BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu perjanjian yang mendahului hubungan hukum tersebut. Secara umum suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang berjanji kepada seorang lain dan dimana kedua orang itu saling berjanji untuk melakukan suatu hal. 30 Dengan adanya pengertian tentang perjanjian tersebut, bisa disimpulkan bahwa kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian adalah sama dan seimbang. Dalam hal perjanjian, tidak ada 1 (satu) pun peraturan yang mengikat terhadap bentuk dan isi perjanjian, karena dijamin dengan asas kebebasan berkontrak, yakni suatu asas yang menyatakan bahwa setiap orang pada dasarnya boleh membuat kontrak (perjanjian) yang berisi berbagai macam perjanjian asal tidak bertentangan dengan Undang-Undang, kesusilaan, dan ketertiban umum. 31 Asas kebebasan berkontrak tersebut dituangkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, dengan memperhatikan Pasal 1320, Pasal 1, Pasal 1337 KUH Perdata. Dalam suatu perjanjian termuat beberapa unsur, yaitu: 32 a. Ada pihak-pihak b. Ada persetujuan antara para pihak c. Ada tujuan yang akan dicapai d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan e. Ada bentuk tertentu f. Ada syarat-syarat tertentu 30 Soebekti, Aneka Perjanjian, (Alumni Bandung:1994), hal Djumadi. Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1999). Hal Abdul Kadir Muhamad, Hukum Perikatan, (Bandung: Alumni, 1982), hal

2 Seperti telah diuraikan sebelumnya, suatu perjanjian yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu bisa dikatakan sebagai suatu perjanjian yang sah dan sebagai akibatnya perjanjian akan menjadi Undang-Undang bagi mereka yang membuatnya. Oleh karena itu agar keberadaan suatu perjanjian diakui oleh undang-undang (legally concluded contract) haruslah sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan oleh undang-undang. Dalam Pasal 1320 KUHPerdata menyebutkan bahwa untuk sahnya perjanjian-perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu: 1. Sepakat mereka yang mengikatkan diri Maksudnya adalah kedua belah pihak atau para pihak yang mengadakan perjanjian tersebut haruslah bersepakat dan setuju atas hal-hal yang diperjanjikan dengan tanpa ada paksaan, kekeliruan, dan penipuan. 2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian Maksudnya adalah yang dapat membuat suatu perjanjian adalah mereka yang bisa dikategorikan sebagai pendukung hak dan kewajiban, yaitu orang dan badan hukum. Jika yang membuat perjanjian adalah badan hukum, maka badan hukum tersebut harus memenuhi syarat-syarat badan hukum, antara lain: a. ada harta kekayaan yang terpisah; b. mempunyai tujuan tertentu; c. mempunyai kepentingan sendiri; d. ada organisasi. Dengan terpenuhinya keempat syarat tersebut, maka badan hukum tersebut bisa disebut sebagai subyek hukum dan bisa melakukan hubungan hukum yang antara lain sebagai salah satu pihak dalam suatu perjanjian. Jika yang membuat perjanjian adalah orang, maka orang yang dianggap sebagai subyek hukum adalah orang yang tidak termasuk dalam Pasal 1330 KUHPerdata, yaitu a. Orang yang belum dewasa; b. mereka yang ditaruh di bawah pengampuan; c. orang perempuan yang ditetapkan oleh undang-undang dan semua orang kepada kepada siapa undang-undang telah melarang membuat suatu perjanjian-perjanjian tertentu. Namun bagi seorang perempuan, 16

3 setelah adanya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, maka ketentuan dalam Pasal 1330 ini sudah tidak berlaku lagi. {Pasal 31 ayat (1) dan ayat (2).} Berdasarkan ketentuan tersebut maka yang termasuk dalam ketiga criteria tersebut tidak bisa membuat suatu perjanjian, dan sebaliknya yang tidak termasuk dalam ketiga kriteria tersebut dapat membuat suatu perjanjian. 3. Suatu hal tertentu Maksudnya sesuatu yang di dalam perjanjian tersebut harus telah ditentukan dan disepakati sebagai obyek suatu perjanjian. 4. Suatu sebab yang halal Maksudnya adalah apa yang diperjanjikan merupakan sesuatu yang tidak dilarang oleh Undang-undang, tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. 2.2 Perjanjian Kerja Dalam mengadakan suatu perjanjian, para pihak tidak selalu mempunyai kedudukan yang sama dari pihak lainnya. Kita dapat melihat hal ini pada perjanjian kerja yang terdapat unsur wewenang perintah didalamnya. Sebagai salah satu sumber hukum perburuhan, dengan adanya unsur wewenang perintah dalam perjanjian kerja berarti antara kedua belah pihak ada kedudukan yang tidak sama yaitu yang memerintah dan yang diperintah. Kedudukan yang tidak sama disebut pula hubungan diperatas (dienstverhoeding).. 33 Jadi, bila seseorang telah mengikatkan diri dalam suatu perjanjian kerja, berarti ia secara pribadi otomatis harus bersedia bekerja di bawah perintah orang lain. Dalam hal ini buruh yang tidak memiliki modal dan hanya mempunyai tenaga saja, mempunyai kedudukan yang rendah dan pengusaha sebagai pihak yang memiliki modal mempunyai kedudukan yang tinggi. Adanya wewenang perintah inilah yang membedakan perjanjian kerja dengan perjanjian lainnya. Artinya, prinsip yang menonjol dalam perjanjian kerja, yaitu adanya keterikatan seseorang (pekerja/buruh) kepada orang lain (pengusaha) untuk bekerja di bawah perintah dengan menerima upah. 33 Koko Kosidin, Perjanjian Kerja, Perjanjian Perburuhan dan Peraturan Perusahaan, Mandar Maju, Bandung:1999, hal. 9 17

4 Berkaitan dengan hal tersebut, negara harus melindungi siapa saja yang lemah agar dapat tercapai suatu keseimbangan yang mendekatkan warga negaranya dengan tujuan Negara Republik Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Dikarenakan dalam mengadakan perjanjian khususnya perjanjian kerja ada perbedaan-perbedaan tertentu seperti kondisi, kedudukan, dan berbagai hal seperti di bidang sosial, ekonomi, dan pendidikan antara mereka yang membuat perjanjian kerja, maka diperlukan intervensi dari pihak ketiga yaitu peran Negara guna memberikan perlindungan bagi pihak yang lemah, terutama sewaktu mengadakan perjanjian kerja. Beberapa peraturan perundang-undangan tentang ketenagakerjaan yang berlaku selama ini, termasuk sebagian yang merupakan produk kolonial, menempatkan pekerja pada posisi yang kurang menguntungkan dalam pelayanan penempatan tenaga kerja dan sistem hubungan industrial yang menonjolkan perbedaan kedudukan dan kepentingan sehingga dipandang sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan masa kini dan tuntutan masa yang akan datang. Sehingga pada tahun 2003, lahirlah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, selain untuk mencabut ketentuanketentuan yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan dan perkembangan zaman, dimaksudkan juga untuk menampung perubahan yang sangat mendasar di segala aspek kehidupan bangsa Indonesia dengan dimulainya era reformasi tahun 1998 termasuk pemberian kesempatan dan perlakuan yang sama bagi tenaga kerja dalam hubungan kerja. 34 Hubungan kerja adalah hubungan antara pekerja dengan pengusaha yang terjadi setelah adanya perjanjian kerja. 35 Iman Soepomo, merumuskan hubungan kerja sebagai suatu hubungan antara seorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukan kedudukan kedua pihak itu yang pada dasarnya menggambarkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban buruh terhadap majikan serta hak-hak dan kewajiban-kewajiban majikan terhadap buruh. Adanya hubungan kerja ialah hanya bila ada buruh dan majikannya atau 34 Lihat Indonesia, Undang-Undang tentang Ketenagakerjaan, UU No. 13 Tahun 2003, LN No. 39 Tahun 2003, TLN No Penjelasan Umum.. 35 Lalu Husni, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (Edisi Revisi). (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2008), Hal

5 majikan dengan buruhnya. Hubungan ini terjadi setelah adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan, yaitu suatu perjanjian di mana pihak kesatu, buruh mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada pihak lainnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu dengan membayar upah. Pada pihak lainnya mengandung arti bahwa pihak buruh dalam melakukan pekerjaan ini berada di bawah pimpinan pihak majikan. 36 Dalam Pasal 1 angka 15 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum tercipta setelah adanya perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja. Pengertian perjanjian kerja dalam Pasal 1 angka 14 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan disebutkan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Bila melihat pengertian tersebut, tidak menyebutkan bentuk perjanjian kerja itu lisan atau tertulis serta jangka waktunya tidak ditentukan. Namun hal ini diatur dalam BAB IX Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 51 ayat (1) yang menyebutkan bahwa perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. 37 Dalam Pasal 51 ayat (2)-nya menyebutkan perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku. Secara normative bentuk tertulis menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian. Selain itu, dalam Pasal 54 juga menyebutkan bahwa perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat: a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; 36 Imam Soepomo, Hukum Perburuhan : Bidang Hubungan Kerja, (edisi revisi) (Jakarta: Djambatan, 2001), hal Indonesia, 2003, Op. Cit, Penjelasan Pasal 51 ayat (1): Pada prinsipnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis, namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. 19

6 b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. Pada ayat (2)-nya, disebutkan bahwa perjanjian kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf e dan f, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang undangan yang berlaku. Artinya isi dari perjanjian kerja tersebut baik secara kualitas maupun kuantitas tidak boleh lebih rendah dari peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama di sebuah perusahaan khususnya mengenai besarnya upah dan cara pembayarannya, serta syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha, dan pekerja/buruh. Pada ayat (3)-nya juga diatur mengenai perjanjian kerja yang harus dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), masing masing untuk pekerja/buruh dan pengusaha dan mempunyai kekuatan hukum yang sama pula. Bila melihat dalam penjelasan Pasal 51 ayat (2), perjanjian kerja yang dipersyaratkan secara tertulis harus sesuai dengan peraturan perundang undangan yang berlaku, dan salah satu contohnya adalah perjanjian kerja waktu tertentu. Unsur jangka waktu dalam perjanjian kerja harus disepakati jangka waktunya sehingga terlihat apakah perjanjian kerja tersebut berlaku untuk jangka waktu tertentu atau bukan karena terdapat perbedaan dalam pengaturannya termasuk jenis pekerjaannya. 2.3 Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Perjanjian kerja waktu tertentu diatur dalam Pasal 56 sampai dengan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun Kemudian diatur lebih 38 Indonesia, 2003,Op. Cit, Pasal 56 ayat (1). 20

7 lanjut dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. KEP.100/MEN/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. Adapun alasan tetap dipergunakannya jenis perjanjian tersebut adalah karena ada sejumlah pekerjaan yang memang memiliki batas waktu dalam pengerjaannya sehingga membutuhkan ketentuan tentang perjanjian yang memiliki batas waktu pula Syarat-syarat Pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.100/Men/VI/2004 tentang Ketentuan Pelaksana Perjanjian Kerja Waktu Tertentu disebutkan bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu adalah Perjanjian Kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerja tertentu. Sedangkan Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap. 39 Bila melihat kedua definisi tersebut maka jelaslah bahwa Perjanjian Kerja Waktu Tertentu tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap. Perjanjian kerja yang dibuat untuk waktu tertentu sering juga disebut dengan perjanjian kerja tidak tetap atau perjanjian kerja kontrak. Status pekerjanya-pun adalah pekerja tidak tetap atau pekerja kontrak. Sedangkan untuk perjanjian kerja waktu tidak tertentu disebut juga dengan perjanjian kerja tetap dan status pekerjanya-pun adalah pekerja tetap. Selain persyaratan pada umumnya sebuah perjanjian kerja, Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (selanjutnya disingkat PKWT) juga harus memenuhi syarat-syarat dalam pembuatannya. Adapun syarat pembuatan PKWT terbagi 2 (dua) macam, yaitu syarat materiil dan syarat formil. Syarat materiil diatur pada Pasal 52 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yaitu sebagai berikut: a. Kesepakatan kedua belah pihak; b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum; c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan. 39 Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Ketentuan Pelaksana Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Kepmennakertrans Nomor KEP.100/Men/VI/2004, Pasal 1 huruf b. 21

8 d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam hal syarat sahnya suatu perjanjian, syarat materiil dari perjanjian kerja tertentu disebutkan bahwa kesepakatan kerja waktu tertentu yang tidak memenuhi syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b atau tidak memenuhi syarat subyektif maka perjanjian dapat dibatalkan 40,yaitu dengan permohonan atau gugatan ke pengadilan, sedangkan yang bertentangan dengan ayat (1) huruf c dan huruf d atau tidak memenuhi syarat obyektif maka secara otomatis perjanjian yang dibuat adalah batal demi hukum. 41 Selain itu, kedudukan perjanjian kerja yang sah sebagai ketentuan hukum dibidang ketenagakerjaan, maka syarat tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan merupakan syarat yang mulak karena memiliki makna bahwa perjanjian kerja tersebut berlaku sebagai ketentuan hukum bagi pihak-pihak yang membuatnya sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan. Hal ini berarti apabila perjanjian tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, perjanjian kerja tersebut batal demi hukum dan secara otomatis tidak berlaku sebagai ketentuan hukum. 42 Selain ketentuan yang telah disebutkan sebelumnya, PKWT yang dibuat juga harus dibuat secara tertulis. 43 Ketentuan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin atau menjaga hal-hal yang tidak diinginkan selama masa kontrak sampai berakhirnya kontrak kerja. Selain itu, bentuk tertulis juga lebih menjamin kepastian hak dan kewajiban para pihak, sehingga jika terjadi perselisihan akan sangat membantu proses pembuktian. Selanjutnya, diatur pula bahwa PKWT tidak dapat mensyaratkan adanya masa percobaan kerja karena pada prinsipnya PKWT hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat pekerjaannya 40 Indonesia, 2003, Op. Cit, Pasal 52 ayat (2). 41 Djumadi, Op. Cit, hal. 67. Akibat hukum yang tidak dipenuhi dari tidak dipenuhinya syarat-syarat tersebut juga sama dengan akibat yang diatur dalam perjanjian pada umumnya yang menganut asas konsensualisme seperti yang diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata. 42 Indonesia, 2003, Op. Cit,Pasal 52 ayat (4). 43 Ibid, Pasal 57 ayat (1). 22

9 akan selesai dalam waktu tertentu. Artinya, tidak adanya masa percobaan dalam PKWT adalah karena perjanjian kerja berlangsung relatif singkat. Jika ada PKWT yang mensyaratkan masa percobaan, maka PKWT tersebut batal demi hukum. 44 Masa percobaan adalah masa atau waktu untuk menilai kinerja dan kesungguhan dan keahlian seorang pekerja. Lama masa percobaan adalah 3 (tiga) bulan, dan dalam masa percobaan pengusaha dapat mengakhiri hubungan kerja secara sepihak (tanpa izin dari pejabat yang berwenang). Walau demikian, dalam masa percobaan ini pengusaha tetap dilarang membayar upah dibawah upah minimum yang berlaku. Adapun syarat-syarat formil yang harus dipenuhi dalam pembuatan perjanjian kerja antara lain adalah sebagai berikut: PKWT dibuat sekurang kurangnya rangkap 2 (dua), yang mempunyai kekuatan hukum yang sama, serta pekerja/buruh dan pengusaha masing masing mendapat 1 (satu) perjanjian kerja. 2. PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggungjawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan PKWT. 3. PKWT yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya harus memuat: 46 a. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha; b. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh; c. jabatan atau jenis pekerjaan; d. tempat pekerjaan; e. besarnya upah dan cara pembayarannya; f. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh; g. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja; h. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan i. tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. 44 Ibid, Pasal 58 ayat (1) dan ayat (2). 45 Djumadi, Op. cit, hal Indonesia, 2003, Op. Cit,Pasal 54 ayat (1). 23

10 Syarat-syarat kerja yang dimuat dalam PKWT tidak boleh lebih rendah dari syarat-syarat kerja yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Bila ternyata kualitas isinya lebih rendah, maka syarat-syarat kerja yang berlaku adalah yang termuat dalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Khusus mengenai PKWT, dibuat dalam rangkap 3 (tiga), rnasingmasing rangkap untuk pekerja, pengusaha dan Dinas/lnstansi yang membidangi ketenagakerjaan setempat. Seluruh biaya yang timbul atas pembuatan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) menjadi tanggungan pengusaha Kategori Pekerjaan untuk PKWT Dalam PKWT terdapat beberapa kategori pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT sebagai dasar adanya hubungan kerja antara pekerja/uruh dengan pengusaha, namun hanya dapat dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut jenis dan sifat atau kegiatan pekerjaannya akan selesai dalam waktu tertentu. 47 Adapun kategori pekerjaan untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) tersebut sebagai berikut: a. Pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya; b. Pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama dan paling lama 3 (tiga) tahun; c. Pekerjaan yang bersifat musiman; d. Pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajagan. Dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor: Kep.100/MEN/VI/2004 terdapat beberapa pasal yang mengatur penjabaran pengaturan mengenai kategori pekerjaan yang dapat dilakukan dengan PKWT. 48 Hal-hal tersebut antara lain: a. PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau bersifat sementara Pengaturan PKWT untuk pekerjaan yang sekali selesai atau bersifat sementara yakni sebagai berikut: 47 Ibid, Pasal 59 ayat (1). 48 Departemen Tenaga Kerja Dan Transmigrasi, Op. Cit, Pasal 3 sampai dengan Pasal

11 Yang dimaksud dengan perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang sekali selesai atau sementara sifatnya adalah perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu dan dibuat untuk waktu paling lama tiga tahun (Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2) Kep. 100/ Men/VI/2004). Dalam hal pekerjaan tertentu yang diperjanjikan dalam perjanjian kerja waktu tertentu dapat diselesaikan lebih cepat dari yang diperjanjikan, perjanjian kerja waktu tertentu tersebut putus demi hukum pada saat selesainya pekerjaan (Pasal 3 ayat (4) Kep.100/Men/VI/2004). Perjanjian kerja waktu tertentu yang didasarkan atas selesainya pekerjaan tertentu harus dicantumkan batasan suatu pekerjaan dinyatakan selesai (Pasal 3 ayat (4) Kep.100/Men/VI/2004). Dalam hal perjanjian kerja waktu tertentu dibuat berdasarkan selesainya pekerjaan tertentu namun karena kondisi tertentu pekerjaan tersebut belum dapat diselesaikan, dapat dilakukan pembaruan perjanjian kerja waktu tertentu (Pasal 3 ayat (5) Kep.100/Men/VI/2004). Pembaruan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) dilakukan setelah melebihi masa tenggang waktu tiga puluh hari setelah setelah berakhirnya kerja (Pasal 3 ayat (6) Kep.100/Men/VI/2004). Selama tenggang waktu tiga puluh hari tidak boleh ada hubungan kerja antara pekerja/buruh dan pengusaha (Pasal 3 ayat (7) Kep, 100/Men/VI/ 2004). b. PKWT untuk pekerjaan yang bersifat musiman Pekerjaan yang bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaannya bergantung kepada musim atau cuaca dan hanya dapat dilakukan untuk satu jenis pekerjaan pada musim tertentu (Pasal 4 Kep 100/Men/VI/2004 tahun 2004). Pekerjaan-pekerjaan yang harus dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu dapat dilakukan dengan perjanjian kerja waktu tertentu sebagai pekerjaan musiman dan hanya diberlakukan untuk pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan tambahan (Pasal 5 Kep. 100/Men/VI/2004 tahun 2004). Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang bersifat 25

12 musiman tidak dapat dilakukan pembaruan (Pasal 7 Kep.100/Men/VI/2004 tahun 2004). c. PKWT untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru Perjanjian kerja waktu tertentu dapat dilakukan untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan (Pasal 8 ayat (1) Kep.100/ Men/VI/2004 tahun 2004). Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru hanya dapat dilakukan untuk jangka waktu paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang satu kali paling lama 1 tahun tetapi tidak dapat dilakukan pembaruan (Pasal 8 ayat (2) dan ayat (3) Kep.100/ Men/VI/2004). Perjanjian kerja waktu tertentu untuk pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru hanya dapat diberlakukan bagi pekerja/buruh yang melakukan pekerjaan di luar kegiatan atau di luar pekerjaan yang biasa / dilakukan perusahaan (Pasal 9 Kep.100/Men/VI/2004). d. Perjanjian kerja harian lepas Mengenai pekerjaan-pekerjaan tertentu yang berubah-ubah dalam hal waktu dan volume pekerjaan serta upah didasarkan pada kehadiran, dapat dibuat perjanjian kerja harian lepas (Pasal 10 ayat (1) Kep.100/ Men/VI/2004). Perjanjian kerja harian lepas harus memenuhi ketentuan bahwa pekerja/ buruh bekerja kurang dari 21 hari dalam 1 bulan. Mengenai pekerja/buruh yang bekerja selama 21 hari atau lebih selama 3 bulan berturut-turut atau lebih, maka perjanjian kerja harian lepas berubah menjadi perjanjian kerja/ waktu tidak tertentu (Pasal 10 ayat (2) dan ayat (3) Kep.100/Men/VI/2004). Perjanjian kerja harian lepas yang memenuhi ketentuan-ketentuan sebagaimana dimaksud di atas dikecualikan dari ketentuan batasan jangka waktu PKWT pada umumnya (Pasal 11 Kep. l00/men/vi/2004). Maksud dikecualikan dari ketentuan batasan jangka waktu PKWT pada umumnya adalah jangka waktu perjanjian kerja harian lepas tidak dibatasi oleh hanya 26

13 satu kali perpanjangan dan atau satu kali pembaruan sebagaimana perjanjian kerja waktu tertentu pada umumnya. Pada ayat (2)-nya ditegaskan bahwa PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap, yaitu pekerjaan yang siiatnya terus-menerus, tidak terputus-putus, tidak dibatasi waktu dan merupakan bagian dan suatu proses produksi dalam 1 (satu) perusahaan atau pekerjaan yang bukan musiman Jangka Waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Mengenai jangka waktu berlakunya PKWT diatur pada Pasal 59 avat (3) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, bahwa PKWT dapat diperpanjang atau diperbarui dengan jangka waktu 3 (tiga) tahun. Yang dimaksud diperpanjang adalah melanjutkan hubungan kerja setelah PKWT berakhir tanpa adanya pemutusan hubungan kerja. Sedangkan pembaruan adalah melakukan hubungan baru setelah Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pertama berakhir melalui pemutusan hubungan kerja dengan tenggang waktu 30 (tiga puluh) hari. Jangka waktu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan hanya boleh diperpanjang sekali untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun (Pasal 59 ayat (4) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenaga-kerjaan), sedangkan pembaruan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) hanya boleh dilakukan sekali dan paling lama 2 (dua) tahun (Pasal 59 ayat (6) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan). Dengan berakhirnya jangka waktu yang telah disepakati dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT), secara otomatis hubungan kerja berakhir demi hukum. Jika disimpulkan, jangka waktu PKWT itu secara normatif keseluruhan hanya boleh berlangsung selama 3 (tiga) tahun, baik untuk perpanjangan maupun untuk pembaruan. 27

14 2.3.4 Berakhirnya Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Alasan-alasan berakhirnya suatu perjanjian kerja adalah: 1. Pekerja meninggal dunia. 2. Berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. 3. Adanya putusan pengadilan dan atau putusan atau penetapan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap. 4. Adanya keadaan atau kejadian tertentu yang dicantumkan dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang dapat menyebabkan berakhirnya hubungan kerja (Rasal 61 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003). Berdasarkan Pasal 62 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, apabila salah satu pihak mengakhiri hubungan kerja selain alasan-alasan tersebut di atas atau sebelum berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian kerja waktu tertentu, pihak yang mengakhiri hubungan kerja diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak lainnya sebesar upah pekerja/buruh sampai batas waktu berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja. Sebagai contoh, apabila seorang pekerja/buruh dikontrak dengan perjanjian kerja waktu tertentu selama 1 tahun, kemudian setelah 6 bulan berjalan, pekerja/buruh tersebut diberhentikan secara sepihak oleh pengusaha, pengusaha tersebut diwajibkan membayar sisa kontrak selama 6 bulan. 28

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003

UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai

BAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam

Lebih terperinci

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hubungan Kerja Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati

HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING 15 BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN 2.1 Hubungan Hukum Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pekerja/Buruh Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja

BAB II PEMBAHASAN. A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja 25 BAB II PEMBAHASAN A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat (14) Undang-Undang No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang dimaksud

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEGAWAI PEMERINTAH DENGAN PERJANJIAN KERJA DI LEMBAGA PEMERINTAHAN 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian tenaga kerja Dalam Bab I Pasal 1 ayat (2) UU Ketenagakerjaan mengenai tenaga

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib

BAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu

Lebih terperinci

Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum

Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum Model Perjanjian Kerja Yang Memberikan Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Kontrak Di Perguruan Tinggi Negeri Badan Layanan Umum Sumiyati, Susanti Ita, Purwaningsih, S.S. E-mail: sumiyati@polban.ac.id ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA

BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA BAB II ASPEK HUKUM PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DI INDONESIA A. Perjanjian Kerja di Indonesia Istilah perjanjian kerja menyatakan bahwa perjajian ini mengenai kerja, yakni dengan adanya perjanjian kerja

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA. Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA DAN HUBUNGAN KERJA 2.1 Pengertian Tentang Tenaga Kerja Pengertian tenaga kerja dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan Pokok Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi

Hubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi Modul ke: Hubungan Industrial Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka

Lebih terperinci

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Taufiq Yulianto Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang ABSTRACT: A work agreement

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah

Lebih terperinci

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja

2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA RUMAH TANGGA, PEMBERI KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1 Pengertian Pekerja Rumah Tangga dan Pemberi Kerja 2.1.1. Pengertian pekerja rumah tangga Dalam berbagai kepustakaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh:

AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: AKIBAT HUKUM DARI PERJANJIAN BAKU (STANDART CONTRACT) BAGI PARA PIHAK PEMBUATNYA (Tinjauan Aspek Ketentuan Kebebasan Berkontrak) Oleh: Abuyazid Bustomi, SH, MH. 1 ABSTRAK Secara umum perjanjian adalah

Lebih terperinci

BAB III LANDASAN TEORI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) A. Pengertian Perjanjian, Perjanjian Bernama dan Tidak Bernamaserta Perjanjian Kerja

BAB III LANDASAN TEORI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) A. Pengertian Perjanjian, Perjanjian Bernama dan Tidak Bernamaserta Perjanjian Kerja BAB III LANDASAN TEORI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) A. Pengertian Perjanjian, Perjanjian Bernama dan Tidak Bernamaserta Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Jika membicarakan tentang defenisi

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.100/MEN/VI/2004 TENTANG KETENTUAN PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU

Lebih terperinci

H U B U N G A N K E R J A

H U B U N G A N K E R J A IX H U B U N G A N K E R J A HUBUNGAN KERJA TERJADI KARENA ADANYA PERJANJIAN KERJA Pengusaha Pekerja/buruh Secara tertulis / lisan ps 51 (1) Untuk waktu tertentu ps 56 (1) Untuk waktu tidak tertentu Perjanjian

Lebih terperinci

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU

KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU KONSTRUKSI HUKUM PERUBAHAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TIDAK TERTENTU MENJADI PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU Oleh Suyanto ABSTRAK Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan telah mengatur mengenai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Miftakhul Huda, S.H., M.H

Miftakhul Huda, S.H., M.H Miftakhul Huda, S.H., M.H Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap Dapat mensyaratkan masa

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan

Lebih terperinci

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain

seperti Hak Cipta (Copyright), Merek (Trade Mark)maupun Desain 19 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perlindungan Hukum Rahasia Dagang 1. Penjelasan Rahasia Dagang Rahasia Dagang (Trade Secret) memegang peranan penting dalam ranah Hak Kekayaan Intelektual. Rahasia Dagang

Lebih terperinci

KOMPETENSI dan INDIKATOR

KOMPETENSI dan INDIKATOR HUBUNGAN KERJA KOMPETENSI dan INDIKATOR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang pengertian dankonsephubungankerjayang diaturdalamuu No. 13 Tahun 2003. INDIKATOR Mahasiswadiharapkanmampu:

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN

BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN 37 BAB II PENGATURAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP HUBUNGAN KERJA ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA YANG DIDASARKAN PADA PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN A. Pengaturan tentang Hubungan Kerja Pada dasarnya hubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang

BAB I PENDAHULUAN. guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam memenuhi kebutuhan hidup keseharian semua manusia yang telah memiliki usia produkuktif tentunya membutuhkan pekerjaan guna memenuhi kebutuhan hidupnya

Lebih terperinci

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING

BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order

Lebih terperinci

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas Pasal 64-66 UU no 13 tahun 2003 Permenakertrans No 19 tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain yang

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas.

BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA. dapat dengan mudah memahami jual beli saham dalam perseroan terbatas. BAB II PENGATURAN ATAS JUAL BELI SAHAM DALAM PERSEROAN TERBATAS DI INDONESIA A. Tinjauan Umum tentang Jual Beli 1. Pengertian Jual Beli Sebelum membahas mengenai aturan jual beli saham dalam perseroan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA ANAK A. Perjanjian pada Umumnya 1. Pengertian Perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan. Pasal 1233 KUHPerdata (Burgerlijke Wetboek) menyatakan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:

BAB III TINJAUAN TEORITIS. landasan yang tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut. pasal 1338 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata: BAB III TINJAUAN TEORITIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja 1. Pengertian Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK) maka keberadaan perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA

BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA BAB II TINJAUAN UMUM SERIKT PEKERJA, PERJANJIAN KERJA, DAN PERJANJIAN KERJA BERSAMA 2.1 Serikat Pekerja 2.1.1 Pengertian Serikat Pekerja Pengertian serikat pekerja/buruh menurut pasal 1 ayat 1 Undang-undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang giat-giatnya membangun

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang giat-giatnya membangun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan Negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk menigkatkan pembangunan di segala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran Rakyat Indonesia.

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub

2 Republik Indonesia Tahun 1951 Nomor 4); Menetapkan 2. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh (Lembaran Negara Repub BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.2099, 2014 KEMENAKER. Peraturan Perusahaan. Pembuatan dan Pendaftaran. Perjanjian Kerja Sama. Pembuatan dan Pengesahan. Tata Cara. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara

BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING. Dengan diadakannya perjanjian kerja maka terjalin hubungan kerja antara 21 BAB II TINJAUAN UMUM HUBUNGAN KERJA DAN OUTSOURCING 2.1 Hubungan Kerja 2.1.1 Pengertian hubungan kerja Pengusaha dan pekerja memililki hubungan yang disebut dengan hubungan kerja. Hubungan kerja dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan. 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perjanjian Kerja Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dasri perjanjian yang dimana masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, yang keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang 11 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang dengan jumlah penduduk yang banyak, sehingga membutuhkan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk menyerap tenaga

Lebih terperinci

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PADA HOTEL ANDALUCIA DI KOTA JAYAPURA

ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PADA HOTEL ANDALUCIA DI KOTA JAYAPURA ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) PADA HOTEL ANDALUCIA DI KOTA JAYAPURA, SH.,MH 1 Abstrak : Dalam pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pihak Pekerja dan pihak

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 34 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 3.1 Pelaporan Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Pemberi Pekerjaan Dengan Perusahaan

Lebih terperinci

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN SERTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA

MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN SERTA PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA 5. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah; 6. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonom; 7. Keputusan Menteri

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 02 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA; Menimbang

Lebih terperinci

HUKUM KETENAGAKERJAAN

HUKUM KETENAGAKERJAAN HUKUM KETENAGAKERJAAN Oleh Suripno Pengantar Istilah : 1. Buruh 2. Pekerja 3. Karyawan 4. Pegawai Pengertian hukum ketenagakerjaan Secara yuridis Pengertian buruh: 1. Buruh: setiap orang yg bekerja pd

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD Tahun 1945 dalam. dengan membayar upah sesuai dengan perjanjian kerja.

BAB I PENDAHULUAN. diberikan oleh konstitusi Negara Indonesia yaitu UUD Tahun 1945 dalam. dengan membayar upah sesuai dengan perjanjian kerja. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum bukanlah semata-mata sekedar sebagai pedoman untuk dibaca, dilihat atau diketahui saja, melainkan hukum dilaksanakan atau ditaati.hukum harus dilaksanakan

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG MENTERI KETENAGAKERJAAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA PUBLIKDONESIA PERATURAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 28 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG

KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP. 48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013

ETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013 MK. ETIKA PROFESI ETIKA BISNIS Smno.tnh.fpub2013 Pengertian Etika Pengertian; Etika kata Yunani ethos, berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika flsafat moral, ilmu yang membahas nilai dan norma yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan

TINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015

Lex et Societatis, Vol. III/No. 9/Okt/2015 PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DI LUAR PENGADILAN DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO. 2 TAHUN 2004 1 Oleh: Sigit Risfanditama Amin 2 ABSTRAK Hakikat hukum ketenagakerjaan adalah perlindungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap

BAB I PENDAHULUAN. dari berbagai kebutuhan mulai dari kebutuhan utama ( primer), pelengkap BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah mahluk sosial, tidak bisa hidup tanpa manusia lainnya. Manusia hidup selalu bersama dimulai dari keluarga, masyarakat, hingga membentuk satu suku bangsa.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN, DAN OUTSOURCING

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN, DAN OUTSOURCING 24 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PEKERJA, PERJANJIAN PEMBORONGAN PEKERJAAN, DAN OUTSOURCING 2.1. Tinjauan Umum Tentang Pekerja 2.1.1. Pengertian dan Dasar Hukum Pekerja Pemakaian istilah tenaga kerja, pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan

BAB I PENDAHULUAN. Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masyarakat dalam kehidupan sosialnya senantiasa akan melakukan interaksi satu sama lain dalam berbagai bentuk. Hubungan antara individuindividu yang merupakan

Lebih terperinci

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG

: KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.48/MEN/IV/2004 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundangundangan sebagaimana

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER-02/MEN/ 1993 TAHUN 1993 TENTANG KESEPAKATAN KERJA WAKTU TERTENTU MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam rangka melaksanakan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA. A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja

BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA. A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja BAB II PERJANJIAN KERJA SEBAGAI LANDASAN PERLINDUNGAN TENAGA KERJA A. Pengertian dan Unsur-unsur dalam Perjanjian Kerja 1. Pengertian perjanjian kerja Perjanjian kerja yang dalam bahasa Belanda biasa disebut

Lebih terperinci

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 560 2492 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan industrial menurut Undang Undang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 didefinisikan sebagai Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mendukung pekerjaan dan penghidupan yang layak. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal

BAB I PENDAHULUAN. dalam rangka mendukung pekerjaan dan penghidupan yang layak. dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pada kehidupan suatu bangsa, peranan tenaga kerja menduduki tempat yang penting karena merupakan faktor yang menentukan keberhasilan bangsa itu sendiri baik

Lebih terperinci

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada 1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun 2003 2. Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada Perusahaan Lain Pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 : Perusahaan

Lebih terperinci

TUGAS MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB PERJANJIAN KERJA

TUGAS MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB PERJANJIAN KERJA TUGAS MAKALAH HUBUNGAN INDUSTRIAL BAB PERJANJIAN KERJA TRI ATMADI NUGROHO 125030200111097 MOH. INTAN SIRI K 125030200111010 ALLISYA PUSPITA DEWI 125030201111010 RIZKI DWI SETIAWAN 125030207111146 JURUSAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL III - 1 III - 2 Daftar Isi BAB I KETENTUAN UMUM III-9 BAB II TATACARA PENYELESAIAN PERSELISIHAN

Lebih terperinci

ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA

ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA LIGA HUKUM Vol.1 No. 1 JANUARI 2009 ASPEK PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB) DALAM HUBUNGAN KERJA Eko Wahyudi Fakultas Hukum UPN Veteran Jatim Abstrak Perjanjian Kerja Bersama (PKB) merupakan hal yang sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian.

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus berupaya memperoleh penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Bekerja merupakan salah satu upaya manusia dalam rangka memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu membantu dalam

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan orang lain dalam hubungan saling bantu membantu dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bekerja merupakan usaha yang dilakukan oleh seseorang untuk mendapatkan penghasilan agar dapat memenuhi semua kebutuhan hidupnya. Dalam usaha untuk mendapatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia. yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai upaya dalam meningkatkan seluruh aspek kehidupan masyarakat, bangsa dan negara, Pembangunan Nasional Negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB II KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA YANG DIDAFTARKAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN

BAB II KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA YANG DIDAFTARKAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN 42 BAB II KERANGKA HUKUM PERJANJIAN KERJA YANG DIBUAT OLEH PERUSAHAAN DENGAN TENAGA KERJA YANG DIDAFTARKAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA MEDAN A. Perjanjian pada Umumnya Suatu perikatan adalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sesuai judul Bab ini yaitu tinjauan pustaka, berikut di bawah ini Penulis mengemukakan bagaimana pustaka atau literatur menjawab pertanyaan dalam perumusan masalah Penelitian dan

Lebih terperinci

Meliana Setiawan NRP Kata kunci: Satlinmas, pekerja, surat perjanjian kerja

Meliana Setiawan NRP Kata kunci: Satlinmas, pekerja, surat perjanjian kerja PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA SATUAN PERLINDUNGAN MASYARAKAT SEBAGAI PEKERJA WAKTU TERTENTU DI PEMERINTAH KOTAMADYA SURABAYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG

Lebih terperinci

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN. dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis dan BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM PERJANJIAN A. Pengertian Perjanjian Di dalam Buku III KUH Perdata mengenai hukum perjanjian terdapat dua istilah yang berasal dari bahasa Belanda, yaitu istilah verbintenis

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Definisi Umum tentang Pekerja/Buruh/Tenaga Kerja Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA. A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN PENGATURAN MENURUT KUH PERDATA A. Pengertian Perjanjian dan Asas Asas dalam Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian Pasal 1313 KUH Perdata menyatakan Suatu perjanjian

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI PT. NUNUKAN SAWIT MAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003

TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI PT. NUNUKAN SAWIT MAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TINJAUAN HUKUM TERHADAP PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) DI PT. NUNUKAN SAWIT MAS MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 ABSTRAKSI Sunardi. Fakultas Hukum Universitas Mulawarman 2013,

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dan tenaga kerja adalah

BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA. Hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dan tenaga kerja adalah BAB II PERJANJIAN KERJA DALAM PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan hukum yang terjadi antara pelaku usaha dan tenaga kerja adalah hubungan kerja berdasarkan perjanjian

Lebih terperinci

Kesepakatan/Perjanjian Kerja

Kesepakatan/Perjanjian Kerja Kesepakatan/Perjanjian Kerja Menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, pekerja dan majikan didefinisikan sbb : Pekerja/buruh : setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan, antara lain :

BAB III PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan hasil setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan, antara lain : 69 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil setelah dilakukannya penelitian maka dapat disimpulkan, antara lain : 1. Pelaksanaan jaminan sosial bagi pekerja harian lepas pada PT. Limpah Sejahtera

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa hubungan industrial yang harmonis, dinamis, dan berkeadilan

Lebih terperinci

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014

Lex Administratum, Vol. II/No.1/Jan Mar/2014 PENYELESAIAN SENGKETA KETENAGAKERJAAN SETELAH PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA 1 Oleh : Moh. Iswanto Sumaga 2 A B S T R A K Penelitian ini bertujuan untuk mengungkapkan bagaimanakah bentukbentuk sengketa setelah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst,

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI. Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN DAN WANPRESTASI A. Pengertian Perjanjian Perjanjian atau persetujuan merupakan terjemahan dari overeenkomst, Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

Lebih terperinci