UNIVERSITAS INDONESIA. PENGARUH PAJANAN LOGAM MAGNESIUM ECAP DALAM SEL OSTEOBLAS TERHADAP EKSPRESI TGFβ-1 DAN BMP-2 (studi in vitro) TESIS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA. PENGARUH PAJANAN LOGAM MAGNESIUM ECAP DALAM SEL OSTEOBLAS TERHADAP EKSPRESI TGFβ-1 DAN BMP-2 (studi in vitro) TESIS"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PAJANAN LOGAM MAGNESIUM ECAP DALAM SEL OSTEOBLAS TERHADAP EKSPRESI TGFβ-1 DAN BMP-2 (studi in vitro) TESIS EKY NASURI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM STUDI ILMU BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL JAKARTA JULI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH PAJANAN LOGAM MAGNESIUM ECAP DALAM SEL OSTEOBLAS TERHADAP EKSPRESI TGFβ - 1 DAN BMP 2 (studi in vitro) TESIS Diajukan sebagaisalah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam Bidang Ilmu kedokteran Gigi Program Studi Bedah Mulut dan Maksilofasial EKY NASURI FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM STUDI ILMU BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL JAKARTA JULI 2014

3

4

5 KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala berkah, rahmat dan tuntunannya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang merupakan suatu syarat pencapaian gelar Spesialis Bedah Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dengan baik. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, baik dari masa perkuliahan hingga penyusunan tesis ini sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan teisi ini. Untuk itu penulis menghaturkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. Benny S. Latief, drg., SpBM(K) selaku pencetus ide dalam pohon penelitian ini dan telah menyediakan waktu, tenaga serta pikirannya dalam mengarahkan penulisan tesis ini serta bimbingannya kepada penulis selama masa pendidikan. 2. Dr. Chusnul Chotimah, drg., SpBM(K) selaku pembimbing I yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga serta pikirannya dalam penulisan tesis ini serta bimbingannya kepada penulis selama masa pendidikan. 3. Prof. Herawati Sudoyo, dr., MS, PhD selaku pembimbing II yang telah banyak menyediakan waktu, tenaga serta pikirannya selama penulis melakukan pekerjaan penelitian di laboratorium dan penulisan tesis ini. 4. Dr. Pradono, drg., SpBM selaku Kepala Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan selama penulis menempuh masa pendidikan. 5. Dr. Lilies Dwi Sulistyani, drg., SpBM selaku Koordinator Pendidikan Spesialis Bedah Mulut FKG UI yang telah banyak memberikan arahan dan bimbingan seta tak hentihentinya memberikan motivasi dan semangat kepada penulis selama masa pendidikan. 6. Staf dosen Bedah Mulut FKG UI: Prof. Iwan Tofani, drg., SpBM, PhD; Dr. Corputty Johan, drg., SpBM; Teguh Iman Santoso, drg., SpBM(K) (Alm.); R.M. Zulkarnain, drg., SpBM(K); Abdul Latief, drg., SpBM; Evy Eida Fitria, drg., SpBM; Vera Julia, drg., SpBM; Dwi Ariawan, drg., SpBM; Rachmita Anne, drg., SpBM yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya kepada penulis selama pendidikan. 7. Staf Bedah Mulut RSU. Tangerang: Retnowati, drg., SpBM; Dedi S. Sukardi, drg., SpBM yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya kepada penulis selama pendidikan. iv

6 8. Staf Bedah Mulut RS. Persahabatan: Etty Soenartini, drg., SpBM yang telah memberikan ilmu dan bimbingannya kepada penulis selama pendidikan. 9. Seluruh staf Departemen Gigi Mulut RSUPN. Cipto Mangunkusumo atas kerjasamanya selama ini. 10. Staf klinik spesialis Bedah Mulut Pak Sahir dan staf administrasi Departemen Bedah Mulut FKG UI atas bantuannya selama ini. 11. Rekan-rekan dan staf Laboratorium Biologi Molekuler Eijkman atas segala bantuan dan bimbingannya dalam penulisan dan pekerjaan laboratorium untuk penelitian ini. 12. Staf Laboratorium Biologi Oral FKG UI atas bantuan selama melakukan pekerjaan laboratorium untuk penelitian ini. 13. Staf Perpustakaan FKG UI dan Staf Bagian Pendidikan FKG UI atas segala bantuan selama ini. 14. Teman-teman seperjuangan PPDGS Bedah Mulut 2008 terima kasih atas kebersamaan kita yang penuh warna selama ini dan teman-teman sejawat PPDGS Bedah Mulut 2009, 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014, semoga persahabatan kita tetap terjalin. 15. Kedua orangtua tercinta Drs. H. Sukidi Hadi Suprapto (Alm.) dan Hj. Nany Lidya atas segala cinta, kasih saying, motivasi dan doa buat penulis yang tak akan pernah penulis mampu membalasnya. Adik-adikku Frida Sunaryanti, ST. dan Trisanti Dina Riana, SE. atas motivasi dan doa selama ini. 16. Istri tersayang, Andi Dala Intan, dr., SpKFR atas segala pengertian, perhatian, dukungan dan doa selama ini. Anak yang sangat penulis cintai Ahmad Hakan Aqila (Alm.) dan Ammar Putra Altair atas segala cinta dan kasih sayangnya buat Papa yang turut merasakan kesibukan dan keletihan Papa dalam menyelesaikan pendidikan. 17. Seluruh pihak yang telah membantu terselesaikannya penelitian dan pendidikan ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Jazakumullah khairan katsira, semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan Bapak/Ibu/Saudara-saudara semua. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi ilmu pengetahuan. Jakarta, Juli 2014 Penulis v

7

8 ABSTRAK Nama Program Studi Judul : Eky Nasuri : Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut : Pengaruh Pajanan Logam Magnesium ECAP Dalam Sel Osteoblas Terhadap Ekspresi TGFβ-1 dan BMP-2 (studi in vitro) Trauma pada regio maksilofasial memiliki dampak secara fisik kepada pasien. Oleh karena itu dibutuhkan penatalaksanaan yang lebih baik dalam reposisi dan fiksasi pada fragmen tulang. Imobilisasi diperoleh dengan menggunakan fixation plate dan screw. Bahan plate dan screw yang dianggap berpotensi untuk digunakan adalah magnesium (Mg) dan dianggap merupakan bahan logam yang baik karena kompatibilitasnya, dapat diresorbsi oleh tubuh manusia dan menstimulasi pertumbuhan tulang. Saat ini penggunaan magnesium masih terbentur oleh kecepatan biodegradasi yang perlu dikontrol sehingga dapat sesuai dengan kecepatan penyembuhan jaringan tubuh. Salah satu caranya adalah dengan metode equal channel angular pressing (ECAP). Sel osteoblas berperan membentuk tulang baru dalam proses regenerasi, apabila terjadi fraktur pada tulang. Reaksi jaringan dilihat dengan menginvestigasi respon sel osteoblas terhadap pajanan Mg ECAP dengan melihat produksi/ekspresi faktor pertumbuhan seperti TGFβ-1 dan BMP-2. Metode: kultur sel osteoblas manusia (MG63) dalam jumlah yang cukup, dibagi dalam dua kelompok: kelompok 1 dipajankan dengan Mg murni dan kelompok 2 dipajankan dengan Mg ECAP. Pada hari ke-1, 3, 7 dan 14 setelah pemajanan dilakukan pemeriksaan ekspresi TGFβ-1 dan BMP-2 terhadap kedua kelompok. Hasil yang didapat menunjukkan perbedaan yang signifikan pada ekspresi TGFβ-1 dan BMP-2 pada kedua kelompok. Kesimpulan: Logam Mg memiliki sifat yang menguntungkan apabila bahan logam tersebut dapat digunakan sebagai bahan biomaterial pada kasus fraktur oral dan maksilofasial. Penggunaan Mg sebagai material plate dan screw cukup baik karena dapat diresorbsi oleh tubuh manusia dan menstimulasi pertumbuhan tulang. Kata kunci: Magnesium, Mg ECAP, Sel Osteoblas MG63, TGFβ-1, BMP-2 vii

9 ABSTRACT Name Study Program Title : Eky Nasuri : Post Graduate Student of Oral and Maxillofacial Surgery : Effects of Magnesium ECAP Exposure In Osteoblasts Cell Line Against The Expression of TGFβ - 1 and BMP 2 (in vitro studies) Maxillofacial trauma have a physical impact on the patient. Therefore, it needs a better management of the repositioning and fixation of the bone fragments. Immobilization obtained using plate and screw fixation. Materials plate and screw are considered potentially to be used is magnesium ( Mg ) and is considered a good metal because of its compatibility, can be resorbed by the human body and stimulates bone growth. Currently the use of magnesium was restricted by biodegradation speed that needs to be controlled so as to match the speed of the tissue healing. One way is by the method of equal channel angular pressing ( ECAP ). Osteoblasts form new bone plays a role in the regeneration process, if there is a fracture in the bone. Investigation on the tissue reaction is seen with the osteoblast cell response to exposure to Mg ECAP by examining the production/expression of growth factors such as TGFβ-1 and BMP-2. Methods : cell culture of human osteoblast (MG63), divided into two groups : group 1 were exposed to pure Mg and group 2 were exposed to Mg ECAP. On day 1, 3, 7 and 14 after exposure, we examined the expression of TGFβ-1 and BMP-2 at the two groups. The results showed significant differences in the expression of TGFβ-1 and BMP-2 in both groups. Conclusion : Mg has favorable properties when the metal material was used as a biomaterial in oral and maxillofacial fractures. The use of Mg ECAP as a plate and screw material is quite good because it can be resorbed by the human body and stimulates bone growth. Keyword: Magnesium, Mg ECAP, Osteoblast cell line MG63, TGFβ-1, BMP-2 viii

10 DAFTAR ISI HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... ii HALAMAN PENGESAHAN iii KATA PENGANTAR iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vi ABSTRAK vii ABSTRACT. viii DAFTAR ISI ix DAFTAR TABEL xii DAFTAR GAMBAR... xiii BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penatalaksanaan Trauma Oral dan Maksilofasial Proses Penyembuhan Tulang Penyembuhan Fraktur Primer Penyembuhan Fraktur Sekunder Fase Hematom (Inflamasi) Fase Proliferasi Fase Pembentukan Kalus Fase Konsolidasi Fase Remodeling Biomaterial.. 11 ix

11 2.4 Magnesium (Mg) Metode Equal Channel Angular Pressing Magnesium ECAP Growth Factor/Faktor Pertumbuhan Transforming Growth Factor-Beta (TGFβ) Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGFβ-1) Bone Morphogenetic Protein (BMP) Bone Morphogenetic Protein 2 (BMP-2) Real-Time Polymerase Chain Reaction Prinsip Kerja Polymerase Chain Reaction (PCR) Kerangka Teori.. 26 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL Kerangka Konsep Hipotesis Hipotesis Mayor Hipotesis Minor Identifikasi Variabel Definisi Operasional 28 BAB IV METODE PENELITIAN Desain Penelitian Tempat Penelitian Bahan dan Alat Alur Penelitian Cara Kerja Pemrosesan Mg ECAP. 31 x

12 4.5.2 Kultur Sel Perlakuan Analisis Real-Time RT-PCR Analisa Data. 33 BAB V HASIL PENELITIAN Hasil Ekspresi TGFβ-1 pada Kultur Osteoblas Setelah Ditambahkan Dengan Mg ECAP Terhadap Kontrol Dalam Waktu 1 hari, 3 hari, 7 hari dan 14 hari Hasil Ekspresi BMP-2 pada Kultur Osteoblas Setelah Ditambahkan Dengan Mg ECAP Terhadap Kontrol Dalam Waktu 1 hari, 3 hari, 7 hari dan 14 hari Biakan Sel Osteoblas MG BAB VI PEMBAHASAN 39 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran.. 42 DAFTAR PUSTAKA.. 43 xi

13 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Jenis BMP, ekspresi, dan kegunaannya pada manusia. 19 Tabel 2.2. Karakteristik fungsi dan temporal dari anggota TGFβ superfamily terlihat selama penyembuhan tulang pada hewan. 23 Tabel 5.1. Perbandingan nilai ekspresi TGFβ-1 pada grup kontrol dan perlakuan. 35 Tabel 5.2. Perbandingan nilai ekspresi BMP-2 pada grup kontrol dan perlakuan.. 37 xii

14 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Proses ECAP.. 15 Gambar 2.2. Skema Kerangka Teori. 26 Gambar 3.1. Diagram Kerangka Konsep.. 27 Gambar 4.1. Alur Penelitian.. 31 Gambar 4.2. Persiapan Sampel Penelitian untuk Kelompok Kontrol dan Perlakuan 32 Gambar 5.1. Biakan Sel Osteoblas kontrol dan perlakuan pada hari ke-1, 3, 7 dan xiii

15 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus-kasus trauma pada regio maksilofasial dan kelainan-kelainan dentofasial memiliki dampak secara fisik maupun psikologi bagi pasien. Oleh karena itu, upaya yang optimal harus. dilakukan untuk mengembalikan bentuk dan fungsi secara anatomis maupun estetis dari jaringan lunak dan keras pada daerah maksilofasial. 1 Aspek-aspek yang penting dalam penyembuhan tulang pada fraktur adalah cukupnya vaskularisasi, reduksi secara anatomis. dan imobilisasi dari segmensegmen tulang. 2,3 Saat ini penatalaksanaan pada hampir semua kasus-kasus fraktur maksilofasial adalah dengan pembedahan untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam reposisi fragmen-fragmen tulang. Imobilisasi diperoleh dengan menggunakan fixation plate dan screw. 1,4 Sistem fiksasi yang pertama kali memperoleh stabilitisasi untuk mengembalikan fungsi-fungsi dari tulang maksilofasial dengan baik, dikembangkan pada tahun 1958 oleh Arbeitsgemeinschaft für Osteosynthese fragen (AO), dimana pada awalnya bahan-bahan plate dan screw yang digunakan tersebut terbuat dari bahan chromium cobalt dan stainless steel. 5,6 Lalu titanium mulai diperkenalkan dan dipergunakan secara luas karena memiliki biokompatibilitas terhadap tubuh lebih baik dibandingkan bahan-bahan lain yang dipergunakan sebelumnya. 5.Dengan demikian titanium menjadi pilihan utama yang dipergunakan untuk fiksasi kasus trauma. Titanium juga sangat populer dipergunakan pada kasus rekonstruksi seperti pembuatan mesh pada rekonstruksi maksilofasial dan juga dental implant. Namun titanium memiliki kerugian yang sangat signifikan yaitu titanium plate dan screw tidak dapat diresorbsi oleh tubuh setelah material ini memenuhi fungsinya. Meskipun biokompatibilitasnya baik, titanium tetap dianggap sebagai benda asing oleh tubuh manusia. Pada beberapa penelitian didapatkan konsensus bahwa operasi pengangkatan titanium plate dan screw terkadang diindikasikan.(5-40%), terutama pada pasien anak-anak. 7,8,9 1

16 2 Bahan lain yang dianggap berpotensi untuk digunakan dalam manajemen trauma maksilofasial adalah magnesium (Mg). 10 Juga dianggap merupakan bahan logam yang baik untuk plate dan screw karena kompatibilitasnya, dapat diresorbsi oleh tubuh manusia dan menstimulasi pertumbuhan tulang. Dengan banyaknya sifat yang menguntungkan dalam.material ini, Mg memiliki potensi sebagai material biodegradable. 11,12 Magnesium merupakan suatu unsur kimia yang terdapat dalam tubuh manusia; di dalam orang dewasa terkandung sekitar mg Mg, yang mana terutama banyak ditemukan pada tulang, otot dan jaringan lunak serta merupakan kofaktor untuk banyak enzim dan stabilitas struktur dari DNA dan RNA. 13 Logam ini diketahui dapat mengalami korosi dalam lingkungan fisiologis, dengan kata lain, magnesium dapat terdegradasi dalam siklus sel tubuh manusia. 11 Pada umumnya, material biodegradable memiliki keuntungan dimana operasi untuk pengangkatan material tersebut tidak diperlukan, hemat dan menguntungkan bagi pasien dan.material ini juga dapat digunakan pada kasus anak-anak yang masih pada proses tumbuh kembang. 12 Namun saat ini penggunaan magnesium sebagai bahan biomaterial masih terbentur oleh kecepatan biodegradasi yang perlu dikontrol sehingga dapat sesuai dengan kecepatan penyembuhan jaringan tubuh. Salah satu cara yang telah diteliti untuk mengatasi keterbatasan tersebut dengan mengurangi kecepatan biodegradasi magnesium yaitu dengan metode grain refinement dimana salah satu metode yang mendapatkan banyak perhatian adalah metode equal channel angular pressing (ECAP) yang merupakan suatu proses yang dapat memperkecil partikel yang bermaksud untuk memperkuat struktur mekanis bahan logam tersebut dan juga diharapkan dapat memperlambat proses korosi dan produksi gas hidrogen didalam tubuh. Proses ECAP menghasilkan material ultra fine grain (UFG).dengan teknik severe plastic deformation (SPD). 15 Karayan et al (2011) telah meneliti proses ECAP pada magnesium dengan perlakuan sebanyak 6 siklus pada suhu 573K atau 300ºC dan menghasilkan butiran partikel sebesar 10 μm, yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan magnesium murni tanpa perlakuan yang mempunyai besar partikel sebesar 700 μm. 16

17 3 Nur Aini pada tahun 2012 telah meneliti bahwa, magnesium ECAP yang dipajankan terhadap sel osteoblas secara in vitro.mendapatkan hasil yang positif yaitu meningkatnya pertumbuhan osteoblas. Hal ini menunjukkan tingkat biokompatibilitas yang cukup tinggi dari bahan magnesium. 17 Proses penyembuhan dari fraktur memerlukan koordinasi dari beberapa sistem di dalam tubuh, seperti migrasi, diferensiasi dan aktivasi banyak sel termasuk sel jaringan lunak. 18 Tetapi selama dekade ini, proses penyembuhan tulang hanya terkonsentrasi membahas tentang peran osteoblas. Vaskularisasi membutuhkan oksigen, nutrisi, dan growth factor (GF)/faktor pertumbuhan yang dipergunakan untuk pembentukan awal suatu.penyembuhan secara umum atau pembentukan suatu organ. Dewasa ini proses penyembuhan dari muskuloskeletal 18, 19 memegang peranan penting dari proses rekayasa jaringan tulang. Pembentukan vaskularisasi (angiogenesis) berasal dari suplai darah periosteum setelah dilakukannya tindakan bedah. Sinyal interselular antara sel pembentuk pembuluh darah dan sel pembentuk tulang seperti interleukin-1 (IL-1), interleukin-6 (IL-6), tumor necrosis factor (TNF-a), fibroblast growth factor (FGF), insulin-like growth factor (IGF), platelet-derived growth factor (PDGF), vascular endothelial growth factor (VEGF),.bone morphogenetic protein (BMP) dan transforming growth factor-ß (TGFβ) memegang peranan penting pada integritas, proses perkembangan dan remodelling tulang. 19 Proses penyembuhan tulang adalah suatu proses fisiologis yang kompleks meliputi osteoblas, osteoklas, kondroblas, fibroblas dan sel endotel. Regenerasi dan kalsifikasi tulang terbentuk secara seimbang untuk pembentukan tulang oleh osteoblas dan resorpsi tulang oleh osteoklas. Sintesis tulang dimediasi dengan diferensiasi oleh sel-sel osteoprogenitor. Mekanisme ini berhubungan dengan beberapa faktor pertumbuhan seperti.bmp-2, BMP-7, dan perubahan pertumbuhan faktor β, dengan tambahan IGF-I dan IGF-II, PDGF, FGF, TGFβ, IL-1 dan osteoit yang sebagian besar terdiri dari kolagen tipe I. 20 TGFβ superfamily memiliki aktivitas yang sangat luas selama pembentukan, tumbuh kembang dan perbaikan tulang, dan bekerja secara spesifik, terdiri dari GDF-1, 5, 8, 9, BMP 2-9 dan TGF-ß

18 4 BMP dapat menginduksi sel-sel yang tidak terdiferensiasi pada pembuluhpembuluh darah untuk mengubahnya menjadi osteoblas dan kondrosit sehingga dengan demikian dapat menginduksi.terbentuknya tulang. TGFβ dapat mempengaruhi fungsi-fungsi diferensiatif dan proliferatif dari osteoblas dan kondrosit. BMP dan TGFβ sangatlah banyak terdapat dalam matriks tulang. Kedua faktor pertumbuhan ini memiliki peran yang penting dalam penyembuhan fraktur dan GF ini dapat bekerja sendiri maupun secara sinergis. 22 TGFβ-1 dan TGFβ-2 diproduksi oleh osteoblas dan termasuk dalam matriks tulang yang termineralisasi. TGFβ diekspresikan dalam jumlah yang sangat banyak dalam osteoblas yang matur pada permukaan tulang selama tumbuh kembang tulang dan kalus penyembuhan tulang. BMP-2 meningkatkan ekspresi TGFβ pada osteoblas, TGFβ merangsang.ekspresi BMP-2 pada osteoblas, dan TGFβ dapat meningkatkan aktivitas osteoinduktif BMP, ekspresi BMP-2 dan TGFβ diregulasi oleh sistem umpan balik positif yang mengamplifikasi sinyalsinyal osteoinduktif yang dimulai dari keluarnya dan aktivasi TGFβ dari plateletplatelet untuk menstimulasi pembentukan tulang dan kartilago selama penyembuhan tulang. Walaupun osteoblas dan sel-sel tulang lainnya memproduksi banyak faktor pertumbuhan dan sitokin, pada penelitian ini hanya difokuskan pada TGFβ-1 dan BMP-2 karena faktor pertumbuhan ini.telah memiliki fungsi yang jelas dalam pengaturan proses pembentukan tulang. Mengingat bahan Mg ECAP adalah bahan biomaterial yang dapat di resorbsi tubuh, maka pajanan material ini kepada jaringan tubuh dapat menimbulkan reaksi, baik yang menguntungkan, maupun merugikan, dan hal tersebut belum banyak diteliti. Reaksi jaringan dapat.dilihat dengan menginvestigasi respon sel osteoblast terhadap pajanan Mg ECAP dengan melihat produksi/ekspresi faktor pertumbuhan seperti TGFβ-1 dan BMP-2. Oleh karena itu, penelitian mengenai pengaruh Mg ECAP sebagai material fiksasi potensial terhadap proses inflamasi dan penyembuhan tulang dapat menjadi dasar pengembangan.material alternatif yang memiliki sifat biokompatibilitas yang lebih baik dari material yang sudah dipergunakan sebelumnya.

19 5 1.2 Rumusan masalah 1. Apakah bahan Mg ECAP dapat mempengaruhi produksi TGFβ-1 dan BMP-2 dalam sel osteoblas. 1.3 Tujuan penelitian Tujuan Umum Mengevaluasi ekspresi TGFβ-1 dan BMP-2 pada bahan magnesium ECAP terhadap sel osteoblas Tujuan Khusus 1. Mengevaluasi pengaruh Mg ECAP pada sel osteoblas dengan menghitung nilai ekspresi TGFβ Mengevaluasi pengaruh Mg ECAP pada sel osteoblas dengan menghitung nilai ekspresi BMP Manfaat penelitian 1. Memberikan informasi mengenai karakteristik growth factor dalam osteogenesis dengan melihat ekspresi TGFβ-1 dan BMP-2 khususnya pada magnesium ECAP yang dipajankan dalam sel osteoblas. 2. Hasil yang ditemukan pada penelitian ini dapat berpotensi menjadi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang akan didaftarkan melalui Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI.

20 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penatalaksanaan Trauma Oral dan Maksilofasial Trauma oral dan maksilofasial di Indonesia menempati urutan yang cukup tinggi, dikarenakan tingginya penggunaan kendaraan bermotor roda dua dan kurangnya kesadaran dalam mematuhi tertib berlalu lintas, termasuk penggunaan helm. Walaupun tidak menutup..kemungkinan beberapa kasus trauma maksilofasial dapat terjadi bukan karena diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas. Penanganan kasus trauma ini secara umum adalah reposisi, fiksasi dan immobilisasi. 5 Reposisi adalah suatu teknik untuk memperbaiki kembali keadaan rahang seperti sebelum terjadinya fraktur. Fiksasi adalah tindakan stabilisasi setelah dilakukan reposisi. Pada awalnya wire atau kawat dipakai sebagai material pilihan untuk melakukan fiksasi, namun.seiring dengan berjalannya waktu dan ilmu yang terus berkembang, tindakan tesebut dilakukan dengan menggunakan plate dan screw yang di tanamkan kedalam tulang. Imobilisasi adalah suatu proses yang diperlukan dalam penyembuhan tulang yang memerlukan waktu antara 4-6 minggu. 5 Tindakan fiksasi untuk perawatan fraktur tulang oral dan maksilofasial memerlukan plate dan screw. Material dari plate dan screw beragam. Secara historis kedua komponen tersebut dibuat dari bahan stainless steel dan chromium cobalt. Kemudian bahan titanium mulai.diperkenalkan dan dipergunakan secara luas. Sifat bahan titanium memiliki biokompatibilitas terhadap tubuh lebih baik dibandingkan bahan-bahan lain yang dipergunakan sebelumnya. 6 Oleh karena itu, titanum sering diteliti dan dilaporkan oleh banyak jurnal dalam beberapa dekade terakhir, sehingga sifat-sifat titanium cukup banyak diketahui. Dengan demikian bahan titanium menjadi pilihan utama yang dipergunakan untuk fiksasi kasus trauma. Titanium juga sangat populer dipergunakan pada kasus rekonstruksi seperti pembuatan mesh pada rekonstruksi maksilofasial dan juga dental implant. 6

21 7 Walau begitu, titanium juga memiliki beberapa kerugian, diantaranya yaitu pada beberapa pasien yang memiliki jaringan lunak yang tipis, permukaan plate dan screw yang besar dapat dirasakan oleh pasien. Dehiscence dapat juga terjadi pada keadaan-keadaan dimana mukosa atau kulit yang menutupinya sangat tipis. Kemudian bending plate yang tepat.merupakan hal yang penting untuk reposisi yang baik pada fragmen tulang. Hal ini sangatlah membutuhkan waktu yang banyak, terutama saat penggunaan plate yang besar. Plate dan screw titanium mengganggu teknik radiografis, seperti computed tomography (CT) dan magnetic resonance imaging (MRI). Hambatan dalam tindakan radioterapi juga sangat merugikan. Plate dan screw dapat menghambat sinar radioterapi sehingga perawatan menjadi tidak adekuat. Titanium plate dan screw juga tidak dapat diresorbsi oleh tubuh setelah material ini memenuhi fungsinya. Meskipun biokompatibilitasnya baik, titanium.tetap dianggap sebagai benda asing oleh tubuh manusia. Pada beberapa penelitian didapatkan konsensus bahwa operasi pengangkatan plate dan screw terkadang diindikasikan (5-40%), terutama pada pasien anak-anak. 7,8,9 Selain titanium, bahan polimer juga banyak dipergunakan sebagai bahan fiksasi pada kasus kasus trauma. Bahan polimer dapat terdegradasi atau teresorbsi dalam siklus sel tubuh. 22,23 Dengan sifat tersebut, bahan ini dipergunakan untuk kasus trauma pada anak-anak yang masih dalam tahap pertumbuhan. Namun, kekurangan bahan ini adalah tidak memiliki sifat mekanis yang baik, sehingga pemakaiannya hanya terbatas pada.fiksasi midfasial saja. Penggunaan polimer banyak dilaporkan sebagai bahan yang cukup memuaskan untuk solusi trauma maksilofasial. 2.2 Proses Penyembuhan Tulang Proses ini bergantung pada umur dan kompleksitas dari trauma dimana dimulai segera setelah fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakankerusakan yang dialaminya. Penyembuhan didefinisikan sebagai restorasi dari kesatuan awal. Secara klinis tujuan ini dicapai ketika struktur tulang dapat kembali ke fungsi semula, walaupun.apabila pada struktur di level mikroskopis belum mencapai penampilan tulang yang baik. Secara biologis, sangat tergantung

22 8 pada peran dari sel-sel yang berpartisipasi pada setiap tahapnya, aktivitas ini tentu harus didukung oleh suplai darah yang adekuat. Proses ini sangat bergantung pada faktor mekanis, dimana terdapat pergerakan interfragmen yang menyebabkan suplai darah terganggu. 5 Penyembuhan fraktur dibagi atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder Penyembuhan Fraktur Primer Penyembuhan fraktur primer ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Kontinuitas.mekanis sangatlah dibutuhkan dimana tulang pada salah satu sisi korteks haruslah berkontak langsung menyatu dengan tulang pada sisi lainnya sehingga terjadi internal remodelling dari sistem haversian dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah. Ada 3 persyaratan remodeling haversian pada tempat fraktur adalah pelaksanaan reduksi yang tepat, fiksasi yag stabil dan eksistensi suplai darah yang cukup. Remodeling heversian aktif terlihat pada sekitar minggu keempat fiksasi. 2,5, Penyembuhan Fraktur Sekunder Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periosteum dan jaringanjaringan lunak eksternal. Proses ini.secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling Fase Hematom (Inflamasi) Berlangsung selama beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cedera dan pembentukan hematoma di tempat.patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah sehingga terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekspresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk menstimulasi pembentukan periosteal osteoblas dan osifikasi intra membran pada tempat fraktur, pembelahan sel dan migrasi menuju

23 9 tempat fraktur, dan kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi endokondral yang mengiringinya. Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan.pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya, berperan juga faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2-3 minggu. 5, Fase proliferasi Berlangsung dalam waktu 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblas dan osteoblas. Fibroblas dan osteoblas (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat fraktur tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Fase ini dimulai.pada minggu ke 2-3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke Fase pembentukan kalus Fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan tulang rawan. Sebenarnya.tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan woven bone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain hingga celah terhubungkan. Bentuk kalus dan volume yang dibutuhkan untuk efek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satunya yang paling dominan adalah TGF-ß1 yang menunjukkan.keterlibatannya dalam pengaturan diferensiasi dari osteoblas dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu VEGF yang berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan

24 10 fraktur. Proses cepatnya pembentukan kalus lunak yang kemudian berlanjut sampai fase remodelling adalah masa kritis untuk keberhasilan penyembuhan fraktur. 5, Fase konsolidasi Dengan adanya aktifitas osteoklas dan osteoblas yang terus menerus, tulang yang immatur (woven bone) diubah menjadi matur (lamellar bone). Keadaan ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklas dapat.menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblas yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal Fase remodeling Fraktur yang telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terusmenerus lamella yang tebal akan terbentuk pada.sisi tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anakanak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologis. 2,5,6 Disamping itu, penyembuhan tulang juga.merupakan suatu proses yang sangat kompleks dimana banyak growth factor dan sitokin yang terlibat disana. Bermacam-macam jenis protein yang berperan penting dalam proses ini telah diisolasi dan diteliti untuk melihat potensi terapetik dalam regenerasi tulang, termasuk bone morphogenetic protein (BMP), transforming growth factor-beta (TGF-ß), fibroblast growth factor (FGF), insulin-like growth factor (IGF), vascular endothelial growth factor (VEGF), platelet-derived growth factor (PDGF), epidermal growth factor, parathyroid hormone (PTH/PTHrP) dan interleukin (IL).

25 Biomaterial Biomaterial adalah semua material, baik sintetik maupun alami yang digunakan untuk menggantikan atau memperbaiki fungsi jaringan tubuh, baik secara berkelanjutan atau sekedar bersentuhan.dengan cairan tubuh. 24 Biomaterial secara luas telah banyak digunakan dibidang kesehatan baik di bidang kedokteran maupun kedokteran gigi. Penggunaannya dapat ditelusuri dari jaman dahulu kala, pada mumi di Mesir banyak ditemukan mata, hidung, telinga, gigi dan hidung buatan. 25 Selama berabad-abad, kemajuan material sintetik, teknik bedah dan metode sterilisasi telah memudahkan penggunaan biomaterial-biomaterial dalam berbagai cara. Tujuan penggunaan Biomaterial.ini adalah untuk meningkatkan kualitas hidup seseorang sehingga mencapai taraf kesehatan yang lebih baik. 26 Sebuah material yang dapat digunakan sebagai biomaterial harus memiliki beberapa persyaratan, yang utama dan terpenting adalah biomaterial tersebut harus biokompatibel, biomaterial ini harus tidak memperlihatkan respon yang merugikan dari tubuh, harus tidak beracun dan non karsinogenik. Persyaratan ini mengeliminasi banyak material teknik yang.dapat digunakan. Selain itu, biomaterial harus memiliki sifat fisik dan mekanik yang memadai untuk berfungsi sebagai pengganti atau pengganda dari jaringan tubuh. Untuk aplikasi secara klinis, biomaterial tersebut harus dapat dengan mudah dibentuk atau dilakukan proses pemesinan kedalam beberapa bentuk, mempunyai harga yang relatif murah dan bahan bakunya banyak tersedia di pasaran. 27 Terdapat berbagai macam material plate dan screw yang umum digunakan, material logam seperti baja tahan karat, cobalt alloy, dan titanium, hingga material resorbable berbahan dasar polimer. Setiap material tersebut memiliki berbagai kelebihan dan kekurangan. Beberapa tahun.terakhir, banyak penelitian yang menemukan bahwa magnesium berpotensi sebagai salah satu material yang dapat di aplikasikan pada jaringan keras. 2.4 Magnesium (Mg) Logam magnesium pertama kali diproduksi oleh Sir Humprey Davy di Inggris pada tahun 1808 ketika berusaha untuk mereduksi magnesium oksida dengan potasium. Produksi magnesium secara.industri pertama kali dilakukan

26 12 oleh Deville dan Caron di Perancis pada tahun 1863 ketika mereka menggunakan natrium untuk mereduksi campuran magnesium klorida dan kalsium florida. Tetapi beberapa dekade sebelumnya, pada tahun 1833, Michael Faraday telah mengekstraksi magnesium dengan cara elektrolisis dari magnesium klorida dan pada tahun 1852, Robert Bunsen telah mengembangkan sel elektrolisis untuk tujuan ini. Produksi magnesium untuk tujuan.komersial pertama kali dilakukan di Jerman pada tahun 1886 oleh Greisheim Electron dan di Amerika pada tahun 10, oleh General Electric. Logam ini menempati urutan kedelapan elemen terbanyak berdasarkan massa di muka bumi. Namun di alam tidak pernah ditemui magnesium dalam bentuk logam murni. Magnesium dapat ditemui di alam dalam magnesit sebagai senyawa magnesium karbonat (MgCo 3 ), brucite sebagai senyawa magnesium hidroksida (Mg(OH) 2 ), carnalite sebagai senyawa garam.magnesium klorida (MgCl 2 ), serpentin sebagai senyawa magnesium silikat (MgSiO 3 ), dan pada air laut sebagai 14, 29 senyawa magnesium klorida. Magnesium merupakan unsur kimia yang memiliki simbol Mg, nomor atom 12 dan massa atom 24,31. Pada tabel periodik, magnesium termasuk golongan periodik alkali tanah. Magnesium murni mempunyai ciri fisik berwarna putih keperakan, termasuk logam dengan berat ringan yang hanya 2/3 dari berat logam aluminium. Magnesium mempunyai densitas.sebesar g cm -3, titik lebur 10, 14 sekitar 923 K (650ºC, 1202ºF), titik didih 1363 ºC, 1994 ºF). Mg terkorosi jika ditempatkan pada udara terbuka. Meskipun tidak seperti golongan logam alkali, penyimpanan logam magnesium pada wadah bebas oksigen tidak diperlukan. Logam magnesium akan membentuk lapisan magnesium oksida pada permukaannya yang akan mencegah oksidasi lapisan di bawahnya. Lapisan oksida ini cukup impermeable dan sulit untuk dihilangkan. Magnesium bereaksi dengan air pada suhu ruang, meskipun bereaksi sangat lambat apabila dibandingkan dengan kalsium. Magnesium bereaksi dengan asam hidroklorida menghasilkan gas hidrogen.yang disertai dengan penglepasan 13, 14 panas. Magnesium merupakan kation nomor empat terbanyak di tubuh manusia, dan kation intraseluler nomor dua paling umum setelah potassium. Dalam tubuh

27 13 manusia, terkandung sekitar 24 gram magnesium dengan 60% berada di dalam tulang, 39% intraseluler 20% di otot, dan 1% ekstraseluler. Tingkat serum mmol/l atau meq/l. Magnesium juga merupakan kofaktor dari berbagai macam enzim, level magnesium ekstraseluler dalam tubuh berkisar antara 0.7 mmol/l dan 1.05 mmol/l, yang.dijaga kadarnya dalam tubuh oleh ekskresi ginjal dan intestinal. Jika serum magnesium melebihi 1.05 mmol/l dapat terjadi paralisis otot, hipotensi dan gangguan respirasi, dan apabila kadarnya mencapai 6-7 mmol/l dapat terjadi cardiac arrest. Kelebihan magnesium sangat jarang terjadi karena terekskresikan melalui urin. 14 Penggunaan Mg untuk aplikasi osteosintesis dimulai dari awal abad ke 20. Pada tahun 1906, Lambotte menggunakan Mg sebagai material implant untuk fiksasi fraktur tulang. Dia menggunakan Mg plate murni yang dikombinasikan dengan paku baja berlapiskan emas untuk.fiksasi fraktur tulang kaki. Karena terjadinya korosi glavanik, plate Mg terdegradasi cepat, dalam waktu 8 hari, dan gas dalam jumlah besar terlihat dibawah kulit. Namun, dia menyimpulkan bahwa Mg dapat diresorbsi oleh tubuh. Semenjak itu, penelitian mengenai Mg banyak dilakukan pada hewan dan manusia menggunakan berbagai macam alloy. Pada tahun 1913, Hey Groves melihat terjadinya.peningkatan pembentukan kalus setelah penggunaan Mg sebagai pasak intramedular, tapi juga tingkat degradasi yang cepat dan fraktur pada pasaknya tersebut. Sehingga dia menyatakan bahwa magnesium tidak cocok untuk fiksasi fraktur biasa dan menyarankannya untuk fraktur lama yang tidak menyatu. Pada tahun 1934, Verbrugge meneliti Mg-8Al alloy dan mendapatkan bahwa tingkat degradasinya lambat dan terjadi pertumbuhan kalus, magnesium juga teresorbsi semuanya, tidak toksik maupun iritan, memiliki efek anestetik dan hydrogen yang keluar tidak membahayakan. Penemuan yang sama juga dilaporkan oleh McBride yang menggunakan Mg-4Al- 0.3Mn. Dia menyatakan magnesium cocok.untuk tulang kortikal keras dan membatasi penggunaan Mg pada fraktur yg oblik atau fraktur kondil. Selanjutnya hanya sedikit penelitian yang dilakukan dan membutuhkan waktu lebih dari 50 tahun, sampai permulaan abad ke 21, penelitian-penelitian baru mengenai 10, 11, 14, 29 penggunaan Mg sebagai biomaterial dimulai.

28 Metode Equal Channel Angular Pressing (ECAP) Equal-channel angular pressing (ECAP), dikenal juga dengan equal-channel angular extrusion (ECAE), pertama kali diperkenalkan oleh Segal, dkk pada tahun 1977 di Minsk, Uni Soviet. Tujuan utama pada saat itu adalah, untuk mengembangkan proses pembentukan logam dimana strain yang tinggi mungkin diperkenalkan pada potongan logam.dengan shear sederhana. Walaupun tujuannya telah tercapai, perkembangan awal dari metode ini hanya mendapat perhatian yang terbatas dalam komunitas ilmuwan. 30 Dalam dua dekade terakhir, ECAP telah berkembang dari teknik pemrosesan logam yang minor, menjadi teknik yang diakui dan terkenal untuk mendapatkan grain refinement yang sangat signifikan dari berbagai metal dan alloy. Berawal dari pertengahan tahun 1990-an, pemrosesan ECAP telah menarik perhatian para peneliti dari berbagai laboratorium dan.aktif diteliti dalam berbagai bidang. Perkembangan ini termasuk tidak hanya aplikasi ECAP dalam beberapa jenis logam dan alloy tetapi juga penetapan dari prinsip-prinsip dasar dari ECAP terhadap microstructural refinement. Proses ECAP sampai saat ini merupakan prosedur ekstrusi material yang paling menjanjikan dengan menggunakan channel dies khusus tanpa adanya perubahan.substansial dalam geometri untuk 15, 30 memproduksi material ultra fine grain (UFG). Pemilihan proses ECAP didasarkan pada alasan sebagai berikut yaitu proses ECAP adalah proses paling efektif diantara proses severe plastic deformation (SPD), relatif tidak terjadi perubahan penampang melintang, peningkatan kekuatan material dapat dilakukan pada.temperatur rendah, dan mudah terintegrasi dalam industri serta mampu menghasilkan produk dalam skala bulk atau batangan. 15 ECAP merupakan proses spesimen (sample) diberikan regangan plastis melalui penekanan dalam cetakan beralur khusus. Cetakan mempunyai dua alur laluan pada bagian dalam dengan luas penampang.yang sama seperti ditunjukkan pada gambar 1. 15

29 15 Gambar 2.1. Proses ECAP (sumber gambar : Valiev RZ, Langdon TG. Principles of equal-channel angular pressing as a processing tool for grain refinement. Progress in Materials Science 2006;51(7): ) 2.6 Magnesium ECAP Karayan et al menemukan bahwa proses ECAP dari magnesium murni dengan ukuran grain awal sekitar 700 μm menggunakan cetakan dengan sudut internal 120 dan sudut siku (ψ) 20 dalam temperatur 573K menghasilkan butiran-butiran halus (10μm) yang homogen setelah 6 kali siklus proses ECAP. Grain awalnya dibentuk pada permukaan setelah dua kali siklus ECAP. Hasil ini sesuai dengan pemeriksaan morfologi permukaan dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) yang menunjukkan permukaan.yang rata dan pit-free. Proses ECAP dan peningkatan bagian dari butiran-butiran halus telah sukses menurunkan densitas korosi dari 172 μa pada sampel awal hingga menjadi 5 μa pada sampel ECAP setelah 6 kali siklus proses ECAP, sehingga dengan demikian dapat menghambat proses degradasi atau korosi dari bahan magnesium Growth Factor/ Faktor Pertumbuhan Growth factor (GF) adalah suatu substansi yang terbentuk secara alami dan memiliki kemampuan untuk menstimulasi.pertumbuhan sel, proliferasi dan diferensiasi sel. Biasanya itu adalah protein atau hormon steroid. Faktor pertumbuhan sangatlah penting untuk regulasi segala macam proses sel. 17 Faktor pertumbuhan biasanya bertindak sebagai molekul sinyal antara sel-sel, contohnya adalah sitokin dan hormon yang berikatan dengan reseptor spesifik pada permukaan sel targetnya serta mendorong diferensiasi dan maturasi sel, yang bervariasi diantara faktor pertumbuhan, sebagai contoh BMP menstimulasi

30 16 diferensiasi sel tulang, sementara FGF dan.vegf menstimulasi diferensiasi pembuluh darah (angiogenesis). Proses penyembuhan dari fraktur memerlukan koordinasi dari beberapa sistem di dalam tubuh, seperti migrasi, differensiasi dan aktivasi banyak sel termasuk sel jaringan lunak. 17 Tetapi selama dekade ini, proses penyembuhan tulang hanya terkonsentrasi membahas tentang peran osteoblas. Vaskularisasi membutuhkan oksigen, nutrisi, dan faktor pertumbuhan yang dipergunakan untuk pembentukan awal suatu penyembuhan secara umum atau pembentukan suatu organ. Dewasa ini proses penyembuhan dari muskuloskeletal memegang peranan penting dari proses rekayasa jaringan tulang. Pembentukan vaskularisasi (angiogenesis) berasal dari suplai darah periosteum setelah dilakukannya tindakan bedah. Sinyal interselular antara sel pembentuk pembuluh darah dan sel pembentuk tulang seperti IL-1, IL-6, TNF-a, FGF, IGF, PDGF, VEGF, BMP dan TGFβ.memegang peranan penting pada integritas, proses perkembangan dan remodelling tulang. 18 Proses penyembuhan tulang atau osifikasi yang dikenal sebagai bone remodelling adalah suatu proses fisiologis yang kompleks meliputi osteoblas, osteoklas, kondroblas, fibroblas dan sel endotel. Regenerasi dan kalsifikasi tulang terbentuk secara seimbang untuk pembentukan tulang oleh osteoblas dan resorpsi tulang oleh osteoklas. Sintesis tulang dimediasi dengan diferensiasi oleh sel-sel osteoprogenitor. Mekanisme ini berhubungan dengan beberapa growth factor seperti TGFβ dan BMP, dan beberapa.faktor-faktor terkait, seperti GDF5, cartilage-derived morphologenetic protein (CDMP), noggin, chordin dan connective tissue growth factor (CTGF). Sistem bone remodelling merupakan suatu fenomena yang kompleks serta berbagai sistem GF untuk sel-sel target osteoprogenitor Transforming Growth Factor-Beta (TGFβ) TGFβ berasal dari TGF-ß superfamily, dimana famili protein terdiri dari tiga isoform TGFβ (TGFβ-1 hingga TGFβ-3), BMP, GDF, aktivin, inhibin dan substansi Müllerian yang mengatur tumbuh.kembang dan diferensiasi dari berbagai macam tipe sel termasuk osteoblas. TGFβ mempengaruhi aktivitas sel

31 17 secara luas termasuk proliferasi, diferensiasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Menurut Pfeilschifter dkk (1990), gen ini merupakan faktor kemotaktik poten yang merekrut beberapa tipe sel yang berbeda ke tempat terjadinya penyembuhan, perbaikan dan inflamasi serta juga merekrut prekursor-prekursor osteoblas ke tempat pembentukan tulang. 21 Penelitian yang dilakukan oleh Giannoudis dkk (2007) memperlihatkan adanya ekspresi dari PDGF, αfgf, ßFGF dan TGFβ pada saat pembentukan dan perkembangan kalus pada fraktur. 19 TGFß-1 dan TGFß-2 diproduksi oleh osteoblast dan tergabung kedalam matriks tulang yang termineralisasi. TGFß-1 terekspresikan sangat tinggi pada osteoblast yang matur di permukaan tulang saat.pertumbuhan dan perkembangan 19, 23 tulang, dan saat kalus penyembuhan fraktur tulang. TGFβ telah diteliti dapat menghambat dan menstimulasi proliferasi sel osteoblas secara in vitro, tergantung dari konsentrasi gen tersebut, densitas sel, spesies dan tingkat diferensiasi osteoblas. 22 Pada.beberapa penelitian didapatkan bahwa TGFβ dapat meningkatkan ekspresi marker diferensiasi osteoblas, seperti alkaline fosfatase, kolagen type I dan osteonektin, walaupun TGFβ menghambat sintesis osteokalsin pada osteoblas di manusia. TGFβ juga meningkatkan ekspresi kolagen dan alkaline fosfatase pada osteoblas.manusia normal, dan secara sinergis meningkatkan induksi 1,25-dihydrixyvitamin D3 dari alkaline fosfatase. Penelitian awal dari aktivitas TGFβ pada tulang secara in vivo memperlihatkan peningkatan pembentukan tulang periosteal. Sementara aktivitas osteoinduktif TGFβ lebih kurang dibandingkan dengan BMP, namun TGFβ mengkomplemen aktivitas osteoinduktif dari BMP. 34 Pada penelitian dengan hewan, aplikasi.lokal dari TGFβ mendorong terjadinya penyembuhan tulang pada defek di tulang kepala dan fraktur tibia dan aplikasi TGFβ yang terus menerus dapat meningkatkan pembentukan tulang dan penyembuhan fraktur, memberi kesan bahwa TGFβ dapat merupakan agen terapetik yang potensial untuk perbaikan fraktur tulang. 2.9 Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGFβ-1) TGFβ-1 merupakan salah satu polipeptida TGFβ superfamily dari sitokin, yang melakukan banyak fungsi selular, termasuk control pertumbuhan sel,

32 18 proliferasi sel, diferensiasi sel dan apoptosis. Pada manusia, TGFβ-1 dikodekan oleh gen TGFβ Dan pertama kali diidentifikasi dalam trombosit manusia sebagai protein dengan massa molekuler sebesar 25.kilodalton dengan perannya yang cukup besar pada penyembuhan luka. Dikarakterisasi sebagai prekursor protein (mengandung 390 asam amino) yang diproses proteolitik untuk memproduksi peptide yang matur terdapat 112 asam amino serta memainkan peran dalam kontrol sistem imun, dan memperlihatkan aktifitas yang berbeda pada tipe-tipe sel yang berbeda. 31 Dalam proses penyembuhan luka dan fraktur, dalam tahap inflamasi terbentuk adanya suatu kondisi asam yang secara bersamaan dengan fragmenfragmen proteolitik dari sistem plasminogen, membantu pengeluaran TGFβ-1 dan mengatur sistem umpan balik positif yang mengamplifikasi aktivasi TGFβ-1 dari platelet, dan menstimulasi pembentukan kartilago dan tulang. Reaksi inflamasi bertindak sebagai modulator multipotensial dan inisiator dari proses penyembuhan dan merupakan hal yang berguna dalam penyembuhan tulang. TGFβ-1 merupakan pengatur autokrin yang penting dan multifungsi dalam pembentukan tulang. Banyak penelitian yang menemukan bahwa gen ini.dapat menurunkan komponen selular dari alkaline fosfatase, osteokalsin, osteopontin, kolagen I dan ekspresi mrna BMP-2. Hal ini membuktikan bahwa TGFβ-1 merupakan suatu stimulan tumbuh kembang tulang yang baik pada level pre-osteoblas, yang mana dibutuhkan untuk perkembangan sel-sel sepanjang masa diferensiasinya. TGFβ-1 menstimulasi sintesis DNA dan penggandaan sel-sel osteoprogenitor dan bersifat kemotaksis pada sel-sel mesenkim dan osteoblas untuk pengerahan sel-sel osteogenik ke tempat-tempat terjadinya pembentukan tulang dan remodelling Bone Morphogenetic Protein (BMP) Pertama kali ditemukan tahun 1965 oleh Urist ketika dia mengobservasi terbentuknya tulang kecil baru setelah penanaman matrik tulang yang telah didemineralisasi pada kelinci. 33 BMP adalah suatu sitokin yang merupakan bagian dari TGF-ß superfamily. Berbagai fungsi BMP telah diidentifikasi pada manusia.seperti terlihat pada Tabel 2.1.

33 19 BMP Ekspresi pada Manusia Fungsi pada Manusia BMP-1 BMP-2 BMP-3 (osteogenin) BMP-3b (GDF10) BMP-4 BMP-5 BMP-6 BMP-7 BMP-8a Timus, sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, jantung, otot skeletal, ginjal, paru-paru, hati Limpa, ginjal, paru-paru, pankreas Timus, sumsum tulang, limpa, otak, jantung, otot skeletal, pankreas, prostat Otak, saraf tulang belakang, otot skeletal, pankreas, prostat Timus, sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, jantung, otot skeletal, ginjal, paru-paru, hati, pankreas, prostat Timus, sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, jantung, otot skeletal Timus, sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, jantung, otot skeletal, ginjal, paru-paru, hati, pankreas, prostat Timus, sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, jantung, otot skeletal, ginjal, paru-paru, hati, pankreas, prostat Timus, sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, jantung, otot skeletal, ginjal, paru-paru, hati, pankreas, prostat Metalloprotease yang membelah COOH-propeptida dari prokollagen I, II, and III/menginduksi pembentukan tulang rawan/membelah antagonis BMP Regenerasi dan perbaikan tulang Regulator negatif untuk morfogenesis tulang Regulasi diferensiasi sel/ morfogenesis tulang Regenerasi dan perbaikan tulang/ pembentukan ginjal Tumbuh kembang limb/ morfogenesis tulang dan kartilago/ development/bone and cartilage morphogenesis/connecting soft tissues Hipertrofi kartilago Tumbuh kembang sistem saraf Perbaikan dan regenerasi tulang/ pembentukan ginjal dan mata/ tumbuh kembang sistem saraf Morfogenesis tulang/ Spermatogenesis

34 20 BMP-8b Sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, jantung, otot skeletal, ginjal, paru-paru, hati, pankreas Spermatogenesis BMP-9 Hati Morfogenesis tulang/ tumbuh kembang neuron kolinergik/ metabolisme glukosa/ antiangiogenesis BMP-10 BMP-11 Timus, sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, jantung, otot skeletal, ginjal, paru-paru, hati, pankreas, prostat Timus, sumsum tulang, limpa, otak, saraf tulang belakang, pankreas Morfogenesis jantung Pembentukan dentin, jaringan saraf dan mesodermal Tabel 2.1. Jenis BMP, ekspresi, dan kegunaannya pada manusia (sumber tabel: Sakou T. Bone Morphogenetic Proteins: From Basic Studies to Clinical Approaches. Bone 1998; 22(6): ) BMP memiliki peran yang sangat penting dalam embriogenesis dan perbaikan jaringan-jaringan skeletal dan non-skeletal pada orang dewasa. Banyak penelitian yang membuktikan peran gen ini sebagai pengatur induksi tulang, maintenance dan perbaikan, selain juga dalam tumbuh kembang embrio pada mamalia. BMP terutama berhubungan dalam pembentukan tulang dan tulang rawan (kartilago), meskipun BMP 8b, 10 dan 15 tidak memiliki peran.dalam proses ini dan BMP 12, 13 dan 14 disebut cartilage-derived morphogenetic protein (CDMP) karena menginduksi fenotipe kondrogenik daripada osteogenesis, sedangkan peran induksi tulang saat pembentukan tulang telah banyak diamati pada BMP 2, 4, 6, 7 dan 9. BMP bekerja melalui mekanisme autokrin atau parakrin dengan mengikat permukaan reseptor-reseptor sel. Diferensiasi dari osteoprogenitor sel-sel mesenkim dan peningkatan komponen selular dari osteoblas terjadi dibawah pengaruh dari sitokin-sitokin dan faktor-faktor pertumbuhan yang diekspresikan dengan secara langsung maupun tidak langsung.oleh BMP yang bekerja pada tingkatan transkripsional.

35 21 BMP terlibat dalam pengaturan diferensiasi dan proliferasi sel mesenkim dengan menstimulasi intracellular signaling pathway. Sinyal BMP ditransmisikan oleh reseptor membran plasma ke nukleus melalui signaling pathway yang terbagi dalam dua grup, Smad dan non-smad pathway. Gen tersebut memainkan peranan penting dalam proses pembentukan tulang dan remodelling tulang. Aktivitas morfogenetik dari matriks tulang terlihat jelas hanya setelah tahap demineralisasi, yang terjadi dengan kerja yang terkontrol dari osteoklas. IGF-I, IGF-II, TGFβ-1, TGFβ-2, PDGF, FGF, BMP diproduksi dan menjadi satu kedalam matriks tulang yang bertindak.sebagai reservoir Bone Morphogenetic Protein 2 (BMP-2) BMP-2 seperti bone morphogenetic protein lainnya, memainkan peranan yang penting dalam tumbuh kembang tulang dan tulang rawan (kartilago), meliputi hedgehog pathway, TGF beta signaling pathway dan pada interaksi reseptor sitokin. BMP-2 merupakan BMP osteoinduktif, telah memperlihatkan potensinya menginduksi diferensiasi osteoblas pada berbagai tipe sel. Disamping itu juga dapat meningkatkan komponen selular dari ekspresi gen Id (inhibitor of differentiation) pada sel-sel osteoblas dan menaikkan.ekspresi fenotip spesifiknya. Dalam penyembuhan luka, BMP-2 juga dapat merangsang kemotaksis dari monosit dan menstimulasi ekspresi mrna TGFβ-1. Selama penyembuhan fraktur, BMP-2 mempengaruhi sel-sel prekursor untuk menjadi kondroblas dan mengekspresikan protein-protein yang dibutuhkan untuk memproduksi anyaman tulang. Mekanisme bagaimana TGFβ-1 dapat menghambat keluarnya BMP-2 pada sel-sel stromal sumsum tulang manusia masihlah belum jelas. BMP merangsang diferensiasi sel stem mesenkim menjadi sel-sel osteoblas dan meningkatkan diferensiasi dan fungsi dari sel tersebut. BMP-2 merangsang osteoblas dengan ikatan pada reseptor tipe I pada sel-sel stem mesenkim menghasilkan suatu tahapan yang melibatkan fosforilasi dari transaktivator spesifik, seperti smad 1, 5 dan 8, yang berhubungan dengan smad 4 yang kemudian pindah ke nukleus. TGFβ-1 tidak mengikat kepada reseptor BMP-2.walaupun keduanya

36 22 menggunakan smad sebagai mediator dari mekanisme penghantar sinyal. Akan tetapi, ada kemungkinan bahwa beberapa reseptor yang ditempati oleh TGFβ-1 dapat mempengaruhi ikatan BMP-2 terhadap reseptornya. Kemungkinan kedua bagaimana TGFβ-1 dapat menghambat keluarnya BMP-2 adalah bahwa TGFβ-1 pada konsentrasi yang tinggi dapat menginduksi sintesa.protein oleh sel-sel stem mesenkim yang dapat memblokir aktivitas BMP Menurut Gazzerro dkk, dua protein seperti noggin dan chordin dapat memblokir aktivitas BMP-2 dan BMP-4 dengan menghambat ikatan reseptornya. 42 Oleh karena itu hal ini memungkinkan bahwa konsentrasi TGFβ-1 yang tinggi dapat merangsang sintesa noggin atau chordin, yang mana nantinya akan menghambat aktivitas BMP-2. Dari penelitian Gazzerro dkk juga terlihat bahwa TGFβ-1 dapat meningkatkan sintesa noggin pada sel-sel stem mesenkim. 42 BMP-2 ini juga telah terbukti dapat menstimulasi produksi tulang. Recombinant human protein (rhbmp-2) saat ini tersedia untuk penggunaan bagi ortopedi di Amerika Serikat. Implantasi BMP-2 dalam collagen sponge menginduksi pembentukan tulang baru dan dapat digunakan untuk tata laksana defek tulang, delayed union dan non-union. Pada.bidang Bedah Mulut dan Maksilofasial serta Implan gigi mendapatkan keuntungan yang cukup besar dikarenakan adanya BMP-2 yang dijual secara komersil.

37 23 Tabel 2.1. Karakteristik fungsi dan temporal dari anggota TGFβ superfamily terlihat selama penyembuhan tulang pada hewan (Sumber tabel: Dimitrou R, Tsiridis E, Giannoudis PV. Current concepts of molecular aspects of bone healing. Injury 2005;36(12): Real-Time Polymerase Chain Reaction Real-Time Polymerase Chain Reaction atau Quantitative Real-Time Polymerase Chain Reaction (Q-PCR) merupakan.suatu teknik laboratoris berdasarkan PCR yang digunakan untuk mengamplifikasi dan menghitung molekul DNA secara simultan.

38 24 PCR sendiri merupakan metode perbanyakan (replikasi) DNA secara enzimatik tanapa menggunakan organisme. Dengan teknik ini, DNA dapat dihasilkan dalam jumlah besar dengan waktu relatif singkat sehingga memudahkan berbagai teknik lain yang menggunakan DNA. Teknik PCR dirintis oleh Kary Mullis pada tahun Penerapan.teknik ini banyak dilakukan di bidang biokimia dan biologi molekuler karena relatif murah dan hanya memerlukan jumlah sampel yang kecil. 34 Real-Time PCR memungkinkan deteksi sekaligus kuantifikasi sampel DNA. Prosedurnya mengikuti prinsip umum dari PCR dimana karakteristik utamanya adalah jumlah DNA yang teramplifikasi dideteksi.pada saat bersamaan dengan proses amplifikasi. Hal inilah yang membedakannya dengan PCR standar dimana produk hasil reaksi baru terdeteksi di akhir siklus Prinsip Kerja Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR melibatkan banyak siklus yang masing-masing terdiri dari tiga tahap berurutan: Denaturasi (Pemisahan) Selama proses denaturasi, DNA untai ganda.akan membuka menjadi dua untai tunggal. Hal ini disebabkan karena suhu denaturasi yang tinggi memyebabkan putunya ikatan hidrogen diantara basa-basa yang komplemen. Pada tahap ini, seluruh reaksi enzim tidak berjalan, misalnya reaksi polimerisasi pada siklus yang sebelumnya. Denaturasi biasanya dilakukan antara suhu 90ºC - 95ºC Penempelan Primer Pada tahap penempelan primer (annealing), primer akan menuju daerah yang spesifik yang komplemen dengan urutan primer. Pada proses annealing ini, ikatan hidrogen akan terbentuk antara primer dengan urutan komplemen pada template. Proses ini biasanya dilakukan pada suhu 50ºC - 60ºC. Selanjutnya, DNA polymerase akan berikatan sehingga ikatan hidrogen tersebut akan menjadi sangat kuat dan tidak akan putus kembali apabila.dilakukan reaksi polimerisasi selanjutnya.

39 Reaksi Polimerisasi (Extension/Elongation) Umumnya, reaksi polimerisasi atau perpanjangan rantai ini, terjadi pada suhu 72ºC. Primer yang telah menempel tadi akan mengalami perpanjangan pada sisi 3 nya dengan penambahan dntp yang komplemen dengan templat oleh DNA polymerase. Jika siklus dilakukan berulang-ulang maka daerah yang dibatasi oleh dua primer akan diamplifikasi secara eksponensial, sehingga mencapai jumlah copy yang dapat dirumuskan dengan (2n)x, dimana n adalah jumlah siklus dan x adalah jumlah awal molekul DNA. Jadi, seandainya ada 1 copy DNA sebelum siklus berlangsung, setelah satu siklus, akan.menjadi 2 copy, sesudah 2 siklus akan menjadi 4, sesudah 3 siklus akan menjadi 8 kopi dan seterusnya. Sehingga perubahan ini akan berlangsung secara eksponensial. PCR dengan menggunakan enzim Taq DNA polimerase pada akhir dari setiap siklus akan menyebabkan penambahan satu nukleotida A pada ujung 3 dari potongan DNA yang dihasilkan. Sehingga nantinya produk PCR ini dapat di kloning dengan menggunakan vektor yang ditambahkan nukleotida T pada ujung-ujung 5 nya. Proses PCR dilakukan menggunakan suatu alat yang disebut thermocycler. 37

40 Kerangka Teori Fraktur Tulang Maksilofasial Material Implan Resorbable Non Resorbable Polimer Logam Magnesium Stainless Steel Chromium Cobalt Titanium Equal Channel Angular Pressing (ECAP) Magnesium ECAP Proses Osteogenesis Gen TGFβ1 Gen BMP-2 Gambar 2.2. Skema Kerangka Teori

41 27 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIABEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Magnesium ECAP Kultur Osteoblas Cell Line Uji Real-time PCR Gen TGFβ1 Gen BMP-2 Magnesium ECAP Gambar 3.1. Diagram Kerangka Konsep 3.2 Hipotesis Hipotesis Mayor Terdapat perbedaan nilai TGF-ß1 dan BMP-2 pada kelompok yang terpapar Mg ECAP dibandingkan kelompok kontrol dengan uji RT-PCR Hipotesis Minor Nilai BMP-2 pada kelompok yang terpapar Mg ECAP lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol Nilai TGF-ß1 pada kelompok yang terpapar Mg ECAP lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. 27

42 Identifikasi Variabel Variabel independen : Magnesium ECAP Variabel dependen : Biakan Sel Osteoblas MG63, nilai BMP-2 dan TGFβ Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Prinsip Pengukuran Skala Magnesium ECAP Ekstrak magnesium ECAP dalam D-MEM dengan konsentrasi 0,7 mmol/l Luas Permukaan Rasio Biakan Sel Osteoblas MG63 Biakan sel osteoblas setelah dipajan dengan Mg ECAP dan diuji ekspresi BMP- 2 dan TGFß-1 dengan Real time PCR Pemeriksaan Realtime PCR Numerik TGFβ-1 Kadar TGFβ-1 dalam biakan sel osteoblas yang dipajankan dengan Mg ECAP pada hari ke 1, 3, 7 dan 14 Penilaian dilakukan dengan teknik Realtime PCR, dengan satuan unit nanogram Numerik BMP-2 Kadar BMP-2 dalam biakan sel osteoblas yang dipajankan dengan Mg ECAP pada hari ke 1, 3, 7, dan 14 Penilaian dilakukan dengan teknik Realtime PCR, dengan satuan unit nanogram Numerik Waktu Penelitian - 24 jam setelah dipajan dengan Mg ECAP Waktu - 3 hari setelah dipajan - 7 hari setelah dipajan - 14 hari setelah dipajan - Numerik

43 29 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan dengan uji laboratorium terhadap logam magnesium ECAP untuk mengetahui respon sel osteoblas terhadap pajanan magnesium ECAP dengan melihat produksi transforming growth factor-ß1 (TGF-ß1) dan bone morphogenic protein 2 (BMP-2) dengan teknik real time PCR Tempat Penelitian Uji laboratorium dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Eijkman, sedangkan pemrosesan ECAP terhadap magnesium dilakukan di Laboratorium Metalurgi Fakultas Teknik Bahan dan Alat KULTUR ALAT/BAHAN SUPPLIER DMEM APPLIED BIOSYSTEM FBS APPLIED BIOSYSTEM FUNGIZONE PENSTREP OSTEOBLAST CELL LINE MG63 INCUBATOR CENTRIFUGE VORTEX APPLIED BIOSYSTEM APPLIED BIOSYSTEM THAILAND LONZA/NORTH AMERICA MEMMERT/GERMANY BIO RAD 29

44 30 EKSTRAKSI RNA ALAT/BAHAN RNA PURIFICATION KIT CENTRIFUGE VORTEX SPEKTROFOTOMETRI SUPPLIER GeneJET/LITHUANIA SORVAL LEGEND RT BIO RAD ULTROSPEC 4300 PRO REVERSE TRANSCRIPTASE ALAT/BAHAN REVERSE TRANSCRIPTASE KIT CENTRIFUGE VORTEX SUPPLIER REVERT AID SORVAL LEGEND RT BIO RAD REAL TIME PCR ALAT/BAHAN TAQMAN TGFβ-1 PRIMER TAQMAN BMP-2 PRIMER TAQMAN GAPDH PRIMER REAL TIME PCR SYSTEM 7500 SUPPLIER APPLIED BIOSYSTEM APPLIED BIOSYSTEM APPLIED BIOSYSTEM APPLIED BIOSYSTEM

45 Alur Penelitian Pure Magnesium Mg ECAP Kultur Sel Osteoblas Ekstraksi RNA Kuantifikasi dengan Real time PCR Pengolahan data Analisis data Laporan penelitian Gambar 1.1. Alur Penelitian 4.5. Cara Kerja Pemrosesan Mg ECAP Material yang dipakai dibuat.berdasarkan penelitian oleh Karayan dkk pada tahun 2011 yang didapatkan dari batang pure Mg dengan diameter 12 mm dan ketebalan 40 mm yang telah melalui proses ECAP dengan menggunakan cetakan dengan sudut internal 120 o dan sudut tepi 20 o. Pressing dilakukan sebanyak 6 kali dengan kecepatan plunyer/piston sebesar 0,1 mm/dtk pada suhu 573K. Spesimen kemudian dipotong dengan ketebalan 1 mm. Setelah itu dipoles menggunakan 4000 grid SiC paper dan ethanol.

46 Kultur Sel Human osteoblast cell line MG-63 dilakukan kultur dalam Dulbecco s Modified Eagle Medium (DMEM, Gibco) mengandung 4,5 g/l D- Glucose, L-Glutamine dan Sodium Pyruvate yang ditambahkan dengan 10% fetal bovine serum (FBS, Gibco), 100 U/mL penisilin, dan 100 μg/ml streptomycin (Gibco) pada.suhu 37ºC dengan kondisi atmosfir 5% CO 2 selama 24 jam untuk memberikan kesempatan bagi perlekatan sel Perlakuan Pada kelompok perlakuan diberikan Mg ECAP 0,07 mmol/l dan kelompok kontrol tanpa perlakuan.lalu sampel diambil pada hari ke 1, hari ke 3, hari ke 7 dan hari ke 14. Gambar 4.1. Persiapan Sampel Penelitian untuk Kelompok Kontrol dan Perlakuan

47 Analisis Real-Time RT-PCR RNA total diekstraksi dari sampel kultur cell line human osteoblast MG63 dengan menggunakan GeneJET RNA Purification Kit (Applied Biosystems) sesuai protokol.yang didapat dari kitnya. Untuk menghilangkan DNA genom, digunakan Turbo DNA Free (Applied Biosystems). Kemudian RNA total dihitung konsentrasinya menggunakan spektrofotometer. Setelah itu dilakukan proses reverse-transcriptase PCR (RT-PCR) terhadap RNA dari masing-masing sampel dengan RevertAid First Strand cdna Synthesis Kit (Applied Biosystems) menggunakan campuran random primers. RNA total yang.digunakan maksimal 2 μg/20 μl reaksi RT-PCR hingga didapatkan cdna dari sampel tersebut. Analisa ekspresi gen dilakukan pada 7500 Real-Time PCR System (Applied Biosystems) dengan software SDS v1.4. Komponen reaksi Real- Time PCR yaitu TaqMan Fast Advanced Master Mix (Applied Biosystems), cdna dan RT-PCR Grade Water. Untuk target BMP-2, ditambahkan Taqman Gene Expression Assay, Gene: BMP2 (Applied Biosystems Hs _m1) dan.untuk target TGFβ-1, ditambahkan Taqman Gene Expression Assay, Gene: TGFβ1 (Applied Biosystems Hs _m1) serta untuk normalisasi, digunakan Taqman Gene Expression Control Assay, Gene: GAPDH (Applied Biosystems Hs _g1) Protokol Real-Time PCR yang ditentukan adalah 50 C selama 2 menit dilanjutkan pada 95 C selama 15 menit diikuti dengan 40 cycles 95 C selama 15 detik, 60 C selama 30 detik dan 72 C selama 30 detik Analisa data Data penelitian dicatat dan dikumpulkan sebagai data primer. Data yang diperoleh, dianalisa secara deskriptif untuk menentukan rata-rata dan simpang baku. Data ditabulasi dan dicatat kemudian dipindahkan ke lembaran data di komputer lalu dianalisis dengan program SPSS Jika sebaran data normal

48 34 maka menggunakan uji statistik parametrik yaitu uji t tidak berpasangan. Jika sebaran data tidak normal maka menggunakan uji statistik non parametrik yaitu uji Mann-Whitney. Batas nilai kemaknaan digunakan p < 0,05.

49 35 BAB V HASIL PENELITIAN Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2014 di Laboratorium Biologi Molekuler Eijkman dan Laboratorium Oral Biologi FKG UI Hasil Ekspresi TGFβ-1 pada Kultur Osteoblas Setelah Ditambahkan Dengan Mg ECAP Terhadap Kontrol Dalam Waktu 1 hari, 3 hari, 7 hari dan 14 hari Berdasarkan perhitungan uji normalitas.menggunakan uji Shapiro-Wilk pada tabel 5.1. terhadap variabel TGFβ-1 didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti distribusi dari data ini normal. Uji kemaknaan terhadap nilai ekspresi TGFβ-1 menggunakan uji t-test tidak berpasangan. Apabila nilai p < 0,05 dinyatakan terdapat perbedaan yang bermakna antara dua variabel yang diuji sedangkan nilai p > 0,05 berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Tabel 5.1. Perbandingan nilai ekspresi TGFβ-1 pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan N Konsentrasi Osteoblas MG63 Osteoblas MG63 + Mg ECAP P Hari ke-1 22,174±0,550 25,172±0,165 0,000 Hari ke-3 25,202±0,565 27,974±0,037 0,001 Hari ke-7 26,245±0,081 27,993±0,656 0,010 Hari ke-14 27,740±0,186 29,435±0,678 0,041 Hasil uji kemaknaan pada tabel 5.1 menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna (p < 0,05) antara kelompok kontrol osteoblas MG63 tanpa perlakuan dan kelompok sel osteoblas MG63 dengan perlakuan Mg ECAP, dimana pada hari ke-1, secara deskriptif ekspresi TGFβ-1 pada kelompok dengan perlakuan Mg ECAP lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Rerata ekspresi pada biakan 35

50 36 sel osteoblas MG63 kelompok perlakuan 25,172 (SD = 0,165) dan kelompok kontrol 22,174 (SD = 0,550). Hari ke-3 setelah perlakuan, terlihat ekspresi TGFβ- 1 pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan dengan nilai rerata sebagai berikut: perlakuan 27,974 (SD = 0,037) dan kontrol 25,202 (SD = 0,565). Ekspresi pada biakan sel osteoblas MG63 7 hari setelah perlakuan menunjukkan peningkatan dimana rerata ekspresi TGFβ-1 kelompok perlakuan 27,993 (SD = 0,656) dan kelompok kontrol 26,245 (SD = 0,081). Serta pada hari ke-14 didapatkan perningkatan dimana rerata kelompok perlakuan sebesar 29,435 (SD = 0,678) dan kelompok kontrol 27,740 (SD = 0,186). Dengan demikian didapatkan bahwa nilai TGFβ-1 pada kelompok yang terpapar Mg ECAP terdapat perbedaan yang bermakna dibandingkan kelompok kontrol. 5.2 Hasil Ekspresi BMP-2 pada Kultur Osteoblas Setelah Ditambahkan Dengan Mg ECAP Terhadap Kontrol Dalam Waktu 1 hari, 3 hari, 7 hari dan 14 hari Berdasarkan perhitungan uji normalitas menggunakan uji Shapiro-Wilk terhadap variabel BMP-2 didapatkan nilai p > 0,05 yang berarti distribusi dari data ini normal. Uji kemaknaan terhadap nilai ekspresi BMP-2 menggunakan uji t-test tidak berpasangan. Apabila nilai p < 0,05 dinyatakan terdapat perbedaan yang bermakna antara dua variabel yang diuji sedangkan nilai p > 0,05 berarti tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara dua variabel yang diuji. Tabel 5.2. Perbandingan nilai ekspresi BMP-2 pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan N Konsentrasi Osteoblas MG63 Osteoblas MG63 + Mg ECAP P Hari ke-1 31,219±0,118 32,469±0,222 0,001 Hari ke-3 32,667±0,185 33,819±0,213 0,02 Hari ke-7 32,242±0,153 33,415±0,100 0,000 Hari ke-14 32,211±0,244 34,689±0,312 0,000

51 37 Hasil uji kemaknaan pada tabel 5.2 menunjukkan bahwa ada perbedaan bermakna (p < 0,05) antara kelompok kontrol osteoblas MG63 tanpa perlakuan dan kelompok sel osteoblas MG63 dengan perlakuan Mg ECAP, dimana pada hari ke-1, secara deskriptif ekspresi BMP-2 pada kelompok dengan perlakuan Mg ECAP lebih tinggi dibandingkan kelompok kontrol. Rerata ekspresi BMP-2 pada biakan sel osteoblas MG63 kelompok perlakuan 32,469 (SD = 0,222) dan kelompok kontrol 31,219 (SD = 0,118). Hari ke-3 setelah perlakuan, terlihat ekspresi BMP-2 pada kelompok perlakuan terjadi peningkatan dengan nilai rerata sebagai berikut: perlakuan 33,819 (SD = 0,213).dan kontrol 32,667 (SD = 0,185). Ekspresi BMP-2 pada biakan sel osteoblas MG63 7 hari setelah perlakuan menunjukkan penurunan dimana rerata ekspresi BMP-2 kelompok perlakuan 33,415 (SD = 0,100) dan kelompok kontrol 32,242 (SD = 0,153). Serta pada hari ke-14 didapatkan perningkatan dimana rerata kelompok perlakuan sebesar 34,689 (SD = 0,312) dan kelompok kontrol 32,211 (SD = 0,244). Dengan demikian didapatkan bahwa nilai BMP-2 pada kelompok yang terpapar Mg ECAP berbeda bermakna dibandingkan kelompok kontrol.

52 Biakan Sel Osteoblas MG63 Kontrol Perlakuan Hari ke-1 KONTROL PERLAKUAN Hari ke-3 KONTROL PERLAKUAN Hari ke-7 KONTROL PERLAKUAN Hari ke-14 KONTROL PERLAKUAN Gambar 5.1. Biakan Sel Osteoblas kontrol dan perlakuan pada hari ke-1, 3, 7 dan 14

53 39 BAB VI PEMBAHASAN Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa nilai ekspresi gen BMP-2 dan TGFβ-1 yang diisolasi dari biakan.osteoblas MG63 dengan diberikan pajanan berupa Mg ECAP. Jumlah sampel yang diteliti adalah 24 buah untuk masingmasing gen. Biakan sel osteoblas MG63 sebelumnya dipersiapkan hingga mencapai suatu keadaan konfluen. Pada tahap ini tampak bahwa morfologi dari biakan sel hampir serupa dengan jaringan asalnya. Setelah itu osteoblas akan dipanen, kemudian dihitung jumlah selnya untuk disebar sebanyak sel/μl per well dimana sebelumnya telah diisi oleh media kultur. Selanjutnya kelompok perlakuan ditambahkan Mg ECAP sesuai dengan.konsentrasi yang telah ditentukan. Sementara itu pada kelompok kontrol hanya terdiri dari medium DMEM dan osteoblas, tidak diberikan perlakuan apapun. Setelah itu, sesuai dengan waktu yang telah ditentukan yaitu 1 hari, 3 hari, 7 hari dan 14 hari, tiap well diambil supernatannya sebanyak 200μl untuk menentukan konsentrasi TGFβ-1 dan konsentrasi BMP-2 serta diukur dengan menggunakan teknik Real-Time PCR dan menggunakan primer spesifik berupa Taqman Gene Expression Assay, Gene: BMP2 (Applied Biosystems Hs _m1) dan Taqman Gene Expression Assay, Gene: TGFβ1 (Applied Biosystems Hs _m1), yang mana teknik ini memiliki keuntungan berupa tingkat sensitifitas dan spesifisitasnya tinggi disertai dengan perhitungannya yang.cepat dan efektif. Selain itu, dengan menggunakan primer yang spesifik akan menghasilkan metode yang akurat dan sensitif untuk identifikasi dan kuantifikasi gen yang dituju dari sampel penelitian. 37 Penyembuhan pada fraktur tulang tersusun atas berbagai tingkatan pada tahapan selular yang mana sel-sel mesenkim berespon terhadap berbagai pengatur yang berfungsi dalam diferensiasi, proliferasi dan sintesis matriks ekstraseluler. Dalam hal ini growth factor ikut serta.dalam pengaturan ini. Matriks tulang merupakan salah satu sumber dari growth factor ini dalam pembentukan tulang. TGFβ superfamily memiliki aktivitas yang luas selama masa tumbuh kembang, 39

54 40 dan penyembuhan fraktur tulang. BMP-2.dan TGFβ-1 merupakan salah satu dari TGFβ superfamily ini. Dengan mengevaluasi ekspresi TGFβ-1 dan BMP-2 selama 14 hari pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Mg ECAP, diharapkan dapat memperoleh gambaran tentang pola.ekspresi kedua gen tersebut dalam hubungannya dengan fase pembentukan tulang dilihat dari biakan sel osteoblas MG63. Pada proses pembentukan tulang, peran TGFβ-1 adalah sebagai perangsang proliferasi sel osteoblas, serta perilaku osteoblas itu sendiri sangatlah penting untuk diketahui guna melihat efek biologis dan pengaruh penambahan Mg ECAP. Pada tabel 5.1, memberikan gambaran.ekspresi TGF β1 dalam hari ke-1. Terlihat ekspresi TGFβ-1 tinggi pada kelompok perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan Mg ECAP meningkatkan konsentrasi TGF β1 sejak 24 jam pertama, lebih tinggi jika dibandingkan kelompok kontrol. Hasil ini sesuai dengan penelitian Bonewald dkk yang.menyatakan bahwa pemberian Mg pada osseointegrated implant dapat merangsang terlepasnya growth factor. 20 Selanjutnya, pada penelitian ini akan diamati, besar konsentrasi TGF β1 berdasarkan waktu yaitu hari ke-1,.hari ke-3, hari ke-7 dan hari ke-14 dari kedua kelompok. Pada tabel 5.1 dan gambar 5.5 secara deskriptif menunjukkan bahwa pada kelompok kontrol bahwa dari 24 jam pertama juga menunjukkan adanya peningkatan pada hari ke-3, 7 dan 14. Beberapa peneliti terdahulu juga menyatakan bahwa Mg akan melepaskan secara perlahan-lahan growth factor dan matriks glycoprotein 7 hari. 22,23,24 BMP-2 merupakan pengatur utama dalam morfogenesis tulang dan beberapa sistem organ pada masa tumbuh.kembang janin. Peranannya didalam pembentukan tulang sangatlah jelas dan kemampuannya sebagai agen osteoinduktif telah banyak diteliti baik itu in vitro maupun in vivo. 38 Dari ekspresi dan kuantifikasi BMP-2 selama 14 hari dengan membandingkan kelompok kontrol dan kelompok perlakuan Mg ECAP, terlihat pola ekspresi BMP-2 dalam hubungannya pada fase.pembentukan tulang. Ekspresi BMP-2

55 41 pada sediaan dengan perlakuan di hari ke-1 terlihat lebih tinggi daripada kelompok kontrol. Dan meningkat pada hari ke-3, 7 dan 14 baik itu pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Namun di hari ke-7, ekspresi BMP-2 baik itu pada kelompok kontrol.maupun kelompok perlakuan tampak menurun. Dan pada hari ke-14 tampak terjadi peningkatan kembali pada kedua kelompok tersebut. Hal ini memperlihatkan bahwa ekspresi BMP-2 pada biakan sel osteoblas ini meningkat setelah pemajanan Mg ECAP sehingga sel-sel ini dapat memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi dan merangsang terbentuknya tulang. Pada hari ke-7 terlihat bahwa.ekspresi BMP-2 pada kedua kelompok menurun, yang mana bahwa logam Mg dapat menekan proses inflamasi pada hari ke-7, sehingga ekspresi BMP-2 tampak menurun. Hal ini sesuai dengan berbagai penelitian-penelitian sebelumnya baik itu in vitro maupun in vivo yang menyatakan bahwa TGFβ-1 dan BMP-2 dapat merangsang sel-sel prekursor mesenkimal.untuk berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel yang membentuk tulang dan kartilago, hal ini menandakan bahwa kedua gen tersebut memainkan peranan penting dalam proses osteogenesis. 18,20,22 Penemuan utama dari penelitian awal ini adalah bahwa biakan sel osteoblas MG63 ternyata memproduksi TGFβ-1 dan.bmp-2. Ekspresi TGFβ-1 dan BMP-2 langsung terlihat saat amplifikasi Real-Time PCR dari total mrna pada biakan sel osteoblas MG63, dimana nilai ekspresi TGFβ-1 dan BMP-2 pada biakan sel osteoblas MG63 yang dipajankan dengan Mg ECAP cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrolnya. Magnesium merupakan salah satu mineral yang terdapat didalam tubuh manusia dan esensial dalam osteogenesis dan remodelling tulang. Penggunaan Mg sebagai material plate dan screw cukup baik.karena sifat kompatibilitasnya, dapat diresorbsi oleh tubuh manusia dan menstimulasi pertumbuhan tulang. Pada penelitian yang dilakukan oleh Cho dkk (2010), respon tulang tibia kelinci terhadap implant Mg memperlihatkan tingkat osteokonduktivitas yang tinggi. 39 Hal ini dapat mendukung terjadinya penyembuhan tulang awal, sehingga dapat dilakukan mobilisasi lebih cepat dengan tingkat penyembuhan yang cepat pula, yang mana hal ini sangat menguntungkan bagi pasien.

56 42 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Dilihat dari penelitian diatas, terlihat adanya perbedaan ekspresi TGFβ-1 pada biakan sel osteoblas MG63 baik itu.kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan. Pada hari ke-1, 3, 7 dan 14 terjadi proliferasi osteoblas yang ditingkatkan dengan pemajanan Mg ECAP. Terlihat juga perbedaan ekspresi BMP-2 pada biakan sel osteoblas MG63 pada kelompok kontrol dan perlakuan. Pada.hari ke-7, terjadi penurunan ekspresi BMP-2, yang mana Mg dapat menekan proses inflamasi sehingga ekspresi BMP-2 menjadi rendah, dan pada hari ke-14 kembali meningkat, Hal ini memperlihatkan sel-sel ini dapat memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi dan merangsang terbentuknya tulang. Logam Mg memiliki sifat yang menguntungkan apabila bahan logam tersebut dapat digunakan sebagai bahan.biomaterial pada kasus fraktur oral dan maksilofasial. Penggunaan Mg sebagai material plate dan screw cukup baik karena dapat diresorbsi oleh tubuh manusia dan menstimulasi pertumbuhan tulang. 7.2 Saran Penelitian selanjutnya perlu dilakukan agar dapat mengetahui sifat-sifat dari bahan ini. Diharapkan dengan penelitian.lanjutan ini akan dapat menjelaskan lebih lanjut proses pembentukan tulang pada daerah fraktur dan hubungannya dalam sifat perjalanan sinyal dari Mg ECAP terhadap growth factor dan pengaruhnya dalam osteogenesis secara lebih mendalam. 42

57 43 DAFTAR PUSTAKA 1. Buchbinder D. Treatment of fractures of the edentulous mandible, 1943 to 1993: a review of the literature. J Oral Maxillofacial Surg 1993; 51(11): Haerle F, Champy M, Terry B. Atlas of Craniomaxillofacial Osteosynthesis. 2e edition Thieme; Stuttgart, New York. 3. Bowers DG, Jr., Lynch JB. Management of facial fractures. South Med J 1977;70(8): Steinhauser EW. Historical development of orthognatic surgery. J Craniomaxillofac Surg 1996;24(4): Ehrenfeld M, Manson PN, Prein J. Principles of Internal Fixation of the Craniomaxillofacial Skeleton Trauma and Orthognathic Surgery. AO Foundation Thieme; Stuttgart, New York. 6. Kellman Robert M, Marentette L. Atlas of Craniomaxillofacial Fixation Raven Press, Ltd; New York. 7. Bhatt V, Langford RJ. Removal of miniplates in maxillofacial surgery: University Birmingham experience. J Oral Maxillofacial Surg 2003;61(5): Bhatt V, Chhabra P, Dover MS. Removal of miniplates in maxillofacial surgery: a follow-up study. J Oral Maxillofacial Surg 2005;63(6): Matthew IR, Frame JW. Policy of consultant oral and maxillofacial surgeons towards removal of miniplate components after jaw fracture fixation: pilot study. Br J Oral Maxillofacial Surg 1999;37(2): Mordike BL, Ebert T. Magnesium: Properties-applications-potential. Materials Sci Eng A : Witte F, Kaese V, Haferkamp H, Switzer E, Meyer-Lindenberg A, Wirth J, Windhagen H. In vivo corrosion of four magnesium alloys and the associated bone response. Biomaterials 2005;26(17): Staiger PM, Pietak MA, Huadmai J. Magnesium and its alloys as orthopedic biomaterials: A review. Biomaterials 2006;27: Zreiqat H, Howlet CR, Zannettino A, Evans P, Schulze-Tanzil G, Knabe C, Shakibaei M. Mechanisms of magnesium-stimulated adhesion of 43

58 44 osteoblastic cells to commonly used orthopaedic implants. Biomed Mat Res 2002;62(2): Salis EL, Mervaala E, Karppanen H, Khawaja JA, Lewenstam A. Magnesium: An update on physiologic, clinical and analytical aspects. Clin Chim Acta 2000;294: Valiev RZ, Langdon TG. Principles of equal-channel angular pressing as a processing tool for grain refinement. Progress in Materials Science 2006;51(7): Karayan AI, Pratesa Y, Ashari A, Fadli E, Nurjaya DM. Corrosion resistance improvement of ECAP-Processed pure magnesium in ringer's solution. Thesis Department of Metalurgy Engineering, University of Indonesia, Jakarta, Indonesia. 17. Nur Aini. Karakteristik biokompatibilitas dan analisis logam berat magnesium yang telah melalui proses equal channel angular pressing (ECAP) secara in vitro. Thesis Dept. Oral Max Surg., Faculty of Dentistry, University of Indonesia, Jakarta, Indonesia. 18. Colnot C. Cellular and molecular interactions regulating skeletogenesis. Journal of Cellular Biochemistry 2005;95(4): Giannoudis PV, Einhorn TA, Marsh D. Fracture healing: the diamond concept. Injury. Int. J. Care Injured 2007;38S4:S Giannoudis PV, Upadhyay N, Tsiridis E. Molecular aspects of fracture healing: Which are the important molecules? Injury. Int. J. Care Injured 2007;38S1:S11-S Pfeilschifter J, Wolf O, Nautmann A, Minne H.W., Mundy GR, Ziegler R. Chemotactic response of osteoblastlike cells to TGFβ. J. Bone. Miner. Res. 1990;5: Bonewald LF, Mundy GR. Role of transforming growth factor-beta in bone remodelling. Clin. Orthop. Relat. Res. 1990;250: Cho TJ, Gerstenfeld LC, Einhorn TA. Differential temporal expression of members of the transforming growth factor beta superfamily during murine fracture healing. J Bone Miner Res. 2002;17:

59 Hughes FJ, Turner W, Belibasakis G, Martuscelli G. Effects of growth factors and cytokines on osteoblast differentiation. Periodontology 2000;41(6): Goldstein JA. The use of bioresorbable material in craniofacial surgery. Clin Plast Surg 2001;28(4): Hasirci V, Lewandrowski KU, Bondre SP, Gresser JD, Trantolo DJ, Wise DL. High strength bioresorbable bone plates : preparation, mechanical properties and in vitro analysis. Biomed Mater Eng 2000;10(1): Boretos JW, Eden M. Contemporary Biomaterials, Material and Host Response, Clinical Applications, New Technology and Legal Aspects. Noyes Publications, Park Ridge, NJ (1984). pp Williams DF, Cunningham J. Materials in Clinical Dentistry. Oxford, UK; Oxford University Press, Park JB. Biomaterials Science and Engineering. New York; Plenum Press, Patel NR, Gohil PP. A review on biomaterials: scope, applications & human anatomy significance. IJETAE 2012;2(4): Witte F. The history of biodegradable magnesium implants: A review. Acta Biomaterialia 2010;6(5): Adedokun ST. A review on equal channel extrusion as a deformation and grain refinement process. JETEAS 2011;2(2): Franceschi RT, Yang S, Rutherford RB, Krebsbach PH, Zhao M, Wang D. Gene therapy approaches for bone regeneration. Cells. Tissues. Organs. 2004;176: Kempen DHR, Creemers LB, Alblas J, Lu L, Verbout AJ, Yaszemski MJ, Dhert WJA. Growth factor interactions in bone regeneration. Tissue Eng 2010;16(6): Kingsley DM. The TGF-beta superfamily: new members, new receptors, and new genetic tests of function in different organisms. Genes Dev. 1994;8(2): Lieberman JR, Daluiski A, Einhorn TA. The role of growth factors in the repair of bone. J Bone Joint Surg 2010;84A(6):

60 Bartlett JMS, Stirling D. A short history of the polymerase chain reaction. PCR Protocols 2003;226: Shin JH, Kim DG, Park CJ, Cho LR, Lee HS, Byon ES, Jeong YS. Initial response of osteoblast-like cells on magnesium ion implanted titanium surface. Tiss Eng Regen Med 2010;7(3): Cho LR, Kim DG, Kim JH. Bone response of Mg ion implanted clinical implants with plasma source ion implantation method, Clin Oral Impl Res Sakou T. Bone morphogenetic proteins: from basic studies to clinical approaches. Bone 1998; 22(6): Kim MK, Niyibizi C. Interaction of TGFβ-1 and rhbmp-2 on human bone marrow stromal cells cultured in collagen gel matrix. Yonsei Med J 2001; 42(3): Gazzerro E, Gangji V, Canalis E. Bone morphogenetic proteins induce the expression of noggin, which limits their activity in cultured rat osteoblast. J Clin Invest 1998;102:

61 47 Lampiran 1 Kurva hasil kuantifikasi Real Time PCR Kelompok TGFβ 1

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan kesayangan terutama anjing dan kucing. Fraktur pada hewan, umumnya disebabkan oleh trauma seperti terbentur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini, 9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari matriks dan sel-sel. Tulang mengandung matriks organik sekitar 35%, dan matriks anorganik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari

BAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyembuhan tulang adalah proses metabolisme fisiologi yang kompleks pada tulang fraktur melibatkan macam variasi zat biokimia, seluler, hormonal dan mekanime patologi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah

BAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari

BAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari

BAB 1 PENDAHULUAN. akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia Harapan Hidup (UHH), di seluruh dunia mengalami kenaikan dari usia 67 tahun pada tahun 2009 menjadi 71 tahun pada tahun 2013. Indonesia diprediksi akan mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu

BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu dalam bidang olahraga dan terjadinya penekanan lebih besar pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kedokteran gigi erat sekali kaitannya dengan penyakit yang dapat berujung pada kerusakan atau defek pada tulang alveolar, salah satunya adalah periodontitis. Dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori

TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori TINJAUAN PUSTAKA Aplikasi Hidroksiapatit Berpori Hidroksiapatit berpori digunakan untuk loading sel (Javier et al. 2010), pelepas obat (drug releasing agents) (Ruixue et al. 2008), analisis kromatografi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami

BAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami 1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan mortalitas penyakit di Rumah Sakit, cedera menduduki urutan ketiga terbanyak proporsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan

BAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang seperti halnya jaringan hidup lainnya pada tubuh manusia dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan salah satu penyusun tubuh yang sangat penting dan merupakan salah satu jaringan keras yang terdapat dalam tubuh manusia. Tulang mengandung 30% serabut

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak

BAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kartilago artikuler merupakan satu jaringan yang unik dengan fungsi sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA EFEK PEMBERIAN GRAFT TULANG BERBENTUK PASTA DENGAN BERBAGAI KOMPOSISI DAN KONSENTRASI TERHADAP VIABILITAS SEL OSTEOBLAS, IN VITRO SKRIPSI NADHIA ANINDHITA HARSAS 0205000591 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini

BAB I PENDAHULUAN. kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri. Nyeri ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur pada tulang adalah suatu kejadian yang sering dijumpai dalam kehidupan kita. Salah satu komplikasi awal dari fraktur yang terjadi pada tulang adalah nyeri.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian fraktur tidak hanya terjadi pada manusia. Fraktur pada hewan merupakan kasus yang juga biasa ditangani oleh dokter hewan baik dari Rumah Sakit Hewan maupun Klinik Hewan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit,

BAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit, BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Penyembuhan pada Fraktur. Tulang adalah suatu jaringan biologis yang bersifat dinamis dan terdiri dari sel-sel yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan tulang adalah salah satu jaringan yang sering digunakan untuk transplantasi. Lebih dari satu juta pasien dirawat karena masalah skeletal, bedah ortodontik, bedah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. yang terjadi akibat kerusakan serat kolagen ligamentum periodontal dan diikuti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket infraboni merupakan kerusakan tulang yang terjadi pada jaringan pendukung gigi dengan dasar poket lebih apikal daripada puncak tulang alveolar yang terjadi akibat

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 0 BAB 5 HASIL PENELITIAN Berdasarkan pengamatan menggunakan mikroskop dengan pembesaran 4x dan 10x terhadap 60 preparat, terlihat adanya peradangan yang diakibatkan aplikasi H 2 O 2 10%, serta perubahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa

BAB 1 PENDAHULUAN. masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perawatan ortodonti sudah semakin dirasakan sebagai suatu kebutuhan oleh masyarakat saat ini. Penelitian yang dilakukan Sony (1990) menyatakan bahwa kebutuhan akan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002).

BAB I PENDAHULUAN. diperlukan pencangkokan tulang. Tulang merupakan jaringan kedua terbanyak. tahun dilakukan diseluruh dunia (Greenwald, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang yang menyangga struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat didalam tengkorak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap

BAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian Bahan-bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bubuk magnesium oksida dari Merck, bubuk hidromagnesit hasil sintesis penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera saraf tepi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pasca trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan maksilofasial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini. 1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri pada saat ini. Penemuan dan penelitian yang baru pun sangat dinantikan dan dibutuhkan manfaatnya.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras. 7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial. 1 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fraktur 2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Fraktur Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, tulang rawan sendi, tulang rawan epifisis, baik yang bersifat total maupun yang parsial.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Bone Tissue Engineering (BTE) Bone Tissue Engineering merupakan suatu teknik yang terbentuk dari dua prinsip keilmuan, antara "sciences" dan "engineering" yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data "Indonesian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data Indonesian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prevalensi osteoporosis dan cacat tulang di Indonesia semakin meningkat tiap tahunnya. Sihombing (2009) menyebutkan bahwa menurut data "Indonesian White Paper" yang

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Minat dan kesadaran untuk menjaga kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat yaitu tidak lagi terbatas pada tumpatan dan pencabutan gigi, namun salah satunya adalah perawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Menurut organisasi kesehatan dunia WHO, kematian akibat PTM (Penyakit Tidak Menular) akan meningkat di seluruh dunia. Lebih dari dua per tiga (70%) populasi global

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diperkenalkannya implan gigi oleh Brånemark pada tahun 1960an, implan gigi telah menjadi pilihan perawatan untuk menggantikan gigi asli yang telah tanggal. Selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal merupakan gejala klinis utama dari penyakit periodontal. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang dikenal, supraboni

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 dianalisis menggunakan uji statistik analysis of variance (ANOVA) dan uji lanjut Duncan dengan taraf kepercayaan 5%. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Proliferasi Sel Tingkat Proliferasi Sel Berdasarkan

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH BELIMBING WULUH TERHADAP ANGIOGENESIS PENYEMBUHAN LUKA PENCABUTAN GIGI MARMUT

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH BELIMBING WULUH TERHADAP ANGIOGENESIS PENYEMBUHAN LUKA PENCABUTAN GIGI MARMUT EFEKTIVITAS EKSTRAK BUAH BELIMBING WULUH TERHADAP ANGIOGENESIS PENYEMBUHAN LUKA PENCABUTAN GIGI MARMUT SKRIPSI Oleh: ANGELINA PUTRI LESTARI 021211131019 FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. satu contoh luka terbuka adalah insisi dengan robekan linier pada kulit dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka adalah suatu diskontinuitas jaringan yang disebabkan karena trauma, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau gigitan hewan. Bentuk dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai dari kelainan kongenital dan dapatan, termasuk juga inflamasi dan gangguan perkembangan.

Lebih terperinci

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS

FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang

Lebih terperinci

Salemba, Indonesia. Kata kunci : Bio-degradable implant, Magnesium ECAP, Plate dan Screw implant.

Salemba, Indonesia. Kata kunci : Bio-degradable implant, Magnesium ECAP, Plate dan Screw implant. Simulasi Fabrikasi Bio-Degradable Implant Untuk Aplikasi Tulang Wajah Dengan Menggunakan Material Magnesium Sugeng Supriadi 1a*, Benny Sjariefsyah Latief 2, Lilies Dwi Sulistyani 2, Evi Febriani Listio

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes melitus (DM) telah dikategorikan sebagai penyakit yang terjadi di seluruh dunia oleh World Health Organization (WHO) dengan jumlah pasien yang terus meningkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture,

BAB I PENDAHULUAN. Terdapat beberapa tipe dari luka, diantaranya abrasi, laserasi, insisi, puncture, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan rusaknya permukaan kulit/mukosa yang menghasilkan perdarahan. Luka dapat disebabkan oleh 2 faktor, yaitu faktor fisik dan kimia. Terdapat beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. dilakukan jika menutupi gigi yang akan dicabut (Archer, 1975). Pencabutan gigi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi adalah tindakan pengambilan gigi pada soketnya tanpa atau dengan pembukaan jaringan lunak dan jaringan keras. Pengurangan tulang dilakukan jika

Lebih terperinci

Penyembuhan luka jaringan keras pascatrauma

Penyembuhan luka jaringan keras pascatrauma Penyembuhan luka jaringan keras pascatrauma A. Tajrin Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia Koresponden: tajrinumi@gmail.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implan gigi digunakan untuk mengganti gigi yang hilang dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Implan gigi digunakan untuk mengganti gigi yang hilang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Implan gigi digunakan untuk mengganti gigi yang hilang dan mengembalikan fungsi mastikasi, estetis, fonasi, dan perlindungan jaringan pendukung gigi secara ideal. Implan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI KOMPLIKASI PASCA EKSTRAKSI (PERDARAHAN DAN DRY SOCKET) PADA PASIEN USIA 21 76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.

PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Rawan 2. Jaringan Tulang Keras / Sejati 1. Jaringan Tulang Rawan Fungsi jaringan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS SIFAT MEKANIS MAGNESIUM EQUAL CHANNEL ANGULAR PRESSING (ECAP) SEBAGAI BAHAN PLATE PADA FRAKTUR MANDIBULA MELALUI UJI BENDING DAN UJI KEULETAN DALAM CAIRAN FISIOLOGIS DULBECCO

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan beberapa tahun terakhir dalam hal material bioaktif, polimer, material komposit dan keramik, serta kecenderungan masa depan kearah sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman, 1996; Teronen dkk., 1997).

Lebih terperinci

ABSTRACT. Tjok Agung Y. Vidyaputra. KEYWORDS: VEGF, Calcium Sulfate, bone defects, osteoblast, type I collagen, bone recycling, liquid nitrogen

ABSTRACT. Tjok Agung Y. Vidyaputra. KEYWORDS: VEGF, Calcium Sulfate, bone defects, osteoblast, type I collagen, bone recycling, liquid nitrogen ABSTRACT VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) IN CALCIUM SULFATE INDUCES MORE OSTEOBLASTS AND TYPE I COLLAGEN IN RATS WITH FEMUR BONE DEFECTS AFTER BONE RECYCLING GRAFT WITH LIQUID NITROGEN Tjok Agung

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi

Tulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PRODUKSI FOSFATASE ALKALI OLEH OSTEOBLAS YANG DISTIMULASI GRAFT BERBENTUK PASTA PADA BERBAGAI KOMPOSISI, KONSENTRASI, DAN WAKTU YANG BERBEDA (IN VITRO) SKRIPSI RININTA APRILIA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan

II. TINJAUAN PUSTAKA. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fraktur 2.1.1 Definisi dan Klasifikasi Fraktur Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pengertian Tulang Tulang merupakan jaringan ikat, terdiri dari sel, serat, dan substansi dasar yang berfungsi untuk penyokong dan pelindung kerangka. Tulang merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Telah diketahui bahwa ketinggian menimbulkan stress pada berbagai sistem organ manusia. Tekanan atmosfer menurun pada ketinggian, sehingga terjadi penurunan tekanan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN 25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI RASA NYERI DAN DRY SOCKET PASCA EKSTRAKSI PADA PASIEN USIA 17-76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti pada saat ini, banyak orang beranggapan bahwa kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat mahal. Kesehatan seseorang bisa terganggu akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Makanan adalah sumber kehidupan. Di era modern ini, sangat banyak berkembang berbagai macam bentuk makanan untuk menunjang kelangsungan hidup setiap individu. Kebanyakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma

BAB I PENDAHULUAN. seksama, prevalensi mioma uteri meningkat lebih dari 70%, karena mioma BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang berasal dari otot polos uterus dan bersifat monoklonal. 1,2 Prevalensi mioma uteri di Amerika serikat sekitar 35-50%. 1

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka

BAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kulit merupakan organ tubuh tunggal yang terbesar, yaitu persen dari total

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kulit merupakan organ tubuh tunggal yang terbesar, yaitu persen dari total BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kulit merupakan organ tubuh yang terletak paling luar dari tubuh manusia. Kulit merupakan organ tubuh tunggal yang terbesar, yaitu 15-20 persen dari total berat badan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang

BAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, stem sel telah menjadi topik utama pembicaraan banyak ilmuwan, ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang menyusunnya

Lebih terperinci

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

ADLN PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA PENURUNAN EKSPRESI TNF-α DAN PENINGKATAN JUMLAH PEMBULUH DARAH PADA PROSES PENYEMBUHAN LUKA PENCABUTAN GIGI SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK GARDENIA JASMINOIDES (Penelitian Eksperimental dengan menggunakan binatang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi pada satu lengkung rahang atau gigi antagonis. Maloklusi dapat dikoreksi

BAB I PENDAHULUAN. gigi pada satu lengkung rahang atau gigi antagonis. Maloklusi dapat dikoreksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Maloklusi adalah suatu penyimpangan oklusi dari relasi normal, baik antara gigi pada satu lengkung rahang atau gigi antagonis. Maloklusi dapat dikoreksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel

BAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan

BAB I PENDAHULUAN. kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat populer dikalangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan di bidang kedokteran juga semakin berkembang. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur

BAB 1 PENDAHULUAN. Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN Perawatan ortodontik berhubungan dengan pengaturan gigi geligi yang tidak teratur dengan cara menggerakkan gigi geligi tersebut ke tempat yang ideal. Pergerakan gigi

Lebih terperinci