BAB I PENDAHULUAN. Dunia kedokteran baik Barat maupun Timur meyakini bahwa setiap

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. Dunia kedokteran baik Barat maupun Timur meyakini bahwa setiap"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan Dunia kedokteran baik Barat maupun Timur meyakini bahwa setiap penyakit memiliki obat tersendiri yang mampu untuk mengurangi atau menyembuhkan suatu penyakit. Suatu penyakit ada yang dapat diobati dengan obat yang sederhana, tetapi ada juga yang memerlukan pengobatan yang relatif rumit. Dunia kedokteraan saat ini berkembang pesat baik dalam ilmunya ataupun dalam teknologinya. Salah satu perkembangan terbesar dalam dunia kedokteran adalah transplantasi organ. Seseorang yang memiliki gagal organ atau kelainan pada organnya akan mengalami kesulitan untuk menjalankan kehidupannya, tetapi dengan adanya perkembangan ini seseorang mendapatkan kesempatan baru untuk kehidupannya. Hanafiah dan Amri Amir (2009:123) menjelaskan bahwa transplantasi adalah terapi pengganti (alternatif) yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien dengan kegagalan organnya karena hasilnya lebih memuaskan dibandingkan dengan terapi konservatif. Permasalahan pada transplantasi organ tubuh manusia merupakan salah satu permasalahan yang mengundang perdebatan dalam dunia medis. Transplantasi memiliki tujuan untuk menggantikan suatu organ yang telah rusak dan tidak berfungsi lagi kepada resipien (penerima donor) dengan organ yang 1

2 2 masih berfungsi dari pemberi donor. Pendonor organ dapat datang dari orang yang telah meninggal ataupun yang masih hidup. Permasalahan muncul apabila pendonor organ adalah orang yang masih hidup, karena dianggap tidak benar, bahkan hukum negara dan hukum agama sangat menentang adanya pendonor organ dari pendonor yang masih hidup. Faktor ekonomi adalah alasan utama pendonor yang masih hidup mendonorkan organnya serta dikhawatirkan adanya perdagangan organ (organ trafficking) yang memiliki unsur kriminalitas. Undang-undang No. 36 Tahun 2009 pasal 64 ayat 3 tentang Kesehatan bahkan dengan tegas melarang organ dan/atau jaringan tubuh untuk diperjualbelikan dengan dalih apapun. Pasal 192 juga menyebutkan bahwa memperjualbelikan organ dan/atau jaringan tubuh dengan dalih apapun akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp 1 Miliar. Persatuan Dokter Sedunia atau Word Medical Association (WMA) dalam hal ini juga melarang kegiatan jual beli organ tubuh manusia, walaupun untuk kepentingan transplantasi. WMA juga menganjurkan agar pemerintah di semua negera mencegah dan menindak tegas perbuatan tersebut. Dokter diminta untuk tidak terlibat dalam transaksi organ seperti itu. Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pun sudah merintis langkah-langkah untuk itu. Pernyataan tentang mati batang otak (MBO) minimal oleh dua dokter dan tidak bolah diambil dari yang

3 3 berkepentingan dengan operasi pencangkokan (transplantasi) organ (Achadiat, 2007:203). Laporan tahunan dari Organ Procurement and Transplantation Network (OPTN) di Amerika Serikat pada tahun 2011, menyebutkan satu donor organ telah ditunggu oleh sepuluh pasien terdaftar dalam antrian untuk transplantasi. Situasi ini sangat dinamis, permintaan untuk transplantasi ginjal dua kali lipat dalam dekade tarakhir, sedangkan pada saat yang sama permintaan untuk transplantasi paru-paru telah mendekati setengahnya (Zeyland, 2015:211) Peraturan dari Persatuan Dokter Sedunia (WMA) dan banyaknya aksi-aksi kejahatan yang didasari oleh kebutuhan organ semakin besar serta pendonor organ yang semakin menipis, mengakibatkan para ilmuan mencari alternatif baru. Para ilmuan telah terlebih dahulu mencoba eksperimen yang dapat memudahkan para pasien untuk menerima organ tanpa harus menunggu pendonor organ yang bersedia. Xenotransplantasi adalah salah satu gebrakan baru dalam dunia kedoteran khususnya untuk memenuhi kebutuhan transplantasi organ manusia dengan menggunakan organ spesies lain. Xenotransplantasi merupakan transplantasi dari sel, jaringan, ataupun organ yang masih berfungsi dengan baik untuk kehidupan dari satu spesies ke spesies lainnya. Xenotransplantasi biasanya menggunakan organ primata, sapi, kelinci serta babi, tetapi pada saat sekarang organ babi menjadi target utama dalam pengembangan xenotransplantasi. Ilmuwan menemukan bahwa organ babi merupakan organ yang paling dekat dengan organ

4 4 manusia. Babi memiliki struktur kromosom yang mirip dengan kromosom manusia, sehingga secara genetis dapat meminimalisir terjadinya rijeksi (penolakan) dan kerusakan organ. Xenotransplantasi dimulai pada tahun 1628 ketika ada percobaan transfusi darah dari domba ke manusia. Percobaan mulai dilakukan dengan ginjal, hati, jantung dari primata. Sejarah percobaan xenotransplantasi yang terakhir dilakukan pada tahun Xenograf yang digunakan merupakan sel saraf yang berasal dari babi yang ditransplantasi kepada 12 pasien yang menderita penyakit Parkinson. Kekurangan dari tindakan xenotransplantasi tahun 1997 adalah salah satu pasien hanya dapat bertahan hidup kurang dari tujuh bulan dan pasien lainnya lumpuh dengan hasil yang mengecewakan (J-Y Deschamps. Ed, 2005:12). Xenotransplantasi sangat berpotensi bagi terapi untuk kegagalan organ terminal, tetapi juga menyebabkan munculnya permasalah dalam bidang medis dan etika. Xenotransplantasi saat ini masih menimbulkan pro dan kontra di tengah masyarakat. Prinsipnya, penolakan terhadap xenotransplantasi karena adanya perbedaan antara pendonor dan penerima donor. Xenotransplantasi bisa menjadi pilihan untuk terapi pada manusia, tetapi harus melalui penelitian yang meliputi praklinik dan klinik. Kekhawatiran xenotransplantasi yang paling ditakutkan adalah xenozoonosis, yaitu mengakibatkan penularan penyakit yang sebelumnya ada di hewan menjadi menular ke manusia. Penulis melihat adanya permasalahan yang mengiringi perkembangan xenotransplantasi, sehingga penting dikaji dengan menggunakan etika yang terfokus etika Utilitarianisme John Stuart Mill sebagai

5 5 sudut pandang untuk menganalisis dari tindakan xenotransplantasi serta kasuskasus yang timbul akibat xenotransplantasi. Utilitarianisme merupakan suatu aliran etika yang berpendapat bahwa yang baik adalah yang berguna, berfaedah, dan menguntungkan bagi semua orang. Utilitarianisme menyatakan bahwa suatu tindakan dianggap baik bila tindakan tersebut meningkatkan derajat manusia. Utilitarianisme tidak menekankan pada memaksakan derajat pribadi, tetapi memaksimalkan derajat masyarakat secara keseluruhan (Fleddermann, 2006:44). John Stuart Mill menegaskan bahwa yang benar adalah yang baik dan yang baik adalah yang memberikan kebahagiaan bagi semua pihak atau paling tidak yang baik adalah yang membahagiakan mayoritas (Yuana, 2010:225). Xenotransplantasi sejauh ini dipahami sebagai sesuatu yang baik secara medis, tetapi belum bisa dikatakan baik apabila disangkutpautkan dengan permasalahan moral. Xenotransplantasi dari segi moral menjadi hal yang lebih kompleks dibandingkan dengan teknis medisnya, terutama menyangkut masalah pertimbangan hak moral dan kepentingan manusia dan hak-hak kepentingan pada hewan. Permasalahan umum tentang problematika yang terjadi dalam kasus xenotransplantasi inilah yang mendorong penulis untuk melakukan penelitian ini. Penulis ingin menganalisis bahwa problematika dalam tindakan xenotransplantasi dapat dimaknai sebagai tindakan yang baik secara moral apabila dipandangan dari etika Utilitarianisme John Stuart Mill.

6 6 2. Rumusan Masalah Penelitian ini diarahkan kepada persoalan yang dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana konsep etika Utilitarianisme John Stuart Mill? b. Apa persoalan etis dalam praktik xenotransplantasi? c. Apa analisis teori etika Utilitarianisme John Stuart Mill dalam memandang praktik xenotransplantasi? 3. Keaslian Penelitian Fokus kajian dalam penelitian ini adalah tentang bagaimana pandangan etika khususnya etika Utilitarianisme terhadap problema xenotransplantasi. Penelusuran di lingkungan Fakultas Filsafat atau di luar Fakultas Filsafat UGM, peneliti belum menemukan penelitian yang meneliti tentang xenotransplantasi dalam perspektif etika Utilitarianisme John Stuart Mill. Berikut adalah daftar beberapa karya yang berkaitan dengan objek material penelitian, yaitu: a. Tinjauan Hukum Islam terhadap Praktik Xenotransplantasi Organ Babi ke Manusia, oleh Erwin Nazarli tahun 2010, program Sarjana Program Studi Akhwal Syakhsiyyah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini memiliki perbedaan dalam objek formalnya. Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana pandangan Islam mengenai praktik xenotransplantasi. Penelitian ini menitikberatkan pada permasalahan penggunaan hewan najis yang diharamkan oleh hukum islam, yaitu hewan babi untuk digunakan sebagai sumber prosedur xenotranspalntasi.

7 7 b. Transplantasi Ginjal di Indonesia Ditinjau dari Pendekatan Bioetika (Deontolodi dan Utilitarianisme), oleh Sri Yulita Pramulia Panuri tahun 2010, Program Sarjana Ilmu Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Penelitian ini memiliki kesamaan dalam objek materialnya yaitu tentang transplantasi. Perbedaannya terletak pada objek formal. Penelitian ini menjelaskan tentang bagaimana pandangan Deontologi dan Utilitarianisme memandang praktik transplantasi ginjal di Indonesia. Penelitian-penelitian sebelumnya yang telah membahas tentang praktik xenotransplantasi maupun transplantasi, belum ada yang melakukan penelitian dengan menggunakan pendekatan etika Utilitarianisme John Stuart Mill, sehingga penelitian ini dapat dipertanggungjawabkan keasliannya. 4. Manfaat Penelitian Penelitian tentang Xenotransplantasi dalam Perspektif Etika Utilitarianisme John Stuart Mill diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: a. Bagi ilmu pengetahuan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan analisis baru bagi ilmu pengetahuan tentang praktik xenotransplantasi. Pemahaman menyeluruh mengenai pembatasan kode etik terhadap praktik xenotransplantasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang etika Utilitarianisme dan xenotransplantasi.

8 8 b. Bagi filsafat Penelitian ini diharapkan memberikan perbedaan informasi tentang kajian etika di Fakultas Filsafat UGM tentang praktik xenotransplantasi. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi baru dalam memahami etika khususnya dalam aliran etika Utilitarianisme John Stuart Mill, terutama dalam menanggapi persoalan tentang kasus xenotransplantasi. c. Bagi bangsa Indonesia Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam kehidupan masyarakat, memperkenalkan padangan etika Utilitarianisme dalam memandang praktik xenotransplantasi. Memberikan wawasan baru bagi masyarakat tentang tujuan-tujuan baik di balik tindakan xenotransplantasi. B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan: 1. Mendeskripsikan teori etika Utilitarianisme John Stuart Mill. 2. Merumuskan secara analitis tentang persoalan etis praktik xenotransplantasi. 3. Merumuskan secara reflektif tentang perspektif etika Utilitarianisme John Stuart Mill dalam memandang praktik xenotransplantasi. C. Tinjauan Pustaka Keinginan manusia untuk dapat mengganti bagian-bagian tubuh yang rusak dengan bagian tubuh yang sama milik orang lain sudah lama dicoba. Seorang ahli bedah Italia bernama Gaspare Tagliacoszi telah mencoba memindahkan hidung orang ke hidung orang lain yang cacat, tetapi tidak berhasil

9 9 pada tahun Dokter Jerman, C. Bunger untuk pertama kalinya memindahkan kulit dari bagian tubuh yang satu ke bagian tubuh yang lainnya pada orang yang sama pada tahun Teknik transplantasi ini disebut sebagai autografing. Percobaan untuk memindahkan ginjal binatang dimulai pada awal abad ke-20. Dokter bedah Jerman, E. Ullman, mencoba kepada manusia tahun Kegagalan-kegagalan di samping kemajuan yang memberikan harapan, memacu manusia untuk melakukan penelitian lebih lanjut tentang penolakan terhadap pemindahan organ tersebut. Pengetahuan tentang ini lebih terbuka lagi dengan berkembangnya ilmu imunologi (Mohamad, 1992:87). Transplantasi adalah tindakan medis untuk memindahkan organ atau jaringan tubuh manusia kepada tubuh manusia yang lain atau tubuhnya sendiri. Transplantasi merupakan terapi penggati yang merupakan upaya terbaik untuk menolong pasien yang mengalami kegagalan organ tubuh dengan organ tubuh dirinya sendiri atau dengan organ tubuh orang lain (Notoatmodjo, 2010:147) Transplatasi memberikan alternatif terbaik dalam bidang medis tetapi juga membawa berbagai permasalahan. Permasalahan yang terjadi bukanlah pada teknologi transplantasi itu sendiri tetapi pada segi etika dan hukum dari transplantasi organ yang diperbolehkan dari pendonor yang masih hidup. Permasalahan yang terjadi adalah masih sangat sulit untuk mendapatkan pendonor yang memberikan organnya secara sukarela. Banyak pendonor menggunakan jalan lain yaitu dengan mendapatkan uang penggati dari organ yang didonorkan. Persatuan Dokter Sedunia (WMA), menegaskan bahwa mengutuk (condemn) penjualan atau pembelian organ tubuh manusia untuk kepentingan transplantasi,

10 10 dan mengusulkan kepada pemerintah di seluruh dunia agar mengambil keputusan atau tindakan yang tegas untuk mencegah penjualan organ tubuh manusia tersebut. Pemerintah Indonesia juga telah berupaya untuk melarang jual beli organ tubuh manusia melalui Peraturan Pemerintah no. 18/1981 pasal 16 yang berbunyi: donor atau keluarga donor yang meninggal dunia tidak berhak atas suatu kompensasi material apa pun sebagai imbalan transplantasi. (Mohamad, 1992:89-92). Tiga tipe pembagian transplantasi yaitu autotransplantasi, tipe ini meliputi praktik transplantasi yang menggunakan bagian-bagian tubuh atau organ dari pasien itu sendiri seperti transplantasi kulit, tulang rawan, otot, dan tulang. Homotransplantasi (allotransplantasi), tipe ini meliputi transplantasi organ pada spesies yang sama, seperti manusia dengan manusia. Beberapa hasil dari homotransplantasi ternyata tidak sanggup bertahan lama, tetapi sangat membantu pasien dalam mengatasi krisis. Heterotransplantasi, tipe ini merupakan transplantasi dari hewan kepada manusia atau antara hewan yang satu dengan hewan yang lain dari spesies yang berbeda (Ebrahim, 2007:16-17). Pakar xenotransplantasi dari Bio-cellular Research Organization (BCRO) Amerika, Michael Molnar menjelaskan bahwa xenotransplantasi merupakan bagian dari teknologi transplantasi stem cell atau sel induk. Xenotransplantasi dilakukan dengan menanamkan sel induk dari jaringan atau organ dari suatu spesies makhluk hidup ke spesies yang lainnya yang mengalami kerusakan. Tujuannya adalah agar sel yang ditanamkan itu berkembang menggantikan dan memperbaiki sel-sel jaringan atau organ yang rusak tersebut. Teknologi ini

11 11 didasari oleh fakta bahwa sel-sel utama dari organ makluk hidup dari berbagai spesies memiliki karakteristik yang sama atau hampir sama (MediaIndonesia, ) Xenotransplantasi menawarkan bagaimana cara untuk membantu mengatasi kekurangan ketersediaan organ. Konsep xenotransplantasi telah diperluas dalam beberapa tahun tarakhir untuk mencangkup barbagai pendeketan penggunaan sel-sel hewan atau jaringan pada manusia untuk terapi yang bertujuan untuk melampaui suku cadang sederhana karena kegagalan organ manusia. Tujuan ini meliputi implantasi sel saraf janin babi ke dalam sistem saraf pusat dari orang yang menderita penyakit parkinson (penyakit lumpuh), sel-sel hati babi yang ditransfusikan ke darah penderita gagal hati. Xenotransplantasi mengacu kepada prosedur yang melibatkan transplantasi, implantasi, atau infus kepada penderita dengan sel hidup, jaringan atau organ (Burroughs, Ed. 2002:17). Perkembangan xenotransplantasi sebagai bagian dari praktik klinis yang menjanjikan manfaat besar dalam segala hal sehingga memungkinkan untuk meningkatkan secara dramatis persediaan jaringan dan organ pengganti yang saat sekarang sangat kekurangan. Penerima sel, jaringan, atau organ xenotransplantasi bagaimanapun akan terkena risiko yang cukup besar, termasuk risiko penularan penyakit baru. Risiko tersebut tidak kualitatif bagi pengembangan baru, sehingga prosedur medis ini mungkin akan diterima karena memiliki manfaat dalam transplantasi organ. Perhatian utama pencegahan adalah bahwa hubungan dekat yang dibuat antara jaringan xenotransplantasi dengan pasien yang menerima donor xenotransplantasi akan memungkinkan memiliki peluang untuk penularan

12 12 penyakit (misalnya berasal dari retrovirus babi endogen atau Pervs) dan mungkin menciptakan penyakit baru. Pervs menjadi perhatian khusus karena transplantasi mungkin memberikan kesempatan bagi virus untuk berkembang menjadi patogen dengan potensi penularan kepada orang lain (Davis, Ed. 2002:6) D. Landasan Teori Etika didefinisikan sebagai refleksi kritis, metodis dan sistematis tentang tingkah laku manusia, sejauh berkaitan dengan norma. Karena refleksi ini dijalankan dengan kritis, metodis dan sistematis, maka pembahasan dalam etika dinamakan sebagai ilmu. Etika adalah refleksi ilmiah tentang tingkah laku manusia dari sudut norma-norma atau dari sudut baik dan buruk (Bertens, 1993:24-25). Etika juga sebagai filsafat moral atau ilmu yang membahas dan mengakaji persoalan benar dan salah secara lebih kritis, secara moral bagaimana seseorang seharusnya bertindak dalam situasi konkret (Keraf, 2006:3-5). Etika dan moralitas memiliki konsep minimum dalam membimbing tindakan seseorang dengan menggunakan akal, yaitu dengan melakukan sesuatu tindakan yang dianggap paling baik menurut akal, seraya memberikan penilaian yang sama menyangkut kepentingan masing-masing individu yang akan terkena dampak maupun akibat dari tindakan yang dilakukan (Rachels, 2004:40). Etika Utilitarianisme dapat dirumuskan memiliki tiga kriteria objektif yang dapat dijadikan dasar objektif sekaligus norma untuk menilai suatu kebijaksanaan atau tindakan. Kriteria yang pertama adalah manfaat, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan yang baik adalah yang menghasilkan hal yang baik. Kebijaksaan

13 13 atau tindakan yang tidak baik adalah yang mendatangkan kerugian tertentu. Kriteria kedua adalah manfaat terbesar, yaitu bahwa kebijaksanaan atau tindakan itu mendatangkan manfaat terbesar (atau dalam situasi tertentu lebih besar) dibandingkan dengan kebijaksanaan atau tindakan alternatif lainnya. Pertimbangan soal akibat baik dan akibat buruk dari suatu kebijaksaan atau tindakan, maka suatu kebijaksanaan atau tindakan dinilai baik secara moral kalau mendatangkan lebih banyak manfaat dibandingkan dengan kerugian. Situasi tertentu ketika kerugian tidak bisa dihindari dapat dikatakan bahwa tindakan yang baik adalah tindakan yang menimbukan kerugian kecil (termasuk jika dibandingkan dengan kerugian yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan atau tindakan alternatif). Kriteria ketiga adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Kriteria yang sekaligus menjadi pegangan objektif etika Utilitarianisme adalah manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang. Kebijaksanaan atau tindakan yang baik dan tepat dari segi etis menurut etika Utilitarianisme adalah kebijaksanaan atau tindakan yang membawa manfaat terbesar bagi sebanyak mungkin orang atau sebaliknya membawa akibat merugikan yang sekecil mungkin bagi sesedikit mungkin orang (Keraf, 1996:94-95). Tokoh utilitarianime yang terkenal adalah John Stuart Mill ( ), yang mengatakan bahwa suatu tindakan harus dianggap betul sejauh cenderung mendukung kebahagiaan, dan salah apabila mengahasilkan kebalikan dari kebahagiaan. Kebahagiaan yang dimaksud adalah kesenangan (pleasure) dan kebebasan dari perasaan sakit. Mill mengatakan dua hal, yaitu pertama, moralitas

14 14 tindakan dapat diukur sejauh mana diarahkan kepada kebahagiaan, dan kedua, kebahagiaan sendiri terdiri atas perasaan senang dan kebebasan dari rasa sakit (Suseno, 1997:181). Jeremy Bentham sebelum John Stuart Mill telah terlebih dahulu menjelaskan tentang Utilitarianisme. Bentham memulai dengan menekankan bahwa manusia menurut kodratnya ditempatkan di bawah pemerintahan dua penguasa yang berdulat: ketidaksenangan dan kesenangan. Kebahagiaan akan tercapai apabila manusia memiliki kesenangan dan bebas dari kesusahan. John Stuart Mill menjelaskan bahwa kebahagian adalah milik setiap manusia. Kebahagiaan seseorang dapat diukur secara empiris dengan cara berpedoman kepada orang yang bijaksana dan berpengalaman dalam bidangnya. Perbuatan dapat dikategorikan baik jika kebahagiaan melebihi ketidakbahagiaan, sedangkan kebahagian setiap individu dianggap sama. (Bertens, 1993: ). E. Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian filsafat yang bersifat kualitatif dengan menggunakan model penelitian mengenai masalah aktual yang menggunakan studi pustaka. Bahan penelitian diambil dari sumber yang relevan sehingga sesuai dengan tema. 1. Materi penelitian Bahan penelitian menyesuaikan dengan jenis penelitian. Penelitian ini bersifat kualitatif, maka bahan yang digunakan dipetakan menjadi dua macam, yaitu sumber primer dan sumber sekunder.

15 15 a. Sumber Primer 1) Committee on Xenograft Transplantation: Erhical Issues and Public Policy Xenotransplantation: Science, Ethics, and Public Policy. Washington, D.C: National Academy Press. 2) Buku-buku dan jurnal ilmiah mengenai xenotransplantasi lainnya b. Sumber Sekunder 1) Mill, John Stuart Utilitarianism. Liberty and Respresentative Government 2) Bertens, K Etika. jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama 3) Buku-buku dan jurnal ilmiah mengenai etika dan Utilitarianisme John Stuart Mill 2. Jalan Penelitian Peneliti dalam penelitian ini mencoba untuk memahami objek material baik secara tekstual maupun kontekstual, kemudian peneliti akan menganalisisnya menggunakan objek formal dan menyampaikan kembali. Langkah yang diambil dalam penelitian ini berjalan berdasarakan tahap demi tahap yaitu sebagai berikut: a. Tahap persiapan diawali dengan pengumpulan data yang berhubungan dengan objek yang akan dikaji. Data yang berhasil dikumpulkan kemudan dipisahkan dan diklasifikasikan berdasarkan kesesuaian dengan objek material dan objek formal.

16 16 b. Tahap pembahasan, mencangkup penguraian masalah sesuai dengan objek material dan objek formal yang kemudian dideskripsikan. c. Tahap akhir merupakan penulisan yang akan dilakukan secara sistematis dan koreksi penelitian. 3. Analisis Data Penelitian ini menggunakan metode dan unsur-unsur metodis yang mengacu kepada buku yang ditulis oleh Kaelan (2005:59-262) yaitu dengan menggunakan unsur-unsur metodis sebagai berikut: a. Kesinambungan historis: yaitu usaha untuk memahami perkembangan historis yang ditemukan dalam objek material dan objek formal, serta mencari konsepsi yang tersebunyi selain data historis. b. Deskripsi: peneliti melakukan deskripsi sedemikan rupa sehingga terus menerus ada referensi pada pertimbangan-pertimbangan oleh penelitian ilmiah atau teori dengan detail-detailnya. c. Analisis: usaha untuk menguraikan yang sifatnya umum untuk mengetahui unsur-unsur yang sifatnya khusus sehingga diperoleh pengertian yang sifatnya komprehensif. d. Interpretasi: peneliti berusaha menerobos hasil penelitian ilmu lain atau teori ilmiah problematis, untuk mengungkap filsafat tersembunyi, yaitu struktur hakiki dan norma dasar yang melatarbelakanginya.

17 17 e. Hermeneutika: proses interpretasi dilajutkan dengan proses analisis hermeneutika untuk menangkap makna esensial dengan melakuan penafsiran terhadap data sehingga esensi data dapat dipahami sesuai dengan waktu dan konteks keadaan sekarang F. Hasil Yang Dicapai Hasil penelitian filosofis yang ingin dicapai dalam tema Xenotransplantasi dalam Perspektif Utilitarianisme John Stuart Mill diharapkan mampu memberikan hasil berikut: 1. Mendapatkan konsepsi pemahaman tentang bagaimana etika Utilitarianisme John Stuart Mill 2. Mendapatkan informasi dan gambaran tentang bagaimana etika dalam praktik xenotransplantasi. 3. Menganalisis bagaimana Utilitarianisme John Stuart Mill memandang problema yang terjadi dalam praktik xenotransplantasi. G. Sistematika Penulisan Hasil penelitian ini akan dibagi menjadi lima bab, yaitu sebagai berikut: Bab pertama berisi pendahuluan, yaitu latar belakang penelitian ini, rumusan masalah yang hendak dijawab, manfaat dan tujuan penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, dan metode yang digunakan, serta sistematika penulisan. Bab kedua berisi uraian tentang praktik xenotransplantasi. Bab ini menguraikan tentang lingkup kajian xenotransplantasi di antaranya: sejarah xenotransplantasi, tujuan dan manfaat dalam xenotransplantasi, sebab akibat yang terjadi dalam praktik xenotransplantasi.

18 18 Bab ketiga berisi uraian tentang ruang lingkup etika yang didalamnya diuraikan tentang pengertian etika, teori Utilitarianisme, Jhon Stuart Mill, dan teori Utilitarianisme menurut John Stuart Mill. Bab keempat berisi analisis tentang tinjauan etika Utilitarianisme John Stuart Mill dalam memandang praktik xenotransplantasi. Bab ini akan diuraikan persoalan pentingnya suatu tujuan yang baik dalam suatu tindakan praktik xenotransplantasi, serta diuraikan aliran etika Utilitarianisme John Stuart Mill dalam praktik xenotransplantasi. Bab kelima berisi penutup, kesimpulan dari bab-bab sebelumnya serta saran dari penelitian.

19

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG

JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG JURNAL TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH MENURUT UNDANG-UNDANG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Teknologi masa kini terus menuju perubahan yang sangat signifikan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. umum Campur tangan pemerintah secara nyata dapat dilihat dalam

BAB I PENDAHULUAN. umum Campur tangan pemerintah secara nyata dapat dilihat dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada awalnya kebutuhan primer manusia hanyalah berupa tiga hal yaitu: sandang, pangan dan papan. Namun seiring perkembangan waktu masalah kesehatan juga turut

Lebih terperinci

Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah

Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah Bioteknologi adalah teknik-teknik yang menggunakan organisme hidup atau substansi dari organisme-organisme tersebut untuk membuat atau mengubah sebuah produk untuk menghasilkan barang atau jasa yang bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak

BAB I PENDAHULUAN. sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan anugerah yang tak ternilai harganya. Hidup sehat dengan umur yang panjang adalah harapan bagi setiap orang. Tidak ada satu orang pun di dunia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH 1. Permasalahan Kloning dalam biologi adalah proses menghasilkan individu-individu dari jenis yang sama (populasi) yang identik secara genetik. Kloning merupakan

Lebih terperinci

Transplantasi Organ di Pandang dari Kode Etika, Agama dan Segi Hukum di Indonesia

Transplantasi Organ di Pandang dari Kode Etika, Agama dan Segi Hukum di Indonesia Transplantasi Organ di Pandang dari Kode Etika, Agama dan Segi Hukum di Indonesia Transplatansi organ atau jarigan tubuh manusia merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSPLANTASI ORGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSPLANTASI ORGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 38 TAHUN 2016 TENTANG PENYELENGGARAAN TRANSPLANTASI ORGAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan

URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan URAIAN MATERI 1. Kultur sel tunggal Sejalan dengan kemajuan teknologi DNA, ilmuwan telah mengembangkan dan menyempurnakan metode untuk melakukan kloning pada organisme multiseluler melalui kultur sel tunggal.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pola hidup modern sekarang ini menimbulkan dampak yang besar dalam kehidupan manusia, selain dapat memberikan kemudahan-kemudahan bagi manusia dalam menjalankan aktifitasnya,

Lebih terperinci

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi

Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi Pertemuan 1 Pembahasan 1. Norma 2. Etika 3. Moral 4. Pengertian Etika Profesi 5. Fungsi Kode Etik Profesi 1.1. Norma Norma (dalam sosiologi) adalah seluruh kaidah dan peraturan yang diterapkan melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi, para ahli di bidang kesehatan dituntut untuk

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan teknologi, para ahli di bidang kesehatan dituntut untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring perkembangan jaman yang semakin maju Sejalan dengan perkembangan teknologi, para ahli di bidang kesehatan dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh

BAB I PENDAHULUAN. adalah pengetahuan. Kemudian Plato, menurutnya baik itu apabila ia dikuasai oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etika di mulai pada abad ke lima sebelum masehi. Berbagai mazhab di yunani yang ditandai dengan kehadiran Socrates, yang mengatakan bahwa kebaikan itu adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu tujuan nasional yang tertulis dalam Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan bangsa. Salah satunya adalah dalam bidang kesehatan (Hanafiah dan Amir,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN UKDW

BAB I PENDAHULUAN UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Permasalahan Memiliki anak adalah dambaan sebagian besar pasangan suami istri. Anak sebagai buah cinta pasangan suami-istri, kelahirannya dinantikan. Dalam usaha untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memiliki mata yang sehat merupakan salah satu karunia Tuhan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Memiliki mata yang sehat merupakan salah satu karunia Tuhan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Memiliki mata yang sehat merupakan salah satu karunia Tuhan yang paling berharga. Dengan terangnya pandangan mata, manusia memiliki kebahagiaan tersendiri. Menikmati

Lebih terperinci

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI

KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI Modul ke: KOMUNIKASI DAN ETIKA PROFESI ETIKA DASAR, METODE ETIKA SERTA KEBEBASAN DAN TANGGUNGJAWAB Fakultas ILMU KOMPUTER Ikhwan Aulia Fatahillah, SH., MH. Program Studi Sistem Informasi www.mercubuana.ac.id

Lebih terperinci

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada

otaknya pasti berbeda bila dibandingkan dengan otak orang dewasa. Tetapi esensi otak manusia tetap ada pada otak bayi itu, sehingga tidak pernah ada KESIMPULAN UMUM 303 Setelah pembahasan dengan menggunakan metode tiga telaah, deskriptif-konseptual-normatif, pada bagian akhir ini, akan disampaikan kesimpulan akhir. Tujuannya adalah untuk menyajikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Manusia adalah makhluk sosial karena merupakan bagian dari masyarakat. Ia mustahil dapat hidup sendirian saja. Seseorang yang mengalami kecelakaan lalu lintaspun pasti

Lebih terperinci

BAB XX KETENTUAN PIDANA

BAB XX KETENTUAN PIDANA Undang-undang Kesehatan ini disyahkan dalam sidang Paripurna DPR RI tanggal 14 September 2009 1 PASAL-PASAL PENYIDIKAN DAN HUKUMAN PIDANA KURUNGAN SERTA PIDANA DENDA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...

Lebih terperinci

Business Ethic & Good Governance

Business Ethic & Good Governance Modul ke: Business Ethic & Good Governance Philosophical Ethics and Business Fakultas PASCA Dr. Antonius Dieben Robinson Manurung, MSi Program Studi MANAGEMENT www.mercubuana.ac.id Utilitarianisme Dikembangkan

Lebih terperinci

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA TERHADAP MALPRAKTEK UPAYA MEDIS TRANSPLANTASI ORGAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN Oleh I Gusti Agung Ayu Elcyntia Yasana Putri A.A. Ngurah

Lebih terperinci

Dasar-Dasar Etika Michael Hariadi / Teknik Elektro

Dasar-Dasar Etika Michael Hariadi / Teknik Elektro Dasar-Dasar Michael Hariadi / 1406564332 Teknik Elektro Sama halnya antara karakter dan kepribadian, demikian juga antara etika dan moralitas yang penggunaan sering menjadi rancu. berasal dari bahasa Yunani,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara berkembang tidak dapat menghindari adanya kemajuan dan perkembangan di bidang kedokteran khususnya dan bidang teknologi pada umumnya.

Lebih terperinci

Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM

Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM Pertemuan 1 TINJAUAN UMUM Pembahasan 1. Pengertian Etika 2. Etika,Moral dan Norma Moral 3. Etika Yang Berkembang di Masyarakat Kontrak Perkuliahan Tugas untuk nilai UAS berupa pembuatan Blog/web Konten

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA (Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tanggal 16 Juni 1981) Menimbang : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

PANDUAN INFORMED CONSENT

PANDUAN INFORMED CONSENT PANDUAN INFORMED CONSENT A. PENGERTIAN Persetujuan tindakan medik atau yang sering di sebut informed consent sangat penting dalam setiap pelaksanaan tindakan medic di rumah sakit baik untuk kepentingan

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam pengembangan usaha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang

BAB I PENDAHULUAN. yang harus ditunaikannya dimana ia berkewajiban untuk menangani hal-hal yang BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Profesi dokter dipandang sebagai profesi yang mulia dan terhormat dimata masyarakat. Namun pada pelaksanaannya, seorang dokter memiliki tanggungjawab besar yang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL

PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL TEORI ETIKA PERKEMBANGAN PERILAKU MORAL Beberapa konsep yang memerlukan penjelasan, antara lain: perilaku moral (moral behavior), perilaku tidak bermoral (immoral behavior), perilaku di luar kesadaran

Lebih terperinci

Tujuan pembangunan suatu negara adalah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya supaya mereka dapat hidup baik dan sejahtera. Untuk itu pembangunan

Tujuan pembangunan suatu negara adalah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya supaya mereka dapat hidup baik dan sejahtera. Untuk itu pembangunan PENDAHULUAN 1 Tujuan pembangunan suatu negara adalah untuk pemenuhan kebutuhan masyarakatnya supaya mereka dapat hidup baik dan sejahtera. Untuk itu pembangunan harus mencakup dua aspek yaitu aspek fisik

Lebih terperinci

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di

Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di Semarang, undip.ac.id Pengetahuan tentang sel punca sudah lama dikenal di dunia biologi sel. Potensi penggunaan sel punca sangat luas, antara lain untuk memahami awal perkembangan embrio yang kompleks

Lebih terperinci

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA

BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA BAB 1 TUJUAN UMUM ETIKA Perilaku etis lah yang medasari munculnya etika sebagai sebuah ilmu yang mempelajari nilai-nilai baik dan buruk. Etika juga berkembang sebagai studi tentang kehendak manusia. 1.1

Lebih terperinci

BAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang

BAB V A. KESIMPULAN. Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang BAB V A. KESIMPULAN Praktik kloning selama ini selalu dikhawatirkan akan memberikan efek yang buruk terhadap seluruh aspek kehidupan manusia. Praktik kloning masih menjadi perdebatan. Manfaat yang didapatkan

Lebih terperinci

Pendidikan Agama Katolik

Pendidikan Agama Katolik Pendidikan Agama Katolik Modul ke: 06Fakultas Psikologi MENSYUKURI ANUGERAH KEHIDUPAN Program Studi Psikologi Drs. Sugeng Baskoro, M.M KILAS BERITA : Di sebuah rumah sakit di London utara, para ilmuwan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. rekayasa genetika beberapa tahun terakhir. Teknologi teknologi dalam

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. rekayasa genetika beberapa tahun terakhir. Teknologi teknologi dalam BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Designer babies adalah fenomena dari perkembangan teknologi rekayasa genetika beberapa tahun terakhir. Teknologi teknologi dalam designer babies tersebut memberikan inovasi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495]

UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] UNDANG-UNDANG NOMOR 23 TAHUN 1992 TENTANG KESEHATAN [LN 1992/100, TLN 3495] BAB X KETENTUAN PIDANA Pasal 80 (1) Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak

Lebih terperinci

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES

AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES AGAMA, TRADISI KEPERCAYAAN, DALAM PERSPEKTIF BUDAYA KESEHATAN OLEH : M. ASKAR, S.KEP,NS.,M.KES Pasien dan keluarga berada Rumah sakit, komunitas menggunakan Kombinasi terapi biomedis dengan agama dan kepercayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kematian merupakan suatu ketentuan yang telah digariskan oleh Tuhan kepada seluruh makhluk hidup di jagad raya ini, termasuk pula manusia yang telah ditentukan secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa. sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa sebagaimana diatur dalam Undang-Undang

Lebih terperinci

Stem Cell Therapy. Apa itu Stem Cell?

Stem Cell Therapy. Apa itu Stem Cell? Stem Cell Therapy Stem Cell Therapy adalah suatu terapi yang akhir-akhir ini ramai dibicarakan di dunia kedokteran Barat maupun Timur. Selain hasilnya yang sangat menakjubkan, persentase keberhasilannya

Lebih terperinci

TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH TERPIDANA MATI 1 Oleh : Melinda Veronica Simbolon 2

TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH TERPIDANA MATI 1 Oleh : Melinda Veronica Simbolon 2 TRANSPLANTASI ORGAN TUBUH TERPIDANA MATI 1 Oleh : Melinda Veronica Simbolon 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimanakah aspek hukum pidana terhadap pengaturan transplantasi

Lebih terperinci

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN

INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN INFORMED CONSENT ANTARA DOKTER DENGAN PASIEN DALAM MELAKUKAN TINDAKAN MEDIS DI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH SRAGEN Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Syarat-syarat Guna Mencapai Derajat Sarjana

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 1981 TENTANG BEDAH MAYAT KLINIS DAN BEDAH MAYAT ANATOMIS SERTA TRANSPLANTASI ALAT DAN ATAU JARINGAN TUBUH MANUSIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN

BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN BAB III ANALISA HASIL PENELITIAN A. Analisa Yuridis Malpraktik Profesi Medis Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 merumuskan banyak tindak pidana

Lebih terperinci

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan

BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA. Henry Anggoro Djohan BAB 1 TINJUAN UMUM ETIKA Henry Anggoro Djohan Pengertian Etika Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk tentang hak dan kewajiban moral Kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan akhlak Nilai mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat

BAB I PENDAHULUAN. continental dan sistem Anglo Saxon. Perkembangan hukum secara. campuran karena adanya kemajemukan masyarakat dalam menganut tingkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara maju maupun negara berkembang di dunia ini menganut berbagai sistem hukum, apakah sistem hukum kodifikasi maupun sistem hukum-hukum lainnya. Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063]

UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] UNDANG-UNDANG NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN [LN 2009/144, TLN 5063] BAB XX KETENTUAN PIDANA Pasal 190 (1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang melakukan praktik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota militer beserta keluarganya secara gratis termasuk masyarakat. oleh kelompok agama yang ingin mendirikan rumah sakit.

BAB I PENDAHULUAN. anggota militer beserta keluarganya secara gratis termasuk masyarakat. oleh kelompok agama yang ingin mendirikan rumah sakit. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan rumah sakit di Indonesia sangat pesat dari waktu ke waktu, di mulai pada tahun 1626 yang didirikan oleh VOC dan dikembangkan pula oleh tentara Inggris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Justru yang utama dan mendasar ada di dalam Undang Undang Praktek. kelalaian dalam melaksanakan profesi dalam undang-undang praktek

BAB I PENDAHULUAN. Justru yang utama dan mendasar ada di dalam Undang Undang Praktek. kelalaian dalam melaksanakan profesi dalam undang-undang praktek BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem hukum Indonesia yang salah satu komponennya adalah hukum substantif, diantaranya hukum pidana, hukum perdata dan hukum administrasi. Justru yang utama dan mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam

BAB I PENDAHULUAN. Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi kesehatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat berarti dalam beberapa dekade terakhir. Perkembangan ini memperlihatkan dampak dari ekspansi penyediaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi

BAB 1 PENDAHULUAN. yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Aborsi adalah pembunuhan janin yang di ketahui oleh masyarakat yang biasa disebut dengaan istilah mengugurkan kandungan. Aborsi dibedakan antara aborsi yang terjadi

Lebih terperinci

KODE ETIK PSIKOLOGI. Teori Etika, Etika Deskriptif dan Etika Normatif. Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI

KODE ETIK PSIKOLOGI. Teori Etika, Etika Deskriptif dan Etika Normatif. Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog. Modul ke: Fakultas PSIKOLOGI Modul ke: KODE ETIK PSIKOLOGI Teori Etika, Etika Deskriptif dan Etika Normatif Fakultas PSIKOLOGI Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog Program Studi PSIKOLOGI www.mercubuana.ac.id Questions 1. Apa yang

Lebih terperinci

KODE ETIK PSIKOLOGI. Etika dan Moral, Kode Etik Psikologi, Psikolog dan ilmuwan psikologi, Layanan Psikologi, Etika dalam Eksperimen Psikologi

KODE ETIK PSIKOLOGI. Etika dan Moral, Kode Etik Psikologi, Psikolog dan ilmuwan psikologi, Layanan Psikologi, Etika dalam Eksperimen Psikologi Modul ke: KODE ETIK PSIKOLOGI Etika dan Moral, Kode Etik Psikologi, Psikolog dan ilmuwan psikologi, Layanan Psikologi, Etika dalam Eksperimen Psikologi Fakultas PSIKOLOGI Mistety Oktaviana, M.Psi., Psikolog

Lebih terperinci

KONTRAK KULIAH ETIKA PROFESI D O S E N : M A I M U N A H, S S I, M K O M

KONTRAK KULIAH ETIKA PROFESI D O S E N : M A I M U N A H, S S I, M K O M KONTRAK KULIAH ETIKA PROFESI D O S E N : M A I M U N A H, S S I, M K O M KULIAH 1. Kuliah selama 2 x 50 menit 2. Keterlambatan masuk kuliah maksimal 30 menit dari jam masuk kuliah 3. Selama kuliah tertib

Lebih terperinci

MENJAJAKI KODE ETIK PENELITIAN SOSIOLOGI

MENJAJAKI KODE ETIK PENELITIAN SOSIOLOGI MENJAJAKI KODE ETIK PENELITIAN SOSIOLOGI Maria E. Pandu ABSTRAK Ketika ilmu ilmu sosial yang objek/subjeknya adalah masyarakat, dimana masyarakat terdiri atas individu manusia (human being) maka perlu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak bagi setiap orang, sebagaimana diatur dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan merupakan hak bagi setiap orang, sebagaimana diatur dalam Pasal 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak bagi setiap orang, sebagaimana diatur dalam Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 dan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke:

BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke: BUSINESS ETHIC AND GOOD GOVERNANCE Modul ke: PHILOSOPHICAL ETHICS AND BUSINESS Fakultas Dr. Achmad Jamil PASCASARJANA Program Studi Magister Manajemen www.mercubuana.ac.id Pengertian ETIKA. Norma-norma,

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY. S DENGAN GANGGUAN SISTEM PERSARAFAN: STROKE HEMORAGIK DI ICU RSUI KUSTATI SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Mendapatkan Gelar Ahli Madya Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilihan umum merupakan suatu sarana untuk memilih orang agar dapat mengisi jabatan tertentu di dalam suatu negara. Bagi negara yang menganut sistem demokrasi,

Lebih terperinci

Penciptaan Sel Stem Embrio Manusia di Masa Depan Menggunakan Teknologi 3D Printing. Husna Tiara Putri Seminar Studi Futuristik

Penciptaan Sel Stem Embrio Manusia di Masa Depan Menggunakan Teknologi 3D Printing. Husna Tiara Putri Seminar Studi Futuristik Penciptaan Sel Stem Embrio Manusia di Masa Depan Menggunakan Teknologi 3D Printing Husna Tiara Putri 15411011 -- Seminar Studi Futuristik Latar Belakang Teknologi merupakan salah satu aspek yang berkembang

Lebih terperinci

I S D I Y A N T O NIM : C

I S D I Y A N T O NIM : C TANGGUNG JAWAB DOKTER DALAM MELAKUKAN OPERASI BEDAH JANTUNG DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT Dr. SARDJITO YOGYAKARTA SKRIPSI Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Syarat syarat Guna Mencapai Derajat

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS (Teori Etika )

ETIKA BISNIS (Teori Etika ) ETIKA BISNIS (Teori Etika ) Disusun oleh Kelompok I : 1. Putu Sulastra 13810331180412 2. Kadek Suarjana 13810331180415 3. Nengah Mertapa 13810331180418 4. Pande Nyoman Kartika 13810331180426 Kelas : Manajemen

Lebih terperinci

01FEB. Template Standar Business Ethics and Good Governance

01FEB. Template Standar Business Ethics and Good Governance Modul ke: Fakultas 01FEB Template Standar Business Ethics and Good Governance Pembuatan Template Powerpoint untuk digunakan sebagai template standar modul-modul yang digunakan dalam perkuliahan Cecep Winata

Lebih terperinci

dr. SETYO TRISNADI, Sp.F, G.Bioethics

dr. SETYO TRISNADI, Sp.F, G.Bioethics dr. SETYO TRISNADI, Sp.F, G.Bioethics Etika adalah cabang ilmu filsafat moral yang mencoba mencari jawaban guna menentukan dan mempertahankan secara rasional teori yang berlaku secara umum tentang apa

Lebih terperinci

Pertemuan 1. Pembahasan. 1. Norma 2. Budaya 3. Etika 4. Moral 5. Struktur Etika

Pertemuan 1. Pembahasan. 1. Norma 2. Budaya 3. Etika 4. Moral 5. Struktur Etika Pertemuan 1 Pembahasan 1. Norma 2. Budaya 3. Etika 4. Moral 5. Struktur Etika 1 1.1. Norma Manusia adalah makhluk ciptaan Allah Manusia mempunyai berbagai macam kebutuhan diantaranya adalah kebutuhan untuk

Lebih terperinci

KONSEP HUKUM DALAM KEPERAWATAN

KONSEP HUKUM DALAM KEPERAWATAN KONSEP HUKUM DALAM KEPERAWATAN Oleh : Kelompok 3.B Keperawatan adalah suatu bentuk pelayanan profesional yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan, didasarkan pada ilmu keperawatan, berbentuk

Lebih terperinci

Mata Kuliah BIOETIKA Program studi Bioteknologi

Mata Kuliah BIOETIKA Program studi Bioteknologi Mata Kuliah BIOETIKA Program studi Bioteknologi Pertemuan Ke 2 BIOETIKA: Sejarah dan Perkembangan Bioetika By: Seprianto, S.Pi, M.Si Sekilas Bioetika Sekilas Bioetika Etika merupakan salah satu disiplin

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum

BAB 1 PENDAHULUAN. itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang berdasarkan atas hukum. Dalam konteks itu setiap kebijakan yang diambil harus didasarkan pada hukum. Hukum berfungsi untuk mengatur seluruh

Lebih terperinci

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA

PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA PENANGGULANGAN ABORTUS PROVOCATUS CRIMINALIS DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA Oleh : Angga Indra Nugraha Pembimbing : Ibrahim R. Program Kekhususan: Hukum Pidana, Universitas Udayana Abstract: The rise of

Lebih terperinci

Pengertian etika = moralitas

Pengertian etika = moralitas Pengertian etika Meet-1 Creat By.Hariyatno.SE,Mmsi 1. Pengertian Etika Etika berasal dari dari kata Yunani Ethos (jamak ta etha), berarti adat istiadat Etika berkaitan dengan kebiasaan hidup yang baik,

Lebih terperinci

ETIKA PROFESI Mia Fitriawati, M.Kom.

ETIKA PROFESI Mia Fitriawati, M.Kom. ETIKA PROFESI Mia Fitriawati, M.Kom. Seorang professional membutuhkan elaborasi dari keterampilan, wawasan, pengetahuan serta wajib mengetahui, memahami dan mengamalkan etika profesi (professional ethics).

Lebih terperinci

lain rumah sakit atau prosedur hari pusat dicabut, ditangguhkan atau memiliki kondisi tempat

lain rumah sakit atau prosedur hari pusat dicabut, ditangguhkan atau memiliki kondisi tempat Praktisi status akreditasi sebagai mengunjungi petugas medis (apapun namanya) pada setiap lain rumah sakit atau prosedur hari pusat dicabut, ditangguhkan atau memiliki kondisi tempat praktek mereka. Praktisi

Lebih terperinci

disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri

disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri Informed Consent adalah istilah yang telah diterjemahkan dan lebih sering disebut dengan Persetujuan Tindakan Medik. Secara harfiah, Informed Consent terdiri dari dua kata, yaitu : Informed dan Consent.

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. I/No. 5/September/2013

Lex et Societatis, Vol. I/No. 5/September/2013 ASPEK HUKUM TERHADAP PEMANFAATAN ORGAN TUBUH MANUSIA UNTUK KELANGSUNGAN HIDUP 1 Oleh : Reggy Lintang 2 A B S T R A K Kemajuan ilmu kedokteran semakin berkembang salah satu bukti perkembangan ilmu kedoteran

Lebih terperinci

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK. NOVIA KENCANA, S.IP, MPA STMIK MDP

PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK. NOVIA KENCANA, S.IP, MPA STMIK MDP PANCASILA SEBAGAI ETIKA POLITIK NOVIA KENCANA, S.IP, MPA STMIK MDP novia.kencana@gmail.com ETIKA & FILSAFAT Etika Filsafat Filsafat berdasarkan bidangnya dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Filsasat teoritis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Seperti kita ketahui bahwa masalah kesehatan bukanlah merupakan hal yang baru dalam kehidupan, sebab hal tersebut banyak ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena

Lebih terperinci

Etiology dan Faktor Resiko

Etiology dan Faktor Resiko Etiology dan Faktor Resiko Fakta Penyakit ini disebabkan oleh virus hepatitis C (HCV). Virus hepatitis C merupakan virus RNA yang berukuran kecil, bersampul, berantai tunggal, dengan sense positif Karena

Lebih terperinci

KEBIJAKAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG

KEBIJAKAN KOMITE ETIK RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG KEBIJAKAN KOMITE ETIK NOMOR : 01/KBJ/SDI/RSI-SA/IV/2013 Tindakan Nama Jabatan Tandatangan Tanggal Disiapkan Hj. Miftachul Izah, SE, M. Kes Manajer SDI 1 April 2013 Diperiksa Dr. H. Makmur Santosa, MARS

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah

Lebih terperinci

Konsep dasar proses kloning manusia ini dapat dilihat pada Gambar 1. Seorang wanita mendonorkan sel telurnya untuk digunakan dalam proses kloning.

Konsep dasar proses kloning manusia ini dapat dilihat pada Gambar 1. Seorang wanita mendonorkan sel telurnya untuk digunakan dalam proses kloning. Saya, saya dan saya Wah, kesannya egois sekali! Saya, saya, dan saya Me, Myself, and I Ya, itulah yang terjadi kalau saya membuat fotokopi diri saya sendiri, alias kloning. Saya bisa berhadapan dengan

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Perspektif Budaya Oleh : M. Askar, S.Kep,Ns.,M.Kes

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Perspektif Budaya Oleh : M. Askar, S.Kep,Ns.,M.Kes Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Perspektif Budaya Oleh : M. Askar, S.Kep,Ns.,M.Kes PETA KONSEP Budaya perawat Globalisasi menjadikan Alat kesehatan canggih dipakai Aplikasi tindakan keperawatan akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG

BAB I PENDAHULUAN. Erni Purnamasari, 2015 PENGARUH RELIGIUSITAS TERHADAP ETIKA PADA SISWA KELAS XI MIA 4 DAN XI IIS 2 SMA NEGERI 14 KOTA BANDUNG BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja adalah masa peralihan, yang ditempuh oleh seseorang dari kanak-kanak menuju dewasa. Atau dapat dikatakan bahwa masa remaja adalah perpanjangan masa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang A. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara yang mengedepankan hukum seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar tahun 1945 dalam Pasal 1 ayat 3 sebagai tujuan utama mengatur negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat terhadap profesi kedokteran di Indonesia akhir-akhir ini makin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Meningkatnya pengetahuan masyarakat seiring pesatnya perkembangan teknologi dan kemudahan dalam mendapatkan informasi, membuat masyarakat lebih kritis terhadap pelayanan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37 TAHUN 2014 TENTANG PENENTUAN KEMATIAN DAN PEMANFAATAN ORGAN DONOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh

BAB I PENDAHULUAN. Tuhan Yang Maha Esa tersebut tidak boleh dicabut oleh siapapun termasuk oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tuhan Yang Maha Esa memberikan anugerah kepada manusia yaitu sebuah kehidupan yang harus dihormati oleh setiap orang. Kehidupan yang diberikan oleh Tuhan Yang

Lebih terperinci

Bu and Go a. b. c. d. e.

Bu and Go a. b. c. d. e. MODUL PERKULIAHAN Bu sinesss Ethic and Corporate Go overnance a. Introduction: Ethical Theories and Traditions b. Utilitarianism: Making Decision Based on Ethical Consequences c. Deontology: An Ethics

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1295, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN KESEHATAN. Bank. Jaringan. Sel. Penyelenggaraan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 62 TAHUN 2013 TENTANG PENYELENGGARAAN BANK

Lebih terperinci

RELEVANSI Skm gatra

RELEVANSI Skm gatra SURAT KETERANGAN DOKTER DIVISI BIOETIKA DAN MEDIKOLEGAL FK USU RELEVANSI Skm gatra SURAT KETERANGAN DOKTER Dalam menjalankan tugas profesinya, seorang dokter kadang kalanya harus menerbitkan surat-surat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari proses

BAB I PENDAHULUAN. dengan berbagai permasalahannya, dan diakhiri dengan kematian. Dari proses BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup termasuk manusia, akan mengalami siklus kehidupan yang dimulai dari proses pembuahan, kelahiran, kehidupan di dunia dengan berbagai permasalahannya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk biologis senantiasa menjalankan dan mempertahankan kehidupannya. Dalam menjalankan serta mempertahankan kehidupannya, manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Rumah sakit sebagai satu lembaga sosio-ekonomi juga lembaga kemanusiaan yang memiliki nilai-nilai dan martabat luhur, sebaiknya mengutamakan nilai-nilai moral dan tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh

BAB I PENDAHULUAN. A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) (WHO), Setiap tahun jumlah penderita kanker payudara bertambah sekitar tujuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian (Latar Belakang Masalah) Salah satu jenis kanker yang paling ditakuti oleh para wanita adalah kanker payudara (Rahmah, 2009). Menurut data organisasi kesehatan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam

BAB V PENUTUP. A. Simpulan. Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam BAB V PENUTUP A. Simpulan Setelah dijelaskan dan diuraikan sebagaimana tercantum dalam keseluruhan bab yang sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Perlindungan terhadap pasien dalam

Lebih terperinci

Pendapat Hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) atas Kasus Fidelis: PN Sanggau Mestinya Melepaskan Fidelis dari Seluruh Tuntutan Hukum

Pendapat Hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) atas Kasus Fidelis: PN Sanggau Mestinya Melepaskan Fidelis dari Seluruh Tuntutan Hukum Pendapat Hukum Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) atas Kasus Fidelis: PN Sanggau Mestinya Melepaskan Fidelis dari Seluruh Tuntutan Hukum Kepada Yth: Ketua PN Sanggau Cq. Majelis Hakim yang memeriksa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN ii Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan SAMBUTAN FORUM PARLEMEN INDONESIA UNTUK KEPENDUDUKAN DAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu,

BAB I PENDAHULUAN. adalah profesi kesehatan yang berfokus pada individu, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tenaga kesehatan merupakan salah satu unsur yang memiliki peranan penting dalam pencapaian keoptimalan derajat kesehatan. Salah satu tenaga kesehatan yang jumlahnya

Lebih terperinci

Dapatkan Sekarang Juga Perlindungan Tambahan dengan Harga Terjangkau. Pilihan di Tangan Anda!

Dapatkan Sekarang Juga Perlindungan Tambahan dengan Harga Terjangkau. Pilihan di Tangan Anda! PROTECTION ASURANSI VOLUNTARY PLUS Dapatkan Sekarang Juga Perlindungan Tambahan dengan Harga Terjangkau. Pilihan di Tangan Anda! aia-financial.co.id PROTECTION ASURANSI VOLUNTARY PLUS ASURANSI VOLUNTARY

Lebih terperinci

MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN, WEWENANG, MALPRAKTIK DAN KELALAIAN DALAM PELAKSANAAN TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG

MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN, WEWENANG, MALPRAKTIK DAN KELALAIAN DALAM PELAKSANAAN TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG MANAJEMEN PENGAMBILAN KEPUTUSAN, WEWENANG, MALPRAKTIK DAN KELALAIAN DALAM PELAKSANAAN TRANSPLANTASI SUMSUM TULANG OLEH KELOMPOK II.B 1. ANDI BATAVIA 2. SILVIA SUKMA DEWI 3. SARI ANGRENI 4. REZKI RAHAYU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat kemajuan tiap- tiap Negara.

BAB I PENDAHULUAN. masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat kemajuan tiap- tiap Negara. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemiskinan merupakan masalah yang selalu ada pada setiap Negara, meskipun zaman telah memasuki era globalisasi namun tidak dapat dipungkiri masalah kemiskinan

Lebih terperinci