PERLINDUNGAN HUKUM HAK PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERLINDUNGAN HUKUM HAK PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI"

Transkripsi

1 PERLINDUNGAN HUKUM HAK PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Oleh : Syarifa Mahila, SH.MH Abstract Outsourcing in Indonesia's labor law is defined as the contracted work and the provision of labor law regulation outsourcing in Indonesia under the Employment Act Ps. 64, 65, 66 and Kepmenakertrans. Kep 101/Men/VI/ In its development, because they do not provide assurance work, trade unions / labor unions filed a resistance to the legalization of outsourcing and unspecified time employment agreement system by putting forward a judicial (judicial review) to the Constitutional Court. In the legal considerations, the Court offered two models pelaksananaan outsourcing are:the first model, outsourcing is done by applying an unspecified time employment agreement in writing.the second model, applying the principle of the transfer of protective measures for workers / laborers (Transfer of Undertaking Protection of Employment or Tupe).Court Decision on Outsourcing expected to anticipate the irregularities that employ workers with unspecified time employment agreement in writing continuously in order to avoid compliance with labor rights. Key Note : Outsourcing, Workers' rights A. Latar Belakang Pengesahan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan, merupakan landasan hukum bagi pelegalan sistem outsourcing yang menguntungkan pihak penguasa modal dan sebaliknya merugikan kaum buruh. Berbagai aksi protes menentang sistem outsourcing merupakan salah satu bentuk dari resistensi terhadap kepitalisme. Dalam persfektif buruh, outsorcing menjadi sebuah batu penghalang bagi peningkatan kelayakan hidup mereka. Upah yang murah, tidak adanya jaminan sosial dan lain sebagainya adalah indikasi dari pengingkaran kapitalisme terhadap hak-hak buruh yang mencederai human rigth. Outsourcing (Alih Daya) dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja Pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya) di Indonesia diatur dalam Undang- Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 (pasal 64, 65 dan 66) dan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Syarifa Mahila, SH.MH adalah Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Batanghari Jambi dan Dosen Tetap PS. Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Batanghari Jambi. 48

2 Indonesia No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perjanjian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh dan Kepmenakertrans No. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagai Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain. Pengaturan tentang outsourcing dan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) pertama kali diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) No 5 Tahun 1995 dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 2 Tahun Melihat subtansi Bab IX UU Ketenagakerjaan khususnya mengenai PKWT, pembentuk undang-undang mengadopsi isi dari dua Permenaker di atas. Dalam perkembangannya, karena dianggap tidak memberikan jaminan kepastian bekerja, tidak lama setelah UU Ketenagakerjaan diberlakukan, sebanyak 37 serikat pekerja/serikat buruh mengajukan perlawanan atas legalisasi sistem outsourcing dan PKWT ini. Caranya dengan mengajukan uji materi (judicial review) ke Mahkamah Konstitusi (MK) sebagaimana teregistrasi dengan permohonan No 12/PUU-I/2003. Ada beberapa pasal yang diuji, termasuk Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan yang mengatur soal outsourcing. Saat itu, MK menolak permohonan atas ketiga ketentuan tersebut. Salah satu pertimbangan dalam putusan No 12/PUU-I/2003 mengatakan, sistem outsourcing tidak merupakan perbudakan modern modern slavery ) dalam proses produksi. Upaya buruh melawan sistem outsourcing dan kerja kontrak seakan tidak pernah berhenti. Buktinya, tuntutan untuk menghapus sistem outsourcing dan buruh kontrak kembali memasuki gedung MK. Dalam register permohonan No 27/PUU-IX/2011 tercatat Didik Supriadi mewakili Aliansi Petugas Pembaca Meter Listrik Indonesia (AP2MLI) mengajukan judicial review terhadap Pasal 59, Pasal 64, Pasal 65 dan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan. Lembaga pengawal konstitusi itu mengabulkan permohonan Didik Supriadi untuk sebagian dan menolak permohonan atas Pasal 59 dan Pasal 64 UU Ketenagakerjaan. Secara eksplisit MK menyatakan kedua ketentuan itu tidak bertentangan dengan UUD Guna menghindari kesimpangsiuran lebih jauh, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencoba menindaklanjuti Putusan MK No 27/PUU-IX/2011 itu melalui Surat Edaran Nomor B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU- IX/2011 tanggal 17 Januari Putusan Mahkamah Konstitusi itu ditindaklanjuti dengan Surat Edaran untuk mengatur dengan lebih tepat lagi mekanisme yang selama ini sudah berjalan, sehingga hak-hak para pekerja outsourcing benar-benar terjamin, kata Menakertrans Muhaimin Iskandar, sebagaimana dikutip dalam artikel Kemenakertrans Terbitkan Aturan Outsourcing dan PKWT. Berdasarkan uraian diatas penulis ingin mengkaji tentang outsourcing pasca putusan MK dengan judul Perlindungan Hukum Hak Pekerja Outsoursing Pasca Putusan MK. B. Perumusan Masalah 49

3 Kalangan pekerja dan pengusaha masih berbeda pandang mengenai putusan Mahkamah Konstitusi terkait pengujian UU Ketenagakerjaan. Untuk itu penulis membatasi perumusan masalah dalam makalah ini yaitu : Bagaimana Perlindungan Hukum Hak Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi?. C. Pembahasan. 1. Pengertian Outsourcing Outsourcing berasal dari kata out yang berarti keluar dan source yang berarti sumber. Outsourcing dalam bahasa Indonesia berarti alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat diartikan sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja/buruh. Outsourcing ( Alih Daya) dan diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan defenisi serta kriteria yang telah disepakati oleh para pihak ( Imam Sjahputra Tunggal: 2009). Undang-Undang Ketenagakerjaan memberikan peluang kepada perusahaan untuk menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan di dalam perusahaan, kepada perusahaan lainnya melalui : 1) pemborongan pekerjaan, atau 2) Perusahaan Penyedia Jasa Pekerjaan (PPJP). Kedua kegiatan dimaksud dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat dimaksud antara lain bahwa perjanjiannya wajib dilaksanakan secara tertulis Pengertian Outsourcing ( Rajagukguk, 2002: 79) adalah hubungan kerja dimana pekerja/buruh yang dipekerjakan di suatu perusahaan dengan sistem kontrak, tetapi kontrak tersebut bukan diberikan oleh perusahaan pemberi kerja, melainkan oleh perusahaan pengerah tenaga kerja. Sistem outsourcing termasuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian pengiriman/peminjaman pekerja. Pada hubungan kerja ini ditemukan tiga pihak, yaitu perusahaan penyedia atau pengirim tenaga kerja ( penyedia ), perusahaan pengguna tenaga kerja (pengguna), dan tenaga kerja. Menurut Pasal 64 UU Ketenagakerjaan, outsourcing dilakukan dengan perjanjian kerja secara tertulis melalui dua cara yaitu perjanjian pemborongan pekerjaan, atau penyediaan jasa pekerja. Menurut Pasal 1601 b KUH Perdata, outsoucing disamakan dengan perjanjian pemborongan pekerjaan. Sehingga pengertian outsourcing adalah suatu perjanjian dimana pemborong mengikat diri untuk membuat suatu kerja tertentu bagi pihak lain yang memborongkan dengan menerima bayaran tertentu dan pihak yang lain yang memborongkan mengikatkan diri untuk memborongkan pekerjaan kepada pihak pemborong dengan bayaran tertentu. Dari pengertian-pengertian di atas maka dapat ditarik suatu definisi operasional mengenai outsourcing yaitu suatu bentuk perjanjian kerja antara perusahaan A sebagai pengguna jasa dengan perusahaan B sebagai penyedia jasa, dimana perusahaan A meminta kepada perusahaan B untuk menyediakan tenaga kerja yang diperlukan untuk bekerja di perusahaan A 50

4 dengan membayar sejumlah uang dan upah atau gaji tetap dibayarkan oleh perusahaan B. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan harus memenuhi ketentuan Pasal 65 UU Ketenagakerjaan. Secara Yuridis (Abdul Hakim:2007:74) pembuatan perjanjian pemborongan pekerjaan harus: a. Dibuat dalam bentuk tertulis, tidak boleh secara lisan ( tidak tertulis ). b. Untuk jenis dan sifat pekerjaan yang tidak memenuhi ketentuan PKWT (pasal 59 UU Ketengakerjaan ) dibuat dengan perjanjian kerja waktu tidak tentu (PKWTT). Jadi tidak boleh menggunakan PKWT, karena tidak memenuhi ketentuan PKWTT. Berdasarkan ketentuan Pasal 66 UU Ketenagakerjaan bahwa penyerahan pelaksanaan pekerjaan melalui perusahaan penyedia jasa pekerja dengan pengaturan sebagai berikut: Tidak boleh mempergunakan pekerja dari perusahaan penyedia jasa pekerja untuk melaksanakan kegiatan pokok atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi. Kegiatan pokok (core business) atau kegiatan yang berhubungan langsung dengan proses produksi adalah jelas bukan kegiatan penunjang dalam suatu perusahaan. Yang termasuk kegiatan penunjang antara lain: usaha pelayanan kebersihan (cleaning servis), usaha penyediaan makanan bagi pekerja (catering), usaha tenaga pengaman ( security ), usaha jasa penunjang di pertambangan dan perminyakan, serta usaha penyediaan angkutan pekerja (Abdul Hakin: 2007:75 ). Sedangkan penyedia jasa pekerja harus memenuhi syarat-syarat : a. Adanya hubungan kerja antara pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja. b. Perjanjian dibuat secara tertulis dan ditanda tangani kedua pihak, melalui perjanjian kerja untuk waktu tertentu jika memenuhi persyaratan Pasal 59 UU Ketenagakerjaan dan/atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. c. Perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul menjadi tanggungjawab perusahaan penyedia jasa pekerja. d. Perjanjian antara perusahaan pengguna jasa pekerja dan perusahaan penyedia jasa pekerja dibuat secara tertulis dan wajib memuat pasal-pasal sebagaimana dimaksud dalam UU Ketenagakerjaan. 2. Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi. Setelah adanya uji materi (judicial review) terhadap Pasal 59 dan Pasal 64 UUK, dan kemudian melahirkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011, tertanggal 17 Januari 2012, maka selanjutnya terbitlah Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor: B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011. Berdasarkan Surat Edaran tersebut yang dihubungkan dengan pertimbangan hukum dalam putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011, hubungan kerja antara Perusahaan Outsourcing dengan 51

5 pekerja/buruh dapat dilakukan/diperjanjikan melalui Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu/Pekerjaan Tetap ( PKWTT ) atau melalui Perjanjian Kerja Waktu Tertentu/Kontrak ( PKWT ). Apabila hubungan kerja diperjanjikan dengan PKWT, pekerja harus tetap mendapat perlindungan atas hak-haknya sebagai pekerja dengan menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja (Transfer of Undertaking Protection of Employment atau TUPE), apabila terjadi pergantian perusahaan pemberi kerja atau perusahaan outsourcing. Di dalam pertimbangan hukum, MK menawarkan dua model pelaksananaan outsourcing yaitu: Model pertama, outsourcing dilakukan dengan menerapkan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) secara tertulis. Model ini bukan hal baru sebab Pasal 65 ayat (7) UU Ketenagakerjaan telah mengaturnya secara opsional. Model kedua, menerapkan prinsip pengalihan tindakan perlindungan bagi pekerja/buruh (Transfer of Undertaking Protection of Employment atau TUPE) yang bekerja pada perusahaan yang melaksanakan pekerjaan outsourcing. Bagian utama dari amar putusan MK menyatakan frasa perjanjian kerja waktu tertentu dalam Pasal 65 ayat (7) dan Pasal 66 ayat (2) huruf (b) UU No. 13 tahun 2003 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang dalam perjanjian kerja tersebut tidak disyaratkan pengalihan perlindungan hak-hak bagi pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada, walaupun terjadi pergantian perusahaan yang melaksanakan sebagian pekerjaan borongan dari perusahaan lain atau perusahaan penyedia jasa pekerja/buruh. Kata sepanjang dan seterusnya dalam amar di atas berlaku sebagai syarat bila pengusaha menggunakan sistem PKWT. Pengusaha dapat menerapkan sistem outsourcing dengan status PKWT sepanjang PKWT memuat klausul yang memberi jaminan perlindungan hak pekerja/buruh bahwa hubungan kerja pekerja/buruh yang bersangkutan akan dilanjutkan pada perusahaan berikutnya, dalam hal objek kerjanya tetap ada. Bila objek pekerjaan itu tetap ada sedangkan syarat pengalihan perlindungan hak tidak diatur di dalam PKWT, hubungan kerja pekerja/buruh berupa PKWTT. Secara teknis, syarat PKWT bisa diatur pada bagian penutup perjanjian. Pada akhirnya, klausul itu berfungsi sebagai alat ukur untuk menilai bentuk hubungan kerja, apakah berbentuk PKWT atau PKWTT; Amar putusan MK tidak secara eksplisit menyatakan perjanjian kerja pekerja/buruh dalam lingkungan perusahaan outsourcing harus dengan perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). Di dalam pertimbangan hukumnya MK menawarkan PKWTT sebagai salah satu model outsourcing. Sesuai uraian di atas, MK tidak mengharuskan perusahaan menerapkan PKWTT. Status PKWTT dalam perusahaan hanya terjadi bila: (a) PKWT tidak mensyaratkan pengalihan perlindungan hak pekerja/buruh yang objek kerjanya tetap ada; atau (b) perusahaan sejak awal menerapkan PKWTT. 52

6 Dalam pertimbangannya, MK menegaskan outsourcing adalah kebijakan usaha yang wajar dari suatu perusahaan dalam rangka efisiensi usaha. Tetapi, pekerja yang melaksanakan pekerjaan dalam perusahaan outsourcing tidak boleh kehilangan hak-haknya yang dilindungi konstitusi. Agar para pekerja tidak dieksploitasi, Mahkamah menawarkan dua model outsourcing tesebut. 3. Perlindungan Hak Pekerja Outsourcing Pasca Putusan MK. Berdasarkan pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi dalam putusannya Nomor 27/PUU-IX/2011 dan Penjelasan Pasal 66 ayat (2) huruf (c) UU Ketenagakerjaan, pekerja yang bekerja pada perusahaan outsourcing sesuai dengan perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama, memperoleh hak (yang sama) atas perlindungan upah dan kesejahteraan, syarat-syarat kerja, serta perselisihan yang timbul, dengan pekerja di perusahaan pemberi kerja (fair benefits and welfare). Dengan demikian, pekerja yang bekerja di perusahaan pemberi kerja melalui perusahaan outsourcing, baik dengan PKWTT maupun PKWT, berhak mendapatkan upah dan kesejahteraan yang sama seperti pekerja yang bekerja pada perusahaan pemberi kerja yang tidak melalui perusahaan outsourcing. Perlindungan upah dan kesejahteraan tersebut harus dimasukkan atau dimuat dalam klausul perjanjian kerja antara pekerja dengan perusahaan outsourcing. Apabila tidak dimuat dalam perjanjian kerja, maka perlindungan tersebut merujuk pada peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama. Apabila dalam peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama juga tidak diatur, maka perlindungan upah dan kesejahteraan merujuk pada ketentuan yang diatur di dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Berdasarkan ketentuan Pasal 88 ayat (3) UUK, perlindungan terhadap upah pekerja/buruh meliputi : a. upah minimum; b. upah kerja lembur; c. upah tidak masuk kerja karena berhalangan; d. upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan lain di luar pekerjaannya; e. upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya. Sedangkan, mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( Jamsostek ), adalah hak sekaligus jaminan perlindungan yang diberikan terhadap pekerja, yang wajib didaftarkan oleh perusahaan yang mempekerjakan minimal 10 orang atau lebih, atau membayar upah pekerja paling sedikit Rp ,- (satu juta rupiah). Ketentuan mengenai Jamsostek dan pelaksanannya diatur di dalam UU No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( UU Jamsostek ) dan PP No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja ( PP Jamsostek ), yang telah beberapa kali diubah, terakhir dengan PP No. 84 Tahun 2010, serta diatur lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Permenakertrans). Oleh karenanya, baik pekerja yang bekerja berdasarkan PKWTT maupun PKWT, berhak untuk didaftarkan dalam program Jamsostek. 53

7 Mengenai Tunjangan Hari Raya (THR), maka dengan mendasarkan pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER- 04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja di Perusahaan ( Permen No.04 Tahun 1994 ), bahwa Tunjangan Hari Raya ( THR ) wajib diberikan oleh Pengusaha kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih. Di dalam Pasal 1 huruf (c) Permen No.04 Tahun 1994 dinyatakan bahwa yang dimaksud pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada pengusaha dengan menerima upah. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut, maka THR diberikan kepada pekerja tanpa membedakan apakah pekerja tersebut adalah pekerja tetap (PKWTT) atau pekerja kontrak (PKWT), dengan ketentuan sebagaimana diatur di dalam Pasal 6 ayat (1) dan (2) Permen No.04 Tahun 1994, yaitu apabila pekerja yang di-phk maksimum 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan pekerja tetap berhak mendapatkan THR. Sedangkan untuk pekerja PKWT/kontrak, apabila masa kontraknya berakhir paling lama 30 hari sebelum Hari Raya Keagamaan, maka pekerja tersebut tidak berhak atas THR. D. Kesimpulan UU Ketenagakerjaan memberi peluang terjadinya Outsourcing yang memang dibutuhkan oleh pengusaha untuk efisiensi usaha demi kelangsungan hidup dari perusahaan tersebut. Kelangsungan hidup perusahaan juga sangat dibutuhkan untuk menciptakan lapangan keja yang pada akhirnya juga untuk kelangsungan hidup masyarakat Indonesia yang tidak semua mampu untuk berusaha sendiri. Pengaturan Outsourcing dalam UU Ketenagakerjaan sebenarnya tidak merugikan pekerja jika dalam penerapan UU tersebut juga memperhatikan dan mengikuti peraturan pelaksananya. Namun karena dalam UU Ketenagakerjaan tidak mengatur secara tegas tentang jenjang persyaratan pekerja PKWT dapat menjadi pekerja dengan PKWTT, sehingga terjadi peluang pekerja dengan PKWT tetapi pekerja yang sama juga, sehingga pekerja dengan PKWT tidak akan berubah statusnya menjadi pekerja dengan PKWTT. Dengan demikian hak-hak pekerja menjadi tidak terpenuhi. Putusan MK tentang Outsourcing diharapkan dapat mengantisipasi terjadinya penyimpangan yang mempekerjakan pekerja dengan PKWT secara terus menerus dengan tujuan untuk menghindari pemenuhan hak-hak pekerja. E. Daftar Pustaka Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Berdasarkan Undang-Undang Nonor 13 Tahun Citra Adytia Bakti, Bandung, FX.Djulmiaji, Perjanjian Kerja Edisi Revisi, Sinar Grafika, HP.Rajagugkguk, Peranserta Pekerja Dalam Pengelolaan Perusahaan Kerja Bersama ( Co-determination), Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,

8 Tunggal Imam Sjahputra, Pokok-Pokok Hukum Ketenagakerjaan, Harvarindo, Jakarta,2009. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; Undang-Undang RI No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja; Peraturan Pemerintah No. 14 Tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja, diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah No. 84 Tahun 2010;; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.101/MEN/VI/ 2004 Tahun 2004 tentang Tata Cara Perijinan Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja/Buruh; Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP.102/MEN/VI/ 2004 Tahun 2004 tentang Waktu Kerja Lembur dan Waktu Kerja Lembur; Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. PER-04/MEN/1994 Tahun 1994 tentang Tunjangan Hari Raya Keagamaan Bagi Pekerja Di Perusahaan. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011 tanggal 17 Januari Surat Edaran Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI Nomor : B.31/PHIJSK/I/2012 tentang Pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang adalah pembangunan disegala bidang kehidupan.

BAB I PENDAHULUAN. negara berkembang adalah pembangunan disegala bidang kehidupan. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang sedang berkembang. Salah satu ciri dari negara berkembang adalah pembangunan disegala bidang kehidupan. Pengembangan dunia usaha

Lebih terperinci

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN

BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 34 BAB III AKIBAT HUKUM APABILA PERJANJIAN KERJA TIDAK DILAPORKAN KE INSTANSI YANG MEMBIDANGI MASALAH KETENAGAKERJAAN 3.1 Pelaporan Perjanjian Kerja Antara Perusahaan Pemberi Pekerjaan Dengan Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING

BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA DENGAN PEKERJA OUTSOURCING 15 BAB II KEABSAHAN PERJANJIAN KERJA ANTARA PERUSAHAAN 2.1 Hubungan Hukum Antara Perusahaan Penyedia Jasa Dengan Pekerja/Buruh Hubungan hukum antara pekerja/buruh dan perusahaan penyedia jasa itu sendiri

Lebih terperinci

Hubungan Industrial, Outsourcing dan PKWT

Hubungan Industrial, Outsourcing dan PKWT Hubungan Industrial, Outsourcing dan PKWT Oleh : Prof.Dr. Payaman J. Simanjuntak (Ahli peneliti utama keteganakerjaan) Disampaikan pada Business Gathering Pasca Putusan MK Yogyakarta, 27 Maret 2012 DPP

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Wahyu Septyan dan PT

BAB IV PENUTUP. atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh PT. Wahyu Septyan dan PT 124 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah penulis uraikan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: a) Perlindungan hukum yang diberikan oleh

Lebih terperinci

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia

Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan Mengenai Sistem Ketenagakerjaan di Indonesia Penjelasan mengenai penentuan upah sehari Sesuai ketentuan Pasal 77 ayat (2) UU Ketenagakerjaan No. 13/2003, bahwa waktu kerja adalah: 1. a. 7 (tujuh)

Lebih terperinci

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas

Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas Created by : Ratih dheviana puru hitaningtyas Pasal 64-66 UU no 13 tahun 2003 Permenakertrans No 19 tahun 2012 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagian Pelaksanaan Pekerjaan kepada Perusahaan Lain yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG

PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang

perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang perjanjian kerja waktu tertentu yakni terkait masalah masa waktu perjanjian yang dibolehkan dan sifat kerja yang dapat dibuat perjanjian kerja waktu tertentu. Faktor pendidikan yang rendah dan kurangnya

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA DALAM PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA Oleh: Ida Ayu Dwi Utami I Ketut Sandi Sudarsana I Nyoman Darmadha Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

PENERAPAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MK NO. 27/PUU-IX/2011

PENERAPAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MK NO. 27/PUU-IX/2011 PENERAPAN PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU (PKWT) TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING PASCA PUTUSAN MK NO. 27/PUU-IX/2011 Rizka Amelia Azis Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul Jln. Arjuna Utara 9, Kebon Jeruk,

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA. Oleh :

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA. Oleh : Jurnal Advokasi Vol. 5 No. 1 Maret 2015 14 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA Oleh : Lis Julianti, S.H., M.H. Dosen Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract

Lebih terperinci

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014) Copyright 2014

JURNAL BERAJA NITI ISSN : Volume 3 Nomor 9 (2014)  Copyright 2014 JURNAL BERAJA NITI ISSN : 2337-4608 Volume 3 Nomor 9 (2014) http://e-journal.fhunmul.ac.id/index.php/beraja Copyright 2014 ANALISIS YURIDIS TERHADAP PELAKSANAAN ALIH DAYA (OUTSOURCING) ANTARA PDAM DENGAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar baik dalam

BAB I PENDAHULUAN. terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar baik dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Falsafah Pancasila menghendaki tercapainya keadilan sosial, yang lebih terperinci dinyatakan dalam Undang-Undang Dasar 1945 1 baik dalam Pembukaannya maupun dalam Pasal

Lebih terperinci

PENERAPAN SISTEM OUTSOURCING DI PERUSAHAAN SWASTA DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK PEKERJA KONTRAK

PENERAPAN SISTEM OUTSOURCING DI PERUSAHAAN SWASTA DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK PEKERJA KONTRAK PENERAPAN SISTEM OUTSOURCING DI PERUSAHAAN SWASTA DALAM PERSPEKTIF PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK PEKERJA KONTRAK Oleh: Sri Rahayu Purwanidjati 1 Abstracts : Outsourcing is a transfer or certain job from a

Lebih terperinci

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada

1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada 1. Pasal 64 s.d Pasal 66 UU No.13 Tahun 2003 2. Permenakertrans RI. No.19 Tahun 2012 tentang Syarat- Syarat Penyerahan Sebagian PeKerjaan Kepada Perusahaan Lain Pasal 64 UU No.13 Tahun 2003 : Perusahaan

Lebih terperinci

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN

BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN BAB II PERLINDUNGAN HAK-HAK PEKERJA KONTRAK YANG DI PHK DARI PERUSAHAAN 2.1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Dalam pasal 1 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Replubik Indonesia Nomor Kep.100/Men/VI/2004

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011

Oleh: Arum Darmawati. Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Oleh: Arum Darmawati Disampaikan pada acara Carrier Training Preparation UGM, 27 Juli 2011 Hukum Ketenagakerjaan Seputar Hukum Ketenagakerjaan Pihak dalam Hukum Ketenagakerjaan Hubungan Kerja (Perjanjian

Lebih terperinci

Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016 ISSN :

Volume 2, Nomor 1, Pebruari 2016 ISSN : SINKRONISASI PENGATURAN SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA Kadek Agus

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN OUTSOURCING JIKA PERUSAHAAN TIDAK MEMBERIKAN TUNJUNGAN HARI RAYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN OUTSOURCING JIKA PERUSAHAAN TIDAK MEMBERIKAN TUNJUNGAN HARI RAYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP KARYAWAN OUTSOURCING JIKA PERUSAHAAN TIDAK MEMBERIKAN TUNJUNGAN HARI RAYA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NO 13 TAHUN 2003 Oleh: Ari Sanjaya Krisna I Nyoman Bagiastra Bagian Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan outsourcing (= alih daya) di Indonesia. Bahkan aksi ini disambut aksi serupa

BAB I PENDAHULUAN. pelaksanaan outsourcing (= alih daya) di Indonesia. Bahkan aksi ini disambut aksi serupa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Akhir-akhir ini di bundaran HI Jakarta Pusat marak dengan aksi demo yang dilakukan para buruh yang meminta pemerintah mencabut ketentuan masalah pelaksanaan outsourcing

Lebih terperinci

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Taufiq Yulianto Staf Pengajar Teknik Elektro Politeknik Negeri Semarang ABSTRACT: A work agreement

Lebih terperinci

Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 27/PUU-IX/2011

Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 27/PUU-IX/2011 , Jurnal Ilmu Hukum Edisi: Januari - Juni 2014, Hal. 39-47 ISSN: 0853-8964 Perlindungan Hukum Pekerja Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi No 27/PUU-IX/2011 Oleh Sugeng Hadi Purnomo Dosen Fakultas

Lebih terperinci

A. Latar Belakang Masalah

A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejak negara ini didirikan, bangsa Indonesia telah menyadari bahwa pekerjaan merupakan kebutuhan asasi warga negara sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 27 Ayat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cepat membawa dampak baik yang bersifat positif maupun negatif. Era globalisasi

BAB I PENDAHULUAN. cepat membawa dampak baik yang bersifat positif maupun negatif. Era globalisasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan ekonomi global dan kemajuan teknologi yang sedemikian cepat membawa dampak baik yang bersifat positif maupun negatif. Era globalisasi sekarang ini, telah

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA

MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2012 TENTANG SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jasa tenaga kerja atau sering disebut dengan perusahaan outsourcing.

BAB I PENDAHULUAN. jasa tenaga kerja atau sering disebut dengan perusahaan outsourcing. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kondisi perekonomian yang semakin buruk membuat pemerintah dan dunia usaha untuk lebih kreatif dalam menciptakan iklim usaha yang kondusif agar mampu membuka

Lebih terperinci

Kedudukan Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011

Kedudukan Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 Kedudukan Outsourcing Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 27/PUU-IX/2011 Khairani Fakultas Hukum Universitas Andalas, Padang Kampus Limau Manis Padang khairani.lubis6@gmail.com Naskah diterima: 4/11/2014

Lebih terperinci

A. MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING

A. MAKNA DAN HAKIKAT PENYEDIAAN TENAGA KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING makalah outsourcing BAB I PENDAHULUAN Kecenderungan beberapa perusahaan untuk mempekerjakan karyawan dengan sistem outsourcing pada saat ini, umumnya dilatarbelakangi oleh strategi perusahaan untuk melakukan

Lebih terperinci

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP SISTEM OUTSOURCHING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 27/PUU-X/2011

IMPLIKASI HUKUM TERHADAP SISTEM OUTSOURCHING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 27/PUU-X/2011 IMPLIKASI HUKUM TERHADAP SISTEM OUTSOURCHING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NO. 27/PUU-X/2011, SH.,MHum 1 Abstrak : Putusan Mahkamah Konstitusi No. 27/PUU-IX/2011, tidak menghapuskan sistem outsourcing.

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016

Lex et Societatis, Vol. IV/No. 7/Juli/2016 TINJAUAN HUKUM TERHADAP UNDANG- UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN KHUSUSNYA TENAGA KERJA OUTSOURCING DI INDONESIA 1 Oleh : Dwi Putro Santosa 2 ABSTRAK Tujuan dilakukannya penelitian ini

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching)

RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching) RINGKASAN PERBAIKAN KEDUA PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 27/PUU-IX/2011 Tentang Perjanjian Kerja Untuk Waktu Tertentu (Outsourching) I. PEMOHON Didik Suprijadi, dalam hal ini bertindak atas nama

Lebih terperinci

Langkah Strategis Pelaksanaan Permenakertrans NO. 19 Tahun 2012 Terkait Outsourcing

Langkah Strategis Pelaksanaan Permenakertrans NO. 19 Tahun 2012 Terkait Outsourcing Langkah Strategis Pelaksanaan Permenakertrans NO. 19 Tahun 2012 Terkait Outsourcing Outsourcing Perusahaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan kepada perusahaan lainnya melalui perjanjian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Salah satunya UU No.

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang yang berkaitan dengan ketenagakerjaan. Salah satunya UU No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Sebagai Negara hukum yang dengan tegas dinyatakan dalam Pasal 1 ayat (3) UUD 1945, Indonesia mempunyai asas dari Negara hukum yang mana melindungi kehidupan individu

Lebih terperinci

SURAT EDARAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG

SURAT EDARAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA SURAT EDARAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR: SE.04/MEN/VIII/2013 TENTANG 26 Agustus 2013 PEDOMAN PELAKSANAAN PERATURAN

Lebih terperinci

Penyimpangan Terhadap Ketentuan PKWT Dan Outsourcing Serta Permasalahannya Dan Kiat Penyelesaian

Penyimpangan Terhadap Ketentuan PKWT Dan Outsourcing Serta Permasalahannya Dan Kiat Penyelesaian 1 Penyimpangan Terhadap Ketentuan PKWT Dan Outsourcing Serta Permasalahannya Dan Kiat Penyelesaian Disampaikan Oleh : Dra. Endang Susilowati, SH., MH. Ketua Bidang Hukum Dan Advokasi DPN APINDO Pada Acara

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur

BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS. tegas dan kuat. Walaupun di dalam undang-undang tersebut hanya diatur BAB III TINJAUAN UMUM TERHADAP PERJANJIAN KERJA SECARA YURIDIS A. Tinjauan Umum Perjanjian Kerja Dengan telah disahkannya Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UUKK), maka keberadaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan jasa penyedia tenaga kerja menjadi tren di tengah. perkembangan persaingan bisnis yang semakin kompetitif.

BAB I PENDAHULUAN. Penggunaan jasa penyedia tenaga kerja menjadi tren di tengah. perkembangan persaingan bisnis yang semakin kompetitif. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan jasa penyedia tenaga kerja menjadi tren di tengah perkembangan persaingan bisnis yang semakin kompetitif. 1 Pengusaha berlomba untuk mencari cara bagaimana

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 TENTANG HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA PENULISAN HUKUM

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 TENTANG HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA PENULISAN HUKUM TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 27/PUU-IX/2011 TENTANG HAK-HAK PEKERJA OUTSOURCING DI INDONESIA PENULISAN HUKUM Oleh : MIRZA DWI FANANIE 09400111 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Lebih terperinci

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA

I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA I. FENOMENA IMPLEMENTASI OUTSOURCING TERHADAP KETENAGAKERJAAN INDONESIA Oleh : Basani Situmorang SH,Mhum Dampak dan Trend Outsourcing Tenaga kerja merupakan salah satu faktor produksi terpenting. Dilihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara normatif sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Secara normatif sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara normatif sebelum diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (UU Ketenagakerjaan), sistem outsoucing ini sebenarnya sudah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan ketenagakerjaan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEKERJA OUTSOURCING PT. ISS INDONESIA DAN PERUSAHAAN PENGGUNA JASA OUTSOURCING PT.

BAB II PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEKERJA OUTSOURCING PT. ISS INDONESIA DAN PERUSAHAAN PENGGUNA JASA OUTSOURCING PT. BAB II PENGATURAN HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PEKERJA OUTSOURCING PT. ISS INDONESIA DAN PERUSAHAAN PENGGUNA JASA OUTSOURCING PT. MAHKOTA GROUP A. Outsourcing di Indonesia 1. Gambaran Umum Pelaksanaan Outsourcing

Lebih terperinci

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Indonesia. Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Aspek Hubungan Kerja dan Perjanjian Kerja di Berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Hubungan Kerja Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha dan pekerja/buruh

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING 1 Oleh: Nicky E.B Lumingas 2

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING 1 Oleh: Nicky E.B Lumingas 2 PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA OUTSOURCING 1 Oleh: Nicky E.B Lumingas 2 ABSTRAK Outsourcing atau alih daya merupakan penyerahan pekerjaan tertentu suatu perusahaan kepada pihak lain yang dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk

BAB I PENDAHULUAN. saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan dunia usaha di Indonesia semakin berkembang dan berdaya saing ketat sehingga membuat perusahaan-perusahaan berusaha untuk meningkatkan kualitas kinerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. perjanjian pada umumnya memuat beberapa unsur, yaitu: 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Dalam menghadapi perkembangan era globalisasi pekerja dituntut untuk saling berlomba mempersiapkan dirinya supaya mendapat pekerjaan yang terbaik bagi dirinya sendiri.

Lebih terperinci

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG

- 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG - 1 - GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 25 TAHUN 2014 TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PERATURAN DAERAH POVINSI JAWA TIMUR NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN

Lebih terperinci

Miftakhul Huda, S.H., M.H

Miftakhul Huda, S.H., M.H Miftakhul Huda, S.H., M.H Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT) Perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja yang bersifat tetap Dapat mensyaratkan masa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA

PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA HARIAN LEPAS DITINJAU DARI PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN DI INDONESIA Oleh: I Wy Subangun Wirang Garda Satria Ni Nyoman Mas Ariayani I Nyoman Mudana Hukum Bisnis Fakultas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem

BAB I PENDAHULUAN. sebagai karyawannya. Ditengah-tengah persaingan ekonomi secara global, sistem BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Fenomena buruh kontrak semakin terlihat menaik secara grafik, hampir 70 % perusahaan-perusahaan di Indonesia telah memanfaatkan tenaga kontrak ini sebagai karyawannya.

Lebih terperinci

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015.

I. PEMOHON Imam Ghozali. Kuasa Pemohon: Iskandar Zulkarnaen, SH., MH., berdasarkan surat kuasa khusus tertanggal 15 Desember 2015. RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 12/PUU-XIV/2016 Waktu Penyelesaian, Produk Hukum penyelesaian BNP2TKI, dan Proses Penyelesaian Sengketa Antara TKI dengan PPTKIS Belum Diatur Di UU 39/2004 I. PEMOHON

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang Disebabkan Karena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di PT. Planet Electrindo Berdasarkan Putusan Nomor 323K/Pdt.Sus-PHI/2015

Lebih terperinci

OUTSOURCING, DAN BERBAGAI MASALAHNYA. SOLUSINYA? Untuk ICHRP

OUTSOURCING, DAN BERBAGAI MASALAHNYA. SOLUSINYA? Untuk ICHRP OUTSOURCING, DAN BERBAGAI MASALAHNYA. SOLUSINYA? Untuk ICHRP 1 Dr. Bambang Supriyanto, SH, MH Program Director CHRP Dosen Fak Hukum, Unika Atma Jaya Konsultan Hubungan Industrial/Hukum Perburuhan Jakarta,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat

BAB I PENDAHULUAN. organisasi pekerja melalui serikat pekerja/serikat buruh. Peran serikat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perlindungan pekerja tidak lepas dari peran penting dari serikat pekerja/serikat buruh. Aksi-aksi pemogokan yang dilakukan pekerja dalam menuntut hak-hak pekerja

Lebih terperinci

BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR

BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR BENTUK PERJANJIAN YANG DIBUAT ANTARA PEKERJA TOKO DAN PENGUSAHA PEMILIK TOKO DI DENPASAR Oleh : Citra Prameswari I Nyoman Mudana Hukum Keperdataan Fakultas Hukum Universitas Udayana ABSTRAK Pada Artikel

Lebih terperinci

KOMPETENSI dan INDIKATOR

KOMPETENSI dan INDIKATOR HUBUNGAN KERJA KOMPETENSI dan INDIKATOR KOMPETENSI Mahasiswa diharapkan mampu menjelaskan tentang pengertian dankonsephubungankerjayang diaturdalamuu No. 13 Tahun 2003. INDIKATOR Mahasiswadiharapkanmampu:

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor 29PK/PDT.SUS/2010 tentang Perjanjian Kerja di PT XXX dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

Lebih terperinci

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh:

TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN. Oleh: TINJAUAN HUKUM TERHADAP SYARAT-SYARAT PENYERAHAN SEBAGIAN PELAKSANAAN PEKERJAAN KEPADA PERUSAHAAN LAIN Oleh: Ayu Puspasari, S.H., M.H Politeknik Negeri Sriwijaya Palembang Email: ABSTRAK Penyerahan sebagian

Lebih terperinci

TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN (THR) BAGI PEKERJA YANG DI PHK OLEH PENGUSAHA

TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN (THR) BAGI PEKERJA YANG DI PHK OLEH PENGUSAHA TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN (THR) BAGI PEKERJA YANG DI PHK OLEH PENGUSAHA Oleh : Luh Putu Ari Tiarna Dewi I Made Dedy Priyanto Yohanes Usfunan Bagian Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Udayana

Lebih terperinci

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Hubungan Kerja Hubungan antara buruh dengan majikan, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima upah

Lebih terperinci

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB III UPAH MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN Upah memegang peranan yang sangat penting dan merupakan suatu ciri khas suatu hubungan kerja dan juga tujuan utama dari seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan

BAB I PENDAHULUAN. Baik pekerjaan yang diusahakan sendiri maupun bekerja pada orang lain. Pekerjaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beranekaragam, untuk dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja. Baik pekerjaan

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama.

BAB III PENUTUP. Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam. negosiasi terhadap atasan atau pengusaha PT. Vidya Rejeki Tama. 72 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Upaya hukum yang dilakukan pekerja outsourcing dalam meningkatkan upah di PT. Vidya Rejeki Tama yang ditempatkan di Universitas Atma Jaya Yogyakarta adalah melakukan pembicaraan

Lebih terperinci

Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA

Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA Undang-undang No 13 tahun 2003 POKOK-POKOK KETENTUAN NORMATIF HUBUNGAN INDUSTRIAL KETENAGAKERJAAN DAN SERIKAT PEKERJA 1 Seekor tiram berjemur diri dipantai dengan kedua kulitnya yang terbuka lebar, Tatkala

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA. Buku

BAB V PENUTUP DAFTAR PUSTAKA. Buku BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Berdassarkan uraian diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa implementasi tanggung jawab pengusaha penyedia jasa pekerja dalam hal ini PT. Sandhy putra makmur terhadap pekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam

BAB I PENDAHULUAN. yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat

Lebih terperinci

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006

RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 017/PUU-IV/2006 Perbaikan Tanggal 12 September 2006 I. PEMOHON Yandril, S.Sos. dkk KUASA PEMOHON M. Luthfie Hakim. dkk II. PENGUJIAN UNDANG-UNDANG Undang-undang Nomor 32

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian.

BAB I PENDAHULUAN. diatur tegas di dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar Tahun penghidupan yang layak bagi kemanusian. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia harus berupaya memperoleh penghasilan untuk membiayai kebutuhan hidupnya. Bekerja merupakan salah satu upaya manusia dalam rangka memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hukum ketenagakerjaan merupakan keseluruhan peraturan baik tertulis

BAB I PENDAHULUAN. Hukum ketenagakerjaan merupakan keseluruhan peraturan baik tertulis 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Hukum ketenagakerjaan merupakan keseluruhan peraturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur mengenai ketenagakerjaan. 1 Ruang lingkup dari ketenagakerjaan

Lebih terperinci

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN

INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN INVENTARISASI PUTUSAN/KETETAPAN MAHKAMAH KONSTITUSI PENGUJIAN UNDANG-UNDANG DALAM BIDANG KETENAGAKERJAAN I. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun 1 13/10/2011 25/PUU-IX/2011 Menyatakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi Tiap-tiap warga negara. pernyataan tersebut menjelaskan bahwa negara wajib memberikan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan sebagai makhluk sosial yang tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya sendiri dan membutuhkan bantuan dari orang lain. Untuk dapat mempertahankan

Lebih terperinci

Dinamika Ketenagakerjaan Di Indonesia: Penghapusan Sistem Outsourching (Kajian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan)

Dinamika Ketenagakerjaan Di Indonesia: Penghapusan Sistem Outsourching (Kajian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) Dinamika Ketenagakerjaan Di Indonesia: Penghapusan Sistem Outsourching (Kajian Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan) Manpower Dynamics in Indonesia:The Removal of Outsourcing System

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hadi Setia Tunggul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Harvarindo, 2009, hal. 503

BAB I PENDAHULUAN. 2 Hadi Setia Tunggul, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, Jakarta, Harvarindo, 2009, hal. 503 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam pelaksanaan pembangunan di Indonesia sekarang yang menitikberatkan pada pembangunan dalam bidang ekonomi, hukum mempunyai fungsi yang sangat penting

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. Swalayan 24 Jam tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, pelaksanaan

BAB III PENUTUP. Swalayan 24 Jam tidak sesuai dengan ketentuan undang-undang, pelaksanaan BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat dikemukakan kesimpulan sebagai berikut : Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap pelaksanaan perjanjian kerja waktu tertentu petugas

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 23/PUU-XIV/2016 Perselisihan Hubungan Industrial I. PEMOHON 1. Joko Handoyo, S.H.,.. Pemohon I 2. Wahyudi, S.E,. Pemohon II 3. Rusdi Hartono, S.H.,. Pemohon III 4. Suherman,.....

Lebih terperinci

Forum HRD Bekasi 25 Oktober 2013 Hotel Sahid Jaya Lippo Cikarang

Forum HRD Bekasi 25 Oktober 2013 Hotel Sahid Jaya Lippo Cikarang Forum HRD Bekasi 25 Oktober 2013 Hotel Sahid Jaya Lippo Cikarang A. Kemalsjah Siregar kemal@kemalsjahlaw.com KEMALSJAH & ASSOCIATES Plaza Bapindo Menara Mandiri Lantai 22 Jl. Jend. Sudirman Kav. 54-55,

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Registrasi Nomor : 61/PUU.D-VIII/2010 Tentang Perlindungan dan Penghargaan Terhadap Hak-Hak Buruh I. PEMOHON M.Komarudin dan Muhammad Hafidz, sebagai perwakilan dari Federasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya di dalam kehidupan nyata.

BAB I PENDAHULUAN. Ketenagakerjaan dan pelaksanaannya di dalam kehidupan nyata. 1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar Belakang Permasalahan praktek outsourcing yang saat ini yang terus terjadinya salah satunya adalah tidak dilaksanakannya ketentuan di mana pekerjaan yang boleh dioutsource-kan

Lebih terperinci

BAB II PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA. jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi

BAB II PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA. jasa yang terkait dengan kompetensi utamanya. Dengan adanya konsentrasi BAB II PERJANJIAN KERJA DENGAN SISTEM OUTSOURCING DI INDONESIA A. Pengertian Outsourcing Persaingan dalam dunia bisnis antara perusahaan, membuat perusahaan harus berkonsentrasi pada rangkaian proses atau

Lebih terperinci

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN

KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN KISI-KISI HUKUM KETENAGAKERJAAN BAB 1 PERJANJIAN KERJA 1.1. DEFINISI Pasal 1 UU No. 13/2003 14. Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja / buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat

Lebih terperinci

ANALISIS PERMASALAHAN OUTSOURCING (ALIH DAYA ) DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN PENERAPANNYA

ANALISIS PERMASALAHAN OUTSOURCING (ALIH DAYA ) DARI PERSPEKTIF HUKUM DAN PENERAPANNYA Analisis Permasalahan Outsourcing (Alih Daya) dari Perspektif Hukum Kanun Jurnal Ilmu Hukum Khairani No. 56, Th. XIV (April, 2012), pp. 53-68. ANALISIS PERMASALAHAN OUTSOURCING (ALIH DAYA ) DARI PERSPEKTIF

Lebih terperinci

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013.

KUASA HUKUM Dra. Endang Susilowati, S.H., M.H., dan Ibrahim Sumantri, S.H., M.Kn., berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 26 September 2013. RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 96/PUU-XI/2013 Pemenuhan Perjanjian Pekerjaan Waktu Tertentu, Perjanjian Pekerjaan Pemborongan, dan Lembaga Penyelesaian Hubungan Industrial I. PEMOHON Asosiasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3

BAB I PENDAHULUAN. maupun antar negara, sudah sedemikian terasa ketatnya. 3 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi dan pasar bebas belum berjalan sepenuhnya. Akan tetapi aroma persaingan antar perusahaan barang maupun jasa, baik di dalam negeri maupun antar negara,

Lebih terperinci

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS

BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS Gambaran hasil penelitian dalam Bab mengenai Hasil Penelitian dan Analisis ini akan dimulai dari pemaparan hasil penelitian terhadap peraturan perundangundangan sebagaimana

Lebih terperinci

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN

PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN KETENAGAKERJAAN 1 LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 560 2492 TAHUN 2015 TENTANG PEMBATALAN BEBERAPA KETENTUAN DARI PERATURAN DAERAH PROVINSI JAWA BARAT NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH SUHARI NPM :

SKRIPSI OLEH SUHARI NPM : ANALISIS YURIDIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PUU-IX/2011 BAGI PEKERJA/BURUH, PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH DAN PEMBERI PEKERJAAN SKRIPSI OLEH SUHARI PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS

Lebih terperinci

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;

Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan; DASAR HUKUM * UUD 1945, pasal 28 D ayat (2) : Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja Pasal 88 s.d pasal 98 UU No. 13 Tahun 2003

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.16/MEN/XI/2011 TENTANG TATA CARA PEMBUATAN DAN PENGESAHAN PERATURAN PERUSAHAAN SERTA PEMBUATAN DAN PENDAFTARAN PERJANJIAN KERJA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG

PERATURAN BUPATI KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG PERATURAN BUPATI KARAWANG NO.1 2011 SERI E PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 15 TAHUN 2011 TENTANG IZIN OPERASIONAL PERUSAHAAN PENYEDIA JASA PEKERJA/BURUH (PPJP) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang

BAB I PENDAHULUAN. menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap orang yang hidup sudah pasti membutuhkan biaya untuk dapat menyambung hidupnya.untuk bisa mendapatkan biaya tersebut setiap orang harus mencari dan

Lebih terperinci

KAJIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 19 TAHUN 2012

KAJIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 19 TAHUN 2012 247 KAJIAN HUKUM KETENAGAKERJAAN TERHADAP PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR 19 TAHUN 2012 Susilo Andi Darma * Bagian Hukum Perdata, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta

Lebih terperinci

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana

Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus Putu Sutama. Hukum Bisnis Fakultas Hukum Universitas Udayana PENYELESAIAN PERSELISIHAN ANTARA PEKERJA DENGAN PENGUSAHA BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004 TENTANG PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL Oleh : Ayu Diah Listyawati Khesary Ida Bagus

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Kekuatan Mengikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Yang Dilakukan. Melalui Transaksi Elektronik Ditinjau dari UU Ketenagakerjaan

BAB V PENUTUP. 1. Kekuatan Mengikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Yang Dilakukan. Melalui Transaksi Elektronik Ditinjau dari UU Ketenagakerjaan 93 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan 1. Kekuatan Mengikat Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Yang Dilakukan Melalui Transaksi Elektronik Ditinjau dari UU Ketenagakerjaan Dikaitkan Dengan UU ITE Bagi Para Pihak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon)

BAB I PENDAHULUAN. memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pekerjaan merupakan sebuah kebutuhan asasi bagi manusia untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup. Manusia sebagai makhluk sosial (zoon politicon) mempunyai kebutuhan hidup

Lebih terperinci

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2

Lex Privatum, Vol.I/No.1/Jan-Mrt/2013. Artikel skripsi. Dosen Pembimbing Skripsi: Soeharno,SH,MH, Constance Kalangi,SH,MH, Marthen Lambonan,SH,MH 2 TINJAUAN YURIDIS TENTANG PERJANJIAN KERJA BERSAMA DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 1 Oleh : Ruben L. Situmorang 2 ABSTRAK Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

Hubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M.

Hubungan Industrial. Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Rizky Dwi Pradana, M. Modul ke: Hubungan Industrial Pemogokan dan Penutupan Perusahaan serta Tindakan Pengusaha dan Pekerja dalam Upaya Pencegahannya. Fakultas Psikologi Program Studi Psikologi www.mercubuana.ac.id Rizky Dwi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN

BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN BAB 2 TINJAUAN YURIDIS PERJANJIAN KERJA WAKTU TERTENTU DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN 2.1 Perjanjian secara Umum Pada umumnya, suatu hubungan hukum terjadi karena suatu

Lebih terperinci