BAB I PENDAHULUAN. serta berbagai percobaan-percobaan yang diadaptasi oleh negara-negara di

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB I PENDAHULUAN. serta berbagai percobaan-percobaan yang diadaptasi oleh negara-negara di"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbincangan mengenai kekuasaan Presiden tidak dapat dilepaskan dari perdebatan yang telah berlangsung sejak lama seputar negara, sistem pemerintahan dan diskursus mengenai kekuasaan itu sendiri. Hal ini disebabkan konsep kekuasaan Presiden tidak serta merta ada dan dipakai dalam suatu negara, melainkan muncul dari pergulatan pemikiran para filsuf serta berbagai percobaan-percobaan yang diadaptasi oleh negara-negara di dunia dalam kerangka mencari sistem pemerintahan yang ideal bagi negaranya. 5 Dalam perkembangannya, kekuasaan Presiden telah banyak mengalami perubahan, salah satunya dengan membatasi kekuasaan Presiden agar segala urusan kenegaraan tidak bertumpuk pada Presiden. Penumpukan kekuasaan bisa memberikan peluang kepadanya untuk bertindak sewenangwenang, seperti yang dikemukakan oleh Lord Acton: 6 Power tends to corrupt, but absolute power corrupts absolutely (orang yang berkuasa cenderung untuk menyalahgunakan kekuasaannya, tetapi orang yang memiliki kekuasaan yang absolut pasti menyalahgunakan kekuasaannya). Ide pembatasan kekuasaan tersebut kemudian berkembang menjadi konsep pemisahan kekuasaan (separation of power), yang memisahkan 5 Jazim Hamidi & Mustafa Lutfi, 2010, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia, P.T. Alumni, Bandung, hlm Ibid, hlm. 3. 1

2 kekuasaan negara menjadi beberapa cabang. Pada umumnya, doktrin pemisahan kekuasaan (separation of power) dianggap berasal dari Montesquieu dengan Trias Politica-nya. 7 Menurut Montesquieu, kekuasaan negara terbagi ke dalam tiga cabang yaitu, kekuasaan legislatif sebagai pembuat undang-undang, kekuasaan eksekutif untuk melaksanakan undangundang dan kekuasaan untuk menghakimi atau yudikatif. 8 Konsep pemisahan dari Montesquieu ini mengehendaki kekuasaan yang satu terpisah dengan kekuasaan yang lain, baik mengenai tugas maupun alat perlengkapan yang melakukannya. Maksudnya adalah kekuasaan dipisahkan (separation des pouvoirs) menjadi tiga bidang kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif dan yudikatif. 9 Konsep pemisahan kekuasaan biasanya diasosiasikan pula dengan sistem presidensial. Namun demikian, pada dasarnya semua sistem politik menggunakan sistem pemisahan kekuasaan hingga batas-batas tertentu. Dijelaskan oleh Donald S. Lutz dalam Gunawan A. Tauda, bahwa: 10 What we call today call separation of powers is actually a blending of the separation of governmental functions and the sharing of governmental powers by the multiple entities that result from the separation of functions. (apa yang saat ini kita sebut sebagai pemisahan kekuasaan sebenarnya merupakan sebuah perpaduan antara pemisahan fungsi-fungsi pemerintahan, dan pembagian dari kekuasaan-kekuasaan pemerintahan dalam berbagai bentuknya. Pemisahan kekuasaan merupakan manifestasi dari pemisahan fungsi-fungsi). 7 Jimly Asshiddiqie, 2014, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Rajawali Pers, Jakarta. hlm Gunawan A. Tauda, 2012, Komisi Negara Independen; Eksistensi Independent Agencies Sebagai Cabang Kekuasaan Baru dalam Sistem Ketatanegaraan, Genta Press, Yogyakarta, hlm Jazim Hamidi & Mustafa Luttfi, Op. Cit., hlm Gunawan A. Tauda, Op. Cit., hlm

3 Pemisahan tugas dan fungsi pemerintahan dalam setiap negara juga sangatlah dipengaruhi oleh pilihan atas sistem pemerintahan yang dianut. Menurut Jimly, sistem pemerintahan berkait erat dengan pengertian regeringsdaad penyelenggaraan pemerintahan eksekutif dalam hubungannya dengan fungsi legislatif. Dengan demkian, dapat dikatakan bahwa sistem pemerintahan tidak terlepas dari pemerintahan dalam artiannya sebagai fungsi kegiatan kenegaraan yang bersifat horizontal. 11 Mahfud MD dalam Abdul Ghoffar mengatakan bahwa, cara bekerja dan berhubungan ketiga poros kekuasaan, yaitu eksekutif, legislatif dan yudisial dapat disebut sebagai sistem pemerintahan negara. Sehingga yang dimaksud dengan sistem pemerintahan negara adalah sistem hubungan dan tata kerja antara lembagalembaga negara. 12 Dalam praktiknya, ajaran pemisahan kekuasaan tidak dapat dijalankan secara konsekuen. Menurut Bagir Manan, Selain tidak praktis, pemisahan secara absolut antara cabang-cabang kekuasaan yang tidak disertai atau meniadakan sistem pengawasan atau keseimbangan antara cabang kekuasaan yang satu dengan yang lain dapat menimbulkan kesewenang-wenangan di dalam lingkungan masing-masing cabang kekuasaan tersebut. 13 Lebih lanjut Bagir Manan mengatakan bahwa, diperlukan suatu mekanisme yang mengatur hubungan antara cabang-cabang kekuasaan itu baik dalam rangka menjalankan bersama suatu fungsi penyelenggaraan negara maupun untuk 11 JImly Asshiddiqie, 2007, Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Pasca Reformasi, PT Bhuana Ilmu Populer, Jakarta, hlm Abdul Ghoffar, 2009, Perbandingan Kekuasaan Presiden Indonesia Setelah Perubahan UUD 1945 dengan Delapan Negara Maju, Kencana, Jakarta, hlm Bagir Manan, 2006, Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Yogyakarta, hlm

4 saling mengawasi antara cabang-cabang kekuasaan yang satu dengan cabang kekuasaan yang lain. 14 Pemikiran mengenai mekanisme saling mengawasi dan kerja sama tersebut telah melahirkan teori-teori modifikasi atas ajaran pemisahan kekuasaan yaitu teori pembagian kekuasaan (distribution of power) yang menekankan pada pembagian fungsi-fungsi pemerintahan, bukan pada pemisahan organ, dan teori checks and balances. 15 Dalam hal ini, kekuasaan tidak dipisah (secara tegas) tetapi hanya dibagi-bagi sehingga memungkinkan timbulnya overlapping kekuasaan. 16 Pada prinsipnya, distribusi kekuasaan dibagi ke dalam dua cara, yaitu secara horizontal (horizontal-functional) dan secara vertikal (verticalspatial). Secara vertikal, distribusi kekuasaan dilakukan menurut tingkatnya dan dalam hal ini antara beberapa tingkat pemerintahan. Secara horizontal, distribusi kekuasaan dilakukan menurut fungsinya (pemisahan kekuasaan). Pembagian ini menunjukkan pembedaan antara fungsi-fungsi pemerintahan yang bersifat legislatif, eksekutif dan yudikatif. 17 Sedangkan checks and balances, berdasarkan Black s Law Dictionary diartikan sebagai: 18 arrangement of governmental powers where by powers of one governmental branch checks or balances those of other branches. Dari pengertian tersebut di atas, terlihat bahwa checks and balances merupakan suatu prinsip saling mengimbangi dan mengawasi antar cabang 14 Ibid. 15 Ibid 16 Gunawan A. Tauda, Op. Cit., hlm Bagir Manan, Op. Cit., hlm Black s Law Dictionary dalam Irwansyah, 2015, Kedudukan Perpu Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia, The Phinisi Press, Yogyakarta, hlm

5 kekuasaan satu dengan cabang kekuasaan yang lain untuk menghindari penumpukan kekuasaan pada satu cabang kekuasaan tertentu. 19 Saldi Isra menjelaskan bahwa, checks and balances dalam upaya menciptakan relasi konstitusional untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan di antara cabang-cabang kekuasaan negara sehingga dapat membangun keseimbangan hubungan dalam praktik penyelenggaraan negara. 20 Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa checks and balances merupakan suatu konsep saling mengawasi dan mengimbangi hubungan antar cabang kekuasaan negara dalam melaksanakan fungsinya untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan. Konsep pembagian kekuasaan juga diadopsi oleh Negara Republik Indonesia. Dalam UUD 1945, ada pembagian kekuasaan secara horizontal sebagaimana yang dijelaskan di atas. Kekuasaan eksekutif, diatur dalam Bab III tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara, kekuasaan legislatif diatur dalam Bab VII tentang Dewan Perwakilan Rakyat dan VIIA tentang Dewan Perwakilan Daerah, kemudian kekuasaan yudikatif diatur dalam bab IX tentang Kekuasaan Kehakiman. Berbeda dengan konsep trias politica ala Montesquieu, UUD 1945 tidak benar-benar memisahkan tiga cabang kekuasaan negara. Dapat dilihat misalnya dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 tentang pembahasan bersama antara Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atas suatu rancangan undang-undang. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, UUD 1945 dalam 19 Ibid. 20 Saldi Isra, 2010, Pergeseran Fungsi Legislasi, Menguatnya Model Legislasi Parlementer Dalam Sistem Presidensial Indonesia, PT. RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm

6 hal ini lebih condong pada pembagian kekuasaan (distribution of power) yang membagi kekuasaan negara berdasarkan fungsinya. Bila dilihat dari pembagian kekuasaan dalam UUD 1945 di atas, Presiden di sisi lain memiliki kekuasaan di bidang legislatif. Terkait hal tersebut, oleh Jimly dikatakan bahwa ada kewenangan yang sesungguhnya berasal dari ranah kekuasaan non eksekutif, yaitu kewenangan-kewenangan yang bersifat legislatif dan atau yang bersifat yudikatif. Kewenangankewenangan seperti menetapkan peraturan pelaksanaan undang-undang (subordinate legislation), dan kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi, pada dasarnya bukanlah kewenangan yang murni bersifat eksekutif, melainkan bersifat legislatif dan yudikatif. 21 Pemerintahan negara memiliki kewenangan-kewenangan konstitusional yang terkait dengan fungsi legislatif atau regulatif dan bahkan fungsi yudikatif (yudisial). 22 Dengan kata lain, kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif dapat dikatakan sebagai kewenangan yang pada dasarnya bukanlah kewenangan yang murni milik Presiden selaku eksekutif. Kewenangan ini merupakan bagian dari ruang lingkup kekuasaan legislatif dan yudikatif. Berdasarkan penjelasan di atas, kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif dalam penelitian ini diistilahkan sebagai kekuasaan Presiden yang terkait dengan fungsi legislatif dan yudikatif. Dalam konteks pembagian kekuasaan secara konvensional, kekuasaan ini merupakan kekuasaan 21 JImly Asshiddiqie, Op. Cit., hlm Ibid. 6

7 Presiden di bidang legislatif dan yudkikatif. Namun, pemaknaan kekuasaan Presiden di bidang legislatif dalam penelitian ini dispesifikkan hanya pada kewenangan Presiden yang berkaitan dengan fungsi DPR selaku pemegang kekuasaan membentuk undang-undang. 23 Pembatasan tersebut ditujukan untuk menghindari kebingungan terkait istilah kekuasaan Presiden di bidang legislatif, kekuasaan Presiden di bidang perundang-undangan (reglementer) dan kekuasaan Presiden yang di dalamnya mengandung kekuasaan pengaturan. Mengingat dalam konteks Indonesia, ada pembedaan makna antara kekuasaan legislatif, kekuasaan reglementer dan kekuasaan pengaturan yang dimiliki oleh Presiden. 24 Oleh karena itu, kewenangan menetapkan peraturan pelaksanaan sebagaimana yang dikemukakan Jimly di atas tidak termasuk dalam pengertian kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif. Berdasarkan hal tersebut, kategorisasi kekuasaan Presiden di bidang legislatif terdiri dari: 1. Kewenangan membentuk undang-undang, yang terdiri dari: a) Mengajukan Rancangan Undang-Undang (RUU), diatur dalam Pasal 5 ayat (1) UUD 1945; b) Keikutsertaan dalam pembahasan RUU di DPR, diatur dalam Pasal 20 ayat (2) UUD 1945; c) Tidak menyetujui RUU, diatur dalam Pasal 20 ayat (3) UUD 1945; d) Pengesahan dan Pemuatan dalam Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara, diatur dalam Pasal 20 ayat (4) UUD 1945; 23 Pasal 20 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Presiden sebagai kepala eksekutf mempunyai kekuasaan di bidang peraturan perundangundangan yang bervariasi, yaitu pertama, kekuasaan legislatif; kedua, kekuasaan reglementer, yaitu membentuk peraturan pemerintah untuk menjalankan undang-undang atau untuk menjalankan peraturan pemerintah pengganti undang-undang; dan ketiga, kekuasaan eksekutif yang di dalamnya mengandung kekuasaan pengaturan. Lihat Jazim Hamidi & Mustafa Lutfi, Op. Cit., hlm

8 2. Kewenangan menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu), diatur dalam Pasal 22 ayat (1) UUD 1945; 3. Kewenangan mengajukan dan membahas RUU Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN), diatur dalam Pasal 23 ayat (2) UUD Dalam bidang yudikatif, Presiden memiliki kewenangan untuk memberikan grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi yang diatur dalam Pasal 14 ayat (1) dan (2) UUD Menurut Bagir Manan bahwa, grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi merupakan tindakan yustisial karena tidak dapat dipisahkan, baik secara langsung atau tidak langsung dari proses yustisial, walaupun tidak termasuk ke dalam upaya hukum. 25 Oleh karena itu, grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi merupakan kategorisasi kekuasaan Presiden di bidang yudikatif. Menariknya, adanya kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif sebagaimana yang diuraikan di atas, seakan tidak sejalan dengan agenda reformasi sebagai langkah untuk mereduksi kekuasaan Presiden dan pengoptimalan mekanisme checks and balances antar lembaga negara. Sebelum amandemen, UUD 1945 memberikan kekuasaan yang sangat besar kepada pemegang kekuasaan eksekutif (Presiden). Sistem yang dianut oleh UUD 1945 adalah dominan eksekutif (executive heavy), selain sebagai pemegang kekuasaan menjalankan pemerintahan (chief executive), Presiden juga memiliki kewenangan untuk membentuk undang-undang dan 25 Ibid, hlm

9 kewenangan yang lazim disebut sebagai hak prerogratif (antara lain grasi, amnesti, abolisi dan rehabilitasi). 26 Reformasi konstitusi (amandemen UUD 1945) bertujuan untuk membentuk lembaga kepresidenan yang sinergis dengan lembaga negara yang lain, sehingga cerminan checks and balances dapat terwujud. 27 Selain itu, amandemen UUD 1945 juga dimaksudkan untuk mempertegas sistem pemerintahan presidensial. 28 Akan tetapi, bila melihat dari adanya kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif yang diatur dalam UUD 1945 pasca amandemen, seolah Presiden tetap memiliki posisi yang dominan dalam penyelenggaraan negara. Menurut Ismail Sunny, kekuasaan eksekutif adalah kekuasaan yang mengenai pelaksanaan undang-undang. Dikatakan juga bahwa eksekutif menyelenggarakan kemauan negara. Dalam satu negara demokrasi, kemauan negara itu dinyatakan melalui badan pembentuk undang-undang, 29 tentunya hal tersebut menjadi masalah ketika lembaga eksekutif dalam praktik ketatanegaraan juga termasuk ke dalam kategori badan pembentuk undangundang. Presiden juga berhak mengajukan RUU APBN sebagaimana tercantum dalam Pasal 23 ayat (2) UUD Berdasarkan Pasal tersebut, ternyata fungsi anggaran tidak hanya dimonopoli oleh DPR, melainkan Presiden juga memiliki fungsi anggaran atau budget dalam kerangka kekuasaan legislatif 26 Ni matul Huda, 2008, UUD 1945 dan Gagasan Amandemen Ulang, Rajawali Pers, Jakarta, hlm Jazim Hamidi & Mustafa Lutfi, Op. Cit., hlm Ni matul Huda, Op. Cit., hlm Ismail Sunny, 1977, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta, hlm

10 Presiden. 30 Selain itu, APBN ditetapkan tiap tahun dengan undang-undang. Dalam konteks pembagian kekuasaan, kewenangan membentuk undangundang di pegang oleh lembaga legislatif. Akan tetapi, pengaturan yang terdapat dalam UUD 1945 memberikan hak kepada Presiden untuk mengajukan serta membahas RUU APBN. Kekuasaan Presiden di bidang yudikatif pun tetap dipertahankan, hal tersebut dapat dilihat dalam Pasal 14 UUD 1945 pasca amandemen. Pengaturan tersebut menimbulkan kekhawatiran perihal ikut campur Presiden dalam ranah penegakan hukum. Terlebih bila dipahami lebih lanjut, pemberian grasi, amneti, abolisi dan rehabilitasi memosisikan peran lembaga yudikatif dan legislatif hanya sebatas memberi pertimbangan yang tidak mengikat kepada Presiden dalam mengambil keputusan. Pengaturan tentang kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif yang diatur dalam UUD 1945 pasca amandemen tentunya juga tidak terlepas dari konfigurasi politik yang ada dalam proses perubahannya, sehingga melahirkan politik hukum sebagaimana adanya sekarang. Mahfud MD menjelaskan bahwa: 31 Politik hukum adalah legal policy yang akan atau telah dilaksanakan secara nasional oleh Pemerintah yang meliputi: Pertama, pembangunan hukum yang berintikan pembuatan dan pembaruan terhadap materi-materi hukum agar dapat sesuai dengan kebutuhan; kedua, pelaksanaan ketentuan hukum yang telah ada termasuk penegasan fungsi lembaga dan pembinaan para penegak hukum. Politik hukum sebagai kebijaksanaan hukum (legal policy) yang akan dilaksanakan oleh pemerintah, mencakup pula pengertian tentang bagaimana 30 Jazim Hamidi & Mustafa Lutfi, Op. Cit., hlm Mahfud MD, 2014, Politik Hukum di Indonesia, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, hlm

11 politik mempengaruhi hukum dengan cara melihat konfigurasi kekuatan yang ada di belakang pembuatan dengan penegakan hukum itu. 32 William Zevenbergen dalam Abdul Latif dan Hasbi Ali mengutarakan bahwa politik hukum, mencoba menjawab pertanyaan, peraturan-peraturan hukum mana yang patut untuk dijadikan hukum. Pengertian legal policy, mencakup proses pembuatan dan pelaksanan hukum yang dapat menunjukkan sifat dan ke arah mana hukum akan dibangun. 33 Dengan kata lain, politik hukum dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu: pertama, politik hukum yang menjadi alasan dasar diadakannya suatu peraturan perundang-undangan. Kedua, tujuan atau alasan yang muncul dibalik pemberlakuan suatu peraturan perundang-undangan. 34 Berdasarkan pengertian politik hukum sebagai kebijaksanaan hukum (legal policy) di atas, dapatlah dikatakan bahwa politik hukum di sini hendak menganalisis konfigurasi politik yang terjadi dalam perubahan UUD 1945 yang dilakukan empat kali selama tahun 1999 sampai dengan 2002 terkait alasan serta tujuan dari adanya pengaturan tentang kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif yang disandingkan dengan konsep checks and balances. Pembahasan mengenai politik hukum kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif menjadi sangat penting dalam melihat arah dan tujuan penyelenggaraan negara. Kewenangan non eksekutif yang dimiliki Presiden dalam rangka praktik checks and balances harus lebih mendapat perhatian, jangan sampai dengan adanya kewenangan non eksekutif yang dimiliki 32 H. Abdul Latif & H. Hasbi Ali, 2014, Politik Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, hlm Ibid, hlm Ibid. 11

12 Presiden justru menimbulkan ketegangan dalam proses penyelenggaraan negara atau bahkan mereduksi fungsi, tugas dan kewenangan cabang kekuasaan lainnya, sehingga dapat menimbulkan tindakan sewenang-wenang dari pemerintah. Adanya konsep checks and balances merupakan suatu jalan untuk membatasi kekuasaan penyelenggaraan negara agar tidak bertumpuk pada satu cabang kekuasaan. Hal tersebut ditujukan agar adanya mekanisme pengawasan dalam penyelenggaraan negara sehingga dapat menghindari tindakan sewenang-wenang oleh penguasa (abuse of power). Menurut Lukman Hakim dalam Gunawan A. Tauda, pengaturan dan pembatasan kekuasaan menjadi karakteristik konstitusi, sehingga kemungkinan kesewenang-wenangan kekuasaan dapat dikendalikan dan diminimalkan. Akan tetapi di sisi lain, hubungan kelembagaan yang saling mengontrol dan mengimbangi, membuka ruang bagi munculnya sengketa antar lembaga negara, khususnya kewenangan konstitusional. 35 Berdasarkan uraian tentang adanya kewenangan non eksekutif yang dimiliki Presiden sebagai pemegang kekuasaan menjalankan pemerintahan (chief executive), kemudian penulis menjadi tertarik untuk melakukan penelitian dengan tema Politik Hukum Kekuasaan Presiden di Bidang Non Eksekutif Dalam Kaitannya Dengan Konsep checks and balances. 35 Gunawan A. Tauda, Op. Cit., hlm

13 B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka dirumuskan beberapa permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimanakah politik hukum kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif dalam kaitannya dengan konsep checks and balances? 2. Bagaimanakah implikasi kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif terhadap cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif dalam upaya pelaksanaan konsep checks and balances? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: 1. Tujuan subjektif; Penelitian ini dilakukan untuk memenuhi syarat wajib dalam mendapatkan gelar akademik Magister Hukum (M.H.) dari Program Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada. 2. Tujuan objektif; a. Untuk mengetahui dan menganalisis politik hukum kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif dalam kiatannya dengan konsep checks and balances; dan b. Untuk mengetahui dan menganalisis implikasi kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif terhadap cabang kekuasaan legislatif dan yudikatif dalam upaya pelaksanaan konsep checks and balances. 13

14 D. Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diberikan melalui penelitian ini adalah: 1. Manfaat akademis, yakni untuk menambah kepustakaan ilmu hukum khususnya Hukum Tata Negara, agar dapat dijadikan sebagai bahan rujukan/referensi ilmiah bagi mahasiswa dan setiap orang atau siapa saja yang mendalami hukum khususnya tentang politik hukum kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif; 2. Manfaat praktis, yakni agar dapat dijadikan bahan rujukan atau masukan bagi aparat penegak hukum dalam menegakkan peraturan agar terhindar dari melakukan perbuatan yang sewenang-wenang. E. Keaslian Penelitian Berdasarkan hasil penelusuran penulis di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, terkait penelitian yang penulis lakukan, yang berfokus pada politik hukum kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif dalam kaitannya dengan konsep checks and balances, sejauh yang penulis tahu, tidak ada penelitian yang sama dengan penelitian ini. Namun, peneliti menemukan beberapa penelitian yang mengulas tentang kekuasaan Presiden yang diantaranya: 1. Penelitian yang dilakukan oleh Dili Trisna Noviasari yang berjudul Politik Hukum Kekuasaan Presiden Dalam Bidang Militer dan Menyatakan Perang Dengan Negara Lain, dalam bentuk Tesis tahun Rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 14

15 1) Mengapa kekuasaan dalam bidang militer dan menyatakan perang terhadap negara lain berada pada Presiden? 2) Bagaimanakah kekuasaan Presiden dalam bidang militer dan menyatakan perang dengan negara lain? 3) Bagaimanakah mekanisme kontrol yang dapat diterapkan terhadap pergerakan kekuatan militer oleh Presiden dalam menyatakan perang dengan negara lain? Hasil penelitian menunjukkan bahwa kekuasaan dalam bidang militer dan menyatakan perang dengan negara lain berada pada Presiden karena untuk menunjukkan bahwa militer ada di bawah kendali pemerintahan sipil dan Presiden sebagai personifikasi negara dapat menyatakan perang dengan negara lain. Persamaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan penulis lakukan yaitu fokus kajian pada politik hukum kekuasaan Presiden. Namun, yang menjadi pembeda yaitu pada lingkup kekuasaan Presiden yang menjadi pokok bahasan, dimana penelitian terdahulu membahas Kekuasaan Presiden dibidang militer, sedangkan dalam penelitian ini membahas kekuasaan Presiden dibidang non eksekutif yang mana kekuasaan militer tidak masuk di dalamnya. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Yuli Yuliah yang berjudul Konstitusionalitas Kewenangan Presiden Dalam Pemberian Grasi Menurut Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 15

16 1945, dalam bentuk Skripsi tahun Rumusan masalah dalam penelitian ini antara lain: 1) Apakah kewenangan Presiden dalam memberikan Grasi sebagaimana Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 merupakan hak prerogratif Presiden ataukah bukan? Dan apa makna konstitusional dari ketentuan Pasal 14 ayat (1) UUD 1945 tersebut? 2) Apakah pertimbangan Mahkamah Agung terhadap pemberian Grasi oleh Presiden sebagaimana Pasal 14 ayat (1) bersifat mengikat? 3) Dapatkah pemberian Grasi yang dilakukan oleh Presiden sebagaimana Pasal 14 ayat (1) dicabut dikemudian hari? Penelitian ini membahas tentang kewenangan Grasi yang dimiliki presiden, bahwa Grasi merupakan hak yang bersifat istimewa dibidang yudisial yang diberikan oleh UUD 1945 yang dilaksanakan berdsarkan pertimbangan Mahkamah Agung yang tidak mengikat serta grasi yang telah diberikan tidak dapat dicabut kembali. Persamaan antara penelitian tersebut dengan penelitian ini pada kajian tentang kekuasaan Presiden dalam memberikan grasi. Namun, yang menjadi pembeda ialah bahwa penelitian terdahulu berbicara mengenai konstitusionalitas Presiden dalam memberikan grasi, sedangkan dalam penelitian ini, fokus kajian lebih bersifat komprehensif tidak hanya sebatas pada grasi, tetapi juga mencakup 16

17 segala kewenangan Presiden yang bersifat yudikatif dan juga legislatif dengan mengkaji melalui sisi politik hukumnya. Selain dari penelitian sebagaimana yang disebutkan di atas, peneliti juga menemukan buku yang membahas tentang kekuasaan Presiden di bidang non eksekutif, yaitu buku yang ditulis oleh Jimly Asshiddiqqie dengan judul Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Reformasi yang diterbitkan PT Bhuana Ilmu Populer tahun Adapun kesamaan buku tersebut dengan penelitian ini ialah pada kajian tentang kewenangan non eksekutif Presiden. Namun, yang menjadi pembeda ialah bahwa buku tersebut mengkaji kewenangan non eksekutif secara umum berdasarkan UUD 1945 pasca reformasi, sedangkan dalam penelitian ini, pengkajian lebih difokuskan pada kekuasaan non eksekutif Presiden dari perspektif politik hukum dalam kaitannya dengan konsep checks and balances. 17

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan

BAB I PENDAHULUAN. susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap negara senantiasa memiliki seperangkat kaidah yang mengatur susunan organisasi negara yang terdiri dari organ-organ atau jabatan-jabatan kenegaraan untuk menjalankan

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang

II. TINJAUAN PUSTAKA. kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-Undang 12 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sistem Ketatanegaraan Indonesia Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disingkat UUDNRI 1945) pada Pasal 1 Ayat (2) mengamanatkan bahwa kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan

Lebih terperinci

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan

Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP Widyaiswara LPMP Sulawesi Selatan TRIAS POLITICA DI INDONESIA, ANTARA SEPARATION OF POWER DENGAN DISTRIBUTION OF POWER, MENURUT UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA KESATUAN REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945. Faridah T, S.Pd., M.Pd. NIP.19651216 198903

Lebih terperinci

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA!

JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! JANGAN DIBACA! MATERI BERBAHAYA! MATERI KHUSUS MENDALAM TATA NEGARA Sistem Pembagian Kekuasaan Negara Republik Indonesia Menurut Uud 1945 Sistem ketatanegaraan Republik Indonesia menurut UUD 1945, tidak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara

BAB I PENDAHULUAN. Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjamurnya lembaga negara, termasuk keberadaan komisi negara independen, sebetulnya adalah konsekuensi logis dari redistribusi kekuasaan negara yang terjadi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut

I. PENDAHULUAN. praktik ketatanegaraan Indonesia. Setiap gagasan akan perubahan tersebut I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi yang terjadi di Indonesia pada tahun 1998 membawa dampak banyak perubahan di negeri ini, tidak terkecuali terhadap sistem dan praktik ketatanegaraan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA KEDUDUKAN, TUGAS, FUNGSI DAN WEWENANG DEWAN PERTIMBANGAN PRESIDEN DALAM SISTEM PEMERINTAHAN DI INDONESIA SKRIPSI Oleh : RAMA PUTRA No. Mahasiswa : 03 410 270 Program Studi : Ilmu Hukum FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi

BAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di zaman modern sekarang ini, hampir semua negara mengklaim menjadi penganut paham demokrasi. Seperti dapat diketahui dari penelitian Amos J. Peaslee pada tahun 1950,

Lebih terperinci

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA MATERI AUDIENSI DAN DIALOG DENGAN FINALIS CERDAS CERMAT PANCASILA, UUD NEGARA RI TAHUN 1945, NKRI, BHINNEKA TUNGGAL IKA, DAN KETETAPAN MPR Dr. H. Marzuki Alie

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari

PENDAHULUAN. kendatipun disebut sebagai karya agung yang tidak dapat terhindar dari BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanggal 18 Agustus 1945 para pemimpin bangsa, negarawan pendiri NKRI dengan segala kekurangan dan kelebihannya telah berhasil merumuskan konstitusi Indonesia

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 50 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Peran Legislasi Dewan Perwakilan Daerah Definisi tentang peran bisa diperoleh dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008:1051) yang mengartikannya sebagai perangkat tingkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk

BAB I PENDAHULUAN. adanya pemerintah yang berdaulat dan terakhir yang juga merupakan unsur untuk BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara adalah suatu organisasi yang terdiri dari masyarakat yang mempunyai sifat-sifat khusus antara lain sifat memaksa, dan sifat monopoli untuk mencapai tujuannya.

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau

BAB I PENDAHULUAN. tinggi negara yang lain secara distributif (distribution of power atau 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen UUD 1945 membawa pengaruh yang sangat berarti bagi sistem ketatanegaraan Indonesia. Salah satunya adalah perubahan pelaksanaan kekuasaan negara.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu keniscayaan, perihal konsep dan praktik pemerintahan ataupun

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Suatu keniscayaan, perihal konsep dan praktik pemerintahan ataupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Suatu keniscayaan, perihal konsep dan praktik pemerintahan ataupun ketatanegaraan terus menerus mengalami perkembangan seiring dengan kompleksitas problem yang dihadapi

Lebih terperinci

PRINSIP CHECKS AND BALANCES DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

PRINSIP CHECKS AND BALANCES DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Masalah - Masalah Hukum, Jilid 45 No. 2, April 2016, Halaman 157-163 p-issn : 2086-2695, e-issn : 2527-4716 PRINSIP CHECKS AND BALANCES DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Sunarto Fakultas Ilmu Sosial

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan

BAB I PENDAHULUAN. diatur dalam BAB VIIA Pasal 22C dan Pasal 22D UUD NRI Berdasarkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu lembaga baru yang lahir melalui perubahan ketiga Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disingkat UUD NRI 1945 antara

Lebih terperinci

MEKANISME CHECKS AND BALANCES ANTARA PRESIDEN DAN DPR DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA 1 Oleh : Hezky Fernando Pitoy 2,

MEKANISME CHECKS AND BALANCES ANTARA PRESIDEN DAN DPR DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA 1 Oleh : Hezky Fernando Pitoy 2, MEKANISME CHECKS AND BALANCES ANTARA PRESIDEN DAN DPR DALAM SISTEM PEMERINTAHAN PRESIDENSIAL DI INDONESIA 1 Oleh : Hezky Fernando Pitoy 2, Artikel Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara.

BAB III PENUTUP. dimaksudkan sebagai jalan untuk mewujudkan gagasan meniadakan. kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara. 82 BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan yang telah diuraikan pada bab terdahulu, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa selain bertujuan untuk menutup penyalahgunaan atau penyimpangan praktek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1

BAB I PENDAHULUAN. kita memiliki tiga macam dokumen Undang-undang Dasar (konstitusi) yaitu: 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Sebagai hukum dasar yang digunakan untuk penmbentukan dan penyelenggaraan Negara Indonesia adalah Undang-undang Dasar, yang pertama kali disahkan berlaku sebagai konstitusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup

BAB I PENDAHULUAN. Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konsep mengenai kedaulatan di dalam suatu negara, berkembang cukup kompleks di seluruh dunia. Berbagai pandangan seperti kedaulatan Tuhan, kedaulatan negara, kedaulatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Konstitusi merupakan segala ketentuan dan aturan dasar mengenai ketatanegaraan. 1 Berdirinya sebuah negara tidak lepas dari adanya konstitusi yang mendasarinya. Konstitusi

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan

BAB IV PENUTUP. A. Kesimpulan BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pada pembahasan diatas, maka penulis dapat menarik kesimpulan sebagai jawaban dari rumusan masalah adalah sebagai berikut: 1. Bahwa dengan dibentuknya koalisi partai

Lebih terperinci

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan

BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA. A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan BAB II PENGATURAN TUGAS DAN WEWENANG DEWAN PERWAKILAN DAERAH DI INDONESIA A. Kewenangan Memberi Pertimbangan dan Fungsi Pengawasan Dewan Perwakilan Daerah DPD sebagai Lembaga Negara mengemban fungsi dalam

Lebih terperinci

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana

CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA. Montisa Mariana CHECK AND BALANCES ANTAR LEMBAGA NEGARA DI DALAM SISTEM POLITIK INDONESIA Montisa Mariana Fakultas Hukum, Universitas Swadaya Gunung Jati E-mail korespondensi: montisa.mariana@gmail.com Abstrak Sistem

Lebih terperinci

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN

BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN BAB III PELAKSANAAN TUGAS DAN KEWENANGAN DEWAN KEHORMATAN PENYELENGGARAAN PEMILIHAN UMUM (DKPP) DALAM PEMILU LEGESLATIF DI KABUPATEN CIANJUR TAHUN 2014 A. Kode Etik Penyelenggara Pemilu Amandemen UUD 1945

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni:

BAB V PENUTUP. A. Kesimpulan. Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga. kesimpulan, yakni: 363 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan rumusan masalah yang telah dibentuk maka ditarik tiga kesimpulan, yakni: 1. Pasca amandemen konstitusi kekuasaan presiden terdiri dari tiga pola sebagaimana

Lebih terperinci

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana

Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana KETERANGAN AHLI Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Denny Indrayana denny.indrayana@unimelb.edu.au Keterangan Ahli Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017 Pertama, izinkan Kami menyampaikan terima kasih atas kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Korupsi masih menjadi masalah mendasar di dalam berjalannya demokrasi di Indonesia. Adanya korupsi di berbagai bidang menjadikan cita-cita demokrasi menjadi terhambat.

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang menyatakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi

BAB I PENDAHULUAN. Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara hukum. 1 Konsekuensi dari ketentuan ini adalah bahwa setiap sikap, pikiran, perilaku, dan kebijakan pemerintahan negara

Lebih terperinci

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH

KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH KEDUDUKAN DAN FUNGSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DI DALAM PROSES LEGISLASI PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Montisa Mariana, SH.,MH ABSTRACT People s Representative Council (DPR) has shifted its function and

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. hukum yang sesuai dengan sistem hukum nasional. 1 Konsekuensi Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sebagai negara hukum, segala aspek dalam bidang kemasyarakatan, kebangsaan, dan kenegaraan termasuk pemerintahan harus berdasarkan atas hukum yang sesuai dengan sistem

Lebih terperinci

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :)

Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Soal LCC 4 Pilar kehidupan berbangsa dan bernegara :) Berikut ini adalah contoh soal tematik Lomba cerdas cermat 4 pilar kehidupan berbangsa dan bernegara. Ayoo siapa yang nanti bakalan ikut LCC 4 Pilar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014-

BAB I PENDAHULUAN. Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota 1 periode 2014- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pemilihan umum (pemilu) untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dan Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena

BAB I PENDAHULUAN. memerlukan perppu (peraturan pemerintah pengganti undang-undang). 1 Karena BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) diberitakan kemungkinan bakal menjadi calon tunggal dalam pemilihan presiden tahun 2009. Kemungkinan calon tunggal dalam pilpres

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2 KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2 A B S T R A K Permohonan Grasi diajukan oleh yang dihukum bersalah kepada Kepala Negara atau Presiden yang mempunyai hak prerogatif.

Lebih terperinci

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA

KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA KEKUASAAN PEMERINTAH NEGARA MENURUT UUD NRI 1945 PERKEMBANGAN DAN DINAMIKANYA HERLAMBANG P. WIRATRAMAN FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA SISTEM KETATANEGARAAN 2017 POIN DISKUSI Memahami teori kekuasaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan,

BAB I PENDAHULUAN. adanya amandemen besar menuju penyelenggaraan negara yang lebih demokratis, transparan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berhentinya Presiden Soeharto di tengah-tengah krisis ekonomi dan moneter menjadi awal dimulainya era reformasi di Indonesia. 1 Dengan adanya reformasi, masyarakat berharap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Laju reformasi yang menghantarkan Negara Republik Indonesia menuju negara yang lebih demokratis ditandai dengan diamandemennya Undang-Undang Dasar 1945. Amandemen

Lebih terperinci

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai

PENUTUP. partai politik, sedangkan Dewan Perwakilan Daerah dipandang sebagai 105 BAB IV PENUTUP A. KESIMPULAN Lembaga perwakilan rakyat yang memiliki hak konstitusional untuk mengajukan Rancangan Undang-Undang adalah Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah. Dewan Perwakilan

Lebih terperinci

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1

Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Tinjauan Konstitusional Penataan Lembaga Non-Struktural di Indonesia 1 Hamdan Zoelva 2 Pendahuluan Negara adalah organisasi, yaitu suatu perikatan fungsifungsi, yang secara singkat oleh Logeman, disebutkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya

I. PENDAHULUAN. Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya I. PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Perubahan Undang-Undang Dasar tahun 1945 (UUD tahun 1945) tidak hanya didasari oleh keinginan untuk hidup berbangsa dan bernegara secara demokratis. Terdapat alasan lain

Lebih terperinci

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara

keberadaan MK pd awalnya adalah untuk menjalankan judicial review itu sendiri dapat dipahami sebagai and balances antar cabang kekuasaan negara Gagasan Judicial Review Pembentukan MK tidak dapat dilepaskan dari perkembangan hukum & keratanegaraan tentang pengujian produk hukum oleh lembaga peradilan atau judicial review. keberadaan MK pd awalnya

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1. B. Rumusan Masalah...7. C. Tujuan Penelitian...8. D. Manfaat Penelitian...

DAFTAR ISI. BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1. B. Rumusan Masalah...7. C. Tujuan Penelitian...8. D. Manfaat Penelitian... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i HALAMAN PENGESAHAN...ii HALAMAN PERNYATAAN...iii KATA PENGANTAR...iv DAFTAR ISI...vii DAFTAR TABEL...xi INTISARI...xii ABSTRACT...xiii BAB I PENDAHULUAN...1 A. Latar Belakang...1

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-12.

DAFTAR PUSTAKA. Bagir Manan Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono Metodologi Penelitian Hukum Cetakan ke-12. DAFTAR PUSTAKA A. Buku Agus Riwanto. 2016. Hukum Partai Politik dan Hukum Pemilu di Indonesia. Thafa Media: Yogyakarta. Bagir Manan. 2006. Lembaga Kepresidenan. FH UII Press: Yogyakarta. Bambang Sunggono.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Pemerintah Daerah berwenang untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah

BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA. Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah BAB II KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA A. Sistem Pemerintahan Indonesia Dalam perjalanan sejarah ketatanegaraan Indonesia, bentuk republik telah dipilih sebagai bentuk pemerintahan,

Lebih terperinci

PERAN KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF

PERAN KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF KELEMBAGAAN NEGARA DI INDONESIA ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN DALAM MEWUJUDKAN PEMERINTAHAN YANG EFEKTIF H. Marzuki Alie, SE.MM. KETUA DPR-RI Disampaikan pada Kuliah Perdana Semester Genap tahun 2009-2010

Lebih terperinci

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X

Prosiding Ilmu Hukum ISSN: X Prosiding Ilmu Hukum ISSN: 2460-643X Kedudukan Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai Lembaga Negara Bantu dalam Struktur Ketatanegaran Republik Indonesia Corruption Eradication Commission Institutional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama

BAB I PENDAHULUAN. dapat diubah oleh MPR sekalipun, pada tanggal 19 Oktober 1999 untuk pertama BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setelah pemerintah orde baru mengakhiri masa pemerintahannya pada tanggal 20 Mei 1998 melalui suatu gerakan reformasi, disusul dengan percepatan pemilu di tahun 1999,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3

I. PENDAHULUAN. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 3 menegaskan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara hukum. Artinya sebagai negara hukum menegaskan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF

BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF BAB II KAJIAN TEORETIK DAN KAJIAN NORMATIF I. KAJIAN TEORETIK A. Teori Lembaga Perwakilan Teori lembaga perwakilan muncul karena asas demokrasi langsung menurut Rousseau tidak mungkin lagi dapat dijalankan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik

BAB I PENDAHULUAN. Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setiap Negara memiliki tujuannya masing-masing. Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia sendiri termaktub dalam alinea IV Pembukaan UUD 1945, yang berbunyi:

Lebih terperinci

DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili.

DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang. nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka wakili. dewan tersebut. Dengan adanya keseimbangan antara DPR dan DPD, diharapkan DPD memberikan peran yang lebih maksimal sebagai perwakilan daerah yang nantinya akan berpengaruh terhadap daerah-daerah yang mereka

Lebih terperinci

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1

MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 MENGGAPAI KEDAULATAN RAKYAT YANG MENYEJAHTERAKAN RAKYAT 1 Oleh: Siti Awaliyah, S.Pd, S.H, M.Hum Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan, Universitas Negeri Malang A. Pengantar Kedaulatan merupakan salahsatu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu agenda checks and balances

BAB I PENDAHULUAN. setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu agenda checks and balances 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mengalami dinamika perkembangan ketatanegaraan yang sangat pesat. Ada dua hal pokok yang menjadi agenda mendesak setelah adanya perkembangan tersebut, yaitu

Lebih terperinci

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI

Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Hubungan Antar Lembaga Negara IRFAN SETIAWAN, S.IP, M.SI Lembaga negara merupakan lembaga pemerintahan negara yang berkedudukan di pusat yang fungsi, tugas, dan kewenangannya diatur secara tegas dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara yang berdasarkan atas hukum (rechstaat). 1 Di dalam sebuah Negara Hukum yang demokratis, kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat,

Lebih terperinci

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017

SIARAN PERS. Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA SIARAN PERS DAPAT SEGERA DITERBITKAN Penjelasan MK Terkait Putusan Nomor 36/PUU-XV/2017 Sehubungan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 36/PUU- XV/2017 tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (staats vormen) dikenal ada beberapa jenis, antara lain: Bentuk negara kesatuan (unitary state, eenheidstaat)

BAB I PENDAHULUAN. (staats vormen) dikenal ada beberapa jenis, antara lain: Bentuk negara kesatuan (unitary state, eenheidstaat) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pasal 1 ayat (1) Undang -Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan bahwa Negara Indonesia ialah negara kesatuan yang berbentuk republik.

Lebih terperinci

Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia

Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia Pengaruh Pembatasan Kekuasaan Presiden Terhadap Praktik Ketatanegaraan Indonesia Chrisdianto Eko Purnomo 278 Abstract This research effort to search the contents president power restriction in achieving

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas

BAB I PENDAHULUAN. perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Transisi demokrasi di berbagai negara umumnya ditandai dengan terjadinya perubahan konstitusi yang memberikan jaminan kemandirian dan akuntabilitas kekuasaan kehakiman.

Lebih terperinci

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida

Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi. Rudy, dan Reisa Malida Pemetaan Kedudukan dan Materi Muatan Peraturan Mahkamah Konstitusi Rudy, dan Reisa Malida Dosen Bagian Hukum Tata Negara FH Unila Mahasiswa Bagian HTN angkatan 2009 Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk

Lebih terperinci

SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1

SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA. Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 SENGKETA KEWENANGAN ANTAR LEMBAGA NEGARA Oleh: Muchamad Ali Safa at 1 Persidangan MPR yang mulai dilakukan setelah pelantikkan ternyata berjalan cukup alot. Salah satu masalah yang mengemuka adalah komposisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

BAB I PENDAHULUAN. di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sejarah institusi yang berperan melakukan kegiatan pengujian konstitusional di dunia berkembang pesat melalui tahap-tahap pengalaman yang beragam disetiap

Lebih terperinci

RANGKUMAN KN KEDAULATAN ARTI : KEKUASAAN TERTINGGI

RANGKUMAN KN KEDAULATAN ARTI : KEKUASAAN TERTINGGI RANGKUMAN KN KEDAULATAN ARTI : KEKUASAAN TERTINGGI SUPREMUS Tertinggi DAULAT Tertinggi Kekuasaan tertinggi untuk membuat undang-undang dan melaksanakannya dengan semua cara yang tersedia. KEDALAM Mengatur

Lebih terperinci

HUBUNGAN KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERUBAHAN UUD RADJIJO, SH. MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI

HUBUNGAN KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERUBAHAN UUD RADJIJO, SH. MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI HUBUNGAN KEWENANGAN PRESIDEN DENGAN DPR DALAM PEMBENTUKAN UNDANG-UNDANG PASCA PERUBAHAN UUD 1945 RADJIJO, SH. MH Dosen Fakultas Hukum UNISRI Abstract:The amandemen of Indonesia constitution of UUD 1945

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh :

LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA. Oleh : 209 LEMBAGA NEGARA BERDASARKAN FILOSOFI NEGARA HUKUM PANCASILA Oleh : I Wayan Wahyu Wira Udytama, S.H.,M.H. Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati Denpasar Abstract Indonesia is a unitary state based

Lebih terperinci

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945.

Cita hukum Pancasila harus mencerminkan tujuan menegara dan seperangkat nilai dasar yang tercantum baik dalam Pembukaan maupun batang tubuh UUD 1945. Disampaikan dalam acara Sosialisasi Peningkatan Pemahaman Hak Konstitusional Warga Negara Bagi Pengurus dan Kader Penggerak Masyarakat Koalisi Perempuan Indonesia (KPI) yang diselenggarakan oleh Mahkamah

Lebih terperinci

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara

Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Tugas dan Wewenang serta Dasar Hukum Lembaga Negara Bagan Lembaga Negara Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) Tugas dan Wewenang MPR Berikut tugas dan wewenang dari Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly, 1998, Teori dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, InHilco, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly, 1998, Teori dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, InHilco, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA Buku: Asosiasi Pengajar Hukum Acara Mahkamah Konstitusi,, Hukum Acara Mahkamah Konstitusi, Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta. Asshiddiqie, Jimly, 1998, Teori

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tuntutan dari gerakan reformasi tahun 1998 adalah melakukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Salah satu tuntutan dari gerakan reformasi tahun 1998 adalah melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu tuntutan dari gerakan reformasi tahun 1998 adalah melakukan perubahan atau amandemen terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Secara fundamental amandemen

Lebih terperinci

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI

KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI KEDUDUKAN MAHKAMAH KONSTITUSI DALAM PROSES PEMBERHENTIAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN DALAM MASA JABATANNYA DI INDONESIA OLEH: RENY KUSUMAWARDANI 07940077 PROGRAM KEKHUSUSAN: HUKUM TATA NEGARA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala

BAB I PENDAHULUAN. pelaku sepenuhnya dari kedaulatan rakyat Indonesia, Presiden sebagai kepala 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu perubahan mendasar dari UUD 1945 pasca amandemen adalah kedudukan Presiden yang bukan lagi sebagai mandataris dari MPR. Sebelum amandemen, MPR merupakan

Lebih terperinci

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1

FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD Sunarto 1 FUNGSI LEGISLASI DPR PASCA AMANDEMEN UUD 1945 Sunarto 1 sunarto@mail.unnes.ac.id Abstrak: Salah satu fungsi yang harus dijalankan oleh DPR adalah fungsi legislasi, di samping fungsi lainnya yaitu fungsi

Lebih terperinci

GAGASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEPRESIDENAN: CERMINAN PENEGASAN DAN PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIIL INDONESIA

GAGASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEPRESIDENAN: CERMINAN PENEGASAN DAN PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIIL INDONESIA Gagasan Rancangan Undang-undang Lembaga Kepresidenan...( I Gede Yusa & Bagus Hermanto ) GAGASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG LEMBAGA KEPRESIDENAN: CERMINAN PENEGASAN DAN PENGUATAN SISTEM PRESIDENSIIL INDONESIA

Lebih terperinci

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA --------- Pointers Hakim Konstitusi Prof. Dr. Arief Hidayat, S.H.,M.S. Dalam Acara Continuing Legal Education, Peran Mahkamah Konstitusi Sebagai Penjaga Konstitusi

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta.

DAFTAR PUSTAKA. Dahlan Thaib, dkk, 2013, Teori dan Hukum Konstitusi, Cetakan ke-11, Rajawali Perss, Jakarta. DAFTAR PUSTAKA I. Buku Achmad Ali, 2012, Vol. 1 Pemahaman Awal: Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence) Termasuk Interpretasi Undang-Undang (Legisprudence), Kencana,

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat

BAB I PENDAHULUAN. untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Demokrasi adalah suatu pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat (Abraham Lincoln). Demokrasi disebut juga pemerintahan rakyat sebagai bentuk pemerintahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil

BAB I PENDAHULUAN. Pengesahan, Pengangkatan dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengertian pemilihan kepala daerah (pilkada) berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum ( rechtsstaat), dengan pengertian bahwa pola yang diambil tidak menyimpang dari negara berdasarkan hukum pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca

BAB I PENDAHULUAN. dalam menentukan kebijakan publik dan penyelenggaraan negara. Namun, pasca 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bergulirnya reformasi tahun 1998 lalu, telah banyak membawa perubahan yang cukup signifikan terhadap sistem ketetanegaraan Indonesia. Sistem ketatanegaraan

Lebih terperinci

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4

TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 1 TUGAS KEWARGANEGARAAN LATIHAN 4 DISUSUN OLEH: NAMA NIM PRODI : IIN SATYA NASTITI : E1M013017 : PENDIDIKAN KIMIA (III-A) S-1 PENDIDIKAN KIMIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MATARAM

Lebih terperinci

BAB III KEKUASAAN PRESIDEN DALAM MENGELUARKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPPU)

BAB III KEKUASAAN PRESIDEN DALAM MENGELUARKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPPU) 50 BAB III KEKUASAAN PRESIDEN DALAM MENGELUARKAN PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG (PERPPU) A. Kekuasaan Presiden Berdasarkan UUD Negara Republik Indonesia 1945 1. Kekuasaan Presiden Sebelum

Lebih terperinci

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut.

mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang membatasi dan melindungi kepentingan-kepentingan tersebut. BAB III HAK IMUNITAS ANGGOTA DPR DALAM UU NO. 17 TAHUN 2014 TENTANG MPR, DPR, DPD DAN DPRD A. Hak Imunitas Anggota DPR 1. Pengertian Hak imunitas anggota DPR Kehadiran hukum dalam masyarakat di antaranya

Lebih terperinci

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI

LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI LEMBAGA NEGARA DALAM PERSPEKTIF AMANDEMEN UUD 1945 H. BUDI MULYANA, S.IP., M.SI LATAR BELAKANG MASALAH SEBELUM AMANDEMEN Substansial (regulasi) Struktural Cultural (KKN) Krisis Pemerintahan FAKTOR YANG

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam beberapa bagian, tetapi tidak dipisahkan. Hal ini membawa konsekuensi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Trias Politica (Pemisahan dan Pembagian Kekuasaan) Pemisahan kekuasaan berarti bahwa kekuasaan negara itu terpisah dalam beberapa bagian, baik mengenai orangnya maupun

Lebih terperinci

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto

KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto KEMERDEKAAN HAKIM SEBAGAI PELAKU KEKUASAAN KEHAKIMAN PASCA AMANDEMEN UUD TAHUN 1945 Oleh: A. Mukti Arto I. Pendahuluan Pada tahun 1999 2002 dilakukan amandemen terhadap UUD Tahun 1945 yang merupakan bagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga

BAB I PENDAHULUAN. struktur organisasi negara, termasuk bentuk-bentuk dan fungsi-fungsi lembaga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perubahan dan pembentukan institusi atau lembaga negara baru dalam sistem dan struktur ketatanegaraan merupakan hasil koreksi terhadap cara dan sistem kekuasaan negara

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi.

DAFTAR PUSTAKA. Asshiddiqie, Jimly Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. DAFTAR PUSTAKA Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jakarta: Sekertariat Jenderal dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi. Asshiddiqie, Jimly. 2007. Pokok-Pokok Hukum Tata Negara Indonesia

Lebih terperinci