2 TINJAUAN PUSTAKA. Antennule. Antennae. Carapace. Abdomen. Gambar 1 Bagian-bagian tubuh lobster. Sumber: (

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "2 TINJAUAN PUSTAKA. Antennule. Antennae. Carapace. Abdomen. Gambar 1 Bagian-bagian tubuh lobster. Sumber: (http://research.myfwc."

Transkripsi

1 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lobster Biologi lobster Lobster merupakan hewan nokturnal, yang berarti mencari makan di malam hari. Lobster memakan kumpulan benthic yang berbeda jenis dan spesies fauna lainnya. Lobster juga memakan hewan lunak (mollusca) seperti siput, krustasea kecil, echinoderm, polychaeta (Phillip & Kittaka 2000). Tubuh lobster diselubungi dengan kerangka kulit yang keras dan berzat kapur serta terdapat duri-duri. Pada kerangka kulit ini terdapat warna-warna yang indah. Duri-duri besar dan kecil yang kukuh serta tajam-tajam mulai dari ujung sungut kedua (second antenna), kepala, bagian belakang badannya (abdomen) dan lembaran ekornya (Subani 1978). Antennule Antennae Carapace Abdomen Sumber: ( 18 Sep 2011) Gambar 1 Bagian-bagian tubuh lobster

2 5 Menurut Holthuis (1991), lobster yang terkait dengan Genus Panulirus, diklasifikasikan sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phyllum : Arthropoda Class : Crustacea Order : Decapoda Sub Order : Macrura Reptantia Super Family : Palinuroidea Family : Palinuridae Genus : Panulirus Species : Panulirus homarus (Linnaeus 1758) Panulirus longipes (Milne Edward 1868) Panulirus ornatus (Fabricius 1798) Panulirus penicillatus (Olivier 1791) Panulirus polyphagus (Herbst 1793) Panulirus versicolor (Latreille 1804) Menurut Williams (1986), jenis lobster yang tertangkap di perairan selatan Jawa adalah: (1) Lobster hijau pasir (Panulirus homarus); (2) Lobster bunga (Panulirus longipes); (3) Lobster mutiara (Panulirus ornatus); (4) Lobster batu (Panulirus penicillatus); (5) Lobster bambu coklat (Panulirus polyphagus); dan (6) Lobster hijau (Panulirus versicolor). Ciri-ciri khusus lobster yang hidup di seluruh perairan pantai di Indonesia adalah (Moosa dan Aswandy 1984; Holthuis 1991): (1) Lobster hijau pasir (Panulirus homarus Linnaeus 1758) Lobster ini bernama Scalloped spiny lobster (nama internasional) dan lobster hijau pasir (nama indonesia). Lobster ini mempunyai warna dasar kehijauan atau kecoklatan dengan dihiasi bintik-bintik terang tersebar di seluruh permukaan segmen abdomen dan kaki bebercak-bercak putih. Ukuran panjang tubuh maksimum adalah 31 cm, panjang karapas 12 cm dan rata-rata panjang tubuh antara cm. Panulirus homarus aktif di malam hari dan hidup berkoloni. Lobster mendiami perairan dangkal antara 1 90 meter, kebanyakan berada pada kedalaman 1 5 meter dan tinggal diantara batu-batu, sering di zona ombak,

3 6 kadang-kadang di air agak keruh. Lobster muda mempunyai toleransi yang cukup besar terhadap kekeruhan, sedangkan lobster dewasa lebih menyukai perairan yang cerah. Gambar 2 Lobster hijau pasir (Panulirus homarus Linnaeus 1758) Penyebaran secara geografis lobster ini berada di Indo-Pasifik Barat, Afrika Timur ke Jepang, Indonesia, Australia dan Kaledonia Baru. Penyebaran lobster ini di wilayah perairan Pulau Jawa adalah di perairan Teluk Palabuhanratu, Pameungpeuk, Pacitan, Tanjung Panaitan, dan Kepulauan Seribu. Keterangan: daerah yang diarsir dengan warna merah pada gambar merupakan derah sebaran lobster Panulirus homarus di seluruh dunia. Gambar 3 Penyebaran lobster hijau pasir (Panulirus homarusi Linnaeus 1758)

4 7 (2) Lobster bunga (Panulirus longipes Milne Edwards 1868) Lobster ini bernama Longlegged spiny lobster (nama internasional) dan lobster bunga (nama indonesia). Lobster ini berwarna dasar kecoklatan dengan warna kebiruan pada ruas I antenna. Lobster ini memiliki bintik puti di bagian abdomen. Kaki jalan berbintik-bintik putih dengan warna pucat memanjang pada tiap-tiap ruas kaki. Ukuran panjang tubuh maksimum adalah 30 cm dengan rata-rata panjang tubuh antara cm, dan maksimum panjang karapas 12 cm dengan rata-rata panjang karapas antara 8 10 cm. Panulirus longipes mendiami tempat yang sedikit terlindung dan menyukai perairan yang bersifat oseanik. Lobster ini tinggal di dalam lubang batu atau karang dan pada malam hari naik ke tubir untuk mencari makan. Lobster hidup di air yang jernih atau sedikit keruh pada kedalaman antara 1 18 m (meskipun ditemukan juga pada kedalaman perairan 122 m) di daerah berbatu dan terumbu karang, aktif di malam hari dan hidup soliter. Gambar 4 Lobster bunga (Panulirus longipes Milne Edwards 1868). Penyebaran geografis lobster ini berada di Indo-Pasifik Barat, Afrika Timur ke Jepang dan Polinesia. Dua sub-spesies yang dikenali sebagai Panulirus longipes adalah lobster wilayah barat yang mendiami dari Afrika Timur ke Thailand, Taiwan, Filipina dan Indonesia, sedangkan lobster wilayah timur yang dikenali dengan sub-spesies Panulirus femoristriga mendiami Jepang, Maluku, Papua New Guinea, Australia timur, Kaledonia baru dan Polinesia. Penyebaran

5 8 lobster ini di wilayah perairan Pulau Jawa adalah di perairan Pangandaran dan Situbondo. Keterangan: daerah yang diarsir dengan warna merah pada gambar merupakan derah sebaran lobster Panulirus longipes di seluruh dunia. Gambar 5 Penyebaran lobster bunga (Panulirus longipes Milne Edwards 1868) (3) Lobster mutiara (Panulirus ornatus Fabricius 1798) Lobster ini bernama Ornate spiny lobster (nama internasional) dan lobster mutiara (nama indonesia). Lobster ini memiliki warna dasar biru kehijauan sampai biru kekuningan. Pada bagian segmen abdomen berwarna kegelapan pada bagian tengah dan bagian sisi mempunyai bercak putih. Lobster ini memiliki kaki bebercak putih. Lobster ini mendiami perairan dangkal di pantai antara 1 8 m yang kadang-kadang sedikit keruh, tetapi juga ditemukan pada kedalaman lebih dari 50 m. Hidup di substrat berpasir dan berlumpur, kadang-kadang di bawah batu dan terumbu karang. Lobster ini memiliki ukuran panjang maksimum hingga 50 cm. Lobster mutiara (Panulirus ornatus) biasanya ukurannya jauh lebih kecil, yaitu antara cm.

6 9 Gambar 6 Lobster mutiara (Panulirus ornatus Fabricius 1798) Penyebaran geografis lobster ini berada di Indo-Pasifik Barat dari Laut Merah dan Afrika Timur, ke selatan Jepang, Kepulauan Solomon, Papua New Guinea, Australia, Kaledonia Baru dan Fiji. Tahun 1988, lobster ini ditemukan di pantai timur Israel di Mediterania. Penyebaran lobster ini adalah di wilayah perairan selatan Pulau Jawa yaitu di perairan Teluk Palabuhanratu, Pameungpeuk, Tanjung Panaitan, dan kepulauan Seribu. Keterangan: daerah yang diarsir dengan warna merah pada gambar merupakan daerah sebaran lobster Panulirus ornatus di seluruh dunia. Gambar 7 Penyebaran lobster mutiara (Panulirus ornatus Fabricius 1798) (4) Lobster batu (Panulirus penicillatus Olivier 1791) Lobster ini bernama pronghorn spiny lobster (nama internasional) dan

7 10 lobster batu (nama indonesia). Lobster ini berwarna dasar hijau muda sampai hijau kecoklatan. Lobster jantan biasanya berwarna lebih gelap. Kaki berwarna putih. Habitat dari lobster batu (Panulirus penicillatus) ini mendiami perairan dangkal antara 1 4 m dengan substrat berbatu dan kondisi air jernih serta tidak dipengaruhi oleh adanya keberadaan sungai. Lobster ini seringkali berada dalam zona surfing dan dalam perairan bergelombang. Oleh karena itu sering berada di dekat pantai dan pulau-pulau kecil. Lobster ini aktif pada malam hari dan hidup soliter. Panjang tubuh maksimum sekitar 40 cm, panjang tubuh lobster dewasa sekitar 30 cm. Lobster jantan biasanya memiliki ukuran tubuh jauh lebih besar dibandingkan betina. Gambar 8 Lobster batu (Panulirus penicillatus Olivier 1791) Penyebaran geografis berada di Indo-Pasifik Barat dan Pasifik Timur: Laut Merah, timur Afrika ke Jepang, Hawaii, Samoa, dan Kepulauan Tuamotu dan lebih ke timur ke pulau-pulau lepas pantai barat Amerika (Pulau Clipperton, Kepulauan Revillagigedo, Pulau Cocos, Kepulauan Galapagos) dan di beberapa daerah dekat pantai Meksiko (Sinaloa, Nayarit, dan Guerrero). Penyebaran lobster ini di wilayah perairan selatan Pulau Jawa adalah di perairan Teluk Palabuhanratu, Pameungpeuk, Pacitan, dan Tanjung Panaitan.

8 11 Keterangan: daerah yang diarsir dengan warna merah pada gambar merupakan daerah sebaran lobster Panulirus penicillatus di seluruh dunia. Gambar 9 Penyebaran lobster batu (Panulirus penicillatus Olivier 1791) (5) Lobster bambu coklat (Panulirus polyphagus Herbst 1793) Lobster ini bernama mud spiny lobster (nama internasional) dan lobster bambu coklat (nama indonesia). Lobster ini memiliki warna dasar hijau muda kebiruan dengan garis putih melintang terdapat pada setiap segmen. Kaki bercak putih. Panulirus polyphagus mendiami perairan yang keruh dan sering ditemukan hidup pada dasar laut yang berlumpur dengan kisaran kedalaman perairan antara 3 90 m, tapi biasanya pada kedalaman di bawah 40 m. Panjang tubuh maksimum dapat mencapai 40 cm dengan rata-rata panjang tubuh antara cm. Gambar 10 Lobster bambu coklat (Panulirus polyphagus Herbst 1793)

9 12 Penyebaran geografis berada di Indo-Pasifik Barat: mulai dari pantai Pakistan dan India ke Vietnam, Filipina, Indonesia, Barat Laut Australia dan Teluk Papua. Penyebaran lobster ini di wilayah perairan selatan Pulau Jawa adalah di perairan Teluk Palabuhanratu, Pameungpeuk, dan Tanjung Panaitan. Keterangan: daerah yang diarsir dengan warna merah pada gambar merupakan daerah sebaran lobster Panulirus polyphagus di seluruh dunia. Gambar 11 Penyebaran lobster bambu coklat (Panulirus polyphagus Herbst 1739) (6) Lobster hijau (Panulirus versicolor Latreille 1804) Lobster ini bernama painted spiny lobster (nama internasional) dan lobster hijau (nama indonesia). Lobster ini memiliki warna-warni yang indah. Antenna berwarna merah jambu di bagian dasarnya dan warna yang serupa juga terlihat pada bagian sisi karapas. Warna dasar lobster adalah hijau terang dengan garis putih melintang yang diapit oleh garis hitam. Pada lobster yang masih muda warna dasarnya adalah kebiruan atau keunguan. Panulirus versicolor mendiami perairan dangkal dari sublitoral hingga ke kedalaman 15 m, di daerah terumbu karang, di perairan yang jernih dan daerah surfing. Lobster ini aktif pada malam hari dan hidup soliter. Panjang tubuh maksimum dapat mencapai 40 cm dan ratarata panjang tubuh adalah kurang dari 30 cm.

10 13 Gambar 12 Lobster hijau (Panulirus versicolor Latreille 1804) Penyebaran geografis pada lobster hijau (Panulirus versicolor) berada di Indo-Pasifik Barat: mulai dari Laut Merah dan seluruh pantai timur Afrika, ke selatan Jepang, Mikronesia, Melanesia, Australia Utara dan Polinesia. Penyebaran lobster ini di wilayah perairan Pulau Jawa adalah di perairan Teluk Palabuhanratu, Pameungpeuk, Tanjung Panaitan, kepulauan Seribu, dan Situbondo. Keterangan: daerah yang diarsir dengan warna merah pada gambar merupakan daerah sebaran lobster Panulirus versicolor di seluruh dunia. Gambar 13 Penyebaran lobster hijau (Panulirus versicolor Latreille 1804) Salah satu yang paling mengesankan dan menjadi karakteristik dari Panulirus sp. adalah jarak tempuh migrasi selama hidupnya yang terkadang

11 14 membuat suatu model tertentu (Herrnkind 1980). Migrasi dari Panulirus sp. berupa musiman dan terjadi di sekitar pantai, lepas pantai dan sepanjang garis pantai serta melakukan migrasi secara bergerombol (Phillips & Kittaka 2000) Siklus hidup lobster Phillips et al. (1980) mengatakan bahwa lobster memiliki lima fase yaitu dewasa, telur, filosoma (larva), puerulus (post-larva) dan juvenil. Tiap fase diikuti dengan pergantian kulit. Menurut Subani (1984) dalam Utami (1999), semenjak telur menetas menjadi larva hingga mencapai tingkat dewasa dan akhirnya mati, maka selama pertumbuhannya lobster selalu mengalami pergantian kulit (molting). Pergantian kulit tersebut lebih sering terjadi pada stadia larva. Menurut Subani (1984) dalam Nawangwulan (2001), secara umum dikenal adanya tahapan stadia larva, yaitu naupliosoma, filosoma, puerulus. Perubahan dari stadia satu ke stadia berikutnya selalu terjadi pergantian kulit yang diikuti perubahan-perubahan bentuk (metamorpose) yang terlihat dengan adanya modfikas-modifikasi terutama pada alat geraknya. Pada stadia filosoma pergantian kulit yang terakhir, terjadi stadia baru yang bentuknya sudah mirip lobster dewasa walaupun kulitnya belum mengeras atau belum mengandung zat kapur. Pertumbuhan berikutnya setelah mengalami pergantian kulit lagi, terbentuklah lobster muda yang kulitnya sudah mengeras karena diperkuat adanya zat kapur. Bentuk dan sifatnya sudah mirip lobster dewasa (induknya) atau disebut dengan juvenil. Naupliosoma biasanya terjadi dalam tempo pendek, kemudian setelah mengalami pergantian kulit menjadi yang disebut filosoma. Stadia ini berbentuk pipih, tembus cahaya dan memiliki kaki-kaki yang berfungsi sebagai alat apug (berenang). Stadia filosoma terdiri dari beberapa tingkatan dan tiap tingkatan dicirikan oleh adanya umbai-umbai, bulu-bulu (cetae) dan bentuk dari cephalic shield (Subani 1984). Pergantian kulit yang terakhir dari stadia filosoma, terjadi stadia baru yang bentuknya sudah mirip lobster dewasa walaupun kulitnya belum mengeras (belum mengandung zat kapur). Stadia ini disebut puerila. Pertumbuhan berikutnya

12 15 setelah mengalami pergantian kulit lagi, terbentuklah lobster muda yang kulitnya sudah mengeras karena diperkuat adanya zat kapur. Bentuk dan sifatnya sudah mirip dengan lobster dewasa (induknya) atau disebut sebagai juvenil. Mereka hidup di dasar perairan karang, liang-liang atau lubang-lubang karang (Subani 1984). Phillips & Kittaka (2000) mengatakan bahwa pada fase juvenil, mereka baru terpisah menjadi hewan yang hidupnya di alga atau memasuki fase benthic. Juvenil lobster ini memiliki tiga perbedaan fase ekologi yaitu fase algal, muda, dan post-algal. Pada fase algal, juvenil lobster memiliki panjang karapas (CL) sekitar 5-15 mm. Pada juvenil muda, ukuran panjang yang dimiliki yaitu sekitar mm, sedangkan pada fase post-algal panjang karapas yang dimiliki juvenil lobster sekitar 45 mm. Fase ini banyak ditemukan pada bulan September sampai dengan November (Phillips & Kittaka 2000). Lama hidup sebagai stadia larva untuk lobster berbeda-beda untuk setiap jenisnya. Lobster yang hidup di perairan tropis prosesnya lebih cepat dibandingkan yang hidup di daerah sub-tropis, yaitu memerlukan waktu sekitar 3 sampai 7 bulan (Subani 1984 diacu dalam Utami 1999) Musim dan daerah penangkapan lobster Menurut Muljanah et al. (1994), pada perikanan lobster dikenal 2 siklus musim, yaitu: 1) Siklus Musim Lima Tahunan Siklus musim ini merupakan musim besar yang terjadi setiap 4-5 tahun sekali. Siklus ini pernah dialami pada tahun 1886 yang diikuti tahun Pada musim besar yang tertangkap sangat banyak dan berlangsung setiap bulan sepanjang tahun. 2) Siklus Musim Tahunan Siklus musim ini berlangsung sekitar 5 bulan per tahun. Siklus ini umumnya berlangsung antara bulan September sampai dengan bulan Januari yang biasanya bersamaan dengan musim hujan. Pada musim paceklik biasanya ombak besar sehingga nelayan sulit melaut. Lobster banyak terdapat di Perairan Indonesia karena terdapatnya habitat yang baik berupa karang yang tumbuh subur. Perairan Indonesia mempunyai

13 16 iklim tropis dan mempunyai suhu rata-rata 28 o C (Suman et al. 1993). Lobster ini biasanya terdapat pada kedalaman m. Pada siang hari lobster ini bersembunyi diantara karang-karang, gua-gua karang dan pada malam hari keluar mencari makan ke tempat-tempat yang relatif dekat sekali dengan pantai terutama pada waktu air pasang (Suman et al. 1993). 2.2 Rumpon Rumpon adalah suatu benda menyerupai pepohonan yang dipasang di suatu tempat di laut. Menurut SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97, rumpon didefinisikan sebagai alat bantu, penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut. Berdasarkan tempat pemasangan dan pemanfaatan rumpon menurut SK tersebut, dikategorikan ada 3 jenis rumpon, yaitu : 1) Rumpon perairan dasar adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. 2) Rumpon perairan dangkal adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai dengan 200 meter. 3) Rumpon perairan dalam adalah alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman lebih 200 meter. Martasuganda (2008) mengatakan bahwa tujuan pemasangan rumpon di suatu perairan adalah untuk memikat ikan yang beruaya agar mau singgah, beristirahat, berkumpul, atau terkonsentrasi di sekitar rumpon, sehingga akan mempermudah nelayan dalam menentukan daerah penangkapan ikan (fishing ground). Kepastian daerah penangkapan ikan menyebabkan waktu dan biaya operasi penangkapan bisa diprediksi secara akurat sehingga usaha penangkapan ikan menjadi lebih efektif dan efisien. Disamping berfungsi sebagai pengumpul kawanan ikan, rumpon pada prinsipnya juga memudahkan kawanan ikan untuk ditangkap sesuai dengan alat tangkap yang dikehendaki. Penggunaan rumpon oleh kapal penangkap ikan juga dapat menghemat waktu dan bahan bakar, karena tidak perlu lagi mencari dan mengejar gerombolan-gerombolan ikan (Subani 1986; Wudianto dan Linting 1988).

14 17 Menurut Badan Litbang Perikanan (1992), rumpon yang dikembangkan saat ini dapat dikelompokkan berdasarkan : 1) Posisi dari pemikat atau pengumpul (agregator), rumpon dibagi mejadi rumpon perairan permukaan dan lapisan tengah dan dasar. Rumpon perairan permukaan dan lapisan tengah terdiri dari jenis rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam. 2) Kriteria portabilitas, rumpon dikelompokkan menjadi rumpon yang dijangkar secara tetap (statis) dan rumpon yang dijangkar tetapi dapat dipindah-pindah (dinamis) 3) Tingkat teknologi yang digunakan, rumpon dikelompokkan menjadi tradisional dan moderen. Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional yang terdiri dari pelampung, tali jangkar atau pemberat serta pemikat yang dipasang pada kedalaman meter. Rumpon moderen umumnya terdiri dari pelampung yang terbuat dari bahan plat besi atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis dan dilengkapi dengan swivel, pemberat biasanya terbuat dari semen cor. Pemikat biasanya terbuat dari bahan alami dan bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan lain-lain (Nahumury 2001). Rumpon merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentrasikan ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani 1972). Cara pengumpulan ikan dengan pikatan berupa benda terapung tersebut menurut Sondita (1986) yang merupakan salah satu bentuk dari Fish Aggregating Device (FAD), yaitu metode benda atau bangunan yang dipakai sebagai sarana untuk penangkapan ikan dengan cara memikat dan mengumpulkan ikan tersebut. Subani (1972) menerangkan bahwa biasanya kegiatan penangkapan di sekitar rumpon dilakukan setelah sepuluh hari rumpon tersebut dipasang. Beberapa hari setelah rumpon ditanam dan bila diketahui bahwa di sekitar rumpon tersebut banyak kerumunan ikan kemudian baru dilakukan operasi penangkapan ikan. Rumpon laut dalam maupun rumpon laut dangkal secara garis besar terdiri dari empat komponen utama yaitu (1) pelampung atau float, (2) tali panjang atau

15 18 rope, (3) pemikat ikan atau atraktor, (4) pemberat atau sinker. Pada tali yang menghubungkan antara pemberat dan pelampung pada jarak tertentu disisipkan atraktor dengan panjang tali yang bervariasi. Setelah dipasang kedudukan rumpon ini ada yang dapat diangkat-angkat, tetapi ada pula yang bersifat tetap tergantung pada pemberat yang digunakan (Subani 1986). Tim Pengkaji Rumpon Institut Pertanian Bogor (1987) mengemukakan bahwa persyaratan umum komponen dari konstruksi rumpon adalah: 1) Pelampung (float); mempunyai kemampuan mengapung yang cukup baik (bagian yang mengapung di atas 1/3 bagian), konstruksi cukup kuat, tahan terhadap gelombang, mudah dikenali dari jarak jauh dan bahan pembuatannya mudah diperoleh. 2) Pemikat (atraktor); mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, tahan lama, mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal dengan arah ke bawah dan terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan kuat. 3) Tali temali (rope); terbuat dari bahan yang kuat dan tidak mudah busuk, harga relatif murah, mempunyai daya apung yang cukup untuk mencegah gesekan terhadap benda-benda lainnya dan terhadap arus dan tidak bersimpul (less knot). 4) Pemberat (sinker); bahannya murah, kuat dan mudah diperoleh serta massa jenisnya besar, permukaannya tidak licin dan dapat mencengkram. Boy dan Smith (1984) menerangkan bahwa appendage atau atraktor yang berupa daun kelapa, tyrewall, jaring dan kumpulan tali-temali yang diikatkan pada bagian rakit telah berhasil meningkatkan efektivitas rumpon untuk memikat ikan. Keng (1978) mengemukakan bahwa atraktor alami seperti daun kelapa (Cocos nucifera Linn), daun kelapa sawit (Elaeis gunieensis Jacq.) dan daun aren (Arenga saccharifera Labiil) masuk ke dalam famili yang sama yaitu famili Cycadaceae, hanya genus dan spesiesnya saja yang berbeda. Betuk fisik diantara ketiganya hampir sama yaitu: pohon tinggi, bentuk daun pinnate atau palmate (seperti kipas), pelepah daun berserabut, tidak kasar dan bentuknya tidak tubular serta buah simetris. Soedharma (1994) menyatakan bahwa hal yag perlu diperhatikan pada rumpon adalah penggantian atraktor secara berkala, karena atraktor merupakan

16 19 komponen yang paling mudah rusak dibandingkan komponen rumpon lainnya. Atraktor yang terlalu lama diletakkan pada rumpon akan menyebabkan semakin sedikit ikan-ikan yang berkumpul disekitarnya.

PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR PADA KORANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DI DESA SANGRAWAYANG, PALABUHANRATU

PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR PADA KORANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DI DESA SANGRAWAYANG, PALABUHANRATU PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR PADA KORANG TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DI DESA SANGRAWAYANG, PALABUHANRATU HARITS ADLI TEGAR NEVADA SKRIPSI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Perairan Palabuhanratu terletak di sebelah selatan Jawa Barat, daerah ini merupakan salah satu daerah perikanan yang potensial di Jawa

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Morfologi spiny lobster.

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Morfologi spiny lobster. 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spiny Lobster (Panulirus spp.) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Tubuh lobster diselubungi dengan kerangka kulit yang keras dan mengandung zat kapur serta terdapat duri-duri

Lebih terperinci

JURNAL JENIS LOBSTER DI PANTAI BARON GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA. Disusun oleh : Mesi Verianta

JURNAL JENIS LOBSTER DI PANTAI BARON GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA. Disusun oleh : Mesi Verianta JURNAL JENIS LOBSTER DI PANTAI BARON GUNUNGKIDUL, YOGYAKARTA Disusun oleh : Mesi Verianta 090801117 UNIVERSITAS ATMA JAYA YOGYAKARTA FAKULTAS TEKNOBIOLOGI PROGRAM STUDI BIOLOGI YOGYAKARTA 2016 JENIS LOBSTER

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) LOBSTER LAUT Salah satu jenis komoditas yang biasa ditemukan di kawasan terumbu karang adalah udang barong atau udang karang (lobster).

Lebih terperinci

PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DENGAN KORANG DI DESA SANGRAWAYAN, PALABUHANRATU

PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DENGAN KORANG DI DESA SANGRAWAYAN, PALABUHANRATU Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 3, No. 2, November 2012 Hal: 129-133 PENGARUH PERBEDAAN ATRAKTOR TERHADAP HASIL TANGKAPAN JUVENIL LOBSTER DENGAN KORANG DI DESA SANGRAWAYAN, PALABUHANRATU The Effect

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster Kelompok Macrura Bangsa Udang dan Lobster Bentuk tubuh memanjang Terdiri kepala-dada (cephalothorax) dan abdomen (yang disebut ekor) Kaki beruas

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting,

BAB I PENGANTAR Latar Belakang. Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting, 1 BAB I PENGANTAR 1.1. Latar Belakang Lobster laut merupakan salah satu sumber daya hayati kelautan yang penting, baik secara lokal maupun global. Lobster merupakan bahan makanan populer yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP

STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP 52 STATUS PERIKANAN LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN KABUPATEN CILACAP Arif Mahdiana dan Laurensia SP. Jurusan Perikanan dan Kelautan, Fakultas Sains dan Teknik Unsoed Email : arifmahdiana@gmail.com

Lebih terperinci

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T

2014, No Republik Indonesia Nomor 4433), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 (Lembaran Negara Republik Indonesia T No.714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN KP. Larangan. Pengeluaran. Ikan. Ke Luar. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21/PERMEN-KP/2014 TENTANG LARANGAN

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (1): ISSN:

Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (1): ISSN: 108 Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) VIII (1): 108-117 ISSN: 0853-6384 Full Paper ASPEK BIOLOGI DAN POTENSI LESTARI SUMBERDAYA LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN PANTAI KECAMATAN AYAH KABUPATEN KEBUMEN

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas 2.2 Musim 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Produktivitas Secara umum produktivitas diartikan sebagai hubungan antara hasil yang diperoleh secara nyata maupun fisik dengan masukan yang sebenarnya. Artinya produktivitas sama

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Lokasi Penelitian Cirebon merupakan daerah yang terletak di tepi pantai utara Jawa Barat tepatnya diperbatasan antara Jawa Barat dan Jawa Tengah. Lokasi penelitian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Lokasi Sumber daya perikanan laut Indonesia yang berada di wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati laut (biodiversity) tertinggi di dunia. Wilayah perairan pantai

Lebih terperinci

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus

2.1. Ikan Kurau. Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut. Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Kurau Klasiflkasi ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum) menurut Saanin (1984) termasuk Phylum chordata, Class Actinopterygii, Genus eleutheronema dan Species Eleutheronema

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi

Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Metode Menarik Perhatian Ikan (Fish Attraction) Muhammad Arif Rahman, S.Pi Prinsip dari metode ini adalah mengumpulkan ikan dalam ruang lingkup suatu alat tangkap. Dalam menarik perhatian ikan, digunakan

Lebih terperinci

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea)

Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia. Kima Lubang (Tridacna crosea) Pengenalan Jenis-jenis Kima Di Indonesia Kima Lubang (Tridacna crosea) Kima ini juga dinamakan kima pembor atau kima lubang karena hidup menancap dalam substrat batu karang. Ukuran cangkang paling kecil

Lebih terperinci

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 33 4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Umum Kepulauan Seribu Wilayah Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu terletak di sebelah Utara Teluk Jakarta dan Laut Jawa Jakarta. Pulau Paling utara,

Lebih terperinci

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR)

MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) MODUL TRANSPLANTASI KARANG SECARA SEDERHANA PELATIHAN EKOLOGI TERUMBU KARANG ( COREMAP FASE II KABUPATEN SELAYAR YAYASAN LANRA LINK MAKASSAR) Benteng, Selayar 22-24 Agustus 2006 TRANSPLANTASI KARANG Terumbu

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella)

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) Klasifikasi Siput Gonggong (Strombus turturella) menurut Ruppert dan Barnes (1994); adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih

TINJAUAN PUSTAKA. mata jaring ke arah panjang atau ke arah horizontal (mesh length) jauh lebih TINJAUAN PUSTAKA Alat Tangkap Jaring Insang (Gill net) Jaring insang (gill net) yang umum berlaku di Indonesia adalah salah satu jenis alat penangkapan ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi

Lebih terperinci

5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat

5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat 5 PEMBAHASAN 5.1 Bubu Lipat Bubu lipat modifikasi pintu samping dan bubu lipat pintu atas dengan penambahan pintu jebakan bentuk kisi-kisi merupakan desain dan konstruksi yang pertama kali dibuat. Cacing

Lebih terperinci

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO

- 2 - Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 Juli 2013 MENTERl KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SHARIF C. SUTARDJO KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 37/KEPMEN-KP/2013 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN IKAN NAPOLEON (Cheilinus undulatus) DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN

Lebih terperinci

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22

Budidaya Nila Merah. Written by admin Tuesday, 08 March 2011 10:22 Dikenal sebagai nila merah taiwan atau hibrid antara 0. homorum dengan 0. mossombicus yang diberi nama ikan nila merah florida. Ada yang menduga bahwa nila merah merupakan mutan dari ikan mujair. Ikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekologi Udang Udang adalah hewan kecil tak bertulang belakang (invertebrata) yang tempat hidupnya adalah di perairan air tawar, air payau dan air asin. Jenis udang sendiri

Lebih terperinci

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala

Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala Geografi Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang merupakan hasil pelapukan dan pengendapan batuan. Di dala TANAH Tanah dapat diartikan sebagai lapisan kulit bumi bagian luar yang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru.

II. TINJAUAN PUSTAKA. pada 8000 SM yaitu ke Pulau Solomon, Hebrida Baru dan Kaledonia Baru. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Tebu Tanaman tebu diduga berasal dari daerah Pasifik Selatan, yaitu New Guinea dan selanjutnya menyebar ke tiga arah yang berbeda. Penyebaran pertama dimulai pada 8000 SM

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kelas : Crustacea. Ordo : Decapoda. Webster et al., (2004), menyatakan bahwa lobster merupakan udang air tawar II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi Lobster Air Tawar Menurut Holthuis (1949) dan Riek (1968), klasifikasi lobster air tawar adalah sebagai berikut : Filum : Arthropoda Kelas : Crustacea Ordo : Decapoda Famili

Lebih terperinci

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis)

Efektifitas Modifikasi Rumpon Cumi sebagai Media Penempelan Telur Cumi Bangka (Loligo chinensis) EFEKTIFITAS MODIFIKASI RUMPON CUMI SEBAGAI MEDIA PENEMPELAN TELUR CUMI BANGKA (Loligo Effectiveness of Squid Modification As a Media of Attachment Squid Eggs Bangka Indra Ambalika Syari 1) 1) Staff Pengajar

Lebih terperinci

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan)

ORDO DECAPODA. Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) ORDO DECAPODA Kelompok Macrura : Bangsa udang & lobster (lanjutan) Lobster Air Tawar (LAT) Crayfish/ crawfish atau yang dikenal sebagai lobster air tawar merupakan salah satu jenis Crustacea yang memiliki

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri

II. Tinjuan Pustaka. A. Bulu Babi Tripneustes gratilla. 1. Klasifikasi dan ciri-ciri II. Tinjuan Pustaka A. Bulu Babi Tripneustes gratilla 1. Klasifikasi dan ciri-ciri Bulu babi Tripneustes gratilla termasuk dalam filum echinodermata dengan klasifikasi sebagai berikut (Anon 2011 ) : Kingdom

Lebih terperinci

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan

6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan 6 PEMBAHASAN 6.1 Daerah Penangkapan Ikan berdasarkan Jalur Jalur Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan kakap (Lutjanus sp.) oleh nelayan di Kabupaten Kupang tersebar diberbagai lokasi jalur penangkapan.

Lebih terperinci

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA)

BEBERAPA JENIS PANCING (HANDLINE) IKAN PELAGIS BESAR YANG DIGUNAKAN NELAYAN DI PPI HAMADI (JAYAPURA) Tersedia online di: http://ejournal-balitbang.kkp.go.id/index.php/btl e-mail:btl.puslitbangkan@gmail.com BULETINTEKNIKLITKAYASA Volume 15 Nomor 2 Desember 2017 e-issn: 2541-2450 BEBERAPA JENIS PANCING

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km 2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya

Lebih terperinci

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1

SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 SMP kelas 7 - BIOLOGI BAB 4. KEANEKARAGAMAN MAKHLUK HIDUP DALAM PELESTARIAN EKOSISTEMLatihan Soal 4.1 1. Akar tumbuhan selalu tumbuh ke bawah. Hal ini dipengaruhi oleh... Cahaya matahari Tekanan udara

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mentimun Papasan Tanaman mentimun papasan (Coccinia gandis) merupakan salah satu angggota Cucurbitaceae yang diduga berasal dari Asia dan Afrika. Tanaman mentimun papasan memiliki

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap

Alat Lain. 75 Karakteristik perikanan laut Indonesia: alat tangkap Gambar 4.11 Alat tangkap Pukat Harimau atau Trawl (kiri atas); alat Mini-Trawl yang masih beroperasi di Kalimantan Timur (kanan atas); hasil tangkap Mini-Trawl (kiri bawah) dan posisi kapal ketika menarik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Relung Ekologi Relung (niche) menunjukkan peranan fungsional dan posisi suatu organisme dalam suatu komunitas atau ekosistem tertentu (Indriyanto, 2006). Relung ekologi juga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya 21 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Ikan gelodok adalah ikan yang hidup di habitat intertidal ditemukan di daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya ditemukan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Orangutan Orangutan termasuk kera besar dari ordo Primata dan famili Pongidae (Groves, 2001). Ada dua jenis orangutan yang masih hidup, yaitu jenis dari Sumatera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae yang berasal dari Afrika. Kelapa sawit pertama kali diintroduksi ke Indonesia

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 30 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL 5.1.1 Unit penangkapan Pancing rumpon merupakan unit penangkapan yang terdiri dari beberapa alat tangkap pancing yang melakukan pengoperasian dengan alat bantu rumpon.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 16 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Singkat Merbau Menurut Merbau (Instia spp) merupakan salah satu jenis tanaman yang banyak dimanfaatkan dan mempunyai nilai yang ekonomi yang tinggi karena sudah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

Pengalaman Membuat dan Memasang Tanda Batas Di Taman Nasional Kepulauan Seribu

Pengalaman Membuat dan Memasang Tanda Batas Di Taman Nasional Kepulauan Seribu Pengalaman Membuat dan Memasang Tanda Batas Di Taman Nasional Kepulauan Seribu A. Pemilihan pelampung Ada beberapa bahan pelampung yang bisa dipilih, tapi alasan kami memilih drum plastik ukuran 200 liter

Lebih terperinci

UJI COBA DUA MACAM KRENDET UNTUK MENANGKAP SPINY LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN WONOGIRI. Oleh : ANDRIE LESMANA C

UJI COBA DUA MACAM KRENDET UNTUK MENANGKAP SPINY LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN WONOGIRI. Oleh : ANDRIE LESMANA C UJI COBA DUA MACAM KRENDET UNTUK MENANGKAP SPINY LOBSTER (Panulirus spp.) DI PERAIRAN WONOGIRI Oleh : ANDRIE LESMANA C54101022 DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Kepiting Pasir Klasifikasi Emerita emeritus menurut Zipcodezoo (2012) dan Hippa ovalis menurut crust.biota.biodiv.tw (2012) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Lebih terperinci

UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang

UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang UKTOLSEYA (1978) menyatakan bahwa usaha-usaha perikanan di daerah pantai tidak terlepas dari proses-proses dinamika kondisi lingkungan laut yang sangat mempengaruhi, seperti arus pasang dan arus surut.

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 3 METODOLOGI PENELITIAN 3. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perairan Teluk Mutiara Kabupaten Alor Provinsi Nusa Tenggara Timur. Peta lokasi penelitian ditampilkan pada Gambar

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

SELEKSI POLA DINDING BUBU PLASTIK UNTUK MENANGKAP LOBSTER HIJAU PASIR

SELEKSI POLA DINDING BUBU PLASTIK UNTUK MENANGKAP LOBSTER HIJAU PASIR SELEKSI POLA DINDING BUBU PLASTIK UNTUK MENANGKAP LOBSTER HIJAU PASIR Oleh: Niken Pratiwi Permatasari C54102053 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA. IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc

DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA. IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc DINAMIKA EKOSISTEM PERAIRAN BUDIDAYA TIRAM DAN PEMANFAATANNYA OLEH: IRMA DEWIYANTI, S.Pi., M.Sc BANDA ACEH NOVEMBER 2015 Kingdom: Phylum: Class: Order: Family: Genus: Species Animalia Mollusca Bivalvia/Pelecypoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sumberdaya hayati laut Indonesia yang cukup potensial adalah rumput laut atau yang dikenal dengan sebutan ganggang laut atau alga laut. Beberapa diantaranya

Lebih terperinci

KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR. Oleh : Meita Maria Adriani Ritonga C

KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR. Oleh : Meita Maria Adriani Ritonga C KEMIRINGAN DINDING LINTASAN MASUK BUBU LOBSTER HIJAU PASIR Oleh : Meita Maria Adriani Ritonga C 54102054 PROGRAM STUDI PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ekosistem mangrove merupakan ekosistem pesisir yang terdapat di sepanjang pantai tropis dan sub tropis atau muara sungai. Ekosistem ini didominasi oleh berbagai jenis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Budidaya laut (marinecultur) merupakan bagian dari sektor kelautan dan perikanan yang mempunyai kontribusi penting dalam memenuhi target produksi perikanan. Walaupun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

PELATIHAN PEMBUATAN RUMPON BAGI KELOMPOK NELAYAN DI DESA LES, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG

PELATIHAN PEMBUATAN RUMPON BAGI KELOMPOK NELAYAN DI DESA LES, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG PELATIHAN PEMBUATAN RUMPON BAGI KELOMPOK NELAYAN DI DESA LES, KECAMATAN TEJAKULA, KABUPATEN BULELENG Kadek Rihendra Dantes Jurusan Pendidikan Teknik Mesin, Fakultas Teknik dan Kejuruan Universitas Pendidikan

Lebih terperinci

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa

F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa MILLI-PEET, kunci identifikasi dan diagram alur, Page 1 F. Kunci Identifikasi Bergambar kepada Bangsa 1A Tubuh lunak, tergit mengandung rambut seperti kuas atau rambut sikat, sepasang kuas terdapat bagian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun

1 PENDAHULUAN. Latar Belakang. Tabel 1 Poduksi perikanan Indonesia (ribu ton) tahun 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia dikenal sebagai negara maritim, dua pertiga wilayahnya merupakan lautan dan luas perairan lautnya mencapai 5.8 juta km 2 termasuk Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

Lebih terperinci

DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR. Riza Rahman Hakim, S.Pi

DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR. Riza Rahman Hakim, S.Pi DAERAH PERAIRAN YANG SUBUR Riza Rahman Hakim, S.Pi Ciri-ciri daerah perairan yang subur 1. Daerah konvergensi - Daerah perairan tempat pertemuan dua masa air berupa pertemuan dua arus yang kuat. - Perbedaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga

TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Buah Naga II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Buah Naga Buah naga ( Dragon Fruit) merupakan salah satu tanaman hortikultura yang baru dibudidayakan di Indonesia dengan warna buah merah yang menyala dan bersisik hijau

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 27 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Geografis, Topografis dan Luas Wilayah Kabupaten Ciamis merupakan salah satu kota yang berada di selatan pulau Jawa Barat, yang jaraknya dari ibu kota Propinsi

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

STATUS PEMANFAATAN LOBSTER (Panulirus sp) DI PERAIRAN KEBUMEN

STATUS PEMANFAATAN LOBSTER (Panulirus sp) DI PERAIRAN KEBUMEN Jurnal Saintek Perikanan Vol. 4, No. 2, 29 : 1 15 STATUS PEMANFAATAN LOBSTER (Panulirus sp) DI PERAIRAN KEBUMEN Exploitation status of Lobster on Kebumen Waters Suradi Wijaya Saputra 1 1 Program Studi

Lebih terperinci

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4 KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Pulau Pramuka secara administratif termasuk ke dalam wilayah Kelurahan Pulau Panggang, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kotamadya Jakarta

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN tangkapan yang berbeda. Untuk hari pertama tanpa menggunakan lampu, hari ke menggunakan dua lampu dan hari ke menggunakan empat lampu. Dalam satu hari dilakukan dua kali operasi penangkapan. Data yang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA

KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4/KEPMEN-KP/2014 TENTANG PENETAPAN STATUS PERLINDUNGAN PENUH IKAN PARI MANTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN

Lebih terperinci

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun

II.TINJAUAN PUSTAKA. Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun II.TINJAUAN PUSTAKA A. Burung Mamalia lebih dikenal dari pada burung (Whitten et al, 1999). Walaupun demikian burung adalah satwa yang dapat ditemui dimana saja sehingga keberadaanya sangat sulit dipisahkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis

TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Manggis Tanaman manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk famili Clusiaceae yang diperkirakan berasal dari Asia Tenggara khususnya di semenanjung Malaya, Myanmar, Thailand, Kamboja,

Lebih terperinci

BUDIDAYA PEMBESARAN UDANG KARANG (Panulirus spp.)

BUDIDAYA PEMBESARAN UDANG KARANG (Panulirus spp.) Oseana, Volume XXXI, Nomor 4, Tahun 2006 : 39-48 ISSN 0216-1877 BUDIDAYA PEMBESARAN UDANG KARANG (Panulirus spp.) Oleh Dwi Eny Djoko Setyono 1) ABSTRACT ONGROWING CULTURE FOR SPINY LOBSTER (Panulirus spp.).

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung batang (Hartono,

TINJAUAN PUSTAKA. dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung batang (Hartono, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit memiliki klasifikasi: Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae (dahulu disebut

Lebih terperinci

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA

PENGARUH ATRAKTOR CUMI TERHADAP HASIL TANGKAPAN ALAT TANGKAP BAGAN TANCAP DI PERAIRAN JEPARA Available online at Indonesian Journal of Fisheries Science and Technology (IJFST) Website: http://ejournal.undip.ac.id/index.php/saintek Jurnal Saintek Perikanan Vol.11 No.2: 134-139, Februari 2016 PENGARUH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia

BAB I PENDAHULUAN. kurang dari pulau dengan luasan km 2 yang terletak antara daratan Asia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang memiliki tidak kurang dari 17.500 pulau dengan luasan 4.500 km 2 yang terletak antara daratan Asia

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl.,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Mahkota Dewa 1. Klasifikasi dan Ciri Morfologi Tanaman mahkota dewa memiliki nama ilmiah Phaleria macrocarpa Boerl., dengan nama sinonim Phaleria papuana. Nama umum dalam

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Udang Barong ( Spiny Lobster) Klasifikasi dan morfologi

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Udang Barong ( Spiny Lobster) Klasifikasi dan morfologi 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Udang Barong (Spiny Lobster) 2.1.1 Klasifikasi dan morfologi Klasifikasi udang barong atau spiny lobster menurut Burukovskii (1974) diacu dalam Lesmana (2006) adalah sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau

BAB I PENDAHULUAN. Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Holothuroidea merupakan salah satu kelompok hewan yang berduri atau berbintil yang termasuk dalam filum echinodermata. Holothuroidea biasa disebut timun laut (sea cucumber),

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman

II. TINJAUAN PUSTAKA. Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman II. TINJAUAN PUSTAKA A. Keanekaragaman Burung di Pantai Trisik Trisik adalah kawasan yang masih menyimpan sisa keanekaragaman hayati di Yogyakarta khususnya pada jenis burung. Areal persawahan, laguna

Lebih terperinci