PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG"

Transkripsi

1 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Hydnophora rigida (Dana 1846), Acropora nobilis (Dana 1846), DAN Acropora microphthalma (Verrill 1859) YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PERAIRAN PULAU KELAPA, KEPULAUAN SERIBU MUHIDIN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Hydnophora rigida (Dana 1846), Acropora nobilis (Dana 1846), DAN Acropora microphthalma (Verrill 1859) YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PERAIRAN PULAU KELAPA, KEPULAUAN SERIBU adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2012 Muhidin C

3 RINGKASAN Muhidin. C Pertumbuhan Dan Kelangsungan Hidup Karang Hydnophora rigida (Dana 1846), Acropora nobilis (Dana 1846), dan Acropora microphthalma (Verrill 1859), yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, dibawah bimbingan Ario Damar dan Beginer Subhan. Tekanan lingkungan baik bersifat alami maupun antropogenik menyebabkan degradasi ekosistem terumbu karang di Kepulauan Seribu, diantaranya pencemaran minyak tahun (Taman Nasional Kepulauan Seribu 2004), polusi, perikanan berlebih dan merusak, El nino, serta perubahan fungsi habitat (Yusri & Estradivari 2007; Suharsono 2005; Ongkosongo 1986 in Setyawan et al. 2011; Burke et al. 2002). Tutupan karang keras Kepulauan Seribu pada tahun 2009 hanya sebesar 34,3% (Setyawan et al. 2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pertumbuhan dan kelangsungan hidup karang yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu. Jenis karang yang diteliti adalah H. rigida, A. nobilis, dan A. microphthalma. Pengamatan meliputi pertumbuhan panjang dan lebar fragmen karang, ketahanan hidup dan kualitas perairan. Pengambilan data dilakukan secara langsung sebanyak empat kali selama sebelas bulan yaitu pada bulan September 2010, Januari 2011, Mei 2011, dan Juli Data pertumbuhan dianalisis ukuran panjang dan lebarnya, sedangkan kualitas perairan dianalisis di Laboratorium Produktifitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor. Pertumbuhan mutlak tinggi dan lebar H. rigida sebesar 2,55±5,38 cm dan 6,75±4,80 cm, A. nobilis sebesar 4,30±7,47 cm dan 10,52±6,94 cm sedangkan A. microphthalma sebesar 4,69±4,07 cm dan 7,70±6,93 cm. Laju pertumbuhan lebar untuk H.rigida pada bulan September 2010-Januari 2011 sebesar 0,46 cm/bulan, Januari-Mei ,77 cm/bulan,dan Mei-Juli ,86 cm/bulan. Pada A.nobilis laju pertumbuhan lebar berturut-turut mulai September 2010-Januari 2011, Januari- Mei 2011, dan Mei-Juli 2011sebesar 0,77 cm/bulan, 1,39 cm/bulan, dan 1,02 cm/bulan, sedangkan pada A. microphthalma sebesar 0,96 cm/bulan, 0,64 cm/bulan, dan 0,51 cm/bulan. Laju pertumbuhan tinggi pada H.rigida berturut-turut sebesar 0,19 cm/bulan pada September 2010-Januari 2011, 0,15 cm/bulan pada Januari-Mei 2011,dan 0,59 cm/bulan pada Mei-Juli Pada A.nobilis laju pertumbuhan tinggi berturut-turut mulai September 2010-Januari 2011, Januari-Mei 2011, dan Mei-Juli 2011 sebesar 0,37 cm/bulan, 0,44 cm/bulan, dan 0,74 cm/bulan, dan pada A. microphthalma sebesar 0,50 cm/bulan, 0,81 cm/bulan, dan 0,29 cm/bulan. Tingkat ketahanan hidup H. rigida pada akhir pengamatan sebesar 74%, A. nobilis 71%, dan A. microphthalma 83% sehingga secara biologis kegiatan transplantasi yang dilakukan pada ketiga fragmen tersebut dapat dikatakan berhasil.

4 PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Hydnophora rigida (Dana 1846), Acropora nobilis (Dana 1846), DAN Acropora microphthalma (Verrill 1859) YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PERAIRAN PULAU KELAPA, KEPULAUAN SERIBU MUHIDIN C Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi : Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Karang Hydnophora rigida (Dana 1846), Acropora nobilis (Dana 1846), dan Acropora microphthalma (Verrill 1859) yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu. : Muhidin : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Menyetujui : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Ir. Ario Damar, S.Pi, M. Si Beginer Subhan, S. Pi, M. Si NIP NIP Mengetahui : Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc. NIP Tanggal Ujian : 2 Maret 2012

6 PRAKATA Alhamdulillah puja dan puji selalu terpanjatkan kepada Allah SWT, Tuhan semesta alam yang tiada henti-hentinya mencurahkan nikmat kepada hamba-hamba Nya. Atas rahmat dan karunia-nya pula sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini berjudul Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Karang Hydnophora rigida (Dana 1846), Acropora nobilis (Dana 1846), dan Acropora microphthalma (Verrill 1859) yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu; disusun berdasar pada hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai bulan Juli 2011, dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Terima kasih saya ucapakan kepada Dr. Ir. Ario Damar, M.Si selaku dosen pembimbing pertama dan Beginer Subhan, S.Pi., M.Si. selaku pembimbing kedua yang banyak memberikan bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya, seperti kata pepatah Tiada Gading yang Tak Retak sehingga penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis berharap dengan segala kekurangan dan keterbatasan skripsi ini semoga dapat bermanfaat untuk berbagai pihak. Atas perhatiannya, penulis mengucapkan terima kasih. Bogor, Maret 2012 Penulis

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada: 1. Dr.Ir. Ario Damar, M.Si selaku ketua komisi pembimbing sekaligus sebagai pembimbing akademik penulis dan Beginer Subhan, S.Pi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini. 2. Ir. Agustinus M Samosir, M.Phil selaku ketua komisi pendidikan atas bimbingan, waktu, saran, dan perhatiannya kepada penulis terutama dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dr. Yonvitner, S.Pi, M.Sc selaku penguji tamu dan Dr.Ir. Akhmad Fahrudin M.Si sebagai perwakilan komisi pendidikan dalam sidang hasil skripsi penulis. 4. Dosen-dosen departemen Manajemen Sumberdaya Perairan (Pak Mennofatria Boer, Ibu Erna, Ibu Niken, Ibu Maya, Bapak Kadep Pak Yusli Wardiatno, Bang Zahid, dan semuanya) atas ketulusan, teladan, bimbingan, dan ilmu yang telah diajarkan kepada penulis. 5. Para staf Tata Usaha MSP terutama Mba Widar serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan terutama Mas Unus atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 6. Bapak Budhi Hascaryo Iskandar (Instruktur FDC) atas ilmu dan pengetahuan selamnya dan Ibu Adriani Sunuddin: your the real scientiest, Mrs., Ka Ima, dan Pak Fis. 7. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPL) Institut Pertanian Bogor, atas izin untuk melakukan penelitian pada proyek transplantasi terumbu karang di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu yang diketuai oleh Dr.Ir. Ario Damar, M.Si. 8. China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) atas kerjasama dan bantuan dana dalam penelitian ini. 9. Tim transplantasi karang (Ramadani, Linggom Simanjuntak MS, Eko Setiyawan, Aisyah Fitri M., Iswati Adityana, dan Arief Rizky) atas bantuan dan

8 10. kerjasamanya, dan Fadhillah R. ITK 42 dan Ahmat Taufik G. yang sudah membantu, membimbing, dan menemani penulis selama di lapangan. 11. Keluarga tercinta, khususnya Umi dan Bapak atas dukungan dan kasih sayang yang tidak terbatas, Kakakku Ajid, Adikku Aep Saefullah,dan adikku yang paling cantik Pipih Puspitasari. 12. Teman-teman MSP 44 (Sandi S., Reza Zulmi, Armaya S., Dede, Nto, Arief Rahman, Ari, Nunu, Eza, Adang, Ekie, Omen, dan yang lainnya [maaf tidak bisa disebutkan semua] atas dukungan, kekeluargaan, dan motivasi baik dalam suka maupun duka dalam membantu penulis menyelesaikan perkuliahan, serta temanteman FDC terutama diklat (Ade Ayu M., R. E. Ramadani, Eko Setyawan, Linggom S.M.S., Ludvi K., Ulfa N.A., M. Gufron, Arief Da Cunha, Dewa, dan Hikmah) AB serta ALB (terima kasih atas ilmu dan pengalaman yang telah diberikan), asisten FHA , FKM-C dan ITK Rekan-rekan Wisma Alamanda (Eri, Budi, Yuda, Eno, Jhon, Kris) dan Wisma Amigo (Nasrun, Galpan, Wawan) serta teman-teman wisma Alamanda dan wisma Amigo atas doa dan dukungannya. ix

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 10 Mei 1989, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan H. Adih dan Hj. Jenah. Pendidikan formal pertama diawali dari SDN 1 Bandasari (2001), SLTP Negeri 1 Leuwiliang (2004), dan SMA Negeri 5 Bogor (2007). Penulis diterima di IPB melalui jalur Ujian Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2007 di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air (2009/2010 dan 2010/2011). Penulis juga aktif di berbagai organisasi seperti anggota divisi CIA-FKMC (Creative and Innovatife for Allah-Forum Keluarga Muslim FPIK-IPB) periode , Ketua divisi Cerdas FKMC periode Selain itu, penulis juga aktif di organisasi selam FDC (Fisheries Diving Club) FPIK-IPB dan pernah menjadi anggota divisi peralatan (2010), anggota divisi Publikasi dan Dokumentasi (2010), dan anggota divisi Litbang (Penelitian dan Pengembangan) periode Penulis juga aktif mengikuti seminar dan pelatihan diantaranya pelatihan sertifikasi selam A1 dan A2 POSSI-CMAS, monitoring dan identifikasi data karang serta, dan berpartisipasi dalam kepanitiaan di lingkungan kampus IPB. Penulis menyusun skripsi dengan judul Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Karang Hydnophora rigida (Dana 1846), Acropora nobilis (Dana 1846), dan Acropora microphthalma (Verrill 1859) yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

10 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara makan dan sistem reproduksi Pertumbuhan dan bentuk koloni karang Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang Klasifikasi dan Ciri-Ciri Karang yang Diteliti Transplantasi Karang Transplantasi karang di Indonesia Metode transplantasi karang Keadaan Umum Lokasi Penelitian METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Metode Penelitian dan Analisis Data Fragmen karang dan konstruksi modul Pengamatan pertumbuhan karang Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Cahaya Salinitas Suhu Kekeruhan Kecepatan arus Nutrien (nitrat, amonia, dan ortofosfat) Pertumbuhan Karang Tingkat pencapaian pertumbuhan dan pertumbuhan mutlak Laju pertumbuhan karang Tingkat Ketahanan Hidup (Survival Rate) KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan xiiii xiv xv

11 5.2. Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii

12 DAFTAR TABEL Halaman 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian Parameter fisika dan kimia perairan yang diamati serta alat yang digunakan Ukuran tingkat pencapaian pertumbuhan karang yang ditransplantasi Beberapa penelitian transplantasi terumbu karang di Indonesia... 38

13 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema pemulihan ekosistem Peta tempat penelitian Desain konstruksi modul serta fragmen karang transplantasi Konstruksi modul serta fragmen karang transplantasi Fragmen transplantasi karang yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa Metode pengukuran contoh fragmen karang Perubahan salinitas rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Fluktuasi suhu rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kekeruhan rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kecepatan arus rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan nitrat (NO 3 -N) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan amonia (NH 3 -N) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan ortofosfat (PO 4 -P) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Pertumbuhan mutlak lebar dan tinggi rata-rata fragmen karang selama sebelas bulan Laju pertumbuhan tinggi dan lebar rata-rata fragmen H. rigida Perbandingan laju pertumbuhan karang jenis H. rigida pada penelitian yang berbeda Laju pertumbuhan tinggi dan lebar rata-rata fragmen A.nobilis Laju pertumbuhan tinggi dan lebar rata-rata fragmen A. microphthalma Perbandingan laju pertumbuhan karang jenis A.microphthalma pada penelitian yang berbeda Tingkat ketahanan hidup fragmen jenis H. rigida, A. nobilis,dan A. microphthalma Contoh fragmen karang yang tertutup alga sebagian dan tertutup Seluruhnya... 42

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data pertumbuhan lebar dan tinggi karang jenis H. rigida Data pertumbuhan lebar dan tinggi karang jenis A. nobilis Data pertumbuhan lebar dan tinggi karang jenis A. microphthalma Tingkat kelangsungan hidup karang Hydnopora rigida, Acropora nobilis, dan Acropora microphthalma yang ditransplantasikan Persentase terumbu karang yang mati terhadap penyebab kematian selama sebelas bulan Alat-alat yang digunakan dalam penelitian Modul transplantasi dan contoh fragmen yang terkena gangguan makroalga... 54

15 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu ekosistem laut di perairan utara Jakarta yang didominasi oleh ekosistem terumbu karang, padang lamun, dan daratan pulau-pulau karang yang menjadi habitat penting berbagai jenis biota perairan laut (Anonymous 1991; 1994; 1997; dan 2002 in Sachoemar 2008). Kepulauan Seribu memiliki beragam jenis biota, diantaranya 8 jenis lamun, 64 marga karang keras, 242 jenis ikan terumbu, dan 141 spesies makrobentos (Estradivari et al. 2007). Sebagian besar masyarakat Kepulauan Seribu dan nelayan masyarakat utara Jakarta bergantung hidupnya pada sumberdaya terumbu karang di Kepulauan Seribu (Napitupulu et al. 2006). Namun, tekanan lingkungan baik yang bersifat alami maupun antropogenik semakin banyak terjadi dan menyebabkan degradasi terhadap keberadaan ekosistem terumbu karang di Kepulauan ini, diantaranya pencemaran minyak yang terjadi pada tahun dimana sebanyak 78 pulau di Taman Nasional Kepulauan Seribu terkena dampaknya (Taman Nasional Kepulauan Seribu 2004), polusi, perikanan berlebih dan merusak, serta perubahan fungsi habitat (Yusri & Estradivari 2007; Suharsono 2005; dan Ongkosongo 1986 in Setyawan et al. 2011, LAPI-ITB 2001). Kepulauan Seribu juga sangat rentan terhadap ancaman pencemaran dari daratan, mengingat secara osenografis lokasinya berhubungan langsung dengan Teluk Jakarta tempat bermuaranya 13 sungai yang melintasi Kota Jakarta yang padat pemukiman dan industri (Anna 1999 in Sachoemar 2008). Peningkatan suhu permukaan laut atau El-Nino juga mengancam terumbu karang Kepulauan Seribu (Suharsono 1998). Pada tahun , sekitar 90-95% terumbu karang Kepulauan Seribu hingga kedalaman 25 meter mengalami kematian akibat El-Nino, meskipun sekitar 20-30% tutupan karang hidup mengalami pemulihan dua tahun kemudian (Burke et al 2002). Penelitian yang dilakukan oleh yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI) menemukan tutupan karang keras Kepulauan Seribu pada tahun 2009 hanya sebesar 34,3%. Besarnya kerusakan terumbu karang yang terjadi membutuhkan penanganan yang tepat agar ekosistem terumbu karang tersebut bisa pulih dengan cepat. Salah satu teknik untuk memperbaiki kerusakan terumbu karang adalah dengan

16 menggunakan teknik transplantasi karang. Transplantasi karang adalah suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu induk koloni tertentu (Harriot dan Fisk 1988). Beberapa karang yang telah diteliti diantaranya jenis karang bercabang Acropora di Pulau Lancang dan di sebelah utara Pulau Pari oleh Boli (1994) dengan tingkat pertumbuhan rata-rata 1 cm/bulan. Penelitian yang dilakukan oleh Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (PPLH) IPB dengan Asosiasi Karang Keras dan Ikan hias Indonesia (AKKII) mendapatkan karang jenis Trachyphyllia geofforoyi dan Wellsophyllia radiate yang mempunyai life form masif pada kedalaman 12 meter mempunyai pertumbuhan tinggi sebesar 0,73 mm/bulan dan 0,56 mm/bulan dan pertumbuhan lebar 0,93 mm/bulan dan 1,22 mm/bulan atau kurang dari 1 cm/bulan sedangkan karang bercabang Acropora formosa pada kedalaman 10 meter mempunyai tingkat pertumbuhan tinggi dan lebar sebesar 0,76 cm/bulan dan 1,15 cm/bulan dan pada kedalaman 3 meter mempunyai tingkat pertumbuhan lebih besar yaitu 1,14 cm/bulan dan 1,88 cm/bulan (Sadarun 1999). Menurut Supriharyono (2007) spesies dengan life form branching umumnya mempunyai tingkat pertumbuhan sangat cepat yaitu bisa >2 cm/bulan sedangkan coral massive tumbuhnya sangat lambat yaitu hanya <1 cm/tahun. Salah satu pulau di Kepulauan Seribu adalah Pulau Kelapa yang merupakan pusat pemerintahan Kelurahan Pulau Kelapa. Pulau ini mempunyai jumlah penduduk terbesar diantara semua pulau di Kepulauan Seribu dan memiliki kepadatan penduduk terbesar kedua setelah Pulau Panggang (Noor 2003; Estradivari et al. 2007). Tingginya jumlah penduduk di Pulau ini mempengaruhi kondisi ekosistem terumbu karang sehingga diperlukan upaya transplantasi karang untuk memperbaiki kondisi ekosistem terumbu karang dan meningkatkan penutupan terumbu karang tersebut sehingga diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap terumbu karang di Kepulauan Seribu Rumusan Masalah Degradasi terumbu karang di Kepulauan Seribu salah satunya di Pulau Kelapa memerlukan langkah nyata untuk bisa memperbaiki kerusakan tersebut. Salah satu tindakan yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan kegiatan transplantasi

17 karang agar ekosistem terumbu karang bisa cepat pulih. Secara skematis, proses pemulihan ekosistem terumbu karang disajikan pada Gambar 1. Faktor alami: 1. Pemanasan global 2. Sedimentasi Ekosistem terumbu karang Degradasi ekosistem terumbu karang Faktor antropogenik: 1. Tumpahan minyak 2. Limbah antropogenik 3. Perubahan fungsi habitat 4. Penangkapan ikan merusak dan berlebih Ekosistem terumbu karang rusak Rehabilitasi terumbu karang Pemilihan jenis karang: 1. H. rigida 2. A. nobilis 3. A. microphthalma Gambar 1. Skema pemulihan ekosistem terumbu karang Transplantasi karang Ekosistem pulih 1.3. Tujuan Tujuan penelitian ini untuk mengetahui laju pertumbuhan karang serta parameter yang mempengaruhi transplantasi karang jenis H. rigida, A. nobilis, dan A. microphthalma di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, sehingga bisa diketahui tingkat keberhasilan dari metode transplantasi karang terhadap jenis yang ditanam.

18 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Karang tergolong dalam jenis makhluk hidup (hewan) yaitu sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat hewan (Rahmawaty 2004). Dalam bentuk yang paling sederhana, karang hanya bisa terdiri dari sebuah polip yang mempunyai bentuk seperti tabung dengan mulut di bagian atas yang dikelilingi oleh tentakel (Burke et al 2002). Terumbu karang (coral reefs) merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang, yang hidup di dasar perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO 3 ), dan mempunyai kemampuan yang cukup kuat untuk menahan gaya gelombang laut (Supriharyono 2007). Terumbu karang merupakan ekosistem yang terdapat khas di daerah tropis. Terumbu terbentuk dari endapan-endapan masif kalsium karbonat yang dihasillkan oleh organisme karang pembentuk terumbu (karang hermatifik) dari filum Cnidaria, ordo Sclerectinia yang hidup bersimbiosis dengan alga zooxanthellae dan sedikit tambahan alga berkapur dan organisme lain yang mengsekresi kalsium karbonat (Bengen 2001). Karang yang ada di dunia terbagi dua kelompok karang, yaitu karang hermatifik dan karang ahermatifik. Perbedaan kedua kelompok karang ini terletak pada kemampuan karang hermatifik dalam menghasilkan terumbu. Kemampuan menghasilkan terumbu ini disebabkan oleh adanya sel-sel tumbuhan yang bersimbiosis di dalam jaringan karang hermatifik yang dinamakan zooxanthellae. Hasil samping dari aktivitas fotosintesis tersebut adalah berupa endapan kalsium karbonat, yang struktur dan bentuk bangunannya khas Cara makan dan sistem reproduksi Thamrin (2006) menyatakan pada umumnya karang mempunyai tentakel yang berkontraksi atau dapat menarik dan menjulur yang berfungsi untuk menangkap mangsa dari perairan dan sebagai alat pertahanan diri. Namun, kebutuhan energi dan makanan karang sebagian besar tergantung pada simbionnya yaitu zooxanthellae yang hidup di dalam jaringan endodermis karang. Sebagian besar jenis karang membutuhkan makanan hanya sekitar 2% yang berasal dari kelompok plankton.

19 Kebutuhan karang terbesar disuplai oleh simbionnya zooxanthellae, bahkan Veron (1993) in Thamrin (2006) menyatakan kebutuhan karang yang berasal dari simbionnya zooxanthellae mencapai sekitar 98%, bahkan ada yang memperkirakan hampir mencapai 100% dengan kisaran antara 75-99% (Tackett dan Tackett 2002 in Thamrin 2006). Apabila dirinci maka sumber makanan karang dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu: 1. Zooplankton yang melayang dalam air. 2. Menerima hasil fotosintesis zooxanthellae Thamrin (2006) mengelompokkan mekanisme bagaimana mangsa yang ditangkap karang mencapai mulut kedalam tiga cara, yaitu: 1. Mangsa ditangkap lalu dibawa oleh tentakel ke mulut. 2. Mangsa ditangkap lalu terbawa ke mulut oleh gerakan silia di sepanjang tentakel. 3. Mesentrial filament yang berasal dari rongga perut juga dimanfaatkan untuk menangkap partikel makanan disamping digunakan untuk pencernaan. Sistem reproduksi karang dilakukan baik dengan seksual maupun aseksual. Sebagian besar reproduksi karang dilakukan dengan cara ovipar. Perkembangan gamet karang ditemukan dalam dua kelompok, yaitu sebagian besar bersifat hermafrodit dan sebagian kecil bersifat gonochoric. Mekanisme reproduksi melalui fertilisasi disusul embriogenesis di dalam tubuh dan ada juga yang melakukan spawning yang disusul fertilisasi dan embriogenesis di dalam kolom air (Thamrin 2006). Menurut Thamrin (2006) tipe perkembangan gamet dan tempat terjadinya fertilisasi dan embryogenesis pada karang dipengaruhi lingkungan dan letak lintang dimana karang tersebut berada. Namun, secara umum jumlah terbesar jenis karang mempunyai perkembangan gamet secara hermafrodit dengan fertilisasi serta embryogenesis terjadi di dalam kolom air atau dengan spawning. Waktu reproduksi pada kebanyakan spesies karang antara menjelang malam sampai tengah malam (Harrison et al. 1994; Shlesinger & Loya 1985; Babcock et al. 1986; dan Szmant 1986 in Rani et al. 2005). Umumnya waktu pemijahan terjadi dalam suatu periode tertentu setelah matahari terbenam pada setiap populasi, dan waktu pemijahan pada umumnya konsisten dari tahun ke tahun (Harrison et al dan Babcock et al 1986 in Rani et al. 2005).

20 Cara reproduksi A. nobilis bersifat pemijah hermafrodit (Spawning hermafrodit) yang merupakan tipe umum dari karang skleraktinia (Harrison and Wallace 1990; Richmond and Hunter 1990; Richmond 1997 in Rani et al. 2005). Berdasarkan penelitian Rani dan Jamaluddin (2005) di Pulau Baranglompo, Makasar, diketahui pemijahan A. nobilis bersifat hermafrodit simultan (broadcast spawning simultaneous hermaphrodite). A. nobilis mengeluarkan kemasan gamet dalam satu paket buntelan telur-sperma (egg-sperm bundles) secara perlahan (lambat) melalui mulut polip dengan sedikit sentakan selama 5-15 menit. Jumlah telur dari tiap buntelan berkisar 5-13 butir (n=38) dengan ukuran sel telur berkisar µm dengan rata-rata sebesar 416±24,06 µm (n=46). Polip di bagian tengah lebih sinkron mengeluarkan gamet dibandingkan dengan apikal atau bagian basal cabang. Penelitian Rani et al. (2005) menunjukkan waktu pemijahan A. nobilis terjadi pada saat bulan purnama (tiga malam) dan bulan baru atau gelap (empat malam) Pertumbuhan dan bentuk koloni karang Acropora Laju pertumbuhan pada tiap koloni karang bisa berbeda satu dengan yang lainnya tergantung kepada spesies, umur koloni, dan lokasi terumbu tersebut. Namun, koloni yang muda dan kecil cenderung tumbuh lebih cepat daripada koloni yang lebih tua, koloni yang besar dan bercabang (Nybakken 1992). Raymond et al. (2006) menyatakan karang dengan bentuk submasif dan masif biasanya menampilkan pertumbuhan lebih lambat tapi lebih baik dalam bertahan hidup. Sedangkan spesies dengan bentuk percabangan yang halus dan foliose memiliki tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi namun buruk dalam bertahan hidup. Nybakken (1992) menyatakan bahwa lokasi karang juga mempengaruhi bentuk pertumbuhan dari spesies karang. Spesies karang yang terdapat di tempat yang lebih dalam memiliki bentuk yang lebih tipis dan kurus, hal ini mungkin disebabkan oleh proses kalsifikasi yang kurang optimal. Arus menyebabkan bentuk cabang mempunyai penyesuaian arah tertentu sedangkan gerakan gelombang menyebabkan spesies bercabang mempunyai cabang yang lebih pendek dan tumpul. English et al. (1994) membagi karang batu berdasarkan bentuk pertumbuhannya menjadi dua yaitu karang Acropora dan non-acropora. Pengelompokkan ini berdasarkan kepada ada tidaknya koralit axial dan radial pada

21 karang batu tersebut. Karang Acropora mempunyai axial dan radial koralit sedangkan karang non-acropora hanya mempunyai radial saja. Selain itu, pengelompokkan ini didasarkan pada jumlah kelompok karang Acropora yang menurut Thamrin (2006) umumnya merupakan salah satu kelompok karang yang sangat dominan pada suatu perairan. Genera karang Acropora umumnya memiliki bentuk morfologi koloni yang bercabang dan salah satu komponen utama pembangun terumbu karang. Pertumbuhan karang bercabang berlangsung lebih cepat pada bagian ujung cabang tanpa zooxanthellae dibandingkan dengan bagian basal (Goreau 1959; Pearse & Muscatine 1971; Oliver 1984; dan Rinkevich & Loya 1984 in Rani et al. 2005) Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang Keanekaragaman, penyebaran, dan pertumbuhan hermatifik karang tergantung pada lingkungannya. Kondisi ini pada kenyataannya tidak selalu tetap, akan tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan, baik yang berasal dari alam atau aktivitas manusia. Gangguan dapat berupa faktor fisika, kimia, maupun biologis. Faktor-faktor fisika-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi kehidupan dan /atau laju pertumbuhan karang antara lain cahaya matahari, suhu, salinitas, ph dan sedimen. Sedangkan faktor biologis, biasanya berupa predator atau pemangsanya (Supriharyono 2007). Titik kompensasi binatang karang terhadap cahaya adalah pada intensitas cahaya antara f.c. atau umumnya terletak antara f.c. (Kanswisher dan Wainwright 1967 in Iswara 2010). Birkeland (1997) menyatakan pada umumnya terumbu karang ditemukan pada perairan dengan suhu C, tetapi menurut Nybakken (1992) terumbu karang dapat mentolerir suhu sampai C. Pada daerah tropis suhu rata-rata tahunan untuk perkembangan optimal terumbu karang adalah C, sedangkan salinitas air laut yang normal untuk kehidupan karang hermatifik adalah / 00 (Nybakken 1992), meskipun menurut Suharsono (1996) pada salinitas ekstrem seperti di Teluk Persia 46 0 / 00 dan di Laut Hindia Selatan 26 0 / 00 terumbu karang masih dapat hidup. Padatan tersuspensi (kekeruhan) berhubungan dengan kecerahan perairan. Thamrin (2006) menyatakan bahwa padatan tersuspensi mempengaruhi sepanjang

22 siklus hidup hewan karang. Sedimen berpengaruh terhadap pertumbuhan binatang karang baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung sedimen adalah dengan menutupi polip karang sehingga menyebabkan kematian pada karang. Sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu menghalangi penetrasi cahaya sehingga mengganggu fotosintesis (Bak 1978 in Supriharyono 2007). Selain itu, sedimen yang tinggi memaksa karang untuk mengeluarkan energi lebih guna menghalau sedimen tersebut yang mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang (Pastorok dan Bilyard 1985 in Supriharyono 2007). Tingkat kekeruhan yang normal bagi terumbu karang berkisar antara 0-10 mg/liter (Rogers 1990, Larcombe et al in Thamrin 2006). Arus diperlukan karang untuk memperoleh makanan dalam bentuk zooplankton, oksigen, serta dalam membersihkan permukaan karang dari sedimen (Thamrin 2006; Stoecker 1978 in Estradivari at al. 2009). Rachmawati (2001) in Wibowo (2009) menyatakan bahwa gelombang yang cukup kuat akan menghalangi pengendapan sedimen pada koloni karang. Karang sendiri memiliki kemampuan dalam membersihkan permukaan tubuhnya (koloninya) dari sedimen, tetapi dalam jumlah yang sangat terbatas. sehingga jenis karang yang ditemukan dalam perairan yang memiliki tingkat sedimentasi yang tinggi hanya terbatas pada jenis karang tertentu. Amonium tidak bersifat toksik (innocuous) namun pada suasana alkalis (ph tinggi) lebih banyak ditemukan amonia yang tak terionisasi (unionized) dan bersifat toksik (Tebbut 1992 in Effendi 2003). Karang biasanya hidup pada perairan dengan nutrien anorganik yang rendah (Grover 2003 in Wibowo 2009). Nutrien yang tinggi di perairan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman dan alga pada perairan tersebut juga meningkat. Biomassa makroalga yang besar dapat menutupi karang sehingga memiliki efek seperti halnya penutupan karang oleh partikel sedimen yang besar (Rachmawati 2001 in Wibowo 2009) Klasifikasi dan Ciri-Ciri Karang yang Diteliti Menurut Wells (1954) in Suharsono (2008) klasifikasi hewan karang pembentuk terumbu yang ditransplantasikan sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Cnidaria/Madreporaria

23 Kelas : Anthozoa Sub kelas : Zoantharia Ordo : Scleractinia Famili : Merulinidae Genus : Hydnophora Spesies : H. rigida Famili : Acroporidae Genus : Acropora Spesies : A. nobilis A. microphthalta Famili Merulinidae terdiri dari tiga genera, yaitu Merulina, Scapophyllia, dan Hydnophora. Semua genera Famili Merulinidae memiliki zooxanthellae dan berbentuk koloni. Struktur rangkanya mirip Faviidae tetapi sangat difusi dan tanpa paliform. Lembah pemisah antar koralit dangkal dan kabur atau seperti menyebar. Semua genera menyebar dan berada di indo-pasifik (Veron 2000). Famili Merulinidae mempunyai koloni masif, merayap atau lembaran. Adanya alur-alur saling bersatu, begitu juga struktur koralit (Suharsono 2008). Berdasarkan Suharsono (2008) Hydnophora memiliki koloni merayap, masif atau bercabang. Marga ini dicirikan dengan adanya struktur hydnophore yaitu bentuk kerucut-kerucut kecil yang terbentuk dari dinding antara koralit yang terpecah-pecah. Hydnophore ini menutupi seluruh permukaan sehingga marga ini mudah dikenali. Genus Hydnophora terdiri dari lima jenis dan tersebar di seluruh perairan Indonesia. H. rigida memiliki karakter koloni bercabang dengan koralit berbentuk hydnophoroid kecil dengan sebaran yang tidak teratur. Warna hijau atau coklat muda. Jenis ini tersebar di seluruh peraiaran Indonesia dan sangat umum dijumpai di lereng terumbu. Sedangkan menurut Veron (2000) H. rigida memiliki ciri-ciri koloni terdiri dari cabang-cabang yang tidak teratur, biasanya memiliki lapisan encrusting atau rata pada bagian bawah atau dasar koloni. Monticules biasanya berfungsi membentuk tonjolan seperti gunung ke arah sisi. Cabang utama memiliki panjang 7-12 mm. Berwarna krim atau hijau. Acroporidea terdiri atas empat genus, yaitu Montipora, Astreopora, Anacropora dan Acropora dimana genus Acropora merupakan genus dengan spesies

24 terbanyak dan hampir ditemukan menyebar di seluruh wilayah perairan Indonesia. Suharsono (2008) menyatakan bahwa ketiga marga Acropora, Anacropora, dan Montipora mempunyai ciri yang hampir sama yaitu koralit kecil, tanpa kolumella, septa sederhana dan tidak mempunyai struktur tertentu dan koralit dibentuk secara ekstratentakular. Marga keempat Astreopora agak berbeda yaitu ukuran koralit lebih besar, septa berkembang dengan baik dan dengan kolumella yang sederhana. Genus Acoropora biasanya mempunyai bentuk pertumbuhan bercabang (branching), tabulate, digitate dan kadang-kadang berbentuk encrusting atau submasif. Genus Acropora memiliki bentuk percabangan sangat bervariasi dari karimbosa, arboresen, kapitosa dan lain-lainnya. Ciri khas dari marga ini adalah mempunyai axial dan radial koralit. Bentuk radial koralit juga bervariasi dari bentuk tubular basiform, dan tenggelam. Marga ini mempunyai 113 jenis, tersebar di perairan Indonesia. Menurut Veron (2000) selain memiliki dua tipe koralit, yaitu axial dan radial Acropora tidak mempunyai kolumela, dinding koralit dan koenesteumnya poros serta tentakelnya hanya keluar di malam hari. A. nobilis memiliki bentuk percabangan arboresen, radial koralit terdiri dari dua ukuran besar dan kecil dengan bukaan demidiate. Warna coklat muda dan coklat keabu-abuan. Hidup di tempat dangkal, umum dijumpai dan tersebar di seluruh perairan Indonesia (Suharsono 2008). Selain itu, A. nobilis memiliki cabang silinder yang tegak dan besar dengan ketinggian dapat mencapai sekitar lima meter, cabang basal horizontal hanya berkembang di perairan dangkal. Radial koralit mempunyai ukuran dan bentuk bermacam-macam. Warna krim, cokelat, biru, kuning, dan hijau. Warna koloni individu seragam kecuali pada ujung cabang berwarna sedikit pucat. A. microphthalma memiliki karakteristik dengan tinggi koloni dapat mencapai lebih dari dua meter dan percabangan yang luas, arboresen, kecil, ramping, dan lurus. Subcabang rapi dan teratur, radial koralit kecil, banyak, dan ukuran sama. Warna umumnya pucat abu-abu, kadang pucat coklat atau krim (Veron 2000) Transplantasi Karang Transplantasi karang adalah kegiatan untuk memperbayak koloni karang melalui fragmentasi spesimen yang berasal dari habitat alam atau sumber lainnya dengan cara melekatkan fragmen tersebut pada media buatan dan menumbuhkan pada habitat alam atau buatan (SK Dirjen PHKA 2008). Soedharma et al.(2007)

25 mendefinisikan transplantasi karang sebagai suatu teknik penanaman dan pertumbuhan koloni karang baru dengan metode fragmentasi, dimana benih karang diambil dari suatu induk koloni tertentu, sedangkan menurut Hariot dan Fisk (1988) transplantasi karang adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk ditanam di tempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan. Transplantasi karang bertujuan untuk mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah mengalami kerusakan atau untuk memperbaiki daerah terumbu karang yang rusak, terutama untuk meningkatkan keragaman dan persen penutupan (Hariot dan Fisk 1998 in Soedharma dan Arafat 2007). Selain itu, masih menurut Hariot dan Fisk (1998) in Sandy (2000) dijelaskan bahwa tranplantasi dapat digunakan untuk merehabilitasi terumbu karang secara cepat, karena waktu yang dibutuhkan antara beberapa bulan sampai satu tahun dengan tingkat keberhasilan %. Tujuan transplantasi karang menurut Dirjen PHKA (2008) adalah untuk mempercepat regenerasi dari terumbu karang sehingga dapat dimanfaatkan untuk perdagangan dan peningkatan kualitas habitat karang. Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi pilihan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Hariot dan Fisk 1988). Tranplantasi karang telah digunakan di beberapa Negara untuk merehabilitasi ekosistem terumbu karang yang telah rusak seperti di Filipina transplantasi karang telah diterapkan untuk menyembuhkan ekosistem terumbu karang yang telah mengalami kerusakan akibat penangkapan ikan dengan bahan peledak (Auberson 1982), Singapura menggunakan tranplantasi karang untuk menyimpan (menyelamatkan) spesies yang habitatnya direklamasi (Plucer-Rosario and Randall 1987), sedangkan di Florida transplantasi karang telah digunakan untuk mempercepat dan memperbanyak tutupan ekosistem terumbu karang (Gittings et al. 1988) dan di Taman Laut Great Barrier Reef, tranplantasi karang digunakan untuk mempercepat regenerasi ekosistem terumbu karang akibat serangan achantaster plancii (Harriot dan Fisk 1988) Transplantasi karang di Indonesia Penelitian mengenai transplantasi karang terhadap beberapa jenis karang telah banyak dilakukan seperti penelitian terhadap tingkat keberhasilan hidup karang transplantasi jenis Madracis mirabilis dan jenis Acropora sp. (Bak dan Criens 1981

26 in Johan et al. 2008). Penelitian terhadap transplantasi karang jenis Acropora sebanyak 40 sampel dari sebelas spesies karang dengan menggunakan substrat buatan (keramik) di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta (Sadarun 1999). Penelitian tingkat keberhasilan transplantasi karang batu di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta dengan meggunakan tiga jenis karang genus Acropora yaitu Acropora Donei, Acropora Acuminata dan A. Formosa (Johan et al. 2008). Karang yang ditransplantasikan mempunyai kecepatan pertumbuhan yang berbeda-beda. Supriharyono (2007) menyatakan bahwa karang dengan life form branching umumnya mempunyai tingkat pertumbuhan sangat cepat yaitu bisa >2 cm/bulan sedangkan coral masif tumbuhnya sangat lambat yaitu hanya <1 cm/tahun. Sadarun (1999) mendapatkan pertumbuhan karang branching dari jenis Acropora yongei dan Acropora digitifera yang ditranplantasikan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu selama lima bulan mempunyai pertumbuhan rata-rata sebesar 0,4 cm dan 0,1 cm Metode transplantasi karang Jaap (1999) in Prawidya (2003) menyatakan bahwa tujuan utama transplantasi karang adalah mempercepat pemulihan ekosistem terumbu karang. Transplantasi dinyatakan sukses dari sudut pandang biologis dengan tingkat ketahanan hidup berkisar antara % (Harriot dan Fisk 1998 in Herdiana 2001). Menurut Harriot dan Fisk (1988), karang yang paling cocok untuk tranplantasi adalah karang Acropora bercabang seperti halnya yang pernah mereka lakukan di Samudera Pasifik. Hal ini karena karang Acropora memiliki tingkat ketahanan hidup yang besar, sangat indah, kecepatan pertumbuhan yang tinggi, dan kemampuan yang bersar dalam hal menutupi daerah ekosistem terumbu karang yang kosong. Adverland (2001) menjelaskan bahwa hal yang harus diperhatikan dalam teknik pengembangbiakan karang adalah koloni yang dikembangkan haruslah koloni yang sehat dan pemotongan koloni hendaknya memperhatikan arah arus untuk menghindari penutupan koloni akibat pelendiran koloni. Alat yang digunakan untuk memotong fragmen dari induknya juga berbeda-beda tergantung dari bentuk pertumbuhan koloni. Untuk koloni yang bentuk koloninya bercabang, digunakan gunting kawat sedangkan untuk koloni yang bentuknya masif, alat yang digunakan

27 sebaiknya gergaji besi. Arah potongan karang juga menentukan laju pertumbuhan jangka panjang koloni tersebut. Menurut Clark dan Edwards (1995) in Sadarun (1999), untuk mengurangi stress, karang yang akan ditarnsplantasi dilepaskan secara hati-hati dan ditempatkan dalam wadah plastik berlubang serta proses pengangkutan dilakukan di dalam air. Sebaiknya operasi ini hanya menghabiskan waktu ±30 menit untuk setiap tumpukan karang yang akan dipindahkan. Harriot dan Fisk (1988) menjelaskan bahwa pengangkutan karang transplantasi di atas deck kapal yang terlindung selama kurang dari satu jam, tidak berbeda nyata dengan pengangkutan dalam air. Bila terkena udara selama dua jam, keberhasilan karang yang ditranplantasi berkisar 50-90%, sedangkan bila terkena udara selama tiga jam, maka keberhasilan karang yang ditransplantasi berkisar 40-70%. Fragmen transplan harus terikat dengan kokoh agar tidak mudah terlepas akibat pengaruh arus dan gelombang. Hal ini dapat dilakukan dengan melekatkan fragmen pada semen yang keras dengan menggunakan lem epoxy atau tali pengikat kabel (cable tie) (Jaap 1999 in Prawidya 2003). Vaughan (1916) in Prawidya (2003) menggunakan semen untuk melekatkan karang batu di Pantai Florida dan Pantai Goulding di Bahama untuk meneliti laju pertumbuhannya, sedangkan untuk area transplantasi yang arus dan gelombangnya kuat, digunakan pemberat untuk menahan base atau substrat transplan. Menurut Adverlund (2001) untuk karang yang perambatannya pada substrat relatif cepat, dapat digunakan lem super-glue untuk penempelannya, sedangkan untuk jenis karang yang perambatannya pada substrat relatif lama, sebaiknya digunakan lem epoxi. Karang untuk transplantasi harus diambil dari tempat yang sama dengan tempat pelaksanaan transplantasi terutama dalam hal pergerakan air, kedalaman, dan turbiditas. Koral dari daerah tubir (reef slope) yang dangkal, jernih, dan bergelombang tidak akan tumbuh dengan baik pada perairan yang keruh dan tenang (Maragos 1974 in Sadarun 1999). Menurut Moore (1958) in Herdiana (2001), ketika sebuah koloni dipisahkan menjadi dua bagian dan kemudian ditempatkan pada habitat yang berbeda maka laju pertumbuhan dan tingkat ketahanan hidup akan lebih baik pada daerah dimana jenis itu banyak ditemukan. Yap dan Gomez (1984) in Sadarun (1999) menyatakan bahwa tingkat kematian karang yang tinggi terjadi pada

28 musim panas. Oleh karena itu, sebaiknya hindari pelaksanaan kegiatan transplantasi karang pada musim-musim disaat karang sedang stres Keadaan Umum Lokasi Penelitian Secara astronomis Kepulauan Seribu terletak antara dan Lintang Selatan dan dan Bujur Timur. Wilayah Administrasi Kepulauan Seribu yang terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta terdiri atas 105 pulau yang sebagian besar tidak berpenduduk. Perairan Kepulauan Seribu memiliki kedalaman yang cukup bervariasi dimana kedalaman yang cukup dalam terdapat di sebelah utara Pulau Pari dan utara Pulau Semak Daun dengan kedalaman hingga 70 meter. Dasar rataan karang perairan Kepulauan Seribu terdiri dari komponen pasir, karang mati, hingga karang batu hidup (Estradivari et al. 2007). Suhu permukaan air laut di Kepulauan Seribu berkisar 25,7-31,0 C dengan rerata sebesar 29,1 ºC, sedangkan ph menunjukkan rerata sebesar 7,4 dengan kisaran antara 7,0 sampai 8,3. Rerata salinitas sebesar 28,6 o / oo dengan kisaran antara 23,3-30,3 o / oo. Kecepatan arus permukaan berkisar antara 0,01 sampai 0,15 m/s dengan rerata sebesar 0,07 m/s. Kecerahan berkisar antara 3,88 sampai 9,42 m dengan rerata 6,33 m. Rerata oksigen terlarut sebesar 7,11 mg/l dengan kisaran antara 6,10-7,96 mg/l (Setyawan et al. 2011). Salah satu pulau di Kepulauan Seribu adalah Pulau Kelapa dengan luas sekitar 13,09 ha. Pulau ini merupakan pulau yang mempunyai penduduk sangat padat dengan kepadatan 354 orang/ha pada tahun 2002 dan merupakan pusat pemerintahan Kelurahan Pulau Kelapa yang berjumlah 36 pulau. Kualitas perairan Pulau Kelapa berdasarkan pengamatan Bapepalda DKI Jakarta dan LAPI ITB pada tahun 2001 didapatkan suhu perairan pulau kelapa sebesar 30,2 ºC, Turbiditas 3, ph 7,94, salinitas 34,4 0 / 00, dan DO 5,9 mg/ltr. Pengamatan yang dilakukan Seawatch-BPPT pada bulan November dan Desember 1998 mencatat kecepatan arus pada kisaran 0,6 cm/dtk hingga 77,3 cm/dtk dengan rata-rata kecepatan sebesar 23,6 cm/dtk dengan dominasi arah arus kearah timur-timur laut. Tinggi gelombang di Pulau Kelapa berdasarkan pengamatan Seawatch Indonesia pada bulan Nopember 1998-Agustus 1999 pada kisaran 0,05-1,03 meter dengan periode gelombang berkisar antara 2,13-5,52 detik (Noor 2003).

29 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan selama sebelas bulan dimulai dari bulan September 2010 sampai bulan Juli Pengambilan data dilakukan sebanyak empat kali yaitu pada bulan September 2010, Januari 2011, Mei 2011, dan Juli Pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap yaitu tahap pengumpulan data, observasi lapangan, serta pengolahan, dan analisis data. Selanjutnya dilakukan pengambilan data pertumbuhan fragmen karang transplantasi berupa ukuran dimensi lebar dan tinggi fragmen karang serta kualitas air dari lokasi transplantasi tersebut. Lokasi penelitian berada di Pulau Kelapa, Kelurahan Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu (Gambar 2). Penelitian ini merupakan kerjasama antara Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan-Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB) dengan China National Offshore Oil Corporation (CNOOC) yang telah berlangsung sejak tahun Gambar 2. Peta tempat penelitian transplantasi karang di Perairan Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, Jakarta

30 3.2. Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan meliputi alat selam, alat tulis untuk mencatat di dalam air, bahan modul dan transplant dan alat untuk menempel transplan ke modul, alat untuk menentukan posisi serta alat dokumentasi. Tabel 1. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No. Alat dan Bahan Keterangan 1. Peralatan SCUBA Peralatan penyelaman 2. Kamera underwater Dokumentasi 3. Kertas newtop dan sabak Media pencatat data 4. Alat tulis (Pinsil, pulpen, penggaris, penghapus, pengserut, cutter dan spidol) Pengukur panjang lebar karang dan pencatat data 5. Global Positioning System (GPS) Penentuan titik pengamatan 6. Modul beton Rak tempat fragmen 7. Semen Penempel fragmen 8. Fragmen karang Hewan percobaan 9. Kabel tie dan tali nylon Pengikat fragmen ke modul 10. Laptop Pengolah data Untuk mendukung data penelitian, diambil juga data parameter perairan yang meliputi parameter fisika dan kimia. Metode analisis yang digunakan untuk parameter tersebut meliputi metode secara in-situ dan ex-situ. Metode analisis in-situ dilakukan secara langsung pada saat di lokasi penelitian sedangkan ex-situ dilakukan di Laboratorium Produktifitas Lingkungan (Proling) Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tabel 2. Parameter fisika dan kimia perairan yang diamati serta alat yang digunakan No. Parameter Satuan Alat yang digunakan Metode 1. Suhu 0 C Termometer raksa In-situ 2. Salinitas 0 / 00 Refraktometer Ex-situ 3. Kecerahan 0 / 0 Secchi disk In-situ 4. Kekeruhan NTU Turbidimeter Ex-situ 5. Kecepatan arus m/s Floating droudge dan stopwatch In-situ 6. Kedalaman M Depth gauge In-situ 7. Nutrien (Ammonia, Ortofosfat, Nitrat) mg/l Spektrofotometer Ex-situ 8. Laju sedimentasi mg/cm 2 /hari Sediment trap, kertas millipore, vacuum pump, timbangan analitik Ex-situ

31 3.3. Metode Penelitian dan Analisis Data Fragmen karang dan konstruksi modul Fragmen karang yang digunakan adalah karang hasil budidaya yang digunakan untuk kegiatan perdagangan. Karang ini merupakan keturunan kedua dari koloni induk sehingga legal untuk diperdagangkan sebagai karang hias. Fragmen karang yang akan diteliti ditempelkan dengan cara diikatkan pada tiang-tiang modul dengan menggunakan kabel tie lalu di semen agar kokoh dan tidak mudah lepas. Tiap modul terdiri dari enam fragmen karang transplan. Modul Fragmen karang Gambar 3. Desain konstruksi modul serta fragmen karang transplantasi Gambar 4. Konstruksi modul serta fragmen karang transplantasi di Pulau Kelapa Sumber foto: PKSPL-IPB H. rigida A. nobilis A. microphthalma Gambar 5. Fragmen transplantasi karang yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa Sumber foto: PKSPL-IPB Karang yang ditransplantasikan tersebut diidentifikasi secara visual dengan cara membandingkannya dengan literatur Jenis-Jenis Karang di Indonesia milik

32 Suharsono (2008) dan Coral of the world milik Veron (2000). Fragmen karang yang ditransplantasikan yaitu jenis H. rigida sebanyak 19 fragmen dengan ukuran tinggi rata-rata 13,38 cm dan lebar 11,52 cm, A. nobilis sebanyak 68 fragmen dengan ukuran tinggi rata-rata 25,12 cm dan lebar 28,30 cm, dan A. microphthalma sebanyak 24 fragmen dengan ukuran tinggi rata-rata 23,15 cm dan lebar 30,19 cm. Jumlah fragmen yang ditransplantasikan memiliki jumlah yang berbeda karena keterbatasan ketersediaan fragmen di lapangan, selain itu penelitian ini merupakan evaluasi dari proyek kerjasama antara PKSPL dengan CNOOC dalam rangka merehabilitasi lingkungan yang rusak sehingga jumlah fragmen disesuaikan dengan jumlah fragmen yang telah disediakan Pengamatan pertumbuhan karang Pengamatan fragmen karang dilakukan setiap tiga bulan sekali dengan menggunakan penggaris dan jangka sorong di dalam air. Pengamatan meliputi dimensi pertambahan lebar (lebar terlebar) dan pertambahan tinggi (tinggi tertinggi) dimana pengukuran dilakukan secara langsung menggunakan alat SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparatus). Kelangsungan hidup fragmen karang dihitung dengan cara mencatat setiap fragmen karang yang mati atau mengalami pemutihan. Untuk menghitung pencapaian pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dilakukan dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Ricker (1975) sebagai berikut: β = Lt-Lo Keterangan : β = Pertambahan panjang/tinggi fragmen karang Lt = Rata-rata panjang/tinggi fragmen karang setelah bulan ke-t Lo = Rata-rata panjang/tinggi fragmen karang pada bulan ke-0 Gambar 6. Metode pengukuran contoh fragmen karang

33 Untuk laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan, rumus yang digunakan adalah sebagai berikut (Ricker 1975): Keterangan: α = Laju pertambahan panjang atau lebar fragmen karang transplantasi L i+1 = Rata-rata panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i+1 Lt = Rata-rata panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i T i+1 = Waktu ke-i+1 t = Waktu ke-i Tingkat kelangsungan hidup pada karang yang ditransplantasi dihitung dengan menggunakan rumus yang mengacu pada Ricker (1975) sebagai berikut : Keterangan : SR = Tingkat Kelangsungan Hidup (Survival Rate) N t = Jumlah individu pada akhir penelitian = Jumlah individu pada awal penelitian N o Pengukuran parameter fisika kimia perairan Parameter fisika kimia perairan yang diambil meliputi suhu, salinitas, kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, nutrient (ammonia, ortofosfat, nitrat), dan laju sedimentasi. Pengambilan data dilakukan setiap tiga bulan sekali sesuai dengan pengambilan data fragmen karang. Pengukuran parameter fisika berupa suhu, kecepatan arus, kedalaman perairan, dan kecerahan perairan dilakukan secara langsung (insitu). Sedangkan salinitas, sedimentasi, kekeruhan, dan nutrient (ammonia, ortofosfat, dan nitrat) dilakukan secara tidak langsung (exsitu). Parameter suhu dilakukan dengan menggunakan thermometer air raksa dengan cara dicelupkan ke perairan kemudian dilihat nilai suhu perairannya, kecepatan arus dengan menggunakan floating droudge dan stopwatch dimana floating droudge dilempar keperairan dan dihitung menggunakan stopwatch. Waktu dihitung saat pertama kali floating droudge menyentuh air sampai tali floating droudge menegang, kemudian nilai waktu tersebut dibagi dengan nilai

34 miring (logaritma) dari jarak floating droudge terhadap kapal dan tinggi antar ujung tali saat floating droudge dijatuhkan dengan permukaan air. Parameter kecerahan menggunakan secchi disc dengan cara merata-ratakan nilai kedalaman saat secchi disk mulai menghilang/tidak terlihat dalam air (d1) dengan saat secchi disk mulai terlihat ketika diangkat (d2). Nilai kedalaman tersebut dibagi dua kemudian dikalikan 100 persen. Pengukuran kedalaman dengan melihat depth gauge pada peralatan SCUBA. Contoh air untuk pengukuran secara ex situ dilakuakn dengan menggunakan botol contoh pada kedalaman 1-4 meter, kemudian air contoh tersebut disimpan dalam cool box yang diberi es batu lalu dianalisis di Laboratorium Produktifitas Lingkungan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Salinitas diukur dengan hand refraktometer. Kekeruhan dengan turbidimeter dan nutrient diukur dengan spektrofotometri. Laju sedimentasi diukur dengan cara menyaring partikel-partikel tersuspensi yang terdapat di dalam sediment trap dengan menggunakan kertas millipore dibantu dengan vacuum pump, lalu di oven pada suhu C untuk mendapat berat kering partikel tersuspensi.

35 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Parameter fisika dan kimia perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota laut khususnya terumbu karang. Parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu normal untuk karang akan mempengaruhi pertumbuhan terumbu karang. Dalam kondisi perubahan parameter yang ekstrim dapat menyebabkan stress dan kematian pada karang Cahaya Cahaya memiliki peranan penting untuk kegiatan fotosintesis alga zooxanthellae yang bersimbiosis dengan karang. Nilai kecerahan pada penelitian ini bernilai 100% yang artinya penetrasi cahaya sampai ke dasar perairan sehingga akan mendukung proses fotosintesis (Nybakken 1992). Selain itu, menurut Nybakken (1992) cahaya matahari digunakan juga sebagai sumber energi untuk melakukan proses kalsifikasi sehingga karang bisa tumbuh dengan cepat Salinitas Salinitas suatu perairan sangat dipengaruhi oleh curah hujan dan masukan air tawar dari daratan. Menurut Nybakken (1992), salinitas air laut yang normal untuk kehidupan karang hermatifik adalah / 00 dan berkisar antara / 00 (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 51 tahun 2004). Gambar 7. Perubahan salinitas rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa

36 Salinitas di perairan Pulau Kelapa berfluktuasi dengan kisaran salinitas / 00. Nilai salinitas menurun pada bulan Januari 2011 kemudian naik sampai pada salinitas 32 0 / 00 di bulan Mei dan Juli Hal ini diduga disebabkan oleh tingginya curah hujan memasuki musim barat sehingga nilai salinitas semakin rendah dengan nilai terendah pada bulan Januari 2011 kemudian naik lagi memasuki musim timur karena berkurangnya curah hujan. Menurut Rachmawati (2001) in Wibowo (2009) penurunan salinitas perairan laut dapat disebabkan oleh pasokan air tawar, badai, dan hujan. Kisaran salinitas pada bulan September dan Desember yang berada di bawah kisaran normal untuk pertumbuhan karang dapat menyebabkan pertumbuhan karang terganggu dan tidak optimal Suhu Suhu adalah salah satu faktor yang memegang peranan penting dalam kehidupan karang. Berdasarkan Bikerland (1997) terumbu karang umumnya ditemukan pada perairan dengan suhu ºC. Gambar 8. Fluktuasi suhu rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Suhu perairan pada lokasi penelitian di Pulau Kelapa berkisar antara 28-30,6 ºC. Suhu perairan berfluktuasi pada tiap pengambilan data dan menunjukkan tren menurun dari bulan September 2010 sampai Juli Menurut Nybakken (1992) kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan karang berkisar antara ºC, sedangkan menurut Dirjen PHKA (2008) ºC dan menurut KepMen LH No.51 (2004) baku mutu suhu perairan untuk terumbu karang berkisar antara ºC. Pada bulan September 2010 sampai Mei 2011 suhu perairan masih dalam batas optimal untuk pertumbuhan karang sedangkan pada bulan Juli 2011 suhu perairan di atas batas normal sehingga tidak terlalu baik untuk pertumbuhan karang.

37 Perubahan suhu bulan Mei ke Juli menunjukkan kenaikan sebesar 2 ºC dimana kenaikan ini cukup signifikan sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan karang. Studi yang dilakukan Coles & Jokie (1978) dan Neudecker (1981) in Supriharyono (2007) menunjukkan perubahan suhu perairan secara mendadak sekitar 4-6 ºC dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan mematikannya. Penurunan suhu perairan dapat disebabkan oleh kurang optimalnya intensitas penyinaran matahari. Curah hujan yang meningkat pada bulan Desember berpengaruh terhadap intensitas penyinaran matahari dan mempengaruhi kondisi saat pengambilan data. Meningkatnya curah hujan juga dapat menyebabkan masuknya sedimen-sedimen dari daratan sehingga meningkatkan kekeruhan perairan yang berakibat pada terhambatnya penetrasi cahaya matahari karena terhalang oleh sedimen. Berkurangnya cahaya matahari akan berpengaruh terhadap penurunan suhu. Sebaliknya, pada bulan Juli curah hujan semakin berkurang sehingga penetrasi cahaya matahari menjadi optimal dan berakibat pada meningkatnya suhu perairan Kekeruhan Kekeruhan terjadi karena banyaknya padatan tersuspensi atau sedimen dalam perairan, menurut Thamrin (2006) padatan tersuspensi ini akan mempengaruhi sepanjang siklus hidup hewan karang. Anna (1999) in Sachoemar (2008) menyatakan Kepulauan Seribu juga sangat rentan terhadap ancaman pencemaran dari daratan, mengingat secara osenografis lokasinya berhubungan langsung dengan Teluk Jakarta tempat bermuaranya 13 sungai yang melintasi Kota Jakarta yang padat pemukiman dan industri Kekeruhan di perairan Pulau Kelapa selama pengamatan September 2010 sampai Juli 2011 memiliki nilai yang berfluktuasi. Nilai kekeruhan tertinggi terjadi pada bulan Januari 2011 dan terendah terjadi pada Mei 2011 dengan kisaran antara 0,28 NTU-0,70 NTU (Gambar 9). Kekeruhan yang tinggi pada bulan Januari 2011 diduga disebabkan oleh tingginya curah hujan sebagai efek dari musim barat sehingga mengakibatkan terjadinya pengadukan partikel-partikel terlarut yang terdapat pada kolom perairan serta partikel yang mengendap di dasar perairan. Selain itu, hujan yang turun juga menyebabkan partikel-partikel dari daratan (run off) terbawa ke perairan sehingga meningkatkan nilai kekeruhan perairan. Letak Kepulauan Seribu seperti yang diungkapkan Anna (1999) in Sachoemar (2008) sangat rentan karena berhubungan langsung dengan teluk Jakarta yang merupakan

38 tempat bermuaranya 13 sungai yang melintasi Kota Jakarta. Hal ini memberikan pengaruh terhadap masukan sedimen ke perairan sehingga menyebabkan meningkatnya kekeruhan di Kepulauan Seribu. Gambar 9. Kekeruhan rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Partikel tersuspensi atau sedimen ini dapat mempengaruhi kehidupan karang baik secara langsung ataupun tidak langsung. Pengaruh langsung sedimen adalah dengan menutupi polip karang sehingga menyebabkan kematian pada karang. Sedangkan pengaruh tidak langsung yaitu menghalangi penetrasi cahaya sehingga mengganggu fotosintesis (Bak 1978 in Supriharyono 2007). Selain itu, sedimen yang tinggi memaksa karang untuk mengeluarkan energi lebih guna menghalau sedimen tersebut yang mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang (Pastorok dan Bilyard 1985 in Supriharyono 2007) Kecepatan arus Arus memiliki peranan penting terutama dalam menyuplai makanan bagi karang, oksigen serta membantu karang membersihkan diri dari sedimen (Thamrin 2006; Stoecker 1978 in Estradivari at al. 2009). Kecepatan arus rata-rata di lokasi penelitian meningkat pada setiap pengambilan data dengan kisaran antara 0,12 m/s sampai 0,32 m/s (Gambar 10). Nilai kecepatan arus yang meningkat diduga disebabkan oleh pergantian musim yaitu dari musim barat ke musim timur. Musim timur memiliki arus dan gelombang yang lebih besar dibandingkan pada musim barat sehingga kecepatan arus terus meningkat terutama memasuki bulan Juli 2011 yang memiliki kecepatan sebesar 0,32 m/s naik sekitar 0,12 m/s dibandingkan bulan Mei 2011 yang memiliki kecepatan 0,2 m/s.

39 Gambar 10. Kecepatan arus rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kecepatan arus dan turbulensi akan berpengaruh terhadap morfologi dan komposisi taksonomi ekosistem terumbu karang. Karang yang berada pada perairan dengan gelombang yang cukup kuat memiliki bentuk pertumbuhan masif atau bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Sedangkan pada perairan yang tenang, koloni karang yang terbentuk cenderung memanjang dan bercabang dengan cabang yang lebih ramping (Rachmawati 2001 in Wibowo 2009) Nutrien (ammonia, nitrat, dan ortofosfat) Terumbu karang umumnya hidup pada perairan yang miskin unsur hara dengan kadar nutrien terbatas. Hanya beberapa spesies saja yang dapat beradaptasi pada lingkungan yang kaya unsur hara salah satunya Stylophora pistillata. Walker & Ormund (1982) in Supriharyono (2007) mengatakan bahwa spesies Stylophora pistillata memiliki ketahanan hidup pada perairan yang kaya akan unsur hara. Hal ini sesuai dengan penelitian Wibowo (2009) di perairan Pulau Karya yang mendapatkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100%, sedangkan sebagian besar spesies karang tidak dapat beradaptasi terhadap perairan yang kaya akan unsur hara. Kandungan unsur hara yang tinggi dapat merangsang pertumbuhan alga sehingga dapat menginvasi karang-karang disekitarnya dan menyebabkan terganggunya kehidupan karang bahkan dapat menyebabkan kematian pada karang (Estradivari et al. 2009) Kadar nutrien yang keberadaannya sangat penting dan mempengaruhi kehidupan karang diantaranya nitrogen (N) yang biasanya dalam bentuk nitrat (NO 3 - N) dan amonia (NH 3 -N) serta fosfor yang biasanya dalam bentuk ortofosfat (PO 4 -P).

40 Gambar 11. Kandungan nitrat (NO 3 -N) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan nitrat rata-rata di perairan Pulau Kelapa menunjukkan kenaikan pada bulan Januari 2011 kemudian turun sampai bulan Juli (Gambar 11). Salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya kenaikan kandungan unsur hara pada perairan adalah sedimentasi (Supriharyono 2007). Sedimen yang masuk ke perairan membawa unsur hara salah satunya adalah nitrat sehingga kandungan nitrat menjadi naik. Pengamatan pada bulan Januari menunjukkan nilai sedimentasi yang tinggi, tertinggi dibandingkan dengan pengamatan pada bulan lainnya. Hal ini menandakan peningkatan laju sedimentasi berpengaruh terhadap kandungan nitrat pada perairan Pulau Kelapa. Selain itu, tingginya kandungan nitrat pada bulan Januari 2011 juga dapat disebabkan oleh adanya proses nitrifikasi amonia menjadi nitrat yang dipicu oleh besarnya kadar oksigen sehingga menyebabkan kandungan nitrat di perairan meningkat (Effendi 2003 in Wibowo 2009), sedangkan kandungan amonia menjadi berkurang pada bulan tersebut (lihat Gambar 12). Menurut effendi (2003) nitrat merupakan bentuk utama nitrogen di perairan alami dan merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan tanaman dan alga dan dapat dimanfaatkan secara langsung. Hal ini sesuai dengan kondisi pada saat pengamaratan bulan Januari 2011 dimana alga sangat melimpah termasuk yang menempel pada modul bahkan sampai menutupi fragmen karang.

41 Gambar 12. Kandungan amonia (NH 3 -N) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan amonia mengalami kenaikan sampai bulan Mei dimana kandungan amonia pada bulan tersebut mencapai 0,308 (Gambar 12). Kadar kandungan ini melebihi baku mutu air laut untuk biota laut yang ditetapkan KepMEN LH No. 51 (2004) sebesar 0,3 mg/l sehingga dapat mempengaruhi kehidupan biota karang. Berdasarkan data yang didapatkan diduga kandumgan amonia yang tinggi mempengaruhi tingat ketahanan hidup fragmen karang sehingga menyebabkan kematian pada beberapa fragmen karang di bulan Januari-Mei Gambar 13. Kandungan ortofosfat (PO 4 -P) rata-rata (n=3) perairan Pulau Kelapa Kandungan ortofosfat terus menurun sampai akhir pengamatan dengan nilai tertinggi sebesar 0,007 (Gambar 13). Berdasarkan KepMen LH No. 51 (2004) tentang baku mutu air laut untuk biota laut kandungan ortofosfat di perairan Pulau Kelapa selama pengamatan tidak melebihi baku mutu sehingga diduga tidak mempengaruhi kehidupan karang pada perairan tersebut.

42 4.2. Pertumbuhan Karang Tingkat pencapaian pertumbuhan dan pertumbuhan mutlak Tingkat pencapaian pertumbuhan karang merupakan pertumbuhan ukuran karang baik panjang maupun lebar karang pada setiap waktu pengamatan. Dalam penelitian ini waktu pengamatan dilakukan selama sebelas bulan yaitu dari bulan September 2010 sampai Juli 2011 dengan jumlah pengambilan sebanyak empat kali terhadap tiga jenis karang yaitu H. rigida, A. nobilis dan A. microphthalma. Tabel 3. Ukuran tingkat pencapaian pertumbuhan karang yang ditransplantasi Jenis Karang H. rigida (n=19) A. nobilis (n=68) A. microphthalma (n=24) Ukuran (cm) Waktu Pengukuran Sep-10 Jan-11 Mei-11 Jul-11 Pertumbuhan mutlak (cm) (Sep 2010-Jul 2011) Tinggi 13,38±6,00 14,14±5,83 14,75±4,57 15,93±5,11 2,55 ± 5,38 Lebar 11,52±5,01 13,49±4,97 16,55±4,54 18,27±5,44 6,75 ± 4,80 Tinggi 25,12±10,33 26,22±10,23 27,93±8,31 29,44±8,48 4,30 ± 7,47 Lebar 28,30±8,25 31,19±9,67 36,83±10,35 38,92±10,67 10,52 ± 6,94 Tinggi 23,15±6,31 24,25±7,08 27,23±6,95 27,84±6,76 4,69 ± 4,07 Lebar 30,19±14,33 34,24±13,68 36,83±14,10 37,89±14,05 7,70 ± 6,93 Pertumbuhan mutlak yang dicapai fragmen H. rigida dari bulan September 2010 sampai Juli 2011 sebesar 2,55±5,38 cm untuk pertumbuhan tinggi dan 6,75±4,80 cm untuk pertumbuhan lebar (Gambar 14). Fragmen ini memiliki tingkat pertumbuhan terendah diantara ketiga fragmen yang diteliti baik untuk pertumbuhan tinggi maupun lebarnya. Pencapaian pertumbuhan fragmen A. nobilis sebesar 4,33±7,40 cm untuk pertumbuhan tinggi dan 10,62±6,94 cm untuk lebar dimana pertumbuhan lebar A. nobilis merupakan pertumbuhan lebar terbesar diantara ketiganya. Sedangkan tingkat pertumbuhan fragmen A. microphthalma sebesar 4,69±4,67 cm untuk dimensi tinggi dan 7,70±6,93 cm untuk dimensi lebar dimana pertumbuhan dimensi tinggi Acropora ini merupakan yang terbesar diantara pertumbuhan tinggi ketiga fragmen yang diteliti. Besarnya nilai standar deviasi pada dimensi pertumbuhan lebar dan tinggi ketiga fragmen disebabkan oleh adanya variasi nilai yang besar pada tiap fragmen. Beberapa fragmen memiliki nilai yang sangat tinggi namun ada pula fragmen karang yang mempunyai nilai sangat kecil (Lihat di lampiran 1, 2, dan 3). Perbedaan nilai pertumbuhan yang sangat besar ini menyebabkan besarnya nilai standar deviasi yang

43 didapatkan untuk pertumbuhan dimensi lebar maupun tinggi pada ketiga fragmen baik pada nilai pertumbuhan mutlak maupun nilai laju pertumbuhannya. Adanya gangguan lingkungan terutama alga yang disebabkan oleh adanya nutrien (nitrat dan ortofosfat) yang cukup tinggi pada perairan membuat pertumbuhan karang terhambat. Beberapa fragmen karang pada saat pengamatan di lapangan tertutup oleh alga baik tertutup sebagian bahkan seluruhnya (Gambar 21 dan lampiran 7). Pertumbuhan lebar memiliki nilai lebih besar dibandingkan pertumbuhan tinggi pada ketiga fragmen yang diteliti baik pada H. rigida, A. nobilis, maupun A. microphthalma. Hal ini mengindikasikan bahwa pola pertumbuhan ketiga jenis karang tersebut cenderung melebar. Pola pertumbuhan seperti ini diduga disebabkan oleh faktor cahaya dimana untuk mendapatkan asupan cahaya yang maksimal karang berusaha untuk memperluas jaringan karangnya sehingga bisa mendapatkan lebih banyak cahaya. Gambar 14. Pertumbuhan mutlak lebar dan tinggi fragmen karang selama sebelas bulan (September 2010-Juli 2011). Faktor kedalaman, gelombang dan pasang surut juga mempengaruhi pola pertumbuhan fragmen karang tersebut. Lokasi transplantasi berada pada daerah tubir dan termasuk daerah zona intertidal dimana daerah ini banyak dipengaruhi aktifitas pasang surut air laut dan gelombang. Beberapa modul tempat fragmen karang terletak pada kedalaman yang sangat dangkal (kurang dari satu meter dengan kedalaman maksimal 4 meter) sehingga diduga untuk beradaptasi terhadap aktifitas pasang surut tersebut fragmen karang cenderung tumbuh dengan pola melebar. Nybakken (1992) menyatakan bahwa pada daerah yang dangkal dengan pasokan cahaya yang cukup serta terkena gelombang yang besar akan menyebabkan pertumbuhan karang mempunyai cabang yang lebih pendek dan tumpul.

44 Rachmawati (2001) in Wobowo (2009) menyatakan bahwa pada daerah yang memiliki gelombang yang cukup kuat bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk karang masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Penelitian yang dilakukan Iswara (2010) terhadap jenis karang H. rigida di lokasi yang sama selama enam bulan mendapatkan pola pertumbuhan yang juga cenderung melebar. Tingkat pencapaian pertumbuhan yang dicapai sebesar 6 cm untuk lebar dan 3,8 cm untuk tinggi. Berdasarkan waktu yang digunakan dalam penelitian, maka secara umum tingkat pencapaian pertumbuhan pada penelitian Iswara (2010) lebih besar dibandingkan dengan penelitian ini. Adanya perbedaan waktu kegiatan transplantasi dan perbedaan perlakuan menyebabkan hasil yang berbeda pada pertumbuhan fragmen karang. Penelitian Prawidya (2003) terhadap spesies H. rigida selama lima bulan namun di tempat yang berbeda mendapatkan nilai pertumbuhan mutlak untuk lebar sebesar 5,02 cm dan untuk tinggi sebesar 3,59 cm. Hasil yang didapatkan Prawidya menunjukkan nilai yang lebih besar untuk pertumbuhan tinggi namun lebih rendah untuk pertumbuhan lebar jika dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis. Herdiana (2001) melakukan penelitian terhadap jenis karang A. microphthalma dan Acropora intermedia yang mempunyai struktur dan life form mirip dengan A. nobilis di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, selama lima bulan. Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan tingkat pencapaian pertumbuhan A. microphthalma sebesar 3,64±0,34 cm untuk tinggi dan 5,61±0,24 cm untuk lebar. Berdasarkan hasil ini, maka dapat disimpulkan bahwa pola pertumbuhan A. microphthalma yang ditranplantasikan di Pulau Pari, Kepulauan Seribu memiliki pola yang sama yaitu cenderung melebar. Penelitian Herdiana (2001) terhadap A.intermedia yang ditransplatasikan di Pulau Pari memiliki pola yang sama dengan A. nobilis yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu, yaitu cenderung melebar. Nilai pertumbuhan yang didapatkan sebesar 1,04±0,06 cm untuk tinggi dan 6,19±0,37 cm untuk lebar. Kondisi lingkungan memberikan pengaruh terhadap morfologi terumbu karang. Pada spesies A. nobilis dan A. microphthalma yang memiliki life form

45 branching arborescent pertumbuhan seharusnya lebih dominan tinggi dibandingkan lebar, namun pengamatan dilapangan menunjukkan hasil yang berbeda. Pertumbuhan kedua jenis karang tersebut menunjukan pola pertumbuhan yang lebih cenderung melebar atau horizontal daripada vertikal. Hal yang sama juga terjadi terhadap karang spesies H. rigida yang memiliki pola pertumbuhan lebih besar lebar daripada tinggi. Pada pengamatan spesies Acropora humilis, Acropora austera, dan Acropora bruegemani dilokasi dan waktu yang sama menunjukan pola yang juga cenderung melebar pada A. humilis dan A. austera, sedangkan pada A. bruegemani lebih cenderung ke pertumbuhan tinggi. Pertumbuhan mutlak A. humilis sebesar 5,1±2,92 cm untuk lebar dan 3,1±1,92 cm untuk tinggi, A. austera sebesar 7,1±4,01 cm untuk lebar dan 6,5±3,76 cm, serta A. brueguemani sebesar 4,0±2,66 cm dan 4,2±2,89 cm untuk lebar dan tinggi Laju pertumbuhan karang Laju pertumbuhan karang yang diukur meliputi laju pertumbuhan untuk dimensi tinggi dan lebar fragmen dimana pengukuran dilakukan setiap rentang waktu yang ditentukan. Data laju pertumbuhan tinggi dan lebar yang didapatkan kemudian dirata-ratakan dan dibagi rentang waktu perbulan untuk menghasilkan laju pertumbuhan rata-rata perbulan. Laju pertumbuhan rata-rata baik tinggi dan lebar secara umum untuk ketiga fragmen karang bervariasi. Pada jenis H. rigida pertumbuhan tinggi rata-rata dan lebar rata-rata menunjukkan nilai yang cenderung naik (Gambar 15). Laju pertumbuhan tinggi rata-rata terbesar terjadi pada bulan Mei-Juli 2011 sebesar 0,59±1,54 cm dan terendah pada bulan Januari-Mei 2011 sebesar 0,15±1,16 cm/bulan. Laju pertumbuhan lebar rata-rata tertinggi terjadi pada bulan yang sama dengan tinggi yaitu Mei-Juli 2011 sebesar 0,86±1,55 cm/bulan dan terendah pada bulan September-Januari 2011 sebesar 0,46±0,45 cm/bulan. Pada fragmen jenis A. nobilis pertumbuhan rata-rata tinggi terbesar terjadi pada bulan Mei-Juli 2011 sebesar 0,74±1,14 cm/bulan dan terendah pada September 2010-Januari 2011 sebesar 0,37±0,61 cm/bulan, sedangkan pertumbuhan rata-rata lebar terbesar terjadi pada bulan Januari-Mei 2011 sebesar 1,39±1,70 cm/bulan dan terendah pada September 2010-Januari 2011 sebesar 0,77±0,89 cm/bulan (Gambar 17). Pada A.

46 microphthalama pertumbuhan rata-rata tinggi terbesar terjadi pada Januari-Mei 2011 sebesar 0,81±0,44 cm/bulan dan terendah pada bulan Mei-Juli 2011 sebesar 0,29±1,12 cm/bulan sedangkan pertumbuhan rata-rata lebar terbesar terjadi pada bulan Januari-Mei 2011 sebesar 1,39±0,42 cm/bulan dan terendah pada bulan September 2010-Januari 2011 dengan laju pertumbuhan sebesar 0,77±1,45 cm/bulan (Gambar 18). Gambar 15. Laju pertumbuhan rata-rata tinggi dan lebar fragmen H. rigida (x±sd) Laju pertumbuhan tinggi H. rigida menurun pada bulan Januari-Mei 2011 sedangkan laju pertumbuhan lebar mengalami kenaikan. Hal ini diduga pada bulan Januari-Mei 2011 sebagian besar energi yang dihasilkan oleh karang lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan ke arah samping atau lebar sehingga laju pertumbuhan lebar mengalami kenaikan dan laju pertumbuhan tinggi mengalami penurunan. Pertumbuhan dominan ke arah samping menunjukkan adaptasi karang untuk mempertahankan hidupnya terutama untuk mendapatkan sinar matahari dengan memperbanyak polip karang sehingga fragmen karang dapat tetap hidup meskipun kondisi lingkungan kurang mendukung. Pada bulan Mei-Juli laju pertumbuhan baik lebar maupun tinggi fragmen karang H. rigida mengalami kenaikan yang cukup besar dibandingkan dengan bulan Januari-Mei Pada bulan Mei-Juli 2011, energi yang dihasilkan oleh karang digunakan secara seimbang sehingga laju pertumbuhan baik lebar maupun tingginya mengalami kenaikan. Besarnya laju pertumbuhan pada bulan Mei-Juli 2011 didukung oleh kondisi lingkungan perairan yang cukup baik. Beberapa faktor lingkungan yang mendukung pertumbuhan karang pada bulan tersebut adalah arus, nitrat, ortofosfat, amonia, salinitas, dan kekeruhan. Arus

47 menunjukkan nilai yang paling besar pada bulan Mei-Juli 2011 (Gambar 10). Arus memberikan dampak positif terhadap karang seperti yang diungkapkan Thamrin 2006; Stoecker 1978 in Estradivari et al bahwa arus membantu menyuplai makanan untuk karang dalam bentuk zooplankton, membawa oksigen, serta membantu mebersihkan karang dari sedimen. Nitrat, ortofosfat, dan ammonia pada bulan Juli 2011menunjukkan nilai yang kecil yaitu sebesar 0,007 untuk nitrat, sedangkan ortofosfat sebesar 0,048 dan ammonia memiliki nilai di bawah 0,005. Nilai ini masih di bawah nilai baku mutu untuk kehidupan karang yang ditetapkan oleh KepMen LH No. 51 tahun 2004 sehingga sangat mendukung untuk kehidupan dan pertumbuhan karang. Kandungan nitrat dan ortofosfat yang tinggi pada suatu perairan dan menstimulir pertumbuhan alga secara berlebihan sehingga dapat mengganggu kehidupan karang, sedangkan ammonia bersifat racun terhadap biota perairan termasuk karang (Effendi 2003). Salinitas pada bulan Mei dan Juli 2011 memiliki nilai sebesar 32 o / oo, menurut Nybakken (1992) dan Ramimohtarto dan Juwana (1999) nilai salinitas ini sesuai untuk kehidupan karang. Kekeruhan pada bulan Mei dan Juli 2011 memiliki nilai yang sangat kecil (paling rendah dibandingkan nilai kekeruhan pada pengamatan-pengamatan sebelumnya) dan masih di bawah baku mutu sesuai KepMen LH No. 51 tahun 2004 sehingga sangat cocok untuk kehidupan karang. Kekeruhan yang tinggi pada suatu perairan disebabkan oleh adanya sedimen yang tinggi pada perairan tersebut. Sedimen yang terlalu tinggi dapat berdampak negatif terhadap karang seperti yang diungkapkan oleh Bak (1978) in Supriharyono (2007) bahwa sedimen dapat menutupi polip karang sehingga menyebabkan kematian pada karang, selain itu menurut Pastorok dan Bilyard (1985) in Supriharyono (2007) sedimen yang tinggi memaksa karang mengelurkan energi lebih untuk menghalau sedimen tersebut sehingga mengakibatkan turunnya laju pertumbuhan karang. Pada bulan Januari-Mei 2011 faktor lingkungan kurang mendukung untuk pertumbuhan fragmen karang sehingga berpengaruh terhadap laju pertumbuhan fragmen H. rigida. Salinitas pada bulan ini berada diluar kisaran normal untuk karang sehingga dapat mengganggu pertumbuhan karang. Selain itu, kekeruhan pada bulan Januari menunjukkan nilai yang tinggi dimana kekeruhan yang tinggi menandakan tingginya partikel atau sedimen dalam perairan (Gambar 7 dan 9).

48 Sedimen yang tinggi dapat menutup polip karang sehingga mengganggu proses fotosintesis yang pada akhirnya akan menghambat pertumbuhan karang. Kadar nitrat yang tinggi secara tidak langsung bisa menyebabkan blooming alga sehingga dapat menimbulkan adanya persaingan tempat dengan karang dan menghambat pertumbuhan karang. Gambar 16. Perbandingan laju pertumbuhan karang jenis H. rigida pada penelitian yang berbeda Ket: *Peneliti H. rigida dalam skripsi ini, ** Iswara (2010) meneliti H. rigida di tempat yang sama dengan penulis namun berbeda waktu, *** (Prawidya (2003) meneliti H. rigida di tempat yang berbeda. Nilai pertumbuhan lebar dan tinggi rata-rata spesies H. rigida selama sebelas bulan sebesar 0,70 cm/bulan dan 0,31 cm/bulan. Penelitian tentang H. rigida juga pernah dilakukan oleh Iswara (2010) di lokasi yang sama dengan penelitin ini (Gambar 16). Kegiatan transplantasi yang dilakukan Iswara (2010) selama enam bulan diperoleh data pertumbuhan panjang rata-rata sebesar 0,85 cm/bulan untuk lebar dan 0,55 cm/bulan untuk tinggi. Penelitian lain dilakukan Prawidya (2003) terhadap H. rigida di Pulau Pari, Kepulauan Seribu selama lima bulan mendapatkan pertumbuhan tinggi dan lebar sebesar 0,72 dan 0,96 cm/bulan. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan rata-rata spesies H. rigida yang dilakukan oleh Iswara (2010) dan Prawidya (2003) memiliki pertumbuhan yang lebih besar baik untuk lebar maupun tingginya. Waktu, lokasi, serta perlakuan yang berbeda diduga memberikan pengaruh yang berbeda pula terhadap pertumbuhan karang H. rigida. Laju pertumbuhan rata-rata A. nobilis mengalami kenaikan pada bulan Januari- Mei 2011 baik untuk tinggi maupun lebarnya. Hal ini diduga bahwa karang A.

49 nobilis sudah bisa beradaptasi terhadap kondisi lingkungan sehingga energi yang dihasilkan dapat digunakan dengan optimal untuk pertumbuhan dan berakibat pada naiknya pertumbuhan tinggi dan lebar fragmen karang. kondisi lingkungan yang kurang mendukung pada bulan Januari-Mei 2011 tidak terlalu memberikan pengaruh negatif terhadap laju pertumbuhan fragmen A. nobilis. Hal ini diduga karena genus Acropora merupakan genus karang yang memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, selain itu berdasarlan Supriharyono (2007) life form atau bentuk pertumbuhan karang yang berupa branching sangat mendukung untuk pertumbuhan karang dimana karang dengan life form branching mempunyai tingkat pertumbuhan yang cepat yaitu bisa mencapai diatas dua centimeter perbulan. Gambar 17. Laju pertumbuhan tinggi dan lebar rata-rata fragmen jenis A. nobilis (x±sd) Laju pertumbuhan rata-rata lebar A. nobilis mengalami penurunan pada bulan Mei-Juli 2011 sedangkan laju pertumbuhan tinggi mengalami kenaikan yang cukup besar. Distribusi energi pada bulan Mei-Juli 2011 lebih banyak digunakan karang untuk pertumbuhan tinggi dibandingkan lebar sehingga laju pertumbuhan tinggi lebih besar. Selain itu, adanya kompetisi ruang menyebabkan pertumbuhan karang terutama pertumbuhan lebar pada A. nobilis menjadi terhambat sehingga karang lebih menggunakan energinya untuk pertumbuhan tinggi sebagai salah satu cara untuk mempertahankan hidupnya. Faktor gelombang memberikan pengaruh penting terhadap laju pertumbuhan lebar fragmen karang. Menurut Moor (1958) in Radisho (1997) sifat dari habitat memiliki pengaruh yang besar terhadap tipe pertumbuhan dan jenis karang. Daerah yang terkena gelombang pada daerah ujung sebelah luar dari daerah terumbu diisi oleh jenis masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dengan

50 ujung yang datar. Pada perairan sebelah dalam yang terlindung, dihuni oleh jenis yang berbentuk lembaran dan bercabang dengan cabang yang lebih ramping. Kondisi di lokasi penelitian pada bulan Mei dan Juli 2011 menunjukkan gelombang yang cukup besar. Hal ini berkaitan dengan pengaruh musim dimana bulan tersebut merupakan musim peralihan dari musim barat ke musim timur sehingga gelombang cukup besar yang berpengaruh terhadap tipe pertumbuhan fragmen karang. Laju pertumbuhan rata-rata A. nobilis selama sebelas bulan pengamatan sebesar 0,52 cm/bulan untuk tinggi dan 1,06 cm/bulan untuk lebar. Penelitian yang dilakukan Herdiana (2001) terhadap karang jenis Acropora intermedia yang mempunyai struktur dan life form mirip dengan A. nobilis di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, selama lima bulan mendapatkan rata-rata pertumbuhan lebar dan tinggi sebesar 1,54±0,09 cm/bulan dan 1,04±0,06 cm/bulan. Berdasarkan hasil yang didapatkan, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan lebar dan tinggi rata-rata A. intermedia yang ditransplantasikan di Pulau Pari lebih besar dibandingkan dengan A. nobilis yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu. Adanya perbedaan waktu dan lama dan lokasi penelitian memberikan pengaruh yang berbeda terhadap laju pertumbuhan karang. Gambar 18. Laju pertumbuhan tinggi dan lebar rata-rata fragmen jenis A.microphthalma (x±sd) Laju pertumbuhan rata-rata lebar A. microphthalma menurun pada bulan Januari-Mei 2011 sedangkan laju pertumbuhan rata-rata tinggi mengalami kenaikan. Hal ini diduga pada bulan Jan-Mei 2011 sebagian besar energi yang dihasilkan oleh karang lebih banyak digunakan untuk pertumbuhan tinggi dibandingkan lebar sehingga laju pertumbuhan tinggi mengalami kenaikan sedangkan laju pertumbuhan lebar mengalami penurunan. Bentuk life form arborescent pada fragmen A.

51 microphthalma diduga menjadi salah satu faktor yang menyebabkan laju pertumbuhan tinggi lebih besar daripada lebar. Berdasarkan suharsono (2008) life form arborescent adalah salah satu karakteristik bentuk pertumbuhan karang seperti pohon dimana arah pertumbuhan umumnya dominan mengarah ke atas. Pada bulan Mei-Juli 2011 laju pertumbuhan rata-rata lebar dan tinggi A. microphthalma mengalami penurunan. Laju pertumbuhan tinggi yang menurun diduga berkaitan dengan faktor kedalaman. Lokasi penelitian yang berada pada daerah perairan yang cukup dangkal menyebabkan karang tidak mengembangkan pertumbuhan tingginya untuk menghindari terpapar karang oleh udara bebas terutama ketika perairan surut. Laju pertumbuhan rata-rata lebar yang menurun diduga berkaitan dengan adanya kompetisi ruang yang menyebabkan pertumbuhan karang terutama pertumbuhan lebar pada A. microphthalma menjadi terhambat. Adanya faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan pada lebar dan tinggi A. microphthalma menyebabkan karang mengalokasikan energinya untuk pertumbuhan cabang-cabang baru. Suharsono (2008) dan Veron (2000) mengatakan bahwa salah satu karakteristik A. microphthalma adalah mempunyai cabang yang kecil dan ramping. Percabangan yang kecil dan ramping pada A. microphthalma ini menyebabkan spesies tersebut mudah untuk menghasilkan cabang-cabang yang baru ketika energinya tidak digunakan untuk pertumbuhan tinggi ataupun lebar. Habitat yang menjadi lokasi karang berada juga memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan karang. Moor (1958) in Radisho (1997) menyatakan sifat dari habitat memiliki pengaruh yang besar terhadap tipe pertumbuhan. Daerah yang terkena gelombang pada daerah ujung sebelah luar dari daerah terumbu diisi oleh jenis masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dengan ujung yang datar. Kondisi di lokasi penelitian pada bulan Mei dan Juli 2011 menunjukkan gelombang yang cukup besar karena sedang dalam masa musim peralihan. Adanya gelombang memberikan pengaruh terhadap laju pertumbuhan rata-rata lebar fragmen A. microphthalma. Laju pertumbuhan rata-rata lebar dan tinggi spesies A. microphthalma selama penelitian sebesar 0,53 cm/bulan untuk pertumbuhan tinggi dan 0,70 cm/bulan untuk pertumbuhan lebar. Penelitian yang dilakukan oleh Herdiana (2001) terhadap jenis karang yang sama di perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu tapi dengan waktu

52 berbeda (selama lima bulan) didapatkan rata-rata pertumbuhan tinggi sebesar 0,31±0,03 cm/bulan dan rata-rata pertumbuhan lebar sebesar 0,82±0,05 cm/bulan (Gambar 19). Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan rata-rata tinggi A. microphthalma yang ditransplantasikan di Pulau Kelapa lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan rata-rata tinggi A. microphthalma yang ditransplantasikan di Pulau Pari, sedangkan laju pertumbuhan rata-rata lebar lebih rendah pada transplantasi di Pulau Kelapa dibandingkan dengan di Pulau Pari. Gambar 19. Perbandingan laju pertumbuhan karang jenis A. microphthalma pada penelitian yang berbeda Ket: *Peneliti A. microphthalma dalam skripsi ini, **Herdiana (2003) meneliti A. microphthalma di tempat yang berbeda. Beberapa penelitian mengenai karang genus Acropora telah banyak dilakukan, selain itu penelitian terhadap genus Hydnophora jenis H. rigida juga demikian (Tabel 4). Genera karang yang diteliti hampir baik untuk Acropora maupun Hydnophora semua memiliki life form branching atau bercabang. Tabel 4. Beberapa penelitian transplantasi terumbu karang di Indonesia. Lokasi Spesies Lama Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) SR (%) Pengamatan Substrat dan perlakuan A. tenuis 32,6-33,3 90 A. formosa 45,8-46,3 83,33 A. hyachintus 43,8-44,4 100 Pertambahan A. divaricata 31,9-32,2 100 tunas dan 5 bulan perambatan A. nasuta 47,9-48,1 100 pada substrat A. yongei 48,8-49,1 100 keramik A. aspera 33,0-33,3 100 A. digitifera 21,1-24,3 100 Pulau Pari (Sadarun 1999) Substrat keramik, patok bambu. Fragmen dibersihkan.

53 Lokasi Spesies Lama Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) SR (%) Pengamatan Substrat dan perlakuan Zona Windward, Leeward, dan goba Pulau Pari (Johan 2000) Selatan Pulau Pari (Herdiana 2001) Selatan Pulau Pari (Aziz 2001) Selatan Pulau Pari (Alhusna 2002) Pulau Pari (Prawidya 2003) Perairan Tabolong, Kupang (Kaleka 2004) A. valida 49,0-41,2 100 A. glauca 20,1 100 A. formosa 3,7 89 A. donei 1, bulan A. acuminata 4,2 90 A. micropthalma A. intermedia 5 bulan A. intermedia 6 bulan A. formosa H.rigida H. rigida 5 bulan 5 bulan P = 90 ; L = 139 / P = 103 ; L = 82,2 P = 104 ; L = 154 / P = 127 ; L = ,33 / 66,67 83,33 / 79,17 T = 2,5 ; P = 2,5 66,67 T = 2,8 ; L = 4, P = 8,3 ; L1 = 2,1 ; L2 = 2,3 2. P = 14,1 ; L1 = 16,7 ; L2 = 14,3 1. P = 4,6 ; L1 = 2,1 ; L2 = 2,5 2. P = 5,4 ; L1 = 6,1 ; L2 ; 5,1 T = 35,89 ; L = 48, A. valensiennesi A. brueggenanni 2 bulan P = 6, A. formosa P = 6,7 100 Jumlah cabang dan perambatan pada substrat keramik Posisi penanaman (vertikal dan horizontal) Rasio pertumbuhan lebar dan tinggi koloni karang Perbandingan laju petumbuhan koloni induk (1) dan koloni transplan (2) Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup P = Laju pertumbuhan, pertambahan tunas, tingkat ketahanan hidup Substrat keramik. Fragmen dibersihkan. Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat semen, jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat gerabah jaring, dan besi. Fragmen dibersihkan. Substrat beton. Laju pertumbuhan yang dicapai oleh berbagai karang genera Acroprora memiliki nilai yang bervariasi. Fragmen yang ditransplantasi sebagian besar dapat hidup sampai akhir penelitian atau kelangsungan hidup sempurna, namun ada beberapa yang memiliki nilai kelangsungan hidup lebih rendah dengan nilai terkecil

54 sebesar 66,67%. Adanya perbedaan tempat, waktu, dan teknik transplantasi baik media maupun ukuran fragmen karang memberikan dampak yang berbeda terhadap keberhasilan transplantasi karang dan laju pertumbuhan karang Tingkat Ketahanan Hidup (Survival Rate) Tingkat ketahanan hidup karang sangat menentukan keberhasilan transplantasi yang dilakukan. Apabila tingkat ketahanan hidup karang memiliki nilai minimal 50% maka kegiatan transplantasi tersebut bisa dikatakan berhasil (Harriot & Fisk 1988). Tingkat ketahanan hidup didapatkan dengan cara membandingkan jumlah karang yang hidup pada akhir penelitian (Nt) dengan jumlah karang pada awal penelitian (No). Tingkat ketahanan hidup pada masing-masing fragmen karang berbeda-beda. Pada fragmen jenis H. rigida memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 74% pada akhir penelitian sedangkan A. nobilis sebesar 71% yang merupakan tingkat ketahanan hidup paling kecil diantara ketiga fragmen sedangkan A. microphthalma mempunyai tingkat ketahanan hidup paling besar yaitu 83%. Ketiga jenis karang yang diteliti mengalami penurunan tingkat kelangsungan hidup di setiap periode pengamatan kecuali pada jenis H. rigida yang memiliki tingkat ketahanan hidup sama pada periode pengamatan bulan ketiga dan keempat. Gambar 20. Tingkat Ketahanan Hidup fragmen jenis H. rigida, A. nobilis, dan A. microphthalma Persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen H. rigida mengalami penurunan pada pengamatan bulan Januari 2011 dan Mei 2011 lalu konstan pada

55 pengamatan-pengamatan selanjutnya. Hal ini diduga fragmen karang belum bisa beradaptasi dengan kondisi lingkungan perairan sehingga beberapa fragmen mengalami kematian (Gambar 20). Selain itu, kondisi perairan terutama kekeruhan dan nutrien seperti nitrat, ortofosfat dan amonia diduga memberikan tekanan yang cukup besar terhadap fragmen karang H. rigida. Besarnya kekeruhan berhubungan erat dengan tingginya sedimentasi di perairan sehingga dapat menutupi permukaan karang terutama polip-polip karang. Tertutupnya polip karang akan mengganggu proses fotosintesis sehingga pada akhirnya akan berdampak terhadap pertumbuhan karang bahkan menyebabkan kematian pada fragmen karang. Nutrien yang tinggi akan memicu timbulnya blooming alga yang mempunyai sifat kompetitor spasial dengan karang sehingga mengakibatkan fragmen karang kalah bersaing. Alga mempunyai pertumbuhan lebih cepat dari karang sehingga alga akan cepat menempati daerah-daerah sekitar karang bahkan menutupi fragmen-fragmen karang hidup sehingga menyebabkan gangguan bahkan kematian pada karang. Estradivari et al.(2009) menyatakan kandungan unsur hara yang tinggi dapat merangsang pertumbuhan alga sehingga dapat menginvasi karang-karang disekitarnya dan menyebabkan terganggunya kehidupan karang bahkan dapat menyebabkan kematian pada karang. Pengamatan dilapangan pada saat pengambilan data memperlihatkan alga yang sangat banyak terutama pada bulan Januari 2011 dimana fragmen karang banyak yang tertutup oleh alga baik tertutup sebagian bahkan seluruh fragmen karang (Gambar 21). Musim barat yang terjadi pada bulan Januari 2011 membuat curah hujan sangat tinggi sehingga diduga nutrien-nutrien dari darat yang mengandung nitrat dan ortofosfat terbawa dan masuk ke perairan yang menyebabkan kesuburan pada perairan meningkat. Kesuburan perairan merangsang pertumbuhan alga secara cepat dan banyak (blooming) sehingga menutupi fragmen karang.

56 Gambar 21. Contoh fragmen karang yang tertutup alga sebagian dan tertutup seluruhnya. Penelitian yang dilakukan oleh Iswara (2010) terhadap karang jenis H. rigida pada lokasi yang sama mendapatkan nilai tingkat ketahanan hidup yang sama yaitu sebesar 74%. Penelitian Iswara (2010) dilakukan selama enam bulan dengan jumlah fragmen sebanyak 15 fragmen karang H. rigida. Fragmen A. nobilis mengalami penurunan persentase tingkat kelangsungan hidup pada tiap pengamatan. Pada pengamatan bulan Januari terjadi kematian sebanyak enam fragmen yang disebabkan oleh alga sebanyak tiga fragmen dan tiga fragmen lagi hilang atau lepas karena pengaruh arus dan ombak. Pada bulan Mei karang mati sebanyak sembilan fragmen dikarenakan tertutup alga sebanyak enam fragmen hilang tiga fragmen sehingga tingkat ketahanan hidup turun dari 91% pada bulan Januari menjadi 78%. Kemudian pada pengamatan terakhir turun menjadi 71% akibat lima fragmen karang mati karena tertutup oleh alga. Kandungan nutrien yang cukup tinggi terutama pada bulan Januari dan Mei yaitu sebesar 0,138 mg/l untuk nitrat dan 0,212 mg/l untuk ortofosfat pada bulan Januari dan sebesar 0,025 mg/l untuk nitrat dan 0,308 mg/l untuk ortofosfat pada bulan Mei menyebabkan meledaknya populasi alga sehingga mengganggu pertumbuhan fragmen karang dan menyebabkan kematian pada karang. Pada fragmen jenis A. microphthalma mempunyai tingkat ketahanan hidup sebesar 83% pada akhir pengamatan dengan

57 total fragmen yang mati sebanyak empat fragmen (Gambar 21). Semua fragmen yang mati disebabkan karena tertutup oleh alga yang menyebabkan karang terganggu dan akhirnya mati. Berdasarkan tingkat ketahanan hidup dari ketiga fragmen yang ditransplantasikan maka dapat dikatakan bahwa transplantasi yang dilakukan untuk kegiatan penelitian ini berhasil dengan tingkat ketahanan hidup pada akhir penelitian di atas 50% untuk fragmen H. rigida, A. nobilis, maupun A. microphthalma.

58 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Fragmen karang Acropora mempunyai nilai pertumbuhan lebih tinggi dibandingkan Hydnophora. Berdasarkan nilai survival rate atau tingkat ketahanan hidup yang didapatkan, A. microphthalma mempunyai tingkat ketahanan hidup yang paling besar diantara ketiga fragmen sehingga fragmen ini sangat cocok digunakan dalam kegiatan transplantasi terutama untuk memperbaiki suatu ekosistem terumbu karang yang rusak. Beberapa parameter lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan dan kehidupan fragmen karang adalah nutrien berupa nitrat dan ammonia, arus, kekeruhan, dan kedalaman Saran Sebaiknya kegiatan transplantasi dilakukan pada kedalaman yang sama sehingga pengaruh kedalaman akan sama terhadap fragmen karang yang ditanam. Selain itu, perlu adanya perlakuan berupa pembersihan fragmen karang dari gangguan alga terutama pada musim barat sehingga pertumbuhan fragmen karang dapat optimal.

59 DAFTAR PUSTAKA Adverlund Coral Culture: Possible Future Trends and Directions. Blackwell Science Press. London. UK. Auberson, B Coral transplantation: An approach to the Re-Establishment of damageg Reefs. Kalikasan. 11 (1) : p. Bengen D.G Sinopsis Ekosistem Sumberdaya Alam Pesisir dan Laut, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. IPB. Bogor. 62p. Bikerland, C Life and Death of Coral Reefs. International Thomson Publishing. New York, NY. xiv+536p. Boli P Respon Pertumbuhan Karang Batu Pada Kondisi Lingkungan Perairan Yang Berbeda di Kepulauan Seribu [Tesis]. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Burke, L.E. Selig, dan M. Spalding (ed.) Reefs at risk in Southeast Asia. Word Resources Institute, United Nations Environment Program-World Conservation Monitoring Centre, World Fish Centre, and International Coral Reef Action Network. England. 40p. Dahuri R, Rais J, Ginting S.P., dan Sitepu M.J Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta. 328p. [DPKHA] Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam SK.09/IV/Set-3/2008 Tentang Pedoman Penangkaran/Transplantasi Karang Hias Yang Diperdagangkan. Jakarta [27 Nopember 2011]. Effendi H Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm. English S, Wilkinson C and Baker V Survey Manual for Tropical Marine Resources. Australian Institut of Marine Science. Townsville. Estradivari, Syahrir M, Susilo N, Yusri S, Timotius S Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu ( ). Jakarta, Indonesia. Yayasan Terumbu Karang Indonesia. Estradivari, Setyawan E, Yusri S Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu ( ). Jakarta, Indonesia. Yayasan Terumbu Karang Indonesia.

60 Gittings, S.R., T.J. Bright, A. Choi, R.R. Barnett The recovery process in a mechanically damaged coral reef community: Recruitment and Growth. Proc. 6 th. Ith. Coral Reef Symp. 2: p. Harriot, V.J., Fisk, D.A. (1988). Coral transplantation as reef management option. Proc.6 th. Int. Coral Reef Symp. 2: p. Herdiana Y Respon Pertumbuhan serta Keberhasilan Transplantasi Koral Terhadap Ukuran Fragmen dan Posisi Penanaman pada Dua Spesies Karang A. microphthalma dan Acropora intermedia di Peraitan Pulau Pari, Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 87 hlm. /2011/04/01/pengenalan-transplantasi-karang-untuksiswa-dan-remaja/ [Kamis, 1 Desember 2011]. Iswara S Analisis Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Karang Acropora spp., Hydnopora rigida, dan Pocillopora verrucosa yang Ditransplantasikan di Pulau Kelapa, Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Johan O., Dedi S., dan Suharsono Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Batu (stony coral) di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. LAPI-ITB Laporan Akhir Pengelolaan Laut Lestari: Pendataan dan Pemetaan Potensi Sumberdaya Alam Kepulauan Seribu dan Pesisir Teluk Jakarta. LAPI-ITB: vii+93 hlm. [MENKLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta. Napitupulu, D.L., S.N. Hodijah & A.C. Nugroho Socio-economic assessment: in the user of reef resources by local community and other direct stakeholders. A report. TERANGI, Jakarta : 72 hlm. Noor A Analisis Kebijakan Pengembangan Marikultur di Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Provinsi DKI Jakarta. Program Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nybakken JW Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Gramedia Pustaka Tama. Jakarta. 480 hlm. Plucer-Rosario, G.P., R.H. Randall Preservation of rare coral species by transplantation: An Examination of Their Recruitment and Growth. Bull. Mar. Sci. 41 (2): p.

61 Prawidya R Tingkat Kelangsungan Hidup, Laju Pertumbuhan, dan Rasio Pertumbuhan Beberapa Jenis Karang Batu (Stony Coral) yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 50 hlm. Rahmawaty Penanggulangan Kerusakan Ekosistem Terumbu Karang Melalui Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir dan Kelautan. Fakultas Kehutanan, Universitas Sumatera Utara. Rani C., dan Jamaluddin J Tingkah Laju Memijah Karang A. nobilis dan Pocillopora verrucosa di Terumbu Karang Tropik Pulau Baranglumpo, Makassar. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanudin, Makassar. Hlm , M. Eidman, Dedi S., Ridwan A., dan Suharsono Waktu Reproduksi Karang A. nobilis: Kaitannya Dengan Fase Bulan dan Kondisi Pasang Surut.., Dedi S., Ridwan A., dan Suharsono Distribusi Telur Pada Berbagai Bagian Cabang Karang A. nobilis. Raymond T, Dizon, & Yap HT Effect of coral transplantation in sites of varying disntances and environmental conditions. Marine Biology. Ricker WE Computation and Interpretation of Biological Statistics of Fish Populations. Department of Environment. Fisheries and Marine Service. Ottawa, Canada. Sadarun Transplantasi Karang Batu di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. [tesis]. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hlm. Sandy R.E Penempelan Fragmen Buatan Karang Lunak (Sinularia sp.) Pada Substrat Pecahan Karang. Tesis Program Pasca Sarjana. Suharsono Jenis-jenis Karang Yang Umum Dijumpai di Perairan Indonesia. P30-LIPI. Jakarta. 116 hlm Kesadaran Mayarakat Tentang Terumbu Karang (Kerusakan Karang di Indonesia). P 3 O-LIPI. Jakarta-Indonesia. 77 hlm Jenis-jenis Karang Indonesia. LIPI Press, anggota Ikapi. Jakarta. iv+372 hlm. Supriharyono Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. X p.

62 Estradivari, Syahrir M, Susilo N, Yusri S, & Timotius S Terumbu Karang jakarta: Pengamatan jangka panjang terumbu karang Kepulauan Seribu ( ). Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Jakarta., Mardesyawati A, Santoso B, Setyawan E, Fadila at al Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu ( ). Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Jakarta. Setyawan E, Mardesyawati A, Santoso B, Fadila et al Terumbu Karang Jakarta: Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu ( ). Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Jakarta. Soedharma D, Rahardjo MF, Susilawati SE, & Arafat D.2007.Prosiding Seminar Transplantasi Karang Membukan Wawasan Masyarakat Mengenai Transplantasi Karang Untuk Menumbuhkan Kepedulian Terhadap Ekosistem Terumbu Karang. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Institut Pertanian Bogor (PPLH-IPB). Bogor. Thamrin Karang: Biologi Reproduksi & Ekologi.Minamandiri Pres. Pekanbaru. Taman Nasional Kepulauan Seribu Information book Kepulauan Seribu Marine National Park Area. Ministry of Forestry and Estate Crops, Jakarta: iii + 30 hlm. Veron J.E.N Coral of The World. Edited by Mary Stafforf Smith. Australian Institute of Marine Science. Townsville. Australia. Wibowo AS Analisis Kecepatan Pertumbuhan dan Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Stylophora pistillata, dan Pocillopora verrucosa di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu [skripsi]. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

63

64 Lampiran 1. Data pertumbuhan lebar dan tinggi karang jenis H. rigida Tinggi Lebar No Genus Sep Jan Mei Jul Sep Jan Mei Jul H.rigida 9,9 11,5 dca dca 16,5 20,1 dca Dca 2 H.rigida 10,4 10,6 11,3 12 7,1 9, ,5 3 H.rigida 9,9 10,2 11,4 9 12,3 12,5 13,2 11,2 4 H.rigida 7,6 7,9 9,8 20,5 10,5 13,2 14,3 25,2 5 H.rigida 10,9 12,6 14,2 15,7 14,7 19,7 19, H.rigida 14,2 14,2 16, ,4 17, ,6 7 H.rigida 19 19, , ,3 21,5 23,6 8 H.rigida 26 26,7 14,3 16, ,8 20,5 21,5 9 H.rigida 4,5 6, ,5 2,2 4,5 15,5 16,2 10 H.rigida 18 18, , ,6 15,5 17,1 11 H.rigida 11 11,4 hilang hilang 14 14,5 hilang hilang 12 H.rigida 11 11, ,2 6 6,7 11, H.rigida 22 22, , , H.rigida 22 22,4 hilang hilang 9 9,5 hilang hilang 15 H.rigida 27 27,6 hilang hilang 12 12,8 hilang hilang 16 H.rigida 18 Dca dca dca 21 dca dca dca 17 H.rigida 15 15, , , ,3 18 H.rigida 8, ,1 6, ,4 19 H.rigida ,2 Lampiran 2. Data pertumbuhan lebar dan tinggi karang jenis A. nobilis No Genus Tinggi Lebar Sep- Jan- Mei- Jul- Sep- Jan- Mei- Jul A. nobilis 16,2 16,9 18,4 18, ,2 28,1 29,3 2 A. nobilis 8,5 dca dca dca 9,3 dca dca dca 3 A. nobilis 17,5 18,3 21, ,5 45,2 47,7 49,8 4 A. nobilis 26, ,9 22,6 28,8 31,2 34,2 40,1 5 A. nobilis 10,5 20,2 22,6 dca 26,4 28,3 31,1 dca 6 A. nobilis ,6 dca 33,2 34,8 36,7 dca 7 A. nobilis 28 29,7 31,3 31,8 40,2 44,1 46,3 47,2 8 A. nobilis 13,5 14,5 patah hilang 22,2 24,1 patah hilang 9 A. nobilis 23,7 patah patah hilang 39,3 patah patah hilang 10 A. nobilis 23,6 27,6 29,4 29,8 29, ,7 36,1 11 A. nobilis 32,8 hilang hilang hilang 56,7 hilang hilang hilang 12 A. nobilis 14,9 16,4 18,3 18,7 27,4 30,1 34,7 35,2 13 A. nobilis 8,7 9 11,5 11,9 18, ,1 22,9 14 A. nobilis 13,7 17,1 20,3 dca 22 29,8 32,7 dca 15 A. nobilis 27, ,7 35,2 28,5 31,3 33,1 33,6 16 A. nobilis 21,2 23,6 26,4 26, ,1 46,7 47,3 17 A. nobilis 39,1 41,7 43,6 44,2 23,6 26,3 29,1 29,6 18 A. nobilis 20,6 lepas lepas lepas 29,4 lepas lepas lepas 19 A. nobilis 20,8 21,9 23,7 24,1 34,2 37,4 39,6 40,2

65 No Genus Tinggi Lebar Sep- Jan- Mei- Jul- Sep- Jan- Mei- Jul A. nobilis 18,9 22,1 dca dca 31,8 39,8 dca dca 21 A. nobilis 19,5 20,4 dca dca 24,5 28,9 dca dca 22 A. nobilis 17,4 18,8 23, ,8 33, ,4 23 A. nobilis 17,2 22,4 hilang hilang 23,9 25,4 hilang hilang 24 A. nobilis 23,6 23,8 24,9 29,4 34,5 38, ,4 25 A. nobilis 24,1 27,4 31,8 31,9 38, A. nobilis 9,3 9,3 11,5 dca 14,9 15,2 18,2 dca 27 A. nobilis 21,8 24,4 24,5 29,9 32,5 36, ,1 28 A. nobilis 24 26,1 27,5 36,5 42,2 45,1 51, A. nobilis 24,2 24,9 30,5 31,2 32,1 40, ,9 30 A. nobilis 11,9 12,1 14, ,2 15,3 16,2 16,7 31 A. nobilis 22,7 24,7 27,4 33,4 32,7 32, ,5 32 A. nobilis 29,6 29,6 34,1 34,9 46,1 53,7 54, A. nobilis 19,8 17,4 21,2 25,4 28,4 39,5 43,1 45,2 34 A. nobilis 20,2 24,8 24, ,6 37,9 39,5 44,3 35 A. nobilis 18,7 28,2 27,2 dca 12,5 32,4 48,5 dca 36 A. nobilis 22,2 dca dca dca 26,6 dca dca dca 37 A. nobilis 20,1 17,7 19,4 20,5 16,3 23,5 23,2 30,5 38 A. nobilis 10,5 13,1 19,7 20,9 25,4 31,6 35, A. nobilis 25,4 30,2 35,1 35,2 35,7 44,5 45,4 46,6 40 A. nobilis 5,1 8,5 12,5 13,6 5,7 6,6 9,8 12,1 41 A. nobilis 2 2 patah hilang 5 5,5 patah hilang 42 A. nobilis 25,6 28,1 32,5 33,2 36,4 45,6 46, A. nobilis 29,4 29,9 31,2 33,8 25,3 25,3 27,9 28,3 44 A. nobilis 20,8 21,9 29,6 29,8 30,9 35,2 36,1 43,2 45 A. nobilis dca dca dca dca 46 A. nobilis 17 18, , A. nobilis A. nobilis 30 31, , A. nobilis , , A. nobilis 34 34, , A. nobilis A. nobilis 22, , A. nobilis A. nobilis patah hilang patah hilang 55 A. nobilis dca hilang dca hilang 56 A. nobilis 13 dca dca dca 15 dca dca dca 57 A. nobilis patah hilang 18,2 19 patah hilang 58 A. nobilis 21, A. nobilis A. nobilis A. nobilis dca dca dca dca 62 A. nobilis A. nobilis

66 No Genus Tinggi Lebar Sep- Jan- Mei- Jul- Sep- Jan- Mei- Jul A. nobilis A. nobilis 43 43, A. nobilis 32 32, A. nobilis 17 17, , , ,5 68 A. nobilis 18 18, , , ,3 Lampiran 3. Data pertumbuhan lebar dan tinggi karang jenis A.microphthalma No Genus Tinggi Lebar Sep- Jan- Mei- Jul- Sep- Jan- Mei- Jul A. microphthalma ,7 27,3 24, ,1 31,2 2 A. microphthalma 27,7 28,5 30,7 31, ,4 37,3 37,9 3 A. microphthalma 19, ,3 10,9 9 11,2 11,9 4 A. microphthalma 6,5 8 9,8 10, ,9 18, A. microphthalma 25, ,2 31,8 45,2 48,9 51,3 51,9 6 A. microphthalma 23,8 25,7 28,3 28,9 41,8 44,5 47,8 48,3 7 A. microphthalma 21,2 23,2 26,5 26, ,1 41,3 42,1 8 A. microphthalma 22,2 24,2 27,6 dca 31,8 32,9 35,3 dca 9 A. microphthalma 38 38,4 40,8 41,2 61,5 64,5 66, A. microphthalma 27,9 32, ,6 51,6 54,1 56,7 57,3 11 A. microphthalma 23,9 25,3 28,1 28,7 33,2 35,1 37,3 37,7 12 A. microphthalma 22,8 24,2 26,3 26,8 43,8 46,3 48,2 48,7 13 A. microphthalma 22, ,5 20,5 21,9 24, A. microphthalma 24,7 25,2 29,8 32,1 41,3 42, ,2 15 A. microphthalma 21,5 21,5 30,5 31,2 32, ,2 46,2 16 A. microphthalma 16,1 16,1 20,1 23,5 24,2 26, ,5 17 A. microphthalma 18,3 20,3 25, ,9 33,8 34,5 35,4 18 A. microphthalma 6 9 dca dca 14,5 17 dca dca 19 A. microphthalma 34 34,3 34, A. microphthalma , A. microphthalma 21 dca dca dca 23 dca dca dca 22 A. microphthalma 6 dca dca dca 12 dca dca dca 23 A. microphthalma 9, ,4 13, ,5 24 A. microphthalma

67 Lampiran 4. Tingkat kelangsungan hidup karang jenis H. rigida, A. nobilis dan A. microphthalma yang ditransplantasikan Waktu Pengukuran Jenis Karang Jumlah Individu Awal (n 0 ) n Sep-10 Jan-11 Mei-11 Jul-11 SR (%) n SR (%) n SR (%) n SR (%) Jumlah Individu Akhir (n t ) SR (%) H. rigida (n=19) A. nobilis (n=68) A. microphthalma (n=24) Lampiran 5. Persentase jumlah terumbu karang yang mati terhadap penyebab kematian selama sebelas bulan Jenis Karang DCA Persentase Patah Persentase H. rigida (n=19) A. nobilis (n=68) A. microphthalma (n=24) Jumlah individu (n) mati Lampiran 6. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian

68 Lampiran 7. Modul transplantasi dan contoh fragmen yang terkena gangguan makroalga

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara makan dan sistem reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara makan dan sistem reproduksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Karang tergolong dalam jenis makhluk hidup (hewan) yaitu sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat hewan (Rahmawaty 2004). Dalam bentuk yang paling

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 14 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu yang dilaksanakan pada bulan September 2010 sampai dengan Juli 2011. Lokasi pengamatan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Parameter fisika dan kimia perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota laut khususnya terumbu karang. Parameter yang tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh: WIDYARTO MARGONO C64103076 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU Linggom Sahat Martua Simanjuntak C24070007 SKRIPSI

Lebih terperinci

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO Mangrove REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO TERUMBU KARANG OLEH DANIEL D. PELASULA Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI pelasuladaniel@gmail.com PADANG LAMUN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 17 3. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2008-Mei 2009 di Lokasi Rehabilitasi Lamun PKSPL-IPB Pulau Pramuka dan Pulau Kelapa Dua, Kepulauan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB,

3. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Studi Ilmu Kelautan IPB, Ancol, Jakarta yang meliputi dua tahap yaitu persiapan dan fragmentasi Lobophytum

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU ADITYA BRAMANDITO SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karang Lunak Sinularia dura Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut : (Hyman, 1940; Bayer 1956 in Ellis and Sharron, 2005): Filum : Cnidaria Kelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS Acropora humilis (DANA 1846), Acropora brueggemanni (BROOK 1893), DAN Acropora austera (DANA 1846) DI PERAIRAN PULAU KELAPA, KEPULAUAN

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA

PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA PERKEMBANGAN GAMET KARANG LUNAK Sinularia dura HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA Oleh: Edy Setyawan C64104005 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2011 hingga Desember 2011 bertempat di Gosong Pramuka, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta dengan koordinat

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Terumbu karang merupakan kumpulan komunitas karang, yang hidup di dasar perairan, berupa batuan kapur (CaCO 3 ), dan mempunyai kemampuan untuk menahan gaya gelombang

Lebih terperinci

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG Pocillopora damicornis DAN Acropora millepora YANG DITRANSPLANTASIKAN DENGAN TEKNIK RUBBLE STABILIZATION DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU LOVEDRIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG 2004 Deselina M W Kaleka Posted 5 Nov. 2004 Makalah Perorangan Semester Ganjil 2004 Falsafah Sains (PPS 702) Program S3 November 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof.

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU i ANALISIS HASIL TANGKAPAN SUMBERDAYA IKAN EKOR KUNING (Caesio cuning) YANG DIDARATKAN DI PPI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU DESI HARMIYATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Menurut Departemen Kehutanan (2007), Kepulauan Seribu memiliki sedikitnya 3 unsur yang memberikan warna dan kekuatan sebagai taman nasional, yaitu

Lebih terperinci

3. METODE. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian.

3. METODE. Tabel 1 Posisi geografis stasiun penelitian. 31 3. METODE 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Pulau Pramuka, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu,

Lebih terperinci

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI

KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI KANDUNGAN LOGAM BERAT Hg, Pb DAN Cr PADA AIR, SEDIMEN DAN KERANG HIJAU (Perna viridis L.) DI PERAIRAN KAMAL MUARA, TELUK JAKARTA DANDY APRIADI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemon Laut Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Anemon laut ditemukan hidup secara soliter (individual) dengan bentuk tubuh

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. *

METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * METODE SURVEI TERUMBU KARANG INDONESIA Oleh OFRI JOHAN, M.Si. * Survei kondisi terumbu karang dapat dilakukan dengan berbagai metode tergantung pada tujuan survei, waktu yang tersedia, tingkat keahlian

Lebih terperinci

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata

3. BAHAN DAN METODE. Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata 3. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian laju pertumbuhan dan produksi lamun Cymodocea rotundata dan Cymodocea serrulata di Pulau Pramuka dan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KARANG REKRUTMEN PADA TERUMBU BUATAN MODUL BETON DI PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ARIEF RIZKY

STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KARANG REKRUTMEN PADA TERUMBU BUATAN MODUL BETON DI PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ARIEF RIZKY STRUKTUR DAN PERTUMBUHAN KARANG REKRUTMEN PADA TERUMBU BUATAN MODUL BETON DI PULAU HARAPAN, KEPULAUAN SERIBU, DKI JAKARTA ARIEF RIZKY DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

G U B E R N U R SUMATERA BARAT

G U B E R N U R SUMATERA BARAT No. Urut: 10, 2015 G U B E R N U R SUMATERA BARAT PERATURAN GUBERNUR SUMATERA BARAT NOMOR 10 TAHUN 2015 TENTANG REHABILITASI TERUMBU KARANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR SUMATERA BARAT, Menimbang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis deskriptif kuantitatif dengan pengambilan data primer. Pengambilan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung. Perameter

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus lestari. Ekosistem terumbu

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG Stylophora pistillata DAN Pocillopora verrucosa DI PERAIRAN PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU ISWATY ADITIYANA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA

DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA DENSITAS DAN UKURAN GAMET SPONS Aaptos aaptos (Schmidt 1864) HASIL TRANSPLANTASI DI HABITAT BUATAN ANCOL, DKI JAKARTA Oleh: Wini Wardani Hidayat C64103013 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan

Lebih terperinci

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II

SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II ISBN : 978-62-97522--5 PROSEDING SEMINAR NASIONAL BASIC SCIENCE II Konstribusi Sains Untuk Pengembangan Pendidikan, Biodiversitas dan Metigasi Bencana Pada Daerah Kepulauan SCIENTIFIC COMMITTEE: Prof.

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora spp., Hydnopora rigida, DAN Pocillopora verrucosa YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU KELAPA, KEPULAUAN SERIBU SUDONO ISWARA SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C

ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG. Oleh : Indra Ambalika Syari C ASOSIASI GASTROPODA DI EKOSISTEM PADANG LAMUN PERAIRAN PULAU LEPAR PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG Oleh : Indra Ambalika Syari C64101078 DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH

STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH STUDI PENYEBARAN MAKROZOOBENTHOS BERDASARKAN KARAKTERISTIK SUBSTRAT DASAR PERAIRAN DI TELUK JAKARTA WAHYUNINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH

FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH FITOPLANKTON : DISTRIBUSI HORIZONTAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN PARAMETER FISIKA KIMIA DI PERAIRAN DONGGALA SULAWESI TENGAH Oleh : Helmy Hakim C64102077 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG

ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG Stylophora pistillata DAN Pocillopora verrucosa DI PERAIRAN PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU AGUS SETIAWAN WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang mempakan habitat laut yang penting di perairan tropis yang berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung, mencari makan, memijah dan berkembang biak serta sebagai

Lebih terperinci

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C

STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA. Oleh; Galih Kurniawan C STUDI EKOLOGI KISTA DINOFLAGELLATA SPESIES PENYEBAB HAB (Harmful Algal Bloom) DI SEDIMEN PADA PERAIRAN TELUK JAKARTA Oleh; Galih Kurniawan C64104033 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA

STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA STUDI PERUBAHAN LUASAN TERUMBU KARANG DENGAN MENGGUNAKAN DATA PENGINDERAAN JAUH DI PERAIRAN BAGIAN BARAT DAYA PULAU MOYO, SUMBAWA Oleh Riza Aitiando Pasaribu C64103058 PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN FAKULTAS

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN Miswar Budi Mulya *) Abstract The research of living coral reef

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI

STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI PERAIRAN ESTUARIA SUNGAI BRANTAS (SUNGAI PORONG DAN WONOKROMO), JAWA TIMUR FAJLUR ADI RAHMAN SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU

KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU 1 KONDISI EKOSISTEM TERUMBU KARANG DI PERAIRAN PULAU PARI KEPULAUAN SERIBU Aditya Hikmat Nugraha, Ade Ayu Mustika, Gede Suastika Joka Wijaya, Danu Adrian Mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

Lebih terperinci

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU

ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU w h 6 5 ANALISIS KESUKAAN HABITAT IKAN KARANG DI SEKITAR PULAU BATAM, KEPULAUAN RZAU. RICKY TONNY SIBARANI SKRIPSI sebagai salah satu syarat untukmemperoleh gelar Sajana Perikanan pada Departemen Ilmu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang mempunyai potensi sumberdaya alam pesisir dan lautan yang sangat besar. Potensi sumberdaya ini perlu dikelola dengan baik

Lebih terperinci

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR

PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR PENENTUAN TINGKAT KESEHATAN SUNGAI BERDASARKAN STRUKTUR KOMUNITAS MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG, KABUPATEN BOGOR RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086 SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Salah satu organisme yang dapat berperan sebagai bioindikator perairan tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU FRAGMENTASI KOLONI SPONS Petrosia sp. TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF

PENGARUH WAKTU FRAGMENTASI KOLONI SPONS Petrosia sp. TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF PENGARUH WAKTU FRAGMENTASI KOLONI SPONS Petrosia sp. TERHADAP KANDUNGAN SENYAWA BIOAKTIF Oleh : Siti Aisyah Cinthia Indah Anggraini C64103025 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Teluk Palabuhan Ratu Kecamatan Palabuhan Ratu, Jawa Barat. Studi pendahuluan dilaksanakan pada Bulan September 007 untuk survey

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODOLOGI. 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian METODOLOGI. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini terdiri dari tahapan, yakni dilaksanakan pada bulan Agustus 0 untuk survey data awal dan pada bulan FebruariMaret 0 pengambilan data lapangan dan

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua The Journal of Fisheries Development, Juli 2015 Volume 2, Nomor 3 Hal : 39-44 Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua Triana Mansye Kubelaborbir 1 1 Program

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA

PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA PENGGUNAAN BAKTERI Bacillus sp. dan Chromobacterium sp. UNTUK MENURUNKAN KADAR MINYAK NABATI DALAM AIR YEYEN EFRILIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan April sampai Juni 2013. Lokasi Penelitian adalah Teluk Banten, Banten.Teluk Banten terletak sekitar 175

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL

YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS KABUPATEN PESISIR SELATAN ARTIKEL LAJU PERTUMBUHAN Pocillopora damicornis (Linnaeus, 1758), Acropora formosa (Dana, 1846) dan Acropora cervicornis (Lammarck, 1816) YANG DI TRANSPLANTASI DI PERAIRAN TELUK TEMPURUNG KECAMATAN BATANG KAPAS

Lebih terperinci

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH

KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH KAJIAN SUMBERDAYA DANAU RAWA PENING UNTUK PENGEMBANGAN WISATA BUKIT CINTA, KABUPATEN SEMARANG, JAWA TENGAH INTAN KUSUMA JAYANTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang Terumbu karang terbentuk dari kalsium karbonat yang sangat banyak (CaCo 3), batuan kapur, yang merupakan hasil deposisi dari makhluk hidup (Castro & Huber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya

Lebih terperinci

Pencacahan Langsung (Visual Census Method) dimana lokasi transek ikan karang

Pencacahan Langsung (Visual Census Method) dimana lokasi transek ikan karang Usep Sopandi. C06495080. Asosiasi Keanekaragaman Spesies Ikan Karang dengan Persentase Penutupan Karang (Life Form) di Perairan Pantai Pesisir Tengah dan Pesisir Utara, Lampung Barat. Dibawah Bimbingan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya

I. PENDAHULUAN. Tabel 1 Potensi Keuntungan Bersih per Tahun per km 2 dari Terumbu Karang dalam Kondisi Baik di Asia Tenggara Penggunaan Sumberdaya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Terumbu karang adalah bangunan ribuan hewan yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Terumbu karang yang sehat dengan luas 1 km 2 dapat menghasilkan

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi

KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA. Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi KONDISI TERUMBU KARANG DI PULAU-PULAU KECIL KABUPATEN SARMI, PROVINSI PAPUA Laporan Penelitian Kerjasama UNIPA & Pemerintah Kabupaten Sarmi Oleh THOMAS F. PATTIASINA RANDOLPH HUTAURUK EDDY T. WAMBRAUW

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG

DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG DISTRIBUSI UKURAN KARANG PORITES SEBAGAI PENYUSUN UTAMA MIKROATOL DI DAERAH RATAAN TERUMBU (REEF FLAT) PERAIRAN KONDANG MERAK KABUPATEN MALANG Kuncoro Aji, Oktiyas Muzaky Luthfi Program Studi Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG

STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG STRUKTUR DAN POLA ZONASI (SEBARAN) MANGROVE SERTA MAKROZOOBENTHOS YANG BERKOEKSISTENSI, DI DESA TANAH MERAH DAN OEBELO KECIL KABUPATEN KUPANG Oleh: Muhammad Firly Talib C64104065 PROGRAM STUDI ILMU DAN

Lebih terperinci

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF

PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF PERUBAHAN Total Suspended Solid (TSS) PADA UMUR BUDIDAYA YANG BERBEDA DALAM SISTEM PERAIRAN TAMBAK UDANG INTENSIF INNA FEBRIANTIE Skripsi DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati; 5 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pulau Kecil Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Sumberdaya Pesisir dan

Lebih terperinci

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C

SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU. Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C SEBARAN MENEGAK KONSENTRASI Pb, Cu, Zn, Cd, DAN Ni DI SEDIMEN PULAU PARI BAGIAN UTARA KEPULAUAN SERIBU Oleh : ACHMAD AULIA RACHMAN C64102057 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci