ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ADLN Perpustakaan Universitas Airlangga BAB I PENDAHULUAN. Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang"

Transkripsi

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Rumusan Masalah Pajak menurut Pasal 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan dipergunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dari definisi di atas dapat kita simpulkan bahwa sifat pajak adalah paksaan dan harus diatur oleh undang-undang. Pemungutan pajak diwajibkan menggunakan undang-undang, sebab pajak merupakan peralihan kekayaan dari rakyat kepada pemerintah yang tidak ada imbalannya yang secara langsung dapat ditunjuk. Peralihan kekayaan demikian itu dalam kata sehari-hari hanya dapat berupa penggarongan, perampokan, pencopetan (dengan paksa), atau pemberian hadiah dengan sukarela dan ikhlas (tanpa paksaan). 1 Oleh karena itu pemungutan pajak harus berlandaskan pada undang-undang. Dalam pelaksanaan pemungutan pajak untuk melaksanakan ketentuan perpajakan tidak jarang terjadi Wajib Pajak merasa kurang puas atas ketetapan pajak yang dikenakan kepadanya, ketidakpuasan tersebut mengakibatkan timbulnya sengketa. 1 Rochmat Soemitro, Asas Dan Dasar Perpajakan 1, Refika Aditama, Bandung,1998 h.8. 1

2 2 Sengketa Pajak menurut ketentuan Pasal 1 angka 5 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan Banding atau Gugatan kepada Pengadilan Pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan, termasuk Gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Pengertian Banding menurut ketentuan Pasal 1 angka 6 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap suatu keputusan yang dapat diajukan Banding berdasarkan peraturan perundang undangan yang berlaku di bidang perpajakan. Sedangkan yang dimaksud Gugatan menurut ketentuan Pasal 1 angka 7 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak adalah upaya hukum yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap pelaksanaan penagihan Pajak atau terhadap keputusan yang dapat diajukan Gugatan berdasarkan peraturan perundang undangan perpajakan yang berlaku. Untuk menyelesaikan sengketa pajak dibentuklah satu badan peradilan yaitu Pengadilan Pajak. Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Undang-Undang No 28 Tahun 2007 tentang

3 3 Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan Rumusan tersebut tampaknya dimaksudkan untuk memberikan penegasan bahwa Pengadilan Pajak memang merupakan lembaga yang dapat digunakan sebagai sarana bagi rakyat selaku wajib pajak atau penanggung pajak untuk mendapatkan keadilan di bidang perpajakan. 2 Fungsi pengadilan pajak adalah bukan sekedar penegak hukum pajak semata, tetapi juga sebagai instrumen perlindungan hukum bagi rakyat selaku Wajib Pajak ketika berhadapan dengan pemerintah sebagai penguasa yang berkedudukan sebagai fiskus. 3 Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 24 (1) dan(2) perubahan ketiga Undang-undang Dasar 1945 tidak menjelaskan keberadaan pengadilan pajak di sana hanya menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 2 lembaga pemegang kekuasan kehakiman tertingi, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi beserta 4 lingkungan peradilan di bawahnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN). Dalam Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman pasal 25 (1) menyatakan bahwa badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung meliputi badan peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata usaha negara. Berdasarkan ketentuan di atas kita tidak melihat adanya ketentuan yang mengatur keberadaan pengadilan pajak sebagai badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung. 2 Sri Y Pudyatmoko, Pengadilan Dan Penyelesaian Sengketa Di Bidang Pajak, Gramedia Pustaka Utama Jakarta, 2009, h Muhammad Sukri Subki, dan Djumadi, Menyelesaikan Sengketa Melalui Pengadilan Pajak. Rajagrafindo Persada, Jakarta, 2007, h

4 4 Dalam Undang-Undang No 51 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang Nomor 5 tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara pasal 9a menyatakan di lingkungan peradilan tata usaha negara dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan undang-undang, dalam penjelasannya yang dimaksud dengan khusus adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan peradilan tata usaha negara, misalnya pengadilan pajak. Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 secara tegas juga dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha Negara. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, Pengadilan Pajak adalah badan peradilan yang melaksanakan kekuasaan kehakiman bagi Wajib Pajak atau Penanggung Pajak yang mencari keadilan terhadap Sengketa Pajak. Pasal 5 dan pasal 11 ayat (1) Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak disebutkan bahwa pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak serta pengawasan umum terhadap hakim Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, sedangkan pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Kementrian Keuangan. Hal ini menunjukkan status dan kedudukan Pengadilan Pajak yang tidak mandiri, sebagai lembaga peradilan yang menjalankan fungsi yudikatif dia juga berada di bawah kekuasaan eksekutif.

5 5 Kedudukan Pengadilan Pajak yang berada di bawah 2 atap dapat mengakibatkan tidak independennya kekuasaan kehakiman dalam memutus perkara. Pengadilan adalah kekuasaan yudikatif yang seharusnya berada di bawah Mahkamah Agung, baik organisasi, administrasi maupun finansialnya. Sehingga dapat terwujud peradilan yang mandiri karena memiliki kekuasaan sendiri terlepas dari campur tangan pihak lain. Beranjak dari latar belakang sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan isu hukum dan permasalahan antara lain sebagai berikut: 1. Bagaimana kedudukan Pengadilan Pajak dalam Sistem Peradilan di Indonesia? 2. Apakah dengan kedudukan Pengadilan Pajak yang berada dalam 2 atap (yang satu di Mahkamah Agung, sedang lainnya berada di Kementerian Keuangan) akan mempengaruhi independensi hakim? Isu hukum dan permasalahan terebut merupakan titik anjak penelitian ini Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1.1. Menganalisa kedudukan pengadilan pajak dalam sistem peradilan di Indonesia Menganalisa independensi hakim pengadilan pajak terkait dengan kedudukan pengadilan pajak tersebut

6 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dari segi: 2.1. Memberikan masukan secara umum untuk pengembangan Ilmu Hukum, dan secara khusus dalam bidang Hukum Pajak yang berkaitan dengan Pengadilan Pajak Memberikan masukan kepada pemerintah untuk mengkaji peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengadilan pajak (Undang - Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak ) sehingga dapat membentuk undangundang yang baru yang lebih mencerminkan eksistensi pengadilan pajak dan independensi hakim pengadilan pajak Tinjauan Pustaka Keberadaan Pengadilan Pajak Dalam Sistem Peradilan di Indonesia Peradilan adalah suatu proses penegakan hukum maupun memberi perlindungan hukum bagi pihak-pihak yang bersengketa. 4 Peradilan dilaksanakan oleh suatu lembaga khusus yang disebut sebagai lembaga peradilan atau pengadilan. Peradilan pajak adalah suatu proses dalam hukum pajak yang bermaksud memberikan keadilan dalam hal sengketa pajak, baik kepada wajib 4 Muhammad Djafar Saidi, Perlindungan Hukum Wajib pajak dalam penyelesaian Sengketa pajak, Rajawali Pers. Jakarta, 2008, h.32.

7 7 pajak maupun kepada pemungut pajak (pemerintah), sesuai dengan ketentuan undang-undang/hukum positif. 5 Keberadaan Pengadilan Pajak di atur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak yaitu banding dan gugatan. Konsep dasar pembentukan Pengadilan Pajak yang pada awalnya bernama Majelis Pertimbangan Pajak (MPP) kemudian diubah menjadi Badan Penyelesaian Sengket Pajak (BPSP) adalah dalam rangka memberikan kepastian hukum kepada para pihak yang bersengketa di bidang perpajakan, karena dalam pelaksanaan penyelesaian sengketa pajak melalui BPSP masih terdapat ketidak pastian hukum yang dapat menimbulkan ketidak adilan. 6 Dalam Undang-undang Dasar 1945 pasal 24 (2) menyatakan bahwa di Indonesia terdapat 2 lembaga pemegang kekuasan kehakiman tertingi, yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi beserta 4 lingkungan peradilan di bawahnya, yaitu Peradilan Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer, dan Peradilan Tata Usaha Negara (TUN). Dari UUD 1945 tersebut di atas menggambarkan bahwa dalam sistem peradilan di Indonesia kekuasaan tertinggi yang menyelenggarakan peradilan dipegang oleh kekuasaan kehakiman dan dipimpin oleh Mahkamah Agung. Setelah Amandemen ke-4 UUD 1945, telah diundangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menggantikan Undang- 5 Rochmat Soemitro, Asas Dan Dasar perpajakan 2, Refika Aditama, Bandung,1998, h Wirawan B Ilyas dan Richard Burton, Hukum Pajak, Salemba Empat, Jakarta, 2007, h

8 8 Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 dan Perubahan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yaitu Undang-Undang Nomor 9 Tahun Dari kedua Undang-Undang tersebut kedudukan Pengadilan Pajak secara eksplisit dinyatakan sebagai pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha negara. Ketentuan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman menyebutkan manakala diperlukan suatu peradilan khusus maka hanya dapat dibentuk dengan undang-undang dan berkedudukan di salah satu lingkungan pengadilan. Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa pengadilan pajak berada di Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Di samping itu berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi atas Perkara Nomor 004/PUU-11/2004, dalam pertimbangan Pokok Perkara dinyatakan bahwa adanya ketentuan yang menyatakan bahwa pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung, bahwa pihak-pihak yang bersengketa dapat mengajukan peninjauan kembali atas putusan Pengadilan Pajak kepada Mahkamah Agung, dan bahwa di lingkungan Pengadilan Tata Usaha Negara dapat diadakan pengkhususan yang diatur dengan undang-undang telah cukup menjadi dasar yang menegaskan Pengadilan Pajak termasuk dalam lingkup peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung sebagaimana dinyatakan oleh Pasal 24 ayat (2) UUD Selanjutnya dalam Pasal 27 ayat (2) Undang- Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-

9 9 Undang Nomor 28 Tahun 2007 secara tegas juga dinyatakan bahwa putusan Pengadilan Pajak merupakan putusan pengadilan khusus di lingkungan peradilan tata usaha Negara Independensi Hakim Pengadilan Pajak Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum, artinya negara yang dijalankan berdasarkan hukum yang berlaku bukan berdasarkan kekuasaan. Sejalan dengan ketentuan tersebut maka salah satu prinsip penting negara hukum adalah adanya jaminan penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka, bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Pasal 24 UUD 1945 setelah amandemen menyebutkan kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan.hal ini berarti kekuasaan kehakiman yang merdeka atau independensi kekuasaan kehakiman, telah diatur secara konstitusional dalam UUD Dalam rangka mewujudkan prinsip kemandirian dan kemerdekaan tersebut lahirlah UU No.14 tahun 1970 tentang Pokok-Pokok Kekuasaan Kehakiman. Pasal 1 UU tersebut menyatakan kekuasaan Kehakiman adalah kekuasaan Negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan 7 Diakses tanggal 24 Maret 2012.

10 10 Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia. Dalam penjelasannya di sebut Kekuasaan Kehakiman yang merdeka ini mengandung pengertian di dalamnya Kekuasaan Kehakiman yang bebas dari campur tangan pihak kekuasaan Negara lainnya, dan kebebasan dari paksaan, direktiva atau rekomendasi yang datang dari pihak extra judiciil, kecuali dalam hal-hal yang diijinkan oleh Undang-undang. Seiring dengan perkembangan situasi dan kondisi Undang-Undang tersebut mengalami perubahan dari UU No. 14 tahun 1970 berubah menjadi UU No 35 tahun 1999 berubah lagi menjadi UU No 4 tahun 2004 dan perubahan terakhir UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Harapannya dengan disahkannya beberapa UU baru tersebut tidak ada lagi tekanan-tekanan terhadap pelaku kekuasaan kehakiman (hakim) dalam melaksanakan tugasnya untuk memutus suatu perkara. Pada akhirnya dengan sistem seperti itu independensi dan kemerdekaan kekuasaan kehakiman menjadi lebih terjamin. Menurut Muchsin, pada masa lalu independensi kekuasaan kehakiman dapat dikategorikan menjadi 2 (dua) hal, yaitu independen normatif dan independen empiris. Dari dua macam ini dalam prakteknya saling berkaitan satu sama lain, sehingga dilapangan muncul beberapa bentuk independensi sebagai berikut: 1. secara normatif independen dan realitanya juga independen. Disini antara ketentuan yang ada dalam perundang-undangan dengan kenyataan yang ada di lapangan kekuasaan kehakiman sama-sama independen. Bentuk ini merupakan bentuk ideal yang seharusnya terjadi pada sebuah negara hukum. 2. Secara normatif tidak independen dan realitanya juga tidak independen. Di Indonesia, model ini pernah terjadi pada tahun 1964 ketika UU No 19 Tahun 1964 disahkan, dimana pada pasal 19 nya disebutkan bahwa presiden dapat turut atau campur tangan dalam masalah pengadilan dan realitanya di

11 11 lapangan hal itu terjadi. Model ini merupakan terburuk dari model kekuasaan kehakiman karena kekuasaan kehakiman tidak merdeka dan tidak independen. 3. Secara normatif independen, akan tetapi realitanya tidak independen. Di Indonesia, model ini pernah terjadi pada masa orde baru di mana dalam peraturan perundang- undangan secara tegas dinyatakan kekuasaan kehakiman itu merdeka dan independen akan tetapi pada kenyataan di lapangan para hakim dan pelaku kekuasaan kehakiman sering mendapat intervensi dari eksekutif dan ekstra yudisial lainnya. 8 Lebih jauh lagi Jimly Asshiddiqie, mengkonsepsikan independensi kekuasaan kehakiman dalam 3 (tiga) pengertian: 1. Structural independence, yaitu independensi kelembagaan, di sini dapat dilihat dari bagan organisasi yang terpisah dari organisasi lain seperti eksekutif dan yudikatif. 2. Functional independence, yaitu independensi dilihat dari segi jaminan pelaksanaan fungsi-fungsi kekuasaan kehakiman dari intervensi ekstra yudisial. 3. Financial independence, yaitu independensi dilihat dari segi kemandiriannya dalam menentukan sendiri anggaran yang dapat menjamin kemandiriannya dalam menjalankan fungsi. 9 Dalam Pasal 24 ayat (2) UUD 1945 disebutkan Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, lingkungan Peradilan Agama, lingkungan Peradilan Militer, lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Hal ini dipertegas di Pasal 18 UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan Peradilan Umum, Lingkungan Peradilan Agama, 8 Muchsin, Kekuasaan Kehakiman Yang Merdeka dan Kebijakan Asasi, STIH IBLAM, Jakarta, 2004, h Ibid, h.12.

12 12 Lingkungan Peradilan Militer, Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Pasal 27 ayat (1) UU No 48 tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman yang menyatakan Pengadilan Khusus hanya dapat dibentuk dalam salah satu lingkungan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung, dalam penjelasannya disebutkan yang dimaksud dengan pengadilan khusus antara lain adalah Pengadilan Anak, Pengadilan Niaga, Pengadilan Hak Asasi Manusia, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Pengadilan Hubungan Industrial dan Pengadilan Perikanan yang berada di lingkungan Peradilan Umum, serta Pengadilan Pajak yang berada di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara. Hal ini dipertegas dalam Pasal 9A UU Nomor 51 tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Aas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 Tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang menyatakan Di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan Undang-Undang selanjutnya dalam penjelasannya disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengkhususan adalah deferensiasi atau spesialisasi di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara, misalnya Pengadilan Pajak. Dari ketentuan tersebut dapat kita lihat bahwa Pengadilan Pajak merupakan pelaksana kekuasaan kehakiman yang berada di bawah Mahkamah Agung Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutus sengketa pajak yaitu banding dan gugatan. Keberadaan Pengadilan Pajak di atur dalam Undang-Undang Nomor 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak.

13 13 Dualisme dalam pembinaan Pengadilan pajak dapat kita lihat dari ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan (2) dan pasal 25 ayat(1) Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak. Pasal 5 menyatakan: (1) Pembinaan teknis peradilan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Mahkamah Agung. (2) Pembinaan organisasi, administrasi, dan keuangan bagi Pengadilan Pajak dilakukan oleh Departemen Keuangan. Pasal 25 menyatakan : (1) Sekretaris/Wakil Sekretaris/Sekretaris Pengganti, dan pegawai Sekretariat Pengadilan Pajak adalah pegawai negeri sipil dalam lingkungan Departemen Keuangan. Hal ini menunjukkan status dan kedudukan Pengadilan Pajak yang tidak mandiri, sebagai lembaga peradilan yang menjalankan fungsi yudikatif dia juga berada di bawah kekuasaan eksekutif. Kedudukan Pengadilan Pajak yang berada di bawah 2 atap dapat mengakibatkan tidak independennya kekuasaan kehakiman dalam memutus perkara Metode Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, maka metode yang digunakan adalah metode penelitian hukum yang bertujuan untuk mencari pemecahan atas isu hukum serta permasalahan yang timbul di dalamnya, sehingga hasil yang akan dicapai kemudian adalah memberikan preskripsi

14 14 mengenai apa yang seyogyanya atas isu yang diajukan. Peter M Marzuki dalam bukunya Penelitian Hukum, menyatakan bahwa penelitian hukum merupakan proses untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum, maupun doktrindoktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 10 Lebih lanjut dikatakan dalam melakukan penelitian hukum langkahlangkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: (1) Mengidentifikasikan fakta hukum dan mengeliminir hal-hal yang tidak relevan untuk menetapkan isu hukum yang hendak dipecahkan; (2) Pengumpulan bahan-bahan hukum dan sekiranya dipandang mempunyai relevansi juga bahan-bahan non hukum; (3) Melakukan telaah atas isu yang diajukan berdasarkan bahan-bahan yang telah dikumpulkan; (4) Menarik kesimpulan dalam bentuk argumentasi yang menjawab isu hukum; (5) Memberikan preskripsi berdasarkan argumentasi yang telah dibangun di dalam kesimpulan 11 Pendekatan masalah yang digunakan adalah pendekatan perundangundangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach), Pendekatan perundang-undangan (statute approach) mutlak diperlukan guna mengkaji lebih lanjut mengenai dasar hukum pembentukan pengadilan pajak dan independensi kekuasaan kehakiman. Oleh Karena itu, maka perlu dilakukan penganalisaan peraturan perundang-undangan melalui pendekatan perundangundangan yang menjadi dasar pembentukan tersebut. Dengan demikian, maka pendekatan perundang-undangan dimaksudkan untuk melakukan kajian dan analisis terhadap peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan sistem peradilan dan idependensi hakim pada hakim pengadilan pajak 10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2005, h Ibid, h.172.

15 15 Pendekatan konseptual (conceptual approach), digunakan untuk mengkaji dan menganalisis kerangka pikir atau kerangka konseptual maupun landasan teoritis sesuai dengan tujuan penelitian ini yakni mengkaji dasar normatif pembentukan pengadilan pajak berkaitan dengan sistem peradilan di Indonesia serta mengkaji dasar normatif independensi hakim. Oleh karena itu, maka perlu dikemukakan konsep-konsep dasar mengenai sistem peradilan di Indonesia menurut UUD 1945, serta independensi kekuasaan kehakiman menurut UU No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Bahan-bahan penelitian berupa bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Bahan hukum primer yang dimaksud dalam bentuk Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Undang Undang No.14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak,dan peraturan pelaksanaan lainnya. Bahan Hukum sekunder meliputi bahan-bahan yang mendukung bahan hukum primer seperti buku-buku teks, artikel dalam berbagai majalah dan jurnal ilmiah bidang hukum, dan sumber lainnya yang mendukung; Bahan hukum primer berupa perundang-undangan dikumpulkan dengan metode inventarisasi dan kategorisasi, Bahan hukum sekunder dikumpulkan dengan system kartu catatan (card system) baik dengan kartu ikhtisiar (memuat ringkasan tulisan sesuai aslinya, secara garis besar dan pokok gagasan yang memuat pendapat asli penulis); Kartu kutipan (digunakan untuk memuat catatan pokok permasalahan); serta kartu ulasan (berisi analisis dan catatan khusus penulis).

16 16 Bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder yang telah dikumpulkan (inventarisasi) kemudian dikelompokkan dan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan guna memperoleh gambaran sinkronisasi dari semua bahan hukum. Selanjutnya dilakukan sistimatisasi dan klasifikasi kemudian dikaji serta dibandingkan dengan teori dan prinsip hukum yang dikemukakan oleh para ahli, untuk akhirnya dianalisa secara normatif Sistematika Penulisan BAB I sebagai Bab Pendahuluan, didalamnya diuraikan teknis penyusunan tesis untuk memberikan gambaran secara garis besar mengenai latar belakang dan isi tesis ini. Sub bab di dalamnya meliputi uraian latarbelakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan. BAB II dibahas mengenai rumusan masalah yang pertama yaitu mengenai pengadilan pajak dalam sitem peradilan di Indonesia. Di Bab II ini akan di bahas tentang peradilan pajak, tugas dan wewenang pengadilan pajak menurut UU No. 14 tahun 2002 tentang pengadilan pajak, serta kedudukan pengadilan pajak dalam sistem peradilan di Indonesia. BAB III dibahas mengenai rumusan masalah yang kedua yaitu independensi hakim pengadilan pajak. Di Bab III ini dibahas mengenai kekuasaan kehakiman, independensi kehakiman, kedudukan hakim pengadilan pajak menurut UU No. 14 tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak dan menurut Undang-Undang

17 17 No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, serta masalah pembinaan dan pengawasan hakim pengadilan pajak. BAB IV, sebagai Bab Penutup, dalam sub-sub babnya disimpulkan pembahasan kedua masalah tesis ini dan sarannya sebagai pemecahan masalah, yang diharapkan dapat bermanfaat bagi pihak terkait.

INDEPENDENSI HAKIM DALAM SISTEM PERADILAN PAJAK DI INDONESIA

INDEPENDENSI HAKIM DALAM SISTEM PERADILAN PAJAK DI INDONESIA 29 INDEPENDENSI HAKIM DALAM SISTEM PERADILAN PAJAK DI INDONESIA Binsar Sitorus Direktorat Jendral Pajak Kantor Wilayah Surabaya binsar.sitorus@yahoo.com Abstract Tax court in Indonesia is the administration

Lebih terperinci

Pajak Kontemporer Peradilan Pajak

Pajak Kontemporer Peradilan Pajak Modul ke: Pajak Kontemporer Peradilan Pajak Fakultas Pasca Sarjana Dr.Harnovinsah M.Si,Ak,CA Program Studi Magister Akuntansi www.mercubuana.ac.id PENDAHULUAN Bagir Manan memberikan definisi sistem peradilan

Lebih terperinci

REPOSISI PENGADILAN PAJAK

REPOSISI PENGADILAN PAJAK REPOSISI PENGADILAN PAJAK Suripto Peneliti Pusat Kajian Kinerja Kelembagaan Lembaga Administrasi Negara ( e-mail : suripto3x@rocketmail.com atau rivto76@yahoo.co.id ) Dualisme Pengadilan Pajak memberikan

Lebih terperinci

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PENJELASAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara hukum.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan pemerintahan dapat dilihat pada Anggaran Pendapatan dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan negara yang penting dan strategis bagi negara. Penting dan strategisnya peran sektor perpajakan dalam penyelenggaraan

Lebih terperinci

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M.

Lex et Societatis, Vol. III/No. 7/Ags/2015. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M. PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK TERHADAP KEBERATAN WAJIB PAJAK 1 Oleh : Jenifer M. Worotikan 2 ABSTRAK Kewenangan memungut pajak di wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia saat ini dilaksanakan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. 1. dari swasta kepada sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. 1. dari swasta kepada sektor publik berdasarkan undang-undang yang dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang sangat potensial untuk pembiayaan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan, pertahanan dan pembangunan

Lebih terperinci

KEBERLAKUAN NORMATIF KETENTUAN PIDANA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK. Oleh:

KEBERLAKUAN NORMATIF KETENTUAN PIDANA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK. Oleh: KEBERLAKUAN NORMATIF KETENTUAN PIDANA UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2016 TENTANG PENGAMPUNAN PAJAK Oleh: Hernawan, Mihwar Anshari Fakultas Hukum Universitas Airlangga E-mail: nawan.djp@gmail.com, erwan.khan@gmail.com

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA

KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA KEDUDUKAN PENGADILAN PAJAK DALAM SISTEM PERADILAN DI INDONESIA dan Fakultas Hukum Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya Jalan Semolowaru Nomor 45, Surabaya 60118, Indonesia ABSTRAK Kedudukan Pengadilan

Lebih terperinci

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA

TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA TINJAUAN ATAS PENGADILAN PAJAK SEBAGAI LEMBAGA PERADILAN DI INDONESIA oleh Susi Zulvina email Susi_Sadeq @yahoo.com Widyaiswara STAN editor Ali Tafriji Biswan email al_tafz@stan.ac.id A b s t r a k Pemikiran/konsepsi

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG MASALAH

A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia adalah negara hukum. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang selanjutnya disebut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan.

BAB I PENDAHULUAN. Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Negara dan Konstitusi merupakan dua lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Menurut Sri Soemantri tidak ada satu negara pun yang tidak mempunyai konstitusi atau Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum

BAB I PENDAHULUAN. oleh pemikiran Immanuel Kant. Menurut Stahl, unsur-unsur negara hukum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum sebagaimana yang termaktub dalam UUD NRI 1945, yang bertujuan menciptakan kesejahteraan umum dan keadilan sosial. Gagasan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Penerimaan Pajak Diperkirakan Rp 604 Triliun, diunduh tanggal 30 Mei 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Penerimaan Pajak Diperkirakan Rp 604 Triliun,  diunduh tanggal 30 Mei 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Meningkatnya kebutuhan pembangunan untuk mencapai tujuan negara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah. Hukum merupakan penyeimbang masyarakat dalam berperilaku. Dimana terdapat sekelompok masyarakat maka dapat dipastikan di situ ada sebuah aturan atau hukum yang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini adalah penelitian normatif (dokcrinal research) yaitu penelitian hukum dengan mengkaji bahan-bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun bahan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB SATU PENDAHULUAN

BAB SATU PENDAHULUAN 1 BAB SATU PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam negara hukum, pembentukan undang-undang merupakan suatu bagian penting yang mendapat perhatian serius. Undang-undang dalam negara hukum berfungsi

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak,

BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK. semakin meningkat. Dalam upaya untuk mendapatkan dana dari pajak, BAB III GAMBARAN UMUM PENGADILAN PAJAK III.1 Sejarah Pengadilan Pajak Pada permulaan abad ke-20 (dua puluh), perdagangan di negeri jajahan Belanda yakni Hindia-Belanda semakin berkembang seiring dengan

Lebih terperinci

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945

KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 KEWEWENANGAN PRESIDEN DALAM BIDANG KEHAKIMAN SETELAH AMANDEMEN UUD 1945 Oleh : Masriyani ABSTRAK Sebelum amandemen UUD 1945 kewenangan Presiden selaku kepala Negara dan kepala pemerintahan Republik Indonesia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun yang. perolehan pajak bagi APBN dari tahun ke tahun.

BAB I PENDAHULUAN. Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahun yang. perolehan pajak bagi APBN dari tahun ke tahun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas Negara yang sangat potensial untuk pembiayaan penyelenggaraan kegiatan pemerintah, pertahanan dan pembangunan

Lebih terperinci

Peradilan Adminitrasi Pajak

Peradilan Adminitrasi Pajak Sesi 12 Peradilan Adminitrasi Pajak Peradilan Adminitrasi Pajak a. Peradilan adminitrasi murni dan tidak murni b. Kedudukan Pengadilan Pajak dalam sistem peradilan c. Pengertian Sengketa Peradilan Administrasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang

BAB I PENDAHULUAN. kehakiman diatur sangat terbatas dalam UUD Buku dalam pasal-pasal yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Reformasi Nasional tahun 1998 telah membuka peluang perubahan mendasar atas Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang disakralkan oleh pemerintah

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 84/PUU-XII/2014 Pembentukan Pengadilan Hubungan Industrial di Kabupaten/Kota I. PEMOHON Agus II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun

Lebih terperinci

TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.

TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121. TESIS KEWENANGAN PANITERA DALAM PENYELESAIAN ADMINISTRASI PERKARA PUTUSAN HAKIM PADA PENGADILAN NEGERI OLEH : MOENASIR N.P.M. 121.03.131 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA SURABAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perbankan merupakan lembaga keuangan yang sering muncul sengketa yang bersentuhan dengan hukum dalam menjalankan usahanya. Sengketa Perbankan bisa saja terjadi antar

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN Perkara Nomor 113/PUU-XII/2014 Keputusan Tata Usaha Negara yang Dikeluarkan atas Dasar Hasil Pemeriksaan Badan Peradilan Tidak Termasuk Pengertian Keputusan Tata Usaha Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai.

BAB I PENDAHULUAN. mudah pula kemajuan suatu bangsa tersebut tercapai. BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Majunya suatu Negara memiliki keterkaitan dengan kemajuan pendidikan yang ada pada suatu Negara tersebut. Pendidikan dapat mencetak suatu generasi yang berintelektual

Lebih terperinci

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN

PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN I. UMUM PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa Indonesia adalah negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan kekuasaan raja yang semakin absolut di Negara Perancis pada abad ke-18 (delapan belas), memunculkan gagasan dari para pakar hukum dan negarawan untuk melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun

BAB I PENDAHULUAN. peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kepolisian merupakan salah satu lembaga pemerintahan yang mempunyai peran penting dalam negara hukum. Karena dalam perspektif fungsi maupun lembaga polisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang didalamnya

BAB I PENDAHULUAN. Negara Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang didalamnya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang didalamnya terdapat berbagai ras, suku, dan budaya dengan bermacam-macam pekerjaan dan kegiatan usaha. Negara mempunyai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang. mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan perikatan yang lahir dari undang-undang yang mewajibkan seseorang yang telah memenuhi syarat yang ditentukan dalam undang-undang untuk membayar

Lebih terperinci

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam

Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam TUGAS AKHIR SEMESTER Mata Kuliah: Hukum tentang Lembaga Negara Dosen: Dr. Hernadi Affandi, S.H., LL.M Mengenal Mahkamah Agung Lebih Dalam Oleh: Nurul Hapsari Lubis 110110130307 Fakultas Hukum Universitas

Lebih terperinci

Positive. Personality. OLEH-OLEH DARI MEDAN hal. 4. Disiplin Tanpa Batas

Positive. Personality. OLEH-OLEH DARI MEDAN hal. 4. Disiplin Tanpa Batas Positive Personality J E M B A T A N R E F O R M A S I OLEH-OLEH DARI MEDAN hal. 4 Disiplin Tanpa Batas TC MEDIA EDISI 32 MARET 2011 1 action Oleh-oleh dari Seminar di Medan Hari Rabu tanggal 9 Maret

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam

BAB I PENDAHULUAN. Mahkamah Konstitusi yang selanjutnya disebut MK adalah lembaga tinggi negara dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada mulanya terdapat tiga alternatif lembaga yang digagas untuk diberi kewenangan melakukan pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK (ATURAN DAN PELAKSANAANNYA) Oleh : Rizal Muchtasar 1. Intisari

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK (ATURAN DAN PELAKSANAANNYA) Oleh : Rizal Muchtasar 1. Intisari PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK (ATURAN DAN PELAKSANAANNYA) Oleh : Rizal Muchtasar 1 Intisari Pajak merupakan salah satu sumber pemasukan kas negara yang digunakan untuk pembangunan

Lebih terperinci

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

*14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright (C) 2000 BPHN UU 4/2004, KEKUASAAN KEHAKIMAN *14671 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA (UU) NOMOR 4 TAHUN 2004 (4/2004) TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

PERLINDUNGAN HUKUM WAJIB PAJAK ATAS PUTUSAN BANDING PPh BADAN YANG DIAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI S K R I P S I

PERLINDUNGAN HUKUM WAJIB PAJAK ATAS PUTUSAN BANDING PPh BADAN YANG DIAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI S K R I P S I PERLINDUNGAN HUKUM WAJIB PAJAK ATAS PUTUSAN BANDING PPh BADAN YANG DIAJUKAN PENINJAUAN KEMBALI S K R I P S I Diajukan Oleh : BENNY LIMANTO NIM : 02112065 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NAROTAMA S U R A B A

Lebih terperinci

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI

TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI TINJAUAN YURIDIS KEWENANGAN KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI SEBAGAI KOMISI NEGARA DALAM PENYIDIKAN ABSTRAKSI ANAK AGUNG PUTU WIWIK SUGIANTARI Fakultas Hukum Universitas 45 Mataram Komisi Pemberantasan Korupsi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011:

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. membuat UU. Sehubungan dengan judicial review, Maruarar Siahaan (2011: 34 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Judicial Review Kewenangan Judicial review diberikan kepada lembaga yudikatif sebagai kontrol bagi kekuasaan legislatif dan eksekutif yang berfungsi membuat UU. Sehubungan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak

BAB I PENDAHULUAN. Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perlindungan hukum bagi konsumen 1 bertujuan untuk melindungi hak-hak konsumen yang seharusnya dimiliki dan diakui oleh pelaku usaha 2. Oleh karena itu, akhirnya naskah

Lebih terperinci

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN

BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN BAB II KOMISI YUDISIAL, MAHKAMAH KONSTITUSI, PENGAWASAN A. Komisi Yudisial Komisi Yudisial merupakan lembaga tinggi negara yang bersifat independen. Lembaga ini banyak berkaitan dengan struktur yudikatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan bidang ekonomi harus diarahkan kepada terwujudnya kesejahteraan rakyat berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proklamasi kemerdekaan adalah buah perjuangan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia dalam kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai

Lebih terperinci

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman.

SKRIPSI. Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Salah Satu Persyaratan Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Hukum. Oleh : Nama : Adri Suwirman. ANALISIS PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 006/PUU-IV TAHUN 2006 TERHADAP UNDANG-UNDANG NOMOR 27 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI KEBENARAN DAN REKONSILIASI SKRIPSI Diajukan Guna Memenuhi Sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (the independent of judiciary). Independensi peradilan mengandung

BAB I PENDAHULUAN. (the independent of judiciary). Independensi peradilan mengandung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Lembaga peradilan merupakan penjelmaan dari kekuasaan yudikatif (kekuasaan kehakiman) yaitu kekuasaan yang diberikan oleh UUD 45 untuk menjalankan proses

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah normatif, yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka, dapat dinamakan penelitian hukum normatif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam

BAB I PENDAHULUAN. penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pengajuan permohonan perkara praperadilan tentang tidak sahnya penetapan status tersangka, bukanlah perkara yang dapat diajukan dalam sidang praperadilan sebagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Amandemen ketiga Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan negara Indonesia adalah negara hukum 1, hal tersebut dapat diartikan bahwa

Lebih terperinci

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO

PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO PENGATURAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BERDASARKAN UU NO.14 TAHUN 2002 TENTANG PENGADILAN PAJAK DENGAN UU NO.28 TAHUN 2007 TENTANG KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN Oleh : BUDI FERIYANTO ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah

BAB I PENDAHULUAN. konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah Tanah adalah bagian dari bumi oleh sebab itu tanah dikuasai oleh negara, konsep dikuasai oleh negara artinya negara mengatur, dalam hal ini negaralah yang mempunyai

Lebih terperinci

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus RINGKASAN PERBAIKAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2004 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA: ATURAN DAN PELAKSANAANNYA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK

PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA: ATURAN DAN PELAKSANAANNYA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK MAKALAH PENGADILAN PAJAK DI INDONESIA: ATURAN DAN PELAKSANAANNYA SEBAGAI SOLUSI SENGKETA PAJAK Disusun oleh RIZKY ARGAMA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIA Jakarta, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG UPAYA HUKUM KEBERATAN DALAM PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK 2.1. Tinjauan Umum tentang Upaya Hukum Keberatan dalam Penyelesaian Sengketa Pajak 2.1.1. Dasar Hukum Upaya Keberatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma)

BAB I PENDAHULUAN. Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) 8 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak pada mulanya merupakan suatu upeti (pemberian secara cumacuma) namun sifatnya merupakan suatu kewajiban yang dapat dipaksakan yang harus dilaksanakan oleh rakyat

Lebih terperinci

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan

Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Tugas dan Fungsi MPR Serta Hubungan Antar Lembaga Negara Dalam Sistem Ketatanegaraan Oleh: Dr. (HC) AM. Fatwa Wakil Ketua MPR RI Kekuasaan Penyelenggaraan Negara Dalam rangka pembahasan tentang organisisasi

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet.

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA BAB I PENDAHULUAN. berbasiskan internet yaitu pelaksanaan lelang melalui internet. 11 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pesatnya perkembangan teknologi informasi membawa perubahan pada berbagai sisi kehidupan. Dengan teknologi informasi yang berkembang saat ini, maka memudahkan

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2)

BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) BAHAN KULIAH SISTEM HUKUM INDONESIA MATCH DAY 13 PENEGAKAN HUKUM (BAGIAN 2) B. Lembaga/Pihak Dalam Penegakan Hukum Lembaga atau pihak apa saja yang terkait dengan upaya penegakan hukum? dan apa tugas dan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA

KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA KEDUDUKAN KOMISI NASIONAL HAK ASASI MANUSIA SEBAGAI LEMBAGA NEGARA INDEPENDEN DALAM SISTEM KETATANEGARAAN INDONESIA Oleh: Luh Gede Mega Karisma I Gde Putra Ariana Bagian Hukum Tata Negara Fakultas Hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah Negara Hukum, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 Ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 19945. Salah satu prinsip penting

Lebih terperinci

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya,

Meskipun hakim dalam melaksanakan tugasnya terlepas dari pengaruh serta rekomendasi pihak manapun juga, tetapi dalam melaksanakan tugas pekerjaanya, digilib.uns.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Di dalam persidangan perkara pidana saling berhadapan antara penuntut umum yang mewakili Negara untuk melakukan penuntutan, berhadapan dengan

Lebih terperinci

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O

UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O UU & Lembaga Pengurus Tipikor L/O/G/O Politik Nasional Indonesia Indonesia merupakan negara republik presidensil yang multipartai demokratis Politik nasional merupakan kebijakan menggunakan potensi nasional

Lebih terperinci

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN

KEKUA U SAAN N KEHAKIMAN KEKUASAAN KEHAKIMAN SEJARAH: UU Nomor 13 Tahun 1964 tentang Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman UU Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan UU

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

commit to user BAB I PENDAHULUAN

commit to user BAB I PENDAHULUAN 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Negara Indonesia merupakan Negara hukum, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 amandemen ke IV yang

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL www.bpkp.go.id UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di. pengganti undang-undang (Perppu). Peraturan Pemerintah Pengganti

BAB I PENDAHULUAN. pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di. pengganti undang-undang (Perppu). Peraturan Pemerintah Pengganti BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini hendak membahas eksistensi peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) dalam konstitusi di Indonesia serta tolok ukur dalam pembentukan

Lebih terperinci

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN

BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN BAB III PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NO. 718 K/AG/2012 TENTANG BIAYA KEHIDUPAN (NAFKAH) BAGI BEKAS ISTRI YANG DIBERIKAN OLEH SUAMI PASCA PERCERAIAN A. Mahkamah Agung dalam Sistem Peradilan Agama di Indonesia

Lebih terperinci

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani *

INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * INDEPENDENSI OJK TERUSIK? Oleh: Wiwin Sri Rahyani * Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedikit mulai terusik dengan adanya pengajuan uji materiil Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal

BAB I PENDAHULUAN. konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memberikan jaminan secara konstitusional terhadap prinsip kedaulatan rakyat. Hal ini dinyatakan dalam Pasal 1 Ayat (2) Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di

BAB I PENDAHULUAN. Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hakim adalah aktor utama penegakan hukum (law enforcement) di pengadilan yang mempunyai peran lebih apabila dibandingkan dengan jaksa, pengacara, dan panitera. Pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh

BAB I PENDAHULUAN. Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut. untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk hukum, terutama undang-undang, keberadaannya dituntut untuk dinamis terhadap kebutuhan hukum yang diperlukan oleh masyarakat, sehingga tidak jarang apabila sebuah

Lebih terperinci

PEMBUKTIAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI PENGADILAN PAJAK (STUDI KASUS PT TECTONIA GRANDIS)

PEMBUKTIAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI PENGADILAN PAJAK (STUDI KASUS PT TECTONIA GRANDIS) PEMBUKTIAN PENYELESAIAN SENGKETA PAJAK DI PENGADILAN PAJAK (STUDI KASUS PT TECTONIA GRANDIS) PERMASALAHAN : LATAR BELAKANG DAN RUMUSAN Konstitusi Negara Republik Indonesia pada khususnya pasca amandemen

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 18 TAHUN 2011 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2004 TENTANG KOMISI YUDISIAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir

BAB I PENDAHULUAN. bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dengan lahirnya konsep Negara kesejahteraan yang mana Negara bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat yang dianut hampir diseluruh dunia saat ini termasuk

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian agar dapat dipercaya kebenarannya, harus disusun dengan menggunakan metode yang tepat. Sebuah penelitian, untuk memperoleh data yang akurat dan valid diperlukan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu 1 BAB III METODE PENELITIAN Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan Know-how dalam ilmu hukum, bukan sekedar know-about. Sebagai kegiatan Know-how, Penelitian hukum dilakukan untuk memecahkan isu hukum

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan hukum juga berfungsi untuk kesejahteraan hidup manusia. perjuangan manusia dalam konteks mencari kebahagiaan hidup.

BAB I PENDAHULUAN. dan keadilan hukum juga berfungsi untuk kesejahteraan hidup manusia. perjuangan manusia dalam konteks mencari kebahagiaan hidup. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara yang berdasarkankan atas hukum dan tidak didasarkan atas kekuasaan. Hukum harus dijadikan panglima dalam menjalankan roda kehidupan berbangsa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab

BAB III METODE PENELITIAN. menggali, mengelola dan merumuskan bahan-bahan hukum dalam menjawab BAB III METODE PENELITIAN A. METODE PENELITIAN Metode dalam sebuah penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan disiplin ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu hukum yang berusaha mengungkapkan

Lebih terperinci

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah

BAB I Pendahuluan. A. Latar belakang Masalah BAB I Pendahuluan A. Latar belakang Masalah Indonesia merupakan negara hukum sesuai dengan yang tercantum dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik indonesia Tahun 1945 yang menyatakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law)

BAB I PENDAHULUAN. disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, atau disingkat UUD RI Tahun 1945, adalah hukum dasar tertulis (basic law) dan merupakan konstitusi bagi pemerintahan

Lebih terperinci

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka

RINGKASAN. Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi. Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka RINGKASAN Disertasi ini mengangkat tema sentral yakni Perlindungan Hukum Bagi Wajib Pajak Atas Penggunaan Wewenang Pemerintah Dalam Rangka Pengawasan Pajak. Tema ini dilatarbelakangi oleh terungkapnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara

BAB I PENDAHULUAN. perseorangan, dan kepentingan masyarakat demi mencapai tujuan dari Negara 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Negara Republik Indonesia adalah negara hukum yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar hukum dan untuk mewujudkan kehidupan tata negara yang adil bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Hasil pembayaran

BAB I PENDAHULUAN. Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Hasil pembayaran BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Pajak merupakan sumber utama pendapatan negara. Hasil pembayaran pajak digunakan untuk membiayai kegiatan pemerintahan atau negara, misalnya untuk pembangunan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini

BAB I PENDAHULUAN. peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peradilan Tata Usaha Negara (selanjutnya disebut PTUN) bukan sistem peradilan yang baru ada, melainkan sudah lama ada di Indonesia. Peradilan ini ditopang dengan dasar

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 48 TAHUN 2009 TENTANG KEKUASAAN KEHAKIMAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kekuasaan kehakiman menurut Undang-Undang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Suatu penelitian memiliki arti ilmiah apabila menggunakan metodologi yang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang akan dicapai. Metode penelitian merupakan bagian yang terpenting

Lebih terperinci

terhadap penelitian normatif (penelitian yuridis normatif), maka penting sekali

terhadap penelitian normatif (penelitian yuridis normatif), maka penting sekali BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Sebagai ilmu normatif, ilmu hukum memiliki cara kerja yang khas sui generis. 73 Penelitian ini merupakan penelitian hukum (penelitian yuridis) yang memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia

BAB I PENDAHULUAN. Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Berawal dari sebuah adegan di film Arwah Goyang Karawang, Julia Perez (Jupe) harus masuk ke dalam jeruji besi. Kala itu, Dewi Persik (Depe) dan Jupe harus melakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan

BAB I PENDAHULUAN. Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pasal 47 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi yang berbunyi Putusan Mahkamah Konstitusi memperoleh kekuatan hukum tetap sejak selesai diucapkan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2

KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2 KEDUDUKAN PRESIDEN DALAM MEMBERIKAN GRASI 1 Oleh : Rezha Donald Makawimbang 2 A B S T R A K Permohonan Grasi diajukan oleh yang dihukum bersalah kepada Kepala Negara atau Presiden yang mempunyai hak prerogatif.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan Nasional merupakan upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus

RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus RINGKASAN PERMOHONAN PERKARA Nomor 5/PUU-XIII/2015 Pengecualian Pembina dalam Menerima Gaji, Upah, atau Honorarium Pengurus I. PEMOHON Dahlan Pido II. OBJEK PERMOHONAN Pengujian Materiil Undang-Undang

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang

III. METODE PENELITIAN. hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang III. METODE PENELITIAN Penelitian Hukum adalah suatu proses untuk menemukan aturan hukum, prinsipprinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi. 30 A. Pendekatan Masalah

Lebih terperinci

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006

Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006 RESUME PERMOHONAN PERKARA Nomor 005/PUU-IV/2006 Perbaikan Tgl. 29 Maret 2006 I. PARA PIHAK YANG TERKAIT DALAM POKOK PERKARA PEMOHON : Prof Dr. Paulus Effendi Lotulung, SH dkk KUASA HUKUM : Prof. Dr. Indrianto

Lebih terperinci