JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI
|
|
- Irwan Irawan
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 JURNAL HUKUM ANALISIS YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA LISAN ANTARA PENGUSAHA DAN PEKERJA DI UD NABA JAYA SAMARINDA ABSTRAKSI RISMAN FAHRI ADI SALDI. NIM : Analisis Terhadap Perjanjian Kerja Secara Lisan Antara Pengusaha dan Pekerja di UD Naba Jaya Samarinda (di bawah bimbingan Emilda Kuspraningrum, S.H., K.N., M.H dan M. Fauzi, S.H., M.H). Secara garis besar manusia harus mencukupi kebutuhan sehari-hari, salah satu caranya adalah bekerja. Didalam melakukan pekerjaan pastilah ada pihak yang memberikan pekerjaan dan pihak yang meminta pekerjaan, yang secara tidak langsung menimbulkan perikatan yakni berupa perjanjian kerja entah itu tertulis ataupun secara lisan. Mengenai perjanjian kerja secara lisan pihak UD Naba Jaya dalam perekrutan pekerja menggunakan perjanjian kerja secara lisan tersebut dan kemudian didalam dalam pelaksanaanya banyak yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang kepastian hukum serta akibat hukum yang muncul dari adanya perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya Samarinda. Data-data yang disajikan berupa data primer dan data sekunder yang diperoleh dengan mengumpulkan data-data yang relevan dengan permasalahan yang dibahas. Tekhnik analisis data yang digunakan yaitu secara kualitatif. Landasan teoritis yang digunakan adalah teori perjanjianjian secara umum, perjanjian kerja, hak dan kewajiban, serta teori perlindungan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pihak UD Naba Jaya Samarinda yang mempergunakan perjanjian kerja secara lisan dalam perekrutan pekerja/buruh terjadi dikarenakan para pihak adalah sanak keluarga yang secara garis besar para pihak dalam pelaksanaan pekerjaan didasarkan prinsip kepercayaan adalah sah, akan tetapi secara umum pelaksanaanya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Perjanjian kerja secara lisan yang diterapkan di UD Naba Jaya didalam pelaksanaan pekerjaan para pihak hanya membahas mengenai jam kerja dan upah, dan tidak membahas mengenai hak serta kewajiban pekerja dan dalam realisasinya secara umum bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwasanya pihak UD Naba Jaya telah melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Saran penulis, sebaiknya para pihak harus sesegera mungkin membuat perjanjian secara tertulis agar dapat mengetahui apa yang dilarang ataupun sebaliknya, yang gunanya dapat menjamin kepastian hukum bagi kepentingan individu serta terciptanya hubungan yang baik dari para pihak. 1
2 A. Latar Belakang Setiap manusia selalu membutuhkan biaya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk mendapatkan biaya hidup salah satunya adalah seseorang perlu bekerja. Bekerja dapat dilakukan secara mandiri atau bekerja kepada orang lain. Bekerja kepada orang lain dapat dilakukan dengan bekerja kepada negara yang selanjutnya disebut sebagai pegawai atau bekerja kepada orang lain (swasta) yang disebut sebagai pekerja atau buruh. Dengan bekerja ditempat orang lain pastilah terjadi hubungan kerja yang namanya perikatan yakni berupa perjanjian, yakni yang memberikan pekerjaan dan yang meminta pekerjaan entah itu tertulis ataupun lisan. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan bahwa hubungan kerja antara pengusaha dengan pekerja/buruh dibuat berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah dan perintah berbeda dengan pengertian pada Pasal 1601a Kitab Undang Undang Hukum Perdata yang dinyatakan bahwa perjanjian dengan mana pihak yang satu, si buruh, mengikatkan dirinya untuk di bawah perintahnya pihak yang lain si majikan, untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan menerima upah. Dalam KUHPerdata sebuah perjanjian itu sah selama syarat sahnya perjanjian tersebut terpenuhi, yakni 1 : 1. Adanya kata sepakat 2. Cakap dalam melakukan perbuatan hukum 3. Ada objek yang diperjanjikan 4. Suatu sebab yang halal. 1 Pasal 1320 KUHPerdata 2
3 Hal diatas diperkuat kembali dengan adanya Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pasal 51 yang memperbolehkan perjanjian kerja dibuat secara tertulis ataupun lisan selama pelaksanaan dari perjanjian kerja tersebut tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Namun implikasi dari perjanjian kerja secara lisan tersebut adalah kurang menjamin kepastian hukum bagi para pekerja/buruh pada saat terjadi perselisihan hubungan industrial di pengadilan. UD. Naba Jaya yang berkedudukan di Samarinda adalah suatu badan usaha dagang yang bergerak dibidang usaha jual beli besi tua, sehubungan dengan hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja yang didasarkan pada perjanjian kerja secara lisan, badan usaha ini dalam menjalankan usahanya menggunakan jasa pekerja/buruh sebanyak yang diambil dari keluarga sendiri. Namun dalam perekrutan pekerja/buruh dalam usaha dagang ini dari pihak pengusaha hanyalah disepakati malalui lisan atau lazim dikatakan menggunakan perjanjian secara lisan. Perjanjian lisan tersebut diperbolehkan oleh Undang-undang Ketenagakerjaan dan KUHPerdata selama tidak bertentangan dengan hukum dan kesusilaan, tetapi disisi lain dalam penerapannya pihak pengusaha yang sangat dominan dalam mengatur isi dalam perjanjian lisan tersebut, seperti waktu kerja (masa kerja dan jam kerja) tanpa ada batas yang menentukan, tidak adanya hari libur disaat hari libur resmi, dan pengupahan. Berdasarkan uraian tersebut diatas maka peneliti tertarik memilih judul Analisis yuridis mengenai perjanjian kerja secara lisan antara pengusaha dan pekerja di UD Naba Jaya di Samarinda. 3
4 Dari keadaan yang terjadi di UD Naba Jaya Samarinda, penulis menarik beberapa permasalahan, yakni: 1. Bagaimana kedudukan hukum perjanjian kerja secara lisan antara pengusaha dan pekerja di UD. Naba Jaya Samarinda? 2. Bagaimana hak dan kewajiban bagi pengusaha dan pekerja dalam perjanjian lisan tersebut? 3. Bagaimana perlindungan hukum ketenagakerjaan terhadap pekerja yang hubungan kerja didasarkan pada perjanjian kerja secara lisan tersebut? Guna menjawab permasalahan yang ada, penulis menggunakan beberapa teori-teori yang berkaitan dengan penulisan hukum ini, seperti: 1. Pengertian perjanjian a. Pengertian Perjanjian pada umumnya b. Asas-asas Hukum Kontrak c. Syarat sahnya perjanjian 2. Teori Perjanjian Kerja 3. Teori Hak dan Kewajiban 4. Teori Perlindungan Hukum B. Hasil dan Pembahasan A. Kedudukan Hukum Perjanjian Kerja Secara Lisan Antara Pengusaha dan Pekerja di UD. Naba Jaya Samarinda. Penyebab diterapkannya perjanjian kerja lisan di UD Naba Jaya yaitu faktor kekeluargaan yakni yang dimana masing-masing pihak masih memiliki ikatan keluarga. Berdasarkan observasi yang penulis lakukan kepada para pekerja/buruh yang sedang bekerja di tempat tersebut, memang benar bahwa berdasarkan pernyataan pihak tersebut, semenjak awal mula pekerja/buruh 4
5 mulai melaksanakan pekerjaan di UD Naba ini tidak memiliki perjanjian kerja secara tertulis sehingga kegiatan yang telah berjalan selama ini adalah hasil dari perjanjian secara lisan, termasuk pula didalamnya perjanjian lisan mengenai pelaksanaan kegiatan pekerjaan. Melihat dari berbagai peraturan yang ada, penulis tidak menemukan adanya larangan dalam praktek perjanjian kerja lisan selama syarat sah perjanjian yang tercantum pada Pasal 1320 KUHPerdata terpenuhi, yakni : 1. Adanya kata sepakat 2. Kecakapan untuk melakukan perbuatan hukum 3. Ada objek yang diperjanjikan, dan 4. Suatu sebab yang halal. Dilihat dari kacamata hukum perbuatan hukum yang para pihak lakukan tersebut tidak dilarang dalam peraturan perundang-undangan, baik peraturan yang ada di KUHPerdata ataupun Undang-undang Ketenagakerjaan, terutama Pasal 51 ayat 1 Undang-undang Ketenagakerjaan yang secara jelas menyatakan memberikan pilihan untuk membuat perjanjian kerja secara tertulis atau lisan. Lebih lanjut pada bagian penjelasan Pasal 51 ayat 1 Undang-undang Ketenagakerjaan mengatakan bahwa pada dasarnya perjanjian kerja dibuat secara tertulis namun melihat kondisi masyarakat yang beragam dimungkinkan perjanjian kerja secara lisan. Dari penjelasan pasal 51 ayat 1 undang-undang Ketenagakerjaan yang memperbolehkan untuk melakukan perjanjian kerja secara lisan yang di perkuat lagi dengan pasal 52 undang-undang ketenagakerjaan mengenai syarat sahnya perjanjian yang telah terpenuhi. 5
6 Didalam KUHPerdata dalam bab mengenai perikatan yakni pasal 1320 KUHPerdata memang sangat jelas menjelaskan memperbolehkan adanya perjanjian kerja secara lisan, namun akan tetapi dari hal diatas alangkah baiknya jika dapat dilakukan perjanjian kerja secara tertulis, hal ini yakni mengenai perjanjian kerja harus dilakukan secara tertulis agar dapat dikemudian hari jika terjadi perselisihan antara pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha di pengadilan hubungan industrial dapat melakukan pembuktian dengan adanya perjanjian kerja secara tertulis bahwa benar pekerja/buruh adalah pekerja diusaha tersebut yang diakui oleh Undang-undang. Dalam perjanjian kerja harus dibuat secara tertulis, hal ini dikarenakan beberapa bentuk perjanjian kerja mengecualikan asas konsensualitas, yakni sebuah perjanjian-perjanjian dipersyaratkan oleh undang-undang harus diadakan secara tertulis. 2 Perjanjian dipersyaratkan tertulis agar guna dari fungsi hukum itu dapat terlaksana dengan baik dan benar yakni mengenai: 1. Keadilan 2. Kepastian hukum 3. Manfaat Dari penjelasan pasal tersebut penulis menyimpulkan bahwa sebenarnya instansi UD Naba Jaya Samarinda tidak melakukan perbuatan yang melawan hukum dalam penerapan perjanjian kerja secara lisan. Dan penerapan perjanjian kerja secara lisan tersebut muncul dengan beranekaragam alasan, hal ini dikarenakan pihak pekerja/buruh menganut sistem kepercayaan karena pihak pengusaha merupakan keluarga sendiri sehingga kondisi ini membuat sulit untuk melakukan hubungan hukum berupa perjanjian kerja secara tertulis. 2 Hidayat Muharam. Panduan Memahami Hukum Ketenagakerjaan serta Pelaksanaanya di Indonesia, Bandung,PT Citra Aditya Bakti, 2006, halaman 4 6
7 B. Hak dan Kewajiban Bagi Pengusaha dan Pekerja dalam Perjanjian Kerja Secara Lisan di UD Naba Jaya Samarinda. Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis bahwa didalam proses pekerjaan yang didasarkan pada perjanjian kerja secara lisan yang yang telah disepakati oleh para pihak yang kemudian secara garis besar isi dari perjanjian itu dibuat oleh pihak pengusaha. Isi dalam perjanjian kerja secara lisan itu pekerja/buruh menyatakan hanya membahas mengenai jam kerja yakni pekerja/buruh bekerja dari pukul sampai dengan pukul dan upah. Dilihat dari kenyataan diatas perjanjian kerja secara lisan antara pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha yang telah disepakati hanya membahas mengenai jam kerja dan upah, hal ini jelas sangat jauh dari kata sebuah perjanjian yang baik. Sebuah perjanjian yang baik haruslah sesuai dengan peraturan yang berlaku yang bukan saja hanya menguntungkan pihak pengusaha melainkan sama-sama menguntungkan dari adanya perjanjian tersebut yang pada dasarnya hasil dari perjanjian tersebut menimbulkan hak dan kewajiban para pihak yang bukan hanya timbul dari perjanjian yang dibuat dari masing-masing pihak tetapi juga timbul dari peraturan perundangundangan yang mengatur mengenai ketenagakerjaan. Isi perjanjian yang baik yang dapat dilakukan di UD Naba Jaya yang secara umum harus memuat mengenai: 1. Waktu kerja 2. Upah 3. Keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan (K3) 4. Waktu istirahat/cuti kerja. 7
8 Isi perjanjian yang secara umum tersebut para pihak harus pula secara spesifik membahasnya. Hal yang paling utama bahwasanya dalam pelaksanaan dari isi perjanjian tersebut tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari hal diatas jelas tergambar perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya Samarinda kurang menjamin kepastian hukum yakni berupa hak dan kewajiban dari para pihak, dari hal tersebut penulis menyimpulkan bhwa UD Naba Jaya haruslah membuat perjanjian kerja baru yang bentuknya adalah perjanjian kerja tertulis agar dalam pelaksanaan hak dan kewajiban para pihak berjalan sesuai ketentuan dan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3 C. Perlindungan Hukum Ketenagakerjaan Terhadap Pekerja Yang Hubungan Kerja Didasarkan Pada Perjanjian Kerja Secara Lisan di UD Naba Jaya Samarinda. Sebelumnya jelas sekali tergambar bahwasanya isi dari perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya Samarinda hanya memuat mengenai upah dan jam kerja saja, yang hal ini dapat dikatakan jauh dari kata sebuah perjanjian yang baik, yang dimana secara umum sebuah perjanjian yang baik harus memuat : 1. Waktu kerja 2. Upah 3. Waktu istirahat/cuti kerja. 4. Keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan (K3) 3 Dapartemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI, Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial, Pedoman Penyuluhan Perjanjian Kerja, 2003, Halaman 11 8
9 Pada dasarnya ketentuan diatas tersebut harus dapat berlaku dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga dapat melindungi pekerja/buruh akan kebutuhan pada saat bekerja. a. Jam kerja Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis kepada pihak pekerja/buruh yang didasarkan oleh perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan oleh pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha. Jam kerja karyawan pada UD. Naba Jaya di Samarinda yang didasarkan perjanjian kerja lisan adalah dari jam sampai dengan yang dapat diartikan jam kerja di UD Naba Jaya Samarinda adalah 11 jam dalam sehari atau 1 minggu 77 jam untuk masing-masing pekerja/buruh, dengan demikian jumlah hari kerja yang berlaku di UD. Naba Jaya adalah 7 hari dalam satu minggu, selanjutnya didalam observasi yang penulis lakukan kepada para pekerja/buruh yang didasarkan oleh perjanjian kerja lisan antara para pihak, pihak pekerja/buruh menyatakan didalam perjanjian tersebut tidak mengatur adanya uang lembur yang dalam hal ini dapat disimpulkan, bahwa pekerja/buruh didalam melaksanakan pekerjaannnya pekerja/buruh tidak ada waktu tertentu, apabila ada barang masuk/keluar entah itu (malam bukan dalam jam kerja yang sepatutnya) harus dilaksanakan tanpa adanya uang lembur. Kenyataan diatas jelas melanggar ketentuan dalam undangundang No 13 tahun 2003 pasal 79 ayat 2 yang meliputi waktu istirahat, dimana dengan adanya waktu tambahan kelebihan jam kerja (lembur) karyawan berhak mendapatkan tambahan berbentuk uang lembur namun tidak mendapat tambahan uang uang lembur tersebut. Hal ini juga sangatlah jelas bertentangan dengan undang-undang tentang 9
10 ketenagakerjaan pada pasal 79 ayat 2 a, istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak temasuk jam kerja. Disisi lain pelaksanaan jam kerja di UD Naba Jaya juga bertentangan dengan pasal 77 ayat 2 yang telah mengatur bahwa total jam kerja nyata dalam seminggunya tidak boleh dari 40 jam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam 1 minggu. Artinya dengan waktu kerja yang ditetapkan oleh UD. Naba Jaya adalah 7 hari dalam seminggu menggambarkan adanya kelebihan jam kerja. Sementara itu berdasarkan wawancara penulis dengan pekerja/buruh di UD. Naba Jaya yang memiliki kelebihan jam kerja yang lebih, tidak mendapatkan uang lembur seperti yang digariskan dalam ketentuan undang-undang ketenagakerjaan, hal ini jelas melanggar dari ketentuan waktu kerja lembur dalam undang-undang tentang ketenagakerjaan. Pasal 78 ayat 2 yang menyebutkan bahwa pengusaha yang mempekerjakan pekerja/buruh melebihi waktu kerja sebagaimana dimaksud pada ayat 1 wajib membayar upah kerja lembur. b. Upah Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis di UD. Naba Jaya Samarinda yang didasarkan oleh perjanjian kerja secara lisan yang antara pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha, pekerja/buruh didalam pengupahan menyatakan upah mereka yang bekerja, bagian mengantar barang kemudian mengambil dan menurunkan barang digaji Rp ,-, dan bagian yang rangkap (dapat menggunakan alat berat, me las, dan memotong pipa) digaji Rp
11 Pemberian upah tidak ada pembedaan antara pekerja perempuan dengan pekerja laki-laki. Adapun besarnya upah pokok pekerja/buruh yang bekerja pada UD Naba Jaya ini adalah Rp ,- sampai dengan Rp ,-. Dalam hal ini untuk upah pokok yang diterima oleh beberapa pekerja/buruh ada yang masih dibawah UMK kota Samarinda berdasarkan SK Gubernur tahun 2012 dengan no : 561/K.28/2012 tentang penetapan upah minimum kota samarinda sebesar Rp ,-. Fakta ini membuktikan bahwa UD. Naba Jaya belum memberikan upah yang sesuai dengan UMK (upah minimum kota) Samarinda, serta tidak sesuai dengan pasal 88 ayat 2 undang-undang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa; untuk mewujudkan penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusaian sebagaimana yang dimaksud pada ayat 1, pemerintah menetapkan kebijakan pengupahan yang melindungi pekerja/buruh. c. Waktu Istirahat Berdasarkan observasi yang dilakukan oleh penulis kepada pihak pekerja/buruh yang didasarkan oleh perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan oleh pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha. Isi dalam perjanjian lisan tersebut tidak membahas mengenai waktu istirahat, dan dalam observasi yang cukup mendalam yang dilakukan oleh penulis dalam menjalankan tugasnya ternyata pekerja/buruh tidak mendapatkan waktu istirahat, waktu istirahat diberikan kepada karyawan pada saat ingin istirahat makan atau disaat ingin kekamar mandi dan pada hari libur resmi pun para pekerja/buruh tidak ada waktu unutk libur, terkecuali 11
12 pada hari raya Idul Fitri, dikarenakan para pekerja/buruh dan pengusaha adalah seorang muslim. Hal ini jelas bertentangan dengan undang-undang tentang ketenagakerjaan pada pasal 79 ayat 2 a, istirahat antara jam kerja, sekurang-kurangnya setengah jam setelah bekerja selama 4 jam terus menerus dan waktu istirahat tersebut tidak temasuk jam kerja. Cuti tahunan dan istirahat panjang seharusnya bisa diberikan kepada para pekerja/buruh di UD Naba Jaya sehingga jika pekerja/buruh telah bekerja selama 12 bulan berturut-turut atau 6 tahun secara terus menerus berhak untuk mendapat cuti tahunan selama 12 hari atau istirahat panjang sekurang-kurangnya 2 bulan, tetapi pada kenyataannnya UD Naba Jaya tidak melakukan hal tersebut sebagaimana mestinya, hal ini jelas tidak sesuai dengan pasal 79 ayat 2 huruf c dan d diatas. Bagi pekerja perempuan yang bekerja sedang dalam masa haid dan merasa sakit tetap bekerja dikarenakan pekerja perempuan tersebut malas untuk meminta ijin disertai dengan surat keterangan dokter, walaupun dalam undang-undang ketengakerjaan pasal 81 ayat 1 dikatakan: pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada pengusaha tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua pada waktu haid. Selain itu isi dari pasal 81 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan tersebut juga merupakan hak bagi pekerja perempuan konsekuensinya pekerja tersebut boleh mengambil haknya ataupun tidak. Keadaan tersebut menyebabkan pihak pengusaha mengambil kebijakan bahwa 12
13 bagi pekerja perempuan dalam masa haid merasakan sakit dan bekerja akan diberikan istirahat 1 dari kurang 2 jam. Kebijakan yang diambil dari pihak pengusaha tersebut meskipun bertentangan dengan ketentuan perundang-undangan tetapi tidak dapat dikenai sanksi, karena ketentuan tersbut bersifat tidak memaksa. Artinya ketentuan tersebut dapat di kesampingkan karena tidak ada sanksi yang diatur dalam undang-undang ketenagakerjaan terhadap pelanggaran isi pasal 81 ayat 1 ketentuan tersebut. D. Keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan (K3) Didalam observasi yang dilakukan oleh penulis kepada pekerja/buruh, pekerja/buruh menyatakan pihak pengusaha didalam perjanjian yang telah disepakati tidak membahas mengenai K3 tersebut. Hal ini kembali telah melanggar hak dari pihak pekerja/buruh dan pihak pengusaha telah melanggar kewajibannya. Didalam wawancara langsung kepada pihak pekerja/buruh, pekerja/buruh menyatakan dengan tidak adanya K3 yang diperjanjikan dari perjanjian kerja secara lisan tersebut sangat merugikan dari pihak pekerja/buruh, terutama mengenai hal keselamatan kerja hal ini dikarenakan didalam proses pekerjaan sangatlah beresiko karena berhubungan dengan barang-barang yang berat yang dimana dikarenakan UD Naba Jaya ini bergerak dibidang jual beli besi tua, ditambah lagi pihak pengusaha tidak memberikan peralatan yang memadai guna menjamin keselamatan pekerja pada saat bekerja, seperti tidak adanya pemberian pakaian yang safety. 13
14 Secara mendalam kembali pihak pekerja/buruh menyatakan ketika pekerja/buruh ada yang sakit dikarenakan efek dari proses pekerjaan tidak ada tunjangan yang mereka dapat. Kenyataan diatas jelas telah melanggar ketentuan dalam undangundang ketenagakerjaan hal ini didasarkan pada pasal 86 ayat 1 a yang menjelaskan bahwasanya setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, kemudian dipertegas lagi dalam pasal 86 ayat 2 yang menyatakan untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja. Dari hal diatas jelas menggambarkan bahwasanya pihak pengusaha haruslah memberikan perlindungan atas keselamatan dan kesehatan pekerja/buruh. Berdasarkan observasi yang cukup mendalam pekerja/buruh kembali menyatakan didalam perjanjian yang mereka sepakati juga tidak membahas mengenai jaminan sosial tenaga kerja (jamsostek), seperti yang dijelaskan sebelumnya pekerja/buruh menyatakan mereka tidak merasakan adanya perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja. Hal ini diperjelas sebelumnya ketika ada pekerja/buruh yang sakit dikarenakan efek dari proses pekerjaan tidak ada tunjangan yang mereka dapat dan tidak adanya pemberian pakaian yang safety guna menjaga keselamatan mereka. Fakta diatas jelas telah melanggar ketentuan pasal 99 ayat 1 undang-undang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwasanya setiap pekerja dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan sosial tenaga 14
15 kerja (jamsostek), hal ini juga dipertegas pada pasal 2 ayat 3 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 14 tahun 1993 (PP 14/1993) tentang penyelenggaraan program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yang menyatakan pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja dan membayar upah paling sedikit Rp ,- sebulan, wajib mengikutsertakan tenaga kerjanya dalam program jamsostek, yang isinya meliputi; 1. Jaminan kecelelakaan kerja 2. Jaminan kematian 3. Jaminan hari tua Dari hasil penelitian tersebut dapat diketahui bahwa UD. Naba jaya belum sepenuhnya memberikan perlindungan terhadap pekerja yang bekerja. Berdasarkan hasil penelitian diatas menggambarkan bahwa perlindungan hukum berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan belum sepenuhnya diterapkan di UD. Naba Jaya Samarinda, hal ini akan berimplikasi pada tenaga kerja yang ada di UD. Naba Jaya, yaitu : a) Dengan tidak adanya perlindungan hukum terhadap tenaga kerja di UD. Naba Jaya akan berakibat adanya kerugian pada tenaga kerja sehingga akan berakibat ketidaktakwaan tenaga kerja mengenai hak sebagai tenaga kerja. b) Dengan tidak adanya perlindungan hukum terhadap pekerja/buruh yang bekerja akan berimplikasi pada pemutusan kerja secara sepihak dari pihak pekerja/buruh tanpa adanya penjelasan mengenai pemutusan kerja yang diterima oleh pemilik pengusaha. 15
16 C. Kesimpulan 1. Dengan adanya penerapan perjanjian kerja secara lisan yang terjadi di UD Naba Jaya Samarinda, penulis berkesimpulan bahwa perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya adalah sah selama syarat umum perjanjian pada Pasal 1320 KUHPer yakni adanya kata sepakat, cakap dalam melakukan perbuatan hukum, ada objek yang diperjanjikan, dan suatu sebab yang halal terpenuhi dan juga penjelasan Pasal 51 Undang-undang Ketenagakerjaan yang menyatakan, perjanjian kerja secara lisan boleh dilakukan mengingat keberagaman yang ada. 2. Perjanjian kerja secara lisan yang dilakukan di UD Naba Jaya mempunyai akibat hukum untuk masing-masing pihak, yakni menimbulkan hak dan kewajiban yang maksudnya adalah dengan adanya perjanjian kerja lisan yang terjadi di UD Naba Jaya, yang isi dari perjanjian kerja secara lisan itu adalah mengatur upah yang dibawah dari UMK kota Samarinda yakni sebesar Rp , waktu kerja yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yakni 77 jam 1 minggu untuk 7 hari kerja dalam 1 minggu, dan waktu istirahat yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yakni hanya memberikan waktu istirahat pada waktu makan siang dan pada saat ingin kekamar kecil, begitupun untuk cuti libur resmi yang diatur oleh pemerintah, pekerja/buruh tidak mendapatkannnya, serta dalam pelaksanaan pekerjaan pekerja/buruh tidak mendapatkan perlindungan atas jaminan keselamatan, kesehatan dan kesejahteraan. 3. Pihak pengusaha harus memperhatikan pasal 52 Undang-undang Ketenagakerjaan, perjanjian dipersyaratkan harus dibuat secara tertulis, sehingga jika dibuat secara lisan akibat hukumnya adalah menjadi 16
17 perjanjian kerja tidak tertentu, dimana dalam pasal 63 disebutkan lebih jauh akibat hukum bagi pengusaha yang membuat perjanjian kerja waktu tidak tertentu secara lisan, haruslah membuat surat pengangkatan. D. SARAN 1. Bagi UD Naba Jaya Samarinda, Mengingat banyaknya akibat negatif yang ditimbulkan dari adanya perjanjian kerja lisan, pihak pengusaha di UD Naba Jaya Samarinda sebaiknya segera membuat draft perjanjian kerja secara tertulis yang memuat hak-hak dan kewajiban dari masing-masing pihak, kemudian isi dari draft perjanjian tersebut dimusyawarahkan dengan para tenaga kerja, sehingga lebih menjamin kepastian hukum pada masing-masing pihak, dan menjaga stabilitas, kenyamanan serta kepentingan individu para pihak. Apabila memang UD. Naba Jaya Samarinda tetap menggunakan perjanjian lisan, akan lebih baik bila masing-masing pihak yaitu tenaga kerja dan pengusaha menyiapkan saksi-saksi, sehingga ada pihak ketiga (saksi) yang bisa memberikan pernyataan apabila ada permasalahan yang terjadi di kemudian hari. 2. Bagi Dinas Tenaga Kerja, seharusnya melakukan sosialisasi kepada masyarakat secara langsung mengenai pentingnya undang-undang No 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan terhadap pekerja/buruh yang ada dikota Samarinda secara khususnya dan kemudian pihak Dinas Tenaga Kerja kota Samarinda sebaiknya melakukan pendataan terhadap tempattempat usaha yang ada di kota Samarinda yang tidak melaksanakan ketentuan didalam undang-undang ketenagakerjaandan dapat diberikan sanksi. 17
BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hakikat manusia tidak hanya sebagai makhluk individu melainkan juga makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk sosial tidak dapat bertahan hidup secara utuh tanpa
Lebih terperinciHUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA. copyright by Elok Hikmawati
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IV) PERJANJIAN KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 PENDAHULUAN Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA. Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TENAGA KERJA PEREMPUAN, CITY HOTEL, DAN PERJANJIAN KERJA 2.1. Tenaga Kerja Perempuan Adanya jaminan yang dituangkan di dalam Undang-undang Dasar 1945Pasal 27 ayat (2) berbunyi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Pada Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dinyatakan bahwa, Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perjanjian A.1 Pengertian perjanjian Perjanjian merupakan salah satu sumber perikatan, hal ini berdasarkan bahwa perikatan dapat lahir karena perjanjian dan undang undang. Sebagaimana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu syarat keberhasilan pembangunan nasional kita adalah kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia. Kenyataan telah membuktikan bahwa faktor ketenagakerjaan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR
PEMERINTAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN LOMBOK TIMUR NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG PERLINDUNGAN BURUH/PEKERJA INFORMAL DI KABUPATEN LOMBOK TIMUR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB IX HUBUNGAN KERJA Pasal 50 Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh. Pasal 51 1. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis
Lebih terperinciSURAT PERJANJIAN KERJA
SURAT PERJANJIAN KERJA No. 168/SPK-01/AMARYAI/I/2017 Pada hari... tanggal... bulan... tahun... telah dibuat dan disepakati perjanjian kerja antara : Nama : PT.... Alamat : Jln.... Kemudian dalam hal ini
Lebih terperinciPANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI
PANDANGAN KARYAWAN TENTANG HAK BEKERJA: SEBUAH STUDI DESKRIPTIF DI KALANGAN KARYAWAN DI PERGURUAN TINGGI Anita Maharani 1 Abstrak Hubungan industrial, secara sederhana dapat didefinisikan sebagai hubungan
Lebih terperinciBAB I KETENTUAN U M U M
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG K E T E N A G A K E R J A A N DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] Pasal 184
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN [LN 2003/39, TLN 4279] BAB XVI KETENTUAN PIDANA DAN SANKSI ADMINISTRATIF Bagian Pertama Ketentuan Pidana Pasal 183 74 1, dikenakan sanksi pidana
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum pada dasarnya tidak membedakan antara pria dan perempuan, terutama dalam hal pekerjaan. Setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa diskriminasi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan
TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Peran Peran menurut Soerjono Soekanto (1982 : 60) adalah suatu sistem kaidah kaidah yang berisikan patokan patokan perilaku, pada kedudukan kedudukan tertentu dalam masyarakat,
Lebih terperinciLex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2
TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinci-2-1. Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/bu
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.237, 2015 TENAGA KERJA. Pengupahan. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5747). PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan
Lebih terperinciPENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT
PENERAPAN KONTRAK KERJA PEKERJA RUMAH TANGGA- PEMBERI KERJA PERJUANGAN KE KERJA LAYAK PEKERJA RUMAH TANGGA JALA PRT PRT = PEKERJA RUMAH TANGGA PRT = PEKERJA RUMAH TANGGA UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan:
Lebih terperinciHubungan Industrial. Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Rizky Dwi Pradana, M.Si. Modul ke: Fakultas Psikologi
Modul ke: Hubungan Industrial Perjanjian Kerja; Peraturan Perusahaan; Perjanjian Kerja Bersama (PKB) Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi Pradana, M.Si Daftar Pustaka
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dimana perlindungan tersebut menurut hukum dan undang-undang yang berlaku. Karena pada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perlindungan Hukum Di dalam Kamus Umum khususnya bidang hukum dan politik hal. 53 yang ditulis oleh Zainul Bahry, S.H., Perlindungan Hukum terdiri dari 2 suku kata yaitu: Perlindungan
Lebih terperinciBAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA
BAB II MEKANISME KERJA LEMBUR DALAM HUKUM PERBURUHAN DI INDONESIA 2.1. Hakekat Diperlukannya Kerja Lembur Berbicara mengenai kerja lembur maka kita berbicara tentang suatu keadaan dan atau kegiatan bekerja
Lebih terperinciRINGKASAN PERATURAN KETENAGAKERJAAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 Oleh: Irham Todi Prasojo, S.H.
1 2 3 4 58 Dapat diadakan paling lama 2 (dua) tahun dan PKWT Jangka Waktu 5 59 ayat 4 hanya dapat diperpanjang 1 (satu) kali untuk jangka Kontrak waktu paling lama 1 (satu) tahun Outsourcing hanya untuk
Lebih terperinciBAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
31 BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan CV. Mekar Plastik Industri adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pembuatan plastik khususnya kantong plastik Reclosable
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA, PERLINDUNGAN HUKUM DAN TENAGA KONTRAK 2.1 Perjanjian Kerja 2.1.1 Pengertian Perjanjian Kerja Secara yuridis, pengertian perjanjian diatur dalam Pasal 1313
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertama disebutkan dalam ketentuan Pasal 1601a KUHPerdata, mengenai
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjanjian kerja dalam Bahasa Belanda biasa disebut Arbeidsovereenkomst, dapat diartikan dalam beberapa pengertian. Pengertian yang pertama disebutkan dalam
Lebih terperinciBAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur
BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: perempuan pada malam hari. Selain itu juga diatur dalam Undang-Undang
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan juga pembahasan tentang perlindungan hukum dan pengawasan terhadap pekerja perempuan yang bekerja malam hari oleh Dinas Tenaga Kerja, Sosial
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR KEP.102 /MEN/VI/2004 TENTANG WAKTU KERJA LEMBUR DAN UPAH KERJA LEMBUR MENTERI
Lebih terperinciPERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN VIII) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA copyright by Elok Hikmawati 1 Penyandang Cacat Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat wajib memberikan perlindungan
Lebih terperinciGUBERNUR SUMATERA BARAT
GUBERNUR SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 30 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PEMBUATAN PERATURAN PERUSAHAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciBAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING
BAB III PERLINDUNGAN KONSUMEN PADA TRANSAKSI ONLINE DENGAN SISTEM PRE ORDER USAHA CLOTHING A. Pelaksanaan Jual Beli Sistem Jual beli Pre Order dalam Usaha Clothing Pelaksanaan jual beli sistem pre order
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya. membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan negara yang sedang giat-giatnya membangun untuk meningkatkan pembangunan disegala sektor dengan tujuan untuk kemakmuran rakyat Indonesia.
Lebih terperinciPELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT. Deny Slamet Pribadi
142 PELAKSANAAN PERJANJIAN ANTARA AGEN DENGAN PEMILIK PRODUK UNTUK DI PASARKAN KEPADA MASYARAKAT Deny Slamet Pribadi Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman Samarinda ABSTRAK Dalam perjanjian keagenan
Lebih terperinciperjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang
perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya
Lebih terperinciProsiding Ilmu Hukum ISSN: X
Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Pemberian Upah Lembur terhadap Pekerja yang Bekerja di Hari Libur di PT. Matahari Putra Prima Tbk (Hypermart) Bandung Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun
Lebih terperinciPada hari ini, tanggal bulan tahun. Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN)
PERJANJIAN KERJA KARYAWAN KONTRAK Pada hari ini, tanggal bulan tahun Telah diadakan perjanjian kerja antara: 1. Nama : Alamat : Jabatan : Untuk selanjutnya disebut sebagai PIHAK PERTAMA ( PERUSAHAAN) 2.
Lebih terperinciHUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003
HUKUM KETENAGA KERJAAN BERDASARKAN UU NO 13 TAHUN 2003 PENGUSAHA PEMERINTAH UU NO 13 TAHUN 2003 UU KETENAGAKERJAAN PEKERJA MASALAH YANG SERING DIHADAPI PENGUSAHA - PEKERJA MASALAH GAJI/UMR MASALAH KESEJAHTERAAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT)
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KETENAGAKERJAAN DAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) 1.1 Tenaga Kerja 1.1.1 Pengertian Tenaga Kerja Hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum masa kerja,
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA
31 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA SURAT PERJANJIAN KERJA Nomer: ---------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi
Lebih terperinciBAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING
15 BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN 2.1 Hubungan Hukum Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pekerja/Buruh Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri
Lebih terperinciPERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2)
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN IX) PERLINDUNGAN DAN PENGAWASAN TENAGA KERJA (2) copyright by Elok Hikmawati 1 PENGUPAHAN Upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dalam rangka melaksanakan Peraturan Kepala
Lebih terperinciPasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003
UNDANG-UNDANG NO. 13 TH 2003 BAB X PERLINDUNGAN, PENGUPAHAN, DAN KESEJAHTERAAN Bagian Kesatu Perlindungan Paragraf 1 Penyandang Cacat Pasal 67 1. Pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang cacat
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 97 Undang-Undang
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang Mengingat : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Perjanjian Perburuhan antara Serikat Buruh dengan Pengusaha/Majikan, Undangundang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Istilah Perjanjian Kerja Bersama (PKB) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) sudah mulai dikenal dalam Undang-undang Nomor 21 Tahun 1954 tentang Perjanjian Perburuhan
Lebih terperinciBERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.399, 2012 BADAN WAKAF INDONESIA. Kepegawaian. Administrasi. PERATURAN BADAN WAKAF INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2012 TENTANG KEPEGAWAIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A Latar Belakang Masalah. Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai
BAB I PENDAHULUAN A Latar Belakang Masalah Pekerja baik laki-laki maupun perempuan bukan hanya sekedar sebagai modal dari suatu usaha yang maju tetapi juga merupakan jalan atau modal utama untuk terselenggaranya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, perjanjian, subjek serta obyek yang diperjanjikan.
12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Perjanjian Kerja Perjanjian kerja merupakan salah satu turunan dasri perjanjian yang dimana masing-masing memiliki cirri khusus yang membedakan dengan yang lainya, yang keseluruhan
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: PER-15/MEN/VII/2005 TENTANG WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT PADA SEKTOR USAHA PERTAMBANGAN UMUM PADA DAERAH OPERASI TERTENTU MENTERI
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN
CONTOH SURAT PERJANJIAN KARYAWAN DAN PERUSAHAAN Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Tempat dan tanggal lahir : Pendidikan terakhir : Jenis kelamin : Agama : Alamat : No. KTP / SIM : Telepon :
Lebih terperinciKEPMEN NO. 234 TH 2003
KEPMEN NO. 234 TH 2003 KEPUTUSAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR : KEP.234 /MEN/2003 TENTANG WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT PADA SEKTOR USAHA ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PADA
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA. Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PERJANJIAN KERJA A. Pengertian Perjanjian Kerja Hubungan kerja adalah hubungan antara seseorang buruh dengan seorang majikan. Hubungan kerja menunjukkan kedudukan kedua belah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia sesuai kodratnya menjadi seseorang yang dalam hidupnya selalu berkebutuhan dan selalu memiliki keinginan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnnya.
Lebih terperinciUndang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah
Lebih terperinciBAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN
BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN 2.1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replubik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004
Lebih terperinciWajar saja buruh berunjuk rasa
1 Wajar saja buruh berunjuk rasa Oleh INDRA FIRMANSYAH BAGJANA Unjuk rasa buruh tiba-tiba saja menjadi headline berita di beberapa media, baik cetak maupun elektronik. Dampaknya macam-macam, dari kemacetan
Lebih terperinciBUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL,
BUPATI BANTUL PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANTUL NOMOR 02 TAHUN 2011 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan bidang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 % perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kontrak ini sebagai karyawannya.
Lebih terperinciBAB III LANDASAN TEORI. A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu. syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban para pihak. 2 Perjanjian kerja wajib
BAB III LANDASAN TEORI A. Pengertian Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Pengaturan perjanjian bisa kita temukan didalam buku III bab II pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi Perjanjian adalah suatu perbuatan
Lebih terperinciPERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI
PERATURAN GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA NOMOR 42 TAHUN 2007 TENTANG TATA CARA PENANGGUHAN PELAKSANAAN UPAH MINIMUM PROVINSI Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR PROVINSI
Lebih terperinci*10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Copyright (C) 2000 BPHN UU 25/1997, KETENAGAKERJAAN *10099 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 25 TAHUN 1997 (25/1997) TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciOleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011
Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13
BAB I PENDAHULUAN PEMBERIAN UPAH LEMBUR TERHADAP PEKERJA YANG BEKERJA DI HARI LIBUR DI PT. MATAHARI PUTRA PRIMA Tbk (HYPERMART) BANDUNG DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
Lebih terperinciJam Kerja, Cuti dan Upah. Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017
Jam Kerja, Cuti dan Upah Lusiani Julia Program Officer ILO Jakarta April 2017 Tujuan Pembelajaran Mengenal peraturan yang terkait dengan jam kerja, cuti dan upah Waktu Kerja Watu Istirahat Waktu Kerja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keluarganya dengan cara pemberian upah yang sesuai dengan undang-undang dan
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Tujuan pembangunan ketenagakerjaan menurut ketentuan Pasal 4 Undang- Undang No. 13 Tahun 2003, adalah: 1. Memberdayakan dan mendaya gunakan tenaga kerja secara
Lebih terperinciPERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN
PERLINDUNGAN,PENGUPAHAN DAN KESEJAHTERAAN (UNDANG UNDANG No : 13 TAHUN 2003) PERLINDUNGAN 1.PENYANDANG CACAT 1. ANAK 2. PEREMPUAN 3. WAKTU KERJA 4. KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA 1 1 PENYANDANG CACAT
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Sumber daya manusia dalam
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara berkembang yang sedang giat melakukan pembangunan. Pembangunan di Indonesia tidak dapat maksimal jika tidak diiringi dengan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN
UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN Industrial Relation in Indonesia UU No. 13, Tahun 2003 HRM - IM TELKOM 1 DEFINISI KETENAGAKERJAAN. Segala yang berhubungan dengan tenaga kerja pada saat sebelum, selama, dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
Lebih terperinciHUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
HUKUM PERBURUHAN (PERTEMUAN III) HUBUNGAN KERJA DAN HUBUNGAN INDUSTRIAL copyright by Elok Hikmawati 1 HUBUNGAN KERJA Hubungan Kerja adalah suatu hubungan yang timbul antara pekerja dan pengusaha setelah
Lebih terperincifile://\\ \web\prokum\uu\2003\uu htm
Page 1 of 49 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan
Lebih terperinciPENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA
0 PENERAPAN ASAS KEBEBASAN BERKONTRAK DALAM PERJANJIAN KERJA UNTUK WAKTU TERTENTU DI PT. TIGA SERANGKAI PUSTAKA MANDIRI SURAKARTA Disusun dan Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Syarat-Syarat Guna
Lebih terperinciETIKA BISNIS. Smno.tnh.fpub2013
MK. ETIKA PROFESI ETIKA BISNIS Smno.tnh.fpub2013 Pengertian Etika Pengertian; Etika kata Yunani ethos, berarti adat istiadat atau kebiasaan. Etika flsafat moral, ilmu yang membahas nilai dan norma yang
Lebih terperinciCV. WARNET FAUZAN TANGERANG
CV. WARNET FAUZAN TANGERANG PERATURAN DIREKTUR NOMOR 1 TAHUN 2018 TENTANG WAKTU KERJA, HAK CUTI DAN KERJA LEMBUR BAB I WAKTU KERJA Pasal 1 1. Hari dan/atau jam kerja karyawan berbeda satu dengan lainnya
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017
WALIKOTA PEKALONGAN PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 12 TAHUN 2012 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK
2 CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK Nomer: -------------------------------------------- Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : ---------------------------------------------------
Lebih terperinciMENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA
MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.11/MEN/VII/2010 TENTANG WAKTU KERJA DAN ISTIRAHAT DI SEKTOR PERIKANAN
Lebih terperinciMempromosikan Kontrak Kerja Tertulis bagi Pekerja Rumah Tangga untuk Memperbaiki Kondisi Kerja
Mempromosikan Kontrak Kerja Tertulis bagi Pekerja Rumah Tangga untuk Memperbaiki Kondisi Kerja Latar Belakang/Konteks (1/3) Pekerjaan rumah tangga dilaksanakan di lingkungan keluarga dan pribadi pengecualian
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1951 TENTANG PERNYATAAN BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG KERJA TAHUN 1948 NOMOR 12 DARI REPUBLIK INDONESIA UNTUK SELURUH INDONESIA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciNOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
Lebih terperinciCONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK
CONTOH SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK SURAT PERJANJIAN KERJA KONTRAK Nomer: Yang bertanda tangan di bawah ini: 1. Nama : Jabatan : Alamat : Dalam hal ini bertindak atas nama direksi ( nama perusahaan )
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA. Presiden Republik Indonesia,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Presiden Republik Indonesia, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam
Lebih terperinciPerjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008
Perjanjian Kerja PK 000/SDP DIR/III/2008 Yang bertanda tangan dibawah ini, masing-masing : I. PT. SURVINDO DWI PUTRA diwakili oleh : Nama : Ricky Wibowo Tjahjadi Jabatan : Direktur Utama Alamat : Wima
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI. penelitian pada penulisan skripsi ini yaitu sebagai berikut:
BAB V KESIMPULAN, KETERBATASAN, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan sebelumnya, Penulis menarik kesimpulan untuk menjawab permasalahan yang diangkat dalam penelitian
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 1997 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 636 TAHUN : 2003 SERI : C PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENTUAN PENYELENGGARAAN FASILITAS KESEJAHTERAAN PEKERJA/BURUH PERUSAHAAN
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. hubungan antara perusahaan dengan para pekerja ini saling membutuhkan, di. mengantarkan perusahaan mencapai tujuannya.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pekerja/buruh adalah tulang punggung perusahaan adagium ini nampaknya biasa saja, seperti tidak mempunyai makna. Tetapi kalau dikaji lebih jauh akan kelihatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN DAERAH KABUPATEN CIAMIS NOMOR 9 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI CIAMIS, Menimbang : a. bahwa sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga
Lebih terperinciKISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN
KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pancasila sebagaimana tercantum dalam pembukaan Undang-Undang. dalam mendukung pembangunan nasional. Berhasilnya perekonomian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan Nasional bertujuan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur, baik material maupun
Lebih terperinci