BAB III. membentuk generasi yang bertanggung jawab, berkarakter dan mampu

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III. membentuk generasi yang bertanggung jawab, berkarakter dan mampu"

Transkripsi

1 52 BAB III PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PRANIKAH DI KLASIS KOTA GEREJA PROTESTAN MALUKU SERTA FAKTOR-FAKTOR PENDUKUNG DAN PENGHAMBATNYA (Suatu Penjelasan dan Analisis) 3.1. Pengantar Keluarga, sebagai inti dari sebuah masyarakat memiliki peran penting untuk membentuk generasi yang bertanggung jawab, berkarakter dan mampu berspiritualitas. Tanggung jawab untuk membentuk keluarga yang sehat secara spiritual, moral dan sosial tersebut menuntut perhatian lebih dari berbagai kalangan termasuk dari pihak Gereja. Melalui Gereja, pembentukan keluarga yang ideal mendapat bentuknya dari berbagai persiapan yang dijalani oleh calon pasangan suami dan istri (pasutri) jauh sebelum pemberkatan pernikahan. Salah satu bentuk persiapan tersebut adalah pendidikan pranikah. Perhatian Gereja dengan memberi porsi lebih kepada proses ini menjadi saat-saat paling penting untuk menciptakan calon keluarga yang matang dan dewasa secara holistik. Gereja Prostestan Maluku (GPM) dalam tanggung jawab memahami pentingnya proses tersebut serta melihat berbagai fenomena masalah-masalah keluarga yang timbul akibat pernikahan-pernikahan yang tidak dilengkapi sejak awal telah mengambil langkah penting untuk memberikan pendidikan pranikah yang holistik bagi calon pasangan suami-istri. Meninjau kebijakan tersebut maka pada bagian ini, peneliti akan memuat temuan data empiris di lapangan mengenai

2 53 penyelenggaraan pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon dengan sampel data terdiri dari tiga jemaat yaitu jemaat Silo, jemaat Bethel dan jemaat Imanuel. Klasis Kota Ambon dipilih dengan mempertimbangkan wilayah pelayanan GPM yang berada pada pusat ibu kota Maluku dengan mobilitas yang tinggi, perkembangan informasi dan budaya yang lebih maju dibandingkan dengan klasis-klasis yang lain. Sedangkan pemilihan ketiga jemaat ini didasari dari letak geografis masing-masing jemaat yang dikategorikan sebagai jemaat perkotaan dalam wilayah perbukitan dan dataran rata dengan jumlah jemaat terbanyak. Identifikasi sampel ini berimplikasi pada berbagai permasalahan keluarga yang timbul dari masing-masing jemaat. Berdasarkan hal tersebut maka pembahasan bab ini dibagi menjadi beberapa bagian untuk menjawab rumusan masalah yaitu gambaran umum wilayah pelayanan Klasis Kota Ambon dan penyelengaraan pendidikan pranikah di tingkat jemaat Klasis Kota Ambon serta faktor-faktor pendukung dan penghambatnya Gambaran Umum Wilayah Pelayanan Klasis Kota Ambon GPM Wilayah Pelayanan Klasis Kota Ambon Dalam Sidang Jemaat bersama dengan Badan Pekerja Sinode GPM tanggal 20 Mei 1973, diputuskan bahwa Klasis Kota Ambon resmi berdiri dengan tiga jemaat, yakni Jemaat Bethel, Jemaat Bethania dan Jemaat Silo. Dalam perkembangan selanjutnya, dicermati bahwa ketiga jemaat ini tidak efektif menyelenggarakan pelayanan kepada warga jemaat, karena wilayah pelayanan yang terlalu luas. Karena itu, langkah-langkah pemekaran dijejaki. Oleh sebab itu,

3 54 sejak tahun 1986 hingga kini, ketiga jemaat utama di atas telah dimekarkan menjadi 15 jemaat umum, 1 jemaat khusus dan 2 jemaat kategorial, sehingga keseluruhan jemaat dalam Klasis Kota Ambon adalah 18 jemaat. Berikut data keadaan jemaat dan sektor pelayanannya: 1 No. Jemaat/Sektor Jumlah KK Jumlah Jiwa 1 Bethel/19 Sektor Ebenhaezer/13 Sektor * * 3 Silo/12 Sektor Imanuel/10 Sektor Petra/9 Sektor Bethania/8 Sektor Bethabara/7 Sektor Pniel/6 Sektor Getsemani/5 Sektor Menara Kasih/4 Sektor Sion/4 Sektor Syalom/4 Sektor Sejahtera/3 Sektor Eirene/3 Sektor Ora et Labora/2 Sektor * Hok Im Tong * * 17 Sinar Kasih * * 18 Diakonos * * Jumlah Keterangan: (*) berarti tidak ada data. Tabel 3.1 Data Keadaan dan Sektor Pelayanan Jemaat-Jemaat Klasis Kota Ambon GPM 1 Gereja Protestan Maluku Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan Sidang XXXVI Klasis Kota Ambon Tahun 2012 (Ambon: Majelis Pekerja Klasis, 2012),

4 Letak Geografis Klasis Kota Ambon Klasis Kota Ambon berkedudukan di pusat Ibu Kota Provinsi Maluku. Batasbatas wilayah Klasis Kota Ambon adalah sebagai berikut: 2 Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Ambon Sebelah selatan berbatasan dengan Jemaat Pandan Kasturi Sebelah barat berbatasan dengan Jemaat Rehoboth Sebelah timur berbatasan dengan Jemaat Soya Kayu Putih Gambar 3.1 Peta Kota Ambon (Sumber: 3 Menyangkut letak geografis Klasis Kota Ambon, maka perlu dikemukakan beberapa karakteristik yang menonjol dalam jemaat-jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon. 2 GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, W. Richard Rowart, Ambon Information Based, Diunduh dari pada 03 Juni 2014, pukul WIT.

5 56 Pertama, secara topografi, jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon berada pada posisi berbukit dan rata. Beberapa jemaat yang berada pada wilayah perbukitan di antaranya: Jemaat GPM Syaloom, Jemaat GPM Eirene, Jemaat GPM Menara Kasih, Jemaat GPM Pniel, Jemaat GPM Sion, Jemaat GPM Imanuel dan Jemaat GPM Ebenhaezer, Jemaat GPM Bethel. Jemaat-jemaat ini pada umumnya rawan terhadap bahaya longsor kala musim hujan mengguyur kota Ambon, karena sebagian besar rumah warga jemaat berada pada posisi kemiringan tanah. Selain faktor kemiringan tanah, saluran air yang tidak memadai juga menjadi pemicu bahaya longsor bagi jemaat-jemaat yang berada pada perbukitan. Sedangkan jemaat-jemaat yang berada pada posisi rata mengalami masalah sampah yang akut, karena aktivitas masyarakat yang cukup padat di kota dan sulit dikontrol. Akibatnya perilaku membuang sampah secara sembarangan turut mewarnai masyarakat di kota yang sebagiannya adalah warga jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon. 4 Kedua, beberapa jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon berbatasan langsung dengan wilayah-wilayah yang rawan konflik seperti: Jemaat GPM Bethel, Jemaat GPM Silo, Jemaat GPM Bethabara, Jemaat GPM Petra, Jemaat GPM Ora Et Labora, Jemaat GPM Menara Kasih, Jemaat GPM Bethania, Jemaat GPM khusus Hok Im Tong, Jemaat GPM Sinar Kasih dan Jemaat GPM Sejahtera. Eksistensi jemaat-jemaat ini perlu diperhatikan secara serius bukan sekedar lewat karena jemaat-jemaat dimaksud berbatasan dengan wilayah-wilayah pemukiman masyarakat yang beragama Islam. Usaha tersebut perlu diperhatikan karena 4 GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 194.

6 57 implikasi dari konflik sosial yang membekas dalam ingatan warga jemaat menyimpan potensi traumatik yang harus ditangani secara kontinu agar tidak mengganggu relasi sosial dalam masyarakat. 5 Ketiga, Klasis Kota Ambon berada pada pusat pemerintahan, pendidikan, ekonomi dan informasi di wilayah Maluku. Posisi ini menghendaki Klasis Kota Ambon dari sisi akses informasi dan komunikasi jauh lebih berkembang dibandingkan dengan klasis-klasis lainnya dalam lingkup GPM. Perkembangan klasis ini juga ditopang oleh ketersediaan sumber daya manusia yang memadai lintas profesi yang tersebar pada jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon, meskipun harus diakui pula bahwa persebaran sumber daya manusia pada jemaat-jemaat di Klasis Kota Ambon belum dikelola secara profesional dan merata untuk kepentingan pelayanan di jemaat-jemaat. Ketersediaan sumber daya manusia disebabkan karena tersedia pula institusi-institusi pendidikan, mulai dari PAUD (pendidikan anak usia dini) sampai perguruan tinggi, sehingga warga jemaat dapat menikmati pendidikan pada masing-masing jenjang. Kemudian secara ekonomi, posisi Klasis Kota Ambon berada pada pusat transaksi ekonomi sehingga menyediakan peluang-peluang usaha bagi warga jemaat dalam rangka peningkatan taraf kesejahteraan warga jemaat Keadaan Sosial dan Budaya Klasis Kota Ambon Klasis GPM Kota Ambon berlokasi pada pusat ibu kota Provinsi Maluku dan menjadikan klasis ini sebagai pusat aktivitas ekonomi, pendidikan, politik dan 5 GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 195.

7 58 sosial budaya kemasyarakatan. Oleh karena itu, struktur jemaatnya pun sangat majemuk, baik dari aspek demografi, ekonomi (tingkat pendapatan, maupun tingkat pendidikan). 7 Aspek pertama yang menjadi sorotan dari kehidupan sosial dan budaya khusus di wilayah perkotaan adalah bahwa masyarakat kota tidak sekedar pluralis melainkan multikulturalis. 8 Perjumpaan masyarakat dari berbagai etnis, sub etnis, agama, bahasa dan budaya adalah fakta yang tak terbantahkan dalam kehidupan sosial dan budaya masyarakat kota. Fakta membuktikan bahwa masalah-masalah pada jemaat-jemaat di wilayah perkotaan jauh lebih kompleks dari masalahmasalah yang terjadi pada jemaat-jemaat terpencil. Beberapa fenomena yang turut memberi dampak bagi kompleksitas masalah itu, antara lain lajunya arus urbanisasi yang tidak disertai dengan daya dukung wilayah kota, berkembangnya pusat-pusat perbelanjaan masyarakat, berkembangnya pusat-pusat hiburan, berkembangnya produk teknologi informasi dalam masyarakat, tingginya angka pengangguran serta kerusakan lingkungan. Fenomena-fenomena di atas muncul secara bersamaan dengan lajunya pembangunan pada segala sektor. Sadar ataupun tidak, lajunya pembangunan pada satu sisi dapat meningkatkan taraf hidup warga jemaat, akan tetapi pada sisi lain relasi-relasi sosial menjadi sangat terbatas karena karakteristik individual semakin kuat dalam masyarakat kota. 9 Seiring dengan perkembangan yang terjadi di masyarakat, gereja-gereja denominasi juga turut bertumbuh dalam lingkungan Klasis Kota Ambon. Hampir di semua jemaat terdapat gereja-gerja denominasi dan sebagian warga jemaat 7 GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 196.

8 59 GPM di Klasis Kota Ambon turut terlibat dalam pelayanan gereja denominasi tersebut, walaupun belum ada data rill yang menerangkan jumlah warga jemaat pada lingkup Klasis Kota Ambon yang sudah beralih ke gereja denominasi. 10 Kondisi ini jika tidak diantisipasi dengan strategi pendampingan yang memadai dari pada pelayan, diprediksi arus keluar warga jemaat GPM di lingkup Klasis Kota Ambon ke gereja denominasi akan terus meningkat dari waktu ke waktu. Memang selama ini tidak terjadi benturan pemahaman di antara warga jemaat GPM di Klasis Kota Ambon dan warga jemaat dari gereja denominasi. Akan tetapi mau tidak mau, relasi kelembagaan denominasi antar gereja harus ditata secara kontinu dan profesional dalam rangka memperkuat visi dan gerakan oikumenes pada jemaat-jemaat di Klasis GPM Kota Ambon dengan gereja-gereja denominasi yang berada dalam kawasan Klasis Kota Ambon. Penguatan visi dan gerakan oikumenes ini penting dihidupkan agar seluruh orientasi gereja tidak lagi bermuara pada mengejar kuantitas, akan tetapi diorientasikan pada upaya-upaya pengentasan masalah-masalah sosial di kota Ambon demi kualitas hidup manusia. 11 Fakta lainnya yang berkaitan dengan kehidupan sosial budaya adalah hampir seluruh jemaat di lingkup Klasis Kota Ambon adalah jemaat-jemaat yang berbatasan langsung dengan komunitas Islam. 12 Dampak konflik Maluku yang turut menciptakan segregasi penduduk sebetulnya menyimpan potensi konflik dalam masyarakat, karena ruang-ruang perjumpaan semakin tertutup terhadap komunitas agama lain. Selain itu, tingkat traumatik yang sangat besar dalam diri 10 GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 197.

9 60 warga jemaat adalah sebuah gejala psikologis yang turut menghiasi relasi-relasi sosial dalam masyarakat. Traumatik membuat warga jemaat pun hidup dalam kecurigaan, kecemasaan dan rasa saling percaya yang semakin memudar, apalagi dengan adanya konflik di tanggal 11 September Meskipun demikian, fakta kembalinya warga jemaat yang mengalami konflik di tanggal 11 September pada beberapa lokasi yang rawan seperti di Mardika dan Urimessing menunjukan adanya upaya tulus dari warga jemaat untuk membangun relasi yang penuh damai dengan saudara-saudara yang beragama Islam. 13 Relasi-relasi internal pun menjadi bagian yang tak terpisahkan dari kehidupan sosial budaya yang hidup dalam jemaat. Meskipun seluruh penyelenggaraan pelayanan sudah terstruktur dalam sektor dan unit serta wadah-wadah pelayanan yang sudah berjalan secara merata dalam lingkup Klasis Kota Ambon, akan tetapi pada jemaat-jemaat tertentu terdapat persekutuan-persekutuan dalam jemaat yang turut memberi penguatan terhadap relasi sosial dalam jemaat Penyelenggaraan Pendidikan Pranikah di Klasis Kota Ambon Kebijakan Sinode GPM Mengenai Pendidikan Pranikah Keluarga sebagai basis pelayanan gereja selalu menjadi bagian penting untuk diperhatikan. Masalah-masalah dalam keluarga secara otomatis akan berdampak pada munculnya problematika dengan skala yang lebih besar dalam gereja bahkan masyarakat. Oleh sebab itu, analisa para pekerja Sinode GPM saat menindaklanjuti masalah-masalah kehidupan rumah tangga berakhir pada 13 GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan,

10 61 kesimpulan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah karena persiapan pranikah yang kurang matang. Hal ini ditegaskan oleh salah satu petinggi Lembaga Pembinaan Jemaat (LPJ) GPM sebagai berikut: Selama ini kita di GPM melaksanakan persiapan pranikah itu dua hari menjelang pernikahan. Kemudian, banyak masalah muncul seperti banyak yang bercerai, hidup bersama sebelum pernikahan, (dan) kehidupan rumah tangga yang tidak akur. Akhirnya kami tiba pada kesimpulan bahwa ternyata salah satu faktor (penyebab masalah-masalah keluarga tersebut) karena persiapan (sebelum pernikahan) yang tidak matang. Ya itu tadi, hanya dua hari menjelang pernikahan diberikan penggembalaan dengan waktu paling lama 1-2 jam saja. Karena itu (muncul) desakan dari jemaatjemaat tiap Klasis agar diadakan sebuah modul (persiapan pranikah)-nya. 15 Berdasarkan hal tersebut maka dalam Sidang MPL GPM tahun 2012 di Tepa- Maluku, telah diajukan sebuah modul pendidikan pranikah yang dibuat oleh LPJ GPM untuk diberlakukan di jemaat-jemaat. 16 Namun demikian modul ini masih memiliki kelemahan, berikut penjelasannya: Modul ini dibuat berdasarkan visi-visi teologis dari usulan tiap-tiap klasis tentang kebutuhan masing-masing jemaat. Kelemahannya, modul ini belum dijadikan dalam suatu surat keputusan. Rencananya nanti pada Sidang Sinode tahun 2015 ini baru akan disempurnakan dan dimuat dalam surat keputusan sidang sinode sehingga masuk sebagai salah satu ajaran-ajaran gereja Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM), tanggal 04 Febuari Kata-kata dan kalimat yang menggunakan tanda kurung adalah tambahan peneliti dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari narasumber. 16 Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM), tanggal 04 Febuari Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM), tanggal 04 Febuari 2015.

11 62 Berikut ini adalah uraian modul tersebut: 18 I. Tujuan 1. Para calon pengantin siap memasuki hidup pernikahan Kristen dengan berbagai kesempatan dan tantangannya. 2. Para calon pengantin mampu membuat tekad untuk menjadikan rumah tangga dan keluarga lestari dan langgeng. 3. Para calon pengantin mampu melaksanakan tanggung jawab sebagai suami-istri Kristen yang saling mengasihi dan setia satu kepada yang lain. 4. Para calon pengantin mampu melaksanakan tanggung jawab sebagai orang tua Kristen yang bertanggung jawab terhadap anak-anak yang diberikan Tuhan kelak kepada mereka. II. III. Waktu Penggembalaan Waktu yang dibutuhkan untuk pelaksanaan penggembalaan pernikahan dibagi dalam dua (2) tahap, yaitu: 1. Penggembalaan pranikah, selama 1 bulan, 2 kali seminggu. 2. Penggembalaan pasca nikah, selama 6 bulan dan bisa diperpanjang waktunya kalau masih dibutuhkan. Penggembalaan pasca nikah dilakukan setelah bulan madu (2 minggu setelah acara pernikahan). Ini penting sebab justru setelah pernikahan banyak persoalan muncul dalam kaitan dengan upaya saling menyesuaikan diri antar pasangan. Kebiasaan beda yang dibawa masing-masing pribadi, latar belakang pendidikan dan latar belakang budaya yang berbeda sering membuat rumah tangga baru dilanda huru-hara. Isi Pembicaraan Penggembalaan Pernikahan A. Penggembalaan Pranikah Dasar-dasar Teologis 1. Tujuan pernikahan Kristen adalah membangun keluarga yang penuh cinta kasih dan kesetiaan. Keluarga Kristen terpanggil menjadikan rumah tangganya citra dari cinta kasih Tuhan kepada umat dan sebaliknya (Efesus 5). 2. Suami-istri Kristen dipanggil untuk membangun keluarga mandiri (Kejadian 2:24), sambil tetap menghargai dan menghormati orang tua dan keluarga dari kedua belah pihak. 3. Suami dan istri adalah mitra setara dalam hidup berumah tangga. 4. Pentingnya mengembangkan komunikasi yang terbuka, positif dan konstruktif antar suami dan istri dalam hidup berumah tangga. 18 Berdasarkan hasil Sidang MPL Gereja Protestan Maluku Tahun 2012, di Tepa-Maluku.

12 63 5. Memiliki anak bukanlah tujuan utama suatu pernikahan Kristen. Anak adalah anugerah dari Allah dan karena itu diterima dengan penuh rasa syukur dan tanggung jawab. Tidak memiliki anak bukanlah alasan untuk saling mempersalahkan atau untuk merasa terpuruk. Memiliki anak lewat adopsi adalah pilihan iman yang tertanggung jawab. 6. Seksualitas adalah anugerah Allah. Digunakan untuk saling membahagiakan dan untuk merasakan cinta kasih antara suami-istri beriman. Masalah-masalah seksualitas termasuk rasa ketidakpuasan seksualitas harus bisa dibicarakan satu kepada yang lain dengan penuh cinta kasih dan kelembutan demi kepuasan dan kebahagiaan bersama. 7. Masa lalu suami dan istri adalah bagian dari sejarah hidup karena itu diperlakukan sebagai bagian dari sejarah masa lalu bukan kenyataan masa sekarang atau harapan masa depan. 8. Mengelola keuangan keluarga secara bertanggung jawab adalah panggilan iman, sebab pendapatan suami-istri adalah berkat dari Tuhan. Karena itu hidup hemat dan mengembangkan rasa cukup dalam hidup berumah tangga adalah penting. 9. Berbagai tantangan yang mungkin dihadapi antara lain, godaan di tempat kerja, godaan dalam pergaulan dan bagaimana menghadapinya. Demikian juga tantangan dari keluarga, mertua dan para ipar serta bagaimana menghadapinya. 10. Bagi mereka yang menikah dengan pasangan yang berasal dari agama dan kepercayaan lain, dibutuhkan usaha keras dari suami-istri Kristen untuk lebih mengayomi dan membuat suami-istri merasa menyatu dan menemukan keluarga baru yang mengasihinya sama seperti keluarga yang telah dia tinggalkan. B. Penggembalaan Pasca Nikah Penggembalaan pasca nikah dilakukan seminggu sekali. Pembicaraan berkisar sekitar soal menyesuaikan diri satu dengan yang lain ataupun hal lain yang menjadi persoalanpersoalan yang dihadapi pasangan yang menikah. Bisa dilakukan secara bersama ataupun dengan salah satu dari pasangan yang menikah. Bisa dilakukan di rumah keluarga ataupun di gereja/pastori. IV. Metode Penggembalan Penggembalaan ini harus bersifat partisipatoris karena pasangan adalah orang dewasa yang siap menikah atau telah menikah. Jadi bukan berbentuk khotbah atau ceramah. Harus banyak kesempatan

13 64 untuk diskusi dan tanya jawab. Penggembalaan ini bisa mengikut sertakan para pakar di bidangnya, misalnya kalau pertanyaan berkisar sekitar masalah seks yang tidak mampu ditangani oleh pendeta maka seorang dokter bisa dilibatkan. Demikian pula kalau masalahnya berkisar sekitar masalah manajemen keuangan yang sulit dijawab oleh gembala maka seorang ekonom bisa dilibatkan. Demikian pula seorang pakar hukum atau psikolog bisa juga diminta bantuannya. Jadi penggembalaan nikah yang baik bisa dilakukan oleh sebuah tim yang mampu memberi pencerahan dan bimbingan bagi para calon pengantin atau pengantin baru. V. Materi Penggembalaan 1. Materi Penggembalaan Pranikah Pertemuan pertama: Arti nikah Kristen dan tanggung jawab suami-istri beriman sesuai Kejadian 2 dan Efesus 5. Kedua teks ini harus dibahas bersama mereka. Arti dan istilah laki-laki akan meninggalkan orang tua untuk hidup dengan istrinya. Pernikahan Kristen sebagai citra dari cinta kasih Allah kepada umat dan kesetiaan umat kepada Kristus. Pertemuan kedua: Tantangan-tantangan dalam hidup pernikahan mulai dari lingkungan keluarga (hubungan dengan ipar dan para mertua), lingkungan pergaulan, lingkungan kerja (PIL dan WIL) dan tantangan-tantangan lain serta tindakan apa yang harus dilakukan untuk menghadapinya. Pertemuan ketiga: Bergumul bersama untuk mengatasi masalah hantu masa lalu. Masa lampau adalah bagian dari hidup setiap orang, hal tersebut jangan dijadikan penyebab keretakan. Karena itu saling terbuka secara arif dan berhikmat itu perlu. Menikah adalah menerima pasangan dengan masa lalunya dan berdamai dengan masa lalunya itu, tapi juga meninggalkan masa lalu, jadi jangan lagi ingat yang dulu-dulu sebab menikah artinya mengambil keputusan untuk menjadikan pasangan sekarang sebagai cinta terakhir. Pertemuan keempat: Berkomunikasi sebagai suami-istri beriman. Komunikasi itu penting. Bahasa yang digunakan satu kepada yang lain haruslah bahasa yang penuh rasa cinta kasih dan saling menghormati. Tidak ada yang lebih tinggi dan tidak ada yang lebih rendah. Keduanya adalah mitra setara, seperti Adam mengatakan inilah tulang dari tulangku dan daging dari dagingku. Dalam kaitan

14 65 itu bahaslah juga kode etik berumah tangga, menurut Efesus 2 dari sudut pandang keadilan gender. Pertemuaan kelima: Masalah romantisme dalam keluarga yang harus dipupuk sampai tua. Dalam kaitan itu menghargai tubuh dan merawat tubuh masing-masing itu perlu supaya kegairahan tetap terjaga. Ingatlah bahwa birahi adalah pemberian Tuhan ((Kejadian 3) dan bukan hanya istri birahi kepada suami tetapi suami juga birahi kepada istri (cf. Kidung Agung). Pertemuan keenam: Tempat anak dalam pernikahan. Anak adalah anugerah yang besar dari Tuhan. Anak itu milik Tuhan, karena itu harus dirawat secara bertanggung jawab. Anak bukan alat dan objek dari orang tua untuk diperlakukan sewenang-wenang demi kepentingan orang tua. Anak harus dibesarkan untuk menjadi anak-anak Tuhan. Tetapi kalau tidak memperoleh anak maka tidak berarti tidak diberkati. Sebab tujuan pernikahan yang paling utama bukan memperoleh anak tetapi untuk mencitrakan cinta kasih yang purna dari suami kepada istri dan sebaliknya, sama seperti Tuhan mengasihi umat-nya. Kalau ingin memiliki anak harus rajin berkonsultasi ke dokter, tetapi kalau ternyata tidak bisa memiliki anak maka bisa mengangkat anak dan untuk itu suami dan istri harus berbicara secara sungguh dan serius sebab anak itu akan menjadi anak mereka berdua bukan anak dari salah satunya. Pertemuan ketujuh: Masalah keuangan keluarga, bagaimana mengatur keuangan dalam keluarga, siapa yang menjadi bendahara. Yang penting adalah saling terbuka dan transparan dalam mengelola keuangan keluarga. Uang masuk dan uang keluar harus diketahui suamiistri. Bagaimana menyisihkan persepuluhan dari pendapatan untuk mensyukuri rahmat Tuhan. Perlu membicarakan kebutuhan keluarga dan sama-sama merancang uang masuk dan keluar, serta tabungan keluarga juga tabungan untuk berlibur bersama dan untuk membantu orang-orang yang harus dibantu, seperti orang tua kedua pihak. Pertemuan kedelapan: Persiapan untuk hari H, mempersiapkan mental untuk menghadapi hari besar dengan pesta besar atau perayaan sederhana. Mempertanyakan perasaan pasangan yang akan menikah dan membesarkan hati mereka untuk menghadapi semua yang akan dihadapi kelak.

15 66 2. Materi Penggembalaan Pascanikah Tergantung dari masalah yang mereka persoalkan. Kalau semua berjalan baik maka berdoalah dan bacalah Alkitab bersama mereka. Tetapi penting untuk jadi teman curhat dari mereka supaya tidak ada yang harus disembunyikan padahal hal itu mendesak untuk dibicarakan. Oleh karena itu berkunjunglah sebagai teman dan perlihatkan bahwa gembala punya waktu yang tersedia buat berbicara dengan mereka, jadi jangan memberi kesan seolah-olah sedang terburu-buru. Catatan tambahan: Setiap sesi baiklah dimulai dengan doa dan pembacaan beberapa ayat Alkitab atau kata-kata bijak yang dipilih dari berbagai buku. Pertemuan ditutup dengan doa oleh calon suami-istri supaya mereka sudah mulai berdoa bersama sejak penggembalaan. Lama pertemuan per pertemuan berlangsung sekitar 2-2 ½ jam Penyelenggaraan Pendidikan Pranikah di Tingkat Jemaat Klasis Kota Ambon serta Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambatnya Pentingnya kehidupan keluarga yang sehat secara holistik mendesak Sinode GPM untuk memperhatikan keutuhan kehidupan keluarga-keluarganya. Oleh sebab itu, sejak tahun 2012 GPM telah membuat modul pranikah yang bertujuan untuk membimbing dan mendidik para calon pasangan suami-istri sebelum memasuki kehidupan rumah tangga. Klasis Kota Ambon sebagai bagian dari GPM telah meneruskan mandat ini kepada jemaat-jemaat untuk ditindaklanjuti. Berkaitan dengan hal tersebut Ketua Klasis Kota Ambon menjelaskan bahwa: (Pendidikan pranikah ini) amat sangat penting. Kalau kita gagal mempersiapkan mereka, maka tentu kita akan menemui banyak kegagalan

16 67 dalam kehidupan berumah tangga, juga kehidupan masa depan keluarga dan anak-anak. Jadi, ia (pendidikan pranikah) harus menjadi prioritas. 19 Kenyataanya dalam realisasi di lapangan, belum semua jemaat dalam lingkup pelayanan Klasis Kota Ambon memperhatikan dan melaksanakan tugas ini dengan maksimal. Berdasarkan data lapangan yang diambil dari tiga sampel jemaat, hanya terdapat satu dari tiga jemaat yang memberlakukan pendidikan pranikah dengan baik sesuai modul dan dikembangkan sesuai konteks jemaat. Sedangkan sisanya masih menggunakan metode yang lama yaitu satu kali pertemuan sampai maksimal tiga kali pertemuan sebelum pernikahan. Berikut ini adalah uraian penyelenggaraan pendidikan pranikah di dalam jemaat yang dibagi dalam dua bagian besar yaitu jemaat yang melaksanakan penyelenggaraan pendidikan pranikah sesuai modul dan jemaat yang masih mengikuti metode lama serta faktor pendukung dan penghambatnya Jemaat yang Menyelenggarakan Pendidikan Pranikah Berdasarkan Modul Sinode GPM Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa penyelenggaraan pendidikan pranikah yang baik di Klasis Kota Ambon belum menyeluruh. Data membuktikan bahwa hanya satu dari tiga jemaat yang melaksanakan pendidikan pranikah sesuai petunjuk dari Sinode. Berikut ini adalah uraian temuan lapangan dan analisis dari jemaat yang telah melakukan pendidikan pranikah sesuai petunjuk sinode. 19 Wawancara dengan Pdt. Nn. S. M, S.Th. (Ketua Klasis Kota Ambon), pada tanggal 08 Desember Kata-kata dan kalimat yang menggunakan tanda kurung adalah tambahan peneliti dengan tujuan untuk memperjelas maksud dari narasumber.

17 68 Data tersebut akan diuraikan dalam kerangka berpikir Groome dengan mengacu kepada beberapa pertanyaan dasar yang secara implisit ataupun eksplisit harus dijawab oleh mereka yang terlibat dalam prosesnya, dalam konteks ini adalah pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon. Pertanyaan-pertanyaan tersebut dicirikan oleh kata ganti tanya mereka yaitu apa, mengapa, di mana, bagaimana, kapan dan siapa. 20 a) Apa dan mengapa? Kedua pertanyaan ini peneliti sejajarkan dengan mempertimbangkan konten jawabnya sendiri. Pertanyaan apa dan mengapa dalam konteks ini merujuk kepada materi-materi pendidikan pranikah, apa saja yang diajarkan dan mengapa diajarkan. Dalam sub bab dijelaskan bahwa materi-materi pendidikan pranikah bagi seluruh jemaat Sinode GPM sejak tahun 2012 bersumber dari modul yang telah dibuat oleh LPJ GPM. Menurut Sekertaris LPJ GPM, modul tersebut berfungsi sebagai panduan dan dapat dikembangkan sesuai dengan kondisi masing-masing jemaat. 21 Berdasarkan modul tersebut dapat disimpulkan bahwa materi-materi yang harus diberikan kepada calon pasangan suami-istri meliputi: makna pernikahan Kristen, mengenal tantangan hidup pernikahan, mengatasi masa lampau, seni berkomunikasi dalam keluarga, tempat anak dalam pernikahan, menghadapi masalah keuangan keluarga dan persiapan terakhir untuk hari pernikahan Thomas Groome, Christian Religious Education Pendidikan Agama Kristen: Berbagi Cerita Dan Visi Kita (Jakarta: Gunung Mulia, 2011), xvii. 21 Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM), tanggal 04 Febuari Materi-materi ini rangkum dari Modul Pranikah yang dikeluarkan oleh GPM melalui Sidang MPL 2012.

18 69 Menanggapi keputusan sinode tersebut, salah satu sampel penelitian yaitu jemaat Silo kemudian mengembangkan panduan materi itu dengan memberdayakan sumber daya manusia (SDM) yang masuk dalam lingkungan jemaatnya sendiri. Berdasarkan keluhan-keluhan yang disampaikan jemaat kepada para Pendeta jemaat mengenai kehidupan rumah tangga mereka, maka Pelaksanan Harian Majelis Jemaat (PHMJ) Silo dan jajarannya membentuk tim khusus konseling pranikah dengan berbagai latar belakang pendidikan seperti teologi, hukum, ekonomi dan kesehatan. 23 Tim dengan bidang yang bervariasi ini kemudian merumuskan beberapa hal yang dipertimbangkan penting untuk diberikan kepada calon pasangan suami-istri. Materi-materi tersebut antara lain: Wawancara dengan Pdt. H.P, S.TH (Ketua Majelis Jemaat Silo), pada tanggal 10 Desember Diambil dari dokumen gereja jemaat Silo, pada tanggal 10 Desember 2014.

19 70 1. Keluarga Secara Kristen Dasar Alkitab Kebahagiaan dan Kebersamaan 2. Seksualitas dari Prespektif Kristen (Alkitabiah) Saling mengenal masing-masing bukan coitus semata 3. Tanggung Jawab: Sebagai Suami-Istri dan Orang Tua 4. Tujuan Pernikahan Kristen Biologis Sosial Psikologis Imaniah 5. Keluarga dan Reproduksi Alat-alat vital organisme (biologis): fungsi dan penggunaan Persiapan kehamilan, kehamilan, persalinan, pasca persalinan 6. Keluarga Sebagai Sebuah Sistem Manajemen Keluarga Kemampuan Komunikasi 7. Keluarga Ditinjau dari Prespektif Hukum Hukum positif yang mengatur pernikahan Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) 8. Persiapan Ritual Perlu melibatkan orang tua dan saksi, penjelasan liturgi dan perenungan Delapan materi tersebut merupakan hasil dari pengembangan modul pendidikan pranikah dari sinode dengan mempertimbangkan konteks jemaat Silo secara khusus. 25 Dengan demikian diharapkan bahwa materi pendidikan pranikah dari jemaat Silo menyentuh berbagai aspek kehidupan yang dibutuhkan bagi calon pasangan suami-istri. Konten dari materi-materi tersebut bersifat holistik dan merangsang kesadaran calon pasangan suamiistri agar mampu bertahan dalam realitas yang baru, yaitu keluarganya sendiri. 25 Wawancara dengan Pdt. H.P, S.TH (Ketua Majelis Jemaat Silo), pada tanggal 10 Desember 2014.

20 71 b) Dimana dan bagaimana? Kedua pertanyaan ini mengindikasikan pada metode yang dipakai dalam proses pendidikan pranikah. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi langsung, ditemukan bahwa metode yang dipakai bersifat dialog antar pendeta jemaat dan calon pasangan suami-istri. Metode ini dianggap cukup untuk mencapai tujuan pendidikan pranikah sebagai pendidikan orang dewasa. c) Kapan? Dalam konteks ini, pertanyaan tersebut mengindikasikan waktu yang digunakan dalam proses pendidikan pranikah pada Klasis Kota Ambon. Pelaksanaan pendidikan pranikah menurut panduan Sinode baiknya dilaksanakan dalam satu bulan dengan delapan kali pertemuan. 26 Berdasarkan data di lapangan ditemukan bahwa satu dari tiga sampel jemaat yaitu jemaat Silo, telah melaksanakan enam sampai delapan kali pertemuan bagi jemaatjemaatnya yang akan menikah. Pelaksanan waktu pertemuan yang cukup panjang ini, dilakukan dalam kurun waktu dua minggu sampai satu bulan disesuaikan dengan waktu pengajar. 27 Keputusan ini berlaku bagi siapapun yang akan menikah, baik jemaat dari luar maupun bagi jemaat yang menikah akibat hamil di luar nikah. Ketentuan waktu tersebut tidak bisa diganggu gugat. Walaupun jemaat memaksa untuk mempercepat proses pendidikan pranikah namun pihak gereja tetap tegas agar menjalankan proses tersebut sesuai ketentuan yang berlaku. 28 Namun demikian, pengelolaan waktu 26 Wawancara dengan Pdt. A. I-U, M.Si. (Sekertaris Lembaga Pembinaan Jemaat GPM), tanggal 04 Febuari Wawancara dengan Pdt. Ny. M. L, S.TH (Pendeta Jemaat Silo), tanggal 15 Januari Wawancara dengan Pdt. Ny. M. L, S.TH (Pendeta Jemaat Silo), pada tanggal 15 Januari

21 72 pertemuan masih mengikuti waktu yang ditentukan oleh pendidik secara pribadi. Hal ini terkadang menimbulkan kerugian jika waktu yang dimiliki pendidik tidak tersedia untuk melakukan tatap muka. Kami merasa sedikit rugi karena tidak mendapatkan materi kesehatan karena dokter (pendidik) sedang sibuk dan tidak bisa melakukan persiapan, ungkap Y.R. salah satu jemaat yang mengikuti pendidikan pranikah di jemaat Silo. 29 d) Siapa? Dalam konteks pendidikan pranikah, pertanyaan ini mengindikasikan sebuah tim pendidik yang kompeten dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan kehidupan pernikahan dan keluarga. Tanggung jawab untuk memberikan pendidikan pranikah biasanya diberikan seutuhnya kepada pendeta jemaat. Namun, idealnya setiap pokok materi diberikan oleh para pakarnya. Hal ini juga yang disarankan secara tertulis dalam modul konseling pranikah yang dibuat oleh LPJ GPM seperti yang telah disebutkan di atas. Tujuannya jelas yaitu untuk menjembatani kompetensi pendeta-pendeta jemaat yang tidak menguasai semua kategori materi pranikah dengan baik. Berdasarkan data penelitian ditemukan bahwa satu dari tiga jemaat telah memiliki tim pendidik yang berkompeten dalam berbagai bidang, seperti teologi, kesehatan, hukum, ekonomi dan psikologi. Dengan demikian keluasan dan kedalaman materi yang diberikan kepada calon pasangan suamiistri dapat dikategorikan baik dan berkualitas karena berasal dari pengajar yang berkompeten. 29 Hasil FGD (focus group discussion) dengan pasangan suami-istri yang pernah mengikuti pendidikan pranikah di jemaat Silo, pada tanggal 16 Januari 2015.

22 73 Dari pemaparan data-data di atas, peneliti menganalisis bahwa sebagian besar komponen dari pendidikan pranikah pada satu dari tiga jemaat di Klasis Kota Ambon telah memenuhi tujuan dari pendidikan itu sendiri. Kepuasan ini terindentifikasi dari materi, metode, waktu dan pendidik yang diuraikan sebagai berikut. Sebagaimana yang dijelaskan oleh para ahli mengenai materi-materi pendidikan pranikah, seperti Tjandraini Kristiani yang menyebutkan bahwa materi yang diberikan kepada calon pasangan suami-istri adalah pengetahuan mengenai pembagian peran sebagai suami dan istri, kemampuan komunikasi, kehidupan seksual dan cara membina pernikahan; 30 dan dalam prespektif Kristen menurut buku Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga, materi yang diberikan dalam pernikahan meliputi ajaran gereja tentang pernikahan, komunikasi keluarga, psikologi pria dan wanita, reproduksi manusia dan pengaturannya, keluarga berencana alamiah serta ekonomi rumah tangga kemudian dilengkapi dengan beberapa materi pertimbangan dari berbagai perkembangan yang terjadi di sekitar kehidupan pernikahan dan keluarga seperti persiapan teknis menghadapi perkawinan, gender dan permasalahannya, pendidikan nilai hakiki dalam keluarga, membina keharmonisan kehidupan seksualitas dan materi mengenai kehamilan, persalinan, nifas serta perawatan bayi. 31 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa materi-materi yang disiapkan dalam pendidikan pranikah yang dilaksanakan oleh gereja baiknya meliputi berbagai aspek dalam kehidupan 30 Tjandraini Kristiani, Bimbingan Konseling Keluarga: Terapi Keluarga (Salatiga: Widya Sari Press, 2004), Rangkuman dari Tim Pusat Pendampingan Keluarga Brayat Minulyo, Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2006).

23 74 keluarga dan tidak hanya bersifat teologis semata sehingga ada keseimbangan antara kehidupan spiritual dan sosial mereka. Atau dengan kata lain materi-materi pranikah harus mampu mengakomodasi segala kebutuhan yang paling actual dari calon pasangan suami-istri. Hal ini mendukung keseimbangan yang telah terintegrasi dalam materi-materi pendidikan pranikah yang dikeluarkan oleh Sinode GPM, terlebih khusus dalam pengembangan materi pranikah di jemaat Silo. Dengan materi-materi yang seimbang dan holisitik tersebut maka dapat disimpulkan bahwa Gereja Protestan Maluku, khususnya Klasis Kota Ambon telah memberikan kontribusi bagi transformasi kehidupan jemaat-jemaatnya. Secara tidak langsung hal tersebut memberi jalan bagi terbukanya pemahaman jemaat untuk kembali kepada nilai-nilai penting sebuah keluarga seperti yang dijelaskan oleh Maurice Eminyan dan Marjorie Thompson. Eminyan menyebutkan bahwa keluarga Kristen sebaiknya memahami dengan benar ciricirinya sebagai bagian dari persekutan Kristen, yaitu pertama ia dibangun atas cinta yang tidak mementingkan diri sendiri dan sekaligus merupakan perwujudan dari cinta Allah. Seperti halnya keluarga itu sendiri merupakan gambar dan citra Allah. 32 Kedua, cinta yang ada di antara pasangan yang membentuk keluarga Kristen adalah totalitas dan ketiga, ia bersifat indissolubilitas (tidak terceraikan). 33 Sedangkan Thompson menyebutkan bahwa suami dan istri atau calon orang tua harus memahami dengan sungguh-sungguh fungsi keluarga sebagai pusat pembentukan spiritual. Keluarga Kristen merupakan konteks awal 32 Maurice Eminyan Sj, Teologi Keluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2001), Eminyan, Teologi Keluarga,

24 75 dan paling alami bagi pembentukan spiritual pada anggota keluarganya, khususnya bagi anak-anak. 34 Spiritual di sini mengandung pengertian sebagai energi kehidupan yang meliputi perasaan, pikiran dan proses yang timbul dari pencarian terhadap yang sakral yang dirasakan dan dilakukan oleh seorang individu. 35 Dengan demikian maka kontribusi materi-materi pendidikan pranikah di atas ialah memberikan pemahaman dan kesadaran bagi pasangan suami-istri untuk menjalani kehidupan pernikahan dengan memahami hubungan mereka sebagai bagian dari gambar dan citra Allah. Selain itu, juga memberikan pemahaman dan membangun kesadaran pasangan suami-istri agar menjalani peran sebagai orang tua yang mampu membentuk kehidupan keluarga sebagai pusat pembentukan spiritual sehingga dapat mencegah degradasi moral anak-anak mereka di masa depan. Di samping materi-materi yang holistik, pendidikan ini juga didukung oleh elemen-elemen penting, salah satunya adalah pendidik yang mengakomodasi metode dan waktu yang sesuai dengan konsep pendidikan pranikah sebagai pendidikan orang dewasa (POD). Disebutkan sebelumnya bahwa POD hanya menjadi efektif (menghasilkan perubahan perilaku), apabila isi dan cara pendidikannya sesuai dengan kebutuhan yang dirasakannya. Dengan mengetahui kebutuhan kelompok orang dewasa yang menjadi peserta suatu kegiatan pendidikan, maka dapat dengan tepat ditentukan suasana belajar yang harus diciptakan, isi pelajaran yang hendak disampaikan dan metode atau gabungan 34 Marjorie J. Thompson, Keluarga Sebagai Pusat Pembentukan: Sebuah Visi Tentang Peranan Keluarga dalam Pembentukan Rohani (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2001), Jame Bryan L Batara, Overlap of Religiousity and Spirituality Among Filipinos and Its Implications Towards Religious Prosociality, International Journal of Research Studies in Psychology Vol. 4, No.3 (2015), 4.

25 76 metode apa saja yang mau dipergunakan. 36 Secara nyata, teori ini mendukung keberhasilan penyelenggaraan pendidikan pranikah di salah satu sampel penelitian yang disebutkan di atas. Jemaat Silo berhasil merumuskan materi yang sesuai dengan kebutuhan jemaatnya (kelompok orang dewasa) dalam konteks pendidikan pranikah, hal ini juga tidak terlepas dari tim pendidik yang berasal dari berbagai latar belakang sehingga penentuan isi materi, metode dan waktu yang digunakan menjadi lebih maksimal dan matang. Kematangan perencanaan dan penyelenggaraan program pendidikan pranikah tersebut mendekatkan jemaat Silo kepada tujuan terdekat Pendidikan Agama Kristen (PAK). Groome menyatakan bahwa dalam tujuan utama menyatakan Kerajaan Allah, pendidikan agama Kristen memiliki dua tujuan terdekat (immediate purpose), yakni iman Kristen dan kebebasan manusia. 37 Artinya iman Kristen yang hidup sebagai respon terhadap Kerajaan Allah memiliki konsekuensi terhadap kebebasan manusia. Kebebasan itu sendiri mencakup seluruh nilai-nilai seperti keadilan, kedamaian, rekonsiliasi, sukacita, harapan dan lainnya. Berkaitan dengan tujuan tersebut, pendidikan pranikah yang maksimal dalam segi materi, metode, media dan pendidiknya mampu memberikan rangsangan untuk membangun kesadaran tentang realitas kehidupan spiritual dan sosial kepada calon pasangan suami-istri sebagai individu, pasangan, bahkan sebagai orang tua dan bagian dari masyarkat. Dari analisis tersebut maka dapat disimpulkan bahwa 36 Lunandi, Pendidikan Orang Dewasa-Sebuah Uraian Praktis untuk Pembimbing, Penatar, Pelatih dan Penyuluh Lapangan (Jakarta: Gramedia, 1989), Thomas H. Groome, Christian Religious Education Pendidikan Agama Kristen: Berbagi Cerita dan Visi Kita (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011),121.

26 77 pendidikan pranikah merupakan salah satu media penting untuk mengintegrasikan nilai-nilai kekristenan serta mentransformasi kehidupan pasangan suami-istri. Dihadapkan dengan tujuan tersebut, penyelenggaraan pendidikan pranikah dengan model yang baru ini pun masih memiliki kekurangan. Salah satu faktor penghambatnya adalah tidak ada jadwal yang pasti dan terstruktur dalam proses tersebut. Sebelumnya telah disebutkan bahwa waktu pertemuan antara calon pasangan suami-istri dengan pendidik disesuaikan dengan jadwal pendidik itu sendiri. Hal ini akan merugikan pihak calon pasangan suami-istri ketika pendidik tidak memiliki waktu untuk tatap muka karena tugas di tempat lain. Oleh sebab itu, ada baiknya jika gereja mampu meningkatkan manajemen tenaga pengajar dengan lebih baik lagi Jemaat yang Belum Menyelenggarakan Pendidikan Pranikah Berdasarkan Modul Sinode GPM Dibandingkan dengan data dari jemaat yang telah melaksanakan pendidikan pranikah berdasarkan pengembanan modul pranikah dari Sinode, jemaat-jemaat yang masih menerapkan proses pendidikan pranikah yang lama tersebar di sebagian besar wilayah pelayanan Klasis Kota Ambon. Data menunjukan bahwa kdua dari tiga jemaat belum maksimal atau tidak sama sekali memberdayakan modul pranikah dari Sinode. Temuan lapangan ini, juga akan diuraikan dalam kerangka berpikir Groome sebagai berikut.

27 78 a) Apa dan mengapa? Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dua dari tiga jemaat menyelenggarakan pembinaan pranikah dengan materi yang sangat minim. Materi-materi tersebut dinilai kurang jika dibandingkan dengan panduan materi dari Sinode GPM. Materi yang diberikan antara lain: Dasar-dasar pernikahan Kristen, persyaratan hidup berkeluarga dan dalam kasus tertentu seperti pernikahan setelah hamil di luar nikah akan diberikan pembinaan tentang kesehatan ibu hamil dan persalinan. 38 b) Dimana dan bagaimana? Rata-rata penyelenggaraan pendidikan pranikah dilakukan di gedung gereja dengan menggunakan metode diskusi. Namun berdasarkan pengamatan, diskusi tersebut hanya berlangsung searah. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh hubungan yang terbangun antara pendidik dengan calon pasangan suami-istri yang berlangsung singkat. c) Kapan? Dari hasil penelitian dua dari tiga jemaat belum memenuhi kuota waktu yang ditentukan dalam modul pranikah yang dibuat oleh Sinode. Latar belakang di balik situasi ini beragam. Menurut salah satu Ketua Majelis Jemaat (KMJ) di Klasis Kota Ambon terdapat tiga latar belakang dari masalah tersebut: 39 Pertama, pendidikan pranikah yang dilaksanakan dengan jangka waktu yang lama dinilai tidak terlalu bermanfaat dilandasi pemahaman bahwa sejak dulu tanpa 38 Wawancara dengan Pdt. H. P, S.TH. (Ketua Majelis Jemaat Imanuel), pada tanggal 14 Januari Wawancara dengan Pdt. D. T, S.TH. (Ketua Majelis Jemaat Bethel), pada tanggal 23 Desember 2014.

28 79 proses persiapan yang panjang sebuah pernikahan masih tetap berjalan dan bertahan. Kedua, pelaksananan pendidikan pranikah dengan waktu yang panjang tidak memungkinkan untuk diterapkan pada jemaat yang bekerja atau sedang belajar di luar daerah dan hanya pulang sebentar untuk melaksanakan pernikahan di Ambon. Ketiga, pelaksanaan pendidikan pranikah yang menuntut kualitas pengajar yang berasal dari latar belakang pendidikan seperti hukum, ekonomi, kesehatan dan psikologi tidak bisa dicapai karena tidak meratanya SDM di setiap jemaat. d) Siapa? Telah dikemukakan sebelumnya bahwa idealnya setiap pokok materi diajar oleh orang-orang yang berkompetensi di bidangnya. Namun, dalam penyelenggaraannya di jemaat, konsep yang ideal ini tidak sepenuhnya dapat berjalan dengan baik dan lancar. Dua dari tiga jemaat masih menyerahkan seluruh proses kepada pendeta jemaat. Berdasarkan data-data di atas maka dapat disimpulkan bahwa sebagian besar jemaat di Klasis Kota Ambon masih menerapkan metode pendidikan pranikah yang tidak maksimal. Faktor-faktor penghambatnya adalah antara lain: pertama, pemahaman tentang pendidikan pranikah yang dilaksanakan dengan jangka waktu yang lama dinilai tidak terlalu bermanfaat. Pemikiran ini dilandasi oleh pemahaman bahwa sejak dulu tanpa proses persiapan yang panjang, sebuah pernikahan masih tetap berjalan dan bertahan. Kedua, pelaksanan pendidikan pranikah yang maksimal terhambat oleh penggunaan waktu yang terlalu panjang. Pelaksananan pendidikan pranikah dengan waktu yang panjang tidak

29 80 memungkinkan untuk diterapkan pada jemaat yang bekerja atau sedang belajar di luar daerah dan hanya pulang sebentar untuk melaksanakan pernikahan di Ambon. Ketiga, pelaksanaan pendidikan pranikah yang menuntut kualitas pengajar yang berasal dari latar belakang pendidikan seperti hukum, ekonomi, kesehatan dan psikologi tidak bisa dicapai karena tidak meratanya SDM di setiap jemaat. Jika dianalisis lebih lanjut maka jemaat-jemaat Klasis Kota Ambon yang belum menerapkan materi pendidikan secara holistik dikategorikan belum memenuhi tujuan pendidikan pranikah. Tujuan pendidikan pranikah tersebut meliputi dua hal utama yaitu: pertama, memberikan pegangan bagi calon pasangan suami-istri untuk mengambil tindakan dan mengatur hidupnya sendiri menurut azas dan moral Kristiani serta menanamkan benih panggilan Kristiani; kedua, bertujuan melengkapi kebutuhan pasangan suami-istri dalam pengetahuan teologi, psikologi, moral, seksualitas, kesehatan ekonomi, paham gender dan pengetahuan lainnya yang berkaitan erat dengan hidup berkeluarga. 40 Dengan demikian, maka implikasi dari tidak tercapainya tujuan pendidikan pranikah tersebut secara otomatis akan mempengaruhi usaha gereja untuk membentuk keluarga-keluarga Kristen yang cerdas dan sehat secara spiritual, sosial, ekonomi dan psikis. Oleh sebab itu, maka isi dari materi-materi pendidikan pranikah di jemaat-jemaat Klasis Kota perlu mendapat perhatian besar dari pihak penyelenggara, paling tidak disesuaikan menurut pedoman yang telah diberikan oleh Sinode GPM. 40 Tim Pusat Pendampingan Keluarga Brayat Minulyo, Kursus Persiapan Hidup Berkeluarga (Yogyakarta: Kanisius, 2006), 14.

30 81 Berdampingan dengan hal tersebut, minimnya waktu pelaksanan juga berhubungan dengan kurangnya materi yang diberikan kepada calon pasangan suami-istri pada proses pendidikan pranikah. Salah satu faktor tidak terlaksananya pendidikan pranikah sesuai waktu yang ditentukan oleh Sinode GPM diakibatkan oleh kurangnya pemahaman para pendeta jemaat mengenai hal tersebut. Para pendeta terjebak dalam romantisme masa lalu sehingga membandingkan kebutuhan jemaatnya pada masa kini dengan pengalaman masa lampau yang kenyataannya telah jauh berbeda. Faktor ini dilandasai keyakinan semu yaitu kesuksesan masa lampau di mana keluarga-keluarga dapat berdiri lama tanpa proses pendidikan pranikah yang lama. Menurut peneliti, hal ini merupakan sebuah kelalaian di mana para pemimpin gereja seharusnya lebih dinamis menyikapi perkembangan zaman dan terus mengupdate pengetahuan demi memperkaya nilai pelayanan mereka juga mentransformasi jemaat-jemaatnya kepada kehidupan yang membebaskan. Kelalaian ini tergambar sebagai usaha menggiring jemaat masuk ke dalam lautan luas yang sedang bergelora tanpa dibekali cara berenang, membuat perahu, atau bahkan tanpa pelampung sekalipun. Masalah ini sangat memperihatinkan. Konteks keluarga masa lalu tidak sama dengan konteks masa kini, dimana keluarga-keluarga muda diperhadapkan dengan pesatnya perkembangan informasi dan teknologi yang berimplikasi kepada masalah antarpersonal maupun intrapersonal anggota keluarga. Hal yang serupa juga disebutkan dalam sub bab mengenai keadaan sosial dan budaya jemaat di Klasis Kota Ambon. Fakta membuktikan bahwa masalah-masalah pada jemaat-jemaat di wilayah perkotaan

31 82 jauh lebih kompleks dari masalah-masalah yang terjadi pada jemaat-jemaat terpencil. 41 Oleh sebab itu, untuk menyikapi masalah tersebut, maka para pemimpin jemaat sebagai komponen kunci suksesnya penyelenggaraan pendidikan pranikah perlu diberikan pembinaan atau penguatan kapasitas sebagai pelayan sehingga maksimal melayani jemaatnya. Selain itu, usaha untuk mensosialisasikan model pendidikan pranikah yang baru sesuai modul yang diturunkan oleh Sinode kepada jemaat juga harus diperhatikan oleh gereja. Gereja perlu memberdayakan semua sumber sosialisasi dan edukasi seperti perkunjungan jemaat, sosialisasi mimbar, maupun melalui media cetak dan elektronik yang dimiliki oleh gereja. Pentingnya materi-materi yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan pasangan suami-istri masa kini adalah daya tarik utama dari kegiatan ini. Jangan sampai hal tersebut tidak tersampaikan dengan baik kepada jemaat sehingga pemahaman jemaat tentang kegiatan ini hanya tentang waktu pelaksanaan yang lebih lama dari model sebelumnya. Di samping masalah materi dan waktu, faktor pendidik juga menjadi sumber masalah. Berdasarkan data proses pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon, rata-rata masih dikuasai oleh pendeta jemaat. Hal ini sebenarnya tidak aneh mengingat bahwa materi-materi yang diberikan pada prosesnya hanya bersifat teologis dalam kurun waktu satu sampai dua jam saja. Oleh sebab itu, faktor pendidik ini pun juga berhubungan dengan materi dan waktu yang telah disebutkan di atas. Di lain sisi, kurangnya keterlibatan pendidik dengan kompetensi pendidikan selain teologi juga dipengaruhi faktor yang telah 41 GPM Klasis Kota Ambon, Himpunan Keputusan, 199.

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan 86 BAB IV PENUTUP Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon, maka berikut ini penulis akan memaparkan beberapa kesimpulan serta mengusulkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah perbedaan gender (gender differences) antara manusia laki-laki dan perempuan terjadi melalui proses yang sangat panjang. Kata gender berasal dari kata

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus

BAB I PENDAHULUAN. ada sebagian kecil orang yang memilih untuk hidup sendiri, seperti Rasul Paulus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan salah satu fase dari kehidupan manusia. Memasuki jenjang pernikahan atau menikah adalah idaman hampir setiap orang. Dikatakan hampir

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

SEJARAH SINGKAT JEMAAT GPM IMANUEL KARPAN

SEJARAH SINGKAT JEMAAT GPM IMANUEL KARPAN SEJARAH SINGKAT JEMAAT GPM IMANUEL KARPAN Jemaat GPM Imanuel adalah salah satu Jemaat yang berada di Klasis Kota Ambon, dengan memiliki status kemajemukan dalam berbagai hal oleh karena itu perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Perkembangan teknologi dan komunikasi yang semakin pesat, memacu orang untuk semakin meningkatkan intensitas aktifitas dan kegiatannya. Tingginya intensitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan

BAB I PENDAHULUAN. kepada semua orang agar merasakan dan mengalami sukacita, karena itu pelayan-pelayan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Sumba (GKS) Nggongi adalah salah satu dari sekian banyak gereja yang ada di Indonesia. Gereja hadir untuk membawa misi menyampaikan kabar baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1

BAB I PENDAHULUAN. bertemunya masyarakat yang beragama, yang disebut juga sebagai jemaat Allah. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Persekutuan di dalam Yesus Kristus dipahami berada di tengah-tengah dunia untuk dapat memberikan kekuatan sendiri kepada orang-orang percaya untuk dapat lebih kuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam

BAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam keluarga memiliki ikatan yang sangat kuat, bahkan disebut sebagai kekerabatan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan

BAB I PENDAHULUAN. Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Abad 21 yang sedang berlangsung menjadikan kehidupan berubah dengan sangat cepat. Perubahan yang terjadi dalam bidang teknologi, informasi dan juga ledakan populasi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan di perkotaan diperhadapkan dengan sebuah realita kehidupan yang kompleks. Pembangunan yang terus berlangsung membuat masyarakat berlomba-lomba untuk

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Setiap orang yang merencanakan untuk berkeluarga biasanya telah memiliki impian-impian akan gambaran masa depan perkawinannya kelak bersama pasangannya.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendampingan dan konseling pastoral adalah alat-alat berharga yang melaluinya gereja tetap relevan kepada kebutuhan manusia. 1 Keduanya, merupakan cara

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI

BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,

Lebih terperinci

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

MILIK UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Tidak dapat dipungkiri bahwa ada begitu banyak tuntutan, tanggungjawab dan kewajiban yang tidak bisa diabaikan oleh seorang pendeta jemaat. Dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran BAB V Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran I. Refleksi Kehadiran saksi Yehova di tengah masyarakat Kelurahan Kawua yang merupakan bagian dari wilayah pelayanan GKST, pada akhirnya telah melahirkan tanggapan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB PERCERAIAN DI GKJW SE-KABUPATEN JEMBER (Suatu Analisa dengan Menggunakan Teori Pertukaran Sosial) Tesis Diajukan kepada Program Pasca Sarjana Magister Sosiologi Agama Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis.

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis. BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN Dalam bab III ini akan membahas temuan hasil dari penelitian tentang peran pendeta sebagai konselor pastoral di tengah kekerasan pasangan suami-isteri. Sebelumnya, penulis

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bab ini dipaparkan tentang (1) kesimpulan dan (2) saran :

BAB V PENUTUP. Pada bab ini dipaparkan tentang (1) kesimpulan dan (2) saran : BAB V PENUTUP Pada bab ini dipaparkan tentang (1) kesimpulan dan (2) saran : 5.1 Kesimpulan Pernikahan yang harmonis, bahagia, dan terjadi sekali untuk selamanya merupakan idaman setiap orang yang menikah.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA

UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki

BAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu.

BAB I PENDAHULUAN. (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik. perkawinan antara manusia yang berlaian jenis itu. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan manusia di dunia yang berlainan jenis kelaminnya (laki-laki dan perempuan), secara alamiah mempunyai daya tarik menarik antara satu dengan yang lainnya

Lebih terperinci

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus

1 Wawancara dengan bpk sumarsono dan remaja di panti asuhan Yakobus BAGIAN IV TINJAUAN KRITIS ATAS UPAYA PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN BAGI REMAJA YANG BERAGAMA KRISTEN DAN NON KRISTEN DIPANTI ASUHAN YAKOBUS YANG SESUAI DENGAN PENDIDIKAN MULTIKULTURAL. 4.1 Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat

BAB I PENDAHULUAN. sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Dalam sebuah perkawinan terdapat keterikatan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik

BAB I PENDAHULUAN. atau di kota. Namun banyak manusia yang sudah mempunyai kemampuan baik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan bermasyarakat, hampir semua manusia hidup terikat dalam sebuah jaringan dimana seorang manusia membutuhkan manusia lainnya untuk dapat hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua,

BAB 1 PENDAHULUAN. terbatas berinteraksi dengan orang-orang seusia dengannya, tetapi lebih tua, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia pada dasarnya adalah makhluk sosial yang senantiasa memerlukan interaksi dengan orang lain. Saat berinteraksi dengan orang lain dan lingkungan sekitarnya,

Lebih terperinci

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA)

MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) GUIDENA, Vol.1, No.1, September 2011 MENGATASI KONFLIK RUMAH TANGGA (STUDI BK KELUARGA) Nurul Atieka Universitas Muhammadiyah Metro PENDAHULUAN Semua orang dalam membina keluarga, menginginkan keluarga

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM. Sesuai dengan data vikariat tahun 2013 yang

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM. Sesuai dengan data vikariat tahun 2013 yang BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM Sesuai dengan data vikariat tahun 2013 yang menunjukan bahwa Sinode GPM terdapat 32 klasis dengan jumlah keseluruhan jemaat

Lebih terperinci

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR

BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR BAB IV KOMPARASI PANDANGAN MAJELIS ADAT ACEH (MAA) DAN MAJELIS PERMUSYAWARATAN ULAMA (MPU) KOTA LANGSA TERHADAP PENETAPAN EMAS SEBAGAI MAHAR Setelah mempelajari lebih lanjut mengenai hal-hal yang terkandung

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dewasa ini, pertumbuhan ekonomi yang semakin pesat tidak dapat dihindari. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS), Rabu (10/2), mencatat ekonomi Indonesia tumbuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk

BAB 1 PENDAHULUAN. termasuk kepada anak-anak. Mandat ini memberikan tempat bagi anak-anak untuk BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ketika Tuhan Yesus naik ke surga, Ia memberikan mandat kepada seluruh murid untuk pergi ke seluruh dunia dan menjadikan semua bangsa menjadi muridnya (Matius

Lebih terperinci

UKDW BAB I Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I Latar Belakang Permasalahan BAB I 1. 1. Latar Belakang Permasalahan Pendeta dipandang sebagai tugas panggilan dari Allah, karenanya pendeta biasanya akan dihormati di dalam gereja dan menjadi panutan bagi jemaat yang lainnya. Pandangan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:

BAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung. BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja 1 dipahami terdiri dari orang-orang yang memiliki kepercayaan yang sama, yakni kepada Yesus Kristus dan melakukan pertemuan ibadah secara

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PERMASALAHAN Gereja Kristen Pasundan (GKP) berada dalam konteks masyarakat Jawa bagian barat yang majemuk baik suku, agama, budaya daerah dan status sosial ekonomi.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila

BAB I PENDAHULUAN. 1 Lihat sila pertama dalam Dasar Negara Indonesia: Pancasila BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Seringkali kita mendengar dan membaca bahwa negara kita yaitu negara Indonesia adalah negara yang beragama. Dikatakan demikian, karena pada umumnya setiap warga negara

Lebih terperinci

XII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan

XII.  Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI

HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI HUBUNGAN ANTARA KUALITAS CINTA DAN KETERBUKAAN DIRI DENGAN KOMITMEN PERKAWINAN PADA PASANGAN SUAMI ISTRI SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang pelayanan yang penting dan strategis karena menentukan masa depan warga gereja. Semakin

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Dalam proses penyebarluasan firman Tuhan, pekabaran Injil selalu berlangsung dalam konteks adat-istiadat dan budaya tertentu, seperti halnya Gereja gereja di

Lebih terperinci

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR!

PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR! PILIHLAH JAWABAN YANG BENAR! 1. Simbol perkawinan bahtera yang sedang berlayar mempunyai makna bahwa perkawinan... A. merupakan perjalanan yang menyenangkan B. ibarat mengarungi samudra luas yang penuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gereja merupakan persekutuan orang-orang percaya di dalam Kristus.

BAB I PENDAHULUAN. Gereja merupakan persekutuan orang-orang percaya di dalam Kristus. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Gereja merupakan persekutuan orang-orang percaya di dalam Kristus. Dasar kesaksian dan pelayanan gereja adalah Kristus. Kekuasaan dan kasih Kristus tidak terbatas

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

Kalender Doa Februari 2017

Kalender Doa Februari 2017 Kalender Doa Februari 2017 Berdoa Bagi Pernikahan Dan Pertalian Keluarga Alkitab memberi gambaran mengenai pengabdian keluarga dalam Kitab Rut. Bisa kita baca di sana bagaimana Naomi dengan setia bepergian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat.

BAB IV ANALISA. sinodal) dan siding majelis jemaat (lingkup jemaat). 2. Hubungan yang dinamis antara majelis sinode dan majelis jemaat. BAB IV ANALISA GPIB adalah sebuah gereja yang berasaskan dengan sistem presbiterial sinodal. Cara penatalayanan dengan sistem presbiterial sinodal selalu menekankan: 1. Penetapan kebijakan oleh presbiter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti perubahan pola pikir, perubahan gaya hidup, perubahan sosial, perubahan teknologi, dan sebagainya, memiliki

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Dalam gereja ditemukan berbagai kepentingan yang berbeda. Sebagai akibat, perbedaan itu dapat memunculkan konflik yang selanjutnya dinilai sebagai sesuatu yang wajar. 1 Ketika

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Katekisasi merupakan salah satu bentuk pelayanan pendidikan kristiani yang dilakukan oleh gereja. Istilah katekisasi berasal dari kerja bahasa Yunani: katekhein yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. untuk itu. Perkawinan merupakan faktor untuk membina kerja sama antara laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan sunnah Rasulullah Saw kepada umatnya. Beliau menganjurkan agar segera menikah apabila telah sampai pada masanya dan ada kemampuan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu)

Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu) Pentingnya peran saksi dalam pernikahan (Suatu tinjauan terhadap pendampingan saksi nikah di jemaat GMIT Efata Benlutu) 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan ialah ikatan lahir batin

Lebih terperinci

Level 2 Pelajaran 10

Level 2 Pelajaran 10 Level 2 Pelajaran 10 PERNIKAHAN (Bagian 1) Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai pernikahan. Pertama-tama, saya ingin sampaikan beberapa data statistik: 75% dari seluruh rumah tangga memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan arus globalisasi, maka muncul pula persoalan-persoalan baru yang harus dihadapi oleh sumber daya manusia yang ada di dalam Gereja. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Tana Toraja merupakan salah satu daerah yang memiliki penduduk mayoritas beragama Kristen. Oleh karena itu bukan hal yang mengherankan lagi jikalau kita menjumpai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sangat majemuk atau beraneka ragam, baik dilihat secara geografis, struktur kemasyarakatan, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11

BAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Pandangan tradisional yang mengatakan bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga dimana suami berperan sebagai pencari nafkah dan istri menjalankan fungsi pengasuhan

Lebih terperinci

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E)

10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) 10. Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen untuk Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Tunalaras (SMPLB E) A. Latar Belakang Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat manusia. Agama menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Nurul Khoeriyah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Tuhan Yang Maha Esa menciptakan manusia, pria dan wanita, dengan sifat fitrah yang khas. Manusia memiliki naluri, perasaan, dan akal. Adanya rasa cinta kasih

Lebih terperinci

Itu? Apakah. Pernikahan

Itu? Apakah. Pernikahan Apakah Pernikahan Itu? Pemikahan adalah hasil dari suam rencana ilahi Itu bukan hasil kerja atau penemuan manusia, melainkan penciptaan Allah. Tempat yang dipilih untuk memulaikannya adalah Taman Eden.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki

BAB I PENDAHULUAN. orang umumnya mulai berpikir untuk berumah tangga dan memiliki 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Menikah di dalam masyarakat kadang masih menjadi tolak ukur kedewasaan. Setelah memiliki pekerjaan mapan dan penghasilan sendiri, orang umumnya mulai berpikir

Lebih terperinci

Jodoh dan pernikahan yang sempurna

Jodoh dan pernikahan yang sempurna Menemukan jodoh atau pasangan hidup yang tepat bukanlah hal yang sederhana dan tidak dapat dianggap remeh. Banyak pasangan suami-istri pada akhirnya menyesal menikah karena merasa salah memilih pasangan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.

BAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan selalu berpasangan, pria dengan wanita. Dengan tujuan bahwa dengan berpasangan, mereka dapat belajar berbagi mengenai kehidupan secara bersama.

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang yang menulis dan meneliti tentang sumber daya manusia. Cardoso (2003) mengatakan salah satu sumber daya yang terdapat

Lebih terperinci

TATA GEREJA PEMBUKAAN

TATA GEREJA PEMBUKAAN TATA GEREJA PEMBUKAAN Bahwa sesungguhnya gereja adalah penyataan Tubuh Kristus di dunia, yang terbentuk dan hidup dari dan oleh Firman Tuhan, sebagai persekutuan orang-orang percaya dan dibaptiskan ke

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Perkawinan adalah bersatunya dua orang manusia yang bersama-sama sepakat untuk hidup di dalam satu keluarga. Setiap manusia memiliki hak yang sama untuk

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah masa transisi dari anak-anak menuju tahap yang lebih dewasa. Secara formal, seseorang dikatakan sebagai remaja jika telah memasuki batasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja adalah persekutuan orang percaya yang dipanggil oleh Allah dan diutus untuk menghadirkan Kerajaan Allah di dunia, ini merupakan hakikat gereja. Gereja juga dikenal

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KONGRES XVI MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA JAKARTA, 2 4 NOVEMBER 2016

KERANGKA ACUAN KONGRES XVI MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA JAKARTA, 2 4 NOVEMBER 2016 KERANGKA ACUAN KONGRES XVI MAJELIS PENDIDIKAN KRISTEN DI INDONESIA JAKARTA, 2 4 NOVEMBER 2016 MAKNA KONGRES Kongres MPK adalah kegiatan lima tahunan yang dilakukan oleh MPK bersama anggota-anggota dan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus

BAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) merupakan organisasi agama (Religious Organization) yang resmi terbentuk dengan badan hukum 214 LN. No 8 Tgl 11 Agustus 1949

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk

BAB I PENDAHULUAN. Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkawinan pada hakikatnya secara sederhana merupakan bentuk kerjasama kehidupan antara pria dan wanita di dalam masyarakat. Perkawinan betujuan untuk mengumumkan

Lebih terperinci

TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA

TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA SUB BIDANG PEMBINAAN WARGA GEREJA SINODE GEREJA KRISTUS YESUS KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yesus atas pimpinan-nya sehingga buku ini dapat diterbitkan. Sesungguhnya

Lebih terperinci

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA

PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA PENYESUAIAN DIRI REMAJA PUTRI YANG MENIKAH DI USIA MUDA Skripsi Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S-1 Psikologi Diajukan Oleh : FAJAR TRI UTAMI F 100 040 114 FAKULTAS PSIKOLOGI

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata

BAB V PENUTUP. budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Kesimpulan akhir dari penelitian tentang teologi kontekstual berbasis budaya Jawa terhadap liturgi GKJ adalah ada kesulitan besar pada tata peribadahan GKJ di dalam menanamkan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan BAB V PENUTUP Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil kemudian menjadi dasar penyusunan implikasi baik dari aspek teoritis maupun praktis. 5.1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang terlahir di dunia ini pasti akan mengalami pertumbuhan dan proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia tercipta sebagai mahkluk sosial. Sebagai mahkluk sosial manusia harus saling berinteraksi, bertukar pikiran, serta berbagi pengalaman. Setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina

BAB I PENDAHULUAN. terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pernikahan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan tak pernah terlupakan dalam perjalanan hidup seseorang dalam membentuk dan membina keluarga bahagia.

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di

BAB I PENDAHULUAN. parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkawinan merupakan jenjang awal pembentukan masyarakat, dari suatu parkawinan akan terbentuk masyarakat kecil yang bernama rumah tangga. Di dalamnya akan lahir

Lebih terperinci