UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS SIFAT MEKANIS MAGNESIUM EQUAL CHANNEL ANGULAR PRESSING (ECAP) SEBAGAI BAHAN PLATE PADA FRAKTUR MANDIBULA MELALUI UJI BENDING DAN UJI KEULETAN DALAM CAIRAN FISIOLOGIS DULBECCO S MOODIFIED EAGLE MEDIUM (DMEM) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Spesialis dalam Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial Novianto Agung Cahyono FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI PROGRAM PENDIDIKAN DOKTER GIGI SPESIALIS BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL JAKARTA AGUSTUS 2014

2

3

4 KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim, Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Sholawat dan salam tak lupa tercurah kepada Rasulullah Nabi Muhammad SAW. Karena atas rahmat dan karunia Allah SWT hingga penelitian yang berjudul Analisis Sifat Mekanis Magnesium Equal Channel Angular Pressing (ECAP) sebagai Bahan Plate pada Fraktur Mandibula Melalui Uji Bending dan Uji Keuletan Dalam Cairan Fisiologis Dulbecco s Moodified Eagle Medium (DMEM). dapat penulis selesaikan. Penelitian ini adalah syarat untuk menyelesaikan pendidikan penulis sebagai spesialis bedah mulut maksilofasial di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa penelitian penelitian ini tidak dapat selesai tanpa bimbingan serta bantuan dari banyak pihak. Oleh sebab itu penulis ingin mengucapkan penghargaan dan rasa terima kasih secara khusus kepada: 1. Dr. drg. Lilies Dwi Sulistyani, SpBM, selaku pembimbing I dan koordinator Program Pendidikan Dokter Gigi Spesialis Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI yang telah menyediakan waktu, tenaga, pikiran, hingga memberikan motivasi untuk penulis hingga tesis ini terselesaikan. 2. Drg. Andi Soufyan Santosa, M.Kes, selaku pembimbing II yang telah menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya dalam membimbing penulis. 3. Prof.Dr.drg. Benny S Latief, SpBM(K), selaku Guru Besar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah memberikan ide, motivasi, dan masukan berharga kepada penulis dalam topik penelitian ini. 4. Staf pengajar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang telah dengan sabar membimbing penulis selama menjalani pendidikan: Prof. Drg. Iwan Tofani, SpBM, PhD, Dr. drg. Pradono, SpBM, drg. Abdul Latief, SpBM(K), drg. Evy Eida Vitria, SpBM, drg. Vera Julia, SpBM, dan drg. Dwi Ariawan, MARS, SpBM, drg Rachmitha Anne SpBM. Selain itu juga untuk staf yang telah purnabakti drg. HRM Zulkarnain Moertolo, SpBM(K) serta (almarhum) drg. Teguh I.S. SpBM(K). 5. Konsulen di rumah sakit jejaring: Dr. drg. C. Rini S. SpBM, drg. Deddy S. Sukardi, SpBM, drg. Retnowati, SpBM, drg. Syafruddin HAK, SpBM(K), dan drg. Etty Soenartini, SpBM dimana tempat penulis menimba ilmu dan ketrampilan klinis selama menjalani pendidikan. iv

5 6. Teknisi Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Negeri Jakarta dan teknisi Laboratorium B2TKS, BPPT, Puspitek Serpong. 7. Karyawan Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Sahir, Mba Supri, Mba Rani, dan Mba Yuni dan karyawan perpustakaan Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia: Pak Asep, Pak Yanto, Pak Nuh, dan Pak Norman yang terus memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis selama menjalani pendidikan. 6. Bapak Sutoyo,BA dan Ibu Kasirah (Alm), orang tua penulis yang tanpa henti memberikan bantuan moril, materil, doa serta cintanya hingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan pendidikan ini. Kakak adik penulis yang turut memberikan doa dan motivasinya, Mbak Wiwiek, Mbak Ita dan Wahyu. 7. Rasa sayang dan terimakasih yang mendalam penulis sampaikan kepada istri tercinta, drg. Wahyuning Ratnawidya, yang terus mendampingi, mendukung, menyemangati penulis dengan tulus dan sepenuh hati, serta senantiasa mendoakan penulis serta menjadi sumber inspirasi dan kebahagiaan terbesar bagi penulis. Kedua buah hati penulis, Cahaya Mutiara Salamah dan M. Afif Rahman mohon maaf apabila selama ini banyak waktu bersama yang tersita. 8. Bapak dan ibu mertua penulis, Dr. Suhardjo Poertadji dan Ibu dr. Sri Sugiarti, MARS (Alm), rasa terimakasih yang mendalam atas bantuan doa, moril dan materiil hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan ini. 11. Teman-teman terhebat, residen bedah mulut FKG UI, Eky, Marik, Semi, Bayu, Bang Dani, Bang Kadri, Mbak Dian, Hetty dan Kak Revo rekan seangkatan dalam menyelesaikan pendidikan Bedah Mulut FKG UI atas semua bantuannya selama penulis menjalani pendidikan. Para senior Bang Arfan, Bang Arbi, Bang Dimas, Mbak Rahmi, Mbak Ninung dan Mbak Indira atas bantuan dan dukungannya selama penulis menjalani pendidikan ini. 11. Rekan adik kelas Stefani atas pencerahan ilmunya, Johan Edward atas bantuan dan dukungannya selama pendidikan ini, dan Hanan atas bantuan dan dukungannya dalam menyelesaikan penelitian ini. 11. Para pasien yang telah ikhlas menerima perawatan selama penulis menyelesaikan pendidikan. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang ikut membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan penelitian ini. v

6 Semoga Allah SWT membalas segala amal dan budi baik, serta melimpahkan berkah, hidayah dan rahmat-nya kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan pendidikan. Penulis juga memohon maaf apabila terjadi kesalahan baik yang disadari maupun yang tidak disengaja selama pendidikan. Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial. Jakarta, Agustus 2014 Penulis vi

7

8 ABSTRAK Nama : Novianto Agung Cahyono Program Studi : Ilmu Bedah Mulut dan Maksilofasial Judul : Analisis Sifat Mekanis Magnesium Equal Channel Angular Pressing (ECAP) Sebagai Bahan Plate Pada Fraktur Mandibula Melalui Uji Bending dan Uji Keuletan Dalam Cairan Fisiologis Dulbecco s Moodified Eagle Medium (DMEM). Latar Belakang: Magnesium merupakan biomaterial logam yang berpotensi digunakan sebagai material implan tubuh yang dapat terdegradasi. Syarat magnesium dapat digunakan sebagai material implan biodegradasi adalah laju degradasi magnesium harus memiliki kekuatan mekanis yang cukup dalam jangka waktu tertentu, sampai terjadi penyembuhan tulang, kecepatan resorbsi yang sesuai dengan kecepatan penyembuhan tulang. Aplikasi magnesium sebagai implan yang terdegradasi terhambat karena tingkat tinggi degradasi lingkungan fisiologis. Dengan adanya sifat biodegradasi magnesium maka diperlukan cara bagaimana mencegah atau menekan kecepatan laju biodegradasi sehingga dapat disesuaikan dengan proses penyembuhan tulang. Beberapa penelitian tentang magnesium telah dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tersebut, antara lain dengan prosedur Equal Channel Angular Pressing ( ECAP), merupakan salah satu prosedur dari grain refinement yang dapat menurunkan laju degradasi dan meningkatkan sifat mekanis magnesium. Tujuan: Menganalisa sifat mekanis magnesium ECAP dalam perendaman dalam larutan DMEM. Metode: Sifat mekanis magnesium ECAP dianalisis setelah dilakukan perendaman dalam larutan DMEM dengan menggunakan masing-masing sepuluh sampel magnesium ECAP untuk uji bending dan sepuluh sampel magnesium ECAP uji keuletan. Sifat mekanis di analisis menggunakan nilai bending pada uji bending dan nilai keuletan pada uji keuletan. Hasil: Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai bending magnesium ECAP, nilai keuletan magnesium ECAP dan penurunan nilai bending juga nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis DMEM. Kata Kunci: Magnesium ECAP, sifat mekanis, nilai bending, nilai keuletan. viii

9 ABSTRACT Name : Novianto Agung Cahyono Study Programme : Oral Surgery and Maxillofacial Title : Analysis of The Mechanical properties of Magnesium Equal Channel Angular Pressing (ECAP) as A Plate on A Mandibular Fracture through Bending Test and Ductility Test in Physiological Fluids of Dulbecco s Moodified Eagle Medium (DMEM) Background: Magnesium is a metal biomaterials that could potentially be used as an implant material which can be decomposed body. Requirement of magnesium can be used as an implant material is the biodegradation rate of degradation must possess sufficient mechanical strenght in a certain period of time until the healing bone resorption speed corresponding to speed bone healing, generally magnesium has a rapid rate of degradation, it is undesirable magnesium deficiency. Application of magnesium as the implant is degraded hampered by high levels of physiological environmental degradation. With the biodegradation rate of speed so it can be adapted to the bone healing process. Several studies on magnesium have been made to overcome these limitations. Among others, the ECAP procedure which is one of the grain refinement procedure that can decrease the rate of degradasi and improve the mechanical properties of magnesium. Objective: To analyze the mechanical properties of magnesium ECAP in DMEM solution immersion. Methods: Mechanical properties of magnesium ECAP analyzed after immersion in DMEM solution by using each of the ten samples of magnesium ECAP for bending test and ten samples of magnesium ECAP for ductility test. Result: There is the effect of immersion time on the value of ECAP bending magnesium, magnesium ECAP ductility value and impairment bending ductility also magnesium ECAP on immersion in physiological solution of DMEM. Keywords: Magnesium ECAP, mechanical properties, bending values, the value of ductility. ix

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ii HALAMAN PENGESAHAN iii KATA PENGANTAR iv HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI vii ABSTRAK viii ABSTRACT ix DAFTAR ISI x DAFTAR SINGKATAN xii DAFTAR GAMBAR xiii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR LAMPIRAN xv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian 5 2. TINJAUAN PUSTAKA Fraktur Maksilofasial Definisi Fraktur dan Jenis Fraktur Penatalaksanaan Fraktur Proses Penyembuhan Fraktur Proses Penyembuhan Fraktur Primer Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder Komplikasi Penyembuhan Biomaterial Polimer Titanium 12 x

11 Magnesium Magnesium ECAP Uji Mekanis Biomaterial Kerangka Teori KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIBEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL Kerangka Konsep Hipotesis Identifikasi Variabel Definisi Operasional METODOLOGI PENELITIAN Desain Penelitian Tempat Penelitian Waktu Penelitian Sampel Penelitian Alat dan Bahan Cara Kerja Uji Bending Uji Keuletan Analisa Data Alur Penelitian HASIL PENELITIAN PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran 31 DAFTAR PUSTAKA 32 xi

12 DAFTAR SINGKATAN Mg : Magnesium PLA : Polylactite acid PGA : Polyglicoic acid Gpa : Gigapascal Mpa : Megapascal ECAP : Equal channel angular pressing DMEM : Dulbecco s moodified eagle medium Nacl : Natrium-chlorida PBS : Phosphate buffered saline HAKI : Hak atas kekayaan Intelektual MMF : Maxillo- Mandibulare Fixation TGF-B1 : Transforming Growth Factor-Beta 1 VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor PCL : Poly Caprolatone PLLA : Poly L-Lactide TiO 2 : Titanium dioxide FeTiO 3 : Ferrum Titanium trioxide SPD : Severe Plastic Deformation ASTM : American Society of Testing and Materials UPM : Universal Machine Testing B2TKS : Balai Besar Teknologi Kekuatan Struktur BPPT : Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi xii

13 DAFTAR GAMBAR Gambar. Ilustrasi skematik dari prosedur ECAP 14 Gambar. Ilustrasi mesin uji three point bending 15 Gambar. Skema Kerangka Teori 16 Gambar. Skema Kerangka Konsep 17 Gambar 4.a. Contoh sampel uji bending 20 Gambar 4.b. Contoh sampel uji keuletan 20 Gambar 4.c. Skema alur penelitian 23 Gambar 5.1. Distribusi nilai bending Mg ECAP terhadap waktu perendaman DMEM 25 Gambar 5.2. Distribusi nilai tarik Mg ECAP terhadap waktu perendaman DMEM 26 Gambar 5.3. Distribusi rerata nilai elongasi sampel Mg ECAP pada waktu perendaman 27 xiii

14 DAFTAR TABEL Tabel 51 Nilai Bending Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman 24 Tabel 5.2 Nilai tarik Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman 25 Tabel 5.3 Nilai Elongasi Magnesium Ecap sebelum dan sesudah perendaman 26 Tabel 6.1 Nilai bending Mg ECAP, polimer dan titanium 29 Tabel 6.2. Nilai tarik Mg ECAP, polimer dan titanium 29 xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Analisa Statistik Uji Bending dan Uji Keuletan 35 Lampiran 2. Uji lolos kode etik 37 xv

16 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang. Dengan semakin meningkatnya mobilitas, semakin tinggi pula resiko terjadinya trauma. Salah satu trauma yang sering terjadi adalah trauma maksilofasial, yang sering dijumpai seiring meningkatnya kecelakaan lalu lintas, kekerasan fisik, olah raga, trauma akibat senjata api, fraktur patologis akibat odontektomi gigi. Trauma maksilofasial merupakan salah satu kasus yang sering dijumpai di bidang bedah mulut. Kasus fraktur tulang rahang merupakan kasus umum yang sering dijumpai dalam bidang bedah mulut dan maksilofasial. Prinsip dasar penanganan fraktur pada maksilofasial adalah reposisi, fiksasi dan imobilisasi. Pada penanganan fraktur maksilofasial diperlukan alat fiksasi berupa implan yang diaplikasikan pada tulang dalam jangka waktu tertentu. Implan yang diaplikasikan pada fragmen tulang yang fraktur diimobilisasi sampai proses penyatuan tulang selesai. 1 Terdapat beberapa jenis material implan tulang dengan segala kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Material implan tulang harus memiliki kekuatan mekanis yang cukup dalam jangka waktu tertentu, sampai terjadi penyembuhan tulang, kecepatan resorbsi yang sesuai dengan kecepatan penyembuhan tulang, memiliki biokompatibilitas serta biosafety yang baik, karena akan dipergunakan dalam jaringan tubuh manusia. 2,3 Material implan yang sering digunakan adalah titanium, paduan logam cobalt, stainless steel.² Titanium saat ini merupakan pilihan utama sebagai material implan tulang. Titanium memiliki sifat mekanis dan resistensi korosi yang baik. Titanium dapat menerima beban dengan kekuatan mekanis yang tinggi, namun material ini memiliki modulus elastisitas yang tidak sesuai dengan tulang sehingga dapat menimbulkan shear strength, dan menyebabkan kegagalan fungsi fiksasi serta imobilisasi. Harga titanium yang tinggi dapat menjadi kendala bagi pasien untuk mendapatkan perawatan fraktur yang ideal. Selain itu titanium material implan yang tidak dapat diresorbsi oleh tubuh sehingga kadangkala diperlukan operasi kedua untuk pengangkatan material tersebut. 4 Dengan adanya keterbatasan material logam, maka dikembangkan material implan yang dapat diresorbsi tubuh sehingga tidak memerlukan operasi lagi untuk pengangkatan material implan setelah terjadi penyembuhan tulang. Magnesium (Mg) merupakan salah satu logam yang sedang dikembangkan penggunaannya sebagai material implan. 1

17 2 Magnesium merupakan bahan logam yang memiliki potensi dan aplikasi implan jaringan keras, dan di dalam tubuh manusia, magnesium elemen yang esensial dan secara alami ditemukan sekitar 50% terdapat di tulang. Sebagai bahan yang mengalami degradasi magnesium memiliki ketahanan patah yang lebih besar bila dibandingkan dengan polimer seperti Polylactite acid (PLA) dan Polyglicoic acid (PGA). Magnesium termasuk logam ringan dengan modulus elastisitas dan compressive yield strenght yang paling mirip dengan tulang bila dibandingkan dengan bahan logam lainnya. Magnesium memiliki fracture toughnes lebih tinggi bila dibandingkan dengan biomaterial keramik, serta memiliki modulus of elasticity (41-45 Gpa) yang mendekati tulang sehingga mencegah efek stress shielding. Sebagai material implan magnesium juga memiliki beberapa kekurangan diantaranya korosi dan degradasi, hal ini menyebabkan magnesium kehilangan kekuatan mekanisnya dan terdegradasi sebelum penyembuhan tulang selesai. Dikarenakan sifat magnesium tersebut maka diperlukan cara untuk mengkontrol kecepatan biodegradasinya sehingga dapat disesuaikan dengan lamanya proses penyembuhan tulang yang adekuat. 4,5 Proses penyembuhan fraktur pada tulang antara 4 sampai 8 minggu tulang baru mulai menjembatani fraktur (soft callus berubah menjadi hard callus ) dan dapat dilihat secara radiologis, terdiri dari 5 fase yaitu : Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Hematom terbentuk dari darah yang mengalir yang berasal dari pembuluh darah yang robek. Hematom dibungkus jaringan lunak sekitar (periosteum & otot). Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah. Tempat cidera kemudian akan diinvasi oleh magrofag (sel darah putih besar), yang akan membersihkan daerah tersebut. Terjadi inflamasi, pembengkakan dan nyeri. Setelah hari ke-6 yaitu tahap proliferasi sel, akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoklast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Pada hari ke- 12 yaitu tahap pembentukan kalus, pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan defek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Sampai hari ke-24 yaitu pada tahap penulangan kalus (osifikasi). Pembentukan kalus mulai mengalami penulangan dalam dua sampai tiga minggu patah tulang, melalui proses penulangan

18 3 endokondral. Tahap menjadi tulang dewasa (Remodeling). Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati dan reorganisasi tulang baru ke susunan struktural sebelumnya. Remodeling memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun tahun tergantung beratnya modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus stres fungsional pada tulang. Dengan adanya sifat biodegradasi magnesium maka diperlukan cara bagaimana mencegah atau menekan kecepatan laju biodegradasi sehingga dapat disesuaikan dengan proses penyembuhan tulang. Beberapa penelitian tentang magnesium telah dilakukan untuk mengatasi keterbatasan tersebut, antara lain dengan prosedur equal channel angular pressing ( ECAP), merupakan salah satu prosedur dari grain refinement. 7 ECAP merupakan suatu prosedur yang cukup sederhana, ekonomis untuk mengurangi ukuran grain, akan tetapi bisa meningkatkan kekuatan mekanis magnesium. Oleh Karayan,dkk (2011) melakukan penelitian mengenai proses ECAP pada magnesium, proses melalui ECAP ini dilakukan 6 kali pressing dengan suhu 300ºC, ukuran grain berkurang dari 700 µm menjadi 10 µm, dan didapatkan morfologi permukaan yang baik. Selain itu pada penelitian tersebut diperoleh peningkatan terhadap korosi dari magnesium murni dalam larutan ringer. 7 Penelitian Orlov dkk (2010) menyatakan magnesium alloy ZK60 ECAP semakin bertambah kuat dengan didapatkannya peningkatan sifat mekanis dari 264 MPa menjadi 351 MPa. 8. Beberapa kelebihan dari magnesium adalah sifat mekanis dari magnesium yang banyak kemiripan dengan tulang, merupakan elektrolit normal di dalam tubuh dan cukup ekonomis, dan juga memiliki sifat mudah diresorbsi tubuh sehingga tidak memerlukan operasi lagi untuk pengangkatan material implan tersebut. 7. Salah satu syarat yang dibutuhkan suatu material implan adalah memiliki sifat mekanis yang sesuai dengan tulang, sifat mekanis merupakan suatu respon atau perilaku material terhadap gaya yang diberikan. Suatu uji mekanis dilakukan untuk mendapatkan sifat mekanis dari material implan tersebut. Pengujian material ini pada prinsipnya bersifat merusak (destructive test), dan hasil dari uji material ini dapat berupa data atau kurva sesuai dengan ciri dan sifat dari material tersebut. 9,10,11. Dalam penelitian ini peneliti akan meneliti tentang sifat mekanis magnesium ECAP berupa uji bending dan uji keuletan secara in vitro. Uji bending ( bending test ) merupakan uji untuk menentukan mutu suatu material secara visual. Uji keuletan adalah uji untuk menunjukkan kemampuan bahan untuk bertambah panjang ketika diberi beban atau gaya tarik. 7 Penelitian tentang magnesium terselenggara atas ide awal dari Prof. DR. Drg. Benny S. Latief SpBM(K), selaku Guru Besar Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial 6

19 4 Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, yang mengusulkan Magnesium ECAP sebagai material implan. Penelitian sebelumnya telah dilakukan Rahmi dkk tentang analisis sifat mekanis magnesium ECAP melalui uji tarik dan uji kekerasan dengan hasil magnesium yang melalui proses ECAP akan mengalami peningkatan sifat mekanis dan kekerasan. 12 Penelitian ini merupakan penelitian mengenai sifat mekanis magnesium ECAP, penulis melakukan penelitian mengenai sifat mekanis magnesium ECAP meliputi uji bending dan uji keuletan secara in vitro pada perendaman larutan Dulbecco s moodified eagle medium (DMEM) yaitu, larutan yang mengandung ion organik dan inorganik yang menyerupai cairan plasma tubuh. Larutan DMEM dipilih karena memiliki kelebihan dibandingkan larutan fisiologis lain seperti NaCl 0,9%, hanks solution, atau Phosphate Buffered Saline (PBS) 2, sehingga dapat diaplikasikan sebagai material implan dalam bidang bedah mulut dan maksilofasial khususnya di bidang fraktur. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian dan latar belakang di atas, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian sebagai berikut: Masalah Umum: Bagaimana sifat mekanis magnesium ECAP Masalah Khusus: Bagaimana nilai uji bending (bending test) magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis ( DMEM) Bagaimana nilai keuletan (ductility) magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis ( DMEM) Bagaimana pengaruh waktu perendaman pada nilai bending dari magnesium ECAP Bagaimana pengaruh waktu perendaman terhadap nilai keuletan dari magnesium ECAP.

20 5 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan Umum : Menganalisa sifat mekanis magnesium ECAP dalam perendaman dalam larutan DMEM. Tujuan Khusus: Menganalisa nilai bending magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan DMEM sebelum direndam, pada hari ke 3,6,12, dan Menganalisa nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan DMEM ECAP sebelum direndam, pada hari ke 3,6,12, dan Manfaat Penelitian Manfaat bagi pengetahuan dari penelitian ini dapat memberi informasi mengenai sifat mekanis magnesium ECAP melalui uji bending dan uji keuletan Penelitian ini diharapkan menjadi dasar penelitian lanjutan di bidang biomaterial, sehingga dapat bermanfaat buat keperluan aplikatif di klinik terutama di bidang Bedah Mulut dan Maksilofasial terutama di bidang fraktur Hasil dari penelitian ini ikut mendukung untuk menjadi hak atas kekayaan intelektual (HAKI) yang akan didaftarkan melalui Departemen Bedah Mulut dan Maksilofasial FKG UI.

21 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fraktur Maksilofasial Definisi Fraktur dan Jenis Fraktur Fraktur adalah hilangnya kontinuitas tulang, baik sebagian atau seluruhnya, yang biasanya disebabkan oleh trauma mekanik ataupun patologis. 14 Jenis fraktur: 1. Simple or closed fracture: Fraktur yang tidak berhubungan dengan keadaan eksternal tulang 2. Compound or open fracture: Fraktur yang berhubungan dengan keadaan eksternal tulang, seperti kulit, mukosa atau ligamen periodontal 3. Comminuted fracture: Fraktur pada tulang berupa patah menjadi beberapa bagian 4. Greenstick fracture: Fraktur hanya pada salah satu sisi tulang 5. Pathologic fracture: Fraktur yang terjadi pada daerah yang lemah karena adanya suatu penyakit 6. Complicated fracture: Fraktur dengan luka parah pada jarigan lunak atau pada struktur di atasnya 7. Direct fracture: Fraktur yang terjadi pada lokasi yang terkena impact 8. Indirect fracture: Fraktur yang terjadi berada di lokasi beberapa jaraknya pada site impact 9. Impacted fracture: Fraktur di mana satu fragmen menjadi beberapa fragmen 10. Incomplete fracture: Fraktur dimana garis fraktur tidak mengenai seluruh bagian tulang 11. Multiple fractures: Dua atau lebih garis fraktur yang terjadi pada tulang namun tidak saling berhubungan 12. Unstable fracture: Fraktur dengan kecenderungan untuk slip out setelah reduksi. 15 6

22 Penatalaksanaan Fraktur Prinsip dasar penanganan trauma maksilofasial adalah reposisi, fiksasi dan immobilisasi. Penanganan fraktur bisa dengan reduksi terbuka atau reduksi tertutup. Penanganan fraktur secara umum dapat dilaksanakan melalui 2 metode, yaitu metode tertutup dan metode terbuka. Metode tertutup (closed reduction) yaitu penanganan konservatif dengan melakukan reposisi tanpa operasi langsung pada garis fraktur dan melakukan immobilisasi interdental wiring atau eksternal pin fixation. Metode terbuka (open reduction) : tindakan operasi untuk melakukan koreksi deformitas maloklusi dikarenakan fraktur dengan melakukan fiksasi interosseus wiring serta imobilisasi dengan plate dan screw. Pada reduksi terbuka diperlukan fiksasi dengan plate dan screw yang diaplikasikan pada fragmen tulang yang fraktur dan immobilisasi dengan MMF ( Maxillo- Mandibulare Fixation) dipertahankan sampai proses penyatuan tulang selesai. 14, Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari fraktur dipengaruhi oleh beberapa faktor lokal dan faktor sistemik, adapun faktor lokal: lokasi fraktur, jenis tulang yang mengalami fraktur, reposisi anatomis dan immobilasi yang stabil, adanya kontak antar fragmen, ada tidaknya infeksi, tingkatan dari fraktur. Adapun faktor sistemik adalah : keadaan umum pasien, umur, malnutrisi dan penyakit sistemik. Dalam istilah-istilah histologi klasik, penyembuhan fraktur telah dibagi atas penyembuhan fraktur primer dan fraktur sekunder. 16, Proses Penyembuhan Fraktur Primer Penyembuhan cara ini terjadi internal remodelling yang meliputi upaya langsung oleh korteks untuk membangun kembali dirinya ketika kontinuitas terganggu. Agar fraktur menjadi menyatu, tulang pada salah satu sisi korteks harus menyatu dengan tulang pada sisi lainnya (kontak langsung) untuk membangun kontinuitas mekanis. Tidak ada hubungan dengan pembentukan kalus. Terjadi internal remodelling dari haversian system dan penyatuan tepi fragmen fraktur dari tulang yang patah Proses Penyembuhan Fraktur Sekunder Penyembuhan sekunder meliputi respon dalam periostium dan jaringan-jaringan lunak eksternal. Proses penyembuhan fraktur ini secara garis besar dibedakan atas 5 fase, yakni

23 8 fase hematom (inflamasi), fase proliferasi, fase kalus, osifikasi dan remodelling. 16,17 1. Fase inflamasi: Tahap inflamasi berlangsung beberapa hari dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri. Terjadi perdarahan dalam jaringan yang cidera dan pembentukan hematoma di tempat patah tulang. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi karena terputusnya pasokan darah terjadi hipoksia dan inflamasi yang menginduksi ekpresi gen dan mempromosikan pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur untuk memulai penyembuhan. Produksi atau pelepasan dari faktor pertumbuhan spesifik, sitokin, dapat membuat kondisi mikro yang sesuai untuk : menstimulasi pembentukan periosteal osteoblast dan osifikasi intra membran pada tempat fraktur, menstimulasi pembelahan sel dan migrasi menuju tempat fraktur, dan menstimulasi kondrosit untuk berdiferensiasi pada kalus lunak dengan osifikasi endokondral yang mengiringinya. 18 Berkumpulnya darah pada fase hematom awalnya diduga akibat robekan pembuluh darah lokal yang terfokus pada suatu tempat tertentu. Namun pada perkembangan selanjutnya hematom bukan hanya disebabkan oleh robekan pembuluh darah tetapi juga berperan faktor-faktor inflamasi yang menimbulkan kondisi pembengkakan lokal. Waktu terjadinya proses ini dimulai saat fraktur terjadi sampai 2 3 minggu. 16,17 2. Fase proliferasi Kira-kira 5 hari hematom akan mengalami organisasi, terbentuk benang-benang fibrin dalam gumpalan darah, membentuk jaringan untuk revaskularisasi, dan invasi fibroblast dan osteoblast (berkembang dari osteosit, sel endotel, dan sel periosteum) akan menghasilkan kolagen dan proteoglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang. Terbentuk jaringan ikat fibrous dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum, tampak pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebut dirangsang oleh gerakan mikro minimal pada tempat patah tulang. Tetapi gerakan yang berlebihan akan merusak struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial elektronegatif. Pada fase ini dimulai pada minggu ke 2 3 setelah terjadinya fraktur dan berakhir pada minggu ke Fase pembentukan kalus Merupakan fase lanjutan dari fase hematom dan proliferasi mulai terbentuk jaringan tulang yakni jaringan tulang kondrosit yang mulai tumbuh atau umumnya disebut sebagai jaringan

24 9 tulang rawan. Sebenarnya tulang rawan ini masih dibagi lagi menjadi tulang lamellar dan woven bone. Pertumbuhan jaringan berlanjut dan lingkaran tulang rawan tumbuh mencapai sisi lain sampai celah sudah terhubungkan. Fragmen patahan tulang digabungkan dengan jaringan fibrous, tulang rawan, dan tulang serat matur. Bentuk kalus dan volume dibutuhkan untuk menghubungkan efek secara langsung berhubungan dengan jumlah kerusakan dan pergeseran tulang. Perlu waktu tiga sampai empat minggu agar fragmen tulang tergabung dalam tulang rawan atau jaringan fibrous. Secara klinis fragmen tulang tidak bisa lagi digerakkan. Regulasi dari pembentukan kalus selama masa perbaikan fraktur dimediasi oleh ekspresi dari faktor-faktor pertumbuhan. Salah satu faktor yang paling dominan dari sekian banyak faktor pertumbuhan adalah Transforming Growth Factor-Beta 1 (TGF-B1) yang menunjukkan keterlibatannya dalam pengaturan differensiasi dari osteoblast dan produksi matriks ekstra seluler. Faktor lain yaitu: Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF) yang berperan penting pada proses angiogenesis selama penyembuhan fraktur Fase konsolidasi Dengan aktifitas osteoklast dan osteoblast yang terus menerus, tulang yang immature (woven bone) diubah menjadi mature (lamellar bone). Keadaan tulang ini menjadi lebih kuat sehingga osteoklast dapat menembus jaringan debris pada daerah fraktur dan diikuti osteoblast yang akan mengisi celah di antara fragmen dengan tulang yang baru. Proses ini berjalan perlahan-lahan selama beberapa bulan sebelum tulang cukup kuat untuk menerima beban yang normal Fase remodeling Fraktur telah dihubungkan dengan selubung tulang yang kuat dengan bentuk yang berbeda dengan tulang normal. Dalam waktu berbulan -bulan bahkan bertahun-tahun terjadi proses pembentukan dan penyerapan tulang yang terus menerus lamella yang tebal akan terbentuk pada sisi dengan tekanan yang tinggi. Rongga medulla akan terbentuk kembali dan diameter tulang kembali pada ukuran semula. Akhirnya tulang akan kembali mendekati bentuk semulanya, terutama pada anak-anak. Pada keadaan ini tulang telah sembuh secara klinis dan radiologi. 19,20

25 Komplikasi Penyembuhan Komplikasi soft tissue berakibat dari kesalahan teknis atau masalah dalam penyembuhan luka. Umumnya, pembentukan jaringan parut yang tidak diinginkan dapat dihindari dengan menutup insisi di wajah dengan dua lapis, jahitan subkutan dengan benang absorbable yang lebih dalam untuk menghilangkan tension dari penutupan kulit. Penutupan luka seharusnya dilakukan dengan membuat tepi-tepi luka sedikit eversi, serta penanganan tepi luka secara nontraumatik. Pada insisi intraoral, dapat terjadi dehiscence parsial atau komplit karena penutupan luka yang tidak adekuat, oral hygiene yang buruk, trauma lokal atau gerak berlebihan. Saat mendesain insisi gingivobukal, selapis mukosa seharusnya dipertahankan di gingival agar tersedia soft tissue yang adekuat untuk dijahit. Hal ini bisa dicapai dengan melakukan insisi lebih ke labial sampai bagian terdalam sulkus gingivolabial. Jika terjadi dehiscence, akhirnya akan sembuh juga dengan hanya menjaga hygiene lokal. 21,22 Cedera saraf dapat ditemukan sebelum pembedahan karena efek langsung dari trauma. Karena itu, status saraf motorik dan sensorik wajah serta dahi harus dicatat sebelum operasi. Cedera nervus supraorbital sering diakibatkan peregangan saraf pada saat meretraksi soft tissue dan jaringan lunak mata untuk mendapatkan akses ke rima orbita superior dan medial. Cabang frontalis dari nervus fasialis dapat cedera karena traksi berlebihan dari flap dahi. Gangguan anatomis nervus dapat terjadi jika menggunakan bidang yang salah untuk mengakses arkus zygoma. Nervus ini berjalan superficial menyeberangi arkus sampai lapisan superficial fasia temporalis profunda. Karena itu pada lapisan ini diseksi seharusnya dilakukan dengan dalam. Bidang yang tepat dapat diakses dengan menginsisi fasia temporalis jauh diatas arkus dan mendiseksi dalam sampai ke fasia dan sampai ke arkus yang patah. Cedera saraf misalnya parestesia sering ditemukan inkomplit dan sementara. Cedera akar gigi dari screw holes yang dipasang dengan salah letak dapat mengakibatkan nonviable teeth. Jika garis fraktur terletak rendah dan tidak tersisa area yang cukup untuk menghindari gigi ketika memasang plate, pertimbangkan untuk menggunakan fiksasi suspension atau wire. 21,22 Infeksi post operatif cenderung lebih sering terjadi pada fraktur dengan cedera soft tissue yang luas, luka terkontaminasi, fraktur terbuka, fraktur yang mempunyai hubungan dengan rongga intranasal atau intraoral, atau darah di rongga sinus yang tidak terevakuasi. Jika terapi antibiotika empirik tidak dapat mengeliminasi infeksi, mungkin diperlukan debridement dan drainase. Kultur dilakukan jika ditemukan materi yang purulen. Infeksi yang tidak tertangani dalam jangka waktu lama dapat menyebabkan osteomielitis di sekitar area yang dipasangi screw atau wire. 21,22 Pengangkatan implant dan debridement tulang 21,22

26 11 dapat diperlukan jika terapi antibiotika saja tidak cukup. 21,22 Malunion dan maloklusi serta deformitas dapat terjadi bila reduksi tidak dilakukan dengan tepat atau terjadi pelonggaran fiksasi selama masa post operatif. Hal ini dapat dihindari dengan teknik operasi yang teliti dan fiksasi adekuat, lebih baik lagi dengan miniplate yang dipasang dengan tepat. Pasien yang non-compliant dengan MMF dan tidak melaksanakan latihan mengunyah dini dapat berakibat gerak rahang yang terbatas (micromotion), yang selanjutnya dapat mengakibatkan penyembuhan tulang yang buruk. Jika malunion ditemukan lebih dini, dapat dilakukan usaha mengoptimalkan reduksi dengan melonggarkan tension MMF dan menyesuaikan kekencangan wire atau elastics agar diperoleh oklusi yang normal. Bila hal ini gagal, fiksasi rigid (wire atau plate) harus dilepas 21,22.. dan diganti untuk stabilisasi yang lebih baik. Pada kasus yang terlambat datang di mana tulang ditemukan telah menyembuh menjadi suatu malposition, harus dilakukan osteotomi di area sekitar lokasi fraktur dan tulang direposisi dengan fiksasi rigid. Pada kasus tertentu, terjadi resorpsi tulang karena adanya malunion dan gerakan; dalam hal ini diperlukan interposition grafts atau overlay grafts. Split calvarial graft sesuai digunakan untuk area midface, namun rib graft juga dapat menjadi alternatif. 21,22 Total nonunion dapat ditemui meski jauh lebih jarang dibanding malunion. Pada kebanyakan kasus, memperlama periode fiksasi dan imobilisasi pada akhirnya juga menghasilkan penyembuhan. Namun jika nonunion tetap terjadi, area fraktur harus dieksplorasi dan difiksasi ulang. Celah atau gap antar tulang perlu ditatalaksana dengan bone graft. 21, Biomaterial Syarat utama material implan yang digunakan di dalam jaringan tubuh sebagai plate dan screw pada tulang adalah biokompatibel, biomaterial ini harus tidak memperlihatkan respon yang merugikan tubuh, tidak toksik dan tidak karsinogenik. Selain itu pada biomaterial ini harus memiliki sifat fisik dan mekanik yang sesuai dengan fungsi aplikasi material tersebut di dalam jaringan tubuh. 23 Biomaterial telah banyak digunakan dibidang Kedokteran Gigi, biomaterial ini bisa berasal dari alam maupun sintetik. Tujuan pemakaian biomaterial ini di dalam jaringan tubuh untuk meningkatkan kualitas hidup dan meningkatkan derajat kesehatan seseorang. Biomaterial sebaiknya memiliki sifat fisik dan mekanik yang memadai sehingga bisa

27 12 menjadi pengganti dari jaringan tubuh. Biomaterial tersebut bila diaplikasikan secara klinis harus dapat dengan mudah dibentuk, mempunyai harga yang ekonomis, dan bahan bakunya dapat dengan mudah ditemukan di pasaran. 23 Di bidang Bedah Mulut dan Maksilofasial, biomaterial ini umumnya digunakan untuk kasus perawatan fraktur. Pemakaian biomaterial, misalnya penggunaan plate dan screw harus diperhatikan juga mengenai waktu penyembuhan tulang. Fragmen tulang di fiksasi dengan menggunakan plate dan screw dipertahankan sampai penyatuan tulang selesai. 23 Biomaterial dapat dibagi menjadi beberapa kategori, antara lain : logam, keramik, polimer dan komposit. Magnesium sebagai biomaterial alam memiliki beberapa keuntungan diantaranya memiliki banyak kesamaan seperti material yang terdapat di dalam tubuh, tidak toksik dan tidak karsinogenik. Material plate dan screw yang umum digunakan diantaranya cobalt alloy, baja tahan karat, titanium dan juga material resorbable berbahan dasar polimer Polimer Polimer adalah molekul rantai panjang dari bahan organik atau campuran berbasis karbon. Polimer ini terdiri atas dua macam yaitu thermoplastic dan thermosets. Bahan thermoplastic mudah dicetak dan akan mencair kembali jika dipanaskan. Adapun material thermoset akan mengalami ikatan silang pada saat pertama kali dipanaskan dan akan terbakar bila dipanaskan ulang. Vroman dan Tighzert (2009) yang mendapatkan rerata nilai tarik material polimer polyglicolyde (PGA) adalah MPa, poly L-lactide (PLLA) MPa dan polycaprolatone (PCL) sebesar 23 MPa. 26 Pada penelitian Buijs dkk (2007) didapatkan rerata nilai tarik plate dan screw PGA dan PLLA antara MPa sampai Mpa Titanium Titanium merupakan logam transisi yang bewarna putih keperakan. Titanium bersifat ringan dan kuat. Selain itu, titanium memiliki massa jenis yang rendah, keras dan mudah diproduksi. Titanium juga tidak larut dalam larutan asam kuat dan tidak reaktif di udara karena memiliki lapisan oksida dan nitrida sebagai pelindung. Titanium merupakan logam yang memiliki kekuatan tinggi, kelenturan tinggi, resistan terhadap korosi. Kekurangan logam ini adalah sulit menghantarkan listrik dan panas (konduktor jelek). Logam ini memiliki tensile strenght (kekuatan tarik) MPa. Logam ini tahan pengikisan 20 kali lebih

28 13 besar daripada logam campuran tembaga nikel. Nomor atom titanium adalah 22 dengan massa atom relatifnya adalah 47,88 gr/mol. Titanium memiliki titik lebur 1.660*C dan titik didih 3.287*C. Titanium di alam berbentuk bijih seperti rutil (TiO2) dan ilmenit (FeTiO3). Meskipun melimpah di bumi, tetapi untuk mendapatkan unsur ini harus melalui proses yang panjang dan biaya yang mahal. Salah satu cara yang digunakan dalam proses pembuatan titanium adalah Metode Kroll yang banyak menggunakan klor dan karbon. Hasil reaksinya adalah titanium tetraklorida yang kemudian dipisahkan dengan besi triklorida dengan menggunakan proses distilasi. Senyawa titanium tetraklorida, kemudian direduksi oleh magnesium menjadi logam murni. Lalu, udara dikeluarkan agar logam yang dihasilkan tidak dikotori oleh unsur oksigen dan nitrogen. Sisa reaksi adalah antara magnesium dan magnesium diklorida yang kemudian dikeluarkan dari hasil reaksi menggunakan air dan asam klorida sehingga meninggalkan spons titanium. Spon ini akan mencair dibawah tekanan helium atau argon yang pada akhirnya membeku dan membentuk batangan titanium murni. Untuk bidang kedokteran, titanium digunakan untuk bahan implan gigi, penyambung tulang, pengganti tulang tengkorak, struktur penahan katup jantung. 9,10 David JR (2003) menyatakan pure titanium memiliki rerata nilai tarik sebesar MPa, sedangkan titanium alloy sebesar Mpa dan nilai bending titanium 450 MPa Magnesium Magnesium adalah unsur ke delapan yang paling berlimpah di kulit bumi. Magnesium merupakan logam yang sangat reaktif lebih reaktif dari alumunium. Magnesium merupakan logam ringan ( dua pertiga densitas alumunium), yang cukup kuat dan berwarna putih keperakan. Di dalam tubuh manusia magnesium ini merupakan kation ke-4 terbesar dan diperkirakan 1 mol magnesium terdapat dalam 70 kg manusia dewasa. Merupakan logam ketiga yang umum digunakan setelah besi dan alumunium. Magnesium murni memiliki kekuatan tarik MPa, kekuatan tekan MPa, kekerasan HB dan densitas ( suhu 20º) 1,738 g/cm²). Magnesium juga bisa bereaksi dengan air pada suhu kamar dan apabila magnesium terendam air akan terbentuk gelembung hidrogen yang menyebabkan magnesium terdegradasi. Karena mengalami degradasi, magnesium ini memiliki ketahanan fraktur yang lebih besar bila dibandingkan dengan polimer. Magnesium dengan densitas 1,738 g/cm², merupakan logam ringan dan memiliki modulus elastisitas yang mendekati sifat natural tulang normal manusia dibandingkan material implan lainnya. Dikarenakan magnesium memiliki peranan dalam metabolisme tubuh, hal ini memberikan

29 14 kelebihan magnesium sebagai fiksasi internal dalam penanganan fraktur di bidang bedah mulut Magnesium ECAP Magnesium memiliki sifat korosi sangat cepat dalam PH fisiologis (7,4-7,6) dan kondisi fisiologis klorida mengurangi integritas mekanik material sebelum jaringan sembuh dan memproduksi gas hidrogen dengan laju yang terlalu cepat untuk diproses jaringan tubuh. Equal Channel Angular Pressing (ECAP) adalah suatu proses inovatif untuk memperoleh deformasi plastis menyeluruh (severe plastic deformation, SPD) dan menghasilkan sifat mekanis yang unggul melalui teknik penghalusan butir. 7 Metode yang dilakukan untuk memperbaiki sifat mekanis magnesium antara lain dengan metode penghalusan bulir, pelapisan dan teknik logam campuran. Menurut Karayan dkk (2011) disebutkan bahwa dilakukan ECAP magnesium pada suhu 300º C dapat menurunkan tingkat korosi magnesium dan menghasilkan ukuran grain yang lebih kecil dari 700 µm menjadi 10 µm. Teknik ini menggunakan die dengan sudut internal 120 dan dengan sudut siku (Ψ) 20 dalam temperatur 573 K atau 300 C sebanyak 6 kali pres (Gambar 2.2.3). Proses ECAP ini dapat menurunkan densitas korosi dari 172 μa menjadi 5 μa 7 Gambar. Ilustrasi skematik dari prosedur ECAP

30 Uji Mekanis Biomaterial a. Uji Bending Dalam prakteknya masih sedikit para peneliti melakukan pengujian bahan yang memperhatikan aspek dan pengaruh variasi dimensi benda uji terhadap data hasil bending. Untuk mengetahui sifat mekanik suatu bahan maka dilakukan pengujian bahan diantaranya dengan uji bending. Pengujian dilakukan dengan menggunakan alat uji bending sistem hidrolik terhadap magnesium ECAP sedangkan metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah three point bending. Data tekanan dongkrak, simpangan dan waktu diambil hingga spesimen/benda uji mendapatkan tekanan maksimal dari gaya tekan hidrolik. Gambar. Ilustrasi mesin uji three point bending b. Uji Keuletan Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui keuletan dari material, kemampuan bahan bertambah panjang ketika diberi beban gaya tarik, pada berbagai kondisi dari perlakuan tertentu sehingga dapat diketahui apakah terjadi pengurangan nilai keuletannya, pengujian ini dilakukan pada temperatur ruang. Standar pengujian keuletan biasanya menggunakan standar uji American Standard Testing and Materials (ASTM), sedangkan metode yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan ASTM E-190 dengan test berbentuk U dan alat uji yang dipakai adalah mesin uji tarik merk universal machine testing UPM 1000 yang dapat digunakan sebagai mesin kompresi. Mekanisme uji tarik adalah dengan cara meletakkan sampel uji tarik pada alat pemegang ulir di kedua ujungnya, kemudian diberikan beban tarik searah sumbu sampel, laju pembebanan diatur melalui panel kontrol hidrolik, penarikan dilakukan hingga tegangan maksimum. 23

31 Kerangka Teori Fraktur Reposisi dan Fiksasi Open reduction Closed reduction Plate dan screw Material Bahan resorbable Bahan non - resorbable Mg Polimer Titanium Stainless steel Mg ECAP Gambar. Skema Kerangka Teori

32 17 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, VARIBEL PENELITIAN DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep Magnesium ECAP Larutan DMEM Nilai bending Nilai Keuletan Gambar. Skema kerangka konsep 3.2 Hipotesis Hipotesis Umum Terdapat perbedaan sifat mekanis magnesium ECAP terhadap waktu perendaman larutan fisiologis. Hipotesis Khusus Terdapat perbedaan nilai bending magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis (DMEM) Terdapat perbedaan nilai keuletan magnesium ECAP pada perendaman dalam larutan fisiologis (DMEM) Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai bending ECAP Terdapat pengaruh waktu perendaman terhadap nilai keuletan magnesium ECAP 17

33 Identifikasi Variabel Variabel independen : Magnesium ECAP Variabel dependen : nilai bending dan nilai keuletan Variabel yang dikendalikan : larutan DMEM dan lama perendaman 3.4 Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional Cara /Hasil Pengukuran Magnesium ECAP Larutan DMEM Nilai Bending Nilai Keuletan (elongasi) Lama Perendaman Magnesium yang telah melalui proses Equal channel angular pressing (ECAP) dengan 6 kali pressing pada kecepatan 0,01 mm/detik dan suhu 300ºC untuk mendapatkan nanostructure dari butir magnesium dengan bentuk plate ukuran 50x30mm Cairan fisiologis steril dengan merk Gibco dari PT Nutrilab Pratama dengan Komposisi inorganik Calcium Chloride,Ferric Nitrate, Magnesium Sulfate,PotassiumChloride,Sodium Bicarbonate,Sodium Phosphate monobasic,asam amino,vitamin dan d-glukosa dengan volume 30 mm, suhu 37ºC, dan ph 7 Uji bending untuk menentukan flexural strength komponen. Pengujian ini dilakukan dengan menumpu batang dengan tumpuan sederhana dan kemudian membebani batang tersebut secara transversal pada bagian tengahnya. Bila materialnya ulet, kegagalan yang terjadi berupa luluh sedangkan bila materialnya getas kegagalannya adalah berupa patahan. Nilai keuletan adalah kecenderungan material untuk mengalami deformasi secara signifikan sebelum patah. Adapun ukuran keuletan suatu material diukur dengan menggunakan persen perpanjangan sebelum patah atau persen pengurangan luas sebelum patah. Material dengan perpanjangan lebih dari 5% pada saat patah dianggap sebagai material ulet. Sampel direndam pada 5 waktu perlakuan, yaitu sebelum direndam, hari ke 3, 6,12 dan 24. Luas dalam mm² ml Mpa Skala Rasio Rasio Rasio % Rasio Hari Rasio

34 19 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental laboratorik. 4.2 Tempat Penelitian Pemrosesan Magnesium ECAP dilakukan di Politeknik Negeri Jakarta dan Uji bending dan uji keuletan dilakukan di Laboratorium B2TKS, BPPT Kawasan Puspitek Serpong. 4.3 Waktu Penelitian Penelitian akan dilakukan pada bulan Juni- Agustus Sampel Penelitian Sampel penelitian berupa spesimen magnesium Ecap yang dibentuk menjadi bentuk sesuai standar uji ASTM E8-04. Pada magnesium tersebut dilakukan equal channel angular pressing (ECAP) dengan 6 x pressing kecepatan 0,1 mm/detik dan suhu 300º C. Metode yang digunakan dalam pengujian ini adalah three point bending. Pada penelitian ini material yang digunakan pada sampel ini, merupakan material logam magnesium yang homogen, yaitu memiliki struktur kimiawi dan fisik yang sama. Untuk kontrol akan digunakan titanium. Total sampel yang akan digunakan untuk sampel adalah 20 sampel magnesium ECAP. Masing- masing sampel direndam pada 5 waktu perlakuan, yaitu sebelum direndam, hari ke 3, 6,12 dan 24. Sebagai kriteria inklusi yang digunakan pada penelitian ini sampel uji bending berupa spesimen magnesium ECAP berdiameter 6,7± 0,43 mm dengan jarak tumpuan 18 mm dan dapat diuji bending dengan menggunakan ASTM D790 : Standard Test Methods For Flexural Properties of unreinforced and Reinforced Plastics and Electrical Insulating Materials dengan mesin three point bending. Sedangkan untuk sampel uji keuletan terhadap bahan uji magnesium ECAP berdiameter 3,33± 0,08 mm dengan luas penampang 8,72 ± 0,38 mm 2, metode yang digunakan dalam pengujian ini menggunakan ASTM E-190 dengan test berbentuk U dan alat uji yang dipakai adalah mesin uji tarik merk universal machine testing UPM 1000 yang dapat digunakan sebagai mesin kompresi. 19

35 20 Gambar 4a.Contoh sampel uji bending Gambar 4b. Contoh sampel uji keuletan 4.5 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No Prosedur Kerja Alat/ Bahan Merk Suplier Jumlah 1 Proses ECAP -Dies dengan Tarnogrocke PNJ 1 buah sudut 120º dan sudut tepi 20 º -Universal testing machine - Mesin bubut Maruto 1 buah 2 Perendaman -Steril Container -Benang silk 3.0 -Larutan DMEM -Syringe 50 ml BPPT -ph meter -Inkubator -Selotip -Plastik wrapping Gibco Terumo Ezdo Tesena 3 Uji Bending Mesin uji three UPM 1000 BPPT point bending UPM Uji Keuletan Mesin uji tarik UPM 1000 BPPT

36 Cara Kerja Uji Bending Sampel magnesium ECAP diuji berdasarkan ASTM D 790 : Standard Test Methods For Flexural Properties of unreinforced and Reinforced Plastics and Electrical Insulating Materials yaitu standar uji bending material logam. Magnesium ECAP dibentuk sesuai bentuk dies dan direndam dalam larutan DMEM 50 cc pada suhu 37º C. Sampel dicuci dengan cairan cromate acid, metode perendaman ini dilakukan berdasarkan pada standar ASTM G : Standard practice for laboratory immersion corrosion testing of metals, yaitu dengan merendam spesimen dalam larutan DMEM dengan volume sekitar 50 cc dan ph 7. Kemudian pada sampel dilakukan uji bending dengan menggunakan mesin uji three point bending. Penelitian ini menggunakan 2 sampel untuk setiap waktu perendaman, sehingga pencatatan dari hasil uji bending merupakan rerata dari kedua sampel tersebut Uji Keuletan Sampel magnesium ECAP diuji berdasarkan ASTM E 190 yaitu standar uji keuletan material logam. Magnesium ECAP dibentuk sesuai bentuk dies dan direndam dalam larutan DMEM 50 cc pada suhu 37º C. Sampel dicuci dengan cairan cromate acid, metode perendaman ini dilakukan berdasarkan pada standar ASTM G : Standard practice for laboratory immersion corrosion testing of metals, yaitu dengan merendam spesimen dalam larutan DMEM dengan volume sekitar 50 cc dan ph 7. Kemudian pada sampel dilakukan uji keuletan dengan menggunakan mesin uji tarik merk universal machine testing UPM Penelitian ini menggunakan 2 sampel untuk setiap waktu perendaman, sehingga pencatatan dari hasil uji keuletan merupakan rerata dari kedua sampel tersebut. 4.7 Analisa Data Data yang diperoleh dalam penelitian ini dicatat dan dikumpulkan sebagai data primer. Kemudian data tersebut dianalisis secara deskriptif untuk menentukan rata-rata dan simpang baku. Distribusi data awal diuji dengan menggunakan uji Saphiro-wilk, data dikatakan normal apabila nilai probabilitasnya lebih dari 0,05. Data yang didapat bukan merupakan data yang homogen (p <0.05), sehingga tidak dapat dilanjutkan dengan uji Anova.

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang)

Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses Penyembuhan Fraktur (Regenerasi Tulang) Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Proses Penyembuhan Fraktur Proses penyembuhan suatu fraktur dimulai sejak terjadi fraktur sebagai usaha tubuh untuk memperbaiki kerusakan kerusakan yang dialaminya. Penyembuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang (fracture) adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan luasnya (Smeltzer dkk, 2001). Patah tulang dibagi atas 3 jenis,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS SIFAT MEKANIS MAGNESIUM SETELAH PROSESEQUAL CHANNEL ANGULAR PRESSING(ECAP) MELALUI UJI TARIKDAN UJI KEKERASAN DALAM CAIRAN FISIOLOGIS (In Vitro) TESIS RAHMI SYAFLIDA 0706195926

Lebih terperinci

Salemba, Indonesia. Kata kunci : Bio-degradable implant, Magnesium ECAP, Plate dan Screw implant.

Salemba, Indonesia. Kata kunci : Bio-degradable implant, Magnesium ECAP, Plate dan Screw implant. Simulasi Fabrikasi Bio-Degradable Implant Untuk Aplikasi Tulang Wajah Dengan Menggunakan Material Magnesium Sugeng Supriadi 1a*, Benny Sjariefsyah Latief 2, Lilies Dwi Sulistyani 2, Evi Febriani Listio

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan PENDAHULUAN Latar Belakang Fraktur merupakan salah satu kasus yang sering terjadi pada hewan kesayangan terutama anjing dan kucing. Fraktur pada hewan, umumnya disebabkan oleh trauma seperti terbentur

Lebih terperinci

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9).

BAB 2 IMPLAN GIGI. perlindungan gigi tetangga serta pengembangan rasa percaya diri (9). BAB 2 IMPLAN GIGI 2.1 Definisi Implan Gigi Implan gigi merupakan salah satu cara untuk mengganti gigi yang hilang sehingga diperoleh fungsi pengunyahan, estetik dan kenyamanan yang ideal. Implan gigi adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Pengaruh variasi..., Agung Prasetyo, FT UI, 2010. 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan beberapa tahun terakhir dalam hal material bioaktif, polimer, material komposit dan keramik, serta kecenderungan masa depan kearah sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi membawa perubahan ke arah perkembangan di bidang industri yang lebih maju. Hal ini ditandai dengan munculnya industri-industri

Lebih terperinci

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh

I.! PENDAHULUAN. A.!Latar Belakang Masalah. Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Masalah Kasus kerusakan tulang pada bidang kedokteran gigi dapat disebabkan oleh berbagai hal. Nekrosis jaringan pulpa dan penyakit periodontal, misalnya, dapat menyebabkan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PENGESAHAN... LEMBAR PERSETUJUAN... ABSTRAK... ABSTRACT... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv v vi ix xi xii BAB 1

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi seperti pada saat ini, banyak orang beranggapan bahwa kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat mahal. Kesehatan seseorang bisa terganggu akibat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam BAB I PENDAHULUAN Salah satu tujuan pembangunan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah memajukan kesejahteraan umum, dan untuk mencapai tujuan tersebut bangsa Indonesia

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Material Teknik Jurusan Teknik Mesin, Laboratorium Mekanik Politeknik Negeri Sriwijaya. B. Bahan yang Digunakan

Lebih terperinci

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kerusakan jaringan karena penyakit keturunan, luka berat dan kecelakaan menempati posisi kedua penyebab kematian di dunia. Pengobatan konvensional yang umum dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu material yang sangat penting bagi kebutuhan manusia adalah logam. Seiring dengan jaman yang semakin maju, kebutuhan akan logam menjadi semakin tinggi.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Proses kesembuhan fraktur dimulai segera setelah tulang mengalami kerusakan, apabila lingkungan untuk penyembuhan memadai sampai terjadi konsolidasi. Faktor mekanis dan biologis

Lebih terperinci

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT

VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT TUGAS SARJANA PROSES PEMOTONGAN LOGAM VOLUME BAHAN TERBUANG SEBAGAI PARAMETER ALTERNATIF UMUR PAHAT OLEH: LILIK SULAIMANSYAH NIM : 020401007 DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau

BAB I PENDAHULUAN. Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Biomaterial adalah substansi atau kombinasi beberapa subtansi, sintetis atau alami, yang dapat digunakan untuk setiap periode waktu, secara keseluruhan atau sebagai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PROSES BIODEGRADASI MAGNESIUM YANG TELAH MELALUI PROSES EQUAL CHANNEL ANGULAR PRESSING (ECAP) DALAM CAIRAN FISIOLOGIS (In Vitro) TESIS ARFAN BADEGES 0706195895 FAKULTAS KEDOKTERAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi

BAB I PENDAHULUAN. Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Mukosa rongga mulut merupakan lapisan epitel yang meliputi dan melindungi rongga mulut. Lapisan ini terdiri dari epitel gepeng berlapis baik yang berkeratin maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gigi pada satu lengkung rahang atau gigi antagonis. Maloklusi dapat dikoreksi

BAB I PENDAHULUAN. gigi pada satu lengkung rahang atau gigi antagonis. Maloklusi dapat dikoreksi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Maloklusi adalah suatu penyimpangan oklusi dari relasi normal, baik antara gigi pada satu lengkung rahang atau gigi antagonis. Maloklusi dapat dikoreksi

Lebih terperinci

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN

ADLN - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Patah tulang atau fraktur merupakan keadaan dimana terjadi diskontinuitas pada tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya, fraktur dapat disebabkan oleh trauma

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat

Analisis Perbandingan Laju Korosi Pelat ASTM A36 antara Pengelasan di Udara Terbuka dan Pengelasan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat JURNAL TEKNIK POMITS Vol. 2, 1, (2013) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) G-73 Analisis Perbandingan Pelat ASTM A36 antara di Udara Terbuka dan Basah Bawah Air dengan Variasi Tebal Pelat Yanek Fathur Rahman,

Lebih terperinci

PENANGANAN KASUS HIPOPLASIA MANDIBULA DENGAN KOMBINASI TEKNIK OSTEODISTRAKSI DAN GENIOPLASTI

PENANGANAN KASUS HIPOPLASIA MANDIBULA DENGAN KOMBINASI TEKNIK OSTEODISTRAKSI DAN GENIOPLASTI PENANGANAN KASUS HIPOPLASIA MANDIBULA DENGAN KOMBINASI TEKNIK OSTEODISTRAKSI DAN GENIOPLASTI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran gigi Oleh

Lebih terperinci

Biokeramik pada Dental Implant

Biokeramik pada Dental Implant Biokeramik pada Dental Implant Latar Belakang Perkembangan ilmu kedokteran tak lepas dari peranan dan kerjasama engineer dalam menciptakan berbagai peralatan canggih yang menunjangnya. Bisa dikatakan bahwa

Lebih terperinci

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres

Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester - Hollow Glass Microspheres JURNAL TEKNIK ITS Vol. 6, No. 1, (2017) ISSN: 2337-3539 (2301-9271 Print) F 196 Pengaruh Variasi Fraksi Volume, Temperatur, Waktu Curing dan Post-Curing Terhadap Karakteristik Tekan Komposit Polyester

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FREKUENSI DISTRIBUSI RASA NYERI DAN DRY SOCKET PASCA EKSTRAKSI PADA PASIEN USIA 17-76 TAHUN DI RUMAH SAKIT GIGI DAN MULUT PENDIDIKAN FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehingga didapatkan fungsi dan estetik geligi yang baik maupun wajah yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sehingga didapatkan fungsi dan estetik geligi yang baik maupun wajah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perawatan orthodonti bertujuan untuk memperbaiki letak gigi yang tidak normal sehingga didapatkan fungsi dan estetik geligi yang baik maupun wajah yang proporsional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu fungsi-fungsi tersebut (Okoje et al., 2012). Kerusakan pada tulang

BAB I PENDAHULUAN. mengganggu fungsi-fungsi tersebut (Okoje et al., 2012). Kerusakan pada tulang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mandibula merupakan tulang yang berbentuk menyerupai tapal kuda dan menjadi perlekatan otot mastikasi yang berperan dalam fungsi bicara, mastikasi, dan estetika, oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Fraktur merupakan kondisi ketika tulang mendapat tekanan yang melebihi kekuatan dari tulang tersebut sehingga menyebabkan terjadinya patah tulang (Atlas of pathophysiology,

Lebih terperinci

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Jember 2

Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Jember 2 1 Pengaruh Variasi Panjang Serat Terhadap Kekuatan Tarik Dan Bending Komposit Matriks Polipropilena Dengan Penguat Serat Sabut Kelapa 10% Pada Proses Injection Moulding (The Effect Of Fiber Length Variation

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA POTONGAN KECIL DENGAN UKURAN BERBEDA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN TRANSVERSAL RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS

PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA POTONGAN KECIL DENGAN UKURAN BERBEDA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN TRANSVERSAL RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS PENGARUH PENAMBAHAN SERAT KACA POTONGAN KECIL DENGAN UKURAN BERBEDA TERHADAP KEKUATAN IMPAK DAN TRANSVERSAL RESIN AKRILIK POLIMERISASI PANAS SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut.

BAB I PENDAHULUAN. terjadinya perubahan metalurgi yaitu pada struktur mikro, sehingga. ketahanan terhadap laju korosi dari hasil pengelasan tersebut. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengelasan merupakan proses penyambungan setempat dari logam dengan menggunakan energi panas. Akibat panas maka logam di sekitar lasan akan mengalami siklus termal

Lebih terperinci

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052 PENGARUH FEED RATE TERHADAP STRUKTUR MIKRO, KEKERASAN DAN KEKUATAN BENDING PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 505 Lukito Adi Wicaksono Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Muhammadiyah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia merupakan Negara berkembang dan menuju industrilisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan mobilisasi masyarakat terutama dalam bidang penggunaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. prosedur yang kompleks dengan kemungkinan resiko terhadap pasien BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Prosedur tandur tulang (bone grafting) merupakan prosedur operasi untuk menggantikan tulang dimana prosedur ini merupakan prosedur yang kompleks dengan kemungkinan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Mahkota gigi tiruan cekat merupakan suatu restorasi tetap yang menutupi permukaan koronal mahkota klinis gigi asli, yang dapat memperbaiki morfologi, kontur, serta melindungi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA EFEK PEMBERIAN GRAFT TULANG BERBENTUK PASTA DENGAN BERBAGAI KOMPOSISI DAN KONSENTRASI TERHADAP VIABILITAS SEL OSTEOBLAS, IN VITRO SKRIPSI NADHIA ANINDHITA HARSAS 0205000591 FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur

BAB I PENDAHULUAN. jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bone grafting merupakan prosedur kedua terbanyak dalam hal transplantasi jaringan, setelah transplantasi gigi. Meskipun ada kemungkinan bahwa prosedur ini

Lebih terperinci

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI

PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI PENGARUH TEGANGAN DAN KONSENTRASI NaCl TERHADAP KOROSI RETAK TEGANG PADA BAJA DARI SPONS BIJIH LATERIT SKRIPSI Oleh BUDI SETIAWAN 04 03 04 015 8 DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan

BAB I PENDAHULUAN. praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modal utama yang harus dimiliki seorang dokter gigi dalam menjalankan praktek kedokteran giginya adalah keterampilan. Keterampilan menghasilkan restorasi yang sesuai

Lebih terperinci

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS DAFTAR SIMBOL BJ : Berat Jenis ρ : Berat Jenis (kg/cm 3 ) m : Massa (kg) d : Diameter Kayu (cm) V : Volume (cm 3 ) EMC : Equilibrium Moisture Content σ : Stress (N) F : Gaya Tekan / Tarik (N) A : Luas

Lebih terperinci

Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat

Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat F171 Studi Eksperimental Kekuatan Bending Material Gigi Tiruan Dari Resin Akrilik Berpenguat Fiber Glass Dengan Variasi Susunan Serat Penguat Ika Wahyu Suryaningsih dan Yusuf Kaelani Jurusan Teknik Mesin,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL DALAM PEMBUATAN BIOPLASTIK DARI PATI JAGUNG SKRIPSI ENDANG WIBIYANA NIM

PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL DALAM PEMBUATAN BIOPLASTIK DARI PATI JAGUNG SKRIPSI ENDANG WIBIYANA NIM PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL DALAM PEMBUATAN BIOPLASTIK DARI PATI JAGUNG SKRIPSI ENDANG WIBIYANA NIM. 1303020024 PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO 2017 1 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pencabutan gigi didefinisikan sebagai tindakan pembedahan dengan tujuan penghilangan gigi dari soketnya (Wray dkk, 2003). Pencabutan gigi dilakukan karena berbagai hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan

BAB I PENDAHULUAN. logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan. selain digunakan untuk memproduksi suatu alat, pengelasan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengelasan adalah suatu proses penggabungan logam dimana logam menjadi satu akibat adanya energi panas. Teknologi pengelasan selain digunakan untuk memproduksi suatu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR.

PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I TUGAS AKHIR. PERBANDINGAN KAPASITAS BALOK BETON BERTULANG ANTARA YANG MENGGUNAKAN SEMEN PORTLAND POZZOLAN DENGAN SEMEN PORTLAND TIPE I ( Kajian Eksperimental) TUGAS AKHIR Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi

Lebih terperinci

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending

Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Karakterisasi Baja Karbon Rendah Setelah Perlakuan Bending Budi Setyahandana 1, Anastasius Rudy Setyawan 2 1,2 Program Studi Teknik Mesin Universitas Sanata Dharma Yogyakarta Kampus III Paingan, Maguwoharjo,

Lebih terperinci

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA LAPORAN PRAKTIKUM PENGUJIAN PENGERUSAK DAN MICROSTRUKTUR DISUSUN OLEH : IMAM FITRIADI NPM : 13.813.0023 PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK MESIN UNIVERSITAS MEDAN AREA KATA PENGANTAR Puji syukur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan

BAB I PENDAHULUAN. atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, lempeng epiphyseal atau permukaan rawan sendi. Karena tulang dikelilingi oleh struktur jaringan lunak, tekanan fisik yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS PENGARUH DERAJAT DEFORMASI TERHADAP STRUKTUR MIKRO, SIFAT MEKANIK DAN KETAHANAN KOROSI BAJA KARBON AISI 1010 TESIS CUT RULLYANI 0806422901 FAKULTAS TEKNIK DEPARTEMEN METALURGI DAN MATERIAL PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa,

BAB I PENDAHULUAN. karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ketika manusia mendapatkan sebuah ujian salah satunya diberikan rasa sakit karena musibah yang diberikan oleh-nya hendaknya tidak mudah berputus asa, bahwa terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang

BAB I PENDAHULUAN. karies gigi (Wahyukundari, et al., 2009). Berdasarkan hasil riset dasar yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penyakit periodontal adalah penyakit yang mengenai jaringan periodontal, yaitu jaringan yang menghubungkan antara gigi dan tulang alveolar. Di Indonesia, penyakit

Lebih terperinci

TUGAS SARJANA KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PRODUK CORAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI KOMPOSISI TEMBAGA

TUGAS SARJANA KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PRODUK CORAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI KOMPOSISI TEMBAGA TUGAS SARJANA KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK DAN STRUKTUR MIKRO PRODUK CORAN PADUAN ALUMINIUM DENGAN VARIASI KOMPOSISI TEMBAGA Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Kesarjanaan Strata

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik 34 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Material Teknik Mesin Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung dan Laboratorium Teknik Mesin Politeknik Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti

BAB I PENDAHULUAN. telah tanggal. Selama lebih dari 35 tahun dental implantology telah terbukti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak diperkenalkannya implan gigi oleh Brånemark pada tahun 1960an, implan gigi telah menjadi pilihan perawatan untuk menggantikan gigi asli yang telah tanggal. Selama

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan

I. PENDAHULUAN. Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah rusaknya kontinuitas struktur tulang, tulang rawan dan lempeng pertumbuhan yang disebabkan oleh trauma maupun non trauma. Kejadian fraktur dapat diakibatkan

Lebih terperinci

FACIAL GUN SHOT WOUND IN CONFLICT AREA

FACIAL GUN SHOT WOUND IN CONFLICT AREA FACIAL GUN SHOT WOUND IN CONFLICT AREA PENDAHULUAN Penyebab tersering trauma wajah pada daerah konflik biasanya adalah luka tembak selain ledakan bom, yang ditandai dengan adanya penetrasi peluru pada

Lebih terperinci

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO

ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO ek SIPIL MESIN ARSITEKTUR ELEKTRO EFEK WAKTU PERLAKUAN PANAS TEMPER TERHADAP KEKUATAN TARIK DAN KETANGGUHAN IMPAK BAJA KOMERSIAL Bakri* dan Sri Chandrabakty * Abstract The purpose of this paper is to analyze

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN ANALISA

BAB 4 HASIL DAN ANALISA 30 BAB 4 HASIL DAN ANALISA 4.1 Hasil Pengujian Polarisasi Potensiodinamik 4.1.1 Data Laju Korosi (Corrosion Rate) Pengujian polarisasi potensiodinamik dilakukan berdasarkan analisa tafel dan memperlihatkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Baja Baja adalah salah satu dari bahan konstruksi yang paling penting. Sifatsifatnya yang terutama penting dalam penggunaan konstruksi adalah kekuatannya yang tinggi, dibandingkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya

BAB I PENDAHULUAN. menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tindakan perawatan dalam bidang kedokteran gigi dapat berisiko menimbulkan luka, sehingga pasien tidak nyaman. Luka merupakan rusaknya sebagian dari jaringan tubuh.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik DANNY PUTRA PRATAMA NIM

SKRIPSI. Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik DANNY PUTRA PRATAMA NIM STUDI EKSPERIMENTAL DAN SIMULASI ANSYS 12 PEMBUATAN ASPAL POLIMER DENGAN PERBANDINGAN CAMPURAN POLISTIRENA PADA ASPAL 0:50, 5:45, 15:35, 25:25 DENGAN AGREGAT 300 gr PASIR SKRIPSI Skripsi Yang Diajukan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR BIDANG TEKNIK PRODUKSI PEMBENTUKAN DAN MATERIAL

TUGAS AKHIR BIDANG TEKNIK PRODUKSI PEMBENTUKAN DAN MATERIAL TUGAS AKHIR BIDANG TEKNIK PRODUKSI PEMBENTUKAN DAN MATERIAL PENGARUH PERENDAMAN DALAM AIR DAN FRAKSI VOLUME (10% & 20%) TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT ECENG GONDOK Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA

SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA SINTESIS DAN KARAKTERISASI SIFAT MEKANIK BAHAN NANOKOMPOSIT EPOXY-TITANIUM DIOKSIDA Firmansyah, Astuti Jurusan Fisika FMIPA Universitas Andalas Kampus Unand, Limau Manis, Padang, 25163 e-mail: firman_bond007@yahoo.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam

BAB I PENDAHULUAN. ragam, oleh sebab itu manusia dituntut untuk semakin kreatif dan produktif dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penerapan teknologi rekayasa material saat ini semakin bervariasi hal ini disebabkan oleh tuntutan untuk memenuhi kebutuhan manusia yang beraneka ragam, oleh sebab

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE

PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE PENGARUH PERLAKUAN ALKALI TERHADAP SIFAT MEKANIK KOMPOSIT KENAF - POLYPROPYLENE SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Oleh : KOMANG TRISNA ADI PUTRA NIM. I1410019

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ada peningkatan permintaan terhadap biomaterial yang digunakan dibidang aplikasi biomedis dan kedokteran gigi. Material ini digunakan dalam berbagai bentuk,

Lebih terperinci

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN TRAUMA MAKSILOFASIAL

PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN TRAUMA MAKSILOFASIAL PENANGANAN KEGAWATDARURATAN PADA PASIEN TRAUMA MAKSILOFASIAL SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh : FAHREVY N I M : 040600049 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

Perpatahan Rapuh Keramik (1)

Perpatahan Rapuh Keramik (1) #6 - Mechanical Failure #2 1 TIN107 Material Teknik Perpatahan Rapuh Keramik (1) 2 Sebagian besar keramik (pada suhu kamar), perpatahan terjadi sebelum deformasi plastis. Secara umum konfigurasi retakan

Lebih terperinci

Djati Hery Setyawan D

Djati Hery Setyawan D TUGAS AKHIR ANALISIS SIFAT FISIS DAN MEKANIS KOMPOSIT SERAT ACAK ENCENG GONDOK DENGAN PANJANG SERAT 25 mm, 50 mm, 100 mm MENGGUNAKAN MATRIK POLYESTER Laporan Ini Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Untuk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodonti terbagi atas beberapa jenis di pasaran, antara lain copper nickel titanium,

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. ortodonti terbagi atas beberapa jenis di pasaran, antara lain copper nickel titanium, I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan kawat ortodonti menjadi sarana yang paling umum digunakan oleh masyarakat untuk mengoreksi kondisi gigi yang tidak teratur dengan cara memberikan perbaikan estetik

Lebih terperinci

OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI

OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI OSTEOTOMI LE FORT I PADA BEDAH ORTOGNATI SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi Oleh: Diah P Sari NIM : 080600080 UNIVERSITAS SUMATERA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO)

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka kejadian luka pada kecelakaan seiring waktu semakin meningkat. Dalam Global Burden Disease Report, World Health Organization (WHO) melaporkan kecelakaan lalu lintas

Lebih terperinci

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER

STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER STUDI KINERJA BEBERAPA RUST REMOVER Ferry Budhi Susetyo Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Jakarta e-mail : fbudhi@unj.ac.id Abstrak Rust remover akan menghilangkan seluruh karat

Lebih terperinci

Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S.Al Insyirah : 5-6)

Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S.Al Insyirah : 5-6) MOTTO Karena sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya setelah kesulitan itu ada kemudahan. (Q.S.Al Insyirah : 5-6) Setiap orang mempunyai jatah gagal, habiskan jatah gagalmu saat

Lebih terperinci

Bab II STUDI PUSTAKA

Bab II STUDI PUSTAKA Bab II STUDI PUSTAKA 2.1 Pengertian Sambungan, dan Momen 1. Sambungan adalah lokasi dimana ujung-ujung batang bertemu. Umumnya sambungan dapat menyalurkan ketiga jenis gaya dalam. Beberapa jenis sambungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan

BAB I PENDAHULUAN. jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Jumlah penduduk di Indonesia setiap tahunya mengalami peningkatan, total jumlah penduduk Indonesia sampai tahun ini mencapai 237,56 juta orang (Badan pusat statistik,

Lebih terperinci

PENENTUAN FRAKSI FILLER SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT EPOKSI SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF BALING-BALING KINCIR ANGIN TUGAS AKHIR.

PENENTUAN FRAKSI FILLER SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT EPOKSI SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF BALING-BALING KINCIR ANGIN TUGAS AKHIR. PENENTUAN FRAKSI FILLER SERBUK ALUMINIUM DALAM PEMBUATAN KOMPOSIT EPOKSI SEBAGAI BAHAN ALTERNATIF BALING-BALING KINCIR ANGIN TUGAS AKHIR Oleh : ARFAN WIJAYA NRP. 2401 100 066 Surabaya, Juni 2006 Mengetahui/Menyetujui

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS STERILISASI AUTOKLAF PADA PENGGUNAAN INSTRUMEN MEDIS DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PERIODE JANUARI MARET 2015

EFEKTIVITAS STERILISASI AUTOKLAF PADA PENGGUNAAN INSTRUMEN MEDIS DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PERIODE JANUARI MARET 2015 EFEKTIVITAS STERILISASI AUTOKLAF PADA PENGGUNAAN INSTRUMEN MEDIS DI DEPARTEMEN BEDAH MULUT FKG USU PERIODE JANUARI MARET 2015 SKRIPSI Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi syarat memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM

BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM BAB IV SIFAT MEKANIK LOGAM Sifat mekanik bahan adalah : hubungan antara respons atau deformasi bahan terhadap beban yang bekerja. Sifat mekanik : berkaitan dengan kekuatan, kekerasan, keuletan, dan kekakuan.

Lebih terperinci

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007)

Gambar 2.1. Proses pengelasan Plug weld (Martin, 2007) BAB II DASAR TEORI 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Proses pengelasan semakin berkembang seiring pertumbuhan industri, khususnya di bidang konstruksi. Banyak metode pengelasan yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan

Lebih terperinci

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik

TIN107 - Material Teknik #10 - Metal Alloys (2) METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik 1 METAL ALLOYS (2) TIN107 Material Teknik Tool Steel (Baja Perkakas) 2 W Pengerasan dengan air (Water hardening) Pengerjaan Dingin (Cold Work) O Pengerasan dengan oli (Oil hardening) A Pengerasan dengan

Lebih terperinci

BAB II TEORI DASAR. Gage length

BAB II TEORI DASAR. Gage length BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Uji tarik merupakan salah satu pengujian mekanik yang paling luas digunakan di industri dan di dunia pendidikan karena kemudahan dalam menganalisa data yang didapatkan

Lebih terperinci

BAB 5 HASIL PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN BAB 5 HASIL PENELITIAN Pada penelitian perubahan lengkung oklusal akibat kehilangan gigi posterior ini, didapat sebanyak 103 jumlah sampel kemudian dipilih secara purposive sampling dan didapat sebanyak

Lebih terperinci

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi

KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Menyelesaikan Program Pendidikan Diploma III Fisioterapi PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI PADA KASUS PASCA OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 TENGAH DEXTRA DENGAN PEMASANGAN INTRA MEDULLARY NAIL DI RSO Prof. Dr. SOEHARSO SURAKARTA KARYA TULIS ILMIAH Untuk Memenuhi Sebagian

Lebih terperinci

Pembahasan Materi #11

Pembahasan Materi #11 1 TIN107 Material Teknik Pembahasan 2 Tool Steel Sidat dan Jenis Stainless Steel Cast Iron Jenis, Sifat, dan Keterbatasan Non-Ferrous Alloys Logam Tahan Panas 1 Tool Steel (Baja Perkakas) 3 W Pengerasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Abad 20 merupakan abad baru stainless steel dengan ditemukannya HIPASS

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Abad 20 merupakan abad baru stainless steel dengan ditemukannya HIPASS I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Abad 20 merupakan abad baru stainless steel dengan ditemukannya HIPASS (High Performance Austenitic Stainless Steel). Austenitic Stainless Steel atau baja tahan karat austenit

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Logam Logam cor diklasifikasikan menurut kandungan karbon yang terkandung di dalamnya yaitu kelompok baja dan besi cor. Logam cor yang memiliki persentase karbon

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses

BAB I PENDAHULUAN. mulut, yang dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan bedah. Proses BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka merupakan kerusakan fisik yang ditandai dengan terganggunya kontinuitas struktur jaringan yang normal. 1 Luka sering terjadi dalam rongga mulut, yang

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : LRFD, beban, lentur, alat bantu, visual basic.

ABSTRAK. Kata Kunci : LRFD, beban, lentur, alat bantu, visual basic. ABSTRAK Dewasa ini baja sudah mulai banyak digunakan dalam konstruksi bangunan di Indonesia, hal ini mendorong perencanaan desain konstruksi baja yang semakin berkembang terutama dengan dikeluarkannya

Lebih terperinci

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR

KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR KAJIAN KOEFISIEN PASAK DAN TEGANGAN IZIN PADA PASAK CINCIN BERDASARKAN REVISI PKKI NI-5 2002 DENGAN CARA EXPERIMENTAL TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat untuk Menempuh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Poket periodontal merupakan gejala klinis utama dari penyakit periodontal. Poket infraboni dan poket suprabonimerupakan dua tipe poket periodontal yang dikenal, supraboni

Lebih terperinci

Kata kunci: salep ekstrak herba meniran, triamcinolone acetonide, penyembuhan luka

Kata kunci: salep ekstrak herba meniran, triamcinolone acetonide, penyembuhan luka ABSTRAK Luka di dalam rongga mulut dapat disebabkan oleh trauma maupun tindakan pembedahan. Proses penyembuhan luka dapat secara alami, dan dapat dipercepat dengan bantuan obat-obatan, dalam bidang kedokteran

Lebih terperinci

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW

PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW PENATALAKSANAAN TERAPI LATIHAN PADA KONDISI POST OPERASI FRAKTUR FEMUR 1/3 DISTAL DEXTRA DENGAN PEMASANGAN PLATE AND SCREW DI RSAL DR. RAMELAN SURABAYA KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Guna Melengkapi Tugas-Tugas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Baja Baja merupakan paduan yang terdiri dari unsur utama besi (Fe) dan karbon (C), serta unsur-unsur lain, seperti : Mn, Si, Ni, Cr, V dan lain sebagainya yang tersusun dalam

Lebih terperinci