BAB VII PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB VII PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN"

Transkripsi

1 SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN BAB VII PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN Dr. Wahyu Surakusuma, M.Si KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2017

2 BAB VII PEMBANGUNAN HUTAN TANAMAN Kompetensi Utama: Kompetensi Inti Guru: Kompetensi Dasar: Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu Memahami konsep dan prinsip pembangunan hutan tanaman, Menerapkan Teknik-Teknik Penebangan Hasil Hutan Kayu Yang Ramah Lingkungan (Reduced Impact Logging) Pembangunan hutan tanaman merupakan salah satu program Kementerian Kehutanan yang sedang digalakkan. Di masa depan hutan tanaman diharapkan menjadi pemasok utama industri perkayuan dalam negeri dan untuk memenuhi kebutuhan kayu untuk masyarakat. Menurut Data Release Ditjen Bina Usaha Kehutanan (2011) jumlah IUPHHK-HTI sampai Triwulan II tahun 2011 sebanyak 245 unit dengan luas lahan ha. Pencadangan areal untuk Hutan Tanaman Rakyat (HTR) di 103 kabupaten/kota yang tersebar di 26 provinsi sampai Triwulan II tahun 2011 seluas ,73 ha. Hutan tanaman memiliki berbagai keunggulan dibandingkan dengan hutan alam. Keuntungan hutan tanaman antara lain: 1. Produktivitas tegakan tinggi. Dengan jumlah tanaman pada akhir panen pohon per ha dapat dihasilkan kayu m3 per hektar melalui teknik silvikultur yang intensif (SILIN) 2. Kayu yang dihasilkan seragam meliputi jenis yang seragam, ukuran kayu pada saat panen yang relatif sama besarnya sehingga memudahkan untuk bahan baku industri perkayuan 3. Menyediakan lapangan kerja yang cukup banyak mulai dari persiapan lahan, penanaman pohon, pemeliharaan sampai penebangan. Tenaga kerja yang diserap khususnya tenaga kasar (buruh) cukup banyak sehingga dapat mengurangi pengangguran 4. Dampak pembangunan hutan tanaman baik langsung maupun tidak langsung dapat menggerakkan perekonomian di suatu lokasi. Misalnya hutan tanaman mangium disumatera Selatan (PT Musi Hutan Persada) dan di Riau (PT Riau Andalan Pulp and Paper). 1

3 Indonesia memiliki berbagai keunggulan dalam pembangunan hutan tanaman diantaranya : posisi Indonesia di daerah tropis dimana cahaya matahari sekitar 12 jam dan tidak terdapat musim dingin; Curah hujan yang sangat penting bagi pertumbuhan pohon terdapat dalam jumlah yang cukup sehingga pertumbuhan pohon dapat dicapai secara maksimum. Sebagai contoh pertumbuhan pohon sengon sangat cepat dimana pada umur lima tahun mencapai diameter cm dan sudah dapat dipanen; tenaga kerja di Indonesia cukup banyak sehingga tidak sulit memperoleh tenaga; lahan utnuk penanaman tersedia cukup luas dimana Kementerian Kehutanan telah mencadangkan lahan cukup luas untuk pembangunan hutan tanaman. Progam penanaman satu milyar pohon pada tahun 2011 dan tahun-tahun berikutnya dan pembangunan hutan tanaman oleh perusahaan dan masyarakat perlu didukung oleh hasil-hasil IPTEK diantaranya yang terkait dengan Pemilihan jenis pohon yang tepat. Tulisan ini bertujuan untuk memberikan informasi yang terkait dengan Pemilihan Jenis Pohon untuk Pembangunan Hutan Tanaman. Diharapkan tulisan ini bermanfaat bagi para pengguna terutama para penyuluh kehutanan. Sebelum melaksanakan pembangunan hutan tanaman, perlu ditetapkan tujuan pembangunan hutan tanaman. Tujuan Pembangunan Hutan Tanaman bervariasi diantaranya untuk menghasilkan : 1. Kayu pertukangan termasuk kayu lapis, kayu gergajian, ukiran dll 2. Kayu serat seperti bahan baku pulp dan kertas 3. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) diantaranya rotan, sagu, penghasil getah, penghasil buah, penghasil kulit, minyak atsiri dll 4. Kayu energi seperti wood pellet, kayu bakar, arang, arang aktif dll 5. Rehabilitasi lahan kritis seperti padang alang-alang, sempadan sungai dll Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk memperoleh hasil sesuai yang diharapkan seperti produktivitas yang tinggi, tumbuh secara baik dan normal serta daur yang ekonomis. Berkaitan dengan itu jenis pohon yang akan ditanam haruslah sesuai dengan tapak (Species site matching). Jenis yang tumbuh di rawa tidak cocok bila ditanam dilahan kering. Begitu pula jenis pohon yang tumbuh di dataran rendah tidak akan tumbuh maksimal bila ditanam di dataran tinggi. Jenis pohon di daerah tropik umumnya tumbuh kurang baik di daerah temperate. Jenis pohon yang tumbuh pada daerah-daerah dengan curah hujan tinggi kurang cocok ditanam pada daerah dengan curah hujan yang rendah. 2

4 Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam pembangunan hutan tanaman khususnya kesesuaian jenis dan tapak (site) adalah: Ketinggian diatas permukaan laut atau altitude, Curah hujan tahunan dan hari hujan pada lokasi yang akan ditanam haruslah memenuhi persyaratan tumbuh jenis yang akan ditanam, Jenis tanah pada tapak yang akan dibangun hutan tanaman. Sebagai contoh jenis pohon jati mempunyai kualitas yang baik jika ditanam pada tanah berkapur dengan musim kemarau dan musim hujan yang jelas misalnya di daerah Cepu (Jawa Tengah), kebutuhan cahaya (naungan). Jenis-jenis pohon paling tidak terdiri dari jenis yang perlu cahaya penuh (full light demanders) misalnya Acacia mangium, jenis yang perlu nanungan pada umur muda misalnya jenis-jenis meranti merah dan suhu dan kelembaban di pada lokasi tanaman Jenis-jenis pohon yang dikategorikan kedalam jenis pohon tumbuh cepat umumnya mempunyai daur tebang atau panen pohon dalam waktu kurang dari 10 tahun. Indonesia memiliki banyak jenis-jenis pohon asli yang tumbuhnya cepat bahkan sangat cepat bila menggunakan teknik penanaman yang tepat. Contoh jenis-jenis pohon tumbuh cepat diantaranya adalah: 1. Sengon (Falcataria moluccana) 2. Mangium (Acacia mangium Wild) 3. Ekaliptus (Eucalyptus pellita, E.urolhylla, E.eurograndis) 4. Nyawai (Ficus variegata) 5. Jabon (Anthocephalus cadamba) 6. Tisuk (Hibiscus macrophyllus Roxb.) 7. Manglid (Manglietia glauca Bl.) Masa panen atau daur tebang jenis pohon tumbuh sedang berkisar antara tahun dan jenis pohon tumbuh lambat mempunyai daur tebang lebih dari 30 tahun. Umumnya kayu pertukangan, kayu untuk mebel dan ukiran termasuk dalam jenis tumbuh sedang dan lambat. Contoh jenis pohon tumbuh sedang antara lain: 1. Meranti merah (Shorea leprosula, S.parvifolia, S.johorensis ) 2. Kapur (Dryobalanops lanceolata, D.aromatica) 3. Pulai (Alstonia scholaris, A.sngustiloba) 4. Mahoni (Swietenia macrophylla) 5. Kayu bawang (Disoxylum molissinum ) 6. Bambang lanang (Michelia champaka) 7. Cempaka (Elmerillia champaca) 8. Jelutung (Dyera polyohylla Miq.) 3

5 9. Mahoni Afrika (Khaya anthorheca) 10. Kayu Afrika (Maesopsis eminii Engl.) 11. Pinus (Pinus merkusii) Contoh jenis pohon tumbuh lambat antara lain: 1. Ulin (Eusideroxylon zwageri ) 2. Eboni (Diospyros celebica) 3. Jati (Tectona grandis L.f) 4. Tembesu (Fagraea fragrans) 5. Sungkai (Peronema canescens Jack) 6. Bangkirai (Shorea laevis) 7. Sonokeling (Dalbergia latifolia ) Pemilihan jenis pohon yang akan ditanam dalam pembangunan hutan tanaman sangat penting. Mengingat investasi yang besar dan waktu yang dibutuhkan untuk panen cukup lama yaitu berkisar antara tahun maka penentuan jenis pohon jangan sampai salah, apalagi biula dikaitkan dengan selera pasar pada saat panen nantinya. Untuk jenis pohon tumbuh cepat yang umumnya digunakan untuk bahan baku pulp dan bahan bangunan ringan waktu yang dibutuhkan relatif lebih singkat dibandingkan dengan jenis tumbuh sedang dan lambat, karena itu jenis yang dipilih harus tepat dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Menurut Ditjen Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial (2004) dalam Mile (2007) berbagai produk dan jasa yang mempunyai nilai komersial untuk pengembangan hutan rakyat diantaranya : 1. Hasil hutan berupa kayu pertukangan untuk bangunan, mebel, perkakas kerajinan 2. Kayu lapis, pulp dan kertas 3. Hasil hutan bukan kayu yang dihasilkan dari tanaman serbaguna (MPTS) berupa buah-buahan, biji-bijian, bunga-bungaan, getah-getahan, rotan bamboo, gaharu, damar, minyak resin, lebah madu dan sutera alam 4. Hasil pertanian berupa buah-buahan, sayur-sayuran umbi-umbian dan bunga-bungaan 5. Hasil tanaman industri berupa tanaman rempah, tanaman obat dan minyak resin serat 6. Jasa lingkungan dari ekosistem hutan yang dapat dikembangkan sebagai obyek wisata alam 7. wisata petualangan, hutan pendidikan dan hutan penelitian 4

6 Selanjutnya Winrock International (1992) mengemukakan kriteria umum dalam pemilihan jenis untuk ditanam yaitu : 1. Mudah beradaptasi terhadap kondisi tanah dan iklim yang ada 2. Tahan terhadap hama dan penyakit 3. Sedikit biaya dan waktu untuk pengolahan 4. Tahan terhadap kekeringan dan tekanan iklim lainnya 5. Toleran terhadap perlakuan pemangkasan dan trubusan 6. Memiliki pertumbuhan awal yang cepat 7. Mempunyai percabangan rendah yang dapat dengan mudah dipotong dengan peralatan sederhana dan mudah diangkut 8. Mempunyai kadar air kayu yang rendah sehingga mudah dikeringkan 9. Mempunyai kegunaan lain yang dapat menyokong kehidupan petani 10. Mempunyai karakteristik akar yang baik Beberapa persyaratan dalam pemilihan jenis pohon untuk tujuan reboisasi dan pemulihan lahan terdegradasi dikemukakan oleh Gintings et.al., 1995 sebagai berikut: 1. Mampu tumbuh ditempat terbuka 2. Dapat bersaing dengan alang-alang secara cepat 3. Jenis yang dipilih disenangi oleh masyarakat disekitar 4. Mudah memperoleh biji 5. Mudah bertunas setelah terbakar 6. Dapat bersimbiose dengan jasad renik tanah Arsyad (1989) dalam Kosasih et.al., (2009) mengemukakan jenis-jenis pohon untuk ditanam pada lahan-lahan terdegradasi sebaiknya memenuhi criteria yang berikut: 1. Termasuk dalam kategori jenis cepat tumbuh 2. Dapat menghasilkan serasah yang banyak 3. Memiliki sistem perakaran yang melebar dan kuat 4. Mempunyai nilai ekonomi 5. Mampu memperbaiki tanah misalnya jenis lamtoro 6. Mempunyai tajuk pohon yang lebat. 7. Keselamatan Pekerjaan 8. Jarak aman Sebelum penebangan dilakukan, Anda harus memastikan bahwa tidak ada orang dalam jarak setidaknya dua kali tinggi pohon dari pohon yang akan Anda jatuhkan. Anda dan 5

7 rekan kerja Anda harus menggunakan pakaian atau jaket berwarna atau rompi agar mudah terlihat satu sama lain dan orang yang lewat di sekitar area penebangan. Gambar 1. Jarak aman penebangan pohon Mulai perencanaan pekerjaan penebangan sebelum Anda menebang. Tentukan arah rebah. Perhatikan faktor-faktor yang berbeda yang dapat mempengaruhi penebangan, seperti arah angin, kekuatan angin, kemiringan dan hambatan di seluruh daerah kerja. Pelajari pohon. Apakah sudah rusak oleh pembusukan, retak atau ada beberapa faktor lainnya? Apakah ada risiko cabang/ranting kering atau rusak jatuh dari pohon atau dari pohon yang berdekatan? Apakah pohon condong ke satu arah tertentu? Ke arah mana harus pohon ditebang, perhitungkan pekerjaan awal agar memudahkan pekerjaan berikutnya? Untuk pekerjaan limbing berikutnya, disarankan untuk mengambil ketinggian kerja yang sesuai. Misalnya, Anda dapat memastikan bahwa pohon itu dijatuhkan ke arah batang pohon yang sudah jatuh, batu atau elevasi lainnya di area itu. Hati-hati terhadap bagian bawah pohon yang ditebang karena bisa saja ada hentakan di situ. 6

8 Gambar 2. Penentuan tinggi pohon dan jarak aman penebangan Seberapa jauh pohon akan mencapai jarak untuk jatuh? Ketika menebang pohon dekat dengan bangunan, penting untuk memperhatikan jarak jatuh pohon. Salah satu cara adalah dengan menggunakan prinsip-prinsip geometris sederhana dan menentukan titik di tanah yang membentuk segitiga sama sisi dan siku-siku, yaitu jarak yang sama dengan tinggi pohon. Prinsip ini dapat ditentukan dengan menggunakan tongkat kayu. Pegang tongkat sehingga jarak mata Anda ke tongkat sama dengan panjang tongkat, dan sudut antara dua sisi segitiga menjadi lurus. Ketinggian mata Anda terhadap tanah sama dengan ketinggian pada pohon yang tidak dihitung pada prinsip perhitungan ini. Hasil yang didapat pada perhitungan ketinggian pohon tadi akan ditambahkan jarak dari tanah ke mata Anda. Jatuhkan ke arah alami jatuh jika mungkin Sebagian besar pohon memiliki arah alami jatuh. Hal ini dipengaruhi oleh kecondongan pohon, bentuk cabang dan setiap beban yang ada. Jika Anda tidak yakin dengan bentuk pohon yang condong, bergerak sedikit menjauh dari pohon dan periksa dengan mistar/pengukur tegak lurus. Pada tingkat tertentu, memungkinkan bagi Anda untuk mengarahkan jatuhnya pohon sesuai pada musim gugur, tapi cara ini membutuhkan biaya dan meningkatkan risiko serta aktivitas fisik tambahan. Hal ini membutuhkan pengetahuan, keterampilan dan pengalaman bersama dengan alat pendukung yang tepat. Pohon dengan kayu yang sudah lemah, seperti pohon yang mati atau membusuk, harus selalu ditebang ke arah termudah. Pohon yang condong ke arah tertentu, bentuk pohon, panjang pohon, diameter pohon, jenis pohon dan pembusukan merupakan faktor yang mempengaruhi penebangan pohon, serta kemiringan tanah, arah angin, saluran udara, jalan dan bangunan juga harus diperhatikan. Pemanenan terdiri dari 3 kegiatan utama yaitu penebangan, penyaradan (memindahkan kayu dari petak tebang ke TPN) dan pengangkutan (mengeluarkan kayu dari hutan menuju tempat tujuan pengangkutan). Pemanenan merupakan kegiatan kehutanan dengan resiko kesehatan dan kecelakaan kerja serta menimbulkan kerusakan lingkungan yang tinggi sehingga pengetahuan tentang teknik pemanenan sesuai standar dan prosedur yang benar sangat diperlukan. Dengan memiliki pengetahuan tersebut diharapkan saat bekerja di lapangan akan sesuai dengan standar dan prosedur yang benar. Saat ini telah dikembangkan. 7

9 pendekatan penerapan teknik pemanenan yang ramah lingkungan yang dikenal dengan RIL (Reduce Impact Logging). RIL adalah suatu pendekatan sistematis dalam perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pemanenan kayu yang memperhatikan fungsi produksi dan konservasi hutan. RIL bertujuan untuk mengurangi pengaruh negatif pemanenan kayu terhadap lingkungan dan dapat menghasilkan pemanfaatan sumber daya hutan yang maksimal dan lestari. Dalam konsep RIL ada 6 titik krusial perbaikan teknik dan teknologi pemanenan kayu yaitu: 1. Perncanaan sebelum pemanenan 2. Pembukaan wilayah hutan 3. Operasi penebangan 4. Operasi penyaradan 5. Operasi pengangkutan 6. Operasi perbaikan terhadap kerusakan setelah pemanenan kayu Ciri ciri penerapan RIL adalah: 1. Peta pohon dan garis kontur berskala besar 2. Peta rencana pemanenan kayu yang memuat informasi a. Garis kontur b. Areal yang dilindungi c. Lokasi pohon masak tebang, pohon inti, pohon dilindungi dan pohon induk d. Jaringan jalan, TPN dan jaringan jalan sarad e. Rencana arah penyaradan dan arah rebah pohon yang akan ditebang 3. Penggunaan peta pemanenan kayu dalam operasi penebangan dan penyaradan 4. Penebangan sesuai dengan arah rebah yang direncanakan dan menggunakan teknik yang tepat 5. Pembuatan jalan sarad sesuai dengan rencana 6. Menggunakan teknik winching 7. Koordinasi operator chainsaw dan operator traktor penyarad 8. Training terhadap pekerja, operastor chainsaw, operator traktor, mandor, supervisor dan inspector blok secara teratur. 9. Breefing rutin mengenai prosedur teknik 10. Menerapkan tarif upah yang adil dan transparan 8

10 A. Teknik Penebangan Penebangan adalah proses merubah pohon berdiri menjadi batang rebah dengan dampak yang kecil. Penebangan dilakukan untuk memperoleh kayu untuk suatu keperluan dan dalam rangka pemeliharaan hutan (penjarangan). Prinsip dalam melakukan penebangan adalah meminimalkan kecelakaan, kerusakan terhadap pohon yang ditebang, tegakan sisa, tanah dan air. Satu regu tebang terdiri dari 1 orang operator chainsaw dan 4-5 helper. Helper memiliki tugas untuk membantu persiapan sebelum penebangan, membersihkan cabang dan ranting dan melakukan pengukuran saat pembagian batang. Hutan hujan tropis seperti di Indonesia merupakan sebuah lingkungan kerja dengan tingkat bahaya yang tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh tinggi pohon yang diatas 40 m, serta tajuk yang lebar dan tidak teratur. Selain itu, tajuk yang saling terkait antara pohon menyulitkan untuk menentukan arah rebah dalam penebangan. Dengan memperhatikan kondisi tersebut maka terdapat beberapa kondisi yang menimbulkan resiko dalam kegiatan penebangan, yaitu: 1. Kayu mungkin tersangkut cabang dan liana saat akan tumbang 2. Cabang dari pohon yang ditebang ataupun pohon didekatnya dapat patah saat proses jatuhnya pohon 3. Pohon yang berdekatan saat penebangan akan memicu kick-back dengan arah yang tidak dapat diprediksi 4. Liana dapat patah dan berbalik arah dengan arah yang tidak dapat diprediksi 5. Tumbangnya pohon dapat menekan pohon lain sehingga dampak yang ditimbulkan 2 kali tinggi pohon yang tumbang Selanjutnya perlu dilakukan usaha untuk meminimalisir resiko kerja dalam penebangan. Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah : 1. Penebang selalu dibantu oleh helper. Komunikasi sebelum pohon jatuh harus baik sehingga final cut tidak dilakukan sebelum helper menyatakan kondisi aman 2. Selalu menjaga jarak aman antara regu tebang 3. Menunggu beberapa saat setelah pohon jatuh sebelum dilakukan pembagian batang, untuk menghindari cabang yang tersangkut pada pohon lain 4. Saat bekerja dekat jalan atau tempat dengan banyak orang, berikan peringatan akan adanya pohon yang akan tumbang 5. Pastikan saat ada orang lain masuk area penebangan telah memakai alat pelindung diri 6. Pastikan penebang memahami teknik penebangan sehingga akan meminimalkan resiko kerja dan limbah kayu 9

11 7. Perusahaan harus melengkapi penebang dengan alat-alat keselamatan diri Beberapa alat keselamatan diri yang harus digunakan dalam penebangan adalah: 1. Helm 2. Sarung tangan 3. Penutup telinga 4. Kaca penutup muka 5. Baju dan celana panjang 6. Sepatu boot 7. Chainsaw harus dilengkapi dengan penghenti rantai otomatis Sebelum melakukan penebangan maka penebang perlu memiliki beberapa pengetahuan dasar antara lain: 1. Kemampuan menentukan arah rebah ke arah jalan sarad 2. Kemampuan menebang dengan dampak yang kecil 3. Pohon yang akan dipanen pada periode berikutnya menjadi salah satu faktor pertimbangan dalam menentukan arah rebah 4. Pengalaman menebang akan dapat menghindari jatuh pohon di tanah yang tidak rata, batang retak yang akan mengurangi volume kayu 5. Penebangan harus dilengkapi dengan peta topografi yang menggambarkan area penyangga, daerah yang curam dan peta pohon sehingga dapat mengarahkan arah rebah ke jalan sarad sehingga penyaradan lebih efektif 6. Lebih baik apabila memiliki buku saku kebijakan penebangan di perusahaan Persiapan sebelum penebangan: Persiapan sebelum penebangan merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Setelah regu tebang mempersiapkan chainsaw, memastikan kondisi alat baik dan dapat beroperasi, termasuk mempersiapkan bahan bakar. Beberapa hal yang harus dilakukan sebelum melakukan penebangan adalah: 1. Menentukan arah rebah 2. Membersihkan bagian bawah pohon dan mempersiapkan gergaji mesin 3. Liana pada pohon harus dipotong 4. Helper membersihkan daerah disekitar pohon dan area penyelamatan 5. Membuat takik rebah menghadap arah rebah 10

12 Gambar 3 persiapan menghindari resiko keselamatan kerja Kegiatan membersihkan rintangan berupa liana bertujuan untuk meminimalisir bahaya kecelakaan kerja, kerusakan alat dan mempermudah pekerjaan penebangan. Pada perusahaan kegiatan ini biasanya disebut pengimasan. Kegiatan ini juga bertujuan untuk memudahkan membuat takik rebah dan takik belas serta memotong banir pohon sheingga memungkinkan tunggul yang ditinggalkan rendah (di atas banir untuk pohon berbanir) dan sekitar 5 10 cm diatas tanah untuk pohon tidak berbanir. Pelaksanaan pengimasan dilakukan saat akan menebang namun pada perusahaan besar dapat dilakukan 1 bulan sebelum penebangan sebagai persiapan penebangan. Dalam Endom, Wesman dan Sukanda Disampaikan bahwa di perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) tertentu telah menjadi prosedur bahwa sebelum dilakukan penebangan ada kegiatan pengupasan kulit dalam keadaan berdiri. Hal tersebut dimaksudkan untuk memperingan pekerjaan saat pengupasan lanjutan setelah kayu ditebang. Pengupasan dilakukan dari pangkal bawah sekitar 5 cm dari tanah dan dapat dipakai sebagai tanda batas tinggi tunggul. Dengan menggunakan parang, pengupasan kulit kayu sampai kira-kira 4-8 meter dari pangkal pohon. Ada pula pengupasan yang dilakukan setelah pohon ditebang dan dipotong-potong sesuai dengan ukuran (sortimen) tertentu. Pengupasan setelah penebangan dilakukan minimal 95%. Kulit kayu, ranting dan cabang yang tidak terpakai diletakkan di jalur sarad secara merata dan jalur sarad harus terbebas dari kayu yang masih dimanfaatkan. 11

13 Setelah melakukan pembersihan bagian bawah pohon maka berikutnya adalah kegiatan menentukan arah rebah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan arah rebah: 1. Keadaan pohon, posisi tumbuhnya pohon, percabangan, tajuk, liana/tumbuhan yang terkait dengan pohon lain 2. Arah angin 3. Keamanan pekerja (jarak antar regu tebang min 2 x tinggi pohon) 4. Keadaan lapangan (usahakan pohon jatuh kearah lereng bukit yang datar/rata) 5. Keselamatan kayu (batang jatuh usahakan tidak menimpa batu, tunggak, selokan, parit atau batang kayu lain) 6. Arah penyaradan. Prosedur penentuan arah rebah: Arah rebah yang terbaik adalah mendekati jalan sarad dengan pola sirip ikan (sudut derajat) atau arah rebah sejajar diatas jalan sarad dengan arah berlawanan dengan arah penyaradan, Bila memungkinkan arah rebah diarahkan ke tempat kosong dan pada tajuk yang sudah ditebang sebelumnya, Pada areal curam arah rebah kesamping lereng (kontur) Pada dasarnya penebangan dilakukan dengan membuat takik rebah, takik balas dan membuat engsel. Takik rebah dibuat dengan membuat potongan datar (alas takik) dan potongan miring (atap takik) yang bertujuan untuk mengarahkan rebahan pohon sehingga pohon akan rebah sesuai arah rebah yang ditentukan, mencegah terjadinya ungkitan pada tunggak, penuntun terciptanya engsel setelah takik rebah dibuat dan untuk menentukan letak takik balas. Takik rebah dibuat searah dengan arah rebah yang dibuat. Selanjutnya takik balas adalah potongan datar yang dibuat lebih tinggi dari alas takik rebah dan berlawanan dengan takik rebah bertujuan untuk mengurangi kekuatan serat pada bagian tersebut sehingga mempermudah rebahnya pohon. Engsel dibuat dengan menyisakan bagian pohon antara takik balas dan takik rebah yang bertujuan untuk mengurangi kecepatan jatuhnya pohon sehingga dapat menghindari rusaknya kayu hasil penebangan. 12

14 Gambar 4. Teknik pembuatan takik rebah Gambar 5. Teknik pembuatan takik balas Tabel 1. Beberapa teknik penebangan pohon berdasarkan pedoman Reduce Impact Logging 1 Teknik Penebangan pada Pohon normal. Tahapan kerja: a. Buat takik rebah dengan membuat potongan datar sedalam ¼ - 1/3 diameter pohon pada ketinggian maksimum 50 cm 13

15 (lebih rendah akan lebih baik) b. Buat potongan atap/miring takik rebah dengan sudut 45 derajat terhadap potongan datar c. Buat potongan datar dari belakang takik rebah setinggi 5 10 cm dari potongan datar takik rebah d. Tinggalkan engsel selebar 1/10 1/6 diameter pohon 2 Teknik menebang pohon miring. a. Takik rebah dibuat sesuai dengan arah rebah yang diinginkan b. Buat engsel asimetris dimana lebar kayu negsel lebih sempit disisi arah miring pohon c. Gunakan baji untuk membantu mengarahkan arah rebah pohon 14

16 3 Teknik menebang pohon kecil yang miring. Tahapan: a. Buat takik rebah b. Buat takik balas dengan pemotongan dari sisi kiri dan kanan takik balas c. Potong dari depan takik balas 4 Teknik menebang pohon besar yang miring. Tahapan kerja: a. Buat takik rebah b. Buat takik balas dengan cara menusuk dari samping kiri takik balas c. Pemotongan dengan cara menusuk dari samping kanan takik balas d. Pemotongan takin balas dari depan takik balas 5 Teknik menebang pohon besar. a. Membuat takik rebah 15

17 b. Membuat lubang pusat c. Membuat takik balas setinggi cm diatas takik rebah 6 Teknik menebang pohon berbanir Banir merupakan bagian pohon yang khas berupa akar yang menganjur keluar menyerupai dinding penopang pohon pada pangkal pohon. Saat akan menebang pohon berbanir ada beberapa teknik memanfaatkan batang berbanir antara lain: a. Merimbas banir setelah pohon rebah b. Banir besar dipotong sebelum penebangan Teknik menebang pohon berbanir tahapan kerja: 1. buat takik rebah 2. hilangkan banir di samping kiri dan Keterangan gambar: 1. Takik rebah 2. Menghilangkan banir samping 3. Takik balas 16

18 kanan takik balas 3. buat takik balas 7 teknik menebang pohon berbanir yang miring Saat pembuatan takik tidak sesuai dengan ketentuan maka akan mengakibatka banyak kerugaian secara ekonomi dan meningkatkan resiko kerja. Beberapa akibat yang ditimbulkan akibat pembuatan takik balas yang tidak sesuai adalah: 1. Terlalu tinggi = Pemborosan kayu 2. Dua takik rebah = arah rebah meragukan 3. Terlalu tinggi dan miring = pemborosan kayu dan arah rebah meragukan a. Arah rebah b. Tinggi takik rebah c. Tinggi takik balas d. Engsel e. baji Keterangan gambar: a. arah rebah sama dengan arah miring pohon b. Arah rebah berlawanan dengan arah miring pohon c. Arah rebah menyerong ke kiri atau ke kanan arah miring pohon Bilangan 1, 2, 3 dan 4 menunjukan urutan/tahapan kerja (membuat takik rebah, menghilangkan banir, pembuatan takik balas dan memotong banir penahan) B. Pembagian batang Pembagian batang adalah kegiatan yang dilakukan setelah pohon rebah berupa membagi batang menjadi ukuran-ukuran tertentu. Pembagian batang bertujuan untuk mendapatkan kayu sesuai ukuran dan standar yang dibutuhkan atau dipesan oleh pembeli. Hal ini menjadi penting karena apabila terjadi salah pengukuran dalam pembagian batang, kayu tidak akan laku di jual atau nilai ekonominya menjadi turun, bahkan hanya akan menjadi limbah. Untuk 17

19 itu, pengetahuan dan keterampilan dalam kegiatan pembagian batang sangat penting untuk dikuasai oleh operator. Sebelum kegiatan pembagian batang, perlu dilakukan pembersihan cabang dan ranting. Seluruh cabang dan ranting dari pohon yang rebah dibersihkan, dipapras/dipotong dengan dengan menggunakan chainsaw atau parang sehingga batang bersih dan menjadi kayu bulat (log). Usahakan pemotongan cabang dan ranting tersebut tidak merusak bagian kayu bulat (log) karena akan menimbulkan cacat dan mengurangi nilai kayu. Sebelum pemotongan batang perlu dilakukan pengukuran dan pembagian batang. Dalam pengukuran dan pembagian batang biasanya diberikan kelebihan ukuran (spilasi) dari ukuran yang dipersyaratkan. Hal ini bertujuan untuk mengantisipasi kesalahan pemotongan. Beberapa teknik pemotongan batang sesuai Reduce Impact Logging adalah: 1. Pemotongan batang harus tegak lurus sumbu batang, tidak boleh miring melebihi 10 derajat terhadap sumbu vertikal. 2. Teknik Pemotongan batang yang ada tegangan. Potong bagian yang mengalami tekanan (a) lalu potong bagian yang mengalami regangan (b) 3. Teknik memotong batang 18

Pembangunan Hutan Tanaman

Pembangunan Hutan Tanaman Pembangunan Hutan Tanaman Kompetensi Utama: Kompetensi Inti Guru: Kompetensi Dasar: Profesional Menguasai materi, struktur, konsep, dan pola pikir keilmuan yang mendukung mata pelajaran yang diampu. Memahami

Lebih terperinci

TEKNIK PENEBANGAN KAYU

TEKNIK PENEBANGAN KAYU TEKNIK PENEBANGAN KAYU Penebangan merupakan langkah awal dari kegiatan pemanenan kayu, meliputi tindakan yang diperlukan untuk memotong kayu dari tunggaknya secara aman dan efisien (Suparto, 1979). Tujuan

Lebih terperinci

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION)

Standard Operating Procedure PENGOPERASIAN CHAINSAW (CHAINSAW OPERATION) 1. KAPAN DIGUNAKAN Prosedur ini berlaku pada saat melakukan pekerjaan menggunakan chainsaw 2. TUJUAN Prosedur ini memberikan petunjuk penggunaan chainsaw secara aman dalam melakukan pekerjaan dimana chainsaw

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi

BAB I PENDAHULUAN. Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan alam yang ada di Indonesia banyak diandalkan sebagai hutan produksi untuk mencukupi kebutuhan kayu perkakas dan bahan baku industri kayu. Guna menjaga hasil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu:

TINJAUAN PUSTAKA. merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu. kayu dibedakan atas 4 (empat) komponen yaitu: TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Conway (1982) dalam Fadhli (2005) menjelaskan bahwa pemanenan kayu merupakan serangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk memindahkan kayu dari hutan ke tempat penggunaan

Lebih terperinci

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PERANCANGAN JALAN SAARAD UNTUK MEMINIMALKAN KERUSAKAN LINGKUNGAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Pemanenan kayu konvensional merupakan teknik pemanenan

Lebih terperinci

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015

TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 TASIKMALAYA 14 DESEMBER 2015 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI PRODUKTIFITAS TANAMAN SANGAT DIPENGARUHI OLEH FAKTOR KESESUAIAN JENIS DENGAN TEMPAT TUMBUHNYA, BANYAK PETANI YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Menurut Sessions (2007), pemanenan hutan merupakan serangkaian aktivitas penebangan pohon dan pemindahan kayu dari hutan ke tepi jalan untuk dimuat dan diangkut

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan merupakan kegiatan mengeluarkan hasil hutan berupa kayu maupun non kayu dari dalam hutan. Menurut Suparto (1979) pemanenan hasil hutan adalah serangkaian

Lebih terperinci

USAHA KEBUN KAYU DENGAN JENIS POHON CEPAT TUMBUH

USAHA KEBUN KAYU DENGAN JENIS POHON CEPAT TUMBUH USAHA KEBUN KAYU DENGAN JENIS POHON CEPAT TUMBUH Atok Subiakto PUSKONSER, Bogor Antusias masyarakat menanam jabon meningkat pesat Mudah menanamnya Dapat ditanam dimana saja Pertumbuhan cepat Harga kayu

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pelaksanaan Tebang Habis Jati Kegiatan tebang habis jati di Perum Perhutani dilaksanakan setelah adanya teresan. Teresan merupakan salah satu dari beberapa rangkaian kegiatan

Lebih terperinci

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk

1 BAB I. PENDAHULUAN. tingginya tingkat deforestasi dan sistem pengelolan hutan masih perlu untuk 1 BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan tropis merupakan sumber utama kayu dan gudang dari sejumlah besar keanekaragaman hayati dan karbon yang diakui secara global, meskupun demikian tingginya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian

BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian 3.2 Objek dan Alat Penelitian 19 BAB III METODOLOGI 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di IUPHHK-HA PT. Ratah Timber, Kecamatan Long Hubung, Kabupaten Kutai Barat, Provinsi Kalimantan Timur (Lampiran 14). Waktu penelitian

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK REHABILITASI DAN REKLAMASI HUTAN BAB IV JENIS POHON DR RINA MARINA MASRI, MP KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu sebagai salah satu kegiatan pengelolaan hutan pada dasarnya merupakan serangkaian tahapan kegiatan yang dilaksanakan untuk mengubah pohon

Lebih terperinci

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa

PEMULSAAN ( MULCHING ) Pemulsaan (mulching) merupakan penambahan bahan organik mentah dipermukaan tanah. Dalam usaha konservasi air pemberian mulsa Apakah mulsa itu? Mulsa adalah sisa tanaman, lembaran plastik, atau susunan batu yang disebar di permukaan tanah. Mulsa berguna untuk melindungi permukaan tanah dari terpaan hujan, erosi, dan menjaga kelembaban,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Industri Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan silvikultur intensif. Hal

Lebih terperinci

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE

PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE 53 PRODUKTIVITAS PENEBANGAN PADA HUTAN JATI (Tectona Grandis) RAKYAT DI KABUPATEN BONE Felling Productivity on Community Teak (Tectona grandis) Forest Bone Regency Andi Mujetahid ABSTRACT Community teak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen)

II. TINJAUAN PUSTAKA. 1. Penyaratan yang dimaksud adalah penyaradan (Pen) 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Penebangan Penebangan dimaksudkan untuk memungut hasil hutan berupa kayu dari suatu tegakan tanpa mengikutsertakan bagian yang ada dalam tanah. Kegiatan ini meliputi kegiatan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK-HA PT MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua pada bulan Mei sampai dengan Juli 2012. 3.2. Bahan dan Alat Penelitian

Lebih terperinci

Toleransi di bidang kehutanan berbeda dengan toleransi secara umum. Toleransi secara umum mengacu khusus pada ketahanan terhadap stres lingkungan

Toleransi di bidang kehutanan berbeda dengan toleransi secara umum. Toleransi secara umum mengacu khusus pada ketahanan terhadap stres lingkungan TOLERANSI POHON Toleransi di bidang kehutanan berbeda dengan toleransi secara umum. Toleransi secara umum mengacu khusus pada ketahanan terhadap stres lingkungan Air, keasaman, salinitas, dingin, panas

Lebih terperinci

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT.

PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. PEMBELAJARAN PENERAPAN RIL-C DI PERUSAHAAN (PENERAPAN PRAKTEK PENGELOLAAN RENDAH EMISI DI HUTAN PRODUKSI DI AREAL PT. NARKATA RIMBA DAN PT. BELAYAN RIVER TIMBER) Bogor, Mei 2018 LEGALITAS/PERIZINAN PT.

Lebih terperinci

B. BIDANG PEMANFAATAN

B. BIDANG PEMANFAATAN 5 LAMPIRAN SURAT KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN Nomor : 145/Kpts-IV/88 Tanggal : 29 Februari 1988 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. PURUK CAHU JAYA KETENTUAN I. KETENTUAN II. TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION

KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KEHUTANAN NOMOR : 369/Kpts-IV/1985 TANGGAL : 7 Desember 1985 KETENTUAN MENGENAI PELAKSANAAN PENGUSAHAAN HUTAN PT. DAYA SAKTI TIMBER CORPORATION KETENTUAN I : TUJUAN PENGUSAHAAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan

I. PENDAHULUAN. Industri dikenal sebagai hutan tanaman kayu yang dikelola dan diusahakan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemanfaatan hutan terutama pemanenan kayu sebagai bahan baku industri mengakibatkan perlunya pemanfaatan dan pengelolaan hutan yang lestari. Kurangnya pasokan bahan baku

Lebih terperinci

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Luas Areal Yang Terbuka 5.1.1. Luas areal yang terbuka akibat kegiatan penebangan Dari hasil pengukuran dengan menggunakan contoh pengamatan sebanyak 45 batang pohon pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Hujan Tropis Menurut Soerianegara dan Indrawan (1988), hutan adalah masyarakat tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon-pohon yang mempunyai keadaan lingkungan yang berbeda

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hutan Tanaman Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) dalam Hutan Tanaman adalah izin usaha yang diberikan untuk memanfaatkan hasil hutan berupa kayu dalam Hutan

Lebih terperinci

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB III PERSIAPAN LAHAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai

II. TINJAUAN PUSTAKA. (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pohon Jati Pohon jati merupakan pohon yang memiliki kayu golongan kayu keras (hardwood). Pohon jati memiliki batang yang bulat lurus dengan tinggi mencapai 40 meter. Tinggi batang

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Tegakan Sebelum Pemanenan Kegiatan inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP) dilakukan untuk mengetahui potensi tegakan berdiameter 20 cm dan pohon layak tebang.

Lebih terperinci

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA

STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA STANDAR OPERATIONAL PROSEDUR (SOP) PT. ARFAK INDRA Kantor Pusat : Wisma Nugraha Lt. 4 Jl. Raden Saleh No. 6 Jakarta Pusat Telepon (021)31904328 Fax (021)31904329 Kantor Perwakilan : Jl Yos Sudarso No.88

Lebih terperinci

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 19 3.1 Luas dan Lokasi BAB III KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Kabupaten Humbang Hasundutan mempunyai luas wilayah seluas 2.335,33 km 2 (atau 233.533 ha). Terletak pada 2 o l'-2 o 28' Lintang Utara dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan milik masyarakat berangsur-angsur menjadi pemukiman, industri atau usaha kebun berorientasi komersil. Karena nilai ekonomi lahan yang semakin meningkat maka opportunity

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pemanenan Hutan Pemanenan hutan merupakan serangkaian kegiatan kehutanan yang mengubah pohon atau biomassa lain menjadi bentuk yang bisa dipindahkan ke lokasi lain sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Rakyat 1. Pengertian Hutan Rakyat Hutan menurut Undang-undang RI No. 41 Tahun 1999 adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 19 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian Limbah Pemanenan Kayu, Faktor Eksploitasi dan Karbon Tersimpan pada Limbah Pemanenan Kayu ini dilaksanakan di IUPHHK PT. Indexim

Lebih terperinci

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN

AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN AGRIBISNIS TANAMAN PERKEBUNAN BAB XI PEMANGKASAN TANAMAN PERKEBUNAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di areal IUPHHK PT. Suka Jaya Makmur, Kalimantan Barat. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry

Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Menengok kesuksesan Rehabilitasi Hutan di Hutan Organik Megamendung Bogor Melalui Pola Agroforestry Oleh : Binti Masruroh Rehabilitasi Hutan dan Lahan (RHL) menurut Undang Undang Republik Indonesia Nomor

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah

TINJAUAN PUSTAKA. kayu dari pohon-pohon berdiameter sama atau lebih besar dari limit yang telah TINJAUAN PUSTAKA Kegiatan Penebangan (Felling) Penebangan merupakan tahap awal kegiatan dalam pemanenan hasil hutan yang dapat menentukan jumlah dan kualitas kayu bulat yang dibutuhkan. Menurut Ditjen

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Tentang Jati (Tectona grandis L.f) Menurut Sumarna (2002), klasifikasi tanaman jati digolongkan sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae

Lebih terperinci

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD)

KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN. Standar Kompetensi Guru (SKG) Kompetensi Guru Mata Pelajaran (KD) KISI-KISI MATERI PLPG MATA PELAJARAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN No Standar Guru (SKG) Guru Mata Pelajaran 1 Pedagogik Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, spiritual, sosial,

Lebih terperinci

Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan (Reduced Impact Tractor Logging)

Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan (Reduced Impact Tractor Logging) Kerjasama Teknik Indonesia-Jerman Departemen Kehutanan dan Perkebunan Bekerjasama dengan Deutsche Gesellschaft für Technische Zusammenarbeit (GTZ) Panduan Teknis Pelaksanaan Pembalakan Ramah Lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan

PENDAHULUAN. Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan. produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan A B I B PENDAHULUAN Pembangunan hutan tanaman bertujuan untuk meningkatkan produktivitas lahan yang kurang produktif, meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta menjamin tersedianya secara lestari bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di IUPHHK HA PT. Salaki Summa Sejahtera, Pulau Siberut, Propinsi Sumatera Barat. Penelitian dilakukan pada bulan Nopember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya

I. PENDAHULUAN. pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan bumi, meningkatnya 1 I. PENDAHULUAN Pemanasan global yang terjadi saat ini merupakan fenomena alam meningkatnya suhu permukaan bumi. Dampak yang dapat ditimbulkan dari pemanasan global antara lain naiknya suhu permukaan

Lebih terperinci

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN

PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN PENGETAHUAN DASAR KAYU SEBAGAI BAHAN BANGUNAN Pilihan suatu bahan bangunan tergantung dari sifat-sifat teknis, ekonomis, dan dari keindahan. Perlu suatu bahan diketahui sifat-sifat sepenuhnya. Sifat Utama

Lebih terperinci

SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS HUTAN RAKYAT UNTUK PETANI

SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS HUTAN RAKYAT UNTUK PETANI LEMPUNG 20/05/2013 SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS HUTAN RAKYAT UNTUK PETANI JOGYAKARTA SIDIK CEPAT PEMILIHAN JENIS POHON HUTAN RAKYAT BAGI PETANI Produktifitas tanaman sangat dipengaruhi oleh faktor kesesuaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun

BAB I PENDAHULUAN. PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah umum mengenai penanaman hutan pinus, yang dikelola oleh PT. Perhutani KPH Surakarta, dimulai dari pelaksanaan pada periode tahun 1967 1974. Menyadari

Lebih terperinci

E U C A L Y P T U S A.

E U C A L Y P T U S A. E U C A L Y P T U S A. Umum Sub jenis Eucalyptus spp, merupakan jenis yang tidak membutuhkan persyaratan yang tinggi terhadap tanah dan tempat tumbuhnya. Kayunya mempunyai nilai ekonomi yang cukup tinggi

Lebih terperinci

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang

tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kehutanan Tahun , implementasi kebijakan prioritas pembangunan yang PENDAHULUAN BAB A. Latar Belakang Pemerintah telah menetapkan bahwa pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) menjadi salah satu prioritas nasional, hal tersebut tertuang dalam Rencana Strategis (RENSTRA)

Lebih terperinci

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ)

PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) LAMPIRAN 2. PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BINA PRODUKSI KEHUTANAN NOMOR : P.9/VI-BPHA/2009 TANGGAL : 21 Agustus 2009 PEDOMAN PELAKSANAAN SISTEM SILVIKULTUR TEBANG PILIH TANAM JALUR (TPTJ) 1 PEDOMAN PELAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 6 TAHUN 2007 TENTANG TATA HUTAN DAN PENYUSUNAN RENCANA PENGELOLAAN HUTAN, SERTA PEMANFAATAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Lebih terperinci

INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR

INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR INVENTARISASI HUTAN (PASCA KEBAKARAN) PADA KAWASAN HUTAN PENDIDIKAN / SEBAGIAN HUTAN WISATA BUKIT SOEHARTO, PROPINSI KALIMANTAN TIMUR A. Latar Belakang dan Dasar Pelaksanaan Kebakaran pada Kawasan Hutan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di anak petak 70c, RPH Panggung, BKPH Dagangan, KPH Madiun, Perum Perhutani Unit II Jawa Timur. Penelitian ini dilaksanakan selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno,

BAB I PENDAHULUAN. dengan target luas lahan yang ditanam sebesar hektar (Atmosuseno, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sengon merupakan salah satu tanaman cepat tumbuh yang dipilih dalam program pembangunan hutan tanaman industri (HTI) karena memiliki produktivitas yang tinggi dengan

Lebih terperinci

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT.

Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH. Oleh : PT. Kenapa Perlu Menggunakan Sistem Tebang Pilih Tanam Jalur (TPTJ) Teknik Silvikultur Intensif (Silin) pada IUPHHK HA /HPH Oleh : PT. Sari Bumi Kusuma PERKEMBANGAN HPH NASIONAL *) HPH aktif : 69 % 62% 55%

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa

II. TINJAUAN PUSTAKA Biomassa 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Biomassa Biomassa merupakan bahan organik dalam vegetasi yang masih hidup maupun yang sudah mati, misalnya pada pohon (daun, ranting, cabang, dan batang utama) dan biomassa

Lebih terperinci

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara

MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian Program Ilmu Kehutanan Universitas Sumatera Utara PENYARADAN KAYU DENGAN SISTEM KUDA-KUDA DI HUTAN RAWA GAMBUT (Studi Kasus di Areal HPH PT Kurnia Musi Plywood Industrial Co. Ltd, Prop. Sumatera Selatan) PENDAHULUAN MUHDI, S. Hut., M.Si Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI. Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara DAMPAK PEMANENAN KAYU TERHADAP TERJADINYA KETERBUKAAN LANTAI HUTAN MUHDI Program Ilmu Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara PENDAHULUAN Agar kayu dapat dimanfaatkan dan bernilai ekonomis

Lebih terperinci

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN BAB IV KEADAAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kecamatan Conggeang 4.1.1 Letak geografis dan administrasi pemerintahan Secara geografis, Kecamatan Conggeang terletak di sebelah utara Kabupaten Sumedang. Kecamatan

Lebih terperinci

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik

KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik KONSERVASI LAHAN: Pemilihan Teknik Konservasi, Fungsi Seresah dan Cacing Tanah, dan mulsa organik Latar Belakang: Penghutan kembali atau reboisasi telah banyak dilakukan oleh multipihak untuk menyukseskan

Lebih terperinci

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN

PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN Laboratorium Silvikultur &Agroforestry Jurusan Budidaya Hutan FakultasKehutanan, UGM PERMUDAAN ALAM dan PERMUDAAN BUATAN SILVIKULTUR Metode Permudaan Metode permudaan merupakan suatu prosedur dimana suatu

Lebih terperinci

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone

Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone Biocelebes, Juni 2010, hlm. 60-68 ISSN: 1978-6417 Vol. 4 No. 1 Analisis Potensi Limbah Penebangan dan Pemanfaatannya pada Hutan Jati Rakyat di Kabupaten Bone A. Mujetahid M. 1) 1) Laboratorium Keteknikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014).

BAB I PENDAHULUAN. Perhutani sebanyak 52% adalah kelas perusahaan jati (Sukmananto, 2014). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perum Perhutani merupakan sebuah badan usaha yang diberikan mandat oleh pemerintah untuk mengelola hutan tanaman yang ada di Pulau Jawa dan Madura dengan menggunakan

Lebih terperinci

RINGKASAN Dadan Hidayat (E31.0588). Analisis Elemen Kerja Penebangan di HPH PT. Austral Byna Propinsi Dati I Kalimantan Tengah, dibawah bimbingan Ir. H. Rachmatsjah Abidin, MM. dan Ir. Radja Hutadjulu.

Lebih terperinci

Ekologi Padang Alang-alang

Ekologi Padang Alang-alang Ekologi Padang Alang-alang Bab 2 Ekologi Padang Alang-alang Alang-alang adalah jenis rumput tahunan yang menyukai cahaya matahari, dengan bagian yang mudah terbakar di atas tanah dan akar rimpang (rhizome)

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 20 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Pengelolaan HTI Sengon 5.1.1 Pembibitan Bibit merupakan komponen input penting dalam pembangunan hutan tanaman yang sejak awal harus diperhitungkan pengadaannya, baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial

BAB I PENDAHULUAN. Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kayu jati (Tectona grandis L.f.) merupakan salah satu jenis kayu komersial yang diminati dan paling banyak dipakai oleh masyarakat, khususnya di Indonesia hingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan

TINJAUAN PUSTAKA. rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Hasil Hutan Pemanenan kayu menurut Conway (1987) adalah merupakan suatu rangkaian kegiatan yang dimaksudkan untuk mempersiapkan dan memudahkan pengeluaran kayu dari hutan ketempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu

BAB I PENDAHULUAN. dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan kayu meningkat setiap tahun, sedangkan pasokan yang dapat disediakan dari hutan alam semakin berkurang. Saat ini kebutuhan kayu dunia diperkirakan sekitar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Jati (Tectona grandis Linn. f) Jati (Tectona grandis Linn. f) termasuk kelompok tumbuhan yang dapat menggugurkan daunnya sebagaimana mekanisme pengendalian diri terhadap

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian kerusakan tegakan tinggal akibat penebangan pohon dilakukan di PT. MAM, Kabupaten Mamberamo Raya, Provinsi Papua. Penelitian ini dilaksanakan pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rata-rata intensitas cahaya dan persentase penutupan tajuk pada petak ukur contoh mahoni muda dan tua IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Intensitas cahaya dan penutupan tajuk Cahaya digunakan oleh tanaman untuk proses fotosintesis. Semakin baik proses fotosintesis, semakin baik pula pertumbuhan tanaman (Omon

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hutan tidak hanya mempunyai peranan dalam segi ekologi, tetapi sebagai

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Hutan tidak hanya mempunyai peranan dalam segi ekologi, tetapi sebagai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Hutan tidak hanya mempunyai peranan dalam segi ekologi, tetapi sebagai salah satu sumber devisa negara. Dalam UU No 41 tahun 1999 tentang kehutanan, dinyatakan

Lebih terperinci

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG NOMOR : P.8/PDASHL-SET/2015 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PENANAMAN DAN PEMELIHARAAN POHON OLEH PESERTA DIDIK, PENDIDIK, DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa

TINJAUAN PUSTAKA. membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa TINJAUAN PUSTAKA Produksi Biomassa dan Karbon Tanaman selama masa hidupnya membentuk biomassa yang digunakan untuk membentuk bagian-bagian tubuhnya. Dengan demikian perubahan akumulasi biomassa dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keadaan Hutan Indonesia dan Potensi Simpanan Karbonnya Saat ini, kondisi hutan alam tropis di Indonesia sangat mengkhawatirkan yang disebabkan oleh adanya laju kerusakan yang tinggi.

Lebih terperinci

Iklim Perubahan iklim

Iklim Perubahan iklim Perubahan Iklim Pengertian Iklim adalah proses alami yang sangat rumit dan mencakup interaksi antara udara, air, dan permukaan daratan Perubahan iklim adalah perubahan pola cuaca normal di seluruh dunia

Lebih terperinci

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan

BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG. Defisit kemampuan BADAN PENELITIAN, PENGEMBANGAN DAN INOVASI PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN HASIL HUTAN LATAR BELAKANG Kontribusi subsektor kehutanan terhadap PDB terus merosot dari 1,5% (1990-an) menjadi 0,67% (2012)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis

I. PENDAHULUAN. Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian dan sektor-sektor yang terkait dengan sektor agribisnis merupakan sektor yang paling penting di hampir semua negara berkembang. Sektor pertanian ternyata dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dkk, 1999). Salah satu spesies endemik adalah Santalum album Linn.,

BAB I PENDAHULUAN. dkk, 1999). Salah satu spesies endemik adalah Santalum album Linn., BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan endemik dianggap penting bukan hanya karena jumlah (populasi)nya yang sangat sedikit, melainkan juga karena populasi tersebut sangat terbatas secara geografis

Lebih terperinci

Bab IV PENEBANGAN POHON

Bab IV PENEBANGAN POHON Bab IV PENEBANGAN POHON Kata penebangan pohon (felling) sebenarnya dipinjam dari kata pemotongan pohon (cutting), karena istilah pemotongan pohon di Indonesia tidak begitu populair, yang banyak digunakan

Lebih terperinci

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph)

geografi Kelas X PEDOSFER III KTSP & K-13 H. SIFAT KIMIA TANAH a. Derajat Keasaman Tanah (ph) KTSP & K-13 Kelas X geografi PEDOSFER III Tujuan Pembelajaran Setelah mempelajari materi ini, kamu diharapkan memiliki kemampuan berikut. 1. Memahami sifat kimia tanah. 2. Memahami vegetasi tanah. 3. Memahami

Lebih terperinci

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR

PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR PERATURAN BERSAMA ANTARA DIREKTUR JENDERAL PENGENDALIAN DAERAH ALIRAN SUNGAI DAN HUTAN LINDUNG DAN DIREKTUR JENDERAL PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH NOMOR : P.9/PDASHL-SET/2015 NOMOR : 403/D/DN/2015 TENTANG

Lebih terperinci

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT

Oleh/By : Marolop Sinaga ABSTRACT PRODUKTIVITAS DAN BIAYA PRODUKSI PENEBANGAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI PT INHUTANI II PULAU LAUT (Productivity and Cost of Felling Forest Plantation in PT Inhutani II Pulau Laut) Oleh/By : Marolop Sinaga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan Hutan Tanaman Industri (HTI) merupakan upaya strategis dalam mengatasi permasalahan kelangkaan bahan baku industri pengolahan kayu domestik di Indonesia. Tujuan pembangunan

Lebih terperinci

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah

Jenis prioritas Mendukung Keunggulan lokal/daerah PERBENIHAN 1 Pengadaan benih tanaman hutan merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting dalam pembangunan dan pengelolaan sumberdaya alam hutan. Kegiatan pengadaan benih mencakup beberapa kegiatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum tentang Pinus 2.1.1. Habitat dan Penyebaran Pinus di Indonesia Menurut Martawijaya et al. (2005), pinus dapat tumbuh pada tanah jelek dan kurang subur, pada tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal

BAB I PENDAHULUAN. tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis dengan curah hujan yang tinggi sehingga rentan terhadap terjadinya erosi tanah, terlebih pada areal-areal tidak berhutan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri pengolahan kayu yang semakin berkembang menyebabkan ketidakseimbangan antara pasokan dan kebutuhan bahan baku kayu. Menurut Kementriaan Kehutanan (2014), data

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan merupakan salah satu sumberdaya alam yang berkaitan dengan manusia di muka bumi. Hutan menjadi pemenuhan kebutuhan manusia dan memiliki fungsi sebagai penyangga

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN BAB III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di hutan hujan tropika yang berlokasi di PT. Austral Byna, Muara Teweh, Kalimantan Tengah. Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO

SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO SINTESA HASIL PENELITIAN PENGELOLAAN HUTAN ALAM PRODUKSI LESTARI KOORDINATOR: DARWO PERMASALAHAN HUTAN ALAM TERFRAGMENTASI HUTAN PRIMER LOA (KONDISI BAIK, SEDANG) LOA RUSAK PENERAPANTEKNOLOGI PENGELOLAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus

BAB I PENDAHULUAN. (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumberdaya hutan merupakan sumberdaya alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), namun apabila dimanfaatkan secara berlebihan dan terusmenerus akan mengalami

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. A. Metode survei

II. METODOLOGI. A. Metode survei II. METODOLOGI A. Metode survei Pelaksanaan kegiatan inventarisasi hutan di KPHP Maria Donggomassa wilayah Donggomasa menggunakan sistem plot, dengan tahapan pelaksaan sebagai berikut : 1. Stratifikasi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium

TINJAUAN PUSTAKA. Ordo : Liliales ; Famili : Liliaceae ; Genus : Allium dan Spesies : Allium 14 TINJAUAN PUSTAKA Bawang Merah (Allium ascalonicum L.) Dalam dunia tumbuhan, tanaman bawang merah diklasifikasikan dalam Divisi : Spermatophyta ; Sub Divisi : Angiospermae ; Class : Monocotylodenae ;

Lebih terperinci

KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN

KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN KISI KISI SOAL UKG 2015 PAKET KEAHLIAN TEKNIK PRODUKSI HASIL HUTAN No Kompetensi Utama STANDAR KOMPETENSI GURU KOMPETENSI INTI GURU KOMPETENSI GURU MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN Indikator Esensial/ TEKNIK

Lebih terperinci

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota

IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. administratif berada di wilayah Kelurahan Kedaung Kecamatan Kemiling Kota IV. KONDISI DAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Pembentukan Taman Kupu-Kupu Gita Persada Taman Kupu-Kupu Gita Persada berlokasi di kaki Gunung Betung yang secara administratif berada di wilayah Kelurahan

Lebih terperinci