KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 )
|
|
- Lanny Kusnadi
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA CANADA ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) A. PENDAHULUAN Masalah keprotokoleran semula diawali dengan adanya pengaturan atas pembukaan dan penempatan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler di berbagai negara. Pengaturan ini disahkan dalam Konvensi Wina Indonesia telah meratifikasi konvensi Wina tersebut dengan UU No 1 Tahun Tindak lanjut dari pengaturan keprotokoleran yang berlaku di dunia diplomatik, kemudian diadopsi dalam pengaturan sistem keprotokoleran yang ada di setiap negara. Indonesai termasuk negara yang juga mengatur sistem keprotokoleran ini dalam UU No. 8 Tahun 1987 tentang Protokoler. Dalam UU No 8 Tahun 1987 telah diatur sistem keprotokoleran yang berlaku di Indonesia terutama bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah dalam hal pengaturan tata letak, tata tempat dan tata upacara. Adanya amandemen terhadap UUD 1945 berimplikasi dengan munculnya sejumlah lembaga negara atau komisi yang terkait dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, karena adanya pejabat negara atau pejabat publik yang diatur dalam UU tersendiri. Implikasinya adanya pengaturan protokoler terhadap pejabat negara dan pejabat yang baru pasca amandemen UUD Oleh sebab itu wajar DPR-RI memandang bahwa sistem protokoler yang ada saat ini yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1987 sudah tidak sesuai dengan dengan sistem keprotokoleran yang ada. Selain itu di sejumlah negara maju juga telah mengatur sistem protokoler atas kegiatan pejabat negara mereka apabila akan melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan resmi ke suatu negara. Pentingnya pengaturan sistem keprotokoleran dalam suatu UU yang baru penting, selain ingin mengadopsi sejumlah pejabat negara atau pejabat publik yang baru, juga untuk menyamakan persepsi tentang makna protokoler yang mengacu kepada sistem universal yang ada saat ini. Istilah protokol berkaitan dengan tata krama tentang suatu pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang ditetapkan dalam suatu negara. Pada tingkat kenegaraan istilah protokoler berkaitan erat dengan tata krama penyelenggaraan acara yang bersifat ke negaraan. 1
2 Setiap negara termasuk negara Indonesia, Canada dan Perancis memiliki aturan atau protokol sendiri untuk melaksanakan cara-acara yang bersifat kenegaraaan dan menunjuk kedudukan seorang pejabat negara atau pejabat publik dalam suatu acara kenegaraan atau dalam acara resmi. Pengaturan tentang protokol suatu negara biasanya memiliki berbagai kekhususan dari negara yang bersangkutan. Namun di sisi lain sistem keprotokoleran tidak terlepas dari kaedah internasional yang mengikat negara tersebut dengan negara lain. Berdasarkan perkembangan munculnya lembaga negara baru dan lembaga negara bantu (the auxilaries states ) yang baru, memunculkan pejabat negara baru dan pejabat publik baru, yang mempunyai posisi penting dalam kegiatan resmi atau kegiatan kenegaraan. Mengingat UU No 8 Tahun 1987 belum mengakomodir kepentingan pejabat negara dan pejabat publik tersebut dalam sistem protokol yang ada, mengakibatkan sering muncul permasalahan di lapangan apabila ada acara resmi atau acara kenegaraan, yaitu sulitnya menempatkan pejabat negara dan pejabat publik di maksud dalam hal tata letak dan tata tempat. Oleh karena itu untuk mengakomodir kepentingan mereka, sudah saatnya UU No 8 Tahun 1987 perlu dilakukan perubahan dengan membentuk UU tentang Protokol yang baru. Untuk memperkaya khasanah materi muatan yang tertuang dalam draft RUU tentang Protokol, maka Panitia Khusus (Pansus) RUU Protokol memandang perlu dilakukan kunjungan kerja Pansus ke luar negeri. Adanya kunjungan kerja Pansus ke luar negeri sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan kewenangan DPR di bidang fungsi legislasi. Selain itu kunjungan kerja Pansus juga ingin melihat praktek dalam hal keprotokoleran yang berlaku di negara Canada, karena ada kekhususan yang diberlakukan tentang keprotokoleran yang ada di negara Canada. B. TUJUAN KUNJUNGAN KERJA Adapun tujuan kunjungan kerja ke Canada adalah antara lain: 1) Umum : a. Memperoleh gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Canada. b. Mengetahui siapa yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Canada. c. Mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Canada. d. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik e. Mempelajari tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi f. Mempelajari tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi. 2
3 g. Mempelajari tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi. h. Mengetahui cara pemerintahan negara Canada memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Canada. i. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Canada. j. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Canada. 2) Khusus : a. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Gubernur Jenderal dan Perdana Menteri, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi Gubernur Jenderal dan perdana menteri, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. b. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Ratu Elizabeth II sebagai pemimpin monarkhi di Kanada. c. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Parlemen Kanada, baik di Majelis Nasional dan Senat, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasan legislatif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi majelis perwakilan rendah dan senat, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. d. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal ada tamu negara di negara Kanada. e. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal Gubernur atau Perdana Menteri melakukan kunjungan ke luar negeri. f. Mengetahui apakah diatur protokoler di luar pejabat negara selain Gubernur, Perdana Menteri dan Anggota Parlemen. C. ALASAN PEMILIHAN NEGARA KANADA Negara Kanada merupakan Negara yang system pemerintahannya adalah parlementer federal dan monarkhi konstitusional, dimana system pemerintahannya gabungan antara system monarkhi yang ada di Negara Inggris dengan mengakui Ratu Elizabeth II, dan adanya Gubernur Jenderal dan Perdana menteri. Gubernur Jenderal merupakan tokoh non partisan yang memenuhi berbagai peran seremonial. Gubernur Jenderal mengangkat Perdana Menteri yang merupakan pemimpin partai politik yang memegang kursi terbanyak di Majelis Perwakilan Rendah. Kanada memiliki parlemen yang terdiri dari Majelis Perwakilan Rendah dan Senat. Pemilihan untuk Majelis Perwakilan Rendah dilakukan oleh Gubernur Jenderal berdasarkan rekomendai Perdana Menteri 3
4 Kanada memiliki 3 partai nasional utama, 1) Partai Demokrat Baru, 2) Partai Liberal Kanada, 3) Partai Konservatif Kanada. D. JADWAL KUNJUNGAN KERJA Jadwal kunjungan kerja disesuaikan dengan kesiapan tempat atau kantor yang akan dikunjungi dalam kunjungan kerja ini. Adapun tentative kunjungan kerja adalah sebagai berikut: No Hari/tanggal Waktu Tempat Keterangan 1. Minggu 11 Juli Jakarta Singapura - Ottawa Berangkat ke Canada 2 Senin Pertemuan dengan Silahturahmi 12 Juli selesai Dubes RI 3 Selasa Kementerian Luar Diskusi 13 Juli selesai Negeri 4 Rabu 14 Juli selesai Parlemen Diskusi 5. Kamis Sekretariat Negara Diskusi 15 Juli selesai 6. Jumat Pemerintah Negara Diskusi 16 Juli selesai Bagian 7 Sabtu Ottawa Singapura Pulang ke 17 Juli Jakarta Indonesia E TEMPAT YANG AKAN DIKUNJUNGI. Adapun tempat atau kantor yang akan dikunjungi adalah antara lain: 1. Kedutaan Besar Republik Indonesia; 2. Kementerian Luar Negeri; 3. Parlemen ; 4. Sekretariat Negara; dan 5. Pemerintah Negara Bagian. F JUMLAH ANGGOTA DELEGASI Adapun delegasi kunjungan teknis ke Canada sebanyak 10 (sepuluh) orang Anggota DPR, yang dipimpin oleh Pimpinan Pansus dan didampingi oleh 2 orang Sekretaris. 4
5 G. PENUTUP Demikian kerangka acuan kunjungan kerja Pansus RUU Protokoler ke Negara Canada, dan kerangka acuan ini perlu ditindaklanjuti untuk mendapatkan konfirmasi dari Negara tujuan Canada melalui bantuan dari Biro Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP). Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Hasil dari konfirmasi dari BKSAP, maka diperlukan waktu 3 hari untuk pembuatan parpor dinas, dan waktu 2 minggu untuk pengurusan visa untuk parpor dinas baru dan 1 minggu untuk paspor dinas yang masih berlaku. Jakarta Mei
6 DAFTAR PERTANYAAN (tentative) Umum : 1. Bagaimana gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Canada. 2. Siapa saja yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Canada. 3. Siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Canda 4. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik 5. Bagaimana tentang tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 6. Bagaimana tentang tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 7. bagaimana tentang tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Canada. 8. bagaimana cara pemerintahan negara Canada memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Canada. 9. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Canada. 10. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Canada. Khusus : 1. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri terkait tata tempat yang di atur di negara ini? 2. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mempersiapkan sidang-sidang, rapat, serta pertemuan kabinet dan/atau pejabat-pejabat negara lainnya? 3. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mengatur tata tempat bagi kabinet serta pejabat-pejabat negara lainnya selama ini? 4. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri selama ini dalam menyelenggarakan resepsi/jamuan, khususnya dengan tamu asing? 5. Bagaimana protokol dijalankan pada saat Presiden dengan atau tanpa Wakil Presiden akan melakukan perjalanan ke daerah atau ke luar negeri? 6. Bagaimana peran sekretaris militer selama ini dalam hal protokol penyelenggaraan pengamanan (dalam rangka pengamanan fisik dan non fisik) bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan negara asing? 7. Apakah ada permasalahan berkenaan dengan penyelenggaraan protokol pengamanan bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, 6
7 termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala pemerintahan negara asing? KERANGKA ACUAN KUNJUNGAN KERJA PANITIA KHUSUS RUU TENTANG TENTANG PROTOKOL KE NEGARA PERANCIS ( 11 Juli 17 Juli 2010 ) A. PENDAHULUAN Masalah keprotokoleran semula diawali dengan adanya pengaturan atas pembukaan dan penempatan perwakilan diplomatik dan perwakilan konsuler di berbagai negara. Pengaturan ini disahkan dalam Konvensi Wina Indonesia telah meratifikasi konvensi Wina tersebut dengan UU No 1 Tahun Tindak lanjut dari pengaturan keprotokoleran yang berlaku di dunia diplomatik, kemudian diadopsi dalam pengaturan sistem keprotokoleran yang ada di setiap negara. Indonesai termasuk negara yang juga mengatur sistem keprotokoleran ini dalam UU No. 8 Tahun 1987 tentang Protokoler. Dalam UU No 8 Tahun 1987 telah diatur sistem keprotokoleran yang berlaku di Indonesia terutama bagi pejabat negara dan pejabat pemerintah dalam hal pengaturan tata letak, tata tempat dan tata upacara. Adanya amandemen terhadap UUD 1945 berimplikasi dengan munculnya sejumlah lembaga negara atau komisi yang terkait dengan sistem penyelenggaraan pemerintahan, karena adanya pejabat negara atau pejabat publik yang diatur dalam UU tersendiri. Implikasinya adanya pengaturan protokoler terhadap pejabat negara dan pejabat yang baru pasca amandemen UUD Oleh sebab itu wajar DPR-RI memandang bahwa sistem protokoler yang ada saat ini yang diatur dalam UU No 8 Tahun 1987 sudah tidak sesuai dengan dengan sistem keprotokoleran yang ada. Selain itu di sejumlah negara maju juga telah mengatur sistem protokoler atas kegiatan pejabat negara mereka apabila akan melakukan kunjungan kenegaraan atau kunjungan resmi ke suatu negara. Pentingnya pengaturan sistem keprotokoleran dalam suatu UU yang baru penting, selain ingin mengadopsi sejumlah pejabat negara atau pejabat publik yang baru, juga untuk menyamakan persepsi tentang makna protokoler yang mengacu kepada sistem universal yang ada saat ini. Istilah protokol berkaitan dengan tata krama tentang suatu pekerjaan yang dapat dilaksanakan dengan baik dan benar sesuai dengan aturan yang 7
8 ditetapkan dalam suatu negara. Pada tingkat kenegaraan istilah protokoler berkaitan erat dengan tata krama penyelenggaraan acara yang bersifat ke negaraan. Setiap negara termasuk negara Indonesia, Canada dan Perancis memiliki aturan atau protokol sendiri untuk melaksanakan cara-acara yang bersifat kenegaraaan dan menunjuk kedudukan seorang pejabat negara atau pejabat publik dalam suatu acara kenegaraan atau dalam acara resmi. Pengaturan tentang protokol suatu negara biasanya memiliki berbagai kekhususan dari negara yang bersangkutan. Namun di sisi lain sistem keprotokoleran tidak terlepas dari kaedah internasional yang mengikat negara tersebut dengan negara lain. Berdasarkan perkembangan munculnya lembaga negara baru dan lembaga negara bantu (the auxilaries states ) yang baru, memunculkan pejabat negara baru dan pejabat publik baru, yang mempunyai posisi penting dalam kegiatan resmi atau kegiatan kenegaraan. Mengingat UU No 8 Tahun 1987 belum mengakomodir kepentingan pejabat negara dan pejabat publik tersebut dalam sistem protokol yang ada, mengakibatkan sering muncul permasalahan di lapangan apabila ada acara resmi atau acara kenegaraan, yaitu sulitnya menempatkan pejabat negara dan pejabat publik di maksud dalam hal tata letak dan tata tempat. Oleh karena itu untuk mengakomodir kepentingan mereka, sudah saatnya UU No 8 Tahun 1987 perlu dilakukan perubahan dengan membentuk UU tentang Protokol yang baru. Untuk memperkaya khasanah materi muatan yang tertuang dalam draft RUU tentang Protokol, maka Panitia Khusus (Pansus) RUU Protokol memandang perlu dilakukan kunjungan kerja Pansus ke luar negeri. Adanya kunjungan kerja Pansus ke luar negeri sebagai bagian dari pelaksanaan tugas dan kewenangan DPR di bidang fungsi legislasi. Selain itu kunjungan kerja Pansus juga ingin melihat praktek dalam hal keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis, karena ada kekhususan yang diberlakukan tentang keprotokoleran yang ada di negara Perancis. B. TUJUAN KUNJUNGAN KERJA Adapun tujuan kunjungan kerja ke Perancis adalah antara lain: 1) Umum k. Memperoleh gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Perancis. l. Mengetahui siapa yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Perancis. m. Mengetahui siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Perancis. 8
9 n. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik o. Mempelajari tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi p. Mempelajari tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi. q. Mempelajari tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi. r. Mengetahui cara pemerintahan negara Perancis memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Perancis. s. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Perancis. t. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis. 2) Khusus a. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Presiden dan Perdana Menteri, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasaan eksekutif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi presiden dan perdana menteri, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. b. Mengetahui pengaturan keprotokoleran yang berlaku atas Parlemen Perancis, baik di Majelis Nasional dan Senat, karena keduanya merupakan bagian dari kekuasan legislatif. Pengaturan dimaksud ketika protokoler yang berlaku bagi majelis nasional dan senat, dan protokoler berlaku bagi mereka secara bersama-sama. c. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal ada tamu negara di negara Perancis. d. Bagaimana pengaturan protokoler dalam hal Presiden atau Perdana Menteri melakukan kunjungan ke luar negeri. e. Mengetahui apakah diatur protokoler di luar pejabat negara selain Presiden, Perdana Menteri dan Anggota Parlemen. C. ALASAN PEMILIHAN NEGARA PERANCIS Negara Perancis merupakan Negara yang system pemerintahannya adalah republic semi presidensil, dimana memiliki seorang presiden dan seorang perdana menteri. Sistem pemerintahan Negara Perancis cukup unik, karena berbeda dengan system presidensil pada umumnya. Adanya system pemerintahan ini menanadakan bahwa presiden sebagai Kepala Negara yang dipilih secara langsung oleh hak pilih universal orang dewasa selama 5 tahun (sebelumnya 7 tahun), sedangkan pemerintahannya dipegang oleh perdana menteri, yang ditunjuk langsung oleh Presiden. Perancis memiliki parlemen dengan system bicameral yang terdiri dari Majelis Nasional dan Senat. Deputi Majelis Nasional mewakili konstituensi lokal dan terpilih langsung selama 5 tahun. Majelis memiliki kekuasaan untuk 9
10 membubarkan kabinet dan mayoritas anggota Majelis menetapkan pilihan pemerintah. Senator dipilih oleh Dewan pemilih untuk jabatan 6 tahun, dan setengah kursi dimaksukkan dalam pemilihan 3 tahun. Kekuasaan legislatif Senat terbatas, dalam penentangan anara kedua pihak, Majelis Nasional memiliki perkataan terakhir, kecuali untuk hukum konstitusional dan hukum yang disediakan langsung oleh konstitusi dalam beberapa hal. Pemerintah memiliki pengaruh kuat dalam pembentukan agenda Parlemen. Politik Perancis ditandai oleh dua pengelompokkan yang saling menentang secara politik, pertama sayap kiri, dipusatkan di sekitar Partai Sosialis Perancis, dan lainnya sayap kanan, sebelumnya dipusatkan pada Rassemblement pour la Republique (RPR), dan sekarang Persatuan Gerakan Rakyat. Cabang eksekutif kebanyakan terdiri dari anggota UMP. Berdasarkan sistem pemerintahan yang dianut di negara Perancis, maka pengaturan keprotokoleran yang ada berbeda diberlakukan bagi pemerintahan dan kalangan legislatif, maka menjadi dasar pemikiran Panitia Khusus untuk melakukan kunjungan kerja ke negara Perancis. D. JADWAL KUNJUNGAN KERJA Jadwal kunjungan kerja disesuaikan dengan kesiapan tempat atau kantor yang akan dikunjungi dalam kunjungan kerja ini. Adapun tentative kunjungan kerja adalah sebagai berikut: No Hari/tanggal Waktu Tempat Keterangan 1. Minggu 11 Juli Jakarta Singapura Paris Berangkat ke Perancis 2 Senin Pertemuan dengan Silahturahmi 12 Juli selesai Dubes RI 3 Selasa Kementerian Luar Diskusi 13 Juli selesai Negeri 4 Rabu 14 Juli selesai Parlemen Diskusi 5. Kamis 15 Juli selesai Sekretariat Negara Diskusi 6. Jumat Pemerintah Kota Diskusi 16 Juli selesai Perancis 7 Sabtu Paris Singapura Pulang ke 17 Juli Jakarta Indonesia E. TEMPAT YANG AKAN DIKUNJUNGI. Adapun tempat atau kantor yang akan dikunjungi adalah antara lain: 10
11 6. Kedutaan Besar Republik Indonesia; 7. Kementerian Luar Negeri; 8. Parlemen ; 9. Sekretariat Negara; dan 10. Pemerintah Kota Perancis. F. JUMLAH ANGGOTA DELEGASI Adapun delegasi kunjungan teknis ke Perancis sebanyak 10 (sepuluh) orang Anggota DPR, yang dipimpin oleh Pimpinan Pansus dan didampingi oleh 2 orang Sekretaris. G. PENUTUP Demikian kerangka acuan kunjungan kerja Pansus RUU Protokoler ke Negara Perancis, dan kerangka acuan ini perlu ditindaklanjuti untuk mendapatkan konfirmasi dari Negara tujuan melalui bantuan dari Biro Kerjasama Antar Parlemen (BKSAP). Setelah mendapatkan konfirmasi ini perlu ditindaklanjuti dengan pembentukan tim kunjungan kerja. Hasil dari konfirmasi dari BKSAP, maka diperlukan waktu 3 hari untuk pembuatan parpor dinas, dan waktu 3 minggu untuk pengurusan visa schengen untuk parpor dinas baru dan 2 minggu untuk paspor dinas yang masih berlaku. Jakarta Mei
12 12
13 DAFTAR PERTANYAAN (tentative) Umum : 11. Bagaimana gambaran umum pelaksanaan sistem keprotokoleran yang dilakukan di negara Perancis. 12. Siapa saja yang berkepentingan dengan sistem keprotokoleran yaang ada di negara Perancis 13. Siapa yang bertanggungjawab atas pelaksanaan sistem keprotokoleran yang ada di negara Perancis 14. Mengetahui siapa yang dimaksud dengan pejabat negara, pejabat pemerintah dan pejabat publik 15. Bagaimana tentang tata letak dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 16. Bagaimana tentang tata tempat dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 17. Bagaimana tentang tata ucapara dalam acara kenegaraan dan acara resmi di negara Perancis 18. Bagaimana cara pemerintahan negara Perancis memperlakukan tamu negara atau tamu asing yang datang dalam acara kenegaraan dan acara resmi yang dilakukan di Perancis 19. Mengetahui praktek yang berlaku tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di Perancis 20. Mendapatkan peraturan perundang-undangan tentang sistem keprotokoleran yang berlaku di negara Perancis Khusus : 8. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri terkait tata tempat yang di atur di negara ini? 9. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mempersiapkan sidang-sidang, rapat, serta pertemuan kabinet dan/atau pejabat-pejabat negara lainnya? 10. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri dalam mengatur tata tempat bagi kabinet serta pejabat-pejabat negara lainnya selama ini? 11. Bagaimana praktek yang dilakukan oleh kementerian luar negeri selama ini dalam menyelenggarakan resepsi/jamuan, khususnya dengan tamu asing? 12. Bagaimana protokol dijalankan pada saat Presiden dengan atau tanpa Wakil Presiden akan melakukan perjalanan ke daerah atau ke luar negeri? 13. Bagaimana peran sekretaris militer selama ini dalam hal protokol penyelenggaraan pengamanan (dalam rangka pengamanan fisik dan non fisik) bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala Pemerintahan negara asing? 14. Apakah ada permasalahan berkenaan dengan penyelenggaraan protokol pengamanan bagi Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarga, termasuk tamu negara setingkat Kepala Negara/Kepala pemerintahan negara asing? 13
PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006
PERATURAN DAERAH KOTA SAMARINDA NOMOR 03 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SAMARINDA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 20102010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat
Lebih terperinciBUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005
1 BUPATI JENEPONTO PERATURAN DAERAH KABUPATEN JENEPONTO NOMOR : 01 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JENEPONTO DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciPP 24/2004, KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Copyright (C) 2000 BPHN PP 24/2004, KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH *40798 PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA (PP) NOMOR 24 TAHUN 2004 (24/2004)
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG
UNDANG-UNDANG NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa Provinsi Daerah
Lebih terperinciWALIKOTA PRABUMULIH,
PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA PRABUMULIH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciDewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014. Herlambang P. Wiratraman Unair
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Perkembangan Pasca UU MD3/2014 Herlambang P. Wiratraman Unair - 2016 DPD update..! Apa isu hukum atas perdebatan ricuhnya? Mengapa? dan bagaimana ditinjau dari sudut hukum
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2005 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Lebih terperinciPEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG
PEMERINTAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT PERATURAN DAERAH PROPINSI NUSA TENGGARA BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI
Lebih terperinciKLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN. Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri
KLASIFIKASI SISTEM KETATANEGARAAN Novia Kencana, MPA Universitas Indo Global Mandiri PEMBAGIAN SISTEM KETATANEGARAAN Bentuk Negara Bentuk Pemerintahan Sistem Pemerintahan Sistem Politik 1. Negara Kesatuan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG
PEMERINTAH KABUPATEN LUMAJANG PERATURAN DAERAH KABUPATEN LUMAJANG NOMOR 44 TAHUN 2004 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN LUMAJANG
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BENGKAYANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BERAU TAHUN : 2005 NOMOR : 3 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BERAU NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Lebih terperinciRANCANGAN KESIMPULAN/KEPUTUSAN
1 RANCANGAN LAPORAN SINGKAT RAPAT DENGAR PENDAPAT KOMISI III DPR RI DENGAN PANITIA SELEKSI KOMISIONER KOMNAS HAM --------------------------------------------------- (BIDANG HUKUM, PERUNDANG-UNDANGAN, HAM
Lebih terperinciSistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer. Teguh Kurniawan
Sistem Pemerintahan Presidensial vs Parlementer Teguh Kurniawan http://staff.blog.ui.edu/teguh1 Sistem Pemerintahan Sistem pemerintahan presidensial model Amerika Sistem pemerintahan parlementer/ sistem
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU PILKADA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan, Pertanahan
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERATURAN DAERAH KOTA BONTANG NOMOR 2 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA BONTANG, Menimbang
Lebih terperinciPEMERINTAH KOTA SURABAYA
SALINAN PEMERINTAH KOTA SURABAYA PERATURAN DAERAH KOTA SURABAYA NOMOR 08 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang bahwa untuk
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa
Lebih terperinciJADWAL ACARA RAPAT-RAPAT BADAN LEGISLASI DPR RI PADA MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG
JADWAL ACARA RAPAT-RAPAT BADAN LEGISLASI DPR RI PADA MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2010 2011 NO. HARI/TANGGAL/ WAKTU JENIS RAPAT ACARA KETERANGAN 1. Senin, 10-1-2011 12.00-13.00 WIB 2. Selasa, 11-1-2011
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,
PERATURAN DAERAH KOTA SOLOK NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA SOLOK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA SOLOK,
Lebih terperinciNo. HARI, TGL. WAKTU JENIS RAPAT ACARA KETERANGAN 1. Senin, 12 Januari 2015 Pk WIB
RANCANGAN JADWAL RAPAT-RAPAT KOMISI I DPR RI MASA SIDANG II TAHUN SIDANG 2014-2015 Tanggal 12 Januari s.d. 18 Februari 2015 (Keputusan Rapat Konsultasi Pengganti Rapat BAMUS DPR RI tanggal 2 Desember 2014)
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN
PEMERINTAH KABUPATEN KARIMUN PERATURAN DAERAH KABUPATEN KARIMUN NOMOR 18 TAHUN 2004 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN dan ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN KARIMUN DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciHARI/TANGGAL/ WAKTU JENIS RAPAT ACARA KETERANGAN. 1. Senin, WIB. Rapat Pimpinan Badan Legislasi
JADWAL ACARA RAPAT-RAPAT BADAN LEGISLASI DPR RI PADA MASA PERSIDANGAN III TAHUN SIDANG 2011 2012 Berdasarkan Rapat Pimpinan Badan Legislasi tanggal 9 Januari 2012 NO. HARI/TANGGAL/ WAKTU JENIS RAPAT ACARA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2007 TENTANG PEMERINTAHAN PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA SEBAGAI IBUKOTA NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERATURAN DAERAH KABUPATEN SINJAI NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SINJAI, Menimbang
Lebih terperinciORASI KETUA DPR-RI PADA ACARA FORUM RAPAT KERJA NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TAHUN 2009
KETUA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA ORASI KETUA DPR-RI PADA ACARA FORUM RAPAT KERJA NASIONAL MAJELIS ULAMA INDONESIA (MUI) TAHUN 2009 DPR RI DAN ASPIRASI MASYARAKAT Minggu, 25 Oktober 2009
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG
1 PERATURAN DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Lebih terperinciL E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E
L E M B A R A N D A E R A H K O T A S E M A R A N G NOMOR 17 TAHUN 2004 SERI E PERATURAN DAERAH KOTA SEMARANG NOMOR 17 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Lebih terperinci2018, No Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2014 tentang P
No.29, 2018 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA LEGISLATIF. MPR. DPR. DPD. DPRD. Kedudukan. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6187) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.125, 2010 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Acara Kenegaraan. Protokoler. Tata Cara. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5166) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN GARUT NOMOR 1 2005 SERI E PERATURAN DAERAH KABUAPTEN GARUT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES
b. bahwa sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2004, maka kedudukan protokoler dan keuangan Pimpinan dan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Brebes, perlu ditetapkan dengan Peraturan
Lebih terperinciGUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR
GUBERNUR JAWA TIMUR PERATURAN GUBERNUR JAWA TIMUR NOMOR 22 TAHUN 2011 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI JAWA TIMUR GUBERNUR JAWA TIMUR, Menimbang Mengingat : a. bahwa sebagai tindak
Lebih terperinciDPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016
DPD RI, BUBARKAN ATAU BENAHI?? Oleh: Moch Alfi Muzakki * Naskah diterima: 06 April 2016; disetujui: 15 April 2016 Dinamika perkembangan ketatanegaraan di Indonesia terusterjadi. Hal yang kembali mencuat
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law
Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciTEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI
TEORI / AJARAN TTG HUBUNGAN H.I. DGN. H.N.: TEORI DUALISME, MONISME DAN PRIMAT HI I II TEORI DUALISME MENEMPATKAN H.I. SBG. SISTEM HUKUM DARI H.I TEORI MONISME TERPISAH AS, INGGRIS, AUSTRALIA MENEMPATKAN
Lebih terperinci2011, No.80 2 c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentan
No.80, 2011 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENTERIAN DALAM NEGERI. Perjalanan Dinas Ke luar Negeri. Pedoman. PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PERJALANAN
Lebih terperinciBUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI
1 BUPATI BANYUWANGI SALINAN PERATURAN BUPATI BANYUWANGI NOMOR 7 TAHUN 2012 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KABUPATEN BANYUWANGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUWANGI, Menimbang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan pengertian bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari negara berdasarkan hukum pada
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil,
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Hak Recall Recall merupakan kata yang diambil dari bahasa Inggris, yang terdiri dari kata re yang artinya kembali dan call yang artinya panggil atau memanggil, sehingga jika diartikan
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG
PEMERINTAH KABUPATEN TAPIN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TAPIN NOMOR 03 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TANGERANG SELATAN,
PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA TANGERANG SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT TIMUS/TIMSIN RUU TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 700 TAHUN : 2004 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2004 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperinciMENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014
MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI RISET DAN TEKNOLOGI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2014 PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT
PEMERINTAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN SUMBAWA BARAT NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN SUMBAWA
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMPERKUAT KELEMBAGAAN DPR-RI SEBAGAI PILAR DEMOKRASI. Oleh KETUA DPR-RI Dr. H.
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MEMPERKUAT KELEMBAGAAN DPR-RI SEBAGAI PILAR DEMOKRASI Oleh KETUA DPR-RI Dr. H. Marzuki Alie Disampaikan Pada Acara Seminar BEM Se-Indonesia Diselenggarakan oleh
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOM0R : 2 TAHUN : 2007 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BOGOR NOMOR 2 TAHUN 2007 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA Tahun Sidang Masa Persidangan Rapat ke Jenis rapat Hari/tanggal P u k u l T e m p a t A c a r a Ketua Rapat Sekretaris Hadir LAPORAN SINGKAT RAPAT KOORDINASI
Lebih terperinciBUPATI POLEWALI MANDAR
BUPATI POLEWALI MANDAR PERATURAN BUPATI POLEWALI MANDAR NOMOR 30 TAHUN 2012 TENTANG PROSEDUR PELAYANAN KEPROTOKOLERAN DAN KEGIATAN KEDINASAN BUPATI/WAKIL BUPATI POLEWALI MANDAR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciGUBERNUR KALIMANTAN TENGAH
SALINAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN TENGAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR
Lebih terperinciMENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 396 TAHUN 2003. TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 371 TAHUN 2002 TENTANG PENYELENGGARAAN IBADAH HAJI DAN UMRAH MENTERI
Lebih terperinciKEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA
KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA HERLAMBANG P. WIRATRAMAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SISTEM KETATANEGARAAN 2017 POIN DISKUSI Memahami teori kekuasaan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 2 SERI E TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA SELATAN NOMOR 3 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN
Lebih terperincia. bahwa dengan berlakunya Undang- Undang Nomor 32 Tabun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan adanya perbedaan penafsiran beberapa ketentuan dalam
MATRIKS PERBANDINGAN/PERUBAHAN PERATURAN PEMERINTAH NO. 24 TAHUN 2004 (PP 24/2004), PP 37/2005, PP 37/2006, PP 21/2007 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DPRD Pasal PP 24/2004
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara,
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI. Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MENINGKATKAN KINERJA ANGGOTA DPR-RI Dr. H. Marzuki Alie KETUA DPR-RI Disampaikan pada Acara Rapat Kerja Fraksi Partai Demokrat DPR-RI Jakarta, 26 November 2010
Lebih terperinciMENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG
SALINAN MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR 11 TAHUN 2011 TENTANG PEDOMAN PERJALANAN DINAS KE LUAR NEGERI BAGI PEJABAT/PEGAWAI DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN DALAM NEGERI,
Lebih terperinciPETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI
PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA 2008 PETUNJUK PELAKSANAAN PENANGANAN ADMINISTRASI PERJALANAN DINAS LUAR NEGERI SEKRETARIAT
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 49 TAHUN 2005
No. 1, 2005 LEMBARAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 49 TAHUN 2005 PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG
PEMERINTAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG PERATURAN DAERAH KABUPATEN PARIGI MOUTONG NOMOR 1 TAHUN 2005 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciRINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan
RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 89/PUU-XII/2014 Pemilihan Pimpinan Badan Kelengkapan Dewan dan Keterwakilan Perempuan I. PEMOHON 1. KoalisPerempuan Indonesia untuk Keadilan dan Demokrasi (KPI),
Lebih terperinciPresiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia. Herlambang P. Wiratraman 2017
Presiden dan Wakil Presiden dalam Sistem Hukum Ketatanegaraan Indonesia Herlambang P. Wiratraman 2017 Pokok Bahasan Pengisian Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Wewenang Presiden dan Wakil Presiden Kedudukan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 20102010 TENTANG KEPROTOKOLAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa negara menghormati kedudukan para Pejabat
Lebih terperinciPENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2
PENGENALAN MAHKAMAH KONSTITUSI DAN PENDIDIKAN KESADARAN BERKONSTITUSI 1 Oleh: Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH. 2 Selama 4 kali berturut-turut bangsa kita telah menyelesaikan agenda perubahan Undang-Undang
Lebih terperinciPEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI
TELUK BINTUNI SEHATI MENUJU BINTUNI BARU PEMERINTAH KABUPATEN TELUK BINTUNI 2003 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TELUK BINTUNI NOMOR 16 TAHUN 2006 T E N T A N G KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN
Lebih terperinciWALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR
WALIKOTA PROBOLINGGO PROVINSI JAWA TIMUR SALINAN PERATURAN WALIKOTA PROBOLINGGO NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN PEMERINTAH KOTA PROBOLINGGO DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BADUNG NOMOR 4 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BADUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI JAYAPURA,
PERATURAN DAERAH KABUPATEN JAYAPURA NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN JAYAPURA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperinciBAB IV PENUTUP. sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan uraian analisa terhadap judul dan topik pembahasan pada bab sebelumnya, penulis menyimpulkan beberapa hal sebagai berikut: 1. Pengesahan perjanjian internasional
Lebih terperinciEKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF
EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 34 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA SALINAN NOMOR : 34 TAHUN 2004 SERI : E PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJALENGKA NOMOR 34 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN
Lebih terperinci- 524-1. Standar Pelayanan Pengkoordinasian Penyusunan Acara dan Pelaksanaan Keprotokolan Menteri Sekretaris Negara
- 524 - C. Biro Tata Usaha 1. Standar Pelayanan Pengkoordinasian Penyusunan Acara dan Pelaksanaan Keprotokolan Menteri Sekretaris Negara STANDAR PELAYANAN PENGKOORDINASIAN PENYUSUNAN ACARA DAN PELAKSANAAN
Lebih terperinciKelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia
Kelebihan dan Kelemahan Pelaksanaan Sistem Pemerintahan Negara Republik Indonesia Sistem pemerintahan negara Indonesia telah mengalami beberapa perubahan. Semuanya itu tidak terlepas dari sifat dan watak
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG
LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 724 TAHUN : 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 3 TAHUN 2006 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 8 TAHUN 2004
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA,
w w w.bpkp.go.id PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2014 TENTANG PEDOMAN KEPROTOKOLAN DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERATURAN DAERAH PROVINSI BANTEN NOMOR : 5 TAHUN 2004 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BANTEN, Menimbang
Lebih terperinciUIN AR-RANIRY BANDA ACEH
UIN AR-RANIRY BANDA ACEH KEPUTUSAN REKTOR UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH NOMOR: 02 TAHUN 2018 TENTANG PEDOMAN PENJARINGAN BAKAL CALON REKTOR UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY BANDA ACEH
Lebih terperinciPELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI APRIL
PELAKSANAAN FUNGSI LEGISLASI DPR RI OLEH: DRA. HJ. IDA FAUZIYAH WAKIL KETUA BADAN LEGISLASI DPR RI MATERI ORIENTASI TENAGA AHLI DPR RI 25-27 APRIL 2011 Program Orientasi Tenaga Ahli DPR RI 25-27 April
Lebih terperinciFaridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan
TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2007 TENTANG PANITIA NASIONAL PENYELENGGARAAN KONFERENSI KELAUTAN DUNIA (WORLD OCEAN CONFERENCE) TAHUN 2009 DENGAN RAHMAT
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
KEPUTUSAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2010 TENTANG PEMBENTUKAN PANITIA NASIONAL PENYELENGGARA KONFERENSI TINGKAT TINGGI ASIA-PACIFIC ECONOMIC COOPERATION XXI TAHUN 2013 DAN PENETAPAN PROVINSI
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2001 TENTANG PEDOMAN PENYUSUNAN TATA TERTIB DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka penyelenggaraan
Lebih terperinciLEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20
LEMBARAN DAERAH KOTA PEKALONGAN TAHUN 2005 NOMOR 20 PERATURAN DAERAH KOTA PEKALONGAN NOMOR 12 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KOTA
Lebih terperinci. ' Rencana Strategis DPR RI 2015-2019 Uraian di atas memperlihatkan bahwa terkait dengan fungsi legislasi dan terkait dengan pengawasan, DPR RI telah ditempatkan sesuai dengan yang dikehendaki oleh konstitusi.
Lebih terperinciPERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 31 TAHUN 2005 TENTANG SEKRETARIAT NEGARA DAN SEKRETARIAT KABINET DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG
LEMBARAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU Nomor 1 Tahun 2006 Seri E PERATURAN DAERAH KOTA LUBUKLINGGAU NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
JADWA ACARA RAPAT DEWAN PERWAKIAN RAKYAT REPUBIK INDONESIA MASA PERSIDANGAN IV TAHUN SIDANG 2016-2017 TANGGA 15 Maret 2017 s.d. 17 Mei 2017 (Masa Sidang mulai tanggal 15 Maret 2017 s.d. 28 April 2017 Masa
Lebih terperinci5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004, tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggungjawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
BUPATI KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN KEPULAUAN ANAMBAS NOMOR 3 TAHUN 2010 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN
Lebih terperinciDengan Persetujuan Bersama. DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT dan BUPATI BANDUNG BARAT MEMUTUSKAN:
PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT NOMOR 1 TAHUN 2008 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH KABUPATEN BANDUNG BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN TENTANG KEPROTOKOLAN
I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2010 2010 TENTANG KEPROTOKOLAN Negara menghormati kedudukan para Pejabat Negara, Pejabat Pemerintahan, perwakilan negara asing dan/atau
Lebih terperinciLAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI
TERBATAS (Untuk Kalangan Sendiri) LAPORAN SINGKAT PANJA RUU APARATUR SIPIL NEGARA KOMISI II DPR RI (Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah, Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kepemiluan,
Lebih terperinciPERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH
S A L I N A N NOMOR 1/A, 2005 PERATURAN DAERAH KOTA MALANG NOMOR 1 TAHUN 2005 TENTANG KEDUDUKAN PROTOKOLER DAN KEUANGAN PIMPINAN DAN ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie
Lebih terperinci