SKRIPSI OLEH SUHARI NPM :

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SKRIPSI OLEH SUHARI NPM :"

Transkripsi

1 ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PUU-IX/2011 BAGI PEKERJA/BURUH, PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH DAN PEMBERI PEKERJAAN SKRIPSI OLEH SUHARI PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012

2 ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PUU-IX/2011 BAGI PEKERJA/BURUH, PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH DAN PEMBERI PEKERJAAN SKRIPSI OLEH SUHARI NPM : PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012

3 ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PUU-IX/2011 BAGI PEKERJA/BURUH, PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH DAN PEMBERI PEKERJAAN SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universtitas Wijaya Putra Surabaya OLEH SUHARI NPM : PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS WIJAYA PUTRA SURABAYA 2012 iii

4 ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PUU-IX/2011 BAGI PEKERJA/BURUH, PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH DAN PEMBERI PEKERJAAN NAMA FAKULTAS JURUSAN : SUHARI : HUKUM : ILMU HUKUM NPM : DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : PEMBIMBING TRI WAHYU ANDAYANI, S.H., C.N., M.H. iv

5 Telah diterima dan disetujui oleh Tim Penguji Skripsi serta dinyatakan LULUS. Dengan demikian skripsi ini dinyatakan sah untuk melengkapi syarat-syarat mencapai gelar Sarjana Hukum pada Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya. Surabaya, Agustus 2012 Tim Penguji Skripsi : 1. Ketua : Tri Wahyu Andayani, S.H., C.N., M.H. ( ) (Dekan) 2. Sekretaris : Tri Wahyu Andayani, S.H., C.N., M.H. ( ) (Pembimbing) 3. Anggota : 1. Dr.Sugeng Repowijoyo,S.H., MHum. ( ) (Dosen Penguji I) 2. Farina Gandriyani, S.H, M.Si. ( ) (Dosen Penguji II) v

6 KATA PENGANTAR Dengan mengucap puji syukur ke hadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmad, taufik, hidayah dan ridhonya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Sholawat serta salam tak lupa kami haturkan kepada Junjungan Nabi Besar Muhammad SAW dan para sahabat sahabat beliau. Penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tak lepas dari dukungan berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara umum pada kesempatan ini Penulis menyampaikan terimakasih kepada semua pihak atas bantuan dan dukunganya baik secara moril maupun spirituil, dan pada khususnya Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada ; 1. Rektor Budi Endarto SH., M.Hum. atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program pendidikan Sarjana Hukum di Universitas Wijaya Putra. 2. Ibu Tri Wahyu Andayani, S.H.,C.N.,M.H., selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan arahan, bimbingan, saran-saran maupun konsultasi baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan skripsi ini; 3. Bapak Dr.Sugeng Repowijoyo,S.H., MHum. dan Ibu Farina Gandriyani,S.H, M.Si., Selaku panitia penguji Skripsi atas segala saran dan petunjuknya yang sangat bermanfaat untuk penyempurnaan skripsi ini. vi

7 4. Para Dosen yang mengajar di fakultas Hukum jurusan Ilmu Hukum Universitas Wijaya Putra yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan banyak materi sebagai bahan penyusunan karya tulis ini; 5. Sri Utari (Istri ) dan anak-anak tersayang dan tercinta, Bronx Noval Kurniawan, Tio Salsa Wijaya, Ari Sativa Octavianne dan Akira Devy Kauri yang telah memberikan doa, semangat dan pengorbanan sebagai motivator untuk kesuksesan penulis; 6. Sahabat dan teman-teman semua yang telah support dalam penyelesaian Skripsi ini. 7. Semua pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga Allah SWT membalas budi atas bantuan serta bimbingan yang telah diberikan kepada Penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. Harapan penulis, skripsi ini dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Surabaya, 3 Agustus 2012 Penyusun vii

8 DAFTAR ISI Halaman Kata Pengantar... vi Daftar isi... viii BAB I : PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Rumusan Masalah Penjelasan Judul Alasan pemilihan Judul Tujuan Penelitian Manfaat penelitian Metode Penelitian Pertanggungjawaban Sistematika Penelitian BAB II : PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA/BURUH DI INDONESIA Keadaan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja/Buruh Outsourcing pasca Putusan Mahkamah Konstitusinomor 27/PUU-IX/ BAB III : KEDUDUKAN HUKUM PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA/ BURUH DAN PERUSAHAAN PEMBERI KERJA DI INDONESIA Perjanjian Pemborongan Pekerjaan viii

9 2. Kedudukan Hukum Perusahaan Pemberi Pekerjaan dan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Di Indonesia BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran Daftar Bacaan 48 ix

10 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Perlindungan hukum bagi Pekerja/Buruh secara mendasar telah dilindungi oleh konstitusi sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (2) UUD yang menyatakan bahwa "Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan", Pasal 28D ayat (2) UUD 1945 menyatakan, "Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja", dan Pasal 33 ayat (1) UUD 1945 menyatakan,"perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan". Selain daripada itu, dalam rangka pembangunan ketenagakerjaan dan peningkatan perlindungan tenaga kerja beserta keluarganya sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian dan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh serta menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun dan untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha 2, pemerintah telah menetapkan Undang Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. Namun demikian seiring perjalanan waktu kebijakan pemerintah yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan tersebut terus menimbulkan Pro-Kontra antara 1 Undang-Undang Dasar RI Tahun 1945 (yang dipadukan dengan perubahan I,II,II dan IV) 2 Undang-Undang RI nomor 13 tahun 2003, hal.1. 1

11 2 Pekerja/Buruh, Pengusaha dan Pemerintah, terutama tentang pasal yang mengatur tentang perjanjian kerja waktu tertentu (kontrak kerja) dan perjanjian pemborongan pekerjaan untuk melaksanakan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain (outsourcing) yang selama ini dianggap oleh sebagian besar Pekerja/Buruh telah merampas hak hak konstusional. Ketentuan dalam undang undang nomor 13 tahun 2003 yang mengatur tentang hubungan kerja yang berdasarkan pada waktu tertentu (kontrak kerja) terdapat pada pasal 56,57,58,59 dan 62 sedangkan petunjuk pelaksanaanya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : 100/Men/VI/2004. Hubungan kerja yang mengatur tentang perjanjian pemborongan pekerjaan dengan cara menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain (outsourcing) diatur dalampasal 64,65 dan 66sedangkan petunjuk pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep. 220/Men/X/2004.Peraturan tentang hubungan kerja yang mengatur tentang kontrak kerja dan oursourcing tersebut berakibat pada hilangnya keamanan kerja (job security) dan melemahnya perlindungan bagi Pekerja/Buruh di Indonesia, karena ; 1. mengakibatkan sebagian besar Pekerja/Buruh tidak lagi menjadi Pekerja/Buruh tetap, tetapi menjadi Pekerja/Buruh kontrak, berpindah dari satu perusahaan ke perusahaan lainnya seperti piala bergilir sehingga Pekerja/Buruh kehilangan jaminan atas kelangsungan kerjanya. 2. Merugikan Pekerja/Buruh karena kehilangan hak yang seharusnya diterima, seperti ;Hak Cuti tahunan, Tunjangan Masa kerja, dan lain lain sebagaimana dinikmati oleh Pekerja/Buruh tetap.

12 3 3. Merugikan Pekerja/Buruh karena kehilangan hak haknya pada saat Hubungan Kerja berakhir,seperti ; Pemberian Uang Pesangon dan Penghargaan Masa Kerja serta uang penggantian Hak sebagaimana diatur dalam pasal 156 undang undang nomor 13 tahun Merugikan Pekerja/Buruh dalam upaya untuk memperoleh uang pesangon pensiun sebagaimana dimaksud dalam pasal 167 undang undang nomor 13 tahun Sudah berulangkali ribuan aktivis Pekerja/Buruh yang tergabung dalam serikat Pekerja/Buruh, Federasi Serikat Pekerja /Buruh dan Konfederasi Serikat Pekerja/Buruh beserta aliansi-aliansi perburuhan lainnya di berbagai tempat di wilayah Republik Indonesia melakukan berbagai cara untuk menolak adanya Hubungan Kerja yang berdasarkan perjanjian kerja untuk waktu tertentu (kontrak kerja) dan penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain(outsourcing) sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 dan Keputusan Menteri sebagai Petunjuk Peraturan Pelaksanaanya. Ketua Umum Aliansi Petugas Pembaca Meteran Listrik (AP2ML) Indonesia, Didik Suprijadi yang merasa hak konstitusionalnya telah dirugikan oleh berlakunya undang undang nomor 13 tahun 2003, melalui Kuasa Hukumnya Dwi Hariyanti, S.H., Advokat dan Penasihat Hukum pada kantor Advokat dan Penasihat Hukum Dwi Hariyanti, S.H., & Rekan telah mengajukan permohonan uji materi pasal 59 dan pasal 64, 65 dan 66 Undang Undang nomor 13 tahun 2003 terhadap Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 kepada Mahkamah Konstitusi, dan pada

13 4 tanggal 17 Januari 2012, Mahkamah Konstitusi telah memutuskan perkara permohonan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011. Dalam pertimbangan Mahkamah Konstitusi, untuk menghindari perusahaan melakukan eksploitasi Pekerja/Buruh hanya untuk kepentingan keuntungan bisnis tanpa memperhatikan jaminan dan perlindungan atas hakhak pekerja/buruh untuk mendapatkan pekerjaan dan upah yang layak. Untuk meminimalisasi hilangnya hak-hak konstitusional para pekerja outsourcing, Mahkamah Konstitusi memutuskan dua model outsourcing, yaitu; Pertama, dengan mensyaratkan agar perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing tidak berbentuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), melainkan berbentuk Perjanjian Kerja Waktu TidakTertentu (PKWTT). Kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh (Transfer of Undertaking Protection of Employment atau TUPE) yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing 1. Kalau kita cermati lebih dalam pengertian dari Putusan Mahkamah Konstitusi ini, dapat diambil kersimpulan bahwa putusan Mahkamah Kontitusi tersebut semakin melegalkan keberadaan Outsourcing. Artinya outsourcing adalah konstitusional, karena tidak bermasalah secara konstitusi. Sepanjang syarat untuk pengalihan hak pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, dapat dipenuhi. Atau sepanjang hubungan kerja antara pekerja/buruh dengan Perusahaan outsourcing berdasarkan pada perjanjian kerja tetap. Lantas bagaimana mungkin penyedia tenaga kerja Outsourcing dapat terus memperkerjakan Pekerja/Buruh tersebut dengan tetap membayar gajinya jika 1 Mahkamah Konstitusi, Putusan Nomor 27/PUU-IX/2011, hal.44

14 5 hubungan kerja antara Penyedia Tenaga Kerja dengan Pemberi Pekerjaan berakhir. hal ini tentu yang masih merupakan ancaman bagi Pekerja/Buruh. Dalam hal ini Pekerja/Buruh belum cukup terlindungi dengan Putusan Mahkamah Konstitusi ini. Kondisi inilah yang menyebabkan makin maraknya unjuk rasa dari berbagai unsur serikat Pekerja/Buruh dan dari beberapa aliansi perburuhan. Berikut ini salah satu contoh kegiatan unjuk rasa Pekerja/Buruh ; ratusan buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Federasi Serikat Pekerja Me tal Indonesia (FSPMI) Jatim membawa poster dan spanduk bertuliskan tuntutan penghapusan outsourcing 2. Mereka menggelar aksi unjuk rasa menuntut kepada pemerintah supaya menghapus tenaga kontrak dan outsourcing di depan Gedung Grahadi. Keputusan Mahkamah Konstitusi juga membuat Pekerja/Buruh dan Pengusaha berbeda paham dalam sudut pandang putusan tersebut. Untuk menghindari kesimpangsiuran lebih jauh, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menindaklanjuti Putusan MK No 27/PUU-IX/2011 melalui Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari 2012.Namun demikian kalau kita cermati makna yang terkandung dalam Surat Edaran Kementerian ini sebenarnya hanya merupakan penegasan kembali atau menguatkan putusan Mahkamah konstitusi. 2 Fatkhul Alamy, Ratusan Buruh Demo Tuntut Hapus Outsourcing, Sumber;Surya, TribunJatim.com, 20 Februari 2012.

15 6 1. Rumusan Masalah a. Bagaimana Perlindungan Hukum Pekerja/Buruh pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011 b. Bagaimana Kedudukan Hukum Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Pemberi Pekerjaan, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU- IX/ Penjelasan Judul Skripsi ini berjudul Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 27/PUU-IX/2011 Bagi Pekerja/Buruh, Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Pemberi Pekerjaan merupakan suatu susunan katakata dalam kalimat judul yang mengandung pengertian sebagai berikut: Analisis yuridis adalah Kajian terhadap suatu keputusan hukum dilihat menurut hukum. Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 27/PUU- IX/2011 adalah keputusan hasil rapat permusyawaratan hakim yang dihadiri para hakim konstitusi untuk mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan putusan dalam perkara permohonan Pengujian Undang-Undang nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, khususnya mengenai Frasa perjanjian Kerja Waktu Tertentu dalam pasal 65 ayat 7 dan pasal 66 ayat 2 UU no 13 tahun Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

16 7 Penyedia jasa Pekerja/Buruh adalah perusahaan berbadan hukum yang dalam kegiatan usahanya menyediakan jasa pekerja/buruh untuk dipekerjakan di perusahaan pemberi pekerjaan. Pemberi Pekerjaan adalah pengusaha, badan hukum atau badan badan lainnya yang menggunakan jasa tenaga kerja dari penyedia jasa pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lainnya. 3. Alasan Pemilihan Judul Penulis memilih judul Analisis Yuridis Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 27/PUU-IX/2011 Bagi Pekerja/Buruh, Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Pemberi Pekerjaan karena pada Akhir akhir ini sedang marak diberbagai media, baik media cetak maupun media elektronik memberitakan tentang demo pekerja/buruh menuntut tentang penghapusan outsourcing sebagai tindak lanjut atas Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/ Tujuan Penulisan Tujuan penulisan Skripsi ini adalah untuk melengkapi tugas dan persyaratan mencapai Gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Wijaya Putra Surabaya, selain itu dalam penelitian ini Penulis mempunyai tujuan : 1. Untuk mengetahui hak dan kewajiban pekerja/buruh, penyedia jasa tenaga kerja dan pengguna jasa tenaga kerja pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011

17 8 2. Untuk mengetahui perlindungan hukum Pekerja/Buruh, kedudukan hukum Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Pemberi Pekerjaan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/ Untuk mengetahui penyebab timbulnya gejolak pekerja/buruh menuntut penghapusan outsourcing 5. Manfaat Penelitian Penulis berharap dalam penulisan skripsi ini, dapat bermanfaat untuk : 1. Menambah literatur dan khasanah dunia kepustakaan yang dapat digunakan sebagai dasar penulisan selanjutnya. 2. Memberikan sumbangan pemikiran terhadap kemajuan perkembangan ilmu hukum khususnya mengenai masalah hukum ketenagakerjaan di Indonesia. 3. Memberikan manfaat kepada pengusaha, pekerja/buruh, praktisi dibidang hukum, mahasiswa fakultas hukum, dan masyarakat umum yang ingin mengetahui dan memahami kondisi hukum ketenagakerjaan di Indonesia khususnya mengenai Pekerja/Buruh outsourcing, penyedia jasa Pekerja/Buruh dan Pemberi Pekerjaan. 4. Menambah pengetahuan bagi penulis untuk lebih memahami tentang hak-hak pekerja/buruh, perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh outsourcing dan kedudukan hukum penyedia jasa Pekerja/Buruh serta kedudukan hukum Pemberi Pekerjaan di Indonesia berdasarkan Undang- Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 27/PUU-IX/2011.

18 9 6. Metode Penelitian Metode penelitian merupakan faktor penting dalam penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif, disamping itu untuk mempermudah mendapatkan bahan hukum yang relevan dengan tujuan penelitian. Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan bahan hukum untuk menyusun skripsi ini adalah sebagai berikut : a) Tipe penelitian Dalam menyusun skripsi ini penulis melakukan penelitian secara yuridis normatif yaitu berdasarkan pada pendekatan peraturan perundang undangan yang berlaku khususnya yang berhubungan dengan hukum ketenagakerjaan yaitu : UUD RI tahun 1945 KUHPerdata, buku ketiga Bab 7A tentang Perjanjian Untuk Melakukan Pekerjaan. Undang-Undang nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor 27/PUU- IX/2011 tentang putusan dalam perkara permohonan pengujian UU no.13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : 100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep. 220/Men/X/2004 tentang Syarat Syarat

19 10 Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep.101/MEN/VI/2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang pelaksanaan putusan mahkamah konstitusinomor 27/PUU-IX/2011. Peraturan menteri Tenaga Kerja nomor 4 tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Bagi Pekerja di Perusahaan. b) Pendekatan penelitian Dalam menguji kebenaran atas permasalahan yang penulis sajikan, metode pendekatan penelitian yang digunakan oleh penulis dalam menyusun skripsi ini adalah Case approach yaitu suatu pendekatan yang dilakukan dengan cara melakukan telaah terhadap kasus-kasus yang bersangkutan dengan isu hukum yang dihadapi yang telah menjadi putusan pengadilan dan mempunyai kekuatan hukum tetap. c) Langkah penelitian Dalam penelitian ini penulis menggunakan langkah-langkah pengumpulan bahan hukum dari berbagai sumber hukum primer dan sumber hukum sekunder antara lain: Bahan hukum primer berupa ketentuan perundang-undangan yang meliputi UUD1945, KUHPerdata, undang-undang tentang ketenagakerjaan, undang-undang tentang jamsostek, putusan

20 11 mahkamah konstitusi, peraturan menteri dan keputusan menteri yang berhubungan dengan judul skripsi. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang ada hubungannya dengan bahan hukum primer dan dapat digunakan untuk membantu menganalisis serta memahami bahan hukum primer, yang meliputi literatur literatur baik itu dalam bentuk tercetak, terekam, digital atau bentuk-bentuk lain. Dari bahan hukum tersebut penulis mempelajari adanya konsistensi dan kesesuaian antara suatu undang-undang dengan undang-undang dasar, undang-undang dengan undang undang lainnya, undang-undang dengan putusan mahkamah konstitusi, peraturan-peraturan menteri, keputusankeputusan menteri, pendapat-pendapat para praktisi hukum, diskusidiskusi dengan pakar hukum yang relevan dengan judul skripsi ini. Untuk kemudian hasilnya ditelaah dan dijadikan pedoman dalam suatu argumen untuk memecahkan isu hukum yang diteliti. 7. Sistematika Pertanggungjawaban Penulisan Didalam penulisan skripsi ini dikemukakan sistematika agar dapat diperoleh suatu kesatuan pembahasan yang saling berhubungan erat antara bab satu dengan bab yang lainnya. Sehingga pada dasarnya uraian tersebut merupakan satu kebulatan pengertian. Agar mudah dipahami, maka sistematika ini dibagi dalam empat bab yang masing masing terdiri dari beberapa sub bab. Adapun bab-bab yang penulis maksudkan antara lain sebagai berikut:

21 12 BAB I : Bab ini menguraikan tentang bab pendahuluan, yang terdiri dari sub-sub bab yaitu; latar belakang masalah, Rumusan masalah, Penjelasan Judul, Alasan Pemilihan Judul, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Metode Penelitian dan Sistematika Pertanggungjawaban Penulisan BABII : Bab ini menguraikan tentang hak dan kewajiban Pekerja/Buruh, kesejahteraan Pekerja/Buruh dan perlindungan hukum terhadap Pekerja/Buruh outsourcing menurut undang undang nomor 13 tahun 2003 dan peraturan pelaksanaanya, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011 BAB III : Bab ini menguraikan tentang kedudukan hukum penyedia jasa Pekerja/Buruh dan kedudukan hukum Pemberi Kerja munurut undang undang nomor 13 tahun 2003 dan peraturan pelaksanaanya, pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011 BAB IV : Bab ini merupakan bab penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh bab yang disajikan penulis.

22 BAB II PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA/BURUH DI INDONESIA 1. Keadaan Hukum Ketenagakerjaan di Indonesia Dalam hukum ketenagakerjaan, Hubungan kerja yang terjadi antara buruh dengan pengusaha yang timbul karena adanya suatu perjanjian kerja merupakan hak pengusaha dan hak pekerja/buruh, termasuk hak untuk memulai maupun mengakhiri hubungan kerja sesuai dengan perjanjian. Sejauh hubungan kerja tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan perundang undangan yang berlaku. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang menyatakan bahwa Semua persetujuan yang dibuat sesuai dengan undangundang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh undang undang dan Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Perjanjian kerja pada umumnya memuat kesepakatan antara pekerja dengan pengusaha, dalam hal ini pihak pengusaha diwakili oleh manajemen atau Direksi perusahaan atau bagian Human Resource Development (HRD) atau bagian Personalia. sedangkan pihak Pekerja/Buruh bertindak untuk dan atas nama diri sendiri. Unsur-unsur yang harus dipenuhi dalam perjanjian kerja yaitu adanya perintah kerja, adanya pelaksanaan pekerjaan dan adanya upah. Pengertian perjanjian menutut R. Subekti, SH mengemukakan : Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling 13

23 14 berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal, Perjanjian ini menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam Bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. 1 Di dalam KUHPerdata Pasal 1601a didefinisikan bahwa Perjanjian kerja ialah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu buruh, mengikatkan diri untuk menyerahkan tenaganya kepada pihak lain, yaitu majikan, dengan upah selama waktu yang tertentu. Definisi ini ditegaskan kembali di dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003 pasal 1 ayat 14 yang menyatakan bahwa Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Pemerintah menetapkan Undang Undang nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan dengan tujuan untuk pembangunan ketenagakerjaan dan peningkatan perlindungan tenaga kerja beserta keluarganya, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusian, dan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja/buruh serta menjamin kesamaan kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun, dan untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja/buruh beserta keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Menurut pasal 51 ayat 1 undang undang nomor 13 tahun 2003 dinyatakan bahwa Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis maupun lisan. 1 R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : PT. Intermasa, 2005), hlm.1

24 15 Dan diatur dalam pasal 54 ayat 1, bahwa Apabila perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis, maka harus memuat sebagai berikut : a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat -syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Ketentuan dalam perjanjian kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk pekerjaan-pekerjaan yang dapat diselesaikan dalam waktu tertentu dan pengusaha bermaksud memperkerjakan karyawan untuk waktu tertentu (PKWT), perjanjian kerja tidak boleh dibuat secara lisan. 2 Jika dalam buku III bab 7A Kitab Undang-Undang Hukum Perdata pasal 1320 diatur bahwa suatu perjanjian dinyatakan sah apabila memenuhi 4 syarat, yaitu : 1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya; 2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan; 3. suatu pokok persoalan tertentu; 2 Libertus Jehani, Hak-Hak Pekerja Bila di PHK (Jakarta : Visimedia, 2006), hlm.3

25 16 4. suatu sebab yang tidak terlarang. didalam Undang-undang Nomor 13 tahun syarat tersebut dipertegas dalam pasal 52 yaitu ; 1. kesepakatan kedua belah pihak; 2. kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; 3. adanya pekerjaan yang diperjanjikan; 4. dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sebagaimana ketentuan didalam KUH Perdata, didalam undang undang nomor 13 tahun 2003 juga diatur bahwa suatu Perjanjian kerja yang tidak memenuhi syarat pada nomor 1 dan 2 diatas dapat dibatalkan, sedangkan yang tidak memenuhi syarat huruf 3 dan 4 adalah batal demi hukum. Biaya yang timbul dalam pembuatan perjanjian kerja dalam Pasal 1601d KUH Perdata dinyatakan bahwa Bila perjanjian kerja diadakan secara tertulis, maka biaya aktanya dan perongkosan lainnya harus ditanggung majikan. kemudian ditegaskan kembali dalam undang undang nomor 13 tahun 2003 Pasal 53 yang menyatakan bahwa Segala hal dan/atau biaya yang diperlukan bagi pelaksanaan pembuatan perjanjian kerja dilaksanakan oleh dan menjadi tanggung jawab pengusaha. Untuk memberi kepastian hukum kepada pekerja/buruh dan pemberi kerja/pengusaha, dalam pasal 56 ayat 1 undang undang nomor 13 tahun 2003, jangka waktu perjanjian kerja dibagi menjadi 2 jenis yaitu Perjanjian kerja waktu tertentu ( yang selanjutnya disebut PKWT) dan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (yang selanjutnya disebut PKWTT).

26 17 Ketentuan teknis Pelaksanaan PKWT diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia nomor KEP.100/MEN/VI/2004. Didalam pasal 1 ayat 1 KEP.100/MEN/VI/2004 dijelaskan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu yang selanjutnya disebut PKWT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. Sedangkan pada ayat 2 dijelaskan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu yang selanjutnya disebut PKWTT adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. Oleh karena PKWT memiliki keterbatasan waktu atau tidak bersifat berkelanjutan maka untuk melindungi para pekerja/buruh, undang undang nomor 13 tahun 2003 telah mengatur ketentuan pembatasan PKWT berdasarkan jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan sebagai mana dimaksud dalam pasal 59 ayat 1 yang menyatakan bahwa Perjanjian kerja untuk waktu tertentu hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu, yaitu: 1. pekerjaan yang sekali selesai atau yang sementara sifatnya; 2. pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; 3. pekerjaan yang bersifat musiman; atau 4. pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produktambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan.

27 18 Pembatasan PKWT berdasarkan jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaan sebagaimana tersebut diatas secara teknis telah diatur di dalam Kepmenaker nomor KEP.100/MEN/VI/2004 sebagaimana berikut : 1. Untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya yang penyelesaiannya paling lama 3 (tiga) tahun diatur dalam Bab I I pasal 3, dengan ketentuan sebagaimana berikut : 1. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah PKWT yang didasarkan atas selesainya Pekerjaan tertentu. 2. PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat untuk paling lama 3 (tiga) tahun. 3. Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan maka PKWT tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan. 4. Dalam PKWT yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai. 5. Dalam hal PKWT dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaharuan PKWT. 6. Pembaharuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari setelah berakhirnya perjanjian kerja. 7. Selama tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) tidak ada hub ungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha. 8. Para pihak dapat mengatur lain dari ketentuan dalam ayat (5) dan ayat (6) yang dituangkan dalam perjanjian. 2. Untuk pekerjaan yang bersifat musiman diatur dalam Bab III, pasal 4 sampai dengan pasal 7, sebagaimana berikut : Dalam pasal 4 menyatakan bahwa : 1. Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya tergantung pada musim atau cuaca. 2. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan untuk sat u jenis pekerjaan pada musim tertentu. Pasal 5 menyatakan bahwa :

28 19 1. Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan PKWT sebagai pekerjaan musiman. 2. PKWT yang dilakukan untuk pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. Pasal 6 menyatakan bahwa Pengusaha yang mempekerjaan pekerja/buruh berdasarkan PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 harus membuat daftar nama pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan. Pasal 7 menyatakan bahwa PKWT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 dan Pasal 5 tidak dapat dilakukan pembaharuan. 3. Untuk Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru diatur dalam Bab IV, pasal 8 dan pasal 9, sebagaimana berikut : pasal 8 menyatakan bahwa : 1. PKWT dapat dilakukan dengan pekerja/buruh untuk melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan. 2. PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun dan dapat diperpanjang untuk satu kali paling lama 1 (satu) tahun. 3. PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 tidak dapat dilakukan pembaharuan. Pasal 9 menyatakan bahwa PKWTsebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 hanya boleh diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan diluar kegiatan atau diluar pekerjaan yang biasa dilakukan perusahaan. 4. Perjanjian Kerja Harian/Lepas diatur dalam Bab V, pasal 10 sampai pasal 12, sebagaimana berikut : Pasal 10 menyatakan bahwa : 1. Untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dilakukan dengan perjanjian kerja harian atau lepas. 2. Perjanjian kerjaharian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 dilakukan dengan ketentuan pekerja/buruh bekerja kurang dari 21 (dua puluh satu) hari dalam 1 (satu) bulan.

29 20 3. Dalam hal pekerja/buruh bekerja 21 (d ua puluh satu) hari atau lebih selama 3 (ti ga) bulan berturut-turut atau lebih maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi PKWTT. Pasal 11 menyatakan Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat 1 dan ayat 2 dikecualikan dari ketentuan jangka waktu PKWT pada umumnya. Pasal 12 menyatakan bahwa : 1. Pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh pada pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 wajib membuat perjanjian kerja harian lepas secara tertulis dengan para pekerja/buruh. 2. Perjanjian kerja harian lepas sebagaimana dimaksud dalam ayat ( 1) dapat dibuat berupa daftar pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 sekurang-kurangnya memuat: a. nama/alamat perusahaan atau pemberi kerja. b. nama/alamat pekerja/buruh. c. Jenis pekerjaan yang dilakukan. d. Besarnya upah dan/atau imbalan lainnya. 3. Daftar pekerja/buruh sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan kepada instansi yang bertanggung jawabdi bidang ketenagakerjaan setempat selambat-lambatnya 7 (tu juh) hari kerja sejak mempekerjakan pekerja/buruh. 5. Perubahan PKWT menjadi PKWTT diatur dalam Bab VII, pasal 15, sebagaimana berikut : 1. PKWT yang tidak dibuat dalam bahasa Indonesia dan huruf latin berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. 2. Dalam hal PKWT dibuat tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat 2, atau Pasal 5 ayat 2, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak adanya hubungan kerja. 3. Dalam hal PKWT dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru menyimpang dari ketentuan Pasal 8 ayat 2 dan ayat 3,maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak dilakukan penyimpangan. 4. Dalam hal pembaharuan PKWT tidak melalui masa tenggang waktu 30 (ti gapuluh) hari setelah berakhirnya perpanjangan PKWT dan tidak diperjanjikan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal3, maka PKWT berubah menjadi PKWTT sejak tidak terpenuhinya syarat PKWT tersebut. 5. Dalam hal pengusaha mengakhiri hubungan kerja terhadap pekerja/buruh dengan hubungan kerja PKWT sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, ayat 2,ayat 3 dan ayat 4, maka hak-hak

30 21 pekerja/buruh dan prosedur penyelesaian dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan bagi PKWTT. Untuk PKWTT karena sifat perjanjian kerja untuk waktu yang berkelanjutan dalam undang undang nomor 13 tahun 2003 pasal 60 telah diatur sebagai berikut: 1. Perjanjian kerja untuk waktu tidak tertentu dapat mensyaratkan masa percobaan kerja paling lama 3 (tiga) bulan. 2. Dalam masa percobaan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pengusaha dilarang membayar upah di bawah upah minimum yang berlaku. Untuk sifat dan jenis pekerjaan tambahan, perjanjian kerja dapat dilakukan secara langsung antara Pekerja/Buruh dengan Perusahaan Pemberi Pekerjaan, tetapi dapat juga melalui Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh yang selanjutnya lebih dikenal dengan istilah Perusahaan Outsourcing. Hubungan kerja antara Pemberi Pekerjaan dengan Penyedia Jasa Tenaga Kerja dibuat dalam bentuk Perjanjian Pemborongan Pekerjaan. Syarat dan ketentuan tentang pemborongan pekerjaan diatur dan ditetapkan berdasarkan hukum perjanjian, yakni kesepakatan kedua belah pihak. Asas yang berlaku dalam hukum perjanjian adalah hal-hal yang telah disepakati kedua belah pihak dalam perjanjian dan berlaku sebagai undang-undang yang mengikat.ketentuan tersebut dikenal dengan Asas Kebebasan Berkontrak. 3 Pengertian perjanjian pemborongan menurut Pasal 1601 b KUHPerdata adalah suatu persetujuan bahwa pihak kesatu, yaitu pemborong, mengikatkan diri untuk menyelesaikan suatu pekerjaan bagi pihak lain, yaitu 3 Sehat Damanik, Outsourcing & Perjanjian Kerja Menurut UU Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan (Jakarta : DSS Publishing, 2006), hlm 10

31 22 pemberi tugas, dengan harga yang telah ditentukan. Sedangkan menurut F.X. Djumialdji,SH memberikan suatu definisi yaitu : Pemborongan pekerjaan adalah suatu persetujuan dengan mana pihak yang satu, si pemborong, mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan, sedangkan pihak yang lain, yang memborong, mengikatkan diri untuk membayar suatu harga yang telah ditentukan 4 Undang undang nomor 13 tahun 2003 juga mengatur tentang penggunaan tenaga kerja sumber luar (outsourcing). Hal tersebut tercantum dalam pasal 64 sampai pasal 66. Dalam Pasal 64 dinyatakan bahwa Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh yang dibuat secara tertulis. Dan pasal 65 mengatur tentang hal hal sebagai berikut : 1. Penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain dilaksanakan melaluiperjanjian pemborongan pekerjaan yang dibuat secara tertulis. 2. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalamayat (1) harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: a. dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama; b. dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan; c. merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan; dantidak menghambat proses produksi secara langsung. 3. Perusahaan lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus berbentuk badan hukum. 4. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerja/buruh pada perusahaan lainsebagaimana dimaksud dalam ayat (2) sekurang-kurangnya sama dengan perlindungankerja dan syarat-syarat kerja pada perusahaan pemberi pekerjaan atau sesuai denganperaturan perundang-undangan yang berlaku. 5. Perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri. 6. Hubungan kerja dalam pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diaturdalam perjanjian kerja secara tertulis antara perusahaan lain dan pekerja/buruh yangdipekerjakannya. 4 Djumadi, Hukum Perburuhan perjanjian Kerja (Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2004), hlm. 34

32 23 7. Hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (6) dapat didasarkan atas perjanjiankerja waktu tidak tertentu atau perjanjian kerja waktu tertentu apabila memenuhi persyaratansebagaimana dimaksud dalam Pasal Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) tidak terpenuhi,maka demi hukum status hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan penerimapemborongan beralih menjadi hubungan kerja pekerja/buruh dengan perusahaan pemberipekerjaan. 9. Dalam hal hubungan kerja beralih ke perusahaan pemberi pekerjaan sebagaimanadimaksud dalam ayat (8), maka hubungan ke rja pekerja/buruh dengan pemberi pekerjaansesuai dengan hubungan kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (7). Dan pasal 66 menyatakan bahwa : 1. Pekerja/buruh dari perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh tidak boleh digunakan olehpemberi kerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubunganlangsung dengan proses produksi, kecuali untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatanyang tidak berhubungan langsung dengan proses produksi. 2. Penyedia jasa pekerja/buruh untuk kegiatan jasa penunjang atau kegiatan yang tidakberhubungan langsung dengan proses produksi harus memenuhi syarat sebagai berikut: a. adanya hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; b. perjanjian kerja yang berlaku dalam hubungan kerja sebagaimana dimaksud pada huruf a adalah perjanjian kerja untuk waktu tertentu yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 59 dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu yang dibuat secara tertulis dan ditandatangani oleh kedua belah pihak; c. perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggung jawab perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; dan d. perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja/buruh dan perusahaan lain yang bertindak sebagai perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini. 3. Penyedia jasa pekerja/buruh merupakan bentuk usaha yang berbadan hukum dan memilikiizin dari instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan. 4. Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2) huruf a, huruf b, dan huruf d serta ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja/buruh dan perusahaan pemberi pekerjaan. Sebagai petunjuk pelaksanaan Pasal 65 ayat 5 Undang-undang Nomor 13 tentang Ketenagakerjaan Menteri tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan keputusan dengan nomor KEP.220/MEN/X/2004. Keputusan

33 24 Menteri ini mengatur tentang perubahan dan/atau penambahan syarat-syarat penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lain Dalam Pasal 1 Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan : 1. Perusahaan yang selanjutnya disebut perusahaan pemberi pekerjaan adalah: a. Setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalambentuk lain; b. Usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain. 2. Perusahaan penerima pemborongan pekerjaan adalah perusahaan lain yang menerima penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan. 3. Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja pada perusahaan penerima pemborongan pekerjaan dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Pada Pasal 2 mengatur tentang : 1. Syarat kerja yang diperjanjikan dalam PKWT, tidak boleh lebih rendah daripada ketentuan dalam peraturan perundan g- undangan yang berlaku. 2. Menteri dapat menetapkan ketentuan PKWT khusus untuk sektor usaha dan atau pekerjaan tertentu. Pada Pasal 3 mengatur tentang : 1. Dalam hal perusahaan pemberi pekerjaan akan menyerahkan sebagian pelaksanakan pekerjaan kepada perusahaan pemborong pekerjaan harus diserahkan kepada perusahaan yang berbadan hukum 2. Ketentuan mengenai berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dikecuali bagi : a. perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang pengadaan barang; b. perusahaan pemborong pekerjaan yang bergerak di bidang jasa pemeliharaan dan perbaikan serta jasa konsultansi yang dalam melaksanakan pekerjaan tersebut mempekerjakan pekerja/buruh kurang dari 10 (sepuluh) orang. 3. Apabila perusahaan pemborong pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) akan menyerahkan lagi sebagian pekerjaan yang diterima dari perusahaan pemberi pekerjaan, maka penyerahan tersebut dapat diberikan kepada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum 4. Dalam hal perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) tidak melaksanakan kewajibannya

34 25 memenuhi hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja maka perusahaan yang berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban tersebut. Dalam pasal 4 mengatur tentang : 1. Dalam hal di satu daerah tidak terdapat perusahaan pemborong pekerjaan yang berbadan hukum atau terdapat perusahaan pemborong pekerjaan berbadan hukum tetapi tidak memenuhi kualifikasi untuk dapat melaksanakan sebagian pekerjaan dari perusahaan pemberi pekerjaan, maka penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan dapat diserahkan pada perusahaan pemborong pekerjaan yang bukan berbadan hukum. 2. Perusahaan penerima pemborongan pekerjaan yang bukan berbadan hukum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab memenuhi hak-hak pekerja/buruh yang terjadi dalam hubungan kerja antara perusahaan yang bukan berbadan hukum tersebut dengan pekerjaan/buruhnya. 3. Tanggung jawab sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus dituangkan dalam perjanjian pemborongan pekerjaan antara perusahaan pemberi pekerjaan dengan perusahaan pemborong pekerjaan. Pasal 5 mengatur tentang Setiap perjanjian pemborongan pekerjaan wajib memuat ketentuan yang menjamin terpenuhinya hak-hak pekerja/buruh dalam hubungan kerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pada Pasal 6 mengatur tentang : 1. Pekerjaan yang dapat diserahkan kepada perusahaan pemborong pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Dilakukan secara terpisah dari kegiatan utama baik manajemen maupun kegiatan pelaksanaan pekerjaan ; b. Dilakukan dengan perintah langsung atau tidak langsung dari pemberi pekerjaan dimaksudkan untuk memberi penjelasan tentang cara melaksanakan pekerjaan agar sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh perusahaan pemberi pekerjaan; c. Merupakan kegiatan penunjang perusahaan secara keseluruhan, artinya kegiatan tersebut merupakan kegiatan yang mendukung dan memperlancar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan alur kegiatan kerja perusahaan pemberi pekerjaan. d. Tidak menghambat proses produksi secara langsung artinya kegiatan tersebut adalah merupakan kegiatan tambahan yang apabila tidak dilakukan oleh perusahaan pemberi pekerjaan, proses pelaksanaan pekerjaan tetap berjalan sebagaimana biasanya. 2. Perusahaan pemberi pekerjaan yang akan menyerahkan sebagian pelaksanan pekerjaannya kepada perusahaan pemborong pekerjaan wajib membuat alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan.

35 26 3. Berdasarkan alur kegiatan proses pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) perusahaan pemberi pekerjaan menetapkan jenis-jenis pekerjaan yang utama dan penunjang berdasarkan ketentuan ayat (1) serta melaporkan kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan setempat. Penggunaan Tenaga Kerja outsourcing dalam beberapa tahun setelah terbitnya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah menimbulkan Pro kontra antara Pekerja/Buruh dan Pengusaha, terutama hal ini disebabkan oleh kurangnya regulasi yang dikeluarkan Pemerintah maupun sebagai ketidakadilan dalam pelaksanaan hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja. dasarnya praktek outsourcing tidak dapat dihindari Namun demikian, pada pekerja/buruh karena dengan berlakunya Pasal 64 sampai dengan Pasal 66 Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pengusaha telah mendapat legalisasi dalam memberlakukan praktek outsourcing terlebih lagi dengan adanya putusan mahkamah konstitusi nomor 27/PUU-IX/2011. Putusan mahkamah konstitusi nomor 27/PUU-IX/2011 merupakan jawaban atas permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 59 yang mengatur tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (pekerja kontrak) dan Pasal 64 yang mengatur tentang penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya (outsourcing) terhadap UUD 1945 yang dimohonkan oleh Didik Supriyadi yang dalam permohonannya bertindak atas nama Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2ML) Indonesia melalui Kuasa Hukumnya DwiHariyanti,S.H., Advokat dan Penasihat Hukum pada kantor Advokat dan Penasihat Hukum DwiHariyanti,S.H., &Rekan, y a n g beralamat dijalan Karangrejo VIII Nomor 20.

36 27 Adapun yang menjadi pokok Permohonan Didik supriyadi dalam mengajukan Permohonan Uji Materi adalah sebagai berikut : 1. Pemohon mengajukan permohonan pengujian (constitusional review) ketentuan Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap Pasal 27 ayat 2, Pasal 28 Dayat 2 dan Pasal 33 ayat 1 UUD 1945; 2. Bahwa menurut Pemohon ketentuan Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang pada intinya mengatur tentang penyerahan sebagian pekerjaan kepada perusahaan lain (outsourcing), maka buruh/pekerja dilihat semata mata sebagai komoditas atau barang dagangan disebuah pasar tenaga kerja, selain itu buruh/pekerja ditempatkan sebagai faktor produksi semata, dengan begitu mudah dipekerjakan bila dibutuhkan dan diputus hubungan kerjanya ketika tidak dibutuhkan lagi, yang pada gilirannya komponen upah dapat ditekan seminimal mungkin; 3. Bahwa outsourcing adalah suatu bentuk pemaksaan kerja antara perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pekerjanya, yang sebenarnya tidak memenuhi unsur-unsur hubungan kerja yaitu adanya perintah, pekerjaan dan upah, maka hal ini menunjukkan bahwa pekerja hanya dianggap sebagai barang saja bukan sebagai subjek hukum; 4. Karena itu menurut Pemohon, Pasal 59 dan Pasal 64 Undang-Undang Ketenagakerjaan, yang dengan sendirinya juga terkait dengan ketentuan Pasal 65 dan Pasal 66, dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat 2, Pasal 28D ayat 2 dan Pasal 3 ayat 1 UUD1945. Atas permohonan uji materi tersebut Mahkamah Konstitusi mengeluarkan amar

37 28 putusan nomor 27/PUU-IX/2011 yang isinya Menyatakan: Frasa perjanjian kerja waktu tertentu dalam Pasal 65 ayat ( 7) dan frasa perjanjian kerja untuk waktu tertentu dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) bertentangan dengan Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; Frasa perjanjian kerja waktu tertentu dalam Pasal 65 ayat ( 7) dan frasa perjanjian kerja untuk waktu tertentu dalam Pasal 66 ayat (2) huruf b Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4279) tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan adanya pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh; Atas dasar pertimbangan hukum dan amar putusan mahkamah konstitusi

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching) RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching) I. PEMOHON Didik Suprijadi, dalam hal ini bertindak atas nama

Lebih terperinci

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hubungan Kerja Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.100/MEN/VI/2004 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 34 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 3.1 Pelaporan Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Pemberi Pekerjaan Dengan Perusahaan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

PUTUSAN Nomor 27/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

PUTUSAN Nomor 27/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA PUTUSAN Nomor 27/PUU-IX/2011 DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA [1.1] Yang mengadili perkara konstitusi pada tingkat pertama dan terakhir, menjatuhkan

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 TENTANG HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA PENULISAN HUKUM

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 TENTANG HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA PENULISAN HUKUM TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 TENTANG HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA PENULISAN HUKUM Oleh : MIRZA DWI FANANIE 09400111 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Lebih terperinci

Miftakhul Huda, S.H., M.H

Miftakhul Huda, S.H., M.H Miftakhul Huda, S.H., M.H Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap Dapat mensyaratkan masa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat". untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. untuk kebutuhan sendiri atau untuk masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyatakan, "Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundangundangan sebagaimana

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 % perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kontrak ini sebagai karyawannya.

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING 15 BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN 2.1 Hubungan Hukum Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pekerja/Buruh Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri

Lebih terperinci

BAB III KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN

BAB III KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN BAB III KEABSAHAN KONTRAK KERJA TERHADAP DOSEN YANG TIDAK MEMENUHI KUALIFIKASI AKADEMIK MINIMUM UNDANG-UNDANG GURU DAN DOSEN A. Kualifikasi Akademik Minimum Undang-Undang Guru Dan Dosen Kualifikasi akademik

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja 25 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar baik dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Falsafah Pancasila menghendaki tercapainya keadilan sosial, yang lebih terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 1 baik dalam Pembukaannya maupun dalam Pasal

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Wahyu Septyan dan PT

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Wahyu Septyan dan PT 124 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis uraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh

Lebih terperinci

TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA : RACHMADANI FAKULTAS : HUKUM N.P.M : DISETUJUI dan DITERIMA OLEH :

TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA : RACHMADANI FAKULTAS : HUKUM N.P.M : DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : TRANSAKSI ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM HUKUM ACARA PERDATA NAMA : RACHMADANI FAKULTAS : HUKUM JURUSAN : ILMU HUKUM N.P.M : 28120090 DISETUJUI dan DITERIMA OLEH : PEMBIMBING TRI WAHYU ANDAYANI, SH.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa tenaga kerja atau sering disebut dengan perusahaan outsourcing.

BAB I PENDAHULUAN. jasa tenaga kerja atau sering disebut dengan perusahaan outsourcing. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian yang semakin buruk membuat pemerintah dan dunia usaha untuk lebih kreatif dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif agar mampu membuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang adalah pembangunan disegala bidang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang adalah pembangunan disegala bidang kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang sedang berkembang. Salah satu ciri dari negara berkembang adalah pembangunan disegala bidang kehidupan. Pengembangan dunia usaha

Lebih terperinci

Penyimpangan Terhadap Ketentuan PKWT Dan Outsourcing Serta Permasalahannya Dan Kiat Penyelesaian

Penyimpangan Terhadap Ketentuan PKWT Dan Outsourcing Serta Permasalahannya Dan Kiat Penyelesaian 1 Penyimpangan Terhadap Ketentuan PKWT Dan Outsourcing Serta Permasalahannya Dan Kiat Penyelesaian Disampaikan Oleh : Dra. Endang Susilowati, SH., MH. Ketua Bidang Hukum Dan Advokasi DPN APINDO Pada Acara

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH POVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM HAK PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

PERLINDUNGAN HUKUM HAK PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI PERLINDUNGAN HUKUM HAK PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Syarifa Mahila, SH.MH Abstract Outsourcing in Indonesia's labor law is defined as the contracted work and the provision

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi.

BAB I PENDAHULUAN. faktor yang sangat penting dalam suatu kegiatan produksi. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perusahaan dalam melakukan kegiatan produksinya tidak akan dapat menghasilkan produk tanpa adanya pekerja. Pekerja tidak dapat diabaikan eksistensinya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA. Oleh :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA. Oleh : Jurnal Advokasi Vol. 5 No. 1 Maret 2015 14 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA Oleh : Lis Julianti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu

RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu RINGKASAN PERMOHONAN Perkara Nomor 99/PUU-XIV/2016 Korelasi Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu dan Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tidak Tertentu I. PEMOHON Hery Shietra, S.H...... selanjutnya disebut

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN ALIH DAYA (OUTSOURCING) ANTARA PDAM DENGAN

Lebih terperinci

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas Pasal 64-66 UU no 13 tahun 2003 Permenakertrans No 19 tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keadaan ekonomi saat sekarang ini yang tidak menentu dan akibat perkembangan zaman, para wanita ikut berpartisipasi meningkatkan kesejahteraan keluarga dengan

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI

PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI PEMBUKTIAN PIDANA MELALUI SMS (SHORT MESSAGE SERVICE) BERDASARKAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM ACARA PIDANA (KUHAP) SKRIPSI Oleh : KARNO NPM : 28120079 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian tenaga kerja Dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengenai tenaga

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2099, 2014 KEMENAKER. Peraturan Perusahaan. Pembuatan dan Pendaftaran. Perjanjian Kerja Sama. Pembuatan dan Pengesahan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mendukung pekerjaan dan penghidupan yang layak. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mendukung pekerjaan dan penghidupan yang layak. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada kehidupan suatu bangsa, peranan tenaga kerja menduduki tempat yang penting karena merupakan faktor yang menentukan keberhasilan bangsa itu sendiri baik

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh I. PEMOHON M.Komarudin dan Muhammad Hafidz, sebagai perwakilan dari Federasi

Lebih terperinci

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada 1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun 2003 2. Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada Perusahaan Lain Pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 : Perusahaan

Lebih terperinci

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan

BAB I PENDAHULUAN. Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perseroan Terbatas (PT) Telkom Cabang Solo merupakan salah satu badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam bidang telekomunikasi. Permintaan layanan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai upaya dalam meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

Undang-undang No. 21 Tahun 2000 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM I-7 BAB II ASAS, SIFAT, DAN TUJUAN I-8 BAB III PEMBENTUKAN I-10 BAB

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja 2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga Dalam berbagai kepustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Di bidang ketenagakerjaan, pihak-pihak yang terlibat didalamnya, yaitu pekerja, pengusaha dan pemerintah akan menimbulkan terselenggaranya hubungan industrial. Tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

H U B U N G A N K E R J A

H U B U N G A N K E R J A IX H U B U N G A N K E R J A HUBUNGAN KERJA TERJADI KARENA ADANYA PERJANJIAN KERJA Pengusaha Pekerja/buruh Secara tertulis / lisan ps 51 (1) Untuk waktu tertentu ps 56 (1) Untuk waktu tidak tertentu Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha di Indonesia semakin berkembang dan berdaya saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk meningkatkan kualitas kinerja

Lebih terperinci

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI

JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : 0810015276. Analisis Terhadap Perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan jasa penyedia tenaga kerja menjadi tren di tengah. perkembangan persaingan bisnis yang semakin kompetitif.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan jasa penyedia tenaga kerja menjadi tren di tengah. perkembangan persaingan bisnis yang semakin kompetitif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan jasa penyedia tenaga kerja menjadi tren di tengah perkembangan persaingan bisnis yang semakin kompetitif. 1 Pengusaha berlomba untuk mencari cara bagaimana

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN SERTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN SERTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; 7. Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING 1 Oleh: Nicky E.B Lumingas 2

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING 1 Oleh: Nicky E.B Lumingas 2 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING 1 Oleh: Nicky E.B Lumingas 2 ABSTRAK Outsourcing atau alih daya merupakan penyerahan pekerjaan tertentu suatu perusahaan kepada pihak lain yang dilakukan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja

Lex Administratum, Vol. IV/No. 1/Jan/2016. Kata kunci: jamsostek, pemutusan hubungan kerja HAK TENAGA KERJA ATAS JAMSOSTEK YANG MENGALAMI PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh: Marlina T. Sangkoy 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimanakah Hak Tenaga Kerja atas Jamsostek yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian.

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus berupaya memperoleh penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Bekerja merupakan salah satu upaya manusia dalam rangka memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan bunyi Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 disebutkan bahwa Negara menjamin keselamatan, kesejahteraan dan kemakmuran seluruh rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan dilakukan manusia sudah berabad-abad. Pembangunan adalah usaha untuk menciptakan kemakmuran dan kesejahteraan, oleh karena itu dapat dikatakan hukum tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.

BAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 114/PUU-XIII/2015 Daluarsa Pemutusan Hubungan Kerja I. PEMOHON 1. Muhammad Hafidz (Pemohon I); 2. Wahidin (Pemohon II); 3. Chairul Eillen Kurniawan (Pemohon III); 4.

Lebih terperinci

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Taufiq Yulianto Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang ABSTRACT: A work agreement

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG MENTERI KETENAGAKERJAAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PUBLIKDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 131, 2000 (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3989) UNDANG-UNDANG REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi bangsa Indonesia adalah Undang-Undang Dasar 1945 yang menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan suatu negara berkembang yang mempunyai tujuan dalam sebuah konstitusi yang dijunjung tinggi oleh warga negaranya. Konstitusi bangsa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 21 TAHUN 2000 (21/2000) TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kemerdekaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

SURAT EDARAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG

SURAT EDARAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG 26 Agustus 2013 PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerjaan merupakan sebuah kebutuhan asasi bagi manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) mempunyai kebutuhan hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat bertahan hidup secara utuh tanpa

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN 37 BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN A. Pengaturan tentang Hubungan Kerja Pada dasarnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang. uang yang digunakan untuk memenuhi tuntutan hidup mereka akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia merupakan proses dari kelangsungan hidup yang berkaitan dengan upaya pemenuhan kebutuhan hidup yang layak. Pada dasarnya manusia selalu berjuang dengan

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 27/PUU-IX/2011

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 27/PUU-IX/2011 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------------------- RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 27/PUU-IX/2011 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN TERHADAP UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 2000 TENTANG SERIKAT PEKERJA/SERIKAT BURUH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang : a. bahwa kemerdekaan berserikat, berkumpul,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam memenuhi kebutuhan hidup keseharian semua manusia yang telah memiliki usia produkuktif tentunya membutuhkan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan hidupnya

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Untuk dapat mempertahankan

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

BAB I KETENTUAN U M U M

BAB I KETENTUAN U M U M UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci