KIPRAH ARKEOLOGI DAN PERAN IAAI KOMDA KALIMANTAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 *)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "KIPRAH ARKEOLOGI DAN PERAN IAAI KOMDA KALIMANTAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 *)"

Transkripsi

1 KIPRAH ARKEOLOGI DAN PERAN IAAI KOMDA KALIMANTAN DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 *) Sunarningsih Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711, Kalimantan Selatan; Telepon (0511) ; Facsimile (0511) ; Artikel masuk pada 5 Mei 2014 Artikel direvisi pada 5 Oktober 2014 Artikel selesai disunting pada 10 Oktober 2014 Abstrak. Sebagai insan cendekia yang mempelajari kehidupan masa lalu, arkeolog mempunyai tanggung jawab untuk menyusun dan menyebarkan informasi yang dihasilkan dari kajiannya kepada masyarakat. Beragam cara dapat dilakukan untuk dapat membagi informasi penting tentang kehidupan masa lalu tersebut, antara lain dengan publikasi hasil penelitian dalam bentuk berbagai terbitan (buku dan artikel), pameran, seminar, dan sosialisasi. Masih banyak cara lainnya yang bisa dilakukan oleh seorang arkeolog untuk membagi informasi kepada masyarakat. Dengan menggunakan sebuah organisasi profesi, Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia (IAAI), terutama di Komisariat Daerah (Komda) Kalimantan, diharapkan peran arkeolog di masyarakat, khususnya Kalimantan, lebih dapat dirasakan. Oleh karena itu, dalam makalah ini penulis mencoba untuk membahas peran arkeolog terhadap keberadaan kurikulum 2013, yang mulai diberlakukan pada sekolah (SD, SMP, dan SMA) di Indonesia. Kurikulum pendidikan yang fokus pada pendidikan karakter dirasakan perlu diterapkan seiring dengan perubahan dan tuntutan yang berkembang saat ini. Tulisan ini bersifat deskriptif, pengumpulan data dilakukan dengan cara studi pustaka (buku dan koran), dan observasi terhadap kegiatan pengembangan yang dilakukan oleh institusi penelitian arkeologi di Kalimantan, yaitu Balai Arkeologi Banjarmasin dan kegiatan yang sudah dilakukan oleh IAAI Komda Kalimantan. Hasil penelusuran terhadap sumber tertulis dan observasi tersebut akan dievaluasi dan selanjutnya disusun kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan oleh para arkeolog yang tergabung dalam IAAI (Komda Kalimatan) untuk berperan lebih aktif dalam pelaksanaan kurikulum Kata Kunci : arkeologi, budaya, Kalimantan, publikasi, kurikulum, pendidikan Abstract. The Archaeological Gait dan Role of IAAI (Association of Indonesian Archaeologist) Kalimantan Commissariat Area in The Implementation of 2013 Curriculum. As scholars who study the human past lives, archaeologists have a responsibility to develop and disseminate information from their studies to public. Various ways can be done to share information of how important the past by various publications (books and articles), exhibitions, seminars, and socialization. There is other stragetic to share information, such as by using an archeologist organization, Association of Indonesian Archaeologists (Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia), especially in Kalimantan (Komda Kalimantan), who are expected to role in society. Therefore, in this paper the author tries to discuss the role of archaeologists to the enactment of the 2013 curriculum for schools (elementary, middle, and high school) in Indonesia. Education curriculum that focuses on character education along with the necessity to apply the changes and the growing demands in this moment. This paper is descriptive, data collection was done by means of literature study (books and newspapers), and the observation of the development activities undertaken by the centre of archaeology Banjarmasin (Balai Arkeologi Banjarmasin), and activities have been done by IAAI (Komda Kalimantan). The results on written sources and the observation will be further evaluated and then organized various activities that can be done by archaeologists who are members of the IAAI (Komda Kalimantan) for a more active role in the implementation of the 2013 curriculum. Keywords: archaeology, culture, Kalimantan, publications, curriculum, education A. Pendahuluan Arkeologi sebagai sebuah ilmu sudah mendapat perhatian yang cukup baik di Indonesia, yang antara lain dibuktikan dengan adanya beberapa perguruan tinggi yang memiliki jurusan arkeologi meskipun semua perguruan tinggi tersebut adalah perguruan tinggi negeri milik pemerintah. Selain itu, perhatian juga ditunjukkan * Makalah ini telah dipresentasikan dalam Diskusi Ilmiah Arkeologi (DIA) Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Kalimantan pada hari Minggu 21 September 2014 di Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 127

2 dengan adanya beberapa kantor pemerintahan di bawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, baik di pusat maupun di daerah yang mempunyai tugas pokok dan fungsi yang berkaitan dengan arkeologi. Kegiatan penelitian dan pelestarian terhadap hasil budaya masa lalu sudah ditangani oleh pemerintah melalui beberapa lembaga yang sudah dibentuk yang berpusat di Jakarta. Selanjutnya, dibentuk pula unit pelaksana teknis (UPT) di daerah sebagai kepanjangan tangan pusat, yaitu Balai Arkeologi dan Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB). Kiprah masing-masing UPT tersebut sesuai dengan tugas dan fungsinya tentu sudah dilaksanakan dengan baik. Beragam bentuk publikasi untuk menyebarluaskan hasil kegiatan masing-masing sudah sampai ke masyarakat. Namun demikian, masih banyak hal yang belum sempurna dilakukan terutama di wilayah Kalimantan. Kalimantan, sebuah pulau besar yang wilayahnya dimiliki oleh dua negara, yaitu Indonesia dan Malaysia, tergolong tertinggal dalam hal kegiatan arkeologi (penelitian dan pelestarian). Balai Arkeologi Banjarmasin sebagai sebuah institusi penelitian berdiri pada 1993, sedangkan institusi pelestariannya, yaitu Balai Pelestarian Cagar dan Budaya Samarinda baru berdiri pada Apabila dibandingkan dengan balai arkeologi lainnya, Banjarmasin termasuk masih berusia muda, apalagi BPCB Samarinda (yang dulunya bernama BP3) masih belum lama berkiprah. Dengan keterbatasan tenaga peneliti yang ada di Balai Arkeologi Banjarmasin dan luas wilayah kerjanya, membuat kegiatan penelitian yang dihasilkan belum maksimal. Demikian juga dengan keberadaan IAAI Komda Kalimantan yang keanggotaannya pada awalnya didominasi oleh tenaga arkeolog dari Balai Arkeologi Banjarmasin, tampaknya juga belum bisa berkiprah di masyarakat secara maksimal. Keanggotaan itu sendiri sudah mengalami kemajuan, baik dari jumlah maupun latar belakang keilmuannya. Ada beberapa anggota yang berasal dari museum, dinas kebudayaan, dan masyarakat yang peduli dengan budaya. Selama ini, IAAI Komda Kalimantan melakukan kegiatan penyebaran informasi melalui kegiatan diskusi ilmiah yang sudah dilakukan empat kali, yaitu pada 2003, 2004, 2006, dan Hasil dari diskusi dengan tema budaya, diikuti oleh berbagai pihak (tidak hanya anggota IAAI saja), kemudian artikel yang telah dipresentasikan dicetak menjadi buku. Buku hasil diskusi tersebut disebarluaskan kepada masyarakat melalui beberapa toko buku yang ada di Kalimantan Selatan (Banjarmasin dan Banjarbaru), dan juga dipasarkan lewat beberapa kegiatan yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin, misalnya, pameran dan sosialisasi. Akan tetapi, kegiatan diskusi tampaknya tidak rutin dilakukan setelah tahun Tidak ada lagi kegiatan untuk masyarakat yang dilakukan oleh IAAI Komda Kalimantan. Kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk memasyarakatkan hasil penelitian dan kegiatan arkeologi lainnya hanya dilakukan oleh dua institusi yang memang berkaitan dengan arkeologi, yaitu Balai Arkeologi Banjarmasin dan Balai Pelestarian dan Cagar Budaya Samarinda. Oleh karena itu, penulis akan mencoba untuk menawarkan beberapa kegiatan yang bisa dilakukan oleh IAAI Komda Kalimantan bermanfaat bagi masyarakat. Perubahan kebijakan dan arah pembangunan menjadi bahan pertimbangan untuk mendapatkan kegiatan yang bermanfaat tersebut. Tampaknya diberlakukannya kurikulum yang baru (kurikulum 2013) oleh pemerintah saat ini bisa menjadi salah satu bahan untuk menyusun kegiatan pemasyarakatan arkeologi. B. Metode Penelitian Untuk dapat menyusun berbagai kegiatan memasyarakatkan arkeologi dalam kaitannya dengan diberlakukannya kurikulum 2013, maka tulisan ini bersifat deskriptif. Data yang digunakan bersifat primer dan sekunder. Data primer diperoleh dari observasi terhadap beberapa kegiatan pengembangan yang telah dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin, yaitu kegiatan penerbitan, pameran, dan workshop. Adapun data sekunder yang berkaitan dengan kurikulum 2013 dan sumber tulisan lain yang mendukung diperoleh dari kajian pustaka, termasuk di dalamnya adalah surat kabar. Data tersebut selanjutnya dianalisis dan disintesakan untuk dapat menyusun jenis kegiatan pemasyarakatan arkeologi yang bisa dilakukan sesuai dengan pemberlakuan kurikulum C. Arkeologi dan Masyarakat Arkeologi mempelajari kehidupan manusia masa lalu melalui tinggalan materialnya, seperti 128 Sunarningsih Kiprah Arkeologi dan Peran IAAI Komda Kalimantan

3 bangunan, peralatan, dan jenis artefak lainnya yang disebut sebagai budaya materi (Renfrew dan Bahn 2012, 12). Budaya materi masa lalu tersebut berasal dari semua periode, baik yang berada pada masa sebelum mengenal tulisan (prasejarah) maupun masa di mana tulisan dikenal (sejarah). Banyak hal yang harus dilakukan oleh seorang arkeolog untuk dapat merangkai kehidupan pada masa lalu tersebut. Oleh karena itu, dalam arkeologi dikenal berbagai metode penelitian sebagai cara untuk mengetahui kehidupan nenek moyang melalui material budayanya. Salah satu metode untuk mengumpulkan data yang hanya dimiliki oleh ilmu arkeologi dan tidak dimiliki oleh ilmu lainnya adalah metode ekskavasi (penggalian). Tantangan yang utama dari seorang arkeolog adalah keterbatasan data material yang diperoleh selama penelitian. Data yang didapatkan biasanya sudah tidak utuh lagi akibat proses transformasi yang terjadi setelah budaya materi (data arkeologis) tersebut ditinggalkan. Keterbatasan data tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain karena faktor alam dan faktor manusia. Faktor alam tersebut antara lain adalah perubahan cuaca dan bencana alam, seperti banjir, gunung meletus, gempa bumi. Faktor manusia yang mempengaruhi data material budaya bisa dibagi dalam dua jenis, yaitu yang disengaja dan tidak disengaja. Perbuatan yang disengaja, biasanya terjadi karena nilai ekonomis dari benda arkeologis tersebut, sehingga keinginan untuk memilikinya, baik dengan cara yang dianggap legal (penjualan/ pelelangan) maupun ilegal (penjarahan) dari masyarakat sangat besar. Kegiatan yang tidak disengaja dan merusak data arkeologis bisa terjadi karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan pentingnya data arkeologis tersebut, baik atas nama pribadi maupun instansional (atas nama pembangunan). Selanjutnya, ada sebuah pertanyaan yang cukup menarik apa arti pentingnya masa lalu untuk masyarakat, apakah masa lalu itu hanya milik arkeolog saja? Tujuan dari arkeologi untuk mempelajari masa lalu karena percaya bahwa penting setiap orang bisa tahu tentang masa lalunya, darimana mereka datang, dan bagaimana mereka bisa berada di tempat yang sekarang menjadi rumahnya (Renfrew dan Bahn 2012, 535 & 538). Oleh karena itu, arkeologi memang tidak hanya milik arkeolog, tetapi juga milik masyarakat. Masyarakat perlu identitas, baik secara lokal maupun nasional, yang antara lain bisa didapatkan melalui kajian arkeologi melalui budaya material. Di dalam budaya material tersebut terdapat nilainilai luhur yang bisa diraih, baik nilai yang bersifat tangible (teraba) maupun nilai intangible (tidak teraba). Nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh suatu bangsa, itulah yang disebut sebagai karakter atau kepribadian. Nilai tersebut sebagai hasil dari proses adaptasi dan interaksi dengan lingkungan dan pengaruh dari luar pada masa lampau, yang kemudian ditambah dengan inovasi dan serapan dari budaya modern (Simanjuntak 2012, 9). Dengan alasan itulah, sangat mendesak arkeolog untuk melakukan komunikasi secara efektif dengan masyarakat yang lebih luas (Renfrew dan Bahn 2012, 538). Dengan harapan masyarakat akan lebih tahu tentang budayanya sendiri dengan mengambil nilai positif di dalamnya (identitas dan jati diri), sehingga muncul rasa ikut memiliki dan menjaga kelestarian warisan budaya yang ada di sekitarnya. D. Kurikulum 2013 Dalam dunia pendidikan, kurikulum adalah sesuatu yang sangat penting bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kurikulum berasal dari bahasa Yunani, yang menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang pendidikan nasional, disebutkan dalam pasal 1 butir 19, bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman peyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sebenarnya, istilah kurikulum sendiri baru digunakan pada 1968 untuk menggantikan istilah Rencana Pembelajaran tahun 1950 (Kurniasih 2014, 3). Selanjutnya, kurikulum pendidikan di Indonesia terus mengalami perubahan, hingga akhirnya muncul kurikulum 2013 sebagai kurikulum terbaru menggantikan kurikulum 2006 (KTSP). Sebenarnya, kurikulum 2013 ini merupakan penyempurnaan kurikulum yang telah dirintis sejak 2004, dan kemudian berubah menjadi kurikulum Perbedaan antara kurikulum 2013 dengan kurikulum sebelumnya adalah penekanan pada Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 129

4 kompetensi berbasis sikap, ketrampilan, dan pengetahuan. Oleh karena itu, guru dituntut untuk lebih mampu dalam berpengetahuan dan mencari tahu pengetahuan tersebut sebanyak-banyaknya. Siswa didik harus memiliki tanggungjawab kepada lingkungan, kemampuan interpersonal, antarpersonal, dan memiliki kemampuan berpikir kritis, yang bertujuan untuk membentuk generasi produktif, kreatif, inovatif, dan afektif (Kurniasih 2014, 7) Peran guru dalam kurikulum 2013 harus memiliki kompetensi (Permendiknas No. 16 tahun 2007), yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional. Kompetensi yang terakhir, yaitu kompetensi profesional mencakup penguasaan materi kurikulum atau pelajaran, substansi keilmuan yang menaungi materi, dan penguasaan struktur metodologi keilmuannya. Adapun ciri khas dan kekuatan kurikulum 2013 adalah penerapan pendekatan saintifik/ilmiah (Permendikbud no. 65 tahun 2013). Pendekatan saintifik dirancang agar peserta didik secara aktif menyusun konsep, hukum atau prinsip melalui tahapan mengamati, merumuskan masalah, mengajukan/merumuskan hipotesis, mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisis data, menarik kesimpulan dan mengkomunikasikan konsep/hukum/prinsip yang ditemukan. Dengan demikian, karakteristik dari pembelajaran dengan metode saintifik berpusat pada siswa, melibatkan keterampilan untuk mengkonstruksi konsep, hukum atau prinsip, melibatkan proses kognitif, khususnya ketrampilan berpikir tingkat tinggi siswa, dan mengembangkan karakter siswa. Dari uraian di atas tampak jelas bahwa, pendidikan karakter menjadi fokus dalam kurikulum Karakter yang ingin dikembangkan di SD, SMP, dan SMA berjumlah 18 karakter, yaitu religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta Tanah Air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Kompas 8 September 2014, 1&5) Adapun model pembelajaran yang dianggap cocok dengan prinsip pendekatan saintifik adalah discovery learning, problem based learning, dan project based learning (Kurniasih 2014, 64). Pada sistem discovery learning, masalah yang dihadapkan pada siswa adalah rekayasa guru, dan murid diberi kesempatan untuk menjadi seorang problem solver, scientist, historian, atau ahli matematika. Oleh karena itu, dalam sistem pembelajaran ini siswa dan guru sama-sama aktif. Kelemahan dari sistem ini adalah tidak bisa diterapkan pada kelas dengan jumlah siswa yang banyak karena waktu yang dibutuhkan akan sangat banyak sehingga tidak efisien. Metode yang kedua, yaitu problem based learning, menyajikan masalah kontekstual, dengan tujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir secara kritis, mampu memecahkan masalah, dan secara aktif dapat membangun pengetahuan sendiri. Selanjutnya metode yang ketiga, yaitu pembelajaran berbasis proyek yang menggunakan kegiatan sebagai media. Metode ini menggunakan masalah sebagai langkah awal untuk mengumpulkan dan mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalaman saat beraktifitas secara nyata. Metode yang ketiga ini juga memerlukan waktu yang lama. Tampaknya model kedua, yaitu problem based learning yang paling cocok untuk diterapkan pada pola pembelajaran dengan menggunakan kurikulum 2013, dan menjadi model yang diberikan kepada guru dalam kegiatan diklat (Radar Banjarmasin 14 September 2014, 11). E. Arkeologi (IAAI) dan Kurikulum 2013 Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Kalimantan yang dibentuk pada 2003 hingga saat ini, kiprahnya belum begitu terasa bagi masyarakat terutama yang tinggal di Kalimantan. Selain berusaha untuk menambah jumlah anggotanya, kegiatan yang sudah dilakukan selama ini adalah mengadakan diskusi dan mengikuti kegiatan pertemuan ilmiah yang diadakan oleh pengurus IAAI pusat yang ada di Jakarta. Diskusi Ilmiah Arkeologi (DIA) Komda Kalimantan sudah dilakukan sebanyak empat kali, yaitu pada 2003, 2004, 2006, dan DIA yang pertama memilih tema sungai dan kehidupan masyarakat di Kalimantan (Kasnowihardjo, dkk 2004), dan hasil artikel para peserta sudah dibukukan. Begitu juga dengan DIA berikutnya, yaitu buku bertema dinamika kearifan lokal masyarakat 130 Sunarningsih Kiprah Arkeologi dan Peran IAAI Komda Kalimantan

5 Kalimantan (Hartatik, dkk. 2005), dan buku bertema arkeologi dan sumber daya budaya di Kalimantan, masalah dan apresiasi (Ahimsa-Putra 2011). Buku tersebut selanjutnya dijual kepada masyarakat melalui toko buku baik yang berskala nasional, yaitu Gramedia dan juga beberapa toko buku lokal di Banjarbaru (Kalimantan Selatan). Sejak diadakannya DIA pada 2006, kegiatan diskusi ini berhenti sehingga tidak ada lagi buku yang diterbitkan oleh IAAI Komda Kalimantan. Kontribusi yang diberikan kepada masyarakat oleh organisasi profesi IAAI memang lebih banyak difasilitasi oleh Balai Arkeologi Banjarmasin, termasuk modal awal untuk dapat menebitkan artikel hasil diskusi menjadi sebuah buku. Sebenarnya masih banyak kegiatan yang bisa dilakukan oleh IAAI sebagai bentuk partisipasi dalam penyebaran informasi ke masyarakat. Akan tetapi, hal tersebut belum dilakukan karena keterbatasan yang dimiliki. Kesibukan masingmasing anggota yang sebagian besar masih aktif bertugas menjadi salah satu kendala. Meskipun demikian, seharusnya organisasi ini tetap bisa eksis di masyarakat Kalimantan, dan bisa memberi peran yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara langsung. Berdasarkan dari hasil pengamatan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin selama ini, dapat diketahui bahwa ternyata masih banyak informasi yang belum sampai kepada mereka. Sebagai sarana untuk memasyarakatkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Balai Arkeologi Banjarmasin telah memiliki dua buah terbitan berkala, yaitu Naditira Widya dan Berita Penelitian Arkeologi. Kedua terbitan tersebut secara rutin disebarkan ke sekolah (Sekolah Menengah Atas di seluruh Kalimantan), perguruan tinggi di Indonesia (yang mempunyai jurusan Sejarah dan Arkeologi), dan instansi yang terkait dengan kegiatan kebudayaan. Adapun kegiatan pengembangan yang dilakukan, yaitu antara lain sosialisasi sumberdaya budaya, pameran arkeologi, dan workshop arkeologi lebih ditujukan kepada upaya untuk meningkatkan apresiasi terhadap sumberdaya budaya kepada masyarakat di Kalimantan. Dalam kegiatan pengembangan yang rutin dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin setiap tahunnya tersebut banyak menemukan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat, terutama keinginan mendapatkan informasi tentang pengetahuan kehidupan masa lalu, terutama di Kalimantan yang belum sepenuhnya terpenuhi. Antusiasme peserta kegiatan juga sangat menggembirakan, tampak sekali bahwa penghargaan masyarakat terhadap dunia arkeologi cukup tinggi. Kegiatan sosialisasi sumberdaya budaya, dilakukan secara berpindah-pindah (antarkabupaten) dengan peserta para stakeholder di kabupaten setempat. Biasanya materi yang dibicarakan adalah informasi tentang sumberdaya budaya di daerah setempat dan cara melestarikannya sesuai dengan UU Cagar Budaya yang baru (UU No. 11 Tahun 2010). Dari beberapa kali sosialisasi yang dilakukan, masyarakat cukup antusias dan dirasakan cukup berhasil. Paling tidak ada perhatian dari dinas terkait untuk menindaklanjutinya, yang diwujudkan antara lain dengan adanya permintaan kepada Balai Arkeologi Banjarmasin dalam bentuk kolaborasi penelitian arkeologi. Kegiatan pameran arkeologi yang dilakukan secara rutin oleh Balai Arkeologi terdiri atas dua macam kegiatan, yaitu pameran keliling di seluruh Kalimantan dan pameran tetap dalam kegiatan Kalimatan Selatan Expo. Bahan pameran yang disajikan disesuaikan dengan tempat pelaksanaan kegiatan, yaitu hasil penelitian Balai Arkeologi Banjarmasin. Pameran keliling dilakukan di pusat perbelanjaan (mall) dengan pertimbangan jumlah pengunjung akan banyak, karena perilaku masyarakat saat ini yang suka berkunjung ke mall sebagai salah satu tujuan untuk mencari hiburan selain berbelanja. Pameran tetap dipilih pada Kalimatan Selatan Expo dengan pertimbangan lokasi kantor yang berada di Banjarbaru menjadi dorongan tersendiri untuk secara rutin menampilkan hasil penelitan yang terbaru. Antusiasme pengunjung pameran arkeologi sangat menggembirakan. Salah satu pameran yang sangat mengesankan adalah pameran keliling yang dilakukan di sebuah pusat perbelanjaan kecil di Kabupaten Hulu Sungai Utara dengan ibukotanya Amuntai. Undangan yang disebarkan ke sekolah baik SMP maupun SMA mendapat tanggapan yang Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 131

6 sangat baik. Kelihatan sekali bahwa guru di kabupaten ini mempunyai perhatian dan sangat membutuhkan informasi terutama sejarah lokal di Provinsi Kalimantan Selatan. Dari hasil wawancara dengan para guru, bisa diketahui bahwa pelajaran sejarah yang diberikan selama ini belum mencakup informasi sejarah lokal. Hal tersebut nampak ketika terjadi pemaparan materi pameran kepada siswa (sebelum mulai melihat materi pameran), pertanyaan mendasar tentang sejarah lokal, baik dari masa prasejarah maupun sejarah (Klasik, Islam, Kolonial) banyak yang tidak bisa menjawab. Kegiatan workshop arkeologi, ditujukan untuk memberi pengetahuan kepada siswa dan guru SMA tentang cara kerja seorang peneliti arkeologi. Peserta diberi pengetahuan dasar ilmu arkeologi, metode penelitian dan praktek langsung bagaimana arkeolog mendapatkan data, yaitu dengan metode survei dan ekskavasi. Kegiatan workshop berlangsung selama tujuh hari, dan sudah lima kali kegiatan ini dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin, empat kali di situs Benteng Tabanio dan satu kali dilakukan di situs Jambu Hulu. Siswa dan guru diajak untuk berpikir secara kritis dan sistematis untuk memecahkan permasalahan di lapangan, selanjutnya belajar untuk membuat laporan kegiatan dan hasilnya. Pengetahuan akan keberadaan situs tempat kegiatan, yang harus dilindungi, juga menambah pengetahuan mereka akan sejarah lokal. Cara belajar yang ditawarkan dalam kegiatan ini ternyata sangat sesuai dengan kurikulum pendidikan yang baru, yaitu kurikulum Hasil wawancara dengan para pengajar dapat diketahui bahwa selama ini mereka merasa kesulitan untuk memperoleh bahan ajar sejarah lokal bagi anak didik. Pelajaran sejarah dari buku sekolah lebih banyak berisi tentang sejarah nasional (lebih banyak membahas wilayah Jawa) Kegiatan pengembangan yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Banjarmasin di atas memberi petunjuk bahwa sebenarnya masih banyak informasi hasil penelitian arkeologi yang belum sampai kepada masyarakat terutama siswa sekolah. Cara menyebarkan informasi yang dilakukan belum maksimal. Untuk dapat menyentuh ranah pendidikan sekolah akan lebih baik apabila arkeologi ikut andil dalam penerapan kurikulum 2013, terutama pada penyediaan bahan ajar sejarah lokal. Pemanfaatan hasil penelitian ke dalam bahan ajar tersebut dapat menjadi salah satu kegiatan yang lebih tepat diampu oleh organisasi profesi IAAI, terutama Komda Kalimantan. Dari hasil penelusuran tentang penerapan kurikulum 2013 dari media masa (surat kabar harian), dapat diketahui ada lima permasalahan yang dihadapi oleh sekolah, berdasarkan hasil kajian oleh Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGD) terhadap 142 sekolah di 21 provinsi dan 46 kabupaten/kota, yaitu pendistribusian buku, penggunaan dana bantuan operasional sekolah, isi buku, percetakan, dan pelatihan guru (Kompas 11 September 2014, 11). Kurikulum 2013 memang berfokus tidak hanya pada keaktifan siswa didik, tetapi juga pada kemampuan guru. Guru dituntut untuk proaktif dalam pola pembelajaran dan lebih kreatif dalam pembuatan soal. Pelatihan terhadap guru ternyata belum dilakukan secara merata, dengan kata lain belum semua guru menguasai pola pembelajaran dengan kurikulum 2013 secara tepat. Dalam hal ini, keberadaan IAAI Komda Kalimantan dengan anggotanya yang banyak berkecimpung di dalam kegiatan penelitian tidak hanya dapat membagi hasil penelitiannya sebagai sumber sejarah lokal kepada para guru, tetapi juga bisa membagi keahliannya dalam melakukan penelitian. Komunikasi yang baik dengan forum guru mata pelajaran sejarah harus dijalin dengan harapan transfer ilmu tersebut bisa terealisasi. Oleh karena itu, dianggap perlu untuk membuat terobosan baru agar keberadaan IAAI Komda Kalimantan lebih dapat memberi manfaaat kepada masyarakat. IAAI harus secara aktif menjemput bola dengan memberi pelayanan kepada stakeholder, dalam hal ini siswa sekolah dan para guru untuk menyediakan bahan ajar sejarah lokal dan konsultasi lain yang diperlukan. Pelayanan antara lain bisa dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Pelayanan secara langsung antara lain dengan melakukan kunjungan ke sekolah untuk memberikan informasi (sejarah lokal) sumberdaya budaya yang diperlukan. Pelayanan secara tidak langsung, antara lain bisa menggunakan fasilitas website, informasi tentang sejarah lokal yang bisa diunduh oleh masyarakat, dan dibuka kontak dengan pembaca untuk dapat melakukan konsultasi. 132 Sunarningsih Kiprah Arkeologi dan Peran IAAI Komda Kalimantan

7 F. Penutup Kurikulum 2013 diterapkan karena tuntutan jaman yang semakin maju, sehingga siswa dituntut untuk lebih memiliki karakter yang baik dan tangguh. Meskipun demikian, ternyata masih muncul kendala dalam pelaksanaannya. Sebagai salah satu organisasi profesi yang berkecimpung dalam kegiatan arkeologi, IAAI (khususnya Komda Kalimantan) sudah selayaknya ikut aktif untuk membantu program pemerintah tersebut. Pembuatan bahan ajar sejarah lokal dapat menjadi salah satu bahan guru di Kalimantan untuk disampaikan kepada anak didik. Dalam sejarah lokal tersebut banyak sekali pendidikan karakter yang bisa diberikan kepada anak didik. Bahan ajar (sejarah lokal) yang disediakan harus disesuaikan dengan kebutuhan anak sesuai dengan jenjang pendidikannya (SD, SMP, dan SMA). Selain itu, cara kerja arkeolog dalam kegiatan penelitian bisa menjadi salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2013 (problem based learning), dengan modifikasi untuk mempersingkat jumlah waktu kegiatan. Keberadaan website menjadi sangat penting untuk menyebarkan informasi sekaligus media untuk berkomunikasi, sehingga konsultasi dan kebutuhan yang diperlukan oleh stakeholder (tidak hanya siswa dan guru, juga masyarakat lain) tentang informasi sumberdaya arkeologi dapat dipenuhi. Referensi Ahimsa-Putra, Heddy Shri Arkeologi dan sumber daya budaya di Kalimantan: masalah dan apresiasi. Banjarbaru: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Kalimantan. Anonim Kurikulum 2013 pendidikan karakter tak mudah diajarkan. Kompas. 8 September, 1 dan Masalah utama Kurikulum Kompas. 11 September, Peer teaching model pembelajaran problem base learning 4 core. Radar Banjarmasin. 14 September, 11. Hartatik, dkk Dinamika kerifan lokal masyarakat Kalimantan. Banjarbaru: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Kalimantan. Kasnowihardjo, Gunadi Sungai dan kehidupan masyarakat di Kalimantan. Banjarbaru: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia Komda Kalimantan. Kurniasih, Imas dan Berlin Sani Sukses mengimplementasikan kurikulum Jakarta: Kata Pena. Pemerintah Republik Indonesia Undangundang nomor 20 Tahun 2003 tentang Pendidikan Nasional. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 16 Tahun 2007 tentang Kompetensi Guru. Pemerintah Republik Indonesia Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 65 Tahun 2013 tentang Penerapan Pendekatan Saintifik/Ilmiah. Renfrew, Colin dan Paul Bahn Archaeology theories, methods, and pratice, edisi ke-6. London: Thames and Hudson Ltd. Simanjuntak, Truman Arkeologi dan pembanguan karakter bangsa dalam Arkeologi untuk publik, 7-14 Jakarta: Ikatan Ahli Arkeologi Indonesia. Naditira Widya Vol. 8 No. 2/2014- Balai Arkeologi Banjarmasin 133

8 (Halaman ini sengaja dikosongkan) 134 Sunarningsih Kiprah Arkeologi dan Peran IAAI Komda Kalimantan

Listiani dan Kusuma. Memperkenalkan Penerapan Strategi 1

Listiani dan Kusuma. Memperkenalkan Penerapan Strategi 1 MEMPERKENALKAN PENERAPAN STRATEGI PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK KEPADA GURU SEKOLAH DASAR MELALUI PELATIHAN SINGKAT Introducing the Implementation of Scientific Teaching Method to Elementary

Lebih terperinci

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER OLEH GURU DALAM PEMBELAJARAN PRAKTIK KEJURUAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN

PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER OLEH GURU DALAM PEMBELAJARAN PRAKTIK KEJURUAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN 25 PELAKSANAAN PENDIDIKAN KARAKTER OLEH GURU DALAM PEMBELAJARAN PRAKTIK KEJURUAN TEKNIK KENDARAAN RINGAN IMPLEMENTATION OF CHARACTER EDUCATION BY TEACHERS IN VOCATIONAL PRACTICE Oleh: Rifki Asofani dan

Lebih terperinci

PELATIHAN PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN AKTIVITAS BELAJAR BERORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BAGI GURU DI GUGUS 1 KECAMATAN MARGA

PELATIHAN PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN AKTIVITAS BELAJAR BERORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BAGI GURU DI GUGUS 1 KECAMATAN MARGA PELATIHAN PENYUSUNAN INSTRUMEN PENILAIAN AKTIVITAS BELAJAR BERORIENTASI PENDIDIKAN KARAKTER BAGI GURU DI GUGUS 1 KECAMATAN MARGA Made Juniantari 1, Ni Putu Sri Ratna Dewi 2, Ni Luh Pande Latria Devi 3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dalam Undang-Undang No. 20 tahun 2003 SISDIKNAS adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikannya. Dalam pengembangan pendidikan di Indonesia pihak 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Majunya suatu negara ditentukan oleh peran pendidikan yang dapat meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam negara tersebut. Begitu pula negara indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 87 TAHUN 2017 TENTANG PENGUATAN PENDIDIKAN KARAKTER DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa Indonesia sebagai bangsa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan pengolahan data, pembahasan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab VI, penulis dapat menarik kesimpulan dan saran yang kiranya dapat bermanfaat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat

BAB I PENDAHULUAN. Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penyelenggaraan pendidikan sebagaimana yang diamanatkan dalam Undangundang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional diharapkan dapat mewujudkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menempuh pendidikan merupakan suatu langkah perubahan sebagai upaya peningkatan pengetahuan, kemampuan, dan kreatifitas. Dengan adanya ketetapan pemerintah mengenai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya

BAB I PENDAHULUAN. kewibawaan guru di mata peserta didik, pola hidup konsumtif, dan sebagainya 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Permasalahan karakter saat ini banyak diperbincangkan. Berbagai persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya,

BAB I PENDAHULUAN. didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi peserta didik supaya mampu menyesuaikan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya, dengan demikian

Lebih terperinci

ANALISIS MUATAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA BUKU SISWA KELAS VI SEMESTER 2 SEKOLAH DASAR

ANALISIS MUATAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA BUKU SISWA KELAS VI SEMESTER 2 SEKOLAH DASAR ANALISIS MUATAN NILAI-NILAI KARAKTER PADA BUKU SISWA KELAS VI SEMESTER 2 SEKOLAH DASAR Latifatul Chabibah, Suharjo dan Muchtar, Universitas Negeri Malang E-mail: latifatul_chabibah@yahoo.com; suharjofipum@yahoo.com;

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu

BAB I PENDAHULUAN. budaya dalam bentuk pola pikir. Sebagai proses transformasi, sudah barang tentu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan proses transformasi budaya dari generasi ke generasi berikutnya, baik yang berbentuk ilmu pengetahuan, nilai, moral maupun budaya dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dana, manajemen dan lingkungan sudah memadai (Widyastono,

BAB I PENDAHULUAN. pengelolaan dana, manajemen dan lingkungan sudah memadai (Widyastono, 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Perubahan kurikulum pendidikan merupakan suatu tuntutan yang harus dilakukan demi perbaikan kualitas sumber daya manusia pada suatu bangsa. Kurikulum dengan

Lebih terperinci

INTENSIFIKASI SOSIALISASI DAN KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ARKEOLOGI: STUDI KASUS DI KALIMANTAN

INTENSIFIKASI SOSIALISASI DAN KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ARKEOLOGI: STUDI KASUS DI KALIMANTAN INTENSIFIKASI SOSIALISASI DAN KOORDINASI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ARKEOLOGI: STUDI KASUS DI KALIMANTAN Bambang Sugiyanto* Balai Arkeologi Banjarmasin, Jalan Gotong Royong II, RT 03/06, Banjarbaru 70711,

Lebih terperinci

PEDOMAN PENDAMPINGAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH

PEDOMAN PENDAMPINGAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 105 TAHUN 2014 TENTANG PENDAMPINGAN PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA PENDIDIKAN DASAR DAN PENDIDIKAN MENENGAH PEDOMAN

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN FISIKA SMA

PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN FISIKA SMA Proseding Seminar Nasional Fisika dan Aplikasinya Sabtu, 19 November 2016 Bale Sawala Kampus Universitas Padjadjaran, Jatinangor PENGEMBANGAN MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING PADA KEGIATAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

JURNAL ILMIAH MATEMATIKA DAN PEMBELAJARANNYA Volume 1 Nomor 2 (2015)

JURNAL ILMIAH MATEMATIKA DAN PEMBELAJARANNYA Volume 1 Nomor 2 (2015) JURNAL ILMIAH MATEMATIKA DAN PEMBELAJARANNYA Volume 1 Nomor 2 (2015) ISSN: 2460-3481 IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH MENENGAH ATAS SE-KOTA JAYAPURA TAHUN PELAJARAN

Lebih terperinci

PEMASYARAKATAN HASIL-HASIL PENELITIAN BALAI ARKEOLOGI JAYAPURA

PEMASYARAKATAN HASIL-HASIL PENELITIAN BALAI ARKEOLOGI JAYAPURA PEMASYARAKATAN HASIL-HASIL PENELITIAN BALAI ARKEOLOGI JAYAPURA Hari Suroto (Balai Arkeologi Jayapura) Abstract Correctional results of archaeological research has been done by the Institute for Archaeology

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates

PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH. Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates PENGEMBANGAN PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH Agus Munadlir Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP PGRI Wates (munadlir@yahoo.co.id) ABSTRAK Pendidikan di sekolah sampai saat kini masih dipercaya sebagai media yang

Lebih terperinci

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER DI PERGURUAN TINGGI: KAJIAN TEORITIS PRAKTIS Konstantinus Dua Dhiu, 2) Nikodemus Bate Program Studi Pendidikan Guru PAUD, STKIP Citra Bakti, NTT 2) Program Studi Pendidikan

Lebih terperinci

Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta

Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta Evaluasi Kurikulum Prodi Teknik Informatika Fakultas Teknologi Industri Universitas Islam Indonesia FTI UII Yogyakarta Sejarah Kurikulum Prodi Teknik Informatika Hingga saat ini, Program Studi Teknik Informatika

Lebih terperinci

Diajukan Oleh : AGUSTINA RIZKI WULANSARI A

Diajukan Oleh : AGUSTINA RIZKI WULANSARI A ANALISIS KESIAPAN GURU MATA PELAJARAN EKONOMI DI SMA MUHAMMADIYAH 3 SURAKARTA DALAM IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 Disusun sebagai syarat menyelesaikan Program Strata I pada Program Studi Pendidikan Akuntansi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Pada kondisi sekarang ini, Indonesia memasuki kehidupan era globalisasi yang banyak terjadi perubahan-perubahan. Guna menghadapi tantangan global diperlukannya

Lebih terperinci

POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ARKEOLOGI* G. M. Sudarmika

POLA KEMITRAAN DALAM PENGELOLAAN SUMBERDAYA ARKEOLOGI* G. M. Sudarmika Syahruddin Mansyur, Arkeologi Maritim: Kajian Awal untuk Pengembangan Highlight... Novita, Aryandini, 2003, Sembarangan Angkat Harta Karun Bawah Laut Musnahkan Data Sejarah Budaya Bangsa. Naditira Widya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar

I. PENDAHULUAN. Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar I. PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Upaya pemerintah dalam menanamkan kembali nilai-nilai karakter (luhur) dilatar belakangi oleh realita permasalahan kebangsaan yang berkembang saat ini, seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Menurut Muhaimin (2008: 333), kurikulum adalah seperangkat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman menuntut adanya upaya peningkatan mutu pendidikan. Hal ini sejalan dengan terus dikembangkannya kurikulum pendidikan di Indonesia. Menurut

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai Implementasi Pendidikan Politik Melalui Pembelajaran PKn Dalam Mengembangkan Kompetensi (Studi Kasus di SMA Negeri 2 Subang)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. SMA mencakup beberapa prosedur pengembangan. Langkah-langkah. pengembangan bahan ajar adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Cara Pengembangan Penelitian pengembangan modul Hidrosfer sebagai Sumber Kehidupan dengan pendekatan saintifik untuk pembelajaran geografi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dikenal sebagai satu wadah untuk membangun dan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan dikenal sebagai satu wadah untuk membangun dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan dikenal sebagai satu wadah untuk membangun dan mengembangkan potensi manusia agar memiliki sejumlah karakter, integritas dan kompetensi yang berguna

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu

BAB II LANDASAN TEORI. berasal dari kata courier yang berarti berlari (to run). Kurikulum berarti suatu 6 BAB II LANDASAN TEORI A. Pengertian Kurikulum Secara etimologis, istilah kurikulum (curriculum) berasal dari bahasa Yunani, yaitu curir yang artinya pelari dan curere yang artinya tempat berpacu. Istilah

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. tahun Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan

BAB VI PENUTUP. tahun Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan BAB VI PENUTUP Untuk meningkatkan keterlibatan masyarakat terhadap museum, pada tahun 2006-2012 Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta telah melaksanakan program publik. Keterlibatan masyarakat dalam program

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia masih belum selesai dengan problematika sarana dan

BAB 1 PENDAHULUAN. pendidikan di Indonesia masih belum selesai dengan problematika sarana dan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Semakin majunya era teknologi informasi dan komunikasi, semakin berkembang pula dunia pendidikan. Di suatu negara, pendidikan sangat berpengaruh terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membawa dampak secara global, seperti persaingan dalam berbagai bidang kehidupan, salah satu diantaranya

Lebih terperinci

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA

2015 PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN DISCOVERY LEARNING DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI TERHADAP KREATIVITAS SISWA A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan nasional adalah suatu proses belajar dan pembelajaran yang terencana sehingga peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang

BAB I PENDAHULUAN. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) yang dimaksud dengan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar

Lebih terperinci

DINAMIKA PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA SEMARANG

DINAMIKA PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA SEMARANG Dinamika Pelaksanaan Kurikulum. Margi Wahono dan Novia Wardhani DINAMIKA PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 PADA TINGKAT SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KOTA SEMARANG Margi Wahono dan Novia Wahyu Wardhani Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Pendidikan 1 BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah Indonesia memerlukan sumber daya manusia dalam jumlah dan mutu yang memadai sebagai pendukung utama dalam pembangunan. Untuk memenuhi sumber daya manusia tersebut,

Lebih terperinci

Tabel 1. Renstra Balai Arkeologi D.I Yogyakarta

Tabel 1. Renstra Balai Arkeologi D.I Yogyakarta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kementerian Pendidikan Kebudayaan merupakan unsur Pemerintah yang diberi amanat untuk mewujudkan janji didirikannya negara sesuai dengan Pembukaan Ung-Ung Dasar Negara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi paling penting yang dimiliki oleh manusia.

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Bahasa adalah alat komunikasi paling penting yang dimiliki oleh manusia. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Bahasa adalah alat komunikasi paling penting yang dimiliki oleh manusia. Pentingnya fungsi bahasa sebagai alat komunikasi dapat ditunjukkan dengan kenyataan bahwa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang

I. PENDAHULUAN. berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari. terbentuknya karakter bangsa. Salah satu karakteristik bangsa yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur terpenting dan berpengaruh dalam kemajuan suatu bangsa. Pendidikan juga awal dari terbentuknya karakter bangsa. Salah

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER POSITIF SISWA SD

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER POSITIF SISWA SD PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN BERBASIS KEARIFAN LOKAL UNTUK MENGEMBANGKAN KARAKTER POSITIF SISWA SD M. Nur Mannan, Achmad Sopyan, Sunarno Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Rotari, 2016

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Septi Rotari, 2016 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini arus globalisasi telah mempengaruhi kehidupan masyarakat dunia secara menyeluruh termasuk Indonesia. Masyarakat sekarang ikut dimanjakan oleh kemudahan-kemudahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang

BAB I PENDAHULUAN. potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran ataupun dengan cara lain yang dikenal dan diakui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Informasi tersebar dengan cepatnya tanpa batas ruang dan waktu. Hal

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KELUARGA PADA SATUAN PENDIDIKAN

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KELUARGA PADA SATUAN PENDIDIKAN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci

Membangun Komunitas Belajar Bagi Guru Matematika Melalui Lesson Study

Membangun Komunitas Belajar Bagi Guru Matematika Melalui Lesson Study Membangun Komunitas Belajar Bagi Guru Matematika Melalui Lesson Study Oleh Djamilah Bondan Widjajanti Jurusan Pendidikan Matematika, FMIPA UNY e mail: dj_bondan@yahoo.com Abstrak Menghadapi tantangan yang

Lebih terperinci

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY.

Staf Pengajar pada Jurusan Pendidikan Sejarah, FIS, UNY. Pendekatan Contextual dalam Pembelajaran Sejarah: Pemanfaatan Museum 1 Oleh: Ririn Darini 2 Beberapa Persoalan dalam Pengajaran Sejarah Sejarah merupakan bidang ilmu yang sesungguhnya memiliki nilai penting

Lebih terperinci

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar

Kompetensi Inti Kompetensi Dasar Kompetensi Inti 2. Mengembangkan perilaku (jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli, santun, ramah lingkungan, gotong royong, kerjasama, cinta damai, responsif dan proaktif) dan menunjukan sikap sebagai

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indri Cahyani

BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah  Indri Cahyani 1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan menurut UNESCO merupakan upaya mempersiapkan manusia untuk bisa hidup di masyarakat dan harus sesuai dengan tuntutan kebutuhan pendidikan masa lalu,

Lebih terperinci

REFLEKSI RESPON GURU TERHADAP PENERAPAN KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SMP NEGERI 1 NGAGLIK E-JOURNAL

REFLEKSI RESPON GURU TERHADAP PENERAPAN KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SMP NEGERI 1 NGAGLIK E-JOURNAL REFLEKSI RESPON GURU TERHADAP PENERAPAN KURIKULUM 2013 DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SMP NEGERI 1 NGAGLIK E-JOURNAL Diajukan kepada Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS

BAB I PENDAHULUAN KAJIAN KETERBACAAN DAN NILAI KARAKTER TEKS ARTIKEL HARIAN KOMPAS SERTA UPAYA PEMANFAATANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR MEMBACA KRITIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Membaca merupakan salah satu keterampilan yang berkaitan erat dengan keterampilan dasar terpenting manusia yaitu berbahasa. Oleh karena itu, keterampilan membaca

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 tiap mata

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 tiap mata 15 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembelajaran yang diterapkan dalam kurikulum 2013 tiap mata pelajaran mendukung semua kompetensi (sikap, keterampilan, pengetahuan). Proses belajar yang diterapkan

Lebih terperinci

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK SCIENTIFIC DENGAN PEMBELAJARAN KARAKTER TERINTEGRASI

PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK SCIENTIFIC DENGAN PEMBELAJARAN KARAKTER TERINTEGRASI PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN TEMATIK SCIENTIFIC DENGAN PEMBELAJARAN KARAKTER TERINTEGRASI Yuniawatika, Sa dun Akbar, Ni Luh Sakinah Nuraini Universitas Negeri Malang, Jalan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id

BAB I PENDAHULUAN. digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan adalah suatu proses enkulturasi, berfungsi mewariskan dan mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya dan karakter

Lebih terperinci

KURIKULUM 2013 KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI

KURIKULUM 2013 KOMPETENSI DASAR GEOGRAFI KURIKULUM 2013 GEOGRAFI Sekolah Menengah Atas (SMA)/ Madrasah Aliyah (MA) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2013 KI dan KD Geografi untuk Peminatan Ilmu-ilmu Sosial SMA/MA 1 A. Pengertian Geografi

Lebih terperinci

ANALISIS BUKU SISWA MATEMATIKA KURIKULUM 2013 UNTUK KELAS X BERDASARKAN RUMUSAN KURIKULUM 2013

ANALISIS BUKU SISWA MATEMATIKA KURIKULUM 2013 UNTUK KELAS X BERDASARKAN RUMUSAN KURIKULUM 2013 ANALISIS BUKU SISWA MATEMATIKA KURIKULUM 2013 UNTUK KELAS X BERDASARKAN RUMUSAN KURIKULUM 2013 Maulina Syamsu Widyaharti 43, Dinawati Trapsilasiwi 44, Arif Fatahillah 45 Abstract: In 2013, there were changes

Lebih terperinci

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior

Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior Jurnal Riset Pendidikan ISSN: 2460-1470 Profil Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru Melalui Kegiatan Induksi Guru Senior STKIP Al Hikmah Surabaya e-mail: kurnia.noviartati@gmail.com Abstrak Guru

Lebih terperinci

Kurikulum Kurikulum 2013

Kurikulum Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 Kurikulum 2013 kurikulum 2013 merupakan kurikulum tetap yang diterapkan oleh pemerintah untuk menggantikan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang telah berlaku selama kurang lebih 6 tahun.

Lebih terperinci

TINGKAT KESIAPAN GURU DAN PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN IPA DALAM KURIKULUM 2013 KELAS VII DI SMP MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015

TINGKAT KESIAPAN GURU DAN PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN IPA DALAM KURIKULUM 2013 KELAS VII DI SMP MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015 TINGKAT KESIAPAN GURU DAN PESERTA DIDIK PADA PEMBELAJARAN IPA DALAM KURIKULUM 2013 KELAS VII DI SMP MUHAMMADIYAH 2 SURAKARTA TAHUN AJARAN 2014/2015 Naskah Publikasi Pendidikan Biologi Diajukan Oleh : Nopiana

Lebih terperinci

2015 PENERAPAN METODE TIMED PAIR SHARE UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH

2015 PENERAPAN METODE TIMED PAIR SHARE UNTUK MENUMBUHKAN SIKAP DEMOKRATIS SISWA DALAM PEMBELAJARAN SEJARAH BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Pendidikan di Indonesia selalu mengalami perubahan. Perubahan tersebut dilakukan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan, relevansi pendidikan,

Lebih terperinci

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENGUATAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KELUARGA PADA SATUAN PENDIDIKAN

PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENGUATAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN KELUARGA PADA SATUAN PENDIDIKAN Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN BIMBINGAN TEKNIS PENGUATAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan adalah investasi masa

BAB I PENDAHULUAN. yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan adalah investasi masa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Pendidikan adalah investasi masa depan bangsa, baik buruknya peradaban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang

BAB I PENDAHULUAN. sikap, perilaku, intelektual serta karakter manusia. Menurut Undang-Undang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan memiliki peran penting dalam meningkatkan sumber daya manusia. Tujuan utama pendidikan yaitu untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Berdasarkan tujuan tersebut

Lebih terperinci

Kata kunci: pendekatan saintifik, pembelajaran, siswa kelas IV SD Negeri Pujokusuman 1

Kata kunci: pendekatan saintifik, pembelajaran, siswa kelas IV SD Negeri Pujokusuman 1 Penerapan Pendekatan Saintifik...(Mega Selvira Paut) 511 PENERAPAN PENDEKATAN SAINTIFIK PADA SISWA KELAS IV DI SD PUJOKUSUMAN 1 YOGYAKARTA THE IMPLEMENTATION OF SCIENTIFIC APPROACH TO STUDENTS GRADE IV

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu

BAB I PENDAHULUAN. mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia. dan Undang-undang Dasar Tahun Upaya tersebut harus selalu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pembangunan di bidang pendidikan merupakan upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan meningkatkan kualitas manusia Indonesia dalam mewujudkan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah pokok yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia adalah masalah yang berhubungan dengan mutu atau kualitas pendidikan yang masih rendah. Rendahnya kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan sekolah merupakan proses belajar yang dilakukan secara berkesinambungan sejak dari usia dini hingga perguruan tinggi sebagai upaya dalam peningkatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kurikulum memainkan peran yang sangat penting dalam Sistem Pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana strategis untuk meningkatkan kualitas suatu bangsa, karenanya kemajuan suatu bangsa dapat diukur dari kemajuan pendidikannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal. Dalam era globalisasi yang ditandai dengan. masyarakat, dan berdaya saing tinggi dalam kehidupan global.

BAB I PENDAHULUAN. berkembang secara optimal. Dalam era globalisasi yang ditandai dengan. masyarakat, dan berdaya saing tinggi dalam kehidupan global. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang bersifat umum bagi setiap manusia dimuka bumi ini. Pendidikan merupakan modal suatu bangsa untuk dapat berkembang secara optimal.

Lebih terperinci

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA.

2015 KONTRIBUSI PEMBELAJARAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL TERHADAP KEPEDULIAN SOSIAL DI KALANGAN SISWA SMA. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang masalah UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bertujuan agar pendidikan tidak hanya membentuk insan manusia yang pintar namun juga berkepribadian,

Lebih terperinci

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR

INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR INTEGRASI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI SEKOLAH DASAR Ni Luh Sakinah Nuraini Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Malang, Jalan Semarang 5 Malang Email: niluh.sakinah.fip@um.ac.id

Lebih terperinci

KEGIATAN SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA

KEGIATAN SOSIALISASI PROGRAM PENDIDIKAN KELUARGA Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini dan Pendidikan Masyarakat Direktorat Pembinaan Pendidikan Keluarga PETUNJUK PELAKSANAAN KEGIATAN SOSIALISASI PROGRAM

Lebih terperinci

URGENSI SATUAN ACARAPERKULIAHAN (SAP)DALAM PEMBELAJARAN

URGENSI SATUAN ACARAPERKULIAHAN (SAP)DALAM PEMBELAJARAN URGENSI SATUAN ACARAPERKULIAHAN (SAP)DALAM PEMBELAJARAN Dr. Marzuki marzukiwafi@yahoo.co.id UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 13 May 2015 1 Pendahuluan Pendidikan harus dikelola dengan baik dan benar agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Hamalik, 2011: 18).

BAB I PENDAHULUAN. pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar mengajar (Hamalik, 2011: 18). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan unsur utama dalam pengembangan manusia Indonesia seutuhnya, oleh karena itu pengelolaan pendidikan harus berorientasi kepada bagaimana menciptakan

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI IRISAN KERUCUT DENGANN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED

PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI IRISAN KERUCUT DENGANN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN MATERI IRISAN KERUCUT DENGANN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING DAN METODE GUIDED DISCOVERY PADAA PENERAPAN KURIKULUM 201 KELAS XI DI SMA NEGERI 1 KEDIRI SKRIPSI

Lebih terperinci

PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU SD DI KOTA SEMARANG

PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU SD DI KOTA SEMARANG PELATIHAN IMPLEMENTASI KURIKULUM 2013 BAGI GURU SD DI KOTA SEMARANG oleh Fine Reffiane, Henry Januar Saputra, Moh. Aniq Kh.B., Husni Wakhyudin, Arfilia Wijayanti Universitas PGRI Semarang khairulbasyar@ymail.com

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pendidikan. Bahkan sistem pendidikan di Indonesia saat ini juga telah banyak. mengubah pola pikir terutama dalam dunia pendidikan.

I PENDAHULUAN. pendidikan. Bahkan sistem pendidikan di Indonesia saat ini juga telah banyak. mengubah pola pikir terutama dalam dunia pendidikan. 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini era globalisasi semakin terasa, terkhusus di Negara Indonesia. Era globalisasi sudah berpengaruh dalam semua bidang, terutama dalam bidang pendidikan.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2013 NOMOR 23 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA NOMOR 20 TAHUN 2013 TENTANG PENDIDIKAN MUATAN LOKAL KABUPATEN BANJARNEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Bandung adalah salah satu kota besar di Indonesia dan merupakan Ibukota Provinsi Jawa Barat yang banyak menyimpan berbagai sejarah serta memiliki kekayaan

Lebih terperinci

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- I Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah

NASKAH PUBLIKASI. Untuk memenuhi sebagian persyaratan Guna mencapai derajat Sarjana S- I Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER PADA MATERI AJAR SERIBU PENA BAHASA INDONESIA UNTUK SMA/MA KELAS XII KARANGAN PUDJI ISDRIANI TERBITAN ERLANGGA TAHUN 2009 NASKAH PUBLIKASI Untuk memenuhi sebagian persyaratan

Lebih terperinci

Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Volume 02 Nomor 03 Tahun 2014,

Jurnal Pendidikan Olahraga dan Kesehatan Volume 02 Nomor 03 Tahun 2014, SURVEI PEMAHAMAN GURU TERHADAP PELAKSANAAN KURIKULUM 2013 BIDANG STUDI PENDIDIKAN JASMANI OLAHRAGA DAN KESEHATAN DI SMA NEGERI SE KECAMATAN LAMONGAN (Studi Pada Guru Pendidikan Jasmani, Olahraga dan Kesehatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan. satunya adalah rendahnya minat belajar matematika.

BAB I PENDAHULUAN. Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan. satunya adalah rendahnya minat belajar matematika. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam proses pembelajaran banyak sekali permasalahan-permasalahan yang muncul selama proses pembelajaran. Permasalahan tersebut bisa berasal dari siswa atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan

I. PENDAHULUAN. teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan dunia yang begitu pesat ditandai dengan kemajuan ilmu dan teknologi, pergeseran kekuatan ekonomi dunia serta dimulainya perdagangan antarnegara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Upaya meningkatkan kualitas pendidikan terus-menerus dilakukan baik secara konvensional maupun inovatif dalam menghadapi berbagai tantangan yang dipengaruhi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN. seutuhnya sangatlah tidak mungkin tanpa melalui proses pendidikan. BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pendidikan merupakan sebuah usaha yang ditempuh oleh manusia dalam rangka memperoleh ilmu yang kemudian dijadikan sebagai dasar untuk bersikap dan berperilaku. Karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kurikulum merupakan hal penting dalam sistem pendidikan Indonesia. Kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional dengan memperhatikan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia, agama, budaya, dan nilai-nilai yang terumuskan dalam tujuan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan budaya dan karakter bangsa pada dasarnya adalah pengembangan nilai-nilai yang berasal dari pandangan hidup atau ideologi bangsa Indonesia, agama, budaya,

Lebih terperinci

- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah

- 4 - MEMUTUSKAN: Dalam Peraturan Gubernur ini yang dimaksud dengan: 1. Pemerintah Daerah Provinsi adalah Pemerintah Daerah - 2-4. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. didik untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. didik untuk menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran peserta didik secara aktif BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu kebutuhan yang harus dipenuhi dalam proses kehidupan. Pendidikan pada dasarnya merupakan usaha sadar dan terencana antara guru dengan

Lebih terperinci

ANALISIS KESESUAIAN KOMPETENSI GURU DENGAN KURIKULUM (Studi Kasus Pada Guru Akuntansi Kelas X Di Smk Negeri 1 Banyudono. Tahun Ajaran 2013/2014)

ANALISIS KESESUAIAN KOMPETENSI GURU DENGAN KURIKULUM (Studi Kasus Pada Guru Akuntansi Kelas X Di Smk Negeri 1 Banyudono. Tahun Ajaran 2013/2014) ANALISIS KESESUAIAN KOMPETENSI GURU DENGAN KURIKULUM 2013 (Studi Kasus Pada Guru Akuntansi Kelas X Di Smk Negeri 1 Banyudono Tahun Ajaran 2013/2014) NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan dalam pembelajaran dipengaruhi oleh faktor-faktor yang terlibat dalam semua kegiatan belajar mengajar. Diantara faktor-faktor tersebut adalah siswa,

Lebih terperinci

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013

PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 1 PENERAPAN LANGKAH-LANGKAH PEMBELAJARAN DENGAN PENDEKATAN SAINTIFIK DALAM KURIKULUM 2013 Pendahuluan Oleh: Bambang Prihadi*) Implementasi Kurikulum 2013 dicirikan dengan perubahan yang sangat mendasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks

BAB I PENDAHULUAN. antara lain dengan data UNESCO (2000) tentang peringkat Indeks BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan ujung tombak dalam mempersiapkan generasi yang handal, karena pendidikan diyakini dapat mendorong memaksimalkan potensi siswa. Melalui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan adalah cara yang dianggap paling strategis untuk mengimbangi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi ini, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sangat pesat. Dengan berkembangnya jaman, pendidikan turut serta berkembang. Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian. Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Penelitian Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan pondasi utama dalam mengelola, mencetak dan meningkatkan sumber daya manusia yang handal dan berwawasan yang diharapkan mampu untuk menjawab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif.

BAB I PENDAHULUAN. dalam kehidupan sehari-hari. Atas dasar pemikiran tersebut, pendidikan karakter. dengan metode serta pembelajaran yang aktif. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilainilai karakter bangsa pada diri peserta didik, sehingga peserta didik dapat memaknai karakter bangsa

Lebih terperinci