JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "JURNAL ILMIAH KOHESI Vol. 1 No. 2 Juli 2017"

Transkripsi

1 HUBUNGAN PERILAKU PETUGAS KESEHATAN DENGAN PENERAPAN PROGRAM MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT (MTBS) PADA PENANGANAN DIARE BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS AEK HABIL KOTA SIBOLGA TAHUN 2016 NANDA SURYANI SAGALA SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN NAULI HUSADA SIBOLGA ABSTRACT Indicators of successful development in the health sector are low morbidity and mortality rates including infant diarrhea. MTBS program is an effort in achieving these goals and objectives, the implementation of MTBS program in Aek Habil still not so maximal. Knowledge, attitudes and actions are factors that affect health workers in the implementation of MTBS program that can suppress the incidence of diarrhea. The purpose of this study is to analyze the relationship of health officer behavior with the application of MTBS program on handling of infant diarrhea. Research Method Using descriptive method of correlation with cross sectional design. The population includes all health workers (nurses and midwives) who have received MTBS training at Aek Habil Health Center Sibolga city which amounted to 32 people, sampling technique with total population technique that is as many as 32 people. Data were analyzed by chi square statistic test with p <0,05 and multiple linear regression analysis.the result of analysis using multiple linear regression analysis showed there is correlation between behavior of health officer with significance value 0,000 and R value (correlation coefficient number) 0,865.In conclusion of this research is knowledge and action related to the implementation of MTBS program, whereas attitude has no relation with MTBS implementation. So it is suggested to the health center to supervise the implementation of MTBS program and to the health officer should carry out the treatment of diarrhea with the implementation of MTBS progarm properly and correctly so as not to cause fatal and late in the handling of diarrhea in infants. Keywords: Behavior of Health Officer, MTBS program, handling of infant diarrhea. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dimana angka morbiditas dan mortalitas pada bayi dan balita masih cukup tinggi yang disebabkan oleh pneumonia, diare, malaria, campak, malnutrisi dan sering kali merupakan kombinasi dari keadaan tersebut. Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2014, Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia sebesar 34/1000 kelahiran hidup, sedangkan Angka Kematian Balita (AKBAL) sebesar 44/1000 kelahiran hidup. Menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, ada beberapa penyakit utama yang menjadi penyebab kematian bayi dan balita. Pada kelompok bayi (0-11 bulan), dua penyakit terbanyak sebagai penyebab kematian bayi adalah penyakit diare sebesar 31,4% dan pneumonia 24%, sedangkan untuk balita, kematian akibat diare sebesar 25,2%, pneumonia 15,5%, Demam Berdarah Dengue (DBD) 6,8% dan campak 5,8%. (Badan Litbangkes, Laporan Nasional Riset Kesehatan Dasar, 2009). Data kesakitan diare dalam wilayah Sumatera Utara tahun 2009 sebesar 3972, dimana 672 kasus dialami oleh balita dari jumlah penduduk jiwa. Tahun 2010 sebanyak 4735 kasus, 2178 kasus terjadi pada balita dari jumlah penduduk jiwa (Dinkes Provinsi Sumatera Utara, 2010). Berdasarkan kenyataaan pelaksanaan program-program penanganan penyakit diare pada sarana kesehatan yaitu puskesmas masih menemui hambatan. Pelaksanaan penanganan diare yang dilaksanakan pada beberapa puskesmas dalam wilayah kerja Dinas Kesehatan Kota Sibolga masih kurang optimal. Hal tersebut disebabkan oleh berbagai macam faktor, salah satunya adalah penerapan program Manajemen Terpadu Balita Sakit yang selanjutnya disingkat MTBS yang belum sesuai dengan petunjuk teknis pelaksanaan. Namun berdasarkan pengamatan peneliti sebagian petugas kesehatan belum mempunyai pengetahuan dan sikap yang benar tentang pelaksanaan program MTBS tersebut. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan MTBS pada penanganan segera diare di puskesmas disebabkan oleh berbagai 145

2 faktor diantaranya latar belakang pendidikan, kemampuan, pemahaman tentang cara dan langkah-langkah petugas dalam mengklasifikasi dan memberikan tindakan yang harus dilaksanakan dalam penanganan kasuskasus yang berkaitan dengan penerapan program MTBS. Disamping hal-hal yang berkaitan dengan petugas kesehatan, tingkat pengetahuan dan pemahaman ibu tentang penanganan bayi dan balita sakit, kapan harus melaksanakan kunjungan ulang ke sarana kesehatan bila bayi dan balita tidak sembuh dari penyakit yang diderita masih rendah, sosial ekonomi masyarakat yang kurang menunjang kebiasaan hidup sehat dan penggunaan sarana kesehatan yang belum optimal dan dukungan politis dari pengambil keputusan yang ada di masyarakat baik formal maupun informal (Dinkes Kota Sibolga, 2015). MTBS yaitu suatu program yang bersifat menyeluruh dalam menangani balita sakit yang datang ke pelayanan kesehatan dasar. Program ini dapat mengklasifikasi berbagai penyakit secara tepat, mendeteksi semua penyakit yang diderita oleh balita sakit, melakukan rujukan secara cepat apabila diperlukan, melakukan penilaian status gizi dan memberikan imunisasi kepada balita yang membutuhkan, serta bagi ibu balita diberikan bimbingan mengenai tata cara memberikan obat kepada balitanya di rumah, pemberian nasihat mengenai makanan yang seharusnya diberikan kepada balita tersebut dan memberi tahu kapan harus kembali ataupun segera kembali untuk mendapatkan pelayanan tindak lanjut. Pendekatan MTBS di Indonesia pada awalnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di unit rawat jalan kesehatan dasar (Puskesmas dan jaringannya termasuk Pustu, Polindes, Poskesdes). Upaya ini tergolong lengkap untuk mengantisipasi berbagai penyakit yang sering menyebabkan kematian bayi dan balita di Indonesia. Dikatakan lengkap karena meliputi upaya preventif (pencegahan penyakit), perbaikan gizi, upaya promotif (berupa konseling) dan upaya kuratif (pengobatan) terhadap penyakit dan masalah yang sering terjadi pada balita (Depkes RI, 2012).Melihat permasalahan tersebut dapat diketahui masih tingginya angka kesakitan pada balita akibat diare dan di tingkat puskesmas masih termasuk dalam 10 penyakit terbesar, dikhawatirkan dampak yang timbul akibat diare pada balita akan sangat berpengaruh pada tumbuh kembang balita, dimana balita merupakan aset yang sangat penting untuk kelanjutan pembangunan bangsa agar tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang lebih tinggi. Berdasarkan uraian latar belakang ditas sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian dengan judul Hubungan Perilaku Petugas Kesehatan Dengan Penerapan Program Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Pada Penanganan Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) merupakan suatu pendekatan keterpaduan dalam tatalaksana balita sakit yang datang berobat ke fasilitas rawat jalan pelayanan kesehatan dasar yang meliputi upaya kuratif terhadap penyakit pneumonia, diare, campak, malaria, DHF, infeksi telinga, malnutrisi dan upaya promotif serta preventif yang meliputi imunisasi, pemberian vitamin A dan konseling pemberian makan yang bertujuan untuk menurunkan Angka Kematian Bayi dan Anak Balita serta menekan morbiditas untuk penyakit tersebut (Depkes RI, 2010).Kegunaan MTBS adalah untuk mengetahui cara menangani balita sakit sesuai dengan bagan yang ada pada MTBS, meliputi : a. Menilai tanda-tanda dan gejala penyakit. b. Membuat klasifikasi penyakit. c. Menentukan tindakan sesuai dengan klasifikasi anak dan memutuskan apakah anak perlu dirujuk. d. Memberikan pengobatan pra rujukan yang penting, seperti dosis pertama antibiotika atau pemberian vitamin A. e. Melakukan tindakan di fasilitas kesehatan (kuratif dan preventif) seperti pemberian oralit, vitamin A dan imunisasi. f. Mengajari ibu cara memberikan obat tertentu di rumah, seperti antibiotika oral. g. Memberikan konseling pada ibu mengenai pemberian makan pada anak dan kapan harus kembali ke fasilitas kesehatan. h. Melakukan penilaian ulang dan memberikan perawatan yang tepat pada saat anak datang kembali sesuai jadwal pelayanan lanjut (Depkes RI, 2012). 146

3 Pengobatan Terapi Farmakologis a. Disentri Beri antibiotik yang dianjurkan untuk Shigella selama 5 hari. Antibiotik pilihan pertama : kotrimoksazol (trimetroprim + sulfametoksazol). Antibiotik pilihan kedua : asam nalidiksat Dosis pemberian antibiotik dapat dilihat pada tabel 1 berikut ini : (Depkes RI, 2010) Umur atau berat badan 2-4 bulan (4 - <6 kg) 4-12 bulan (6 - <10 kg) 1-5 tahun (10 - <19 kg) Tablet dewasa 80 mg trimetroprim mg sulfametoksazol Kotrimoksazol (trimetroprim + sulfametoksazol) beri 2 kali sehari selama 5 hari Tablet anak 20 mg trimetroprim mg sulfametoksazol Sirup/per 5 ml 40 mg trimetroprim mg sulfametoksazol Asam nalidiksat tablet 500 mg berikan 4 kali sehari selama 5 hari Sirup 125 mg per 5 ml ¼ 1 2,5 ml 2,5 ml ½ 2 5 ml 5 ml ¾ atau 1 3 7,5 ml 10 ml b. Kolera Beri antibiotik yang dianjurkan untuk kolera selama 3 hari. Antibiotik pilihan pertama : kotrimoksazol (trimetroprim + sulfametoksazol). Antibiotik pilihan kedua : tetrasiklin Dosis pemberian antibiotik pada anak dengan kasus kolera dapat dilihat pada tabel 2 berikut ini : (Depkes RI, 2010) Umur atau berat badan 2-4 bulan (4 - <6 kg) 4-12 bulan (6 - <10 kg) 1-5 tahun (10 - <19 kg) Tablet dewasa 80 mg trimetroprim mg sulfametoksazol Kotrimoksazol (trimetroprim + sulfametoksazol) beri 2 kali sehari selama 3 hari Tablet anak 20 mg trimetroprim mg sulfametoksazol Sirup/per 5 ml 40 mg trimetroprim mg sulfametoksazol Tetrasiklin kapsul 250 mg beri 4 kali sehari selama 3 hari ¼ 1 2,5 ml jangan diberi ½ 2 5 ml ½ ¾ atau 1 3 7,5 ml 1 Terapi Cairan a. Mencegah agar gula darah tidak turun Jika anak masih bisa menetek, mintalah kepada ibunya untuk meneteki anaknya. Jika anak tidak bisa menetek tapi masih bisa menelan, beri perasan ASI atau beri susu pengganti, jika keduanya tidak memungkinkan, beri air gula. Beri ml susu atau air gula sebelum dirujuk. Cara membuat air gula : larutkan 4 sendok teh gula (20 gram) ke dalam gelas berisi 200 ml air matang. Jika anak tidak bisa menelan, beri 50 ml susu atau air gula melalui pipa nasogastrik, jika tidak tersedia pipa nasogastrik, rujuk segera. 147

4 b. Pemberian cairan tambahan untuk diare dan melanjutkan pemberian makan 1. Rencana Terapi A : penanganan diare di rumah Jelaskan kepada ibu tentang 3 aturan perawatan di rumah yaitu beri cairan tambahan, lanjutkan pemberian makan, kapan harus kembali. Beri cairan tambahan (sebanyak anak mau). Jelaskan kepada ibu untuk memberikan ASI saja pada bayi muda karena merupakan cara pemberian cairan tambahan yang utama. Beri ASI lebih sering dan lebih lama pada setiap kali pemberian. Jika anak memperoleh ASI Eksklusif, berikan oralit atau air matang sebagai tambahan. Jika anak tidak memperoleh ASI Eksklusif, berikan 1 atau lebih cairan berupa oralit, larutan gula garam, cairan makanan (kuah sayur, air tajin) atau air matang. Anak harus diberi larutan oralit di rumah jika anak telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C dalam kunjungan ini, anak tidak dapat kembali ke klinik jika diarenya bertambah parah. Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit. Beri ibu 6 bungkus oralit (200 ml) untuk digunakan di rumah. Tunjukkan kepada ibu berapa banyak cairan termasuk oralit yang harus diberikan sebagai tambahan bagi kebutuhan cairannya sehari-hari. Sampai umur 1 tahun 50 sampai 100 ml setiap kali berak. Umur sampai 5 tahun 100 sampai 200 ml setiap kali berak. Katakan kepada ibu agar meminumkan sedikit-sedikit tapi sering dari mangkuk/cangkir/gelas, jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat. Lanjutkan pemberian cairan tambahan sampai diare berhenti. Lanjutkan pemberian makan/asi. Jelaskan kepada ibu kapan harus kembali. 2. Rencana Terapi B : penanganan dehidrasi sedang/ringan dengan oralit Berikan oralit di klinik sesuai yang dianjurkan selama periode 3 jam. Tentukan jumlah oralit yang dibeikan dalam 3 jam pertama. Tabel. 3 Umur* Sampai 4 bulan 4 sampai 12 bulan Jumlah pemberian oralit 12 sampai 24 bulan 2 sampai 5 tahun Berat badan <6 kg 6 - <10 kg 10 - <12 kg kg Dalam ml (Depkes RI, 2010) * digunakan umur hanya bila berat badan anak tidak diketahui. Jumlah oralit yang diperlukan (dalam ml) dapat dihitung dengan cara berat badan (dalam Kg) dikalikan 75. Jika anak menginginkan oralit lebih banyak dari pedoman di atas maka berikan. Untuk anak berumur kurang dari 6 bulan yang tidak menetek, berikan juga ml air matang selama periode ini. Tunjukkan kepada ibu cara memberikan larutan oralit, minumkan sedikit-sedikit tapi sering dari cangkir/mangkuk/gelas, jika anak muntah, tunggu 10 menit. Kemudian lanjutkan lagi dengan lebih lambat, lanjutkan ASI selama anak mau. Setelah 3 jam, ulangi penilaian dan klasifikasikan kembali derajat dehidrasinya, pilih rencana terapi yang sesuai untuk melanjutkan pengobatan, mulailah memberi makan jika anak berumur 6 bulan atau lebih, ketika masih di klinik, jika bayi berumur kurang dari 6 bulan lanjutkan pemberian ASI selama bayi mau. Jika ibu memaksa pulang sebelum pengobatan selesai maka tunjukkan cara menyiapkan oralit di rumah, tunjukkan berapa banyak oralit yang harus diberikan di rumah untuk menyelesaikan 3 jam pengobatan, beri bungkus oralit yang cukup rehidrasi, juga beri 6 bungkus sesuai yang dianjurkan dalam Rencana Terapi A. Jelaskan 3 aturan perawatan di rumah yaitu beri cairan tambahan, lanjutkan pemberian makan, dan kapan harus kembali. 3. Rencana Terapi C : penanganan dehidrasi berat dengan cepat Jika saudara dapat memberikan segera cairan intravena, berikan cairan intravena secepatnya. Jika anak bisa minum, beri oralit melalui mulut sementara infus disiapkan. Beri 100 ml/kg cairan Ringer Laktat (jika tak tersedia gunakan cairan NaCl 0,9%) yang dibagi sebagai berikut : 148

5 Umur Bayi (dibawah umur 12 bulan) Anak (12 bulan sampai 5 tahun) Tabel 4 Jumlah pemberian cairan RL dan NaCl 0,9% Pemberian pertama Pemberian berikut 30 ml/kg selama : 70 ml/kg selama : 1 jam* 5 jam 30 enit* 1 ½ jam * Ulangi sekali lagi jika denyut nadi sangat lemah atau tak teraba Periksa kembali anak setiap 1-2 jam, jika status hidrasi belum membaik, tetesan intravena lebih cepat. Juga beri oralit (kira-kira 5 ml/kg/jam) segera setelah anak mau minum, biasanya 3-4 jam (bayi) atau 1-2 jam (anak). Periksa kembali bayi sesudah 6 jam atau anak sesudah 3 jam, klasifikasikan dehidrasi. Kemudian pilih Rencana Terapi yang sesuai (A,B atau C) untuk melanjutkan pengobatan. Jika saudara tidak dapat memberikan cairan intravena segera tetapi ada fasilitas pemberian cairan intravena yang terdekat (dalam 30 menit), rujuk segera untuk pengobatan intravena. Jika anak bisa minum, berikan ibu larutan oralit dan tunjukkan cara meminumkan pada anaknya sedikit sedikit selama dalam perjalanan. Jika terdapat fasilitas rujukan dalam 30 menit tetapi saudara telah dilatih menggunakan pipa nasogastrik, mulailah melakukan rehidrasi dengan pipa nasogastrik atau mulut, beri 20 ml/kg/jam selama 6 jam (total 120 ml/kg). Periksa kembali anak setiap 1-2 jam. Jika anak muntah terus-menerus atau perut makin kembung, beri cairan lebih lambat. Jika setelah 3 jam keadaan hidrasi membaik, rujuk anak untuk pengobatan intravena. Sesudah 6 jam, periksa kembali anak, klasifikasikan dehidrasi, kemudian tentukan Rencana Terapi yang sesuai (A,B atau C) untuk melanjutkan pengobatan. Jika saudara belum mendapat pelatihan pemasangan pipa nasogastrik dan anak tidak bisa minum, rujuk segera untuk pengobatan IV / NGT. (Depkes RI, 2012). Konseling Ibu Konseling berarti mengajari atau menasehati ibu yang mencakup mengajukan pertanyaan, mendengarkan jawaban ibu, memuji, memberikan nasehat yang relevan, membantu memecahkan masalah dan mengecek pemahaman ibu (Depkes RI, 2010). Beberapa hal yang diberikan dalam konseling antara lain : a. Mengajari ibu cara pemberian obat oral dirumah. Prosedur yang dilakukan adalah : (1) menentukan obat-obatan dan dosis yang sesuai dengan umur dan berat badan anak, (2) menjelaskan pada ibu alasan pemberian obat tersebut, (3) memperagakan cara mengukur/membuat satu dosis, (4) memperhatikan cara ibu menyiapkan sendiri dosis, (5) meminta ibu untuk memberikan dosis pertama pada anak, (6) menerangkan dengan jelas cara memberikan obat, kemudian beri label serta bungkus obat, (7) jika memberi lebih dari 1 jenis obat, hitung dan bungkus setiap obat secara terpisah, (8) menjelaskan bahwa semua obat tablet/sirup harus diberikan sesuai waktu yang dianjurkan, walaupun anak telah menunjukkan perbaikan, (9) cek pemahaman ibu sebelum meninggalkan klinik (Depkes RI, 2010). b. Mengajari dan menasehati ibu tentang masalah pemberian makan pada anak selama sakit maupun sehat. Prosedur yang dilakukan adalah : (1) menanyakan pada ibu berapa kali sehari meneteki anaknya, (2) menanyakan apakah pada malam hari juga meneteki, (3) menanyakan apakah anak mendapat makanan atau minuman lain, (4) menanyakan berapa kali sehari anak makan, (5) menanyakan alat yang digunakan untuk memberi makan atau minum anak, (6) menanyakan porsi makan, siapa yang memberi makan dan bagaimana cara, (7) selama sakit, apakah cara pemberian makan anak diubah, jika ya, bagaimana (Depkes RI, 2010). c. Menasehati ibu tentang masalah pemberian makan anak selama sakit maupun sehat. Prosedur yang dilakukan berupa : (1) jika ibu mengeluh adanya kesulitan pemberian ASI, lakukan penilaian terhadap cara ibu meneteki. Jika perlu tunjukkan pada ibu posisi meneteki yang benar serta cara mulut bayi 149

6 melekat pada waktu menetek, (2) anjurkan ibu untuk sering meneteki bayinya dan lebih lama, siang maupun malam, (3) jika pemberian susu non ASI, pastikan persiapan secara benar, higienis dan jumlah yang cukup, (4) anjurkan ibu untuk memberi makan anak sesuai dengan umurnya/porsinya dan cara pemberian makan, (5) jika anak masih sulit makan, berikan variasi yang menarik dan disukai anak dan berikan dalam porsi kecil tetapi sering, (6) tetap motivasi anak untuk makan, karena napsu makan menjadi lebih baik setelah keadaan anak membaik (Depkes RI, 2010). d. Menasehati ibu kapan harus kembali atau kontrol ke fasilitas kesehatan. Prosedur yang dilakukan berupa : (1) menasehati ibu agar segera kembali ke fasilitas kesehatan bila ditemukan tanda-tanda yang dapat dilihat dalam tabel berikut : Sasaran Setiap anak sakit Anak dengan batuk bukan Pneumonia Anak diare Anak mungkin DBD atau demam mungkin bukan DBD (Depkes RI, 2010) (2) Menasehati ibu kapan harus kunjungan ulang atau kontrol Anak dengan - Pnemonia - Disentri - Malaria jika masih demam - Demam mungkin bukan malaria,jika masih demam - Campak dengan komplikasi pada mata dan mulut - Mungkin DBD, jika masih demam - Demam mungkin bukan DBD, jika masih demam Tabel 5 Cara konseling pada ibu Kembali jika Tidak bisa minum atau menetek. Betambah parah. Timbul demam Napas cepat Sukar bernapas Berak bercampur darah Malas minum Ada tanda perdarahan Ujung ekstremitas dingin Nyeri uluhati atau gelisah Sering muntah Tabel 6 Kunjungan ulang (kapan harus kembali dan kontrol) Kunjungan ulang 2 hari Anak dengan Kunjungan ulang - Diare persisten - Infeksi telinga akut - Infeksi telinga kronis 5 hari - Masalah pemberian makan - Penyakit lain, bila tidak ada perbaikan - Anemi 4 minggu/1 bulan - BB menurut umur sangat rendah (KEP nyata) 2 minggu/1 bulan Teori Perilaku (Pengetahuan, Sikap, Tindakan) Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) merupakan hasil "tahu", dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, S, 2013). Pengetahuan tidak sama dengan keyakinan walaupun ada hubungan yang sangat erat antara keduanya. Baik pengetahun maupun keyakinan sama-sama merupakan sikap mental seseorang dalam hubungan dengan objek tertentu yang disadarinya sebagai ada atau terjadi. Hanya saja dalam hal keyakinan, objek yang disadari sebagai ada itu tidak perlu harus ada sebagai mana adanya. Sebaliknya dalam hal pengetahuan objeknya disadari itu memang ada sebagai mana adanya. (Keraf & Dual : 2011). Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Azwar S. 2013). 150

7 Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengetahuan adalah segala yang telah diketahui dan mampu diingat oleh setiap orang yang setelah mengalami, menyaksikan, mengamati atau diajarkan semenjak lahir sampai menginjak dewasa khususnya setelah diberi pendidikan baik melalui pendidikan formal maupun non formal dan diharapkan dapat mengevaluasi terhadap, suatu materi atau obyek tertentu untuk melaksanakannya sebagai bahan dalam kehidupan sehari-hari (Notoatmodjo, S, 2013). 1. Tingkatan Pengetahuan Untuk mengetahui tingkatan pengetahuan dalam. Notoatmodjo, S, (2013) menyatakan pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat yakni: a. Tahu (Know) Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap, suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah ditcrima. Oleh sebab itu, "tahu" ini adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya. b. Memahami (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui, dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap obyek yang dipelajari. c. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan penggunaan hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain. d. Analisis (Analysis) Analisis adalah sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu obyek ke dalam komponenkomponen, tetapi masih didalam suatu struktur organisasi. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata kerja seperti menggambarkan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya. e. Sintesis (Synthesis) Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Sintesis yaitu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi yang ada. f. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian berdasarkan kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada (Notoatmodjo, S, 2013). 2. Sumber dan Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Pengetahuan Sumber dan faktor yang mempengaruhi tersebut yaitu : a. Pengalaman Yaitu berdasarkan pikiran kritis pengalaman yang disusun secara sistematis oleh otak maka hasilnya adalah ilmu pengetahuan (Soekanto, 2012). Semua pengalaman pribadi dapat merupakan sumber pengetahuan untuk menarik kesimpulan dari pengalaman. b. Pendidikan Konsep pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti di dalam pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan, perkembangan/perubahan kearah yang lebih dewasa, lebih baik dan matang pada individu, kelompok atau masyarakat. Instruksi verbal dan penerimaan informasi verbal dari pihak lain. 151

8 Pengetahuan diperoleh dari kenyataan fakta melihat dan mendengar sendiri serta alat komunikasi seperti surat kabar dan radio. c. Pekerjaan Berhubungan dengan sosial ekonomi seseorang dan status pekerjaan berpengaruh terhadap pengetahuan dan perilaku seseorang di bidang kesehatan sehubungan dengan kesempatan untuk memperoleh informasi karena adanya fasilitas atau media informasi (Notoatmodjo, S, 2013). Sikap Sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unforable) pada obyek tersebut.sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap suatu obyek dengan cara-cara tertentu, kesiapan yang dimaksud merupakan kecenderungan potensial untuk bereaksi dengan cara tertentu apabila individu dihadapkan pada suatu stimulus yang menghendaki adanya respon (Azwar, A, 2013). Sikap adalah prilaku sebagai suatu reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulasi atau obyek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu, secara nyata sikap menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Menurut Allport, 1954 dalam Notoatmodjo, S, 2013 menyatakan bahwa sikap mempunyai 3 komponen yaitu kepercayaan, ide dan konsep terhadap suatu obyek, kehidupan emosional dan kecenderungan untuk bertindak. Tindakan Melalui ilmu perilaku kesehatan, seorang petugas kesehatan harus mampu mencari jawaban yang tepat atas keterangan kontradiktif yang mungkin dikemukakan oleh masyarakat. Kemampuan dibidang ini sangat ditentukan oleh petugas kesehataan. Ngatimin, R, 2001 mengemukakan bahwa petugas kesehatan ideal adalah mereka yang memiliki kemampuan (ability), kinerja (performance), kepribadian (personality), terpercaya (credibility), dan kematangan (maturity) (Azwar, S. 2013). Berawal dari sikap, suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Diare Pada Balita Pengertian diare dari beberapa sumber diantaranya menurut Depkes RI (2006) adalah buang air besar yang lebih sering dan biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari dan berbentuk cair bahkan dapat berupa air saja dan kadang-kadang disertai muntah, panas dan lain-lain. Diare menurut definisi Hippocrates adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal (meningkat), konsistensi tinja menjadi lebih lembek atau cair (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, 2008). Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali sehari pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak dengan konsistensi faeces encer, dapat berwarna hijau atau dapat bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 2007). Etiologi Diare akut disebabkan oleh banyak faktor, antara lain infeksi, makanan, efek obat, imunodefisiensi dan keadaan-keadaan tertentu (Mansjoer A, dkk, 2010). a. Infeksi Infeksi terdiri dari infeksi enteral dan parenteral. Infeksi enteral yaitu infeksi saluran pencernaan dan infeksi parenteral yaitu infeksi di bagian tubuh lain di luar alat pencernaan (Ngastiyah, 2007). Mikroorganisme yang menjadi penyebabnya antara lain Aeromonas, Compylobacter, Clostridiumdifficle, Escherichiacoli, Enterotoxigenic, Enteropathogenic, Shigella, Salmonella, Vibrio Cholera, Enteroinvasive (Pickering K. Larry, Snyder DJ, 2014). b. Makanan Diare dapat disebabkan oleh intoksikasi makanan, makanan pedas, makanan yang mengandung bakteri atau toksin. Alergi terhadap makanan tertentu seperti susu sapi, terjadi malabsorbsi karbohidrat, disakarida, lemak, protein, vitamin dan mineral. 152

9 c. Imunodefisiensi Defisiensi imun terutama SIgA (Secretory Immunoglobulin A) yang mengakibatkan berlipat gandanya bakteri, flora usus, jamur terutama Candida. d. Terapi obat Obat-obat yang dapat menyebabkan diare diantaranya antibiotik, antasida. e. Keadaan tertentu Keadaan lain yang menyebabkan seseorang diare seperti gangguan psikis (ketakutan, gugup), gangguan saraf. Patofisiologi Diare dapat disebabkan oleh satu atau lebih dari patofisiologi berikut, yakni gangguan osmotik dan gangguan sekretorik (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK-UI, 2008). a. Gangguan osmotik Mukosa usus halus adalah epitel berpori, yang dapat dilewati air dan elektrolit dengan cepat untuk mempertahankan tekanan osmotik antara isi usus dengan cairan ekstraseluler. Diare terjadi jika bahan yang secara osmotik aktif dan sulit diserap. Bahan tersebut berupa larutan isotonik dan hipertonik. Larutan isotonik, air dan bahan yang larut di dalamnya akan lewat tanpa diabsorbsi sehingga terjadi diare. Bila substansi yang diabsorbsi berupa larutan hipertonik, air dan elektrolit akan pindah dari cairan ekstraseluler ke dalam lumen usus sampai osmolaritas dari isi usus sama dengan cairan ekstraseluler dan darah, sehingga terjadi pula diare. b. Gangguan sekretorik Akibat rangsangan mediator abnormal misalnya enterotoksin, menyebabkan vili gagal mengabsorbsi natrium, sedangkan sekresi klorida di sel epitel berlangsung terus atau meningkat. Hal ini menyebabkan peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus mengeluarkannya sehingga timbul diare. Manifestasi Klinis Mula-mula anak balita cengeng, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada kemudian timbul diare. Tinja cair mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena tercampur empedu, karena seringnya defekasi, anus dan sekitarnya lecet karena tinja makin lama menjadi asam. Gejala muntah dapat terjadi sebelum dan atau sesudah diare (Ngastiyah, 2007). Anak-anak yang tidak mendapatkan perawatan yang baik selama diare akan jatuh pada keadaan-keadaan seperti dehidrasi, gangguan keseimbangan asam-basa, hipoglikemia, gangguan gizi, gangguan sirkulasi (Asnil P, Noerasid H, Suraatmadja S, 2013). a. Dehidrasi Dehidrasi terjadi karena kehilangan air lebih banyak daripada pemasukan air. Derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan gejala klinis dan kehilangan berat badan. Derajat dehidrasi menurut kehilangan berat badan, diklasifikasikan menjadi empat, dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 7 Derajat dehidrasi berdasarkan kehilangan berat badan Derajat dehidrasi Penurunan berat badan (%) Tidak dehidrasi < 2 ½ Dehidrasi ringan 2 ½ - 5 Dehidrasi sedang 5 10 Dehidrasi berat 10 (Depkes RI, 2006) Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinisnya dapat dilihat pada tabel

10 Tabel 8 Derajat dehidrasi berdasarkan gejala klinis Penilaian A B C Keadaan umum Baik, sadar Gelisah, rewel << Lesu, tidak sadar << Mata Normal Cekung Sangat cekung Air mata Ada Tidak ada Tidak ada Mulut, lidah Basah Kering Sangat kering Rasa haus Minum seperti biasa Haus, ingin minum Malas minum, tidak bisa banyak << minum Periksa: Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat << Kembali sangat lambat Penilaian A B C Pemeriksaan Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang Bila ada 1 tanda ditambah 1/lebih tanda lain Dehidrasi berat Bila ada 1 tanda ditambah 1/lebih tanda lain Terapi Rencana pengobatan A Rencana pengobatan B Rencana pengobatan C (Depkes RI, 2006) b. Gangguan keseimbangan asam-basa Gangguan keseimbangan asam basa yang biasa terjadi adalah metabolik asidosis. Metabolik asidosis ini terjadi karena kehilangan Na-bikarbonat bersama tinja, terjadi penimbunan asam laktat karena adanya anoksia jaringan, produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal, pemindahan ion Na+ dari cairan ekstraseluler ke dalam cairan intraseluler. c. Hipoglikemia Pada anak-anak dengan gizi cukup/baik, hipoglikemia ini jarang terjadi, lebih sering pada anak yang sebelumnya sudah menderita Kurang Kalori Protein (KKP). Gejala hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun sampai 40 mg% pada bayi dan 50 mg% pada anak-anak. Gejala hipoglikemia tersebut dapat berupa lemas, apatis, tremor, berkeringat, pucat, syok dan kejang sampai koma. d. Gangguan gizi Sewaktu anak menderita diare, sering terjadi gangguan gizi dengan akibat terjadinya penurunan berat badan dalam waktu yang singkat. Hal ini disebabkan karena makanan sering dihentikan oleh orangtua. Walaupun susu diteruskan, sering diberikan pengenceran. Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik karena adanya hiperperistaltik. e. Gangguan sirkulasi Gangguan sirkulasi darah berupa renjatan atau syok hipovolemik. Akibatnya perfusi jaringan berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan dalam otak, kesadaran menurun dan bila tidak ditangani segera penderita dapat meninggal. METODE PENELITIAN Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kolerasi dengan desain menggunakan metode Cross Sectional yang mengetahui hubungan antara variabel bebas (Independen) yaitu perilaku (pengetahuan, sikap dan tindakan) petugas kesehatan dengan variabel tergantung (Dependen) yaitu penerapan program MTBS pada penanganan diare balita yang diamati dalam satu waktu saja. (Notoatmodjo, 2015). 2.1 Kerangka Konsep Variabel Independen PERILAKU PETUGAS KESEHATAN 1. Pengetahuan 2. Sikap 3. Tindakan Variabel Dependen PENERAPAN PROGRAM MTBS PADA PENANGANAN DIARE BALITA 1. Baik 2. Kurang Baik 154

11 Gambar 3.1 Kerangka Kerja Hubungan Perilaku Petugas Kesehatan dengan Penerapan Program MTBS pada Penanganan Diare Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Definisi Operasional Variabel Definisi Parameter Alat Ukur Skala Skore Independen Pengetahuan tentang program MTBS diare Sikap terhadap penerapan program MTBS diare Tindakan dalam penerapan program MTBS Variabel Dependen Penerapan program MTBS Jawaban yang diberikan merupakan hasil tahunya petugas tentang diare dan MTBS diare Respon interen petugas Puskesmas dalam menangani diare melalui penerapan program MTBS Kegiatan yang dilakukan untuk penanganan diare secara dini melalui penerapan program MTBS Definisi Operasional Pengertian diare Tanda dan gejala diare Klasifikasi diare pada balita berdasarkan petunjuk bagan MTBS Penatalaksanaan diare pada balita berdasarkan petunjuk bagan MTBS Akibat kalau diare tidak ditangani dengan baik Memahami penyakit diare Menguasai cara penanganan diare Melakukan klasifikasi diare Melakukan penanganan diare Melakukan konseling pada ibu balita Indentifikasi tanda dan gejala Klasifikasi tanda dan gejala Penatalaksanaan yang tepat Konseling pada ibu balita cara penanganan diare di rumah Konseling pada ibu balita kapan harus kunjungan ulang Kuesioner Ordinal Baik = % Cukup= 75-60% Kurang= < 60% (Arikunto, S, 2010) Skor : B=1 S =0 Kuesioner Ordinal Pernyataan positif (soal no 1,2,4,6,7,9) Skor : SS = 4 S = 3 TS = 2 STS= 1 Pernyataan Negatif (Soal No 3,5,8,10) Skor SS = 1 S = 2 TS = 3 STS =4 Baik = > 60% Tidak Baik= < 60% Observasi Ordinal Sesuai= 1 Tidak Sesuai= 0 Skor : Patuh = > 60% Tidak Patuh = < 60% Parameter Alat Ukur Skala Skore - Bagaimana pelaksanaan penerapan program MTBS oleh petugas kesehatan (perawat dan bidan) - Kesesuaian tatalaksana diare dengan alur bagan MTBS Observasi Ordinal Dilakukan = 1 Tidak dilakukan= 0 Skor : Baik = > 60% Kurang Baik = < 60% Tempat dan Waktu Penelitian Tempat Penelitian Tempat penelitian ini adalah di wilayah kerja puskesmas aek habil kota sibolga dengan alasan memlih lokasi ini adalah sebagai berikut : puskesmas yang terdekat dari tempat tinggal peneliti, belum pernah 155

12 dilakukan penelitian tentang perilaku petugas kesehatan tentang penerapan MTBS, mencukupi sampel, dan mudah mengurus birokrasi penelitian. Waktu Penelitian Waktu penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari - Juni 2016 dengan uraian kegiatan sebagai berikut : Pengajuan Masalah penelitian, menyelesaikan pendahuluan, mengerjakan tinjauan teoritis, mengerjakan metodologi penelitian, seminar proposal, penelitian, penyusuanan hasil penelitian, menyusun pembahasan, menyusun kesimpulan dan saran, ujian skripsi. Populasi dan Sampel Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah semua petugas kesehatan (perawat dan bidan) yang telah mendapat pelatihan MTBS di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga sebanyak 32 orang. Sampel Pada penelitian ini tehnik pengambilan sampel dengan tehnik Total Populasi dimana seluruh populasi dijadikan sebagai sampel yaitu sebanyak 32 orang. Tehnik Analisis Data a. Analisis Univariat Analisis dilakukan terhadap tiap variable dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan presentase dari tiap variable, (Notoatmodjo, 2015). Analisis univariat adalah analisis satu variable tertentu yang akan mendeskripsikan atau menggambarkan keadaan responden dari semua variable, dengan menggunakan rumus : Keterangan : xi : jumlah karakteristik dari jumlah penelitian N : jumlah total sampel b. Analisis Bivariat Dilakukan untuk melihat hubungan variabel independen dengan variabel dependen dalam bentuk tabulasi silang antara kedua variabel tersebut, dan menggunakan uji statistik dengan ketentuan ada hubungan jika P value < 0,05 dan tidak ada hubungan jika P value > 0,05 atau X 2 hitung > X 2 tabel maka H0 ditolak dan Ha diterima yang berarti ada hubungan dan X 2 hitung < X 2 tabel maka H0 diterima dan Ha ditolak yang berarti tidak ada hubungan. Dengan menggunakan rumus Chi Square : Keterangan : X 2 = nilai chi square = jumlah data f0 = frekuensi yang diobservasi fh = frekuensi yang diharapkan 156

13 c. Analisis Multivariat Dilakukan terhadap lebih dari dua variabel yaitu variabel independen meliputi pengetahuan, sikap dan tindakan petugas kesehatan dengan variabel dependen yakni penerapan program MTBS pada penanganan diare balita, menggunakan regresi linier berganda: Y = a + b 1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 Keterangan: Y = penerapan program MTBS diare X1 = pengetahuan X2 = sikap X3 = tindakan Etik Penelitian Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan pemohonan ijin kepada Kepala Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga, untuk mendapatkan persetujuan melakukan pengumpulan data pada petugas kesehatan di puskesmas tersebut, kemudian quisioner dibagikan ke subyek penelitian dengan menekankan pada masalah etika yang meliputi : HASIL PENELITIAN Data Demografi Responden Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Umur (tahun) Jumlah Persentase (%) , ,0 > ,6 Jumlah Sumber : Data Sekunder, 2016 Dari tabel ditas menunjukkan mayoritas responden berada pada umur tahun sebanyak 16 orang (50%), dan minoritas pada umur >40 tahun sebanyak 5 orang (15,6 %). Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pendidikan di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Pendidikan Jumlah Persentase (%) SPK 18 56,2 DIII Keperawatan 2 6,2 DI Kebidanan 9 28,1 DIII Kebidanan 3 9,5 Jumlah Sumber : Data Sekunder, 2016 Berdasarkan tabel ditas menunjukkan bahwa mayoritas responden berpendidikan SPK sebanyak 18 orang (56,2%), dan minoritas berpendidikan DIII Kebidanan sebanyak 3 orang (9,4%). Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Masa Kerja di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Masa Kerja (tahun) Jumlah Persentase (%) , ,6 > ,1 Jumlah Sumber : Data Sekunder, 2016 Tabel ditas menunjukkan mayoritas responden memiliki masa kerja lebih dari 10 tahun sebanyak 17 orang (53,1%), dan minoritas dengan masa kerja 0-5 tahun sebanyak 2 orang (6,2%). Tabel Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Status Pegawai di Wilayah Kerja Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Dari 32 responden seluruhnya berstatus Pegawai Negeri Sipil (PNS). 157

14 Analisis Univariat Tabel Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan Responden Tentang Penerapan Program MTBS Pada Penanganan Diare Balita di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Pengetahuan Jumlah Persentase (%) Cukup 14 43,8 Kurang 18 56,2 Jumlah Sumber : Data Primer, 2016 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki pengetahuan yang cukup sebanyak 14 orang (43,8%) dan minoritas memiliki pengetahuan yang kurang sebanyak 18 orang (56,2%). Tabel Distribusi Frekuensi Berdasarkan Sikap Responden Tentang Penerapan Program MTBS Pada Penanganan Diare Balita di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Sikap Jumlah Persentase (%) Cukup 22 68,8 Kurang 10 31,2 Jumlah Sumber : Data Primer, 2016 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki sikap yang cukup sebanyak 22 orang (68,8%), dan minoritas memiliki sikap yang kurang sebanyak 10 orang (31,2%). Tabel Distribusi Frekuensi Berdasarkan Tindakan Responden Dalam Penerapan Program MTBS Pada Penanganan Diare Balita di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Tindakan Jumlah Persentase (%) Patuh 15 46,9 Tidak patuh 17 53,1 Jumlah Sumber : Data Primer, 2016 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki tindakan yang patuh sesuai dengan alur bagan MTBS pada penanganan diare balita sebanyak 15 orang (46,9%), dan minoritas memiliki tindakan yang kurang sesuai dengan alur bagan MTBS sebanyak 17 orang (53,1%). Tabel Distribusi Frekuensi Berdasarkan Penerapan Program MTBS Pada Penanganan Diare Balita di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Penerapan MTBS Jumlah Persentase (%) Baik 14 43,8 Kurang 18 56,2 Jumlah Sumber : Data Primer, 2016 Dari tabel diatas menunjukkan bahwa mayoritas responden menerapkan MTBS dengan kurang sebanyak 18 orang (56,2%), khususnya dalam hal klasifikasi dan penanganan diare balita. dan minoritas menerapkan MTBS dengan baik sebanyak 14 orang (43,8%). Analisis Bivariat Tabel Hubungan Pengetahuan Petugas Kesehatan Dengan Penerapan Program MTBS pada Penanganan Diare Balita di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Pengetahuan Baik Penerapan Program MTBS Kurang N % N % N % Cukup 12 37,50 2 6, ,75 Kurang 2 6, , ,25 Total 14 43, , Sumber : Data Primer, Total 2 Hitung Tabel menunjukkan bahwa variabel pengetahuan petugas kesehatan tentang penerapan program MTBS pada penanganan diare diketahui bahwa 2 hitung > 2 tabel (17,81 > 3,841) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara pengetahuan petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016, pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Tabel Hubungan Sikap Petugas Kesehatan Dengan Penerapan Program MTBS pada Penanganan Diare Balita di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Sikap Penerapan Program MTBS Baik Kurang N % N % N % Cukup 12 37, , ,75 Kurang 2 6, ,25 Total 14 43, , Sumber : Data Primer, 2016 Total 2 Hitung 17,81 3,334

15 Tabel diatas menunjukkan bahwa variabel sikap petugas kesehatan terhadap penerapan program MTBS pada penanganan diare diketahui bahwa 2 hitung < 2 tabel (3,334 < 3,841) maka H0 diterima. Ini berarti tidak ada hubungan antara sikap petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Tabel Hubungan Tindakan Petugas Kesehatan Dengan Penerapan Program MTBS pada Penanganan Diare Balita di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Tindakan Baik Penerapan Program MTBS Kurang TOTAL N % N % N % Patuh 13 40,63 2 6, ,88 Tidak Patuh 1 3, ,12 Total 14 43, , Sumber : Data Primer, Hitung Tabel diatas menunjukkan bahwa untuk variabel tindakan petugas kesehatan dalam penerapan program MTBS pada penanganan diare diketahui bahwa 2 hitung > 2 tabel (21,132 > 3,841) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara tindakan petugas kesehatan dengan penerapan program MTBS pada penanganan diare balita di puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Analisis Multivariat Pembuktian hipotesis penelitian dilakukan menggunakan analisis multivariat dengan pengujian regresi linear berganda. Hal ini dilakukan untuk melihat besarnya pengaruh secara simultan pengetahuan, sikap dan tindakan petugas kesehatan terhadap penerapan program MTBS dalam penanganan diare di puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun Tablel. Analisis Regresi Linear Berganda Hubungan Pengetahuan, Sikap dan Tindakan Petugas Kesehatan dengan Penerapan Program MTBS pada Penanganan Diare Balita di Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 No Konstanta R Square R Variabel Bebas (X) Pengetahuan (X1) Sikap (X2) Tindakan (X3) Koefisisen Regresi (β) 0,394-0,170 0,627 0,232 0,748 0,865 21,132 thitung tsignifikan Keterangan 2,967-1,531 4,615 F Sig F hitung Standar Error 0,006 0,137 0,000 Signifikan Signifikan Signifikan Sumber : Data primer, 2016 Berdasarkan hasil-hasil perhitungan menggunakan program SPSS 17,0 yang disajikan pada Tabel diatas menunjukkan bahwa angka konstanta (β0) sebesar 0,232 dengan nilai signifikan sebesar 0,000 yang berarti lebih kecil dari nilai α = 0,05, maka dapat diinterpretasikan bahwa secara statistik, nilai konstanta (β0) tersebut berbeda nyata dengan nol. Karena itu, nilai konstanta tersebut dapat dimasukkan dalam model regresi. Nilai F0,05 sebesar 27,767 dengan nilai signifikan sebesar Fsig sebesar 0,000 yang berarti bahwa (Fsig <0,05), maka secara statistika variabel pengetahuan (X1), sikap (X2) dan tindakan (X3) petugas kesehatan secara simultan (bersama) berhubungan signifikan dengan tindakan dalam penerapan program MTBS pada penanganan diare balita (Y) di puskesmas Aek Habil Kota Sibolga pada taraf kepercayaan 95%. Nilai R 2 (R- Square) sebesar 0,748 menunjukkan bahwa besarnya hubungan langsung X1, X2 dan X3 dengan Y adalah 74,8%, sehingga hubungan variabel lain yang tidak dijelaskan dalam model sebesar 25,2%. Nilai R (angka koefisien korelasi) sebesar 0,865 menunjukkan bahwa keeratan hubungan langsung antara X1, X2 dan X3 dengan Y adalah sebesar 86,5%. Hubungan ini secara statistik tergolong sangat kuat. Hal ini sebagaimana yang dikemukakan oleh Sugiyono (2015) bahwa hubungan yang tergolong sangat kuat berada pada rentang 0,80-1,00. PEMBAHASAN Dari hasil penelitian diketahui bahwa petugas kesehatan (perawat dan bidan) masih banyak yang memiliki pengetahuan yang kurang dan tindakan yang tidak patuh namun memiliki sikap yang cukup dalam penerapan program MTBS pada penanganan diare, sehingga penerapan MTBS kurang baik. 0,000 27,767 0,

16 Penanganan diare dapat dilaksanakan melalui berbagai cara, salah satunya dengan program MTBS. Penerapan program MTBS itu sendiri dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap dan tindakan yang baik dalam pelaksanaannya. Hubungan Pengetahuan Petugas Kesehatan dengan Penerapan Program MTBS pada Penanganan Diare di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar pengetahuan responden tentang penerapan program MTBS pada penanganan diare balita adalah kurang sebanyak 18 orang (56,2%), dan memiliki pengetahuan cukup sebanyak 14 orang (43,8%). Pengetahuan responden kurang terutama dalam hal klasifikasi dan penatalaksanaan diare. Tingkat pengetahuan responden dalam penerapan program MTBS pada penanganan diare sebagian besar kurang dikarenakan sebagian besar responden masih berpendidikan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK). Sedangkan pengetahuan cukup dalam klasifikasi dan penatalaksanan diare oleh karena rata-rata masa kerja responden adalah lebih dari 10 tahun sehingga responden cenderung menguasai tingkat aplikasi. Sesuai dengan pendapat I.B Mantra (1994) seperti dikutip Ditjen PPM & PLP, (2006) bahwa semakin tinggi pendidikan seseorang semakin mudah seseorang menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa, semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat. Disamping itu bahwa jenjang pendidikan seseorang akan cenderung mendapatkan latihan tugas dan aktivitas yang terkait dengan latihan kognitifnya.berdasarkan analisis Chi Square variabel pengetahuan petugas kesehatan tentang penerapan program MTBS diketahui bahwa 2 hitung > 2 tabel (17,81 > 3,841) maka H0 ditolak dan Ha diterima. Ini berarti ada hubungan antara pengetahuan petugas kesehatan tentang penerapan program MTBS pada penanganan diare di puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 pada taraf kepercayaan 95% (α = 0,05). Pengetahuan responden merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi responden dalam penerapan program MTBS pada penanganan diare. Tindakan yang didasari oleh pengetahuan akan bersifat langgeng daripada yang tidak didasari oleh pengetahuan. Sehingga responden dengan pengetahuan baik maka tindakan dalam penerapan MTBS pada penanganan diare baik pula, sebaliknya apabila pengetahuan kurang maka tindakan responden akan kurang. Pengetahuan baik responden tidak semuanya diikuti dengan penerapan yang baik, hal ini bisa disebabkan karena usia responden yang sebagian besar adalah dewasa madya sehingga keinginan untuk tahu dan ingin belajar mulai berkurang. Pada responden, ini adalah masalah interen dengan keinginan untuk ditempatkan dan dimutasikan di puskesmas lain yang sangat jauh dengan tempat responden berdomisili dan responden memiliki anak yang masih kecil untuk ditinggal, sehingga mempengaruhi sikap responden dalam melakukan aktifitas pelayanan di puskesmas. Hubungan Sikap Petugas Kesehatan dengan Penerapan Program MTBS pada Penanganan Diare di Puskesmas Aek Habil Kota Sibolga Tahun 2016 Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar sikap responden terhadap penerapan program MTBS pada penanganan diare balita adalah cukup sebanyak 22 orang (68,8%), dan memiliki sikap yang kurang sebanyak 10 orang (31,2%). Sikap responden cukup terutama adalah hal menguasai cara penanganan diare dan melakukan klasifikasi diare. Karena sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek, maka untuk mengetahuinya adalah dengan observasi terhadap apa yang dilakukan oleh seseorang. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa semakin tinggi nilai sikap, maka semakin tinggi pula respon terhadap tanggung jawabnya dalam penerapan program MTBS. Hal ini menunjukkan bahwa respon atau penerimaan dan tanggung jawab petugas kesehatan terhadap penerapan program MTBS adalah baik. Sesuai pendapat Azwar S (2013) yang menyatakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah faktor orang lain yang dianggap penting.pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk beraktifitas dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting. Ilustrasi mengenai pembentukan sikap dapat dilihat pada situasi dimana terdapat hubungan atasan bawahan. Sangatlah umum terjadi bahwa sikap atasan terhadap suatu masalah diterima dan dianut oleh bawahan tanpa landasan afektif maupun kognitif yang 160

RENCANA TERAPI A PENANGANAN DIARE DI RUMAH (DIARE TANPA DEHIDRASI)

RENCANA TERAPI A PENANGANAN DIARE DI RUMAH (DIARE TANPA DEHIDRASI) RENCANA TERAPI A PENANGANAN DIARE DI RUMAH (DIARE TANPA DEHIDRASI) JELASKAN KEPADA IBU TENTANG 4 ATURAN PERAWATAN DI RUMAH: BERI CAIRAN TAMBAHAN a. Jelaskan kepada ibu: - Pada bayi muda, pemberian ASI

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 2 PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENDAHULUAN Seorang ibu akan membawa anaknya ke fasilitas kesehatan jika ada suatu masalah atau

Lebih terperinci

PENANGANAN DIARE. B. Tujuan Mencegah dan mengobati dehidrasi, memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat

PENANGANAN DIARE. B. Tujuan Mencegah dan mengobati dehidrasi, memperpendek lamanya sakit dan mencegah diare menjadi berat Yusi Meilia, S.ST, M.Kes Halaman : 1 / 5 NIP A. Pengertian Buang air besar yang frekuensi, lebih sering dari biasnya pada umumnya 3 kali atau lebih per hari dengan konsistensi cair berlangsung < 7 hari

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 6 TINDAK LANJUT Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan. 1. Pengertian Pengetahuan adalah merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengindraan terjadi melalui

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 3 MENENTUKAN TINDAKAN DAN MEMBERI PENGOBATAN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disertai muntah (Sakinah dan Arifianto, 2001). bentuk dan konsistensi tinja penderita (Harianto, 2004).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disertai muntah (Sakinah dan Arifianto, 2001). bentuk dan konsistensi tinja penderita (Harianto, 2004). 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGERTIAN DIARE Diare adalah suatu infeksi usus yang menyebabkan keadaan feses bayi encer dan atau berair, dengan frekuensi lebih dari 3 kali per hari, kadang disertai muntah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare 1. Pengertian diare Diare adalah penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan frekuensi buang air besar lebih dari biasanya atau lebih dari tiga kali disertai

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 5 TINDAK LANJUT PENDAHULUAN Ibu telah diberitahu kapan harus kembali untuk kunjungan ulang sesuai dengan klasifikasi (misalnya dalam waktu 2 hari atau 5 hari). Sebagian

Lebih terperinci

Pola buang air besar pada anak

Pola buang air besar pada anak Diare masih merupakan masalah kesehatan nasional karena angka kejadian dan angka kematiannya yang masih tinggi. Balita di Indonesia ratarata akan mengalami diare 23 kali per tahun. Dengan diperkenalkannya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi.

BAB 1 PENDAHULUAN. buang air besar (Dewi, 2011). Penatalaksaan diare sebenarnya dapat. dilakukan di rumah tangga bertujuan untuk mencegah dehidrasi. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit infeksi yang masih perlu diwaspadai menyerang balita adalah diare atau gastroenteritis. Diare didefinisikan sebagai buang air besar yang tidak normal dan berbentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit diare 1. Definisi Diare merupakan buang air besar dengan konsistensi cair atau lembek dan dapat berupa air saja dengan frekuensi buang air besar lebih dari normalnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Diare adalah peningkatan frekuensi dan penurunan konsistensi debit tinja dibandingkan dengan pola usus normal individu, merupakan gejala dari suatu penyakit sistemik

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 1 PENGANTAR Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Buku Saku Petugas Kesehatan

Buku Saku Petugas Kesehatan Buku Saku Petugas Kesehatan Departemen Kesehatan RI Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2011 Publikasi ini dibuat oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan dukungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. TINJAUAN TEORI 1. Pengetahuan a. Definisi Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Diare a. Pengertian diare Penyakit diare merupakan penyakit yang sering terjadi pada anak dibawah lima tahun (balita) dengan disertai muntah dan buang air besar

Lebih terperinci

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN

PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN PENILAIAN DAN KLASIFIKASI ANAK SAKIT UMUR 2 BULAN SAMPAI 5 TAHUN Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di negara yang sedang berkembang seperti di Indonesia, angka kejadian anak yang mengalami penyakit tropis cukup tinggi. Hal ini ditunjang oleh kelembaban daerah tropis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada

BAB I PENDAHULUAN. Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penyakit diare adalah salah satu penyebab utama kesakitan dan kematian pada anak seluruh dunia, yang menyebabkan 1 miliyar kejadian sakit dan 3-5 juta kematian setiap

Lebih terperinci

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun.

DIARE AKUT. Berdasarkan Riskesdas 2007 : diare merupakan penyebab kematian pada 42% bayi dan 25,2% pada anak usia 1-4 tahun. DIARE AKUT I. PENGERTIAN Diare akut adalah buang air besar lebih dari 3 kali dalam 24 jam dengan konsistensi cair dan berlangsung kurang dari 1 minggu. Kematian disebabkan karena dehidrasi. Penyebab terbanyak

Lebih terperinci

PENDATAAN DAN PELAPORAN P2 DIARE

PENDATAAN DAN PELAPORAN P2 DIARE PENDATAAN DAN PELAPORAN P2 DIARE No. Dokumen: SOP No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : 1/1 UPT PUSKESMAS DLINGO II dr. Sigit Hendro Sulistyo NIP. 198111262009031006 1. Pengertian Salah satu elemen yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Diare. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Diare. Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Terjadinya Diare Anak Usia Toodler (1-3 Tahun) 1. Pengertian Diare Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada bayi dan lebih dari 3x pada anak, konsistensi

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare 2.1.1. Definisi Diare Menurut Latief, dkk. (2005), diare diartikan sebagai buang air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dan frekuensinya lebih banyak

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE

KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE KERANGKA ACUAN PROGRAM PEMBERANTASAN PENYAKIT DIARE I. PENDAHULUAN Hingga saat ini penyakit Diare maerupakan masalah kesehatan masyarakat Indonesia, hal dapat dilihat dengan meningkatnya angka kesakitan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Definisi Diare Menurut World Health Organization (WHO), penyakit diare adalah suatu penyakit yang ditandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini

BAB 1 PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah (Ngastiyah, 1997). Hal ini BAB 1 PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, dengan konsisten feses encer, dapat berwarna hijau atau dapat

Lebih terperinci

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL

PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL PENGARUH KOMPETENSI BIDAN DI DESA DALAM MANAJEMEN KASUS GIZI BURUK ANAK BALITA TERHADAP PEMULIHAN KASUS DI KABUPATEN PEKALONGAN TAHUN 2008 ARTIKEL Untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S-2

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam waktu yang singkat atau kurang dari dua minggu (Spruill and Wade,

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. dalam waktu yang singkat atau kurang dari dua minggu (Spruill and Wade, BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare akut merupakan diare yang berawal secara mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau hari dapat sembuh kembali dalam waktu yang singkat atau kurang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Diare a. Definisi Diare adalah peningkatan tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya dan terjadi paling sedikit 3 kali atau lebih dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja

BAB I PENDAHULUAN. hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi tinja encer, dapat berwarna hijau atau dapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare.

BAB 1 PENDAHULUAN. saat ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan beban global. terutama di negara berkembang seperti Indonesia adalah diare. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak umur bawah lima tahun (balita) merupakan kelompok umur yang rawan gizi dan rawan penyakit, terutama penyakit infeksi (Notoatmodjo, 2011). Gangguan kesehatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan dengan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare pada anak masih merupakan masalah kesehatan dengan angka kematian yang masih tinggi terutama pada anak umur 1 sampai 4 tahun, yang memerlukan penatalaksanaan yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak merupakan individu yang berada dalam suatu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI WILAYAH KERJA POSYANDU MELATI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI WILAYAH KERJA POSYANDU MELATI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG ABSTRAK HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI DI WILAYAH KERJA POSYANDU MELATI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG Evi Susanti 1), Tanto Hariyanto 2), Ragil Catur Adi 3) 1) Mahasiswa

Lebih terperinci

PENANGANAN DIARE No Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman :

PENANGANAN DIARE No Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : UPTD PUSKESMAS PAUH SOP PENANGANAN DIARE No Dokumen : No. Revisi : Tanggal Terbit : Halaman : dr. Hj. Nurlia, MM NIP.197306162006042011 1. Pengertian Buang air besar yg frekwensinya, lebih sering dari

Lebih terperinci

Reni Halimah Program Studi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Lampung

Reni Halimah Program Studi Keperawatan, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Mitra Lampung HUBUNGAN MAKANAN PENDAMPING AIR SUSU IBU (MP-ASI) DENGAN KEJADIAN DIARE PADA ANAK BAYI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PADUAN RAJAWALI KECAMATAN MERAKSA AJI KABUPATEN TULANG BAWANG Reni Halimah Program Studi

Lebih terperinci

SOP PENCATATAN & PELAPORAN P2 DIARE

SOP PENCATATAN & PELAPORAN P2 DIARE No. Dokumen SOP PENCATATAN & PELAPORAN P2 DIARE No. Revisi : Halaman 79 /A/P2M/2013 Tanggal Ditetapkan : Disusun oleh : 1 Ditetapkan KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAGETAN Pengertian Tujuan Kebijakan

Lebih terperinci

SOP PENCATATAN & PELAPORAN P2 DIARE

SOP PENCATATAN & PELAPORAN P2 DIARE PENCATATAN & PELAPORAN P2 DIARE 79 /A/P2M/203 Salah satu elemen yang sangat penting untuk mendapat gambaran dan informasi program pengendalian penyakit diare Tujuan. Mendapatkan informasi hasil pelaksanaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Pada

BAB 1 PENDAHULUAN. atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja (Ngastiyah, 2005). Pada 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Diare merupakan keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feses encer, dapat berwarna hijau

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT A. KONSEP DASAR MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) adalah intervensi yang cost effective untuk mengatasi masalah kematian balita yang disebabkan oleh ISPA, diare,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Teori Perilaku Menurut Bloom, derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor lingkungan, faktor perilaku, faktor pelayanan kesehatan, dan faktor genetik. Faktor perilaku

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. DIARE 1. Pengertian Diare adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4x pada bayi dan lebih dari 3x pada anak, konsistensi cair, ada lendir atau darah dalam faeces (Ngastiyah,

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN

SATUAN ACARA PENYULUHAN SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok Bahasan : Perawatan Anak Dengan Diare Hari/Tanggal : Rabu/ 23 Januari 2008 Pukul : 11.00-11.45 Sasaran: Seluruh orang tua bayi/anak di RT 02 / RW 04 Kel. Andalas Timur Tempat

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 4

MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 4 MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT MODUL - 4 KONSELING BAGI IBU PENDAHULUAN Saudara telah belajar cara mengobati anak sakit termasuk melanjutkan pengobatan di rumah.walaupun saudara dalam keadaan tergesa-gesa,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir, biasanya terjadi secara

BAB I PENDAHULUAN. cair, dengan atau tanpa darah dan atau lendir, biasanya terjadi secara BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi lebih dari 3 kali sehari disertai perubahan konsistensi tinja menjadi cair, dengan atau tanpa

Lebih terperinci

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN

MANAJEMEN TERPADU UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN MANAJEMEN TERPADU BAYI MUDA UMUR 1 HARI SAMPAI 2 BULAN PENDAHULUAN Bayi muda : - mudah sekali menjadi sakit - cepat jadi berat dan serius / meninggal - utama 1 minggu pertama kehidupan cara memberi pelayanan

Lebih terperinci

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PAHANDUT PALANGKA RAYA

PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PAHANDUT PALANGKA RAYA PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TERHADAP TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA UPTD PUSKESMAS PAHANDUT PALANGKA RAYA Suryagustina*, Rimba Aprianti**, Isna Winarti*** Sekolah

Lebih terperinci

Saudara telah belajar cara mengobati anak sakit termasuk melanjutkan pengobatan di rumah.walaupun saudara dalam keadaan tergesa-gesa, sangat penting

Saudara telah belajar cara mengobati anak sakit termasuk melanjutkan pengobatan di rumah.walaupun saudara dalam keadaan tergesa-gesa, sangat penting KONSELING BAGI IBU Oleh : Dr. Azwar Djauhari MSc Disampaikan pada : Kuliah Blok 21 Kedokteran Keluarga Tahun Ajaran 2011 / 2012 Program Studi Pendidikan Dokter UNIVERSITAS JAMBI Saudara telah belajar cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air Susu Ibu (ASI) adalah cairan susu hasil sekresi dari payudara setelah ibu melahirkan. ASI eksklusif adalah pemberian ASI sedini mungkin setelah persalinan tanpa

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia

BAB 1 PENDAHULUAN. World Health Organization (WHO) tahun 2013 diare. merupakan penyebab mortalitas kedua pada anak usia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sampai saat ini diare masih menjadi masalah kesehatan di dunia sebagai penyebab mortalitas dan morbiditas. Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2013

Lebih terperinci

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Orang Tua, Balita, Zinc

Kata Kunci : Tingkat Pengetahuan, Orang Tua, Balita, Zinc ABSTRAK TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TERHADAP PENGGUNAAN TABLET ZINC PADA BALITA PENDERITA DIARE DI PUSKESMAS S.PARMAN BANJARMASIN Chairunnisa 1 ; Noor Aisyah 2 ; Soraya 3 Diare merupakan salah satu masalah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Usia Pertama Pemberian Makanan Pendamping ASI a. Pengertian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) merupakan makanan yang diberikan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pada buang air besar perharinya. Berat daily stool dapat melebihi berat normal ratarata

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. pada buang air besar perharinya. Berat daily stool dapat melebihi berat normal ratarata BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kajian Pustaka 2.1.1 Diare 2.1.1.2 Definisi Diare Diare didefinisikan sebagai peningkatan keenceran, frekuensi, dan volume pada buang air besar perharinya.

Lebih terperinci

Dehidrasi. Gejala Dehidrasi: Penyebab Dehidrasi:

Dehidrasi. Gejala Dehidrasi: Penyebab Dehidrasi: Dehidrasi Pengertian, Gejala, Penyebab, Pengobatan, Pencegahan Pengertian: Dehidrasi adalah kondisi ketika tubuh kehilangan lebih banyak cairan daripada yang didapatkan, sehingga keseimbangan gula-garam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun),

BAB I PENDAHULUAN. masa pertumbuhan dan perkembangan yang dimulai dari bayi (0-1 tahun), BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak merupakan individu yang berada dalam satu rentang perubahan perkembangan yang dimulai dari bayi hingga remaja. Masa anak merupakan masa pertumbuhan dan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan

BAB 1 PENDAHULUAN. berbagai penyakit seperti TBC, difteri, pertusis, hepatitis B, poliomyelitis, dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Imunisasi merupakan bentuk intervensi kesehatan yang efektif dalam menurunkan angka kematian bayi dan balita. Dengan imunisasi, berbagai penyakit seperti TBC,

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PENANGANAN BALITA ISPA

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PENANGANAN BALITA ISPA HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG ISPA DENGAN PENANGANAN BALITA ISPA Tita Restu Yuliasri, Retno Anjar Sari Akademi Kebidanan Ummi Khasanah email : tita_dheta@yahoo.com Abstrak :Hubungan Tingkat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada keluarga, yang

BAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada keluarga, yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak adalah anugrah yang diberikan Tuhan kepada keluarga, yang harus dijaga dan dilindungi. Anak merupakan generasi penerus bangsa maka dari itu harus tumbuh menjadi

Lebih terperinci

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran

KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran 21 KERANGKA PEMIKIRAN Kerangka Pemikiran Kekurangan gizi pada usia dini mempunyai dampak buruk pada masa dewasa yang dimanifestasikan dalam bentuk fisik yang lebih kecil dengan tingkat produktifitas yang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Susu Ibu (ASI) 1. Pengertian ASI Air susu Ibu (ASI) mengandung semua bahan yang diperlukan bayi, mudah dicerna, memberi perlindungan terhadap infeksi, selalu segar, bersih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DRPs 2.1.1 Definisi DRPs DRPs adalah adalah kejadian yang tidak diinginkan pasien terkait terapi obat, dan secara nyata maupun potensial berpengaruh pada outcome yang diinginkan

Lebih terperinci

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN

Jurnal Harapan Bangsa, Vol.1 No.1 Desember 2013 ISSN PERBEDAAN TINGKAT PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG PENYAKIT ISPA PADA BALITA SEBELUM DAN SETELAH DIBERIKAN PENDIDIKAN KESEHATAN DI PUSKESMAS ARIODILLAH PALEMBANG TAHUN 2012 Oleh : Amalia Dosen STIK Bina Husada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diare 1. Pengertian Diare Menurut WHO (2005), diare merupakan buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam sehari, dan biasanya berlangsung selama dua hari

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare Akut dan Tata Laksananya Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi 3x/hari disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde Munin BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. POSYANDU 2.1.1. Defenisi Posyandu Posyandu merupakan strategi jangka panjang pemerintah untuk menurunkan angka kematian bayi, angka kelahiran, dan angka kematian ibu.( A.Gde

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: GASTROENTEROLOGI dan HEPATOLOGI Sakit perut berulang M. Juffrie

Pokok Bahasan: GASTROENTEROLOGI dan HEPATOLOGI Sakit perut berulang M. Juffrie Pokok Bahasan: GASTROENTEROLOGI dan HEPATOLOGI Sakit perut berulang M. Juffrie Definisi Sakit perut yang terjadi paling sedikit 3 kali, cukup berat sampai tidak bisa melakukan kegiatan sehari hari dalam

Lebih terperinci

PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT

PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT PELATIHAN MANAJEMEN TERPADU BALITA SAKIT K ematian ibu, bayi dan balita merupakan salah satu parameter derajat kesehatan suatu negara. MDG s dalam goals 4 dan 5 mengamanatkan bahwa angka kematian balita

Lebih terperinci

SUMMARY. Jihan S. Nur NIM :

SUMMARY. Jihan S. Nur NIM : SUMMARY HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN PENATALAKSANAAN DIARE PADA BALITA DIWILAYAH KERJA PUSKESMAS TILOTE KECAMATAN TILANGOKABUPATEN GORONTALO Jihan S. Nur NIM : 841 409 024 Program Studi Ilmu

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bayi. Setiap bayi harus diberi ASI paling tidak selama 4-6 bulan pertama

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. bayi. Setiap bayi harus diberi ASI paling tidak selama 4-6 bulan pertama BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Air Susu Ibu (ASI) ASI adalah salah satu zat terbaik yang dimiliki manusia sebagai makanan bayi. Setiap bayi harus diberi ASI paling tidak selama 4-6 bulan pertama hidupnya (Gupte,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke saku yang berisi informasi suatu tema tertentu (Taufik, 2010). Buku

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ke saku yang berisi informasi suatu tema tertentu (Taufik, 2010). Buku BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Buku Saku 1. Pengertian Buku saku adalah buku yang berukuran kecil yang dapat dimasukkan ke saku yang berisi informasi suatu tema tertentu (Taufik, 2010). Buku saku diare adalah

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN

HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN HUBUNGAN PEMBERIAN MAKANAN PENDAMPING ASI (MP ASI) DINI DENGAN KEJADIAN KONSTIPASI PADA BAYI DIBAWAH UMUR 6 BULAN Nitasari Wulan J & Ardiani Sulistiani Akademi Kebidanan Estu Utomo Boyolali ABSTRAK Morbiditas

Lebih terperinci

sangat berlebihan dan juga tidak realistik, seperti selalu memanggil petugas kesehatan walaupun demamnya tidak tinggi (Youssef et al, 2002).

sangat berlebihan dan juga tidak realistik, seperti selalu memanggil petugas kesehatan walaupun demamnya tidak tinggi (Youssef et al, 2002). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Demam merupakan salah satu keluhan utama yang disampaikan para ibu saat membawa anaknya ke tempat pelayanan kesehatan. Demam pada umumnya tidak berbahaya, namun bila

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN. Sumiyati* dan Siti Susiyanti**

HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN. Sumiyati* dan Siti Susiyanti** HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU BALITA TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA USIA 1-5 TAHUN Sumiyati* dan Siti Susiyanti** *Dosen Program Studi Diploma III Kebidanan Universitas Islam Lamongan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil penelitian 1. Gambaran umum Penelitian ini dilakukan di desa Kebondalem Kabupaten Batang dengan batas wilayah barat berbatasan dengan desa Yosorejo, sebelah

Lebih terperinci

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain

Derajat 2 : seperti derajat 1, disertai perdarah spontan di kulit dan atau perdarahan lain Demam berdarah dengue 1. Klinis Gejala klinis harus ada yaitu : a. Demam tinggi mendadak tanpa sebab yang jelas, berlagsung terus menerus selama 2-7 hari b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup.

BAB I PENDAHULUAN. Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per kelahiran hidup. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian Bayi (AKB) menurut hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 sebesar 34 per 1.000 kelahiran hidup. Angka ini berada jauh dari yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Diare masih mendominasi masalah kesehatan pada bayi dan anak di dunia terutama di Negara berkembang. Berdasarkan data World Health Organization (WHO), diperkirakan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Morbiditas dan mortalitas merupakan suatu indikator yang menggambarkan tingkat derajat kesehatan masyarakat dalam suatu wilayah. Pada penentuan derajat kesehatan terdapat

Lebih terperinci

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR

HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR HUBUNGAN PEMBERIAN AIR SUSU IBU (ASI) EKSKLUSIF DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BAYI UMUR 0-6 BULAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS GADANG HANYAR Istiqamah 1, Sitti Khadijah 2, Nurul Maulida 2 1 Prodi DIV Bidan

Lebih terperinci

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE

PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE PENELITIAN PERILAKU IBU DALAM MENGASUH BALITA DENGAN KEJADIAN DIARE Andreas A.N*, Titi Astuti**, Siti Fatonah** Diare adalah frekuensi dan likuiditas buang air besar (BAB) yang abnormal, ditandai dengan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Penyakit Diare 1. Definisi Penyakit Diare Diare atau penyakit diare (Diarrheal disease) berasal dari bahasa Yunani yaitu diarroi yang berarti mengalir terus, merupakan keadaan

Lebih terperinci

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA.

PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA. 20 Jurnal Keperawatan Volume 2, Nomor 1, Juli 2016 Hal 20-25 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DENGAN KEJADIAN ISPA PADA BALITA Nandang Sutrisna 1, Nuniek Tri Wahyuni 2 1 Kepala Pustu Tajur Cigasong

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau kognitif

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diare Akut dan Tatalaksananya Diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja yang cair dengan frekuensi 3x/hari disertai perubahan konsistensi tinja (lembek atau cair) dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja (Manalu, Marsaulina,

BAB I PENDAHULUAN. disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja (Manalu, Marsaulina, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut World Health Organization (WHO) (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar (BAB) dengan konsistensi lembek hingga cair dengan frekuensi lebih dari tiga

Lebih terperinci

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S

Dr.Or. Mansur, M.S. Dr.Or. Mansur, M.S PENTINGNYA CAIRAN Dr.Or. Mansur, M.S Dr.Or. Mansur, M.S mansur@uny.ac.id Fungsi air dan elektrolit 1. Mempertahankan keseimbangan cairan 2. Hilangnya kelebihan air terjadi selama aktivitas 3. Dehidrasi

Lebih terperinci

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU TENTANG HYGIENE MAKANAN DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI PUSKESMAS JATIBOGOR TAHUN 2013 Nurjanatun Naimah 1, Istichomah 2, Meyliya Qudriani 3 D III Kebidanan Politeknik

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 5 Diare. Catatan untuk instruktur

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 5 Diare. Catatan untuk instruktur Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 5 Diare Catatan untuk instruktur Fabian adalah anak usia 2 tahun yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari desa terpencil dengan diare dan tanda dehidrasi berat. Selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak di berbagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011). menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak

TINJAUAN PUSTAKA. atau lebih) dalam satu hari (Depkes RI 2011). menderita diare setiap tahunnya, dan 20% dari seluruh kematian pada anak II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diare Definisi Diare Diare adalah buang air besar dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa air saja dengan frekuensi lebih sering dari biasanya (tiga kali atau lebih)

Lebih terperinci

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati

ABSTRAK. meninggal sebanyak 49 bayi dan 9 bayi diantaranya meninggal disebabkan karena diare. 2 Masa pertumbuhan buah hati Hubungan Pengetahuan, Pendidikan Dan Pekerjaan Ibu Dengan Pemberian Makanan Pendamping ASI ( MP ASI ) Pada Bayi Di Puskesmas Bahu Kecamatan Malalayang Kota Manado Kusmiyati, 1, Syuul Adam 2, Sandra Pakaya

Lebih terperinci

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk

Grafik 1.1 Frekuensi Incidence Rate (IR) berdasarkan survei morbiditas per1000 penduduk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit diare sampai saat ini masih merupakan penyebab kematian utama di dunia, terhitung 5-10 juta kematian/tahun. Besarnya masalah tersebut terlihat dari tingginya

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diare. 1. Definisi diare. Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Diare. 1. Definisi diare. Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diare 1. Definisi diare Diare merupakan suatu penyakit yang di tandai dengan perubahan bentuk dan konsistensi tinja yang lembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), tujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ANC (Antenatal Care) 1. Pengertian ANC Antenatal care adalah perawatan yang diberikan kepada ibu selama masa kehamilan (Prawirohardjo, 2000). Menurut Manuaba (2001), Antenatal

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan

BAB 1 PENDAHULUAN. anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diare merupakan salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada anak di negara sedang berkembang. Menurut WHO (2009) diare adalah suatu keadaan buang air besar

Lebih terperinci

MAKANAN FORMULA WHO. dr. Benny Soegianto, MPH KONSUMEN DARI MAKANAN FORMULA WHO. Anak Gizi Buruk

MAKANAN FORMULA WHO. dr. Benny Soegianto, MPH KONSUMEN DARI MAKANAN FORMULA WHO. Anak Gizi Buruk MAKANAN FORMULA WHO dr. Benny Soegianto, MPH KONSUMEN DARI MAKANAN FORMULA WHO Anak Gizi Buruk 1. Tahap Stabilisasi 2. Tahap Transisi 3. Tahap Rehabilitasi (Tumbuh Kejar) 1 KRITERIA GIZI BURUK (WHO-1998)

Lebih terperinci

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) 1 LATAR BELAKANG Setiap tahun, lebih dari 10 juta anak di dunia meninggal sebelum Latar mencapai Belakang usia 5 tahun Lebih dari setengahnya akibat dari 5 Latar Belakang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango. Utara, Kabupaten Bone Bolango pada tanggal 10 Mei Juni 2013

BAB III METODE PENELITIAN. Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango. Utara, Kabupaten Bone Bolango pada tanggal 10 Mei Juni 2013 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kerja Puskesmas Bulango Utara Kecamatan Bulango Utara Kabupaten Bone Bolango. Penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci