ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG"

Transkripsi

1 ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG Stylophora pistillata DAN Pocillopora verrucosa DI PERAIRAN PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU AGUS SETIAWAN WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR i

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul: Analisis Kecepatan Pertumbuhan dan Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Desember Agus Setiawan Wibowo C ii

3 RINGKASAN Agus Setiawan Wibowo. C Analisis Kecepatan Pertumbuhan dan Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu dibawah bimbingan Ario Damar dan Wazir Mawardi. Kepulauan seribu merupakan salah satu perairan memiliki kekayaan terumbu karang di Indonesia yang terletak di sebelah utara Teluk Jakarta. Lokasinya berada antara 06º00 40 dan 05º54 40 Lintang Selatan dan 106º40 45 dan 109º01 19 Bujur Timur. Salah satu pulau yang terdapat di Kepulauan Seribu adalah Pulau Karya. Pulau Karya terletak di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara yang memiliki luas lahan sebesar ±6 Ha tidak diperuntukkan sebagai pemukiman penduduk, melainkan diperuntukkan untuk perkantoran. Pulau ini berdekatan dengan dua pulau lainnya yaitu Pulau Panggang dan Pulau Pramuka yang merupakan pemukiman penduduk dan sebagai lokasi wisata bahari. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui kecepatan pertumbuhan karang yang ditransplantasikan pada perairan Pulau Karya, dan untuk mengetahui tingkat keberhasilan transplantasi karang yang dilakukan di pulau tersebut. Jenis karang yang diteliti sebanyak 2 jenis, yaitu Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa. Dimensi ukuran pertumbuhan yang diukur adalah panjang dan tinggi fragmen transplantasi. Pengambilan data pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dilakukan secara langsung pada lokasi transplantasi setiap satu bulan sekali, serta pengambilan data kondisi lingkungan perairan. Pengambilan data dilakukan sebanyak 4 kali, yaitu pada bulan April, Mei, Juni, dan Juli. Analisis data pertumbuhan dianalisis dengan menggunakan software microsoft excel 2007, sedangkan analisis kualitas perairan di lakukan di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan IPB. Pertumbuhan panjang dan tinggi yang dicapai dalam waktu empat bulan diperoleh bahwa pertumbuhan panjang yang dicapai fragmen jenis Stylophora pistillata sebesar 13,94 mm dan tingginya sebesar 11,10 mm, dengan kisaran laju pertumbuhan panjang rata-rata 2,88-6,97 mm/bulan dan kisaran laju pertumbuhan tinggi rata-rata 2,84-4,90 mm/bulan. Sedangkan untuk fragmen jenis Pocillopora verrucosa, pertumbuhan panjang yang dicapai selama empat bulan sebesar 9,15 mm dan tinggi rata-rata sebesar 8,49 mm dengan kisaran laju pertumbuhan panjang ratarata sebesar 2,27-4,63 mm/bulan dan kisaran laju pertumbuhan tinggi rata-rata sebesar 2,31-3,77 mm/bulan. Laju pertumbuhan panjang rata-rata dan tinggi rata-rata untuk spesies Stylophora pistillata sebesar 4,64 mm/bulan dan 3,82 mm/bulan. sedangkan untuk spesies Pocillopora verrucosa sebesar 3,25 mm/bulan dan 2,99 mm/bulan selama tiga bulan penelitian. Tingkat keberhasilan transplantasi fragmen jenis Stylophora pistillata setelah tiga bulan penelitian sebesar 100% dan untuk fragmen jenis Pocillopora verrucosa sebesar 90%. Berdasarkan persentase keberhasilan transplantasi karang yang ditransplantasikan pada lokasi penelitian, dapat disimpulkan bahwa kegiatan transplantasi karang yang dilakukan pada lokasi penelitian adalah berhasil. iii

4 ANALISIS KECEPATAN PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG Stylophora pistillata DAN Pocillopora verrucosa DI PERAIRAN PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU AGUS SETIAWAN WIBOWO C Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR iv

5 PENGESAHAN SKRIPSI Judul Skripsi Nama N I M Program Studi : Analisis Kecepatan Pertumbuhan dan Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu : Agus Setiawan Wibowo : C : Manajemen Sumberdaya Perairan Pembimbing I, Menyetujui: Pembimbing II, Dr. Ir. Ario Damar, M.Si Ir. Wazir Mawardi, M.Si NIP NIP Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc NIP Tanggal Ujian : 23 Desember v

6 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis Kecepatan Pertumbuhan dan Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu. Skripsi ini disusun sebagai hasil penelitian yang dilaksanakan pada bulan April-Juli dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Ario Damar, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Ir. Wazir Mawardi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing serta Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku Komisi Pendidikan S1 yang telah banyak membantu dalam pemberian bimbingan, masukan, dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari adanya ketidaksempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangsih bagi ilmu pengetahuan serta bagi upaya pengelolaan lingkungan perairan dan perikanan. Bogor, Desember Penulis vi

7 UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dr. Ir. Ario Damar, M.Si selaku ketua komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta sebagai ketua tim peneliti PKSPL-IPB dalam rehabilitasi sumberdaya alam dan lingkungan Kepulauan Seribu tahun Ir. Wazir Mawardi, M.Si selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, masukan, dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini, serta dalam pembuatan modul transplantasi yang digunakan dalam penelitian ini. 3. Dr. Ir. Etty Riani H., MS selaku dosen penguji tamu dan Dr. Ir Yunizar Ernawati, MS selaku dosen penguji dari program studi yang telah memberikan masukan dan saran yang sangat berarti untuk penulis. 4. Bapak Ir. Sigid Hariyadi, M.Sc selaku pembimbing akademik penulis. 5. Staf tata usaha MSP terutama Mba Widar, serta seluruh civitas Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan atas bantuan dan dukungan yang telah diberikan kepada penulis. 6. PKSPL-IPB, CNOOC, dan KLH atas bantuan tenaga, peralatan, dan finansial dalam penelitian ini. 7. Tim transplantasi karang PKSPL-IPB dan masyarakat P. Pramuka dan P. Panggang, Steven Syahrinaldi, Tim Karang (Dono, Moro, Adil, Ketuk, Tia, Dilah), dan Tim Lamun (Andra, Nota, Wira, Ikhsan, dan Mirza). 8. Keluarga tercinta, khususnya Papa dan Mama yang selalu mendukung baik secara moril dan materiil, Denny Satria Putra, Dessy Febriyanti, H. Abdul Gofar, Hj. Zuniar, Anggraeni, atas semua dukungannya. 9. Teman-teman MSP 42 atas kesetiaannya dalam membantu penulis dalam menyelesaikan perkuliahan, serta teman-teman MSP40, MSP 41, MSP 43, dan MSP 44 atas dukungannya. 10. Rekan-rekan Wisma Himaja (Jimmi, Johan, Aris, Nugrah, Ason, Ronny) serta teman-teman HIMAJA atas dukungannya. vii

8 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Jambi, Provinsi Jambi pada tanggal 29 Agustus 1987, merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Djaharuddin dan Hj. Ely Satria Putri. Pendidikan formal pertama diawali dari SDN 147 Kota Jambi (1999), SLTP Negeri 17 Kota Jambi (2002), dan SMA Negeri 5 Kota Jambi (2005). Penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun Setelah setahun melewati tahap Tingkat Persiapan Bersama, penulis diterima di Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama mengikuti perkuliahan penulis berkesempatan menjadi Asisten Mata Kuliah Ekologi Perairan (2007/2008 dan 2008/), Ekosistem Perairan Pesisir (2008/ dan /2010), serta Asisten Mata Kuliah Metode Observasi Bawah Air (). Penulis juga aktif di berbagai organisasi seperti anggota Bidang Informasi dan Komunikasi HIMASPER (Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumberdaya Perairan) periode 2007/2008, dan anggota bidang Akademik HIMASPER periode 2008/. Penulis juga aktif mengikuti seminar dan berpartisipasi dalam kepanitiaan di lingkungan kampus IPB. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyusun skripsi dengan judul Analisis Kecepatan Pertumbuhan dan Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa di Perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu. viii

9 DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... Halaman 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Hewan Karang Klasifikasi Hewan Karang Sistem Reproduksi Reproduksi seksual Reproduksi aseksual Faktor-faktor Pembatas Kehidupan Karang Suhu Salinitas Intensitas cahaya matahari Arus Kekeruhan dan sedimentasi Nutrien (nitrat, amonia, ortofosfat) Laju Kalsifikasi Karang Kerusakan Terumbu Karang Faktor aktivitas manusia Faktor biologis Faktor fisik Transplantasi Karang Pengertian dan pemanfaatan transplantasi karang Metode transplantasi karang Penelitian Transplantasi Karang di Indonesia Keadaan Umum Lokasi Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Alat dan Bahan Penelitian Metode Penelitian Fragmen karang Konstruksi modul transplantasi Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Pengukuran pertumbuhan karang Analisis Data Pertumbuhan karang Tingkat keberhasilan transplantasi xi xii xiv ix

10 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Cahaya Salinitas Suhu Kekeruhan dan sedimentasi Kecepatan arus Nutrien (nitrat, ortofosfat, dan amonia) Tingkat Pencapaian Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Karang Tingkat pencapaian pertumbuhan karang Laju pertumbuhan karang Tingkat Keberhasilan Transplantasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN x

11 DAFTAR TABEL Halaman 1. Baku mutu air laut untuk biota laut Beberapa penelitian transplantasi karang di Indonesia Alat yang digunakan dalam proses penempatan contoh, pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan karang Parameter lingkungan perairan yang diukur dan alat yang digunakan Data parameter fisika dan kimia perairan Pulau Karya bulan April sampai Juli Tingkat pencapaian pertumbuhan karang jenis Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa Laju pertumbuhan fragmen karang jenis Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa Tingkat kelangsungan hidup fragmen karang yang ditransplantasikan di perairan Pulau Karya xi

12 DAFTAR GAMBAR Halaman 1. Skema pemulihan ekosistem terumbu karang Simbiosis antara zooxanthellae dan polip karang (Castro & Huber 2007) Anatomi polip karang (Sumich 1999 in Bengen 2002) Fragmen jenis Stylophora pistillata (Dok. PKSPL-IPB ) Fragmen jenis Pocillopora verrucosa (Dok. PKSPL-IPB ) Reproduksi seksual pada hewan karang (Nybakken 1992) Reproduksi aseksual pada hewan karang A. Pertunasan ekstratentakular, B. Pertunasan intratentakular (Suwignyo et al. 2005) Faktor-faktor fisik yang bekerja pada polip karang (Nybakken 1992) Peta lokasi penelitian (Google Earth ) Konstruksi fragmen karang yang ditransplantasikan (PKSPL-IPB ) Konstruksi modul transplantasi (PKSPL-IPB ) Penempatan fragmen karang pada modul tranplantasi (PKSPL-IPB ) Metode pengukuran fragmen karang (Dirjen PHKA 2008) Perubahan salinitas rata-rata (n=3) perairan Pulau Karya Grafik fluktuasi suhu rata-rata (n=3) perairan Pulau Karya Grafik kekeruhan rata-rata (n=3) perairan Pulau Karya Grafik laju sedimentasi rata-rata pada bulan April (n=3), Mei (n=1) dan Juni (n=1) pada perairan Pulau Karya Kecepatan arus rata-rata (n=3) perairan Pulau Karya Grafik kandungan nitrat (NO 3-N) rata-rata (n=3) pada perairan Pulau Karya Grafik kandungan amonia (NH 3-N) rata-rata (n=3) pada perairan Pulau Karya Grafik kandungan ortofosfat (PO 4-P) rata-rata (n=3) pada perairan Pulau Karya Grafik tingkat pencapaian pertumbuhan panjang dan tinggi rata-rata fragmen karang selama tiga bulan (April-Juli ) Grafik laju pertumbuhan rata-rata fragmen jenis Stylophora pistillata Grafik laju pertumbuhan rata-rata fragmen jenis Pocillopora verrucosa xii

13 25. Tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Stylophora pistillata Kematian fragmen karang akibat invansi alga (Dok. PKSPL-IPB ) Tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Pocillopora verrucosa xiii

14 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1. Data mentah spesies Stylophora pistillata Data mentah spesies Pocillopora verrucosa Data laju pertumbuhan spesies Stylophora pistillata Data laju pertumbuhan spesies Pocillopora verrucosa Data pengamatan kualitas air di perairan Pulau Karya bulan April-Juli Alat perangkap sedimen Proses persiapan dan pembuatan modul transplantasi Alat-alat yang digunakan dalam penelitian xiv

15 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan kumpulan masyarakat (binatang) karang (reef corals), yang hidup di dasar perairan, yang berupa batuan kapur (CaCO 3), dan mempunyai kemampuan yang cukup kuat untuk menahan gelombang laut (Supriharyono 2007). Ekosistem ini terdapat di laut dangkal yang hangat dan bersih dan merupakan ekosistem yang sangat penting dan memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi, oleh sebab itu terumbu karang umumnya terdapat di wilayah beriklim tropis. Ada dua jenis terumbu karang yaitu terumbu karang keras (hard coral) dan terumbu karang lunak (soft coral). Terumbu karang keras merupakan karang batu kapur yang keras yang membentuk terumbu karang. Terumbu karang lunak tidak membentuk karang. Kerusakan terumbu karang dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor biologis, faktor fisika dan faktor aktifitas manusia. Faktor biologis dapat disebabkan oleh adanya predasi dari jenis karang ataupun biota karang yang bersifat aktif dan agresif dalam mendapatkan makanan, adanya penyakit yang disebabkan oleh bakteri, serta adanya bio-erosi. Faktor fisik seperti stress akibat temperatur air laut yang meningkat, sinar ultraviolet, pasang surut air laut, penurunan salinitas, adanya aktifitas gunung berapi, gempa bumi, dan tsunami serta badai dan topan yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang. Faktor yang disebabkan oleh aktifitas manusia yang dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang seperti penambangan karang, pengeboman, penggunaan cyanida atau potas, serta penangkapan ikan yang tidak ramah lingkungan. Selain itu, adanya sedimentasi serta pencemaran baik yang berasal dari limbah kota ataupun yang berasal dari penambangan minyak bumi (oil mining) juga dapat menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang (Herianto 2007). Saat ini, kerusakan ekosistem terumbu karang khususnya di perairan laut Indonesia semakin parah. Berdasarkan beberapa sumber, diperkirakan luas terumbu karang di perairan Indonesia sekitar km 2, dari luas keseluruhan hanya tinggal 6,48 % kondisinya masih sangat baik, 22,53 % baik, 28,39 % rusak, dan 42,59 % rusak berat (Rachmawati 2001). Kondisi terumbu karang di perairan Kepulauan Seribu sangat memprihatinkan, terutama di pulau-pulau yang berdekatan dengan Jakarta (tutupan karang keras <

16 2 5%). Porsi terbesar penyebab kerusakan terumbu karang adalah ulah manusia, diantaranya adanya penangkapan ikan yang merusak dan berlebih, pencemaran air, penimbunan sampah, penambangan pasir dan karang, serta penebangan mangrove. Persen penutupan terumbu karang menunjukkan penurunan, dari 23% pada tahun 1985 menjadi 17% 1995, kemudian meningkat menjadi 32,9% pada 2004 dan 33,2% pada tahun 2005 (Estradivari et al. 2007) Rumusan Masalah Mengingat kerusakan ekosistem terumbu karang yang banyak terjadi di Indonesia, khususnya di Kepulauan Seribu, maka upaya rehabilitasi diperlukan untuk memperbaiki ekosistem terumbu karang di Indonesia yang saat ini kondisinya sudah sangat menurun. Bila dibiarkan secara alami proses pemulihannya akan memakan waktu yang relatif lama, sehingga diperlukan upaya percepatan dengan rekayasa teknologi seperti teknologi fragmentasi melalui teknik transplantasi yang dapat mempercepat proses pemulihan ekosistem. Secara skematis, proses pemulihan ekosistem terumbu karang disajikan pada Gambar 1. Faktor alam dan manusia Ekosistem terumbu karang Degradasi ekosistem terumbu karang Pembuatan habitat baru Alami (lambat) Rehabilitasi habitat Buatan (cepat) Pemilihan spesies karang yang akan dipulihkan Transplantasi dengan fragmentasi buatan Pemulihan ekosistem Gambar 1. Skema pemulihan ekosistem terumbu karang

17 Tujuan Tujuan penelitian ini untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan dan tingkat keberhasilan transplantasi jenis karang Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa yang ditransplantasikan di Pulau Karya, Kepulauan Seribu Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan informasi khususnya tentang transplantasi terumbu karang sebagai upaya merehabilitasi ekosistem terumbu karang yang telah rusak.

18 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang Terumbu karang terbentuk dari kalsium karbonat yang sangat banyak (CaCo 3), batuan kapur, yang merupakan hasil deposisi dari makhluk hidup (Castro & Huber 2007). Terumbu karang terutama disusun oleh karang-karang jenis anthozoa dari kelas scleractinia, yang mana termasuk hermatypic coral atau jenis karang yang mampu membuat bangunan atau kerangka karang dari kalsium karbonat (Vaughan & Wells 1943 in Supriharyono 2007). Struktur bangunan kapur (CaCo 3) tersebut cukup kuat sehingga koloni karang mampu menahan gaya gelombang air laut. Sedangkan asosiasi organisme-organisme yang dominan hidup disini disamping scleractinian corals adalah alga yang banyak diantaranya juga mengandung kapur (Dawes 1981 in Supriharyono 2007). Ada dua tipe karang, yaitu karang yang membentuk bangunan kapur (hermatypic corals) dan yang tidak dapat membentuk bangunan karang (ahermatypic corals). Hermatypic corals adalah binatang karang yang dapat membentuk bangunan karang dari kalsium karbonat, sehingga sering dikenal juga sebagai reef-building corals. Sedangkan ahermatypic coral adalah binatang karang yang tidak dapat membentuk bangunan karang (Supriharyono 2007) Kemampuan hermatypic coral membentuk bangunan kapur tidak lepas dari proses hidup binatang ini. Binatang karang ini dalam hidupnya bersimbiosis dengan sejenis alga (zooxanthellae) yang hidup di jaringan-jaringan polip binatang karang tersebut, dan melaksanakan fotosintesa. Hasil samping dari aktifitas fotosintesa tersebut adalah endapan kapur kalsium karbonat, yang struktur dan bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menetukan jenis atau spesies binatang karang. Karena aktifitas tersebut, maka peran cahaya matahari sangat penting bagi hermatypic coral. Sehingga jenis binatang karang ini umumnya hidup di perairan pantai atau laut yang cukup dangkal, yang mana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan (Supriharyono 2007). Zooxanthellae adalah algae bersel tunggal dengan ukuran mikroskopis yang memerlukan cahaya matahari untuk berfotosintesis. Zooxanthellae merupakan alga dari jenis Gymnodinium microadriaticum atau dikenal juga dengan jenis Simbiodinium (Ronsen 1988 in Efendie ). Adanya simbiosis dengan zooxanthellae menyebabkan karang berwarna coklat, hijau, atau biru. Dalam keadaan tertentu misalnya akibat

19 5 tekanan lingkungan atau adanya penyakit yang menyerang karang, zooxanthellae dapat keluar dari karang sehingga menyebabkan karang menjadi putih pucat dan bisa menyebabkan kematian (Veron 1986 in Pratama 2005). Zooxanthellae mendapat perlindungan dari karang dan menggunakan beberapa hasil sampingan metabolisme karang seperti karbondioksida, amonia, nitrat, dan fosfat sebagai bahan makanan. Sebaliknya karang mendapat keuntungan dari pelepasan bahan-bahan organik termasuk glukose, gliserol dan asam amonia yang dikeluarkan oleh zooxanthellae (Hutabarat & Evans 1985). Simbiosis antara zooxanthellae dengan polip karang dapat dilihat pada Gambar 2. Gambar 2. Simbiosis antara zooxanthellae dan polip karang (Castro & Huber 2007) Karang pembentuk terumbu merupakan koloni dengan sejumlah besar polippolip kecil dengan diameter 1-3 mm, namun seluruh koloni dapat menjadi besar. Beberapa jenis polip soliter dengan diameter sampai 25 cm, misalnya fungia (Suwignyo et al. 2005). Setiap individu karang yang disebut polip menempati mangkuk kecil yang dinamakan koralit. Tiap mangkuk koralit mempunyai beberapa septa yang tajam dan berbentuk daun yang tumbuh keluar dari dasar koralit, dimana septa ini merupakan dasar penentuan spesies karang (Bengen 2002). Setiap polip berbentuk seperti cangkir dengan lingkaran tentakel yang mengelilingi bagian tengah yang berfungsi sebagai mulut sekaligus anus. Tentakel memberi informasi melalui sel-sel penyengat (nematocysts) yang berfungsi sebagai alat pertahanan dan menangkap mangsa (Bermuda Coexploration 2000 in Soehartono & Mardiastuti 2003). Anatomi polip karang dapat dilihat pada Gambar 3.

20 6 Gambar 3. Anatomi polip karang (Sumich 1999 in Bengen 2002) 2.2. Klasifikasi Hewan Karang Klasifikasi hewan karang pembentuk terumbu yang ditransplantasikan menurut Wells (1954) in Suharsono (2008) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Cnidaria Kelas : Anthozoa Sub kelas : Zoantharia Ordo : Scleractinia Famili : Pocilliporidae Genus : 1. Stylophora 2. Pocillopora Spesies : 1. Stylophora pistillata 2. Pocillopora verrucosa Filum Cnidaria merupakan salah satu filum yang besar dari hewan air dan kebanyakan merupakan hewan air laut. Kebanyakan hidup berkoloni, dimana setiap individu saling terhubung. Filum ini dua bentuk karakteristik polimorfisme yang diperoleh dari daur hidupnya, yaitu polip dan medusa (Kolzof 1990 in Prawidya 2003). Anggota kelas Anthozoa merupakan cnidaria yang berpolip dan tidak mempunyai tahap medusoid. Memiliki polip khusus dibanding kelas Hydrozoa. Kebanyakan hidup berkoloni dan dapat mencapai ukuran besar, walaupun sebenarya individu polipnya kecil (Ruppert & Barnes 1987 in Prawidya 2003). Ordo Scleractinia sering disebut dengan karang batu, karena menghasilkan rangka. Rangkanya terdiri dari kalsium karbonat dan terpisah oleh epidermis pada

21 7 basal disc (lapisan basal). Proses pemisahan ini menghasilkan mangkuk kapur, yang merupakan tempat polip bernaung. Pada dasar mangkuk, terdapat sklerosepta. Setiap sklerosepta ini terbentuk ke atas sampai ke dasar polip, menahan lapisan basal. Selama polip hidup, akan terus dihasilkan kalsium karbonat di bawah jaringan yang hidup (Ruppert & Barnes 1987 in Prawidya 2003). Famili Pocilloporidae terdiri dari genus Pocillopora, Seriatopora, Stylophora, Palaustrea dan Madracis. Semuanya dapat ditemukan di perairan Indonesia. Koloni bercabang atau submasif, ditutupi oleh bintil-bintil (verrucosae). Koralit hampir tenggelam, kecil, kolumella, diantara koralit dipenuhi duri-duri kecil (Suharsono 2008). Genus Stylophora memiliki percabangan yang tumpul, kolumella menonjol, dengan septa terlihat jelas, diantara koralit ditutupi duri-duri kecil dan permukaan koloni terlihat kasar (Schweigger 1819 in Suharsono 2008). Spesies Stylophora pistillata (Gambar 4) memiliki koloni bercabang dengan percabangan pendek dengan ujung tumpul. Koloni biasanya berbentuk submasif dengan cabang pendek berupa kolom atau lempengan tebal. Koralit menonjol pada satu sisi dan pada sisi lain tenggelam dan tidak tersusun teratur. Biasanya berwarna kuning cerah dengan ujung berwarna ungu atau putih. Jenis ini umum ditemui di perairan yang dangkal dan tersebar di seluruh perairan Indonesia (Esper 1979 in Suharsono 2008). Gambar 4. Fragmen jenis Stylophora pistillata (Dok. PKSPL-IPB ) Genus Pocillopora memiliki ciri-ciri koloni hampir bercabang, submasif, koralit hampir tenggelam, septa bersatu dengan kolumella, percabangan relatif besar dengan

22 8 permukaan berbintil-bintil yang disebut verrucosae (Lamarck 1816 in Suharsono 2008). Spesies Pocillopora verrucosa (Gambar 5) memiliki karakteristik koloni dapat mencapai ukuran besar dengan percabangan yang agak tegak ke atas, gemuk pada pangkal dan agak melebar di bagian atas dengan percabangan menimbulkan kesan teratur dan memiliki verrucosae yang tersebar merata dengan ukuran yang tidak seragam. Biasanya berwarna kuning pucat dan coklat muda dan tersebar di seluruh perairan Indonesia (Ellis & Solander 1786 in Suharsono 2008). Gambar 5. Fragmen jenis Pocillopora verrucosa (Dok. PKSPL-IPB ) 2.3. Sistem Reproduksi Reproduksi seksual Binatang karang berkembang biak secara seksual dan aseksual (Supriharyono 2007). Perkembangbiakkan secara seksual melalui pemijahan atau pertemuan antara ovarium dan testes. Reproduksi seksual karang dimulai dengan pembentukan calon gamet sampai terbentuknya gamet matang, proses ini disebut gametogenesis. Selanjutnya gamet yang masak dilepaskan dalam bentuk telur atau planula. Masingmasing jenis karang mempunyai variasi dalam melepaskan telur yang telah dibuahi dan pertumbuhan terjadi di luar (broadcaster). Sedang karang yang lain pembuahan terjadi di dalam induknya dierami untuk beberapa saat dan dilepaskan sudah dalam bentuk planula (broader) (Coremap fase II 2006). Proses reproduksi seksual pada hewan karang dapat dilihat dari Gambar 6.

23 9 Gambar 6. Reproduksi seksual pada hewan karang (Nybakken 1992) Reproduksi aseksual Reproduksi aseksual pada karang umumnya dilakukan dengan cara membentuk tunas yang akan menjadi individu baru pada induk, dan pembentukann tunas yang terus-menerus merupakan mekanisme untuk menambah ukuran koloni, tetapi tidak untuk menambah koloni baru (Nybakken 1992). Reproduksi aseksual karang melalui fragmentasi dan pertunasan (budding). Reproduksi melalui pertunasan, tergantung pada jenisnya, polip baru tumbuh secara ekstratentrakular atau intratentakular (Gambar 7). Pada pertunasan ekstratentakular, polip yang baru tumbuh dari setengah bagian tubuh ke bawah (Gambar 7-A). Pada pertunasan intertentakular, polip baru tumbuh dari penyekatan membujur mulai dari oral disk ke arah aboral (Gambar 7-B). Proses pertunasan diikuti pembentukan sklerosepta dan mangkuk karang dari masing- masing polip baru (Suwignyo et al. 2005). Gambar 7. Reproduksi aseksual pada hewan karang A. Pertunasan ekstratentakular, B. Pertunasan intratentakular (Suwignyo et al. 2005).

24 Faktor-faktor Pembatas Kehidupan Karang Terumbu karang di dunia tersebar hanya pada daerah 32 o LU sampai 32 o LS, dimana garis lintang yang mengelilingi bumi ini merupakan batas maksimum bagi karang untuk dapat tumbuh dengan baik. Organisme pembangun karang hanya dapat hidup di perairan yang dangkal dimana terdapat sinar matahari yang cukup, sehingga memberi kesan bahwa cara hidup mereka seolah-olah seperti tumbuhan (Hutabarat & Evans 1985). Selain itu, karang pembentuk terumbu juga dapat tumbuh dengan baik di daerah-daerah tertentu dimana sedimentasi sedikit dan terhindar dari arus dingin (Suharsono 1996). Karang membutuhkan karakteristik lingkungan perairan yang spesifik untuk dapat tumbuh dan hidup dengan baik. Rachmawati (2001) menyatakan bahwa terdapat parameter utama yang berpengaruh terhadap keberadaan terumbu karang, yaitu suhu, salinitas, cahaya matahari, kekeruhan dan nutrisi. Adapun faktor-faktor lain yang mempengaruhi yaitu sedimentasi, sirkulasi arus dan gelombang, kedalaman perairan (Dahuri 2003 ; Nybakken 1992). Faktor-faktor fisika dan kimia yang mempengaruhi kehidupan karang dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8. Faktor-faktor fisik yang bekerja pada polip karang (Nybakken 1992) Suhu Suhu air merupakan faktor penting yang menetukan kehidupan karang. Menurut Wells (1995) in Supriharyono (2007) suhu yang baik untuk pertumbuhan karang adalah berkisar antara o C. Berdasarkan Dirjen PHKA (2008) suhu optimal untuk pertumbuhan karang sebesar O C, dan menurut baku mutu air laut untuk biota laut Kep.51 MENKLH (2004) suhu optimal untuk pertumbuhan karang sebesar 28-

25 11 30 O C. Karena sifat hidup ini ekosistem terumbu karang umumnya tumbuh di daerah tropis, walaupun ada diantaranya yang dapat hidup di daerah sub-tropis seperti di perairan Bemuda, perairan sebelah selatan Jepang, dan perairan sebelah selatan Afrika Selatan (Supriharyono 2007). Nybakken (1992) menyatakan bahwa hampir semua terumbu karang di dunia hanya ditemukan pada perairan yang dibatasi oleh permukaan yang isoterm 20 o C. Karang hermatipik dapat bertahan selama beberapa waktu pada suhu agak dibawah 20 o C, tetapi menurut Wells (1957) in Nybakken (1992) tidak ada terumbu karang yang mampu berkembang pada suhu tahunan dibawah 18 o C. Terumbu karang dapat mentoleransi suhu sampai kira-kira o C, studi yang dilakukan oleh Coles & Jokiel (1978) dan Neudecker (1981) in Supriharyono (2007) mengenai pengaruh limbah suhu, menjelaskan bahwa perubahan suhu secara mendadak sekitar 4-6 o C di bawah atau diatas ambang batas dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan dapat mematikannya (Supriharyono 2007) Salinitas Menurut Nybakken (1992), Karang hermatipik tidak dapat bertahan pada salinitas yang menyimpang dari salinitas normal, yaitu PSU. Adanya aliran sungai yang bermuara ke perairan pantai menyebabkan penurunan salinitas pada perairan pantai, sehingga hal ini dapat mempengaruhi kehidupan karang sehingga pertumbuhannya menjadi tidak normal. Nilai salinitas dapat menurun hingga 20 PSU ataupun dapat naik melebihi 50 PSU secara temporal (Rachmawati 2001). Namun demikian, ada juga terumbu karang yang dapat hidup pada perairan yang memiliki kadar salinitas yang tinggi, yaitu sebesar 42 PSU seperti di Teluk Persia, wilayah Timur Tengah (Nybakken 1992) Intensitas cahaya matahari Cahaya matahari merupakan salah satu parameter utama yang berpengaruh dalam pembentukan terumbu karang. Penetrasi cahaya merangsang terjadinya proses fotosintesis oleh zooxanthellae simbiotik dalam jaringan karang. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan bersamaan dengan itu, kemampuan karang untuk membentuk terumbu (CaCO 3) akan berkurang pula (Dahuri 2003). Cahaya memiliki korelasi penting dengan kedalaman, karena seberapa kedalaman yang memungkinkan untuk pertumbuhan karang, tergantung dari seberapa jauh cahaya matahari mampu menembus kolom air (Rachmawati 2001).

26 12 Terumbu karang umumnya tumbuh pada kedalaman 25 m atau kurang. Pada perairan yang jernih, kedalaman tersebut dapat bertambah hingga lebih dari 40 m, namun jarang ditemukan tumbuh dengan baik pada kedalaman lebih dari 50 m (Rachmawati 2001). Hal ini menerangkan mengapa struktur ini terbatas hingga pinggiran benuabenua atau pulau-pulau (Nybakken 1992) Arus Arus diperlukan dalam proses pertumbuhan karang dalam hal menyuplai makanan berupa mikroplankton. Arus juga berperan dalam proses pembersihan dari endapan-endapan material dan menyuplai oksigen yang berasal dari laut lepas. Oleh karena itu, sirkulasi arus sangat berperan penting dalam proses transfer energi (Dahuri 2003). Arus berperan dalam pemindahan nutrien, larva, dan sedimen. Sampah juga dapat berpindah dengan bantuan arus yang membawanya ke tempat lain. Karenanya kecepatan arus dan turbulensi memiliki pengaruh terhadap morfologi dan komposisi taksonomi ekosistem terumbu karang (Rachmawati 2001). Rachmawati (2001) menyatakan bahwa gelombang yang cukup kuat akan menghalangi pengendapan sedimen pada koloni karang. Struktur terumbu karang yang masif, cukup kuat menahan gelombang yang besar. Pada daerah yang terkena gelombang yang cukup kuat, bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk karang masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Sebaliknya pada perairan yang lebih tenang, akan terbentuk koloni yang berbentuk memanjang dan bercabang dengan cabang yang lebih ramping Kekeruhan dan sedimentasi Kekeruhan dan sedimen juga merupakan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi pertumbuhan karang. Kekeruhan air dapat megurangi penetrasi atau intensitas cahaya di dalam air (Supriharyono 2007). Pengaruh sedimentasi terhadap pertumbuhan binatang karang dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Sedimen dapat langsung mematikan binatang karang apabila sedimen tersebut ukurannya cukup besar atau banyak sehingga menutupi polip karang (Bak 1978 in Supriharyono 2007). Pengaruh tidak langsung adalah melalui turunnya peneterasi cahaya matahari untuk fotosintesis, dan banyaknya energi yang dikeluarkan untuk menghalau sedimen tersebut, yang berakibat turunnya laju pertumbuhan karang (Pastorok & Bilyard 1985 in Supriharyono 2007). Ketika laju sedimentasi di perairan karang tinggi, laju pertumbuhan karang biasanya rendah (Supriharyono 2007).

27 13 Sedimentasi dan eutrofikasi (pengkayaan nutrien) merupakan salah satu penyebab utama degradasi ekosistem terumbu karang di dunia (Ginsburg 1993 in McClanahan 1997). Menurut McClanahan (1997), beberapa jenis karang seperti jenis Pocillopora, Favia, dan Montipora menunjukkan penurunan ukuran koloni pada kondisi perairan yang mengandung sedimentasi yang tinggi. Sedimentasi pada perairan juga dapat mempengaruhi keberadaan unsur hara yang terdapat pada perairan tersebut. Menurut Supriharyono (2007), unsur-unsur hara yang terikat pada sedimen tersebut dapat merangsang pertumbuhan alga di perairan karang. Selain itu, sedimen yang kaya akan unsur hara akan menyebabkan peningkatan kesuburan di perairan sekitar terumbu karang dan mempercepat laju pertumbuhan makroalga. Rachmawati (2001) menggolongkan laju sedimentasi kedalam tiga kategori, yaitu kecil, bila laju kurang dari 10 mg/cm 2 /hari, memberikan dampak dalam penurunan regenerasi, kelimpahan, dan keragaman spesies. Termasuk kedalam kategori sedang bila laju sedimentasi mg/cm 2 /hari, dapat dianggap berbahaya karena terjadi proses destruktif secara besar-besaran. Bila laju telah melebihi 50 mg/cm 2 /hari dapat menimbulkan kematian komunitas karang dan kerusakan terumbu karang Nutrien (nitrat, amonia, ortofosfat) Perairan karang biasanya mengandung nutrien anorganik yang rendah (Grover 2003). Nitrat dan amonia adalah sumber utama nitrogen untuk produktivitas primer perairan laut (Codicpoti 1989 in Grover 2003). Kisaran konsentrasi nitrogen pada perairan karang sebesar 0,3-1,0 μmol/l nitrat, dan sebesar 0-0,4 μmol/l amonia (Bythell 1990 ; D Ellia & Wiebe 1990 ; Furnas 1991 in Grover 2003). Menurut Grover (2003), karang keras memiliki kemampuan untuk mengawetkan unsur hara dengan mengakumulasikan sisa-sisa metabolisme dari binatang induk (karang). Unsur hara ini dimanfaatkan zooxanthellae terutama apabila perairan sekitarnya miskin unsur hara (Muscatine 1973 in Supriharyono 2007). Dengan adanya kemampuan dalam mengawetkan unsur hara ini, maka ekosistem terumbu karang tidak membutuhkan masukan nutrien yang lebih besar (Charpy 2001). Nitrat dapat dihasilkan oleh oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan (Effendi 2003). Amonia merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat racun bagi biota perairan jika jumlahnya berlebihan di perairan. Kadar amonia yang tinggi bisa menjadi indikasi adanya pencemaran bahan organik. Sumber amonia di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat

28 14 di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) oleh mikroba dan jamur. Tinja dari biota akuatik yang merupakan limbah aktivitas metabolisme juga banyak mengeluarkan amonia. Sumber amonia yang lain adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri, dan domestik. Amonia juga dapat dihasilkan dari proses denitrifikasi nitrat pada kondisi perairan yang kurang oksigen. Amonia dan garamgaramnya bersifat mudah larut dalam air. Avertebrata air lebih toleran terhadap toksisitas amonia dari pada ikan (Effendi 2003). Fosfor merupakan unsur yang esensial bagi tumbuhan tingkat tinggi dan alga, sehingga unsur ini menjadi faktor pembatas bagi tumbuhan dan alga akuatik serta sangat mempengaruhi tingkat produktivitas perairan. Ortofosfat merupakan salah satu bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen di perairan dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan (Effendi 2003). Nilai parameter lingkungan yang baik untuk pertumbuhan karang berdasarkan baku mutu yang ditetapkan oleh MENKLH 2004 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Baku mutu air laut untuk biota laut Parameter Satuan Baku Mutu* a. Fisika Kecerahan Kekeruhan Suhu m NTU OC 5-10% < b. Kimia Salinitas Amonia total (NH 3-N) Fosfat (PO 4-P) Nitrat (NO 3-N) PSU Mg/l Mg/l Mg/l ,3 0,015 0,008 *) Baku mutu berdasarkan Kep.51/MENKLH/I/2004 Nutrien yang tinggi di perairan dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman dan alga pada perairan tersebut juga meningkat, sehingga hal ini dapat menyebabkan terganggunya kehidupan dan pertumbuhan karang. Peningkatan kesuburan di perairan sekitar terumbu karang dan mempercepat laju pertumbuhan makroalga. Biomassa makroalga yang besar dapat menutupi karang sehingga memiliki efek seperti halnya penutupan karang oleh partikel sedimen yang besar (Rachmawati 2001).

29 15 Pengaruh dari alga terhadap organisme karang dimulai dari peningkatan nutrien pada perairan terumbu karang. Hal ini memberikan pengaruh terhadap struktur dan fungsi komunitas karang (Tomascik & Sander 1987; Wittenberg & Hunte 1992 in Tanner1995). Salah satu hipotesis yang berkaitan dengan peningkatan nutrien adalah seiring dengan peningkatan nutrien, pertumbuhan alga akan meningkat. Hal ini memungkinkan alga bersaing dengan organisme karang ataupun organisme sessile (Birkeland 1977,1988; Pastorok & Bilyard 1985 in Tanner 1995) Laju Kalsifikasi Karang Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa setiap koloni hermatypic corals mengandung alga (zooxanthellae) yang hidup bersimbiosis dengan koloni karang. Zooxanthellae yang hidup di koloni karang ini selain memproduksi karbon juga memproduksi kalsium karbonat (kapur) atau kalsifikasi, untuk membentuk bangunan karang. Sehingga jenis karang ini disebut reef building corals, atau jenis karang yang dapat membuat bangunan karang dari kapur. Kecepatan atau laju kalsifikasi ini tidak sama untuk setiap spesies. Spesies-spesies tertentu tumbuhnya sangat cepat, yaitu bisa > 2 cm / bulan (umumnya branching corals), namun ada pula spesies karang (umumnya karang masif) yang tumbuhnya sangat lambat, yaitu hanya < 1cm /tahun. Disamping faktor spesies, kecepatan tumbuh karang juga ditentukan oleh kondisi lingkungan hidup mereka berada. Pada perairan yang memiliki kondisi lingkungannya mendukung pertumbuhan karang, maka biasanya karang biasanya tumbuh lebih cepat dibandingkan di daerah yang tercemar. Laju kalsifikasi karang juga ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu cahaya, suhu perairan, kekeruhan, sedimentasi, serta kedalaman perairan (Supriharyono 2007). Menurut Timotius (2003) kalsium karbonat yang terbentuk kemudian membentuk endapan menjadi hewan karang. Sementara itu, karbondioksida akan diambil oleh zooxanthellae untuk fotosintesis. Pengambilan atau pemanfaatan karbon (CO 2) dalam jumlah yang sangat besar untuk keperluan kalsifikasi yang kemudian menghasilkan terumbu karang sebaran vertikal dan horizontal yang amat luas, menjadikan terumbu karang sebagai carbon sink Kerusakan Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang merupakan ekosistem yang sangat rentan. Kerusakan terumbu karang dapat diakibatkan baik oleh proses alami maupun proses antropogenik. Menurut Herianto (2007), kerusakan ekosistem terumbu karang dapat

30 16 digolongkan berdasarkan penyebab kerusakannya, yakni aktivitas manusia secara langsung, dan tidak langsung, faktor biologis, dan faktor fisik Faktor aktivitas manusia Menurut Ikawati et al. (2001), kerusakan terumbu karang yang disebabkan oleh ulah manusia (antropogenik) merupakan penyebab terbesar kerusakan terumbu karang. Hal ini disebabkan ketidaktahuan manusia akan manfaat dan fungsi terumbu karang. Beberapa jenis kegiatan manusia yang berdampak secara langsung dalam kerusakan terumbu karang menurut Herianto (2007) seperti aktivitas penambangan karang, pengeboman karang, penggunaan sianida atau potas, penangkapan ikan dengan bubu, penangkapan ikan dengan muroami, jangkar perahu, serta adanya kegiatan pariwisata perairan. Kegiatan yang bedampak secara tidak langsung yang menyebabkan kerusakan terumbu karang seperti proses sedimentasi yang merupakan hasil dari kegiatan penambangan di laut ataupun dari daratan yang terbawa oleh sungai ke laut. Selain itu, adanya pencemaran limbah perkotaan dan minyak bumi yang dapat memasok nutrisi yang berlebih ke laut sehingga dapat memicu pertumbuhan alga tertentu secara cepat (blooming algae) yang dapat menganggu kehidupan karang (Herianto 2007) Faktor biologis Menurut Herianto (2007), faktor biologis yang dapat merusak ekosistem terumbu karang seperti adanya predasi dari predator yang bersifat aktif dan agresif untuk mendapatkan makanan, sehingga dapat menghambat atau mematikan pertumbuhan karang yang lainnya. Selain adanya predasi, penyakit yang disebabkan oleh bakteri juga dapat menyebabkan kerusakan terumbu karang. Jenis penyakit yang sering ditemukan pada terumbu karang seperti white band disease, black band disease, dan vibrio AK-1. White band disease ditandai dengan adanya warna putih pada sebagian koloni karang, sedang sebagian lagi berwarna normal. Black band disease ditandai dengan warna hitam pada jaringan karang yang sedang terserang atau berwarna putih jika karang telah mati (bleaching). Penyakit vibrio AK-1 terjadi jika bakteri ini terdapat pada suhu lingkungan yang naik diatas normal. Kerusakan akibat bakteri ini ditandai dengan memutihnya jaringan karang, akan tetapi warna putihnya biasanya berupa bercak-bercak yang tidak merata. Proses bio-erosi juga merupakan salah satu penyebab kerusakan terumbu karang. Bio-erosi disebabkan oleh terdegradasinya kapur kerangka tubuh karang

31 17 (CaCO 3) yang disebabkan oleh organisme lain baik secara kimiawi maupun mekanis (Herianto 2007) Faktor fisik Faktor fisik yang dapat merusak ekosistem terumbu karang menurut Herianto (2007) seperti kenaikan suhu air laut, pasang surut, radiasi sinar ultra violet, penurunan salinitas, gunung berapi, gempa bumi, tsunami, taifun dan badai. Kerusakan akibat alam ini tidak dapat dicegah secara langsung karena diluar kuasa manusia. Selain itu, dibandingkan dengan kerusakan karena ulah manusia, kerusakan terumbu karang karena faktor alam jumlahnya relatif kecil (Ikawati et al. 2001) Transplantasi Karang Pengertian dan pemanfaatan transplantasi karang Transplantasi karang adalah pencangkokan atau pemotongan karang hidup untuk ditanam ditempat lain atau di tempat yang karangnya telah mengalami kerusakan, bertujuan untuk pemulihan atau pembentukan terumbu karang alami. Transplantasi karang berperan dalam mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak, dan dapat pula dipakai untuk membangun daerah terumbu karang baru yang sebelumnya tidak ada (Harriot & Fisk 1988 in Soedharma 2007). Manfaat dari transplantasi karang menurut Soedharma (2007) adalah : 1. Mempercepat regenerasi terumbu karang yang telah rusak. 2. Rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak. 3. Menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru kedalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu. 4. Konservasi plasma nutfah, disebut juga konservasi dari sumber keanekaragaman hayati. 5. Pengembangan populasi karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan atau langka. 6. Menambah karang dewasa ke dalam populasi sehingga produksi larva di ekosistem karang yang rusak tersebut dapat ditingkatkan. 7. Keperluan perdagangan. Transplantasi karang telah dipelajari dan dikembangkan sebagai teknologi pilihan dalam pengelolaan ekosistem terumbu karang terutama pada daerah-daerah yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Harriot & Fisk 1988 in Soedharma 2007). Tujuan kegiatan transplantasi yaitu perbanyakan koloni karang dengan bantuan manusia

32 18 untuk rehabilitasi lahan-lahan kosong atau yang rusak agar dapat menciptakan komunitas baru dengan memasukkan spesies baru kedalam ekosistem terumbu karang di daerah tertentu (Soedharma 2007) Metode transplantasi karang Metode transplantasi karang dapat dilakukan secara langsung di alam ataupun pada ruang terkontrol (Soedharma 2007). Metode yang sering dilakukan pada transplantasi karang seperti metode patok, metode jaring, metode jaring dan substrat, metode jaring dan rangka, metode jaring, rangka, dan substrat, serta metode rantai. Beberapa teknik pelekatan karang yang ditransplantasikan adalah semen, lem plastik, penjepit baja, dan kabel listrik plastik (Coremap fase II 2006) Penelitian Transplantasi Karang di Indonesia Untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan karang, berbagai penelitian tentang transplantasi karang telah dilakukan di Indonesia. Penelitian-penelitian ini banyak dilakukan oleh instansi-instansi yang bergerak dibidang khususnya terumbu karang, lembaga-lembaga non-profit, serta penelitian dari mahasiswa perguruan tinggi di Indonesia. Beberapa penelitian transplantasi yang pernah dilakukan di Indonesia disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Beberapa penelitian transplantasi karang di Indonesia Lokasi Pulau Pari (Sadarun 1999) Zona Windward, Leeward, dan goba Pulau Pari (Johan 2000) Pantai Selatan Bunaken (Supit 2000) Spesies Lama Penelitian Laju Pertumbuhan (mm/bulan) Kelangsungan Hidup (%) Pengamatan Acropora tenuis 32,6-33,3 90 A. formosa 45,8-46,3 83,33 A. hyachintus 43,8-44,4 100 A. divaricata 5 bulan 31,9-32,2 100 A. nasuta 47,9-48,1 100 A. yongei 48,8-49,1 100 A. aspera 33,0-33,3 100 A. digitifera 21,1-24,3 100 A. valida 49,0-41,2 100 A. glauca 20,1 100 A. formosa 3,7 89 perlakuan A. donei 1, bulan A. acuminata 4,2 90 keramik Pocillopora damcornis 6 bulan P = 6,48 - pertambahan tunas dan perambatan pada substrat keramik dengan jumlah cabang dan perambatan pada substrat Pengukuran pertumbuhan dengan Alizarin-

33 19 Tabel 2. (Lanjutan) Pantai Pocillopora Malalayang damcornis (Supit 2000) Utara dan Selatan Pulau Pari (Cahyadi 2001) Selatan Pulau Pari (Herdiana 2001) Selatan Pulau Pari (Aziz 2001) Selatan Pulau Pari (Alhusna 2002) Selatan Pulau Pari (Subhan 2002) Selatan Pulau Pari (Syahrir 2003) Pulau Pari (Prawidya 2003) Perairan Tabolong, Porites nigrescens Montipora digitata Acropora micropthalma A. intermedia Acropora intermedia 6 bulan P = 5,91-5 bulan 5 bulan P potong atas = 13,2 P potong tengah = 16,8 P potong bawah = 13,1 P potong atas = 11,2 P potong tengah = 16,8 P potong bawah = 14,3 P = 90 ; L = 139 / P = 103 ; L = 82,2 P = 104 ; L = 154 / P = 127 ; L = ,33 / 66,67 83,33 / 79,17 T = 2,5 ; P = 2,5 66,67 Millepora tenela T = 2,8 ; L = 4,7 100 Trachypillia 6 bulan geoffroyi T = 6 ; L = 9 33,33 Wellsophyllia radiata T = 7 ; L = 12 66,67 1. P = 8,3 ; L1 = 2,1 ; L2 = 2,3 Acropora formosa 2. P = 14,1 ; L bulan = 16,7 ; L2 = 14,3 Hydnopora rigida 1. P = 4,6 ; L1 = 2,1 ; L2 = 2, P = 5,4 ; L1 = 6,1 ; L2 ; 5,1 Euphyllia sp T = 1,4 ; L = 2,7 ; P = 2,8 77,78 Cynarina lacrymalis 6 bulan T = 0,3 ; L = 2,2 ; P = 1,1 22,22 Plerogyra sinuosa T = 2,2 ; L = 1 ; P = 1,1 33,33 Heliopora corerolea T = 4,2 ; D = 10,6 100 Tubipora musica T = 2,5 ; D = 3,6 55,56 Seriatopora hystrix Pocillopora damicornis 6 bulan T = 7,4 ; D = 12,6 100 T = 3,7 ; D = 5,4 100 Montipora foliosa T = 4,9 ; D = 6 66,67 Montipora spumosa T = 18,27 ; L = 23,14 88,89 T = 18,26 ; L = Montipora porites ,53 5 bulan T = 22,96 ; L = Pavona cactus 77,78 26,99 Hydnopora rigida T = 35,89 ; L = 48, Acropora valensiennesi 2 bulan P = Reds perlakuan dengan usia koloni berdasarkan potongan pada karang perlakuan pada posisi penanaman (vertikal dan horizontal) rasio pertumbuhan lebar dan tinggi koloni karang Perbandinag laju petumbuhan koloni induk (1) dan koloni transplan (2) Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup Rasio pertumbuhan diameter koloni dan tinggi koloni karang Laju pertumbuhan dan tingkat kelangsungan idup Laju pertumbuhan,

34 20 Tabel 2. (Lanjutan) Kupang Acropora (Kaleka 2004) brueggenanni Kuta, Bali (Alfaridy, ) P = 6, Acropora formosa P = 6,7 100 Acropora spp Stasiun 1 (3 bulan) Stasiun 1 (5 bulan) Stasiun 2 (3 bulan) Stasiun 2 (5 bulan) Stasiun 3 (3 bulan) Stasiun 3 (5 bulan) Stasiun 4 (3 bulan) Stasiun 4 (5 bulan) L = 5 ; T = 3 - L = 9 ; T = 3 - L = 5 ; T = 3 - L = 10 ; T = 3 - L = 4 ; T = 3 - L = 8 ; T = 3 - L = 4 ; T = 2 - L = 8 ; T = 2 - pertambahan tunas, tingkat ketahanan hidup 2.9. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta. Lokasinya berada antara dan Lintang Selatan dan dan Bujur Timur. Kepulauan seribu terdiri atas rangkaian mata rantai 105 pulau yang terbentang vertikal dari Teluk Jakarta hingga Pulau Sebira di arah utara yang merupakan pulau terjauh dengan jarak kurang lebih 150 km dari pantai Jakarta Utara. Kedalaman perairan Kepulauan Seribu sangat bervariasi. Namun umumnya memiliki kedalaman 30 meter, meskipun ada beberapa lokasi tercatat kedalaman hingga 70 meter, yaitu sebelah utara Pulau Pari dan utara Pulau Semak Daun. Hampir semua pulau memiliki paparan pulau karang (reef flat) yang luas hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan dengan kedalaman bervariasi dari 50 cm pada pasang terendah hingga 1 meter, pada jarak 60 meter hingga 80 meter dari garis pantai. Dasar rataan karang merupakan variasi antara pasir, karang mati, sampai karang batu hidup. Pada dasar laut, tepi rataan karang sering diikuti oleh daerah tubir dengan kemiringan curam hingga mencapai 70 O mencapai dasar laut dengan kedalaman bervariasi dari 10 meter hingga 75 meter (Noor 2003 ; Estradivari et al. 2007). Kondisi perairan Kepulauan Seribu secara umum memiliki kisaran suhu permukaan perairan pada musim barat berkisar antara 28,5 C-30,0 C, sedangkan pada musim timur permukaan antara 28,5 C-31,0 C. Kisaran salinitas permukaan berkisar antara PSU pada musim barat (Desember-Maret) maupun pada musim timur (Juni-September). Kondisi arus permukaan pada Kepulauan Seribu pada musim barat

35 21 berkecepatan maksimum 0,5 m/detik, sedangkan pada musim timur kecepatan maksimumnya 0,5 m/detik ( 2003). Pulau Karya merupakan salah satu pulau yang terdapat di wilayah perairan Kepulauan Seribu. Pulau Karya terletak di Kelurahan Pulau Panggang Kecamatan Kepulauan Seribu Utara memiliki luas daratan sebesar ±6 ha. Pulau ini terletak bersebelahan dengan Pulau Panggang yang merupakan pulau yang memiliki kepadatan penduduk yang cukup padat, serta Pulau Pramuka yang sering dikunjungi wisatawan sebagai lokasi wisata bahari ( ).

36 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun penelitian terletak pada 106 o 36 19,7 BT dan 05 o 44 04,9 LS. Penelitian dilakukan pada kedalaman 3-4 meter. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Peta lokasi penelitian (Google Earth ) Penelitian dilakukan selama 6 bulan (Februari -Juli ). Bulan pertama penelitian dilakukan persiapan media tanam untuk kegiatan transplantasi yang menggunakan metode beton sebagai modul transplantasi serta melakukan survei lokasi untuk kegiatan penelitian. Bulan kedua adalah penempatan modul transplantasi di lokasi penelitian. Bulan ketiga meletakkan fragmen karang sebagai biota penelitian pada modul transplantasi, kemudian selanjutnya dilakukan pengambilan data pertumbuhan fragmen karang transplantasi berupa ukuran dimensi panjang dan tinggi fragmen karang serta pengambilan data parameter lingkungan dari bulan April hingga bulan Juli.

37 Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan yang digunakan untuk penelitian ini meliputi alat dan bahan yang digunakan dalam proses penempatan contoh, pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan karang serta pengamatan parameter lingkungan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Alat yang digunakan dalam proses penempatan contoh, pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan karang No. Alat Keterangan 1. Peralatan selam SCUBA Peralatan penyelaman 2. Penggaris / Kaliper Pengukuran dimensi karang 3. Kamera bawah air Keperluan dokumentasi 4. Sabak dan kertas newtop Pencatatan hasil pengamatan 5. Pensil Menulis data hasil pengamatan 6. Modul transplantasi berukuran 60 cm x 40 cm x 35 cm Tempat penempelan fragmen karang 7. Semen Penempel contoh fragmen karang pada modul beton 8. Fragmen karang Biota percobaan 9. Resin, katalis, pewarna dan talk Penomoran modul karang 10. Tali nylon Pengikat nomor ke modul beton Alat yang digunakan dalam pengamatan parameter lingkungan perairan dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Parameter lingkungan perairan yang diukur dan alat yang digunakan Parameter Satuan Alat yang digunakan a. Fisika 1. Suhu OC Termometer air raksa 2. Kecerahan % Secchi Disk 3. Kekeruhan NTU Turbidimeter 4. Kecepatan arus m/s Floating droudge dan stopwatch 5. Kedalaman m Depth gauge 6. Laju sedimentasi mg/cm 2 /hari Sediment trap, kertas saring, vacuum pump b.kimia PSU Hand Refraktometer 1. Salinitas mg/l Spektrofotometri 2. Nitrat (NO 3-N) mg/l Spektrofotometri 3. Amonia (NH 3-N) mg/l Spektrofotometri 4. Ortofosfat (PO 4-P)

38 Metode Penelitian Fragmen karang Fragmen karang yang digunakan dalam penelitian transplantasi karang ini diperoleh dari nelayan karang hias yang membudidayakan karang untuk kegiatan perdagangan yang terdapat di Pulau Panggang. Karang yang digunakan dalam transplantasi merupakan keturunan kedua dari koloni induk sehingga legal untuk diperdagangkan sebagai karang hias dan termasuk kedalam golongan karang yang diperbolehkan untuk ditransplantasikan (Dirjen PHKA 2008). Fragmen yang ditransplantasi kemudian ditempelkan pada modul transplantasi (rak beton) dengan menggunakan semen. Konstruksi fragmen karang yang ditransplantasikan dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10. Konstruksi fragmen karang yang ditransplantasikan (PKSPL-IPB ) Pemilihan spesies yang ditransplantasikan dilakukan berdasarkan kelimpahannya yang cukup luas di sekitar lokasi penelitian sehingga fragmen karang dapat lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan dan mengurangi tingkat kematian fragmen karang. Adapun spesies yang ditransplantasikan pada daerah tersebut terdiri dari sembilan genus karang keras dan lima genus karang lunak., dua jenis diantara karang keras yaitu Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa yang digunakan sebagai biota penelitian. Jumlah fragmen yang di transplantasikan pada perairan Pulau Karya sebanyak 894 fragmen karang keras dan 306 fragmen karang lunak. Jumlah fragmen karang yang digunakan dalam penelitian sebanyak 69 fragmen untuk spesies Stylophora pistillata dan sebanyak 50 fragmen untuk spesies Pocillopora verrucosa. Proses identifikasi karang spesies Stylophora pistillata dilakukan oleh nelayan karang hias yang memperdagangkan karang hias yang digunakan dalam penelitian ini. Identifikasi fragmen karang jenis ini mengacu kepada identifikasi yang ditetapkan oleh

39 25 Dirjen PHKA (2008) yang mengatur tentang transplantasi karang hias untuk kegiatan perdagangan. Proses identifikasi untuk spesies Pocillopora verrucosa mengacu kepada ciri-ciri fisik dari spesies tersebut. Ciri-ciri fisik yang digunakan dalam proses identifikasi jenis ini meliputi pengamatan bentuk pertumbuhan koloni, bentuk permukaan koloni, bentuk koralit, struktur koralit, struktur septa, serta warna karang (Johan 2003). Berdasarkan ciri-ciri tersebut, spesies Pocillopora verrucosa memiliki ciri-ciri fisik berupa bentuk koloni submasif, koloni ditutupi verrucae (bintil), tidak memiliki struktur dalam, memiliki kolumela yang kurang berkembang, memiliki dua lingkaran septa yang tidak sama, serta memiliki cabang tebal dan kompak. Salah satu ciri fisik yang merupakan ciri khas dari jenis Pocillopora adalah memiliki verrucae (bintil) pada permukaan koloninya Konstruksi modul transplantasi Proses pembuatan modul transplantasi dilakukan pada bulan februari selama satu minggu. Modul transplantasi yang terbuat dari rak beton terbuat dari campuran semen, pasir, batu kerikil dan diberi rangka besi agar konstruksi kuat, kemudian dicetak dengan menggunakan cetakan yang terbuat dari tripleks, dengan dimensi modul transplantasi yaitu panjang 60 cm, lebar 40 cm, dan tinggi 35 cm (Gambar 11). Konstruksi modul yang tinggi bertujuan agar fragmen karang yang ditransplantasikan tidak tertimbun oleh sedimen yang terdapat pada perairan tersebut. Hasil cetakan dijemur selama 2-3 hari sampai hasil cetakan kering dan dapat digunakan sebagai substrat hidup karang. Setiap modul transplantasi terdiri dari 6 lubang sebagai tempat peletakkan fragmen karang yang ditransplantasikan. Setiap modul transplantasi diberi nomor modul agar mempermudah dalam pengambilan data pengamatan. Gambar 11. Konstruksi modul transplantasi (PKSPL-IPB )

40 26 Proses selanjutnya adalah pengangkutan modul transplantasi ke lokasi transplantasi dengan menggunakan beberapa kapal. Proses pemindahan modul transplantasi ke dalam kapal dilakukan dengan hati-hati agar konstruksi modul beton tidak rusak atau patah. Proses penurunan modul transplantasi dari kapal ke dalam air dilakukan dengan menjatuhkan modul transplantasi ke dalam perairan dengan hatihati, kemudian penempatan modul transplantasi di dalam air dan pengaturan posisi modul transplantasi dilakukan dengan bantuan beberapa pelampung agar modul tranplantasi dapat diangkat dan diatur posisinya di dalam air. Setelah modul transplantasi diatur, dilakukan proses penomoran modul transplantasi dengan menggunakan nomor yang terbuat dari resin yang telah diberi pewarna kuning. Pengaturan posisi dan penomoran modul transplantasi dilakukan agar proses pengamatan dan pengambilan data pertumbuhan karang mudah dilakukan. Proses selanjutnya adalah penempelan fragmen karang sebagai biota percobaan pada modul transplantasi. Fragmen karang yang sudah diperoleh kemudian dipindahkan ke lokasi penelitian secara hati-hati dan dibawa di dalam air untuk mencegah stress pada karang. Peletakkan fragmen karang tepat pada lubang yang terdapat pada modul. Proses penempelan fragmen karang dengan menyemen fragmen karang di dalam air hingga menempel pada modul transplantasi, sehingga fragmen karang menempel kuat pada modul transplantasi. Fragmen karang diharapkan menempel kuat pada substrat dan modul transplantasi dan tidak mudah lepas akibat hempasan gelombang, arus, maupun predator. Penempatan fragmen pada modul transplantasi dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Penempatan fragmen karang pada modul transplantasi (PKSPL-IPB )

41 Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan Parameter fisika dan kimia perairan yang diukur antara lain suhu, salinitas, kecerahan, kekeruhan, kecepatan arus, kedalaman, nutrien, dan laju sedimentasi. Pengambilan data parameter fisika dan kimia secara in situ dan ex situ setiap satu kali tiap bulan bersamaan dengan pengambilan data pertumbuhan karang. Pengukuran parameter secara langsung (in situ) dilakukan untuk mengukur parameter suhu perairan, kecepatan arus, kedalaman perairan, serta kecerahan perairan. Pengukuran parameter suhu dengan menggunakan termometer air raksa, kecepatan arus diukur dengan menggunakan floating droudge dan stop wacth, dan parameter kecerahan diukur dengan menggunakan Secchi disk. Pengukuran kedalaman transplantasi karang dengan melihat depth gauge yang terdapat pada peralatan SCUBA. Pengukuran kecerahan perairan diperoleh dengan cara merataratakan kedalaman saat keping Secchi pertama kali menghilang dari pandangan saat diturunkan (d1) dan kedalaman saat pertama kali keping Secchi terlihat kembali saat keping Secchi dinaikkan (d2). Rumus untuk menghitung kecerahan perairan sebagai berikut. Keterangan : D = Kedalaman Secchi (m) Dm = Kedalaman maksimum perairan (m) z = Tingkat kecerahan perairan (%) d1 = Kedalaman saat awal keping Secchi hilang dari pandangan saat diturunkan (m) d2 = Kedalaman saat keping Secchi terlihat kembali saat dinaikkan (m) Pengukuran parameter secara tidak langsung (ex situ) dilakukan untuk pengukuran parameter salinitas, laju sedimentasi, kekeruhan (turbiditas), serta nutrien (amonia, ortofosfat, nitrat). Pengambilan contoh air dengan menggunakan botol contoh pada kedalaman 3-4 meter yang kemudian disimpan di dalam cool box yang diberi es untuk mengawetkan contoh air, kemudian dilakukan analisis di Laboratorium Produktivitas Lingkungan Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Institut Pertanian Bogor. Pengukuran salinitas dilakukan dengan menggunakan hand refraktometer. Kekeruhan (turbiditas) diukur dengan menggunakan turbiditimeter, kemudian nutrien (amonia. ortofosfat, nitrat) diukur

42 28 melalui proses spektrofotometri. Pengukuran laju sedimentasi dilakukan dengan menyaring partikel-pertikel tersuspensi yang terdapat di dalam sedimen trap dengan menggunakan kertas saring dan dibantu dengan menggunakan vacuum pump, kemudian di oven pada 105 o C untuk mendapatkan berat kering partikel tersuspensi yang terdapat di dalam alat perangkap sedimen (lampiran 6) Pengukuran pertumbuhan karang Dimensi pertumbuhan karang yang diukur adalah pertambahan panjang (panjang secara horizontal yang terlihat dari atas) dan tinggi karang (tinggi secara vertikal yang terlihat dari samping). Metode pengukuran panjang dan tinggi fragmen karang dapat dilihat pada Gambar 13. Pengukuran parameter pertumbuhan dilakukan setiap satu kali tiap bulan di lokasi penelitian. Pengukuran pertambahan panjang dan lebar contoh dilakukan dengan menggunakan penggaris atau jangka sorong (kaliper). Karena proses pengukuran dimensi karang dilakukan secara langsung di dalam air, maka perlu menggunakan alat bantu selam SCUBA lengkap. Metode pengukuran dimensi panjang da tinggi fragmen karang yang ditransplantasikan pada perairan Pulau Karya dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13. Metode pengukuran fragmen karang (Dirjen PHKA 2008) 3.4. Analisis Data Pertumbuhan karang Analisis data pertumbuhan panjang dan lebar karang dilakukan dengan menggunakan software microsoft excel Pengukuran tingkat pencapaian panjang dan tinggi fragmen karang berdasarkan data pertumbuhan fragmen karang yang tetap hidup pada akhir penelitian. Untuk menghitung tingkat pencapaian pertumbuhan karang yang di transplantasikan dari data hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan rumus :

43 29 Keterangan : β = Pertambahan panjang / tinggi fragmen karang yang ditransplantasikan Lt = Rata-rata panjang / tinggi fragmen karang yang hidup pada akhir penelitian. Lo = Rata-rata panjang / tinggi fragmen karang pada awal transplantasi. Laju pertumbuhan karang yang ditransplantasikan dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Sadarun 1999) : Keterangan : α = Laju pertambahan panjang atau lebar fragmen karang transplantasi L i+1 = Panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i+1 Li = Panjang atau tinggi fragmen pada waktu ke-i t i+1 = Waktu ke i +1 t = Waktu ke-i Tingkat keberhasilan transplantasi Tingkat keberhasilan transplantasi karang ditentukan oleh tingkat kelangsungan hidup karang tersebut di alam. Menurut Harriot & Fisk (1998) in Pratama (2005) menyatakan bahwa transplantasi karang dinyatakan sukses apabila tingkat kelangsungan hidup antara %, dimana karang ditransplantasikan pada habitat yang sama atau serupa dengan habitat awalnya. Tingkat kelangsungan hidup karang yang ditransplantasikan pada habitat yang bebeda akan dipengaruhi oleh kemampuan karang tersebut untuk beradaptasi pada lingkungannya yang baru. Tingkat kelangsungan hidup karang dapat diketahui dengan membandingkan antara jumlah karang yang hidup pada akhir penelitian (Nt) dibandingkan dengan jumlah karang yang ditransplantasikan (No). Analisis data pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup dilakukan dengan menggunakan software microsoft excel Rumus yang digunakan untuk menghitung tingkat kelangsungan hidup adalah sebagai berikut (Ricker 1975 in Prawidya, 2003). Keterangan : SR = Tingkat kelangsungan hidup Nt = Jumlah individu akhir No = Jumlah individu awal

44 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Karakteristik lingkungan sangat berpengaruh terhadap pola kehidupan karang. Karakteristik lingkungan yang beragam memberikan peranan yang berbeda pula terhadap kehidupan berbagai jenis karang. Parameter lingkungan juga dapat mempengaruhi morfologi ataupun fisiologi karang. Data parameter fisika dan kimia perairan Pulau Karya pada bulan April Juli disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Data parameter fisika dan kimia perairan Pulau Karya bulan April sampai Juli Parameter Satuan April Mei Juni Juli Kisaran a. Fisika Suhu ⁰C ,0 29, ,5 Kekeruhan NTU 0,82 1,32 0,82 0,80 0,80-1,32 Kecepatan Arus m/s 0,03 0,09 0,11 0,25 0,03-0,25 Kecerahan % Laju sedimentasi mg/cm 2 /hari 1,3749 1,8951-2,3087 1,3749-2,3087 b. Kimia Salinitas PSU 32,0 31,0 31,0 30,0 30,0-32,0 Nitrat mg/l 0,032 0,013 0,073 0,001 0,001-0,073 Ortofosfat mg/l 0,013 0,018 0,030 0,008 0,008-0,030 Ammonia mg/l 0,199 0,120 0,088 0,104 0,088-0,199 Secara umum kondisi lingkungan perairan Pulau Karya memiliki kisaran suhu 28,0-29,5 o C, salinitas berkisar antara PSU, kecepatan arus berkisar antara 0,03-0,25 m/s, kekeruhan berkisar antara 0,80-1,32 NTU dan memiliki kecerahan 100%. Selama penelitian penetrasi cahaya matahari menembus hingga ke dasar perairan, yaitu pada kedalaman 4 meter pada lokasi penelitian sehingga dapat disimpulkan bahwa kecerahan perairan lokasi penelitian sebesar 100%. Kondisi perairan Kepulauan Seribu secara umum memiliki kisaran suhu permukaan perairan pada musim barat berkisar antara 28,5 C-30,0 C, sedangkan pada musim timur suhu permukaan berkisar antara 28,5 C-31,0 C. Salinitas permukaan berkisar antara PSU pada musim barat (Desember-Maret) maupun pada musim timur (Juni-September). Arus permukaan pada musim barat berkecepatan maksimum 0,5 m/detik, sedangkan pada musim timur kecepatan maksimumnya 0,5 m/detik ( ).

45 Cahaya Penetrasi cahaya matahari dapat diukur berdasarkan tingkat kecerahan perairan tersebut, dimana pada perairan yang memiliki tingkat kecerahan yang besar, berarti penetrasi cahaya yang masuk ke perairan tersebut juga tinggi. Berdasarkan Tabel 5, kecerahan perairan Pulau Karya memiliki tingkat kecerahan yang maksimal, sehingga memungkinkan untuk cahaya matahari yang masuk ke perairan masuk hingga ke dasar perairan. Keberadaan cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan ini dapat mendukung pertumbuhan karang, dimana cahaya matahari akan digunakan untuk proses fotosintesis, digunakan sebagai sumber energi untuk melakukan proses kalsifikasi, sehingga pertumbuhan karang menjadi cepat (Nybakken 1992) Salinitas Salinitas merupakan salah satu faktor pembatas kehidupan karang. Pengaruh salinitas terhadap kehidupan binatang karang sangat bervariasi tergantung pada kondisi perairan laut setempat dan/atau pengaruh alam seperti run-off, badai, hujan. Sehingga kisaran salinitas bisa sampai 17,5-52,5 PSU (Vaughan 1919 ; Wells 1932 in Supriharyono 2007). Grafik salinitas rata-rata perairan Pulau Karya disajikan pada Gambar 14. Salinitas (PSU) April Mei Juni Juli Periode Pengamatan Gambar 14. Perubahan salinitas rata-rata (n=3) perairan Pulau Karya Berdasarkan grafik perubahan salinitas rata-rata pada Gambar 14, kisaran salinitas pada lokasi penelitian di Pulau Karya berkisar antara PSU, dimana salinitas perairan pada Pulau Karya masih berada dibawah kisaran salinitas yang baik untuk mendukung pertumbuhan karang menurut Nybakken (1992) dan Kep.51 MENKLH (2004). Berdasarkan grafik diatas, terlihat bahwa salinitas perairan Pulau

46 32 Karya menurun setiap bulannya, hal ini diduga disebabkan oleh tingginya curah hujan pada lokasi penelitian sehingga nilai salinitas dapat menurun. Menurut Rachmawati (2001), penurunan salinitas perairan laut dapat disebabkan oleh pasokan air tawar, badai, dan hujan. Kisaran salinitas dibawah kisaran normal untuk pertumbuhan karang ini dapat menyebabkan pertumbuhan karang pada perairan tersebut tidak optimal. Secara umum, kisaran nilai salinitas yang baik untuk kehidupan karang berkisar antara PSU (Nybakken 1992) dan antara PSU (Kep.51 MENKLH 2004). Nilai salinitas yang berada di bawah batas kisaran dapat menyebabkan pertumbuhan karang menjadi terhambat, sehingga pertumbuhannya menjadi tidak optimal Suhu Suhu perairan merupakan salah satu parameter penting yang mempengaruhi pertumbuhan karang. Secara umum, karang hanya ditemukan pada perairan tropis dengan kisaran suhu optimal untuk pertumbuhan karang berkisar antara o C (Wells 1995 in Supriharyono 2007), O C (Dirjen PHKA 2008), dan O C (Kep.51 MENKLH 2004). Grafik suhu rata-rata perairan Pulau Karya disajikan pada Gambar 15. Suhu ( C) April Mei Juni Juli Periode Pengamatan Gambar 15. Grafik fluktuasi suhu rata-rata (n=3) perairan Pulau Karya Berdasarkan Gambar 15, suhu perairan pada lokasi penelitian berkisar antara 28,5-29,5 o C sehingga dapat dikatakan bahwa suhu perairan pada lokasi penelitian ini merupakan kisaran suhu optimal bagi pertumbuhan karang menurut Dirjen PHKA (2008) dan baku mutu perairan laut untuk biota laut Kep.51 MENKLH (2004). Menurut Kinsman 1964 in Supriharyono 2007, karang dapat menoleransi suhu

47 33 perairan sampai suhu minimum sebesar O C dan maksimum sekitar 36 O C. Gambar 15 memperlihatkan bahwa suhu perairan pada lokasi penelitian meningkat setiap bulannya. Kenaikan suhu terbesar pada perairan lokasi penelitian sebesar 0,5 o C pada bulan Juni -Juli, sehingga tidak mengganggu pertumbuhan karang. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh Coles & Jokiel (1978) dan Neudecker (1981) in Supriharyono (2007), perubahan suhu perairan secara mendadak sekitar 4-6 o C dapat mengurangi pertumbuhan karang, bahkan mematikannya. Kenaikan suhu ini diduga disebabkan oleh intensitas penyinaran dari cahaya matahari yang optimal, kondisi cuaca saat pengambilan data, dan dapat juga disebabkan oleh kekeruhan perairan saat pengambilan data. Semakin cerah kondisi cuaca semakin tinggi intensitas cahaya yang masuk ke perairan sehingga suhu perairan tersebut juga meningkat. Selain kondisi cuaca, kekeruhan perairan juga berpengaruh terhadap suhu perairan. Pada perairan yang memiliki kekeruhan yang rendah, cahaya matahari dapat masuk hingga ke kolom perairan sehingga suhu perairan tersebut tinggi, sedangkan pada perairan yang memiliki kekeruhan yang tinggi, intensitas cahaya yang masuk ke perairan terbatas hanya pada permukaan saja, sehingga kondisi suhu pada kolom perairan menjadi rendah Kekeruhan dan sedimentasi Sedimen berkaitan erat dengan kehidupan karang. Selain mempengaruhi kekeruhan, sedimen yang mengendap akan menutupi permukaan koloni karang sehingga mengganggu kehidupannya, yang dapat mengakibatkan kematian hewan karang (Rachmawati 2001). Grafik kekeruhan rata-rata perairan Pulau Karya disajikan pada Gambar 16. Kekeruhan (NTU) April Mei Juni Juli Periode Pengamatan Gambar 16. Grafik kekeruhan rata-rata (n=3) perairan Pulau Karya

48 34 Berdasarkan grafik kekeruhan rata-rata pada Gambar 16, nilai kekeruhan perairan Pulau Karya berkisar antara 0,8 NTU-1,32 NTU. Kekeruhan perairan Pulau Karya tertinggi terjadi pada bulan Mei dengan nilai kekeruhan sebesar 1,32 NTU dan nilai kekeruhan terendah terjadi pada bulan Juli dengan nilai kekeruhan sebesar 0,8 NTU. Kekeruhan perairan juga dapat mempengaruhi intensitas matahari yang masuk ke perairan. Semakin tinggi nilai kekeruhan perairan dapat menyebabkan penurunan intensitas cahaya yang menembus ke perairan, sehingga hal ini dapat mempengaruhi pola pertumbuhan karang yang sangat bergantung kepada cahaya matahari untuk melakukan proses fotosintesis. Kenaikan nilai kekeruhan pada bulan Mei diduga disebabkan oleh tingginya curah hujan yang terjadi beberapa hari sebelum dilakukan pengambilan data, sehingga dapat menyebabkan terjadinya pengadukan partikel-partikel terlarut yang terdapat pada kolom perairan serta pertikel-partikel yang mengendap di dasar perairan. Selain itu, curah hujan juga dapat membawa partikel-partikel yang terdapat di daratan (run-off) masuk ke kolom perairan yang dapat juga meningkatkan nilai kekeruhan suatu perairan. Sedimentasi perairan berhubungan dengan kekeruhan perairan tersebut, dimana perairan yang memiliki sedimentasi yang tinggi, akan menyebabkan perairan tersebut keruh (Supriharyono 2007). Grafik laju sedimentasi rata-rata perairan Pulau Karya dapat dilihat pada Gambar Laju Sedimentasi (mg/cm²/hari) April Mei Juli Periode Pengamatan Gambar 17. Grafik laju sedimentasi rata-rata pada bulan April (n=3), Mei (n=1) dan Juni (n=1) pada perairan Pulau Karya

49 35 Berdasarkan grafik laju sedimentasi rata-rata pada Gambar 17, kisaran beban sedimen yang diperoleh pada saat penelitian berkisar antara 1,3749-2,3087 mg/cm 2 /hari. Beban sedimen yang diperoleh pada lokasi penelitian tersebut masih dalam kategori kecil menurut Rachmawati (2001), sehingga keberadannya pada perairan tersebut tidak terlalu berpengaruh terhadap kehidupan karang. Peningkatan leju sedimentasi pada bulan Juli diduga disebabkan oleh adanya pengadukan yang disebabkan adanya arus dan gelombang. Pada bulan Juli, telah mengalami pergantian angin musim, yaitu dari musim barat menjadi musim timur, dimana pada musim timur, kondisi arus dan gelombang perairan Pulau Karya lebih besar, sehingga kemungkinan terjadinya pengadukan dasar perairan menjadi lebih besar pula. Hal ini dapat menyebabkan laju sedimentasi perairan tersebut menjadi lebih besar dari bulan April dan Mei. Menurut Supriharyono (2007), bahwa suatu daerah yang tidak banyak menerima limpahan sedimen dari sungai, seperti di daerah kepulauan, memiliki laju sedimentasi yang cenderung rendah, terkecuali ada aktivitas yang merangsang terbentuknya sedimen, seperti pengerukan, pemboman, badai dan sebagainya. Lokasi penelitian terletak di daerah kepulauan dimana tidak dijumpai sumber hidrologi permukaan seperti sungai dan mata air, sehingga laju sedimentasi pada Pulau Karya cenderung rendah. Sumber sedimentasi pada Pulau Karya disebabkan oleh erosi dari permukaan daratan yang terbawa ke dalam perairan, serta adanya pengadukan dasar perairan yang disebabkan oleh arus dan gelombang. Faktor kekeruhan dan sedimentasi saling berkaitan dalam mempengaruhi pertumbuhan karang. Dari hasil yang diperoleh, didapatkan bahwa sedimentasi meningkat setiap bulan pengamatan, sedangkan untuk kekeruhan meningkat pada bulan Mei, kemudian menurun pada bulan Juni dan Juli. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Supriharyono (2007) bahwa Sedimentasi yang tinggi pada suatu perairan menyebabkan nilai kekeruhan perairan tersebut juga tinggi. Tingginya sedimentasi pada perairan tersebut diduga disebabkan oleh adanya arus dan gelombang yang cukup besar saat pengambilan data, sehingga kemungkinan terjadinya pengadukan sedimen dasar perairan lebih besar, sehingga sedimen dasar perairan terangkat hingga ke kolom perairan. Hal ini terlihat dari Gambar 18 mengenai kecepatan arus yang selalu meningkat setiap bulan pengamatan. Menurut Chappell 1980 in Supriharyono (2007), sedimentasi dapat mempengaruhi bentuk pertumbuhan karang. Ada kecenderungan bahwa karang yang tumbuh atau teradaptasi pada perairan yang sedimennya tinggi, berbentuk lembaran,

50 36 bercabang, atau submasif. Sedangkan pada perairan yang jernih atau sedimentasinya rendah lebih banyak dihuni oleh karang yang berbentuk piring (plate dan digitate plate) Kecepatan arus Arus merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kehidupan karang. Peran arus dalam mendukung kehidupan karang adalah dalam proses pembersihan dari endapan-endapan material dan menyuplai oksigen yang berasal dari laut lepas. Oleh karena itu, sirkulasi arus sangat berperan penting dalam proses transfer energi (Dahuri 2003). Selain itu, arus juga berperan dalam pemindahan nutrien, larva, dan sedimen. Sampah juga dapat berpindah dengan bantuan arus yang membawanya ke tempat lain. Karenanya kecepatan arus dan turbulensi memiliki pengaruh terhadap morfologi dan komposisi taksonomi ekosistem terumbu karang (Rachmawati 2001). Grafik kecepatan arus disajikan pada Gambar 18. Kecepatan Arus (m/s) ,11 0, ,03 0 April Mei Juni Juli Periode Pengamatan Gambar 18. Kecepatan arus rata-rata (n=3) perairan Pulau Karya Pada Gambar 18, terlihat fluktuasi perubahan kecepatan arus rata-rata setiap bulan pada lokasi penelitian. Kecepatan arus terlihat meningkat setiap bulannya pada lokasi penelitian dengan kisaran antara 0,03 m/s sampai 0,25 m/s. Nilai kecepatan arus yang meningkat pada tiap bulannya diduga disebabkan oleh pergantian musim pada perairan Pulau Karya, yaitu dari musim barat menjadi musim timur. Pada musim timur, kondisi arus dan gelombang lebih besar daripada musim barat, yang menyebabkan kecepatan arus pada perairan Pulau Karya menjadi lebih tinggi dibandingkan pada kecepatan arus pada bulan-bulan sebelumnya.

51 37 Menurut Rachmawati (2001), kecepatan arus dan turbulensi memiliki pengaruh terhadap morfologi dan komposisi taksonomi ekosistem terumbu karang. Pada daerah yang terkena gelombang yang cukup kuat, pertumbuhan karang akan membentuk masif atau bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Sedangkan pada perairan yang tenang, akan terbentuk koloni yang berbentuk memanjang dan bercabang dengan cabang yang lebih ramping Nutrien (nitrat, amonia, dan ortofosfat) Nutrien merupakan salah satu faktor pembatas kehidupan biota perairan. Nutrien yang sangat penting keberadaanya pada suatu perairan adalah nitrogen (N) dan fosfor (P). Nitrogen dalam perairan dapat berupa nitrat (NO 3-N) dan amonia (NH 3- N), sedangkan fosfor dalam perairan dapat berupa ortofosfat (PO 4-P). Nitrat merupakan salah satu nutrien senyawa yang penting dalam sintesa protein hewan dan tumbuhan. Konsentrasi nitrat yang tinggi diperairan dapat menstimulasi pertumbuhan dan perkembangan organisme perairan apabila didukung oleh ketersediaan nutrien. Ortofosfat merupakan salah satu bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik. Keberadaan fosfor secara berlebihan yang disertai dengan keberadaan nitrogen dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga di perairan (Effendi 2003). Grafik kandungan nitrat, amonia, dan ortofosfat rata rata pada perairan Pulau Karya disajikan pada Gambar 19, Gambar 20, dan Gambar mg/l April Mei Juni Juli Periode Pengamatan Gambar 19. Grafik kandungan nitrat (NO 3-N) rata-rata (n=3) pada perairan Pulau Karya

52 38 Berdasarkan grafik kandungan nitrat pada Gambar 19, kandungan nitrat (NO 3- N) rata-rata pada perairan Pulau Karya menurun pada bulan Mei, kemudian meningkat lagi pada bulan Juni dan turun lagi pada bulan Juli. Peningkatan kandungan nitrat pada bulan Juni diduga disebabkan oleh pergantian musim, dari musim barat menjadi musim timur yang menyebabkan arus dan gelombang pada perairan Pulau Karya menjadi lebih besar. Peningkatan arus dan gelombang dapat menyebabkan proses difusi oksigen dari udara ke dalam perairan dapat terjadi lebih besar, sehingga kandungan oksigen pada perairan menjadi lebih tinggi. Adanya kandungan oksigen yang tinggi pada suatu perairan dapat menyebabkan proses nitrifikasi amonia menjadi nitrat, sehingga kandungan nitrat pada bulan Juni menjadi lebih tinggi. Menurut Supriharyono (2007), sedimentasi perairan dapat meningkatkan kandungan unsur hara pada suatu perairan, karena sedimen tersebut membawa unsur hara. Berdasarkan hasil yang diperoleh, peningkatan laju sedimentasi setiap bulan pengamatan pada perairan Pulau Karya tidak mempengaruhi kandungan nitrat pada perairan tersebut, bahkan kandungan nitrat pada perairan tersebut cenderung menurun. Dapat disimpulkan bahwa sedimen pada perairan tersebut tidak membawa unsur hara, sehingga tidak mempengaruhi nilai kandungan nitrat pada perairan tersebut. Berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut (Kep.51/MENKLH/I/2004), kandungan nitrat pada perairan Pulau Karya tidak melebihi baku mutu untuk biota laut, sehingga keberadaan nitrat pada perairan ini tidak mempengaruhi untuk kehidupan karang mg / l April Mei Juni Juli Periode Pengamatan Gambar 20. Grafik kandungan amonia (NH 3-N) rata-rata (n=3) pada perairan Pulau Karya

53 39 Amonia merupakan salah satu senyawa kimia yang bersifat racun bagi biota perairan jika jumlahnya berlebihan di perairan (Effendi 2003). Berdasarkan grafik kandungan amonia (NH 3-N) pada Gambar 20, terlihat kandungan amonia menurun pada bulan Mei dan Juni, kemudian meningkat pada bulan Juli. Penurunan kandungan amonia pada bulan Juni diduga disebabkan karena adanya proses nitrifikasi, yang mengoksidasi amonia menjadi nitrat, sehingga kandungan nitrat menjadi meningkat, dan kandungan amonia menjadi berkurang pada perairan tersebut. Berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut (Kep.51/MENKLH/I/2004), baku mutu kandungan amonia untuk biota laut sebesar 0,3 mg/l. Berdasarkan dari hasil analisis yang diperoleh, kandungan amonia pada perairan Pulau Karya sebesar 0,087-0,200 mg/l. Kandungan amonia pada perairan ini tidak melebihi baku mutu, sehingga tidak mempengaruhi kehidupan karang pada perairan tersebut mg / l April Mei Juni Juli Periode Pengamatan Gambar 21. Grafik kandungan ortofosfat (PO 4-P) rata-rata (n=3) pada perairan Pulau Karya Berdasarkan grafik kandungan ortofosfat (PO 4-P) pada Gambar 21, terlihat peningkatan kandungan ortofosfat pada bulan Mei dan Juni, kemudian menurun pada bulan Juli. Nilai kandungan ortofosfat pada perairan Pulau Karya sebesar 0,008-0,030 mg/l. Berdasarkan baku mutu air laut untuk biota laut (Kep.51/MENKLH/I/2004), baku mutu ortofosfat laut sebesar 0,015 mg/l. Kandungan ortofosfat pada bulan Mei dan Juni melebihi baku mutu. Menurut Effendi (2003), jumlah kandungan ortofosfat yang berlebihan pada suatu perairan dapat menstimulir ledakan pertumbuhan alga pada perairan tersebut.

54 40 Adanya nutrien yang mencukupi untuk kehidupan alga menyebabkan alga yang terdapat di perairan dapat tumbuh subur, sehingga pertumbuhan fragmen karang mejadi terganggu. Adanya nutrien yang terkandung dalam perairan tersebut dapat menyebabkan alga dan tumbuhan air lainnya dapat tumbuh pada perairan tersebut, sehingga menimbulkan persaingan antara tumbuhan air dan karang untuk memperebutkan unsur hara, sehingga dapat mempengaruhi pertumbuhan karang. Selain itu, adanya alga yang terdapat pada tubuh fragmen karang menyebabkan polip karang tertutup, sehingga dapat menyebabkan kematian karang. Biomassa makroalga yang besar dapat menutupi karang sehingga memiliki efek seperti halnya penutupan karang oleh partikel sedimen yang besar (Rachmawati 2001). Pada ekosistem terumbu karang, peran alga sangat beragam, tergantung dari jenis alga tersebut. Menurut Luning (1990) in Efendi (), peran tersebut dikelompokkan kedalam empat bagian besar, yaitu sebagai dinoflagellata endosimbiotik (Symbiodinium), sebagai pengebor yang berbentuk thallus filamen, sebagai coralline algae, dan sebagai tumbuhan yang berdiri sendiri (umumnya makroalga). Makroalga menghambat pertumbuhan karang dengan menginvansi jaringan karang hidup, serta berkompetisi ruang, cahaya, dan nutrien. Dari empat peran tersebut, hanya yang sebagai endosimbiotik dan sebagai coralline algae saja yang menguntungkan bagi karang, sedangkan kedua peran yang lain dapat mengganggu pertumbuhan karang Tingkat Pencapaian Pertumbuhan dan Laju Pertumbuhan Karang Tingkat pencapaian pertumbuhan karang Dimensi pertumbuhan yang diukur adalah panjang dan tinggi fragmen karang yang ditransplantasikan. Analisis tingkat pencapaian panjang dan tinggi berdasarkan data pertumbuhan rata-rata karang yang masih hidup sampai akhir penelitian. Tingkat pencapaian pertumbuhan selama 3 bulan disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Tingkat pencapaian pertumbuhan karang jenis Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa Jenis Karang Stylophora pistillata Pocillopora verrucosa Waktu Pengukuran Tingkat Ukuran April Mei Juni Juli Pencapaian (mm/3 bulan) Panjang (mm) 84,22 88,33 91,19 98,16 13,94 Tinggi (mm) 59,47 63,97 67,74 70,57 11,10 Panjang (mm) 78,11 79,83 82,66 87,26 9,15 Tinggi (mm) 58,80 62,51 64,97 67,29 8,49

55 41 Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa tingkat pertambahan panjang yang dicapai fragmen jenis Stylophora pistillata dari bulan April sampai bulan Juli sebesar 13,94 mm sedangkan tingkat pencapaian tinggi yang dicapai sebesar 11,10 mm. Pada fragmen jenis Pocillopora verrucosa, terlihat bahwa tingkat pencapaian pertumbuhan panjang fragmen jenis tersebut selama tiga bulan sebesar 9,15 mm dan tingkat pencapaian tinggi fragmen selama tiga bulan sebesar 8,49 mm. Dilihat dari tingkat pencapaian panjang dan tinggi karang jenis Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa selama tiga bulan, terlihat bahwa pertumbuhan panjang lebih besar dari pada pertumbuhan tinggi. Berdasarkan tingkat pencapaian pertumbuhan yang didapat, dapat dikatakan bahwa pola pertumbuhan kedua jenis karang yang diteliti cenderung melebar. Pertumbuhan yang cenderung melebar ini diduga disebabkan oleh kebutuhan karang akan cahaya matahari untuk keperluan proses fotosintesis, sehingga untuk mendapatkan jumlah asupan cahaya matahari yang maksimal, maka karang berusaha untuk memperluas jaringan karangnya. Grafik tingkat pencapaian pertumbuhan panjang dan tinggi fragmen karang dapat dilihat pada Gambar 22. mm Stylophora pistillata (n=61) Pocillopora verrucosa (n=35) Pertambahan Panjang Pertambahan Tinggi Gambar 22. Grafik tingkat pencapaian pertumbuhan panjang dan tinggi rata-rata fragmen karang selama tiga bulan (April-Juli ) Faktor kedalaman perairan juga memberikan pengaruh terhadap pola pertumbuhan karang. Menurut Nybakken (1992), pada daerah yang dangkal, memiliki pasokan cahaya yang cukup, dan terkena gelombang yang besar akan menyebabkan pertumbuhan karang mempunyai cabang yang lebih pendek dan tumpul. Kedalaman perairan untuk kegiatan transplantasi ini termasuk dangkal dengan kedalaman maksimal adalah 4 meter, sehingga pada kedalaman ini karang yang tumbuh

56 42 cenderung memiliki percabangan yang pendek dan tumpul, dan pola pertumbuhan yang cenderung melebar. Lokasi transplantasi terdapat pada zona intertidal, yaitu suatu zona perairan dimana masih dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Hal ini menyebabkan pada perairan ini pengaruh pasang surut dan adanya gelombang dan arus sangat mempengaruhi pertumbuhan karang. Rachmawati (2001) menjelaskan bahwa pada daerah yang memiliki gelombang yang cukup kuat bagian ujung sebelah luar terumbu akan membentuk karang masif atau bentuk bercabang dengan cabang yang sangat tebal dan ujung yang datar. Berdasarkan hal tersebut, maka pengaruh yang diberikan oleh adanya pasang surut air laut serta adanya arus dan gelombang menyebabkan pertumbuhan karang menjadi cenderung melebar Laju pertumbuhan karang Laju pertumbuhan karang yang diukur meliputi laju pertumbuhan panjang fragmen karang dan laju pertumbuhan tinggi fragmen karang setiap bulan pengamatan. Laju pertumbuhan panjang dan tinggi yang didapat dirata-ratakan setiap bulannya untuk mendapatkan nilai laju pertumbuhan rata-rata setiap bulan. Laju pertumbuhan fragmen karang Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Laju pertumbuhan fragmen karang jenis Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa Jenis Karang Stylophora pistillata Pocillopora verrucosa Ukuran ΔL / ΔT (Perubahan Waktu) April- Mei Mei-Juni Juni-Juli Rata-rata (mm/bulan) Selang (mm/bulan) Panjang (mm) 4,07 2,88 6,97 4,64 2,88-6,97 Tinggi (mm) 4,90 3,73 2,84 3,82 2,84-4,90 Panjang (mm) 2,27 2,84 4,63 3,25 2,27-4,63 Tinggi (mm) 3,77 2,90 2,31 2,99 2,31-3,77 Tabel 7 di atas memperlihatkan bahwa laju pertumbuhan panjang rata-rata fragmen jenis Stylophora pistillata berfluktuasi setiap bulan pengamatan, sedangkan laju pertambahan tinggi rata-rata fragmen jenis tersebut menurun. Laju pertumbuhan panjang rata-rata tertinggi terjadi pada bulan Juni-Juli sebesar 6,79 mm dan terendah pada bulan Mei-Juni sebesar 2,88 mm, sedangkan laju pertumbuhan tinggi rata-rata tertinggi terjadi pada bulan April-Mei dengan laju pertumbuhan sebesar 4,90 mm dan terendah pada bulan Juni-Juli dengan laju pertumbuhan

57 43 tinggi sebesar 2,84 mm. Pertumbuhan panjang dan tinggi fragmen jenis Pocillopora verrucosa berbanding terbalik, dimana laju pertumbuhan rata-rata panjangnya mengalami peningkatan setiap bulan, sedangkan laju pertumbuhan rata-rata tingginya mengalami penurunan setiap bulannya. Laju pertumbuhan panjang fragmen Pocillopora verrucosa tertinggi terjadi pada bulan Juni-Juli sebesar 4,63 mm dan terendah pada bulan April-Mei sebesar 2,27 mm. Laju pertumbuhan tinggi tertinggi terjadi pada bulan April-Mei sebesar 3,77 mm dan terendah sebesar 2,31 mm pada bulan Juni-Juli. mm (n = 69) (n = 61) (n = 67) 4.07 (n = 69) (n = 64) (n = 61) April-Mei Mei-Juni Juni-Juli Periode Pengamatan Panjang (mm) Tinggi (mm) Gambar 23. Grafik laju pertumbuhan rata-rata fragmen jenis Stylophora pistillata Berdasarkan Gambar 23, laju pertumbuhan tinggi karang Stylophora pistillata relatif menurun setiap bulan pengamatan, sedangkan pertumbuhan panjang menurun pada bulan kedua, kemudian meningkat pada bulan ketiga. Hal ini diduga disebabkan oleh kondisi lingkungan kurang mendukung untuk pertumbuhan tinggi fragmen jenis ini. Salah satu faktor lingkungan yang memungkinkan dapat menganggu dan menghambat kehidupan karang adalah sedimentasi. Sedimentasi yang tinggi pada perairan dapat menyebabkan tertutupnya polip karang akibat adanya sedimen pada tubuh polip, sehingga hal tersebut dapat menganggu proses fotosintesis yang terjadi pada polip karang dan akan menyebabkan terhambatnya pertumbuhan karang. Selain itu, kenaikan laju pertumbuhan panjang pada bulan kedua pengamatan dapat disebabkan karena fragmen jenis ini telah beradaptasi dengan lingkungan sekitar sehingga energi untuk tumbuh tidak terbagi untuk proses beradaptasi, sehingga energi tersebut digunakan secara optimal untuk pertumbuhan karang.

58 44 Rata-rata pertumbahan panjang dan tinggi spesies Stylophora pistillata sebesar 4,64 dan 3,82 mm/bulan. Dibandingkan dengan penelitian transplantasi karang yang dilakukan oleh Syahrir (2003) di Selatan Pulau Pari terhadap spesies Pocillopora damicornis yang memiliki tipe pertumbuhan yang sama dengan spesies Stylophora pistillata, yaitu bertipe submasif, memperoleh hasil pertambahan tinggi perbulan sebesar 3,7 mm dan pertambahan diameter (panjang) sebesar 5,4 mm. Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa kecepatan pertumbuhan panjang spesies Stylophora pistillata di Pulau Karya lebih kecil dari pada pertumbuhan panjang spesies Pocillopora damicornis di Pulau Pari, sedangkan untuk pertumbuhan tinggi spesies Stylophora pistillata di Pulau Karya lebih besar dibandingkan dengan spesies Pocillopora damicornis yang ditransplantasikan di Pulau Pari. Berdasarkan data yang diperoleh, spesies Stylophora pistillata memiliki pertumbuhan panjang yang lebih besar dari pada pertumbuhan tinggi fragmen selama tiga bulan penelitian. Sedangkan hasil penelitian Syahrir (2003) selama lima bulan di Pulau Pari, diperoleh hasil bahwa pertumbuhan diameter (panjang) yang lebih cepat dari pada pertumbuhan tingginya. Penelitian tentang spesies Pocillopora damicornis juga pernah dilakukan oleh Supit (2000) di perairan Pantai Selatan Bunaken dan Pantai Malalayang. Kegiatan transplantasi yang dilakukan selama 6 bulan diperoleh data pertumbuhan panjang rata-rata di Pantai Selatan Bunaken sebesar 6,48 mm, sedangkan di Pantai Malalayang sebesar 5,91. Berdasarkan data tersebut, dapat dikatakan bahwa pertumbuhan panjang rata-rata spesies Pocillopora damicornis yang ditransplantasikan di perairan tersebut memiliki pertumbuhan panjang rata-rata yang lebih besar dari spesies Stylophora pistillata yang ditransplantasikan di Pulau Karya. Fragmen jenis Pocillopora verrucosa mengalami penurunan laju pertumbuhan tinggi setiap bulannya, sedangkan laju pertumbuhan panjangnya mengalami peningkatan setiap bulannya (Gambar 24). Laju pertumbuhan panjang dan tinggi fragmen jenis Pocillopora verrucosa berbanding terbalik. Hal ini diduga disebabkan oleh faktor kondisi lingkungan yang cukup mendukung untuk pertumbuhan panjang, tetapi kurang mendukung untuk pertumbuhan tingginya. Salah satu parameter yang menyebabkan menurunnya pertumbuhan tinggi karang Pocillopora verrucosa adalah sedimentasi perairan. Sama halnya fragmen jenis Stylophora pistillata, penurunan laju pertumbuhan tinggi fragmen jenis Pocillopora verrucosa diduga disebabkan oleh peningkatan sedimen yang terdapat di perairan lokasi penelitian, sehingga sedimen yang terdapat pada perairan tersebut menutupi luasan bagian tertinggi pada fragmen dan bagian lain sehingga mengganggu pertumbuhannya. Hal ini dapat dilihat pada

59 45 Gambar 17 yang memperlihatkan bahwa laju sedimentasi menunjukkan peningkatan setiap bulannya dari bulan April sampai bulan Juli. Selain itu, berdasarkan beberapa hasil penelitian transplantasi karang yang pernah dilakukan sebelumnya, diketahui bahwa sebagian besar karang yang ditransplantasikan memiliki tipe pertumbuhan yang cenderung melebar (Tabel 2) (n = 43) 2.90 (n = 41) 4.63 (n = 35) mm (n = 48) 2.84 (n = 43) 2.31 (n = 35) 0 April-Mei Mei-Juni Juni-Juli Periode Pengamatan Panjang (mm) Tinggi (mm) Gambar 24. Grafik laju pertumbuhan rata-rata fragmen jenis Pocillopora verrucosa Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahrir (2003) terhadap spesies Pocillopora damicornis di Pulau Pari, yang memiliki genus yang sama serta bentuk pertumbuhan yang sama dengan spesies Pocillopora verrucosa. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Syahrir (2003) di Pulau Pari diperoleh hasil pertumbuhan diameter (panjang) rata-rata perbulan sebesar 5,4 mm dan pertumbuhan tinggi ratarata perbulan sebesar 3,7 mm. Hasil yang diperoleh pada spesies Pocillopora verrucosa di Pulau Karya untuk pertumbuhan panjang rata-rata sebesar 3,25 mm dan pertumbuhan tinggi rata-rata sebesar 2,99 mm. Berdasarkan data yang diperoleh, terlihat bahwa pertumbuhan panjang rata-rata dan tinggi rata-rata spesies Pocillopora damicornis yang ditransplantasikan di Pulau Pari lebih besar dari pada spesies Pocillopora verrucosa yang ditransplantasikan di Pulau Karya. Penelitian yang dilakukan Supit (2000) tetang pertumbuhan Pocillopora damicornis di Pantai Selatan Bunaken dan Pantai Malalayang, diperoleh hasil pertumbuhan panjang selama enam bulan pengukuran sebesar 6,48 mm/bulan di Pantai Selatan Bunaken, dan sebesar 5,91 mm/bulan di Pantai Malalayang.

60 46 Berdasarkan hasil yang diperoleh, pertumbuhan karang pada kedua perairan tersebut lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjang di Pulau Karya dan Pulau Pari Kepulauan Seribu. Adanya perbedaan pertumbuhan antara kedua spesies tersebut pada ketiga tempat berbeda diduga disebabkan oleh perbedaan kondisi lingkungan perairan yang mendukung untuk pertumbuhan karang tersebut. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi terhadap pertumbuhan karang. Beberapa faktor yang sangat mempengaruhi pertumbuhan karang yaitu suhu, kecerahan, kedalaman, salinitas, dan sedimentasi (Rachmawati 2001). Berdasarkan faktor suhu yang selalu meningkat pada setiap bulan penelitian, didapatkan bahwa pertumbuhan panjang rata-rata karang spesies Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa cenderung meningkat, sedangkan untuk pertumbuhan tinggi rata-rata cenderung menurun setiap bulannya. Fluktuasi suhu pada perairan Pulau Karya tidak terlalu mempengaruhi pertumbuhan karang, karena fluktuasi suhu pada perairan tersebut masih dalam kisaran suhu optimal untuk kehidupan karang. Selain itu, kenaikan suhu pada perairan tersebut juga tidak secara mendadak dan perubahan suhu pada perairan tersebut juga tidak terlalu besar. Penurunan salinitas setiap bulan pengamatan dapat menyebabkan pertumbuhan karang tidak optimal. Hal ini dikarenakan salinitas pada perairan Pulau Karya bukan merupakan salinitas yang optimal untuk mendukung pertumbuhan karang. Akan tetapi, penurunan salinitas tidak mempengaruhi pertumbuhan panjang rata-rata karang, hal ini terlihat dari laju pertumbuhan panjang rata-rata yang meningkat setiap bulan pengamatan, akan tetapi pertumbuhan tinggi rata-rata menurun setiap bulannya (Tabel 6). Sedimentasi yang selalu meningkat pada setiap bulan pengamatan mempengaruhi pertumbuhan tinggi rata-rata karang. Hal ini terlihat dari penurunan tinggi rata-rata karang seiring dengan peningkatan sedimentasi perairan tersebut. Akan tetapi, untuk pertumbuhan panjang rata-rata selalu meningkat setiap builan pengamatan. Selain faktor sedimentasi, yang menyebabkan turunnya laju pertumbuhan tinggi pada kedua jenis karang yang diteliti, diduga disebabkan karena perairan tempat dilakukannya penelitian adalah perairan dangkal dengan tingkat kecerahan maksimal, sehingga memungkinkan cahaya matahari yang masuk ke perairan tersebut optimal. Adanya pasokan cahaya yang optimal ini menyebabkan pola pertumbuhan fragmen karang cenderung melebar, sebagai upaya untuk memperluas permukaan fragmen untuk memperoleh cahaya matahari, agar proses fotosintesis dan laju kalsifikasi yang terjadi pada karang berlangsung optimal.

61 Tingkat Keberhasilan Transplantasi Tingkat keberhasilan transplantasi karang sangat ditentukan oleh tingkat kelangsungan hidup karang yang ditransplantasikan tersebut. Tingkat keberhasilan hidup karang dapat diketahui dengan membandingkan antara jumlah karang yang hidup pada akhir penelitian (Nt) dibandingkan dengan jumlah karang yang ditransplantasikan (No). Tingkat keberhasilan transplantasi karang yang diteliti di perairan lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat kelangsungan hidup fragmen karang yang ditransplantasikan di perairan Pulau Karya Jenis Tingkat Kelangsungan Hidup (%) April Mei Mei Juni Juni Juli Stylophora pistillata Pocillopora verrucosa Berdasarkan Tabel 8, dapat dilihat bahwa tingkat pertumbuhan fragmen Stylophora pistillata memiliki tingkat kelangsungan hidup sebesar 100% pada akhir penelitian. Hal ini berarti fragmen karang jenis ini tidak ada yang mati saat penelitian. Untuk fragmen Pocillopora verrucosa yang ditransplantasikan saat penelitian mengalami penurunan setiap bulan pengamatan. Pada periode pengamatan April-Mei tingkat kelangsungan hidup karang ini menjadi 98%, dan pada periode Mei-Juni tingkat kelangsungan hidupnya tetap. Pada akhir penelitian, tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis ini menjadi 90% dari total awal (N 0). Grafik tingkat kelangsungan hidup fragmen Stylophora pistillata dapat dilihat pada Gambar 25. % April (n=69) Mei (n=69) Juni (n=69) Juli (n=69) Periode Pengamatan Gambar 25. Tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Stylophora pistillata

62 48 Berdasarkan Gambar 25, terlihat bahwa persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Stylophora pistillata terlihat konstan dari awal penelitian hingga akhir penelitian pada bulan April hingga Juli. Tingkat kelangsungan hidup fragmen Stylophora pistillata sebesar 100%. Diduga, kondisi perairan Pulau Karya yang digunakan sebagai lokasi penelitian ini mendukung untuk kehidupan fragmen jenis ini, sehingga fragmen jenis ini dapat bertahan hidup pada perairan tersebut. Selain kondisi perairan yang mendukung, fragmen jenis Stylophora pistillata memiliki ketahanan hidup yang tinggi terhadap kondisi perairan yang buruk. Seperti yang dilaporkan oleh Walker & Ormond (1982) in Supriharyono (2007), spesies Stylophora pistillata dapat bertahan hidup pada perairan yang kaya akan unsur hara, yang menyebabkan pertumbuhan makroalga berkembang pesat sehingga mengganggu pertumbuhan karang. Selain itu, menurut Loya (1976) in Supriharyono (2007), spesies Stylophora pistillata juga dapat bertahan hidup pada perairan yang tercemar limbah organik. Fragmen jenis Pocillopora verrucosa yang ditransplantasikan pada lokasi yang sama mengalami penurunan persentase tingkat kelangsungan hidup yang cukup besar. Pada bulan pertama pengamatan, terjadi kematian fragmen jenis ini sebanyak satu fragmen yang disebabkan fragmen karang tertutup alga sehingga tingkat keberhasilan hidup fragmen ini menurun menjadi 98%. Kematian yang disebabkan oleh adanya invansi alga terhadap fragmen karang disebabkan karena adanya kandungan nitrat dan amonia yang cukup tinggi di perairan tersebut (Gambar 26 ). Kandungan nitrat pada bulan April sebesar 0,032 ml/l dan amonia sebesar 0,199 mg/l, yang menyebabkan pertumbuhan alga pada daerah tersebut juga meningkat. Gambar 26. Kematian fragmen karang akibat invansi alga (Dok.PKSPL-IPB) Menurut Umar et al. (1997), bahwa sedimentasi yang tinggi juga dapat menyebabkan peningkatan kelimpahan makroalga. Secara langsung hal ini dapat

63 49 menyebabkan adanya rekrutmen dari makroalga, atau secara tidak langsung dapat menjadi penghambat paraa kompetitornya (Karang) atau organisme herbivora (ikan). Pada periode Mei-Juni tidak terjadi penurunan persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen Pocillopora verrucosa. Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan nutrien yang terdapat pada perairan tersebut pada bulan Mei cukup kecil, yaitu kandungan nitrat sebesar 0,013 mg/l, ortofosfat sebesar 0,018 mg/l, dan kandungan amonia sebesar 0,120 mg/l. Dibandingkan dengan kandungan nutrien pada bulan April, nilai nutrien pada bulan ini lebih rendah. Pada periode pengamatan bulan Juni-Juli, terjadi penurunan persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen menjadi sebesar 90%. Kematian karang pada periode inii disebabkan oleh invansi alga sebanyak satu fragmen, dan sebanyak tiga fragmen disebabkan oleh pemutihan karang. Pada bulan Juni, kandungan nutrien pada perairan ini lebih tinggi dari bulan-bulan sebelumnya, yaitu untuk kandungan nitrat sebesar 0,073 mg/l, dan ortofosfat sebesar 0,,030 mg/l sehingga dapat menyebabkan pertumbuhan alga pada fragmen juga meningkat. Grafik tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Pocillopora verrucosa yang yang ditransplantasikan di perairan Pulau Karya dapat dilihat pada Gambar 26. Gambar 27. Tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Pocillopora verrucosa Pemutihan karang disebabkan karena hilangnya zooxanthellae sebagai organisme simbiotik padaa hewan karang. Pemutihan karang dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti perubahan salinitas, kekeruhan, surut terendah, atau adanya gangguan dari Acanthaster plancii (Goreau 1964; Glynn 1993; Williams & Bunkley-

64 50 Williams 1990 in Winter et al. 1998). Kematian yang disebabkan oleh pemutihan karang dapat disebabkan karena kenaikan suhu pada bulan Juni-Juli yang lumayan besar, yaitu sebesar 0,5 O C. Selain adanya kenaikan suhu, kematian ini juga dapat disebabkan oleh adanya gangguan dari biota lain yang terdapat pada lokasi penelitian ini, seperti adanya bulu babi. Selain kematian yang disebabkan oleh pemutihan karang, kematian fragmen karang ini disebabkan karena tertutupnya fragmen karang oleh alga sehingga dalam persaingan memperoleh nutrien, fragmen karang tersebut kalah. Adanya nutrien yang mencukupi untuk kehidupan alga menyebabkan alga yang terdapat di perairan tersebut dapat tumbuh, sehingga pertumbuhan fragmen karang menjadi terganggu. Adanya nutrien yang terkandung dalam perairan tersebut dapat menyebabkan alga dan tumbuhan air lainnya dapat tumbuh pada perairan tersebut, sehingga menimbulkan persaingan antara alga dan karang untuk memperebutkan unsur hara, sehingga hal ini dapat mempengaruhi pertumbuhan karang. Selain itu, adanya alga yang terdapat pada tubuh fragmen karang menyebabkan polip karang tertutup, sehingga dapat menyebabkan kematian karang yang disebabkan polip tersebut tidak mampu lagi melakukan aktivitas fotosintesis akibat tertutup oleh alga. Menurut Harriot & Fisk 1998 in Pratama 2005, suatu kegiatan transplantasi karang dapat dikatakan berhasil apabila tingkat kelangsungan hidupnya sebesar %. Hasil ini dapat terjadi apabila karang ditansplantasikan pada habitat yang kurang lebih sama dengan tempat dimana karang tersebut diambil, khususnya dalam pergerakan, kedalaman, dan kekeruhan. Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka dapat dikatakan bahwa transplantasi yang dilakukan untuk kegiatan penelitian ini berhasil dengan tingkat kelangsungan hidup pada akhir penelitian untuk fragmen jenis Stylophora pistillata sebesar 100% dan tingkat kelangsungan hidup untuk fragmen jenis Pocillopora verrucosa sebesar 90%.

65 51 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Pertumbuhan panjang fragmen karang jenis Stylophora pistillata dan Pocillopora verrucosa lebih besar dari pada pertumbuhan tinggi fragmen karang tersebut. Tingkat pencapaian panjang selama tiga bulan penelitian untuk fragmen jenis Stylophora pistillata sebesar 13,94 mm, dan fragmen jenis Pocillopora verrucosa sebesar 9,15 mm. Sedangkan tingkat pencapaian tinggi selama tiga bulan penelitian untuk fragmen jenis Stylophora pistillata sebesar 11,10 mm, dan fragmen jenis Pocillopora verrucosa sebesar 8,49 mm. Laju pertumbuhan panjang terbesar pada bulan Juni-Juli untuk kedua fragmen karang, yaitu sebesar 6,97 mm/bulan untuk spesies Stylophora pistillata dan sebesar 4,63 mm/bulan untuk spesies Pocillopora verrucosa. Persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen karang Stylophora pistillata lebih besar dari pada persentase tingkat kelangsungan hidup fragmen karang Pocillopora verrucosa. Tingkat kelangsungan hidup fragmen jenis Stylophora pistillata pada akhir penelitian sebesar 100%, sedangkan untuk fragmen jenis Pocillopora verrucosa sebesar 90%. Kegiatan transplantasi kedua jenis karang ini dapat dikatakan berhasil, karena persentase tingkat kelangsungan hidup kedua jenis karang tersebut lebih besar dari 50% pada akhir penelitian. Kondisi lingkungan perairan Pulau Karya, Kepulauan Seribu cukup mendukung untuk pertumbuhan kedua jenis karang yang ditransplantasikan Saran Pada penelitian selanjutnya, sebaiknya gunakan fragmen karang yang belum pernah ditransplantasikan pada penelitian sebelumnya. Jumlah fragmen yang digunakan sebaiknya dalam jumlah banyak agar hasil yang didapatkan lebih mewakili lagi dari keadaan sebenarnya. Selain itu juga perlu dilakukan pengamatan parameter lingkungan yang lebih banyak dan lebih detil untuk setiap parameternya. Waktu penelitian juga sebaiknya dilakukan dengan jangka waktu yang panjang agar hasil yang didapatkan lebih baik.

66 52 DAFTAR PUSTAKA Alfaridy R. Suksesi Komunitas Ikan Karang Pada Daerah Transplantasi Karang di Pantai Kuta, Bali. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 81 hlm. Alhusna I S Studi Laju Pertumbuhan Induk Koloni dan Fragmen Transplan pada Transplantasi Karang Spesies Acropora formosa dan hydnopora rigida di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [Skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Aziz A.M Tingkat Kelangsungan Hidup, laju Pertumbuhan dan Rasio Pertumbuhan Jenis Karang Batu dan Karang Api yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 80 hlm. Bengen DG Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta Prinsip Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Indonesia. iii+66 hlm. Cahyadi B Laju Pertumbuhan dan Tingkat Kelangsungan Hidup Transplantasi Karang Porites nigrescens dan Montipora digitata di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.[skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 88 hlm. Charpy L Phosphorus supply for atoll biological productivity. coral reefs. 20: Castro P dan Huber.M.E Marine Biology (Sixth Edition). McGraw-Hill Companies, Inc. New York. United States of America. p [Coremap fase II] Coral Reef Rehabilitation and Management Program Modul Transplantasi Karang Secara Sederhana : Pelatihan Ekologi Terumbu Karang. Modul. Selayar, Sulawesi Selatan. Dahuri R Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan Indonesia. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. p [DPHKA] Direktur Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam SK.09/IV/Set- 3/2008 Tentang Pedoman Penangkaran/Transplantasi Karang Hias Yang Diperdagangkan. Jakarta [27 Oktober ] Efendi E.. Invansi Alga Terhadap Karang Keras (Scleractinia) pada Rataan Terumbu. [terhubung berkala]. [27 Oktober ]. Effendi H Telaah kualitas air bagi pengelolaan sumberdaya dan lingkungan perairan. Kanisius. Yogyakarta. 258 hlm.

67 53 Estradivari, Syahrir M, Susilo N, Yusri S, Timotius S Terumbu Karang Jakarta : Pengamatan Jangka Panjang Terumbu Karang Kepulauan Seribu ( ). Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Jakarta. ix + 87 hlm. Google Earth.. Pulau Karya. [terhubung berkala]. [12 Agustus ]. Grover R Nitrate uptake in the scleractinian coral Stylophora pistillata. Limnol. Oceanogr., 48(6): Herdiana Y Respon Pertumbuhan Serta Keberhasilan Transplantasi Koral Terhadap Ukuran Fragmen dan Posisi Penanaman Pada Dua Spesies Karang Acropora micropthalma dan Acropora intermedia di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 97 hlm. Herianto K Kebijakan Transplantasi Karang di Indonesia. Prosiding Seminar Transplantasi Karang. Bogor, 8 September Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor. Hutabarat S. dan S. M. Evans Pengantar Oseanografi. Universitas Indonesia Press. Jakarta. ix +159 hlm. Ikawati Y, Puji SH, Hening P, Hendrati H, Budiman S Terumbu Karang di Indonesia. Maysyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan Dan Teknologi (MAPIPTEK). Jakarta. xi+198 hlm. Johan O Tingkat Keberhasilan Transplantasi Karang Batu di Pulau Pari, Kepulauan Seribu, Jakarta.[tesis]. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 89 hlm. Johan O Karakteristik Biologi Karang. Training Course. PSK-UI dan Yayasan Terangi. [diselenggarakan pada tanggal 7-12 Juli 2003]. Kaleka D Transplantasi Karang Batu Marga Acropora Pada Substrat Buatan di Perairan Tablolong Kabupaten Kupang. Makalah. [27 Oktober ] McClanahan T. R Sedimentation effect on shallow coral communities in Kenya. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 209: [MENKLH] Menteri Negara Lingkungan Hidup Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta Noor A Analisis Kebijakan Pengembangan Marikultur Di Kabupaten Administrasi Kepulaun Seribu Provinsi DKI Jakarta. [tesis.]. Program Pasca Sarjana Insitut Pertanian Bogor. Bogor. 222 hlm. Nybakken J.W Biologi Laut : Suatu Pendekatan Ekologis. Terjemahan. Gramedia Pustaka Tama. Jakarta. 480 hlm.

68 54 Pratama J Tingkat Kelangsungan Hidup Dan Laju Pertumbuhan Karang Pocillopora, Seriatopora, dan Heliopora Dalam Transplantasi Karang Di Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 81 hlm. Prawidya R Tingkat Kelangsungan Hidup, Laju Pertumbuhan, dan Rasio Pertumbuhan Beberapa Jenis Karang Batu (Stony Coral) Yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Pari, Kepulauan Seribu. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 49 hlm. Rachmawati R Terumbu Buatan (Artificial Reef). Pusat Riset Teknologi Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Indonesia. 50 hlm. Sadarun Transplantasi Karang Batu di Kepulauan Seribu Teluk Jakarta. [tesis]. Program Pasca Sarjana Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 67 hlm. Soedharma D Perkembangan Transplantasi Karang di Indonesia. Soedharma D, Dondy A (Ed). Prosiding Seminar Transplantasi Karang. Bogor, 8 September Pusat Penelitian Lingkungan Hidup Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat Institut Pertanian Bogor. p Soehartono T. dan Mardiastuti A Pelaksanaan Konvensi CITES di Indonesia. Japan International Cooperation Agency (JICA). Jakarta. xxi+373 hlm. Subhan B Tingkat Ketahanan Hidup dan Laju Pertumbuhan Karang Jenis Euphyllia sp (Dana 1846), Plerogyra sinosa (Dana 1846) dan Cynarina lacrymalis (Edwards and Haime 1848) yang ditransplantasikan di Perairan Pulau Pari, Jakarta. [skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Suharsono Jenis-jenis Karang Yang Umum Dijumpai Di Perairan Indonesia. P30- LIPI. Jakarta. 116 hlm. Suharsono Jenis-jenis Karang Indonesia. LIPI Press, anggota Ikapi. Jakarta. iv+372 hlm. Supit B Laju Pertumbuhan Karang Batu Pocillopora damicornis di Pantai Selatan Pulau Bunaken dan Pantai Malalayang Dua Teluk Manado.[skripsi]. Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan Universitas Sam Ratulangi. [terhubung berkala]. [27 Oktober ]. Supriharyono Pengelolaan Ekositem Terumbu Karang. Penerbit Djambatan. Jakarta. x+ 129 hlm. Suwignyo S., Widigdo B., Wardiatno Y., Krisanti M Avertebrata Air. Penebar Swadaya. Jakarta. p

69 55 Syahrir M Analisis Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Beberapa Koloni Karang Batu (Stony Coral), Karang Biru (Blue Coral), dan Karang Merah (Red Coral) yang Ditransplantasikan di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu, Jakarta.[skripsi]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor. 72 hlm. Tanner JE Competition beetween scleractinian corals and macroalgae: An experimental investigation of coral growth, survival and reproduction. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. 190: Taurusman AA.. Sedimen rate and organic matter flux on different trophic states of Jakarta Bay. Jurnal Kelautan Nasional Vol Timotius S Biologi Terumbu Karang. Makalah. Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI). Umar MJ, McCook LJ, Price IR Effects of sediment deposition on the seaweed Sargassum on a fringing coral reef. Coral Reefs. 17: Winter A, Appeldorn RS, Bruckner A, Williams Jr. EH, Goenaga C. Sea suface temperatures and coral reef bleaching off La Parguera, Puerto Rico (Northeastern Caribbean Sea). Coral Reefs. 17: Gambaran Umum Kepulauan Seribu. [terhubung berkala]. (18 Agustus )

70 56

71 57 Lampiran 1. Data mentah spesies Stylophora pistillata No Genus April Mei Panjang Juni Juli April Mei Tinggi Juni Juli 1 Stylophora pistilata Tidak terambil Tidak terambil 2 Stylophora pistilata Tidak terambil Tidak terambil 3 Stylophora pistilata Tidak terambil Tidak terambil 4 Stylophora pistilata Stylophora pistilata 74, Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata 84, Stylophora pistilata Stylophora pistilata 83, Stylophora pistilata 88, , Stylophora pistilata Stylophora pistilata 54, , Stylophora pistilata Stylophora pistilata 56, Lepas 52, Lepas 16 Stylophora pistilata Lepas Lepas 17 Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Lepas Lepas Lepas Lepas 38 Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata

72 58 Lampiran 1. (Lanjutan) No Genus April Mei Panjang Juni Juli April Mei Tinggi Juni 42 Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Juli 47 Stylophora pistilata Lepas Lepas Lepas Lepas 48 Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Lepas Lepas 56 Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Stylophora pistilata Jumlah Fragmen SR ,10 92, ,10 92,75

73 59 No Lampiran 2. Data mentah spesies Pocillopora verrucosa Spesies April Mei Panjang Juni 1 Pocillopora verrucosa 54, Pocillopora verrucosa 54, Pocillopora verrucosa 80, Juli tidak terambil tidak terambil tidak terambil April Me i Tinggi Juni , Juli tidak terambil tidak terambil tidak terambil 4 Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Lepas Lepas Lepas Lepas 13 Pocillopora verrucosa Lepas Lepas Lepas Lepas 14 Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Lepas Lepas Lepas Lepas 18 Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Lepas Lepas 21 Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Lepas Lepas 25 Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa 110 Lepas Lepas Lepas 50 Lepas Lepas Lepas 30 Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Bleaching Bleaching 33 Pocillopora verrucosa Bleaching Bleaching 34 Pocillopora verrucosa Bleaching Bleaching 35 Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Lepas Lepas 37 Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa

74 60 Lampiran 2. (Lanjutan) No Spesies April Mei Panjang Juni Juli April Me i Tinggi Juni Juli Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa 107 DCA DCA DCA 70 DCA DCA DCA Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa Pocillopora verrucosa DCA DCA Pocillopora verrucosa Jumlah Fragmen SR

75 61 Lampiran 3. Data laju pertumbuhan spesies Stylophora pistillata Panjang Tinggi No April-Mei Mei-Juni Juni-Juli April-Mei Mei-Juni Juni-Juli , , , , , , , , ,

76 62 Lampiran 3. (Lanjutan) No April-Mei Panjang Mei-Juni Juni-Juli April-Mei Tinggi Mei-Juni Juni-Juli Jumlah Fragmen (n) Summary statistic April-Mei Panjang Mei-Juni Juni-Juli April-Mei Tinggi Mei-Juni Juni-Juli Mean 4,0696 2,8750 6,9672 4,8986 3,7313 2,8361 Standard Error 0,3410 0,2445 0,4892 0,5693 0,4720 0,4037 Median Mode Standard Deviation 2,8324 1,9559 3,8209 4,7286 3,8635 3,1527

77 63 Lampiran 3. (Lanjutan) Summary statistic April-Mei Panjang Mei-Juni Juni-Juli April-Mei Tinggi Mei-Juni Juni-Juli Kurtosis 4,3031-0,2961 5,6460 0,8863 0,8084 2,9377 Skewness 1,6755 0,4697 1,6534 1,1070 0,9937 0,4496 Range Minimum Maximum Sum 280, Count Confidence Level(95,0%) 0,6804 0,4886 0,9786 1,1359 0,9424 0,8074

78 64 Lampiran 4. Data laju pertumbuhan spesies Pocillopora verrucosa No April-Mei Panjang Mei-Juni Juni-Juli April-Mei Tinggi Mei-Juni Juni-Juli 1 4, , , ,

79 65 Lampiran 4. (Lanjutan) No April-Mei Panjang Mei-Juni Juni-Juli April-Mei Tinggi Mei-Juni Juni-Juli Jumlah Fragmen (n) Summary statistic April-Mei Panjang Mei-Juni Juni-Juli April-Mei Tinggi Mei-Juni Juni-Juli Mean 2,2688 2,8372 4,6286 3,7744 2,9024 2,3143 Standard Error 0,4076 0,4476 0,6219 0,5098 0,5640 0,3639 Median 1, Mode Standard Deviation 2,8237 2,9353 3,6789 3,3427 3,6111 2,1526 Sample Variance 7,9733 8, , , ,0402 4,6336 Kurtosis 7,2169 2,8603 0,0926 3, ,0781 1,2241 Skewness 2,5102 1,5719 0,8442 1,7467 2,9864 1,0676 Range Minimum Maximum Sum 108, , Count Confidence Level(95,0%) 0,8199 0,9033 1,2638 1,0287 1,1398 0,7394

80 66 Lampiran 5. Data pengamatan kualitas air di perairan Pulau Karya bulan April-Juli Parameter Satuan Ulangan 1 April Ulangan 2 Ulangan 3 Bulan Pengamatan Rataan Ulangan 1 Mei Ulangan 2 Ulangan 3 Salinitas Suhu ⁰C ,5 28, ,7 Kekeruhan NTU 1,05 0,8 0,6 0,82 1,15 1,3 1,5 1,32 Kecepatan Arus Rataan m/s 0,0357 0,0408 0,0263 0,0343 0,0909 0,0869 0,0853 0,0877 Arah Arus ⁰ , Kecerahan % Nitrat mg/l 0,0356 0,0208 0,0383 0,032 0,013 0,010 0,015 0,013 Ortofosfat mg/l 0,011 0,015 0,011 0,012 0,015 0,027 0,013 0,019 Ammonia mg/l 0,201 0,170 0,227 0,199 0,099 0,146 0,115 0,120 Sedimentasi mg/cm2/hari 1,7891 1,1569 1,1787 1,3749 1,895 1,895 Parameter Satuan Ulangan 1 Juni Ulangan 2 Ulangan 3 Bulan Pengamatan Rataan Ulangan 1 Juli Ulangan 2 Ulangan 3 Salinitas Suhu ⁰C ,5 29,5 29,5 29,5 Kekeruhan NTU 0,75 0,85 0,85 0,82 0,75 0,85-0,8 Rataan Kecepatan Arus m/s 0,1250 0,0909 0,1080 0,1080 0,2500 0,2500 0,2500 0,2500 Arah Arus ⁰ Kecerahan % Nitrat mg/l 0,102 0,061 0,057 0,073 0,001 0,001-0,001 Ortofosfat mg/l 0,027 0,033 0,029 0,030 0,006 0,010-0,008 Ammonia mg/l 0,136 0,066 0,059 0,087 0,028 0,181-0,104 Sedimentasi mg/cm2/hari - - 2,3087 2,3087

81 67 Lampiran 6. Alat perangkap sedimen 2. Pemasangan alat perangkap sedimen di lokasi transplantasi 1.Konstruksi alat perangkap sedimen Modifikasi berdasarkan Taurusman ()

82 68 Lampiran 7. Proses persiapan dan pembuatan modul transplantasi 1.Persiapan cetakan modul 2. Penjemuran cetakan setelah dilapisi resin 3. Pencetakan modul beton 4. Penjemuran modul yang telah dicetak 5. Pengangkutan modul ke lokasi transplantasi 6. Penurunan modul Transplantasi ke laut 7. Penyusunan modul transplantasi 8. Pemasangan fragmen karang 9. Pemasangan nomor modul 10. Pengukuran dimensi Pertumbuhan (panjang dan tinggi fragmen karang 11. Pencatatan dimensi panjang dan tinggi fragmen karang

83 Lampiran 8. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian 69

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Hewan Karang Terumbu karang terbentuk dari kalsium karbonat yang sangat banyak (CaCo 3), batuan kapur, yang merupakan hasil deposisi dari makhluk hidup (Castro & Huber

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Parameter fisika dan kimia perairan sangat mempengaruhi kehidupan biota laut khususnya terumbu karang. Parameter yang tidak sesuai dengan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara Makan dan Sistem Reproduksi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Suharsono (1996) menyatakan karang termasuk binatang yang mempunyai sengat atau lebih dikenal sebagai cnidaria (Cnida = jelatang) yang dapat menghasilkan kerangka

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 22 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Pulau Karya, Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Pulau Seribu Utara, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. Stasiun

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Umum Lokasi Penelitian Menurut Departemen Kehutanan (2007), Kepulauan Seribu memiliki sedikitnya 3 unsur yang memberikan warna dan kekuatan sebagai taman nasional, yaitu

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KEBERHASILAN TRANSPLANTASI KARANG Stylophora pistillata DAN Pocillopora verrucosa DI PERAIRAN PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU ISWATY ADITIYANA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN

Lebih terperinci

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO

REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO Mangrove REHABILITASI TERUMBU KARANG TELUK AMBON SEBAGAI UPAYA UNTUK MEREDUKSI EMISI CARBON CO TERUMBU KARANG OLEH DANIEL D. PELASULA Pusat Penelitian Laut Dalam LIPI pelasuladaniel@gmail.com PADANG LAMUN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak

Lebih terperinci

JAKARTA (22/5/2015)

JAKARTA (22/5/2015) 2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).

BAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA

PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA PERKEMBANGAN DAN PERTUMBUHAN KARANG JENIS Lobophyllia hemprichii YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA Oleh: WIDYARTO MARGONO C64103076 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU

LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU LAJU PERTUMBUHAN DAN SINTASAN KARANG JENIS Montipora sp. HASIL TRANSPLANTASI DI GUGUSAN PULAU KARYA, KABUPATEN ADMINISTRASI KEPULAUAN SERIBU ADITYA BRAMANDITO SKRIPSI DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Terumbu karang merupakan kumpulan komunitas karang, yang hidup di dasar perairan, berupa batuan kapur (CaCO 3 ), dan mempunyai kemampuan untuk menahan gaya gelombang

Lebih terperinci

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA

POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut

2. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karang Lunak Sinularia dura Sistem klasifikasi bagi karang lunak Sinularia dura adalah sebagai berikut : (Hyman, 1940; Bayer 1956 in Ellis and Sharron, 2005): Filum : Cnidaria Kelas

Lebih terperinci

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU

LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU LAJU PERTUMBUHAN DAN TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora nobilis, DAN Montipora altasepta, HASIL TRANSPLANTASI DI PULAU KARYA, KEPULAUAN SERIBU Linggom Sahat Martua Simanjuntak C24070007 SKRIPSI

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut

1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut 1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari

Lebih terperinci

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA

SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA SEBARAN DAN ASOSIASI PERIFITON PADA EKOSISTEM PADANG LAMUN (Enhalus acoroides) DI PERAIRAN PULAU TIDUNG BESAR, KEPULAUAN SERIBU, JAKARTA UTARA Oleh: Yuri Hertanto C64101046 PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Terumbu karang merupakan sumberdaya terbarukan yang memiliki fungsi ekologis, sosial-ekonomis, dan budaya yang sangat penting terutama bagi masyarakat pesisir dan pulau-pulau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme. mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang di dalam air dan 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Plankton Salah satu organisme yang dapat berperan sebagai bioindikator perairan tercemar adalah plankton. Plankton adalah organisme mikroskopik yang hidup mengapung atau melayang

Lebih terperinci

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN

macroborer seperti polychae~a, sponge dan bivalva yang mengakibatkan bioerosi PENDAHULUAN PENDAHULUAN Latar Belakang Terumbu karang mempakan habitat laut yang penting di perairan tropis yang berfungsi sebagai tempat hidup dan berlindung, mencari makan, memijah dan berkembang biak serta sebagai

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan

Lebih terperinci

KAJIAN KESESUAIAN PEMANFAATAN KAWASAN TERUMBU KARANG PADA ZONA PEMANFAATAN WISATA TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU OLEH PERSADA AGUSSETIA SITEPU

KAJIAN KESESUAIAN PEMANFAATAN KAWASAN TERUMBU KARANG PADA ZONA PEMANFAATAN WISATA TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU OLEH PERSADA AGUSSETIA SITEPU KAJIAN KESESUAIAN PEMANFAATAN KAWASAN TERUMBU KARANG PADA ZONA PEMANFAATAN WISATA TAMAN NASIONAL KEPULAUAN SERIBU OLEH PERSADA AGUSSETIA SITEPU SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 SEMINAR

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara makan dan sistem reproduksi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Cara makan dan sistem reproduksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Karang Karang tergolong dalam jenis makhluk hidup (hewan) yaitu sebagai individu organisme atau komponen dari masyarakat hewan (Rahmawaty 2004). Dalam bentuk yang paling

Lebih terperinci

B. Ekosistem Hutan Mangrove

B. Ekosistem Hutan Mangrove B. Ekosistem Hutan Mangrove 1. Deskripsi merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh di daerah pasang surut pantai berlumpur. umumnya tumbuh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya

Lebih terperinci

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO

DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO DISTRIBUSI DAN PREFERENSI HABITAT SPONS KELAS DEMOSPONGIAE DI KEPULAUAN SERIBU PROVINSI DKI JAKARTA KARJO KARDONO HANDOJO SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang?

1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Apakah yang menyebabkan kerusakan ekosistem terumbu karang? 2 kerusakan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran terhadap stabilitas lingkungan. 1.2 Rumusan Masalah 1.2.1 Bagaimanakah kehidupan ekosistem terumbu karang pantai Pangandaran? 1.2.2 Apakah yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia, terdiri dari lebih 17.000 buah pulau besar dan kecil, dengan panjang garis pantai mencapai hampir

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang Ekosistem terumbu karang adalah ekosistem daerah tropis yang memiliki keunikan dan keindahan yang khas yang pemanfaatannya harus lestari. Ekosistem terumbu

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wilayah teritorial Indonesia yang sebagian besar merupakan wilayah pesisir dan laut kaya akan sumber daya alam. Sumber daya alam ini berpotensi untuk dimanfaatkan bagi

Lebih terperinci

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG

ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG ANALISIS LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP KARANG Acropora spp., Hydnopora rigida, DAN Pocillopora verrucosa YANG DITRANSPLANTASIKAN DI PULAU KELAPA, KEPULAUAN SERIBU SUDONO ISWARA SKRIPSI DEPARTEMEN

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peningkatan kesejahteraan hidup rakyat melalui pembangunan di bidang industri, nampak memberikan dampak terhadap perubahan lingkungan perairan pesisir dan laut karena

Lebih terperinci

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN

V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung

Lebih terperinci

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan

Modul 1 : Ruang Lingkup dan Perkembangan Ekologi Laut Modul 2 : Lautan sebagai Habitat Organisme Laut Modul 3 : Faktor Fisika dan Kimia Lautan ix M Tinjauan Mata Kuliah ata kuliah ini merupakan cabang dari ekologi dan Anda telah mempelajarinya. Pengetahuan Anda yang mendalam tentang ekologi sangat membantu karena ekologi laut adalah perluasan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masyarakat yang tinggal di pulau pulau kecil atau pesisir di Indonesia hidupnya sangat tergantung oleh hasil laut, karena masyarakat tersebut tidak mempunyai penghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara ekologis ekosistem padang lamun di perairan pesisir dapat berperan sebagai daerah perlindungan ikan-ikan ekonomis penting seperti ikan baronang dan penyu, menyediakan

Lebih terperinci

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN KARANG TRANSPLANTASI JENIS Acropora humilis (DANA 1846), Acropora brueggemanni (BROOK 1893), DAN Acropora austera (DANA 1846) DI PERAIRAN PULAU KELAPA, KEPULAUAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat

Lebih terperinci

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU

ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU ANALISIS EKOSISTEM TERUMBU KARANG UNTUK PENGEMBANGAN EKOWISATA DI KELURAHAN PANGGANG, KABUPATEN ADMINISTRATIF KEPULAUAN SERIBU INDAH HERAWANTY PURWITA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis

I. PENDAHULUAN. terumbu karang untuk berkembangbiak dan hidup. Secara geografis terletak pada garis I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang secara geografis memiliki iklim tropis dan perairannya lumayan dangkal, sehingga menjadi tempat yang optimal bagi ekosistem terumbu

Lebih terperinci

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN

KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN KONDISI TERUMBU KARANG HIDUP BERDASARKAN PERSEN TUTUPAN DI PULAU KARANG PROVINSI SUMATERA UTARA DAN HUBUNGANNYA DENGAN KUALITAS PERAIRAN Miswar Budi Mulya *) Abstract The research of living coral reef

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara

BAB I PENDAHULUAN. ekosistem lamun, ekosistem mangrove, serta ekosistem terumbu karang. Diantara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya merupakan perairan dan terletak di daerah beriklim tropis. Laut tropis memiliki

Lebih terperinci

EKOSISTEM. Yuni wibowo

EKOSISTEM. Yuni wibowo EKOSISTEM Yuni wibowo EKOSISTEM Hubungan Trofik dalam Ekosistem Hubungan trofik menentukan lintasan aliran energi dan siklus kimia suatu ekosistem Produsen primer meliputi tumbuhan, alga, dan banyak spesies

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem padang lamun (seagrass) merupakan suatu habitat yang sering dijumpai antara pantai berpasir atau daerah mangrove dan terumbu karang. Padang lamun berada di daerah

Lebih terperinci

2.2. Struktur Komunitas

2.2. Struktur Komunitas 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2)

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 121 TAHUN 2012 TENTANG REHABILITASI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL

EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati;

TINJAUAN PUSTAKA. Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumberdaya hayati, sumberdaya nonhayati; 5 TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Pulau Kecil Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km 2 (dua ribu kilometerpersegi) beserta kesatuan Ekosistemnya. Sumberdaya Pesisir dan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Terumbu Karang 2.1.1 Biologi Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan organisme yang hidup di dasar laut dangkal terutama di daerah tropis. Terumbu adalah endapan-endapan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang dan Masalah yang dikaji (Statement of the Problem) I.1.1. Latar belakang Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem terbesar kedua setelah hutan bakau dimana kesatuannya

Lebih terperinci

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG

ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG ANALISIS KEBUTUHAN OKSIGEN UNTUK DEKOMPOSISI BAHAN ORGANIK DI LAPISAN DASAR PERAIRAN ESTUARI SUNGAI CISADANE, TANGERANG RIYAN HADINAFTA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki sekitar 13.000 pulau yang menyebar dari Sabang hingga Merauke dengan panjang garis pantai sekitar 81.000 km yang dilalui

Lebih terperinci

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA

KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA KANDUNGAN ZAT PADAT TERSUSPENSI (TOTAL SUSPENDED SOLID) DI PERAIRAN KABUPATEN BANGKA Umroh 1, Aries Dwi Siswanto 2, Ary Giri Dwi Kartika 2 1 Dosen Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian,Perikanan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas

BAB 1 PENDAHULUAN. memiliki pulau dengan garis pantai sepanjang ± km dan luas BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara kepulauan terbesar didunia yang memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang ± 81.000 km dan luas sekitar 3,1 juta km 2.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan

TINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan 17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem

Lebih terperinci

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua

Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua The Journal of Fisheries Development, Juli 2015 Volume 2, Nomor 3 Hal : 39-44 Kondisi Eksisting Ekosistem Terumbu Karang di Perairan Dok II Kota Jayapura Provinsi Papua Triana Mansye Kubelaborbir 1 1 Program

Lebih terperinci

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA

BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua

TINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG

STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG STRUKTUR KOMUNITAS MEIOBENTHOS YANG DIKAITKAN DENGAN TINGKAT PENCEMARAN SUNGAI JERAMBAH DAN SUNGAI BUDING, KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KARTIKA NUGRAH PRAKITRI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,

I. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al., I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak

2. TINJAUAN PUSTAKA. Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemon Laut Anemon laut merupakan hewan invertebrata atau hewan yang tidak memiliki tulang belakang. Anemon laut ditemukan hidup secara soliter (individual) dengan bentuk tubuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar dengan jumlah pulaunya yang mencapai 17.508 pulau dengan luas lautnya sekitar 3,1 juta km 2. Wilayah lautan yang luas tersebut

Lebih terperinci

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG

ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG ANALISIS KUALITAS AIR PADA SENTRAL OUTLET TAMBAK UDANG SISTEM TERPADU TULANG BAWANG, LAMPUNG RYAN KUSUMO ADI WIBOWO SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Tutupan Karang di Pulau Semak Daun Pulau Semak Daun dikelilingi oleh paparan pulau yang cukup luas (island shelf) hingga 20 kali lebih luas dari pulau yang bersangkutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang disebut sumberdaya pesisir. Salah satu sumberdaya pesisir BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kawasan pesisir dan laut di Indonesia memegang peranan penting, karena kawasan ini memiliki nilai strategis berupa potensi sumberdaya alam dan jasajasa lingkungan yang

Lebih terperinci

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA

EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA EKOSISTEM LAUT TROPIS (INTERAKSI ANTAR EKOSISTEM LAUT TROPIS ) ANI RAHMAWATI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNTIRTA Tipologi ekosistem laut tropis Mangrove Terumbu Lamun Pencegah erosi Area pemeliharaan

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM

HUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Pulau Panggang Kepulauan Seribu DKI Jakarta pada bulan Maret 2013. Identifikasi makrozoobentos dan pengukuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sekitar 78 % wilayah Indonesia merupakan perairan sehingga laut dan wilayah pesisir merupakan lingkungan fisik yang mendominasi. Di kawasan pesisir terdapat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam

I. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau

Lebih terperinci

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG

TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP DAN LAJU PERTUMBUHAN KARANG Pocillopora damicornis DAN Acropora millepora YANG DITRANSPLANTASIKAN DENGAN TEKNIK RUBBLE STABILIZATION DI PULAU PRAMUKA, KEPULAUAN SERIBU LOVEDRIAN

Lebih terperinci

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG

TRANSPLANTASI KARANG BATU MARGA Acropora PADA SUBSTRAT BUATAN DI PERAIRAN TABLOLONG KABUPATEN KUPANG 2004 Deselina M W Kaleka Posted 5 Nov. 2004 Makalah Perorangan Semester Ganjil 2004 Falsafah Sains (PPS 702) Program S3 November 2004 Dosen: Prof. Dr. Ir. Rudy C. Tarumingkeng (Penanggung Jawab) Prof.

Lebih terperinci

Apakah terumbu karang?

Apakah terumbu karang? {jcomments on} Apakah terumbu karang? Terumbu Karang adalah bangunan ribuan karang yang menjadi tempat hidup berbagai ikan dan makhluk laut lainnya. Bayangkanlah terumbu karang sebagai sebuah kota yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air

TINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kota Sibolga yang terletak di pantai barat Pulau Sumatera, membujur sepanjang pantai dari utara ke selatan dan berada pada kawasan teluk yang bernama Teluk Tapian Nauli,

Lebih terperinci

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air.

sedangkan sisanya berupa massa air daratan ( air payau dan air tawar ). sehingga sinar matahari dapat menembus kedalam air. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perairan merupakan ekosistem yang memiliki peran sangat penting bagi kehidupan. Perairan memiliki fungsi baik secara ekologis, ekonomis, estetika, politis,

Lebih terperinci