KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA"

Transkripsi

1 KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA A. Latar Belakang Masalah Kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya negara hukum Republik Indonesia, sesuai Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan secara gramatikal. Dalam ketatanegaraan kita, maka kekuasaan kehakiman tersebut dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada dibawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi, sesuai Pasal 24 ayat (2) Undangundang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 amandemen ketiga. Kemandirian kekuasaan kehakiman di era reformasi ini memberikan beban tanggung jawab secara moril dan riil agar supremasi hukum di negara kita dapat berjalan sesuai visi dan misi di bidang hukum yang telah digariskan dalam sistem perencanaan pembangunan hasil musyawarah para wakil rakyat di lembaga legislatif. Sehingga dirasa perlu adanya perbaikan dan penyempurnaan kinerja Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan negara tertinggi dalam melaksanakan fungsi-fungsinya. B. Rumusan Masalah Berdasarkan hal tersebut maka dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah kemandirian kekuasaan kehakiman melalui sistem peradilan satu atap di bawah Mahkamah Agung? 2. Bagaimanakah reaktualisasi endepensi penegakan hukum melalui system satu atap di era reformasi?

2 2 C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui seberapa jauh kemandirian kekuasaan kehakiman melalui sistem peradilan satu atap di bawah Mahkamah Agung sehingga dapat digunakan sebagai acuan dan tolak ukur untuk membenahi lembaga kekuasaan kehakiman secara institusional. 2. Untuk mengetahui reaktualisasi yang dilakukan Mahkamah Agung dalam penegakan hukum di era reformasi sebagai perwujudan kemandirian kekuasaan kehakiman dalam supremasi hukum di Indonesia. D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis. Penelitian ini diaharapkan bermanfaat terhadap pengembangan ilmu hukum secara pembaharuan hukum system satu atap peradilan pad umumnya pembenahan dan penyempurnaan sistem peradilan hukum secara institusional pada lembaga kekuasaan kehakiman. 2. Manfaat Praktis. Secara praktis bagi masyarakat dan insatansi terkait dan memberikan masukan upaya-upaya dalam penegakan hukum untuk mewujudkan supremasi hukum. E. Tinjauan Pustaka Dalam memahami hal tersebut, maka akan diuraikan tentang teori konstitusi, teori demokrasi, teori negara hukum dan ruang lingkup kekuasaan kehakiman, serta keterkaitan antara satu dengan lainnya. 1. Teori konstitusi. Pembatasan kekuasaan oleh konstitusi itu diperlukan karena dalam setiap negara akan terdapat pusat-pusat kekuasaan, baik yang terdapat dalam supra struktur politik maupun yang terdapat dalam infra struktur politik. Lord Acton mengatakan bahwa Power tends to corrupt; and

3 3 absolute power corrupts absolutely. Kekuasaan itu, bagaimanapun kecilnya, cenderung disalahgunakan. Semakin kuat kekuasaan semakin kuat pula kecenderungan penyalahgunaannya. Menyadari akan hal ini maka para pendiri negara berusaha untuk membatasi dan mencegah kemungkinan adanya penyalahgunaan kekuasaan oleh mereka yang nantinya akan berkuasa Teori demokrasi. Pemerintahan demokrasi pada intinya ialah pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. 2 Dalam negara demokrasi, rakyat diikutsertakan dalam pengangkatan (pemilihan) penguasa. Di sini ada keinginan untuk mendekatkan hubungan antara penguasa dengan rakyat yang diperintah. 3 Demokrasi mempunyai arti penting bagi masyarakat yang menggunakannya sebab dengan demokrasi ini hak masyarakat untuk menentukan sendiri jalannya organisasi negara dijamin. Oleh sebab itu Hak Asasi Manusia semua pengertian yang diberikan untuk istilah demokrasi ini selalu memberikan posisi penting bagi rakyat kendatipun secara operasional implikasinya di berbagai negara tidak sama. 4 Demokrasi sebagai dasar kehidupan bernegara memberi pengertian bahwa pada tingkat terakhir rakyat memberikan ketentuan dalam masalahmasalah pokok mengenai kehidupan, termasuk dalam menilai kebijaksanaan negara, karena kebijaksanaan tersebut menentukan kehidupan rakyat Teori negara hukum Menurut Sri Soemantri lebih mempertegas lagi mengenai unsur-unsur yang terpenting dalam negara hukum yang dirinci menjadi empat unsur, 1 Sri Soemantri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni,Bandung, 1987, h Suhino, IlmuNegara, Liberty, Yogyakarta, 1996, h Ibid, hlm Moh. Mahfud,, Demokrasi dan Konstitusi Di Indonesia, Paradigma, Yogyakarta, 1993, h. 5 Deliar Noor, Pengantar ke Pemikiran Politik, Rineka Cipta, Jakarta, 1983, h. 207.

4 4 yaitu : 1. Bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugas dan kewajibannya harus berdasar atas hukum atau peraturan perundang-undangan; 2. Adanya pembagian kekuasaan dalam negara ; 3. Adanya pemisahan kekuasaan dalam negara ; 4. Adanya pengawasan dari badan-badan peradilan.6 4. Kekuasaan Kehakiman Dari tiga teori tersebut telah membuktikan kepada kita betapa pentingnya lembaga kekuasaan kehakiman bagi suatu negara hukum yang demokratis konstitusional. a. Menurut teori konstitusi, dalam suatu negara harus ada pembagian dan pembatasan kekuasaan negara untuk menjamin Hak Asasi Manusia. b. Menurut teori demokrasi, kehidupan yang demokratis itu selalu berada dalam negara hukum. Di dalam negara hukum ada kekuasaan kehakiman sebagai lembaga penegak demokrasi. c. Menurut teori negara hukum maka keberadaan lembaga kekuasaan kehakiman (pengadilan) merupakan ciri utama dan akarnya negara hukum. Tidak ada negara hukum tanpa ada lembaga kekuasaan kehakiman. Apalagi dalam negara hukum modern. F. Metode Penelitian 1. Tipe penelitian Penulisan tesis ini termasuk penulisan hukum normatif,7 yaitu penelitian terhadap asas-asas, dasar falsafah dan norma-norma hukum tentang kekuasaan kehakiman pada umumnya dan Mahkamah Agung RI pada khususnya untuk menemukan hal-hal baru tentang kemandirian kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum serta supremasi hukum di 6 Sri Soemantri, Bunga RampaiHukum Tata Negara, Mandar Maju, Bandung, hlm Jhonny Ibarahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Bayumedia Pubillshing Malang, 2005, h.19

5 5 Indonesia. 2. Pendekatan Masalah Pendekatan masalah yang dipakai sebagai bagian dari usaha analisis nantinya ialah pendekatan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kemandirian kekuasaan kehakiman antara lain Undang-Undang Nomor. 35 Tahun 1999, Undang-Undang Nomor. 4 tahun 2004, Undang-Undang Nomor. 5 Tahun 2004 dan masih banyak lainnya yang berkaitan dengan sistem pengadilan satu atap dibawah Mahkamah Agung sebagai pengadilan tertingi. Pendekatan ini nantinya dipergunakan untuk menjawab permasalahan yang diangkat oleh peneliti Bahan Hukum a. Bahan hukum primer, yakni : a. Norma dasar dan peraturan dasar dalam Undang-undang Dasar 1945 amandemen IV. b. Ketetapan-ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat. c. Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan lembaga kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung RI, antara lain Undang-Undang Nomor. 4 tahun 2004, Undang-Undang No. 5 tahun 2004 dan lain-lain. b. Bahan hukum sekunder, yakni : 1. Hasil-hasil penelitian yang sudah ada. 2. Karya ilmiah dari kalangan ahli hukum dan lain sebagainya. c. Bahan hukum tertier mencakup : a. Bahan-bahan yang memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti : kamus, ensiklopedia dan seterusnya. b. Bahan-bahan lain di luar hukum yang diperlukan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian, seperti bidang filsafat, etika, 8 Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Renika Cipta, Jakarta, 1998, h.12

6 6 sosiologi dan lain-lain.9 4. Prosedur Pengumpulan Bahan Hukum. Prosedur pengumpulan bahan hukum yang dilakukan oleh peneliti berdasarkan studi kepustakaan adalah dengan mengumpulkan bahan-bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat secara dominan dalam penelitian ini, yakni berupa norma dasar dan peraturan dasar dalam Undang-undang Dasar 1945 amandemen IV, ketetapan-ketetapan MPR dan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan lembaga kekuasaan kehakiman dan Mahkamah Agung RI. Kemudian peneliti mengumpulkan bahan-bahan hukum sekunder, yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti hasil-hasil penelitian yang sudah ada, karya ilmiah dari kalangan ahli hukum dan ahli wawancara dengan para nara sumber. Dan untuk tahap yang terakhir, peneliti mengumpulkan bahan-bahan hukum atau bahan hukum penunjang, yang mencakup seluruh bahan-bahan yang dapat memberi petunjuk-petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti : kamus, ensiklopedia dan seterusnya dan juga bahanbahan lain di luar hukum yang diperlukan untuk melengkapi atau menunjang data penelitian ini, seperti bidang filsafat, etika, sosiologi dan lain-lain Analisis Bahan Hukum Kegiatan yang dilakukan dalam analisis data ini ialah : 1. Memilih peraturan-peraturan yang berisi kaedah-kaedah dan normanorma hukum yang mengatur masalah kemandirian kekuasaan kehakiman dalam penegakan hukum melalui sistem peradilan satu atap dibawah Mahkamah Agung di era reformasi ini. 2. Membuat sistematik dari peraturan-peraturan tersebut sehingga menghasilkan klasifikasi tertentu yang selaras dengan pembahasan kemandirian kekuasaan kehakiman tersebut. 9 Ibid, hlm. 13.

7 7 3. Bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan ini dianalisa secara induktif kualitatif. Kemudian sesuai dengan jenis datanya yang ditumpukan pada data kepustakaan maka analisis selanjutnya dalam penelitian ini memakai model analisis kualitatif11. G. Kemandirian Kekuasaan Kehakiman Selama Orde Baru, jaminan atas kekuasaan kehakiman yang merdeka tidak dapat berjalan sebagaimana mestinya. Dalam berbagai perkara yang berkaitan dengan eksistensi, kebijakan atau kewibawaan kekuasaan eksekutif, majelis hakim hukan saja dituntut bertindak hati-hati, tetapi ada kaalanya wajib mengikuti kehendak yang berkuasa. Kekuasaan menjelma menjadi sesuatu yang tidak pernah dapat bersalah apalagi dipersalahkan dantidak boleh disentuh oleh perbedaan pendapat dan kritik. Selain karena tekanan rezim yang begitu kuat, ketiadaan independensi kekuasaan kehakiman dipandang berakar juga pada sistem pengelolaannya. Bagianbagian tertentu dari sistem pengelolaan kekuasaan kehakiman dijalankan pemerintah, yaitu bidang keorganisasian, administrasi dan finansial. Reformasi memandang independensi kekuasaan kehakiman sebagai salah satu obyek yang sangat mendasar yang perlu dipulihkan atau ditegakkan kembali. Kekuasaan kehakiman yang merdeka merupakan salah satu pilar untuk memulihkan demokrasi dan negara berdasarkan hukum. Secara konseptual hal tersebut akan tercapai dengan cara melepaskan keikutsertaan pemerintah mengelola unsur-unsur keorganisasian, administrasi dan finansial kekuasaan kehakiman. Segala wewenang mengelola urusan tersebut, hendaknya disatukan dan dimasukkan menjadi wewenang Mahkamah Agung sebagai Pengadilan negara tertinggi. Hal ini kemudian dikenal sebagai politik kebijakan satu atap (one roof system) yang 10 Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Perss,Jakarta, 1997,h Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta, 1982, hlm 250.

8 8 didahului oleh lahirnya ketetapan MPR (Tap MPR No. X Th. 1998) kemudian diatur dalam Undang-Undang nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang nomor 14 Tahun 1970 dan pada puncaknya disempurnakan melalui Undang-Undang nomor 4 Tahun 2004 tetnang Kekuasaan Kehakiman (mencabut berlakunya Undang-Undang nomor 14 Tahun 1970 dan Undang-undang nomor 35 Tahun 1999). Kekuasaan kehakiman tidak hanya bertanggung jawab dalam menjalankan kekuasaan atau fungsi yudisial, tetapi juga kekuasaan atau fungsi administrasi negara seperti mengangkat dan memberhentikan pegawai, melalui pengelolaan keuangan dan lain-lain. Untuk menghindari kerancuan dan kemurnian Ketua Mahkamah Agung sebagai pelaksana kekuasaan yudisial, sebaiknya segala pertanggungjawaban dan perbuatan administrasi negara dilakukan oleh pejabat administrasi negara di lingkungan Mahkamah Agung atau pengadilan itu sendiri, kecuali keputusan mengenaihakim. Hal-hal semacam ini nampaknya kurang mendapat sorotan dari pembentuk undang-undang (terutama DPR). Sering kali DPR terlalu menekankan pada segi kebijakan politik suatu undang-undang dan kurang memperhatikan berbagai konsekuensi atau dampak yang akan timbul, baik dibidang yuridis, administrasi, keuangan atau unsur-unsur managemen pada umumnya. H. Sistem Peradilan Satu Atap Dibawah Mahkamah Agung Ada semacam kekhawatiran bahwa sistem peradilan satu atap akan melahirkan kesewenang-wenangan pengadilan atau hakim dalam menegakkan hukum dan keadilan. Kekhawatiran tersebut timbul karena dengan sistem satu atap, tidak ada lagi yang mengawasi hakim atau pengadilan. Sehingga sudah menjadi asumsi umum bahwa kekuasaan tanpa pengawasan akan memunculkan sikap kesewenang-wenangan. Hal ini telah disadari oleh Montesquieu melalui teori pemisahan kekuasaannya, sehingga ia menghendaki dikembangkannya pula sistem checks and balances yang kemudian diterapkan di Amerika Seriakt. Kita tidak perlu khawatir akan hal

9 9 tersebut karena sistem peradilan satu atap tidak terkait dengan fungsiyudisial (fungsi peradilan). Satu atap hanya menyang kut urusankeorganisasian, administrasi dan keuangan. Sedangkan fungsi yudisial memang sudah sejak dahulu satu atap karena fungsi ini hanya menjadi wewenang dari pengadilan/hakim. Segala bentuk keikutsertaan, apalagi campur tangan atas kekuasaan yudisial tersebut dilarang. Bahkan Ketua Mahkamah Agung sekalipun, tidak boleh mencampuri wewenang hakim atau majelis hakim dalam memeriksa dan mengadili suatu perkara. Hal ini sebagai aktualisasi kekuasaan kehakiman yang merdeka, lepas dari segala pengaruh pemerintah atau kekuasaan lainnya.12. Secara umum, ada dua substansi dalam sistem pengadilan satu atap, yaitu urusan non yudisial yang mencakup urusan keorganisasian, administrasi, keuangan dan urusan yudisial yang menyang kut penyelesaian perkara (putusan_ dan penyelesaian permohonan (penetapan). Sebenarnya keinginan untuk mengatur dan mengurus diri sendiri itulah yang nampaknya mendorong para hakim memperjuangkan sistem satu atap tersebut I. Wewenang Mahkamah Agung Berdasarkan amandemen keempat UUD 1945 pasal 24 A maka Mahkamah Agung memiliki kewenangan untuk : a. mengadili pada tingkat kasasi; b. menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-undang; dan c. mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-undang. Disamping itu, Mahkamah Agung diberi kekuasaan dan wewenang oleh peraturan perundang-undangan untuk : a. Memeriksa dan memutus permohonan kasasi; sengketa tentang kewenangan mengadili; dan permohonan peninjauan kembali putusan 12 Hendry P Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktik Sehari-hari, pradnya paramita, Jakarta, 2001 h8

10 10 Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. b. Memberikan pertimbangan dalam bidang hukum baik diminta maupun tidak, kepada Lembaga Tinggi Negara. c. Memberikan nasehat hukum kepada Presiden, selaku Kepala Negara untuk pemberian atau penolakan grasi. d. Menguji secara materiilhanya terhadapperaturan perundang-undangan dibawah undang-undang; e. Melaksanakan tugas dan kewenangan lain berdasarkan Undang-Undang J. Sistem Pengawasan Pengadilan Di Bawah Satu Atap Pengawasan sebagai suatu proses pengamatan dari pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua kegiatan yang sedang dilaksanakan dapat berjalan sesuai dengan rencana, dapat dibedakan dalam dua kelompok besar yaitu : 1). Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dibidang pengawasan dalam membantu Presiden sebagai administrator pemerintah yang tertinggi dalam mengendalikan administrasi negara; 2). Fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh setiap atasan langsung terhadap bawahannya dalam mewujudkan manajemen yang sehat di lingkungan organisasi / unit kerja masing-masing. Dalam teori, fungsi pengawasan biasanya ditempatkan pada urutan terakhir diantara semua fungsi administrasi / manajemen. K. Macam Macam Pengawasan Mahkamah agung sebagai institusi pengadilan negara tertinggi memiliki beberapa macam pengawasan yang ditujukan kepadanya, yaitu : 1). Pengawasan external yang dilakukan oleh aparatur yang ditugaskan melaksanakan pengawasan seperti BPKP, Irjenbang, dan untuk Mahkamah Agung sendiri pengawasan nternal adalah Badan Pengawas Mahkamah Agung, 2). Pengawasan politik yang dilakukan oleh DPR.

11 11 3). Pengawasan yang dilakukan oleh BPK sebagai pengawasan eksternal eksekutif. 4). Pengawasan sosial yang dilakukan oleh mass media, ormas, individu dan anggota masyarakat. 5) Pengawasan melekat yakni penawasan yang dilakukan oleh atasan langsung terhadap bawahannya. L. Sistem Pengawasan Sistem pengawasan adalah keseluruhan proses pemantauan, pemeriksaan dan evaluasi terhadap sasaran tertentu yang menggambarkan urutan beberapa unsur yang saling berinteraksi satu dengan yang lain. Yang penting dalam proses waskat adalah bagaimana mengusahakan agar hubungan / interaksi antara atasan dan bawahan berlangsung secara wajar dan mendasarkan pada asas-asas pengawasan yang bersifat manusiawi dengan saling memperlakukan sebagai subyek, bukan hanya sebagai obyek, dengan menggunakan asas presumption of inounsence serta memperhatikan nilai-nilai manusiawi dan budaya yang bersumber dari pandangan hidup Pancasila. Dalam pelaksanaan pengawasan diperlukan mekanisme yang dapat menjamin tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi bagi terwujudnya pengawasan yang dapat menjangkau sebanyak-banyaknya pegawai / unit kerja yang sangat banyak jumlahnya dan tersebar dari pusat sampai ke daerah. Mekanisme pengawasan harus dilaksanakan secara terpadu dan saling menunjang, misalnya: M. Pengawasan Terhadap Peradilan Dibawah Satu Atap Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dalam pasal 11 ayat (4) menyebutkan : Mahkamah Agung melakukan pengawasan tertinggi atas perbuatan Pengadilan dalam lingkungan Peradilan yang berada dibawahnya berdasarkan ketentuan Undang-Undang. Di dalam penjelasannya disebutkan yang dimaksud dengan pengawasan tertinggi

12 12 dalam ketentuan ayat ini meliputi pengawasan internal Mahkamah Agung terhadap semua badan peradilan dibawahnya. N. Obyek Pengawasan Kewenangan pengawasan meliputi 3 (tiga) bidang obyek Pengawasan yaitu : bidang teknis peradilan yang bertujuan untuk peningkatan kemampuan teknis Hakim dalam menangani perkara dan kualitas putusannya serta dalam melaksanakan eksekusi putusan; bidang administrasi peradilan yang bertujuan untukmeningkatkan pelayanan hukum kepada para justitiabelen / pencari keadilan dan bidang perbuatan & tingkah laku Hakim & Pejabat Kepaniteraan Pengadilan. O. Keadilan Dalam Penegakan Hukum Wewenang membentuk hukum tidak hanya diberikan pada cabang kekuasaan legislatif, tetapi juga kepada kekuasaan administrasi negara (eksekutif) dalam bentuk peraturan administrasi negara atau peraturan yang dibuat berdasarkan pelimpahan dari badan legislatif (delegated legislation). Bahkan terdapat kecenderungan yang menunjukkan bahwa cabang kekuasaan membentuk undang-undang makin lambat atau tidak berjalan sebanding dengan kecepatan pembentukanhukum oleh administrasi negara (eksekutif). Demikian pula pembentukan hukum melalui hakim. Hakimhakim bukan sekedar mulut atau corong peraturan tetapi menjadi penterjemah atau pemberi makna melalui penemuan hukum (rechtsvinding) atau konstruksi hukum (rechtsconstructie) dalam bentuk-bentuk penafsiran, analogi, penghalusan hukum dan lain-lain, bahkan menciptakan hukum baru (rechtschepping) melalui putusan-putusannya (judge made law). Hal-hal diatas menunjukkan betapa eratnya hubungan antara hukum dengan kekuasaan. Hukum bukan saja suatu bentuk kegiatan kekuasaan melainkan suatu fungsi kekuasaan.

13 13 P. Profesionalisme Dalam Penegakan Hukum Mutu hakim harus dilihat secara integral yaitu mulai dari pendidikan dan latihan sejak menjadi mahasiswa hukum. Lembaga pendidikan tinggi hukum bertanggungjawab atas mutu hakim, bahkan mutu sarjana hukum pada umumnya. Mutu hakim mencakup tingkat penguasaan (ilmu) hukum, ketrampilan, dan kepribadian atau integritas. Betapa penting pendidikan moral, menumbuhkan kesadaran beragama dan berbagai sumber budi luhur lainnya. Tetapi harus pula disadari. Hakim dan pejabat pengadilan adalah manusia biasa. Hakim tidak hanya menghadapi godaan dari sekelilingnya yang dihadapi. Tanggungjawabnya sebagai suami atau isteri atau sebagai ayah atau ibu yang dapat memberikan kebutuhan dasar yang wajar kepada anak-anaknya sangat layak untuk diperhatikan. Q. Peradilan Yang Bersih Dan Berwibawa Sehubungan dengan pengertian good governance untuk membangun suatu pemerintahan yang baik maka dapat dikatakan bahwa ada hubungan antara good governance dengan pengadilan, dimana good governance dapat sekaligus bersifat dan bersumber ganda. Good governance sebagai sistem atau sub sistem dalam tatanan pengadilan itu sendiri dan good governance yang bersifat dan bersumber dari luar pengadilan seperti sistem perundangundangan, sistem administrasi negara, sistem politik atau budaya. Tetapi sifat ganda tersebut sekaligus memuat suatu fungsi good governance sebagai kondisi (bahkan pra kondisi) bagi tatanan pengadilan yang baik (bersih dan berwibawa).13 Berbagai kondisi dan faktor-faktor di atas merupakan unsur good governance yang harus selalu hadir agar peradilan dapat berjalan dengan baik, bermutu, berwibawa, terhormat, dan dihormati. Berdasarkan uraian-uraian diatas, maka penegakan hukum di era 13 Suwoto Mulyosudarmo, Kapita Selekta Problematika Hukum Tata Negara Di Era Pemerintahan Transisi, Karya Anda, Surabaya, 2001, h.251

14 14 reformasi ini sangat tergantung pada penegakan hukum yang adil dan berkeadilan, dimana hal tersebut dapat terwujud apabila pelaku penegakan hukum mempunyai profesionalisme dan moral yang handal dengan didukung pranata peradilan yang matap dan lingkungan berlakunya hukum atau masyarakat umum telah mempunyai kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum. Sistem peradilan satu atap dibawah Mahkamah Agung merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penegakan hukum di Indonesia. R. Kesimpulan Bahwa kemandirian kekuasaan kehakiman melalui sistem satu atap adalah ajaran pemisahan kekuasaan masing-masing alat kelengkapan negara (Legislatif, eksekutif, dan yudikatif) kekuasaan kehakiman yang mandiri dan merdeka merupakan salah satu pilar untuk memulihkan negara yang demokratis berdasarkan hukum. pada era reformasi ini telah berhasil melakukan reformasi di bidang hukum terbukti dengan diundangkannya Undang Undang Nomor 14 Tahun 2004 tentang KekuasaanKehakiman, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang peradilan Umum, Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara dan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Untuk melaksanakan Undang undang tersebut telah ditindaklanjuti dengan berbagai Keputusan Presiden. Dengan beberapa peraturan perundang-undangan itu kemandirian kekuasaan kehakiman ternyata telah dilaksanakan berdasarkan ajaran pemisahan kekuasaan masing-masing alat kelengkapan negara, dan ternyata membawa dampak yang positif di dalam memulihkan demokrasi dan negara berdasarkan atas hukum. Bahwa penegakan hukum di dalam sistem satu atap di Indonesia dibawah kekuasaan kehakiman tertinggi dibawah Mahkamah Agung telah

15 15 dilakukan hal ini dipengaruhi oleh aturan hukum, pelaku hukum lingkungan tempat proses penegakan hukum, maka tidak mungkin ada pemecahan persoalan penegakan hukum apabila hanya melihat pada proses penegakan hukum, dalam penegakan hukum perlu memperhatikan cara penegakan hukum dan hasil penegakan hukum serta aturan-aturan hukum yang mendukung. sampai saat ini penegakan hukum di Indonesia masih ada kelemahan baik dari sisi internal maupun eksternal. Dari internal mengenai penegakan hukum masih sangat tergantung pada kwalitas pribadi para penegak hukum yang mempengaruhi penegakan hukum. dari eksternal, pada aturan hukum yangkadang menimbulkan ketidakpastian hukum dan pengaruh dari lingkungan. akan tetapi penegakan hukum di Indonesia akan berjalan dengan baik bila penegak hukumnya profesional, sistem peradilan satu atap dibawah Mahkamah Agung merupakan bagian tak terpisahkan dari terlaksananya penegakan hukum di Indonesia. S. Saran Merealisasikan sistem peradilan satu atap dibawah Mahkamah Agung bukan hanya sekedar memenuhi tuntutan masyarakat akan tetapi adalah sebagai konsekuensi sebagai negara hukum yang berusaha untuk melaksanakan teori pemisahan kekuasaan dalam sebuah tatanan suatu negara, sehingga faktor yang menjadi penghambat demi terlaksananya kemandirian, dalam peradilan satu atap ditiadakan dan ditata kembali. Untuk membentuk citra peradilan yang bersih dan berwibawa perlu adanya aturan baku dalam perekturtan aparat penegak hukum khususnya hakim, selain kecerdasan perlu diseleksi akhlak para hakim dengan diterbitkan undang undang tentang penghinaan terhadap kekuasaan kehakiman. Memutuskan segala aturan yang menyangkut masalah organisasi dan tata kerja internal Mahkamah Agung serta peradilan dibawahnya secara mandiri tidak turut campurnya lembaga lain untuk mewujudkan lembaga peradilan yang mandiri bebas dari pengaruh eksekutif maupun lembaga lain.

16 16 DAFTAR PUSTAKA A. Literatur A. Mukti Arto, Konsepsi Ideal Mahkamah Agung, Liberty, Yogyakarta Abdurrahman, Aneka Masalah Dalam Praktek Penegakan Hukum di Indonesia, Renika Cipta, Bandung Ali Aspandi, Menggugat Sistem Hukum Peradilan Indonesia Yang Penuh Ketidakpastian, L:uftansah, Surabaya, Bagir Manan, Pertumbuhan dan Perkembangan Konstitusi Suatu negara, Alumni, Bandung Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta C.F Strong,. Modern Political Constitutions, Gunung Agung, Jakarta Deliar Noor, Pengantar ke Pemikiran Politik, Rineka Cipta, Jakarta F. Magnis Suseno, Mencari Sosok Demokrasi Sebuah Telaah Filosofis, Rineka Cipta, Jakarta Henry Panggabean, Fungsi Mahkamah Agung Dalam Praktik Sehari-hari, Pradnya Paramita, Jakarta Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Balai Pustaka, Malang Lewis Anthony, Peranan Mahkamah Agung di Amerika Serikat, Pradnya paramita, Jakarta Mahfud, Moh, Demokrasi dan Konstitusi di Indonesia, Paradigma, Yogyakarta Mahkamah Agung, Undang-undang RI no. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman, Jakarta Miriam Budiardjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Purwoto S Gandasubrata, Renungan Hukum, Balai Pustaka, Jakarta

17 17 Romli Atmasasmita, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum, Alumni, Bandung, Ronny Hanitijo Soemitro, Metode Penelitian Hukum dan Jurimetri, Renika Cipta, Jakarta Satjipto Rahardjo, Wajah Hukum Di Era Reformasi, Citra Aditya Bakti, Bandung Soekanto, Soerjono, Pengantar Penelitian Hukum, Rajawali Pers, Jakarta , Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Rajawali Pers, Jakarta Soemantri, Sri, Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi, Alumni, Bandung , Fungsi Konstitusi Dalam Pembatasan Kekuasaan, Alumni, Bandung , Bunga Rampai Hukum Tata negara, Mandar Maju, Bandung Suwoto Mulyosudarmo, Kapita Selekta Problematika Hukum Tata negara di Era Pemerintah Transisi, Karya Anda, Surabaya Subekti, Kekuasaan Mahkamah Agung RI, Intermasa, Bandung Suhino, Ilmu negara, Liberty, Yogyakarta Tresna, Peradilan di Indonesia Dari Abad ke Abad, Pradnya Paramita, Jakarta B. Perundang-undangan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Undang- Undang Nomor 4 Tahun , Undang-undang RI No. 5 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang- Undang RI No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Jakarta , Undang-undang RI No. 8 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang-

18 Undang No. 2 Tahun 1986 Tentang Peradilan Umum, Jakarta , Undang-undang RI No.3 Tahun 2006 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama Jakarta , Undang-undang RI No.9 Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Undang Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara, jakarta

19 19 TESIS KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Oleh : MUNARDI NIM PROGRAM MASTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2007

20 20 DAFTAR ISI A. Latar Belakang Masalah... 1 B. Rumusan Masalah... 1 C. Tujuan Penelitian... 2 D. Manfaat Penelitian... 2 E. Landasan Teoritis Teori konstitusi Teori demokrasi Teori negara hukum Kekuasaan Kehakiman... 3 F. Metode Penelitian Tipe penelitian Pendekatan masalah Bahan hukum Prosedur pengumpulan bahan hukum Analisis bahan hukum... 6 G. Kemandirian kekuasaan kehakiman... 7 H. Sistem peradilan satu atap di bawah Mahkamah Agung... 8 I. Wewenang Mahkamah Agung... 9 J.. Sistem Pengawasan Pengadilan Di Bawah Satu Atap K. Macam-macam pengawasan L. Sistem pengawasan M. Pengawasan terhadap peradilan dibawah satu atap N. Obyek Pengawasan O. Keadilan dalam penegakan hukum P. Profesionalisme dalam penegakan hukum Q. Peradilan yang bersih dan berwibawa R. Kesimpulan S. Saran Daftar Pustaka vii i

TESIS KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA

TESIS KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA TESIS KEMANDIRIAN KEKUASAAN KEHAKIMAN DALAM PENEGAKAN HUKUM DI INDONESIA Oleh : MUNARDI NIM. 12.105.099 PROGRAM MASTER ILMU HUKUM PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA 2007 2 DAFTAR ISI A.

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY

SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.

REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto I. Pendahuluan Pada tahun 1999 2002 dilakukan amandemen terhadap UUD Tahun 1945 yang merupakan bagian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. legislatif dengan masyarakat dalam suatu Negara. kebutuhan-kebutuhannya yang vital (Ni matul Huda, 2010: 54).

BAB 1 PENDAHULUAN. legislatif dengan masyarakat dalam suatu Negara. kebutuhan-kebutuhannya yang vital (Ni matul Huda, 2010: 54). 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembentukan undang-undang adalah bagian dari aktivitas dalam mengatur masyarakat, yang terdiri dari gabungan individu-individu manusia dengan segala dimensinya.merancang

Lebih terperinci

TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.

TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121. TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.03.131 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan

Lebih terperinci

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1.

KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA. Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. KOMISI YUDISIAL BARU DAN PENATAAN SISTEM INFRA-STRUKTUR ETIKA BERBANGSA DAN BERNEGARA Oleh Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH 1. A. PERKEMBANGAN KONTEMPORER SISTEM ETIKA PUBLIK Dewasa ini, sistem etika memperoleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA)

RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) PENGADILAN AGAMA TUAL TUAL, PEBRUARI 2012 Halaman 1 dari 14 halaman Renstra PA. Tual P a g e KATA PENGANTAR Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NKRI) tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana terdapat sekelompok masyarakat maka dapat dipastikan di situ ada sebuah aturan atau hukum yang

Lebih terperinci

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA SKRIPSI Oleh : RAMA PUTRA No. Mahasiswa : 03 410 270 Program Studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau

BAB I PENDAHULUAN. hukum dikenal adanya kewenangan uji materiil (judicial review atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diskursus mengenai Mahkamah Konstitusi muncul saat dirasakan perlunya sebuah mekanisme demokratik, melalui sebuah lembaga baru yang berwenang untuk menafsirkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa.

BAB I PENDAHULUAN. suatu negara pada umumnya. Sebuah keluarga dibentuk oleh suatu. tuanya dan menjadi generasi penerus bangsa. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebuah keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat di suatu negara. Keluarga yang baik, harmonis, penuh cinta kasih, akan dapat memberi pengaruh yang baik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan

BAB I PENDAHULUAN. satu sama lainnya tidak dapat dipisahkan, karena pada satu sisi demokrasi memberikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demokrasi dan negara hukum adalah dua konsepsi mekanisme kekuasan dalam menjalankan roda pemerintahan negara. Kedua konsepsi tersebut saling berkaitan yang satu sama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! MATERI KHUSUS MENDALAM TATA NEGARA Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia Menurut Uud 1945 Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA

TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA TUGAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN MAKALAH DEMOKRASI PANCASILA INDONESIA Disusun Oleh: Nama : Maria Alfonsa Chintia Dea P. NIM : A12.2013.04844 Kelompok : A12.6701 FAKULTAS ILMU KOMPUTER PROGRAM STUDI SISTEM

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Berikut ini adalah contoh soal tematik Lomba cerdas cermat 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Ayoo siapa yang nanti bakalan ikut LCC 4 Pilar

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid

DAFTAR PUSTAKA. Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI. (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara Jilid DAFTAR PUSTAKA BUKU-BUKU: Asshiddiqe, Jimly, Bagir Manan (2006). Gagasan Amandemen UUD 1945 dan Pemilihan Presiden Secara Langsung. Jakarta: Sekertariat Jenderal MK RI (2006). Pengantar Ilmu Hukum Tata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar

BAB I PENDAHULUAN. selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa. berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang Dasar BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disebut UUD 1945 secara tegas menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari pembahasan bab-bab di atas dapat disimpulkan bahwa: hukum Republik Indonesia. Kata Merdeka disini berarti terbebas dari

BAB V PENUTUP. Dari pembahasan bab-bab di atas dapat disimpulkan bahwa: hukum Republik Indonesia. Kata Merdeka disini berarti terbebas dari 88 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dari pembahasan bab-bab di atas dapat disimpulkan bahwa: 1. Di dalam setiap pengambilan putusan yang dihasilkan, Mahkamah Konstitusi mendasarkan pada Undang-Undang No. 48

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan

BAB I PENDAHULUAN. Pertama, hal Soerjono Soekanto, 2007, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, Cetakan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Indonesia adalah negara hukum pada dasarnya bertujuan untuk mencapai kedamaian hidup bersama, yang merupakan keserasian antara ketertiban dengan ketentraman.

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI LEMBAGA NEGARA FANDI SAPUTRA / D

KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI LEMBAGA NEGARA FANDI SAPUTRA / D KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI LEMBAGA NEGARA FANDI SAPUTRA / D 101 08 582 ABSTRAK Komisi Yudicial lahir pada era reformasi saat amandemen ke III Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2 KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2 A B S T R A K Permohonan Grasi diajukan oleh yang dihukum bersalah kepada Kepala Negara atau Presiden yang mempunyai hak prerogatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta berbagai percobaan-percobaan yang diadaptasi oleh negara-negara di

BAB I PENDAHULUAN. serta berbagai percobaan-percobaan yang diadaptasi oleh negara-negara di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbincangan mengenai kekuasaan Presiden tidak dapat dilepaskan dari perdebatan yang telah berlangsung sejak lama seputar negara, sistem pemerintahan dan diskursus mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. martabat, serta etika dan perilaku hakim. perundang-undangan harus diimplementasikan secara konkret dan konsisten

BAB I PENDAHULUAN. martabat, serta etika dan perilaku hakim. perundang-undangan harus diimplementasikan secara konkret dan konsisten BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini jabatan publik dalam wilayah kehakiman di Indonesia telah diikat oleh kode etik untuk menjaga kehormatan profesi hakim.salah satu hal penting yang disorot

Lebih terperinci

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya BAB I PENDAHULUAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya disingkat UUD 1945 1 telah mengalami perubahan sebanyak empat kali, yakni Perubahan Pertama pada tahun 1999, Perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Susunan Dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman Dan Kejaksaan, sebagai

BAB I PENDAHULUAN. Susunan Dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman Dan Kejaksaan, sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pasca disahkannya Undang-Undang Nomor 19 Tahun 1948 tentang Susunan Dan Kekuasaan Badan-Badan Kehakiman Dan Kejaksaan, sebagai perubahan atas Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Teknologi informasi dipercaya sebagai kunci utama dalam sistem informasi manajemen. Teknologi informasi ialah seperangkat alat yang sangat penting untuk bekerja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pergerakan reformasi yang digalakkan oleh mahasiswa dan masyarakat secara bersama-sama pada tahun 1998 membawa perubahan yang sangat luar biasa dalam kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan

BAB I PENDAHULUAN. hidup masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang. banyaknya persoalan-persoalan yang mempengaruhinya. Salah satu persoalan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah merupakan negara hukum yang berlandaskan pada falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara independen, sebetulnya adalah konsekuensi logis dari redistribusi kekuasaan negara yang terjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum,

BAB I PENDAHULUAN. merupakan Negara Hukum. Maka guna mempertegas prinsip Negara Hukum, BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sebagaimana tercantum pada Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945, yang menyatakan secara tegas bahwa Indonesia merupakan Negara Hukum. Maka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH. Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Demokrasi adalah salah satu tuntutan terciptanya penyelenggaraan pemerintah di Kabupaten yang mencerminkan peranan rakyat. Salah satunya adalah peranan lembaga

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang menyatakan,

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Pembentukan Mahkamah Konstitusi Ketatanegaraan dan penyelenggaraan pemerintahan Indonesia mengalami perubahan cepat di era reformasi. Proses demokratisasi dilakukan

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh : 209 LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesia is a unitary state based

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Artinya sebagai negara hukum menegaskan

Lebih terperinci

Sumarma, SH R

Sumarma, SH R PELIMPAHAN SEBAGIAN KEWENANGAN PEMERINTAH PUSAT DIBIDANG PERTANAHAN KEPADA PEMERINTAH KABUPATEN/KOTA SEBAGAI WUJUD KEBIJAKAN NASIONAL DIBIDANG PERTANAHAN RINGKASAN TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959)

BAB I PENDAHULUAN. The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) BAB I PENDAHULUAN The Constitution is made for men, and not men for the Constitution. (Soekarno, dalam pidato tanggal 17 Agustus 1959) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 selanjutnya

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008

MAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------- Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara Continuing Legal Education, Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Penjaga Konstitusi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang

BAB I PENDAHAULUAN. Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang BAB I PENDAHAULUAN A. Latar belakang Masalah Negara Indonesia merupakan negara hukum (rechtsstaat) yang berlandaskan pada Pancasila, oleh karena itu setiap tindakan yang dilakukan oleh warga negaranya

Lebih terperinci

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai

Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara. demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan Umum (Pemilu) merupakan prasyarat penting dalam negara demokrasi. Dalam kajian ilmu politik, sistem Pemilihan Umum diartikan sebagai suatu kumpulan metode

Lebih terperinci

AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 AMANDEMEN UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903 2 012 Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI

Lebih terperinci

perilaku dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman (peradilan). Kata kunci: Eksistensi, kode etik

perilaku dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman (peradilan). Kata kunci: Eksistensi, kode etik EKSISTENSI KOMISI YUDISIAL TERHADAP PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI HAKIM 1 Oleh: Dewi Margareth Kalalo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan kode etik dan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

POLITIK HUKUM KEKUASAAN KEHAKIMAN (Tinjauan tentang Kemandirian Kekuasaan Kehakiman setelah dikeluarkannya UU No.48 tahun 2009) Oleh: Aris Priyadi,SH

POLITIK HUKUM KEKUASAAN KEHAKIMAN (Tinjauan tentang Kemandirian Kekuasaan Kehakiman setelah dikeluarkannya UU No.48 tahun 2009) Oleh: Aris Priyadi,SH POLITIK HUKUM KEKUASAAN KEHAKIMAN (Tinjauan tentang Kemandirian Kekuasaan Kehakiman setelah dikeluarkannya UU No.48 tahun 2009) Oleh: Aris Priyadi,SH Abstrak Berdasar ketentuan Undang-Undang Dasar 1945

Lebih terperinci

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan

ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN. Pasal 19 s/d 37. Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan ANALISIS UUD 1945 SEBELUM DAN SESUDAH AMANDEMEN Pasal 19 s/d 37 Tugas untuk memenuhi Mata Kulia Pendidikan Kewarganegaraan Yang dibina oleh Bapak Gatot Isnani Oleh Kelompok Ihwan Firdaus Ma rifatun Nadhiroh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni :

I. PENDAHULUAN ), antara lain menggariskan beberapa ciri khas dari negara hukum, yakni : I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang-Undang Dasar negara Republik Indonesia tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUD 1945) menentukan secara tegas, bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah

PENDAHULUAN. Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945 (UUD Tahun 1945) telah melahirkan sebuah lembaga baru dengan kewenangan khusus yang merupakan salah satu bentuk judicial

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia

Lebih terperinci

Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan)

Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum Universitas Pakuan) PERKEMBANGAN PENGATURAN KOMISI YUDISIAL DALAM UNDANG UNDANG NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Oleh Eggy Dwikurniawan (Mahasiswa Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No.

BAB I PENDAHULUAN. seimbang. Dengan di undangakannya Undang-Undang No. 3 tahun Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan bagian dari generasi muda yang memiliki peran strategis dan mempunyai ciri-ciri dan sifat khusus. Oleh karena itu anak memerlukan perlindungan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak

I. PENDAHULUAN. Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perdagangan orang (human traficking) terutama terhadap perempuan dan anak merupakan pengingkaran terhadap kedudukan setiap orang sebagai makhluk ciptaan Tuhan

Lebih terperinci

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF

EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF EKSEKUTIF, LEGISLATIF, DAN YUDIKATIF HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA - B Adriana Grahani Firdausy, S.H., M.H. BADAN EKSEKUTIF PENGERTIAN Badan pelaksana UU yang dibuat oleh badan legislatif bersama dengan Pemerintah

Lebih terperinci

IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN. Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum.

IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN. Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum. IMPEACHMENT WAKIL PRESIDEN Oleh : Dr. H. Nandang Alamsah Deliarnoor, S.H., M.Hum. Sungguh mengejutkan pernyataan Ekonom Faisal Basri yang menyatakan bahwa : Sayangnya wapres tak bisa di-impeach, tapi mungkin

Lebih terperinci

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003

Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 M a j a l a h H u k u m F o r u m A k a d e m i k a 45 Analisis Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Mengeluarkan Putusan Yang Bersifat Ultra Petita Berdasarkan Undang-Undangnomor 24 Tahun 2003 Oleh: Ayu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA

BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA BAB II TINJAUAN TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Arti Kekuasaan Kehakiman Di Indonesia Ketentuan Tentang Kekuasaan Kehakiman Diatur Dalam Bab IX, Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Dasar 1945.

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum tata negara, konstitusi diberi

BAB I PENDAHULUAN. Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum tata negara, konstitusi diberi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam sejarah perkembangan ilmu hukum tata negara, konstitusi diberi arti yang berubah-ubah sejalan dengan perkembangan kedua ilmu tersebut. Pengertian terhadap konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat

BAB I PENDAHULUAN. Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebuah negara yang menganut paham demokrasi paling tidak terdapat beberapa hal yang mutlak keberadaannya, yakni mengharuskan adanya pemilihan umum, adanya rotasi atau

Lebih terperinci