BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM. Sesuai dengan data vikariat tahun 2013 yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM. Sesuai dengan data vikariat tahun 2013 yang"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Kebijakan mutasi tenaga pendeta di GPM Sesuai dengan data vikariat tahun 2013 yang menunjukan bahwa Sinode GPM terdapat 32 klasis dengan jumlah keseluruhan jemaat adalah yaitu 743 jemaat. Jemaat GPM tersebar di wilayah provinsi Maluku dan juga Maluku Utara dengan jumlah tenaga pendeta periode 2013 yaitu pendeta. Lokasi GPM yang adalah wilayah kepulauan, menyebabkan koordinasi antara elemen pelayan Gereja baik dari tingkat Sinode, Klasis maupun Jemaat sangat penting agar pelayanan dapat berjalan dengan baik. Sinode GPM sebagai pimpinan tertinggi dalam organisasi melaksanakan kebijakan mutasi sebagai strategi untuk menopang pelayanan yang ada. Kebijakan ini didasarkan kepentingan pelayanan dan dapat 32

2 dirasakan oleh semua jemaat baik itu yang ada di wilayah mata air dan airmata (PIP/RIPP ). Mutasi tenaga pendeta yang dilakukan oleh Sinode GPM saat ini telah mengalami perkembangan yang lebih baik dibandingkan dengan yang dulu. Hal ini dijelaskan oleh salah seorang pendeta GPM yang melayani di jemaat kota Ambon. Pendeta tersebut menyebutkan bahwa Sinode melakukan berbagai perubahan terkait dengan mutasi ini, yang salah satunya yaitu sistem keuangan Gereja 70:30. Melalui sistem keuangan ini, maka pelayanan yang dilakukan khususnya di jemaat air mata semakin membaik dan secara langsung berdampak pada kebijakan mutasi. Selain keadaan keuangan jemaat semakin baik, presentase pendeta yang terlalu lama di jemaat semakin berkurang dan gaji pendeta dengan rutin dapat diterima. Kondisi pelayanan yang semakin membaik di lingkungan GPM berkaitan erat dengan kebijakan mutasi yang dilakukan oleh Sinode yang memiliki 33

3 wewenang untuk mengaturnya. Sebagaimana yang tercantum dalam peraturan mutasi tahun 2008, Badan Pekerja Harian Sinode memiliki wewenangi, yaitu: 1) mengatur kebijakan mutasi terhadap semua pelayan organik Gereja. 2) mempertimbangkan dengan seksama usul dan saran Badan Pekerja Klasis terhadap pelayan organik Gereja keluar klasis, atau penempatan pelayan organik gereja ke dalam klasis. 3) mengambil keputusan akhir berhubungan dengan kasus pelanggaran displin oleh pelayan organik Gereja. 4) mengangkat dan mempekerjakan pelayan organik gereja didalam lembaga-lembaga gereja di luar GPM. Sinode GPM dalam mengatur mutasi ini dibantu oleh Badan Pekerja Klasis. Wewenang yang dimiliki Badan Pekerja Klasis seperti diatur dalam peraturan mutasi tenaga pendeta (2008) adalah: 1) mempertimbangkan dengan seksama pelayan organik Gereja yang akan dipindahkan tenang kekhasan situasi dan probelamtik pelayanan. 2) mengambil keputusan yang bersifat sementara berhubungan dengan kasus 34

4 pelanggaran displin oleh pelayan organik gereja. 3) mengusulkan muatsi terhadap pelayan organik gereja kepada BPH Sinode GPM dengan menyampaikan pertimbangan-pertimbangan tentang kekhasan wilayah tempat tugas dan bobot tugas yang akan diemban oleh pelayan organik gereja yang baru. Berdasarkan peraturan mutasi pegawai dan pelayan organik GPM dalam Tata Gereja GPM tahun 1998, Bab III mutasi pelayan organik dalam hal ini pendeta dalam lingkungan GPM dilaksanakan dalam empat bentuk yaitu: 1) Mutasi Rutin berlaku bagi pegawai dan Pelayan Organik Gereja apabila yang bersangkutan telah memenuhi masa tugas dan fungsi jabatan selama lima tahun dan dapat diperpanjang sesuai kebutuhan. 2) Mutasi karena kepentingan pelayanan gerejawi, berlaku bagi Pegawai dan Pelayan Organik yang memenuhi persyaratan khusus terpilih dalam jabatan-jabatan fungsional atau struktural di 35

5 dalam atau di luar lingkungan GPM dan bentuk mutasi ini tidak mengenal masa tugas. 3) Mutasi karena pelanggaran displin gereja, berlaku bagi para pegawai dan pelayan organik gereja yang sikap, perbuatan dan jalan pikirannya terang-terangan melanggar Firman Allah, Tata Gereja dan Peraturan-Peraturan Gereja yang berlaku. 4) Mutasi karena mengikuti suami/istri, berlaku bagi para pegawai dan pelayan organik. Wanita/pria yang telah berkeluarga baik dengan suami/istri dalam status pegawai dan pelayan organik atau bukan pegawai dan pelayan organik gereja. Selanjutnya prosedur pelaksanaan untuk empat mutasi diatas yang diatur dalam peraturan mutasi pendeta (2008), yaitu: 1. Untuk mutasi rutin berlaku prosedur yaitu: 1) Badan Pekerja Klasis atau Pimpinan Unit/Lembaga menyampaikan pertimbangan- 36

6 pertimbangan kepada Badan Pekerja Harian Sinode GPM tentang kapasitas pegawai dan pelayan organik GPM berbagai bobot tugas yang diemban disertai gambaran perkembangan pekerjaan dan usul resmi tentang pengakhiran tugas atau perpanjang tugas yang bersangkutan, 2) Bilamana tenaga pegawai dan pelayan organik gereja di lingkungan Klasis atau unit/lembaga gerejawi berdasarkan penilaian masih dibutuhkan maka: a. Badan Pekerja Klasis atau unit/lembaga gerejawi menyampaikan surat permohonan perpanjangan tugas kepada BPH Sinode GPM. b. BPH Sinode mempertimbangkan dan mengeluarkan Surat Keputusan untuk menetapkan perpanjangan tugas atau mutasi tempat bagi pegawai dan pelayan organik gereja di lingkungannya serta 37

7 mutasi untuk wilayah Klasis/Unit kerja bagi pegawai dan pelayan organik gereja di lingkungannya serta mutasi untuk wilayah Klasis/Unit kerja bagi pegawai dan pelayan organik, yang atas usul BPK dan pimpinan Unit/Lembaga perlu dimutasikan. 2. Mutasi karena kepentingan pelayanan, berlaku prosedur: 1) Badan Pekerja Klasis atau pimpinan Unit/Lembaga dan BPH Sinode melakukan percakapan pendahuluan dengan yang bersangkutan dan bila perlu dengan keluarganya. 2) Selanjutnya percakapan persiapan dilakukan dengan Majelis Jemaat, Badan Pekerja Klasis atau pimpinan unit/lembaga tempat bekerja pegawai dan pelayan organik tersebut. 3) Dengan memperhatikan bobot dan sifat tugas serta tempat kerja pegawai dan pelayan organik tersebut, BPH Sinode dapat segera 38

8 mengeluarkan Surat Keputusan Mutasi dan penempatan pegawai dan pelayan organik mutasi. 4) Bagi jabatan-jabatan pilihan karena kebutuhan organisasi seperti keanggotaan Badan Pekerja Klasis dan BPH Sinode, prosedur sebagaiman disebutkan diatas dinyatakan tidak berlaku. 3. Mutasi karena pelanggaran displin gereja, berlaku ketentuan peraturan displin GPM, dengan catatan pengisian lowongan jabatan dilakukan oleh Badan Pekerja Klasis atau BPH Sinode, paling lama satu bulan pegawai dan pelayan organik tersebut dibebas-tugaskan. 4. Mutasi karena mengikuti suami, berlaku prosedur: 4.1 Bila suami yang bersangkutan adalah pegawai dan pelayan organik gereja: a) Pegawai dan pelayan organik tersebut wajib menyampaikan permohonan tertulis 39

9 kepada BPH Sinode melalui Badan Pekerja Klasis atau pimpinan unit/lembaga tempat bekerja dengan melampirkan Surat Keputusan Mutasi suami. b) Setelah mempertimbangkan permohonan yang bersangkutan, maka Surat Keputusan mutasi mengikuti suami dikeluarkan oleh Badan Pekerja Harian Sinode GPM. c) Penempatan di tempat tugas yang baru, dapat dilakukan oleh BPH Sinode GPM atas usul BPK atau pimpinan unit/lembaga tempat bekerja, bilamana ada lowongan tugas dan kerja. Dalam hal tersebut, pelayan organik gereja (pendeta dan penginjil) dapat tetap melaksanakan fungsinya membantu suami. Bagi pegawai gereja, ia untuk sementara berstatus dengan cuti diluar tanggunggan gereja sampai tersedia lowongan. 40

10 4.2 Bilamana suami yang bersangkutan adalah PNS/ABRI/Swasta a) Pegawai dan pelayan organik tersebut wajib menyampaikan permohonan tertulis kepada BPH Sinode melalui Badan Pekerja Klasis atau pimpinan unit/lembaga tempat bekerja, dengan melampirkan Surat Keputusan mutasi dari Instansi/Lembaga tempat suaminya bekerja. b) Setelah mempertimbangkan permohonan yang bersangkutan maka BPH Sinode mengeluarkan Surat Keputusan mutasi mengikuti suami. c) Penempatan yang bersangkutan selama tugas dan jabatan yang baru tergantung dari lowongan yang tersedia. Sambil menunggu pelayanan penempatan pelayan organik tersebut dapat melaporkan diri ke Badan Gerejawi setempat untuk membantu pelayan jemaat. Bagi seorang pegawai 41

11 gereja, ia untuk sementara menjalankan cuti diluar tanggungan gereja, sambil menunggu lowongan tersedia. Kebijakan mutasi yang dilakukan menurut pihak Sinode GPM memiliki tiga tujuan, yaitu: 1) Meningkatkan kualitas pelayanan dalam jemaat. Ketika pendeta dipindahkan dari satu jemaat ke jemaat yang lain, maka ada berbagai pengalaman yang didapatkan. Pengalaman yang didapatkan di jemaat sebelumnya akan sangat membantu saat melayani di jemaat baru. Selain itu pelayanan yang dilakukan nantinya sesuai dengan kebutuhan jemaat yang ada. 2) Mengatasi kebosanan dan juga konflik. Terlalu lama pendeta di jemaat akan menimbulkan kebosanan dalam diri pendeta yang secara langsung akan berdampak pada pelayanan yang dilakukannya. Biasanya tahun pertama seorang pendeta di jemaat akan beradaptasi da mempelajari kondisi jemaat yang ada. Kemudian 42

12 tahun kedua, ketiga dan keempat adalah tahun dimana pendeta berkarya melalui pelayanan yang dilakukan (sasaran pelayanan). Ketika masuk tahun kelima dan seterusnya, pendeta mulai bosan dengan kondisi pelayanan yang ada dan hal ini akan mematikan semangat pelayanan. Maka dari itu, tahun kelima dipandang sebagai masa yang tepat untuk memutasikan pendeta yang ada. Sehingga bukan saja pendeta yang butuh penyegaran tetapi juga dengan umat. 3) Mengembangkan perspektif bergereja yang komprehensif. Tujuan mutasi yang ketiga ini merupakan tujuan utama Sinode GPM melakukan kebijakan mutasi. Dengan melihat banyak kasus pendeta yang menolak SK mutasi ke wilayah airmata dengan alasan ekonomi, membuat sehingga kebijakan mutasi dan penempatan pendeta GPM semakin diperketat oleh Sinode. Pendeta GPM diharapkan tidak hanya melihat GPM sebagai satu jemaat atau 43

13 klasis saja tetapi secara menyeluruh. Dengan tiba-tiba ditempatkan di wilayah tenggara (airmata) atau dimana saja merupakan bagian dari proses untuk mengubah cara pandang bergereja secara baik. Seperti yang sudah dikemukan diatas terkait dengan tujuan GPM melakukan kebijakan mutasi ini, maka yang perlu diketahui bahwa Sinode GPM tidak merumuskan tujuan mutasi ini didalam peraturan mutasi tenaga pendeta tahun 2008 secara tertulis. Tujuan mutasi diatas diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang mengatur mutasi dalam hal ini wakil sekum GPM dan juga kepala personalia dan pensiunan. Hal ini sangat disayangkan ketika GPM tidak menuangkan dan memasukan tujuan mutasi dalam peraturan yang ada. Tidak ada landasan yang kuat yang mendasari kebijakan dan pelaksanaan mutasi, sehingga ditakutkan akan timbul kendalakendala terkait kebijakan ini. Ketika tujuan mutasi ini bersumber dari pandangan-pandangan para pimpinan 44

14 di Sinode GPM, ditakutkan bila ada pergantian pimpinan Sinode maka tujuan mutasi ini pun akan berbeda-beda pula. Selanjutnya konsep mutasi pendeta sedikit berbeda dengan organisasi profit dimana mutasi ini merupakan strategi untuk membina tenaga pendeta yang berkaitan dengan amanat pengutusannya. Amanat pengutusan seorang pendeta yaitu bersedia ditempatkan dimana saja baik itu jemaat perkotaan maupun jemaat pedesaan dan kapan saja tanpa ada pendeta yang selama-lamanya di suatu jemaat. Hal ini juga berlaku bagi semua pendeta GPM, dalam amanat pengutusan bersedia ditempatkan di semua wilayah GPM. Pengutusan mereka sebagai seorang pelayan Tuhan di wilayah GPM dimulai dengan ditempatkan di wilayah yang jauh (airmata) dengan masa pelayanan lima tahun. Kemudian setelah lima tahun pendeta tersebut akan ditempatkan di wilayah yang dekat atau mata air. Dengan begitu, pendeta yang adalah seorang pelayan 45

15 Tuhan adalah orang-orang yang melayani dan diutus dengan sebuah keterpanggilan. Selain itu, panggilan untuk melayani umat Allah ini dengan jelas disampaikan oleh Rasul Paulus dalam I Petrus 5:2-3. Melalui suratnya itu, Paulus mengingatkan para pelayan Tuhan memiliki tanggung jawab untuk memelihara kehidupan iman umat dengan cara selalu memperhatikan dan memberi makanan rohani kepada mereka. Allah sendiri memilih mereka untuk menggembalakan, menuntun serta menolong umat untuk mencapai kualitas iman dan hidup yang baik (Sasirais, 2011). Sehingga penting sekali para pelayan Tuhan memiliki rasa pengabdian yang tinggi dan menjadi seorang pelayan yang rendah hati (servant leaderhip). Mengacu pada hal diatas, maka pemberdayaan umat merupakan fokus utama pelayanan yang dilakukan oleh GPM sesuai dengan hasil wawancara dengan wakil sekum. Sehingga GPM memiliki profil pelayan yang mengutamakan pembangunan karakter dalam hal ini pembangunan 46

16 pengetahuan dan skill para pelayan. Hal ini terkait dengan pemberdayaan umat baik secara rohani dan kehidupan ekonomi. Mutasi atau pemindahan ini terjadi bukan karena pendeta itu bermasalah atau kinerjanya tidak baik, tetapi diharapkan adanya peningkatan kualitas pelayanan (Strauch, 1992). Hal ini juga yang berlaku dalam kebijakan mutasi pendeta di GPM. Jika kembali melihat pada tujuan Sinode GPM melakukan mutasi ini bahwa peningkatan kualitas dari seorang pelayanan sangat diharapkan. Peningkatan kualitas tenaga pendeta di GPM dapat terjadi melalui pengalamanpengalaman yang diperoleh dari tiap jemaat dengan karakteristik umat dan pelayanan yang berbeda. Tidak semua jemaat memiliki warna pelayanan yang sama, jemaat kota pastilah berbeda dengan jemaat desa. Sehingga cara pendeta melayani dan memimpin suatu jemaat juga berbeda. Dengan demikian, perbedaan dan karakteristik tiap jemaat ini secara langsung akan 47

17 mempengaruhi kemampuan dan kualitas pelayanan dari pendeta yang ada. Peningkatan kualitas pelayanan ini juga tidak akan terjadi jika seorang pendeta tidak memaknai tugas panggilannya sebagai seorang pelayan Tuhan. Pemahaman para pendeta sebagai seorang pelayan Tuhan yang harus dimutasikan kemana saja sangat berpengaruh ketika mereka memiliki motivasi yang tinggi untuk melayani. Terkadang banyak sekali pendeta yang gagal melayani hanya karena orientasi mereka bukan lagi pelayanan tetapi materi. Ada seorang pendeta dari awal penempatan di daerah kota yang terbiasa dengan keadaan ekonomi jemaat yang maju dan pendeta tersebut memiliki bisnis di Ambon. Ketika suatu waktu akan dimutasikan ke jemaat desa yang keadaan ekonomi berbanding terbalik dengan jemaat kota, pendeta tersebut menolaknya. Kenyataan ini merupakan salah satu contoh bahwa ada beberapa pendeta yang karena terbiasa dengan kehidupan kota dan keadaan ekonomi jemaat yang mapan. Akhirnya 48

18 menjadikannya lupa bahwa fokus utamanya adalah melayani umat dimana saja dan apapun keadaan umat yang dilayani. Dengan melihat kenyataan diatas, maka salah satu tujuan mutasi dalam lingkungan GPM yaitu mengembangkan perspektif bergereja yang komprehensif. Tujuan mutasi ini dicetuskan dengan melihat banyak kasus pendeta yang menolak dimutasikan ke wilayah airmata dengan berbagai alasan. Salah satu alasan pendeta menolak untuk dimutasikan seperti sudah dijelaskan diatas bahwa faktor ekonomi menjadi salah satunya. Selain alasan ekonomi, ada juga alasan lain yang menurut pihak Sinode GPM bisa ditolerir seperti alasan keluarga dan kesehatan pendeta. Seorang pendeta GPM sangat diharapkan bukan saja melihat GPM hanya sebagai satu jemaat atau satu klasis saja, tetapi secara menyeluruh. Melalui proses penempatan di wilayah airmata atau di wilayah GPM dimana saja merupakan 49

19 bagian dari proses mengembangkan persepktif bergereja yang komprehensif. Setiap organisasi memerlukan sebuah perencanaan yang baik supaya nantinya tujuan yang ingin dicapai menjadi jelas. Begitu juga dengan Sinode GPM dalam kaitannya dengan mutasi pendeta ini. Melalui rangkuman hasil pengamatan dan wawancara, maka Sinode dalam hal ini telah melakukan perencanaan yang baik. Perencanaan untuk mutasi pendeta GPM ini didasarkan pada kebutuhan umat (pelayanan) dan juga daya dukung keuangan jemaat. Oleh karena itu, penting bagi Sinode untuk memperkuat aturan mutasi yang ada dengan segala konsekuensi bagi pendeta jika melanggar aturan. Kemudian untuk menopang agar perencanaan mutasi berjalan dengan baik, seharusnya Sinode GPM mempunyai database yang akurat tentang semua pejabat Gereja dan juga keluarganya. Kemudian untuk fungsi pengorganisasian dalam proses mutasi menurut Manullang yang dikutip oleh Suryaningsih (2012), melakukan hubungan langsung, 50

20 merumuskan tugas, wewenang, tanggung jawab, dan kriteria keberhasilan yang jelas terhadap setiap individu dalam organisasi, menciptakan sistem komunikasi dan informasi yang efektif dalam organisasi, melakukan kontrol yang efektif terhadap pelaksanaan mutasi disesuaikan dengan perubahan yang terjadi. Jika hal ini dikaitkan dengan mutasi pendeta GPM, maka ada perumusan tugas dan tanggung jawab terkait kebijakan mutasi ini. Dalam arti bahwa ada sekum, wakil sekum, kepala personalia dengan dibantu oleh Klasis yang memiliki wewenang, tugas, tanggung jawab yang berbeda-beda terkait kebijakan dan pelaksanaan mutasi ini. Tiap-tiap individu maupun kelompok ini secara bersama-sama dalam suatu komunikasi dan infomasi yang terarah saling bekerja sama dalam rangka mutasi pendeta ini dapat berjalan dengan baik. Fungsi pengawasan (controlling) perlu dilakukan oleh lembaga tertinggi gereja terhadap kebijakan dan pelaksanaan mutasi pendeta. pengawawasan dilakukan agar tidak terjadi penyimpangan-penyimpanganan 51

21 sehingga tujuan organisasi dapat terus terarah (Wiryoputro, 2004). Terkait dengan kebijakan dan penempatan pendeta, Sinode harus terus melakukan pengawasan terhadap Klasis yang secara langsung dalam GPM sangat menentukan mutasi seorang pendeta. Ketika Klasis memberikan laporan kinerja dari pendeta, seharusnya Sinode melakukan pengecekan ulang terkait dengan kinerja pendeta dengan bekerja sama dengan majelis jemaat yang ada. Selain itu, fungsi pengawasan juga melibatkan majelis jemaat terkait dengan pemindahan dan penempatan seorang pendeta di suatu jemaat. Misalnya pendeta yang melayani dan memimpin jemaat dengan gaya otoriter atau pendeta melakukan pelanggaran disiplin gereja, maka tugas majelis jemaat untuk melaporkan hal tersebut kepada Klasis dan kemudian Klasis melanjutkannya ke Sinode. Fungsi pengarahan erat kaitannya dengan fungsi pengawasan dimana pimpinan Sinode mengatur mutasi memberikan bimbingan, saran, dan intruksi terhadap Klasis. Sinode GPM terkait dengan kebijakan mutasi ini 52

22 harus selalu memberikan pendampingan berupa bimbingan dan saran kepada Klasis yang akan bertugas untuk memberikan laporan kinerja tentang pendeta yang ada dalam wilayahnya. Sehingga penting sekali pendampingan yang diberikan, agar nantinya laporan kinerja dan usulan memutasikan seorang pendeta selalu berjalan sesuai dengan tata aturan yang berlaku dan tidak bersifat subjektif. Setelah itu fungsi manajemen kristiani yang terakhir yaitu fungsi pengkoordinasian. Fungsi ini sangat penting dilakukan untuk mengikat, menyatukan dan menyelaraskan semua aktivitas dan usaha yang dilakukan oleh organisasi dengan melakukan kerja sama yang baik antara pimpinan tertinggi dan bawahan. Tanpa koordinasi dengan pihak-pihak yang secara langsung berkaitan dengan mutasi ini, maka perencanaan yang sudah dibuat dengan matang tidak dapat berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku. Fungsi ini sudah dilakukan dengan baik oleh pihak Sinode GPM, akan tetapi perlu ditingkatkan lagi dengan 53

23 melibatkan pihak majelis jemaat. Dengan pertimbangan bahwa selain Klasis, pihak majelis jemaat yang lebih mengetahui dan menyaksikan perkembangan pelayanan dari pendeta yang ada dalam jemaat. Dengan demikian, Sinode sebagai pemimpin tertinggi membuat kebijakan mutasi bukan saja dengan pertimbangan terhadap kebutuhan organisasi saja. Akan tetapi, kebutuhan dari umat yang dilayani juga haruslah dijadikan acuan dalam membuat kebijakan mutasi ini dengan tidak melupakan kepentingan pendeta dan keluarganya. Selain itu, GPM harus mempunyai landasan yang kuat terutama landasan teologi terkait dengan kebijakan ini. Sehingga tidak ada lagi penyimpangan dan kendala yang timbul akibat tidak mempunyai landasan teologi yang kuat yang tertuang dalam sebuah peraturan tertulis. Sinode melalui Sidang Sinode yang dilakukan setiap lima tahun sekali harus selalu mengevaluasi setiap kebijakan mutasi yang ada. Dengan tujuan agar kebijakan mutasi ini dapat menjawab setiap kebutuhan 54

24 umat dengan memperhatiakan setiap perubahan yang terjadi di lingkungan GPM. Semua hal itu dapat dilakukan apabila ada koordinasi yang baik dengan berbagai pihak-pihak yang ada yaitu Klasis dan juga majelis jemaat, serta memerlukan komunikasi yang terarah. 4.2 Pelaksanaan Mutasi Pendeta GPM Sesuai dengan hasil wawancara dengan wakil sekum Sinode GPM terkait dengan pelaksanaan mutasi pendeta yang dilakukan oleh Sinode, GPM melakukan mutasi berdasarkan laporan kinerja (DP3) yang diterima dari Badan Pekerja Klasis. Selain menerima laporan kinerja, Sinode juga menerima laporan situasi dan problematik pelayanan setiap dua tahun sekali. Setelah menerima laporan kinerja dan situasi pelayanan, maka kemudian Sinode akan mengeluarkan Surat Keputusan mutasi terhadap pendeta yang ada. Penting sekali pimpinan organisasi melakukan analisis kinerja dan lingkungan kerja baik itu organisasi profit 55

25 dan non profit dalam hal ini organisasi keagamaan. Selain berdampak positif untuk pengembangan kinerja anggota organisasi (Putra dkk, 2015), tetapi juga berdampak untuk untuk produktivitas kerja anggota organisasi. Sehubungan dengan adanya laporan kinerja (DP3) yang dilakukan oleh Klasis terhadap tenaga pendeta yang ada sebelum memutuskan untuk memutasikan, adapun aspek-aspek penilaiannya adalah kesetian, prestasi kerja, tanggung jawab, ketaatan, kejujuran, kerja sama, prakarsa dan kreatifitas, kehidupan moral dan yang terakhir kepemimpinan. Delapan aspek tersebut yang menjadi indikator keberhasilan seorang pendeta GPM dalam melayani suatu jemaat dan hal inilah yang akan menjadi acuan bagi Sinode untuk memutasikan pendeta yang ada. Seperti yang sudah dipaparkan dalam kebijakan mutasi bahwa mutasi pendeta didalam lingkungan Sinode GPM dilakukan dalam empat bentuk. Mutasi rutin tenaga pendeta berlaku bagi tenaga pendeta GPM 56

26 dengan masa tugas dan pelayanan selama lima tahun. Akan tetapi pada pelaksanaannya terdapat berbagai kendala seperti yang dikemukakan oleh kepala personalia dan pensiunan GPM. Kendala yang dihadapi oleh Sinode sendiri terkait dengan pelaksanaan mutasi rutin ini, yaitu pendeta yang kurang memahami tugasnya sebagai seorang pelayan Tuhan yang harus siap ditempatkan di wilayah pelayanan manapun. Akibatnya ada pendeta yang menolak dipindahkan atau dimutasikan sebanyak dua kali. Alasan dibalik penolakan terhadap SK mutasi ini adalah pendeta sudah nyaman dan betah dengan keadaan kota sehingga susah untuk melayani didaerah terpencil atau desa. Selain itu memiliki bisnis di daerah kota Ambon menjadikannya susah untuk dipindahkan. Selain itu juga jemaat yang sudah terlanjur mencintai pendeta sehingga tidak menginginkan pendeta tersebut untuk pindah. Melihat penyimpangan dan kendala yang terjadi pada pelaksanaan mutasi rutin tenaga pendeta, seperti 57

27 dikemukan oleh Sastrohadiwiryo (2002) disebabkan oleh beberapa faktor yang mendasarinya. Untuk beberapa kasus penolakan SK mutasi yang terjadi dalam lingkungan GPM, maka faktor yang mendasarinya yaitu faktor ekonomi, psikologis dan sosiologis. Keadaan nyaman dengan kehidupan perkotaan serta didukung keadaan ekonomi jemaat yang sudah maju menjadikan kasus penolakan mutasi pendeta ini terjadi. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sastrohadiwiryo (2002) bahwa anggota ingin tetap berada dalam zona nyaman dan adanya kepentingan pribadi. Akhirnya ketika keputusan untuk memutasikan dikeluarkan oleh pimpinan maka akan terjadi penolakan dengan berbagai faktor yang sudah disampaikan diatas. Kendala kedua menurut kepala personalia dan pensiunan, yang dihadapi Sinode terkait dengan pelaksanaan mutasi rutin ini yaitu kendala geografis. Wilayah pelayanan GPM adalah wilayah kepulauan yang tersebar di Maluku dan Maluku Utara. Sehingga 58

28 untuk menjangkau setiap jemaat yang ada menggunakan transportasi laut. Apalagi di pulau Wetar, Damar, Sula dan Aru Selatan yang merupakan wilayah pelayanan yang sangat jauh dan kemungkinan pendeta sangat rentan terhadap penyakit. Penting sekali pihak atasan atau pimpinan organisasi memperhatikan kondisi atau lingkungan tempat anggota bekerja. Sehingga tidak terlalu baik jika seorang anggota terlalu lama bekerja disuatu tempat, karna dipastikan akan mengalami kebosanan dan kejenuhan. Hal ini akan berdampak pada kinerja yang akan dihasilkan juga akan menurun dari sebelumnya dan secara langsung akan berdampak buruk bagi organisasi (Wahyudi, 2003). Bentuk mutasi kedua yaitu mutasi karena kepentingan pelayanan gerejawi. Dimana mutasi ini berbeda dengan mutasi rutin diatas, karena mutasi ini tidak mengenal masa tugas. Mengacu pada hasil wawancara dengan pihak Sinode, maka dalam pelaksanaan mutasi ini tidak terdapat kendala-kendala 59

29 dan penyimpangan yang terjadi seperti mutasi rutin. Hal ini dikarenakan sebelum Sinode mengeluarkan SK mutasi, terlebih dahulu melakukan pendekatan dan percakapan dengan yang bersangkutan dan keluarganya. Setelah itu, dilanjutkan percakapan dengan Majelis Jemaat, dan Badan Pekerja Klasis tempat pendeta tersebut melayani. Selanjutnya mutasi karena tindak displin gereja, dimana pendeta melakukan tindakan-tindakan yang tidak sesuai dengan Firman Allah dan juga tata peraturan yang berlaku didalam Sinode GPM. Sehingga pendeta yang bersangkutan akan ditarik ke kantor Klasis atau Sinode. Responden pertama memberi contoh tindak displin gereja mengakibatkan ada pendeta yang ditarik ke kantor Klasis atau Sinode. Kasusnya adalah sebagai berikut: Di sebuah jemaat yang ada dalam penelitian ini, menurut penilaian sebagian majelis jemaat dan anggota jemaat bahwa ada pendeta dengan karakter kepemimpinan otoriter. Selain kepemimpinanya yang otoriter, pendeta tersebut menggunakan media mimbar bukan untuk berkhotbah tetapi untuk membentak jemaat bahkan mengeluarkan kata-kata yang tidak sepantasnya. Kondisi seperti itu kemudian dilaporkan 60

30 oleh anggota jemaat kepada Sinode dalam hal ini sekum sehingga Sinode memutasikan yang bersangkutan ke jemaat lain. Tindakan memutasikan yang bersangkutan ke jemaat yang lain, dirasa perlu oleh Sinode supaya pendetanya bisa merubah kepemimpinanya yang otoriter. Namun hal itu tidak berjalan sesuai dengan eksptasi dari Sinode, malah dijemaat yang baru kesalahannya terulang kembali. Dengan berbagai keluhan dari anggota jemaat yang langsung dilaporkan ke Sinode, maka keputusan Sinode pendeta tersebut ditarik ke kantor Klasis. Mutasi karena tindak disiplin gereja atau istilah dalam manajemen sumber daya manusia yaitu mutasi tidak ilmiah. Dimana mutasi ini berbeda dengan mutasi rutin karena tidak memiliki jenjang waktu dan tidak melalui penilaian kinerja. Mutasi ini dapat terjadi karena anggota yang bermasalah dengan pimpinan atau teman sekerja, produktivitas dan motivasi kerja menurun. Dengan berpatokan pada kasus yang terjadi diatas, maka sebaiknya pendeta yang bermasalah sebelum dimutasika ke kantor Klasis atau Sinode, pihak Badan Pekerja Harian Sinode melakukan pendampingan atau pembinaan terhadap bersangkutan. Tujuan melakukan pembinaan ini supaya pendeta tersebut tidak melakukan kesalahan 61

31 yang sama walaupun ditempatkan di kantor bukan di jemaat. Selain itu gereja adalah organisasi yang berbeda dengan organisasi profit atau instansi pemerintah lainnya, dimana cinta kasih (Kristus) merupakan dasar dari organisasi ini. Selanjutnya pelaksanaan mutasi karena ikut suami atau istri, dimana ada satu kasus terkait dengan mutasi ini sesuai hasil wawancara dengan mantan pekerja di kantor Klasis. Menurut Bapak M pernah ada kasus pendeta dari Pulau Ambon hendak dimutasikan ke jemaat di Seram Utara sedangkan pendeta tersebut baru saja menikah dan suaminya seorang pegawai di PDAM Ambon. Ditakutkan memutasikan pendeta tersebut dengan status sebagai pasangan rumah tangga yang masih muda akan menganggu keharmonisan dalam rumah tangganya. Hal ini juga harus menjadi pertimbangan dari Sinode ketika ingin memutasikan seorang pendeta. Memang benar tugas pendeta adalah untuk melayani umat dimana saja, tetapi jangan sampai melupakan tugasnya sebagai bagian dari 62

32 lingkungan sosial yang terkecil yaitu keluarga. Tidak dapat dipungkiri bahwa motivasi melayani yang besar seorang pendeta didukung oleh topangan dari keluarga. Dengan melihat penjabaran pelaksanaan mutasi diatas, maka untuk mutasi rutin dan mutasi karena kepentingan pelayanan dalam pelaksanaannya sudah sesuai dengan peraturan yang ada. Dalam arti, bahwa sebelum memutasikan seorang pendeta Klasis terlebih dahulu melakukan analisis laporan kinerja. Walaupun dalam pelaksanaannya tidak lepas dari kendala baik itu dari pendeta, jemaat maupun kendala teknis (geografis). Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa tidak sedikit dari pelaksanaan mutasi dalam lingkup GPM ini yang tidak berjalan sesuai dengan aturan yang ada. Apalagi untuk kasus-kasus pendeta yang memiliki tingkat pendidikan S2 akan langsung ditempatkan di kantor Klasis atau Sinode. Ada juga pendeta yang selalu dimutasikan di jemaat airmata atau sebaliknya di jemaat mata air. Hal inilah yang akhirnya menimbulkan pendapat negatif dari pendeta 63

33 atau jemaat bahwa mutasi ini terjadi karena sikap like/dislike dari pimpinan. 4.3 Tanggapan pendeta dan umat Dalam penelitian ini, bukan saja memfokuskan pada kebijakan dan pelaksanaan mutasi itu sendiri, tetapi mencoba menggali dan mengkaji tanggapan pendeta sebagai pelaksanaan dari kebijakan mutasi dan juga umat yang adalah merupakan sasaran dari pelayanan yang dilakukan oleh Gereja. Maka dari itu, pendeta yang dijadikan narasumber dalam penelitian ini adalah pendeta-pendeta GPM yang sudah pernah mengalami mutasi. Sedangkan untuk majelis jemaat dan anggota jemaat adalah mereka yang cukup paham tentang peraturan mutasi tenaga pendeta di GPM. Berikut ini merupakan tabel tanggapan pendeta, majelis dan umat tentang kebijakan dan pelaksanaan mutasi tenaga pendeta GPM: 64

34 Tabel 4.1. Tanggapan terhadap mutasi tenaga pendeta Aspek Tanggapan Peratura n Tahapan proses Pelaksan aan Kendala Pendeta Majelis Jemaat Anggota jemaat Mutasi Sesuai merupakan peraturan aturan Sinode Sinode Penting Penting dilakukan dilakukan peraturan mutasi adalah kebijakan dari Sinode Penting dilakukan Normal (sesuai dengan aturan laporan kinerja) Belum merata (masa tugas lebih dari lima tahun) Like/Dislike (dalam melakukan analisis laporan kinerja pendeta) Dampak Dari proses mutasi, pendeta menyadari bahwa imannya dikuatkan melalui proses melayani di berbagai jemaat. pendeta mengalami perubahan cara pandang bergereja. Normal (sesuai dengan aturan laporan kinerja) Belum merata (tidak sesuai aturan masa tugas pendeta) Like/Dislike (berkaitan dengan penempatan maupun pemindahan pendeta) Dari proses mutasi, pendeta menyadari bahwa imannya dikuatkan melalui proses melayani di berbagai jemaat. Umat semakin diperbaharui kehidupan spritualnya. Sumber: Pengelolaan Data Wawancara, Normal (sesuai dengan aturan laporan kinerja) Belum merata (tidak sesuai aturan) Like/Dislike (berkaitan dengan pemindahan pendeta) Dari proses mutasi, pendeta menyadari bahwa imannya dikuatkan melalui proses melayani di jemaat. Umat semakin diperbaharui kehidupan spritualnya.

35 Tabel tanggapan diatas, untuk aspek peraturan mutasi ini dengan jelas dapat terlihat bahwa baik pendeta, majelis jemaat dan umat memiliki pandangan yang sama. Menurut mereka peraturan mutasi merupakan kebijakan yang dibuat oleh Sinode. Sehingga penting sekali untuk peraturan ini dilakukan oleh pendeta. Ada dua alasan sehingga peraturan atau kebijakan mutasi ini penting dilakukan. Alasan yang pertama bahwa pendeta juga butuh penyegaran dan tidak baik pendeta terlalu lama di jemaat. Karena akan mematikan kreatifitas dan kemampuan yang d imilikinya apalagi kalau pendeta itu ditempatkan di wilayah airmata. Selain itu bukan saja penyegaran bagi pendeta tetapi juga bagi jemaat yang ada. Ditakutkan jemaat sudah bosan dengan pendeta yang ada dan membutuhkan pendeta yang baru. Alasan kedua bahwa seorang pendeta GPM tidak akan pernah melayani selama-lamanya di suatu jemaat. Dengan mengingat tugas pengutusan sebagai pelayan Tuhan bahwa ada banyak ladang-ladang yang menunggu 66

36 mereka untuk pergi kesana. Apalagi dengan kenyataan bahwa tidak semua jemaat GPM adalah jemaat yang memiliki keadaan ekonomi yang mapan. Banyak sekali jemaat GPM yang keadaan ekonominya masih berkembang. Itulah tugas-tugas pelayanan yang menanti mereka sebagai pelayan Tuhan. Kemudian untuk tahapan proses baik itu mutasi rutin, mutasi karena kepentingan pelayanan dan mutasi ikut suami atau isteri memiliki tanggapan bahwa berjalan dengan normal. Dalam arti bahwa, tahapan proses dalam pelaksanaan ketiga mutasi ini berjalan sesuai dengan tata aturan yang berlaku. Dimana sebelum memutasikan seorang pendeta ada proses penilaian kinerja pendeta yang dilakukan oleh Sinode. Sedangkan ada satu kasus mutasi tindak displin gereja di sebuah jemaat yang disayangkan oleh majelis jemaat dan umat. Menurut mereka untuk kasus mutasi tindak displin gereja di sebuah jemaat A seharusnya tidak perlu terjadi. 67

37 Selanjutnya, pelaksanaan kebijakan mutasi ini dirasakan belum merata oleh pendeta, majelis jemaat dan anggota jemaat. Belum meratanya pelaksanaan mutasi yang dimaksudkan disini adalah seharusnya dimulai dari wilayah yang jauh (airmata) kemudian wilayah dekat. Akan tetapi ada beberapa pendeta yang selalu dimutasikan ke daerah yang jauh atau sebaliknya. Kemudian ada pendeta muda dengan pendidikan S2 langsung ditempatkan di kantor Sinode. Selain itu, belum meratanya pelaksanaan mutasi ini juga disebabkan tenaga pendeta GPM yang terlampau banyak dengan tidak diimbangi oleh kesiapaan jemaat (airmata) untuk menerima pendeta lebih dari dua di suatu jemaat. Belum ditambah lagi dengan lulusan Teologi baik itu dari sekolah Teologi UKIM dan sekolah teologi di luar Ambon yang terlampau banyak. Sehingga menyebabkan Sinode GPM membatasi penerimaan tenaga vikariat dan berdampak juga pada penempatan dan pemindahan tenaga pendeta GPM. 68

38 Lebih lanjut untuk aspek kendala dinilai terdapat unsur like/dislike dari pimpinan Sinode atau Klasis. Hal ini berkaitan erat dengan tanggapan pendeta dan umat mengenai tahapan proses. Dalam melakukan analisis kinerja (DP3) dirasakan belum transparan. Pendeta yang dekat dengan salah satu pejabat Sinode akan mendapatkan laporan kinerja yang baik. Sedangkan pendeta yang membangkang dengan keputusan yang dikeluarkan oleh Sinode, akan memiliki laporan kinerja yang kurang baik. Hal ini juga berlaku dalam pelaksanaan penempatan dan pemindahan (mutasi) seorang pendeta. Setiap kebijakan yang dilakukan pasti ada dampak yang akan dirasakan baik itu dari pihak organisasi (Gereja), pendeta sebagai pelaksana kebijakan mutasi dan juga umat yang dilayani. Mutasi ini sangat berdampak bagi kehidupan pelayanan seorang pendeta. Bukan saja perubahan pada kualitas iman, tetapi juga perubahan cara pandang bergereja. Dengan ditempatkan diseluruh wilayah GPM baik itu 69

39 wilayah airmata dan juga mata air maka pendeta semakin memahami bahwa GPM bukan saja jemaat kota tetapi juga jemaat desa, bukan saja jemaat mata air 1 tetapi juga jemaat airmata 2. Bukan saja pendeta yang terkena dampak positif dari pelaksanaan mutasi ini, umat yang dilayani juga terkena dampaknya. Ketika terjadi peningkatan iman yang berkaitan dengan kualitas pelayanan dan perubahan cara pandang, maka umat yang dilayani juga akan semakin dibaharui kualitas imannya. Bukan saja kualitas iman yang diperbaharui oleh pendeta tetapi kualitas hidup umat (kehidupan ekonomi) juga semakin ditingkatkan. Dengan melihat tanggapan dari pendeta dan umat tentang pelaksanaan mutasi diatas, maka tidak selalu kebijakan yang dilakukan Sinode sesuai dengan keinginan umat. Sinode merasa bahwa kebijakan dan pelaksanaan mutasi selama ini sudah berjalan dengan 1 Jemaat mata air adalah istilah yang sering digunakan kalangan GPM untuk menggambarkan kondisi jemaat dengan keadaan ekonomi maju atau jemaat mapan 2 Jemaat airmata adalah istilah yang digunakan dalam kalangan GPM untuk menggambarkan kondisi jemaat dengan keadaan ekonomi dibawah atau jemaat berkembang 70

40 baik dan sudah menjawab kebutuhan umat. Hal ini berbanding terbalik dengan tanggapan pendeta dan umat yang merasa bahwa pelaksanaan mutasi belum sesuai dengan aturan yang berlaku. Misalnya sesuai aturan mutasi rutin, seorang pendeta di jemaat lima tahun akan tetapi ada pendeta yang di jemaat sudah enam tahun, bahkan ada delapan tahun. Ada juga pendeta yang baru melayani di jemaat selama dua tahun, tiba-tiba sudah dimutasikan oleh Sinode. Tanggapan negatif tentang pelaksanaan mutasi dalam GPM ini terjadi karena kurangnya pemahaman pendeta dan umat tentang tata aturan mutasi di GPM. Penting bagi Sinode untuk bisa mensosialisasikan kebijakan mutasi tenaga pendeta ini di tingkat jemaat. Tujuan sosialisasi kebijakan mutasi ini ditingkat jemaat khususnya untuk perangkat pelayan yang ada dalam sehingga semua perangkat pelayan mengetahui dengan jelas tentang kebijakan mutasi ini. Sehingga ketika ada pendeta yang memiliki masa tugas singkat di jemaat atau pendeta dengan masa tugas lebih dari lima tahun 71

41 kemudian dimutasikan, perangkat pelayana bisa menjelaskan hal-hal ini kepada jemaat. Dengan demikian semua unsur pelayan di tingkat jemaat dapat mengetahui dengan jelas aturan tentang tenaga mutasi pendeta di GPM. Agar nantinya tanggapan negatif terhadap Sinode terkait kebijakan dan pelaksanaan mutasi ini tidak ada lagi. Karena kebijakan ini dibuat dan dilakukan semuanya untuk pelayanan umat yang lebih baik lagi. Dengan harapan bahwa semua umat baik itu di daerah kota maupun desa dapat merasakan setiap pelayanan yang dilakukan oleh pendeta-pendeta. sehingga kehidupan umat baik itu spritual dan ekonomi umat semakin dibaharui. Maka dari itu agar pelayanan dapat berjalan dengan baik di GPM membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang baik dari tingkat Sinode, Klasis sampai ke tingkat jemaat. 72

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi.

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi baik itu organisasi profit. maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi baik itu organisasi profit maupun non profit memiliki kebijakan mutasi. Kebijakan mutasi ini dalam organisasi profit berkaitan erat dengan pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP

BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP BAB IV TINJAUAN KRITIS TERHADAP MUTASI PENDETA DI GKBP 4.1. Pengantar Pada Bab IV ini penulis akan mengunakan teori-teori yang sudah dikemukakan dalam Bab II untuk meninjau permasalahan yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan

BAB III METODE PENELITIAN. Untuk memperoleh data lapangan guna. penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Untuk memperoleh data lapangan guna penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif sangat mengandalkan manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan arus globalisasi, maka muncul pula persoalan-persoalan baru yang harus dihadapi oleh sumber daya manusia yang ada di dalam Gereja. Oleh

Lebih terperinci

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI

BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI BAB V : KEPEMIMPINAN GEREJAWI PASAL 13 : BADAN PENGURUS SINODE Badan Pengurus Sinode adalah pimpinan dalam lingkungan Sinode yang terdiri dari wakil-wakil jemaat anggota yang bertugas menjalankan fungsi

Lebih terperinci

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9

PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9 PARA PENDETA DAN PARA PELAYAN JEMAAT LAINNYA PELAJARAN 9 PERTANYAAN YANG PERLU DIPIKIRKAN Bagaimanakah orang-orang yang dipilih dalam organisasi GMAHK itu menjalankan wewenangnya? SUATU PELAYANAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan 86 BAB IV PENUTUP Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon, maka berikut ini penulis akan memaparkan beberapa kesimpulan serta mengusulkan

Lebih terperinci

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba

3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3. Sistem Rekrutmen Pengerja Gereja (vikaris) Gereja Kristen Sumba 3.1 Selayang Pandang Gereja Kristen Sumba Gereja Kristen Sumba adalah gereja yang berada di pulau Sumba Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP 1.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang

BAB I PENDAHULUAN. 8 Tgl 11 Agustus 1949 dengan jumlah jemaat sebanyak 83 jemaat yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Kristen Protestan di Bali (GKPB) merupakan organisasi agama (Religious Organization) yang resmi terbentuk dengan badan hukum 214 LN. No 8 Tgl 11 Agustus 1949

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu. dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu. dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya untuk menilai sukses tidaknya pemimpin itu dilakukan antara lain dengan mengamati dan mencatat kualitas atau mutu perilakunya, yang dipakai sebagai kriteria untuk

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan

BAB V PENUTUP. Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil. penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang. diambil kemudian menjadi dasar penyusunan BAB V PENUTUP Bab ini menyajikan kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan. Kesimpulan yang diambil kemudian menjadi dasar penyusunan implikasi baik dari aspek teoritis maupun praktis. 5.1

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Kepemimpinan merupakan hal yang penting berada dalam gereja. Hal ini tidak terlepas dari keberadaan gereja sebagai organisasi. Dalam teori Jan Hendriks mengenai jemaat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya

BAB 1 PENDAHULUAN. Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang. yang menulis dan meneliti tentang sumber daya BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masalah Dalam era globalisasi saat ini, banyak orang yang menulis dan meneliti tentang sumber daya manusia. Cardoso (2003) mengatakan salah satu sumber daya yang terdapat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan

BAB V PENUTUP. 5.1 Kesimpulan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Terdapat beberapa hal yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini. 1. Servant leadership (Kepemimpinan melayani) pendeta berpengaruh terhadap motivasi pelayanan majelis

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan UKDW

Bab I Pendahuluan UKDW Bab I Pendahuluan A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa (GKJ) Immanuel Ungaran merupakan salah satu gereja yang terletak di Kecamatan Ungaran Barat Kabupaten Semarang dengan jemaat berjumlah 417 jiwa.

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis.

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis. BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN Dalam bab III ini akan membahas temuan hasil dari penelitian tentang peran pendeta sebagai konselor pastoral di tengah kekerasan pasangan suami-isteri. Sebelumnya, penulis

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Permasalahan Kemiskinan, yang hadir bersama dengan pluralitas agama, adalah konteks kehidupan gerejagereja di Indonesia secara umum, dan gereja-gereja di Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah persekutuan umat Tuhan Allah yang baru. Ungkapan ini erat hubungannya dengan konsep tentang gereja adalah tubuh Kristus. Dalam konsep ini

Lebih terperinci

DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK

DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK DAFTAR ISI 1. PENETAPAN PERATURAN POKOK 2. BAB I : KETENTUAN UMUM a. Pasal 1 : Pengertian b. Pasal 2 : Maksud dan tujuan c. Pasal 3 : Lingkup peraturan pokok kepegawaian di GKJW Jemaat Waru. d. Pasal 4

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Manajemen Pada masa sekarang ini, manajemen bukan lagi merupakan istilah yang asing bagi kita. Istilah manajemen telah digunakan sejak dulu, berasal dari bahasa

Lebih terperinci

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN

ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB BAB I NAMA, WAKTU DAN KEDUDUKAN ANGGARAN DASAR PERSEKUTUAN PEMUDA KRISTIYASA GKPB PEMBUKAAN Sesungguhnya Allah didalam Yesus Kristus adalah Tuhan dan Juruselamat dunia. Ia adalah sumber kasih, kebenaran, dan hidup, yang dengan kuat kuasa

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI

BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Gereja Protestan Maluku secara institusi mengenal adanya jabatan organisasi dan jabatan pelayanan fungsional gereja. Jabatan secara organisasi gereja yaitu Ketua Majelis,

Lebih terperinci

2016, No Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 4.

2016, No Peraturan Presiden Nomor 23 Tahun 2010 tentang Badan Narkotika Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 60); 4. No.1, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BNN. Pegawai. Pola Karir. PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

B A B I P E N D A H U L U A N

B A B I P E N D A H U L U A N 1 B A B I P E N D A H U L U A N 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap lembaga pemerintah didirikan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bagi Lembaga Pemerintah yang berorientasi sosial, tujuan utamanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah sebuah persekutuan orang-orang percaya, sebagai umat yang terpanggil dan dihimpun oleh Allah Bapa, keluar dari kegelapan menuju kepada Yesus Kristus

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2016 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI DI LINGKUNGAN BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA

Lebih terperinci

1. LATAR BELAKANG MASALAH

1. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN 1 1. LATAR BELAKANG MASALAH Manusia dalam kehidupannya memiliki banyak kebutuhan, antara lain : kebutuhan untuk diperhatikan, mendapatkan bimbingan, pemeliharaan, asuhan, penghiburan,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari uraian-uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut : dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan telah cukup baik

BAB V PENUTUP. Dari uraian-uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut : dan Pemberdayaan Sumber Daya Manusia Kesehatan telah cukup baik 82 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari uraian-uraian diatas dapat ditarik kesimpulan sebagi berikut : 1. Penegakan disiplin Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya

Lebih terperinci

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 97 TAHUN 2013 TENTANG

BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 97 TAHUN 2013 TENTANG BUPATI PURWOREJO PERATURAN BUPATI PURWOREJO NOMOR : 97 TAHUN 2013 TENTANG PENJABARAN TUGAS POKOK, FUNGSI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN PURWOREJO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut :

Dalam rangka mewujudkan kehidupan bergereja yang lebih baik, GKJ Krapyak mempunyai strategi pelayanan kemajelisan sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Jika melihat sekilas tentang bagaimana Gereja menjalankan karyanya -khususnya Gereja Kristen Jawa (GKJ)-, memang sangat tampak bahwa Gereja merupakan sebuah organisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut

BAB I PENDAHULUAN. informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Akuntansi merupakan sistem yang digunakan untuk menyediakan informasi keuangan yang dibutuhkan oleh suatu organisasi. Informasi tersebut berupa informasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1.1.a Pengertian Emeritasi Secara Umum Emeritasi merupakan istilah yang tidak asing di telinga kita. Dalam dunia pendidikan kita mengetahui adanya profesor

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut salah satunya adalah sumber daya manusia. Tumbuh lebih baik, bahkan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut salah satunya adalah sumber daya manusia. Tumbuh lebih baik, bahkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Persaingan dalam berbagai industri merupakan bagian yang tidak bisa dihi ndari. Banyak faktor yang mendukung tingginya persaingan di berbagai industri tersebut

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL

KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL - 1 - KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL

Lebih terperinci

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP

PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP PERATURAN BANUA NIHA KERISO PROTESTAN NOMOR: 07/BPMS-BNKP/2008 tentang PELAYAN Dengan Kasih Karunia Yesus Kristus, Tuhan dan Raja Gereja BADAN PEKERJA MAJELIS SINODE BNKP Menelaah : Kejadian 1:26; I Petrus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat, seperti perubahan pola pikir, perubahan gaya hidup, perubahan sosial, perubahan teknologi, dan sebagainya, memiliki

Lebih terperinci

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran

BAB V. Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran BAB V Penutup: Refleksi, Kesimpulan dan Saran I. Refleksi Kehadiran saksi Yehova di tengah masyarakat Kelurahan Kawua yang merupakan bagian dari wilayah pelayanan GKST, pada akhirnya telah melahirkan tanggapan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar

BAB 1 PENDAHULUAN. Perjamuan kudus merupakan perintah Tuhan sendiri, seperti terdapat dalam Matius 26:26-29, Mar BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Dalam pengajaran gereja sakramen disebut sebagai salah satu alat pemelihara keselamatan bagi umat Kristiani. Menurut gereja-gereja reformasi hanya ada dua sakramen,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 1.1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dipakai adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif untuk mengambarkan dan menjelaskan bagaimana persepsi warga Jemaat

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan. No.175, 2009 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA DEPARTEMEN PERTAHANAN. PNS. Pokok- Pokok. Pembinaan. PERATURAN MENTERI PERTAHANAN NOMOR 09 TAHUN 2009 TENTANG POKOK-POKOK PEMBINAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan

BAB I PENDAHULUAN. GPIB, 1995 p. 154 dst 4 Tata Gereja GPIB merupakan peraturan gereja, susunan (struktur) gereja atau sistem gereja yang ditetapkan 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Secara umum gereja berada di tengah dunia yang sedang berkembang dan penuh dengan perubahan secara cepat setiap waktunya yang diakibatkan oleh kemajuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LANDAK, PERATURAN BUPATI LANDAK NOMOR 26 TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI, STRUKTUR ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN KEPEGAWAIAN, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KABUPATEN LANDAK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam

BAB I PENDAHULUAN. Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Khotbah merupakan salah satu bagian dari rangkaian liturgi dalam kebaktian yang dilakukan oleh gereja. Setidaknya khotbah selalu ada dalam setiap kebaktian minggu.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja dalam melaksanakan tugas dan panggilannya di dunia memerlukan beberapa alat pendukung, contohnya: kepemimpinan yang baik, organisasi yang ditata dengan

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring. dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali

Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring. dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali BAB V Kesimpulan Perkembangan Gereja Protestan di Indonesia berjalan seiring dengan berbagai gejolak politik yang terjadi sejak pertama kali Gereja Protestan berdiri di Ambon pada abad ke-17 hingga lahirnya

Lebih terperinci

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG

BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG BUPATI TASIKMALAYA PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 40 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS UNIT DI LINGKUNGAN BADAN KEPEGAWAIAN PENDIDIKAN DAN LATIHAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH

BAB I KETENTUAN UMUM. Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 PENJELASAN ISTILAH (1) Tata Gereja GKJ adalah seperangkat peraturan yang dibuat berdasarkan Alkitab sesuai dengan yang dirumuskan di dalam Pokok-pokok Ajaran GKJ dengan tujuan

Lebih terperinci

Karunia Karunia Pelayanan Lainnya: 1 Melayani Mengajar Menasihati

Karunia Karunia Pelayanan Lainnya: 1 Melayani Mengajar Menasihati Karunia Karunia Pelayanan Lainnya: 1 Melayani Mengajar Menasihati Kita telah menyelesaikan penelaahan mengenai keempat karunia yang kita sebut karunia pelayanan. Walaupun daftar karunia-dalam Efesus 4

Lebih terperinci

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH WALIKOTA MADIUN,

WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH WALIKOTA MADIUN, WALIKOTA MADIUN PERATURAN WALIKOTA MADIUN NOMOR 50 TAHUN 2008 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH WALIKOTA MADIUN, Menimbang : a. bahwa sebagai tindak lanjut ketentuan Pasal 37 Peraturan

Lebih terperinci

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J.

KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal Paul Suparno, S.J. 1 KEPEMIMPINAN SEBAGAI GEMBALA DAN PENGURUS DI BIARA Rohani, Juli 2013, hal 25-28 Paul Suparno, S.J. Suster Peduliata oleh kongregasinya diberi tugas menjadi pimpinan asrama siswi-siswi SMA. Suster Peduliata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Upaya Majelis Sinode GMIT untuk merumuskan pedomanan penilaian kinerja bagi pendeta GMIT, adalah bagian dari tanggungjawab Majelis Sinode, untuk menata GMIT dalam

Lebih terperinci

2011, No telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negar

2011, No telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 169, Tambahan Lembaran Negar BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.148, 2011 BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL. Pembinaan. Pengembangan Karir. PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG POLA PEMBINAAN

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia

BAB I. PENDAHULUAN. Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang dijalani oleh manusia yang ditata dalam empat tatanan dasar. Tatanan dasar itu berupa tatanan pengakuan,

Lebih terperinci

BUPATI MANDAILING NATAL ANGAN PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 35 TAHUN 2011

BUPATI MANDAILING NATAL ANGAN PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 35 TAHUN 2011 - 1 - BUPATI MANDAILING NATAL ANGAN PERATURAN BUPATI MANDAILING NATAL NOMOR 35 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH KABUPATEN MANDAILING NATAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI NEGERI SIPIL

PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI NEGERI SIPIL PERATURAN KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2006 TENTANG POLA KARIER PEGAWAI NEGERI SIPIL DI LINGKUNGAN BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA KEPALA BADAN PERTANAHAN

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH

UKDW BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG MASALAH Kehidupan bergereja (berjemaat) tidak dapat dilepaskan dari realita persekutuan yang terjalin di dalamnya. Dalam relasi persekutuan tersebut, maka setiap anggota

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL,

PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL, PERATURAN KEPALA BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG POLA PEMBINAAN DAN PENGEMBANGAN KARIR PEGAWAI NEGERI SIPIL BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Pembangunan Jemaat merupakan bidang yang baru dalam kekristenan, baik Protestan maupun Katolik dan masuk ke dalam ranah teologi praktis, di mana terjadi adanya perpindahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan memberi sesuai dengan kemampuannya. Gereja adalah tempat setiap orang dalam menemukan belas kasih

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1.LATAR BELAKANG Organisasi adalah perserikatan orang-orang yang masing-masing diberi peran tertentu dalam suatu sistem kerja dan pembagian dalam mana pekerjaan itu diperinci menjadi

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA

PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA PROGRAM STUDI MAGISTER SOSIOLOGI AGAMA FAKULTAS TEOLOGI UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA SALATIGA KONFLIK INTERNAL GEREJA (Studi Kasus Terhadap Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Konflik Internal Antara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pernikahan merupakan suatu hal yang dinantikan dalam kehidupan manusia karena melalui sebuah pernikahan dapat terbentuk satu keluarga yang akan dapat melanjutkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Permasalahan Pendeta adalah seorang pemimpin jemaat, khususnya dalam hal moral dan spiritual. Oleh karena itu, dia harus dapat menjadi teladan bagi jemaatnya yang nampak

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK JABATAN FUNGSIONAL JAKSA

Lebih terperinci

DATA / PROFIL UNIT KERJA

DATA / PROFIL UNIT KERJA DATA / PROFIL UNIT KERJA Identitas Unit Kerja : BADAN KEPEGAWAIAN KOTA MOJOKERTO Dasar Terbentuknya Unit Kerja : Peraturan Daerah Kota Mojokerto Nomor 5 Tahun 2001 tentang Pembentukan Lembaga Teknis Daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p

BAB I PENDAHULUAN. 1 M.M. Srisetyati Haryadi, PengantarAgronomi, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2002, p BAB I PENDAHULUAN 1. PERMASALAHAN 1.1. Masalah Jemaat GKSBS Lembah Seputih merupakan jemaat yang sebagian besar pekerjaan warganya adalah di bidang pertanian. Sekelompok atau sekumpulan orang yang hidup

Lebih terperinci

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian

BAB III. Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB. 1. Sejarah Singkat GPIB. GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian BAB III Deskripsi Proses Perumusan Tema-Tema Tahunan GPIB 1. Sejarah Singkat GPIB GPIB (Gereja Protestan di Indonesia bagian Barat) adalah bagian dari GPI (Gereja Protestan Indonesia) yang dulunya bernama

Lebih terperinci

Lesson 7 for May 13, 2017 KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI

Lesson 7 for May 13, 2017 KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI Lesson 7 for May 13, 2017 KEPEMIMPINAN YANG MELAYANI Dalam 1 Petrus 5: 1-10, Petrus menjelaskan peran para penatua di Gereja. Penatua-penatua yang baik pimpinannya patut dihormati dua kali lipat, terutama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang,

BAB I PENDAHULUAN. 1 Majelis Agung GKJW, Tata dan Pranata GKJW, Pranata tentang jabatan-jabatan khusu, Bab II-V, Malang, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Gereja adalah mitra kerja Tuhan Allah dalam mewujudkan rencana karya Tuhan Allah yaitu untuk menyelamatkan umat manusia. Dalam memenuhi panggilan-nya tersebut,

Lebih terperinci

UKDW. Bab I. Pendahuluan

UKDW. Bab I. Pendahuluan Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Tak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka dari itu kehidupan seorang manusia yang dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1094, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN. Kode Etik. Pegawai Negeri Sipil. Pembinaan. PERATURAN KEPALA BADAN NASIONAL PENGELOLA PERBATASAN NOMOR 4 TAHUN 2013 TENTANG

Lebih terperinci

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt

jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt jtä ~Éàt gtá ~ÅtÄtçt PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 98 TAHUN 2013 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT BADAN KEPEGAWAIAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA,

Lebih terperinci

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran

2017, No Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851); 2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (Lembaran BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.465, 2017 BPOM. Kode Etik. Kode Perilaku ASN. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2017 TENTANG KODE ETIK DAN

Lebih terperinci

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing

Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing Evaluasi Kuesioner Pembangunan Jemaat GKI Blimbing Rangkuman: a. Catatan Umum: - Survei dilakukan setelah ibadah hari Minggu, 24 juli 2016, meskipun ada beberapa yang mengisi survey saat PD Lingkungan.

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang

BAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan

BAB I PENDAHULUAN. Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap organisasi mempunyai tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan visi dan misinya. Karena itu organisasi mempunyai sistem dan mekanisme yang diterapkan sebagai upaya

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP Kesimpulan

BAB V PENUTUP Kesimpulan BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN

BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN BAB I PENDAHULUAN A. PERMASALAHAN 1. LATAR BELAKANG MASALAH Gereja adalah suatu kehidupan bersama religius yang berpusat pada penyelamatan Allah dalam Tuhan Yesus Kristus 1. Sebagai kehidupan bersama religius,

Lebih terperinci

Gembala Jemaat adalah pemimpin regu, untuk memberikan sokongan rohani dan arah pada jemaat Ketua Jemaat penolong Pendeta dalam kepemimpinan

Gembala Jemaat adalah pemimpin regu, untuk memberikan sokongan rohani dan arah pada jemaat Ketua Jemaat penolong Pendeta dalam kepemimpinan Pelajaran 4 Gembala Jemaat adalah pemimpin regu, untuk memberikan sokongan rohani dan arah pada jemaat Ketua Jemaat penolong Pendeta dalam kepemimpinan Pendeta di pilih, ditugaskan dan bertanggung jawab

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. Seperti diketahui, setiap perusahaan atau intansi-intansi ingin

BAB I PEDAHULUAN. Seperti diketahui, setiap perusahaan atau intansi-intansi ingin 1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Seperti diketahui, setiap perusahaan atau intansi-intansi ingin meningkatkan kinerja bagi para pegawainya. Program perpindahan pekerjaan seseorang dalam suatu

Lebih terperinci

2017, No Nasional tentang Tata Cara Pengangkatan Pelaksana Tugas di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan

2017, No Nasional tentang Tata Cara Pengangkatan Pelaksana Tugas di Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan No.853, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BAPPENAS. Penunjukan Plt. PERATURAN MENTERI PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 46 TAHUN 2011 TENTANG PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk

Lebih terperinci

BAB II PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2011

BAB II PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2011 21 BAB II PENILAIAN PRESTASI KERJA PEGAWAI NEGERI SIPIL BERDASARKAN PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2011 Dalam kenyataan sehari-hari, instansi-instansi pemerintahan sesungguhnya hanya mengharapkan

Lebih terperinci

BAB II BAHAN RUJUKAN

BAB II BAHAN RUJUKAN BAB II BAHAN RUJUKAN 2.1 Pengertian dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia 2.1.1 Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia tidak terlepas dari pengertian Manajemen,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30

BAB I PENDAHULUAN. Bandung, 1999, hlm 30 1 BAB I PENDAHULUAN A. Pendahuluan A.1. Latar belakang permasalahan Harus diakui bahwa salah satu faktor penting di dalam kehidupan masyarakat termasuk kehidupan bergereja adalah masalah kepemimpinan.

Lebih terperinci

Gereja Menyediakan Persekutuan

Gereja Menyediakan Persekutuan Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25

BAB I PENDAHULUAN. 1 Handoyomarno Sir, Benih Yang Tumbuh 7, Gereja Kristen Jawi Wetan, Malang, 1976, hal.25 BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Permasalahan Sejarah awal berdirinya Greja Kristen Jawi Wetan atau GKJW adalah berasal dari proses pekabaran Injil yang dilakukan oleh Coenrad Laurens

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 2008 TENTANG TATA CARA PEMBERHENTIAN DENGAN HORMAT, PEMBERHENTIAN TIDAK DENGAN HORMAT, DAN PEMBERHENTIAN SEMENTARA, SERTA HAK JABATAN FUNGSIONAL JAKSA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsumen merasa tidak puas dapat melakukan keluhan yang dapat merusak citra

BAB I PENDAHULUAN. konsumen merasa tidak puas dapat melakukan keluhan yang dapat merusak citra BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Karyawan sebagai sumber daya utama perusahaan dituntut untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen dan memberikan kinerja yang optimal sehingga konsumen

Lebih terperinci