II. TINJAUAN PUSTAKA. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan
|
|
- Vera Gunawan
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fraktur Definisi dan Klasifikasi Fraktur Fraktur adalah rusaknya kontinuitas dari struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma dan non trauma. Tidak hanya keretakan atau terpisahnya korteks, kejadian fraktur lebih sering mengakibatkan kerusakan yang komplit dan fragmen tulang terpisah. Tulang relatif rapuh, namun memiliki kekuatan dan kelenturan untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh cedera, stres yang berulang, kelemahan tulang yang abnormal atau disebut juga fraktur patologis (Solomon et al., 2010) Klasifikasi Fraktur Secara klinis, fraktur dibagi menurut ada tidaknya hubungan patahan tulang dengan dunia luar, yaitu fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan fraktur yang terjadi, seperti yang dijelaskan pada tabel 1.
2 7 Tabel 1. Derajat fraktur terbuka menurut Gustillo Derajat Luka Fraktur I Laserasi <1 cm kerusakan Sederhana, dislokasi jaringan tidak berarti relatif fragen minimal bersih II Laserasi >1cm tidak ada kerusakan jaringan yang Dislokasi fragmen jelas hebat atau avulsi, ada kontaminasi III Luka lebar dan rusak hebat Kominutif, segmental, atau hilangnya jaringan fragmen tulang ada disekitarnya. Kontaminasi yang hilang hebat (Sumber: Sjamsuhidajat & Jong, 2010) Fraktur sangat bervariasi dari segi klinis, namun untuk alasan praktis, fraktur dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu : a. Complete fractures Tulang terbagi menjadi dua atau lebih fragmen. Patahan fraktur yang dilihat secara radiologi dapat membantu untuk memprediksi tindakan yang harus dilakukan setelah melakukan reduksi. Pada fraktur transversal (gambar 1a), fragmen tetap pada tempatnya setelah reduksi, sedangkan pada oblik atau spiral (gambar 1c) lebih cenderung memendek dan terjadi pergeseran meskipun tulang telah dibidai. Fraktur segmental (gambar 1b) membagi tulang menjadi 3 bagian. Pada fraktur impaksi fragmen menumpuk saling tumpang tindih dan garis fraktur tidak jelas. Pada raktur kominutif terdapat lebih dari dua fragmen, karena kurang menyatunya permukaan fraktur yang membuat tidak stabil (Solomon et al., 2010).
3 8 b. Incomplete fractures Pada fraktur ini, tulang tidak terbagi seutuhnya dan terdapat kontinuitas periosteum. Pada fraktur buckle, bagian yang mengalami fraktur hampir tidak terlihat (gambar 1d). Pada fraktur greenstick (gambar 1e dan 1f), tulang melengkung atau bengkok seperti ranting yang retak. Hal ini dapat terlihat pada anak anak, yang tulangnya lebih elastis daripada orang dewasa. Pada fraktur kompresi terlihat tulang spongiosa tertekan kedalam (Solomon et al., 2010). (a) (b) (c) (d) (e) (f) Gambar 1. Variasi fraktur. Keterangan : Complete fractures: (a) transversal; (b) segmental; (c) spiral. Incomplete fractures: (d) fraktur buckle; (e, f) fraktur greenstick (Solomon et al., 2010) Proses Penyembuhan Fraktur Penyembuhan fraktur umumnya dilakukan dengan cara imobilisasi. Akan tetapi, penyembuhan fraktur alamiah dengan kalus dan pembentukan kalus berespon terhadap pergerakan bukan terhadap pembidaian. Pada umumnya fraktur dilakukan pembidaian hal ini dilakukan tidak untuk menjamin penyatuan tulang namun untuk meringankan nyeri dan menjamin penyatuan
4 9 tulang pada posisi yang benar dan mempercepat pergerakan tubuh dan pengembalian fungsi (Solomon et al., 2010). Fraktur disembuhkan dengan proses perkembangan yang melibatkan pembentukan fibrokartilago dan aktivitas osteogenik dari sel tulang utama. Fraktur merusak pembuluh darah yang menyebabkan sel tulang terdekat mati. Pembekuan darah dibuang bersamaan dengan debris jaringan oleh makrofag dan matriks yang rusak, tulang yang bebas dari sel di resorpsi oleh osteoklas (Mescher, 2013) Penyembuhan dengan kalus Proses ini adalah bentuk alamiah dari penyembuhan fraktur pada tulang tubular tanpa fiksasi, proses ini terdiri dari lima fase, yaitu (Solomon et al., 2010) : 1. Destruksi jaringan dan pembentukan hematom Pembuluh darah robek dan terjadi pembentukan hematom disekitar fraktur. Tulang pada permukaan yang patah, kehilangan asupan darah, dan mati (gambar 2a). 2. Inflamasi dan proliferasi selular Dalam 8 jam, fraktur mengalami reaksi inflamasi akut dengan migrasi sel inflamatorik dan inisiasi proliferasi dan diferensiasi dari stem sel mesenkimal dari periosteum menembus kanal medular dan sekitar otot.
5 10 Sejumlah besar mediator inflamasi seperti sitokin dan beberapa faktor pertumbuhan dilibatkan. Selanjutnya bekuan darah hematom diabsorbsi perlahan dan membentuk kapiler baru pada area tersebut. 3. Pembentukan kalus Diferensiasi stem sel menyediakan sejumlah sel kondrogenik dan osteogenik. Pada kondisi yang tepat mereka akan mulai membentuk tulang dan pada beberapa kasus, juga membentuk kartilago (gambar 2b). Di sejumlah sel ini terdapat osteoklas yang siap membersihkan tulang yang mati. Massa seluler yang tebal bersama pulau pulau tulang imatur dan kartilago, membentuk kalus atau rangka pada permukaan periosteum dan endosteum. Saat anyaman tulang yang imatur termineralisasi menjadi lebih keras (gambar 2c), pergerakan pada lokasi fraktur menurunkan progresivitas dan fraktur menyatu dalam 4 minggu setelah cidera. 4. Konsolidasi Tulang anyaman terbentuk menjadi tulang lamelar dengan aktivitas osteoklas dan osteoblas yang kontinyu. Osteoklas pada proses ini melakukan pelubangan melalui debris pada garis fraktur, dan menutup kembali jaringan tersebut. Osteoblas mengisi ruang yang tersisa antara fragmen dan tulang baru. Proses ini berjalan lambat sebelum tulang cukup kuat untuk menopang beban dengan normal.
6 11 5. Remodeling Fraktur telah dijembatani dengan lapisan tulang yang solid. Pada beberapa bulan atau bahkan tahun, dilakukan pembentukkan ulang atau reshaped dengan proses yang kontinu dari resorpsi dan pembentukan tulang (gambar 2d). (a) Pembentukan hematom pada fraktur (b) Pembentukan kalus fibrokartilago (c) Pembentukan kalus yang keras Gambar 2. Proses penyembuhan fraktur (Mescher, 2013). (d) Tulang yang mengalami remodeling Penyembuhan dengan penyatuan langsung (direct union) Proses penyatuan langsung tidak lagi melibatkan proses pembentukan kalus. Jika lokasi fraktur benar benar dilakukan imobilisasi dengan menggunakan plate, tidak dapat memicu kalus. Namun, pembentukan tulang baru dengan osteoblas timbul secara langsung diantara fragmen. Gap antar permukaan fraktur diselubungi oleh kapiler baru dan sel osteoprogenitor tumbuh dimulai dari pangkal dan tulang baru terdapat pada permukaan luar (gap healing). Saat celah atau gap sangat kecil, osteogenesis memproduksi tulang lamelar, gap yang lebar pertama
7 12 tama akan diisi dengan tulang anyaman, yang selanjutnya dilakukan remodeling untuk menjadi tulang lamelar. Setelah 3 4 minggu, fraktur sudah cukup kuat untuk melakukan penetrasi dan bridging mungkin kadang ditemukan tanpa adanya fase pertengahan atau contact healing (Solomon et al., 2010). Penyembuhan dengan kalus, meskipun tidak langsung (indirect) memiliki keuntungan antara lain dapat menjamin kekuatan tulang di akhir penyembuhan tulang, dengan peningkatan stres kalus berkembang lebih kuat sebagai contoh dari hukum Wolff. Dengan penggunaan fiksasi metal, disisi lain, tidak terdapatnya kalus berarti tulang akan bergantung pada implan metal dalam jangka waktu yang cukup lama. Karena, implan akan mengurangi stress, yang mungkin dapat menyebabkan osteoporotik dan tidak sembuh total sampai implan dilepas (Solomon et al., 2010). 2.2 Penilaian Proses Penyembuhan Fraktur secara Histopatologi Proses perbaikan tulang dimulai dari korteks perifer beberapa sentimeter dari lokasi fraktur. Meskipun terdapat perubahan pada perbaikan lingkungan dan jaringan hipoksia akibat dari kerusakan suplai darah, hal ini mengawali pembentukan oleh lapisan dalam periosteum dan sel mesenkimal yang belum berdiferensiasi dari massa kartilago baik di luar korteks disebut external callus dan di dalam korteks disebut internal callus (Shapiro, 2008).
8 13 Kalus diawali dengan kartilago dan fibrokartilago untuk menstabilisasi lokasi fraktur. Kemudian melalui peran vaskuler, kalus bertambah dari lapisan korteks paling jauh dari lokasi fraktur dan dari periosteum yang terletak pada batas luar external callus. Terlihat fase awal pembentukkan tulang endokondral, terdapat external dan internal callus (gambar 3). E I Gambar 3. Potongan longitudinal proses penyembuhan fraktur mid diafisis os femur (Shapiro, 2008). Keterangan : E : external callus, I : internal callus External callus (gambar 4), terlihat jaringan fibrosa pada bagian atas dan awal perbaikan kartilago pada bagian bawah gambar. Secara keseluruhan external callus yang baru terbentuk ini dikatakan terdapat jaringan fibrokartilago. Gambar 4. Memperlihatkan bagian external callus pada fraktur (Shapiro, 2008).
9 14 Setelah satu minggu terlihat pembentukkan periosteum tulang baru pada sebelah kanan dari korteks dan pembentukkan kartilago pada sebelah kiri korteks yang lebih mobile dan kurang stabil pada lokasi fraktur (gambar 5). Dengan cara seperti ini tulang anyaman disintesis pada kartilago yang terkalsifikasi dari kalus hingga perbaikan kartilago telah diubah dengan sempurna oleh tulang melalui mekanisme endokondral (Shapiro, 2008). Gambar 5. Pembentukkan periosteum tulang baru (Shapiro, 2008). Proses selanjutnya adalah dengan melibatkan transformasi tulang anyaman menjadi tulang kompak. Proses ini melalui resorbsi external callus yang tidak lagi dibutuhkan sejak ujung patahan tulang telah mengalami bridging dan stabil dengan pemulihan jaringan dan remodeling korteks tulang Havers. Pada fase ini, external callus yang digambarkan secara mikroskopis terdapat tulang anyaman yang telah dilapisi dengan proses sintesis tulang lamelar. Tulang lamelar membesar dan berubah menjadi jaringan tulang kompak (gambar 6).
10 15 Gambar 6. Tulang anyaman (W) dan tulang lamelar (L) (Shapiro, 2008) Setelah 6 minggu gap telah terisi dengan tulang baru. Terlihat (gambar 7) tulang anyaman berwarna ungu gelap, dikelilingi dengan tulang lamelar berwarna ungu terang dan osteoblas yang mengisi rongga kosong. Jaringan ini disebut juga woven bone atau tulang anyaman (Shapiro, 2008) Gambar 7. Tulang anyaman (ungu gelap), tulang lamelar (ungu terang) dan osteoblas (Shapiro, 2008). 2.3 Open Reduction Internal Fixation (ORIF) Meskipun konsep teknik internal fiksasi telah dikemukakan pada pertengahan tahun 1800 an, Lister mengenalkan ORIF fraktur patella pada tahun 1860.
11 16 Penggunaan plate, screw dan kawat pertama kali dilakukan pada tahun 1880 dan Awal mula dilakukan pembedahan fiksasi internal mengalami berbagai macam rintangan seperti infeksi, sedikit pengetahuan tentang implant dan tekniknya, metal allergic dan keterbatasan pengetahuan tentang proses penyembuhan fraktur secara biologis. Pada tahun 1950, Dannis dan Muller menetapkan prinsip dan teknik fiksasi internal. Setelah 40 tahun kemudian, kemajuan ilmu biologi dan mekanikal saat ini telah mempermudah teori dan teknik fiksasi (Lakatos, 2014). ORIF merupakan reposisi secara operatif yang diikuti dengan fiksasi interna. Fiksasi interna yang dipakai biasanya berupa plate and screw. Keuntungan ORIF adalah tercapainya reposisi yang sempurna dan fiksasi yang kokoh sehingga pascaoperasi tidak perlu lagi dipasang gips dan mobilisasi segera bisa dilakukan. Kerugiannya adalah adanya risiko infeksi tulang (Sjamsuhidajat & Jong, 2010). Indikasi tindakan ORIF pada fraktur femur bagian distal antara lain fraktur terbuka, fraktur yang dihubungkan dengan neurovascular compromise, seluruh displaced fractures, fraktur ipsilateral ekstrimitas bawah, irreducible fractures, dan fraktur patologis (Thomson & Jonna, 2014). Prinsip umum dari fiksasi interna antara lain dengan menggunakan pin and wire, plate and screw, tension band principle, intramedullary nails dan biodegradable fixation (gambar 8). Pin and wires menggunakan metode Kirschner wires (K wires) dan Steinmann pins memiliki beberapa kegunaan, mulai dari traksi skeletal hingga fiksasi fraktur yang sementara dan definitif.
12 17 Metode ini juga memberikan fiksasi sementara untuk rekonstruksi dari fraktur yang melibatkan kerusakan tulang dan soft tissue yang minimal (Lakatos, 2014). Bone screw adalah bagian dasar dari metode fiksasi interna modern dan dapat digunakan baik secara independen atau dengan kombinasi dengan tipe implantasi lain. Kekuatan dipengaruhi oleh pemasangan pengencangan screw. Seiring berjalannya waktu, sejumlah kekuatan kompresif menurun secara lambat saat tulang mengalami remodeling terhadap tekanan. Namun, waktu penyembuhan fraktur biasanya lebih singkat dibandingkan waktu yang dibutuhkan dari substansi yang hilang akibat kompresi dan fiksasi (Lakatos, 2014). Metode lain dengan menggunakan plate memiliki berbagai macam ukuran dan bentuk untuk tulang dan lokasi yang berbeda. Dynamic compression plates (DCPs) tersedia dalam ukuran 3,5 mm dan 4,5 mm. Lubang screw pada DCP membentuk sudut kemiringan pada satu sisi berlawanan dari bagian tengah plate (Lakatos, 2014). Pada tahun 1930 an, Küntscher memperbaiki nailing technique, sehingga intramedullary (IM) nails menjadi teknik fiksasi standar untuk tulang femur. IM nails memiliki keuntungan dari plate dan fiksasi eksternal karena lokasi intramedular memungkinkan penjajaran sumbu aksis dan pengurangan beban. Implantasi IM nails memberikan fiksasi yang stabil, akan tetapi penyembuhan berlangsung secara primer melalui pembentukan dari kalus periosteum (Lakatos, 2014).
13 18 Gambar 8. Variasi ORIF (Solomon et al., 2010) 2.4 Amnion Liofilisasi Steril Radiasi (ALS R) Amnion liofilisasi steril radiasi (ALS R) adalah amnion yang dikeringkan dengan cara liofilisasi kemudian dilakukan sterilisasi dengan mengggunakan radiasi sinar γ. Proses pengeringan amnion di Bank Jaringan Riset Batan dilakukan dengan dua metode yaitu dengan liofilisasi dan suhu ruangan (air dried), liofilisasi adalah penghilangan air melalui sublimasi yakni perubahan wujud padat (es) langsung menjadi wujud gas (uap) sehingga menghambat aktifitas mikroorganisme dan enzim secara normal dapat mendegradasi senyawa di dalam bahan biologi. Sehingga pengeringan dengan cara ini dapat mengurangi kerusakan jaringan secara minimal (Suryani, 2013). Proses pengawetan jaringan agar jaringan biologi dapat disimpan dalam waktu lama, BJRB melakukan beberapa cara proses pengawetan, antara lain (Abbas, 2010) : Liofilisasi, yaitu suatu proses pengeringan dari bahan biologi dengan cara sublimasi. Bahan biologi dibekukan dan dikeringkan
14 19 tanpa melalui fase cair. Dengan cara ini tidak mengalami perubahan kimia dan fisika. Pembekuan pada suhu 80 C, dilakukan untuk menjaga keamanan dari jaringan alograf agar tetap awet sebelum diproses. Disamping itu juga digunakan untuk menyimpan jaringan autograf untuk dipakai kembali oleh pasien yang sama di kemudian hari. Penyimpanan jaringan pada suhu 80 C dapat digunakan sebelum 5 tahun. Sterilisasi Radiasi, untuk menjaga keamanan dari jaringan biologi, jaringan disterilkan dengan cara radiasi dengan sinar γ atau partikel elektron. Sterilisasi radiasi sangat cocok untuk jaringan biologi, karena prosesnya dingin sehingga tidak mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu beracun, sangat ampuh membunuh mikroorganisme dan juga virus sampai batas tertentu, sehingga aman digunakan untuk implantasi pada manusia. Jaringan yang telah diproses dengan cara liofilisasi hingga kadar air 5 7%, dikemas dalam kantung plastik poli etilen, dan diiradiasi dengan dosis 25kGγ. Jaringan tersebut dapat disimpan pada suhu 4 10 C dan terhindar dari cahaya matahari langsung. Cara penyimpanan ini direkomendasikan hanya untuk 2 5 tahun, tergantung dari jenis jaringannya. Untuk menjaga kualitas dan sterilitas jaringan, kemasan yang rusak atau terbuka akibat pemakaian (jaringan sisa) tidak boleh digunakan lagi (Abbas, 2010).
15 20 Proses liofilisasi tetap menjaga morfologi membran amnion seperti struktur epitel yang terlihat kuboid selapis, beberapa lapisan stratifikasi dan stroma edematosa yang diamati secara makroskopis. Perwarnaan dengan PAS mengindikasikan terdapat membran dasar yang terlihat seperti pembatas dibawah stroma pada membran amnion terliofilisasi (Rodriguez et al., 2009). Kolagen IV terlihat pada membran amnion terliofilisasi membentuk selapis tipis yang memmanjang pada membran dasar yang ditunjukkan secara imunohistokimia. Selain kandungan kolagen, membran amnion terliofilisasi tetap menjaga kandungan growth factor yang berperan dalam bone healing antara lain transforming growth factor β1 (TGF β1), fibroblast growth factor basic (bfgf) (Rodriguez et al., 2009). Penelitian Grzywocz et al. (2014), menunjukkan beberapa growth factor dari membran sel amnion manusia, seperti FGF 6, VEGF R3, M SCF R, IGFBP 4, IGFBP 6 dan PDGF AB (Grzywocz et al., 2014). Membran sel amnion mengekspresikan bone morphogenetic protein (BMP) 2 dan 4 dan juga kolagen tipe 2 yang memiliki potensi terapeutik sebagai terapi dari kerusakan atau penyakit kartilago (Toda et al., 2007). Growth factor adalah protein yang disekresikan oleh sel yang aktif pada sel target atau sel yang memiliki aksi yang spesifik. Growth factor memiliki kegunaan klinis yang potensial dalam meningkatkan perbaikan tulang, termasuk
16 21 mempercepat penyembuhan tulang, tatalaksana kejadian nonunion, dan juga sebagai salah satu elemen dari strategi tissue engineering yang komprehensif yang termasuk dalam terapi gen untuk tatalaksana permasalahan bone loss dalam jumlah besar (Lieberman et al., 2002). Transforming growth factor beta (TGF β) memiliki super family yang termasuk kedalamnya adalah bone morphogenetic protein (BMPs), growth differentiation factor (GDF), activins, inhibins dan Mullerian inhibiting substance. Pada proses penyembuhan fraktur, TGF β berperan sebagai mitogenik dan kemotaktik poten bagi sel pembentuk tulang, faktor kemotaktik bagi makrofag. Sedangkan BMPs berperan dalam diferensiasi pada undifferentiated mesenchymal cell menjadi kondrosit dan osteoblas, dan osteoprogenitor menjadi osteoblas (Dimitriou et al., 2005). Selain TGF β dan BMPs, growth factor lain yang terkandung dalam ALS R adalah fibroblast growth factor (FGFs) berperan dalam angiogenetik dan mitogenik pada sel mesenkimal dan epitel, osteoblas dan kondrosit. α FGF memiliki efek terhadap proliferasi kondrosit, β FGF (lebih poten) mempengaruhi maturasi kondrosit dan resorpsi tulang. Insulin like growth factor I (IGF I) berperan dalam proliferasi dan melibatkan sel mesenkimal dan osteoprogenitor yang diekspresikan pada penyembuhan fraktur. IGF I mempromosikan pembentukkan matriks tulang (kolagen tipe 1 dan matriks protein non kolagen) oleh osteoblas yang telah berdiferensiasi. Sedangkan IGF II aktif kemudian saat pembentukkan tulang endokondral dan
17 22 menstimulasi produksi kolagen tipe 1, matriks kartilago dan proliferasi seluler. Platelet derived growth factor (PDGF) memiliki peran yang sama seperti TGF β dalam mitogenik bagi sel mesenkimal dan osteoblas, kemotaktik bagi sel inflamatorik dan mesenkimal (Dimitriou et al., 2005). Vascular endothelial growth factor (VEGF) diproduksi oleh sel endotel, makrofag, fibroblas, sel otot polos, osteoblas dan kondrosit hipertrofik. VEGF berperan dalam angiogenesis pada proses penyembuhan fraktur. Selain itu secara tidak langsung VEGF menginduksi proliferasi dan diferensiasi dari sel prekursor osteoblas. Hal ini dihasilkan dari sekresi faktor osteoanabolik seperti endotelin I dan IGF I oleh sel endotel yang distimulasi VEGF (Beamer et al., 2009). Baik secara seluler, atau aseluler membran amnion memiliki fungsi dalam penyembuhan fraktur. Penelitian menunjukkan human acellular amniotic membran (HAAM) dapat memuat bone marrow mesechymal stem cell (BMSCs) yang dapat memperbaiki jaringan kartilago sendi pada kelinci percobaan pada lingkungan in vitro. Komponen utama dari tissue engineered kartilago adalah seed cell, scaffold, dan growth factors. Seed cells adalah elemen dasar dari perbaikan jaringan dan menjadi kandungan utama dalam perbaikan defek kartilago. Sebagai sel pemicu (cell scaffold), human amniotic membranes (HAM) memiliki komposisi sel yang mempromosikan proliferasi dan diferensiasi dengan lebih banyak substansi adhesi (seperti kolagen dan laminin) (Liu et al., 2014).
18 23 Growth factor memiliki peran dalam aktivitas molekuler masing masing berdasarkan waktu dan proses penyembuhan seperti yang dijelaskan pada tabel 2. Tabel 2. Waktu dan aktivitas molekuler pada penyembuhan fraktur Hari Proses Aktivitas molekuler Hari ke 1 Pembentukan hematom, Sitokin: IL 1, IL 6, TNF inflamasi α Perekrutan sel mesenkimal Diferensiasi osteogenik MSCs dari sumsum tulang PDGF, TGF β BMP 2 Hari ke 3 Proliferasi MSCs dimulai Proliferasi dan diferensiasi dari preosteoblast dan osteoblas di lokasi oleh osifikasi intramembranosa Proses angiogenesis dimulai Hari ke 7 Puncak proliferasi sel pada osifikasi intramembranosa antara hari ke 7 dan 10 Kondrogenesis dan osifikasi endokondral dimulai (maturasi kondrosit hari ke 9 14) Hari ke 14 Penghentian proliferasi sel pada osifikasi intramembranosa, namun aktivitas osteoblas tetap berlangsung Mineralisasi soft callus, resorpsi kartilago dan pembentukkan tulang anyaman Neo angiogenesis yang diinfiltrasi bersamaan dengan Hari ke 21 sel mesenkimal Remodeling tulang anyaman dan mulai berganti menjadi tulang kompak (Sumber: Dimitriou et al., 2005) Penurunan kadar sitokin Ekspresi TGF β2, β3, GDF 10, BMP 5, 6 Induksi angiopoietin 1 Puncak ekspresi TGF β2 dan β3 Ekspresi GDF 5 dan mungkin GDF 1 Penurunan ekspresi TGF β2, GDF 5 dan mungkin GDF 1 Ekspresi dari BMP 3, 4, 7 dan 8 Ekspresi dari VEGFs Penurunan ekspresi TGF β1 dan TGF β3, GDF 10 dan BMPs
19 24 Winanto et al., telah melakukan penelitian pada tikus Sprague Dawley yang mengalami fraktur femur yang diberikan ALS R dan xenograf. Hasil yang didapatkan meliputi ALS R memiliki skor radiologi yang sama dibandingkan dengan kelompok kontrol, namun secara skor histopatologi lebih baik daripada kelompok kontrol. Xenograf memiliki hasil yang sama dengan kelompok kontrol baik secara radiologi maupun histopatologi. Kombinasi antara pemberian membran amnion dengan xenograf lebih baik secara histopatologi dibandingkan kelompok kontrol, dengan hasil yang sama pada skor radiologi (Winanto et al., 2013).
20 Kerangka Teori Penyembuhan fraktur dibagi menjadi direct union dan indirect union. Penanganan operatif pada fraktur dilakukan ORIF dengan menggunakan intramedullary nails akan melibatkan proses penyembuhan indirect union. Terdapat beberapa tahapan proses penyembuhan fraktur indirect union seperti inflamasi dan proliferasi seluler, pembentukan kalus, dan remodeling (Solomon et al., 2010). Dengan penambahan ALS R yang mengandung beberapa growth factor seperti PDGF, TGF, FGF, VEGF, IGFs, BMP 2, BMP 4 dan cell scaffold seperti kolagen dan laminin diharapkan dapat mempercepat penyatuan tulang atau union. Pengaruh growth factor dan cell scaffold tersaji pada gambar 9 (Dimitriou et al., 2005; Grzywocz et al., 2014; Rodriguez et al., 2009).
21 26 Fraktur Proses penyembuhan sekunder (direct union) PDGF TGF Proses penyembuhan primer (indirect union) ORIF dengan intramedullary nails Growth factor FGF VEGF Inflamasi dan proliferasi seluler ALS R IGFs BMP 2, dan BMP Pembentukkan kalus Kolagen Remodeling Cell Scaffold Laminin Union Gambar 9. Kerangka Teori Pengaruh ALS R terhadap perbaikan fraktur (Dimitriou et al., 2005; Grzywocz et al., 2014; Rodriguez et al., 2009; Solomon et al., 2010)
22 Kerangka Konsep Fraktur femur ORIF (Variabel Independen) ORIF dengan ALS R (Variabel Independen) Union (Variabel Dependen) Gambar 10. Kerangka konsep perbandingan penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF dan ALS R dengan tanpa ALS R 2.7 Hipotesa Penelitian Hipotesis penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Terdapat pengaruh ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi b. Terdapat pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi
23 28 c. Terdapat pengaruh penambahan ALS-R pada ORIF terhadap penyembuhan fraktur femur yang dilakukan ORIF pada tikus Sprague Dawley secara histopatologi
I. PENDAHULUAN. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma maupun non trauma. Kejadian fraktur dapat diakibatkan
Lebih terperinciProses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)
Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
6 HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Makroskopis Tulang Kelinci Implan terlihat jelas sebagai massa berbentuk padat berwarna putih pada bagian korteks hingga bagian medula tulang. Hasil pemeriksaan makroskopis
Lebih terperinciI.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam
BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan post test only
III. METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimental menggunakan post test only control group design yang menggunakan evaluasi secara histopatologi. Penelitian
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan
PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan kesayangan terutama anjing dan kucing. Fraktur pada hewan, umumnya disebabkan oleh trauma seperti terbentur
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini, terlihat adanya ketertarikan pada polypeptide growth factor (PGFs) sebagai mediator biologis dalam proses regenerasi periodontal. Bahan-bahan tersebut
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. berhubungan dengan asetabulum menbentuk kepala sendi yang disebut kaput
BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Sistem muskuloskeletal adalah suatu sistem yang terdiri dari tulang, otot, kartilago, ligamen, tendon, fascia, bursae, dan persendian (Depkes, 1995: 3). Fraktur adalah
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang terletak
digilib.uns.ac.id 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kartilago artikuler merupakan satu jaringan yang unik dengan fungsi sebagai distributor beban gaya yang bekerja pada tulang subkondral yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah kondisi patologis yang ditandai adanya kerusakan jaringan periodontal yang meliputi gingiva, tulang alveolar, ligamen periodontal
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. pengambil kebijakan di bidang kesehatan. Beberapa dekade belakangan ini,
9 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyakit diabetes melitus merupakan suatu penyakit yang mempunyai karakterisktik meningkatnya nilai glukosa plasma darah. Kondisi hiperglikemia ini diakibatkan
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA. yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang merupakan material komposit,
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Penyembuhan pada Fraktur. Tulang adalah suatu jaringan biologis yang bersifat dinamis dan terdiri dari sel-sel yang bermetabolisme secara aktif dan terintegrasi. Tulang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dkk., 2006). Secara fisiologis, tubuh manusia akan merespons adanya perlukaan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gingiva merupakan bagian dari mukosa rongga mulut yang menutupi tulang alveolar pada kedua rahang dan mengelilingi leher gigi (Reddy, 2008). Perlukaan pada gingiva sering
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi adalah salah satu tindakan bedah minor yang dilakukan oleh dokter gigi untuk menghilangkan gigi dari dalam soketnya dan menyebabkan perlukaan (Wray dkk.,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pencabutan gigi merupakan tindakan yang cukup sering dilakukan di bidang kedokteran gigi. Indikasi pencabutan gigi bervariasi seperti pernyakit periodontal,
Lebih terperinciFAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS
FAKTOR IMUNOLOGI PATOGENESIS ENDOMETRIOSIS FATMAWATI MADYA SP2FER S ENDOMETRIOSIS Telah banyak hipotesa diajukan untuk menerangkan patogenesis endometriosis, tapi hingga kini belum ada satupun teori yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika manusia mendapatkan sebuah ujian salah satunya diberikan rasa sakit karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, bahwa terdapat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan ke arah perkembangan di bidang industri yang lebih maju. Hal ini ditandai dengan munculnya industri-industri
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Angka kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat lebih sering disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat untuk menggunakan perlengkapan berkendara dan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami
1 BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan menopause sebagai berhentinya siklus menstruasi disebabkan oleh jumlah folikel yang mengalami atresia terus meningkat,
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk
PENDAHULUAN Latar Belakang Kulit merupakan barier penting tubuh terhadap lingkungan termasuk mikroorganisme. Gangguan atau kerusakan pada struktur anatomi kulit dengan hilangnya fungsi yang berturut-turut
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW
PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. osteoporosis yang menyebabkan fraktur-fraktur yang patologis (Enggram. memasukkan paku, screw, pen kedalam tempat fraktur untuk
BAB I KONSEP DASAR A. PENGERTIAN Fraktur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Dongoes, 2000). Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG. Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang. rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu
BAB I PENDAHULUAN I.1 LATAR BELAKANG Tumbuhnya insidensi lesi yang terjadi pada tulang rawan ditandai oleh peningkatan tajam dari individu dalam bidang olahraga dan terjadinya penekanan lebih besar pada
Lebih terperinciPENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA PASKA OPERASI FRAKTUR OLECRANON DEKSTRA DENGAN PEMASANGAN WIRE DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA Oleh : DWI NUR KHAYATI J 100 070 005 Diajukan guna melengkapi tugas-tugas dan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal
Lebih terperinciBAB I KONSEP DASAR. Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves,
BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Frakur adalah pemisahan atau patahnya tulang (Doenges, 2000:761). Frakur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh (Reeves, 2001:248). Frakur adalah terputusnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mekanime patologi. Penyembuhan tulang atau union dapat dinilai dari
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Penyembuhan tulang adalah proses metabolisme fisiologi yang kompleks pada tulang fraktur melibatkan macam variasi zat biokimia, seluler, hormonal dan mekanime patologi.
Lebih terperinciPS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI.
PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) JARINGAN TULANG SYUBBANUL WATHON, S.SI., M.SI. Jaringan Tulang 1. Jaringan Tulang Rawan 2. Jaringan Tulang Keras / Sejati 1. Jaringan Tulang Rawan Fungsi jaringan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kandungan bahan tertentu. Faktor intrinsik diantaranya adalah penurunan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penuaan atau aging process merupakan proses alami yang akan dialami oleh setiap makhluk hidup di dunia ini, tetapi proses penuaan setiap orang tidaklah sama, ada beberapa
Lebih terperinciMenurut Depkes RI (1995), berdasarkan luas dan garis traktur meliputi:
DEFINISI Terdapat beberapa pengertian mengenai fraktur, sebagaimana yang dikemukakan para ahli melalui berbagai literature. Menurut FKUI (2000), fraktur adalah rusaknya dan terputusnya kontinuitas tulang,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mengalami penyembuhan luka (Fedi dkk., 2004). Proses penyembuhan luka meliputi beberapa fase yaitu fase inflamasi,
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas sel dan jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma (Fedi dkk., 2004). Luka dapat disebabkan oleh trauma mekanis, suhu dan kimia (Chandrasoma
Lebih terperinciFraktur terbuka dibagi menjadi 3 derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya fraktur.
Definisi fraktur Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Penyembuhan luka merupakan proses yang dinamis, meliputi empat fase, yaitu : hemostasis, inflamasi, proliferasi, dan remodeling. Setiap fase penyembuhan luka
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit periodontal banyak diderita oleh manusia hampir di seluruh dunia dan mencapai 50% dari jumlah populasi dewasa (Carranza & Newman, 1996; Teronen dkk., 1997).
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari
BAB VI PEMBAHASAN VI.1. Pembahasan Hasil uji statistik menunjukkan bahwa kadar NO serum awal penelitian dari kedua kelompok tak berbeda bermakna. Kadar NO serum antar kelompok berbeda bermakna. Kadar NO
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tulang merupakan suatu jaringan ikat tubuh terkalsifikasi yang terdiri dari matriks dan sel-sel. Tulang mengandung matriks organik sekitar 35%, dan matriks anorganik
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker telah menjadi masalah kesehatan di dunia, termasuk di Indonesia. Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2014 menunjukkan kanker merupakan penyebab kematian
Lebih terperinciTulang Rawan. Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi
Tulang Rawan Struktur Dasar, Tipe dan Lokasi Suatu tulang rawan memiliki khondrosit yang tersimpan di dalam ruangan (lacunae) dalam matriks ekstraselular. Tulang rawan mengandung banyak air (menyebabkannya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. akan mengalami peningkatan populasi orang tua pada tahun 2025 sebanyak 301% dari
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usia Harapan Hidup (UHH), di seluruh dunia mengalami kenaikan dari usia 67 tahun pada tahun 2009 menjadi 71 tahun pada tahun 2013. Indonesia diprediksi akan mengalami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dasar Teori 1. Pengertian Tulang Tulang merupakan jaringan ikat, terdiri dari sel, serat, dan substansi dasar yang berfungsi untuk penyokong dan pelindung kerangka. Tulang merupakan
Lebih terperinciPenyembuhan luka jaringan keras pascatrauma
Penyembuhan luka jaringan keras pascatrauma A. Tajrin Bagian Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin Makassar, Indonesia Koresponden: tajrinumi@gmail.com ABSTRAK
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. periodontitis. Dalam kondisi kronis, periodontitis memiliki gambaran klinis berupa
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dunia kedokteran gigi erat sekali kaitannya dengan penyakit yang dapat berujung pada kerusakan atau defek pada tulang alveolar, salah satunya adalah periodontitis. Dalam
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang,
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Fraktur Fraktur merupakan suatu keadaan dimana terjadi disintegritas tulang, penyebab terbanyak adalah insiden kecelakaan, tetapi faktor lain seperti proses degeneratif
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang. Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang. tidak dapat dipungkiri pada saat ini.
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kemajuan di bidang kedokteran merupakan hal yang tidak dapat dipungkiri pada saat ini. Penemuan dan penelitian yang baru pun sangat dinantikan dan dibutuhkan manfaatnya.
Lebih terperinciFraktur femur!! 1. Definisi
Fraktur femur!! 1. Definisi Terputusnya kontinuitas batang femur yang bisaterjadi akibattrauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian). 2. Etiologi a. Trauma Fraktur terjadi ketika tekanan
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan
1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kasus cedera di Indonesia dapat dilihat melalui data morbiditas dan mortalitas penyakit di Rumah Sakit, cedera menduduki urutan ketiga terbanyak proporsi
Lebih terperinciFRAKTUR TIBIA DAN FIBULA
FRAKTUR TIBIA DAN FIBULA Fraktur tibia umumnya dikaitkan dengan fraktur tulang fibula, karena gaya ditransmisikan sepanjang membran interoseus fibula. Kulit dan jaringan subkutan sangat tipis pada bagian
Lebih terperinciWan Rita Mardhiya, S. Ked
Author : Wan Rita Mardhiya, S. Ked Faculty of Medicine University of Riau Pekanbaru, Riau 2009 0 Files of DrsMed FK UR http://www.yayanakhyar.co.nr PENDAHULUAN Fraktur femur mempunyai pengaruh sosial ekonomi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dikatakan sebagai mukosa mastikasi yang meliputi gingiva dan palatum keras.
7 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jaringan lunak rongga mulut dilindungi oleh mukosa yang merupakan lapisan terluar rongga mulut. Mukosa melindungi jaringan dibawahnya dari kerusakan dan masuknya mikroorganisme
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal merupakan gejala klinis utama dari penyakit periodontal. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang dikenal, supraboni
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Luka merupakan gangguan integritas jaringan yang menyebabkan kerusakan dan biasanya berhubungan dengan hilangnya fungsi. 1 Saat barier rusak akibat ulkus, luka
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma
3 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka adalah terjadinya diskontinuitas kulit akibat trauma baik trauma tajam, tumpul, panas ataupun dingin. Luka merupakan suatu keadaan patologis yang dapat menganggu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. paling umum. Sebagian besar cedera pada tangan merupakan cedera
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan sehari-hari fungsi tangan dan penggunaan jarijari tangan sangat penting untuk sebagian besar melakukan berbagai aktifitas dan hampir setiap profesi.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Telaah Pustaka 1. Bone Tissue Engineering (BTE) Bone Tissue Engineering merupakan suatu teknik yang terbentuk dari dua prinsip keilmuan, antara "sciences" dan "engineering" yang
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. karena dapat menyebabkan berbagai keluhan dan ketidaknyaman pasien. Komplikasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Komplikasi pasca pencabutan gigi dapat menimbulkan berbagai masalah, karena dapat menyebabkan berbagai keluhan dan ketidaknyaman pasien. Komplikasi yang timbul
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah Proses menjadi tua merupakan suatu proses menghilangnya secara bertahap kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri, mempertahankan struktur dan fungsi normalnya
Lebih terperinciBAB 5 HASIL PENELITIAN
25 BAB 5 HASIL PENELITIAN Preparat jaringan yang telah dibuat, diamati dibawah mikroskop multinokuler dengan perbesaran 4x dan 10x. Semua preparat dapat dibaca berdasarkan tolok ukur skor tingkat peradangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Berdasarkan data dari Departemen Kesehatan RI tahun 2009 didapatkan sekitar delapan juta orang mengalami kejadian patah tulang dengan jenis patah tulang yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kanker merupakan pertumbuhan yang cepat dan abnormal pada sel, tidak terkontrol, dan tidak terlihat batasan yang jelas dengan jaringan yang sehat serta mempunyai sifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunya mengalami peningkatan, total jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan pusat statistik,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Makroskopis
30 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan Makroskopis Keadaan normal struktur tulang panjang seperti os tibia memiliki bentuk yang kompak dan padat. Pembuatan lubang dengan menggunakan bor gigi pada os tibia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan pembangunan disegala
1 BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia melakukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kulit merupakan organ terbesar pada tubuh, terhitung sekitar 16% dari berat badan manusia dewasa. Kulit memiliki banyak fungsi penting, termasuk sebagai sistem pertahanan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kejadian fraktur tidak hanya terjadi pada manusia. Fraktur pada hewan merupakan kasus yang juga biasa ditangani oleh dokter hewan baik dari Rumah Sakit Hewan maupun Klinik Hewan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. peningkatan jumlah penyandang diabetes cukup besar untuk tahun-tahun
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai penelitian epidemiologi menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan angka insidens dan prevalensi diabetes melitus (DM) tipe 2 di berbagai penjuru dunia. WHO
Lebih terperinciABSTRACT. Tjok Agung Y. Vidyaputra. KEYWORDS: VEGF, Calcium Sulfate, bone defects, osteoblast, type I collagen, bone recycling, liquid nitrogen
ABSTRACT VASCULAR ENDOTHELIAL GROWTH FACTOR (VEGF) IN CALCIUM SULFATE INDUCES MORE OSTEOBLASTS AND TYPE I COLLAGEN IN RATS WITH FEMUR BONE DEFECTS AFTER BONE RECYCLING GRAFT WITH LIQUID NITROGEN Tjok Agung
Lebih terperinciOleh: JOHANA SYA BANAWATI J KARYA TULIS ILMIAH
PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KONDISI PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA Oleh: JOHANA SYA BANAWATI J 100 050 019 KARYA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. bebas dari penyakit, cacat, bahkan kelemahan maka dalam sistem kesehatan. menyeluruh, dan dapat terjangkau masyarakat luas.
BAB I PENDAHULUAN Dalam upaya mewujudkan pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya, maka setiap warga Indonesia berhak memperoleh derajat sehat yang setinggi- tingginya yang meliputi sehat jasmani, rohani,
Lebih terperinciBAB I. PENDAHULUAN. ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini, stem sel telah menjadi topik utama pembicaraan banyak ilmuwan, ahli medis, bahkan orang awam diseluruh penjuru dunia. Sesuai dengan kata yang menyusunnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fakta menunjukkan bahwa pada proses penuaan terjadi kemunduran dan deplesi jumlah sel Langerhans di epidermis, yakni sel efektor imunogen pada kulit, penurunan daya
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kanker merupakan suatu golongan penyakit ditandai dengan adanya pembelahan sel yang berlangsung secara tidak terkendali serta berkaitan dengan kemampuan sel sel dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sebagai perawatan jaringan periodontal dengan tujuan untuk menghilangkan poket
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Regenerasi jaringan periodontal merupakan tujuan utama terapi periodontal (Uraz dkk., 2013). Salah satu tindakan terapi periodontal ialah bedah periodontal sebagai
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. (pathologic fracture). Menurut Piermattei et al. (2006), sekitar 75 80% kejadian
PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan kasus yang sering terjadi pada manusia maupun hewan. Fraktur pada hewan umumnya disebabkan karena trauma dan penyakit (pathologic fracture). Menurut Piermattei
Lebih terperinciBAB VI PEMBAHASAN. cedera abrasi menyerupai dengan cedera peritoneum saat operasi abdomen..
BAB VI PEMBAHASAN Pembentukan adhesi intraperitoneum secara eksperimental dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu model iskemia, model perlukaan peritoneum, model cedera termal, dengan benda asing,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kasus cedera yang sering dialami oleh setiap manusia. Luka itu sendiri didefinisikan sebagai hilangnya integritas epitelial dari kulit. (Cohen
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya hubungan (diskontinuitas) tulang radius dan ulna yang disebabkan oleh cedera pada lengan bawah baik trauma langsung maupun trauma tidak langsung
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi 2 yaitu fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang itu menembus kulit. fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan pada fragmen tulang. Fraktur dibagi menjadi 2
Lebih terperinciFraktura Os Radius Ulna
Fraktura Os Radius Ulna Pendahuluan Fraktura adalah patah atau ruptur kontinuitas struktur dari tulang atau cartilago dengan atau tanpa disertai dislokasio fragmen. Fraktur os radius dan fraktus os ulna
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian didapatkan dari perhitungan jumlah fibroblas dengan menggunakan mikroskop cahaya perbesaran 400x. Area pengamatan dan jumlah
Lebih terperinciMANAJEMEN FRAKTUR PADA TRAUMA MUSKULOSKELETAL
MANAJEMEN FRAKTUR PADA TRAUMA MUSKULOSKELETAL Gde Rastu Adi Mahartha 1, Sri Maliawan 2, Ketut Siki Kawiyana 3 1 Mahasiswa Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, 2,3 Bagian/SMF
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat
PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian dalam bidang sel punca mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam dekade terakhir. Minat penelitian tersebut dipicu oleh kemampuan sel punca untuk berdiferensiasi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka merupakan rusak atau hilangnya sebagian dari jaringan tubuh. Penyebab keadaan ini dapat terjadi karena adanya trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera saraf tepi merupakan salah satu komplikasi yang dapat terjadi pasca trauma dan tindakan bedah mulut dan maksilofasial. Tindakan bedah mulut dan maksilofasial
Lebih terperinciOleh : DWI BRINA HESTILIANA J
PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSO. PROF DR. R SOEHARSO SURAKARTA Oleh : DWI BRINA HESTILIANA J 100 050 035
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Salah satu bagian terpenting di dalam rongga mulut manusia
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Salah satu bagian terpenting di dalam rongga mulut manusia adalah adanya gusi atau gingiva. Gusi atau gingival pada manusia, normalnya menutupi tulang alveolar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan
I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian. Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Kulit merupakan organ terluar pada tubuh manusia yang menutupi seluruh permukaan bagian tubuh. Fungsi utama kulit sebagai pelindung dari mikroorganisme,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. atau keadaan patologis (Dorland,1994) tungkai bawah yang terdiri dari tulang tibia dan
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Kemajuaan teknologi dan informasi yang berkembang pesat menimbulkan dampak positif maupun negative terhadap manusia.dampak positif yang muncul misalnya adanya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Etiologi timbulnya defek pada mandibula adalah bermacam-macam, mulai dari kelainan kongenital dan dapatan, termasuk juga inflamasi dan gangguan perkembangan.
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. membuat kadar kolesterol darah sangat sulit dikendalikan dan dapat menimbulkan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pola makan modern yang banyak mengandung kolesterol, disertai intensitas makan yang tinggi, stres yang menekan sepanjang hari, obesitas dan merokok serta aktivitas
Lebih terperinci