BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Bunga Kelapa Sawit Kelapa sawit termasuk kelompok pohon berumah satu, artinya dalam satu pohon terdapat tandan bunga jantan dan tandan bunga betina. Pertumbuhan bunga kelapa sawit pada dasarnya tumbuh disetiap ketiak pelepah tanaman kelapa sawit. Setiap pelepah yang tumbuh memiliki satu potensi untuk munculnya sebuah bunga jantan ataupun bunga betina. Dalam satu pohon, bunga jantan dan bunga betina memiliki waktu mekar (anthesis) secara bersamaan. Tiap awal pertumbuhan (primordia) bunga terdiri dari organ bunga jantan dan betina. Terkadang keduanya dapat berkembang sempurna dan membentuk bunga banci (Susanto dkk, 2007). Primordia pada bunga (bakal bunga) memiliki potensi membentuk bunga jantan dan bunga betina. Tandan bunga jantan dan bunga betina akan keluar dari ketiak pelepah daun. Pada umumnya tanaman kelapa sawit akan mulai ditumbuhi bunga pada ketiak pelepah daun dilapangan pada umur bulan dan dapat menghasilkan buah, akan tetapi bunga yang mengahasilkan buah yang memiliki nilai ekonomis untuk dipanen ketika umur 2,5 tahun (Hidayat dkk, 2013). Tiap tandan bunga kelapa sawit mempunyai tangkai (stalk) sepanjang cm, yang mendukung spikelet yang tersusun spiral. Tandan bunga kelapa sawit yang tumbuh awalnya tertutup oleh dua lapis seludang berserat. Kemudian enam minggu sebelum mekar (anthesis) seludang bagian luar akan pecah dan 2 atau 3 minggu kemudian seludang bagian dalam ikut pecah dan tandan bunga akan mulai membuka (Susanto dkk, 2007). 4

2 Bunga Betina Tandan bunga betina memiliki ukuran panjang antara cm, dan mengandung ribuan bunga yang terletak pada pembungaan betina. Jumlah bunga betina pada setiap tandan bunga bervariasi tergantung pada lokasi dan umur tanaman. Jumlah bunga betina di Sumatera adalah 6000 bunga betina/tandan bunga (Susanto dkk, 2007). Gambar 2.1. Bunga betina. Sumber : Fauzi Abdullah Nasution. Perbungaan dalam tandan bunga bunga betina tersusun dari banyak tangkai bunga (rachis), dan dari setiap tangkai bunga terdapat 5-30 bunga yang memiliki tiga kelopak, masing-masing tersusun atas satu bunga betina yang bersatu dengan dua bunga jantan yang tidak fungsional (Rahayu, 2009). Waktu yang diperlukan agar semua bunga betina mekar pada setiap tandan bunga betina adalah 3-5 hari. Pada waktu mekar warna bunga putih kekuningan kemudian berubah menjadi kemerahan dan akhirnya menghitam menjadi kemerahan dan akhirnya menghitam, sedang kepala putik mengeluarkan cairan. Ujung putik bunga betina yang mekar (reseptif) 5

3 memiliki 3 kelopak (cuping) berbentuk sabit. Bunga pertama yang membuka adalah bunga yang terletak di dasar spikelet. Setelah bunga mekar (anthesis) kelopak bunga akan akan berubah menjadi keunguan karena adanya zat warna yang banyak memberikan warna pada bunga (anthosianin) dan tepung sari tidak dapat berkecambah pada putik ini (Susanto dkk, 2007) Bunga Jantan Pada tandan bunga jantan pada awalnya ditutup oleh seludang dan akan membuka jika akan mekar (anthesis) seperti bunga betina. Tiap tandan memiliki spiklet yang panjangnya cm dan diameter 1-1,5 cm. Tiap spikelet memiliki bunga kecil yang akan menghasilkan tepung sari. Tiap bunga jantan menghasilkan tepung sari sebanyak kurang lebih gram (Hartley, 1998 ; Hidayat dkk, 2013). Menurut Susanto dkk (2007), seiring dengan bertumbuhnya dan bertambahnya umur tanaman maka jumlah spikelet bunga kelapa sawit meningkat dari 60 pada umur 3 tahun menjadi 150 pada umur 10 tahun. Gambar 2.2. Bunga jantan. Sumber : Fauzi Abdullah Nasution. 6

4 Bunga jantan yang sedang mekar memiliki bau yang lebih kuat dibandingkan dengan bunga betina yang sedang anthesis. Hal ini disebabkan oleh senyawa volatil yang dikeluarkan oleh bunga jantan lebih banyak dibandingkan bunga betina. (Susanto dkk, 2007). Semakin tinggi stadia kemekaran bunga, semakin besar ukuran sel-sel yang terwarnai atau sel-sel yang mengandung senyawa yang mudah menguap (volatil) pada putik (pistill) (Rahayu, 2009). Ada beberapa senyawa yang berperan bagi aktivitas E. kamerunicus yaitu kairomon, arestan, dan exitan. Kairomon berfungsi sebagai penarik (atrakan), menghentikan pergerakan serangga (arestan), dan exitan yaitu senyawa yang merangsang serangga dalam seleksi inang. Serbuk sari pada bunga jantan mekar mengandung senyawa kimia p-metoksialibenzena yang merupakan senyawa organik alami (estragole) yang berbau sangat kuat, dan bau tersebut mempunyai peranan yang penting dalam menarik reaksi serangga untuk datang ke sumber aroma tersebut (Susanto dkk, 2007). Bunga jantan yang sedang mekar memiliki sejumlah serbuk sari (pollen) yang berperan sebagai sumber makanan atraktan bagi kumbang E. kamerunicus (Prasetyo, 2012) Bunga Hermaprodit (Bunga Banci) Pada tanaman kelapa sawit yang merupakan dari hasil kultur jaringan atau tanaman yang masih muda sering dijumpai baik alat kelamin jantan (androecium) maupun alat kelamin betina (gynoecium) berkembang hingga akhirnya membentuk bunga banci (hermaprodit) (Price et al, 2007 ; Rahayu, 2009). Bunga banci tergolong pada bunga abnormal dimana terdapat bunga betina dalam satu tandan. Umumnya pada tanaman muda, jumlah bunga betina perpohon lebih banyak dibandingkan dengan bunga jantan. Nilai rasio jenis 7

5 kelamin (sex ratio) pada tanaman kelapa sawit umur 3 tahun dapat mencapai 95% dan akan mengalami penurunan secara terus menerus hingga pada saat umur 10 tahun rata-rata mencapai nilai rasio jenis kelamin (sex ratio) tanaman kelapa sawit hanya 50% (Lubis, 1976 ; Hidayat dkk, 2013) Penyerbukan Bunga Kelapa Sawit Dalam penyebukan terdapat beberapa jenis kegiatan penyerbukan yaitu antara lain melalui angin (anemopili), melalui bantuan serangga (entomophili), melalui binatang seperti burung (zomophili). Adapun tipe penyerbukan bunga kelapa sawit adalah melalui angin (anemophili), melalui bantuan serangga (entomophili) dan sangat sedikit melalui binatang seperti burung (zoomophili), serta penyerbukan bantuan oleh manusia (Prasetyo, 2015). Pada awalnya kelapa sawit dipercaya diserbuki oleh angin, karena dilihat dari jumlah polen yang berlimpah dan struktur bunga yang tereduksi merupakan ciri dari tanaman yang diserbuki oleh angin. Pada kenyataannya serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus yang didatangkan dari Afrika ke Malaysia menujukkan bahwa serangga penyerbuk berperan penting dalam pembentukan buah terfertilisasi dan meningkatkan hasil panen dari kelapa sawit (Kee dkk, 2008 ; Rahayu, 2009). Sebelum digunakannya E. kamerunicus polinasi tanaman muda dilakukan dengan penyerbukan bantuan. Hal tersebut terjadi karena bunga betina dan bunga jantan tumbuh ditempat yang terpisah. Masa mekar (anthesis) bunga jantan yang tidak selalu sama dengan masa mekar (reseptif) kepala putik bunga betina (Lubis, 2008). Kumbang E. kamerunicus yang telah membawa serbuk sari (pollen), ketika berkunjung ke bunga betina mekar secara langsung dapat menempatkan serbuk sari (pollen) pada putik bunga betina dan terjadinya penyerbukan bunga (Prasetyo dan Susanto, 2016). Adapun beberapa penyerbukan yang terjadi sebagai berikut : 8

6 a. Penyerbukan oleh angin Penyerbukan oleh angin merupakan penyerbukan yang terjadi karena adanya serbuk sari yang terbawa oleh bantuan angin. Penyerbukan dengan bantuan angin terjadi dengan cara serbuk sari yang dihasilkan oleh bunga jantan terbawa oleh angin dan jatuh pada kepala putik bunga betina. Sehingga terjadinya pembuahan pada tanaman kelapa sawit. b. Penyerbukan oleh serangga Penyerbukan kelapa sawit dengan bantuan serangga dilakukan melalui mekanisme pemindahan tepung sari menuju putik melalui bantuan serangga. Bunga kelapa sawit baik jantan ataupun betina saat mekar (anthesis) akan mengeluarkan aroma yang khas sehingga serangga penyerbuk tertarik untuk hinggap sekaligus mentransfer tepung sari ke putik. E. kamerunicus merupakan serangga penyerbuk kelapa sawit yang efektif karena bersifat spesifik dan beradaptasi baik pada musim basah dan kering. Kumbang ini mulai dikembangkan di Malaysia sejak 1981 dan diintroduksi ke Indonesia pada tahun 1982 (Kahono dkk, 2012). Serangga E. kamerunicus yang hinggap dibunga jantan ternyata membawa sebanyak 65% serbuk sari (pollen) yang mampu hidup (viable) pada bunga jantan tanaman kelapa sawit (Nasution dan Tobing, 2015). c. Penyerbukan bantuan (Assisted Pollination) Penyerbukkan bantuan merupakan penyerbukan yang dilakukan oleh bantuan manusia. Biasanya penyerbukan bantuan dilakukan pada areal pertanaman kelapa sawit muda atau pada areal bukaan baru dimana bunga jantan sangat sedikit sehingga banyak bunga betina yang aborsi karena buah betina tidak dibuahi. Penyerbukan bantuan (assisted pollination) dilakukan jika pada suatu lahan kondisi buah jadinya (fruit set) rendah, 9

7 yang disebabkan oleh rasio jenis kelamin (sex ratio) yang rendah, hal ini bisa berdampak pada produksi tanaman yang rendah baik secara kuantitas maupun kualitas (Hidayat dkk, 2013). Penyerbukan bantuan manusia juga memiliki perlakuan yang cukup rumit dan membutuhkan biaya yang cukup besar dalam pengaplikasian dilapangan Serangga Penyerbuk E. kamerunicus Kumbang ini berasal dari Afrika sehingga kehidupannya sangat baik di daerah yang beriklim tropis. Indonesia yang beriklim tropis tidak jauh berbeda dengan negara asalnya sangat ideal bagi kehidupan kumbang E. kamerunicus. Topografi lahan sawit dengan variasi suhu yang beragam tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan pertumbuhan populasi kumbang. buah jadi (fruit set) merupakan persentase buah kelapa sawit yang terbentuk sebagai keberhasilan penyerbukan. Keberhasilan serangga sebagai penyerbuk (pollinator) ditunjukkan kehadirannya pada bunga betina reseptif (Dhileepan, 1994 ; Prasetyo, 2013). E. kamerunicus bersifat monofag maka spesies iniliah yang dominan di jumpai pada bunga jantan mekar dikarenakan dalam bunga jantan yang sedang mekar terdapat senyawa khas yang disukai sehingga E. kamerunicus mendominasi penyerbukan pada kelapa sawit (Purba, 2010). Selain itu serangga ini memiliki kemampuan untuk mengenal tanaman inangnya melalui senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan tanaman. Senyawa yang dihasil bersifat senyawa yang mudah menguap (volatil) yang merupakan sebagai perangsang makanan (stimulant feeding) bagi serangga (Lunau, 2000 ; Nasution dan Tobing, 2015). 10

8 E. kamerunicus saat ini menjadi serangga penyerbuk utama kelapa sawit di Indonesia atas prakarsa PT. PP. London Sumatera Indonesia dan kerja sama dengan Pusat Penelitian Marihat pada tahun Awalnya, introduksi E. kamerunicus dikhawatirkan berdampak negatif yakni bertindak sebagai hama ataupun vektor penyakit, tetapi kekhawatiran itu tidak terjadi bahkan E. kamerunicus menjadi primadona dalam penyerbukan kelapa sawit (Susanto dkk, 2007). E. kamerunicus merupakan serangga dari ordo Coleoptera kumbang ini termasuk kedalam famili Curculionidae yang memiliki ciri moncong yang panjang dan terdapat antena di pertengahan moncong. (Borror et al, 1996 ; Saputra, 2011). Moncong ini berfungsi dalam pencarian pakan dan mengisap pada jaringan tanaman. Kumbang ini mampu terbang dengan lincah. Jika terganggu kumbang ini akan menyembunyikan diri dibawah serbuk sari (pollen) dan menjatuhkan diri ke tanah. Rambut-rambut yang terlihat jelas pada kumbang jantan memungkinkan serbuk sari terbawa lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina (Saputra, 2011). Serbuk sari (pollen) kelapa sawit berbentuk segitiga dengan guratan yang mengelilingi ketiga sisinya, tanpa lubang pada permukaan serbuk sari, dan diameter serbuk sari (pollen) berukuran 75 µm. Rata - rata polen terbawa oleh kumbang jantan E. kamerunicus yang dikoleksi dari bunga betina kelapa sawit ialah serbuk sari, sedangkan pada kumbang betina ialah 719 serbuk sari (Pratiwi, 2013). Berdasrkan hasil pengamatan menggunakan mikroskop elektron, serbuk sari (pollen) yang terbawa ke bunga betina terdapat pada rambut-rambut pada sekeliling elitra dan tumbuh kumbang serta kaki yang hanya mempunyai oleh kumbang jantan (Prasetyo dan Susanto, 2015). 11

9 Taksonomi Elaeidobius kamerunicus Kingdom : Animalia Divisio Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Avertebrata : Insecta : Coleoptera : Curculionidae : Elaeidobius : Elaeidobius kamerunicus Faust. Gambar.2.3 Siklus hidup E. kamerunicus Sumber : Prasetyo, Telur Satu ekor E. kamerunicus betina dapat meletakkan telur rata-rata 58 butir yang diletakkan pada bunga jantan kelapa sawit selama 59 hari masa hidupnya. Telur diletakkan dengan alat peletak telur pada serangga 12

10 (ovipositor) kedalam lubang pada bagian luar tangkai sari bunga jantan yang mekar (anthesis) (Susanto dkk, 2007). Telur yang baru diletakkan berwarna kuning bening, lalu telur menetas menjadi larva yang berwarna putih kekuningan (Herlinda, 2006). Ukuran panjang telur rata-rata 0,65 mm dan lebarnya 0,39 mm. Telur yang akan menetas akan berwarna gelap, masa inkubasi telur berkisar antara 2-3 hari. kemampuan menghasilkan keturunan (fertilitas) telur E. kamerunicus berkisar antara 95,21-99,10 % (Meliala, 2009). E. kamerunicus lebih banyak meletakkan telur, dibandingkan dengan E. plagiatus. Rata-rata jumlah telur diletakkan E. kamerunicus 1,63 sedangkan E. plagiatus 1,23 (Tuo dkk, 2011). Sehingga kemampuan berkembang biak E. kamerunicus lebih besar dibandingkan E. plagiatus Larva Kehidupan serangga E. kamerunicus sangat bergantung dengan pembungaan tanaman kelapa sawit yang merupakan tempat mencari makan dan bertelurnya E. kamerunicus pada bunga jantan kelapa sawit. Kemudian larva E. kamerunicus akan bertahan hidup dan berkembang dengan memakan spikelet bunga jantan yang mulai membusuk dan akan menetas setelah 10 hari kemudian (Tuo dkk, 2011). Adapun proses atau tahapan perkembangan larva yang biasa disebut sebagai instar pada serangga E. kamerunicus memiliki tiga (3) instar. Larva instar pertama berada disekitar tempat menetasnya telur hingga terjadinya pergantian kulit. Larva instar pertama ini berwarna keputihan dengan bagian kepala yang memiliki bintik hitam dengan ukuran panjang 2-3 mm dan lebar 13

11 tubuh 1-1,3 mm (Meliala, 2009). dengan lama stadium larva berkisar antara 2-3 hari Kemudian setelah dua hari larva mengalami perubahan yang lebih jelas yaitu larva instar kedua mulai bergerak dan pindah ke pangkal bunga jantan yang sama. Larva instar kedua ini memiliki ukuran panjang tubuh 4-5 mm dengan lebar 1,5 2 mm, berwarna kekuning-kuningan dengan bagian dalam tubuh yang sedikit transparan dan bagian kepala yang berwarna kecoklatan, adapun lama stadium dari larva instar kedua ini berkisar antara 2-3 hari. Larva pada tahap ini memakan bagian jaringan jaringan bagian pangkal bunga tersebut. Sebelum semua bagian dari bunga habis dimakan oleh larva tersebut larva kedua akan berganti kulit lagi menjadi larva instar ketiga (Meliala, 2009). Pada instar ini larva berwarna kuning jelas dengan bagian kepala yang berwarna coklat kekuningan, dengan panjang tubuh 6-7 mm dan lebar tubuh berkisar antara 2-2,5 mm dengan lama stadium larva berkisar antara 5-8 hari (Meliala, 2009). Sehingga waktu yang dibutuhkan oleh larva untuk menjadi kepompong ± 13 hari. Larva Gambar 2.4. Larva E.kamerunicus. Sumber : Fauzi Abdullah Nasution. 14

12 Pupa (Kepompong) Pupa terbentuk di dalam bunga jantan yang terakhir dimakan. Sebelum terjadinya pupa larva instar ketiga terlebih dahulu menggigit bagian ujung bunga jantan sehingga lepas. Dengan demikian terjadilah lubang yang kemudian menjadi tempat keluarnya kumbang. Sekitar satu hari sebelum terbentuknya kepompong, larva instar ketiga menjadi tidak aktif. Periode kepompong berlangsung dalam waktu 2-6 hari. Warna pupa kuning terang dengan sayap yang mulai terbentuk dan berwarna putih (Susanto dkk, 2007) Kumbang Kumbang E. kamerunicus memakan tangkai sari bunga jantan yang sudah mekar. Perkawinan (kopulasi) terjadi pada siang hari, antara 2-3 hari sesudah kumbang menjadi dewasa, akan tetapi ada juga yang berkopulasi lebih awal. Perbandingan jumlah kumbang jantan dan betina di lapangan 1 : 2. Lama hidup kumbang betina dapat mencapai 65 hari dan kumbang jantan 46 hari (Susanto dkk, 2007). Rata-rata persentase keturunan betina yang dihasilkan oleh seekor kumbang E. kamerunicus lebih banyak dibandingkan keturunan jantan. Umumnya serangga menghasilkan nisbah kelamin bias betina apabila serangga kondisi sepasang atau betina hanya sendirian, nilai anak betina cenderung akan meningkat sehingga induk cenderung mengatur pembuahan yang dapat menghasilkan lebih banyak betina dibandingkan kumbang jantan (Herlinda dkk, 2006). Kumbang jantan memiliki moncong lebih pendek, 2 benjolan pada pangkal elitra (sayap) dan bulu yang lebih banyak pada elitra. Kumbang betina memiliki moncong lebih panjang, tidak ada benjolan pada elitra dan bulu 15

13 pada elitra lebih sedikit. Ukuran tubuh E. kamerunicus jantan 3-4 mm dan ukuran tubuh E. kamerunicus betina 2-3 mm. Kumbang E. kamerunicus jantan dapat membawa serbuk sari (pollen) lebih banyak dibandingkan dengan kumbang betina. Hal ini disebabkan oleh ukuran tubuh jantan yang lebih besar serta banyaknya bulu pada sayap kumbang jantan yang membuat serbuk sari (pollen) pada bunga jantan terbawa oleh E. kamerunicus (Susanto dkk, 2007). E. kamerunicus tidak aktif atau kurang aktif pada pukul Pada saat itu jumlah kumbang E. kamerunicus memuncak pada pukul hingga mencapai jumlah 544 ekor dan ada 289 ekor E. kamerunicus yang mengunjungi bunga betina pada pukul Pada pukul dan hanya terdapat kurang dari 30 ekor dan hanya beberapa ekor saja yang mengunjungi bunga betina pada pukul dan Kumbang E. kamerunicus yang telah membawa serbuk sari (pollen), ketika berkunjung ke bunga betina mekar secara langsung dapat menempatkan serbuk sari (pollen) pada putik bunga betina dan terjadilah penyerbukan (Prasetyo dan Susanto, 2016). Menurut Yue dkk (2015) kemekaran bunga jantan kelapa sawit terjadi selama 3 hari. Pada kemekaran hari ketiga bunga jantan kelapa sawit, serangga E. kamerunicus sangat aktif antara pukul 17:00 18:00, aktif antara pukul 11:00 12:00, dan kurang aktif pada pukul 07:00 08:00. Populasi E. kamerunicus banyak ditemui pada pukul 17:30 dengan jumlah 36 ekor/spikelet. 16

14 2.3. Faktor yang Mempengaruhi Populasi E. kamerunicus Adapun beberapa faktor yang dapat mempengaruhi populasi serangga penyerbuk kelapa sawit E. kamerunicus pada areal perkebunan kelapa sawit sebagai berikut : Musuh Alami Elaeidobius kamerunicus a. Tikus Spesies tikus yang sering ditemukan menyerang tandan bunga kelapa sawit, baik bunga betina maupun bunga jantan adalah Rattus tiomanicus, R. Argentiventer dan R.r. diardi. Tikus merusak tanaman kelapa sawit dengan mengerat bibit atau tanaman belum menghasilkan (TBM) pada pangkal pelepah sampai ke titik tumbuh dan mengerat bunga pada tanaman menghasilkan (TM) (Susanto dkk, 2007). Diperkirakan rerata jumlah larva dan pupa yang dimangsa tikus adalah 760 ekor/tandan. Berdasarkan ini tikus bisa dikatakan sebagai predator utama larva dan pupa E. kamerunicus (Purba dkk, 2010). b. Nematoda Jenis nematoda parasitik terhadap E. kamerunicus adalah Elaeolenchus parthenonema dan nematoda phoretik Cylindrocorpus inevectus. Tetapi hingga saat ini belum ditemukan penurunan populasi E. kamerunicus yang sangat serius akibat serangan nematoda (Susanto dkk, 2007). 17

15 c. Laba-laba Berdasarkan pengamatan dilapangan banyak dijumpai jaring-jaring labalaba yang berada di dekat tanaman kelapa sawit yang memiliki bunga jantan yang sedang mekar (anthesis). Pengamatan dilapangan menunjukkan laba-laba merupakan predator yang khusus memangsa E. kamerunicus. Jaring - jaringnya yang halus dan banyak di sekitar bunga dan buah yang merupakan perangkap bagi kumbang yang berperan sebagai serangga penyerbuk kelapa sawit dan sangat efektif dan efisien bagi labalaba dalam membuat perangkapnya (Purba dkk, 2010) Ketersediaan Bunga Jantan Kelapa Sawit Ketersediaan bunga jantan kelapa sawit juga merupakan faktor penting yang mempengaruhi perkembangan perkembangan populasi E. kamerunicus. Idealnya, semakin banyak bunga jantan maka akan semakin tinggi populasi E. kamerunicus karena bunga jantan kelapa sawit memiliki sumber makanan dan merupakan sebagai tempat berkembang biak E. kamerunicus (Wahyuni dan Sinaga, 2014) Penggunaan Bahan Pestisida Kimia Penurunan populasi serangga E. kamerunicus dapat dipengaruhi oleh insektisida atau pengendalian hama penyakit tanaman yang diaplikasikan di kebun kelapa sawit pada umumnya yang merupakan racun bagi serangga E. kamerunicus. Efek penurunan populasi E. kamerunicus dapat secara nyata terjadi karena proses penyemprotan secara langsung akan mengenai tubuh kumbang maupun terserap ke dalam bunga dan mengenai larva E. kamerunicus dan mengakibatkan kematian bagi serangga dewasa dan larva yang terkontaminasi dengan pestisida yang diaplikasikan (Prasetyo dkk, 2013). 18

16 2.4. Cara Menghitung Populasi E. kamerunicus Berikut ini merupakan cara yang dapat dilakukan dalam menghitung populasi E. kamerunicus ( Prasetyo dan Susanto, 2012) : 1) Cari bunga jantan yang sedang mekar (anthesis), hitung populasi per hektarnya, bedakan tingkat kemekaran bunga : 50% dan > 50%. 2) Dalam 1 hektar dipilih masing-masing 1 tandan bunga jantan yang mekar (anthesis) dengan tingkat kemekaran bunga : 50% dan > 50%. 3) Tangkap kumbang E. kamerunicus yang berada pada 3 spikelet bunga pada bagian dekat ujung (atas) sekitar jam dengan cara memasukkan kantong plastik transparan ke dalam 3 spikelet. 4) Potong ketiga spikelet bunga jantan tersebut dengan gunting tanaman yang tajam. 5) Celupkan kapas kedalam larutan ethyl asetate dan masukkan ke dalam kantong plastik yang telah berisi spikelet spikelet bunga jantan untuk memingsankan kumbang E. kamerunicus, biarkan sekitar 15 menit. 6) Pisahkan kumbang E. kamerunicus yang tertangkap dengan spikelet bunga jantan. 7) Hitung jumlah kumbang E. kamerunicus jantan dan betina pada masingmasing kantong plastik. 8) Rata ratakan jumlah kumbang E. kamerunicus / spikelet dan hitung per tandan bunga jantan sampel dengan mengalikan jumlah spikelet. 9) Populasi E. kamerunicus per hektar diperoleh dari jumlah keseluruhan kumbang pada tandan bunga jantan yang sedang mekar (anthesis) dengan tingkat kemekaran bunga 50% dan > 50% yang ditemukan dalam 1 Ha. 19

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki

TINJAUAN PUSTAKA. anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Tandan bunga jantan dibungkus oleh seludang bunga yang pecah jika akan anthesis (mekar) seperti bunga betina. Tiap tandan bunga memiliki 100-250 spikelet (tangkai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan tanaman yang termasuk dalam famili Palmae. Kelapa sawit merupakan tanaman monokotil dan bersifat monocious, yaitu bunga jantan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious),

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious), TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Bunga Kelapa Sawit Kelapa sawit termasuk kelompok tanaman berumah satu (monoecious), artinya karangan bunga (inflorescence) jantan dan betina berada pada satu pohon, tetapi tempatnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan

BAHAN DAN METODA. Ketinggian kebun Bah Birung Ulu berkisar m dpl pada bulan 12 BAHAN DAN METODA Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. Perkebunan Nusantara IV Bah Birung Ulu dan Laboratorium Entomologis Hama dan Penyakit Tanaman

Lebih terperinci

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan

HASIL. ujung tandan. tengah tandan. pangkal tandan 2 dihitung jumlah kumbang. Jumlah kumbang per spikelet didapat dari rata-rata 9 spikelet yang diambil. Jumlah kumbang per tandan dihitung dari kumbang per spikelet dikali spikelet per tandan. Lokasi pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Menurut Kalshoven (1981) ulat grayak diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Lepidoptera : Noctuidae :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Penggerek Buah Kopi (Hypothenemus hampei Ferr.) Menurut Kalshoven (1981) hama Penggerek Buah Kopi ini diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Family Genus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat.

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. 4 TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq). Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) berasal dari Afrika Barat. Spesies palm tropika ini banyak ditanam di kawasan garis khatulistiwa.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran

TINJAUAN PUSTAKA. antara telur dan tertutup dengan selaput. Telur mempunyai ukuran TINJAUAN PUSTAKA Ulat kantong Metisa plana Walker Biologi Hama Menurut Borror (1996), adapun klasifikasi ulat kantong adalah sebagai berikut: Kingdom Phyllum Class Ordo Family Genus Species : Animalia

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya.

TINJAUAN PUSTAKA. miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa hidupnya. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) Telur Kelompok telur berwarna coklat dan biasanya tersusun dalam pola baris miring. Sycanus betina meletakkan tiga kelompok telur selama masa

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ulat Kantong (Metisa plana) BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat Kantong (M. plana) merupakan salah satu hama pada perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia. Hama ini biasanya memakan bagian atas daun, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros) Kumbang penggerek pucuk yang menimbulkan masalah pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah kumbang tanduk O. rhinoceros.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya

TINJAUAN PUSTAKA. Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya TINJAUAN PUSTAKA Biologi Bunga Kelapa Sawit Kelapa sawit merupakan tanaman berumah satu (monoecious), artinya bunga jantan dan bunga betina terdapat dalam satu tanaman dan masing-masing terangkai dalam

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna

I. TINJAUAN PUSTAKA. Setothosea asigna, Setora nitens, Setothosea bisura, Darna diducta, dan, Darna I. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi Ulat Api (Setothosea asigna) Hama ulat api (Setothosea asigna) merupakan salah satu hama paling penting di Indonesia yang dapat merusak tanaman kelapa sawit. Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni

TINJAUAN PUSTAKA. Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni TINJAUAN PUSTAKA Elaeidobius kamerunicus Faust. (Coleoptera : Curculionidae) Kumbang ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola), yakni siklus hidupnya terdiri dari telur larva pupa imago. E. kamerunicus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Populasi Rhopalosiphum maidis Hasil pengamatan menunjukkan bahwa kutu daun R. maidis mulai menyerang tanaman jagung dan membentuk koloni sejak tanaman berumur

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA Lalat penggorok daun, Liriomyza sp, termasuk serangga polifag yang dikenal sebagai hama utama pada tanaman sayuran dan hias di berbagai negara. Serangga tersebut menjadi hama baru

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT. Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis. guineensis Jacq.

STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT. Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis. guineensis Jacq. STUDI BIOLOGI SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) Elaeis guineensis Jacq. DI LABORATORIUM SKRIPSI OLEH : ROMI ARFIANTO S MELIALA 020302006 HPT DEPARTEMEN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ulat Api (Setothosea asigna van Eecke) berikut: Menurut Kalshoven (1981), Setothosea asigna di klasifikasikan sebagai Kingdom Pilum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang

untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang untuk meneliti tingkat predasi cecopet terhadap larva dan imago Brontispa sp di laboratorium. Semoga penelitian ini nantinya dapat bermanfaat bagi pihak pihak yang membutuhkan. Tujuan Penelitian Untuk

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut

TINJAUAN PUSTAKA. Adapun morfologi tanaman tembakau adalah: Tanaman tembakau mempunyai akar tunggang terdapat pula akar-akar serabut TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Tembakau adalah: Menurut Murdiyanti dan Sembiring (2004) klasifikasi tanaman tembakau Kingdom Divisi Sub divisi Class Ordo Family Genus : Plantae : Spermatophyta : Angiospermae

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros Menurut Kalshoven (1981) diterangkan bahwa klasifikasi hama Oryctes rhinoceros adalah sebagai berikut : Phylum Kelas Ordo Famili Genus Spesies : Arthropoda :

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama 1. Penggerek Batang Berkilat Klasifikasi hama penggerek batang berkilat menurut Soma and Ganeshan (1998) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus Spesies

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan

TINJAUAN PUSTAKA. Telur berwarna putih, berbentuk bulat panjang, dan diletakkan 3 TINJAUAN PUSTAKA Lalat Buah (Bactrocera spp.) Biologi Menurut Departemen Pertanian (2012), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Phylum Klass Ordo Sub-ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama

Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Status Ulat Grayak (Spodoptera litura F.) Sebagai Hama Embriani BBPPTP Surabaya Pendahuluan Adanya suatu hewan dalam suatu pertanaman sebelum menimbulkan kerugian secara ekonomis maka dalam pengertian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. Telur serangga ini berwarna putih, bentuknya mula-mula oval, kemudian TINJAUAN PUSTAKA Biologi Kumbang Tanduk (O. rhinoceros). berikut: Sistematika kumbang tanduk menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Kelas Ordo Famili Genus : Animalia : Arthropoda : Insekta

Lebih terperinci

VI.SISTEM PRODUKSI BENIH

VI.SISTEM PRODUKSI BENIH VI.SISTEM PRODUKSI BENIH UNTUK PRODUKSI BENIH MAKA HARUS TERSEDIA POHON INDUK POPULASI DURA TERPILIH POPULASI PISIFERA TERPILIH SISTEM REPRODUKSI TANAMAN POLINASI BUATAN UNTUK PRODUKSI BENIH PERSIAPAN

Lebih terperinci

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya

PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI. Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya PENYEBAB LUBANG HITAM BUAH KOPI Oleh : Ayu Endah Anugrahini, SP BBPPTP Surabaya Kopi merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi E. furcellata (Hemiptera : Pentatomidae) Menurut Kalshoven (1981) E. furcellata diklasifikasikan sebagai berikut : Phylum Klass Ordo Family Genus Spesies : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Phragmatoecia castaneae Hubner. (Lepidoptera : Cossidae) Seekor imago betina dapat meletakkan telur sebanyak 282-376 butir dan diletakkan secara kelompok. Banyaknya telur dalam

Lebih terperinci

Program Lay ut Medan Santika Premiere Dyandra Hotel & Convention Medan Toba Lake Niagara Hotel Parapat Pematang Siantar Marihat Parapat Colloquium Location Field Clinic Location 1. Teknik Hatch

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Spodoptera litura F. Menurut Kalshoven (1981) Spodoptera litura F. dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Filum Kelas Ordo Famili Subfamili Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti :

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Ulat Kantong Klasifikasi ulat kantong Mahasena Corbetti : Kingdom : Animalia Subkingdom : Bilateria Phylum Subphylum Class Subclass Ordo Family Genus Species

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) adalah tanaman perkebunan yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan yang kurang baik. Namun, untuk menghasilkan pertumbuhan yang sehat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika

PENDAHULUAN. Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika PENDAHULUAN Latar belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacg) berasal dari Nigeria, Afrika Barat. Meskipun demikian, ada yang menyatakan bahwa kelapa sawit berasal dari Amerika selatan yaitu

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae)

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) TINJAUAN PUSTAKA 1. Biologi Sitophilus oryzae L. (Coleoptera: Curculionidae) Gambar 1: Telur, larva, pupa dan imago S. oryzae S. oryzae ditemukan diberbagai negara di seluruh dunia terutama beriklim panas.

Lebih terperinci

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA

HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA HAMA Cricula trifenestrata PADA JAMBU METE DAN TEKNIK PENGENDALIANNYA Jambu mete merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari Brasil Tenggara. Tanaman ini dibawa oleh pelaut portugal ke India

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut:

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: TINJAUAN PUSTAKA Biologi Parasit Lalat S. inferens Towns. Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi S. inferens adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Arthropoda

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga

TINJAUAN PUSTAKA. Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga TINJAUAN PUSTAKA Serangga Hypothenemus hampei Ferr. (Coleoptera : Scolytidae). Penggerek buah kopi (PBKo, Hypothenemus hampei) merupakan serangga hama utama pada tanaman kopi yang menyebabkan kerugian

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun

TINJAUAN PUSTAKA. 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun TINJAUAN PUSTAKA 1. Chilo sacchariphagus Boj. (Lepioptera: Crambidae) 1.1 Biologi Bentuk telur jorong dan sangat pipih, diletakkan dalam 2-3 baris tersusun seperti atap genting (Gambar 1). Jumlah telur

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Walang Sangit (Leptocorisa acuta T.) berikut : Menurut Kalshoven (1981), hama walang sangit dapat di klasifikasikan sebagai Kelas Ordo Famili Genus Species : Insekta : Hemiptera

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Conopomorpha cramerella (Lepidoptera: Gracillariidae) Serangga betina yang telah berkopulasi biasanya meletakkan telurnya setelah matahari terbenam pada alur kulit buah kakao.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Setelah telur diletakkan di dalam bekas gerekan, lalu ditutupi dengan suatu zat 16 TINJAUAN PUSTAKA Biologi dan Ekologi Hama Sitophylus oryzae Menurut Kalshoven (1981) biologi hama ini adalah : Kingdom Phylum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta : Coleoptera :

Lebih terperinci

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat

1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat 1. tikus 2. penggerek batang padi 3. wereng coklat Wereng coklat, (Nilaparvata lugens Stal) ordo Homoptera famili Delphacidae. Tubuh berwarna coklat kekuningan - coklat tua, berbintik coklat gelap pd

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai

TINJAUAN PUSTAKA. energi pada kumunitasnya. Kedua, predator telah berulang-ulang dipilih sebagai TINJAUAN PUSTAKA Pentingnya predasi sebagai strategi eksploitasi dapat diringkas dalam empat kategori utama. Pertama, predator memainkan peran penting dalam aliran energi pada kumunitasnya. Kedua, predator

Lebih terperinci

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep)

Gambar 1. Gejala serangan penggerek batang padi pada stadium vegetatif (sundep) HAMA PENGGEREK BATANG PADI DAN CARA PENGENDALIANNYA Status Penggerek batang padi merupakan salah satu hama utama pada pertanaman padi di Indonesia. Berdasarkan luas serangan pada tahun 2006, hama penggerek

Lebih terperinci

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila

Gambar 1. Drosophila melanogaster. Tabel 1. Klasifikasi Drosophila I. Praktikum ke : 1 (satu) II. Hari / tanggal : Selasa/ 1 Maret 2016 III. Judul Praktikum : Siklus Hidup Drosophila melanogaster IV. Tujuan Praktikum : Mengamati siklus hidup drosophila melanogaster Mengamati

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan)

BAHAN DAN METODE. Gambar 1 Persiapan tanaman uji, tanaman G. pictum (kiri) dan tanaman A. gangetica (kanan) BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca Kelompok Peneliti Hama dan Penyakit, Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik, Bogor. Penelitian dimulai dari bulan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung batang (Hartono,

TINJAUAN PUSTAKA. dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung batang (Hartono, II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit memiliki klasifikasi: Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili : Arecaceae (dahulu disebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus

HASIL DAN PEMBAHASAN. Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus 12 HASIL DAN PEMBAHASAN Ciri Morfologi Parasitoid B. lasus Telur Telur parasitoid B. lasus berbentuk agak lonjong dan melengkung seperti bulan sabit dengan ujung-ujung yang tumpul, transparan dan berwarna

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Botani dan Morfologi Kelapa sawit termasuk tanaman jangka panjang. Tinggi kelapa sawit dapat mencapai 13-18 meter. Tanaman kelapa sawit termasuk ke dalam tanaman berbiji satu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi

HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi HASIL DAN PEMBAHASAN Gejala Parasitisasi Acerophagus papayae merupakan endoparasitoid soliter nimfa kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus. Telur, larva dan pupa parasitoid A. papayae berkembang di dalam

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga

BAHAN DAN METODE. Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah serangga BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di areal perkebunan PTPN IV Marihat, Pematang Siantar dan Laboratorium Pusat Penelitian Kelapa Sawit Marihat dengan ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Ulat pemakan daun kelapa sawit yang terdiri dari ulat api, ulat kantung, ulat bulu merupakan hama yang paling sering menyerang kelapa sawit. Untuk beberapa daerah tertentu, ulat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan

PENDAHULUAN. ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan PENDAHULUAN Latar Belakang Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinensis Jacq) berasal dari Afrika dan masuk ke Indonesia pada tahun 1848 yang ditanam di Kebun Raya Bogor. Perkebunan kelapa sawit pertama dibuka

Lebih terperinci

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produktivitas minyak (CPO) per hektar perkebunan kelapa sawit merupakan indikator terpenting dalam mengukur efektifitas dan efisiensi usaha perkebunan kelapa sawit. Tingkat

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae)

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) TINJAUAN PUSTAKA Chilo Sachhariphagus Boj. (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Gambar 1. Telur C. sacchariphagus Bentuk telur oval, datar dan mengkilap. Telur berwarna putih dan akan berubah menjadi hitam

Lebih terperinci

Kumbang Sagu (Rhynchophorus, sp) Penyebab Kematian Tanaman Kelapa

Kumbang Sagu (Rhynchophorus, sp) Penyebab Kematian Tanaman Kelapa PEMERINTAH KABUPATEN PROBOLINGGO DINAS PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN JL. RAYA DRINGU 81 TELPON 0335-420517 PROBOLINGGO 67271 Kumbang Sagu (Rhynchophorus, sp) Penyebab Kematian Tanaman Kelapa Oleh : Rudy Trisnadi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit 4 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Taksonomi kelapa sawit yang dikutip dari Pahan (2008) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Embryophyta Siphonagama Kelas : Angiospermeae Ordo : Monocotyledonae

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kopi (Coffea spp.) Saat ini Indonesia menjadi negara produsen kopi keempat terbesar dunia setelah Brazil, Vietnam dan Colombia. Dari total produksi, sekitar 67% diekspor sedangkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Serangan O. furnacalis pada Tanaman Jagung Larva O. furnacalis merusak daun, bunga jantan dan menggerek batang jagung. Gejala serangan larva pada batang adalah ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 KLASIFIKASI KELAPA SAWIT Dalam ilmu tumbuhan, tanaman kelapa sawit dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas

Lebih terperinci

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh

Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh Hercules si Perusak Tanaman Pala dan Cengkeh I. Latar Belakang Tanaman pala merupakan tanaman keras yang dapat berumur panjang hingga lebih dari 100 tahun. Tanaman pala tumbuh dengan baik di daerah tropis.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi dan Morfologi Hama Ulat Api (Setothosea asigna) Klasifikasi Setothosea asigna menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Arthopoda

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kondisi Umum Lokasi Penelitian Tanaman salak yang digunakan pada penelitian ini adalah salak pondoh yang ditanam di Desa Tapansari Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman Yogyakarta.

Lebih terperinci

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah

setelah peletakan dan menetas pada umur hari. Dalam penelitian yang telah TINJAUAN PUSTAKA Biologi Oryctes rhinoceros L. berikut : Sistematika dari O. rhinoceros menurut Kalshoven (1981) adalah sebagai Kingdom Filum Class Ordo Family Genus : Animalia : Arthropoda : Insecta :

Lebih terperinci

AGROEKOLOGI DAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT KAITANNYA DENGAN SERANGGA PENYERBUK DI PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SUMATERA SELATAN

AGROEKOLOGI DAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT KAITANNYA DENGAN SERANGGA PENYERBUK DI PT. BINA SAINS CEMERLANG, MINAMAS PLANTATION, SUMATERA SELATAN Makalah Seminar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor, 2009 AGROEKOLOGI DAN PRODUKTIVITAS KELAPA SAWIT KAITANNYA DENGAN SERANGGA PENYERBUK DI PT. BINA SAINS

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlalu keras dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung

I. TINJAUAN PUSTAKA. tidak terlalu keras dan tajam. bentuk daunnya menyirip, tersusun rozet pada ujung I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Kelapa Sawit Organ tanaman kelapa sawit yang menjadi inang serang ulat api adalah daunnya. Seperti tanaman palma lainnya daun kelapa sawit merupakan daun majemuk. Daun

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak

TINJAUAN PUSTAKA. Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak II. TINJAUAN PUSTAKA Sebagaimana lazimnya makhluk hidup, tak terkecuali tumbuhan, tidak selamanya bisa hidup tanpa gangguan. Kadang tumbuhan mengalami gangguan oleh binatang atau organisme kecil (virus,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian

III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 7 bulan pada bulan Mei sampai bulan Desember 2015 di kebun salak Tapansari, Pakem, Sleman, Yogyakarta. Salak yang

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Dalam dunia botani, semua tumbuhan diklasifikasikan untuk memudahkan dalam identifikasi secara ilmiah. Metode dalam pemberian nama ilmiah (Latin) ini dikembangkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur

TINJAUAN PUSTAKA. Berbentuk oval sampai bulat, pada permukaan atasnya agak datar. Jumlah telur TINJAUAN PUSTAKA 1. Penggerek Batang Tebu Raksasa Menurut Kalshoven (1981), klasifikasi penggerek batang tebu raksasa adalah sebagai berikut : Kingdom Filum Class Ordo Famili Genus Spesies : Animalia :

Lebih terperinci

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima

Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Tetratichus brontispae, PARASITOID HAMA Brontispa longissima Oleh : Umiati, SP dan Irfan Chammami,SP Gambaran Umum Kelapa (Cocos nucifera L.) merupakan tanaman perkebunan industry berupa pohon batang lurus

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus

TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Bioekologi Menochilus sexmaculatus TINJAUAN PUSTAKA Serangga predator Serangga predator adalah jenis serangga yang memangsa serangga hama atau serangga lain untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pemanfaatan serangga predator sudah dikenal

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan

TINJAUAN PUSTAKA. A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Biologi dan Morfologi Rayap (Coptotermes curvignatus) Menurut (Nandika et, al.dalam Pratama 2013) C. curvignatus merupakan rayap yang paling luas serangannya di Indonesia. Klasifikasi

Lebih terperinci

SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / AGROEKOTEKNOLOGI

SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / AGROEKOTEKNOLOGI DAMPAK PENGGUNAAN INSEKTISIDA SISTEMIK TERHADAP PERKEMBANGAN SERANGGA PENYERBUK KELAPA SAWIT Elaeidobius kamerunicus Faust (Coleoptera : Curculionidae) SKRIPSI OLEH: YENI RAWATI HARIANJA / 120301041 AGROEKOTEKNOLOGI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) berasal dari Afrika dan termasuk famili Aracaceae (dahulu: Palmaceae). Tanaman kelapa sawit adalah tanaman monokotil

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong

TINJAUAN PUSTAKA. Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) diletakkan secara berkelompok dalam 2-3 baris (Gambar 1). Bentuk telur jorong TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus Bojer (Lepidoptera: Crambidae) Biologi Ngengat meletakkan telur di atas permukaan daun dan jarang meletakkan di bawah permukaan daun. Jumlah telur yang diletakkan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian yang dilakukan dalam mengontrol populasi Setothosea asigna dengan menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT) (Susanto dkk., 2010), Konsep ini bertumpu pada monitoring

Lebih terperinci

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa

Metamorfosis Kecoa. 1. Stadium Telur. 2. Stadium Nimfa Metamorfosis Kecoa 1. Stadium Telur Proses metamorfosis kecoa diawali dengan stadium telur. Telur kecoa diperoleh dari hasil pembuahan sel telur betina oleh sel spermatozoa kecoa jantan. Induk betina kecoa

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Nyamuk Aedes aegypti Aedes aegypti merupakan jenis nyamuk yang dapat membawa virus dengue penyebab penyakit demam berdarah. [2,12] Aedes aegypti tersebar luas di wilayah tropis

Lebih terperinci

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu

METODE MAGANG. Tempat dan Waktu 10 METODE MAGANG Tempat dan Waktu Kegiatan magang dilaksanakan di Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), Unit Usaha Marihat, Provinsi Sumatera Utara selama 4 bulan yang dimulai dari tanggal 1 Maret 2010

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Individu betina dan jantan P. marginatus mengalami tahapan perkembangan hidup yang berbeda (Gambar 9). Individu betina mengalami metamorfosis paurometabola (metamorfosis

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun,

TINJAUAN PUSTAKA. berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan daun, TINJAUAN PUSTAKA Chilo sacchariphagus (Lepidoptera: Pyralidae) Biologi Telur penggerek batang tebu berbentuk oval, pipih dan diletakkan berkelompok (Gambar 1). Kebanyakan telur ditemukan di bawah permukaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern,

BAB I PENDAHULUAN. Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Prinsip ekologi telah diabaikan secara terus menerus dalam pertanian modern, akibatnya agroekosistem menjadi tidak stabil. Kerusakan-kerusakan tersebut menimbulkan

Lebih terperinci

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati

Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati Segera!!!...Potong Tunggul Kelapa Yang Mati Ika Ratmawati, SP. POPT Ahli Muda Pendahuluan Alunan lagu nyiur hijau menggambarkan betapa indahnya tanaman kelapa yang berbuah lebat dan melambaikan nyiurnya

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian

BAHAN DAN METODE. Metode Penelitian BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di lapang dan di Laboratorium Bioekologi Parasitoid dan Predator Departemen Proteksi Tanaman Institut Pertanian Bogor, pada bulan Mei

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanaman Kelapa Sawit Pohon kelapa sawit terdiri dari pada dua spesies Arecaceae atau famili palma yang digunakan untuk pertanian komersial dalam pengeluaran minyak kelapa sawit.

Lebih terperinci

LAPORAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA ASTRA AGRO LESTARI (AAL) RESEARCH AWARD TAHUN 2009

LAPORAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA ASTRA AGRO LESTARI (AAL) RESEARCH AWARD TAHUN 2009 LAPORAN PENELITIAN TAHUN PERTAMA ASTRA AGRO LESTARI (AAL) RESEARCH AWARD TAHUN 2009 Judul: Aplikasi Kumbang Penyerbuk Elaeidobius kamerunicus Faust (Curculionidae: Coleoptera) untuk Peningkatan Produksi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Setyamidjaja (2006) menjelasakan taksonomi tanaman kelapa sawit (palm oil) sebagai berikut. Divisi : Spermatophyta Kelas : Angiospermae Ordo : Monocotyledonae Famili

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin

HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin HASIL DAN PEMBAHASAN Perilaku Kawin Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan Aedes aegypti, kandang

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia

TINJAUAN PUSTAKA. kerusakan daun kelapa sawit. Namun demikian, penggunaan insektisida kimia TINJAUAN PUSTAKA Pengendalian Hayati Di beberapa perkebunan kelapa sawit masalah UPDKS khususnya ulat kantong M. plana diatasi dengan menggunakan bahan kimia sintetik yang mampu menurunkan populasi hama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Itik merupakan ternak jenis unggas air yang termasuk dalam kelas Aves, ordo Anseriformes, family Anatidae, sub family Anatinae, tribus Anatini dan genus Anas (Srigandono,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp.

TINJAUAN PUSTAKA. family : Tephritidae, genus : Bactrocera, spesies : Bactrocera sp. 4 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Hama Lalat Buah (Bactrocera sp.) Menurut Deptan (2007), lalat buah dapat diklasifikasikan sebagai berikut: kingdom: Animalia, filum : Arthropoda, kelas : Insect, ordo : Diptera,

Lebih terperinci

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua)

TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) TAHAP TAHAP PERKEMBANGAN TAWON KEMIT (Ropalidia fasciata) YANG MELIBATKAN ULAT GRAYAK (Spodopteraa exigua) SKRIPSI Diajukan Untuk Penulisan Skripsi Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Sarjana Pendidikan (S-1)

Lebih terperinci

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) I. SYARAT PERTUMBUHAN 1.1. Iklim Lama penyinaran matahari rata rata 5 7 jam/hari. Curah hujan tahunan 1.500 4.000 mm. Temperatur optimal 24 280C. Ketinggian tempat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi Attacus atlas (L.) Klasifikasi Attacus atlas (L.) menurut Peigler (1980) adalah Filum Klasis Ordo Subordo Superfamili Famili Subfamily Genus : Arthropoda : Insecta

Lebih terperinci

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A.

(Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU. Dhamayanti A. METODE PENGENDALIAN HAMA TIKUS (Rattus tiomanicus MILLER) MENUJU PERTANIAN BERKELANJUTAN oleh Dhamayanti A. PENGENDALIAN TIKUS, Rattus tiomanicus MILLER Sebelum th 1970, rodentisida (Klerat, ratropik dengan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit

TINJAUAN PUSTAKA. Botani Kelapa Sawit 3 TINJAUAN PUSTAKA Botani Kelapa Sawit Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus dari famili Arecaceae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang berasal

Lebih terperinci