REFORMA AGRARIA, KEBIJAKAN SETENGAH HATI. Refleksi Perjalanan Reforma Agraria Tahun 2010

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "REFORMA AGRARIA, KEBIJAKAN SETENGAH HATI. Refleksi Perjalanan Reforma Agraria Tahun 2010"

Transkripsi

1 POLICY PAPER BINA DESA #REFORMA AGRARIA REFORMA AGRARIA, KEBIJAKAN SETENGAH HATI Refleksi Perjalanan Reforma Agraria Tahun 2010 Pada hari Kamis, 21 Oktober 2010, bertempat di Istana Bogor, di tengah para perwakilan petani, pejabat BPN dan pemerintah, LSM dan media massa, dalam pidatonya tiba-tiba SBY terdiam dan meneteskan air mata, saya sangat terharu saat tadi menyaksikan tayangan land reform, kata Presiden sambil menyeka air mata. Peristiwa tersebut terjadi setelah Presiden menyerahkan sertifikat tanah kepada 10 orang perwakilan petani dalam acara yang diselenggarakan BPN Pusat dalam rangka memperingati setengah abad (50 tahun) lahirnya UUPA Tidak biasanya peringatan hari kelahiran UUPA 1960 tahun ini (2010) direspon banyak kalangan, tidak hanya dari organisasi tani dan aktivis reforma agraria, tapi juga para politisi dan partai-partai politik yang sebelumnya enggan berbicara tentang reforma agraria atau land reform. Meskipun dalam acara terpisah, Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum pada saat membuka seminar dengan tema Mewujudkan Indonesia Berdaulat Pangan, yang digelar Partai Demokrat di gedung Parlemen pada tanggal 13 Oktober 2010, menyatakan bahwa kenyataannya sampai saat ini kesejahteraan petani tetap lamban bila dibandingkan dengan sektor modern atau yang jadi TKI dan pegawai pemerintah. Harus ada terobosan baru untuk meningkatkan kesejahteraan petani, perubahan tidak hanya bersifat kultural tapi juga struktural. Karena itu program reforma agraria harus didorong akseleratif. Menurutnya persoalan keadilan penguasaan lahan merupakan pekerjaan struktural. Tidak bisa diselesaikan sendiri oleh Kementrian Pertanian, tapi juga oleh Badan Pertanahan (BPN), Kehutanan dan Permodalan. Bicara land reform bukan isu komunisme, tapi isu kesejahteraan petani. Cukup menarik untuk diamati bahwa kedua tokoh di atas adalah orang-orang yang sekarang ini memiliki kekuasaan cukup besar dalam membuat kebijakan negara dan mengubah keadaan. SBY adalah Presiden dan sekaligus Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat, Anas Urbaningrum adalah Ketua Umum Partai Demokrat yang memiliki kursi terbesar di parlemen. Kedua tokoh tersebut telah menyuarakan isu yang sama yakni keharusan melaksanakan Reforma Agraria. Artinya bila 1

2 dilihat dari kaca mata politik di atas kertas hampir tidak ada lagi rintangan yang berarti dalam merealisasikan reforma agraria yang telah lama tertunda di Indonesia. Hambatan phisikologis politik yang berupa stigma reforma agraria atau land reform adalah produk komunisme telah dibantah sendiri oleh Partai Demokrat sebagai partai berkuasa di Indonesia. Namun kenyataannya mengapa pelaksanaan reforma agraria yang diamanatkan oleh UUPA 1960 terasa lambat dan tidak pernah ada wujud kongkritnya?. Selama 50 tahun sejak UUPA 1960 diundangkan hampir tidak ada lagi produk hukum yang berarti untuk mempertegas realisasi citacita dan tujuan UUPA 1960, yang terjadi sebaliknya subtansi UUPA 1960 secara bertahap dipangkas dan dimarginalisasi oleh berbagai undang-undang sektoral, seperti UU PMA, UU Kehutanan, UU Pertambangan, UU Perkebunan dan UU lainnya yang bersentuhan secara langsung dan tidak langsung dengan agraria. Di tengah ketidakpastian kebijakan reforma agraria, menurut Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Joyowinoto, pemerintah melalui Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) saat ini sudah meredistribusi tanah kepada petani seluas hektar. Program ini serentak berlangsung di 389 desa di 21 Propinsi. Tanah yang didistribusikan kepada petani adalah tanah negara termasuk HGU yang ditelantarkan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan. BPN memiliki target meredistribusi tanah untuk petani sebanyak 6 juta hektar sampai tahun BPN memiliki skenario, bila target redistribusi tersebut tercapai maka rata-rata kepemilikan lahan pertanian di Indonesia akan naik dari 0,87 hektar menjadi 1,11 hektar. Obyek lahan tersebut akan diambil dari sisa lahan obyek landreform tahun 1961, tanah kehutanan yang dikonversi, dan tanah yang ditelantarkan oleh pemegang HGU. Saat ini diperkirakan ada sekitar 7,3 juta hektar tanah yang ditelantarkan oleh perusahaan besar. Tanah-tanah tersebut yang kini sedang didata kembali untuk dijadikan obyek reforma agraria. Redistribusi lahan tersebut diharapkan dapat mempersempit ketimpangan penguasaan dan pemilikan lahan yang sudah lama terjadi di Indonesia sejak masa feodalisme, kolonialisme hingga kemerdekaan. Joyo Winoto juga menjelaskan, saat ini diperkirakan ada 6,2 persen penduduk Indonesia yang menguasai asset 56 persen dari asset nasional. Dari sejumlah itu sekitar persen asset tersebut berupa tanah. Rekonsentrasi tanah pada sekelompok kecil orang inilah yang mengakibatkan ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang berujung pada konflik pertanahan. Menurut catatan BPN sekarang ini ada konflik pertanahan yang belum terselesaikan. Terlepas dari rencana pemerintah akan meredistribusi lahan 6 juta hektar untuk petani tak bertanah dan petani gurem, namun kenyataannya realitas politik yang sedang berlangsung belum 2

3 memiliki tanda-tanda keseriusan pelaksanaan reforma agraria secara konsisten walaupun Presiden dan partai berkuasa di parlemen telah menyatakan pentingnya pelaksanaan reforma agraria secara menyeluruh (baca: struktural). Sejak awal isu dan permasalahan agraria memang cukup kompleks, berbagai kekuatan ekonomi dan politik baik di dalam negeri maupun internasional sangat berkepentingan mengintervensi berbagai kebijakan agraria. Karena itu penting untuk melihat dan menganalisis dinamika politik agraria di Indonesia secara keseluruhan. Tidak hanya sekedar menduga-duga pernyataan Presiden, Menteri atau partai politik yang seolah-olah mendukung reforma agraria, padahal masih perlu dipertanyakan. Fenomena ini bisa dilihat dari kecenderungan kekuatan ekonomi-politik yang sedang berlangsung. Sebenarnya pemerintah dalam mensikapi keberadaan UUPA 1960 bersifat mendua, di satu sisi ingin menciptakan program-program populis melalui implementasi PPAN, namun di sisi lain tetap ingin mengakomodir kepentingan investor di sektor agribisnis, pertambangan dan properti. Sikap ini tercermin dalam pengajuan RUU Pertanahan yang menekankan pentingnya meningkatkan kesejahteraan petani melalui program redistribusi tanah dan RUU Pengadaan Lahan yang lebih berkiblat ke pengusaha besar. Dipilihnya dan digantinya istilah agraria menjadi pertanahan dalam RUU juga menimbulkan pertanyaan dan memiliki arti serta cakupan yang jauh berbeda. Pengertian agraria meliputi tanah, segala obyek yang ada di dalam tanah, permukaan tanah dan ruang di atas tanah. Agraria sebagaimana yang termaktub dalam UUPA 1960 yang merujuk pada UUD 1945 Pasal 33 adalah mencakup segala obyek yang berkaitan dengan kekayaan sumberdaya alam. Dengan hanya mengeluarkan RUU Pertanahan berarti memperkuat sektoralisme yang selama ini menjadi sumber permasalahan dalam seluruh konflik agraria. Adanya RUU Pertanahan juga berarti mengakui pemisahan dan pembagian wilayah obyek agraria beradasarkan kepentingan lembaga masingmasing. Menurut Prof. Maria SW Sumarjono, Guru Besar Fakultas Hukum UGM, sejatinya UUPA 1960 dimaksudkan untuk semua obyek sumber daya alam, tidak hanya tanah pertanian. Namun karena selama 12 tahun proses penyusunannya diwarnai ketidakstabilan politik dan ketegangan konflik sosial di masyarakat serta adanya kebutuhan mendesak pemerintah RI yang baru berdiri untuk merombak dan menata ulang struktur sosial-ekonomi sebagai warisan kolonialisme, maka dapat dipahami di luar 10 pasal yang memuat dasar dan ketentuan pokok, hampir 80 persen UUPA 1960 mengatur tentang pertanahan. Kekuranglengkapan UUPA sebenarnya akan disempurnakan pada tahun-tahun berikutnya. Dengan adanya perubahan politik pada tahun maka berakhirlah semua program land reform yang baru dimulai pada awal tahun 1960-an. Bergantinya rezim dan ideologi yang 3

4 menyertainya maka berganti juga perspektif dan strategi pembangunan sosial-ekonomi. UUPA merupakan korban pertama dari serangkaian tragedi produk hukum di Indonesia pasca Sepanjang tahun 1970-an, pemerintahan Orde Baru justru menerbitkan UU sektoral seperti, kehutanan, perkebunan dan pertambangan. UU sektoral tersebut masing-masing mengambil rujukan UUD 1945 Pasal 33 (ayat 3) tanpa merujuk pada UUPA. Akibatnya sejak saat itu banyak UU dan peraturan pemerintah bertabrakan dan berseberangan dengan UUPA. Walaupun semua UU sektoral merujuk kepada UUPA 1960 sebagai dasar pertimbangan pembentukan undang-undang, namun mereka melupakan filosofi dan latar belakang politik hukum UUPA 1960 yang menjadi dasar pembentukannya. Kelahiran UUPA 1960 jelas menjadi alas payung hukum untuk merombak dan menata ulang paradigma pembangunan sosial-ekonomi rakyat dan bangsa Indonesia yang selama 300 tahun mewarisi sistem ekonomi kolonial. Sistem ekonomi kolonial yang menganut ideologi liberalisme ekonomi dan menciptakan ketimpangan serta kemiskinan di pedesaan menjadi alasan utama mengapa UUPA 1960 dilahirkan. Dengan UUPA 1960 diharapkan menyediakan landasan yang kokoh untuk pembangunan ekonomi nasional yang adil, berdaulat dan mensejahterakan rakyat Indonesia. Cita-cita politik hukum ini yang banyak dilupakan oleh para pembuat undang-undang. Pembuatan undang-undang selama ini seolah-olah tidak berkaitan dengan sistem dan arah ekonomi yang ingin dibangun. Di kalangan elit politik sikap dan pandangan tentang UUPA 1960 semakin tidak jelas keberpihakannya. Tidak lama setelah Partai Demokrat melalui Ketua Umumnya Anas Urbaningrum berbicara tentang landreform, Komisi II DPR mulai membahas RUU Pengadaan Lahan. Padahal BPN juga mengajukan RUU Pertanahan yang lebih bermuatan populis, namun tampaknya DPR lebih bersemangat membahas RUU Pengadaan Lahan dibandingkan RUU Pertanahan. RUU Pengadaan Lahan ini diajukan karena pemerintah merasa kesulitan dalam melaksanakan pembangunan infrastruktur dan menarik investor untuk terlibat dalam proyek-proyek tersebut. Setidaknya ada 28 proyek jalan tol yang tertunda karena ketidakjelasan status lahan yang akan digunakan. Keberadaan UU Pengadaan Lahan diharapkan dapat mendukung konsep kerjasama antara Pemerintah-Swasta (KPS) atau Public-Privat Partnership (PPP). Bahkan Sekretariat Gabungan Koalisi Pemerintahan (Setgap) yakni koalisi partai-partai politik di parlemen yang mendukung pemerintahan SBY-Boediono dalam rapatnya pada tanggal 21 September 2010 juga mendesakan RUU Pengadaan Lahan untuk percepatan pembangunan infrastruktur. Dalam bulan Mei 2010, para pengusaha properti bersuara dan mendesak pemerintah melalui acara talk show yang bertema Potensi Investor Asing di Indonesia, Peluang dan Tantangan, salah seorang nara sumber Enggarsito yang merupakan anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar 4

5 menyatakan, harus ada kejelasan dan ketegasan sikap pemerintah mengenai kesediaannya mengakomodir usulan pemangku kepentingan dari pengusaha properti untuk merevisi UUPA Menurut anggota Komisi I DPR ini telah terjadi pertentangan antara UUPA dengan UU No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Payung hukum yang dibuat 50 tahun lalu tersebut menurutnya berseberangan dengan keinginan pemerintah untuk menarik investasi asing dalam pengembangan industri nasional. Semangat UUPA menghambat masuknya modal asing karena produk hukum tersebut dibuat pada era nasionalisasi, jelasnya lagi. Jadi, hampir semua pihak berkepentingan untuk merevisi UUPA 1960 walaupun latar belakang ideologi dan tujuannya berbeda-beda. Kalangan Ornop dan organisasi tani memandang UUPA 1960 masih belum lengkap karena belum mencakup obyek lainnya, seperti kehutanan, perairan dan perlindungan tanah adat. Sementara, para pengusaha dan sebagian politisi di DPR menganggap UUPA 1960 sebagai rintangan bagi kebijakan pasar bebas dan investasi asing. Kecenderungan pemerintah yang ingin mengakomodir semua pemangku kepentingan dari mulai rakyat tani hingga investor asing sedikit banyaknya akan menimbulkan permasalahan baru karena akan terjadi tumpang tindih bukan saja di bidang regulasi tapi juga menyimpan kerawanan konflik dalam klaim pemilikan tanah. Contohnya, Belum lama ini Pemerintah Indonesia telah menandatangani MoU kerjasama perdagangan bersama pemerintah Australia Bagian Utara untuk pengembangan agrobisnis di Papua. Hasil produk agribisnis tersebut seperti, sayuran, buahbuahan, beras, jagung, dan lain-lain akan dipasok ke Freeport sebagai perusahaan nasional yang memegang peranan penting perputaran roda perekonomian Papua. Rencana kerjasama investasi lain yang menimbulkan gelisahan dan penolakan dari rakyat Papua sendiri adalah proyek Merauke Integrated Food and Energy Estate (MIFEE). Proyek ini telah dicanangkan secara resmi oleh Bupati Merauke, John Gluba Gebze pada perayaan HUT kota Merauke ke 108 tanggal 12 Februari MIFEE merupakan pengembangan produksi pangan yang dilakukan secara terintegrasi mencakup pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan. Pemerintah melibatkan 32 investor yang bergerak di bidang perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan darat, peternakan, konstruksi, dan industri pengolahan kayu. Di antara investor tersebut adalah Medco, PT Bangun Tjipta Sarana, Artha Graha, Come-Xindo Internasional, Digul Agro Lestari, Buana Agro Tama, Wolo Agro Makmur, dan investor asal Arab Saudi dari Binladen Group yang akan taruh modal sebesar 4,37 miliar US dollar. Bahkan dikabarkan Raja Arab Saudi Abdullah bin Abdul Azis akan berkunjung untuk melihat proyek MIFEE. Para investor tersebut diajak untuk mengelola lahan seluas ha yang berdasarkan rekomendasi Badan Penataan Ruang Nasional (BKPRN) layak dikembangkan menjadi kawasan pertanian pangan dan bahan bakar hayati dalam skala luas. 5

6 Skenario kebijakan politik agraria yang dijalankan pemerintahan SBY-Boediono merupakan ciri model politik agraria di negara-negara yang menganut rezim liberal demokratik. Pelaksanaan reforma agraria dalam bentuk redistribusi tanah pertanian terbatas kepada petani adalah bagian dari keseimbangan pasar politik yang perlu dilakukan agar tidak memicu pergolakan agraria yang lebih besar. Pelaksanaan reforma agraria secara progresif dan menyeluruh tidak bisa pernah terjadi dalam kepemimpinan politik rezim liberal demokratik. Sistem dan fondasi ekonomi nasional tetap bertumpu pada pasar bebas dan bergantung pada modal asing, bukan pada basis transformasi agraria sebagai landasan pembangunan industri nasional. Rezim liberal demokratik sesungguhnya tidak berkepentingan dengan perombakan dan transformasi ketimpangan agraria sebagai jalan terbaik menata ulang sistem sosial-ekonomi untuk menuju keadilan dan kesejahteraan rakyat. Kesuksesan pelaksanaan reforma agraria di negara-negara berhaluan sosialis, sosialis-demokratik atau populis tidak bisa ditiru ulang di negara-negara yang menganut liberal-demokratik. Filipina dan Indonesia adalah tipe negara yang mencoba menjalani reforma agraria dalam kerangka neoliberalisme. Di satu sisi rakyat diberi program redistribusi terbatas namun di sisi lain sistem ekonomi secara makro dibuka untuk pasar bebas dan investasi asing tanpa batas baik di sektor agraria maupun industri turunannya. Dari segi waktu pelaksanaan, rezim liberal demokratik cenderung menjalankan program reforma agraria secara bertahap dan jangka waktu yang lama atau cenderung mengulur waktu. Padahal ciri utama pelaksanaan reforma agraria yang benar adalah waktunya yang singkat dan cepat serta berdampak luas. Karena itu faktor kesuksesan reforma agraria adalah menjadi bagian tak terpisahkan dari kepemimpinan politik yang kuat dan memiliki komitmen serta keberanian menghadapi rintangan struktural. Sebagaimana telah dijelaskan di awal, kemajuan pelaksanaan reforma agraria tidak bisa hanya dilihat dari kacamata produk hukum, tapi harus dilihat secara keseluruhan kecenderungan atau pendulum kekuatan-kekuatan ekonomi-politik yang sedang berlangsung. Terlalu sederhana bila dinyatakan RUU Pertanahan merupakan sinyal baik dari pemerintah untuk menjalankan komitmennya dalam menciptakan politik agraria yang lebih adil dan berpihak kepada rakyat. TAP MPR No. IX Tahun 2001 tentang Pembaharuan Agraria adalah contoh produk legislasi yang sampai sekarang tidak berdampak luas terhadap keadilan agraria bagi petani. Sementara itu, kekuatan petani dan aktivis reforma agraria sepanjang tahun 2010 hampir belum memperlihatkan kemajuan berarti baik dari segi skala gerakan maupun posisi tawar yang dapat diperhitungkan oleh pemerintah, legislatif maupun partai-partai politik. Gerakan massif yang disuarakan organisasi petani cenderung melemah di tengah memperingati 50 tahun UUPA. Gerakan reforma agraria terpecah ke dalam berbagai faksi dan pendekatan strategi. Tidak terlihat 6

7 lagi aksi besar puluhan ribu petani di jalan-jalan pada setiap 24 September. Sebagian besar gerakan lebih berfokus pada mengupayakan produk legislasi reforma agraria yang menguntungkan petani. Sebagiannya ada juga yang mendukung langkah-langkah BPN dalam menjalankan PPAN. Berbagai konflik masih tetap terjadi antara petani versus perkebunan atau pertambangan di daerah. Kekerasan terhadap petani juga tidak berkurang. Semua ketegangan dan konflik tersebut tidak banyak terekspos secara luas di publik. Berita kekerasan petani tertutup dengan pemberitaanpemberitaan program redistribusi dan sertifikasi tanah oleh pemerintah, termasuk oleh Presiden SBY sendiri. Agenda gerakan reforma agraria akhir-akhir ini terutama periode 2010 nampak berjalan tanpa arah, hanya mengulangi seruan-seruan dan aksi-aksi yang sama seperti tahun-tahun sebelumnya. Isu mengenai lembaga penyelesaian konflik agraria yang telah digagas tujuh tahun lalu masih terus diulangi hingga sekarang. Bahkan belum jelas lembaga ini mau ditempatkan dimana dan instansi mana yang beratanggung jawab. Bila dulu digagas oleh Komnas HAM dan diusulkan ke Presiden Megawati menjadi Komisi Nasional Penyelesaian Konflik Agraria (KNUPKA) tapi ditolak dengan alasan sudah terlalu banyak komisi nasional. Sekarang isu tersebut lebih tidak jelas lagi keberadaannya, hanya menjadi konsumsi kalangan aktivis reforma agraria saja. Basis-basis konflik agraria yang pada periode an tersebar di berbagai daerah dan menjadi isu nasional, memasuki 2010 basis tersebut semakin mengecil. Bahkan cukup memprihatinkan di beberapa bekas wilayah konflik dimana petani secara defacto telah menguasai tanah, kini sebagian tanah tersebut telah beralih ke pihak luar. Di Jawa Barat saja banyak kasus seperti itu antara lain Cimacan, Tapos, Rancamaya, Cibabi, dan belum lagi di propinsi lainnya. Banyak tanah hasil reclaiming telah dijual dan digadaikan atau diserahkan kembali ke perusahaan dengan menerima ganti rugi yang tidak layak. Sebagian besar petani telah mengalami kelelahan dalam memperjuangkan hak-haknya. Dari aspek organisasi, banyak organisasi tani tidak berkembang secara luas dan menguat, yang besar menciut jadi kecil, di sisi lain muncul organisasi-organisasi tani lokal dan mulai berjuang seperti sepuluh tahun yang lalu. Belum lagi arogansi sesama organisasi tani yang belum cair sampai saat ini. Meskipun sudah ada upaya untuk saling bertemu dan bekerjasama membangun isu gerakan bersama, namun sekat-sekat pemisah tersebut masih belum terbuka dan menyatu. Dalam situasi seperti itu, pernyataan-pernyataan populis dari pemerintah, parlemen dan politisi untuk mendukung pelaksanaan reforma agraria meskipun hanya sekedar janji sudah membuat petani puas dan bersedia menunggu kebijakan tersebut datang. 7

8 Diskursus tentang orientasi dan ideologi gerakan reforma agraria sebenarnya sudah lama dimulai untuk mengatasi dan mencari solusi sikap pragmatisme gerakan petani pasca reclaiming, tapi sepanjang 2010 nampaknya belum ada serangkaian diskusi yang serius untuk merumuskan ulang ideologi dan route map gerakan reforma agraria termasuk pilihan jalan politik agraria yang akan ditempuh. Yang terjadi adalah pilihan-pilihan pragmatis yang dilakukan oleh para aktivis reforma agraria seperti masuk partai politik dan parlemen tanpa mempertimbangkan secara kritis tentang ideologi dan platform dari partai politik tersebut. Memasuki 2011, hambatan dan tantangan gerakan reforma agraria baik secara eksternal dan internal nampak semakin berat walaupun ruang politik kebijakan agraria makin terbuka luas. Persolan utama sebenarnya bukan berasal dari seberapa kuat cengkraman negara untuk membatasi gerakan reforma agraria, bahkan bila dilihat banyak gagasan-gagasan dari kalangan pakar dan aktivis reforma agraria sudah bisa diterima oleh pengambil kebijakan, seperti RUU Pertanahan yang isinya sudah mengakomodir tuntutan para pakar dan organisasi tani, walaupun RUU tersebut belum memasukan persepektif gender secara tegas yang tentu saja ini akan menjadi persoalan di kemudian hari. Namun justru persoalannya terletak di internal elemen-elemen gerakan reforma agraria sendiri yang nampak belum memiliki arah dan orientasi yang jelas. Sebagai contoh, menurut BPN ada 6 juta hektar tanah yang akan dibagikan kepada petani sebagai subyek landreform, bila setiap rumah tangga petani mendapat 2 hektar tanah berarti ada 3 juta rumah tangga petani yang harus dikonsolidasi dan diorganisir. Jumlah tersebut merupakan kekuatan baru bagi organisasi dan gerakan tani Indonesia di masa mendatang. Namun sayangnya peluang dan gagasan tersebut belum direspon secara baik oleh aktivis reforma agraria. Tetap saja yang akan memanfaatkan mereka adalah organisasi-organisasi tani yang sudah establish seperti HKTI dan juga partai-partai politik yang mengklaim bahwa mereka punya andil besar dalam menjalani program redistribusi tanah. Organisasi dan gerakan tani saat ini masih berkutat dengan jumlah anggota yang tidak bertambahtambah bahkan cenderung menurun. Ini juga menjadi pesoalan serius bagi gerakan petani dan reforma agraria di masa mendatang. Hal ini terlihat dengan semakin mengecilnya massa tani ketika aksi sehingga bagaimana mungkin bisa meningkatkan posisi tawar yang kuat di tingkat lokal dan nasional. Mungkin semua fenomena dan kecenderungan sebagaimana yang digambarkan di atas bisa menjadi bahan refleksi kita semua untuk memasuki tahun 2011.[] COPYRIGTH@BINA DESA, EDITOR BY; SABIQ CAREBESTH & SYAIFUL BAHARI 8

9 9

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional

BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL. A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional 24 BAB II PENGATURAN HUKUM PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL A. Latar Belakang Lahirnya Program Pembaharuan Agraria Nasional Setelah pergulatan selama 12 tahun, melalui prakarsa Menteri Pertanian Soenaryo,

Lebih terperinci

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara

[Opini] Maria SW Sumardjono Jum at, 23 September Menghadirkan Negara Menghadirkan Negara Agenda prioritas Nawacita yang kelima mengamanatkan negara untuk meningkatkan kesejahteraan dengan mendorong reforma agraria (landreform) dan program kepemilikan tanah 9 juta hektar.

Lebih terperinci

MERAUKE INTEGRATED FOOD AND ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua?

MERAUKE INTEGRATED FOOD AND ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua? POLICY PAPER BINA DESA #PEMBAHARUAN AGRARIA MERAUKE INTEGRATED FOOD AND ENERGY ESTATE (MIFEE) Berkah atau Bencana Bagi Rakyat Papua? Ramai-ramai Berinvestasi di Papua Provinsi Papua dan Papua Barat kini

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan

I. PENDAHULUAN. ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma agraria merupakan jawaban yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan dan ketahanan pangan, dan pembangunan pedesaan di berbagai belahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Sesuai penegasan Kepala BPN RI: Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) bukanlah sekedar proyek bagi-bagi tanah, melainkan suatu program terpadu untuk mewujudkan keadilan sosial dan

Lebih terperinci

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM

REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM BADAN PERTANAHAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA REFORMA AGRARIA DAN REFLEKSI HAM GUNAWAN SASMITA DIREKTUR LANDREFORM ALIANSI PETANI INDONESIA JAKARTA 10 DESEMBER 2007 LANDASAN FILOSOFI TANAH KARUNIA TUHAN

Lebih terperinci

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia

Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Road Map Pembaruan Agraria di Indonesia Agraria di Indonesia merupakan persoalan yang cukup pelik. Penyebabnya adalah karena pembaruan agraria lebih merupakan kesepakatan politik daripada kebenaran ilmiah,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun

BAB I PENDAHULUAN. ideologi kanan seperti : Jepang, Taiwan, Korea Selatan, Filipina dan Brazil, maupun BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Reforma Agraria merupakan penyelesaian yang muncul terhadap masalah ketimpangan struktur agraria, kemiskinan ketahanan pangan, dan pengembangan wilayah pedesaan di

Lebih terperinci

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN

ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN BIDANG PERTANAHAN TAHUN 2015-2019 DEPUTI MENTERI PPN/KEPALA BAPPENAS BIDANG PENGEMBANGAN REGIONAL DAN OTONOMI DAERAH Jakarta, 21 November 2013 Kerangka Paparan 1. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan

I. PENDAHULUAN. Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bangsa Indonesia saat ini masih menghadapi persoalan-persoalan struktural yang terwujud dalam bentuk tingginya tingkat pengangguran, tingginya tingkat kemiskinan, tingginya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung

I. PENDAHULUAN. Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah merupakan tempat di mana manusia berada dan hidup. Baik langsung maupun tidak manusia hidup dari tanah. Bahkan bagi mereka yang hidup bukan dari tanah pertanian,

Lebih terperinci

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan

Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan SEMINAR KOALISI PEREMPUAN INDONESIA (KPI) Perempuan dan Pembangunan Berkelanjutan 20 Januari 2016 Hotel Ambhara 1 INDONESIA SAAT INI Jumlah Penduduk Indonesia per 201 mencapai 253,60 juta jiwa, dimana

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Agenda pembaruan agraria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 TAP MPR Nomor IX/MPR/2001 salah satunya adalah melaksanakan penataan kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan

Lebih terperinci

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri)

TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria)

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU TENTANG PERTANAHAN KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,

Lebih terperinci

BAB VI LANGKAH KE DEPAN

BAB VI LANGKAH KE DEPAN BAB VI LANGKAH KE DEPAN Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion 343 344 Pembangunan Pertanian Berbasis Ekoregion LANGKAH LANGKAH KEDEPAN Seperti yang dibahas dalam buku ini, tatkala Indonesia memasuki

Lebih terperinci

Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan

Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan Perusakan Hutan Pandangan dan Sikap Dewan Kehutanan Nasional (DKN) Atas Rancangan Undang-Undang Pemberantasan Perusakan Hutan Laksanakan Penataan Kehutanan Menyeluruh, dan Batalkan Rencana Pengesahan RUU tentang Pemberantasan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria

II. TINJAUAN PUSTAKA Reforma Agraria 11 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Reforma Agraria Menurut Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat (TAP MPR) RI Nomor IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam, reforma agraria

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Krisis agraria menyebabkan terjadinya kelangkaan tanah, sedangkan kebutuhan tanah bagi manusia semakin besar. Kebutuhan tanah yang semakin besar ini sejalan dengan

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua,

Assalamu alaikum Warohmatullahi Wabarokatuh, Salam Sejahtera Untuk Kita Semua, KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR Disampaikan pada Kongres ke-4 Masyarakat Adat Nusantara (KMAN IV) Tobelo, Halmahera Utara, 19-25 April 2012 Assalamu alaikum Warohmatullahi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum. bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sarana dan prasarana untuk kepentingan umum yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat merupakan faktor penting yang harus diperhatikan pemerintah dalam rangka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan

I. PENDAHULUAN. Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sudah disadari bersama bahwa masalah agraria adalah masalah yang rumit dan peka, menyangkut berbagai aspek kehidupan. Hal ini terjadi dikarenakan masalah agraria sudah

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Omswastiastu (untuk Provinsi Bali)

Assalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Selamat pagi dan salam sejahtera bagi kita semua. Omswastiastu (untuk Provinsi Bali) MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL SAMBUTAN MENTERI AGRARIA DAN TATA RUANG/ KEPALA BADAN PERTANAHAN NASIONAL PADA UPACARA PERINGATAN HARI AGRARIA NASIONAL TAHUN 2017 Assalamu

Lebih terperinci

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA

PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA 26 PELAKSANAAN REFORMA AGRARIA DI KECAMATAN JASINGA Riwayat Status Tanah di Jasinga Program reforma agraria yang dilaksanakan oleh pemerintah, dalam hal ini yang berwenang adalah Badan Pertanahan Nasional

Lebih terperinci

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN

PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN PENATAAN RUANG DALAM PERSPEKTIF PERTANAHAN Oleh : Ir. Iwan Isa, M.Sc Direktur Penatagunaan Tanah Badan Pertanahan Nasional PENGANTAR Tanah merupakan karunia Tuhan Yang Maha Kuasa untuk kesejahteraan bangsa

Lebih terperinci

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria

Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Idham Arsyad Sekretaris Jendral Konsorsium Pembaruan Agraria Reforma Agraria, Jalankeluardarisejumlahpersoalanagrariayang mendasaryang menjadipangkaldarikemiskinanrakyat Indonesia, yang dilakukan dengan

Lebih terperinci

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN)

BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 83 BAB VII PERSEPSI MASYARAKAT LOKAL DI DESA PANGRADIN TERHADAP PROGRAM PEMBAHARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN) 7.1 Persepsi Masyarakat Umum Desa Pangradin Terhadap Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena

I. PENDAHULUAN. diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 42 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Gambaran Umum Desa Pangradin Desa Pangradin adalah salah satu dari sepuluh desa yang mendapatkan PPAN dari pemerintah pusat. Desa Pangradin memiliki luas 1.175 hektar

Lebih terperinci

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1

Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 S T U D I K A S U S Sistem Rekrutmen Anggota Legislatif dan Pemilihan di Indonesia 1 F R A N C I S I A S S E S E D A TIDAK ADA RINTANGAN HUKUM FORMAL YANG MENGHALANGI PEREMPUAN untuk ambil bagian dalam

Lebih terperinci

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS

BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS 85 BAB VI PROGRAM PEMBARUAN AGRARIA NASIONAL (PPAN): LANDASAN HUKUM, KONSEPSI IDEAL DAN REALISASINYA DI KABUPATEN CIAMIS 6.1. Landasan Hukum Bersamaan dengan lengsernya rezim Orde Baru pada tahun 1998,

Lebih terperinci

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA

PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA BADAN PERTANAHAN NASIONAL KANTOR WILAYAH BADAN PERTANAHAN NASIONAL PROVINSI JAWA TIMUR PEMPURNAAN UUPA SEBAGAI PERATURAN POKOK AGRARIA DR YAGUS SUYADI, SH, MSi ISSUE UTAMA MASALAH AGRARIA TERDAPAT KETIMPANGAN

Lebih terperinci

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah?

Benarkah program land reform yang dicanangkan Badan Pertanahan Nasional (BPN)saat ini tak lebih dari proyek bagi-bagi tanah? Sumber Berita Tempo, 41/XXXV 04 10 Desember 2006 Wawancara Joyo Winoto: Reforma Agraria Tak Boleh Sembrono Kepala Badan Pertanahan Nasional, Joyo Winoto, rela wayangan semalam suntuk untuk menjelaskan

Lebih terperinci

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah

BAB II. Tinjauan Pustaka. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah 8 BAB II Tinjauan Pustaka 2.1 Tanah Obyek Landreform 2.1.1 Pengertian Tanah Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan pengertian mengenai tanah, adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang diatas sekali;

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT. dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa, REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA PIDATO KETUA DPR Rl PADA RAPAT PAR1PURNA DPR-RI PEMBUKAAN MASA PERSIDAN(3AN I TAHUN SIDANX3 201D-2011 SENIN,16AGUSTUS2010 Assalamu'alaikum warrahmatullahi wabarakatuh,

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

BAB V SIMPULAN DAN SARAN BAB V SIMPULAN DAN SARAN Pada bab V, penulis memaparkan simpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah penulis lakukan. Simpulan yang dibuat oleh penulis merupakan penafsiran terhadap analisis hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA HUBUNGAN LEGISLATIF DAN EKSEKUTIF DALAM PELAKSANAAN LEGISLASI, BUDGETING, DAN PENGAWASAN Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan pada Forum Konsolidasi Pimpinan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu.

BAB I PENDAHULUAN. Sejalan dengan waktu pertumbuhan penduduk yang cepat. fungsi. Masalah pertanahan akan selalu timbul dari waktu ke waktu. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan kemakmuran masyarakat telah menempuh berbagai cara diantaranya dengan membangun perekonomian yang kuat, yang

Lebih terperinci

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM

LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE. Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM LAND AVAILABILITY FOR FOOD ESTATE Oleh : MENTERI KEHUTANAN RI ZULKIFLI HASAN, SE, MM Jakarta Food Security Summit 2012 Feed Indonesia Feed The World Jakarta, Selasa, 7 Februari 2012 I. PENDAHULUAN Pangan

Lebih terperinci

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN

MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN SENGKARUT TAMBANG MENDULANG MALANG Disusun oleh Koalisi Anti Mafia Hutan dan Tambang. Untuk wilayah Bengkulu, Lampung, Banten. Jakarta, 22 April 2015 MISKINYA RAKYAT KAYANYA HUTAN No Daerah Hutan Konservasi

Lebih terperinci

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA

BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA CUT LINA MUTIA BANK TANAH: ANTARA CITA-CITA DAN UTOPIA Oleh: CUT LINA MUTIA Dosen Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Tanah merupakan salah satu elemen penting dalam kehidupan manusia. Tidak hanya

Lebih terperinci

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA

SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN INFORMATIKA DAN KOMPUTER AMIKOM YOGYAKARTA Mendorong Pengakuan, Penghormatan & Perlindungan Hak Masyarakat Adat di Indonesia Dosen : Mohammad Idris.P, Drs, MM Nama : Devi Anjarsari NIM : 11.12.5833 Kelompok : Nusa Jurusan : S1 SI SEKOLAH TINGGI

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945 maupun dalam 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu hak asasi manusia, sebagaimana

Lebih terperinci

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA

PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA. Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PERTEMUAN MINGGU KE-10 LANDREFORM DI INDONESIA Dosen: Dr. Suryanti T. Arief, SH., MKn., MBA PENGERTIAN LANDREFORM Perkataan Landreform berasal dari kata: land yang artinya tanah, dan reform yang artinya

Lebih terperinci

Solusi Penyediaan Lahan untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan?: Meneraca Ulang Program Injeksi Tanah dan Konversi Lahan

Solusi Penyediaan Lahan untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan?: Meneraca Ulang Program Injeksi Tanah dan Konversi Lahan Solusi Penyediaan Lahan untuk Kesejahteraan Petani Berkelanjutan?: Meneraca Ulang Program Injeksi Tanah dan Konversi Lahan Endriatmo Soetarto & DwiWulan Pujiriyani Seminar Nasional Solusi Penyediaan Lahan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanah memiliki keterkaitan dengan berbagai perspektif, yang beberapa diantaranya adalah perspektif sosial, politik, ekonomi, dan budaya. Karena keterkaitannya dengan berbagai

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT RAPAT KERJA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor Pertanian memegang peranan yang cukup strategis bagi sebuah negara. Peran sektor pertanian sebagai penyedia bahan makanan utama merupakan peran strategis terkait

Lebih terperinci

Keinginan Aburizal Bakri untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa terpandang, terhormat & bermartabat

Keinginan Aburizal Bakri untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa terpandang, terhormat & bermartabat Keinginan Aburizal Bakri untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa terpandang, terhormat & bermartabat menggagas blueprint cetak biru menuju negara kesejahteraan 2045, digabungkan dengan Nilai-nilai Pancasila,

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 )

KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) A. PENDAHULUAN Masalah keprotokoleran semula diawali dengan adanya pengaturan atas pembukaan

Lebih terperinci

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS)

PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) SERI REGIONAL DEVELOPMENT ISSUES AND POLICIES (15) PERTANAHAN KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL/ BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL (BAPPENAS) 11 November 2011 1 KATA PENGANTAR Buklet nomor

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA LAPORAN SINGKAT RAPAT PANJA BADAN LEGISLASI DPR RI DALAM RANGKA PENGHARMONISASIAN, PEMBULATAN, DAN PEMANTAPAN KONSEPSI RUU TENTANG PERTANAHAN Tahun Sidang Masa

Lebih terperinci

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN

21 Januari 2017 PENYEDIAAN LAHAN UNTUK PERTANIAN BERKELANJUTAN KEMENTERIAN AGRARIA DAN TATA RUANG/ BADAN PERTANAHAN NASIONAL Pontianak, 21 Januari 2017 SEMINAR NASIONAL DALAM RANGKA RAPAT KERJA NASIONAL TAHUNAN PERHIMPUNAN EKONOMI PERTANIAN INDONESIA (PERHEPI) TAHUN

Lebih terperinci

KPK juga hampir KO di Era SBY

KPK juga hampir KO di Era SBY KPK juga hampir KO di Era SBY Presiden SBY pernah sangat kesal kepada KPK lalu mediskriditkan KPK melalui pernyataan-nya pada bulan Juni 2009: Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must not go uncheck.

Lebih terperinci

LAND REFORM INDONESIA

LAND REFORM INDONESIA LAND REFORM INDONESIA Oleh: NADYA SUCIANTI Dosen di Fakultas Hukum Universitas Indonusa Esa Unggul ABSTRAK Dalam kehidupan masyarakat Indonesia, tanah memiliki arti dan kedudukan yang sangat penting di

Lebih terperinci

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011

KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 KPM 321 Kajian Agraria REFORMA AGRARIA DEPARTEMEN KOMUNIKASI & PENGEMBANGAN MASYARAKAT. FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010/2011 Bagaimana bisa dikatakan seseorang mempunyai negara,

Lebih terperinci

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA

BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA BAB I PERKEMBANGAN POLITIK DAN HUKUM AGRARIA DI INDONESIA Perkembangan Hukum (agraria) yang berlaku di suatu negara, tidak dapat dilepaskan dari politik agraria yang diberlakukan dan atau dianut oleh Pemerintah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola

I. PENDAHULUAN. menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Proses pelaksanaan pembangunan, dalam jangka menengah dan panjang menyebabkan terjadinya perubahan struktur penguasaan lahan pertanian, pola hubungan kerja dan stuktur

Lebih terperinci

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN

III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia

BAB I PENDAHULUAN. manusia yang pokok dan bersifat mendesak. Tanpa hal-hal tersebut, manusia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan primer manusia adalah sandang (pakaian), pangan (makanan), dan papan (tempat tinggal). Kebutuhan primer berarti kebutuhan manusia yang pokok dan bersifat mendesak.

Lebih terperinci

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN

KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN KEBIJAKAN EKONOMI PADA MASA PEMERINTAHAN SUSILO BAMBANG YUDHOYONO (SBY) DAN JUSUF KALLA TAHUN 2004-2009 Agenda utama dalam bidang ekonomi yang telah ditetapkan oleh Pemerintahan SBY - Kalla bertujuan untuk

Lebih terperinci

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK

IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK IMPLEMENTASI PENGEMBANGAN PEMBANGKIT LISTRIK PANAS BUMI BERDASARKAN UU NO. 21 TAHUN 2014 TENTANG PANAS BUMI SEBAGAI PILIHAN TEKNOKRATIK (Laporan Penelitian Individu 2016) Oleh Hariyadi BIDANG EKONOMI DAN

Lebih terperinci

Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam*

Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam* Harmonisasi Regulasi Antar Sektor dalam Pengelolaan Sumber Daya Alam* Oleh Prof. DR. Maria SW. Sumardjono, SH., MCL., MPA.** * Pokok-pokok pikiran disampaikan pada Semiloka Menuju Kawasan Hutan yang Berkepastian

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN

BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN BAB V VISI, MISI DAN TUJUAN PEMERINTAHAN KABUPATEN SOLOK TAHUN 2011-2015 5.1. Visi Paradigma pembangunan moderen yang dipandang paling efektif dan dikembangkan di banyak kawasan untuk merebut peluang dan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Di Indonesia, masyarakat memiliki stigma bahwa organisasi sektor publik (pemerintahan) hanya sebagai sarang pemborosan keuangan negara saja (Mahmudi 2005). Hal ini mendorong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi.

BAB I PENDAHULUAN. sektor non pertanian merupakan suatu proses perubahan struktur ekonomi. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris dengan basis perekonomiannya berasal dari sektor pertanian. Hal ini disadari karena perkembangan pertanian merupakan prasyarat

Lebih terperinci

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman *

PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * PASANGAN CALON TUNGGAL DALAM PILKADA, PERLUKAH DIATUR DALAM PERPPU? Oleh: Zaqiu Rahman * Naskah diterima: 10 September 2015; disetujui: 16 September 2015 Pasangan Calon Tunggal Dalam Pilkada Pelaksanaan

Lebih terperinci

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI

BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI BUPATI KOTABARU PROVINSI KALIMANTAN SELATAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTABARU NOMOR 11 TAHUN 2017 TENTANG IZIN LOKASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI KOTABARU, Menimbang : a. bahwa dalam rangka

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 121 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1 Kesimpulan Pada bab terakhir ini, peneliti akan memaparkan mengenai kesimpulan dan rekomendasi dari penulisan skripsi yang berjudul " Refungsionalisasi Tentara

Lebih terperinci

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum

Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi dan Reformasi Hukum 2014 Jakarta, 4 Februari Kepada Yth. 1. DR. H. Susilo Bambang Yudhoyono Presiden Republik Indonesia 2. Amir Syamsudin Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Di Jakarta 1. Pemerintah-dalam hal ini diwakili

Lebih terperinci

Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016

Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016 Pengantar Presiden - Ratas Tentang Reforma Agraria, Kantor Presiden Jakarta, 24 Agustus 2016 Rabu, 24 Agustus 2016 TRANSKRIP PENGANTAR PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA RAPAT TERBATAS KABINET KERJA TENTANG REFORMA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri,

BAB I PENDAHULUAN. bentuk kepedulian sebuah Negara terhadap rakyatnya. Di Indonesia sendiri, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesejahteraan sosial adalah impian bagi setiap Negara dibelahan dunia termasuk di Indonesia. Upaya untuk mencapai mimpi tersebut adalah bentuk kepedulian sebuah Negara

Lebih terperinci

RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI ANWAR ILMAR

RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI ANWAR ILMAR RELEVANSI TEORI MARHAENISME DALAM MENJAWAB TANTANGAN ZAMAN DI ERA KAPITALISME GLOBAL SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK

PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK PERTUMBUHAN LEBIH BAIK, IKLIM LEBIH BAIK The New Climate Economy Report RINGKASAN EKSEKUTIF Komisi Global untuk Ekonomi dan Iklim didirikan untuk menguji kemungkinan tercapainya pertumbuhan ekonomi yang

Lebih terperinci

KEDAULATAN DAN OTONOMI DESA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

KEDAULATAN DAN OTONOMI DESA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN POLICY PAPER BINA DESA #RUU DESA KEDAULATAN DAN OTONOMI DESA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN Ribuan kepala desa yang tergabung dalam asosiasi kepala desa dalam dua tahun terakhir ini semakin unjuk gigi dengan

Lebih terperinci

Grafik 1. Area Bencana

Grafik 1. Area Bencana Untuk mendapatkan gambaran awal sejauh mana masyarakat Indonesia sadar akan isuisu lingkungan dan dampak kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dalam jangka panjang, pada penghujung tahun 2013, WWF-Indonesia

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR RI PADA ACARA PENGUCAPAN SUMPAH ANGGOTA DPR RI PENGGANTI ANTAR WAKTU. Kamis, 29 Desember 2011

SAMBUTAN KETUA DPR RI PADA ACARA PENGUCAPAN SUMPAH ANGGOTA DPR RI PENGGANTI ANTAR WAKTU. Kamis, 29 Desember 2011 SAMBUTAN KETUA DPR RI PADA ACARA PENGUCAPAN SUMPAH ANGGOTA DPR RI PENGGANTI ANTAR WAKTU Kamis, 29 Desember 2011 DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA 2011 SAMBUTAN KETUA DPR RI PADA ACARA PENGUCAPAN

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas

KATA PENGANTAR. Profil Pertanahan Provinsi Kalimantan Barat Kementerian PPN / Bappenas KATA PENGANTAR Tanah atau agraria berasal dari beberapa bahasa. Istilah agraria berasal dari kata akker (Bahasa Belanda), agros (Bahasa Yunani) berarti tanah pertanian, agger (Bahasa Latin) berarti tanah

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN. (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN Pertarungan wacana politik Kasus Bank Century di media massa (Kompas, Republika, dan Rakyat Merdeka) yang diamati dalam penelitian menunjukkan berbagai temuan penelitian yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Selain berperan penting dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, sektor

Lebih terperinci

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI

PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI PERAN DAN FUNGSI LEGISLATIF DALAM MENDORONG PENCAPAIAN TUJUAN PEMBANGUNAN ABAD MILENIUN/MDGs Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan dalam Seminar Pembangunan Abad Milenium/Millenium Development Goals

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran media saat ini sudah semakin penting. Kebutuhan masyarakat akan

BAB I PENDAHULUAN. Peran media saat ini sudah semakin penting. Kebutuhan masyarakat akan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peran media saat ini sudah semakin penting. Kebutuhan masyarakat akan informasi membuat media berlomba - lomba dalam menyajikan berita yang sangat dibutuhkan oleh

Lebih terperinci

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua

Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Refleksi Akhir Tahun Papua 2010: Meretas Jalan Damai Papua Oleh Dr. Muridan S. Widjojo (Koordinator Tim Kajian Papua LIPI) Ballroom B Hotel Aryaduta Jakarta, Senin,13 Desember 2010 Refleksi: 1. catatan

Lebih terperinci

Yang Terhormat: Sulawesi Tengah

Yang Terhormat: Sulawesi Tengah SAMBUTAN PIMPINAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI DALAM KEGIATAN RAPAT MONEV KOORDINASI DAN SUPERVISI GERAKAN NASIONAL PENYELAMATAN SUMBERDAYA ALAM SEKTOR KEHUTANAN DAN PERKEBUNAN MAKASSAR, 26 AGUSTUS 2015

Lebih terperinci

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan

Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan Problem Papua dan Rapuhnya Relasi Kebangsaan http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160906163356-21-156465/problem-papua-dan-rapuhnya-relasi-kebangsaan/ Arie Ruhyanto, CNN Indonesia Kamis, 15/09/2016 08:24

Lebih terperinci

Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara

Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2. Oleh Dadang Juliantara Pokok-pokok Pikiran RUU Kebudayaan, Negara dan Rakyat 1 [sebuah catatan awam] 2 Oleh Dadang Juliantara Kalau (R)UU Kebudayaan adalah jawaban, apakah pertanyaannya? I. Tentang Situasi dan Kemendesakkan.

Lebih terperinci

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang

Undang Nomor 4 Tahun 1968 tentang Pembentukan Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Subang Dengan Mengubah Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1950 tentang SALINAN BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN TASIKMALAYA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG PENDATAAN, PERENCANAAN, DAN PENGELOLAAN TANAH DI KABUPATEN TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010

SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA SAMBUTAN KETUA DPR RI BAPAK H. MARZUKI ALIE, SE, MM. PADA ACARA PERESMIAN KANTOR BARU PWNU SUMATERA UTARA Medan, 06 Januari 2010 Assalamu alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga

BAB I PENDAHULUAN. Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Peran strategis Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) adalah sebagai lembaga perwakilan yang mempunyai kewenangan merancang, merumuskan dan mengesahkan Undang-undang.

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT KOMISI II (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan dan Reforma Agraria) ------------------------------------------------------------------------------------------------------

Lebih terperinci

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI

LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan

Lebih terperinci

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016

Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Pidato Bapak M. Jusuf Kalla Wakil Presiden Republik Indonesia Pada Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa Ke-71 New York, 23 September 2016 Bapak Presiden SMU PBB, Saya ingin menyampaikan ucapan

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960

POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 POLITIK HUKUM PERTANAHAN BAGI WARGA NEGARA ASING BERDASARKAN UU NOMOR 5 TAHUN 1960 Agus Suprijanto agussuprijanto@upgris.ac.id ABSTRAK Dalam era globalisasi, warga negara asing mempunyai peluang besar

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 88 TAHUN 2017 TENTANG PENYELESAIAN PENGUASAAN TANAH DALAM KAWASAN HUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa dalam

Lebih terperinci

BAB IX oleh : Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.M.Hum Politik Hukum Pasca Pemilu 1999

BAB IX oleh : Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.M.Hum Politik Hukum Pasca Pemilu 1999 BAB IX oleh : Prof.Gunarto.SH.SE,Akt.M.Hum Politik Hukum Pasca Pemilu 1999 Sistem politik yang dianut pasca Pemilu 1999 di Indonesia kembali pada masa demokrasi liberal, yaitu sistem politik yang demokratis,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar BAB I PENDAHULUAN 1. 1. Latar belakang masalah Negara Indonesia yang terbentang luas, terdiri dari pulau-pulau yang besar dan kecil, serta masyarakatnya mempunyai beraneka ragam agama, suku bangsa, dan

Lebih terperinci