan (tepung jagung + air + garam + baking powder), pencampuran, pengukusan adonan, pembentukan lembaran, pencetakan, pemotongan, (mie basah mentah), perebusan, (mie basah matang) Analisis fisik Derajat gelatinisasi terbesar 88.25% (pengukusan 3 menit) dan derajat gelatinisasi terkecil 62% (pengukusan 5 menit) Persen elongasi 14.24% (pengukusan 3 menit) sampai 20.05% (pengukusan 10 menit) KPAP terkecil: 17.6% (7 menit) dan KPAP terbesar: 20.8% (3 menit) Kekerasan terkecil: gf (7 menit) dan kekerasan terbesar: gf (3 menit) Kelengketan terendah: gf (10 menit) dan kelengketan terbesar: gf (3 menit) Analisis kimia Kadar air: 66% (b/b) Kadar abu: 0.41% Kadar protein: 6.45% Rianto, B. F Desain Proses Pembuatan dan Formulasi Mie Basah Berbahan Baku Tepung Jagung. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.

92 Lampiran 1. Lanjutan No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan Kadar lemak: 8.20% Kadar karbohidrat: 85.0% 2. Mie jagung basah 3. Mie jagung basah Tepung jagung varietas srikandi kuning kering panen (High Quality Protein Maize), garam (0.6%), air, baking powder (0.2%); formula terbaik dengan penambahan guar gum (0.6%) dan waktu pengukusan 5 menit. Pati jagung dan Corn Gluten Meal (CGM), air, CMC, garam, baking powder (formulasi terbaik atau optimum dengan substitusi maizena Pencampuran (tepung jagung basah + garam + baking powder), pengukusan adonan, penambahan tepung jagung kering, pengulenan adonan, pressing, slitting, perebusan, perendaman dalam air dingin, (mie jagung basah) Pencampuran, pengukusan, pengulian, pencetakan, pemotongan, perebusan, perendaman dalam air dingin, penirisan, pelumasan dengan minyak, (mie basah mentah) Analisis fisik Warna mie jagung basah o Hue: 92.8 (kuning) Persen elongasi: 14.7% Resistensi terhadap tarikan: 9.9 gf Kekerasan: gf Kelengketan: gf KPAP: 10.10% Analisis kimia Kadar air: % (b/b) Kadar abu: 0.82% Kadar protein: 7.6% Kadar lemak: 7.05% Kadar karbohidrat: 59.18% Analisis fisik Persen elongasi: 15.86% Resistensi terhadap tarikan: gf Kekerasan: gf Kelengketan: gf KPAP terendah diperoleh Soraya, A Perancangan Proses dan Formulasi Mie Jagung Basah Berbahan Dasar High Quality Protein Maize Varietas Srikandi Kuning Kering Panen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor. Kurniawati, R. D Penentuan Desain Proses dan Formulasi Optimal Pembuatan Mie Jagung Basah Berbahan Dasar Pati Jagung dan Corn Gluten Meal (CGM). Skripsi. Departemen Ilmu dan

93 Lampiran 1. Lanjutan No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan oleh pati kacang hijau 5%) pada pengunaan guar gum dengan konsentrasi: 1% Analisis kimia Kadar air: 63.71% (b/b) Kadar abu: 0.41% Kadar protein: 7.14% Kadar lemak: 4.49% Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor. 4. Mie jagung instan 5. Mie jagung instan Pati jagung (90%) dan Corn Gluten Meal (CGM) (10%), air, CMC (1%), garam (1%), baking powder (0.3%) Tepung maizena (90%), air (35% total adonan), garam Pencampuran, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua, pengeringan, (mie jagung instan) Pencampuran, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan Kadar karbohidrat: 87.99% Analisis fisik KPAP: 24.39% Ketebalan: mm Waktu optimum rehidrasi: 4 menit Daya serap air: 75% Analisis kimia Kadar air: 7.95% Kadar abu: 1.26% Kadar protein: 3.43% Kadar lemak: 2.52% Kadar karbohidrat: 84.84% Nilai energi: 376 kal Analisis fisik Persen elongasi: % Kekerasan: Kgf Budiyah Pemanfaatan Pati dan Protein Jagung (CGM) dalam Pembuatan Mie Jagung Instan. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor. Fadlillah, H. N Verifikasi Formulasi Mie Jagung Instan dalam Rangka

94 Lampiran 1. Lanjutan No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan (1%), CGM (10%), baking powder (0.3%), CMC (1%) kedua, pengeringan, (mie jagung instan) Penggandaan Skala. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, 6. Mie jagung instan Tepung jagung : air (1:1), baking powder (0.3%), garam Pencampuran, pengukusan pertama, pengulian, pencetakan, pengukusan kedua, pengeringan, (mie jagung instan) Analisis fisik Warna mie jagung o Hue: (yellow red) KPAP: 8.47% Daya serap air: 91.97% Analisis kimia Kadar air: 11,67% Kadar abu: 1.20% Kadar protein: 6.16% Kadar lemak: 2.27% Kadar karbohidrat: 78.69% Pati: 65.92% Nilai energi: 360 kkal/100 g Kadar serat makanan: 6.80% FATETA, IPB, Bogor. Juniawati Optimasi Proses Pengolahan Mie Jagung Instan Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen. Skripsi. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, FATETA, IPB, Bogor.

95 Lampiran 2. Peralatan Produksi Mi Jagung pada Proses Penggandaan Skala Peralatan Spesifikasi Gambar Multi mill Manufactured by Gansms Limited Bombay 55 Engineers to the chemical and pharmaceutical industry RPM H. P 3 Ø 440 V SR. NO Kapasitas : 300 kg / jam

96 Disc mill TECO 3 Phase Induction Code AEE AO 4 Pole, INS RPM BS 4999 & 5000 Cont. Rating 198 BRG No SER No. IF Hz, 220 Volt, 8077 A TECO ELEC & MACH PTE, LTD Made in Singapore Kapasitas : 6.25 kg / jam

97 Tray dryer PILOT PLANT Engineering and Equipment GmbH 6072 Dreieich West Germany H. ORTH GmbH Masch. Bau u. Verfahrenstechnik, D Ludwigshafen Baujahr : 1981 Fabr. Nr. : 2193 / 1 Type : ITHU Nenntemperatur : C Frischluftwechsel/min: 4.94 m 3 Nutzraum : 2.64 m 3 Gesamtdampfraum : 2.88 m 3 Stromart : 3 PH ~ Spannung : 220 / 380 V Pengayak Manufactured by DALAL ENGINEERING PVT. LTD THANA Under License From WILLIAM BOULTON LTD, ENGLAND Model 66 CMS Serial No : 107 Type : Dry Motor HP : 1 Material : SS 604 Kapasitas : 5 kg / 1 kali pengayakan

98 Penggiling Basah Saito Separator Limited Model : STK 300 HR Sr No : , HANEDA 1 CHOME OHTA KO TOKYO 144, JAPAN Type : AMC 112 M 4Y3 N : PH, 50 Hz, 220 / 380 V, 14.7 / 8.5 A, 4.0 Kw, 1410 r / min, eff. 85.0% Kapasitas : 25 kg / 25 menit

99 Alat Pembuat Mi SINGLE PHASE AC MOTOR Type JY2B-4 ¾ HP 1420 RPM CONT CLASS E 110 / 220 V, 11 / 5, 5A, 50 Hz No Made in China Kapsitas : kg

100 Vibrating Screen Kotobuki Vibrating Screen Type : TM Date : Nov MFG No TOKUJU KOSAKUSHO CO. LTD TOKYO, JAPAN

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tepung Jagung Menurut SNI 01-3727-1995, tepung jagung adalah tepung yang diperoleh dengan cara menggiling biji jagung (zea mays LINN.) yang bersih dan baik. Penggilingan biji jagung

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering dengan varietas Pioneer 13 dan varietas Srikandi (QPM) serta bahanbahan kimia yang

Lebih terperinci

SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F

SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG. Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F SKRIPSI PAKET TEKNOLOGI PEMBUATAN MI KERING DENGAN MEMANFAATKAN BAHAN BAKU TEPUNG JAGUNG Oleh : ANGELIA MERDIYANTI F24103133 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo

BAB I PENDAHULUAN. dalam negeri. Berdasarkan data dari Wardhana (2013) dalam Majalah Tempo BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tingkat konsumsi mi di Indonesia cukup tinggi. Kurniawati (2006) mengatakan bahwa Indonesia merupakan negara ke dua terbesar di dunia dalam tingkat konsumsi mi gandum

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian sebelumnya telah dilakukan pembuatan mi jagung basah dan instan berskala laboratorium dengan berbagai formula dan bahan baku. Rianto (2006) telah berhasil melakukan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah

Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah Lampiran 1. Hasil-hasil Penelitian Mi Jagung No. Produk Bahan Proses Parameter Mutu Keterangan 1. Mie jagung basah Tepung jagung, air, garam, baking powder (formulasi terbaik dengan penambahan air 30 ml

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Jagung Swasembada jagung memerlukan teknologi pemanfaatan jagung sehingga dapat meningkatkan nilai tambahnya secara optimal. Salah satu cara meningkatkan nilai tambah

Lebih terperinci

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI

Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI 1 Deskripsi PROSES PRODUKSI DAN FORMULASI MI JAGUNG KERING YANG DISUBSTITUSI DENGAN TEPUNG JAGUNG TERMODIFIKASI Bidang Teknik Invensi Invensi ini berhubungan dengan suatu proses pembuatan mi jagung kering.

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu Cooking Time 4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Mi Kering Non Terigu 4.1.1. Cooking Time Salah satu parameter terpenting dari mi adalah cooking time yaitu lamanya waktu yang dibutuhkan untuk rehidrasi atau proses

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah,

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn

Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi. Development of Formulation Noodles Made from Raw Corn Starch Modified Corn Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian Politeknik Negeri Lampung 24 Mei 2014 ISBN 978-602-70530-0-7 halaman 524-530 Pengembangan Formulasi Mi Jagung Berbahan Baku Tepung Jagung Modifikasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR

II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR II. TINJAUAN PUSTAKA A. UBI JALAR Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan tanaman yang termasuk ke dalam famili Convolvulaceae. Ubi jalar termasuk tanaman tropis, tumbuh baik di daerah yang memenuhi persyaratan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengkondisian Grits Jagung Proses pengkondisian grits jagung dilakukan dengan penambahan air dan dengan penambahan Ca(OH) 2. Jenis jagung yang digunakan sebagai bahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia.

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Lampung merupakan daerah penghasil ubi kayu terbesar di Indonesia. Sekitar 30 % ubi kayu dihasilkan di Lampung. Produksi tanaman ubi kayu di Lampung terus meningkat

Lebih terperinci

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama

MATERI DAN METOD E Lokasi dan Waktu Materi Prosedur Penelitian Tahap Pertama MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Bagian Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Lembaga Penelitian dan Pemberdayaan

Lebih terperinci

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih

Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : tali rafia. Hal ini sangat penting dilakukan untuk memperoleh mutu yang lebih BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Ekstraksi Tepung Karaginan Dalam proses ekstraksi tepung karaginan, proses yang dilakukan yaitu : 1. Sortasi dan Penimbangan Proses sortasi ini bertujuan untuk memisahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat.

BAB I PENDAHULUAN. Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pati merupakan polisakarida yang terdiri atas unit-unit glukosa anhidrat. Komposisi utama pati adalah amilosa dan amilopektin yang mempunyai sifat alami berbeda-beda.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk

HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Adonan Kerupuk HASIL DAN PEMBAHASAN Peubah yang diamati dalam penelitian ini, seperti kadar air, uji proksimat serka kadar kalsium dan fosfor diukur pada kerupuk mentah kering, kecuali rendemen. Rendemen diukur pada

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu

Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Analisis Pati Sagu 1. Bentuk Granula Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN

OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN OPTIMASI PROSES PENGERINGAN GRITS JAGUNG DAN SANTAN SEBAGAI BAHAN BAKU BASSANG INSTAN, MAKANAN TRADISIONAL MAKASSAR HERNAWATY HUSAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 i PERNYATAAN

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan dan Alat Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah jagung pipil kering varietas pioner kuning (P-21). Jagung pipil ini diolah menjadi tepung pati jagung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun

BAB I PENDAHULUAN. (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Berdasarkan proyeksi Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (APTINDO, 2013) konsumsi tepung terigu nasional meningkat 7% dari tahun lalu sebesar 5,08 juta ton karena

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Teknologi Kimia dan Laboratorium Biondustri TIN IPB, Laboratorium Bangsal Percontohan Pengolahan Hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM

PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI. Oleh MARGI KUSUMANINGRUM PENGARUH BERBAGAI FILLER (BAHAN PENGISI) TERHADAP KARAKTERISTIK DAN DAYA TERIMA CHICKEN NUGGET SKRIPSI Oleh MARGI KUSUMANINGRUM FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO S E M A R A N G

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu

I. PENDAHULUAN. Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mie adalah produk makanan yang pada umumnya dibuat dari tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan bahan tambahan makanan (food additives). Penggantian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan IV. BAHAN DAN METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Percobaan Penelitian pendahuluan dilaksanakan pada bulan Februari 2017 dan penelitian utama dilaksanakan bulan Maret Juni 2017 di Laboratorium Teknologi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL

SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL SKRIPSI EVALUASI MUTU GIZI DAN INDEKS GLIKEMIK COOKIES DAN DONAT TEPUNG TERIGU YANG DISUBSTITUSI PARSIAL DENGAN TEPUNG BEKATUL Oleh: Indira Saputra F24103088 2008 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung TINJAUAN PUSTAKA Jagung Jagung (Zea mays) adalah tanaman serealia yang tergolong jenis tanaman semusim. Menurut Noble dan Andrizal (2003) terdapat dua golongan tanaman jagung yaitu jagung hibrida dan jagung

Lebih terperinci

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses

denaturasi pada saat pemanasan dan mempertahankan bentuk pada produk akhir. Pati yang merupakan komponen utama dalam tepung (sekitar 67%) pada proses BAB III PEMBAHASAN Pembuatan mie kering umumnya hanya menggunakan bahan dasar tepung terigu namun saat ini mie kering dapat difortifikasi dengan tepung lain agar dapat menyeimbangkan kandung gizi yang

Lebih terperinci

SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN. Oleh JUNIAWATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN. Oleh JUNIAWATI F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN 1'f-:r1' ""3 tg:j;j SKRIPSI OPTIMASI PROSES PENGOLAHAN MIE JAGUNG INSTAN BERDASARKAN KAJIAI\ PREFERENSI KONSUMEN Oleh JUNIAWATI F02499093 2003 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman semusim yang biasa ditanam di daerah perladangan.

TINJAUAN PUSTAKA. Jagung merupakan tanaman semusim yang biasa ditanam di daerah perladangan. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jagung Jagung merupakan tanaman semusim yang biasa ditanam di daerah perladangan. Siklus hidup tanaman jagung berkisar antara 80-150 hari. Siklus pertama tanaman jagung merupakan

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI)

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA HIDROLISIS AMILUM (PATI) Di Susun Oleh : Nama praktikan : Ainutajriani Nim : 14 3145 453 048 Kelas Kelompok : 1B : IV Dosen Pembimbing : Sulfiani, S.Si PROGRAM STUDI DIII ANALIS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung

BAB I PENDAHULUAN. Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan terigu oleh masyarakat Indonesia terus meningkat. Berdasarkan data dari APTINDO (2014) dilaporkan bahwa konsumsi tepung terigu nasional pada tahun 2011, 2012,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diversifikasi Pangan Pokok Selain Beras Penelitian mengenai bahan pangan pokok selain beras sudah banyak dilakukan oleh peneliti untuk mensukseskan program diversifikasi pangan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Balai Riset dan Standardisasi Industri Lampung, Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, Laboratoriun Analisis

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

BAB III MATERI DAN METODE. putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan 14 BAB III MATERI DAN METODE 3.1 Materi Penelitian Penelitian substitusi tepung suweg terhadap mie kering ditinjau dari daya putus, derajat kecerahan, kadar serat kasar dan sifat organoleptik dilaksanakan

Lebih terperinci

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau

KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU. Riau. Riau KAJIAN MUTU MI INSTAN YANG TERBUAT DARI TEPUNG JAGUNG LOKAL RIAU DAN PATI SAGU Akhyar Ali 1, Usman Pato 1, dan Dony Maylani 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani

TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT. Dr. Sri Handayani TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani Tim PPM Jurusan Pendidikan Kimia FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2013 1 TEHNIK PEMBUATAN MIE SEHAT Dr. Sri Handayani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN III. BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi talas segar yang dibeli di Bogor (Pasar Gunung Batu, Jalan Perumahan Taman Yasmin, Pasar

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan (1.7) Tempat dan Waktu Penelitian. Jamur tiram putih atau dalam bahasa latin disebut Plerotus I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur

2 TINJAUAN PUSTAKA. Umbi Iles-iles. Umbi Walur 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Umbi Walur (Amorphophallus campanulatus var. sylvetris) Amorphopallus campanulatus merupakan tanaman yang berbatang semu, mempunyai satu daun tunggal yang terpecah-pecah dengan tangkai

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss

PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Cooking loss 4. PEMBAHASAN 4.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung 4.1.1. Cooking loss Menurut Kruger et al. (1996), analisa cooking loss bertujuan untuk mengetahui banyaknya padatan dari mi yang terlarut dalam air selama

Lebih terperinci

METODE. Materi. Rancangan

METODE. Materi. Rancangan METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2008, bertempat di laboratorium Pengolahan Pangan Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN

CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN CONTOH TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN PADA KELOMPOK BAHAN PANGAN 1. Serealia ) Pengolahan jagung : a. Pembuatan tepung jagung (tradisional) Bahan/alat : - Jagung pipilan - Alat penggiling - Ember penampung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2)

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

REKAYASA PROSES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp.) DAN BEBERAPA KARAKTERNYA

REKAYASA PROSES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp.) DAN BEBERAPA KARAKTERNYA SKRIPSI REKAYASA PROSES TEPUNG SAGU (Metroxylon sp.) DAN BEBERAPA KARAKTERNYA Oleh: UDIN SARIPUDIN F24101051 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR Udin Saripudin. F24101051.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu mulai dari bulan Maret hingga Mei 2011, bertempat di Laboratorium Pilot Plant PAU dan Laboratorium Teknik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch

EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU. Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch EVALUASI MUTU MI INSTAN YANG DIBUAT DARI PATI SAGU LOKAL RIAU Evaluation on the Quality of Instant Noodles Made From Riau Sago Starch Arfendi (0706112356) Usman Pato and Evy Rossi Arfendi_thp07@yahoo.com

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis)

TINJAUAN PUSTAKA. A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi dan Kedudukan Taksonomi Kluwih (Artocarpus communis) Kluwih merupakan kerabat dari sukun yang dikenal pula dengan nama timbul atau kulur. Kluwih dianggap sama dengan buah

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

I. PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Waktu dan Tempat Penelitian. I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN

KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN KARBOHIDRAT KARBOHIDRAT DALAM BAHAN MAKANAN Karbohidrat banyak terdapat dalam bahan nabati, baik berupa gula sederhana, heksosa, pentosa, maupun karbohidrat dengan berat molekul yang tinggi seperti pati,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g

BAB III METODE PENELITIAN. Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian Ubi jalar ± 5 Kg Dikupas dan dicuci bersih Diparut dan disaring Dikeringkan dan dihaluskan Tepung Ubi Jalar ± 500 g Kacang hijau (tanpa kulit) ± 1

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI

SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG. QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI SKRIPSI PENGEMBANGAN PRODUK PANGAN BERBAHAN DASAR JAGUNG QUALITY PROTEIN MAIZE (Zea mays L.) DENGAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI EKSTRUSI Oleh GUMILAR SANTIKA ATMADJA F24102032 2006 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

LOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto

LOGO. Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau. Mitha Fitriyanto LOGO Karakterisasi Beras Buatan (Artificial Rice) Dari Campuran Tepung Sagu dan Tepung Kacang Hijau Mitha Fitriyanto 1409100010 Pembimbing : Prof.Dr.Surya Rosa Putra, MS Pendahuluan Metodologi Hasil dan

Lebih terperinci

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG

SKRIPSI. PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG SKRIPSI PENGARUH PENAMBAHAN EKSTRAK TEMU KUNCI (Boesenbergia pandurata (Roxb.) Schlect.) DAN GARAM DAPUR (NaCl) TERHADAP MUTU SIMPAN MI BASAH MATANG Oleh : Arie Norman Riandi F24103091 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA

ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA EMBRYO VOL. 7 NO. 1 JUNI 2010 ISSN 0216-0188 ANALISIS PROSES PEMBUATAN PATI JAGUNG (MAIZENA) BERBASIS NERACA MASSA Iffan Maflahah Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Trunojoyo

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November Desember 2013 di Laboratorium Daya dan Alat, Mesin Pertanian, dan Laboratorium Rekayasa Bioproses

Lebih terperinci

UJI KERJA REAKTOR ENZIMATIS DALAM PEMBUATAN DEKSTRIN PATI JAGUNG MENGGUNAKAN ENZIM α-amilase

UJI KERJA REAKTOR ENZIMATIS DALAM PEMBUATAN DEKSTRIN PATI JAGUNG MENGGUNAKAN ENZIM α-amilase TUGAS AKHIR UJI KERJA REAKTOR ENZIMATIS DALAM PEMBUATAN DEKSTRIN PATI JAGUNG MENGGUNAKAN ENZIM α-amilase (Enzymatic Reactor Performance Test in the Manufacture of Corn Starch Dextrin Using Enzyme α-amylase

Lebih terperinci

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan

I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN. terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar air. Perubahan I. PERANAN AIR DI DALAM BAHAN PANGAN A. PENDAHULUAN Air merupakan komponen yang penting dalam pangan. Banyak perubahan kimia yang terjadi jika suatu bahan pangan mengalami pengurangan atau penambahan kadar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 PENGERTIAN PUFFING Menurut Sulaeman (1995), teknik puffing merupakan teknik pengolahan bahan pangan dimana bahan pangan tersebut mengalami pengembangan sebagai akibat pengaruh

Lebih terperinci

SKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F

SKRIPSI. FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF. Oleh HENDY F SKRIPSI FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF Oleh HENDY F24103098 2007 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR FORMULASI

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp.

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN. A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp. BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENGAMATAN 1. Identifikasi Pati secara Mikroskopis Waktu Tp. Beras Tp. Terigu Tp. Tapioka Tp. Maizena Awal Akhir 2. Gelatinasi Pati Suspesni Sel Panas Sel

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi, Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan

I PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7) Tempat dan I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan, (4) Manfaat dan Kegunaan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum

I PENDAHULUAN. (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. Indonesia memiliki beraneka ragam jenis umbi-umbian yang belum I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pangan dan Gizi dan Laboratorium Rekayasa Proses Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian, jurusan Ilmu

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bubuk susu kedelai bubuk komersial, isolat protein kedelai, glucono delta lactone (GDL), sodium trpolifosfat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proses dan Pengolahan Pangan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Gunung Kidul, Yogyakarta; Laboratorium

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu dan Waktu Proses Modifikasi HMT Terhadap Karakteristik Pati jagung Dalam proses modifikasi pati jagung HMT dilakukan pemilihan suhu dan waktu terbaik selama perlakuan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian, sementara pengujian mutu gizi dilakukan di Laboratorium Analisis Hasil Pertanian

Lebih terperinci

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.).

PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). PENGARUH KONSENTRASI SENYAWA PHOSPAT DAN PERBANDINGAN AIR PEREBUSAN TERHADAP KARAKTERISTIK TEPUNG INSTAN HANJELI (Coix lacryma-jobi L.). TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Sidang Tugas Akhir Program

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pemanfaatan tepung beras ketan hitam secara langsung pada flake dapat menimbulkan rasa berpati (starchy). Hal tersebut menyebabkan perlunya perlakuan pendahuluan, yaitu pregelatinisasi

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras.

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. 2 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jagung merupakan palawija sumber karbohidrat yang memegang peranan penting kedua setelah beras. Jagung juga mengandung unsur gizi lain yang diperlukan manusia yaitu

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan

METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Metode Penelitian Penelitian Pendahuluan METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan mulai dari bulan Mei 2012 sampai bulan Agustus 2012. Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah Laboratorium Percobaan

Lebih terperinci

OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu)

OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu) OPTIMASI PROSES DAN FORMULA PADA PENGOLAHAN MI SAGU KERING (Metroxylon sagu) Process and Formula Optimizations on Dried Sago (Metroxylon sagu) Noodle Processing Adnan Engelen, Sugiyono, Slamet Budijanto

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di

BAB III MATERI DAN METODE. substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di 15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian analisis sifat fisik cookies berbahan baku tepung terigu dengan substitusi tepung biji alpukat dilaksanakan pada bulan November 2016 di Laboratorium Kimia dan Gizi

Lebih terperinci