BAHAN DAN METODE. Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAHAN DAN METODE. Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga"

Transkripsi

1 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan PTPN IV Marihat, Pematang Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan ketinggian tempat ± 410 meter. Penelitian dilaksanakan pada mulai bulan Juli sampai dengan Oktober Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga Elaeidobius kamerunicus, kertas sungkup (Terilen), tanah, yellow sticky trap (perangkat lekat kuning), insektisida sistemik dengan bahan aktif asefat, dimehipo, klorantraniliprol, dan air. Alat yang digunakan penelitian ini adalah bor, injektor, hand counter, tangga, tali plastik, mikroskop, pipet tetes, gelas ukur, tongkat pengaduk, pamphlet label, Aspirator, kalkulator, ember, gunting, pisau, kamera, alat tulis. Metode Penelitiaan Penelitian dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial yang terdiri dari dua faktor dengan tiga ulangan. Faktor I : Jenis Insektisida, dimana : I 0 I 1 I 2 I 3 : Air : Insektisida Bahan aktif dimehipo 400 SL : Insektisida Bahan aktif asefat 75 WG : Insektisida Bahan aktif klorantraniliprol 50 SC Keterangan : dasar penggunaan bahan aktif dan dosis insektisida didasarkan pada insektisida yang telah terdaftar untuk mengendalikan hama kelapa sawit di komisi

2 pestisida dan insektisida sistemik yang sering digunakan diperkebunan kelapa sawit. Faktor II : Dosis Insektisida dimana : D1 D2 D3 : 10 gr/tanaman atau setara 5 ml/tanaman : 15 gr/tanaman atau setara 7,5 ml/tanaman : 20 gr/tanaman atau setara 10 ml/tanaman Keterangan : - Dosis dengan satuan gram untuk insektisida bentuk tepung, granular. - Dosis dengan satuan milliliter untuk insektisida berbentuk cair - Masing masing bahab aktif dicampur dengan air sebanyak 100 ml Adapun kombinasi perlakuan adalah : I 0 D 1 I 1 D 1 I 2 D 1 I 3 D 1 I 0 D 2 I 1 D 2 I 2 D 2 I 3 D 2 I 0 D 3 I 1 D 3 I 2 D 3 I 3 D 3 untuk menentukan banyaknya ulangan yang digunakan rumus berikut : (t-1) (r-1) 15 (12-1) (r-1) (r-1) 15 11r 26 r 2,36 Jumah Kombinasi Perlakuan (t) : 12 Jumlah Ulangan (r) : 3 Jumlah Pokok Sampel Luas lahan yang digunakan : 36 pohon : 2 Ha

3 Model linear yang digunakan adalah : Dimana : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + εijk Yijk μ αi βj = Hasil pengamatan pada perlakuan ke- i dan ulangan ke- j = Efek dari nilai tengah = Efek perlakuan pada taraf ke- i = Efek perlakuan pada taraf ke- j (αβ)ij = Efek perlakuan pada taraf ke- i dan ulangan ke- j Εijk = Galat percobaan dari perlakuan ke- i dan ulangan ke- j Bila hasil analisis sidik ragam menunjukkan hasil yang berbeda nyata maka perlu dilakukan Uji Jarak Duncan untuk mengetahui perbedaan masing- masing perlakukan.

4 PELAKSANAN PENELITIAN a. Survei bunga kelapa sawit Penelitian diawali dengan melakukan survei keberadaan bunga, baik bunga reseptif, bunga anthesis, bunga belum reseptif, bunga hermaprodit, dan buah. Survei dilakukan di kebun Marihat pertanaman kelapa sawit milik PTPN IV afdeling IV blok 2010-C dengan luas areal yang digunakan 2 Ha (143 pohon/ha), umur tanaman 6 tahun, tinggi tanaman ± 6 meter, dan varietas tenera (D X P) material kamerun. b. Pemetaan lahan penelitian Objek penelitian memerlukan bunga kelapa sawit jantan yang belum anthesis sebanyak 36 tanaman. Bunga jantan yang belum anthesis kemudian diberi tanda (label) sesuai dengan perlakuan insektisida yang akan diaplikasikan. c. Menghitung populasi awal kumbang Elaeidobius kamerunicus Penghitungan populasi dilakukan dengan memasang perangkap lekat kuning dengan ukuran 2 x 30 cm selama 24 jam pada bunga jantan anthesis dan bunga reseptif. Untuk menghitung populasi kumbang E. kamerunicus per hektar pada bunga jantan dilakukan dengan cara: menemukan bunga jantan yang sedang mekar dengan tingkat kemekaran bunga 50% sebagai sampel. Gambar 5. Perangkap kuning pada bunga jantan

5 Untuk bunga betina reseptif ditandai dengan bulir bunga sudah pecah, berwarna putih kekuningan dan mengeluarkan bau adas. Gambar 6. Perangkap kuning pada bunga betina Perangkap dipasang 3 buah pada masing-masing bunga. Jadi total perangkap yang diperlukan sebanyak 6 perangkap. Pemasangan dilakukan pagi hari, pukul Wib. Kumbang yang tertangkap pada perangkap akan dihitung dengan rumus : Populasi Ek = ( Ek tertangkap pada bunga jantan x 14* x jumlah bunga anthesis/ha) + ( Ek tertangkap pada bunga betina x 12* x jumlah bunga anthesis/ha) Keterangan: *koefisien contoh pengali yang menggambarkan luasan yellow sticky trap terhadap luasan satu tandan bunga jantan atau bunga betina kelapa sawit, nilai ini bisa berubah sesuai dengan kondisi bunga dilapangan (Susanto et al, 2015). d. Penyungkupan bunga jantan belum anthesis Penyungkupan bunga dilakukan dengan menggunakan kertas sungkup Terilen, sungkup ini sudah sering digunakan dalam kegiatan polinisasi, dengan kelebihan tidak tembus air tetapi tembus udara. Pertama sekali, sebelum dilakukan penyungkupan, kondisi bunga jantan belum anthesis harus bersih dari seludang bunga. Pembersihan dilakukan dengan menggunakan cutter, dalam membersihkan

6 bunga harus dilakukan dengan hati-hati, sebab tandan bunga belum anthesis sangat rentan patah. Setelah bunga bersih, kemudian kapas dipasang dibagian pangkal tandan bunga untuk menghindari serangan tikus dan semut. Selanjutnya, sungkup dipasang dan bagian pangkal bunga diikat dengan karet. Jumlah bunga yang disungkup sebanyak 36 tandan dalam 36 pokok tanaman. a b Gambar 7. a. bunga jantan belum anthesis; b. Proses penyungkupan e. Pembiakan Serangga Uji Tandan bunga jantan lewat anthesis dikumpulkan sebanyak 10 tandan, lokasi pengambilan tandan harus dari luar lahan penelitian untuk meminimalisir kontaminasi dari bahan kimia, penggunaan tandan bunga jantan lewat anthesis bertujuan untuk mendapatkan kumbang yang baru keluar dari pupa. Tandan yang dikumpulkan kemudian dimasukkan ke kotak hatch and carry. Setelah 3 atau 4 hari kumbang muncul, kemudian dipisahkan antara kumbang jantan dan betina. Jumlah kumbang yang diperlukan sebanyak 150 pasang/tandan, jadi total yang dibutuhkan untuk semua pohon aplikasi (36 pokok) sebanyak ekor. f. Pencampuran insektisida Insektisida yang digunakan, asefat dengan dosis 5 gr, 10 gr, 20 gr, dimehipo serta klorantraniliprol dengan dosis 5 ml, 7,5 ml, 10 ml. Penentuan penggunaan dosis insektisida berdasarkan anjuran yang terdapat dilabel

7 insektisida dan dosis yang sering digunakan pihak kebun di areal penelitian. Insektisida dengan wujud padat diukur dengan menggunakan timbangan analitik dan insektisida dengan wujud cair diukur menggunakan gelas ukur. Masing masing insektisida dilarutkan dalam 100 ml air. g. Pengaplikasian Insektisida Pengaplikasian insektisida dalam penelitian ini menggunakan metode injeksi batang dengan aplikasi bor tangan pada batang kelapa sawit berumur 6 tahun dengan kedalaman cm, tinggi 1 m dari permukaan tanah dan kemiringan 45. Lalu lubang bekas pemboran ditutup dengan bulatan dari tanah sesuai dengan diameter lubang. Gambar 8. Proses aplikasi insektisida h. Introduksi Serangga Penyerbuk SPKS yang telah dibiakan kemudian dihitung berdasarkan jenis kelamin jantan dan betina, jumlah serangga yang diperlukan sebanyak 150 pasang SPKS untuk satu tandan bunga. Introduksi dilakukan ketika bunga yang disungkup dan yang telah di injeksi sudah mencapai kemekaran 50 % (biasanya satu minggu setelah penyungkupan). Pengintroduksian serangga tidak dapat dilakukan serentak, dikarenakan waktu bunga untuk mekar berbeda- beda. Ujung sungkup

8 dipotong dengan cutter, kemudian SPKS dimasukkan. Ujung sungkup kemudian ditutup dengan menggunakan karet. Parameter Amatan 1. Penghitungan Jumlah Kumbang SPKS Per Tandan Pengamatan jumlah serangga penyerbuk kelapa sawit dilakukan dengan mengamati jumlah SPKS yang keluar dari satu tandan yang telah disungkup. Pengamatan jumlah kumbang yang keluar dari tandan dilakukan setelah 14 hari dari pengintroduksian serangga penyerbuk kelapa sawit. 2. Pengamatan Populasi SPKS Penghitungan populasi dilakukan dengan memasang perangkap lekat kuning dengan ukuran 2 x 30 cm pada pohon yang tidak di injeksi. Pemasangan dilakukan selama 24 jam pada bunga jantan anthesis dengan kemekaran 50 % dan bunga betina reseptif sebanyak 3 buah pada masing-masing bunga. Jadi jumlah pokok tanaman yang diperlukan untuk sekali perhitungan populasi kumbang sebanyak 6 pokok. Penghitungan populasi dilakukan sebanyak 4 kali yaitu sebelum pengaplikasian, 30 hari, 60 hari dan 90 hari setelah aplikasi. Kumbang yang tertangkap pada perangkap akan dihitung dengan rumus: Populasi Ek = ( Ek tertangkap pada bunga jantan x 14* x jumlah bunga anthesis/ha) + ( Ek tertangkap pada bunga betina x 12* x jantan bunga anthesis/ha). Keterangan: *koefisien contoh pengali yang menggambarkan luasan yellow sticky trap terhadap luasan satu tandan bunga jantan atau bunga betina kelapa sawit, nilai ini bisa berubah sesuai dengan kondisi bunga dilapangan (Susanto et al, 2015).

9 3. Pengamatan Rasio Seks E. kamerunicus Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah serangga penyerbuk berdasarkan jenis kelamin jantan atau betina dengan bantuan mikroskop stereo dan counter. Untuk meghitung rasio seks serangga dengan rumus: X = J B Keterangan : X : nisbah kelamin, J : total jantan, B : total betina Persentase nisbah kelamin serangga : jumlah E.kamerunicus jantan Jenis kelamin jantan = x 100% total serangga jantan +serangga betina jumlah E.kamerunicus betin a Jenis kelamin betina = x 100% total serangga jantan +serangga betina (Prasetyo, 2012) 4. Pengamatan Serangga Lain Dan Identifikasi Pengamatan serangga lain yang tertangkap dalam yellow sticky trap dilakukan bersamaan dengan perhitungan populasi E. kamerunicus. Perhitungan dilakukan dengan mengamati serangga lain yang tertangkap kemudian dilakukan identifikasi menggunakan buku identifikasi Boror et al (1992).

10 HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Jumlah kumbang yang keluar pertandan Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jenis bahan aktif dengan dosis 5 gr, 10 gr, 20 gr untuk asefat dan 5 ml, 7,5 ml, 10 ml untuk dimehipo dan klorantraniliprol tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda terhadap jumlah kumbang yang keluar pertandan, dengan perlakuan kontrol (Lampiran 12). Hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat dari bahan aktif yang digunakan. (Abdellaue, 2010) menyatakan bahwa klorantraniliprol merupakan insektisida sistemik, pengaplikasian dapat melalui daerah perakaran tanaman, yaitu melalui pembuluh xilem dan floem, tetapi insektisida ini juga dapat menjadi insektisida sistemik lokal atau translaminar ketika disemprotkan, bahan aktif menembus epidemis dan masuk ke sel- sel mesofil. Serangga SPKS yang diintroduksi pada tanaman yang diberi perlakuan insektisida, tidak menunjukkan pengaruh terhadap munculnya kumbang baru setelah 14 hari aplikasi insektisida. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh dosis yang diberikan masih tergolong aman, sehingga tidak mempengaruhi serangga SPKS (Bayo, 2016) mengatakan bahwa mortalis organisme bukan sasaran yang terkena insektisida sebagian besar karena keracunan akut. Insektisida sistemik dapat memberikan efek yang mematikan terhadap populasi serangga dalam jangka waktu panjang. Hal ini disebabkan aktivitas pesistensi residual didalam tanah, daun, dan air. Tabel. 1 menunjukkan, rataan terendah jumlah kumbang yang keluar pertandan (894 ekor) dengan perlakuan asefat dan rataan tertinggi (1843 ekor) dengan perlakuan dimehipo. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kegiatan pengendalian

11 ulat kantong (Mahasena corbetti Tams ) dan ulat api (Setothosea asigna) pada areal perkebunan kelapa sawit dengan menggunakan bahan aktif asefat (Lampiran 14). (Ishartadiati, 2017) menyatakan penggunaan insektisida secara terus menerus, serta peningkatan dosis dan frekuensi aplikasi dapat mengakibatkan resistensi pada organisme target. Tetapi disisi lain dapat mengakibatkan penurunan terhadap organisme yang peka terhadap insektisida tersebut. Efektivitas suatu insektisida sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantara suhu, Ph, dan curah hujan. (Ruiwei et al., 1992) menyatakan insektida dengan bahan aktif dimehipo pada larutan basah memiliki hydrolisis yang sangat kuat. Pada konsentarasi larutan 20 ppm dengan penambahan NaOH 0,01 ml/l dengan ph= 11,9 hidrolisis 15 hari. Penambahan NaOH 0,02 ml/l dengan ph = 12,3 hidrolisis 7 hari, artinya semakin tinggi ph suatu larutan dan semakin basa suatu larutan akan mempercepat terjadinya hidrolisis. Dalam metabolisme tanaman, asefat yang mudah untuk terdegradasi. (Derek, 2008) menyatakan bahwa asefat mudah terdegradasi oleh tanaman. Seperti yang terlihat dari studi lapangan dan rumah kaca. Penurunan 5 sampai 10 hari. Hanya sekitar 5 sampai 10% acephate yang terdegradasi ke methamidophos (O, S-dimethyl phosphoramidothioate), sisanya menghasilkan garam yang tidak berbahaya. Asefat biasanya akan diserap di permukaan daun dan hanya sedikit larutan yang akan ditranslokasikan ke akar maupun ke umbi-umbian. Tabel 1. menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis insektisida yang diberikan tidak berpengaruh terhadap munculnya kumbang SPKS. Hal ini dapat terjadi karena dosis bahan aktif yang digunakan masih sesuai dengan dosis anjuran yang terdapat di label insektisida. (Valent, 1994) mengatakan asefat dapat

12 mempengaruhi serangga non target seperti lebah, LD50 untuk lebah 1,2 ml/lebah dan menurut (Keputusan menteri pertanian nomor 222/Kpts/SR.140/4/2004) menyatakan dosis tertinggi dari penggunaan insektisida dengan bahan aktif dimehipo sebesar 375 ml 750 ml/ha. (Abdellaue, 2010) menyatakan dosis pemakaian insektisida dengan bahan aktif klorantraniliprol sebesar 200 ml/ha. Tabel 1. Rata rata jumlah kumbang Elaidobius kamerunicus yang keluar pertandan Perlakuan D 1 D 2 D 3 Rataan I I I I Rataan Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D : dosis bahan aktif yang digunakan. Tingkat munculnya kumbang baru sangat dipengaruhi oleh berhasil atau tidaknya metamorfosis dari serangga SPKS. Pada stadia larva merupakan merupakan stadia yang paling rentan terhadap serangan musuh alami. Disamping itu, pada stadia ini kondisi tubuh masih lemah dan kondisi bunga juga mendukung, adanya sisa dari nektar bunga merangsang musuh alami, misalnya semut. (Simatupang, 2015) menyatakan instar I berada disekitar peneluran, instar II mulai berpindah kepangkal bunga dan mulai memakan jaringan pangkal yang lunak sampai habis, instar III memakan pangkal tangkai sari. (Apriniarti (2011) melaporkan Angka mortalitas tertinggi kumbang 13% terjadi pada fase larva. Tingkat kematian yang tinggi pada fase larva (pradewasa) diduga karena struktur tubuh larva yang masih lemah. Pengaruh dari faktor luar pada saat pemeliharaan juga menentukan mortalitas. Selain itu, tingkat mortalitas yang tinggi pada larva ini dapat disebabkan oleh adanya musuh alami yang berupa parasit ataupun

13 predator. (Kurniawan, 2010) menyatakan persen kematian instar I sebesar 4,9 %, instar II 8,5%, instar III 2,9 %. Keberadaan organisme seperti tikus dan semut di areal perkebunaan sangat mengganggu kelancaran penelitian, tikus dapat memakan bunga yang disungkup dan banyak ditemukan semut pada tandan bunga jantan. (Prasetyo, 2013) menyatakan bahwa penyebab kurang optimalnya proses penyerbukan, diakibatkan adanya penurunan populasi SPKS akibat musuh alami terutama tikus yang sangat menyukai telur, larva, kepompong maupun imago E. kamerunicus, kerusakan spikelet akibat serangan tikus mencapai 30%. selain itu semut, berbagai jenis laba-laba predator, tungau, dan nematoda juga merupakan musuh alami SPKS. Gambar 9. Serangan tikus pada bunga jantan 2. Populasi kumbang Elaidobius kamerunicus per hektar Populasi SPKS per hektar mengalami penurunan setelah 90 hari penginjeksian bila dibandingkan dengan populasi awal, populasi sebelum penginjeksian sebesar ekor, setelah 30 hari dan 60 hari penginjeksian masing-masing sebesar ekor dan ekor dan 90 hari setelah injeksi populasi menjadi ekor, penurunan populasi SPKS dapat dilihat dari grafik berikut.

14 jumlah SPKS (Ekor) Hari setelah aplikasi Gambar 10. Penurunan populasi kumbang Elaidobius kamerunicus per hektar Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan, insektisida dengan bahan aktif dimehipo, asefat, klorantraniliprol, dengan dosis masing-masing dapat menurunkan populasi SPKS setelah 90 hari aplikasi insektisida, penurunan sebesar ekor atau 18% dari populasi awal. (Puba et al, 2012) menyatakan aplikasi berbagai insektisida yang tidak tepat dapat mengurangi populasi E. kamerunicus sebesar 10-20%. Penurunan populasi serangga SPKS terlihat jelas setelah 90 hari aplikasi insektisida, hal ini dapat dipengaruhi oleh sifat bahan aktif dan efek dari residu pestisida terhadap bunga, yang menjadi sumber makanan serangga SPKS. (Ruiwei et al., 1992) menyatakan bahwa tingkat hidrolisis dimehipo dalam larutan buffer, ph 7 dan 9 dengan suhu 50º C menunjukkan perubahan konsentrasi dimehipo kurang dari 10%. Ini berarti bahwa hidrolisis dari dimehipo sangat lambat, sebagaimana struktur molekul dan sifat kimia dimehipo akan lebih mudah terurai menjadi senyawa stabil apabila kondisi basa dan oksidatif. (Chen, 2017) menyatakan dimehipo stabil di dalam air dan terdegradasi sangat lambat. Selama inkubasi 60 hari tidak terjadi degradasi. Namun, ketika diinkubasi 90 hari dalam

15 larutan air C terjadi degradasi. Inkubasi selama 125 hari pada suhu 8-10 C tidak terjadi degradasi. Penurunan populasi serangga SPKS dapat terjadi akibat kontaminasi dari bahan aktif insektisida. (Bayo, 2017) mengatakan bahwa insektisida sistemik dapat mencemari jaringan tanaman, mulai dari akar, daun, bunga. Insektisida sistemik dapat memberikan pengaruh buruk terhadap organisme seperti lebah yang memakan nektar dari bunga yang terkontaminasi, keracunan dapat mengakibatkan kematian hingga 50%. Efek paparan insektisida dapat terjadi disemua bagian tubuh serangga. Hasil penelitian menunjukkan efek yang paling besar mendapatkan paparan insektisida adalah stadia larva. Stadia larva adalah stadia dimana serangga SPKS makan dari bunga yang terpapar insektisida, dan didukung oleh kondisi bunga yang masih memungkinkan memproduksi makanan untuk larva SPKS. Hal ini didukung oleh pernyataan (Prasetyo, 2012 ) yang menyatakan bahwa Masa bunga jantan anthesis dapat berlangsung selama 4-5 hari dengan periode pelepasan serbuk sari berlangsung selama 2-3 hari. 3. Nisbah kelamin Insektisida dengan bahan aktif asefat dosis 5 gr, 10 gr, 20 gr dan insektisida dimehipo serta klorantraniliprol dengan dosis 5 ml, 7,5 ml dan 10 ml tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda dengan perlakuan kontrol (Lampiran 11). Tabel 2. menujukkan rataan tertinggi populasi jantan (783 ekor) dengan perlakuan dimehipo, dan rataan terendah (365 ekor) dengan perlakuan asefat. Elizabeth (2016) menyatakan bahwa Tingkat hidrolisis asefat diukur pada

16 berbagai rentang ph. Dalam rentang ph dari 5 sampai 7, waktu paruh 50 hari pada suhu 21ºC dan 20 hari pada suhu 40ºC. Pada ph 3, waktu paruh acephate adalah 65 hari di suhu 21ºC. Waktu paruh 16 hari pada ph 9 dan 21ºC. Hasil ini menunjukkan bahwa acephate lebih stabil dalam kondisi asam dan kurang stabil dalam kondisi basa. Tabel 2. Nilai rata rata populasi serangga jantan Elaidobius kamerunicus Perlakuan D 1 D 2 D 3 Rataan I I I I Rataan Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D : dosis bahan aktif yang digunakan. Tabel 3. menunjukkan rataan tertinggi populasi serangga betina (1059 ekor) dengan perlakuan bahan aktif dimehipo, dan rataan terendah dengan perlakuan asefat (529 ekor). (Purba, 2010) mengatakan bahwa penurunan populasi E. kamerunicus dalam waktu yang singkat dapat disebabkan aplikasi pestisida, meskipun ada beberapa insektisida yang aman terhadap SPKS. Tabel 3. Nilai rata rata populasi kumbang betina Elaidobius kamerunicus Perlakuan D 1 D 2 D 3 Rataan I I I I Total Keterangan : I : jenis bahan aktif ; D :dosis bahan aktif yang digunakan. Tabel 4. menunjukkan perbandingan serangga jantan dan serangga betina E. kamerunicus setelah 14 hari aplikasi insektisida adalah 1 : 1,5. (Purba, 2010) menyatakan bahwa rerata jumlah kumbang jantan lebih sedikit dibandingkan

17 dengan kumbang betina, 1 : 1,6 jika dibandingkan pasca pelepasan spesies ini di Indonesia rasionya adalah 1 : 2 hal ini berarti terjadi penurunan jantan dan betina dilapangan, khususnya populasi kumbang betina turun ±20% dalam kurun ±25 tahun. Tabel 4. Nilai perbandingan serangga jantan dan betina (nisbah kelamin) Elaidobius kamerunicus Perlakuan Jantan Betina Perbandingan I0D ,8 1,3 I1D ,0 1,0 I2D ,3 0,7 I3D ,5 0,7 I0D ,1 0,9 I1D ,0 1,0 I2D ,0 1,0 I3D ,6 1,8 I0D ,6 1,6 I1D ,4 2,7 I2D ,5 2,0 I3D ,8 1,3 Total Rataan 1947, ,42 1 1,5 Persentase 45,45% 54,45% Insektisida yang digunakan dalam penelitian ini, khususnya bahan aktif dimehipo dan klorantraniliprol merupakan insektisida yang tergolong baru. Belum banyak penelitian yang melaporkan efek residu dari insektisida ini. Sama halnya insektisida klorantraniliprol yang mempunyai cara kerja yang spesifik terhadap hama sasaran. Hal ini sesuai dengan literatur (Simanjuntak dan Susanto, 2012) menyatakan bahwa pengaplikasian insektisida dengan bahan aktif klorantraniliprol tidak menyebabkan kematian terhadap serangga bukan target, artinya insektisida ini aman bagi lingkungan, tetapi insektisida kimia sintetik ini

18 diduga mempunyai efektivitas tinggi terhadap stadia larva dari serangga ordo lepidoptera. Gambar 11. Serangga E. kamerunicus betina Gambar 12. Serangga E.kamerunicus jantan Indentifikasi serangga lain yang tertangkap di yellow trap Sebelum pengaplikasian insektisida jumlah serangga yang tertangkap di yellow traps sebanyak 5 famili, dengan serangga terbanyak Thripidae 1312 ekor, terendah Calliphoridae 1 ekor. Setelah 30 hari penginjeksian jumlah serangga yang tertangkap sebanyak 4 famili, dengan serangga terbanyak Thripidae 830 ekor dan terendah Tephritidae 1 ekor. Tabel 5. Pengamatan serangga lain dan identifikasi serangga yang tertangkap di yellow sticky traps selama 4 kali pemasangan Ordo Famili Sebelum injeksi 30 hari setelah injeksi Kehadiran 60 hari setelah injeksi 90 hari setelah injeksi Total Thysanoptera Thripidae Lepidoptera Pyralidae Muscidae Diptera Chloropidae Calliphoridae Tephritidae Bombylidae Hymenoptera Formicidae Total

19 Setelah 60 hari injeksi, serangga yang tertangkap sebanyak 5 famili, dengan populasi serangga terbanyak dari famili Thripidae 1733 ekor dan populasi terendah Bombyliidae 1 ekor. 90 hari setelah injeksi, serangga yang tertangkap sebanyak 4 famili, dengan serangga terbanyak Thripidae 2259 ekor dan terendah Pyralidae dan Tephritidae masing- masing 4 ekor. Berdasarkan hasil penelitian terdapat beberapa serangga yang terperangkap pada kertas lekat kuning, dengan serangga terbanyak Thripidae. Thripidae yang tertangkap umumnya dari spesies Thrips hawaiiensis yang merupakan salah satu penyerbuk bunga kelapa sawit asli Indonesia, tetapi serangga ini dianggap kurang efektif bila dibandingkan dengan serangga E. kamerunicus. Hal ini sesuai dengan literatur (Syed, 1982) yang menyatakan Thrips hawaiiensis tidak melakukan polinasi dengan baik, kemungkinan disebabkan oleh tingginya intensitas sinar matahari dan gangguan penerbanganya karena pelepah yang pendek. Thrips juga merupakan penerbang yang lemah. Tabel 5 menunjukkan bahwa, jumlah serangga Thripidae yang terperangkap dikertas lengkat kuning meningkat setelah aplikasi insektisida, kecuali 30 hari setelah aplikasi insektisida 830 ekor. Hal ini diduga serangga dari famili Thripidae, khususnya spesies Thrips hawaiiensis merupakan serangga polipag. (Purba, 2010) menyatakan Thrips hawaiiensis merupakan serangga polipag, artinya banyak spesies tumbuhan yang merupakan inangnya dan menjadi tempat bertahan hidup serangga ini di dalam ekosistem perkebunan kelapa sawit. Selain serangga penyerbuk, terdapat serangga peredator yang tertangkap diperangkat kuning, yaitu famili formicidae. Serangga ini dapat menjadi musuh

20 alami bagi E. kamerunicus karena memangsa telur dan larva, selain itu serangga ini banyak dijumpai diperkebunan kelapa sawit akibat pengaruh dari bunga kelapa sawit. Kahono (2012) melaporkan pada pagi sampai sore hari beberapa jenis semut ditemukan mengunjungi bunga betina receptive dan bunga jantan anthesis, antara lain Anoplolepis longipes, jenis semut Formicinae berbulu lebat, Odontoponera sp. dan Polyrachis sp., yang belum diketahui peranannya sebagai predator atau pemanfaat nektar dan serbuk sari. Sebagian kecil, serangga yang tertangkap di perangkap kuning adalah imago hama pemakan daun kelapa sawit di areal penelitian sangat tinggi. (Susanto, 2012) yang menyatakan hama ulat pemakan daun kelapa sawit (UPDKS) yaitu ulat api, ulat kantong, dan ulat bulu pada saat ini masih menjadi hama utama diperkebunan kelapa sawit. Keberadaan UPDKS tidak mengenal musim dan dapat ditemui setiap saat, oleh karena itu anggapan UPDKS sulit dikendalikan. Tabel 5 menunjukkan, jumlah famili terendah yang terperangkap dalam perangkap kuning dari famili Calliphoridae sebanyak 1 ekor, serangga ini merupakan lalat yang berukuran besar dan berwarna hijau. (Hashifah, 2016) menyatakan bahwa family Calliphoridae memiliki ciri tubuh sedikit lebih besar dari lalat rumahan dan berwarna biru atau hijau metalik dan hampir mirip dengan lalat daging. (kurniawan, 2010) ada beberapa serangga pengunjung bunga kelapa sawit, antara lain : E. kamerunicus, 5 spesies lalat, 2 spesies lebah, dan semut.

21 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Jumlah populasi E. kamerunicus yang keluar pertandan 894 ekor dengan perlakuan asefat lebih rendah dari perlakuan dimehipo 1843 ekor. 2. Populasi SPKS menurun setelah 90 hari aplikasi insektisida sebesar 18% dari populasi awal. 3. Jumlah populasi kumbang jantan 365 ekor dengan perlakuan asefat lebih rendah dibandingkan perlakuan dimehipo 2354 ekor. 4. Jumlah populasi kumbang betina 1059 ekor dengan perlakuan dimehipo lebih tinggi dari perlakuan asefat 529 ekor. 5. Nilai nisbah kelamin E. kamerunicus 1 : 1,5 6. Identifikasi serangga menunjukkan populasi terbanyak adalah Thripidae ekor, dan terendah Calliphoridae dan Bombylidae 1 ekor. Saran Perlu diperhatikan kondisi lingkungan seperti intensitas hujan, ph, dan musuh alami seperti tikus dan semut sebelum pengaplikasian insektisida, sehingga kelihatan nyata atau tidaknya pengaruh insektisida.

SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / AGROEKOTEKNOLOGI

SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / AGROEKOTEKNOLOGI DAMPAK PENGGUNAAN INSEKTISIDA SISTEMIK TERHADAP PERKEMBANGAN SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / 120301041 AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

Program Lay ut Medan Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan Toba Lake Niagara Hotel Parapat Pematang Siantar Marihat Parapat Colloquium Location Field Clinic Location 1. Teknik Hatch

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet (tangkai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dan bersifat monocious, yaitu bunga jantan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Bunga Kelapa Sawit Kelapa sawit termasuk kelompok pohon berumah satu, artinya dalam satu pohon terdapat tandan bunga jantan dan tandan bunga betina. Pertumbuhan bunga

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Unit Pelayanan Teknis (UPT), Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pelaksanaannya dilakukan pada bulan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2015 sampai bulan Januari 2016 di kebun salak Tapansari, Candibinangun, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Luas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biocontrol, Divisi Research and Development, PT Gunung Madu Plantations (PT GMP), Kabupaten Lampung Tengah.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq)

Gambar 3. Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau dan Rumah Kasa Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda

Lebih terperinci

VI.SISTEM PRODUKSI BENIH

VI.SISTEM PRODUKSI BENIH VI.SISTEM PRODUKSI BENIH UNTUK PRODUKSI BENIH MAKA HARUS TERSEDIA POHON INDUK POPULASI DURA TERPILIH POPULASI PISIFERA TERPILIH SISTEM REPRODUKSI TANAMAN POLINASI BUATAN UNTUK PRODUKSI BENIH PERSIAPAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika selatan yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious),

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious), TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kelapa Sawit Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious), artinya karangan bunga (inflorescence) jantan dan betina berada pada satu pohon, tetapi tempatnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan

BAHAN DAN METODE. Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengujian Mutu dan Residu Pestisida, Medan Sumut dan Laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Medan Area

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan pada bulan Mei sampai bulan Desember 2015 di kebun salak Tapansari, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Salak yang

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan dilahan pertanian yang beralamat di Jl. Sukajadi, Desa Tarai Mangun, Kecamatan Tambang, Kampar. Penelitian ini dilakukan bulan

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE

III. MATERI DAN METODE III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat ± 32 meter di atas permukaan 13 diinduksi toleransi stres dan perlindungan terhadap kerusakan oksidatif karena berbagai tekanan (Sadak dan Mona, 2014). BAHAN DAN METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di

BAHAN DAN METODA. Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Insektarium Balai Penelitian Marihat, Pusat Penelitian Kelapa Sawit, Pematang Siantar dengan ketinggian tempat ± 369 m di atas

Lebih terperinci

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk

Keterangan : Yijk = H + tti + Pj + (ap)ij + Sijk. Sijk m. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau Kampus Bina Widya Jin. Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru,

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

METODOLOGI PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Pelaksanaan dimulai bulan April

Lebih terperinci

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.

I. MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. I. MATERI DAN METODE 1.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Mei 2014 di Laboratorium Patologi, Entomologi dan Mikrobiologi Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

BAB III BAHAN DAN METODE. Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan Percut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman 8 III. BAHAN DAN METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama Jurusan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian, Universitas Lampung dari bulan Januari hingga April

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak II. TINJAUAN PUSTAKA Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan

BAHAN DAN METODE. Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Kasa Sentral Pengembangan Pertanian (SPP) Fakultas Pertanian Universitas Riau, Laboratorium Hama Tumbuhan selama tiga

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN

BAB IV METODE PENELITIAN 8 BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan di PT Holcim Tbk, Cibadak, Kabupaten Sukabumi. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012 dengan lama

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di jalan Kolam No. 1 Medan Estate, Kecamatan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 11 III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai dengan September 2012 bertempat di Laboratorium Hama Tumbuhan Jurusan Agroteknologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. Spesies palm tropika ini banyak ditanam di kawasan garis khatulistiwa.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Percobaan 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan lapangan dilaksanakan pada bulan Oktober 2009 hingga Maret 2010 di kebun percobaan Pusat Kajian Buah Tropika (PKBT) IPB, Tajur dengan elevasi 250-300 m dpl

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi

BAB III METODE PENELITIAN. Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi A. Rancangan Penelitian BAB III METODE PENELITIAN Rancangan penelitian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri atas kontrol positif dan lima perlakuan variasi dosis pestisida

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lahan kering, Desa Gading PlayenGunungkidul Yogyakarta, GreenHouse di Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta,

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Hama dan Penyakit Bidang Proteksi Tanaman, serta Laboratorium Lapang Terpadu, Fakultas Pertanian, Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso,

BAB III METODE PENELITIAN. Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat (BALITTAS) Karangploso, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai Agustus 2010, bertempat di Laboratorium Entomologi Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah di laksanakan di Rumah Kaca Kebun Percobaan Fakultas Pertanian, Jalan Bina Widya KM 12,5 Simpang Baru Kecamatan Tampan Pekanbaru yang berada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman

BAB I PENDAHULUAN. mudah ditembus oleh alat-alat pertanian dan hama atau penyakit tanaman BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kubis merupakan salah satu jenis sayuran yang banyak dikonsumsi karena berbagai manfaat yang terdapat di dalam kubis. Kubis dikenal sebagai sumber vitamin A, B, dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Oktober 2010 di Laboraturium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas 17 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Gedung Meneng, Kecamatan Rajabasa, Kota Bandar Lampung mulai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu. Bahan dan Alat. diameter 12 cm dan panjang 28 cm, dan bahan-bahan lain yang mendukung BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan dengan ketinggian tempat lebih kurang 25 meter di atas permukaan laut.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan Agustus 2013 sampai Oktober

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan

MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempatdan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau, JalanH.R. Soebrantas No.155

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Materi Ulat Sutera Bahan-Bahan Alat MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi Devisi Persuteraan Alam Ciomas. Waktu penelitian dimulai dari Juni

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITAN. Medan Area jalan Kolam No1 Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian 20 m

BAB III METODOLOGI PENELITAN. Medan Area jalan Kolam No1 Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian 20 m 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITAN Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area jalan Kolam No1 Medan, Sumatera Utara, dengan ketinggian

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di dua tempat, yaitu pembibitan di Kebun Percobaan Leuwikopo Institut Pertanian Bogor, Darmaga, Bogor, dan penanaman dilakukan di

Lebih terperinci

III. MATERI DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan

III. MATERI DAN METODE. Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family

II. TINJAUAN PUSTAKA. Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Padi Padi (Oryza sativa L.) tergolong ke dalam Famili Poaceae, Sub- family Oryzoideae dan Genus Oryza. Organ tanaman padi terdiri atas organ vegetatif dan organ generatif.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu

BAHAN DAN METODE. Tempat dan Waktu 8 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan ini dilaksanakan di Kebun Percobaan IPB Cikabayan, Darmaga, Bogor, pada bulan Januari sampai April 2008. Lokasi percobaan terletak pada ketinggian 220 m di

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE 15 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu dan Laboratorium Ilmu Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl,

III. METODE PENELITIAN. Kecamatan Medan Percut Sei Tuan dengan ketinggian tempat kira-kira 12 m dpl, III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Fakultas Pertanian Universitas Medan Area yang berlokasi di Jl. Kolam No.1 Medan Estate Kecamatan Medan Percut

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan dan Alat Metode Penelitian 15 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Margahayu Lembang Balai Penelitian Tanaman Sayuran 1250 m dpl mulai Juni 2011 sampai dengan Agustus 2012. Lembang terletak

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat

BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan di UPT-Kebun Bibit Dinas di Desa Krasak Kecamatan Bangsri Kabupaten Jepara Provinsi Jawa Tengah. Ketinggian tempat berada 96

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014.

BAB III METODE PENELITIAN. (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (BALITTAS) Karangploso Malang pada bulan Maret sampai Mei 2014. 3.2 Alat dan Bahan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir,

BAHAN DAN METODE. Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi: cangkul, parang, ajir, BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dilahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau. Penelitian dilakukan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan selama 3 bulan pada bulan Sebtember - Desember 2016, tempat pelaksanaan penelitian dilakukan di lahan pertanian Universitas Muhamadiyah

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas

BAHAN DAN METODE. Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat m diatas BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Kabupaten Karo, Desa Kuta Gadung dengan ketinggian tempat 1.250 m diatas permukaan laut.

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium 13 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Laboratorium Terpadu dan Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian Universitas Lampung dari

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya 16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang Efektivitas Aplikasi Beauveria bassiana sebagai Upaya Pengendalian Wereng Batang Cokelat dan Walang Sangit pada Tanaman Padi dilaksanakan pada bulan Juli

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012.

III BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan. Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sukabanjar Kecamatan Gedong Tataan Kabupaten Pesawaran dari Oktober 2011 sampai April 2012. 3.2 Bahan dan alat Bahan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Riau, kampus Bina Widya, Kelurahan Simpang Baru, Panam, Pekanbaru.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian ini berlangsung di kebun manggis daerah Cicantayan Kabupaten Sukabumi dengan ketinggian 500 700 meter di atas permukaan laut (m dpl). Area penanaman manggis

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Riau, Jalan Bina Widya Km 12,5 Kelurahan Simpang Baru Kecamatan Tampan Kota

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca laboratorium Lapangan Terpadu

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca laboratorium Lapangan Terpadu 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca laboratorium Lapangan Terpadu Universitas Lampung mulai dari bulan Maret sampai Juni 2012. 3.2 Bahan dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada

MATERI DAN METODE. Jl. HR. Soebrantas KM 15 Panam, Pekanbaru. Penelitian ini dilaksanakan pada III. MATERI DAN METODE 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di lahan percobaan Fakultas Pertanian dan Peternakan Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau yang beralamat di Jl. HR.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan November Februari 2017, di 12 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2016 - Februari 2017, di pembibitan tanaman tebu Penelitian dan Pengembangan (Litbang) PTPN VII (Persero) Unit Usaha Bungamayang,

Lebih terperinci

BAB III METODE. kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan

BAB III METODE. kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan BAB III METODE A. Model Penelitian Penelitian ini menggunakan design Penelitian Eksperimen yang terdiri dari kelompok kontrol dan kelompok perlakuan, masing-masing perlakuan terdapat lima kali pengulangan.

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2007 di UPT Fakultas Pertanian Universitas Riau, Kampus Bina Widya, Jl. Bina Widya Km.

Lebih terperinci

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program

I. TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program I. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Proteksi Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Laboratorium Farmasetika Program Studi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu Penelitian. Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Green House Fak. Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta di Desa Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten Bantul,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Januari

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Januari III. METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2011 sampai dengan Januari 2012 di Jalan Palapa VI, Bandar Lampung. 3.2 Alat dan Bahan Alat yang digunakan

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan

III. BAHAN DAN METODE. Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan 16 III. BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Ilmu Tanah, Laboratorium Ilmu Tanah dan di Laboratorium Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas

Lebih terperinci

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai

TATA CARA PENELITIAN. A. Tempat dan waktu penelitian. Kabupaten Bantul, Daerah istimewa Yogyakarta. Waktu pelaksanaan dimulai III. TATA CARA PENELITIAN A. Tempat dan waktu penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lahan Penelitian Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Tamantirto, Kecamatan Kasihan, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN

BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN BAB III METODOLOGI DAN PELAKSANAAN PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana, Jl. Kartini,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) larva penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis) diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan

BAB III METOE PENELITIAN. Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan BAB III METOE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini termasuk jenis penelitian diskriptif kuantitatif. Pengambilan data menggunakan metode eksplorasi yaitu dengan mengadakan pengamatan terhadap

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi, Divisi Persuteraan Alam, Ciomas, Bogor. Waktu penelitian dimulai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di

BAB I PENDAHULUAN. Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan produksi kubis di Indonesia banyak mengalami hambatan, di antaranya disebabkan serangan hama tanaman. Banyak hama yang menyerang tanaman kubis, salah satunya

Lebih terperinci