EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN

Transkripsi

1 EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN MATEMATIKA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN DISCOVERY LEARNING (DL) PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN LINIER DUA VARIABEL DITINJAU DARI ADVERSITY QUOTIENT (AQ) SISWA KELAS VIII MTs NEGERI KABUPATEN MADIUN TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Fajrina Nur Farida 1, Tri Atmojo Kusmayadi 2, Mardiyana 3 1,2,3 Prodi Magister Pendidikan Matematika, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta Abstract. The aim of the research was to determine the effect of learning models on mathematics achievement viewed from student s Adversity Quotient. The learning models compared were PBL, DL, and direct learning. The type of the research was a quasi experimental research with the factorial design of 3 x 3. The population were all eight grade students of Islamic Junior High School in Madiun regency on academic year 2015/2016. The sample consisted of students of MTsN Sidorejo, MTsN Kembang Sawit, and MTsN Doho, which taken by using stratified cluster random sampling technique. The data of the research were collected through documentation, questionnaire, and test. The data were analyzed using unbalanced two-ways anova at the significance level of Based on the data analysis, it can be concluded as follows. (1) PBL and DL give same mathematics achievement, DL give better mathematics achievement than direct learning, PBL and direct learning gives same mathematics achievement. (2) Students with climbers AQ and campers AQ have same mathematics achievements, Students with campers AQ and quitters AQ have same mathematics achievements, while students with climbers AQ have better mathematics achievements than students with quitters AQ. (3) For each AQ shows, students with PBL and DL give same mathematics achievement, students with DL give better mathematics achievement than direct learning, students with PBL and direct learning give same mathematics achievement. (4) For each learning model shows that, students with climbers AQ have same mathematics achievement than students with campers AQ. Students with campers AQ have same mathematics achievement than students with quitters AQ. Students mathematics achievement with climbers AQ is better than students with quitters AQ. Keywords: Problem Based Learning (PBL), Discovery Learning (DL), Adversity Quotient (AQ) PENDAHULUAN Matematika merupakan pelajaran yang penting di sekolah. Karena merupakan pelajaran yang penting dan materi yang banyak, sehingga matematika dianggap sulit dari mayoritas siswa. Siswa yang merasa kesulitan pada pelajaran matematika hendaknya bisa dipahami serta dicari solusinya. Agar siswa dapat menerima, menguasai dan lebih mengembangkan bahan pelajaran, maka model pembelajaran harus tepat dan efisien serta efektif agar berdampak kepada meningkatnya prestasi belajar. Hal tersebut sebagaimana yang tercantum dalam Kurikulum Matematika Sekolah, tujuan diberikannya pendidikan matematika pada jenjang pendidikan dasar dan menengah adalah agar siswa mampu menghadapi perubahan keadaan di 1

2 dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran secara logis, rasional, kritis, cermat, jujur dan efektif. Untuk menjawab tantangan tersebut, maka perlu dikembangkan pembelajaran yang sesuai agar mutu pendidikan dapat meningkat. Berdasarkan Trends in International Mathematics and Science Study (TIMMS) tahun 2011, Indonesia berada di peringkat 38 dari 42 negara pada pelajaran matematika dengan skor 386, sedangkan Korea Selatan menempati peringkat 1 dari 42 negara dengan skor 613 (Kemendikbud Badan Penelitian dan Pengembangan, 2012). Hasil Programme for International Student Assesment (PISA) untuk Mathematical Literacy tahun 2015 menunjukkan Indonesia berada pada peringkat 69 dari 76 negara untuk kualitas pelajaran matematika. Singapura pada hasil PISA menempati urutan teratas dari 76 negara (BBC Indonesia, 2015). Skor tersebut menunjukkan bahwa mutu pendidikan matematika di Indonesia masih sangat rendah. Rendahnya mutu pendidikan matematika juga dapat dilihat berdasarkan hasil nilai ujian nasional tahun ajaran Puspendik (Pusat Penelitian dan Pendidikan) Balitbang Kemendikbud. Nilai rata-rata UN matematika MTs Negeri tingkat nasional tahun 2013 yaitu 5,88. Nilai rata-rata UN matematika MTs Negeri tingkat provinsi tahun 2013 yaitu 6,43. Pada tingkat kabupaten, nilai rata-rata UN matematika MTs Negeri di Kabupaten Madiun tahun 2013 yaitu 6,13. Nilai rata-rata UN matematika MTs Negeri tingkat nasional tahun 2014 yaitu 6,17, sementara nilai rata-rata UN matematika MTs Negeri tingkat provinsi tahun 2014 yaitu 6,43. Pada tingkat kabupaten, nilai rata-rata UN matematika MTs Negeri di Kabupaten Madiun tahun 2014 yaitu 6,56. Berdasarkan data tersebut, dapat diamati bahwa nilai rata-rata UN matematika baik di tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten mendapat peringkat kedua terbawah setelah mata pelajaran bahasa Inggris. Selain itu nilai rata-rata UN pada mata pelajaran matematika di tingkat Kabupaten Madiun dari tahun mengalami penurunan. Hal ini disebabkan karena kurang tercapainya tujuan dalam pembelajaran. Tercapainya tujuan dalam pembelajaran matematika salah satunya disebabkan oleh model pembelajaran yang kurang tepat. Sistem persamaan linier dua variabel merupakan salah satu materi pelajaran matematika yang selama ini dirasa sulit oleh siswa. Hasil UN mata pelajaran matematika MTs Negeri ditingkat nasional tahun 2013 persentase penguasaan materi untuk materi sistem persamaan linier dua variabel di tingkat nasional menunjukkan persentase sebesar 56,81. Tingkat propinsi sebesar 63,95 dan 59,18 untuk tingkat Kabupaten Madiun. Tahun 2

3 2014 persentase penguasaan materi untuk materi sistem persamaan linier dua variabel di tingkat nasional menunjukkan persentase sebesar 50,64. Tingkat propinsi sebesar 62,05 dan 58,95 untuk tingkat Kabupaten Madiun. Dari data tersebut terlihat bahwa hasil UN untuk materi sistem persamaan linier dua variabel mengalami penurunan baik di tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten. Persentase penguasaan materi sistem persamaan linier dua variabel juga rendah jika dibandingkan dengan materi lain seperti phytagoras yang mencapai 77,70 di tingkat nasional, 85,22 di tingkat propinsi, dan 84,13 di tingkat nasional. Oleh karena itu, pelajaran matematika terutama untuk materi sistem persamaan linier dua variabel masih memerlukan perhatian yang serius. Kurikulum 2013 merupakan salah satu solusi permasalahan prestasi belajar siswa yang rendah, sebab ada beberapa perubahan dari kurikulum sebelumnya yaitu: penataan pola pikir, pendalaman dan perluasan materi, penguatan proses serta penyesuaian beban. Sedangkan perubahan elemen meliputi standar kompetensi lulusan, standar isi, standar proses, dan standar penilaian. Pada pembelajaran di kurikulum 2013 terdapat titik tekan dalam pembelajaran. Titik tekan pembelajaran dalam kurikulum 2013 adalah pada proses pembelajaran dan penilaian autentik guna tercapainya kompetensi sikap, pengetahuan dan keterampilan. Penilaian pembelajaran yang dilakukan adalah penilaian autentik (authentic assessment) yaitu pengukuran yang bermakna secara signifikan atas hasil belajar peserta didik untuk ranah sikap, keterampilan, dan pengetahuan. Hasil belajar pada kurikulum 2013 diperoleh melalui pembelajaran yang lebih menekankan pada pembelajaran dengan menggunakan pendekatan ilmiah/saintifik. Proses pembelajaran dilakukan dengan pendekatan saintifik, yaitu pembelajaran yang mendorong siswa mampu dalam mengamati, menanya, mencoba/ mengumpulkan data, mengasosiasi/ menalar, dan mengkomunikasikan (Kemendikbud, 2013). Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan-tahapan mengamati, menanya, merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan (Hosnan, 2014:34). Pendekatan saintifik dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada siswa dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Pendekatan saintifik diterapkan di model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). PBL adalah suatu model pembelajaran yang menuntut adanya aktivitas siswa 3

4 secara penuh dalam rangka menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi siswa secara mandiri dengan cara mengkonstruksi pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki. (Wardoyo, 2013:74). Pembelajaran Discovery Learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa. Menurut Hamdani (2011:184), Discovery merupakan proses mental siswa mengasimilasikan suatu konsep atau suatu prinsip. Adapun proses mental yaitu mengamati, menjelaskan, mengelompokkan, membuat kesimpulan dan sebagainya. Dengan belajar penemuan, anak juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri problem yang dihadapi. Kebiasaan ini akan ditransfer dalam kehidupan bermasyarakat. Model pembelajaran serta pendekatan pembelajaran yang dipilih oleh peneliti juga didukung oleh beberapa penelitian yang dilakukan sebelumnya. Adapun penelitianpenelitian tersebut antara lain, penelitian yang dilakukan oleh Akinoglu & Tandogan (2007) menyimpulkan bahwa aplikasi PBL pada materi The Meeting of Force and Motion-Energy pada kelas IPA tingkat 7 terhadap prestasi belajar siswa, konsep pembelajaran dan perubahan sikap yang diujikan diperoleh bahwa kelas yang menggunakan PBL lebih berhasil daripada kelas yang menggunakan pembelajaran tradisional. Hal tersebut senada yang diungkapkan Ajai et al (2013) bahwa siswa yang belajar menggunakan PBL memperoleh nilai yang lebih tinggi pada post-test untuk materi aljabar dibandingkan menggunakan model konvensional. Karaduman (2013) menyimpulkan bahwa kelas yang menggunakan PBL membuat siswa bertanggungjawab terhadap belajarnya sendiri dan kontinu digunakan dalam kehidupan mereka, guru tidak menggunakan cara konvensional untuk menyampaikan pengetahuan sehingga pembelajaran lebih mudah untuk siswa. Fatade et al (2013) merekomendasikan PBL untuk diadopsi sebagai alternatif dari model pembelajaran tradisional dalam meningkatkan pembelajaran yang bermakna pada matematika kelas lanjut. Penelitian yang dilakukan oleh Padmavathy & Mareesh (2013) menyimpulkan findings of the study revealed that problem based learning had effect in teaching mathematics and improve students understanding, ability to use concepts in real life. Artinya bahwa belajar dengan PBL memiliki efek dalam pembelajaran matematika dan meningkatkan pemahaman siswa serta kemampuan untuk menggunakan konsep dalam kehidupan nyata. Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh Balim (2009) menyimpulkan bahwa discovery learning adalah salah satu model pembelajaran yang dapat meningkatkan 4

5 keaktifan dan kesuksesan siswa jika dibandingkan dengan model pembelajaran tradisional. Alex & Olubusuyi (2013) berpendapat penggunaan model pembelajaran discovery akan menghasilkan skor siswa yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan pembelajaran yang tidak menggunakan model pembelajaran discovery. Menurut Mahmoud (2014) discovery learning dapat mempercepat aktivitas siswa dan belajar untuk dirinya sendiri serta menerapkan dalam situasi yang baru. Rahayu (2014) menyimpulkan bahwa prestasi belajar siswa dengan model pembelajaran discovery learning lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran problem based learning. Penelitian yang dilakukan oleh Suriyah (2014) menyimpulkan bahwa Pembelajaran kooperatif STAD with guided discovery learning lebih baik dari pembelajaran STAD dan pembelajaran langsung, dan pembelajaran kooperatif STAD lebih baik dari pembelajaran langsung. Stolker (2007) menyatakan bahwa banyak peneliti setuju dengan aktivitas nyata pada latihan yang menggunakan saintifik. Dari beberapa penelitian tersebut diperoleh kesimpulan bahwa model pembelajaran PBL dan DL lebih baik dibandingkan dengan pembelajaran langsung. Selain itu pendekatan saintifik merupakan pendekatan yang baik untuk mengoptimalkan prestasi belajar. Hasil penelitian tersebut cukup menguatkan untuk dipadukan antara PBL dan DL dengan, kemudian diterapkan dalam pembelajaran matematika. Hal penting lain di samping pendekatan pembelajaran dan model pembelajaran adalah dukungan Adversity Quotient (AQ). AQ yang ditemukan oleh Stoltz (2001: 3), yaitu suatu kecerdasan atau kemampuan dalam merubah, atau mengolah sebuah permasalahan atau kesulitan dan menjadikannya sebuah tantangan yang harus diselesaikan agar tidak menghalangi cita-cita dan prestasi yang ingin diraih. Kemampuan menghadapi semua kesulitan tersebut sebagai suatu proses untuk mengembangkan diri, potensi, dan mencapai tujuan. Dalam proses belajar mengajar, siswa yang memiliki AQ climbers dimungkinkan memiliki prestasi belajar yang tinggi karena berjiwa pantang menyerah dan lebih mudah mengikuti pembelajaran. Siswa yang memiliki AQ quitters cenderung lebih sulit mengikuti pembelajaran karena berjiwa mudah menyerah. Penelitian yang dilakukan oleh Vankatesh et al (2014) menunjukkan bahwa AQ yang tinggi perpengaruh pada kinerja pegawai. Pada penelitian ini yang diukur adalah prestasi belajar matematika. Berdasarkan paparan tersebut penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik pada materi sistem persamaan linier dua variabel antara model pembelajaran PBL, model pembelajaran DL atau model 5

6 pembelajaran langsung, (2) Manakah yang memberikan prestasi belajar yang lebih baik, siswa yang termasuk dalam kelompok AQ climbers, AQ campers atau AQ quitters, (3) Pada masing-masing tingkat AQ, manakah yang memberikan prestasi belajar lebih baik pada materi sistem persamaan linier dua variabel antara model pembelajaran PBL, model pembelajaran DL atau model pembelajaran langsung, (4) Pada masing-masing model pembelajaran, manakah yang mempunyai prestasi belajar lebih baik pada materi sistem persamaan linier dua variabel, siswa dengan AQ climbers, AQ campers atau AQ quitters. METODE PENELITIAN Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu, dengan rancangan penelitian yang digunakan adalah rancangan faktorial 3 x 3. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII MTs Negeri di Kabupaten Madiun tahun pelajaran 2015/2016. Teknik pengambilan sampel menggunakan stratified cluster random sampling. Berdasarkan teknik sampling yang digunakan diperoleh bahwa sampel-sampel yang digunakan MTsN Sidorejo mewakili sekolah kategori tinggi, MTsN Kembang Sawit mewakili sekolah kategori sedang, dan MTsN Doho mewakili sekolah kategori rendah. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran dan AQ siswa, sedangkan variabel terikatnya adalah prestasi belajar matematika. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode angket, metode tes, dan metode dokumentasi. Metode angket dilakukan untuk memperoleh data AQ siswa dan metode tes digunakan untuk memperoleh data prestasi belajar matematika, sedangkan metode dokumentasi digunakan untuk memperoleh data sampel penelitian dan data kemampuan awal siswa. Data kemampuan awal diambil dari nilai UN SD/MI siswa. Data tersebut digunakan untuk uji prasyarat dilakukannya penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa angket AQ dan tes prestasi belajar matematika pada materi sistem persamaan linier dua variabel yang sebelumnya telah diuji validitas dan reliabilitas instrumennya. Sebelum penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan uji keseimbangan antara tiga kelompok populasi dengan uji anava satu jalan sel tak sama. Selanjutnya dilakukan pengujian hipotesis dengan menggunakan uji analisis variansi dua jalan sel tak sama. Pengujian berikutnya adalah uji lanjut pasca anava dengan menggunakan metode Scheffe yang meliputi uji komparasi ganda antar baris, uji komparasi ganda antar kolom dan uji komparasi ganda antar sel. 6

7 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil uji keseimbangan pada penelitian menggunakan uji analisis variansi satu jalan sel tak sama. Hasil uji keseimbangan tersebut terangkum dalam Tabel 1. Tabel 1. Rangkuman Analisis Variansi Satu Jalan Sel Tak Sama Sumber JK dk RK F obs F α Keputusan Model Pemb. 4, ,1429 0,6602 3,00 H 0 diterima Galat 808, , Total 812, Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat sebesar 0,6602 dan sebesar 3,00. Karena maka kemampuan awal yang sama (seimbang). diterima, sehingga disimpulkan bahwa populasi mempunyai Selanjutnya dilakukan uji hipotesis menggunakan anava dua jalan dengan sel tak sama. Hasil uji anava dua jalan sel tak sama ini terangkum dalam Tabel 2. Tabel 2. Rangkuman Analisis Variansi Dua Jalan Sel Tak Sama Sumber Data JK dk RK F obs F α Keputusan Model Pemb. (A) 2852, ,18 6,1805 3,00 H 0A ditolak AQ Siswa (B) 2803, ,92 6,0754 3,00 H 0B ditolak Interaksi (AB) 1916, ,08 2,0761 2,37 H 0AB tidak ditolak Galat (G) 56073, ,75 Total (T) 63645, Dari hasil perhitungan untuk H 0A, H 0B dan untuk H 0AB, sehingga diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1) terdapat perbedaan pengaruh model pembelajaran terhadap prestasi belajar matematika siswa, 2) terdapat perbedaan pengaruh AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa, dan 3) tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa. Karena kedua hipotesis ditolak, serta satu hipotesis tidak ditolak maka diperlukan uji lanjut pasca anava yakni uji komparasi ganda antar baris dan antar kolom dengan metode Scheffe. Sebelum dilakukan uji komparasi ganda antar baris, terlebih dahulu dihitung rerata marginalnya. Hasil perhitungan rerata tersebut disajikan dalam Tabel 3. Tabel 3. Rerata Marginal Prestasi Belajar Matematika Model Pembelajaran Kategori Adversity Quotient Rerata Climbers Campers Quitters Marginal PBL 76,74 64,30 67,13 69,39 DL 80,83 74,60 67,43 74,29 Langsung 66,18 66,15 65,45 65,93 Rerata Marginal 74,58 68,35 66,67 Tabel 3 digunakan untuk melihat rerata marginal dari masing-masing model pembelajaran dan kategori AQ siswa apabila dari perhitungan uji komparasi ganda berikut dinyatakan terdapat perbedaan yang signifikan. 7

8 Hasil uji ANAVA dua jalan sel tak sama menunjukkan ditolak, sehingga perlu dilakukan uji komparasi ganda antar baris. Rangkuman hasil uji rerata antar baris disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Baris H 0 F obs F α Keputusan Uji 5,2677 6,0659 Tidak Ditolak 13,5823 6,0659 Ditolak 2,0465 6,0659 Tidak Ditolak Berdasarkan Tabel 4 diketahui terdapat perbedaan prestasi belajar matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran DL dan pembelajaran langsung. Dengan memperhatikan rerata marginal pada Tabel 3, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran DL lebih baik daripada siswa yang diberi pembelajaran langsung. Ini sesuai dengan hipotesis yang menyatakan bahwa model pembelajaran DL menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran langsung. Hal ini disebabkan karena dalam model pembelajaran DL, guru lebih banyak memfasilitasi, merancang skenario masalah, memberikan clue-indikasi-indikasi tentang bacaan tambahan, arahan dan saran yang diperlukan saat siswa menjalankan proses. Ini menyebabkan siswa aktif dalam proses pembelajaran. Pembelajaran langsung membuat siswa cenderung pasif, tidak bertanya kepada teman atau guru jika terdapat kendala dalam memahami materi sehingga anak kurang mengerti materi yang disampaikan. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2015) yang menyatakan bahwa siswa yang dikenai model pembelajaran DL memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dikenai pembelajaran langsung. Temuan lain menunjukkan terdapat persamaan prestasi belajar matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran PBL dan model pembelajaran DL, sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran PBL sama baiknya dengan siswa yang diberi model pembelajaran DL. Ini berbeda dengan hipotesis yang menyatakan bahwa model pembelajaran DL menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada DL. Hal ini disebabkan karena sintaks pembelajarannya hampir sama serta semua anak dituntut aktif dalam kedua model pembelajaran tersebut sehingga tidak ada perbedaan prestasi belajar siswa yang mendapat model pembelajaran PBL dan siswa yang mendapat model pembelajaran DL. Selain itu, siswa belum terbiasa berdiskusi dalam kelompok, menyampaikan ide atau gagasan kepada teman serta menyampaikan hasil kelompok di dalam kelas. Pembelajaran matematika selama ini masih menggunakan pembelajaran langsung sehingga menyebabkan commit to sikap user aktif, kreatif, dan pemberani dalam 8

9 diri siswa kurang bisa dieksplore oleh guru. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Fadlilah (2015) yang menyatakan bahwa tidak ada perbedaan prestasi belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran PBL dan model pembelajaran DL. Hasil serupa terlihat persamaan prestasi belajar matematika antara siswa yang diberi model pembelajaran PBL dan pembelajaran langsung sehingga dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa yang diberi model pembelajaran PBL sama baiknya dengan siswa yang diberi pembelajaran langsung. Ini berbeda dengan hipotesis yang menyatakan bahwa model pembelajaran PBL menghasilkan prestasi belajar yang lebih baik daripada pembelajaran langsung. Pada model pembelajaran PBL, siswa masih bingung tentang apa yang dilakukan dalam kelompok, bagaimana menyelesaikan permasalahan dalam kelompok serta masih canggung dalam menyampaikan ide atau gagasan didalam kelompok. Begitu juga saat menyajikan hasil kelompoknya di depan kelas masih belum tahu cara penyampaian hasil diskusi didalam kelas. Selain itu, belum pernah dilakukan presentasi pada mata pelajaran matematika sehingga membuat anak belum bisa melaksanakan tugas dalam proses pembelajaran secara optimal. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rahayu (2014) menyatakan bahwa prestasi belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran PBL memiliki hasil yang sama dengan pembelajaran langsung. Hasil uji ANAVA dua jalan sel tak sama menunjukkan ditolak, sehingga perlu dilakukan uji komparasi ganda antar kolom. Rangkuman hasil uji rerata antar kolom disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rangkuman Komparasi Ganda Antar Kolom H 0 F obs F α Keputusan Uji 5,6714 6,0659 Tidak Ditolak 1,3942 6,0659 Tidak Ditolak 11,8163 6,0659 Ditolak Berdasarkan Tabel 5 diketahui terdapat perbedaan prestasi belajar matematika siswa dengan AQ climbers dan AQ quitters. Dengan memperhatikan rerata marginal pada Tabel 3, dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar matematika siswa dengan AQ climbers lebih baik daripada siswa dengan AQ quitters. Hal ini dikarenakan siswa dengan tingkat AQ climbers mampu mengatasi permasalahan pembelajaran dengan mendiskusikan/ menanyakan masalah tersebut kepada guru maupun siswa lain sehingga diperoleh solusinya dan memperoleh lebih banyak ide, gagasan dan informasi baik dari guru maupun teman sebayanya. Hasil tersebut sesuai commit dengan to penelitian user yang dilakukan Ayuwanti (2015) 9

10 juga menyebutkan bahwa prestasi belajar matematika peserta didik dengan AQ climbers lebih baik daripada peserta didik dengan AQ quitters. Temuan lain menunjukkan bahwa terdapat persamaan prestasi belajar matematika siswa dengan AQ climbers dan AQ quitters. Hal ini berbeda dengan hipotesis yang menyatakan bahwa siswa yang termasuk tipe climbers mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa termasuk tipe campers. Faktor-faktor yang menyebabkan siswa memiliki prestasi belajar yang sama pada AQ climbers dan campers yaitu dalam pengisian angket siswa cenderung asal-asalan karena angket tersebut tidak dinilai dan masuk dalam nilai rapot. Alasan lain adalah siswa cenderung memilih pilihan yang baik-baik saja. Beberapa faktor tersebut menyebabkan hipotesis penelitian tidak sesuai harapan. Hal serupa juga diketahui bahwa terdapat persamaan prestasi belajar matematika siswa dengan AQ campers dan AQ quitters. Hasil tersebut berbeda dengan hipotesis yang menyatakan bahwa siswa yang termasuk tipe campers mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa termasuk tipe quitters. Faktor-faktor yang menyebabkan siswa memiliki prestasi belajar yang sama pada AQ climbers dan quitters yaitu dalam pengisian angket siswa cenderung tidak fokus karena angket tersebut tidak dinilai dan masuk dalam nilai rapot. Alasan lain adalah siswa cenderung memilih pilihan yang baik saja. Beberapa faktor tersebut mengakibatkan hipotesis penelitian tidak ditolak. Hasil tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Azizah (2013) yang menyatakan bahwa siswa dengan tipe climbers memiliki prestasi belajar yang sama dengan campers, siswa dengan tipe campers memiliki prestasi belajar yang sama dengan quitters, siswa dengan tipe climbers memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan quitters. Hasil uji ANAVA dua jalan sel tak sama menunjukkan tidak ditolak. Hal ini berarti tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi sistem persamaan linier dua variabel sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut pasca anava antar sel pada kolom yang sama. Kesimpulan perbandingan rerata antar sel didasarkan hasil pada uji komparasi ganda antar kolom. Berdasarkan hasil pada uji komparasi ganda antar kolom, siswa yang mendapat model pembelajaran PBL mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang mendapat model pembelajaran DL, siswa yang mendapat model pembelajaran DL mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran langsung, serta siswa yang mendapat model pembelajaran PBL mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran langsung. Karena 10

11 tidak terdapat interaksi, maka kesimpulan tersebut juga berlaku pada masing-masing tingkat AQ siswa. Kaitan yang diperoleh dari hipotesis ketiga ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa pada tingkat AQ climbers, model pembelajaran DL memberikan prestasi belajar yang lebih baik pada materi sistem persamaan linier dua variabel dibanding model PBL dan pembelajaran langsung. Pembelajaran PBL memberikan prestasi belajar yang lebih baik pada materi sistem persamaan linier dua variabel dibanding model pembelajaran langsung. Pada tingkat AQ campers, model pembelajaran DL memberikan prestasi belajar yang sama baiknya dengan model PBL pada materi sistem persamaan linier dua variabel tetapi memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan model pembelajaran langsung. Pada tingkat AQ quitters, model pembelajaran DL, model PBL dan model pembelajaran langsung diperoleh hasil yang sama. Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan tingkat AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa dikarenakan kurangnya konsentrasi siswa dalam mengikuti materi pada proses pembelajaran serta adanya variabel bebas yang lain yang karena keterbatasan peneliti tidak termasuk dalam penelitian ini, misalnya latar belakang siswa di lingkungan, gaya belajar siswa, motivasi belajar siswa baik ketika belajar di rumah maupun di sekolah, serta faktor-faktor lainnya. Hasil uji ANAVA dua jalan sel tak sama menunjukkan ditolak. Hal ini berarti tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dengan tingkat AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa pada materi sistem persamaan linier dua variabel sehingga tidak perlu dilakukan uji lanjut pasca anava antar sel pada baris yang sama. Kesimpulan perbandingan rerata antar sel didasarkan hasil pada uji komparasi ganda antar baris. Berdasarkan hasil pada uji komparasi ganda antar baris, siswa dengan AQ climbers memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan AQ campers. Siswa dengan AQ campers memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan AQ quitters. Prestasi belajar siswa dengan AQ climbers lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan AQ quitters. Karena tidak terdapat interaksi, maka kesimpulan tersebut juga berlaku pada tiap-tiap model pembelajaran. Kaitan yang diperoleh dari hipotesis ketiga ini tidak sesuai dengan hipotesis penelitian yang menyatakan bahwa pada model pembelajaran DL, model pembelajaran 11

12 PBL dan model pembelajaran langsung, siswa dengan tingkat AQ climbers memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding siswa dengan AQ campers dan quitters, tetapi siswa dengan AQ campers sama baiknya dibanding siswa dengan AQ quitters. Sama dengan hipotesis ketiga, tidak adanya interaksi antara model pembelajaran dan tingkat AQ siswa terhadap prestasi belajar matematika siswa disebabkan adanya variabel bebas lain yang berpengaruh karena keterbatasan penelitian tidak terkontrol dalam penelitian ini. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan sebagai berikut. 1) Siswa yang mendapat model pembelajaran PBL mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang mendapat model pembelajaran DL, siswa yang mendapat model pembelajaran DL mempunyai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang mendapat pembelajaran langsung, serta siswa yang mendapat model pembelajaran PBL mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran langsung. 2) Siswa dengan AQ climbers memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan AQ campers. Siswa dengan AQ campers memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan AQ quitters. Siswa dengan AQ climbers memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan AQ quitters. 3) Pada masing masing tingkat AQ menunjukkan bahwa siswa yang mendapat model pembelajaran PBL mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang mendapat model pembelajaran DL, siswa yang mendapat model pembelajaran DL mempunyai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang mendapat pembelajaran langsung, serta siswa yang mendapat model pembelajaran PBL mempunyai prestasi belajar yang sama dengan siswa yang mendapat pembelajaran langsung. 4) Pada tiap-tiap jenis model pembelajaran menunjukkan bahwa siswa dengan AQ climbers memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan AQ campers. Siswa dengan AQ campers memiliki prestasi belajar yang sama dengan siswa dengan AQ quitters. Prestasi belajar siswa dengan AQ climbers lebih baik dibandingkan dengan siswa dengan AQ quitters. Saran terkait hasil penelitian tersebut adalah guru hendaknya selalu memperluas wawasannya mengenai model pembelajaran, seperti model pembelajaran PBL dan DL untuk diterapkan dalam penerapan proses pembelajaran. Guru juga sebaiknya juga memperhatikan tingkat Adversity Quotient yang dimiliki siswa agar proses pembelajaran dapat berlangsung dengan baik dan menghasilkan prestasi belajar yang maksimal. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat meneruskan commit atau to user mengembangkan penelitian ini dengan 12

13 variabel/ model lain yang lebih inovatif, sehingga dapat meningkatkan kualitas pembelajaran khususnya dan pendidikan pada umumnya. 13

14 DAFTAR PUSTAKA Ajai, T.J., Imoko, I.B,. & O kwu, I.E. (2013). Comparison of the Learning Effectiveness of Problem Based Learning (PBL) and Conventional Method of Teaching Algebra. Journal of Education and Practice. 4(1), Akinoglu, O., & Tandogan, O.R. (2007). The Effects of Problem-Based Active Learning in Science Education on Students Academic Achievement, Attitude and Concept Learning. Eurasia Journal of Mathematics, Science & Technology Education. 3 (1), Alex, M.A., & Olubusuyi, M.F. (2013). Guided-Discovery Learning Strategy and Senior School Students Performance In Mathematics In Ejigbo, Nigeria. Journal of Education and Practice. 4(12), Ayuwanti, I. (2015). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dan Group Investigation (GI) pada Materi Segitiga dan Segiempat Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) SMP Negeri Se-Kabupaten Tulang Bawang Barat Tahun Pelajaran 2014/2015. Tesis. UNS Surakarta. (Unpublished). Azizah, E.N. (2013). Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan Pendekatan Open-Ended pada Pembelajaran Matematika Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Siswa SMA Negeri di Kota Mataram. Tesis. UNS Surakarta. (Unpublished). Balim, G.A. (2009). The Effects of Discovery Learning on Students Success and Inquiry Learning Skills. Eurasian Journal of Educational Research. 35(1), BBC Indonesia. (2015, 13 Mei). Asia Peringkat Tertinggi Sekolah Global, Indonesia Nomor 69. Diperoleh 6 Juni 2015, dari erbaik Fadlilah, U. (2015). Eksperimentasi Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dan Discovery Learning (DL) dengan Pendekatan Saintifik pada Materi Segiempat Ditinjau dari Kecemasan Belajar Matematika Siswa SMP Negeri Kelas VII di Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2014/2015. Tesis. UNS Surakarta. (Unpublished). Fatade, O.A., Mogari, D., & Arigbabu, A.A. (2013). Effect of Problem-Based Learning on Senior Secondary School Students Achievements in Further Mathematics. Acta Didantica Napocensia. 6(3), Hamdani. (2011). Strategi Belajar Mengajar. Bandung: CV Pustaka Setia. Hosnan, M. (2014). Pendekatan Saintifik dan Kontekstual dalam Pembelajaran Abad 21. Bogor: PT. Ghalia Indonesia. 14

15 Karaduman, B.G. (2013). The Relationship Between Prospective Primary Mathematics Teachers Attitudes Towards Problem-Based Learning and Their Studying Tendencies. International Journal on New Trends in Education and Their Implications. 4(4), Mahmoud, A.K.A. (2014). The Effect of Using Discovery Learning Strategy in Teaching Grammatical Rules to First Year General Secondary Student on Developing Their Achievement and Metacognitive Skills. International Journal of Innovation and Scientific Research. 5(2), Padmavathy, D.R., & Mareesh, K. (2013). Effectiveness of Problem Based Learning In Mathematics. International Multidiciplinary E-Journal. 2(1), Prasetyo, S. (2015). Eksperimentasi Model Pembelajaran Discovery Learning (DL) dan Problem Based Learning (PBL) Pada Materi Bangun Ruang Ditinjau Dari Kemandirian Belajar Siswa Kelas VIII SMP Negeri Se-Kabupaten Banyumas Tahun Pelajaran 2014/2015. Tesis. UNS Surakarta. (Unpublished). Rahayu, P. (2014). Eksperimentasi Model Problem Based Learning dan Discovery Learning pada Materi Perbandingan dan Skala Ditinjau dari Sikap Peserta Didik Terhadap Matematika Kelas VII SMP Kabepaten Klaten Tahun Pelajaran 2013/2014. Tesis. UNS Surakarta. (Unpublished). Stolker, M. J.J.C. (2007). Legal Journals: in Pursuit of a More Scientific Approach. European Journal of Legal Education. 2(2), Stoltz, G.P. (2001). Adversity Quotient Turning Obstacles into Opportunities. Northbrook: Corvision Media. Suriyah, P. (2014). Eksperimentasi Model Kooperatif Students Tims Achievements Division (STAD) with Guided Discovery Learning pada Pembelajaran Matematika Materi Pokok Lingkaran Ditinjau dari Adversity Quotient (AQ) Siswa Sekolah Menengan Pertama (SMP) Negeri di Kabupaten Bojonegoro Tahun 2013/2014. Tesis. UNS Surakarta. (Unpublished). Vankatesh, J., Shivaranjani, G., Thenmozhi, S., Balasubramanie, P., & Gandhi, M.S. (2014). The modern Drift: Significance of Adversity Quotient and Challenges Faced by the Indian Banking Sector. International Research Journal of Social Science & Management. 2(8), Wardoyo, M.S. (2013). Pembelajaran Konstruktivisme, Teori dan Aplikasi Pembelajaran Kreatif. Bandung: Alfabeta. 15