KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto
|
|
- Lanny Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto I. Pendahuluan Pada tahun dilakukan amandemen terhadap UUD Tahun 1945 yang merupakan bagian dari reformasi total. Amandeman pertama ditetapkan pada tanggal 19 Oktober 1999, amandemen kedua pada tanggal 18 Agusutus 2000, amandemen ketiga pada tanggal 9 November 2001, dan amandemen keempat ditetapkan pada tanggal 10 Agustus Amandemen ketiga memuat pula tentang perubahan kekuasaan kehakiman. Apa pengaruh amandemen UUD Tahun 1945 ini terhadap kemerdekaan hakim sebagai pelaku kekuasaan kehakiman. II. Mengapa Perlu Amandemen UUD Tahun 1945 Moh. Mahfud mengatakan bahwa amandemen UUD 1945 merupakan suatu kebutuhan dalam rangka memperbaiki kehidupan ketatanegaraan menuju negara yang demokratis sehingga terwujud asas check and balance, 1 yang di dalamnya terkandung pula maksud untuk memandirikan Mahkamah Agung dan semua badan pengadilan yang berada di bawahnya, menjadi lembaga yang otonom, dan menutup kemungkinan dari intervensi Pemerintah. Untuk itu, berbagai UU dalam bidang peradilan yang ada pada saat ini, memang harus dirombak total. 2 Menurut Abdul Mukthie Fadjar, ada 5 (lima) alasan perlunya amandemen UUD Tahun 1945, yaitu: (1) Secara historis, sejak semula memang UUD 1945 ini didesain sebagai UUD sementara sehingga pada saatnya nanti akan dibuat UUD yang lebih baik; (2) Secara filosofis, di dalam UUD 1945 terdapat pencampuradukan beberapa gagasan yang saling bertentangan, seperti antara faham kedaulatan rakyat dengan integralistik dan antara negara hukum dengan negara kekuasaan; (3) Secara yuridis, di dalam UUD 1945 memuat adanya klausula kemungkinan dan tatacara perubahan UUD itu sendiri; (4) Secara teoritis, dari sudut pandang teori konstitusi, keberadaan konstitusi suatu negara adalah untuk membatasi kekuasaan negara agar tidak bertindak sewenang-wenang, tetapi justru UUD 1945 ini kurang menonjolkan 1 Moh. Mahfud MD., Amandemen Konstitusi Menuju Reformasi Tata Negara, Penerbit UII Press, Yogyakarta, 1999, hlm Ibid., hlm
2 aslinya. 3 Menurut hemat Penulis, apa yang disampaikan oleh Moh. Mahfud dan Abdul pembatasan kekuasaan tersebut, melainkan lebih menonjolkan pengintegrasian kekuasaan; dan (5) Secara politis praktis, bahwa secara sadar atau tidak sadar, sebenarnya dalam praktik bernegara selama ini sering terjadi penyimpangan dari teks Mukthie Fadjar tersebut sangatlah tepat karena hanya dengan cara inilah ada harapan dapat terwujud asas check and balance antar lembaga penyelenggara Negara, yakni melalui perombakan peruuan sebagai sarana social engineering. III. Amandemen Kekuasaan Kehakiman Pada tahun 2001 dilakukan amandemen ketiga UUD Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 9 November Sistem ketatanegaraan pasca amandemen UUD 1945 ini mengarah kepada tujuan membentuk atau mendesain demokrasi yang berorientasi pada keadilan, supremasi hukum, civil society, checks and balances yang menabukan dominasi kekuasaan seperti strong presidensiil, akuntabilitas kekuasaaan dan pluralisme atau kemajemukan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia, demikian Dahlan Thaib memaparkan. 4 Pasca amandemen UUD Tahun 1945, kedudukan kekuasaan kehakiman mengalami perkembangan menuju terciptanya supremasi hukum, civil society, checks and balances yang menabukan dominasi kekuasaan seperti strong presidensiil, akuntabilitas kekuasaaan dan pluralisme atau kemajemukan dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia. Menurut Abdul Mukthie Fadjar, perkembangan tersebut menunjukkan bahwa jaminan konstitusional atas prinsip kemerdekaan kekuasaan kehakiman dan eksistensi badan-badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung semakin kuat semakin kuat karena telah mendapat jaminan konstitusional dalam UUD 1945 yang semula hanya dimuat dalam UU saja. 5 Perkembangan penting dari amandemen ketiga UUD 1945 pada tahun 2001ini, bahwa lembaga-lembaga pelaku kekuasaan kehakiman mengalami perubahan sebagaimana diatur dalam Pasal 24 UUD 1945 hasil amandemen tersebut, yaitu: (1) Mahkamah Agung; (2) Badan-badan peradilan yang berada di bawahnya; dan (3) 3 Abdul Mu thie Fadjar, Hukum Konstitusi & Mahkamah Konstitusi, Penerbit Konstitusi Press Jakarta Dan Citra Media Yogyakarta, 2006, hlm Dahlan Thaib, Menuju Parlemen Bikameral (Studi Konstitusional Perubahan Ketiga UUD 1945), dalam Membangun Hukum Indonesia Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum, Total Media, Yogyakarta, Maret 2008, hlm Abdul Mu thie Fadjar,. op., cit., hlm
3 Mahkamah Konsitusi. Perubahan Pasal 24 UUD 1945 ini tidak lagi menempatkan Mahkamah Agung sebagai single top authority dalam kekuasaan kehakiman, karena kehadiran Mahkamah Konstitusi. Pada tahun 2001, setelah dilakukan amandemen ketiga UUD 1945 di mana dalam amandemen ketiga tersebut, Pasal 1 ayat (3) menyatakan bahwa Negara Indonesia adalah Negara Hukum (Pasal 1 ayat (3) UUD Tahun 1945, sedang dalam Pembukaan UUD 1945 dinyatakan bahwa Negara berdasarkan kepada Pancasila. Dengan demikian maka secara konstitusional, Negara Indonesia adalah Negara Hukum Pancasila. IV. Amandemen UUD 1945 Dan Peradilan Agama Menurut Muhammad Tahir Azhari, salah satu ciri khas Negara Hukum Pancasila adalah ada hubungan yang erat antara Agama dan Negara dalam arti yang positif, 6 yakni bahwa: Pertama, Segala tindakan dan kebijakan Negara dan warga Negara harus sejalan dan tidak boleh bertentangan dengan agama; Kedua, Negara menjamin terselenggaranya kehidupan beragama dengan baik, termasuk di dalamnya menjamin pelaksanaan dan penegakan hukum Islam bagi mereka yang beragama Islam mengenai perkara-perkara yang tunduk pada hukum Islam berdasarkan asas personalitas keislaman dan prinsip-prinsip syariah demi terselenggaranya kehidupan beragama, bermasyarakat, dan bernegara sesuai dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa; dan Ketiga, Dalam Negara Hukum Pancasila harus ada peradilan yang bebas dan tidak memihak serta tidak dipengaruhi oleh suatu kekuatan apapun di luar kekuasaan kehakiman, termasuk di dalamnya harus ada peradilan syariah Islam guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan hukum Islam sesuai prinsip-prinsip syariah. Perkembangan penting dari amandemen ketiga UUD Tahun 1945 berkaitan dengan Peradilan Agama adalah: (1) Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat (1)); (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, 6 Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Bulan Bintang, Jakarta, September 1992, hlm
4 lingkungan Peradilan Agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi (Pasal 24 ayat (2)); (3) Badan-badan lain yang fungsinya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman diatur dalam UU (Pasal 24 ayat (3)). Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 ini menegaskan bahwa: Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Penulis bependapat bahwa dengan dilakukannya amandemen atas UUD Tahun 1945 tersebut, maka kedudukan Peradilan Agama di Indonesia semakin kuat, antara lain, karena: Pertama, melalui Pasal 24 ayat (2) hasil amandemen ketiga ini, Peradilan Agama memiliki dasar konstitusional dalam UUD 1945; Kedua, dengan demikian maka kedudukan Peradilan Agama semakin kuat dan sejajar dengan Badan Peradilan yang lain serta institusi lainnya, baik legislatif maupun eksekutif, dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 ini menjadi dasar konstitusional penyatuatapan Peradilan Agama di bawah Mahkamah Agung, bersama-sama lingkungan peradilan lainnya. Zein Badjeber 7 mengatakan bahwa ketika amandemen UUD Tahun 1945, saya ngotot memasukkan empat badan peradilan, termasuk PA, ke dalam UUD Tahun Dengan demikian PA mendapat tempat dalam konstitusi. Ternyata hal itu tidak mendapat reaksi sehingga menjadi putusan MPR. Dalam UUD ini sengaja dibatasi dengan empat lingkungan peradilan supaya tidak ada lagi peradilan baru yang sewaktu-waktu dapat dimunculkan melalui UU. Kalaupun ada peradilan yang baru, maka masuk ke dalam empat lingkungan peradilan tersebut. 8 V. Kemerdekaan Hakim Sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman Pertimbangan penting pengubahan UU Kekuasaan Kahakiman melalui UU No. 4 Tahun 2004 ini adalah untuk merealisasikan amanat dari UU No. 35 Tahun 1999, yakni mengalihkan semua pengadilan dari masing-masing Departemennya menjadi satu atap di bawah Mahmakah Agung untuk menjamin kemerdekaannya dari campur tangan eksekutif dan menguatkan kedudukan pengadilan. hlm Ketua Badan Legislatif DPR-RI tahun PPHIM, Jejak Langkah & Dinamika PPHIM, PPHIM Dan Ramah Publisher, Jakarta, 2007, 4
5 Perkembangan penting dengan diundangkannya UU ini maka kedudukan, peran dan fungsi yang diberikan kepada Peradilan Agama semakin luas dan mantap dengan perkembangan kemajuan yang sangat mendasar, yakni: 1. Perubahan fungsi pengadilan dari sebagai pelaksana kekuasaan kehakiman 9 menjadi pelaku kekuasaan kehakiman 10. Pasal 2 UU No. 7 Tahun 1989 menyatakan bahwa Peradilan Agama merupakan salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman. Pembentuk UU tidak menjelaskan apa perbedaan antara dua kata dimaksud. Barangkali istilah pelaku ini bersumber dari Pasal 24 ayat (2) UUD Tahun 1945 yang menetapkan bahwa Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung...dst. Konsisten dengan Pasal 2 ayat (2) UUD Tahun 1945 tersebut, maka Pasal 2 UU No. 4 Tahun 2004 menggunakan kata dilakukan. Kata pelaksana adalah subyek yang mengerjakan sesuatu atas inisiatif, perintah atau ide pihak lain. Sedang pelaku adalah subyek yang memiliki ide, kewenangan dan kemampuan untuk melaksanakan idenya sendiri. 2. Terdapat penegasan larangan campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman, kecuali dalam hal-hal sebagaimana disebut dalam UUD Tahun Penegasan larangan campur tangan ini tidak ada dalam UU sebelumnya Dialihkannya pembinaan organisasi, administrasi dan keuangan pengadilan dari empat lingkungan peradilan dari Departemen masing-masing ke Mahkamah Agung. 12 Dengan demikian campur tangan eksekutif terhadap pembinaan organisasi, administrasi dan finansial pengadilan tidak ada lagi dan kemandirian serta kemerdekaan hakim diharapkan lebih terjamin. 4. Dialihkannya tatacara sumpah hakim dari praktik diambil sumpah oleh atasannya menjadi mengucapkan sumpah di hadapan pimpinannya. 13 Pembentuk UU tidak menjelaskan apa perbedaan antara dua kata tersebut. Istilah mengucapkan sumpah barangkali bersumber dari Pasal 9 ayat (1) UUD Tahun 1945 yang menetapkan bahwa Sebelum memangku jabtannya, Presiden dan Wakil Presiden bersumpah menurut agama, atau berjanji dengan sungguhsungguh di hadapan Majelis Permusyawaratan Rakyat atau Dewan Perwakilan 9 Pasal 2 UU No. 3 Tahun Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 jo Pasal 2, 4 ayat (2), 10, dan 31 UU No. 4 Tahun Pasal 4 ayat (3) dan (4) UU No. 4 Tahun Pasal 13 ayat (1) UU No. 4 Tahun Pasal 30 ayat (1) UU No. 4 Tahun
6 Rakyat.... di sini tidak digunakan kata diambil sumpah. Mengucapkan sumpah berbeda dengan diambil sumpah. Mengucapkan sumpah merupakan suatu tindakan yang didorong oleh kesadaran rohani pengucap sumpah sehingga keluar dari kesadarannya sendiri. Sedang diambil sumpah lebih didorong oleh kehendak atasannya dan lebih bersifat seremonial saja, padahal hakim dalam melakukan tugasnya tidak tunduk kepada atasannya melainkan tunduk kepada keadilan, kebenaran dan kepada Tuhan. Hakim adalah merdeka dari kehendak atasannya. Diambil sumpah merupakan praktik birokrasi dalam lingkungan eksekutif yang menganut sistem komando, sedang mengucapkan sumpah menjadi praktik di lingkungan yudikatif yang menganut asas kemandirian hakim yang merdeka. Hakim ketika menjalankan fungsi sebagai pelaku kekuasaan kehakiman bersifat mandiri dan tidak tunduk kepada atasannya, namun dalam kedudukannya sebagai pegawai di pengadilan maka ia berada di bawah komando atasannya. 5. Kedudukan Peradilan Agama sebagai sebuah lingkungan peradilan telah disejajarkan dengan Peradilan Umum sehingga tidak ada lagi istilah Peradilan Khusus bagi Peradilan Agama sebagaimana pernah diatur dalam UU No. 14 Tahun 1970 sebelumnya. 14 Dan dengan demikian maka juga dimungkinkan dibentuknya pengadilan khusus dalam lingkungan Peradilan Agama Dilibatkannya Komisi Yudisial dalam rangka pengawasan eksternal guna menjaga kehormatan, keluhuran martabat serta perilaku hakim agung dan hakim, dan pengangkatan hakim agung. 16 Hal ini tidak pernah ada sebelumnya. 7. Diakuinya Mahkamah Syar iyah di Nangro Aceh Darussalam sebagai peradilan negara dalam sistem peradilan nasional UU ini disamping memantapkan kedudukan Peradilan Agama, namun tanpa mengubah fungsi khusus Peradilan Agama sebagai peradilan syariah Islam, Pertama, dari sudut kedudukan dan kelembagaan, maka Peradilan Agama telah sejajar dengan Badan Peradilan Umum, yakni sebagai Pengadilan Negara di bawah Mahkamah Agung; Kedua, dari sudut fungsi yang diembannya, maka Peradilan Agama tetap merupakan peradilan khusus (spesifik), yakni sebagai Peradilan Syariah Islam. 14 Pasal 2 dan 10 ayat (2) UU No. 4 Tahun Pasal 15 ayat (1) dan (2) UU No. 4 Tahun Pasal 34UU No. 4 Tahun Pasal 15 ayat (2) UU No. 4 Tahun
7 VI. Memperkokoh Kemerdekaan Hakim Sebagai Pelaku Kekuasaan Kehakiman Pada tahun 2009 diundangkan UU No. 48 Tahun 2009 tanggal 29 Oktober 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman. UU ini menggantikan UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekusaan Kehakiman. Dalam Pasal 62 UU No. 48 Tahun 2009 ini dinyatakan bahwa UU No. 4 Tahun 2004 dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Pertimbangan penting diundangkannya UU No. 48 Tahun 2009 ini bertalian dengan pengembangan kedudukan peradilan di Indonesia, termasuk Peradilan Agama dan Mahkamah Syar iyah di Provinsi Aceh. Pertimbangan dimaksud, antara lain, adalah adanya: 1. Reformulasi sistematika UU Kekuasaan Kehakiman No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman terkait dengan pengaturan secara komprehensif ke dalam UU No. 48 Tahun 2009 ini, misalnya adanya bab tersendiri mengenai asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. 2. Pengaturan umum mengenai pengawasan hakim dan hakim konstitusi sesuai dengan peraturan peruuan dan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. 3. Pengaturan umum mengenai pengangkatan dan pemberhentian hakim dan hakim konstitusi. 4. Pengaturan mengenai pengadilan khusus yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. 5. Pengaturan mengenai hakim ad hoc yang bersifat sementara dan memiliki keahlian serta pengalaman di bidang tertentu untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara. 6. Pengaturan umum mengenai arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan. 7. Pengaturan umum mengenai bantuan hukum bagi pencari keadilan yang tidak mampu dan pengaturan mengenai pos bantuan hukum pada setiap pengadilan. 8. Pengaturan umum mengenai jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi Penjelasan umum UU. No. 48 Th tentang Kekuasaan Kehakiman alinea keenam. 7
8 2. Penegasan tentang kedudukan hakim dan hakim konstitusi sebagai pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU. 19 Perkembangan penting yang diatur dalam UU No. 48 Tahun 2009 ini yang berkaitan dengan kedudukan Pengadilan dalam semua lingkungan peradilan adalah meliputi tiga aspek, yaitu: (1) aspek status pengadilan, (2) aspek peran yang diberikan dan dapat dimainkan, dan (3) aspek pengakuan dan penghargaan terhadap pengadilan sebagai lembaga kenegaraan baik secara yuridis dalam kehidupan ketatanegaraan. Dari aspek status pengadilan, maka penulis temukan ketentuan di dalam Pasal 19 UU No. 48 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa hakim dan hakim konstitusi adalah pejabat negara yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU. Ketentuan dalam Pasal ini lebih tegas jika dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 31 UU No. 4 Tahun 2004 yang menyatakan bahwa hakim adalah pejabat yang melakukan kekuasaan kehakiman yang diatur dalam UU. Penegasan hakim sebagai pejabat negara telah menempatkan kedudukan hakim pada posisi yang sebenarnya dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Penegasan hakim sebagai pejabat negara merupakan suatu bukti pengakuan terhadap kedudukan hakim dalam sistem ketatanegaraan. Dari aspek peran yang diberikan dan dapat dimainkan oleh Pengadilan dalam semua lingkungan peradilan, maka penulis temukan ketentuan dalam Pasal 25 UU No. 48 Tahun 2009 yang memberikan ketentuan bahwa: (1) Badan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan dalam lingkungan peradilan umum, Peradilan Agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. (2) Peradilan umum sebagaimana pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata sesuai dengan ketentuan peraturan peruuan. (3) Peradilan Agama sebagaimana pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara antara orang-orang yang beragama Islam sesuai dengan ketentuan peraturan peruuan. (4) Peradilan militer sebagaimana pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer sesuai dengan ketentuan peraturan peruuan. 19 Pasal 19 UU. No. 48 Th
9 (5) Peradilan tata usaha negara sebagaimana pada ayat (1) berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara sesuai dengan ketentuan peraturan peruuan. Ketentuan dalam Pasal ini merupakan pelimpahan atau pembidangan secara umum kewenangan mengadili kepada pengadilan dari masing-masing lingkungan peradilan. Ketentuan secara rinci kewenangan pengadilan dari masing-masing lingkungan peradilan diatur dalam UU organik masing-masing. Pelimpahan atau pembidangan kewenangan mengadili ini sesuai asas spesifikasi pengadilan dan spesialisasi perkara. Dari aspek pengakuan dan penghargaan terhadap pengadilan sebagai lembaga kenegaraan secara yuridis dalam kehidupan ketatanegaraan, maka kita temukan adanya beberapa pasal yang mengatur jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi. Pasal 48 UU No. 48 Tahun 2009 ini memberikan ketentuan bahwa: (1) Negara memberikan jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab penyelenggaraan kekuasaan kehakiman. (2) Jaminan keamanan dan kesejahteraan hakim dan hakim konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan peraturan peruuan. Selanjutnya pada Pasal 49 terdapat ketentuan bahwa: (1) Hakim ad hoc dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab menyelenggarakan kekuasaaan kehakiman diberi tunjangan khusus. (2) Tunjangan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuan peraturan peruuan. Penjelasan lebih lanjut dari ketentuan tersebut kita temukan pada Penjelasan Pasal 48 ayat (1) yang memberikan penjelasan bahwa yang dimaksud dengan jaminan keamanan dalam melaksanakan tugasnya adalah hakim dan hakim konstitusi diberi penjagaan keamanan dalam menghadiri dan memimpin persidangan. Hakim dan hakim konstitusi harus diberikan perlindungan keamanan oleh aparat terkait yakni aparat kepolisian agar hakim dan hakim konstitusi mampu memeriksa, mengadili dan memutus perkara secara baik dan benar tanpa adanya tekanan atau intervensi dari pihak manapun. Sedang jaminan kesejahteraan hakim meliputi: (1) 9
10 gaji pokok; (2) tunjangan jabatan; (3) tunjangan-tunjangan lain; (4) biaya dinas; (5) rumah jabatan milik negara; (6) jaminan kesehatan; (7) sarana transportasi milik negara yang berupa kendaraan bermotor roda empat beserta pengemudinya atau sarana lain yang memungkinkan seorang hakim menjalankan tugas-tugasnya; (8) pensiun dan (9) hak-hak lainnya sesuai peraturan peruuan. 20 VII. Penutup Demikian sekilas perkembangan kemerdekaan hakim sebagai pelaku kekuasaan kehakiman di Indonesia pasca amandemen UUD Tahun Kemerdekaan hakim dijamin sepenuhnya oleh UUD Tahun Oleh sebab itu setiap upaya untuk meredusir kemerdekaan hakim pasti akan sia-sia karena bertentangan dengan UUD Tahun Sekarang kembali kepada keyakinan dan keberanian para hakim untuk memperankan dirinya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang mandiri dan merdeka. Siapa takut? Referensi Abdul Mu thie Fadjar, Hukum Konstitusi & Mahkamah Konstitusi, Penerbit Konstitusi Press Jakarta Dan Citra Media Yogyakarta, Dahlan Thaib, Menuju Parlemen Bikameral (Studi Konstitusional Perubahan Ketiga UUD 1945), dalam Membangun Hukum Indonesia Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Hukum, Total Media, Yogyakarta, Maret 2008, Moh. Mahfud MD., Amandemen Konstitusi Menuju Reformasi Tata Negara, Penerbit UII Press, Yogyakarta, Muhammad Tahir Azhari, Negara Hukum Suatu Studi Tentang Prinsip-Prinsipnya Dilihat Dari Segi Hukum Islam, Implementasinya pada Periode Negara Madinah dan Masa Kini, Bulan Bintang, Jakarta, September PPHIM, Jejak Langkah & Dinamika PPHIM, PPHIM Dan Ramah Publisher, Jakarta, Pasal 48 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 jo 24 UU No. 50 Tahun 2009 dan Penjelasannaya. 10
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:
34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
Lebih terperinciPENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.
Lebih terperinci*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciKEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945
KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN
BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif
Lebih terperinciPENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1
BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi
Lebih terperinciBAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA. A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945
33 BAB II MAHKAMAH KONSTITUSI SEBAGAI BAGIAN DARI KEKUASAAN KEHAKIMAN DI INDONESIA A. Penyelenggaraan Kekuasaan Kehakiman Sebelum Perubahan UUD 1945 Dalam Undang-Undang Dasar 1945 sebelum perubahan, kekuasaan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA (Kuliah ke 13) suranto@uny.ac.id 1 A. UUD adalah Hukum Dasar Tertulis Hukum dasar dapat dibedakan menjadi dua, yaitu (a) Hukum dasar tertulis yaitu UUD, dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciREKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA. Oleh: Antikowati, S.H.,M.H.
1 REKONSTRUKSI KEDUDUKAN DAN HUBUNGAN ANTARA MAHKAMAH AGUNG, MAHKAMAH KONSTITUSI DAN KOMISI YUDISIAL DI INDONESIA Oleh: Antikowati, S.H.,M.H. 1 ABSTRAK Undang-Undang Dasar 1945 (pasca amandemen) tidak
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara
Lebih terperincikeberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara
Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya
Lebih terperinciPENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai
105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.
ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan
Lebih terperinciPENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986
PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 I. UMUM TENTANG PERADILAN UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciCHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana
CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya
I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain
Lebih terperinciMengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam
TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2009.... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR...TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciSKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum OLEH : RANTI SUDERLY
SKRIPSI PENGUJIAN TERHADAP UNDANG - UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DAN UNDANG UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Guna Memperoleh
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 14-1970::UU 35-1999 file PDF: [1] LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.8, 2004 HUKUM. KEHAKIMAN. Lembaga Peradilan. Badan-badan Peradilan.
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2004 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
www.legalitas.org UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN TATA USAHA NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
Lebih terperincib. bahwa Komisi Yudisial mempunyai peranan penting dalam usaha mewujudkan
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciLEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace mencabut: UU 5-1991 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 67, 2004 POLITIK. KEAMANAN. HUKUM. Kekuasaaan Negara. Kejaksaan. Pengadilan. Kepegawaian.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG Menimbang : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN
Lebih terperinciANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI
ANOTASI UNDANG-UNDANG BERDASARKAN PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 50 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL
RANCANGAN UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang:
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... PENCABUTAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 2004 KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.
Lebih terperinciKEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI LEMBAGA NEGARA FANDI SAPUTRA / D
KEDUDUKAN KOMISI YUDISIAL SEBAGAI LEMBAGA NEGARA FANDI SAPUTRA / D 101 08 582 ABSTRAK Komisi Yudicial lahir pada era reformasi saat amandemen ke III Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Seperti dapat diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950,
Lebih terperinciTugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan
Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi
Lebih terperinciPENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law
Modul ke: 07 PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN Konstitusi dan Rule of Law Fakultas PSIKOLOGI Program Studi PSIKOLOGI Rizky Dwi Pradana, M.Si Sub Bahasan 1. Pengertian dan Definisi Konstitusi 2. Hakikat dan Fungsi
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 49 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 1986 TENTANG PERADILAN UMUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Menimbang Mengingat PRESIDEN
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 1985 TENTANG MAHKAMAH AGUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa negara Republik Indonesia, sebagai negara
Lebih terperinciTINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA
TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan
Lebih terperinciDEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie
Lebih terperinciCONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP
CONTOH SOAL DAN JAWABAN UKG PKN SMP 2013 Berikut ini contoh soal beserta jawaban Uji Kompetensi Guru PKn SMP Perhatian : Jawaban tertera pada kalimat yang ditulis tebal. 1. Di bawah ini merupakan harapan-harapan
Lebih terperinciDR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015
DR. R. HERLAMBANG P. WIRATRAMAN MAHKAMAH KONSTITUSI FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA, 2015 POKOK BAHASAN Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi Mahkamah Konstitusi dalam UUD 1945 Wewenang Mahkamah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah
Lebih terperinciHubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI
Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : Mengingat : a. bahwa Negara Kesatuan
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN. TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2004 TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara
Lebih terperinciTAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho
TAFSIR KONSTITUSI TERHADAP SISTEM PERADILAN DIINDONESIA* Oleh: Winarno Yudho Tafsir adalah penjelasan atau keterangan, dengan demikian pembicaraan kita yang bertajuk "f afsir Konstitusi T erhadap Sistem
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang (UU) tehadap Undang-Undang Dasar (UUD). Kewenangan tersebut
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ada satu peristiwa penting dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil Pemilihan Umum (Pemilu) tahun 1999 yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA
Bahan Panja Hasil Timus RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KEJAKSAAN REPUBLIK INDONESIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa
Lebih terperinciMAHKAMAH KONSTITUSI. R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008
MAHKAMAH KONSTITUSI R. Herlambang Perdana Wiratraman Departemen Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya, 19 Juni 2008 Pokok Bahasan Latar Belakang Kelahiran Mahkamah Konstitusi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Negara Republik Indonesia berdasar ketentuan Pasal 1 ayat (3) Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 7 TAHUN 1989 TENTANG PERADILAN AGAMA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Lebih terperinciAMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional
Dewi Triwahyuni AMANDEMEN (amendment) artinya perubahan atau mengubah. to change the constitution Contitutional amendment To revise the constitution Constitutional revision To alter the constitution Constitutional
Lebih terperinciPOLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI)
A. Pengertian Politik POLITIK DAN STRATEGI (SISTEM KONSTITUSI) Dalam bahasa Indonesia, politik dalam arti politics mempunyai makna kepentingan umum warga negara suatu bangsa. Politik merupakan rangkaian
Lebih terperinciBAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN
BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2014 A. Kode Etik Penyelenggara Pemilu Amandemen UUD 1945
Lebih terperinciRANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JABATAN HAKIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG JABATAN HAKIM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa untuk melindungi segenap bangsa Indonesia
Lebih terperinciPRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 1999 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 14 TAHUN 1970 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang :
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang
12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan
Lebih terperinciInfo Lengkap di: buku-on-line.com 1 of 14
1 of 14 PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa kedaulatan berada
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan pengertian bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari negara berdasarkan hukum pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Artinya sebagai negara hukum menegaskan
Lebih terperinciperilaku dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya sebagai penyelenggara kekuasaan kehakiman (peradilan). Kata kunci: Eksistensi, kode etik
EKSISTENSI KOMISI YUDISIAL TERHADAP PELAKSANAAN KODE ETIK PROFESI HAKIM 1 Oleh: Dewi Margareth Kalalo 2 ABSTRAK Tujuan dilakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pengaturan kode etik dan
Lebih terperinciUNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2003 TENTANG MAHKAMAH KONSTITUSI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan
Lebih terperinciBAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945
BAB XIII AMANDEMEN UNDANG UNDANG DASAR 1945 A. SEJARAH PELAKSANAAN DAN AMANDEMEN UUD 1945 MPR hasil Pemilu 1999, mengakhiri masa tugasnya dengan mempersembahkan UUD 1945 Amandemen IV. Terhadap produk terakhir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebagaimana telah diubah pada tahun 1999 sampai dengan 2002 merupakan satu kesatuan rangkaian perumusan
Lebih terperinci