UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN INDEKS VOLUME ALIRAN VENA LIENALIS TERHADAP KECEPATAN ALIRAN VENA PORTA SECARA ULTRASONOGRAFI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS SECARA ENDOSKOPI PADA PASIEN SIROSIS HATI TESIS KRISHNA PANDU WICAKSONO FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA FEBRUARI 2016

2 UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN INDEKS VOLUME ALIRAN VENA LIENALIS TERHADAP KECEPATAN ALIRAN VENA PORTA SECARA ULTRASONOGRAFI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS SECARA ENDOSKOPI PADA PASIEN SIROSIS HATI TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter spesialis radiologi KRISHNA PANDU WICAKSONO FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I RADIOLOGI JAKARTA FEBRUARI 2016

3 ii

4 iii

5 KATA PENGANTAR Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat-nya sehingga saya dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar dokter Spesialis Radiologi di Fakultas Kedokteran. Saya menyadari tanpa bimbingan dan bantuan dari pihak lain, saya tidak dapat menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada: 1. dr. Sahat Matondang, Sp.Rad (K) sebagai pembimbing radiologi tesis saya, yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam membiming serta memberikan inspirasi dan motivasi dalam penulisan tesis ini. 2. Dr. dr. C. Rinaldi A. Lesmana, Sp.PD-KGEH sebagai pembimbing klinis yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing serta memberikan masukan-masukan dari aspek klinis tesis ini. 3. Dr. dr. Joedo Prihartono, MPH sebagai pembimbing statistik,yang menyediakan waktu, tenaga dan pikiran dalam penulisan tesis ini. 4. dr. I Wayan Murna, Sp.Rad (K) sebagai penguji pokja yang memberikan masukan dan saran untuk penyempurnaan tesis saya. 5. Dr. dr. Sawitri Darmiati, Sp.Rad (K) sebagai penguji metodologi yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan tesis saya sekaligus sebagai Ketua Program Studi yang telah membimbing saya selama pendidikan radiologi. 6. dr. Vally Wulani, Sp.Rad (K) sebagai moderator pada saat sidang tesis saya. 7. dr. Aviyanti Djurzan Sp.Rad (K) sebagai sekretaris program studi yang telah membimbing saya selama pendidikan. 8. dr. Indrati Suroyo, Sp.Rad (K) sebagai pembimbing akademis yang telah membimbing saya selama masa pendidikan. 9. Seluruh staf pengajar di RSUPN Cipto Mangunkusumo, RSUP Fatmawati RS Persahabatan, RSPAD Gatot Subroto, RSAB Harapan Kita, RS Jantung iv

6 Harapan Kita, RS Kanker Dharmais yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bimbingan kepada saya selama pendidikan 10. Seluruh radiografer dan karyawan terutama di bagian USG yang telah membantu saya dalam penyelesaian tesis ini 11. Orang tua tercinta saya Ir. Bambang Sukardono (ayah), Ir. Indriastuti, MP (ibu), kakak saya Doni Setionugroho, ST dan keluarga saya lainnya atas doa dan dukungan moral dan material selama pendidikan saya. 12. Tunangan saya Yunita Rahmawati, dan teman-teman terdekat saya Yudha, Iwan, Rosyid, Miqdad, Aulia, Chandra, Bagus. 13. Rekan-rekan saya di Departemen Radiologi terutama angkatan Juli 2012: dr. Ido, dr. Inge, dr. Ary, dr. Topan, dr. Widi, dr. Aldi, dr. Kanov, dr. Sira dan rekan-rekan lainnya yang telah memberikan dukungan dan bantuan selama pendidikan 14. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan tesis ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Akhir kata, saya berharap Allah SWT membalas segala kebaikan yang telah diberikan kepada saya dan semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Jakarta, 26 Februari 2016 Penulis dr. Krishna Pandu Wicaksono v

7 vi

8 ABSTRAK Nama Program Studi Judul Tesis : Krishna Pandu Wicaksono : Radiologi : Hubungan Indeks Volume Aliran Vena Lienalis terhadap Kecepatan Aliran Vena Porta secara Ultrasonografi dengan Derajat Varises Esofagus secara Endoskopi pada Pasien Sirosis Hati Latar belakang dan Tujuan : Varises esofagus merupakan komplikasi sirosis hati dengan mortalitas tertinggi. Pemeriksaan USG Doppler yang bersifat non invasif, tersedia luas dan relatif murah, dipertimbangkan sebagai metode skrining, namun belum ditemukan parameter Doppler splenoportal yang dapat digunakan sebagai indikator varises dengan akurat. Indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta dipikirkan dapat menjadi parameter baru yang akurat. Metode : Studi observasional potong lintang dilakukan pada 28 pasien sirosis hati di Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dalam kurun waktu November 2015 hingga Februari Indeks dan parameter Doppler lainnya merupakan data primer. Subjek dibagi menjadi tiga kelompok, yakni kelompok non varises, varises kecil dan besar. Uji komparatif dilakukan untuk membandingkan indeks dan parameter Doppler lainnya diantara ketiga kelompok tersebut. Analisis kurva receiver operating characteristic (ROC) dilakukan pada parameter yang secara statistik bermakna untuk mendapatkan nilai sensitifitas dan spesifisitasnya. Hasil : Nilai tengah indeks pada kelompok non varises 9,60 (4,67 15,07), varises kecil 21,18 (8,92 25,24) dan varises besar 64,43 (46,67 145,88) dengan nilai p<0,001. Pada analisis kurva ROC didapatkan titik potong indeks 15,78 dengan sensitifitas 80% dan spesifisitas 100% untuk membedakan kelompok varises kecil dan non varises, serta titik potong 36,0 dengan sensitifitas dan spesifisitas 100% untuk membedakan kelompok varises besar dan kecil. Kesimpulan : Terdapat hubungan yang bermakna antara indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta secara ultrasonografi dengan derajat varises esofagus secara endoskopi pada pasien sirosis hati dan indeks tersebut dapat digunakan sebagai indikator varises esofagus dengan akurasi tinggi. Kata kunci : varises esofagus, usg doppler, indeks splenoportal vii

9 ABSTRACT Name Study Program Title : Krishna Pandu Wicaksono : Radiology : The Association between Index of Splenic Vein Flow Volume to Portal Vein Flow Velocity by Ultrasound with The Degree of Esophageal Varices by Endoscopy in Liver Cirrhosis Patients Background and Objective : Esophageal varices is a complication of liver cirrhosis with high mortality. Doppler ultrasound examination is non-invasive, widely available and relatively low cost to be considered as a screening method of varices. Unfortunately, there is still no splenoportal Doppler parameter that can be used as an indicator of varices with high accuracy. Index of splenic vein flow volume to portal vein flow velocity is thought to be a new, more accurate parameter. Methods : A cross-sectional observational study conducted in 28 patients with liver cirrhosis in the Division of Hepatology Department of Internal Medicine Cipto Mangunkusumo Hospital during November 2015 to February Index and other splenoportal Doppler parameters are the primary data. Subjects were divided into three groups : a group of non varices, small and large varices. The comparative test conducted to compare the mean index and other splenoportal Doppler parameters among the three groups. Analysis of receiver operating characteristic (ROC) curve was performed on parameters that are statistically significant to get the sensitivity and specificity value. Results : Median index in the group of non varices is 9,60 (4,67 15,07), 21,18 (8,92 25,24) in small varices and 64,43 (46,67 145,88) in large varices group with p< ROC curve analysis generated optimal cutting point index 15,78 which gives 80% sensitivity and 100% specificity to differentiate small and non varices group and the cutoff point of 36.0 which provides 100% sensitivity and specificity to differentiate among the large and small varices. Conclusions : There is a significant association between the index of splenic vein flow volume to portal vein flow velocity by ultrasound with the degree of esophageal varices by endoscopy in patients with liver cirrhosis and this index can be used as indicator of esophageal varices with high accuracy. Keywords : esophageal varices, doppler ultratosund, splenoportal index viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... vi ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR GAMBAR... xi DAFTAR TABEL... xii DAFTAR LAMPIRAN... xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Pertanyaan Penelitian Hipotesis Penelitian Tujuan Penelitian Tujuan Umum Tujuan Khusus Manfaat Penelitian... 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Epidemiologi Anatomi Sistem Porta Patofisiologi Klasifikasi Manifestasi Klinis Diagnosis Pencegahan dan Tatalaksana Prognosis Kerangka Teori Kerangka Konsep ix

11 BAB 3 METODE PENELITIAN Desain Penelitian Tempat dan Waktu Penelitian Populasi Penelitian Kriteria Penerimaan dan Penolakan Kriteria Penerimaan Kriteria Penolakan Estimasi Besar Sampel Alur Penelitian Cara Kerja Batasan Operasional Analisis Data Etika Penelitian Pendanaan BAB 4 HASIL PENELITIAN Karakteristik Subjek Sebaran Karakteristik Subjek Perbandingan Indeks dan Parameter USG Doppler Lainnya Kurva ROC Indeks dan Parameter USG Doppler Lainnya BAB 5 PEMBAHASAN Analisis Karakteristik Subjek Analisis Indeks dan Parameter USG Doppler Lainnya Keterbatasan Penelitian BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik Fakultas Kedokteran UI LAMPIRAN 2. Surat Persetujuan Penelitian RSUPN Cipto Mangunkusumo LAMPIRAN 3. Formulir Persetujuan Penelitian (Informed Consent) LAMPIRAN 4. Data Penelitian x

12 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Ilustrasi anatomi sistem porta... 7 Gambar 2.2. Ilustrasi kolateral portosistemik... 8 Gambar 2.3. Etiologi hipertensi porta Gambar 2.4. Klasifikasi varises esofagus Gambar 2.5. Pengukuran kecepatan v. porta Gambar 2.6. Pengukuran diameter v. porta Gambar 2.7. Pengukuran kecepatan aliran v. Lienalis Gambar 4.1. Histogram usia subjek Gambar 4.2. Box-Plot usia subjek berdasarkan kelompok varises Gambar 4.3. Histogram parameter USG Doppler distribusi normal Gambar 4.4. Histogram parameter USG Doppler distribusi tidak normal xi

13 DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Rerata usia subjek berdasarkan kelompok varises Tabel 4.2. Sebaran karakteristik subjek berdasarakan kelompok varises Tabel 4.3. Nilai rerata parameter USG Doppler berdasarkan kelompok varises Tabel 4.4. Titik potong dan akurasi indeks dan parameter Doppler lainnya xii

14 DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik Fakultas Kedokteran UI LAMPIRAN 2. Surat Persetujuan Penelitian RSUPN Cipto Mangunkusumo LAMPIRAN 3. Formulir Persetujuan Penelitian (Informed Consent) LAMPIRAN 4. Data Penelitian xiii

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan penyakit kronis yang secara histopatologis ditandai dengan nekrosis parenkimal hepar, fibrosis jaringan ikat perivaskular, degenerasi hepatosit dan formasi nodul regeneratif yang ireguler. 1,2 Penyebab sirosis bervariasi dan di Indonesia, infeksi kronis hepatitis B dan C merupakan penyebab tersering. 1,3,4 Sirosis perlu diinvestigasi dengan cermat karena zmemiliki beberapa komplikasi yang penting seperti asites, hipertensi porta dan perdarahan akibat pecahnya varises. Pecahnya varises esofagus adalah komplikasi sirosis yang paling fatal dan merupakan 10-30% penyebab perdarahan saluran cerna atas dengan angka mortalitas mencapai 20%. Pada saat terdiagnosis, 30-60% pasien sirosis memiliki varises dan proporsi itu bertambah hingga mencapai 90% pada 10 tahun berikutnya. 5-6 Diagnosis baku emas varises esofagus memerlukan pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas. Pemeriksaan dengan menggunakan endoskopi tersebut direkomendasikan untuk dilakukan sesaat setelah diagnosis sirosis ditegakkan. Sayangnya, endoskopi belum tersedia secara luas, biayanya relatif tinggi, dan tergolong tindakan diagnostik yang semi invasif dengan beberapa resiko tindakan. 5,6 Pada beberapa penelitian sebelumnya telah diketahui bahwa derajat varises esofagus berkorelasi sangat kuat dengan pengukuran hepatic venous pressure gradient (HVPG). Meskipun demikian, pemeriksaan HVPG juga termasuk prosedur invasif yang memerlukan penggunaan kateter intravena dengan biaya lebih besar. 6-8 Oleh karena itu diperlukan metode pemeriksaan alternatif yang memiliki akurasi tinggi dengan sifat yang non invasif, biaya lebih murah dan tersedia lebih luas. 9,10 Ultrasonografi (USG), sebagai salah satu modalitas pemeriksaan radiologis, bersifat non invasif, biayanya relatif rendah dan tersedia luas. Sebagian besar alat USG saat ini juga telah dilengkapi dengan kemampuan Doppler. Berbagai parameter USG termasuk penggunaan Doppler telah cukup banyak diteliti

16 2 Sebagian besar parameter Doppler yang diteliti terpusat pada vena porta, vena hepatika dan arteri hepatika dan umumnya berupa parameter tunggal Penelitian sebelumnya menyatakan bahwa parameter Doppler tertentu, seperti kecepatan aliran vena porta, indeks kongestif vena porta, bentuk gelombang vena hepatika, damping index vena hepatika akselerasi arteri hepatika dan indeks resistif arteri lienalis memiliki korelasi bermakna dengan nilai HVPG. 23 Secara umum, seperti yang dinyatakan pada penelitian oleh Bolognesi et al, 24 beberapa parameter USG Doppler memiliki korelasi kuat (r = 0,71 ; p < 0,001) dengan nilai HVPG, sehingga USG Doppler dapat dipertimbangkan sebagai metode skrining alternatif untuk varises esofagus. Salah satu parameter USG Doppler yang diketahui berkorelasi dengan varises esofagus adalah kecepatan aliran vena porta ,20-22 Semakin tinggi derajat sirosis dan varises esofagus, diketahui kecepatan aliran vena porta semakin rendah. Penelitian oleh Taourel et al 25 dan Merkel et al 26 menyatakan bahwa kecepatan aliran vena porta juga memiliki korelasi negatif yang bermakna dengan nilai HVPG. Di sisi lain, penelitian oleh Mittal et al 19 dan Rezayat et al 28 tidak menemukan adanya korelasi antara kecepatan aliran vena porta dengan derajat varises esofagus, terutama derajat rendah. Terdapat kemungkinan bahwa pasien dengan varises esofagus derajat rendah memiliki kecepatan vena porta yang tidak berbeda bermakna dengan pasien non varises akibat adanya pembuluh kolateral. Berdasarkan patofisiologinya, selain terjadi peningkatan resistensi vaskular hepar yang meng-akibatkan perlambatan aliran vena porta, pada sirosis hati juga terjadi peningkatan aliran vaskular splanchnic, disebut juga sebagai hyperdynamic splanchnic. Vena lienalis merupakan salah satu komponen sistem splanchnic yang relatif mudah untuk dievaluasi secara ultrasonografi. Vena lienalis juga merupakan salah satu pembuluh kolateral vena porta sehingga juga berpengaruh terhadap hemodinamika vena porta. Sayangnya, vena lienalis masih cukup jarang menjadi fokus penelitian. Yin et al, Sato et al dan Kayacetin et al dalam studinya menunjukkan bahwa volume aliran vena lienalis memiliki korelasi positif dengan derajat sirosis dan varises esofagus. 29,30,31

17 3 Pada penelitian ini digunakan USG Doppler dan akan diteliti suatu parameter baru yang diharapkan dapat menjadi indikator adanya varises esofagus, yakni indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta. Masing-masing komponen indeks tersebut diketahui memiliki arah korelasi yang berlawanan. Volume aliran vena lienalis memiliki korelasi positif dengan derajat varises esofagus sedangkan kecepatan aliran vena porta memiliki korelasi negatif. Oleh karena itu dipikirkan bahwa indeks dari dua parameter tersebut dapat menjadi parameter USG Doppler baru yang lebih sensitif dan spesifik sehingga dapat memfasilitasi upaya profilaksis yang lebih adekuat. 1.2 Rumusan Masalah USG Doppler abdomen saat ini merupakan modalitas yang banyak dipertimbangkan sebagai metode skrining varises esofagus pada pasien sirosis hati, terkait korelasinya dengan HVPG dan sifatnya yang non invasif. Salah satu parameter yang memiliki makna diagnostik cukup baik adalah kecepatan aliran vena porta, yang berkorelasi negatif dengan derajat sirosis dan varises esofagus. Walaupun demikian, masih terdapat beberapa penelitian tentang parameter tersebut yang inkonsisten, terutama untuk varises derajat rendah. Hal ini dipikirkan karena pengaruh kolateral. Vena lienalis merupakan salah satu kolateral utama vena porta sekaligus komponen vaskular splanchnic, dan diketahui bahwa sirosis hati dan hipertensi porta memicu kondisi hyperdynamic splanchnic. Salah satu manifestasi hyperdynamic splanchnic adalah terjadinya peningkatan volume aliran vena lienalis, yang menurut beberapa penelitian sebelumnya memiliki korelasi positif dengan derajat varises esofagus. Indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan vena porta secara teoritis dipikirkan dapat menjadi indikator yang akurat untuk skrining varises esofagus namun sejauh penelusuran kepustakaan belum terdapat penelitian tentang indeks tersebut. Dengan adanya metode skrining yang lebih tersedia luas, berbiaya relatif rendah, non invasif dan memiliki akurasi tinggi diharapkan dapat membantu upaya profilaksis primer perdarahan akibat varises esofagus sehingga menurunkan mortalitas sirosis hati secara keseluruhan.

18 4 1.3 Pertanyaan Penelitian - Apakah terdapat perbedaan indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta antara pasien sirosis hati dengan varises esofagus besar, varises esofagus kecil dan tanpa varises esofagus? 1.4 Hipotesis Penelitian - Indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta pada pasien sirosis hati dengan varises esofagus besar, lebih besar jika dibandingkan dengan pasien sirosis hati dengan varises esofagus kecil. - Indeks tersebut pada pasien sirosis hati dengan varises esofagus kecil juga lebih besar jika dibandingkan dengan pasien sirosis hati tanpa varises esofagus. 1.5 Tujuan Penelitian Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta pada pasien sirosis hati serta mencari hubungannya dengan derajat varises esofagus secara non invasif Tujuan Khusus - Mengetahui perbedaan indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta antara pasien sirosis hati dengan varises esofagus besar, varises esofagus kecil dan tanpa varises esofagus. - Mengetahui nilai titik potong indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta, antara kelompok pasien sirosis hati dengan varises esofagus besar, varises esofagus kecil dan tanpa varises esofagus. 1.6 Manfaat Penelitian Bagi pasien, penelitian ini bermanfaat sebagai berikut, dengan peralatan USG Doppler yang cukup tersedia luas, bersifat non invasif dan berbiaya relatif rendah, dapat dihitung indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena

19 5 porta. Indeks tersebut diharapkan dapat menjadi parameter baru sebagai indikator yang akurat adanya varises esofagus. Dengan demikian varises esofagus dapat didiagnosis lebih dini secara non invasif, baik untuk varises kecil, yang selama ini sulit dideteksi dengan parameter yang ada, dan untuk varises besar yang memerlukan upaya profilaksis perdarahan yang lebih agresif. Bagi kepentingan ilmiah, penelitian ini bermanfaat karena belum ada data yang tersedia untuk parameter indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta sehingga diharapkan dapat berkontribusi terhadap penemuan parameter hemodinamika splenoportal baru yang memiliki akurasi tinggi sebagai indikator varises esofagus. Bagi kepentingan pendidikan, penelitian ini dapat melatih cara berpikir, menulis serta meneliti, dan hasilnya diharapkan dapat menjadi dasar untuk penelitian selanjutnya.

20 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Sirosis hati merupakan proses kronis lanjut dari berbagai mekanisme jejas pada hepar yang memicu terjadinya nekroinflamasi dan fibrogenesis. Secara histologis hal tersebut terlihat sebagai regenerasi noduler difus yang dikelilingi oleh septa fibrosis padat, dengan distorsi struktur normal parenkim dan vaskular hepar. 1,2 Distorsi ini akan menyebabkan peningkatan resistensi pada aliran vena porta, berujung pada suatu komplikasi progresif yang disebut hipertensi porta. 5,6 Hipertensi porta adalah sebuah sindrom klinis yang didefinisikan sebagai gradien tekanan vena hepatika (HVPG) melebihi 5 mmhg. Nilai HVPG normal adalah 3-5 mmhg. Peningkatan HVPG melebihi 10 mmhg berkorelasi dengan formasi varises esofagus dan di atas 12 mmhg sangat rentan untuk terjadinya perdarahan pada varises tersebut. 5-7 Varises esofagus merupakan kolateral portosistemik, yakni kanal vaskular yang menghubungkan antara aliran vena porta dengan sirkulasi vena sistemik. Varises tersebut terbentuk sebagai konsekuensi hipertensi porta, umumnya terbentuk di lapisan submukosa dari esofagus bawah. Perdarahan varises esofagus merupakan komplikasi mayor hipertensi porta dan terkait dengan mortalitas tinggi. 5,6,8 2.2 Epidemiologi Sirosis hati merupakan salah satu penyakit dengan mortalitas dan morbiditas yang terus meningkat. Sirosis hati menempati urutan ke-14 dalam penyebab kematian terbanyak pada individu dewasa di seluruh dunia dan menduduki posisi keempat di Eropa. Sekitar satu juta orang meninggal tiap tahunnya di seluruh dunia akibat sirosis hati. 1,2 Prevalensi sirosis hati sulit diketahui dengan tepat dan sangat mungkin sebenarnya lebih tinggi dari yang dilaporkan karena pada fase awal bersifat asimtomatik sehingga seringkali tidak terdiagnosis. Di Indonesia, dilaporkan prevalensinya sekitar 1,7-3,5%. 3,4 6

21 7 Sebagian besar sirosis hati disebabkan infeksi kronis virus hepatitis dan penyakit liver terkait alkohol. Di Asia-Afrika dan negara-negara berkembang lain, infeksi kronis virus hepatitis menjadi etiologi utama dan sebaliknya alkohol menjadi etiologi utama di Eropa-Amerika dan negara-negara maju lainnya. 1,2 Insidensi sirosis hati meningkat seiring bertambahnya usia. Predileksi jenis kelamin sangat tergantung etiologi. Untuk sirosis hati yang disebabkan konsumsi alkohol, maka perempuan memiliki resiko lebih tinggi dibandingkan laki-laki pada tingkat konsumsi yang sama. Beberapa predisposisi genetik yang diketahui diantaranya hemokromatosis, penyakit wilson dan defisiensi α-1 antitripsin. 1,2 Terkait masih rendahnya angka diagnosis dini sirosis hati, dalam suatu studi diketahui bahwa 60% kasus hipertensi porta yang secara klinis signifikan telah muncul pada saat diagnosis sirosis hati ditegakkan. 7 Begitu pula dengan varises esofagus, sekitar 30-40% pasien dengan sirosis hati kompensata dan sekitar 60% pasien sirosis hati dekompensata telah memiliki varises esofagus pada saat diagnosis ditegakkan. 5,10 Pada pasien yang pada saat didiagnosis tidak memiliki varises esofagus, insidensi varises esofagus tiap tahunnya sekitar 8%. 6,8 2.3 Anatomi Sistem Porta Gambar 2.1. Ilustrasi anatomi sistem porta 32 Vena porta terletak di belakang colum pankreas tepat setelah vena mesenterika superior bergabung dengan vena lienalis. Vena porta memiliki panjang sekitar 6-8 cm dengan diameter 1-1,2 cm. Vena porta memanjang di tepi omentum minor pankreas ke ujung kanan dari porta hepatis. Vena mesenterika superior menerima drainase dari vena jejunal dan vena ileal. Beberapa pembuluh tributaries dari vena mesenterika superior adalah vena ileocolica, vena colica kanan dan media, sedangkan vena gastroepiploica, vena gastrica dekstra dan sinistra merupakan tributaries langsung dari vena porta. Dua vena tributaries mayor yang penting pada hipertensi porta

22 8 adalah vena gastrika sinistra dan vena mesenterika inferior. Keduanya bermuara di dekat splenoportal junction. Vena gastrika sinistra bermuara di sisi superior dan vena mesenterika inferior bermuara di sisi inferior. Terdapat beberapa variasi terkait posisi muara kedua vena tersebut. 2.4 Patofisiologi Transisi antara penyakit liver kronis menjadi sirosis hati melibatkan proses inflamasi, aktivasi sel stelata yang memicu fibrogenesis, angiogenesis, dan hilangnya struktur parenkimal normal akibat oklusi vaskular. Di dalam proses tersebut juga terjadi perubahan mikrovaskular, yakni terjadinya kapilarisasi sinusoid akibat deposit matriks ekstraseluler, formasi pintas intrahepatik akibat angiogenesis dan hilangnya sel parenkimal serta disfungsi endothelial hepar. Disfungsi endothelial ini ditandai dengan sekresi vasodilator yang inadekuat, terutama nitrit oksida, dan di sisi lain terjadi peningkatan produksi vasokonstriktor, yakni stimulasi adrenergik, thromboxane A2, sistem reninangiotensin, ADH dan endothelins. 1,2 Peningkatan resistensi hepar terhadap aliran vena porta merupakan faktor utama meningkatnya tekanan vena porta pada sirosis. Hal tersebut merupakan kombinasi dari distorsi struktur parenkimal (sekitar 70% dari total resistensi hepar) dan disfungsi endothelial serta peningkatan tonus vaskular hepar (sekitar 30%). 5,6 Gambar 2.2. Ilustrasi kolateral portosistemik 32 Di sisi lain, juga terjadi vasodilatasi splanchnic yang meningkatkan aliran masuk darah ke sistem porta sehingga memperberat hipertensi porta. Vasodilatasi splanchnic tersebut

23 9 sebenarnya merupakan suatu mekanisme adaptif sebagai kompensasi terhadap perubahan hemodinamika intrahepatik yang terjadi pada sirosis hati. Pada sirosis hati lanjut, proses ini terjadi begitu intens, disebut hyperdynamic splanchnic. 2,32,33 Secara fisiologis, tubuh berusaha melakukan dekompresi hipertensi porta dengan cara membelokkan sampai 90% aliran vena porta melalui kolateral portosistemik. Sebagai konsekuensi, akan terjadi remodelling dan dilatasi dari vaskular kolateral tersebut. Kolateral portosistemik dijumpai pada sepertiga pasien sirosis hati. Sayangnya kolateral tersebut memiliki resistensi yang masih lebih tinggi dibandingkan dengan sinusoid hepar normal sehingga tekanan porta akan tetap meningkat. 5,6 Beberapa kolateral seperti vena gastrika sinistra dan pintas splenorenal terkait dengan formasi varises esofagus sedangkan rekanalisasi vena paraumbilikalis masih kontroversial. Beberapa studi menyatakan bahwa rekanalisasi vena paraumbilikalis merupakan tanda hipertensi porta berat, dan dengan demikian akan berkorelasi dengan formasi varises esofagus. Peneliti lainnya berpendapat bahwa rekanalisasi tersebut akan menurunkan tekanan portosistemik sehingga justru bersifat sebagai faktor protektif terbentuknya varises esofagus. 10,32,33 Gastroesophageal junction adalah salah satu lokasi kolateral yang paling sering terlihat sebagai varises. Varises umumnya tidak terbentuk sampai HVPG melebihi 10 mmhg dan tidak pecah sebelum HVPG melebihi 12 mmhg. Varises akan ruptur bila tekanan dinding telah melebihi batas elastisitas dinding varises. Diameter pembuluh merupakan salah satu faktor penentu. Pada tekanan yang sama, varises dengan diameter lebih besar memiliki kemungkinan ruptur lebih besar. Faktor penentu lainnya adalah tekanan di dalam varises itu sendiri yang secara langsung terkait dengan HVPG. Penurunan HVPG berkorelasi kuat dengan berkurangnya resiko pecahnya varises dan perdarahan ulang. Varises terletak paling superfisial di gastroesophageal junction dan memiliki dinding paling tipis juga di regio tersebut sehingga daerah itu juga yang paling sering ruptur. 33,34

24 Klasifikasi Secara umum hipertensi porta diklasifikasikan menurut level etiologinya, yakni intrahepatik dan ekstrahepatik. Penyebab intrahepatik dapat terjadi di presinuosid, sinusoid dan postsinusoid. Sekitar 90% kasus tergolong dalam intrahepatik sinusoid dengan sirosis menjadi Gambar 2.3. Etiologi hipertensi porta 33 penyebab yang paling umum. Penyebab utama ekstrahepatik adalah trombus dan penekanan oleh massa, sedangkan etiologi post sinusoid yang penting meliputi sindrom Budd-Chiari dan gagal jantung. 8,32 Varises esofagus diklasifikasikan secara endoskopis menurut ukurannya. American Association for the Study of Liver Diseases (AASLD) merekomendasikan nilai potong sebesar 5 mm untuk membedakan varises kecil dan besar. Terdapat juga sistem yang membagi varises esofagus menjadi tiga derajat. Derajat satu (small) adalah varises kecil yang berbentuk lurus, dan bisa ditekan. Derajat dua (medium) adalah varises dengan ukuran sedang, berkelok dan memenuhi kurang dari sepertiga lebar lumen Gambar 2.4. Klasifikasi varises esofagus 7 esofagus. Apabila varises tersebut telah memenuhi lebih dari sepertiga lebar lumen esofagus dengan bentuk seperti koil dan dapat disertai konfluensi, maka dikategorikan sebagai derajat tiga (large). Derajat dua (medium) pada klasifikasi lama dimasukkan ke dalam varises besar pada klasifikasi AASLD yang terbaru. 7,32

25 Manifestasi Klinis Spektrum klinis sirosis sangat luas. Pada sirosis fungsi liver secara keseluruhan berkurang, terutama fungsi sintesis. Berkurangnya produksi beberapa protein, seperti albumin, menyebabkan asites dan edema. Liver juga berfungsi memproduksi faktor-faktor koagulasi darah sehingga pada sirosis dapat terjadi defisiensi faktor-faktor tersebut yang terkait dengan meningkatnya resiko perdarahan spontan. Begitu pula fungsi liver dalam mengonjugasikan bilirubin, sehingga dapat terjadi akumulasi bilirubin indirek yang bermanifestasi sebagai jaundice. 1-3 Kemampuan detoksifikasi liver juga menurun sehingga dapat memicu akumulasi toksin yang memengaruhi sistem saraf pusat, menyebabkan ensefalopati hepatik. Gejala awal ensefalopati hepatik relatif samar. Beberapa hal yang dapat diamati adalah perubahan pada tulisan tangan dan ketidakmampuan untuk meniru sebuah gambar. Gejala tersebut dapat menjadi progresif dan berujung pada koma dalam. Beberapa manifestasi klinis lainnya pada sirosis adalah eritema palmar, spider angioma, ginekomastia, hilangnya rambut dan atrofi testis. 1-3 Pada sirosis dengan hipertensi porta, perdarahan saluran cerna menjadi manifestasi klinis yang paling penting. Perdarahan dapat terjadi spontan, masif dan tanpa nyeri. Sebagian besar perdarahan berasal dari varises esofagus, hanya 2-10% yang berasal dari varises gaster. Splenomegali juga merupakan manifestasi klinis yang penting pada sirosis dengan hipertensi porta. Sekitar 40-80% kasus juga memperlihatkan adanya gejala hipersplenisme, seperti trombositopenia dan leukopenia, yang dapat berujung pada indikasi splenektomi. 2,8, Diagnosis Sebagian besar penyakit liver kronis bersifat asimtomatik sampai sirosis dekompensata terjadi. Komponen kunci dalam anamnesis adalah investigasi terhadap penyakit liver yang mendasari dan kemungkinan adanya komplikasi hipertensi porta. Riwayat pajanan terhadap virus hepatitis, alkoholisme dan riwayat penyakit liver pada keluarga penting untuk diketahui. Riwayat perdarahan saluran cerna (frekuensi, jumlah), delirium, fatigue dan pruritus juga perlu ditanyakan.

26 12 Pemeriksaan fisik meliputi inspeksi adanya ikterus, spider angioma, caput medusa, ginekomastia, atrofi testis, hepatosplenomegali dan ascites. 33,35,36 Pemeriksaan laboratorium juga memegang peranan penting pada diagnosis sirosis hati, termasuk untuk menentukan derajatnya. Beberapa parameter laboratorium yang penting adalah bilirubin, albumin dan waktu prothombin, yang merefleksikan fungsi sintesis liver, dan merupakan komponen dalam sistem penilaian derajat sirosis berdasarkan Child-Pugh. Selain parameter tersebut, uji serologi terutama terhadap hepatitis B dan C perlu dilakukan. Bila hepatitis sudah disingkirkan maka pemeriksaan laboratorium untuk sirosis biliaris primer (antimitochondrial antibody), hepatitis autoimun (antinuclear antibody), defisiensi α-1 antitrypsin dan wilson disease (ceruloplasmin) perlu dipertimbangkan. 33,35,36 Gambaran liver yang ireguler dan nodular pada pemeriksaan USG/CT/MRI disertai fungsi sintesis liver yang terganggu sudah adekuat untuk menegakkan diagnosis sirosis hati. Temuan radiologis lainnya meliputi atrofi liver, splenomegali dan keberadaan kolateral portosistemik. Biopsi liver dapat memberikan diagnosis definitif dan memastikan etiologi, meskipun sudah jarang dilakukan. Saat ini biopsi dapat dilakukan melalui pendekatan transjugular dengan akurasi yang setara dengan pendekatan perkutan. Terlebih pendekatan transjugular dapat memberikan informasi prognosis tambahan melalui pengukuran HVPG. 2,9,10 Pada fase awal sirosis hati, pemeriksaan radiologis dapat memberikan hasil negatif palsu sehingga metode diagnostik lainnya perlu dipertimbangkan. Beberapa marker non-invasif dari fibrosis semakin sering digunakan, baik indirek seperti APRI, FIB4, AST/ALT, dan Forns index, maupun direk seperti Fibrotest, ELF, Hepascore, Fibrospect II dan Fibrometer. Penggunaan modalitas imaging untuk mengevaluasi fibrosis juga semakin meningkat, seperti transient elastography atau Fibroscan. Modalitas lain seperti accoustic radiation force impulse imaging dan MR elastography masih belum tersedia luas dan memerlukan validasi lebih lanjut. 2,9 Diagnosis baku emas untuk hipertensi porta adalah melalui pengukuran HVPG. Kateter balon dimasukkan melalui vena femoralis atau vena jugularis interna kemudian diarahkan menuju vena hepatika melalui kontrol flurosokopi. Pengukuran dilakukan dengan melakukan inflasi dan deflasi balon pada posisi

27 13 wedge hepatic venous pressure (WHVP) dan free hepatic venous pressure (FHVP). HVPG adalah perbedaaan di antara WHVP dan FHVP, merefleksikan tekanan vena porta. Nilai normal HVPG berkisar 3-5 mmhg, dan nilai HVPG 10 mmhg atau lebih merupakan tanda hipertensi porta yang bermakna. Pengukuran HVPG ini dapat dilakukan bersamaan dengan biopsi. Terlepas dari akurasinya, metode ini termasuk invasif, berbiaya tinggi dan belum tersedia secara luas Endoskopi saluran cerna atas atau disebut juga esofagogastroduodenoskopi (EGD) masih merupakan diagnosis baku emas untuk varises esofagus. Konsensus saat ini merekomendasikan untuk dilakukan skrining endoskopi pada setiap pasien sirosis hati. Skrining tersebut diulang pada interval tertentu tergantung pada temuan awal dan nilai HVPG. Pemeriksaan endoskopi, meskipun memiliki akurasi tinggi, tetapi tidak terlepas dari kelemahan. Pasien umumnya intoleran terhadap endoskopi berulang, dan seringkali pemeriksaan ini memerlukan sedasi. Akhir-akhir ini, kapsul endoskopi mulai banyak digunakan sehubungan dengan toleransi pasien yang lebih baik. Akurasi kapsul endoskopi ini mencapai 80% namun memiliki kelemahan dalam mengevaluasi ukuran varises serta dalam mengidentifikasi adanya gastropati hipertensif dan varises gaster, sehingga masih belum dapat menggantikan peran endoskopi sebagai baku emas dan metode skrining rutin. 7,9,10 Baik endokospi konvensional maupun kapsul endoskopi relatif berbiaya tinggi di sebagian besar negara, sehingga cakupan pemeriksaan ini masih relatif rendah. Oleh karena itu beberapa studi dilakukan untuk mendapatkan metode alternatif yang cukup baik. Pemeriksaan radiologis secara fluoroskopi, bahkan dengan kontras ganda, diketahui memiliki akurasi yang relatif rendah dalam mendiagnosis varises secara dini, sehingga tidak direkomendasikan untuk metode alternatif skrining. Satu metode yang saat ini cukup banyak diteliti adalah parameter sistem splenoportal menggunakan USG Doppler, yang akan mengalami perubahan sejalan dengan dinamika sirosis/hipertensi porta

28 14 USG Doppler merupakan suatu teknik non invasif untuk mengevaluasi organ dan vaskular splanchnic. Saat ini, teknik ini memiliki peran komplemen yang penting dan direkomendasikan sebagai metode skrining pada pasien dengan kecurigaan hipertensi porta. Sebagai tambahan, teknik tersebut juga dapat memberikan informasi tentang liver, sistem bilier maupun kelainan pada pancreas yang mungkin menjadi penyebab hipertensi porta sekaligus memvisualisasikan tandatanda tidak langsung hipertensi porta seperti splenomegali, Gambar 2.5. Pengukuran kecepatan v. porta 39 ascites dan adanya pembuluh kolateral portosistemik. 15,17 Keterbatasan utama pengukuran USG Doppler adalah sifatnya yang operator dependent. Faktor-faktor lainnya yang terkait fisiologis pasien juga berpengaruh terhadap pengukuran, seperti habitus, fase respirasi dan lamanya berpuasa sebelum pemeriksaan. Beberapa parameter USG Doppler yang diketahui berhubungan dengan hipertensi porta diantaranya adalah diameter vena porta, berkurangnya variasi respirasi pada vena lienalis dan vena mesenterika, kecepatan dan arah aliran vena porta, indeks kongestif vena porta, adanya kolateral portosistemik, perubahan pola Gambar 2.6. Pengukuran diameter v. porta 39 Doppler vena hepatika, peningkatan impedansi arteri hepatika dan lienlis serta penurunan impedansi arteri mesenterika. Suatu studi telah menyatakan adanya korelasi yang bermakna antara beberapa parameter aliran vena porta tersebut dengan nilai HVPG

29 15 Meskipun telah banyak studi yang dilakukan terhadap parameter hemodinamika splenoportal, namun sampai saat ini belum didapatkan suatu parameter yang memiliki akurasi tinggi untuk mendiagnosis hipertensi porta, secara konsisten. Perbedaan hasil pengukuran hemodinamika vena porta dapat bervariasi terkait peralatan yang digunakan. Pola kolateral portosistemik juga sangat bervariasi sehingga pada pasien dengan tekanan porta yang sama dapat memiliki kecepatan dan aliran vena porta yang berbeda. Pada beberapa penelitian masih didapatkan hasil kecepatan vena porta yang tidak berbeda bermakna antara kelompok pasien Gambar 2.7. Pengukuran kecepatan aliran v. lienalis 39 sirosis dengan varises dan non varises, khususnya varises derajat rendah. Hal ini terkait distribusi tekanan ke sirkulasi kolateral. 19,27,28 Pengukuran resistensi arteri hepatika dan lienalis seringkali sulitnya terkendala mendapatkan cabang arterial yang sama pada setiap pasien sehingga reproduksibilitasnya kurang baik. Pengukuran hemodinamika vena hepatika pada beberapa studi diketahui memiliki korelasi moderat dengan hipertensi porta, namun pada beberapa kasus sulit dievaluasi terkait jendela akustik yang sempit dan atrofi liver ,,37 Studi terhadap hemodinamika vaskular limpa sendiri masih jarang dilakukan. Penelitian oleh Perisic et al menyatakan bahwa tidak terdapat korelasi antara kecepatan aliran vena lienalis dengan varises esofagus. 38 Beberapa penelitian lainnya menyatakan bahwa volume aliran vena lienalis memiliki korelasi positif yang bermakna dengan varises esofagus Hal tersebut dapat terjadi karena pada hipertensi porta vena lienalis secara bersamaan juga mengalami dilatasi, sehingga walaupun kecepatan aliran vena tersebut tidak berubah signifikan, tetapi luas penampangnya bertambah sehingga volume aliran dapat bertambah secara signifikan.

30 16 Penelitian terhadap parameter yang merupakan kombinasi antara sistem vaskular limpa dengan sistem porta masih sangat jarang. Secara patofisiologi keduanya merupakan komponen penting dalam patofisiologi sirosis hepatis dan hipertensi porta. Salah satu parameter yang pernah diteliti adalah indeks splenoportal dan proporsi volume aliran vena lienalis terhadap vena porta. Indeks splenoportal merupakan hasil pembagian dari indeks lien terhadap kecepatan aliran vena porta. Indeks lien didapatkan dari hasil perkalian dua dimensi terbesar limpa, merepresentasikan ukuran limpa yang terpengaruhi oleh kongesti vaskular. Penelitian oleh Liu et al 39 mendapatkan indeks splenoportal dengan titik potong 3 memiliki sensitivitas 92% dan spesifisitas 93% untuk varises esofagus, sedangkan penelitian Wadhwa et al 40 menggunakan titik potong 3,5 dan mendapatkan sensitivitas sebesar 79,4% dan spesifisitas 72%. Meskipun demikian juga terdapat penelitian lain yang menyatakan bahwa indeks splenoporta tidak bermakna sebagai indikator varises esofagus. 28 Proporsi volume aliran vena lienalis terhadap vena porta memiliki korelasi positif yang bermakna namun akurasinya masih kurang memuaskan. 31 Salah satu penjelasan yang dipikiran adalah bahwa volume aliran vena porta juga meningkat secara bervariasi sehingga memengaruhi konsistensi korelasi dari indeks tersebut. Dari beberapa literatur diketahui bahwa kecepatan aliran vena porta berkorelasi negatif dengan derajat varises sedangkan volume aliran vena lienalis berkorelasi positif. 2.8 Pencegahan dan Tatalaksana Ketika sirosis terdiagnosis maka perlu dilakukan terapi yang sesuai pada penyebab dari sirosis tersebut, seperti infeksi virus atau alkoholisme. Selain terapi tersebut, sehubungan dengan sebagian besar pasien sirosis akan berlanjut pada hipertensi porta dan varises, maka profilaksis primer terhadap perdarahan varises perlu dilakukan. Oleh karena itu setiap pasien yang terdiagnosis sirosis baik secara klinis, biokimia dan atau biopsi dianjurkan menjalani esofagogastroduodenoskopi (EGD) untuk mencari adanya varises gastroesofagus. Pasien sirosis yang pada pemeriksaan EGD-nya tidak dijumpai adanya varises esofagus direkomendasikan untuk dilakukan follow-up EGD setelah 2-3 tahun. Tujuan utama profilaksis primer adalah

31 17 untuk mencegah terjadinya perdarahan pada pasien sirosis yang memilliki varises tetapi belum pernah mengalami perdarahan. Secara garis besar profilaksis primer ini dapat dibagi menjadi pendekatan farmakologis dan endoskopis ,41,42 Terapi farmakologis yang dapat digunakan sebagai profilakis primer adalah isosorbid mononitrat dan penghambat beta non selektif. Pada sebuah studi randomized controlled trial (RCT), isosorbid mononitrat diketahui dapat menurunkan HVPG sebesar 7,5%. Selain itu isosorbid mononitrat juga memperkuat efek vasokonstriktor penghambat beta non selektif terhadap sirkulasi splanchnic. Namun pada studi yang lain, dinyatakan bahwa isosorbid mononitrat ini tidak efektif untuk mencegah perdarahan varises yang pertama. Oleh karena itu, pada beberapa institusi, isosorbid mononitrat hanya digunakan pada pasien yang intoleran terhadap penghambat beta. 41,42 Penghambat beta non selektif merupakan agen farmakologis utama profilaksis primer begitu varises teridentifikasi. Obat ini tidak hanya menghambat reseptor beta-1, yang akan mengurangi curah jantung, tetapi juga menghambat tonus adrenergik di arteriol mesenterika sehingga menyebabkan vaskonstriksi dan penurunan aliran sistem porta. Nadolol dan propanolol dapat menurunkan HVPG hingga 10% dan efektif dalam menurunkan resiko perdarahan varises berikut mortalitasnya jika dibandingkan dengan plasebo. 41,42 Carvedilol, pada beberapa studi diketahui dapat menurunkan HVPG lebih signfikan dibandingkan dengan propanolol namun masih diperlukan studi lebih lanjut untuk memastikan efektifitasnya sebagai lini pertama profilakis primer. Pada pasien yang telah menjalani terapi penghambat beta secara rutin, di beberapa institusi tidak direkomendasikan lagi endoskopi ulangan kecuali terjadi perdarahan. Namun pada institusi yang lain, endoskopi ulangan tetap direkomendasikan tiap tahun dan apabila ditemukan progresivitas ukuran varises maka dapat dipertimbangkan untuk dilakukan ligasi. Penggunaan penghambat beta ini pun bukan tanpa efek samping. Beberapa efek samping yang paling serius adalah bronkokonstriksi, gagal jantung dan impotensi. Seringkali efek samping tersebut membatasi toleransi pasien terhadap penghambat beta. 41,42

32 18 Terapi endoskopis bertujuan untuk mengobliterasi varises. Salah satunya adalah skleroterapi yang menggunakan agen sklerosan, seperti ethanolamin. Agen sklerosan diinjeksikan dengan kateter jarum langsung ke dalam varises untuk menyebabkan trombosis. Meskipun demikian terapi ini tidak tanpa resiko, bahkan beberapa studi menunjukkan terapi ini justru terkait dengan tingkat mortalistas yang lebih tinggi sehingga tidak direkomendasikan sebagai profilaksis primer varises esofagus. Dalam dua dekade terakhir, skleroterapi telah banyak digantikan oleh terapi ligasi per endoskopis, atau endoscopic variceal band ligation (EVBL). EVBL dapat digunakan sebagai terapi perdarahan akut akibat pecahnya varises atau dapat juga dilakukan secara elektif untuk mengobliterasi varises sehingga dapat mencegah perdarahan atau perdarahan ulang. 35,36,41,42 Beberapa meta analisis menunjukkan bahwa EVBL memiliki efikasi dan tingkat mortalitas yang setara dengan penghambat beta. Biaya EVBL jauh lebih tinggi dibandingkan dengan terapi penghambat beta. Terapi ini juga memerlukan endoskopi ulangan untuk memastikan eradikasi varises, terkait dengan tingkat rekurensi yang mencapai 22%. Guidelines American Association for the Study of Liver Disease (AASLD) merekomendasikan penghambat beta sebagai profilaksis primer pada pasien dengan sirosis kompensata dan varises esofagus kecil. Sedangkan EVBL direkomendasikan untuk pasien dengan varises yang berukuran sedang dan besar. 34,36,42 Selain profilaksis primer, profilaksis sekunder pada tatalaksana varises esofagus juga tak kalah penting, mengingat frekuensi rekurensi yang tinggi. Beberapa metode yang dapat menjadi opsi adalah penghambat beta, skleroterapi, EVBL, Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunts (TIPS) dan surgical portocaval shunts. Skleroterapi dapat mengurangi resiko perdarahan ulang sebanyak 30% tetapi tidak mengurangi angka mortalitas secara keseluruhan. EVBL diketahui lebih efektif dalam mengurangi resiko perdarahan ulang dibandingkan skleroterapi, sedangkan terapi kombinasi antara penghambat beta dengan skleroterapi atau EVBL dapat mengurangi angka perdarahan ulang dan rekurensi varises secara signifikan meskipun angka mortalitasnya tidak berbeda signifikan dibandingkan terapi tunggal. TIPS direkomendasikan untuk perdarahan ulang yang refrakter dengan pengobatan baik secara farmakologis maupun endoksopis. 7,34-36,42

33 19 TIPS adalah suatu prosedur radiologi intervensi dengan panduan fluoroskopi untuk membuat suatu kanal intrahepatik yang menghubungkan vena porta dengan sirkulasi sistemik secara side to side, dengan tujuan mengurangi tekanan vena porta tersebut. Teknik ini pertama kali dikemukakan oleh Rosch pada tahun Setelah beberapa dekade penelitian, saat ini TIPS telah terbukti dapat menjadi opsi terapi hipertensi porta yang efektif. Beberapa indikasi mayor TIPS adalah sebagai profilaksis sekunder perdarahan varises, ascites dan perdarahan varises akut yang refrakter. Saat ini, covered stents lebih sering digunakan pada prosedur TIPS terkait patensi jangka panjangnya lebih baik dibandingkan dengan uncovered stents. Salah satu kelemahan TIPS selain kendala teknis dan biaya adalah resiko ensefalopati hepatik yang lebih tinggi pasca pemasangan TIPS Prognosis Ruptur varises esofagus mencakup 70% dari semua kasus perdarahan saluran cerna atas dengan tingkat mortalitas sekitar 15-24%. Sekitar 40-50% perdarahan varises dapat berhenti dengan sendirinya dan terapi yang tersedia saat ini dapat mengontrol perdarahan tersebut pada sekitar 80% pasien. Meskipun demikian, sekitar satu dari empat pasien masih mengalami kegagalan kontrol perdarahan atau terjadi rekuensi awal, yakni pada enam minggu pertama. Sekitar 40% perdarahan rekuren terjadi pada lima hari pertama, dan 60% sisanya mengalami perdarahan rekuren lambat yakni 1-2 tahun sejak perdarahan yang pertama. 7,34,36,41 Terdapat berbagai indikator yang diketahui berpengaruh terhadap prognosis pasien, diantaranya adalah derajat beratnya penyakit liver (menurut Child-Pugh), perdarahan rekuren dini, HVPG lebih dari 20 mmhg pada 48 jam pertama perawatan, infeksi bakterial, gagal ginjal dan adanya karsinoma hepatoselular. Perdarahan rekuren dini terjadi pada 21% pasien dengan Child-Pugh A, 40% pasien Child-Pugh B dan 63% pasien dengan Child-Pugh C. Reduksi HVPG di bawah 12 mmhg atau setidaknya 20% dari nilai awal tidak hanya terkait dengan resiko perdarahan rekuren yang secara signifikan lebih rendah tetapi juga resiko yang lebih rendah untuk terjadinya ascites, peritonitis bakterial spontan dan kematian. 7,10,41,42

34 Kerangka Teori Penyakit liver kronis inflamasi, fibrogenesis, perubahan mikrovaskular, formasi pintas intrahepatik, parenchymal loss. Sirosis hati Peningkatan resistensi vaskular hepar Distorsi parenkimal Disfungsi endothelial & tonus vaskular hepar. Hipertensi Porta Hyperdynamic splanchnic Hambatan aliran vena porta USG Doppler Peningkatan volume aliran vena lienalis Kolateral portosistemik Varises esofagus Endoskopi

35 Kerangka Konsep USG Doppler : Indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta ANALISIS Endoskopi : Derajat varises esofagus

36 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Pada penelitian ini digunakan desain penelitian observasional berupa studi potong lintang (cross sectional). Penelitian dilakukan untuk mendapatkan rerata indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta pada kelompok pasien sirosis hati dengan varises esofagus besar, kecil dan tanpa varises esofagus, kemudian dicari hubungan dan titik potong indeks antara ketiga kelompok tersebut. 3.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Radiologi FKUI/RSCM Jakarta dan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM. Penelitian berlangsung dari bulan Agustus 2015 sampai Februari Kegiatan Agust Sept Okt Nov Des Jan Feb Usulan + penelitian Administrasi + + Perijinan + Pengumpulan data Analisis data + + Pelaporan Populasi Penelitian Populasi target adalah pasien sirosis hati dewasa. Populasi terjangkau adalah pasien sirosis hati dewasa di unit rawat jalan / inap di Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM pada kurun waktu penelitian. 22

37 23 Populasi sampel adalah sampel konsekutif dari populasi terjangkau yang memenuhi kriteria. 3.4 Kriteria Penerimaan dan Penolakan Kriteria Penerimaan - Pasien sirosis hati dewasa. - Pasien menjalani endoskopi saluran cerna atas dalam jangka waktu kurang dari tiga bulan dari waktu dilakukannya USG Doppler Kriteria Penolakan - Pasien dengan massa hepar. - Pasien dengan trombus pada sistem porta/hepatika. - Pasien pasca ligasi. - Pasien pasca transplant/reseksi hepar. - Pasien pasca TIPS (Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt) / BRTO (Balloon-occluded Retrograde Transvenous Obliteration). - Pasien menolak menjadi sampel penelitian 3.5 Estimasi Besar Sampel Penelitian ini menggunakan uji hipotesis untuk perbedaan rerata tiga kelompok sampel, maka besar sampel dihitung dengan formula sebagai berikut : n1 = n2 = n3 = 2 [ (Zα+Zβ)S (X1 X2) ]2 = 9 n = n1 + n2 + n3 = 27 (minimal) ± 10% (antisipasi) = 30 Zα : derajat kepercayaan, diambil 95% Zα = 1,96 Zβ : power, diambil 80% Zβ = 0,84 x1 x2 : dihitung dari penelitian sebelumnya 21 25,8 S : dihitung dari penelitian sebelumnya 21 18,4 Pada kepustakaan, memang belum terdapat nilai rerata indeks yang akan diteliti saat ini secara eksplisit, namun terdapat penelitian yang memaparkan data rerata komponen indeks sehingga nilai indeks tersebut dapat dihitung sebagai data awal. 21

38 24 Dari hasil perhitungan di atas ditetapkan total besar sampel penelitian ini sebanyak 30 sampel. 3.6 Alur Penelitian Pasien sirosis hati dewasa di Poli/Ruang Rawat Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Kandidat endoskopi Tidak Ya Analisis Data Kriteria Penolakan Tidak Ya Gugur Informed Consent Hasil Endoskopi Setuju Tidak USG Massa hepar? Trombosis Vena Tidak Gray Scale Image, mengukur diameter vena Ya Spectral Doppler, mengukur kecepatan aliran vena porta & lienalis Menghitung volume aliran vena lienalis dan indeks

39 Cara Kerja - Pasien yang berobat di poliklinik rawat jalan dan atau ruang rawat inap Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM diperiksa oleh sejawat dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Sebelumnya peneliti melakukan sosialisasi terkait penelitian ini di poliklinik rawat jalan dan ruang rawat inap tersebut. - Pasien yang didiagnosis sirosis hati dan memenuhi kriteria diinformasikan mengenai penelitian ini dan diarahkan ke Departemen Radiologi RSCM. - Peneliti memberikan penjelasan tentang penelitian ini dan meminta informed consent. - Bila pasien karena alasan tertentu tidak dapat datang ke Departemen Radiologi di hari tersebut maka peneliti menghubungi pasien tersebut via telepon untuk menjelaskan tentang penelitian ini. - Pasien kemudian diminta untuk datang ke Departemen Radiologi sebelum menjalani pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas, setelah sebelumnya berpuasa 8 jam. - Setelah informed consent didapat, kemudian dilakukan pemeriksaan USG Doppler di Departemen Radiologi FKUI/RSCM oleh peneliti. - Pemeriksaan dilakukan pada mesin Samsung Medison Accuvix V20 dengan transduser curvilinear 3,5-5 MHz dengan penetrasi dan gain disesuaikan dengan habitus pasien. - Pemeriksaan dilakukan dalam kondisi peneliti tidak mengetahui hasil pemeriksaan endoskopi pasien (blinded). - Pemeriksaan dimulai dengan evaluasi hepar untuk mengetahui ada tidaknya massa dan trombus pada sistem porta/hepatika, yang merupakan bagian dari kriteria penolakan. - Pemeriksaan dilanjutkan dengan Doppler untuk mengevaluasi panjang limpa, diameter vena porta dan vena lienalis serta kecepatan aliran vena porta dan vena lienalis yang dilakukan dalam posisi supine. - Pengukuran diameter dan kecepatan aliran dilakukan pada regio hilus vena porta dan vena lienalis dan keduanya dilakukan dalam posisi pasien supine dan pasien menahan napas sesaaat setelah ekspirasi.

40 26 - Untuk mengurangi bias, pengukuran dilakukan tiga kali dan diambil reratanya. - Hasil pengukuran dikonfirmasi oleh dokter spesialis radiologi, yakni pembimbing radiologi penelitian. - Dari hasil pengukuran tersebut dihitung volume aliran vena lienalis dan indeksnya terhadap kecepatan aliran vena porta. - Hasil pemeriksaan USG Doppler disimpan dalam bentuk digital di cakram magnetik dan temuan hasil pemeriksaan dicatat di dalam lembar penelitian. - Data mengenai ada tidaknya varises esofagus dan derajatnya didapatkan dari laporan endoskopi dan juga dicatat di dalam lembar penelitian. - Dilakukan pengolahan dan analisis terhadap data-data tersebut secara statistik dengan menggunakan program SPSS Batasan Operasional - Sirosis hati Sirosis hati adalah sindrom penyakit liver kronis yang ditandai dengan gambaran permukaan liver yang ireguler atau noduler pada USG disertai penurunan fungsi sintesis liver pada pemeriksaan laboratorium. - Pemeriksaan USG Doppler splenoportal Pemeriksaan USG Doppler splenoportal adalah pemeriksaan radiologis dengan menggunakan gelombang suara untuk mengevaluasi morfologi dan hemodinamika vaskular vena porta dan vena lienalis. Pemeriksaan USG Doppler menggunakan alat USG yang ada di Departemen Radiologi RSCM dengan merk Samsung Medison Accuvix V20, menggunakan transduser curvilinear Mhz B- mode, kedalaman gelombang suara 12 cm. Hasil pemeriksaan berupa kecepatan aliran vena porta dan diameter serta kecepatan aliran vena lienalis.

41 27 - Pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas Pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas adalah pemeriksaan semi invasif dengan memasukkan tabung kamera fleksibel panjang untuk melihat permukaan mukosa saluran cerna atas. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna atas dilakukan di ruang prosedur endoskopi Departemen Ilmu Penyakit Dalam RSCM. Hasil temuan diklasifikasikan menjadi tidak ada varises, varises kecil dan besar. - Panjang limpa Panjang limpa adalah jarak terpanjang dari tepi craniocaudal limpa. Pengukuran dilakukan dalam posisi supine. Hasil pengukuran dalam satuan centimeter. - Diameter vena porta Diameter vena porta adalah jarak terpanjang antara dinding vena porta yang terlihat melalui potongan longitudinal di regio hilus porta. Pengukuran dilakukan dalam posisi supine pada saat pasien menahan napas sesaat setelah ekspirasi. Hasil pengukuran dalam satuan centimeter. - Kecepatan aliran vena porta Kecepatan aliran vena porta adalah kecepatan maksimal aliran vena porta utama yang didapat melalui pengukuran spectral wave Doppler dengan sudut sampling 60 0 dengan titik pengukuran di pertengahan antara pangkal dengan percabangan vena porta, di sisi anterior potongan vena cava inferior, menggunakan sample gate sebesar 50% diameter vena porta. Kecepatan diukur menggunakan kaliper yang terdapat di mesin USG berdasarkan gambaran spektral selama setidaknya tiga kali siklus jantung. Transduser diarahkan sesuai aksis longitudinal vena porta utama di bidang paramedial atau oblik. Pengukuran dilakukan dalam posisi supine pada saat pasien menahan napas sesaat setelah ekspirasi. Hasil pengukuran dalam satuan centimeter per detik.

42 28 - Diameter vena lienalis Diameter vena lienalis adalah jarak terpanjang antara dinding vena lienalis yang terlihat melalui potongan longitudinal di regio hilus lien. Pengukuran dilakukan dalam posisi supine pada saat pasien menahan napas sesaaat setelah ekspirasi. Hasil pengukuran dalam satuan centimeter. - Kecepatan aliran vena lienalis Kecepatan aliran vena lienalis adalah kecepatan maksimal aliran vena lienalis yang didapat melalui pengukuran spectral wave Doppler dengan sudut sampling 60 0 dengan titik pengukuran di regio hilus lien, menggunakan sample gate sebesar 50% diameter vena lienalis. Kecepatan diukur menggunakan kaliper yang terdapat di mesin USG berdasarkan gambaran spektral selama setidaknya tiga kali siklus jantung. Transduser diarahkan sesuai aksis longitudinal vena lienalis utama di bidang paramedial atau oblik. Pengukuran dilakukan dalam posisi supine pada saat pasien menahan napas sesaaat setelah ekspirasi. Hasil pengukuran dalam satuan centimeter per detik. - Volume aliran vena lienalis Volume aliran vena lienalis adalah nilai yang didapatkan dari perhitungan berdasarkan hasil pengukuran diameter dan kecepatan aliran vena lienalis menggunakan rumus sebagai berikut : Q = A v 60 A = π r 2 Q = volum aliran vena lienalis (ml/menit) A = luas penampang vena lienalis (cm 2 ) r = jari jari (setengah diameter) vena lienalis (cm) v = kecepatan aliran vena lienalis (cm/detik) Luas penampang vena lienalis dihitung menggunakan rumus di atas, berdasar asumsi pendekatan bahwa penampang vena lienalis

43 29 berbentuk lingkaran. Hasil perhitungan volume aliran vena lienalis dalam satuan mililiter per menit. - Indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta Nilai yang didapatkan dengan membagi nilai volume aliran vena lienalis dengan nilai kecepatan aliran vena porta. - Derajat varises esofagus Derajat varises esofagus adalah klasifikasi beratnya varises esofagus menggunakan klasifikasi AASLD yakni diklasifikasikan sebagai varises kecil bila berukuran kurang dari atau sama dengan 5 mm dan besar bila berukuran lebih dari 5 mm. 3.9 Analisis Data Data penelitian yang diperoleh akan dicatat pada lembar penelitian kemudian dilakukan proses editing dan coding ke dalam komputer dan dibersihkan secara elektronik. Data yang sudah bersih dilakukan tabulasi dan diolah secara statistik menggunakan program SPSS 21. Uji hipotesis menggunakan ANOVA (bila distribusi normal) atau Kruskal-Wallis (bila distribusi tidak normal) untuk mengetahui apakah ada perbedaan yang bermakna pada indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta antara tiga kelompok sampel (varises besar, kecil dan non varises). Apabila didapatkan perbedaan yang secara statistik signifikan maka dilanjutkan dengan analisis statistik dengan menggunakan receiver operating characteristic (ROC) curve untuk mendapatkan titik potong indeks antara ketiga kelompok tersebut, berikut nilai sensitifitas dan spesifisitasnya. Datadata parameter USG Doppler lainnya juga dianalisis untuk dibandingkan akurasinya dengan indeks Etika Penelitian Penelitian dilaksanakan setelah mendapat persetujuan Komite Etik Penelitian Kesehatan FKUI dan surat izin dari bagian penelitian RSCM. Data-data penelitian merupakan data primer yang diambil dari hasil pemeriksaan USG doppler yang dikerjakan oleh peneliti dengan pembimbing radiologis. Data-data pasien yang

44 30 digunakan dalam penelitian ini diperlakukan secara hormat dan rahasia serta anonim. Data-data yang dapat mengarah ke identitas pasien tidak ditampilkan. Pemeriksaan USG Doppler merupakan pemeriksaan yang aman karena tidak menggunakan radiasi dan tidak menimbulkan rasa sakit pada waktu pemeriksaan Pendanaan Biaya pemeriksaan USG Doppler dan biaya lainnya yang diperlukan dalam penelitian ini akan ditanggung sendiri oleh peneliti

45 BAB 4 HASIL PENELITIAN Penelitian ini menggunakan data primer dengan subjek pasien sirosis hati yang memenuhi kriteria penelitian. Pengumpulan data dilakukan setelah protokol penelitian disetujui oleh Komite Etik Fakultas Kedokteran dan mendapat izin dari Koordinator Penelitian Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. Pengumpulan data dilakukan dari bulan November 2015 hingga Februari Karakteristik Subjek Selama kurun waktu pengumpulan data didapatkan 28 subjek penelitian, yang terdiri atas 78% laki-laki dan 22% perempuan. Rerata usia subjek adalah 56 tahun dengan rentang usia tahun. Dengan uji Shapiro-Wilk diketahui data usia subjek memiliki distribusi normal (p=0,173). Berdasarkan etiologi, sirosis hati pada 75% subjek disebabkan infeksi virus hepatitis B, 21% hepatitis C dan sisanya akibat obstruksi bilier. Berdasarkan klasifikasi Child-Pugh, 72% subjek berada pada klasifikasi Child-Pugh A, 14% subjek Child-Pugh B dan 14% subjek Child-Pugh C. Berdasarkan hasil endoskopinya, 36% subjek memiliki varises esofagus besar, 36% varises kecil dan 28% tidak memiliki varises. Gambar 4.1. Histogram usia subjek 31

46 Sebaran Karakteristik Subjek Subjek dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan hasil endoskopinya, yakni kelompok varises besar, kecil dan non varises. Sebanyak 40% subjek pada kelompok varises besar adalah pasien rawat inap sedangkan semua subjek pada kelompok varises kecil dan non varises adalah pasien rawat jalan. Tabel 4.1. Rerata usia subjek berdasarkan kelompok varises Variabel Besar Kecil Non Rerata SD Rerata SD Rerata SD Nilai p Usia Berdasarkan usia, didapatkan rerata usia untuk kelompok varises besar adalah 55 ± 17,6 tahun, 54,4 ± 8,1 tahun pada kelompok varises kecil dan 59,1 ± 15,5 tahun pada kelompok non varises. Berdasarkan uji statistik, tidak terdapat perbedaan yang bermakna dalam hal rerata usia diantara ketiga kelompok (ANOVA p>0.05). Gambar 4.2. Box-Plot usia subjek berdasarkan kelompok varises

47 33 Tabel 4.2. Sebaran karakteristik subjek erdasarakan kelompok varises Karakteristik Besar Kecil Non Nilai p Jenis kelamin Laki-laki Perempuan Etiologi Hepatitis B Hepaptitis C Penyebab lain Child Pugh Child A Child B Child C Berdasarkan jenis kelamin, ketiga kelompok didominasi oleh laki-laki dan tidak terdapat perbedaan proprosi jenis kelamin yang bermakna diantara ketiga kelompok subjek (p=0,958). Berdasarkan etiologi, 90% sirosis pada kelompok varises besar disebabkan infeksi hepatitis B, sisanya oleh hepatitis C. Sebanyak 80% sirosis pada kelompok varises kecil disebabkan infeksi hepatitis B, 10% oleh hepatitis C dan sisanya oleh obstruksi bilier. Pada kelompok non varises, 50% disebabkan oleh hepatitis B dan 50% oleh hepatitis C. Secara statistik, tidak terdapat perbedaan proporsi etiologi yang bermakna di antara ketiga kelompok (p=0,132). Berdasarkan derajat sirosis, pada kelompok varises besar terdapat 30% subjek Child-Pugh A, 40% Child-Pugh B dan 30% Child-Pugh C. Pada kelompok varises kecil, 90% subjek memiliki derajat Child-Pugh A dan sisanya Child-Pugh C, sedangkan seluruh subjek pada kelompok non varises memiliki derajat sirosis Child-Pugh A. Secara statistik terdapat perbedaan prorposi derajat sirosis yang bermakna antara ketiga kelompok tersebut (p=0,007). Terdapat tendensi bahwa kelompok subjek dengan varises besar memiliki derajat sirosis yang lebih berat.

48 Perbandingan Indeks dan Parameter USG Doppler Lainnya Parameter hemodinamik splenoportal yang diukur pada penelitian ini meliputi panjang limpa, diameter vena porta, diameter vena lienalis, kecepatan aliran vena porta, kecepatan aliran vena lienalis, volume aliran vena lienalis, dan indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta. Setelah dilakukan uji Saphiro-Wilk diketahui bahwa data diameter vena porta, diameter vena lienalis dan kecepatan aliran vena porta memiliki distribusi normal sedangkan data panjang limpa, kecepatan aliran vena lienalis, volume aliran vena lienalis dan indeks penelitian ini memiliki distribusi tidak normal. Gambar 4.3. Histogram parameter USG Doppler distribusi normal Gambar 4.4. Histogram parameter USG Doppler distribusi tidak normal Parameter yang memiliki distribusi normal dilakukan uji ANOVA sedangkan parameter dengan distribusi tidak normal dilakukan uji Kruskal-Wallis.

49 35 Tabel 4.3. Nilai rerata parameter USG Doppler berdasarkan kelompok varises Berdasarkan panjang limpa, kelompok varises besar memiliki nilai tengah 14,90 cm (9,62 19,55 cm), kelompok varises kecil 11,96 cm (9,30 12,54 cm) dan kelompok non varises 9,35 cm (7,70 11,50 cm). Berdasarkan uji Kruskal-Wallis terdapat perbedaan yang bermakna antara panjang limpa di ketiga kelompok tersebut (p=0,003). Berdasarkan diameter vena porta, rerata kelompok varises besar adalah 1,02 ± 0,27 cm, kelompok varises kecil 0,82 ± 0,18 cm dan kelompok non varises 0,78 ± 0,25 cm. Pada uji ANOVA tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara diameter vena porta di ketiga kelompok tersebut (p=0,074). Berdasarkan diameter vena lienalis, kelompok varises besar memiliki rerata 0,99 ± 0,21 cm, sedangkan rerata untuk kelompok varises kecil adalah 0,73 ± 0,09 cm dan kelompok non varises memiliki rerata 0,52 ± 0,09 cm. Dengan uji ANOVA didapatkan perbedaan diameter vena lienalis yang bermakna di antara ketiga kelompok tersebut (p<0.001). Terdapat tendensi kelompok subjek dengan varises esofagus, terutama varises besar, memiliki diameter vena lienalis yang lebih besar, dibandingkan kelompok varises kecil dan non varises.

50 36 Berdasarkan kecepatan aliran vena porta, rerata untuk kelompok varises besar adalah 13,58 ± 4,80 cm/detik. Kelompok varises kecil memiliki rerata 18,53 ± 5,10 cm/detik dan kelompok non varises 16,65 ± 3,13 cm/detik. Pada uji ANOVA tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kecepatan aliran vena porta ketiga kelompok tersebut (p=0,065). Berdasarkan kecepatan aliran vena lienalis, kelompok varises besar memiliki nilai tengah 20,72 cm/detik (14,19 31,7 cm/detik), varises kecil 13,31 cm/detik (10,1 22,0 cm/detik) dan non varises 12,75 cm/detik (9,51 14,83 cm/detik). Berdasarkan uji Kruskal-Wallis terdapat perbedaan kecepatan aliran vena lienalis yang bermakna di antara ketiga kelompok tersebut (p=0,001), dengan tendensi kelompok dengan varises, terutama varises besar, memiliki kecepatan aliran vena lienalis yang lebih tinggi dibandingkan ke-lompok varises kecil dan non varises. Berdasarkan volume aliran vena lienalis, nilai tengah untuk kelompok varises besar adalah 861,64 ml/menit (452, ,88 ml/menit), kelompok varises kecil 352,54 ml/menit (177,01 465,15 ml/menit) dan kelompok non varises 162,77 ml/menit (77,26 280,23 ml/menit). Dengan uji Kruskal-Wallis, diketahui nilai ketiga kelompok tersebut berbeda bermakna (p<0,001). Kelompok dengan varises besar cenderung memiliki volume aliran vena lienalis yang lebih besar dibandingkan kelompok varises kecil dan non varises. Berdasarkan indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta, kelompok varises besar memiliki nilai tengah indeks 64,43 (46,67 145,88). Kelompok varises kecil memiliki nilai tengah indeks 21,18 (8,92 25,24) sedangkan nilai tengah indeks kelompok non varises adalah 9,60 (4,67 15,07). Berdasarkan uji Kruskal-Wallis, terdapat perbedaan nilai indeks yang bermakna (p<0,001) antara kelompok dengan varises besar, kecil dan non varises. Indeks pada kelompok varises besar cenderung lebih tinggi dibandingkan kelompok varises kecil. Begitu pula indeks pada kelompok varises kecil cenderung lebih tinggi dibandingkan kelompok non varises.

51 Kurva ROC Indeks dan Parameter USG Doppler Lainnya Pada penelitian ini dilakukan dua analisis ROC terhadap indeks, pertama dengan membagi subjek menjadi dua kelompok, yakni kelompok varises dan non varises dan pada analisis kedua subjek dibagi menjadi tiga kelompok, yakni non varises, varises kecil dan varises besar. Pada analisis ROC yang pertama, didapatkan titik potong optimal sebesar 15,78 dengan sensitifitas 90%, spesifisitas 100% dan luas area under the curve (AUC) sebesar 0,94. Pada analisis ROC kedua, didapatkan dua titik potong optimal indeks, yakni untuk membedakan kelompok varises kecil dan non varises, dan untuk membedakan kelompok varises besar dan kecil. Titik potong indeks yang pertama adalah 15,78. Pada nilai indeks tersebut didapatkan sensitifitas sebesar 80% dan spesifisitas 100%. Titik potong yang kedua adalah 36,0 dengan sensitifitas dan spesifisitas 100% untuk membedakan varises besar dan kecil. Parameter USG Doppler lainnya yang memiliki perbedaan yang bermakna diantara ketiga kelompok subjek yang dibandingkan meliputi panjang lien, diameter vena lienalis, kecepatan aliran vena lienalis dan volume aliran vena lienalis. Analisis kurva ROC juga dilakukan pada parameter-parameter tersebut untuk dibandingkan nilai akurasinya dengan indeks. Tabel 4.4. Titik potong dan akurasi indeks beserta parameter Doppler lainnya NV VK VB Sens Spes AUC Panjang Limpa 11, ,5 0,90 (cm) 12, ,70 Diameter Vena Lienalis 0, ,5 0,90 (cm) 0, ,92 Kecepatan Aliran Vena Lienalis 13, ,5 0,61 (cm/detik) 15, ,90 Volume Aliran Vena Lienalis 246, (ml/menit) 451, Indeks 15, , ,00

52 38 Analisis kurva ROC panjang lien menghasilkan nilai titik potong sebesar 11,31 cm dengan sensitifitas 80% dan spesifisitas 87,5% untuk membedakan varises kecil dan non varises, dan titik potong 12,12 cm dengan sensitifitas dan spesifisitas sebesar 60% untuk membedakan varises besar dan kecil. Analisis kurva ROC diameter vena lienalis menghasilkan nilai titik potong sebesar 0,615 cm, dengan sensitifitas 90% dan spesifisitas 87,5% untuk membedakan varises kecil dan non varises, dan titik potong 0,815 cm dengan sensitifitas dan spesifisitas 90% untuk membedakan varises besar dan kecil. Analisisi kurva ROC kecepatan aliran vena lienalis menghasilkan nilai titik potong sebesar 13,12 cm/detik dengan sensitifitas 50% dan spesifisitas 62,5% untuk membedakan varises kecil dan non varises, dan titik potong sebesar 15,06 cm/detik dengan sensitifitas 80% dan spesifisitas 90% untuk membedakan varises kecil dan besar, Analisis kurva ROC volume aliran vena lienalis menghasilkan nilai titik potong sebesar 246,205 ml/menit dengan sensifitas 90% dan spesifisitas 100% untuk membedakan varises kecil dan non varises, dan titik potong 451,035 ml/menit dengan sensitifitas 100% dan spesifisitas 90% untuk membedakan varises besar dan kecil. Bila dibandingkan dengan parameter ultrasonografi lainnya, yakni panjang lien, diameter vena lienalis dan kecepatan vena lienalis, indeks yang diteliti pada penelitian ini memiliki akurasi tinggi dengan spesifisitas terbaik, namun dalam hal sensitivitas, volume aliran vena lienalis sedikit lebih baik dalam membedakan kelompok varises kecil dan non varises.

53 BAB 5 PEMBAHASAN 5.1 Analisis Karakteristik Subjek Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 56 tahun dengan rentang usia tahun dan sebagian besar subjek adalah laki-laki. Subjek penelitian Sakr et al, Liu et al dan Mahmoud et al juga memiliki karakteristik yang serupa, dengan rerata usia subjek sekitar tahun. 15,21,39 Sebanyak 32% subjek pada penelitian ini tergolong relatif muda (< 50 tahun) untuk usia onset sirosis hati. Hal ini terkait dengan etiologi sirosis pada penelitian ini yang didominasi oleh infeksi virus hepatitis, terutama hepatitis B. Beberapa cara penularan virus hepatitis B adalah vertical transmission, transfusi darah, hubungan seksual dan penggunaan jarum suntik bersama. Angka kejadian vertical transmission yang masih cukup tinggi di negara berkembang menyebabkan onset infeksi hepatitis lebih dini dan sirosis hati juga terjadi di usia yang lebih awal dibandingkan dengan sirosis akibat alcoholic liver disease. Berbeda dengan negara maju (western countries), sirosis di negara berkembang, Asia dan Afrika pada umumnya dan Indonesia pada khususnya, lebih banyak disebabkan oleh Hepatitis B, sedangkan di negara maju tersebut alcoholic liver disease dan hepatitis C lebih dominan. Cakupan imunisasi hepatitis B dan skrining transfusi darah yang kurang adekuat, khususnya di masa lalu, dipikirkan menjadi faktor yang berkontribusi pada hal tersebut. Data epidemiologi global, yang didominasi negara-negara maju, memang menunjukkan adanya predileksi sirosis yang lebih tinggi pada laki-laki dibandingkan perempuan. Hal tersebut terkait dengan tendensi perilaku konsumsi alkohol yang memang lebih tinggi pada laki-laki. Sedangkan di negara-negara berkembang yang etiologi sirosisnya lebih terkait hepatitis, predileksi jenis kelamin umumnya tidak signifikan. Pada beberapa studi sebelumnya didapatkan proporsi laki-laki dan perempuan pada subjek sirosis hati berkisar antara 55:45 hingga 60:40. 15,21,39 Perbedaan yang cukup besar antara jumlah subjek laki-laki dan 39

54 40 perempuan pada penelitian ini (78:22) dipikirkan lebih disebabkan oleh jumlah sampel yang relatif kecil. Sebagian besar subjek penelitian ini berada pada grading Child-Pugh A dengan kecenderungan kelompok pasien varises besar berada pada grading Child-Pugh yang lebih tinggi (p=0,007). Guideline dari World Gastroenterology Organization tahun 2013 dan penelitian Sumon et al juga menyatakan adanya kecenderungan varises yang signifikan pada sirosis decompensated, yakni grade Child-Pugh B/C. 7,45 Secara patofisiologi perubahan hemodinamik sistem splenoportal dipengaruhi oleh derajat kerusakan liver, yang direpresetasikan oleh grading Child- Pugh tersebut. 5.2 Analisis Indeks dan Parameter USG Doppler Lainnya Sesuai dengan beberapa penelitian sebelumnya yang juga menjadi latar belakang penelitian ini, parameter hemodinamik vena porta terbukti tidak menunjukkan hubungan yang bermakna dengan derajat varises esofagus. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rezayat et al dan Shabestari et al. 20,28 Hemodinamika vena porta pada penelitian ini direpresentasikan oleh diameter dan kecepatan aliran vena porta, yang diukur dengan USG Doppler di regio hilus porta. Secara patofisiologi, hemodinamik vena porta di regio hilus dapat dipengaruhi oleh multipel kolateralisasi. Selain vena gastrica sinistra yang merupakan hulu dari varises esofagus, kolateral lain seperti vena paraumbilical, vena pancreaticoduodenal, serta cabang-cabang vena mesenterica superior dan inferior juga dapat memengaruhi hemodinamika vena porta. Adanya multipel kolateral tersebut dapat mengurangi derajat restriksi aliran vena porta di regio hilus, sehingga masih dimungkinkan suatu kondisi hipertensi porta dengan varises esofagus tanpa adanya perlambatan aliran maupun pertambahan diameter vena porta yang signifikan. Hal tersebut menyebabkan parameter hemodinamik vena porta di regio hilus kurang dapat merepresentasikan kondisi hipertensi porta dan varises esofagus secara akurat. Penelitian oleh Gupta et al menyatakan bahwa rekanalisasi vena paraumbilical sebagai kolateral dapat memengaruhi hemodinamik vena porta dan merupakan

55 41 faktor protektif terhadap varises esofagus. 46 Selain multipel kolateralisasi, variabilitas kecepatan aliran vena porta diketahui juga dapat dipengaruhi oleh durasi puasa yang terlalu panjang. 47,48 Berdasarkan hasil penelitian dan landasan kepustakaan tersebut, maka diameter dan kecepatan aliran vena porta tidak reliable untuk digunakan sebagai indikator tunggal adanya varises esofagus. Sebagian besar kolateral di sistem splenoportal terletak di distal dari hilus vena lienalis sehingga parameter hemodinamik di regio hilus lien lebih sedikit terpengaruh oleh kolateralisasi tersebut. Oleh sebab itu dipikirkan bahwa parameter hemodinamik lien dapat menjadi indikator derajat hipertensi porta dan varises esofagus yang lebih baik. Pada penelitian ini terbukti beberapa parameter hemodinamik lien memiliki hubungan yang bermakna dengan derajat varises esofagus. Parameter tersebut meliputi panjang limpa, diameter vena lienalis, kecepatan aliran vena lienalis, volum aliran vena lienalis. Hal ini konsisten dengan teori bahwa terjadi proses kongesti dan hyperdynamic splanchnic circulation pada pasien sirosis hati. Kongesti lien terutama akan bermanifestasi pada bertambahnya ukuran limpa dan diameter vena lienalis sedangkan kondisi hyperdynamic splanchnic circulation akan meningkatkan kecepatan dan volume aliran vena lienalis. Mahmoud et al, Liu et al dan Hekmatnia et al dalam penelitiannya menyatakan bahwa ukuran limpa merupakan parameter yang berhubungan dengan varises esofagus. 15,39,49 Penelitian Rezayat et al di sisi lain tidak mendapatkan hubungan tersebut. Secara teoritis, splenomegali pada pasien sirosis disebabkan karena kongesti vaskular yang masih dapat dipengaruhi oleh kolateralisasi, meskipun pengaruh tersebut tidak sebesar pengaruh kolateral terhadap hemodinamik vena porta di regio hilus. Faktor tersebut dipikirkan sebagai penyebab penelitian Rezayat et al mendapatkan hasil yang inkonsisten dengan penelitian lainnya. Pada penelitian ini diketahui bahwa parameter panjang limpa memiliki memiliki kelemahan dalam membedakan varises besar dan kecil. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan kolateralisasi yang lebih banyak pada kelompok subjek dengan derajat sirosis yang lebih tinggi sehingga meningkatkan variabilitas derajat kongesti lien dan ukuran limpa.

56 42 Pada penelitian ini terbukti bahwa parameter volume aliran vena lienalis memiliki akurasi yang sangat baik sebagai indikator varises esofagus. Hasil ini konsisten dengan penelitian sebelumnya oleh Yin et al dan Sakr et al. Parameter volume aliran vena lienalis juga memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan masingmasing parameter tunggal yakni kecepatan aliran dan diameter vena lienalis. Hal ini dipikirkan karena adanya variasi proporsi pengaruh derajat kongesti dan hyperdynamic splanchnic circulation pada hipertensi porta, sehingga parameter kombinasi yang di dalamnya terdapat komponen diameter dan kecepatan, dalam hal ini volume aliran vena lienalis, dapat memberikan akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan salah satu parameter tunggal tersebut. Indeks yang diteliti pada penelitian ini terbukti memiliki akuurasi yang tinggi sebagai indikator varises esofagus. Indeks ini menggabungkan dua landasan hemodinamik yang terjadi pada hipertensi porta dan varises esofagus, yakni proses hyperdynamic splanchnic circulation dan restriksi aliran vena porta atau kongesti pasif. Indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta terbukti memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan volume aliran vena lienalis dan parameter hemodinamik USG Doppler lainnya dalam membedakan kelompok varises besar dan kecil. Parameter indeks dan volume aliran vena lienalis memiliki akurasi yang baik dalam hal membedakan kelompok varises kecil dan non varises namun sensitifitas indeks masih lebih rendah jika dibandingkan volume aliran vena lienalis. Hal ini dipikirkan karena pengaruh variabilitas kecepatan aliran vena porta sebagai komponen indeks yang masih terpengaruh oleh kolateralisasi. Di sisi lain, komponen kecepatan aliran vena porta tersebut terbukti dapat meningkatkan spesifisitas indeks dalam membedakan kelompok varises besar dan kecil jika dibandingkan dengan parameter volume aliran vena lienalis saja. Parameter kombinasi splenoportal lainnya yang pernah diteliti sebelumnya adalah splenoportal index (SPI). Indeks ini merupakan perbandingan antara splenic index terhadap kecepatan aliran vena porta. Liu et al melaporkan bahwa indeks ini memiliki akurasi yang lebih tinggi untuk membedakan kelompok varises dan non varises jika dibandingkan parameter tunggal, yakni kecepatan aliran vena porta saja atau splenic index saja. 39 Pada analisis kurva ROC, dengan titik potong optimal 3, didapatkan area under the curve (AUC) sebesar 0,93 sedangkan AUC untuk splenic

57 43 index dan kecepatan aliran vena porta masing-masing adalah 0,90 dan 0,67. Mahmoud et al dalam penelitiannya juga mendapatkan hasil serupa. Pada penelitian tersebut didapatkan titik potong optimal SPI sebesar 3,57 dengan AUC sebesar 0,89. Nilai AUC SPI tersebut lebih tinggi dibandingkan AUC kecepatan aliran vena porta (0,68) dan panjang limpa (0,67). 15 Indeks yang diteliti pada penelitian ini memiliki dasar konseptual yang sama dengan SPI dengan akurasi yang sedikit lebih tinggi (AUC 0,94 terhadap 0,89-0,93). Perbedaan antara keduanya terletak pada parameter yang merepresentasikan hemodinamik lien. Pada SPI kondisi tersebut direpresentasikan oleh splenic index sedangkan pada penelitian ini direpresentasikan oleh volume aliran vena lienalis. Secara teoritis volume aliran vena lienalis merupakan representasi kondisi hyperdynamic splanchnic circulation yang lebih baik karena merupakan kuantifikasi langsung dari aliran vaskular sistem splanchnic yang paling dominan dan lebih sedikit terpengaruh oleh faktor multipel kolateralisasi. Kelebihan tersebut dipikirkan berkontribusi pada akurasi yang lebih tinggi. 5.3 Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian yang utama adalah keterbatasan jumlah subjek, khususnya pada kelompok non varises. Hal ini terkait dengan sistem rujukan bertahap yang mulai dijalankan secara nasional sedangkan rumah sakit tempat penelitian adalah rumah sakit rujukan akhir. Sebagian besar pasien pada tempat penelitian adalah pasien dengan stadium lanjut atau dengan komplikasi. Pasien sirosis hati tanpa varises cenderung lebih jarang ditemui dibandingkan pasien dengan varises, karena umumnya pasien sirosis tanpa komplikasi sudah ditangani di layanan primer atau sekunder. Kemungkinan kolateralisasi multipel juga dipikirkan menjadi keterbatasan penelitian ini. Pada penelitian ini status kolateralisasi seringkali sulit dievaluasi karena udara usus prominen, sehingga sulit mendapatkan accoustic window pada lokasi-lokasi kolateralisasi. Vena paraumbilikal sebagai kolateral yang relatif lebih mudah dievaluasi hanya ditemukan pada dua subjek sehingga tidak memenuhi syarat minimal dianalisis secara statistik.

58 BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Sesuai tujuan dari penelitian ini, maka didapatkan kesimpulan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta secara ultrasonografi dengan derajat varises esofagus secara endoskopi pada pasien sirosis hati. Indeks tersebut pada kelompok pasien dengan varises esofagus besar lebih tinggi dibandingkan dengan indeks kelompok varises kecil, dan indeks pada kelompok varises kecil lebih tinggi dibandingkan indeks kelompok non varises. Selain itu, juga didapatkan kesimpulan tambahan bahwa nilai titik potong indeks sebesar 15,78 memiliki sensitivitas 80% dan spesifisitas 100% untuk membedakan kelompok varises kecil dengan non varises, dan nilai titik potong indeks sebesar 36,0 memiliki sensitivitas dan spesifisitas 100% untuk membedakan kelompok varises besar dengan varises kecil. Indeks tersebut memiliki akurasi yang lebih tinggi dibandingkan sebagian besar parameter USG Doppler lainnya, namun untuk membedakan varises kecil dan non varises, parameter volume aliran vena lienalis memiliki sensitivitas yang lebih tinggi. 6.2 Saran 1. Indeks volume aliran vena lienalis terhadap kecepatan aliran vena porta hendaknya diukur secara rutin pada pemeriksaan ultrasonografi abdomen pasien sirosis hati. 2. Pada pasien dengan sirosis compensated, selain indeks tersebut, volume aliran vena lienalis sebaiknya juga dipertimbangkan sebagai indikator adanya varises terkait sensitifitasnya yang lebih tinggi dalam membedakan kelompok varises kecil dan non varises. 3. Nilai titik potong indeks dan volume aliran vena lienalis yang dihasilkan pada penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai upaya deteksi dini varises pada pasien sirosis hati, sehingga dapat menjadi dasar untuk melakukan : 44

59 45 a. Follow-up intensif pada kelompok varises kecil dengan sirosis compensated b. Inisiasi profilaksis dini pada kelompok varises kecil dengan sirosis decompensated c. Pemeriksaan lanjutan dan profilaksis yang agresif pada kelompok varises besar

60 DAFTAR PUSTAKA 1. Schuppan D, Afdhal NH. Liver cirrhosis. Lancet. 2008;371(9615): Tsochatz EA, Bosch J, Burroughs AK. Liver cirrhosis. Lancet. 2014;383(9930): Sulaiman, Akbar, Lesmana dan Noer Buku Ajar Ilmu Penyakit Hati. Jakarta: Jayabadi. 4. Malau AS. Karakteristik Penderita Sirosis Hati yang Dirawat Inap di Rumah Sakit Martha Friska Medan Tahun Diunduh dari tanggal 10 Juli Maruyama H, Yokosuka O. Pathophysiology of portal hypertension and esophageal varices. International Journal of Hepatology. 2012: Hilzenrat N, Sherker AH. Esophageal varices: pathophysiology, approach, and clinical dilemmas. International Journal of Hepatology. 2012: LaBrecque D, Khan AG, Sarin SK, Mair AWL, Dite P, Fried M et al. Esophageal varices. World Gastroenterology Organisation Global Guidelines. 2013: Banerjee BJK. Portal hypertension. Medical Journal Armed Forces India. 2012;68: Vizzutti F, Arena U, Rega L, Pinzani M. Non invasive diagnosis of portal hypertension in cirrhotic patients. Gastroenterol Clin Bio. 2008;32: Bosch J, Abraldes JG, Berzigotti A, Garcia-Pagan JC. Portal hypertension and gastrointestinal bleeding. Semin Liver Dis. 2008;28: Anand V, Kumar RS, Ramkumar G, Muthukumaran K, Balamurall R, Ganesh P et al. Portal haemodynamics as a predictor of oesophageal varices in cirrhotic patients. IOSR-JDMS. 2014;2(2): Bintintan A, Chira RI, Mircea PA. Non-invasive ultrasound-based diagnosis and staging of esophageal varices in liver cirrhosis. A systematic review of the literature published in the third millenium. Med Ultrasound. 2013;14(2): Kim G, Cho YZ, Baik SK, Kim MY, Hong WK, Kwon SO. The accuracy of of ultrasonography for the evaluation of portal hypertension in patients with cirrhosis : a systematic review. Korean J Radiol. 2015;16(2): Zhang L, Yin J, Duan Y, Yang Y, Yuan L, Cao T. Assesment of intrahepatic blood flow by Doppler ultrasonography: relationship between the hepatic vein, portal vein, hepatic artery and portal pressure measured intraoperatively in patients with portal hypertension. BMC Gastroenterology. 2011;11(84): Mahmoud HS, Mostafa EF, Mohammed MAW. Role of portal haemodynamic parameters in prediction of oesophageal varices in cirrhotic patients. Arab Journal of Gastroenterology. 2014;15:

61 Yang SS. Duplex doppler ultrasonography in portal hypertension. J Med Ultrasound. 2007;15(2): Nakshabandi NA. The role of ultrasonography in portal hypertension. 2006;12(3): Shastri M, Kulkarni S, Patell R Jasdanwala S. Porta vein doppler: a tool for non-invasive prediction of esophageal varices in cirrhosis. Journal of Clinical And Diagnostic Research. 2014;6(7): Mittal P, Gupta R, Mittal G, Kalia V. Association between portal vein color doppler findings and the severity of disease ini cirhhotic patients with portal hypertension. Iran Radiol. 2011;8(4): Shabestari A, Nikoukar E, Bakhshandeh H. Hepatic doppler ultrasound in assesment of the severity of esophageal varices in cirrhotic patients. Iran. J. Radiol. 2007;4(3): Sakr M, Kadder SA, Barakat E, Abdelhakam S, Ibrahim W, Ghaffar SA et al. Non-endoscopic parameters for prediction of esophagogastric varices in chronic liver disease patients : a novel prediction score for the presence of varices. Nature and Science. 2011;9(10): Elbarbary AA, Elbedewy MM, Elbadry AM. Hemodynamic analysis of portal hypertension in patients with liver cirrhosis. Tanta Medical Journal. 2014;42(4): Singal AK, Ahmad M, Soloway RD. Duplex doppler ultrasound examination of the portal venous system: an emerging novel technique for the estimation of portal vein pressure. Dig Dis Sci. 2010;55: Bolognesi M, Sacerdoti D, Merkel C, Bombonato G, Gatta A. Noninvasive grading of the severity of portal hypertension in cirrhotic patients by echo-color-doppler. Ultrasound Med Biol. 2001;27: Taourel P, Blanc P, Dauzat M. Doppler study of mesenteric, hepatic, and portal circulation in alcoholic cirrhosis: relationship between quantitative Doppler measurements and the severity of portal hypertension and hepatic failure. Hepatology. 1998;28: Merkel C, Sacerdoti D, Bolognesi M, Bombonato G, Gatta A. Doppler sonography and hepatic vein catheterization in portal hypertension: assessment of agreement in evaluating severity and response to treatment. J Hepatol. 1998;28: Wiechoswska-Koslowska A, Zasada K, Milkiewicz M, Milkiewicz P. Correlation between endosonographic and doppler ultrasound features of portal hypertension in patients with cirrhosis. Gastroenterology Research and Practice. 2012; Rezayat KA, Mansour F, Alizadeh A, Shafaghi A, Jandaghi AB. Doppler surrogate endoscopy for screening esophageal varices in patients with cirrhosis. 2014;14(1):1-5.

62 Kayacetin E, Efe D, Dogan C. Portal and splenic hemodynamics in cirrhotic patients: relationship between esophageal varices bleeding and the severity of hepatic failure. J Gastroenterol. 2004;39: Yin XY, Lu MD, Huang JF, Xie XY, Liang LJ. Color doppler velocity profile assesment of portal hemodynamics in cirrhotic patients with portal hypertension: correlation with esophageal variceal bleeding. J Clin Ultrasound. 2001;29: Sato S, Tsubaki T, Kako M, Kanai K. Measurement of portal and splenic venous flow volume (PV and SV), congestion index (CI) and SV/PV% in various liver disease using Doppler echo-sonography. Nikon Shokakibyo Gakkai Zasshi. 1996:93(5): Burroughs AK. The hepatic artery, portal venous system and portal hypertension : the hepatic veins and liver in circulatory failure. Sherlock s Disease of the Liver and Biliary System. Chapter Blackwell Publishing Henderson J M. Portal hypertension. In: Debas HT, editors. Gastrointestinal Surgery. 1 st ed. Springer; Garcia G, Sanyal AJ, Grace ND, Carey W et al. Prevention and management of gastro-esophageal varices and variceal hemorrhage in cirrhosis. Hepatology. 2007;46(3): Wright AS, Rikkers LF. Current management of portal hypertension. The Society for Surgery of the Alimentary Tract. 2005;9(7): Franchis DR. Revising consensus in portal hypertension: report of the baveno V consensus workshop on methodology of diagnosis and therapy in portal hypertension. Journal of Hepatology. 2010;53: Allan R. Ultrasound assesment of portal hypertension. Sound Effects. 2006;1: Perisic MD, Culafic DM, Kerkes M. Specificity of splenic blood flow in liver cirrhosis. Rom J Intern Med. 2005;43(1-2): Liu CH, Hsu SJ, Liang CC, Tsai FC, Lin JW, Liu CJ. Esophageal varices: noninvasive diagnosis with duplex doppler us in patients in compensated cirrhosis. Radiology. 2008;248(1): Wadhwa RK, Abbas Z, Hasan SM, Luck NH, Younus M, Anis S et al. Platelet count to splenic diameter ratio and splenoportal index as noninvasive screening tools in predicting esophageal varices in patients with liver cirrhosis. Journal of translational internal medicine. 2014;3(2): Augustin S, Gonzales A, Genesca J. Acute esophageal variceal bleeding: current strategies and new perspectives. World J Hepatol. 2010;2(7):

63 Rajoriya N, Gorard DA. Endoscopic management of oesophageal and gastric varices. Book Article. Endoscopy of GI Tract Fidelman N, Kwan SW, LaBerge JM, Gordon RL, Ring EJ, Kerlan RK. The transjugular intrahepatic portosystemic shunt: an update. AJR. 2012;199: Yano Y, Utsumi T, Lusida MI, Hayashi Y. Hepatitis B virus infection in Indonesia. World J Gastroenterol. 2015;21(38): Sumon SM, Sutradhar SR, Chowdhury M, Khan NA, Uddin MZ, Hasan MI et al. Relation of different grades of esophageal varices with Child- Pugh classes in cirrhosis of liver. Myemensingh Med J. 2013;22(1): Gupta D, Chawla YK, Dhiman RK, Suri S, Dilawari JB. Clinical significance of patent paraumbilical vein in patients with liver cirrhosis. Digestive Diseases and Sciences. 2000;45(9): Ibinaiye PO, Aiyekomogbon JO, Tabari MA, Chom ND, Hamidu AU, Yusuf R. Determination of normal portal vein parameters on triplex ultrasound scan among adults in Zaria, Nigeria. Sub-Saharan African Journal of Medicine. 2015;2(1): Yazdi R, Sotoudeh. Assesment of normal doppler parameters of portal vein and hepatic artery in 37 healthy Iranian volunteers. Iran J Radiol. 2006;3(4): Hekmatnia A, Bariklbin R, Farghadani M, Omidifar N, Adibi P. Prediction and screening of esophageal varices in cirrhotic patients using doppler US hemodynamic indices of portal system. Gastroenterology Insights. 2011;3(4):11-14

64 50 LAMPIRAN 1. Surat Keterangan Lolos Kaji Etik Fakultas Kedokteran UI

65 51 LAMPIRAN 2. Surat Persetujuan Penelitian RSUPN Cipto Mangunkusumo

66 52 LAMPIRAN 3. Formulir Persetujuan Penelitian (Informed Consent)

67 53 LAMPIRAN 4. Data Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. varises pada pasien dengan sirosis sekitar 60-80% dan risiko perdarahannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perdarahan varises esofagus (VE) merupakan satu dari banyak komplikasi mematikan dari sirosis karena tingkat mortalitasnya yang tinggi. Prevalensi varises

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi

BAB I PENDAHULUAN. peradangan sel hati yang luas dan menyebabkan banyak kematian sel. Kondisi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah penyakit hati menahun yang mengenai seluruh organ hati, ditandai dengan pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Keadaan tersebut terjadi karena

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014).

BAB 1 PENDAHULUAN. pemeriksaan rutin kesehatan atau autopsi (Nurdjanah, 2014). BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sirosis hepatis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu penyakit yang memiliki penyebaran di seluruh dunia. Individu yang terkena sangat sering tidak menunjukkan gejala untuk jangka waktu panjang,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan masalah Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan penyebab kematian kesembilan di Amerika Serikat dan bertanggung jawab terhadap 1,2% seluruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Sirosis adalah suatu keadaan patologik yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit hati dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Banyak pasien yang meninggal pada dekade

Lebih terperinci

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang

B A B I PENDAHULUAN. kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang B A B I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Penyakit hati kronis termasuk sirosis telah menjadi masalah bagi dunia kesehatan global karena prevalensinya yang cukup tinggi, etiologinya yang komplek, meningkatnya

Lebih terperinci

Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size)

Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size) EVIDENCE-BASED CASE REPORT Pengukuran Hipertensi Portal dengan Metode Invasive (HVPG) dan Non Invasive (Fibroscan, Spleen size) dr. Herikurniawan NPM: 1106024432 PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER SPESIALIS I DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu

Bab 1 PENDAHULUAN. tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu Bab 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. SIROSIS HATI Sirosis hati adalah penyakit hati yang menahun yang difus yang ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatik merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif (Nurdjanah, 2009). Sirosis hepatik merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit perlemakan hati non alkohol atau Non-alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan kumpulan gangguan hati yang ditandai dengan adanya perlemakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi Sirosis Hati (SH) diseluruh dunia menempati urutan ketujuh penyebab kematian.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Prevalensi Sirosis Hati (SH) diseluruh dunia menempati urutan ketujuh penyebab kematian. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi Sirosis Hati (SH) diseluruh dunia menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal tiap tahun akibat penyakit ini. Prevalensi penyakit

Lebih terperinci

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B

HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B HUBUNGAN SKOR APRI DENGAN DERAJAT VARISES ESOFAGUS PASIEN SIROSIS HATI KARENA HEPATITIS B SKRIPSI Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran ELSY NASIHA ALKASINA G0014082 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk

RINGKASAN. Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk RINGKASAN Penyakit hati kronis merupakan masalah kesehatan masyarakat, tetapi sering tidak diketahui, karena tidak menunjukkan gejala untuk waktu yang sangat lama, dan baru terdeteksi ketika fibrosis telah

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG. Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sirosis hati (SH) menjadi problem kesehatan utama di dunia. Sirosis hati dan penyakit hati kronis penyebab kematian urutan ke 12 di Amerika Serikat pada tahun 2002,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirosis hati 2.1.1 Definisi Kata sirosis berasal dari kata kirrhos yang merupakan bahasa Yunani, yang berarti oranye atau kuning kecoklatan, dan osis, berarti kondisi. Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis merupakan suatu penyakit hati kronis yang menggambarkan stadium akhir dari fibrosis hepatik, peradangan, nekrosis atau kematian sel-sel hati, dan terbentuknya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari

BAB I PENDAHULUAN. bentuk nodul-nodul yang abnormal. (Sulaiman, 2007) Penyakit hati kronik dan sirosis menyebabkan kematian 4% sampai 5% dari BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG PENELITIAN Sirosis hati adalah merupakan perjalanan akhir berbagai macam penyakit hati yang ditandai dengan fibrosis. Respon fibrosis terhadap kerusakan hati bersifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Istilah penyakit hati kronik merupakan suatu kondisi yang memiliki etiologi berbeda yang ada dan berlangsung terus menerus, meliputi hepatitis kronik dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. WHO pada tahun 2002, memperkirakan pasien di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang WHO pada tahun 2002, memperkirakan 783 000 pasien di dunia meninggal akibat sirosis hati. Sirosis hati paling banyak disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan infeksi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah

LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah PERBANDINGAN VALIDITAS MADDREY S DISCRIMINANT FUNCTION DAN SKOR CHILD-PUGH DALAM MEMPREDIKSI KETAHANAN HIDUP 12 MINGGU PADA PASIEN DENGAN SIROSIS HEPATIS LAPORAN AKHIR PENELITIAN Karya Tulis Ilmiah Diajukan

Lebih terperinci

Portal Hypertension. Penyebab

Portal Hypertension. Penyebab Portal Hypertension Portal hypertension adalah peningkatan tekanan darah pada sistem pembuluh darah yang disebut sistem vena porta. Vena yang berasal dari lambung, usus, limpa, dan pankreas bergabung menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit. kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Sirosis hati merupakan stadium akhir dari penyakit kronis hati yang berkembang secara bertahap (Kuntz, 2006). Pada sirosis hati terjadi kerusakan sel-sel

Lebih terperinci

SIROSIS HEPATIS R E J O

SIROSIS HEPATIS R E J O SIROSIS HEPATIS R E J O PENGERTIAN : Sirosis hepatis adalah penyakit kronis hati oleh gangguan struktur dan perubahan degenerasi fungsi seluler dan selanjutnya perubahan aliran darah ke hati./ Jaringan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012).

BAB I PENDAHULUAN. satu kegawatdaruratan paling umum di bidang bedah. Di Indonesia, penyakit. kesembilan pada tahun 2009 (Marisa, dkk., 2012). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanda dan gejala klasik apendisitis akut pertama kali dilaporkan oleh Fitz pada tahun 1886 (Williams, 1983). Sejak saat itu apendisitis akut merupakan salah satu kegawatdaruratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diabetes mellitus (DM) merupakan penyakit heterogen yang serius yang ditandai oleh peningkatan kadar glukosa darah kronik (Asdi, 2000). Risiko kematian penderita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kesembilan di Amerika Serikat, sedangkan di seluruh dunia sirosis menempati urutan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit hati menahun dan sirosis merupakan salah satu penyakit dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi. Sirosis hati merupakan penyebab kematian kesembilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari struktur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tromboemboli vena (TEV) termasuk didalamnya trombosis vena dalam (TVD)/Deep Vein Thrombosis (DVT) dan pulmonary embolism (PE) merupakan penyakit yang dapat

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN

PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 1 PROPORSI DAN KARAKTERISTIK PENYEBAB PERDARAHAN SALURAN CERNA BAHAGIAN ATAS BERDASARKAN HASIL PEMERIKSAAN ENDOSKOPI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010 Oleh : AGUS PRATAMA PONIJAN 080100396 FAKULTAS

Lebih terperinci

Hasil. Hasil penelusuran

Hasil. Hasil penelusuran Pendahuluan Karsinoma hepatoselular (KHS) adalah keganasan kelima tersering di seluruh dunia, dengan angka kematian sekitar 500.000 per tahun. Kemajuan dalam pencitraan diagnostik dan program penapisan

Lebih terperinci

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis. Oleh Rosiana Putri, , Kelas A. Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Etiologi dan Patofisiologi Sirosis Hepatis Oleh Rosiana Putri, 0806334413, Kelas A Mahasiswa Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia Sirosis adalah penyakit hati kronis yang dicirikan dengan distorsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hati dan pembentukan nodulus regeneratif (Sherlock dan Dooley, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati (cirrhosis hati / CH) adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hati yang ditandai dengan distorsi arsitektur hati dan

Lebih terperinci

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit

sex ratio antara laki-laki dan wanita penderita sirosis hati yaitu 1,9:1 (Ditjen, 2005). Sirosis hati merupakan masalah kesehatan yang masih sulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) tidak hanya disebabkan oleh asites pada sirosis hati melainkan juga disebabkan oleh gastroenteritis dan pendarahan pada saluran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. KHS terjadi di negara berkembang. Karsinoma hepatoseluler merupakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian 1. Perumusan Masalah Karsinoma hepatoseluler (KHS) merupakan kanker terbanyak kelima pada laki-laki (7,9%) dan ketujuh pada wanita 6,5%) di dunia, sebanyak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Hepatitis kronik virus B dan virus C adalah masalah kesehatan di seluruh dunia dan penyebab terjadinya proses fibrosis hati dan berakhir pada sirosis hati

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu

BAB I PENDAHULUAN. paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatoma ( karsinoma hepatoseluler ) merupakan salah satu tumor yang paling sering ditemukan didunia. Tumor ini sangat prevalen didaerah tertentu di Asia dan Afrika

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar orang

BAB 1 PENDAHULUAN. menempati urutan ketujuh penyebab kematian. Sekitar orang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati (liver cirrhosis) merupakan perjalanan patologi akhir berbagai penyakit hati (Franchis R, 2005). Prevalensi sirosis hati (SH) diseluruh dunia menempati

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sirosis Hati 2.1.1 Definisi Sirosis hati merupakan penyakit kronis hati yang ditandai dengan fibrosis, disorganisasi dari lobus dan arsitektur vaskular, dan regenerasi nodul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi,

BAB I PENDAHULUAN. penyakit dan perawatan orang sakit, cacat dan meninggal dunia. Advokasi, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keperawatan meliputi kemandirian atau kolaboratif dalam merawat individu, keluarga, kelompok dan komunitas, baik sakit atau sehat dengan segala kondisi yang meliputinya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan

I. PENDAHULUAN. sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembesaran kelenjar (nodul) tiroid atau struma, sering dihadapi dengan sikap yang biasa saja oleh penderita, oleh karena tidak memberikan keluhan yang begitu berarti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hepatitis virus B dan C. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat bersama-sama atau berdiri

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. hepatitis virus B dan C. Selain itu, faktor risiko lain yang dapat bersama-sama atau berdiri BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyakit sirosis hati merupakan kelanjutan fibrosis hati yang progresif dengan gambaran hampir semua penyakit kronik hati. Etiologi paling sering adalah infeksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan. yang disebabkan oleh berbagai sebab dengan karakteristik adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) merupakan gangguan metabolisme dengan karakteristik adanya tanda-tanda hiperglikemia akibat ketidakadekuatan fungsi dan sekresi insulin (James,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009).

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenatif (Nurdjanah, 2009). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka

Berdasarkan data WHO (2004), sirosis hati merupakan penyebab kematian ke delapan belas di dunia, hal itu ditandai dengan semakin meningkatnya angka BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hepatis merupakan penyakit hati kronis yang tidak diketahui penyebabnya dengan pasti. Telah diketahui bahwa penyakit ini merupakan stadium akhir dari penyakit

Lebih terperinci

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen

DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen DIABETES MELLITUS I. DEFINISI DIABETES MELLITUS Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme yang secara genetis dan klinis termasuk heterogen dengan manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat.

Lebih terperinci

Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites

Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites Evidence Based Case Report Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites Oleh : Dr. Krishna Adi Wibisana Program Pendidikan Dokter Spesialis I Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati merupakan suatu kondisi dimana jaringan hati yang normal digantikan oleh jaringan parut (fibrosis) yang terbentuk melalui proses bertahap. Jaringan parut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah

BAB I PENDAHULUAN. limfoid, dan sel neuroendocrine. Dari beberapa sel-sel tersebut dapat berubah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Hati merupakan organ tubuh manusia yang terbentuk dari berbagai tipe sel, seperti hepatosit, epitel biliaris, endotel vaskuler, sel Kupfer, sel stelata, sel limfoid,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling. mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kanker ovarium merupakan keganasan yang paling mematikan di bidang ginekologi. Setiap tahunnya 200.000 wanita didiagnosa dengan kanker ovarium di seluruh dunia dan 125.000

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih

BAB 1 PENDAHULUAN. bedah pada anak yang paling sering ditemukan. Kurang lebih BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Sekitar 5%-10% dari seluruh kunjungan di Instalasi Rawat Darurat bagian pediatri merupakan kasus nyeri akut abdomen, sepertiga kasus yang dicurigai apendisitis didiagnosis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada

BAB I PENDAHULUAN. mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Adanya eritropoiesis inefektif dan hemolisis eritrosit yang mengandung badan inklusi di darah tepi menyebabkan anemia pada talasemia mayor (TM), 1,2 sehingga diperlukan

Lebih terperinci

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung

ABSTRAK. Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung ABSTRAK Gambaran Ankle-Brachial Index (ABI) Penderita Diabetes mellitus (DM) Tipe 2 Di Komunitas Senam Rumah Sakit Immanuel Bandung Ananda D. Putri, 2010 ; Pembimbing I : H. Edwin S., dr, Sp.PD-KKV FINASIM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien

BAB I PENDAHULUAN. memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pada pasienpasien BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Intensive Care Unit (ICU) merupakan cabang ilmu kedokteran yang memfokuskan diri dalam bidang life support atau organ support pasienpasien sakit kritis yang kerap membutuhkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apendisitis akut adalah peradangan/inflamasi dari apendiks vermiformis (umbai cacing). 1,2 Penyakit ini diduga inflamasi dari caecum (usus buntu) sehingga disebut typhlitis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus

BAB I PENDAHULUAN. A (HAV), Virus Hepatitis B (HBV), Virus Hepatitis C (HCV), Virus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hepatitis adalah penyakit peradangan pada hati atau infeksi pada hati yang disebabkan oleh bermacam-macam virus. Telah ditemukan 6 atau 7 kategori virus yang menjadi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian observasional dengan pengukuran data yang artinya terhadap subjek yang diteliti tidak diberikan perlakuan dan pengambilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis. pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rinosinusitis kronis merupakan inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasal yang berlangsung selama minimal 12 minggu berturut-turut. Rinosinusitis kronis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum disebabkan peningkatan enzim liver. Penyebab yang mendasari fatty liver

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. umum disebabkan peningkatan enzim liver. Penyebab yang mendasari fatty liver BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fatty adalah akumulasi triglycerid lemak lainnya di hepatosit. Paling umum disebabkan peningkatan enzim. Penyebab yang mendasari fatty dapat berhubungan alkohol

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit batu kandung empedu atau kolelitiasis merupakan penyakit yang lazim ditemukan dalam masyarakat, terutama pada wanita dan usia lanjut. Walaupun penyakit ini

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta

BAB 1 PENDAHULUAN. kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Efusi pleura merupakan suatu keadaan yang cukup sering dijumpai. Angka kejadiannya secara internasional diperkirakan lebih dari 3000 orang dalam 1 juta populasi

Lebih terperinci

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO

PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PERBEDAAN CARDIOTHORACIC RATIO PADA FOTO THORAX STANDAR USIA DI BAWAH 60 TAHUN DAN DI ATAS 60 TAHUN PADA PENYAKIT HIPERTENSI DI RS. PKU MUHAMMADIYAH SURAKARTA SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang penelitian. permeabilitas mikrovaskular yang terjadi pada jaringan yang jauh dari sumber infeksi BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang penelitian Sepsis merupakan suatu sindrom klinis infeksi yang berat dan ditandai dengan tanda kardinal inflamasi seperti vasodilatasi, akumulasi leukosit, dan peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas

BAB I PENDAHULUAN. Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan. kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Hepatitis adalah inflamasi pada sel-sel hati yang menghasilkan kumpulan perubahan klinis, biokimia, serta seluler yang khas (Baughman, 2000). Hepatitis merupakan suatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. membuat protein, dan mengatur sensitivitas tubuh terhadap hormon BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tiroid merupakan salah satu kelenjar endokrin pada tubuh manusia yang terletak di bagian depan leher. Kelenjar tiroid menghasilkan hormon tiroksin dan triodotironin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi

BAB I PENDAHULUAN. akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sirosis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1

BAB I PENDAHULUAN. merupakan salah satu tempat terjadinya inflamasi primer akut. 3. yang akhirnya dapat menyebabkan apendisitis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Salah satu penyakit bedah mayor yang sering terjadi adalah. 1 merupakan nyeri abdomen yang sering terjadi saat ini terutama di negara maju. Berdasarkan penelitian epidemiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Sirosis hati merupakan penyakit hati menahun yang difus ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab. morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Glomerulonefritis akut masih menjadi penyebab morbiditas ginjal pada anak terutama di negara-negara berkembang meskipun frekuensinya lebih rendah di negara-negara maju

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat,

BAB 1 PENDAHULUAN. Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah pasien gagal ginjal kronis setiap tahun semakin meningkat, memerlukan akses vaskular yang cukup baik agar dapat menjalani proses pencucian darah atau hemodialisis.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Infeksi saluran kemih (ISK) adalah suatu keadaan yang menyebabkan kuman dapat tumbuh dan berkembang-biak di dalam saluran kemih (Hasan dan Alatas, 1985).

Lebih terperinci

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK

HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK 1 HIPERTENSI ARTERI PULMONAL IDIOPATIK Augustine Purnomowati Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran UNPAD Bandung 2 Hipertensi Arteri Pulmonal Idiopatik Penerbit Departemen Kardiologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang merupakan masalah kesehatan dunia yang serius. World Health Organization (WHO) memperkirakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir

BAB I PENDAHULUAN. dalam bidang kesehatan dan perekonomian dunia. Selama empat dekade terakhir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (SCBA) merupakan salah satu kasus kegawatan dibidang gastroenterologi yang saat ini masih menjadi permasalahan dalam bidang kesehatan

Lebih terperinci

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016

ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 ABSTRAK HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP ANGKA KEJADIAN PREEKLAMPSIA PADA RUMAH SAKIT SUMBER KASIH CIREBON PERIODE JANUARI 2015 SEPTEMBER 2016 Hanifan Nugraha, 2016 ; Pembimbing I Pembimbing II : Wenny

Lebih terperinci

Vitamin D and diabetes

Vitamin D and diabetes Vitamin D and diabetes a b s t r a t c Atas dasar bukti dari studi hewan dan manusia, vitamin D telah muncul sebagai risiko potensial pengubah untuk tipe 1 dan tipe 2 diabetes (diabetes tipe 1 dan tipe

Lebih terperinci

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP)

ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) ENDOSCOPIC RETROGRADE CHOLANGIOPANCREATOGRAPHY (ERCP) PENDAHULUAN Pemeriksaan penunjang dilakukan dalam rangka penegakan diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan salah satunya adalah pemeriksaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan,

BAB I PENDAHULUAN. macam, mulai dari virus, bakteri, jamur, parasit sampai dengan obat-obatan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hepatitis merupakan infeksi yang dominan menyerang hepar atau hati dan kemungkinan adanya kerusakan sel-sel hepar. Penyebabnya dapat berbagai macam, mulai dari

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi.

BAB IV METODE PENELITIAN. Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi. BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini mencakup bidang Ilmu Kedokteran khususnya Ilmu Penyakit Dalam, Sub Bagian Gastroenterohepatologi. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian 4.2.1

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI Halaman SAMPUL DALAM... i LEMBAR PERSETUJUAN... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI... iii KATA PENGANTAR... iv PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii RINGKASAN...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al.,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar belakang Masalah. merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah Kanker payudara merupakan masalah besar di seluruh dunia dan merupakan jenis kanker yang paling sering terdiagnosis pada wanita (Dizon et al., 2009). Di Amerika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI... ii PENETAPAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI... iii PERNYATAAN KEASLIAN KARYA TULIS SKRIPSI.... iv ABSTRAK v ABSTRACT. vi RINGKASAN.. vii SUMMARY. ix

Lebih terperinci

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki

BAB.I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki 14 BAB.I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Diabetes Melitus adalah penyakit kelainan metabolik yang memiliki karakteristik berupa hiperglikemia kronis serta kelainan metabolisme karbohidrat, lemak

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Apendisitis akut merupakan penyebab akut abdomen yang paling sering memerlukan tindakan pembedahan. Keterlambatan dalam penanganan kasus apendisitis akut sering

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sirosis hati adalah suatu keadaan disorganisasi dari struktur hati akibat nodul regeneratif yang dikelilingi jaringan yang mengalami fibrosis. Secara lengkap sirosis

Lebih terperinci

RANGKUMAN. Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun

RANGKUMAN. Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun 1 RANGKUMAN Varikokel adalah pelebaran abnormal vena-vena di dalam testis maupun skrotum yang dapat menyebabkan rasa nyeri, atrofi testis dan menyebabkan infertilitas. 5 Anatomi dan Histologi a. b. Gambar

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya

BAB I PENDAHULUAN. digunakan untuk menyebut suatu kondisi akumulasi lemak pada hati tanpa adanya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Non-Alcoholic Fatty Liver Disease (NAFLD) merupakan salah satu penyakit yang mulai mendapat perhatian dari penduduk dunia. NAFLD adalah istilah yang digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) termasuk ke dalam penyakit pernapasan kronis yang merupakan bagian dari noncommunicable disease (NCD). Kematian akibat

Lebih terperinci

ABSTRAK. Fenny Mariady, Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes

ABSTRAK. Fenny Mariady, Pembimbing I : dr. Christine Sugiarto, SpPK Pembimbing II : dr. Lisawati Sadeli, M.Kes ABSTRAK PERBANDINGAN HASIL PEMERIKSAAN KADAR GLUKOSA DARAH SEWAKTU MENGGUNAKAN GLUKOMETER DAN SPEKTROFOTOMETER PADA PENDERITA DIABETES MELITUS DI KLINIK NIRLABA BANDUNG Fenny Mariady, 2013. Pembimbing

Lebih terperinci

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri

BAB 6 PEMBAHASAN. Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri 78 BAB 6 PEMBAHASAN Telah dilakukan penelitian pada 45 penderita karsinoma epidermoid serviks uteri stadium lanjut yaitu stadium IIB dan IIIB. Pada penelitian dijumpai penderita dengan stadium IIIB adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Hati kronik B dan C dan fibrosis hati Penyakit hati kronik adalah suatu penyakit nekroinflamasi hati yang berlanjut dan tanpa perbaikan paling sedikit selama 6 bulan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia

BAB I PENDAHULUAN. dapat dilakukan dengan General Anesthesia (GA), Regional Anesthesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pelayanan anestesi dan reanimasi pada hakekatnya harus dapat memberikan tindakan medik yang aman, efektif, manusiawi yang berdasarkan ilmu kedokteran mutakhir dan teknologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi dengue disebabkan oleh virus dengue yang tergolong dalam famili Flaviviridae dan ditularkan melalui vektor nyamuk. Penyakit ini termasuk nomor dua paling sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi merupakan penyulit medis yang sering ditemukan pada kehamilan yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas baik ibu maupun perinatal. Hipertensi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten

BAB I PENDAHULUAN. pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi ketika pankreas tidak lagi memproduksi insulin atau ketika sel-sel tubuh resisten terhadap kerja insulin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu

BAB I PENDAHULUAN. kasus. Kematian yang paling banyak terdapat pada usia tahun yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit hati (liver) merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan, baik di negara maju maupun di negara yang sedang berkembang. Kerusakan atau

Lebih terperinci