STUDI EFEKTIVITAS BUBU LIPAT MODIFIKASI PINTU ATAS DAN PINTU SAMPING DENGAN JENIS UMPAN KANIKIL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "STUDI EFEKTIVITAS BUBU LIPAT MODIFIKASI PINTU ATAS DAN PINTU SAMPING DENGAN JENIS UMPAN KANIKIL"

Transkripsi

1 STUDI EFEKTIVITAS BUBU LIPAT MODIFIKASI PINTU ATAS DAN PINTU SAMPING DENGAN JENIS UMPAN KANIKIL (Chiton sp.) PADA PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PALABUHAN RATU, JAWA BARAT DIKI PATRA PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

2 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Studi Efektivitas Bubu Lipat Modifikasi Pintu Atas dan Pintu Samping dengan Jenis Umpan Kanikil (Chiton sp.) pada Penangkapan Lobster (Panulirus spp.) di Palabuhanratu, Jawa Barat dalah karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun. Kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2012 Diki Patra C

3 ABSTRAK DIKI PATRA, C Studi Efektivitas Bubu Lipat Modifikasi Pintu Atas dan Pintu Samping dengan Jenis Umpan Kanikil (Chiton sp) pada Penangkapan Lobster (Panulirus spp.) di Palabuhanratu, Jawa Barat. Dibimbing oleh ZULKARNAIN dan M FEDI A SONDITA. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bubu lipat modifikasi dan penggunaan umpan kanikil pada penangkapan lobster. Penelitian ini menggunakan metode uji coba penangkapan (experimental fishing), desain penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor yaitu digunakan 3 jenis bubu lipat 2 jenis umpan dengan jumlah ulangan sebanyak 24 trip penangkapan. Faktor jenis bubu lipat terdiri dari bubu lipat rajungan sebagai bubu lipat standar (S), bubu lipat modifikasi pintu samping satu pintu (PS), dan bubu lipat modifikasi pintu atas satu pintu (PA). Faktor jenis umpan terdiri dari umpan ikan tembang (Sardinella fimbriata) sebagai umpan standar dan kanikil (chiton sp) sebagai umpan alternatif. Hasil tangkapan terdiri dari hasil tangkapan utama yaitu spiny lobster (Panulirus spp.) dan hasil tangkapan samping (bycatch). Komposisi hasil tangkapan secara total didominasi oleh hasil tangkapan sampingan yaitu sekitar 61,11 %, hasil tangkapan utama sebesar 38,89 %. Hasil tangkapan sampingan adalah krustasea (rajungan) 34 ekor (26,89%), kelompok moluska (sotong-sepia sp.) 34 ekor (26,89%), kelompok ikan (kerapu - Epinephelus coioides) 2 ekor (1,59%), singreng (Canthigaster sp) 2 ekor (2,4%) kelompok keong (keong macan- Babilonia Spirata) 2 ekor (1,59%). Hasil tangkapan utama adalah lobster yang terdiri terdiri dari 3 spesies yang didominasi oleh lobster hijau pasir (Panulirus homarus) 47 ekor (37,30%), lobster hijau (Panulirus versicolor) 1 ekor (0.83%) dan lobster mutiara (Panulirus ornatus) 1 ekor (0,83%). Perbandingan hasil tangkapan dari kedua jenis umpan memiliki nilai yang tidak berbeda nyata dengan taraf nyata 5 %. Sedangkan dari tiga jenis bubu standar lebih baik dari bubu lipat pintu samping, dan bubu lipat pintu samping sama dengan bubu lipat pintu atas (S > PS = PA). Kata kunci: bubu lipat rajungan, bubu lipat modifikasi, lobster, kanikil.

4 ABSTRACT DIKI PATRA, C The Study Effectiveness of Modification one funnel on top collapsible pot and one funnel aside collapsible pot with Type Kanikil (Chiton sp) Bite on Lobsters (Panulirus spp.) Catches in Palabuhanratu,, Jawa Barat. Mentored by ZULKARNAIN and M. FEDI A SONDITA. The purpose of this research are to find out the effectiveness the modified of collapsible pot and the use of chiton on catching lobsters. This research is used by the experimental fishing method. Design research using the Completely Randomize Design with two factors. The factors is 3 collapsible pot type and 2 type of bait with the number of catching repeats as much as 24 trip. Factors of collapsible pot consists of the swimming crab pots as the standar of collapsible pot (S) and two modified of collapsible pots. The modification is the pot that have one funnel on aside (PS) and the pot that have one funnel on top (PA). The bait factors consists of bait fish Fringescale sardinella (Sardinella fimbriata) as standard bait and worm (Chiton sp) as an alternative bait. The catch is consist of the main target catches is that the spiny lobster (Panulirus spp.) and (by-catch). The totally composition of catches dominated by (by-catch) about 61,11 %, and target catches about 38,89 %. By catch are the swimming crabs about 34 (26,89 %), cuttlefish (Sepia sp.) about 34 (26,89 %), fish about 2 (1,59 %). The main target catches of 3 type is dominated by spiny lobsters (Panulirus homarus) about 40 (37.30 %), one painted rock lobster (Panulirus versicolor) (0.83%), and one ornate rock lobster (Panulirus ornatus) (0.83%). Comparison of two types of catches bait has a value that is not significantly different (α = 5 %). Between three kinds of pots, catches standar collapsible pot better than one funnel aside collapsible pot, and one funnel aside collapsible pot same with one funnel on top collapsible pot (S > PS = PA). Key Words: Swimming crab collapsible pots (Standars), modification pot, lobster, Kanikil.

5 Hak Cipta IPB, Tahun 2012 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan tersebut hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

6 STUDI EFEKTIVITAS BUBU LIPAT MODIFIKASI PINTU ATAS DAN PINTU SAMPING DENGAN JENIS UMPAN KANIKIL (Chiton sp.) PADA PENANGKAPAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PALABUHAN RATU, JAWA BARAT DIKI PATRA Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012

7 Judul Skripsi Nama NIM Program Studi : Studi Efektivitas Bubu Lipat Modifikasi Pintu Atas dan Pintu Samping dengan Jenis Umpan Kanikil (Chiton sp) pada Penangkapan Lobster Panulirus spp. di Palabuhanratu, Jawa Barat : Diki Patra : C : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap Disetujui: Komisi Pembimbing Ketua, Anggota, Dr. Ir. Zulkarnain, M.Si. NIP Dr. Ir. M.Fedi A Sondita, M.Sc. NIP Diketahui: Ketua Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc. NIP Tanggal ujian: 10 September 2012 Tanggal lulus :

8 PRAKATA Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilakukan pada bulan Agustus 2011 ini adalah Studi Efektivitas Bubu Lipat Modifikasi Pintu Atas dan Pintu Samping dengan Jenis Umpan Kanikil (Chiton sp) pada Penangkapan Lobster (Panulirus spp.) di Palabuhanratu, Jawa Barat Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: 1) Dr. Ir. Zulkarnain, M.Si. dan Dr. Ir. M. Fedi A Sondita, M.Sc. selaku pembimbing yang telah memberikan bantuan, saran dan bimbingannya selama penulisan skripsi ini, Dr. Ir. Moh. Imron, M.Si. selaku ketua komisi pendidikan dan Dr. Roza Yusfiandayani, S.pi, sebagai penguji dalam sidang, saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya; 2) Kedua orang tua yang selalu memberikan doa, dukungan, dan memberikan semangat. Kakak-kakak saya Adi Satria, Budi Setiawan, Candra Wijaya yang selalu memberikan dukungan dan arahan. 3) Teman-teman Asrama Sylvapinus IPB angkatan 44, Apriansyori Barus, Eno sumarno, Fandi Ahmad, Sugianto, dan lain-lain. Keluarga Departemen PSP dan IPB yang telah memberikan dukungan 4) Teman-teman PSP 44, Muklish, Baginda, Erul, Sudi, Leo, Harits dan lain-lain. Keluarga Departemen PSP dan IPB yang telah memberikan dukungan dan bantuannya; 5) Bapak Bambang Suparna (Pak MB) dan keluarga, Bapak Wawan (Pak Akew), Ibu RT dan semua warga Sanggrawayang yang telah membantu dalam pelaksanaan penelitian; 6) Pihak terkait yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Bogor, September 2012 Diki Patra

9 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kecamatan Sungai lilin, Muba, Sumatera Selatan pada tanggal 02 September 1988 dari Bapak Amir Hamzah dan Ibu Zanuriah. Penulis merupakan anak ke empat dari enam bersaudara, dengan lima saudara laki-laki dan satu saudara perempuan. Penulis lulus dari SMA Negeri 2 Sekayu pada tahun 2007 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama kuliah di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, penulis aktif dalam berapa organisasi kemahasiswaan seperti Asrama Sylvasari IPB sebagai kepala Departemen Hubungan Masyarakat pada tahun ajaran 2007/2008, Himpunan Mahasiswa Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (HIMAFARIN) sebagai staf Departemen Informasi dan Komunikasi pada tahun ajaran 2008/2009 dan Forum Komunitas Muslim (FKM-C) sebagai staf Human Resource Development (HRD) pada tahun ajaran 2008/2009 Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan, penulis melakukan penelitian dengan judul Studi Efektivitas Bubu Lipat Modifikasi Pintu Atas dan Pintu Samping dengan Jenis Umpan Kanikil (chiton sp) pada Penangkapan Lobster (panulirus spp.) di Palabuhanratu, Jawa Barat

10 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... x DAFTAR TABEL... xii DAFTAR GAMBAR... xiv DAFTAR LAMPIRAN... xv 1 PENDAHULUAN Latar belakang Tujuan Manfaat TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Udang Barong (Spiny Lobster) Klasifikasi dan morfologi Daur hidup dan habitat spiny lobster Tingkah laku dan cara mencari makan Unit Penangkapan Bubu Alat tangkap Nelayan Kapal Metode pengoperasian Umpan Deskripsi ikan tembang (Sardinella fimbriatta) Deskripsi kanikil (Chiton sp) Rancangan Acak Lengkap METODOLOGI Waktu dan tempat Alat dan bahan Metode penelitian Analisis data KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Nelayan Armada penangkapan Alat tangkap Produksi perikanan... 36

11 4.2 Keadaan Umum PPN Palabuhanratu Nelayan Armada penangkapan Alat tangkap Produksi perikanan Keadaan Umum Lokasi Penelitian HASIL Komposisi hasil tangkapan total selama penelitian Komposisi hasil tangkapan total jumlah (ekor) per bubu Komposisi hasil tangkapan jumlah (ekor) berdasarkan desain bubu Komposisi hasil tangkapan berat (gram) berdasarkan desain bubu Komposisi hasil tangkapan jumlah (ekor) berdasarkan jenis umpan Pengaruh Desain Bubu dan Jenis Umpan terhadap hasil tangkapan jumlah (ekor), berat (gram) total hasil tangkapan per trip Proses analisis data Uji kenormalan Hasil analisis faktorial Uji lanjut (duncan) Pengaruh Desain Bubu dan Jenis Umpan terhadap hasil tangkapan jumlah (ekor), berat (gram) lobster hasil tangkapan per trip Proses analisis data Uji kenormalan Hasil analisis faktorial Uji lanjut (duncan) Perubahan Kadar Protein dan Lemak Umpan PEMBAHASAN Bubu Lipat Modifikasi dan Bubu Lipat Standar Umpan Kanikil (Chiton sp) dan Umpan Standar Ikan Tembang (Sardinella fimbriatta) KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN... 68

12 DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi kimia ikan tembang (Sardinella fimbriata) per 100 g Alat dan bahan penelitian utama Spesifikasi Alat tangkap bubu penelitian Kegunaan bagian alat tangkap bubu penelitian Rancangan percobaan yang diterapkan dalam penelitian Rancangan percobaan per trip untuk setiap jenis bubu dan umpan Urutan dan penempatan Bubu pada Tali Utama Struktur data Struktur tabel sidik ragam Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi tahun Jumlah nelayan perikanan tangkap tahun di kabupaten Sukabumi Jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Sukabumi tahun Alat tangkap yang beroperasi di Kabupaten Sukabumi tahun Perkembangan volume dan nilai produksi ikan Kabupaten Sukabumi tahun Jumlah nelayan PPN Pelabuhanratu tahun Jumlah rumah tangga perikanan (nelayan dan buruh) Desa-desa pantai kegiatan penangkapan ikan pada kawasan perikanan tangkap Jumlah armada penangkapan ikan PPN Pelabuhanratu tahun Perkembangan alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun Nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Produksi perikanan tangkap khusus di laut per jenis ikan pada tahun Komposisi hasil Tangkapan Total Hasil tangkapan berdasarkan Jumlah bubu Komposisi hasil tangkapan berdasarkan desain bubu Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan... 48

13 26 Hasil Tangkapan Total per trip untuk setiap jenis umpan dan jenis bubu Analisis ragam desain bubu dan umpan terhadap hasil tangkapan total Uji lanjut desain bubu Hasil Tangkapan lobster per trip untuk setiap jenis umpan dan jenis bubu Uji Kruskal-wallis untuk desain bubu dan jenis umpan pada total hasil tangkapan lobster Pasangan perbandingan... 58

14 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Morfologi spiny lobster Bagian kepala panulirus homarus dan panulirus versicolor Konstruksi bubu lipat Ikan tembang atau Sardinella fimbriatta Illustrasi morfologi Kanikil (Chiton sp.) llustrasi morfologi Kanikil (Chiton sp.) Langkah perhitungan dengan minitab Langkah perhitungan dengan minitab Lokasi Penelitian Konstruksi bubu lipat rajungan sebagai bubu lipat standar Bubu lipat rajungan (bubu standar) Bubu lipat pintu samping Bubu lipat pintu atas Kanikil (Chiton sp.) di lokasi penelitian Rangkain bubu saat operasi Pengukuran panjang karapas, lebar karapas hasil tangkapan Komposisi hasil tangkapantotal (ekor) Komposisi hasil tangkapantotal (gram) Hasil Tangkapan lobster berdasarkan Panjang karapas Rata-rata Hasil Tangkapan jumlah (ekor) antara lobster dan bycatch Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan Rata-rata hasil tangkapan Jumlah (ekor) antara lobster dan Bycatch Rata-rata Jumlah tangkapan total per trip desain bubu lipat dengan jenis umpan Rata-rata berat tangkapan total per trip desain bubu lipat dengan jenis umpan Rata-rata jumlah tangkapan lobster per trip desain bubu lipat dengan jenis umpan Rata-rata berat tangkapan lobster desain bubu lipat dengan jenis umpan... 56

15

16 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Tabel lapang pengambilan data Data Sheet hasil tangkapan Hasil tangkapan total per trip berdasarkan desain bubu dan umpan Hasil tangkapan lobster per trip berdasarkan desain bubu dan umpan Analisis data Rangkaian bubu saat operasi Dokumentasi kegiatan penelitian Foto hasil tangkapanspiny lobster

17

18 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lobster atau spiny lobster (Panulirus spp.) atau udang barong atau udang karang adalah salah satu jenis hasil laut yang bernilai tinggi dalam perdagangan produk perikanan, baik di tingkat lokal maupun internasional. Harga lobster (lokal) umumnya sangat tinggi dengan variasi yang sangat ditentukan oleh jenis dan ukuran lobster. Nilai jual lobster yang tinggi biasanya berlaku untuk lobster yang berkualitas tinggi, seperti lobster dalam keadaan hidup dan anggota tubuhnya masih lengkap, belum ada yang putus atau rusak. Tingginya nilai ekonomi lobster inilah yang menjadi pendorong nelayan untuk menangkapnya karena walaupun jumlah yang ditangkap sedikit namun berkualitas maka nelayan mendapatkan penghasilan yang tinggi (Zulkarnain et al. 2011). Kegiatan penangkapan lobster sudah dilakukan sejak dahulu secara tradisional menggunakan teknologi yang sederhana dalam usaha berskala kecil. Jenis alat yang umum digunakan untuk menangkap lobster adalah jaring insang dasar (bottom gillnet) dan krendet, sejenis perangkap yang terbuat dari jaring (hoopnet) serta bubu (traps). Dua jenis alat pertama menangkap lobster dengan metode membelit atau memuntal tubuh atau anggota badan lobster (entangling) sedangkan bubu menangkap lobster dengan metode entrapment dimana seluruh tubuh akan berada di dalam perangkap. Berbagai bentuk bubu dengan bahan yang berbeda dapat dibuat untuk menangkap berbagai jenis ikan dan krustasea (Subani dan Barus, 1989). Cara menangkap lobster dengan membelit atau memuntal memiliki kelemahan, yaitu rusaknya atau hilangnya anggota tubuh lobster sehingga harga lobster menjadi lebih rendah (Zulkarnain et al. 2011). Sebaliknya, cara menangkap lobster dengan bubu memberikan keuntungan karena lobster tertangkap hidup dan keutuhan tubuhnya dapat dijaga sehingga harganya cenderung tinggi karena dianggap lebih berkualitas. Konstruksi bubu umumnya dirancang terdiri atas rangka (frame), badan (body) dan pintu masuk (inlet). Ada bubu yang dilengkapi dengan pintu untuk mengambil hasil tangkapan dan kantung tempat menyimpan umpan. Bentuk bubu

19 2 dapat berbeda di antara nelayan yang berbeda lokasinya atau negara (Martasuganda 2003). Bubu juga ada yang dapat dilipat atau disebut bubu lipat (collapsable trap). Bubu ini lebih disukai nelayan dan cocok untuk dioperasikan pada berbagai tipe dasar perairan dan kedalaman, serta tidak mahal namun kuat. Bubu ini biasanya dioperasikan dengan biaya yang tidak mahal. Selain itu, ikan yang tertangkap bubu ini biasanya dalam keadaan hidup sehingga nelayan mendapat kesempatan untuk memilih, misalnya jika ukurannya terlalu kecil untuk dijual (under sized) maka dapat dilepaskan kembali dalam keadaan hidup (Krouse 1989; Miller 1990). Desa Kertajaya di pesisir pantai sebelah timur teluk Palabuhanratu memiliki karakteristik pantai berupa batu karang besar (rock) dan substrat dasar perairan lumpur dan berkarang. Perairan seperti ini merupakan habitat yang baik untuk lobster. Adanya lobster di habitat seperti ini ditandai oleh adanya aktivitas nelayan yang menangkap lobster di perairan tersebut. Nelayan di daerah ini biasa menangkap lobster secara langsung dengan menyelam atau menggunakan jaring insang dasar (bottom gillnet). Agar lobster tertarik untuk masuk ke dalam bubu, nelayan biasanya menempatkan umpan. Salah satu jenis hewan yang dapat dijadkan umpan lobster adalah kanikil (Chiton), namun nelayan desa Kertajaya belum pernah menggunakannya sebagai umpan ketika menangkap lobster. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyudi et al. (2010) menyimpulkan bahwa penggunaan kanikil meningkatkan efektivitas jaring krendet yang digunakan untuk menangkap lobster. Selain umpan, pintu masuk bubu (inlet) merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan besarnya hasil tangkap. Bubu lipat diduga akan lebih efektif jika memiliki pintu masuk di samping dan di atas. Bubu tersebut berbeda dari bubu lipat standar yang memiliki pintu jebakan pada mulut bubu berbentuk kisikisi (Zulkarnain et al. 2011). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh (Thomas, 1973 dalam Zulkarnain (2011) menyimpulkan bahwa bubu lipat dengan satu pintu ditujukan untuk mengoptimalkan penggunaan ruang pada bubu sehingga luas dengan tujuan agar dapat menampung lebih banyak hasil tangkapan.

20 3 Kedua hal tersebut merupakan alasan untuk melakukan penelitian yang menguji pengaruh umpan dan posisi pintu masuk terhadap hasil tangkapan lobster. Secara khusus, penelitian ini akan menguji efektivitas kanikil (Chiton sp.) untuk menangkap lobster. Penelitian ini dilaksanakan dengan membandingkan kinerja bubu lipat modifikasi terhadap bubu lipat berpintu di samping dan pintu atas membandingkan efektivitas kanikil terhadap ikan tembang sebagai umpan untuk menangkap lobster. 1.2 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan membandingkan: (1) Efektivitas bubu lipat modifikasi pintu samping dan pintu atas terhadap bubu lipat rajungan (bubu standar) dalam penangkapan lobster (Panulirus spp.) (2) Efektivitas umpan kanikil (Chiton sp) terhadap umpan standar ikan tembang (Sardinella fimbriatta) dalam penangkapan lobster (Panulirus spp.) 1.3 Manfaat Penelitian Dari penelitian diperoleh informasi tentang jenis bubu lipat yang paling efektif dan jenis umpan yang paling baik untuk menangkap lobster (Panulirus spp.)

21 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Udang Barong (Spiny Lobster) Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi udang barong atau spiny lobster menurut Burukovskii (1974) diacu dalam Lesmana (2006) adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Class : Crustacea Sub Class : Malacostraca Ordo : Decapoda Sub Ordo : Reptantia Seksi : Palinura Famili : Palinuridae Genus : Panulirus Spesies : Panulirus homarus Panulirus penicillatus Panulirus ornatus Panulirus versicolor Panulirus longipes Panulirus polyphagus Menurut Purnomo (1988) diacu dalam Adyanawati (1994), ordo Decapoda terdiri atas empat famili lobster, lobster sejati (true lobster), udang barong (spiny lobster), udang watang (cray fish) dan udang pasir (Spanish lobster). Famili pertama hanya terdapat di perairan subtropis dan perairan dingin sedangkan famili kedua terdapat di perairan subtropis dan tropis, termasuk perairan Indonesia (Subani 1981 diacu dalam Adnyanawati 1994). Di Indonesia, spiny lobster dikenal dengan nama udang barong. Udang barong juga dikenal sebagai udang karang karena hampir sepanjang hidupnya memilih tempat-tempat di karang, baik di peraran berbatu-karang (rock) maupun terumbu karang (coral reefs) yang masih hidup maupun yang mati di perairan pantai (Subani 1981 diacu dalam Adnyanawati 1994).

22 5 Morfologi spiny lobster sangat berbeda dari true lobster. True lobster memiliki capit besar yang terbentuk dari pertumbuhan sempurna pasangan kaki pertama dari kaki jalannya (periopod). Sementara itu, ujung kaki-kaki jalan spiny lobster tidak bercapit tetapi tumbuh menjadi kuku lancip. Udang barong atau spiny lobster termasuk kelompok jenis udang besar, panjang badannya dapat mencapai 50 cm seperti pada lobster mutiara (Fischer 1978). Panjang badan ini kira-kira sebanding dengan panjang karapas sebesar 24 cm atau lobster dengan panjang badannya 50 cm = panjang karapasnya 24 cm. Morfologi spiny lobster dapat dilihat pada Gambar 1. flagelata Tangkai antena antena pertama periopod Lempeng antenula antenu duri antena kedua karapas abdomen pleura (somite) pale band eksopod telson Sumber : Nontji (1993) diacu dalam Nawangwulan (2001) Gambar 1 Morfologi spiny lobster (Panulirus spp.)

23 6 Udang barong memiliki dua buah antena. Antena pertama lebih kokoh dan lebih panjang dari antena kedua, serta ditutupi duri. Antena pertama ini berfungsi sebagai alat perlindungan. Hal ini terlihat ketika spiny lobster memberikan reaksi terhadap ancaman, yaitu dengan menyilangkan kedua antena pertama tersebut. Antena yang kedua berukuran lebih pendek, tidak berduri, bercabang dan lebih halus. Antena kedua berfungsi sebagai indera perasa yang cukup peka terhadap rangsangan suara, cahaya dan bau. Apabila spiny lobster merasakan adanya rangsangan, maka antena kedua akan bergerak seperti bergetar (Herrnkind 1980 diacu dalam Prasetyanti 2001). Udang barong dapat diketahui dari pola pewarnaan tubuh, ukuran dan bentuk kepala. Selain itu, pola-pola duri di kepala, dapat juga dijadikan sebagai tanda spesifik dari setiap jenis spiny lobster (Adnyanawati 1994). Gambar 2 menyajikan perbandingan morfologi kepala di antar Panulirus homarus dan Panulirus versicolor. Sumber : Linnaeus (1758) Gambar 2 Bagian Kepala Panulirus homarus (a) dan Panulirus versicolor (b) Pada kepala Panulirus homarus terdapat empat duri yang berukuran sama besar dan terpisah oleh sejumlah spinula kecil yang teratur, sedangkan pada kepala Panulirus versicolor terdapat empat duri dimana dua duri yang di depan berukuran lebih besar dari dua duri yang ada di belakangnya. Perbedaan lain di antara kedua lobster ini adalah ukuran tanduk atau frontal horn. Tanduk pada P. homarus berukuran kecil, tidak tumbuh ke depan melewati mata, sedangkan pada P. versicolor berukuran besar, tumbuh memanjang ke depan melewati mata.

24 7 Jenis udang barong yang paling banyak di perairan Indonesia menurut Subani (1971) diacu dalam Budiharjo (1981) adalah Panulirus versicolor namun jenis udang barong yang paling banyak di perairan Palabuhanratu adalah P. homarus atau lobster hijau pasir (Pitrianingsih 2002). P. homarus biasanya hidup bergerombol dan menempati perairan dangkal pada kedalaman belasan meter Daur hidup dan habitat spiny lobster Daur hidup spiny lobster dapat dibagi menjadi 5 fase utama, yaitu fase dewasa, telur, phyllosoma (tahap larva), puerulus (tahap post- larva) dan juvenil (Rimmer dan Phillips 1979 diacu dalam Prasetyanti 2001). Saat mendekati usia dewasa, banyak spiny lobster yang bermigrasi dari daerah perawatan (nursery ground) menuju habitat batu karang (rock) di perairan yang lebih dalam untuk mencari tempat bereproduksi (Phillips dan Kittaka 2000). Spiny lobster betina akan membawa telur yang telah dibuahi selama kira-kira 20 hari. Telur-telur tersebut kemudian menetas; larva spiny lobster disebut phyllosoma. Larva ini menyukai cahaya dan hidup bergerombol di dekat permukaan air. Setelah itu, larva phyllosoma akan tumbuh dan berubah menjadi puerulus. Lama fase puerulus diperkirakan hari dan mencapai ukuran panjang total 5-7 cm. Kemudian puerulus akan tumbuh menyerupai spiny lobster dewasa, yaitu aktif berenang dan terkadang terbawa arus laut menuju daerah pembesaran, seperti padang rumput laut (weed bed) di perairan dangkal. Udang barong atau spiny lobster memiliki habitat yang berbeda di setiap jenisnya. P. homarus hidup di perairan dangkal hingga kedalaman beberapa belas meter dan tinggal dalam lubang bebatuan (rock). Jenis lobster ini banyak ditemukan di perairan selatan dan barat Jawa Barat/Banten, selatan Jawa Tengah dan Jawa Timur, perairan timur Flores, perairan utara Timor, perairan Sulawesi dan pantai barat Sumatera. P. penicillatus atau lobster batu ditemukan di dalam dan luar terumbu karang (coral reefs), yaitu di lokasi yang mengalami hempasan ombak yang keras. Biasanya lobster jenis ini hidup di daerah batu-batuan (rock) di luar perairan karang (George 1974 diacu dalam Cobb dan Philips 1980 diacu dalam Adyanawati 1994). P. ornatus atau lobster mutiara hidup di perairan berarus kuat pada kedalaman 5-20 m (Batia 1974 diacu dalam Adyanawati 1994)

25 8 dan P. versicolor atau lobster hijau hidup diantara karang (rock) pada kedalaman beberapa meter (Adnynawati,1994). Jenis lobster lain, yaitu P. longipes atau lobster bunga hidup di tempat yang terlindung dan perairannya oseanik, biasanya ditemukan di perairan pada kedalaman 1-16 m hingga lebih dari 130 m Tingkah laku dan cara mencari makan Udang barong bergerak dengan cara merangkak. Udang barong yang sedang merangkak, ketika berhadapan dengan predator, akan segera mundur dengan cepat mengandalkan kekuatan otot-otot abdomennya. Udang barong dapat dikatakan tidak pandai untuk berenang walaupun memiliki kaki renang (Subani 1978). Indera penglihatan udang barong secara langsung tidak begitu berperan untuk pergerakannya; bagian tubuh yang paling berperan adalah antenanya (Herrnkind 1980). Udang barong termasuk hewan nokturnal, yaitu keluar dari tempat persembunyiannya untuk aktif mencari makan pada malam hari dan bersembunyi pada siang hari. Aktivitas hewan nokturnal yang paling tinggi terjadi pada permulaan atau menjelang malam hari. Aktivitas spiny lobster mulai berhenti ketika matahari terbit (Cobb dan Wang 1985). Udang barong dapat memakan hewan-hewan laut lain, baik yang masih hidup maupun sudah mati. Makanannya adalah udang-udang kecil, bulu babi, dan berbagai hewan lunak atau moluska lainnya. Udang barong menggunakan kukunya yang lancip untuk mencengkeram mangsanya sebelum dimakan (Subani 1978). Menurut Cobb dan Wang (1985), bau makanan dapat mudah direspon oleh indera perasa spiny lobster dengan karena arus air yang membawa bau makanan sehingga spiny lobster tertarik untuk bergerak ke arah sumber bau tersebut. Ketika akan memasuki perangkap, tingkah laku lobster diawali dengan mengelilingi permukaan terluar dari sebuah perangkap. Spiny lobster akan menggunakan antena yang kedua untuk merasakan bau dari umpan. Setelah itu spiny lobster akan memutari perangkap, kemudian mencari pintu masuk kedalam perangkap (Anwar 2001).

26 9 2.2 Unit Penangkapan Bubu Alat tangkap Menurut Subani dan Barus (1989), bubu termasuk ke dalam kelompok perangkap (Traps). Selanjutnya dikatakannya juga bahwa bubu memiliki bentuk yang bervariasi, hampir setiap daerah perikanan mempunyai model sendiri. Bentuk bubu ada yang seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan lainlain. Secara umum konstruksi bubu terdiri atas rangka, badan dan pintu masuk. Ada bubu yang dilengkapi dengan pintu untuk mengambil hasil tangkapan dan kantung umpan sebagai tempat menyimpan umpan. Bentuk bubu tidak ada keseragaman diantara nelayan di suatu daerah dengan daerah lainnya, termasuk bentuk bubu di suatu negara dengan negara lainnya (Martasuganda 2003). Bubu merupakan alat tangkap yang dirancang untuk menangkap berbagai jenis ikan dan krustasea, dengan berbagai bentuk dan terbuat dari berbagai bahan. Bubu memiliki satu atau lebih bukaan mulut. Bubu biasanya dioperasikan di dasar perairan dengan sistem tunggal maupun rawai. Bubu dilengkapi dengan tali pelampung untuk menghubungkan bubu dengan pelampung (Subani dan Barus 1989). Pelampung berfungsi untuk menunjukkan posisi pemasangan bubu (Nedelec and Prado 1990). Menurut Meenakumari and Rajan (1985) diacu dalam Zulkarnain (2011). Bubu yang terbuat dari bambu memiliki konstruksi yang lemah dan rapuh. Bubu yang terbuat dari bahan kayu cukup berat dan tidak disukai. Bubu yang terbuat dari bahan logam, yaitu batang baja ringan dan mata jaring dari kawat baja yang dilas serta dilindungi secara utuh oleh lapisan plastik telah memberikan kinerja yang efisien dan memiliki daya tahan pakai lebih lama. Desain bubu secara fisik berpengaruh terhadap efektivitas dan selektivitas alat tangkap yang memperhatikan karakteristik target species atau ikan yang akan ditangkap (Zulkarnain et al. 2011). Untuk mengembangkan dan meningkatkan efisiensi usaha penangkapan dengan menggunakan bubu, bubu lipat (collapsible fish pots, Gambar 3) (von Brandt (1984) diacu dalam Purnama (2006). Bubu lipat telah umum digunakan secara komersial oleh nelayan Jepang untuk menangkap

27 10 gurita dan oleh nelayan Thailand untuk menangkap rajungan (Boutson et al. 2009) diacu dalam Zulkarnain et al.2011). Bubu lipat merupakan alat tangkap yang lebih disukai dan cocok untuk dioperasikan pada berbagai tipe dasar perairan dan variasi selang kedalaman, serta tidak mahal namun kuat, kemudian kualitas bubu lipat sebagai perangkap adalah karena hasil tangkapan dalam keadaaan hidup dengan kualitas yang sangat baik, hasil tangkapan dibawah ukuran ekonomis (under size) dapat dikembailkan di perairan dalam keadaan hidup dan biaya penangkapan rendah (Krouse 1989; Miller 1990). Sumber : Boutson et al.(2009) diacu dalam Zulkarnain et al.(2011) Gambar 3 Konstruksi bubu lipat (Collapsible Pot) untuk menangkap rajungan dan kepiting bentuk kotak.

28 Nelayan Dalam pengoperasian sebuah unit penangkapan, salah satu faktor yang berperan penting adalah nelayan. Jumlah nelayan dalam setiap pengoperasian suatu unit penangkapan bergantung pada ukuran kapal. Pada unit penangkapan bubu, jumlah nelayan disesuaikan dengan sistem pengoperasiannya, yaitu sistem tunggal atau rawai serta jumlah bubu yang ditangani. Pada umumnya pengoperasian bubu memerlukan dua sampai tiga orang (Subani dan Barus, 1989) Kapal Dalam melakukan operasi penangkapan ikan di laut, disamping adanya alat tangkap itu sendiri diperlukan perahu, baik perahu tanpa motor, perahu bermotor maupun kapal motor. Ukuran kapal/perahu disesuaikan dengan jenis alat penangkapan dan luas jangkauan daerah penangkapan ikan yang dituju orang (Subani dan Barus, 1989). Perahu yang digunakan untuk mengangkut bubu di perairan Palabuhanratu berukuran (LxBxD) 11 m x 2 m x 1,5 m Metode pengoperasian Menurut Wudianto et al. (1988), secara umum bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara, yaitu: (1) Dipasang secara terpisah, satu bubu dengan satu pelampung, dan (2) Dipasang secara bergandengan menggunakan tali utama sebagai penghubung. Cara kedua ini dinamakan pengaturan dengan cara longline trap; beberapa buah bubu dipasang dalam suatu rangkaian dengan jarak tertentu di antaranya. Menurut Wibyasatoto (1994) Bubu lipat memiliki konstruksi yang lebih rumit jika dibandingkan dengan bubu yang tidak bisa dilipat. Walaupun demikian bubu lipat tidak banyak menyulitkan dalam pemasangan (setting). Bubu lipat yang dioperasikan di Perairan Bengkulu dipasang secara bergandengan atau longline traps tujuannya untuk memudahkan pemasangan bubu (setting) dan Pengangkatan bubu (hauling). 2.3 Umpan Umpan merupakan salah satu faktor penting dalam keberhasilan penangkapan bubu, karena umpan berfungsi untuk merangsang lobster masuk ke

29 12 dalam bubu. Umpan yang biasa digunakan untuk lobster menurut Everett (1972) diacu dalam Budiharjo (1981), umpan untuk menangkap lobster adalah ikan mati yang dipotong-potong atau belum, yang sudah diproses atau organisme lain yang memiliki bau menyengat yang menarik daya cium lobster. Lobster juga menyukai umpan yang memiliki komposisi protein, lemak dan kitin yang tinggi serta memiliki bau yang menyegat sangat disukai oleh lobster (Moosa dan Aswandy,1984). Salah satu jenis ikan yang dapat digunakan sebagai umpan dalam menangkap lobster dengan bubu adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata) sedangkan jenis hewan lunak atau moluska adalah kanikil (Chiton sp.) Deskripsi ikan tembang (Sardinella fimbriatta) Klasifikasi ikan tembang atau Sardinella fimbriata berdasarkan adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Actinopterygii Subkelas : Neopterygii Infrakelas : Teleostei Superordo : Clupeomorpha Ordo : Clupeiformes Subordo : Clupeoidei Famili : Clupeidae Subfamili : Clupeinae Genus : Sardinella Spesies : Sardinella fimbriatta ( Nama lokal : Tembang, tamban, tamban sisik, tanyang, jewi (Saanin,1984) Sinonim : herengula fimbriatta (Saanin, 1984).

30 13 Sumber : www. fishbase.org (2012) Gambar 4 Ikan tembang atau Sardinella fimbriatta Menurut Saanin (1984) ikan tembang atau Sardinella fimbriatta mempunyai ciri- ciri bentuk tubuh bagian atas sangat pipih, tajam dan bergerigi (abdominal scute). Mulut lebar dan ukuran rahang sama panjang. Sirip perut terletak di belakang sirip dada. Sirip punggung terletak di tengah-tengah antara sirip ekor dan hidung. Sirip dada keadaannya sempurna. Sisik linea lateralis lebih dari 40 buah. Mempunyai tulang tapis insang lebih dari 50 buah. Ikan tembang sebagai bahan baku umpan memiliki komposisi kimia seperti dicantumkan pada Tabel 1. Tabel 1 Komposisi kimia ikan tembang (Sardinella fimbriata) per 100 gr. Komposisi Energi Air Protein Lemak Kalsium (Ca) Fosfor (P) Besi (Fe) Jumlah 204 Kal 56 gr 16 gr 15 gr 20 mg 200 mg 2 mg Sumber : Hardiansyah dan Briawan (1990). Kanikil atau Chiton sp. (Gambar 3) adalah moluska laut yang termasuk kedalam kelas Polyplacophora yang tidak mengalami perubahan atau evolusi selama lebih dari 300 juta tahun. Di dunia hewan molusca laut jenis ini terdapat kurang lebih 930 genus dan spesies berdasarkan catatan fosil dan perbandingan langsung dengan kehidupan genus dan spesies yang masih ada (Schwabe 2010).

31 Deskripsi Kanikil (Chiton sp) Klasifikasi kanikil atau Chiton sp menurut Schwabe (2007) adalah sebagai berikut: Filum : Mollusca Class : Polyplacophora Ordo : Neoloricata Family : Leptochitnidae Ischnochitonidae Callistoplacidae Cryptoplacidae Acanthocthitonidae Genus : Parachiton Ishnochiton Callistochiton Cryptolax Achanthicitona Spesies : Lepidoplearus acuminatus Ishnochiton baliensis Callistochiton palmulatus Cryptoplax oculata Menurut Schwabe (2010) beberapa ilustrasi spesimen Chiton sp yang terdapat dalam koleksi dari Bavarian State Collection of Zoology (ZSM) dapat dijelaskan berdasarkan bagian yang tersusun secara lengkap dari sebagian besar morfologi tubuh hingga kharakteristik taksonomi yang relevan seperti girdle (gelang). Mofologi tubuh kanikil atau Chiton sp yang diilustrasikan seperti Gambar 5 dan 6 berikut ini :

32 15 Sumber : Schwabe (2010) Gambar 5 Ilustrasi morfologi kanikil atau Chiton sp Menurut (Schwabe 2010), kanikil memiliki cangkang punggung yang terdiri dari delapan kepingan kapur berbentuk pipih dan tersusun seperti genting dan dikelilingi oleh girdle (gelang) yang tebal. Kepingan atau katup tersebut dihitung dari anterior yang biasanya dicatat dengan menggunakan angka romawi(i-viii); katup pertama (i) disebut sebagai katup atau kepingan kepala, katup terakhir atau posterior(viii) sedangkan katup kedua sampai ke tujuh (ii-vii) disebut katup menengah. Sumber : Schwabe (2010) Gambar 6 Ilustrasi morfologi kanikil atau Chiton sp Tubuh kanikil berbentuk oval tetapi ada beberapa spesies yang berbentuk lebih luas atau memanjang seperti ulat (Gambar 5). Bentuk tubuh lonjong dan pipih dorsoventral, panjang tubuh antara 3 mm sampai 40 cm dan berwarna gelap. Pada bagian dorsal terdapat 8 keping cangkang pipih yang tersusun seperti genting dan dikelilingi mantel tebal (girale). Kepala tersembunyi dibawah anterior girale, tidak mempunyai mata maupun tentrakel, mempunyai radula yang besar dengan deretan gigi banyak sekali, kaki lebar dan datar serta susunan cangkang

33 16 seperti genting. Diantara kaki dan tepi mantel pada kedua sisi tubuh kanikil terdapat rongga mantel. Di dalam rongga mantel terdapat insang 6 sampai 88 pasang (Suwarni 2008). Menurut Kaas and van Belle (1990) kanikil memiliki habitat yang berbeda di setiap genusnya. Genus Parachiton dengan contoh spesies Lepidoplearus acuminatus hidup di daerah karang atau pantai di perairan yang kedalamannya m. Jenis ini tersebar di perairan tropis dan subtropis serta perairan dingin atau banyak ditemukan di perairan Sicilia, Portopalo, dan Yugoslovia. Genus Ishnochiton dengan contoh Callochiton herberti hidup di daerah karang atau pantai di perairan yang kedalamannya 9-20 m. Jenis ini tersebar di perairan tropis dan subtropis atau ditemukan di perairan selatan Australia. Genus Callistochiton dengan contoh spesies Calistochiton carpentrianus hidup di daerah karang atau pantai di perairan yang kedalamnya 9-45 m. Jenis ini tersebar di perairan tropis dan subtropis atau ditemukan di perairan Indonesia dan Banda. Genus Cryptolax dengan contoh Chiton oculatus hidup di daerah karang atau pantai di perairan yang kedalamnya 2-3 m. Jenis ini tersebar tropis dan subtropis dikawasan Indo-Pasifik atau ditemukan di perairan Indonesia, Irian Jaya. Terakhir, genus Achanthicitona dengan contoh Chiton fascicularis hidup di daerah karang atau pantai di perairan yang kedalamnya m. Jenis ini berdistribusi tropis dan subtropics di kawasan seluruh dunia kecuali di perairan Antartika. Pada umumnya kanikil bersifat dioecius, pembuahan di luar atau di dalam tubuh. Sperma meninggalkan individu jantan bersama aliran air keluar. Pembuahan terjadi di dalam telur dan disimpan dalam rongga mantel, dimana terjadi pembuahan dengan sperma yang masuk bersama aliran masuk. Telur menetas menjadi larva trocophore yang berenang bebas (Suwarni 2008). Kanikil disebut hewan moluska laut karang atau pantai batu-batuan karena hewan ini hidup di permukaan keras, seperti di bawah batu, atau tersembunyi di celahcelah batu. Kanikil memiliki struktur yang sesuai dengan kebiasaan merayap perlahan dan melekat pada batu karang dan menunujukkan perilaku homing, kembali ke

34 17 tempat yang sama pada siang hari dan berkeliaran di malam hari untuk mencari makan (Suwarni 2008). 2.4 RAL (Rancangan Acak Lengkap) Uji non parameterik Uji non parametrik yang digunakan adalah Kruskal-Wallis test. Menurut Mattjik dan Sumertajaya, 2006 rancangan percobaan dengan uji ini biasanya digunakan untuk percobaan yang menggunakan RAL. Uji ini digunakan untuk menguji hipotesis Ho : Nilai tengah perlakuan sama H1 : minimal ada satu nilai tengah perlakuan yang tidak sama dengan yang lainnya. Statistik Uji : H = 1 [ ᴿi2 S 2 ri dengan : dan N N+1 2 ] 4 ri = banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i N= jumlah pengamatan Ri= jumlah peringkat (ranx) dari perlakuan ke-i S 2 = 1 n 1 [ i ᴿij2 N N ] Rij adalah peringkat dari pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j. Kaidah keputusan uji ini : Jika H> X 2 α, t 1 maka tolak Ho, selainnya terima Ho. Contoh perhitungan dengan Minitab 14 dapat dilihat pada Gambar 7 dan 8. Gambar 7 Langkah perhitungan dengan minitab 14

35 18 Gambar 8 Langkah perhitungan dengan minitab 14 Keterangan 1. Masukkan data dari kedua faktor yang akan di hitung 2. Klik Start, Non Parametrik, Kemudian Kruskal Wallis 3. Masukkan data dari faktor yang akan dihitung, kemudian klik ok Uji parameterik Menurut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) Percobaan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari dua faktor atau lebih. Model linier aditif dari rancangan ini secara umum (misal komposisi perlakuan disusun oleh taraf-taraf faktor A dan faktor B) adalah sebagai berikut : Yijk = µ =αi + βj + (αβ)ij+ εijk dimana: Yijk nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan ulangan ke k, (µ,αi, βj) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B, (αβij) merupakan komponen interaksi dari faktor A dan faktor B sedangkan εijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ 2 ). Selain asumsi kenormalan dari komponen acak dan model aditif masih terdapat asumsi-asumsi lain yang juga harus diperhatikan yaitu : (i) Untuk model tetap : α i=1 i = 0; β j =1 j = 0; αβ i=1 ij = (ii) j =1 αβ ij = 0 Untuk model Acak : αi ~ N(0,σ 2 );βj ~N(0,σ 2 β); (αβ)ij ~ N(0, σ 2 αβ)

36 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dengan pengumpulan data di lapangan sejak tanggal 16 Agustus 2011 hingga 31 September 2011 di Desa Kertajaya, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat (Gambar 9). Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian 3.2 Alat dan Bahan Penelitian Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 1 unit perahu nelayan bercadik, 1 unit bubu lipat sebanyak 18 buah, timbangan (mengukur berat (gram) per ekor hasil tangkapan), penggaris, alat tulis, tabel lapang, thermometer, refraktometer, 2 buah ember dan dokumentasi berupa camera digital. Bahan yang digunakan adalah umpan yang terbuat dari ikan tembang dan kanikil. Peralatan dan bahan serta spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 2, Tabel 3 dan Tabel 4.

37 20 Tabel 2 Alat dan bahan penelitian utama No Alat dan Bahan Spesifikasi Kegunaan 1 Perahu 9 m x 1,2 m x 0,8 m Operasional kegiatan (pxlxt) experimental fishing 2 Alat tangkap bubu lipat Ukuran bubu lipat 60 cm x 45 cm x Perolehan data respon penelitian ; 30 cm (pxlxt). hasil experimental (1) 6 buah bubu lipat Frame bubu besi galvanis dia. 6 fishing modifikasi pintu samping (2) 6 buah bubu lipat mm. Jaring bubu (cover net) PE ms 1,5 inci 210 d/18. modifikasi pintu atas (3) 6 buah bubu standar 3 Umpan ; Ikan tembang dengan berat 1 kg = Umpan pada bubu lipat (1) Ikan tembang (2) Kanikil ekor dan Kanikil dengan jumlah 36 ekor 4 Timbangan Kapasitas 2 kg Mengukur berat Tabel 3 Spesifikasi alat tangkap bubu penelitian No Bagian alat tangkap Spesifikasi 1 Pelampung tanda (floating buoy) Plastik, diameter 30 cm 2 Tali pelampung (floating line ) PE dimeter 10 mm; panjang 25 m 3 Pemberat (sinker) (2 buah dan 4 buah) Batu ± 30 kg dan Batu ±0,125 kg 4 Tali pemberat (sinker line ) (2 buah) PE dia 10 mm; panjang 5 mm 5 Tali utama (main line ) (1 set) PE dia 10 mm; panjang 130 mm 6 Tali cabang (branch line ) (18 buah) PE dia 6 mm; panjang 5 mm 7 Bubu lipat modifikasi pintu samping (6 buah) Frame besi galvanis dia 6 mm cover net PE ms 1,5 inci 210 D/18 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt) 8 Bubu lipat modifikasi pintu atas (6 buah) Frame besi galvanis dia 6 mm cover net PE ms 1,5 inci 210 D/18 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt) 9 Bubu lipat standar (6 buah) Frame besi galvanis dia 6 mm cover net PE ms 1,5 inci 210 D/18 60 cm x 45 cm x 30 cm (pxlxt) Deskripsi bubu lipat penelitian Dalam penelitian ini menggunakan tiga macam konstruksi bubu lipat yang memiliki fungsi sebagai perolehan data dalam kegiatan operasi penangkapan. Bubu lipat rajungan (bubu standar) adalah bubu yang dijadikan acuan untuk dimodifikasi, dengan ukuran yang lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat rajungan yang biasa dioperasikan di Indonesia (Gambar 10). Ukuran bubu lipat standar yang digunakan nelayan untuk penangkapan rajungan adalah 50 cm x 30 cm x 20 cm (p x l x t). Bubu lipat dan kegunaannya masing-masing dijelaskan pada Gambar 11, Gambar 12 dan Gambar 13

38 21 Sumber: Zulkarnain, Gambar 10 Konstruksi bubu lipat rajungan sebagai bubu lipat standar. Gambar 11 Bubu lipat rajungan (bubu standar) Bubu lipat rajungan (bubu standar) merupakan bubu lipat yang berbentuk kotak dan biasanya digunakan untuk menangkap rajungan dan kepiting. Bubu lipat standar yang digunakan dalam penelitian ini berukuran lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat standar yang biasa digunakan nelayan. Spesifikasinya dapat dilihat pada Tabel 3. Dalam operasi penangkapan pada proses perolehan data, bubu lipat ini digunakan sebagai bubu standar atau kontrol untuk dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi atau bubu yang menjadi perlakuan dalam proses perolehan data hasil tangkapan.

39 22 Gambar 12 Bubu lipat pintu samping Bubu lipat pintu samping merupakan bubu lipat modifikasi atau bubu lipat pintu samping berbentuk kotak dengan pemicu pintu masuk berbentuk kisi-kisi. Bubu lipat ini merupakan modifikasi dari bubu lipat standar yang ditambahkan funnel (kisi-kisi) atau Pemicu pintu masuk yang ditempatkan pada ujung mulut bubu adalah kisi-kisi ke arah bagian dalam bubu dan terbuat dari plastik dengan ketebalan 1,5 mm. Dalam operasi penangkapan pada proses perolehan data, bubu lipat ini digunakan sebagai bubu yang menjadi perlakuan untuk dibandingkan dengan bubu rajungan (bubu standar) dalam proses perolehan data hasil tangkapan.

40 23 Gambar 13 Bubu lipat pintu atas Bubu lipat pintu atas merupakan bubu lipat modifikasi atau bubu lipat pintu atas berbentuk trapesium dengan pemicu pintu masuk berbentuk kisi-kisi. Pemicu pintu masuk ditempatkan pada ujung mulut bubu adalah kisi-kisi ke arah bagian dalam bubu dan terbuat dari plastik dengan ketebalan 1,5 mm. Dalam operasi penangkapan pada proses perolehan data, bubu lipat ini digunakan sebagai bubu yang menjadi perlakuan untuk dibandingkan dengan bubu rajungan (bubu standar) dalam proses perolehan data hasil tangkapan. Tabel 4 Kegunaan bagian alat tangkap bubu penelitian No Bagian alat tangkap Spesifikasi 1 Pelampung tanda (floating buoy) Plastik, diameter 30 cm 2 Tali pelampung (floating line) PE dimeter 10 mm; panjang 25 m 3 Pemberat (sinker) (2 buah dan 4 buah) Batu ± 30 kg dan Batu ±0,125 kg 4 Tali pemberat (sinker line) (2 buah) PE dia 10 mm; panjang 5 mm 5 Tali utama (main line) (1 set) PE dia 10 mm; panjang 130 mm Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umpan berupa ikan tembang (Sardinella fimbriatta) dan kanikil (Chiton sp). Ikan tembang dapat diperoleh di lokasi penelitian dengan mudah dan merupakan jenis umpan yang

41 24 biasa digunakan untuk menangkap lobster. Kanikil banyak terdapat di pantai lokasi penelitian dan hidup di celah-celah batuan karang namun belum ada penggunaan kanikil untuk umpan oleh nelayan di lokasi penelitian (Gambar 14). Gambar 14 Kanikil atau Chiton sp di lokasi penelitian 3.3 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji coba penangkapan (experimental fishing). Dalam penelitian ini menggunakan tiga macam konstruksi bubu lipat dengan jenis pintu masuk yang berbeda dan pemberian dua jenis umpan yang berbeda pada masing-masing jenis konstruksi bubu lipat tersebut sebanyak 24 kali trip (ulangan). Rancangan percobaan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 5 dan Tabel 6. Jumlah hasil tangkapan dari ketiga konstruksi bubu lipat tersebut dibandingkan untuk mengetahui efektivitas (kemampuan konstruksi bubu lipat) dan jenis umpan dalam memberikan hasil tangkapan lobster. Bubu dioperasikan dengan metode longline yaitu dengan panjang tali utama 154 m, rangkaian bubu dipasang dengan jarak masing-masing 8 m, dengan panjang tali cabang 3 m. Jarak antara bubu pertama dengan ujung-ujung tali utama adalah 5 m, pada kedua ujung tali utama diikatkan jangkar atau pemberat dari batu dan tali pelampung tanda yang disesuaikan dengan kedalaman daerah operasi, dalam hal ini dipersiapkan tali pelampung dengan panjang 20 m dan 50 m (Gambar 15).

42 25 Tabel 5. Rancangan percobaan yang diterapkan dalam penelitian bubu di desa Kertajaya, Palabuanratu 16 Agustus 31 September Jenis umpan Ikan tembang Kanikil Bubu standar x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Jenis bubu Bubu pintu samping x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Bubu pintu atas x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x x Tabel 6. Rancangan percobaan per trip (ulangan) untuk setiap jenis bubu dan umpan dalam mengetahui hasil tangkapan. Jenis umpan Ikan Tembang Kanikil Dari rancangan di atas diketahui bahwa dalam setiap masing-masing bubu (Bubu standar, bubu pintu samping dan bubu pintu atas) diberikan 2 Jenis umpan (Ikan tembang dan Kanikil) yaitu S (Ikan), S (Kanikil), PS (Ikan), PS (Kanikil), PA (Ikan), dan PA (Kanikil) yang dilakukan percobaan atau operasi sebanyak 24 kali trip (ulangan). Trip Penempatan umpan pada jenis bubu ditentukan dengan urutan ganjil dan genap nomor jenis bubu, pada jenis bubu dengan kode bubu ganjil maka digunakan jenis umpan ikan, sedangkan jenis bubu dengan kode angka genap digunakan jenis umpan kanikil. Jenis bubu S PS PA Ekor Gram Ekor Gram Ekor Gram Pemasangan umpan pada bubu dilakukan dengan cara, yaitu pada jenis umpan ikan, badan ikan ditusukkan pada besi yang khusus untuk pemasangan umpan yang berada di tengah-tengah bagian dalam bubu, digunakan sebanyak tiga

43 26 sampai lima ekor tergantung dengan ukuran ikan dan untuk umpan kanikil relatif sama digunakan sebanyak tiga sampai lima ekor. Urutan penempatan bubu yang dirangkaikan pada tali utama, ditempatkan pada posisinya dengan cara random, (pengundian ) hal ini dilakukan untuk memberikan peluang yang sama pada alat tangkap dalam memberikan hasil tangkapan karena secara umum yang berkaitan dengan posisi penempatan sebuah alat tangkap mempunyai unsur ketidakpastian dalam memperoleh sebuah data. Menurut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) informasi parsial yang diperoleh dari sebuah data mengandung unsur ketidakpastian, untuk mengimbangi ketidakpastian tersebut diperlukan pemahaman pengacakan atau random dalam menjelaskan respon dari perlakuan yang dibangkitkan oleh percobaanya. Kemudian hasil dari pengundian diambil satu persatu dan ditempatkan sesuai urutan angka nomor urut mulai dari nomor 1 hingga 18. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Urutan dan penempatan bubu pada tali utama Keterangan: No. Urut Kode Bubu Jenis Umpan 1 PS6 Kanikil 2 PS5 Ikan 3 PS1 Ikan 4 PA2 Kanikil 5 S2 Kanikil 6 S4 Kanikil 7 PS3 Ikan 8 S6 Kanikil 9 PA6 Kanikil 10 S3 Ikan 11 PS2 Kanikil 12 PS4 Kanikil 13 PA5 Ikan 14 PA4 Kanikil 15 S1 Ikan 16 PA3 Ikan 17 S5 Ikan 18 PA1 Ikan S = Jenis bubu standar; PS = Jenis bubu modifikasi pintu samping; PA = jenis bubu modifikasi pintu atas.

44 27 Gambar 15 Rangkaian bubu saat operasi Metode pengumpulan data dan pengoperasian Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data utama dan data tambahan. Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan observasi langsung dalam pengoperasian bubu lipat standar dan modifikasi. Data sekunder diperoleh dari nelayan, pengumpul lobster, serta pustaka lainnya. Pengoperasian alat tangkap bubu lipat dalam penelitian ini terdiri atas beberapa tahap, yaitu : 1) Persiapan yang meliputi pemeriksaan perahu penangkapan, kondisi mesin, bahan bakar, alat tangkap, dokumentasi dan alat-alat yang digunakan untuk mengukur dan menyimpan hasil tangkapan. Persiapan mulai dilakukan pada pukul ) Perjalanan ke daerah penangkapan yang dilakukan di perairan pesisir pada kedalaman perairan antara 5-12 meter. Perjalanan membutuhkan waktu sekitar 10 menit. 3) Pengoperasian alat tangkap yang terdiri atas pemasangan umpan pada masing bubu dan penurunan bubu lipat yang dipasang secara longline dilakukan pada sore hari kurang lebih pukul dimulai dari pelampung tanda pertama, tali pemberat, pemberat dan satu-persatu bubu

45 28 lipat diturunkan dan bagian terakhir pelampung tanda kedua (setting), perendaman bubu lipat selama ± 12 jam, yaitu mulai sore hari hingga keesokan pagi (soaking), pengangkatan alat tangkap bubu lipat penelitian dilakukan pada pagi hari kurang lebih antara pukul dimulai dengan pengangkatan pelampung tanda pertama, alat tangkap satu-persatu hingga pelampung tanda kedua. 4) Penanganan hasi tangkapan dimulai dengan mengeluarkan hasil tangkapan dari alat tangkap bubu lipat, pengukuran hasil tangkapan, yaitu jumlah (ekor) lobster per bubu, berat (gram) lobster per ekor, panjang karapas lobster, dan dilakukan pengukuran yang sama terhadap hasil tangkapan lain (Gambar 14). (a) (b) (c) (d) Gambar 16 Pengukuran (a) panjang karapas, (b) panjang total, (c) panjang mantel, dan (d) lebar karapas hasil tangkapan 3.4 Analisis data Sesuai dengan rancangan percobaan yang diterapkan, metode analisis data dalam penelitian ini adalah rancangan acak lengkap dengan dua faktor. Sebagai faktor adalah desain bubu dan jenis umpan. Data yang diperoleh dibuat dalam bentuk tabel dan grafik. Data yang diolah adalah jumlah (ekor). Data berat

46 29 (gram) dan panjang karapas (mm) dikelompokkan dalam selang kelas panjang karapas (mm) dan selang berat (gram). Menurut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) percobaan faktorial dicirikan oleh perlakuan yang merupakan komposisi dari semua kemungkinan kombinasi dari dua faktor atau lebih. Model linier aditif dari rancangan ini secara umum (misal komposisi perlakuan disusun oleh taraf-taraf faktor A dan faktor B) adalah sebagai berikut : Yijk = µ +αi + βj + (αβ)ij+ εijk dimana: Yijk nilai pengamatan pada faktor A taraf ke-i faktor B taraf ke-j dan ulangan ke k, (µ,αi, βj) merupakan komponen aditif dari rataan, pengaruh utama faktor A dan pengaruh utama faktor B, (αβij) merupakan komponen interaksi dari faktor A dan faktor B sedangkan εijk merupakan pengaruh acak yang menyebar normal (0,σ 2 ). Tabel 8 Struktur data dibuat sebagai berikut Keterangan Ulangan U1 U2 Total (Yi) B1 1 Y 111 Y 121 Y1 2 Y 112 Y Y 1124 Y 1224 total (Yij) Y 11. Y 12. B2 1 Y 211 Y 221 Y2 2 Y 212 Y Y 2124 Y 2224 total (Yij) Y 21. Y 22. B3 1 Y 311 Y 321 Y3 2 Y 312 Y Y 3124 Y 3224 total (Yij) Y 31. Y 32. Total (Y j) Y1 Y2 Y Y1 = pengamatan pada perlakuan ke- 1 ulangan ke-j Yi = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-1 Yij = pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j; dan Y.. = total pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke- j

47 30 Data hasil tangkapan diuji dengan menggunakan dua metode, yaitu statistik parametrik dan nonparametrik. Metode Parametrik yaitu Uji F pada analisis ragam. Uji F atau ANOVA akan berlaku jika data tersebut menyebar normal atau homogenitasnya (Steel dan Torrie, 1989). Metode nonparametrik yaitu metode selain uji F pada analisis ragam yang dilakukan apabila data tidak menyebar normal (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Uji normalitasnya diuji dengan uji Kolmogorov-Smirnov menggunakan aplikasi statistik MINITAB dan untuk melihat perbedaan hasil dari perlakuan digunakan aplikasi statistik SAS 9.1 dan MINITAB14. Asumsi pokok dalam analisis ragam tidak terpenuhi maka dapat diatasi melalui transformasi data (Mattjik dan Sumertajaya, 2006). Dalam penelitian ini data hasil tangkapan lobster dalam jumlah (ekor) dari uji normalitas tidak menyebar normal disebabkan banyak data bernilai nol dan telah dilakukan transformasi data namun tetap tidak menyebar normal sehingga tidak dapat dilakukan penarikan asumsi. Oleh karena itu harus menggunakan metode non parametrik, yaitu Uji Kruskal-Wallis. Uji Kruskal-Wallis digunakan karena dalam penelitian ini menggunakan RAL. Dalam uji Kruskal Wallis, menurut Daniel (1990) penghitungannya diperoleh melalui rumus : H = 1 ᴿi2 [ S2 ri dengan : dan N N ] ri = banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i N= jumlah pengamatan ᴿi= jumlah peringkat (rank) dari perlakuan ke-i S 2 = 1 n 1 [ i Rij2 N N Rij adalah peringkat dari pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j. ] Jika ada ties, statistik uji perlu dikoreksi sehingga Kruskal-Wallis terkoreksi menjadi Hc = H/1 T/(N 2 N)

48 31 Dari perhitungan melalui rumus-rumus di atas, kemudian dilakukan kajian hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut: Pengaruh utama faktor a (desain Bubu) ; H 0 ; α1 = =αa = 0 ( perlakuan desain bubu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster Pengaruh utama faktor b (umpan) ; H 0 ; β1 = =βa = 0 ( perlakuan jenis umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster Pengaruh sederhana (interaksi) faktor a (desain bubu) dengan faktor b (umpan) H 0 : αβ 11 = αβ 12 = = (βα) ab = 0 (Interaksi perlakuan desain bubu dengan umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Kaidah keputusan: Jika H > χ2 α, t 1 maka tolak Ho, selainnya terima Ho, nilai χ 2 pada table Chi-Square dengan taraf nyata atau nilai α, disini digunakan nilai α = 0,05. Untuk jumlah hasil tangkapan spiny lobster faktor A (desain bubu), Jika H> X 2 α, t 1 maka tolak Ho, sehingga disimpulkan bahwa perlakuan desain bubu memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Akan tetapi Jika H< X 2 α, t 1 maka terima Ho, sehingga disimpulkan bahwa bahwa perlakuan desain bubu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Untuk jumlah hasil tangkapan spiny lobster faktor b (umpan), Jika H> X 2 α, t 1 maka tolak Ho, sehingga disimpulkan bahwa perlakuan jenis umpan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Akan tetapi Jika H< X 2 α, t 1 maka terima Ho, sehingga disimpulkan bahwa bahwa perlakuan jenis umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Untuk jumlah hasil tangkapan spiny lobster dari interaksi faktor a (bubu lipat) dan faktor b (umpan), Jika H> X 2 α, t 1 maka tolak Ho, sehingga disimpulkan bahwa Interaksi perlakuan desain bubu dengan umpan memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster.

49 32 Akan tetapi Jika H< X 2 α, t 1 maka terima Ho, sehingga disimpulkan bahwa bahwa Interaksi perlakuan desain bubu dengan umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan spiny lobster. Data hasil tangkapan total (dalam satuan ekor), yaitu data hasil tangkapan lobster dengan hasil tangkapan samping (by-catch) banyak bernilai nol. Oleh karena itu dari uji normalitas data tidak menyebar normal sehingga dilakukan transformasi data akar kuadrat (Y + ½) 1/2, dengan Y adalah nilai yang ditransformasi data. Pada hasil transformasi data dilakukan uji normalitas kembali dan data menyebar normal sehingga dapat dilakukan penarikan asumsi. Dalam analisis data apabila data menyebar normal maka dilakukan analisis ragam atau anova. Sidik ragam yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 9 Tabel 9 Sidik ragam terhadap data yang menyebar normal Sumber Keragaman Derajat bebas Jumlah Kuadrat (JK) (KT) F hitung Faktor A (Desain bubu) a-1 JKA KTA KTA/KTS Faktor B (Jenis umpan) b-1 JKB KTB KTB/KTS Interaksi AxB (a-1) (b-1) JKAB KTAB Sisa ab(r-1) JKS KTS Total abr-1 JKT Keterangan A = perlakuan 1 dan B = perlakuan 2 r = ulangan, SK = sumber keragaman db = derajat bebas, JKT = Jumlah kuadrat total JKS = Jumlah kuadrat sisa JKA = Jumlah kuadrat perlakuan faktor A; JKB = Jumlah kuadrat tengah perlakuan faktor B; KTA = Jumlah kuadrat tengah perlakuan faktor A; KTB = Jumlah kuadrat tengah perlakuan faktor B. Langkah- Langkah Perhitungannya FK = Faktor koreksi adalah FK = y 2 JKT = Jumlah kuadrat total adalah JKT = Yijk 2 - FK JKA =Jumlah kuadrat faktor A adalah JKA = Yi.. 2 /br FK JKB = Jumlah kuadrat faktor B adalah JKB = Yj.. 2 /ar FK abr

50 33 JKAB = Jumlah kuadrat interaksi faktor A dan B adalah JKAB = JKP- JKA- JKB Dimana : JKP = Yij. 2 / r FK JKG = Jumlah kuadrat galat adalah JKG = JKT JKP Dari perhitungan melalui rumus-rumus diatas, kemudian dilakukan kajian hipotesis dengan ketentuan sebagai berikut : Pengaruh utama faktor a (desain bubu) ; H 0 ; α1 = = αa = 0 ( perlakuan desain bubu tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan total Pengaruh utama faktor b (umpan) ; H 0 ; β1 = = βa = 0 ( perlakuan jenis umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan total Pengaruh sederhana (interaksi) faktor a (desain bubu) dengan faktor b (umpan) H 0 : αβ 11 = αβ 12 = = (βα) ab = 0 (Interaksi perlakuan desain bubu dengan umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan total.

51 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Kabupaten Sukabumi Secara geografis wilayah Kabupaten Sukabumi terletak di antara 6 o 57-7 o 25 Lintang Selatan dan 106 o o 00 Bujur Timur dan mempunyai luas daerah km 2 atau 11,21 % dari luas Jawa Barat atau 3,01 % dari luas pulau Jawa, dengan batas-batas wilayah: Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Bogor; Sebelah Selatan, berbatasan dengan Samudra Indonesia; Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Lebak dan Samudra Indonesia; Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Cianjur. Wilayah Kabupaten Sukabumi yang terletak sekitar 160 km dari arah Jakarta meliputi areal seluas ha yang terbentang mulai dari ketinggian mdpl. Pegunungan dan dataran tinggi mendominasi hampir seluruh kabupaten ini. Dataran rendah ada di pesisir selatan, mulai dari Teluk Ciletuh sampai muara sungai Cikaso dan Cimandiri. Wilayah Kabupaten Sukabumi sampai akhir tahun 2009 meliputi 47 kecamatan, 363 desa, RW dan RT dengan jumlah penduduk sebanyak jiwa. Saat ini ibukota Kabupaten Sukabumi berada di Kecamatan Pelabuhanratu (BPS Sukabumi, 2010). Jumlah penduduk Kabupaten Sukabumi tahun 2004 hingga tahun 2008 terus mengalami peningkatan. Rasio jenis kelamin sebesar 101 yang berarti bahwa dalam 100 penduduk perempuan terdapat 101 penduduk laki-laki. Kepadatan penduduk di Kabupaten sukabumi mencapai 590,45 orang per m 2 (Tabel 10). Tabel 10 Jumlah penduduk menurut jenis kelamin di Kabupaten Sukabumi tahun Tahun Jumlah penduduk (orang) Rasio jenis Kepadatan penduduk Laki-laki Perempuan Jumlah kelamin (orang per km 2 ) ,35 546, ,15 557, ,90 568, ,64 579, ,41 590,45 Sumber: BPS Kab. Sukabumi 2009.

52 Nelayan Nelayan yang ada di Kabupaten Sukabumi terdiri dari dua tipe nelayan, yaitu tipe nelayan pemilik dan nelayan buruh. Apabila dilihat sejak tahun 2006 hingga 2009, jumlah nelayan yang ada berfluktuatif, namun tidak terlalu jauh berubah. Data perubahan jumlah nelayan tersebut tersaji dalam Tabel 11 berikut. Tabel 11 Jumlah nelayan perikanan tangkap tahun di Kabupaten Sukabumi Tahun Nelayan (orang) Nelayan buruh Nelayan Pemilik Jumlah (orang) Sumber: Statistik Bidang Perikanan Tangkap Kab. Sukabumi Armada penangkapan Armada penangkapan ikan di wilayah Perairan Kabupaten Sukabumi dapat dikelompokkan menjadi perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor. Sejalan dengan modernisasi armada penangkapan, sejak tahun 2006 perahu tanpa motor mengalami penurunan jumlah armada, sedangkan perahu motor tempel maupun kapal motor mengalami peningkatan, seperti tersaji pada Tabel 12. Tabel 12 Jumlah armada penangkapan ikan Kabupaten Sukabumi tahun Tahun Armada (unit) Jumlah Perahu Tanpa Motor Motor Tempel Kapal Motor (unit) Sumber: Statistik Bidang Perikanan Tangkap Kab. Sukabumi Alat tangkap Secara umum alat tangkap yang ada di Kabupaten Sukabumi meliputi kelompok pukat kantong, pukat tarik, jaring angkat, pancing dan lain-lain. Berdasarkan data statistik Kabupaten Sukabumi tahun 2009, alat tangkap yang

53 36 beroperasi di wilayah perairan Kabupaten Sukabumi sebanyak unit. Secara rinci komposisi alat tangkap di Kabupaten Sukabumi bisa dilihat pada Table 13. Tabel 13 Alat tangkap yang beroperasi di Kabupaten Sukabumi tahun 2009 No Kelompok Alat Tangkap Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit) 1 Pukat Kantong Payang 150 Dogol 24 2 Jaring Insang Jaring Insang Hanyut 905 Jaring Insang Lingkar 9 Jaring Insang Tetap Jaring Angkat Bagan Perahu/Rakit 154 Bagan Tancap 54 4 Pancing Rawai Tuna 350 Pancing Tonda 100 Pancing Ulur 84 5 Lainnya Gau, Tombak, Lain-lain 15 Jumlah Sumber: DKP Kab. Sukabumi Produksi perikanan Produksi perikanan tangkap yang di Kabupaten Sukabumi berfluktuatif, mengalami penurunan dan peningkatan tapi nilai produksi penangkapannya terus meningkat semenjak tahun , walaupun pada tahun 2006 ke tahun 2007 sempat mengalami penurunan. Perkembangan volume dan nilai produuksi tersebut bisa dilihat pada tabel 14. Tabel 14 Perkembangan volume dan nilai produksi ikan Kabupaten Sukabumi tahun Tahun Volume penangkapan ikan (Ton) Nilai Penangkapan (.1.000) , , , , , , , ,00 Sumber: Statistik Bidang Perikanan Tangkap Kab. Sukabumi Keadaan Umum PPN Pelabuhanratu Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu (PPN) Pelabuhanratu terletak di Kecamatan Pelabuhanratu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat. Secara geografis PPN Pelabuhanratu terletak pada 06º59'47,156" Lintang Selatan dan

54 37 106º32 61,884" Bujur Timur. Daerah ini merupakan daerah teluk pesisir selatan Kabupaten Sukabumi yang berhadapan langsung dengan Samudera Hindia. Kecamatan Palabuhanratu merupakan ibukota Kabupaten Sukabumi dengan luas wilayah ,91 ha, dengan batas wilayah sebagai berikut (BPS Kabupaten Sukabumi, 2009): Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Cikidang; Sebelah Selatan berbatasan dengankecamatan Samudra Hindia; Sebelah Timurberbatasan dengankecamatan Bantargadung; Sebelah Barat berbatasan dengankecamatan Cikakak Nelayan Sebagian besar nelayan yang ada di PPN Pelabuhanratu merupakan penduduk asli daerah tersebut. Sisanya adalah nelayan pendatang yang berasal dari luar daerah seperti Cirebon, Cilacap, Indramayu dan lain-lain. Berasal dari luar pulau Jawa seperti dari Sumatera dan Sulawesi. Dari lima tahun terakhir jumlah nelayan yang yang ada di PPN Pelabuhanratu terus meningkat, dengan jumlah 3,498 pada tahun 2006 dan 4,474 pada tahun 2010, seperti tersaji pada Tabel 15. Tabel 15 Jumlah nelayan PPN Pelabuhanratu tahun Tahun Jumlah Nelayan (orang) Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Berikut adalah jumlah rumah tangga nelayan dan buruh yang aktif menangkap ikan di teluk Pelabuhan ratu. Nelayan ini berasal dari rumah tangga nelayan yang berada di kecamatan sepanjang teluk Pelabuhanratu. Nelayan lokal yang berada pada PPN Pelabuhanratu berasal dari rumah tangga nelayan dari kcamatan yang berada di sekitar teluk Pelabuhanratu (Tabel 16). Daerah-daerah tersebut juga aktif sebagai darah-daerah pantai perikanan tangkap (Tabel 17).

55 38 Tabel 16 Jumlah rumah tangga perikanan (nelayan dan buruh) No Kecamatan Jumlah RTP/Nelayan/ Buruh Perahu Tanpa Motor Motor Tempel (Org) (Org) (Org) 1 Palabuhanratu Cisolok Cikakak Simpenan Ciemas Ciracap Surade Cibitung Tegalbuleud Jumlah Sumber: Laporan Kegiatan Perikanan Tangkap di PPN Pelabuhanratu, Tabel 17 Desa-desa pantai kegiatan penangkapan ikan pada kawasan perikanan tangkap No Kecamatan Desa-desa pantai pusat kegiatan Perikanan Tangkap 1 Palabuhanratu Palabuhanratu 2 Cisolok Cikahuripan dan Pasirbaru 3 Cikakak tidak ada 4 Simpenan Loji, Kertajaya 5 Ciemas Ciwaru, Mandrajaya 6 Ciracap Gunungbatu, Pangumbahan 7 Surade Pasir Ipis 8 Cibitung Cibitung 9 Tegalbuleud Buni Asih, Tegal Buleud Sumber: Laporan Kegiatan Perikanan Tangkap di PPN Pelabuhanratu, Armada penangkapan Armada penangkapan ikan di wilayah perairan Kabupaten Sukabumi dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu perahu tanpa motor, kapal motor, dan motor temple. Sejalan dengan modernisasi armada penangkapan, sejak tahun 2006 perahu tanpa motor mengalami penurunan jumlah armada dan bahkan ditinggalkan, sedangkan perahu motor tempel maupun kapal motor mengalami peningkatan, seperti tersaji pada Tabel 18.

56 39 Tabel 18 Jumlah armada penangkapan ikan PPN Pelabuhanratu tahun Tahun Armada (unit) Jumlah Motor Tempel Kapal Motor (unit) Sumber: Kementrian Kelautan dan Perikanan, Alat tangkap Alat tangkap yang beroperasi di PPN Palabuhanratu cukup beragam. Alat tangkap yang paling dominan digunakan yaitu payang, pancing ulur dan bagan. Hampir semua alat tangkap yang beroperasi mengalami fluktuasi jumlah, namun hal tersebut tidak terjadi pada alat tangkap pancing tonda. Alat tangkap pancing tonda memperlihatkan peningkatan yang cukup signifikan tiap tahunnya. Perkembangan alat tangkap tersebut tersaji pada Tabel 19. Tabel 19 Perkembangan alat tangkap di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Alat Tangkap (unit) PYG PU PL PT JR TN GN BGN RW PS LL Sumber: Sari, Keterangan: PYG = Payang, PU = Pancing Ulur, PL = Pancing Layur, PT = Pancing Tonda, JR = Jaring Rampus, TN = Trammelnet, GN = Gillnet, BGN = Bagan, RW = Rawai, PS = Purse seine, LL = Long Line Produksi perikanan NilaiProduksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu mengalami penurunan secara bertahap dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 nilai produksi ,00. Jumlah ini menurun 27,19% menjadi ,00 pada tahun Secara rinci data tersebut diperlihatkan pada Tabel 20 berikut.

57 40 Tabel 20 Nilai produksi hasil tangkapan di PPN Palabuhanratu tahun Tahun Jumlah Produksi () Sumber: Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, Jenis komoditas perikanan tangkap yang didaratkan di PPN Pelabuhan ratu sangat lah dominant, mulai dari komuditas dari perairan demersal, pelagis, hingga perairan karang. Komoditas hasil tangkapan tersebut dapat dilihat pada Tabel 21 berikut. Tabel 212 Produksi perikanan tangkap khusus di laut per jenis ikan pada tahun, 2008 No. Nama Jenis Ikan Produksi (Ton) Harga/ Kg Nilai Produksi (000) Manyung 2, Cendro 0, Ikan sebelah 5, Pisang-pisang Selar 38, Kuwe 239, Layang 175, Sunglir 3, Tetengek 6, Bawal Hitam 38, Jangilus 239, Kakap putih Golok-golok 0, Selanget 0, Lemuru 0, Japuh Tembang 1.284, Lamadang 4, Teri 158, Gerot-gerot 2, Layaran 23, Setuhuk hitam 40, Setuhuk loreng 12, Ikan pedang 42, Kapas-kapas 0, Pepetek 650, Bambangan 60, Sawangi/ Mata besat 50,

58 41 Tabel 21 (Lanjutan) No. Nama Jenis Ikan Produksi (Ton) Harga/ Kg Nilai Produksi (000) 29 Tiga waja 374, Lisong 1.019, Tongkol krai 4, Tongkol komo 24, Cakalang 1.024, Kembung 92, Banyar 95, Tenggiri 5, Tenggiri papan 0, Albakor 23, Madidihang 184, Tuna sirip biru 519, Tuna mata besar 963, Tongkol abu-abu 140, Kerapu 0, Baronang 33, Layur 867, Cucut monyet 62, Pari 25, Ikan lainnya 209, Udang jerebun 4, Udang korosok Udang karang 8, udang lainnya 287, Cumi-cumi 5, Gurita 4, Lainnya 6, Rumput laut 10, Jumlah 9.087, Sumber : Laporan kegiatan perikanan tangkap di PPN Pelabuhanratu, Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Sukabumi adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Barat, Indonesia. Ibu kotanya adalah Pelabuhanratu. Kabupaten ini berbatasan dengan Kabupaten Bogor di utara, Kabupaten Cianjur di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Lebak di barat.

59 42 Kecamatan Simpenan adalah salah satu kecamatan dari Kabupaten Sukabumi, terdiri dari enam kelurahan yaitu Cidadap, Cibuntu, Cihaur, Kertajaya, Mekarasih, dan Loji. Dusun Sanggarawayang, Desa Kertajaya dimana tempat diadakannya penelitian, dengan 51 kepala keluarga, mayoritas bekerja sebagai nelayan, letak koordinat 106 o 30 42,66 BT dan 7 o 05 24,43 LS. Topografi berbukit dan lembah merupakan ciri khas daerah ini, sampai saat ini jalur laut masih merupakan transfortasi yang paling gampang dan murah untuk mencapai desa tersebut, karena belum adanya akses jalan raya yang menuju ke daerah tersebut, jalan darat hanya bisa dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua dengan jalur menanjak dan turunan yang curam dan berbatu.

60 5 HASIL 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Total Selama Penelitian Selama operasi penelitian memperoleh hasil tangkapan dalam jumlah (ekor) yang terdiri dari kelompok krustasea sebagai hasil tangkapan utama, yaitu lobster dengan total 49 ekor atau 38,89% dari seluruh hasil tangkapan. Ada 3 spesies lobster yang tertangkap, yaitu lobster hijau pasir (Panulirus homarus), lobster hijau (Panulirus versicolor) dan mutiara (Panulirus ornatus). Jenis lobster pertama adalah yang paling dominan, baik dari segi jumlah ekor maupun berat (Tabel 22). Komposisi hasil tangkapan lain atau hasil tangkapan sampingan (HTS) adalah rajungan 34 ekor (26,98%), sotong (Sepia sp.,34 ekor (26,98%), kerapu (Epinephelus coioides) 2 ekor (1,59%), singreng (Canthigaster sp) 2 ekor (1,59%), keong macan (Babilonia spirata, 2 ekor) (Tabel 19). Komposisi hasil tangkapan dalam berat (gram) untuk Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) dengan total 5119,1 gram (60,48%) terdiri dari kelompok krustasea (rajungan) 2009,1 gram (23,74%), kelompok moluska (sotong-sepia sp.) 1970 gram (23,27%), kelompok ikan (kerapu - Epinephelus coioides dan Singreng- Canthigaster sp.) 760 (8,98%), kelompok keong (keong macan- Babilonia Spirata) 70 gram (0,83%). Rincian dari hasil tangkapan utama dan sampingan selama penelitian bubu ini dapat dilihat pada Tabel 22, Gambar 17 dan Gambar 18. Hasil tangkapan lobster yang dominan tertangkap adalah pada selang karapas mm adalah 13 ekor (lihat gambar 19). Menurut Moosa dan Aswandi (1984) Panjang total lobster betina dewasa lebih kurang 16 cm, lobster jantan kurang lebih 20 cm. Menurut Zulkarnain (2012), ukuran lobster dengan ukuran karapas di bawah 45 mm adalah baby lobster atau lobster muda yang di bawah ukuran ekonomis oleh karena itu lobster yang tertangkap didominasi oleh baby lobster, yang belum selayaknya ditangkap.

61 44 Jumlah (ekor) (38,89% ) (26,98 %) (26,98%) (1,59%) (3,97%) (1,59%) Jenis tangkapan 1 (Lobster) 2 (Rajungan) 3 (Kepiting) 4 (Sotong) 5 (Ikan) 6 (Keong) Gambar 17 Komposisi Hasil Tangkapan Total (ekor) Tabel 22 Komposisi hasil tangkapan total Jumlah Berat No Hasil Tangkapan (ekor) % (gram) % 1 Utama a. Krustasea (lobster) Lobster hijau pasir ( Panulirus homarus) Lobster hijau ( Panulirus versicolor) Lobster mutiara ( Panulirus homarus) Sub- Total Hasil tangkapan Utama Sampingan (By-catch) : a. Krustasea (rajungan) Rajungan ( Portunus pelagicus ) Rajungan ( Portunus sanguinolentus ) Rajungan ( Charybdis natator ) Rajungan ( Charybdis lucifera ) Sub- Total b. Krustasea (Kepiting) Kepiting (Calappa sp) Sub-Total c. Molusca (sotong) Sotong (Sepia sp) Sub-Total d. Ikan Kerapu lumpur ( Epinephelus coioides ) Singreng (Canthigaster sp.) Sub-Total

62 45 Tabel 22 (Lanjutan) e. Keong keong macan (Babilonia spirata) Sub-Total Sub- Total Hasil tangkapan Sampingan Total Hasil Tangkapan (39,52%) (23,74%) (23,3%) 760 (9%) 310 (3,7%) 70 (0,8%) Jenis tangkapan 1 (Lobster) 2 (Rajungan) 3 (Kepiting) 4 (Sotong) 5 (Ikan) 6 (Keong) Gambar 18 Komposisi Hasil Tangkapan Berat (gram) Hasil tangkapan lobster (ekor) Selang kelas panjang karapas(mm) Gambar 19 Hasil tangkapan lobster berdasarkan panjang karapas Berdasarkan pada selang kelas panjang karapas diatas terlihat bahwa hasil tangkapan lobster yang dominan tertangkap adalah pada selang karapas mm adalah 13 ekor. Selain itu ukuran panjang karapas lobster yang tertangkap adalah selang mm sebanyak 11 ekor, mm sebanyak 7 ekor,37-34

63 46 sebanyak 7 ekor sisanya ada pada selang mm sebanyak 7 ekor, mm dan mm masing-masing sebanyak 2 ekor Komposisi hasil tangkapan total jumlah (ekor) per bubu. Hasil tangkapan lobster dan by catch (HTS) pertrip berdasarkan jumlah bubu dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Hasil tangkapan total berdasarkan jumlah bubu Trip Jumlah (bubu) Lobster Ikan Kepiting Rajungan sotong Kosong Dalam setiap operasi penangkapan bubu tidak selalu mendapatkan hasil tangkapan. Dari setiap trip penangkapan ternyata banyak bubu yang tidak mendapatkan hasil tangkapan (kosong)

64 Komposisi hasil tangkapan jumlah (ekor) berdasarkan desain bubu Berdasarkan Penggunaan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping (PS), bubu lipat Modifikasi Pintu Atas (PA) dan bubu lipat standar (S) dengan mengabaikan jenis umpan yang digunakan maka komposisi hasil tangkapan lobster sebagai Hasil Tangkapan Utama (HTU), masing-masing 11 ekor (22%), 31 ekor (63%), dan 7 ekor (14%), sedangkan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) masing-masing 16 ekor (21%), 48 ekor (62%), dan 7 ekor (13%) (Tabel 24) dan Rata-rata hasil tangkapan jumlah (ekor) antara lobster dengan by catch dapat dilihat pada Gambar 20. Tabel 24 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan desain bubu Jenis bubu lipat No. Hasil Tangkapan (S) (PS) (PA) Jumlah Jumlah Jumlah (ekor) % (ekor) % (ekor) % 1 Utama : lobster Sampingan (By-catch) : Total Hasil Tangkapan Rata-rata Jumlah (ekor) Per trip Utama : lobster Sampingan (By-catch) : 0.00 (S) (PS) (PA) Gambar 20. Rata-rata hasil tangkapan jumlah (ekor) antara lobster dan Bycatch Dari rata-rata di atas terlihat bahwa bubu lipat modifikasi pintu samping dan pintu atas mendapatkan hasil tangkapan lobster yang lebih sedikit dibandingkan bubu standar sedangkan bubu standar mendapatkan hasil by-catch yang lebih banyak dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi.

65 Komposisi hasil tangkapan berat (gram) berdasarkan desain bubu Berdasarkan Penggunaan bubu lipat Modifikasi Pintu Samping (PS), bubu lipat Modifikasi Pintu Atas dan bubu lipat standar (S) dengan mengabaikan jenis umpan yang digunakan maka komposisi hasil tangkapan lobster sebagai Hasil Tangkapan Utama (HTU), masing-masing 715 gram (21%), 2215 gram (66%), dan 415 gram (12%), sedangkan Hasil Tangkapan Sampingan (HTS) masingmasing 949 gram (13%), 5275 gram (72%), dan 1102 gram (15%) (Tabel 25) dan Rata-rata hasil tangkapan jumlah (ekor) antara lobster dengan by catch dapat dilihat pada Gambar 21. Tabel 25 Komposisi hasil tangkapan berdasarkan desain bubu Jenis bubu lipat No. Hasil Tangkapan (S) (PS) (PA) Berat Berat Berat (gram) % (gram) % (gram) % 1 Utama : lobster Sampingan (By-catch) : Total Hasil Tangkapan Berat (gram) Lobster dan bycatch (S) (PS) (PA) Utama : lobster Sampingan (By-catch) : Gambar 21. Rata-rata hasil tangkapan berat (gram) antara lobster dan Bycatch Dari rata-rata di atas terlihat bahwa bubu lipat modifikasi pintu samping dan pintu atas mendapatkan hasil tangkapan lobster (gram) yang lebih sedikit dibandingkan bubu standar sedangkan bubu standar mendapatkan hasil by-catch yang lebih banyak dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi.

66 Komposisi hasil tangkapan jumlah (ekor) berdasarkan umpan Berdasarkan Penggunaan umpan kanikil dan umpan ikan tembang (standar) dengan mengabaikan jenis bubu lipat yang digunakan, maka komposisi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 26 dan Gambar 22. Rata-rata hasil tangkapan jumlah (ekor) antara lobster dengan by catch dapat dilihat pada Gambar 23. Tabel 26. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan Jenis Umpan No. Hasil Tangkapan Tembang Kanikil Jumlah Jumlah (ekor) % (ekor) % 1 Utama : lobster Sampingan (By-catch) : Lobster Rajungan Kepiting Molusca Ikan Keong Jumlah Ikan Jumlah Kanikil Gambar 22. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan Rata-rata Jumlah (ekor) per trip Lobster Sampingan (Bycatch) : 0 Gambar 23. Rata-rata Hasil tangkapan Jumlah (ekor) antara lobster dan By-catch

67 Komposisi Hasil Tangkapan Berat (gram) berdasarkan umpan Berdasarkan Penggunaan umpan kanikil dan umpan ikan tembang (standar) dengan mengabaikan jenis bubu lipat yang digunakan, maka komposisi hasil tangkapan dapat dilihat pada Tabel 27 dan Gambar 24. Rata-rata hasil tangkapan berat (gram) antara lobster dengan by catch dapat dilihat pada Gambar 25. Tabel 27. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan No. Hasil Tangkapan Jenis Umpan Ikan tembang Kanikil Jumlah Jumlah (ekor) % (ekor) % 1 Utama : lobster Sampingan (By-catch) : Ikan Tembang kanikil lobster Rajungan Kepiting Molusca Ikan Keong Gambar 24. Komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis umpan Rata-rata Jumlah (ekor) per trip Lobster Sampingan (Bycatch) : 0 Gambar 25. Rata-rata hasil tangkapan berat (gram) antara lobster dan By-catch

68 Pengaruh Desain Bubu dan Jenis Umpan Terhadap Hasil Tangkapan Total Hasil tangkapan total per trip berdasarkan jenis bubu dan umpan dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari data hasil tangkapan per trip tersebut didapatkan rata-rata per trip desain bubu lipat dengan umpan yang digunakan (jumlah dan berat). Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 26 dan Gambar 27. Rata-rata jumlah (ekor) hasil tangkapan total S PS PA Ikan Tembang kanikil Gambar 26. Rata-rata Jumlah tangkapan total per trip desain bubu lipat dengan jenis umpan Rata-rata berat (gram) hasil tangkapan total S PS PA Ikan Tembang kanikil Gambar 27. Rata-rata Berat tangkapan total per trip desain bubu lipat dengan jenis umpan

69 52 Rata-rata jumlah (ekor) hasil tangkapan total per trip dengan menggunakan bubu lipat standar (S) dengan umpan ikan tembang adalah 2,04 sedangkan bubu lipat standar (S) dengan umpan kanikil adalah 1,33. Rata-rata hasil tangkapan total per trip dengan menggunakan bubu lipat pintu samping (PS) dengan umpan ikan tembang adalah 0,50 sedangkan bubu lipat pintu samping dengan umpan kanikil adalah 0,54. Rata-rata hasil tangkapan total dengan bubu lipat pintu atas dengan umpan ikan adalah 0,50 sedangkan bubu lipat pintu atas dengan umpan kanikil adalah 0,29. Rangking rata-rata dari yang terbesar hingga paling kecil adalah S Ikan = 2,04, S Kanikil = 1,33, PS Kanikil =0,54, PS Ikan=0,50 PA ikan = 0,50, PA kanikil = 0,29. Rata-rata berat (gram) hasil tangkapan total per trip dengan menggunakan bubu lipat standar (S) dengan umpan ikan tembang adalah 158,34 sedangkan bubu lipat standar (S) dengan umpan kanikil adalah 76,88. Rata-rata hasil tangkapan total per trip dengan menggunakan bubu lipat pintu samping (PS) dengan umpan ikan tembang adalah 28,08 sedangkan bubu lipat pintu samping dengan umpan kanikil adalah 33,13. Rata-rata hasil tangkapan total dengan bubu lipat pintu atas dengan umpan ikan adalah 39,17 sedangkan bubu lipat pintu atas dengan umpan kanikil adalah 15,42. Rangking rata-rata dari yang terbesar hingga paling kecil adalah S Ikan = 158,34, S Kanikil = 76,88,PS Ikan=28,08 PS Kanikil =33,13, PA ikan = 39,17, PA kanikil = 15, Proses analisis data Uji Kenormalan Berdasarkan data hasil tangkapan Total Jumlah (ekor) dan Berat (gram) tersebut maka dilakukan pengujian normalitas. Dari hasil uji kenormalan sebelum transformasi dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB14 data yang diolah menyebar tidak normal terlihat pada P-Value 0.108, data dikatakan menyebar normal jika P-Value > 0,150. Data yang akan diolah memiliki sebaran yang tidak normal, oleh karena itu harus dilakukan transformasi agar data menyebar normal atau mendekati sebaran normal, dengan menggunakan metode transformasi kuadrat, yaitu (Y + ½) 1/2, dengan Y adalah data awal yang akan dilakukan tranfomasi. Hasil uji kenormalan setelah transformasi ternyata data menjadi normal terlihat pada P-Value > yang menyatakan bahwa data tersebut

70 53 menyebar normal. Grafik hasil pengujian kenormalan sebelum dan setelah transformasi dapat dilihatpada lampiran 3, sehingga analisis data menggunakan anova multi faktor Hasil analisis faktorial Hasil Analisis ragam untuk mengetahui pengaruh desain bubu dan jenis umpan serta interaksi desain bubu dan jenis umpan terhadap hasil tangkapan total dapat dilihat pada Tabel 28 dan Tabel 29 Tabel 27. Analisis ragam desain bubu dan umpan terhadap jumlah (ekor) hasil tangkapan total Sumber Derajat bebas Type I SS Rata-rata F-hitung Pr > F umpan bubu <.0001 umpan*bubu Tabel 29. Analisis ragam desain bubu dan umpan terhadap berat (gram) hasil tangkapan total Sumber DF Type I SS Rata-rata F - hitung Pr > F umpan bubu <.0001 umpan*bubu Dari hasil analisis ragam diatas terlihat bahwa desain bubu berpengaruh nyata atau berbeda nyata terhadap hasil tangkapan lobster, namun jenis umpan tidak berpengaruh nyata atau tidak berbeda nyata terhadap hasil tangkapan lobster, dan interaksi antara umpan dan bubu tidak berpengaruh nyata terhadap hasil penangkapan lobster pada taraf nyata 5%. Dilihat dari F hitung =16,87 > F- Tabel = 3,06 (p-value = 0001< 0.05) pada desain bubu, Dilihat dari F hitung =3,01 < F-Tabel = 3,90 (p-value = 0,08481> 0.05) pada jenis umpan dan Dilihat p-value = 0,3089>0.05) pada interaksi antara umpan dan bubu pada data jumlah (ekor). Demikian juga untuk berat (gram) dlihat dari F hitung =14.68 > F-Tabel = 3,06 (p-value = 0001< 0.05) pada desain bubu, dilihat dari F hitung =3,71 < F-

71 54 Tabel = 3,90 (p-value = 0,08481> 0.05) pada jenis umpan dan Dilihat p-value = 0,3089>0.05) pada interaksi antara umpan dan bubu. Oleh karena itu dilakukan uji beda nyata (Uji Lanjut) untuk mengetahui perbandingan perbedaan desain bubu terhadap hasil tangkapan lobster Uji Lanjut (Duncan) Hasil uji lanjut desain bubu dapat dilihat pada Tabel 30 dan Tabel 31. Tabel 30 Hasil uji lanjut desain bubu terhadap jumlah (ekor) hasil tangkapan total Pengelompokan Duncan Nilai tengah N Bubu A S B PS B PA Tabel 31 Hasil uji lanjut desain bubu terhadap berat (gram) hasil tangkapan total Pengelompokan Duncan Nilai tengah N Bubu A S B PS B PA Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat bahwa bubu lipat standar lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat pintu samping dan pintu atas yang memiliki rataan 1,36177 atau lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat pintu samping dan pintu atas yang memiliki rataan 0,94231 dan 0,89382 terhadap jumlah (ekor). Demikian juga dengan berat (gram) terlihat bubu standar memiliki rataan 8,839 lebih besar dibandingkan bubu lipat pintu samping dan pintu atas yang memiliki rataan 3,547 dan 3,227. Berdasarkan rata-rata terlihat bahwa bubu lipat modifikasi pintu samping dan pintu atas dengan jenis umpan yang digunakan memberikan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bubu lipat standar.

72 Pengaruh Desain Bubu dan Jenis Umpan terhadap Hasil Tangkapan Lobster (Jumlah dan Berat) Hasil tangkapan lobster per trip berdasarkan jenis bubu dan umpan dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari data hasil tangkapan per trip tersebut didapatkan rata-rata per trip desain bubu lipat dengan umpan yang digunakan (jumlah dan berat). Data tersebut dapat dilihat pada Gambar 27 dan Gambar 28. Rata-rata Jumlah Lobster (Ekor) per trip S PS PA Ikan Tembang kanikil Gambar 27. Rata-rata Jumlah lobster per trip desain bubu lipat dengan jenis umpan Rata-rata berat Lobster (Gram) S PS PA Ikan Tembang kanikil Gambar 28. Rata-rata Berat lobster per trip desain bubu lipat dengan jenis umpan Rata-rata jumlah (ekor) hasil tangkapan lobster per trip dengan menggunakan bubu lipat standar (S) dengan umpan ikan tembang adalah 0,54

73 56 sedangkan bubu lipat standar (S) dengan umpan kanikil adalah 0,75. Rata-rata hasil tangkapan lobster per trip dengan menggunakan bubu lipat pintu samping (PS) dengan umpan ikan tembang adalah 0,29 sedangkan bubu lipat pintu samping dengan umpan kanikil adalah 0,17. Rata-rata hasil tangkapan lobster dengan bubu lipat pintu atas dengan umpan ikan adalah 0,13 sedangkan bubu lipat pintu atas dengan umpan kanikil adalah 0,17. Rangking rata-rata dari yang terbesar hingga paling kecil adalah S Ikan = 0,75, S Kanikil = 0,54,PS Ikan=0,29 PS Kanikil =0,17 PA kanikil = 0,17, PA ikan = 0,13. Rata-rata berat (gram) hasil tangkapan lobster per trip dengan menggunakan bubu lipat standar (S) dengan umpan ikan tembang adalah 42,50 sedangkan bubu lipat standar (S) dengan umpan kanikil adalah 49,79. Rata-rata hasil tangkapan lobster per trip dengan menggunakan bubu lipat pintu samping (PS) dengan umpan ikan tembang adalah 17,50 sedangkan bubu lipat pintu samping dengan umpan kanikil adalah 12,29. Rata-rata hasil tangkapan lobster dengan bubu lipat pintu atas dengan umpan ikan adalah 5,83 sedangkan bubu lipat pintu atas dengan umpan kanikil adalah 7,29. Rangking rata-rata dari yang terbesar hingga paling kecil adalah S Ikan = 42,50, S Kanikil = 49,79,PS Ikan=17,50 PS Kanikil =12,29, PA kanikil = 7,29, PA ikan = 5, Proses analisis data Uji Kenormalan Berdasarkan data total hasil tangkapan lobster (Jumlah) tersebut maka dilakukan pengujian normalitas. Dari hasil uji kenormalan sebelum transformasi dengan menggunakan perangkat lunak MINITAB14 data yang diolah menyebar tidak normal terlihat pada P-Value 0.108, data dikatakan menyebar normal jika P- Value > 0,150. Data yang akan diolah memiliki sebaran yang tidak normal, oleh karena itu harus dilakukan transformasi agar data menyebar normal atau mendekati sebaran normal, dengan menggunakan metode transformasi kuadrat, yaitu (Y + ½) 1/2, dengan Y adalah data awal yang akan dilakukan tranfomasi. Hasil uji kenormalan setelah transformasi ternyata tetap tidak mengalami perubahan signifikan terlihat data yang menyebar tidak normal dilihat pada P- value <0,010. Grafik hasil pengujian kenormalan sebelum dan setelah

74 57 transformasi dapat dilihat pada lampiran 5, sehingga analisis data harus menggunakan analisis non-parametrik Hasil analisis faktorial Hasil Analisis ragam untuk mengetahui pengaruh desain bubu dan jenis umpan serta interaksi desain bubu dan jenis umpan terhadap total hasil tangkapan lobster menggunakan uji kruskal-wallis dapat dilihat pada Tabel 32 dan Tabel 33. Tabel 32. Uji Kruskal-Wallis untuk desain bubu dan jenis umpan Pada total hasil tangkapan lobster (ekor) Perlakuan N (Jumlah) Nilai tengah Rataan Bubu 144 0,00 72,5 H = 5.21 DF = 2 P = H = DF = 2 P = (adjusted for ties) Umpan 144 0,00 72,5 H = 0.02 DF = 1 P = H = 0.05 DF = 1 P = (adjusted for ties) Interaksi bubu dan Umpan 144 0,00 72,5 H = 5.34 DF = 5 P = H = DF = 5 P = (adjusted for ties) Adjusted for teis (menyatakan koreksi untuk angka sama) Tabel 33. Uji Kruskal-Wallis untuk desain bubu dan jenis umpan Pada total hasil tangkapan lobster (gram) Perlakuan N (Jumlah) Nilai tengah Rataan Bubu 144 0,00 72,5 H = 5.55 DF = 2 P = H = DF = 2 P = (adjusted for ties) Umpan 144 0,00 72,5 H = 0.02 DF = 1 P = H = 0.03 DF = 1 P = (adjusted for ties) Interaksi bubu dan Umpan 144 0,00 72,5 H = 5.34 DF = 5 P = H = DF = 5 P = (adjusted for ties) Adjusted for teis (menyatakan koreksi untuk angka sama) Tolak H 0 jika : H > α 2 atau P-Value < αχ α 2 berdasarkan pada p-1 derajat bebas atau DF (degree of freedom), nilai diambil dari tabel Chisquare (χ 2 ), tabel Chisquare dapat dilihat pada lampiran 3. Nilai α = 0,05, DF (degree of freedom) = 2 maka didapat hasil χ α 2 dari tabel χ 2 = 5,9915 untuk desain bubu dan DF

75 58 (degree of freedom)=1 maka didapat hasil χ α 2 dari tabel χ 2 = 3,8415 untuk jenis umpan serta DF (degree of freedom) = 5 maka didapat hasil χ α 2 11,0705 untuk interaksi untuk desain bubu dan jenis umpan. dari tabel χ 2 = Dari hasil analisis ragam diatas terlihat bahwa desain bubu berpengaruh nyata atau berbeda nyata terhadap hasil tangkapan lobster, namun jenis umpan tidak berpengaruh nyata atau tidak berbeda nyata terhadap hasil tangkapan lobster, dan interaksi antara umpan dan bubu tidak berpengaruh nyata terhadap hasil penangkapan lobster pada taraf nyata 5%. Dilihat dari H = 10,66 > 5,9915 = χ α 2 atau p value = 0.005< 0.05 pada desain bubu, H = 0,05 < 3,8415 = χ α 2 atau p value = 0.821>0.05 pada jenis umpan dan H = 10,93 < 11,0705 = χ α 2 atau p value = 0.053>0.05 pada interaksi antara umpan dan bubu. Oleh karena itu dilakukan uji beda nyata (Uji Lanjut) untuk mengetahui perbandingan perbedaan desain bubu terhadap hasil tangkapan lobster Uji Lanjut (Duncan) Menurut (Mattjik dan Sumertajaya, 2006) dalam melakukan perbandingan berganda untuk menyelidiki lebih lanjut perbedaan perlakuan terhadap respon maka diperlukan prosedur perbandingan berganda yang konsisten untuk digunakan dengan uji kruskal-wallis. Prosedur perbandingan berganda dapat dilihat pada lampiran 3. Uji lanjut (dunn) dan pasangan perbandingan untuk desain bubu sebagai berikut : Z Z k( k 1) (2) Z 0, k N( N 1) t t 6 N( N 1) (144 1) ( ) ( ) ,246 Pasangan perbandingan : R R pa ps pa s R R ps s 6(144)(144 1) = 65,3-68,6 =3,3 < 8,246 -> terima H 0 (tidak beda nyata) R = 65,3-83,6 =18,3 > 8,246 -> tolak H 0 (berbeda nyata) R = 68,6-83,6 =15 > 8,246 -> tolak H 0 (berbeda nyata)

76 59 Berdasarkan hasil uji lanjut (Duncan) diatas menunjukkan bahwa masingmasing bubu lipat memiliki perbandingan yang nyata dimana terlihat bahwa bubu lipat pintu samping dan pintu atas memiliki perbedaan yang nyata dengan bubu standar dalam jumlah hasil tangkapan lobster. Pasangan perbandingan dapat dirangkum dan dilihat pada Tabel 31. Tabel 31. Pasangan perbandingan Kelompok Rataan Peringkat Bubu A 65,3 PA A 68,6 PS B 83,6 S Ket : Huruf yang tidak sama menunjukkan tidak berbeda nyata Berdasarkan hasil analisis tersebut terlihat bahwa bubu lipat standar lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat pintu samping dan pintu atas yang memiliki rataan 83,6 atau lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat pintu samping dan pintu atas yang memiliki rataan 68,6 dan 65,3. Sedangkan untuk hasil tangkapan sampingan by-catch (ekor) terlihat pada komposisi hasil tangkapan berdasarkan jenis bubu lipat bahwa bubu modifikasi lebih sedikit dibandingkan dengan bubu standar yang mendapatkan 48 ekor atau lebih besar dibandingkan dengan bubu lipat pintu samping dan pintu atas yang mendapatkan 16 ekor dan 13 ekor. Hasil pengujian menunjukkan bahwa bubu lipat standar lebih efektif dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi dalam penangkapan lobster sedangkan bubu lipat modifikasi lebih efektif dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan By-catch. Hasil tangkapan bubu lipat modifikasi memberikan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bubu lipat standar. Namun demikian, bubu lipat modifikasi tetap memperoleh hasil tangkapan lobster 5.4 Perubahan Kadar Protein dan Lemak Umpan Menurut Moosa dan Aswandy Umpan yang mengandung unsur lemak, protein, dan chitine serta ada baunya yang menyengat merupakan umpan yang sangat baik sebagai bahan atraktor untuk memikat lobster. Berdasarkan hasil analisis kadar protein (%) gram dalam 100 gram, maka diketahui bahwa data awal kanikil mengandung 18,45% dan terjadi penurunan kadar protein (%) yang diperhitungkan dari data awal. Analisis yang diperhitungkan berdasarkan lama perendaman selama 1 jam, 2 Jam, 3 Jam, 6 Jam, 9 Jam dan 12 Jam dan terjadi penurunan berturut-turut adalah %, %, 31.52%, 38.61%, 40.05%, 41.30%. Begitu juga dengan umpan tembang (standar) dimana hasil analisis kadar protein (%) gram bahwa data awal umpan tembang

77 60 mengandung 11,67% dan terjadi penurunan kadar protein yang diperhitungkan dari data awal yang lebih besar dibandingkan dengan kanikil Analisis yang diperhitungkan berdasarkan lama perendaman selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 6 jam, 9 jam dan 12 jam dan terjadi penurunan berturut-turut adalah 5,40%,12,77%,43,44%,45,16%,50,90%,51,76% (Gambar 29). Dengan demikian kanikil (Chiton sp) mengalami penurunan kadar protein yang cukup lambat dengan rata-rata penurunan 34.71% dibandingkan dengan umpan tembang 34,90%. Kadar Protein (%) dalam 100 gram LAMA PERENDAMAN (jam) Umpan Kanikil Umpan Tembang Gambar 29 Perubahan kadar Protein kanikil dan tembang berdasarkan lama perendaman Berdasarkan hasil analisis kadar lemak (%) gram dalam 100 gram, maka diketahui bahwa data awal kanikil mengandung 1,41% dan terjadi penurunan kadar lemak (%) yang diperhitungkan dari data awal. Analisis yang diperhitungkan berdasarkan lama perendaman selama 1 jam, 2 Jam, 3 Jam, 6 Jam, 9 Jam dan 12 Jam dan terjadi penurunan berturut-turut adalah 23,08%, 24,04%,32.69%,37.50%,55.77%,75.96%. (Gambar 30). Dengan demikian, bahwa kanikil mengalami penurunan kadar lemak yang lebih cepat dengan rata-rata penurunan 44.21% dibandingkan dengan ikan tembang 41,51%. Kadar Lemak (%) dalam 100 gram LAMA PERENDAMAN (jam) Umpan Kanikil Umpan Tembang Gambar 30 Perubahan kadar Lemak kanikil dan tembang

78 61

79 61 6 PEMBAHASAN 6.1 Bubu Lipat Modifikasi dan Bubu Lipat Standar Bubu lipat modifikasi pintu atas dan pintu samping merupakan modifikasi dari bubu lipat standar dengan penambahan pintu jebakan bentuk kisi-kisi. Berdasarkan konstruksinya bubu lipat modifikasi pintu samping dan pintu atas berbeda pada posisi pintu masuknya. Ukuran pintu masuk bubu lipat modifikasi pintu atas dan pintu samping memiliki ukuran yang cukup luas yaitu 30 cm x 40cm x 14cm (panjang x tinggi x lebar) dibandingkan dengan bubu lipat standar penelitian. Melalui pengujian di lapangan diharapkan dapat diukur efektivitasnya bila dibandingkan dengan bubu lipat standar. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor bubu lipat (bubu lipat modifikasi pintu atas dan pintu samping berpengaruh nyata terhadap jumlah (ekor) dan berat (gram) hasil tangkapan total dan hasil tangkapan lobster (p-value = 0001< 0.05) dan (p-value=0,004< 0,05). Hasil pengujian efektivitas bubu lipat modifikasi pintu atas dan pintu samping menunjukkan bahwa bubu lipat standar lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi. Hal ini bisa saja disebabkan oleh pemasangan pintu masuk pemicu bentuk kisi-kisi memberikan dampak sulitnya lobster masuk kedalam bubu. Seperti yang diungkapkan oleh Zulkarnain (2012) bahwa pintu pemicu masuk kisi-kisi pada bubu lipat memberikan peluang bagi lobster untuk masuk kedalam bubu, terutama lobster yang berukuran kecil, namun penggunaan pintu plastik bentuk kisi-kisi dapat saja mengganggu lobster masuk ke dalam bubu. Hasil uji lanjut (Duncan) menunjukkan bahwa bubu lipat standar lebih efektif dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi terhadap hasil tangkapan total dan lobster sedangkan bubu lipat modifikasi lebih efektif dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan By-catch. Hasil tangkapan bubu lipat modifikasi memberikan hasil tangkapan yang lebih sedikit dibandingkan dengan bubu lipat standar. Namun demikian, bubu lipat modifikasi tetap memperoleh hasil tangkapan lobster

80 Umpan Kanikil (Chiton sp) dan Umpan Standar Ikan Tembang Kanikil merupakan hewan mollusca laut yang berhabitat atau hidup di permukaan keras seperti di karang atau pantai batu-batuan atau tersembunyi di celah-celah batu (Suwarni (2008). Kanikil dapat dijadikan sebagai umpan untuk menangkap lobster. Hasil penelitian wahyudi et al. (2010) menyimpulkan bahwa penggunaan kanikil dapat meningkatkan efektivitas jaring krendet untuk menangkap lobster. Desa Kertajaya di pesisir pantai sebelah timur teluk Palabuhanratu memiliki karakteristik pantai berupa batu karang besar (rock) dan substrat dasar perairan lumpur dan berkarang. Di daerah ini banyak terdapat kanikil namun nelayan di daerah tersebut belum pernah menggunakannya. Kegiatan experimental fishing menggunakan bubu lipat modifikasi dengan kanikil merupakan uji-coba yang pertama kali dilakukan. Hal yang berhubungan dengan umpan untuk menangkap lobster adalah ikan mati yang dipotong-potong atau belum, yang sudah diproses atau organisme lain yang memiliki bau menyengat yang menarik daya cium lobster. Lobster juga menyukai umpan yang memiliki komposisi protein, lemak dan kitin yang tinggi serta memiliki bau yang menyegat sangat disukai oleh lobster (Moosa dan Aswandy,1984). Salah satu jenis ikan yang dapat digunakan sebagai umpan dalam menangkap lobster dengan bubu adalah ikan tembang (Sardinella fimbriata) sedangkan jenis hewan lunak atau moluska adalah kanikil (Chiton sp.). Kegiatan experimental fishing menggunakan bubu lipat modifikasi dengan kanikil merupakan uji-coba yang pertama kali dilakukan. Melalui pengujian diharapakan dapat diukur efektivitasnya bila dibandingkan dengan umpan standar. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor umpan (kanikil dan ikan tembang tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah (ekor) dan berat (gram) hasil tangkapan total dan hasil tangkapan lobster (p-value = 0,0848> 0.05) dan (pvalue=0,948> 0,05). Hal ini bisa disebabkan adanya faktor perubahan kadar protein dan lemak umpan. Hasil analisis kadar protein (%) umpan berdasarkan tahap lama perendaman yaitu lama perendaman 1, 2, 3,6,9 dan 12 Jam, dan terjadi penurunan kadar protein (%) yang diperhitungkan dari data awal. Analisis yang diperhitungkan berdasarkan lama perendaman selama 1 jam, 2 Jam, 3 Jam, 6

81 63 Jam, 9 Jam dan 12 Jam dan terjadi penurunan berturut-turut adalah %, %, 31.52%, 38.61%, 40.05%, 41.30%. Begitu juga dengan umpan tembang (standar) dimana hasil analisis kadar protein (%) gram bahwa data awal umpan tembang mengandung 11,67% dan terjadi penurunan kadar protein yang diperhitungkan dari data awal yang lebih besar dibandingkan dengan kanikil Analisis yang diperhitungkan berdasarkan lama perendaman selama 1 jam, 2 jam, 3 jam, 6 jam, 9 jam dan 12 jam dan terjadi penurunan berturut-turut adalah 5,40%,12,77%,43,44%,45,16%,50,90%,51,76%. Dengan demikian kanikil (Chiton sp) mengalami penurunan kadar protein yang cukup lambat dengan ratarata penurunan 34.71% dibandingkan dengan umpan tembang 34,90%. Berdasarkan hasil analisis kadar lemak (%) gram dalam 100 gram, maka diketahui bahwa data awal kanikil mengandung 1,41% dan terjadi penurunan kadar lemak (%) yang diperhitungkan dari data awal. Analisis yangdiperhitungkan berdasarkan lama perendaman selama 1 jam, 2 Jam, 3 Jam, 6 Jam, 9 Jam dan 12 Jam dan terjadi penurunan berturut-turut adalah 23,08%, 24,04%, 32.69%, 37.50%, 55.77%, 75.96%. Dengan demikian, bahwa kanikil mengalami penurunan kadar lemak yang lebih cepat dengan rata-rata penurunan 44.21% dibandingkan dengan ikan tembang 41,51%. Penurunan kadar protein (%) umpan kanikil yang lebih lambat menunjukkan bahwa kanikil lebih tahan lama dalam waktu perendaman dibandingkan dengan umpan tembang (standar), tetapi perbedaan dari kedua umpan tersebut tidak begitu signifikan dan hal ini menjadi acuan penjelasan bahwa kanikil adalah umpan yang memiliki efektifitas relatif sama dalam penangkapan lobster dengan alat tangkap bubu lipat. Kanikil mengalami penurunan kadar lemak yang lebih cepat dengan ratarata penurunan 44.21% dibandingkan dengan ikan tembang 41,51%, tetapi perbedaan dari kedua umpan tersebut tidak begitu signifikan dan hal ini menegaskan kembali bahwa umpan kanikil memiliki efektivitas relatif sama dengan umpan ikan tembang.

82 64 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: (1) Komposisi hasil tangkapan bubu lipat penelitian menunjukkan adanya perbedaan efektivitas dari bubu lipat dengan jenis yang berbeda. Hasil pengujian Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa jenis bubu lipat memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan lobster (panulirus spp.). Bubu lipat yang paling baik untuk menangkap lobster adalah bubu lipat standar dengan jumlah hasil tangkapan 31 ekor (63%) selanjutnya diikuti oleh bubu lipat modifikasi pintu samping 11 ekor (22%) dan bubu lipat modifikasi pintu atas 7 ekor (14%). Hasil tangkapan bubu lipat standar memberikan hasil tangkapan lobster (panulirus spp.) yang lebih baik dibandingkan dengan bubu lipat modifikasi pintu samping dan pintu atas namun bubu lipat modifikasi memberikan hasil tangkapan sampingan yang lebih sedikit dibandingkan bubu lipat standar. (2) Komposisi hasil tangkapan berdasarkan umpan menunjukkan tidak adanya perbedaan efektivitas dari jenis umpan yang berbeda. Hasil pengujian Kruskall-Wallis menunjukkan bahwa jenis umpan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah hasil tangkapan lobster. Hasil tangkapan dengan menggunakan umpan kanikil (Chiton sp) berhasil memberikan hasil tangkapan lobster yang relatif sama dengan umpan standar ikan tembang (Sardinella fimbriatta) sehingga efektivitas umpan kanikil (Chiton sp) sama dengan umpan standar. 6.2 Saran Saran yang dapat dikemukakan untuk perbaikan penelitian ini yaitu: 1. Diperlukan adanya penelitian lanjutan mengenai bentuk kisi-kisi berbahan plastik pada bubu lipat modifikasi pintu samping dan pintu atas. 2. Diperlukan adanya penelitian lebih lanjut di laboratorium cara lobster masuk kedalam bubu lipat modifikasi pintu samping dan pintu atas 3. Diperlukan adanya penelitian lanjutan dengan melihat langsung bagaimana lobster masuk ke dalam bubu lipat 4. Penelitian mengenai umpan kanikil untuk pengembangan umpan alternatif

83 65

84 65 DAFTAR PUSTAKA Adnyanawati, K.P Analisis Hasil Tangkapan Lobster (Panulirus spp.) dengan jaring klitik dan bubu di Pantai Swanggaluh, Kecamatan Selemadeg, Kabupaten Tabanan, Bali. [Skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. Hal Anwar, S.N Studi pendahuluan letak mulut bubu dan tingkah laku udang karang hijau pasir (Panulirus homarus). Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Hal Budiharjo, S Studi Perbandingan Jenis-jenis Alat Tangkap Lobster Pot dengan Bubu Tradisional. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Boutson A., Mahasawasde C, Mahasawasde S, and Arimoto T Use of Escape Vents to Improve Size and Species Selectivity of Collapsible Pot for Blue swimming Crab Portunus pelagicus in Thailand. Fisheries Science The Japanese Society of Fisheries Science. Japan. Volume 75 : 25-33p. Cobb JS and BF, Phillips The Biology and Management of Lobsters. Academic Press. USA. P; Cobb, J.S dan Wang, D Fisheries biology of lobster and crayfishs. (vol.10). New York: Academic Press, USA. pp Daniel WW Applied Nonparametric Statictic. 2 nd Edition. Georgia State University. PWS-KENT Pubishing Company. Boston. 616p Dinas Kelautan dan Perikanan Laporan Kegiatan Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu. Sukabumi. Hardiansyah Penilaian dan Perencanan Konsumsi Pangan. [Skripsi]. Program Studi Gizi Masyarakat dan Keluarga. Program Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Holthuis LB FAO Species Catalogue. Vol. 13. Marine Lobsters of the World. An annotated and illustrated catalogue of species of interest to fisheries known to date. FAO Fisheries Synopsis. No. 125, Vol. 13. FAO Fisheries and Aquaculture Department. Rome. Kementrian Kelautan dan Perikanan Buku Laporan Tahunan Statistika Perikanan Tangkap Tahun Pelabuhan Perikanan Nusantara Palabuhanratu. Direktorat Jendral Perikanan Tangkap.

85 66 Kittaka, J. Eds Spiny lobster : Fisheries and culture Second Edition. United State of America : Fishing news books a divisions of Blackwell science Ltd.679 hal. Krouse JS Performance and selectivity of Trap Fisheries for Crustaceans. In Caddy, J.F (Ed), Marine Invertebrate Fisheries: Their Assessment and Management.John Wiley and Sons, New york p. Lesmana Uji Coba Dua Macam Krendet Untuk Menangkap Lobster (Panulirus spp.). Bogor : Institut Pertanian Bogor. Mallawa A dan Sudirman Teknik Penangkapan Ikan. Reneka Cipta. Jakarta. Martasuganda S Bubu (Traps). Serial Teknologi Penangkapan Ikan Berwawasan Lingkungan. Departemen Pemanfaatan sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.69 hal. Mattjik AA, dan I.M Sumertajaya Rancangan Percobaan Dengan Aplikasi SAS Dan MINITAB. Jilid 1. IPB Press. Bogor. 276 hal. Meenakumari B and Rajan KVM Studies on Materials for Traps for Spiny Lobsters. Fisheries Reseaech. Elsevier B.V All rights reserved. Volume 3 : p. Miller R.J Effectiveness of Crab and Lobster Traps. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Science. Ottawa, Cannada. Volume 47, No. 4, April p. Moosa MK dan I, Aswandy Udang Karang (Panulirus sp) dari Perairan Indonesia. Proyek Studi Pengembangan Alam Indonesia, Studi Hayati Potensi Ikan, Lembaga Oseanografi Nasional, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Jakarta. 41 hlm. Nam Supriatna Laporan Kegiatan Perikanan Tangkap. Dinas Kelautan dan Perikanan Pelabuhanratu. Sukabumi. Nawangwulan, S Analisis Sistem Penangkapan Lobster (Panulirus sp.) di Perairan Pangandaran Kabupaten Ciamis Jawa Barat. [Skripsi]. (tidak dipublikasikan). Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 47. Nedelec C and Prodo J Definitions and Classification of Fishing Gear Categories. Rome :FAO.235p. Prasetyanti Analisa Pengaruh Fase Bulan Terhadap Pola Penyebaran dan Aktivitas (Panulirus sp) pada Bulan Juli-Agustus di Perairan Selatan Kebumen. Skripsi. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.

86 67 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 43 hal. Saanin H Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid I dan II. Bina Cipta. Bogor. 256 hal. Schwabe, E Illustrated summary of chiton terminology (Mollusca, Polyplacophora). Spixiana 33 (2): Steel RED dan JH Torrie Prinsip dan Prosedur Statistika. Diterjemahkan oleh Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka. Jakarta. 772 hal. Subani W Perikanan Udang Barong (spiny lobster) dan Prospek Masa Depannya. Prosiding Seminar ke II Perikanan Udang Maret Subani W Survey Alat Penangkap Udang Barong di Pantai Selatan Bali. Laporan Penelitian Perikanan Laut No. 25. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. Hal Subani W dan HR, Barus Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. 245 hal. Suwarni Optimalisasi Belajar Mengajar Mata Kuliah Avertebrata Air Yang Berbasis Scl (Students Center Learning). Universitas Hasanuddin. 55 hal. Unit Pelaksana Teknis Daerah Tempat Pelelangan Ikan Data Statistik Produksi dan Nilai Produksi PP/PPI Dinas Kelautan dan Perikanan. Sukabumi. Von Brandt A Fish Catching Methods of The World. England : Fishing News Book Ltd. Wahyudi I,, N Probosunu, Supardjo S.D., dan Soeparno Studi Efektivitas Jenis Umpan Krendet Pada Penangkapan Lobster (Panulirus spp.). Jurnal Krustacea Indonesia. September Jilid 1. No.2: hal Wudianto, C. Nasution dan HR. Barus Uji Coba Bubu Plastik di Perairan Jawa Barat. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No. 46. Jakarta : Balai Penelitian Perikanan Laut. Hal Zulkarnain, MS. Baskoro, S. Martasuganda, dan DR. Monintja Pengembangan Desain Bubu Lobster yang Efektif. Volume XIX No. 2. Bogor. Hal Zulkarnain Rancang Bangun Bubu Lipat Modifikasi dan Penggunaan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) Sebagai Umpan Alternatif Untuk Penangkapan Spiny Lobster (Tidak Dipublikasikan). [Disertasi] Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

87 LAMPIRAN

88 Lampiran 1 Tabel lapang pengambilan data Keterangan: PS: bubu lipat modifikasi pintu samping (satu pintu); Lampiran 2 Data Sheet hasil tangkapan PA: bubu lipat modifikasi pintu atas (satu pintu); S: bubu lipat rajungan sebagai bubu standar. 69

89 TRIP 1 Set : /15 Agustus 2011 Haul : /16 Agustus 2011 Lobster 1 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total S Ikan 1 bubu Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram 1 S Ikan Panulirus homarus Portunus pelagicus Total 3 Epinephelus coioides S Ikan 2 bubu 2 PA Ikan Portunus pelagicus PA Ikan 1 bubu Total TRIP 2 Set: /17 Agustus 2011 Haul: /18 Agustus 2011 Lobster 1 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total S kanikil 1 bubu Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram 1 S Kanikil Panulirus homarus 2 70 Charybdis natator Total 3 2 S Ikan Cantthigaster sp S kanikil 2 bubu Total S Ikan 1 bubu 70

90 TRIP 3 No Lampiran 2 (Lanjutan) Set : /20 Agustus 2011 Jenis Bubu Umpan Haul : /21 Agustus 2011 Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram Lobster 1 1 PS Kanikil Panulirus homarus Total 4 PS 2 PS Ikan Babilonia spirata Kanikil 1 bubu 3 S Kanikil Charybdis natator PS Ikan 1 bubu PS Kanikil Total S Kanikil 2 bubu 1 bubu TRIP Lobster 1 4 Set : /22 Agustus 2011 Haul : /23 Agustus 2011 Jenis Lobster By-cath Total S Kanikil 1 bubu No Umpan Bubu Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram 1 S Kanikil Panulirus homarus Total 4 2 PS kanikil Charybdis natator S Kanikil 1 bubu PS PS Ikan Charybdis natator Kanikil 1 bubu PA Ikan Calappa sp PS Ikan 1 bubu Total PA Ikan 1 bubu 71

91 Lampiran 2 (Lanjutan) TRIP 5 Set : /23 Agustus 2011 Haul : /24 Agustus 2011 Lobster 4 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram S Kanikil 1 S Kanikil Panulirus homarus Total 6 1 bubu Canthigaster sp S Kanikil 3 bubu Charybdis natator PA Ikan 1 bubu PS 2 PA Ikan Panulirus homarus Kanikil 1 bubu Charybdis lucifera S Ikan 1 bubu 3 PS Kanikil Charybdis natator S Ikan Portunus pelagicus Total TRIP 6 Set : /25 Agustus 2011 Haul : /26 Agustus 2011 Lobster 2 PS Jenis Lobster By-cath Total No Umpan Kanikil 1 bubu Bubu Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram 1 PS Kanikil Panulirus homarus Portunus sanguinolentus Total 5 PS 2 S Ikan Portunus sanguinolentus Kanikil 2 bubu Charybdis natator S Ikan 3 bubu Total

92 Lampiran 2 (Lanjutan) TRIP 7 No Set : /5 September 2011 Jenis Bubu Haul : /06 September 2011 Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram Lobster 1 1 S Ikan Panulirus homarus 2 95 Sepia sp Total 3 S Ikan 1 bubu Charybdis natator S Ikan 2 bubu 2 PS Ikan Charybdis natator PS Ikan 1 Total Set : /6 September 2011 TRIP 8 Lobster 2 Haul : /07 September 2011 No Jenis Umpan Lobster By-cath Total Bubu S Kanikil 1 bubu Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram PS Kanikil 1 bubu 1 S Kanikil Panulirus homarus 1 75 Sepia sp Total 2 2 PS Kanikil Panulirus homarus S Kanikil 1 bubu Total PS Kanikil 1 bubu 73

93 Lampiran 2 (Lanjutan) TRIP 9 Set : /7 September 2011 Haul : /8 September 2011 Lobster 1 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total 1 S Ikan Panulirus homarus Sepia sp Total 2 2 S Kanikil S Ikan 1 bubu Total S Kanikil 1 bubu S Ikan 1 bubu TRIP 10 No Set : /8 September 2011 Jenis Bubu Haul : /9 September 2011 Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram Lobster 1 S Ikan 1 bubu 1 S Ikan Panulirus ornatus Charybdis natator Total 2 2 Portunus sanguinolentus S Ikan 2 bubu 3 Sepia sp PA Ikan 1 bubu 4 PA Ikan Calappa sp Total

94 Lampiran 2 (Lanjutan) TRIP 11 No Set : /9 September 2011 Jenis Bubu Haul : /10 September 2011 Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram Lobster 2 1 S Ikan Panulirus homarus Portunus sanguinolentus Total 2 Total S Ikan 2 bubu S Ikan 2 bubu TRIP 12 Set : /11 September 2011 Jenis Bubu Haul : /12 September 2011 Lobster 1 No Umpan Lobster By-cath Total S Kanikil 1 bubu Panulirus 1 S Kanikil homarus Total 7 bubu 2 PA Kanikil Charybdis natator S Kanikil 1 bubu 3 PS Ikan Portunus sanguinolentus PA Kanikil 3 bubu 4 S Ikan Charybdis natator PS Ikan 1 bubu Portunus sanguinolentus S Ikan 2 bubu 75

95 Lampiran 2 (Lanjutan) TRIP 13 No Set : /13 September 2011 Jenis Bubu Haul : /14 September 2011 Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram Lobster 2 1 S Ikan Panulirus homarus Total 2 2 PA Ikan Charybdis lucifera S Ikan 1 bubu Total PA Ikan 1 bubu 1 bubu TRIP 14 No Set : /14 September 2011 Jenis Bubu Haul : /15 September 2011 Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram Lobster 1 1 PS Kanikil Panulirus homarus 2 50 Sepia sp Total 2 PS 2 S Ikan Sepia sp Kanikil 1 bubu PS Kanikil Total S Ikan 1 bubu 1 bubu 76

96 Lampiran 2 (Lanjutan) Set : /15 September 2011 TRIP Lobster 1 15 Haul : September 2011 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total S Kanikil 1 bubu Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram 1 S Kanikil Panulirus homarus 1 25 Sepia sp Total 6 2 S Ikan Epinephelus coioides S Kanikil 2 bubu 3 PS Ikan Sepia sp S Ikan 1 bubu 4 PS Kanikil Sepia sp PS Ikan 2 bubu PS Total Kanikil 1 bubu TRIP 16 Set : /17 September 2011 Haul : /18 September 2011 Lobster 1 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total PS Ikan 1 bubu Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram 1 PS Ikan Panulirus homarus 2 80 Sepia sp Total 5 2 S Ikan Charybdys natator PS Ikan 2 bubu Sepia sp S Ikan 2 bubu 3 S Kanikil Sepia sp S Kanikil 1 bubu Total

97 Lampiran 2 (Lanjutan) TRIP 17 Set : /18 September 2011 Haul : /19 September 2011 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total Lobster 2 PA Kanikil Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram S Kanikil 1 bubu 1 PA Kanikil Panulirus homarus Total 4 PA S Kanikil Panulirus homarus 1 60 Sepia sp Kanikil 1 bubu 2 PS Ikan Sepia sp S Kanikil 2 bubu Total PS Ikan 1 bubu 1 bubu TRIP 18 Set : /21 September 2011 Haul : /22 September 2011 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram Lobster 1 PA Kanikil 1 bubu 1 PA Kanikil Panulirus homarus 2 90 Sepia sp Total 7 PA 2 PA Ikan Charybdis natator Kanikil 2 bubu 3 PS Ikan Sepia sp PA Ikan 1 bubu 4 S Ikan Sepia sp PS Ikan 1 bubu 5 S Kanikil Sepia sp S Ikan 2 bubu Charybdis natator S Kanikil 1 bubu Total

98 Lampiran 2 (Lanjutan) TRIP 19 No Set : /23 September 2011 Jenis Bubu Haul : /24 September 2011 Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram Lobster PS Ikan 1 1 bubu 1 PS Ikan Panulirus homarus Total 4 1 PA Ikan Sepia sp PS Ikan 1 bubu 2 S Ikan Sepia sp PA Ikan 1 bubu Total S Ikan 2 bubu TRIP 20 No Set : /24 September 2011 Jenis Bubu Haul : /25 Septembner 2011 Umpan Lobster By-cath Total Lobster 2 PA Kanikil 1 bubu Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram S Ikan 1 bubu 1 PA Kanikil Panulirus homarus Total 3 PA S Ikan Panulirus homarus Kanikil 1 bubu 2 PS Kanikil Sepia sp S Ikan 1 bubu PS Total Kanikil 1 bubu 79

99 Lampiran 2 (Lanjutan) TRIP 21 No Set : /25 September 2011 Jenis Bubu Haul : /26 September 2011 Lobster 2 bubu Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram PS Ikan 2 bubu 1 PS Ikan Panulirus homarus Total 2 Total PS Ikan 1 bubu TRIP 22 Set : /26 September2011 Haul : /27 September 2011 Lobster 1 No Jenis Bubu Umpan Lobster By-cath Total Jenis ekor gram Jenis ekor gram ekor gram 1 S Ikan Panulirus homarus Total 3 bubu 2 PA Ikan Charybdys natator S Ikan 1 bubu 3 PA Kanikil Sepia sp PA Ikan 1 bubu PA Total Kanikil 1 bubu S Ikan 1 bubu 80

100 82 Lampiran 3. Hasil tangkapan total per trip berdasarkan desain bubu dan umpan Jenis umpan Trip Jenis bubu Umpan S PS PA Ekor Gram Ekor Gram Ekor Gram Ikan

101 83 Lampiran 3 (Lanjutan) Kanikil

102 84 Lampiran 4 Hasil Tangkapan Lobster Per Trip Berdasarkan Jenis Bubu Dan Umpan Jenis umpan Trip Jenis bubu Umpan S PS PA Ekor Gram Ekor Gram Ekor Gram Ikan

103 85 Lampiran 4(Lanjutan) Kanikil

104 86 Lampiran 5 Analisis data Kelompokkan data berdasarkan jenis umpan dan bubu umpan bubu ulangan lobsterekor totalekor kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s

105 87 Lampiran 5 (Lanjutan) kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil ps kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s kanikil s

106 88 Lampiran 5 (Lanjutan) kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa kanikil pa ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps

107 89 Lampiran 5 (Lanjutan) ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan ps ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s ikan s

108 90 Lampiran 5 (Lanjutan) ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa ikan pa

109 Percent Percent 91 Lampiran 5 (Lanjutan) Uji kenormalan dengan menggunakan MINITAB4. Hasil tangkapan lobster ekor sebelum transformasi di uji kenormalan maka didapat hasil pada grafik Lobster ekor berikut ; Probability Plot of lobsterekor Normal Mean StDev N 144 KS P-Value lobsterekor Hasil transformasi kemudian diuji kenormalan maka didapat hasil pada grafik Lobster ekor berikut: Probability Plot of lobsterekor trans Normal Mean StDev N 144 KS P-Value < lobsterekor trans

110 Percent Percent 92 Lampiran 5 (Lanjutan) Hasil tangkapan total sebelum transformasi di uji kenormalan maka didapat hasil pada grafik total ekor berikut ; Probability Plot of total_ekor Normal Mean StDev N 144 KS P-Value < total_ekor 4 6 Hasil tangkapan total setelah transformasi di uji kenormalan maka didapat hasil pada grafik total ekor berikut ; Probability Plot of total_ekor_1 Normal Mean StDev N 144 KS P-Value > total_ekor_

111 93 Lampiran 5 (Lanjutan) HASIL ANALISIS RAGAM-RAL totalekor Dependent Variable: totalekor Sumber DF Sum of Squares Mean Square F Value Pr > F Model <.0001 Galat Total koreksi Source DF Type I SS Mean Square F Value Pr > F umpan bubu <.0001 umpan*bubu Setelah dilakukan transformasi dan dilakukan uji keseluruhan dengan uji- F, maka terlihat bahwa untuk semua faktor berpengaruh nyata (p-value = 0001< 0.05) terhadap hasil penangkapan lobster pada taraf nyata 5%. Dari hasil analisis ragam, terlihat bahwa jenis umpan tidak berpengaruh terhadap hasil tangkapan lobster, namun bubu berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan lobster, dan interaksi antara umpan dan bubu tidak berpengaruh terhadap hasil penangkapan lobster pada taraf nyata 5% Karena p value = > 0.05 pada jenis umpan, p value = <.0001<0.05 pada jenis bubu, serta p value = >0.05 pada interaksi antara umpan dan bubu karena model berpengaruh terhadap hasil penangkapan lobster, maka dilakukan uji lanjut (uji Duncan), terhadap masing masing faktor ( Jenis Umpan dan Jenis Bubu) pada masing masing taraf ( Jenis Umpan : Ikan dan Kanikil ; Jenis Bubu : ps dan s dan pa.

112 94 Lampiran 5 (Lanjutan) Duncan Grouping Mean N bubu A s B ps B B pa Dari hasil pengujian dengan uji Duncan, terlihat bahwa ketiga jenis bubu berbeda nyata pada taraf nyata 5%. Karena jenis Bubu berbeda satu sama lain, maka dapat dipilih Jenis bubu yang paling baik. Dalam hal ini bubu yang paling baik digunakan adalah jenis bubu s, karena memiliki rataan ( ) hasil penangkapan lobster yang lebih besar dari rataan ( ) Jenis Bubu ps dan pa ( )

113 95 Lampiran 5 (Lanjutan) Analisis Non-Parametrik Menggunakan MINITAB dengan menggunakan Analisis Non-Parametrik Kruskal Wallis. Masukkan data ke dalam worksheet dengan format sebagai berikut. Umpan bubu Ulangan Lobsterekor Interaksi Kanikil ps 1 0 KanikilPS Kanikil ps 2 0 KanikilPS Kanikil ps 3 0 KanikilPS Kanikil ps 4 0 KanikilPS Kanikil ps 5 0 KanikilPS Kanikil ps 6 1 KanikilPS Kanikil ps 7 1 KanikilPS Kanikil ps 8 1 KanikilPS Kanikil ps 9 0 KanikilPS Kanikil ps 10 0 KanikilPS Kanikil ps 11 0 KanikilPS Kanikil ps 12 0 KanikilPS Kanikil ps 13 0 KanikilPS Kanikil ps 14 0 KanikilPS Kanikil ps 15 1 KanikilPS Kanikil ps 16 0 KanikilPS Kanikil ps 17 0 KanikilPS Kanikil ps 18 1 KanikilPS Kanikil ps 19 0 KanikilPS Kanikil ps 20 1 KanikilPS Kanikil s 1 3 KanikilS Kanikil s 2 0 KanikilS Kanikil s 3 0 KanikilS Kanikil s 4 0 KanikilS Kanikil s 5 1 KanikilS Kanikil s 6 0 KanikilS Kanikil s 7 0 KanikilS Kanikil s 8 1 KanikilS Kanikil s 9 1 KanikilS Kanikil s 10 1 KanikilS Kanikil s 11 2 KanikilS Kanikil s 12 2 KanikilS Kanikil s 13 1 KanikilS Kanikil s 14 1 KanikilS Kanikil s 15 0 KanikilS Kanikil s 16 0 KanikilS

114 96 Kanikil s 17 0 KanikilS Kanikil s 18 0 KanikilS Kanikil s 19 0 KanikilS Kanikil s 20 3 KanikilS Kanikil pa 1 0 KanikilPA Kanikil pa 2 0 KanikilPA Kanikil pa 3 0 KanikilPA Kanikil pa 4 0 KanikilPA Kanikil pa 5 0 KanikilPA Kanikil pa 6 0 KanikilPA Kanikil pa 7 0 KanikilPA Kanikil pa 8 0 KanikilPA Kanikil pa 9 0 KanikilPA Kanikil pa 10 0 KanikilPA Kanikil pa 11 0 KanikilPA Kanikil pa 12 0 KanikilPA Kanikil pa 13 0 KanikilPA Kanikil pa 14 0 KanikilPA Kanikil pa 15 0 KanikilPA Kanikil pa 16 0 KanikilPA Kanikil pa 17 0 KanikilPA Kanikil pa 18 0 KanikilPA Kanikil pa 19 0 KanikilPA Kanikil pa 20 0 KanikilPA ikan ps 1 0 IkanPS ikan ps 2 0 IkanPS ikan ps 3 0 IkanPS ikan ps 4 0 IkanPS ikan ps 5 0 IkanPS ikan ps 6 0 IkanPS ikan ps 7 0 IkanPS ikan ps 8 0 IkanPS ikan ps 9 1 IkanPS ikan ps 10 0 IkanPS ikan ps 11 0 IkanPS ikan ps 12 0 IkanPS ikan ps 13 0 IkanPS ikan ps 14 0 IkanPS ikan ps 15 0 IkanPS ikan ps 16 1 IkanPS ikan ps 17 1 IkanPS ikan ps 18 0 IkanPS ikan ps 19 0 IkanPS

115 97 ikan ps 20 0 IkanPS ikan s 1 0 IkanS ikan s 2 1 IkanS ikan s 3 2 IkanS ikan s 4 1 IkanS ikan s 5 0 IkanS ikan s 6 0 IkanS ikan s 7 0 IkanS ikan s 8 0 IkanS ikan s 9 0 IkanS ikan s 10 0 IkanS ikan s 11 0 IkanS ikan s 12 0 IkanS ikan s 13 0 IkanS ikan s 14 0 IkanS ikan s 15 0 IkanS ikan s 16 1 IkanS ikan s 17 0 IkanS ikan s 18 0 IkanS ikan s 19 1 IkanS ikan s 20 0 IkanS ikan pa 1 0 IkanPA ikan pa 2 0 IkanPA ikan pa 3 0 IkanPA ikan pa 4 0 IkanPA ikan pa 5 0 IkanPA ikan pa 6 0 IkanPA ikan pa 7 0 IkanPA ikan pa 8 0 IkanPA ikan pa 9 0 IkanPA ikan pa 10 0 IkanPA ikan pa 11 0 IkanPA ikan pa 12 0 IkanPA ikan pa 13 0 IkanPA ikan pa 14 0 IkanPA ikan pa 15 0 IkanPA ikan pa 16 0 IkanPA ikan pa 17 1 IkanPA ikan pa 18 0 IkanPA ikan pa 19 0 IkanPA ikan pa 20 0 IkanPA

116 98 Lampiran 5 (Lanjutan) Catatan : interaksi menyatakan interaksi jenis bubu dengan jenis umpan, IkanPA berarti interaksi jenis umpan ikan dengan jenis bubu PA. Kruskal-Wallis Test: lobsterekor versus bubu Kruskal-Wallis Test on lobsterekor bubu N Median Ave Rank Z pa ps s Overall H = 5.21 DF = 2 P = H = DF = 2 P = (adjusted for ties) Adjusted for ties (menyatakan koreksi untuk aka sama), nilai tersebut yang digunakan untuk menyimpulkan hasil. Tolah H 0 jika : H > α 2 atau P-Value < α χ α 2 berdasarkan pada p-1 degrees of freedom, nilai diambil dari table Chisquare (χ 2 ). Nilai α = 0,05, DF (degree of freedom) = 2 maka didapat hasil χ α 2 dari table χ 2 = 5,9915, oleh karena itu H = 10,66 > 5,9915 = χ α 2 maka tolah H 0 = = dari masing masing bubu memiliki perbedaan yang nyata dalam jumlah hasil tangkapan lobster. P-Value = 0,005 < α = 0,05 berarti tolak H 0 = dari masing masing bubu memiliki perbedaan yang nyata dalam jumlah hasil tangkapan lobster. Terlihat pada rangking rata-rata terbesar hingga paling kecil dari masingmasing jenis bubu yaitu bubu S = 83,6 > PS = 68,6 > PA = 65,3. Dilanjutkan dengan Uji Perbandingan Berganda (Uji z) yang juga menyatakan S > PS > PA. Kruskal-Wallis Test: lobsterekor versus umpan Kruskal-Wallis Test on lobsterekor umpan N Median Ave Rank Z ikan kanikil Overall H = 0.02 DF = 1 P = H = 0.05 DF = 1 P = (adjusted for ties) ) H = 0,5 < 3,8415 = χ α 2 dan P-Value = 0,821 > α = 0,05, berarti terima H 0 = dari masing masing umpan sangat tidak memiliki perbedaan yang nyata dalam jumlah hasil tangkapan lobster. Ranking rata-rata umpan kanikil > umpan ikan (73,0>72,0), karena perbedaan tersebut tidak berbeda nyata jadi dari kedua jenis umpan memiliki kemampuan yang sama dalam penangkapan lobster.

117 99 Lampiran 5 (Lanjutan) Kruskal-Wallis Test: lobsterekor versus interaksi Kruskal-Wallis Test on lobsterekor interaksi N Median Ave Rank Z ikanpa ikanps ikans kanikilpa kanikilps kanikils Overall H = 5.34 DF = 5 P = H = DF = 5 P = (adjusted for ties) H = 10,93 < 11,0705 = χ α 2 dan P-Value = 0,053 > α = 0,05, berarti tolak H 0 = bubu dan umpan tidak memiliki interaksi yang berpengaruh nyata dalam hasil tangkapan lobster. Rangking rata-rata dari yang terbesar hingga paling kecil S Ikan = 84,6, S Kanikil = 82,5, PS Kanikil =70,0 PS Ikan = 67,3, PA kanikil = 66,7, dan PA Ikan = 64,0, Lampiran 5 ( Lanjutan)

118 100 Lampiran 6 Rangkaian bubu saat operasi Lampiran 7. Dokumentasi Kegiatan Penelitian Pemasangan Umpan Ikan Tembang Sumber : Dokumentasi penelitian Pemasangan Umpan Kanikil Sumber : Dokumentasi penelitian Persiapan Operasi Penelitian (Perahu sebagai sarana angkut dan transportasi) Sumber : Dokumentasi penelitian

119 101 Lampiran 7 (Lanjutan) Menuju Lokasi Penangkapan (Fishing ground) Sumber : Dokumentasi penelitian Pemasangan alat tangkap (setting) Sumber : Dokumentasi penelitian Pengangkatan alat tangkap (hauling) Sumber : Dokumentasi penelitian Penanganan Hasil Tangkapan Sumber : Dokumentasi penelitian

120 102 Lampiran 8 Foto Hasil tangkapan Spiny lobster dan Hasil tangkapan sampingan Nama lokal : Udang Barong Nama Indonesia : Lobster Hijau Pasir Nama Inggris : Scalloped Spiny Lobster Nama Latin : Panulirus homarus Sumber Foto : Dokumentasi penelitian Nama lokal : Udang Barong Nama Indonesia : Lobster Mutiara Nama Inggris : Ornate Rock Lobster Nama Latin : Panulirus ornatus Sumber Foto : Dokumentasi Penelitian Nama lokal : Udang Barong Nama Indonesia : Lobster Hijau Pasir Nama Inggris : Painted Rock Lobster Nama Latin : Panulirus versicolor Sumber Foto : Dokumentasi penelitian Nama lokal : Rajungan Macan Nama Indonesia : Rajungan Nama Inggris : Crucifix Crab Nama Latin : Charybdis feriatus Sumber Foto : Dokumentasi Penelitian

121 103 Lampiran 8 (Lanjutan) Nama lokal : Rajungan kacan g Nama Indonesia : Lobster Hijau Pasir Nama Inggris : box Creb NamaLatin : Charybdis Lucifera Sumber Foto : Dokumentasi penelitian Nama lokal : Kerapu balong Nama Indonesia: Kerapu lumpur Nama Inggris : Orange-spotted grou Nama Latin : Epinephelus coioides Sumber Foto : Dokumentasi Penelitian Nama lokal : Rajungan Batu Nama Indonesia : Rajungan Nama Inggris : Ridged Swimming Crab Nama Latin : Charybis natator Sumber Foto : Dokumentasi penelitian Nama Lokal : Rajungan belang titik tiga Nama Indonesia : Rajungan Nama Inggris : Blood-spotted swimming crab Nama Latin : Charybdis feriatus Sumber Foto : Dokumentasi Penelitian Nama lokal : Kepiting kepal Nama Indonesia : Rajungan Nama Inggris : Spotted box Crab Nama Latin : Calappa philargius Nama Lokal : Cumi Batok Nama Indonesia : Sotong Nama Inggris : Cuttle fish Nama Latin : Sepia Sp

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Udang Barong ( Spiny Lobster) Klasifikasi dan morfologi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Udang Barong ( Spiny Lobster) Klasifikasi dan morfologi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Udang Barong (Spiny Lobster) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi udang barong atau spiny lobster menurut Burukovskii (1974) diacu dalam Lesmana (2006) adalah sebagai

Lebih terperinci

3 METODOLOGI. Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian

3 METODOLOGI. Sumber: Google maps (2011) Gambar 9. Lokasi penelitian 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan dengan pengumpulan data di lapangan sejak tanggal 16 Agustus 2011 hingga 31 September 2011 di Desa Kertajaya, Palabuhanratu, Kabupaten Sukabumi,

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat

5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat 5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat Bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat pintu atas dengan penambahan pintu jebakan bentuk kisi-kisi merupakan desain dan konstruksi yang pertama kali dibuat. Cacing

Lebih terperinci

JURNAL JENIS LOBSTER DI PANTAI BARON GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA. Disusun oleh : Mesi Verianta

JURNAL JENIS LOBSTER DI PANTAI BARON GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA. Disusun oleh : Mesi Verianta JURNAL JENIS LOBSTER DI PANTAI BARON GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA Disusun oleh : Mesi Verianta 090801117 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM STUDI BIOLOGI YOGYAKARTA 2016 JENIS LOBSTER

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG

PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN DENGAN MENGGUNAKAN DUA KONSTRUKSI BUBU LIPAT YANG BERBEDA DI KABUPATEN TANGERANG Oleh: DONNA NP BUTARBUTAR C05400027 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian tentang rancang bangun bubu lobster modifikasi dan penggunaan umpan alternatif untuk penangkapan lobster dilakukan berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Desain dan Konstruksi Bubu Lobster

4 HASIL PENELITIAN. 4.1 Desain dan Konstruksi Bubu Lobster 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Desain dan Konstruksi Bubu Lobster Bentuk konstruksi mulut bubu pada bubu dengan pintu samping kebanyakan adalah bentuk bulat dan ditempatkan pada posisi di tengah, sehingga lobster

Lebih terperinci

UJI COBA DUA MACAM KRENDET UNTUK MENANGKAP SPINY LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN WONOGIRI. Oleh : ANDRIE LESMANA C

UJI COBA DUA MACAM KRENDET UNTUK MENANGKAP SPINY LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN WONOGIRI. Oleh : ANDRIE LESMANA C UJI COBA DUA MACAM KRENDET UNTUK MENANGKAP SPINY LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN WONOGIRI Oleh : ANDRIE LESMANA C54101022 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 3 Edisi Desember 2011 Hal

BULETIN PSP ISSN: X Volume XIX No. 3 Edisi Desember 2011 Hal BULETIN PSP ISSN: 5-86X Volume XIX No. 3 Edisi Desember Hal 39-5 EFEKTIVITAS BUBU LIPAT MODIFIKASI DAN PENGGUNAAN UMPAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) PADA PENANGKAPAN SPINY LOBSTER(Panulirus spp.)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Perairan Gebang Mekar Kabupaten Cirebon (Lampiran 1). Survey dan persiapan penelitian seperti pencarian jaring,

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Analisis Komparasi 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Analisis Komparasi Kabupaten Klungkung, kecamatan Nusa Penida terdapat 16 desa yang mempunyai potensi baik sekali untuk dikembangkan, terutama nusa Lembongan dan Jungutbatu. Kabupaten

Lebih terperinci

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

INSTITUT PERTANIAN BOGOR RANCANG BANGUN BUBUU LIPAT MODIFIKASI DAN PENGGUNAAN CACING TANAH (Lumbricus rubellus) SEBAGAI UMPAN ALTERNATIF UNTUK PENANGKAPAN SPINY LOBSTER ZULKARNAIN SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU TAMBUN TERHADAP HASIL TANGKAPAN KERAPU KOKO DI PULAU PANGGANG, KEPULAUAN SERIBU DIDIN KOMARUDIN MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP DEPARTEMEN PEMANFAATAN

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) LOBSTER LAUT Salah satu jenis komoditas yang biasa ditemukan di kawasan terumbu karang adalah udang barong atau udang karang (lobster).

Lebih terperinci

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI

KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI KOREKSI KONSTRUKSI PERANGKAP JODANG PENANGKAP KEONG MACAN DI PALABUHANRATU, SUKABUMI, JAWA BARAT AYU ADHITA DAMAYANTI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 33 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ukuran Mata Jaring Lintasan Masuk Bubu Hasil pengamatan terhadap tingkah laku kepiting bakau saat melewati bidang lintasan masuk menunjukkan bahwa kepiting bakau cenderung

Lebih terperinci

STUDY ON THE PVC TRAP FOR ELL (Monopterus albus)

STUDY ON THE PVC TRAP FOR ELL (Monopterus albus) STUDY ON THE PVC TRAP FOR ELL (Monopterus albus) By Dedi yandra ) Nofrizal 2) and IrwandySyofyan 2) Abstract For purpose to examine and compare efectiveness of the PVC and traditional trap for catching

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DENGAN KORANG DI DESA SANGRAWAYAN, PALABUHANRATU

PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DENGAN KORANG DI DESA SANGRAWAYAN, PALABUHANRATU Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 129-133 PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DENGAN KORANG DI DESA SANGRAWAYAN, PALABUHANRATU The Effect

Lebih terperinci

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK

Jl. Raya Jakarta Serang Km. 04 Pakupatan, Serang, Banten * ) Korespondensi: ABSTRAK Jurnal Perikanan dan Kelautan p ISSN 289 3469 Volume 6 Nomor 2. Desember 216 e ISSN 254 9484 Halaman : 95 13 Efektifitas Celah Pelolosan Pada Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan di Teluk Banten

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Antennule. Antennae. Carapace. Abdomen. Gambar 1 Bagian-bagian tubuh lobster. Sumber: (http://research.myfwc.

2 TINJAUAN PUSTAKA. Antennule. Antennae. Carapace. Abdomen. Gambar 1 Bagian-bagian tubuh lobster. Sumber: (http://research.myfwc. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lobster 2.1.1 Biologi lobster Lobster merupakan hewan nokturnal, yang berarti mencari makan di malam hari. Lobster memakan kumpulan benthic yang berbeda jenis dan spesies fauna lainnya.

Lebih terperinci

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian

Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 1. Ilustrasi Peta Lokasi Penelitian 42 Lampiran 2. Surat Keterangan Telah Melaksanakan Penelitian Lampiran 3. Alat yang Digunakan GPS (Global Positioning System) Refraktometer Timbangan Digital

Lebih terperinci

WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN

WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN WAKTU PENANGKAPAN KEPITING BAKAU (Scylla serrata) DI PERAIRAN LONTAR KABUPATEN SERANG BANTEN (Mud Crab Fishing Time in Lontar Water Serang Regency Banten) Ririn Irnawati 1), Adi Susanto 1), Siti Lulu Ayu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN HASH, TANGWAN BUBU B&U DAN BUSU LIPAT DI PE-2AlRA.N PALASXJHAMUTU, KABUPATEN JAWA BARAT

PERBANDINGAN HASH, TANGWAN BUBU B&U DAN BUSU LIPAT DI PE-2AlRA.N PALASXJHAMUTU, KABUPATEN JAWA BARAT + SUMUMI, 2 ~ 6.. 690 PERBANDINGAN HASH, TANGWAN BUBU B&U DAN BUSU LIPAT DI PE-2AlRA.N PALASXJHAMUTU, KABUPATEN JAWA BARAT Prihadi Adi Kusuma Setiawan. C54102073 DEPAFCEIMEN?EMANFAATAN SUMBERDAYA PERWAN

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian penangkapan rajungan dengan menggunakan jaring kejer dilakukan di perairan Gebang Kabupaten Cirebon, Jawa Barat (Lampiran 1 dan Lampiran 2). Penelitian

Lebih terperinci

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU

PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU Proporsi dan Komposisi Hasil Tangkapan Jaring Tiga Lapis (Trammel Net) di Pelabuhan Ratu (Hufiadi) PROPORSI DAN KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN JARING TIGA LAPIS (TRAMMEL NET) DI PELABUHAN RATU ABSTRAK Hufiadi

Lebih terperinci

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP 52 STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP Arif Mahdiana dan Laurensia SP. Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed Email : arifmahdiana@gmail.com

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT (Effect of bait position on catch of collapsible pot)

PENGARUH POSISI UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT (Effect of bait position on catch of collapsible pot) BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume 21 No. 1 Edisi April 2013 Hal 1-9 PENGARUH POSISI UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT (Effect of bait position on catch of collapsible pot) Oleh: Dahri Iskandar

Lebih terperinci

Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Pada Alat Tangkap Bubu Kerucut dengan Umpan yang Berbeda

Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Pada Alat Tangkap Bubu Kerucut dengan Umpan yang Berbeda Jurnal Ilmu dan Teknologi Perikanan Tangkap (4): 14-18, Desember 16 ISSN 337-436 Perbandingan Hasil Tangkapan Rajungan Pada Alat Tangkap Bubu Kerucut dengan Umpan yang Berbeda The Comparison Catch of Swimming

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu ( Traps 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Bubu (Traps) Bubu merupakan alat penangkapan ikan yang pasif (pasif gear). Alat tangkap ini memanfaatkan tingkah laku ikan yang mencari tempat persembunyian maupun

Lebih terperinci

KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI

KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI KELIMPAHAN UDANG KARANG BERDURI (Panulirus spp) DI PERAIRAN PANTAI WATUKARUNG PACITAN SKRIPSI Untuk memenuhi sebagian persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Sains Oleh: Laksito Nugroho M 0401037 JURUSAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR. Oleh : Meita Maria Adriani Ritonga C

KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR. Oleh : Meita Maria Adriani Ritonga C KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR Oleh : Meita Maria Adriani Ritonga C 54102054 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 1. No. 1, Desember 2010: 24-31

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 1. No. 1, Desember 2010: 24-31 Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol 1. No. 1, Desember 2010: 24-31 PENGARUH PERBEDAAN JENIS UMPAN TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS) DENGAN BUBU LIPAT DI PERAIRAN BUNGKO, KABUPATEN CIREBON.

Lebih terperinci

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base.

4 HASIL. Gambar 8 Kapal saat meninggalkan fishing base. 31 4 HASIL 4.1 Unit Penangkapan Ikan 4.1.1 Kapal Jumlah perahu/kapal yang beroperasi di Kecamatan Mempawah Hilir terdiri dari 124 perahu/kapal tanpa motor, 376 motor tempel, 60 kapal motor 0-5 GT dan 39

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi

IDENTIFIKASI IKAN. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA. Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI IKAN Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA Mata Kuliah Iktiologi IDENTIFIKASI Suatu usaha pengenalan dan deskripsi yang teliti serta tepat terhadap spesies, dan memberi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di lapang dilaksanakan pada Bulan Mei sampai Juni 2009. Penelitian dilaksanakan di Perairan Pulau Karang Beras, Kepulauan Seribu (Lampiran

Lebih terperinci

STUDI PENDAHULUAN LETAK MULUT BUBU DAN TINGKAH LAKU UDANG KARANG HIJAU PASIR SITI NURAFIAH ANWAR SKRIPSI

STUDI PENDAHULUAN LETAK MULUT BUBU DAN TINGKAH LAKU UDANG KARANG HIJAU PASIR SITI NURAFIAH ANWAR SKRIPSI STUDI PENDAHULUAN LETAK MULUT BUBU DAN TINGKAH LAKU UDANG KARANG HIJAU PASIR (PUllu!irus homurus) Oleh: SITI NURAFIAH ANWAR C05497039 SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada

Lebih terperinci

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C

PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON. Oleh: Asep Khaerudin C PROPORSI HASIL TANGKAP SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) YANG BERBASIS DI PESISIR UTARA, KOTA CIREBON Oleh: Asep Khaerudin C54102009 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang Klasifikasi dan tata nama 5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut www.fishbase.org (2009) taksonomi ikan tembang (Gambar 3) diklasifikasikan sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum :

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

SELEKSI POLA DINDING BUBU PLASTIK UNTUK MENANGKAP LOBSTER HIJAU PASIR

SELEKSI POLA DINDING BUBU PLASTIK UNTUK MENANGKAP LOBSTER HIJAU PASIR SELEKSI POLA DINDING BUBU PLASTIK UNTUK MENANGKAP LOBSTER HIJAU PASIR Oleh: Niken Pratiwi Permatasari C54102053 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keong Macan Klasifikasi dan identifikasi

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Keong Macan Klasifikasi dan identifikasi 3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keong Macan 2.1.1 Klasifikasi dan identifikasi Klasifikasi dan identifikasi Babylonia spirata, menurut Abbot dan Boss (1989), adalah sebagai berikut: Filum: Moluska; Kelas: Gastropoda;

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR

PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCING GANDA PADA RAWAI TEGAK TERHADAP HASIL TANGKAPAN LAYUR Pengaruh Penggunaan Mata Pancing.. terhadap Hasil Tangkapan Layur (Anggawangsa, R.F., et al.) PENGARUH PENGGUNAAN MATA PANCNG GANDA PADA RAWA TEGAK TERHADAP HASL TANGKAPAN LAYUR ABSTRAK Regi Fiji Anggawangsa

Lebih terperinci

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK

PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP DINAMIKA JARING KEJER PADA PERCOBAAN DI FLUME TANK SINGGIH PRIHADI AJI SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Keong Macan

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Keong Macan 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Keong Macan Klasifikasi Babylonia spirata, menurut Abbot dan Boss (1989), adalah: Filum : Moluska; Kelas : Gastropoda; Subkelas : Prosobranchia; Ordo : Neogastropoda; Super

Lebih terperinci

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi

(Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi GILL NET (Jaring Insang) Riza Rahman Hakim, S.Pi Pendahuluan Gill net (jaring insang) adalah jaring yang berbentuk empat persegi panjang yang dilengkapi dengan pemberat pada tali ris bawahnya dan pelampung

Lebih terperinci

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Prinsip dari metode ini adalah mengumpulkan ikan dalam ruang lingkup suatu alat tangkap. Dalam menarik perhatian ikan, digunakan

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan

5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan 50 5 PEMBAHASAN 5.1 Komposisi Hasil Tangkapan Kegiatan penangkapan ikan oleh nelayan bubu di Kecamatan Mempawah Hilir, Kabupaten Pontianak ditujukan untuk menangkap ikan kakap merah (Lutjanus sanguineus),

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian mengambil tempat di pulau Pramuka Kepulauan Seribu, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu Propinsi DKI Jakarta (Peta Lokasi Lampiran

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA

TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA TEKNIK PENGOPERASIAN PANCING TENGGIRI DENGAN MENGGUNAKAN ALAT BANTU CAHAYA Agus Salim Teknisi Litkayasa pada Balai Riset Perikanan Laut, Muara Baru-Jakarta Teregistrasi I tanggal: 29 Mei 2008; Diterima

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar

ABSTRAK. Kata kunci: Jumlah tangkapan; struktur ukuran; jenis umpan; ikan demersal dan rawai dasar RESPON IKAN DEMERSAL DENGAN JENIS UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN PADA PERIKANAN RAWAI DASAR Wayan Kantun 1), Harianti 1) dan Sahrul Harijo 2) 1) Sekolah Tinggi Teknologi Kelautan (STITEK) Balik

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian penangkapan ikan dengan menggunakan jaring arad yang telah dilakukan di perairan pantai Cirebon, daerah Kecamatan Gebang, Jawa Barat

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember 2011. Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN

PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PAPER TEKNIK PENANGKAPAN IKAN ALAT TANGKAP IKAN PINTA PURBOWATI 141211133014 MINAT TIHP FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS AIRLANGGA Penangkapan ikan merupakan salah satu profesi yang telah lama

Lebih terperinci

PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN

PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN PENGARUH BENTUK DAN LETAK CELAH PELOLOSAN (Escape Gap) PADA ALAT TANGKAP PENGILAR TERHADAP KELESTARIANSUMBERDAYA IKAN Hadiah Witarani Puspa 1), T. Ersti Yulika Sari 2), Irwandy Syofyan 2) Email : hadiahwpuspa@gmail.com

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha

II. TINJAUAN PUSTAKA Penangkapan Ikan. Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penangkapan Ikan Ayodhyoa (1981) mengatakan bahwa penangkapan ikan adalah suatu usaha manusia untuk menghasilkan ikan dan organisme lainnya di perairan, keberhasilan usaha penangkapan

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan

SAMBUTAN. Jakarta, Nopember Kepala Pusat Penyuluhan Kelautan dan Perikanan SAMBUTAN Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat rahmat dan hidayahnya serta kerja keras penyusun telah berhasil menyusun Materi Penyuluhan yang akan digunakan bagi

Lebih terperinci

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE

UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE UJICOBA BEBERAPA WARNA UMPAN TIRUAN PADA PENANGKAPAN IKAN DENGAN HUHATE DI PERAIRAN BONE-BONE, KOTA BAU-BAU, SULAWESI TENGGARA HENDRAWAN SYAFRIE SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS

Lebih terperinci

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI

RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM. Deka Berkah Sejati SKRIPSI RESPON PENCIUMAN IKAN KERAPU MACAN (Ephinephelus fuscoguttatus) TERHADAP UMPAN : PENGUJIAN SKALA LABORATORIUM Deka Berkah Sejati SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6488.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan kerapu macan (Ephinephelus fuscoguttatus) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar ini diterbitkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN)

Lebih terperinci

Rikza Danu Kusuma *), Asriyanto, dan Sardiyatmo

Rikza Danu Kusuma *), Asriyanto, dan Sardiyatmo PENGARUH KEDALAMAN DAN UMPAN BERBEDA TERHADAP HASIL TANGKAPAN LOBSTER (PANULIUS SP) DENGAN JARING LOBSTER (BOTTOM GILL NET MONOFILAMENT) DI PERAIRAN ARGOPENI KABUPATEN KEBUMEN Rikza Danu Kusuma *), Asriyanto,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG

DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG DAYA TANGKAP BUBU LIPAT YANG DIOPERASIKAN OLEH NELAYAN TRADISIONAL DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG Catchability of Collapsible Pot Operated by Traditional Fishermen in Mayangan Village, Subang Regency

Lebih terperinci

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank

ABSTRAK Desty Maryam. Pengaruh kecepatan arus terhadap komponen desain jaring millenium (percobaan dengan prototipe dalam flume tank PENGARUH KECEPATAN ARUS TERHADAP KOMPONEN DESAIN JARING MILLENIUM (Percobaan dengan Prototipe dalam Flume Tank) Desty Maryam SKRIPSI DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

PERBEDAAN UMPAN DAN KEDALAMAN PERAIRAN PADA BUBU LIPAT TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN BETAHWALANG, DEMAK

PERBEDAAN UMPAN DAN KEDALAMAN PERAIRAN PADA BUBU LIPAT TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN BETAHWALANG, DEMAK PERBEDAAN UMPAN DAN KEDALAMAN PERAIRAN PADA BUBU LIPAT TERHADAP HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (Portunus pelagicus) DI PERAIRAN BETAHWALANG, DEMAK Nadia Adlina, Aristi Dian Purnama Fitri *), Taufik Yulianto

Lebih terperinci

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh:

SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK. (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No.2, November 2012 Hal: 169-175 SELEKSI UMPAN DAN UKURAN MATA PANCING TEGAK (Selection on bait and hook number of vertical line) Oleh: Noor Azizah 1 *, Gondo Puspito

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan

3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat 3.2 Alat dan Bahan 25 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dibagi dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah penentuan ukuran mata jaring dan sudut kemiringan lintasan masuk bubu. Tahap kedua adalah penentuan

Lebih terperinci

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU (SKALA LABORATORIUM)

PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU (SKALA LABORATORIUM) PENGGUNAAN CELAH PELOLOSAN PADA BUBU LIPAT KEPITING BAKAU (SKALA LABORATORIUM) (Applicaton of Collapsible Mud Crab with Escape Gap in Laboratory Scale) Adi Susanto 1), Ririn Irnawati 1) 1) Jurusan Perikanan,

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting,

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting, 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting, baik secara lokal maupun global. Lobster merupakan bahan makanan populer yang memiliki

Lebih terperinci

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013

IKHWANUL CHAIR NAWAR PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2013 ANALISIS HASIL TANGKAPAN ALAT PENANGKAPAN JARING INSANG SATU LEMBAR (GILLNET) DAN TIGA LEMBAR (TRAMMEL NET) DI PERAIRAN PANTAI CERMIN KABUPATEN SERDANG BEDAGAI IKHWANUL CHAIR NAWAR 090302056 PROGRAM STUDI

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN)

BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) BAB II DESKRIPSI (OBJEK PENELITIAN) 2.1 Potensi dan Usaha Perikanan di Indonesia 2.1.1 Perikanan dan Potensi Indonesia Berdasarkan UU. No 31 tahun 2004. Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KECEPATAN MERAYAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA BENTUK MATA JARING DAN SUDUT KEMIRINGAN YANG BERBEDA

IDENTIFIKASI KECEPATAN MERAYAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA BENTUK MATA JARING DAN SUDUT KEMIRINGAN YANG BERBEDA Jurnal Ilmu Pertanian dan Perikanan Juni 2014 Vol. 3 No.1 Hal : 11-17 ISSN 2302-6308 Available online at: http://umbidharma.org/jipp IDENTIFIKASI KECEPATAN MERAYAP KEPITING BAKAU (Scylla serrata) PADA

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth

TINJAUAN PUSTAKA. jika dibandingkan dengan panjangnya, dengan perkataan lain jumlah mesh depth TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet) Gillnet adalah jaring dengan bentuk empat persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar jaring lebih pendek

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS) MENGGUNAKAN BUBU LIPAT DI MUARA TEBO NELAYAN 1 KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA

ANALISIS HASIL TANGKAPAN RAJUNGAN (PORTUNUS PELAGICUS) MENGGUNAKAN BUBU LIPAT DI MUARA TEBO NELAYAN 1 KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA AKUATIK- Analisis Jurnal Efektifitas Sumberdaya Hasil Perairan Tangkapan Bubu Lipat Terhadap Hasil Tangkapan Rajungan (Portunus pelagicus) Di Volume 9. Muara Nomor. Tebo 2. Tahun Nelayan 2015 1 Kecamatan

Lebih terperinci

HASIL TANGKAPAN BUBU LAUT DALAM DI TELUK PALABUHANRATU {Catch of Deep-Sea Pot in Palabuhanratu Bay}

HASIL TANGKAPAN BUBU LAUT DALAM DI TELUK PALABUHANRATU {Catch of Deep-Sea Pot in Palabuhanratu Bay} HASIL TANGKAPAN BUBU LAUT DALAM DI TELUK PALABUHANRATU {Catch of Deep-Sea Pot in Palabuhanratu Bay} Ari Purbayanto 1, Eddi Husni 2 dan Adi Susanto 3 1 Dosen Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

Lebih terperinci

UJI COBA DUA JENIS BUBU PENANGKAP KEONG MACAN DI PERAIRAN KARANG SERANG KABUPATEN TANGERANG

UJI COBA DUA JENIS BUBU PENANGKAP KEONG MACAN DI PERAIRAN KARANG SERANG KABUPATEN TANGERANG UJI COBA DUA JENIS BUBU PENANGKAP KEONG MACAN DI PERAIRAN KARANG SERANG KABUPATEN TANGERANG Oleh: Diniah 1), D. Lismawati 2) dan S. Martasuganda 1) 1) Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 02-6730.2-2002 Standar Nasional Indonesia Induk Kodok Lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk kodok lembu (Rana catesbeiana Shaw) kelas induk pokok disusun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008).

TINJAUAN PUSTAKA. jenis merupakan sumber ekonomi penting (Partosuwiryo, 2008). TINJAUAN PUSTAKA Sumberdaya Perikanan Indonesia terletak di titik puncak ragam jenis ikan laut dari perairan tropis Indo-Pasifik yang merupakan sistem ekologi bumi terbesar yang terbentang dari pantai

Lebih terperinci

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan

Fishing Methods: Gillnetting. By. Ledhyane Ika Harlyan Fishing Methods: Gillnetting By. Ledhyane Ika Harlyan Tujuan Instruksional Khusus (Semoga) Mahasiswa dapat: 1. Menyebutkan macam-macam gillnet 2. Teknis tertangkapnya ikan dengan menggunakan gillnet 3.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Rajungan merupakan salah satu komoditas ekspor Indonesia. Berdasarkan data ekspor impor Dinas Kelautan dan Perikanan Indonesia (2007), rajungan menempati urutan ke

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN DESAIN BUBU LOBSTER YANG EFEKTIF. Oleh: Zulkarnain 1*, Mulyono S. Baskoro 1, Sulaeman Martasuganda 1, dan Daniel Monintja 1

PENGEMBANGAN DESAIN BUBU LOBSTER YANG EFEKTIF. Oleh: Zulkarnain 1*, Mulyono S. Baskoro 1, Sulaeman Martasuganda 1, dan Daniel Monintja 1 BULETIN PSP ISSN: 0251-286X Volume XIX No. 2 Edisi Juli 2011 Hal 45-57 PENGEMBANGAN DESAIN BUBU LOBSTER YANG EFEKTIF Oleh: Zulkarnain 1*, Mulyono S. Baskoro 1, Sulaeman Martasuganda 1, dan Daniel Monintja

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 25 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Perairan Mempawah Hilir Kabupaten Pontianak Propinsi Kalimantan Barat, yang merupakan salah satu daerah penghasil

Lebih terperinci

TINGKAT KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU LIPAT YANG BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN

TINGKAT KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU LIPAT YANG BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN TINGKAT KERAMAHAN LINGKUNGAN BUBU LIPAT YANG BERBASIS DI PELABUHAN PERIKANAN NUSANTARA KARANGANTU KOTA SERANG PROVINSI BANTEN (Level of Environmental Friendliness of Collapsible Trap Based in the Archipelagic

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

UJI COBA PENENTUAN FREKUENSI SUARA DALAM PEMIKATAN IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Oleh : YATNA PRIATNA C

UJI COBA PENENTUAN FREKUENSI SUARA DALAM PEMIKATAN IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Oleh : YATNA PRIATNA C UJI COBA PENENTUAN FREKUENSI SUARA DALAM PEMIKATAN IKAN MAS ( Cyprinus carpio ) Oleh : YATNA PRIATNA C54101030 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan pesisir Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, Kepulauan Seribu DKI Jakarta (Lampiran 2 dan Lampiran 3). Penelitian

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster Kelompok Macrura Bangsa Udang dan Lobster Bentuk tubuh memanjang Terdiri kepala-dada (cephalothorax) dan abdomen (yang disebut ekor) Kaki beruas

Lebih terperinci