BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan untuk digunakan dalam
|
|
- Dewi Rachman
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Informasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia dalam memperoleh pengetahuan untuk digunakan dalam menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan. Menurut Undang-undang Dasar 1945 amandemen kedua tahun 2000 yaitu pada pasal 28 A dan 28 F menyebutkan bahwa setiap manusia Indonesia berhak mendapatkan akses yang seluasluasnya dalam mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi melalui berbagai media guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidup (Tim Pustaka Setia, 2001). Menurut undang-undang tersebut dapat disimpulkan bahwa informasi spasial termasuk yang dimaksud dalam undang-undang tersebut. Sehingga informasi spasial pada suatu wilayah merupakan salah satu hak manusia, tidak terkecuali bagi penyandang tunanetra. Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam penglihatan atau indera penglihatannya tidak berfungsi. Indera penglihatan seseorang berperan penting dalam mendapatkan informasi dari lingkungan. Jika indera penglihatan seseorang tidak berfungsi maka dalam memperoleh informasi dari lingkungan pun akan hilang yang dapat mengakibatkan seorang tunanetra tidak dapat memperoleh pengalaman baru yang ada didunia dengan menggunakan indera penglihatannya. Bagi tunanetra kekurangan yang dimiliki pada indera penglihatannya membuat keempat indera lainnya lebih optimal dalam pemanfaatannya. Seorang penyandang tunanetra mengalami hambatan dalam penglihatannya sehingga dalam memperoleh informasi dalam proses pembelajaran mereka menggunakan indera nonvisual yang masih berfungsi. Seperti indera pendengaran, penciuman, perasa, dan perabaan (pengecap). Panca indera tersebut tidak dapat mengamati dan memahami suatu objek diluar lingkungan fisiknya sehingga dengan kata lain mereka tidak dapat mengenali lingkungannya secara fisik dan tidak akan berarti bagi tunanetra. Indera penglihatan merupakan indera yang sangat penting bagi manusia dan menempati proporsi paling tinggi dibandingkan dengan keempat indera lainnya, yaitu 83%, untuk mendapatkan informasi, memperluas orientasi, dan meningkatkan kemampuan mobilitas di suatu wilayah (Sunanto, 2005, dalam Arlinwibowo, 2011). Indera pendengaran memberi petunjuk tentang arah dan jarak suatu objek apabila objek tersebut bersuara, tetapi tidak membantu tunanetra dalam memperoleh gambaran objek yang didengarnya. Indera penciuman digunakan untuk menerima petunjuk arah suatu objek yang berbau tetapi tidak dapat memberikan gambaran objek tersebut. Indera perasa memberikan 1
2 petunjuk tentang rasa yang mempergunakan lidah sebagai alatnya sehingga diketahui bahwa apa yang masuk kedalam mulutnya memiliki rasa asin, manis, pahit, ataupun manis. Sedangkan indera peraba memberikan informasi suatu gambaran suatu objek dengan menggunakan alat peraba yaitu kulit tetapi dengan menggunakan indera peraba tersebut pengenalan suatu objek juga sangat terbatas karena informasi yang diterima tidak memungkinkan memperoleh kedalaman, susunan, dan keseluruhan ciri utama objek yang diamatinya. Keterbatasan dalam berpindah tempat bagi penyandang tunanetra salah satu akibat langsung dari ketunanetraan yang dialami oleh penyandang tunanetra. Keanekaragaman informasi dan keanekaragaman pengalaman yang dimiliki oleh seseorang pada saat bepergian dengan bebas dan mandiri. Interaksi dengan lingkungan dapat dilakukan dengan berpergian atau berpindah-pindah tempat. Semakin banyak mobilitas yang dilakukan oleh tunanetra maka semakin berkurang hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Ketidakmampuan dan keterbatasan yang dimiliki oleh tunanetra dalam melakukan mobilitas menjadikan sebuah mobilitas merupakan kebutuhan yang harus dimiliki sebagai suatu keterampilan yang harus menyatu dalam diri tunanetra. Ketunanetraan dapat terjadi dari sejak lahir,yang dapat terjadi pada saat anak-anak, remaja, ataupun bisa juga terjadi pada saat pasca remaja. Kondisi yang terjadi antara ketunanetraan yang disandang sejak lahir tentu berbeda dengan ketunanetraan yang terjadi pada masa anak-anak, remaja ataupun pasca remaja. Ketunanetraan yang terjadi sejak lahir tentunya lebih banyak menyimpan pengalaman dalam hal memahami objek-objek yang ada sekitarnya seperti pada saat tunanetra mengenali hal-hal yang umum seperti mengenali suara. Tunanetra yang sudah mengalami ketunanetraan yang lama akan lebih peka dengan sekitarnya dibandingkan dengan tunanetra yang baru saja menderita ketunanetraan. Sehingga mereka lebih banyak memiliki persepsi terhadap objek disekitarnya. Sehingga diperlukan suatu usaha dari lingkungan untuk memberikan pelayanan yang mengarah kepada usaha untuk menghilangkan atau menjadikan batas-batas yang memberikan keterbatasan pada tunanetra. Pada tahun 1829 Louis Braille mengembangkan sistem untuk memungkinkan para tunanetra dapat membaca dan menulis. Huruf-huruf braille menggunakan kerangka penulisan seperti pada kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut sel Braille, dimana tiap sel terdiri dari enam titik timbul, tiga baris dengan dua titik. Keenam titik tersebut disusun hingga menciptakan 64 macam kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan lainnya. Pada kenyataannya jari-jari tangan mereka lebih peka terhadap titik dibandingkan garis sehingga pada akhirnya huruf-huruf braille yang menggunakan kombinasi antara titik dan spasi. 2
3 Kebutuhan akses spasial bagi tunanetra di Yogyakarta baik itu pelajar maupun masyarakat umum belum terpenuhi dengan baik. Tunanetra membutuhkan fasilitas dalam mengenali informasi spasial yang ada disekitarnya yang dapat disajikan dalam bentuk peta yang informatif dan praktis. Sehingga dengan adanya peta tersebut maka kepentingan pendidikan dan pemahaman di lingkungan dapat dipahami secara mandiri. Peta tersebut disajikan dalam bentuk hardcopy yang disajikan berdasarkan kaidah kartografi, sehingga diharapkan mudah digunakan dan disebar luaskan. Dengan menggunakan representasi data dalam bentuk peta yang menggunakan indera peraba maka dikembangkan variabel taktual dalam kartografi untuk menyusun peta taktual. Peta taktual termasuk dalam disiplin ilmu kartografi. Kartografi taktual mulai berkembang sekitar tahun Peta taktual diproduksi dalam bentuk peta timbul yang dicetak dengan keterangan huruf braille, akan tetapi tidak semua tunanetra dapat membaca huruf braille. Sehingga dilakukan penggabungan antara peta taktual dan teknologi pada akhir abad 1980 dengan produk berupa nomad, yaitu sebuah sistem audio-taktual yang memungkinkan peta taktual mengeluarkan suara untuk menjelaskan simbol taktual yang disentuh. (Almeida, 2007) Penelitian peta taktual difokuskan kepada desain simbol dan desain tehnik produksi pada peta taktual. Pada saat ini masih belum ada desain simbol peta taktual yang berstandar internasional sehingga setiap pembuat peta taktual dapat membuat desain simbol yang digunakan dan disesuaikan dengan standar spesifikasi pembuatan peta taktual yang disesuaikan dengan lembaga-lembaga yang telah membuat peta taktual. Lembaga-lembaga tersebut yaitu American Printing House for the Blind ( APHB), Canadian National Institute for the Blind (CNIB), dan Braille Authority of North America ( BANA). Peta taktual diproduksi dengan beberapa tehnik yaitu thermoforming, microcapsule, dan embossing yang menggunakan substrat plastik, kertas, alumunium, dan lainnya. Pemilihan tehnik produksi ditentukan oleh tujuan, ketersediaan substrat, dan ketersediaan alat produksi. Produk kartografi pada saat ini sudah menggunakan teknologi baru tetapi berbeda dengan tunanetra yang pada saat ini peta taktual masih perlu disajikan dalam cetak sehingga mempermudah para tunanetra dalam memahami peta tersebut. Perkembangan kartografi taktual di Indonesia dimulai pada tahun 2007, dengan dikenalkannya peta taktual kepada tunanetra oleh Dinas Pendidikan. Selanjutnya diterbitkannya Atlas Taktual Nasional Indonesia oleh Badan Informasi Geospasial (BIG). Atlas Taktual Nasional Indonesia menggunakan skala kecil dan didesain untuk referensi kewilayahan Indonesia yang terbagi dalam tiga tema, yaitu wilayah administrasi, transportasi darat (jaringan 3
4 jalan), dan sumberdaya alam abiotik (dengan penekanan pada hasil tambang). Pada tahun 2010 penelitian yang sama dilakukan oleh Muslihah dengan membuat peta orientasi fasilitas umum di Kota Yogyakarta secara kartografi, Prasetyo (2010) membuat Peta Lingkungan Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Rahardjo et.al. (2013) membuat Peta Kawasan Malioboro, Laksono (2014) mengevaluasi simbol pada peta taktual kota Yogyakarta dari yang telah dicetak sebelumnya, dan Muslihah (2014) dengan membuat peta taktual kawasan wisata Gembira Loka Yogyakarta. Peta taktual RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta dibuat dengan tujuan memberikan informasi keruangan dalam bentuk peta orientasi kepada tunanetra. Pemilihan RSUP Dr. Sardjito sebagai objek yang dipetakan karena sejumlah alasan. Pertama, RSUP Dr. Sardjito merupakan rumah sakit terbesar di Yogyakarta. Kedua, RSUP Dr. Sardjito memiliki beragam objek atau fungsi ruang yang berbeda-beda sehingga perlu dikenalkan sebagai pengetahuan lingkungan. Ketiga, data dari penelitian Muslihah (2010) diketahui bahwa adanya ketertarikan dan kebutuhan terhadap informasi RSUP Dr. Sardjito. Keempat, RSUP Dr. Sardjito memiliki area yang rinci sehingga dapat disajikan dalam bentuk peta taktual sederhana yang sesuai dengan kemampuan sasaran penggunaan peta. Kelima, Peta RSUP Dr. Sardjito hanya disajikan dalam bentuk lembaran oleh pihak RSUP sehingga para tunanetra sulit untuk mengetahui informasi keruangan yang ada di RSUP Dr. Sardjito. Kelebihan dan kekurangan pada pembuatan peta yaitu peta taktual RSUP Dr. Sardjito dapat membantu para tunanetra dalam mengetahui informasi spasial di RSUP Dr. Sardjito yang memiliki kekurangan dalam indera penglihatan dan peta taktual berbeda dengan peta biasanya karena peta ini berbentuk tiga dimensi berbentuk timbul sehingga dapat digunakan oleh tunanetra dengan menggunakan indera perabanya. Tetapi,peta yang dihasilkan memiliki kekurangan pada skala dan ukuran penyajiannya, pada saat ini maksimal ukuran penyajian peta hanya dapat disajikan dalam bentuk A3 karena keterbatasan mesin cetak yang hanya dapat mencetak dengan ukuran maksimal sebesar A3. Selain itu pembuatan peta taktual membutuhkan biaya, tenaga dan waktu yang cukup banyak Perumusan Masalah Tunanetra membutuhkan sarana dan prasarana dalam perolehan informasi mengenali lingkungan sekitar untuk digunakan sebagai sarana mobilitas dan orientasi. Peta dalam bentuk simbol timbul diharapkan dapat dijadikan sebagai media untuk tunanetra dalam memahami lingkungan sekitar dalam bentuk hardcopy. Hal tersebut diharapkan dapat membantu tunanetra 4
5 mobilitas dan orientasi dalam memahami lingkungan sekitar. Dalam dunia internasional, terutama di negara maju seperti Amerika, dan Eropa, peta taktual banyak ditemui di tempattempat umum seperti taman, rumah sakit, dan museum. Sedangkan di Indonesia masih sebatas pada Atlas Taktual Nasional Indonesia (Badan Informasi Geospasial, 2010), Peta Taktual Kota Yogyakarta (Muslihah, 2010), Peta Taktual Kota Yogyakarta (Laksono, 2010), Peta Lingkungan Kampus Universitas Gadjah Mada Yogyakarta (Prasetyo, 2010), Peta Kawasan Malioboro (Rahardjo et.al., 2013) dan Peta kawasan wisata Gembira Loka Yogyakarta (Muslihah, 2010). Masyarakat tunanetra di Yogyakarta membutuhkan peta taktual yang digunakan mengenali lingkungan sekitarnya dengan mengandalkan indera perabaan, bagi tunanetra untuk mengenali informasi spasial dengan menggunakan peta. Ada beberapa lokasi fasilitas umum yang sulit diketahui oleh para tunanetra. Seperti pada saat tunanetra datang ke rumah sakit untuk menjenguk ataupun untuk memeriksakan diri. Seorang tunanetra kesulitan dalam menuju ke lokasi yang diinginkan sehingga untuk mempermudah dalam pencariannya maka dibuat peta taktual sebuah rumah sakit di Yogyakarta yaitu RSUPDr. Sardjito Yogyakarta. Peta taktual difungsikan untuk mempermudah tunanetra dalam mengenali RSUP Dr. Sardjito karena peta taktual direpresentasikan dengan bentuk tiga dimensi sehingga lebih mudah dalam memahami informasi spasial. Simbolisasi dalam pembuatan peta dibuat timbul, sederhana dan mudah dikenali perbedaannya untuk masing-masing data yang berbeda. Dalam hal ini skala peta yang ada dalam peta taktual berbeda dengan skala yang ada dalam peta yang biasanya digunakan oleh banyak orang umumnya. Sehingga diperlukan ketelitian simbolisasi terkait dengan skala yang digunakan dan fungsional. Pembuatan peta tersebut harus diperhatikan secara teknis dalam kapasitas dan alat produksinya. Tidak hanya pada kapasitas dan alat produksinya saja yang perlu diperhatikan tetapi juga harus disesuaikan dengan kaidah kartografi dan juga disesuaikan dengan kebutuhan tunanetra dalam memahami isi peta tersebut karena tunanetra merupakan pengguna peta itu sendiri Pertanyaan Penelitian Rumusan masalah yang telah dijelaskan dipenjelasan sebelumnya, maka muncul pertanyaan penelitian sebagai berikut : a. Informasi apa yang dibutuhkan oleh tunanetra tentang dan persebaran RSUP Dr. Sardjito dalam menyajikan informasi fasilitas RSUP Dr. Sardjito secara spasial? 5
6 b. Bagaimana cara menyajikan informasi fasilitas RSUP Dr. Sardjito secara spasial kepada Tunanetra? c. Apakah peta taktual RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta sudah sesuai dengan kebutuhan tunanetra? 1.4. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut : 1. Mengetahui informasi yang dibutuhkan oleh tunanetra tentang fasilitas RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 2. Membuat peta taktual secara kartografi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. 3. Melakukan uji keterbacaan terhadap peta taktual RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Kegunaan Penelitian Beberapa kegiatan yang menjadi fungsi dari penelitian ini adalah : 1. Menciptakan salah satu media yang dapat dipergunakan untuk media pendidikan dan pemahaman dalam mengakses informasi spasial RSUPDr. Sardjito Yogyakarta dalam bentuk taktual. 2. Menghadirkan wacana baru bagi kartografer di Indonesia dengan dikembangkannya tehnik desain peta taktual yang sesuai dengan standar kartografi. 6
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG
1.1 LATAR BELAKANG BAB 1 PENDAHULUAN Informasi merupakan kebutuhan dasar bagi manusia. Melalui informasi ini manusia akan memperoleh suatu pengetahuan yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang
Lebih terperinciPENYUSUNAN PETA TAKTUAL RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA
PENYUSUNAN PETA TAKTUAL RSUP Dr. SARDJITO YOGYAKARTA Siti Muslichah Siti.muslichah@mail.ugm.ac.id Noorhadi Rahardjo noorhadi@ugm.ac.id Abstract Blind people need a facility in recognizing spatial information
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN SARAN
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian yang telah didapat di lapangan, dan sebagaimana yang sudah diuraikan dalam pembahasan BAB IV, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
Lebih terperinciPEDOMAN FORMAT BRAILLE
PEDOMAN FORMAT BRAILLE Makalah Oleh Didi Tarsidi Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Bandung Disajikan pada Seminar Nasional tentang Produksi
Lebih terperinciPENGGUNAAN MEDIA BLOCK CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MEMBUAT DENAH PADA SISWA TUNANETRA. Oleh: Siti Rachmawati, S.
JRR Tahun 23, No. 2, Desember 204 06-2 PENGGUNAAN MEDIA BLOCK CARD UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA DAN MEMBUAT DENAH PADA SISWA TUNANETRA Oleh: Siti Rachmawati, S.Pd SLB N Semarang ABSTRAK Kemampuan
Lebih terperinciPutri Nur Hakiki, Endro Wahyuno. Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Universitas Negeri Malang, Malang
JURNAL PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PENDIDIKAN LUAR BIASA, 4(1): 69-74 The Effect of Perception Exercise of Tactual Sally Mangold toward Early Reading Capability for Students with Hearing Impairment (Pengaruh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Saat ini kota-kota besar di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat dalam bidang industri, sarana transportasi, perluasan daerah pemukiman dan lain sebagainya.
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kebiasaan menulis sebagai sesuatu yang menyenangkan. permulaan dipengaruhi oleh keaktifan dan kreativitas guru yang mengajar di
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah luar biasa sangatlah penting artinya dalam mempersiapkan sumber daya manusia (SDM) sejak dini. Pembelajaran bahasa
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Siti Rahayu, 2014 Pengembangan aksara Lampung braille Universitas Pendidikan Indonesia repository.upi.edu perpustakaan.upi.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bahasa daerah merupakan bagian dari kebudayaan nasional yang memberikan kontribusi dalam perkembangan bahasa Indonesia, baik itu ditinjau dari unsur fonologi,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Putri Shalsa Novita, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan rancangan kegiatan yang paling banyak berpengaruh terhadap perubahan perilaku seseorang dan masyarakat luas. Menurut UU Sisdiknas tahun
Lebih terperinciPRINSIP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ORIENTASI BAGI TUNANETRA Irham Hosni
PRINSIP DAN PENGEMBANGAN KETERAMPILAN ORIENTASI BAGI TUNANETRA Irham Hosni Dosen Jurusan PLB Direktur Puslatnas OM PLB UPI DISAMPAIKAN PADA DIKLAT PROGRAM KHUSUS ORIENTAS DAN MOBILITAS Hotel BMI Lembang,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap anak memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan karakteristik anak yang beragam penyelenggaraan pendidikan harus mampu
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
No.8, 2013 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393) PERATURAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tidak semua manusia dilahirkan dalam keadaan sempurna. Beberapa dilahirkan dengan keadaan indra penglihatan yang tidak dapat berfungsi sama sekali. Sehingga
Lebih terperinciSPESIFIKASI SIMBOL KARTOGRAFIS PADA PETA TAKTUAL UNTUK KAUM TUNA NETRA
58 SPESIFIKASI SIMBOL KARTOGRAFIS PADA PETA TAKTUAL UNTUK KAUM TUNA NETRA 1 Noorhadi Rahardjo, 2 Su Rito Hardoyo 1, 2 Jurusan Sains Informasi Geografi dan Pengembangan Wilayah, Fakultas Geografi UGM Yogyakarta.
Lebih terperinciAnalisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra
Analisis Fungsi Organ-organ Penginderaan dan Pengembangannya bagi Individu Tunanetra I. Pendahuluan Benarkah?: 1) Bila orang kehilangan penglihatannya, maka hilang pulalah semua persepsinya. 2) Secara
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mata sebagai indera penglihatan merupakan suatu hal yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Melalui penglihatan seseorang dapat menerima informasi dan berinteraksi
Lebih terperinciBuku Braille yang Diharapkan oleh Pembaca Tunanetra
Buku Braille yang Diharapkan oleh Pembaca Tunanetra Oleh Drs. Didi Tarsidi, M.Pd. Jurusan Pendidikan Luar Biasa Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Makalah Disajikan pada Kegiatan
Lebih terperinciPentingnya Simbol Fonetik Braille. Bagi Para Tunanetra Indonesia. Drs. Didi Tarsidi. Desember 1999
Pentingnya Simbol Fonetik Braille Bagi Para Tunanetra Indonesia Drs. Didi Tarsidi Desember 1999 Para ahli berpendapat bahwa hilangnya penglihatan tidak mengubah secara signifikan kemampuan seseorang untuk
Lebih terperinci2 rencana tata ruang itu digunakan sebagai media penggambaran Peta Tematik. Peta Tematik menjadi bahan analisis dan proses síntesis penuangan rencana
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI PEMERINTAHAN. Wilayah. Nasional. Rencana. Tata Ruang. Peta. Ketelitian. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8) PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki sifat dan ciri-ciri yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia sebagai makhluk yang berketuhanan, makhluk individu dan makhluk sosial. Sebagai makhluk individu ia memiliki sifat dan ciri-ciri yang khas dan berbeda dengan
Lebih terperinciPengertian Sistem Informasi Geografis
Pengertian Sistem Informasi Geografis Sistem Informasi Geografis (Geographic Information System/GIS) yang selanjutnya akan disebut SIG merupakan sistem informasi berbasis komputer yang digunakan untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara individu, manusia merupakan mahkluk Inklusif karena mereka mempunyai kebutuhan khusus yang tidak dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Secara individu, manusia merupakan mahkluk Inklusif karena mereka mempunyai kebutuhan khusus yang tidak dapat disamaratakan. Keberagaman juga terjadi dalam dunia pendidikan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Ita Witasari, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan ialah salah satu hal penting bagi manusia, karena dengan pendidikan manusia dapat mengembangkan potensinya melalui pembelajaran. Melalui pendidikan
Lebih terperinciPengantar Psikologi Fungsi-Fungsi Psikis. Dosen Meistra Budiasa, S.Ikom, MA
Pengantar Psikologi Fungsi-Fungsi Psikis Dosen Meistra Budiasa, S.Ikom, MA Persepsi Objek-objek sekitar kita, kita tangkap melalui alat-alat indra dan diproyeksikan pada bagian tertentu di otak sehingga
Lebih terperinciI PENDAHULUAN. Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age)
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada usia prasekolah (3-6 tahun) atau biasa disebut masa keemasan (golden age) dalam proses perkembangan anak akan mengalami kemajuan fisik, intelektual dan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan. daya alam dan manusia serta memperluas lapangan pekerjaan dan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam rangka menggali potensi lahan daerah kabupaten wilayah Lampung Tengah, Lampung Timur, dan Lampung Selatan, maka dibuat peta lahan investasi pada daerah tersebut.
Lebih terperinciBAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA
BAB II PENERAPAN JARIMATIKA DALAM MENINGKATKAN PRESTASI BELAJAR PERKALIAN DASAR SISWA TUNANETRA A. Jarimatika Ama (2010) dalam http://amapintar.wordpress.com/jarimatika/ mengemukakan bahwa jarimatika merupakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang No.20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 1 Angka 14 menyatakan bahwa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) adalah suatu upaya pembinaan
Lebih terperinciCREATIVE THINKING. MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra
CREATIVE THINKING MANUSIA DAN ILMU PENGETAHUAN Panca Indra HIDUNG Hidung merupakan panca indera manusia yang sangat penting untuk mengenali bau dan juga untuk bernafas. Bagian-Bagian Hidung Dan Fungsinya
Lebih terperinciPANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS
PANDUAN PELASANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS PROGRAM KHUSUS : ORIENTASI DAN MOBILITAS SEKOLAH MENENGAH PERTAMA LUAR BIASA TUNANETRA (SMPLB-A) DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA DIREKTORAT JENDERAL
Lebih terperinciUSULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA
USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM DESAIN GAMBAR BRAILLE SEBAGAI UPAYA MENGENALKAN OBJEK BINATANG SECARA VISUAL PADA ANAK PENDERITA TUNA NETRA BIDANG KEGIATAN: PKM - KC Diusulkan oleh:
Lebih terperinci2016 PENGEMBANGAN PROGRAM LATIHAN ORIENTASI DAN MOBILITAS TEKNIK PENDAMPING AWAS BAGI KELUARGA SISWA TUNANETRA
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Orientasi dan mobilitas merupakan kebutuhan yang mendasar bagi tunanetra. Dipahami dari pengertiannya, menurut Rahardja (2010) menyatakan bahwa: Orientasi adalah suatu
Lebih terperinciRENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
UPT PENDIDIKAN KECAMATAN GEBOG DINAS PENDIDIKAN PEMUDA DAN OLAHRAGA KABUPATEN KUDUS PROVINSI JAWA TENGAH 2012 RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar Mata Pelajaran : Ilmu Pengetahuan
Lebih terperinciSeminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL.
Seminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL Subbidang Kartografi Oleh: Bowo Susilo Fakultas Geografi Universitas Gadjah
Lebih terperinciBAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN
BAB 3 IDENTIFIKASI DAN INVENTARISASI UU NOMOR 4 TAHUN 2011 MENGENAI INFORMASI GEOSPASIAL TEMATIK KELAUTAN Informasi geospasial tematik (IGT) merupakan informasi geospasial (IG) yang menggambarkan satu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. disajikan secara deskriptif. Selain itu, beberapa website
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta tidak hanya memiliki karakteristik yang unik dan menarik yang sebatas pada sosial dan budayanya. Akan tetapi, keunikan lain khususnya dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. moda transportasi (jarak pendek antara 1 2 km) maupun dengan moda
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pemilihan moda dapat dikatakan sebagai tahapan terpenting dalam berbagai perencanaan dan kebijakan transportasi. Sebab hal ini menyangkut efisiensi pergerakan
Lebih terperinciBAB I BAB 1. PENDAHULUAN
BAB I BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kata konversi dalam pengertian etimologi berasal dari bahasa latin conversion, yang berarti pindah atau berubah ( keadaan). Kata tersebut selanjutnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kondisi fisik maupun mental yang sempurna. Namun pada kenyataannya tidak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Menjadi seseorang yang memiliki keterbatasan bukan keinginan atau pilihan hidup setiap manusia. Tentunya semua manusia ingin hidup dengan kondisi fisik maupun
Lebih terperinciDIKDIK MANTERA WIGUNA,
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dewasa ini pemanfaatan komputer dapat dirasakan oleh kalangan umum. Persaingan pesat terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi mengharuskan semua orang untuk mampu
Lebih terperinciBAB II KAJIAN TEORI. 1. Kemampuan Representasi Matematis. a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis
BAB II KAJIAN TEORI A. Deskripsi Konseptual 1. Kemampuan Representasi Matematis a) Pengertian Kemampuan Representasi Matematis Menurut NCTM (2000) representasi adalah konfigurasi atau sejenisnya yang berkorespondensi
Lebih terperinciModul 1 Sejarah Perkembangan Sistem Tulisan bagi Tunanetra
Modul 1 Sejarah Perkembangan Sistem Tulisan bagi Tunanetra Pendahuluan Deskripsi Singkat Dalam modul ini, anda akan diperkenalkan pada evolusi system tulisan bagi tunanetra sejak masa pra-braille hingga
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Hak untuk memperoleh pendidikan merupakan hak semua warga negara, tidak terkecuali anak berkebutuhan khusus. Hal ini telah ditegaskan dalam UUD 1945 pasal
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan ini, tidak semua orang berada pada kondisi fisik yang sempurna, ada sebagian orang yang secara fisik mengalami kecacatan. Diperkirakan ada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan.
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan dengan berbagai kesempurnaan. Kesempurnaan yang diciptakan tidak hanya dilihat dari segi fisik namun kelebihaannya yang dimilikinya. Pada
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pendidikan dan kemanusiaan adalah dua hal yang saling berkaitan, pendidikan selalu berhubungan dengan tema-tema kemanusiaan. Artinya pendidikan diselenggarakan dalam
Lebih terperinciPENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap orang menginginkan tubuh yang sempurna. Banyak orang yang mempunyai anggapan bahwa penampilan fisik yang menarik diidentikkan dengan memiliki tubuh yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemampuan membaca yang diperoleh pada tahap membaca permulaan akan sangat berpengaruh terhadap kemampuan membaca lanjut. Kemampuan membaca permulaan mendasari
Lebih terperinciMENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PEMANFAATAN TULISAN SINGKAT BRAILLE BAGI SISWA TUNANETRA
MENINGKATKAN KEMAMPUAN MEMBACA MELALUI PEMANFAATAN TULISAN SINGKAT BRAILLE BAGI SISWA TUNANETRA Tumirah. SLB Negeri 1 Pemalang. Tumirah@yahoo.com. 085642269893 ABSTRACT The aim of the study is improving
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia dengan masing-masing perbedaan, baik fisik maupun mental.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkkan dari kehidupan. Pada dasarnya hakekat pendidikan tidak akan terlepas dari hakekat manusia, sebab urusan
Lebih terperinciSeminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL.
Seminar Sosialisasi SKKNI Informasi Geospasial RANCANGAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA BIDANG INFORMASI GEOSPASIAL Subbidang Survei Kewilayahan Oleh: Eko Haryono Fakultas Geografi Universitas
Lebih terperinciPENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN HURUF BRAILLE MELALUI METODE SCRAMBLE PADA SISWA TUNANETRA KELAS 1 SLB A YPTN MATARAM SKRIPSI
PENINGKATAN KEMAMPUAN MEMBACA PERMULAAN HURUF BRAILLE MELALUI METODE SCRAMBLE PADA SISWA TUNANETRA KELAS 1 SLB A YPTN MATARAM SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta
Lebih terperinciKONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA
KONSEP DAN STRATEGI IMPLEMENTASI KTSP SLB TUNANETRA Disampaikan pada Lokakarya Nasional Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) bagi Guru PAI Tunanetra di SLB se-indonesia Wisma Shakti Taridi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan bagi seseorang telah menjadi kebutuhan pokok dan hak-hak dasar baginya selaku warga negara, mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengembangkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah usaha terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran. Tujuannya agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 butir 1 tentang Sistem. Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa:
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 butir 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa: Pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1.
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara yang luas, terdiri atas sepertiga wilayah daratan dan dua pertiga wilayah lautan. Untuk membangun Negeri Indonesia yang besar dan
Lebih terperinciRENCANA KEGIATAN HARIAN
120 RENCANA KEGIATAN HARIAN KELOMPOK : B I / B2 SEMESTER/MINGGU : I/3 TEMA/SUB TEMA : Tanaman/Bunga, Buah dan Daun HARI, TANGGAL : Senin, 11 Oktober 2010 PERTEMUAN KE : Siklus I (pertemuan I ) WAKTU :
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Matematika sebagai mata pelajaran berisikan konsep pelajaran berhitung amat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari, sebab menguasai matematika berarti memiliki
Lebih terperinciORIENTASI DAN MOBILITAS (O&M)
ORIENTASI DAN MOBILITAS (O&M) SEBAGAI SALAH SATU KETERAMPILAN KOMPENSATORIS BAGI TUNANETRA OLEH: DJADJA RAHARDJA JURUSAN PENDIDIKAN LUAR BIASA FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Lebih terperinciA. Peta 1. Pengertian Peta 2. Syarat Peta
A. Peta Dalam kehidupan sehari-hari kamu tentu membutuhkan peta, misalnya saja mencari daerah yang terkena bencana alam setelah kamu mendengar beritanya di televisi, sewaktu mudik untuk memudahkan rute
Lebih terperinciSeminar Nasional Fisika dan Pendidikan Fisika Pembelajaran Sains berbasis Kearifan Lokal Surakarta, 14 September 2013
PEMBUATAN MEDIA PEMBELAJARAN BERUPA KIT PERCOBAAN PENENTUAN PERCEPATAN GRAVITASI DENGAN MENGGUNAKAN NERACA PEGAS BRAILLE UNTUK SISWA TUNANETRA KELAS VIII Rifqi F. K. 1), Sri Budiawanti, S. Si, M. Si. 2)
Lebih terperinciPENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG MELALUI METODE JARIMATIKA PADA SISWA TUNANETRA. Oleh: Siti Rachmawati ABSTRAK
PENINGKATAN KEMAMPUAN BERHITUNG MELALUI METODE JARIMATIKA PADA SISWA TUNANETRA Oleh: Siti Rachmawati seandinda@g.mail.com ABSTRAK Hambatan peningkatan kemampuan berhitung pada siswa tunanetra terjadi karena
Lebih terperinciPERKEMBANGAN MASA BAYI
PERKEMBANGAN MASA BAYI Tahap Masa Bayi Neonatal (0 atau baru Lahir-2 minggu Bayi (2 minggu- 2 tahun) TUGAS PERKEMBANGAN MASA BAYI Belajar makan makanan padat Belajar berjalan Belajar bicara Belajar menguasai
Lebih terperinciKesulitan belajar mengacu kepada sekelompok gangguan (disfungsi sistem saraf pusat) yang heterogen yang muncul dalam bentuk berbagai kesulitan dalam
Kesulitan belajar oleh: Imas Diana Aprilia Kesulitan belajar mengacu kepada sekelompok gangguan (disfungsi sistem saraf pusat) yang heterogen yang muncul dalam bentuk berbagai kesulitan dalam mendengarkan,
Lebih terperinciBAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) 2. Sejarah GIS
BAB II PEMBAHASAN 1. Pengertian Geogrhafic Information System (GIS) Sistem Informasi Geografis atau disingkat SIG dalam bahasa Inggris Geographic Information System (disingkat GIS) merupakan sistem informasi
Lebih terperinciPANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS
S PANDUAN PELAKSANAAN KURIKULUM PENDIDIKAN KHUSUS PROGRAM KHUSUS: ORIENTASI DAN MOBILITAS SEKOLAH DASAR LUAR BIASA TUNANETRA (SDLB-A) DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH LUAR BIASA DIREKTORAT JENDERAL MANEJEMEN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. fisik yang berbeda-beda, sifat yang berbeda-beda dan tingkah laku yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap manusia yang diciptakan ke dunia ini mempunyai keadaan fisik yang berbeda-beda, sifat yang berbeda-beda dan tingkah laku yang berbeda-beda pula. Kesempurnaan
Lebih terperinciKETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017
KETENTUAN CALL FOR PAPERS SEMIKNAS 2017 Sub Sub Tema untuk presentasi makalah : 1. Manajemen Informasi Kesehatan 2. Manajemen Mutu Informasi Kesehatan 3. Kodifikasi Klasifikasi Penyakit dan Tindakan 4.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui pemberian
Lebih terperinciBAHASA DAN KETUNANETRAAN
BAHASA DAN KETUNANETRAAN Juang Sunanto Jurusan Pendidikan Luar Biasa, Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia Secara umum, hilangnya penglihatan sejak kecil dapat mempengruhi perkembangan
Lebih terperinciPokok Bahasan 5a PENGAMATAN
Pokok Bahasan 5a PENGAMATAN Prof. Drs. Dakir Prof. Dra. Sri Rumini Dr. Edi Purwanto Dra. Purwandari, M.Si Dra. Tin Suharmini, M.Si Yulia Ayriza, M.Si, Ph.D (yulia_ayriza@uny.ac.id) Pengamatan Pengertian
Lebih terperinciSekolah Menengah Pertama Luar Biasa Khusus Tunanetra melalui Pendekatan Orientasi dan Mobilitas di Malang
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa Khusus Tunanetra melalui Pendekatan Orientasi dan Mobilitas di Malang Adif Lazuardy Firdiansyah 1, Abraham M. Ridjal, ST., MT. 2, Ir. Ali Soekirno 2 ¹Mahasiswa Jurusan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kartografi berasal dari bahasa Yunani karto atau carto yang berarti permukaan dan graft yang berarti gambaran atau bentuk, sehingga kartografi merupakan gambaran permukaan
Lebih terperinciPerluasan Orde Matriks 3 x 3 untuk Huruf Braille ber-kharokat. Bambang Sumarno HM Jurdik Matematika FMIPA UNY. abstrak
Kode Makalah M-12 Perluasan Orde Matriks 3 x 3 untuk Huruf Braille ber-kharokat Bambang Sumarno HM Jurdik Matematika FMIPA UNY abstrak Huruf Braille yang disajikan berupa titik-titik timbul (dot) pada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas,
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang memiliki kawasan pesisir sangat luas, karena Indonesia merupakan Negara kepulauan dengangaris pantai mencapai sepanjang 81.000 km. Selain
Lebih terperinciMODEL SILABUS. Standar Kompetensi : 1. Memahami gambaran konsep tubuh dengan benar berikut lokasi, dan fungsi serta gerakannya.
MODEL SILABUS Satuan Pendidikan : Sekolah Dasar Luar Biasa Tunanetra (SDLB-A) Mata Pelajaran : Orientasi dan Mobilitas Standar Kompetensi : 1. Memahami gambaran konsep tubuh dengan benar berikut lokasi,
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai kampus tertua dan terbesar di Indonesia, sudah sewajarnya bila Universitas Gadjah Mada memberikan contoh manajemen kampus hijau dan ramah lingkungan dengan
Lebih terperinciWalikota dan Wakil Walikota;
Wakil Gubernur, Bupati Walikota dan Wakil Walikota; dan Wakil Bupati, dan/atau Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciPENYUSUNAN ATLAS PERTANIAN WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA. Aniendyta Apty Haryono
PENYUSUNAN ATLAS PERTANIAN WILAYAH KABUPATEN KULONPROGO PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Aniendyta Apty Haryono chibitata@ymail.com Noorhadi Rahardjo noorhadi@ugm.ac.id Abstract The direction of this
Lebih terperinciBAB VIII VARIABEL TAMPAK (VISUAL VARIABLES)
BAB VIII VARIABEL TAMPAK (VISUAL VARIABLES) Di dalam komunikasi dengan percakapan (ucapan), kata-kata digunakan untuk menampilkan informasi kepada orang lain. Masing-masing kata disusun dari sejumlah huruf-huruf
Lebih terperinciMATERI KELAS 1. B. Indonesia
MATERI KELAS 1 TEMA 1 SUB TEMA 1 : Diriku : Aku dan Teman Baru B. Indonesia 1. Mengenal huruf a-z melalui lagu. a. Mengenal dan melafalkan huruf vokal : a, i, u, e, o b. Mengenal dan melafalkan huruf konsonan
Lebih terperinciWakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon;
Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota dengan Satu Pasangan Calon; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum (Lembaran
Lebih terperinciAPLIKASI ELEKTRONIK BRAILLE MENGGUNAKAN PERANGKAT LAYAR SENTUH BERBASIS ANDROID SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENYANDANG TUNA NETRA
APLIKASI ELEKTRONIK BRAILLE MENGGUNAKAN PERANGKAT LAYAR SENTUH BERBASIS ANDROID SEBAGAI MEDIA KOMUNIKASI PENYANDANG TUNA NETRA Muhammad Fauzan 1), Abdurrahman Jundullah 2), Syara Zhuhriyami 3), Mahmud
Lebih terperinciPGTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA
Oleh BADRU ZAMAN, M.Pd PGTK UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA Curriculum Vitae Nama : Badru Zaman Tempat Tanggal Lahir : Darangdan (Purwakarta) 6 Agustus 1974 Pendidikan Terakhir : S-2 Pengembangan Kurikulum
Lebih terperinciVirtual Reality. Abstrak
Virtual Reality Fauzan Azmi azmifauzan@gmail.com http://www.azmifauzan.web.id Abstrak Secara sederhana, virtual reality adalah pemunculan gambar-gambar tiga dimensi yang dibangkitkan komputer, yang terlihat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. jasmani dan rohani anak di lingkungan keluarga sebelum memasuki. pendidikan dasar. Anak yang dalam pandangan pendidikan modern
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan terkait pada seluruh aspek kehidupan manusia. Pendidikan diarahkan pada perkembangan dan pertumbuhan manusia agar menjadi manusia yang memiliki identitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan daerah memiliki peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Pada masa Orde baru pembangunan nasional dikendalikan oleh pemerintah pusat, sedangkan
Lebih terperinciPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG KETELITIAN PETA RENCANA TATA RUANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Indonesia merupakan Negara Kepulauan dengan ribuan pulau yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, baik pulau-pulau kecil maupun pulau-pulau besar. Indonesia adalah
Lebih terperinciNEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG
NEGARA MAJU DAN NEGARA BERKEMBANG Salah satu ciri dari negara berkembang adalah sebagian besar masyarakatnya bekerja sebagai petani. Kegiatan pertanian yang dilakukan masih menggunakan peralatan tradisional,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Berjalan kaki merupakan salah satu aktivitas fisik yang juga bertindak sebagai salah satu jenis moda transportasi, khususnya jenis moda transportasi aktif (Ackerson,
Lebih terperinciPEMERIKSAAN VISUS MATA
PEMERIKSAAN VISUS MATA Tidak semua orang mempunyai visus yang sama. Visus dipergunakan untuk menentukan penggunaan kacamata. Visus penderita bukan saja memberi pengertian tentang optiknya (kaca mata) tetapi
Lebih terperinciTUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI
TUNA NETRA NUR INDAH PANGASTUTI TUNANETRA Tunanetra adalah individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan. tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu: buta total (Blind) dan low vision.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam kehidupan bernegara, ada yang namanya hak dan kewajiban warga Negara dengan negaranya begitu juga sebaliknya. Hak dan kewajiban ini diatur dalam undang-undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini. sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah keselamatan lalu lintas jalan saat ini sudah merupakan masalah global yang mendapat perhatian masyarakat internasional. World Health Organization (WHO) dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sri Hani Widiyanty, 2013
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai warga Negara anak-anak tunanetra memiliki hak yang sama untuk mendapatkan pendidikan, sebagaimana disebutkan dalam Undangundang RI Nomor 20 tahun 2003
Lebih terperinci