ANALISIS PERKEMBANGAN FASHION JEPANG DAN KAITANNYA DENGAN POLA HIDUP KONSUMERISME DI INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS PERKEMBANGAN FASHION JEPANG DAN KAITANNYA DENGAN POLA HIDUP KONSUMERISME DI INDONESIA"

Transkripsi

1 ANALISIS PERKEMBANGAN FASHION JEPANG DAN KAITANNYA DENGAN POLA HIDUP KONSUMERISME DI INDONESIA YESSI WIJAYANTI 1, ELISA CAROLINA MARION 2 Universitas Bina Nusantara, Jl. Kebon jeruk raya No.27, (021) , y.w.kuon@gmail.com ABSTRACT The number of Japanese fashion user in Indonesia is increasing, and so does the consumerism lifestyle level in the country. The increasing number of people with consumerism lifestyle is influenced by a lot of factors including fashion. The purpose of this research is to know the connection between the development of Japanese fashion and consumerism in Indonesia. The method used by the author was qualitative method. To get data, author used questionnaire, with members of Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia (or Indonesia Harajuku and Cosplay Community) as respondents. The analysis that had been done by the author was comparing between respondents income, cost, and professions; those who are Japanese fashion users. The author also did some researches about the respondents consumerism behavior from the method they use to buy Japanese fashion goods and their satisfaction degrees about what they already had now. The result of author s research is there s a connection between Japanese fashion development and consumerism in Indonesia, especially on Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia. At least 30 respondents who use Japanese fashion style indicated with consumerism life style, based on respondents answers compared with some professionals theories about consumerism, for example McGregor s theory (2003). Key Words: Consumerism, Fashion, Japan, Japanese Fashion, Lifestyle ABSTRAK Jumlah pelaku fashion Jepang di Indonesia semakin bertambah, begitu pula dengan pelaku pola hidup konsumerisme. Salah satu faktor pendorong melonjaknya tingkat konsumerisme adalah berkembangnya fashion, tidak terkecuali fashion Jepang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara perkembangan fashion Jepang dan konsumerisme di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif, yang menggunakan media angket atau kuesioner. Penulis meneliti sebuah komunitas fashion Jepang yang bernama Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia. Analisis penulis dilakukan dengan membandingkan antara tingkat pendapatan, pengeluaran, dan pekerjaan 62 responden yang merupakan pelaku fashion Jepang. Penulis juga meneliti sikap konsumerisme responden dari metode pembelian benda terkait fashion Jepang dan tingkat kepuasan responden terhadap benda yang dimiliki. Hasil penelitian penulis adalah di Indonesia memang terjadi pola hidup konsumerisme yang berkaitan dengan fashion Jepang, terutama pada Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia. Terdapat setidaknya 30 responden yang melakukan pola hidup konsumerisme, berdasarkan jawaban responden yang dibandingkan dengan teori- teori ahli yang digunakan, diantaranya teori McGregor (2013). Kata Kunci : Fashion, Fashion Jepang, Jepang, Konsumerisme, Pola Hidup

2 PENDAHULUAN Fashion merupakan hal yang memiliki berbagai macam arti. Fashion sendiri sebenarnya tidak hanya mengacu kepada gaya berbusana saja. Dengan kata lain, fashion merujuk pada gaya yang ada dalam hidup, seperti gaya berbicara atau gaya berjalan. Namun kesan dari fashion sudah melekat pada aliran berpakaian yang ada di dunia. Oleh karenanya, tak jarang orang- orang menyebut gaya berpakaian sebagai fashion saja. Fashion juga merupakan salah satu hal di dunia ini yang sudah ada cukup lama. Seperti halnya fashion pada masa kini, fashion pada zaman pra-modern juga dipopulerkan oleh tokoh berpengaruh. Misalnya pada masa Rococo, fashion dipopulerkan oleh kaum bangsawan. Kemudian pada masa Elizabethan, jenis fashion yang menjadi populer saat itu pertama dicetuskan oleh Ratu Elizabeth I. Sampai saat ini, banyak sekali fashion yang bermunculan, dan berhasil mencetak aliran- aliran pakaian- pakaian yang cukup fenomenal seperti merk- merk pakaian asal Italia dan Jepang. Jepang sendiri dikenal sebagai negara yang memiliki banyak aliran fashion. Fashion Jepang sendiri sudah dikenal di mancanegara seperti negara-negara di benua Amerika dan Eropa. Hal ini mulai menjadi ledakan atau tren, termasuk di Indonesia. Di Indonesia sendiri, seperti yang diamati oleh penulis, boom ini didorong oleh kemunculan pertama kali JKT48, yang merupakan sister group dari AKB48 grup idola asal Akihabara, Jepang di tahun Kemudian fashion Jepang mulai mewabah di tahun 2012, di mana acara-acara yang memiliki unsur ke-jepang-an mulai muncul dan merambah seluruh pelosok negeri. Di dalam acara-acara tersebutlah masyarakat sadar akan fashion Jepang dan mulai mempraktikkan fashion aliran Jepang di Indonesia. Merambahnya fashion Jepang di kalangan masyarakat Indonesia mencakup seluruh tingkatan usia. Berdasarkan pengamatan penulis, range usia pelaku fashion Jepang di Indonesia berkisar antara 10 hingga 50 tahun ke atas. Selain itu, mewabahnya fashion Jepang juga tidak lepas dari pop culture Jepang yang paling menonjol, yaitu anime, manga dan dorama. Melalui pakaian-pakaian yang digambar dan direfleksikan dalam tokoh-tokoh anime, manga, dan dorama, masyarakat mengetahui jenis-jenis pakaian dan dandanan yang populer di kalangan masyarakat Jepang. Selain melalui hal di atas, fashion Jepang juga terlihat dari video-video musik dan konser Jepang. Pecinta fashion Jepang di Indonesia berbeda dengan yang ada di Jepang sendiri. Apabila para pecinta fashion Jepang yang ada di Jepang biasanya berkumpul di tempat-tempat umum milik publik dengan membawa peralatan pendukung fashion mereka sendiri; misalnya di jalanan Akihabara, Shibuya, dan Harajuku; maka pecinta fashion Jepang di Indonesia biasa berkumpul di acara-acara berunsur Jepang yang diselenggarakan di kota masing-masing. Bahkan ada di antara mereka yang rela pergi ke kota atau negara lain untuk memamerkan pakaian, aksesoris, dan dandanan mereka; yang tentunya memakan biaya yang tidak sedikit. Selain itu, ada juga yang membentuk komunitas khusus pecinta fashion Jepang dan sesekali mengadakan gathering atau kumpul-kumpul anggota dengan mengenakan pakaian kebangaan mereka masing-masing. Kemudian ada yang melakukan photo session amatir untuk berbagai keperluan (misalnya untuk kartu ucapan event Halloween, Natal, atau Tahun Baru yang akan dikirim secara cuma-cuma kepada orang lain) dengan membayar fotografer-fotografer dan menyewa tempat khusus untuk melakukan photo session. Dan selama tiga tahun terakhir ini stasiun-stasiun televisi Indonesia mulai menyorot dan menampilkan pecinta fashion Jepang di Indonesia di televisi, yang dulu belum pernah terjadi. Para pecinta fashion Jepang di Indonesia memiliki banyak cara untuk memperoleh pakaian-pakaian atau kostum-kostum berbau fashion Jepang yang akan mereka kenakan, contohnya dengan menjahit pakaian mereka sendiri. Adapula yang memesan melalui penjahit-penjahit khusus baju-baju fashion Jepang, dan juga yang sengaja memesan dari agen-agen baju fashion Jepang yang berada di luar negeri menggunakan kartu kredit yang notabene jauh lebih mahal dibanding membeli di dalam negeri. Meskipun dikatakan bahwa membeli jauh lebih mahal dibanding membuat sendiri, biaya yang dikeluarkan untuk membuat sendiri juga tidak sedikit. Pecinta fashion Jepang yang membuat sendiri pakaian dan aksesorisnya juga harus mengeluarkan biaya ekstra untuk membeli peralatan, bahan-bahan pakaian dan aksesoris yang akan dibuat, ongkos pembelian bahan; belum lagi soal skill yang harus dikeluarkan dalam proses pembuatannya. Karena itu, menganut aliran fashion Jepang ini juga dikatakan dapat mengasah kemampuan pelakunya dalam hal kreativitas dan ketrampilan tangan seperti menjahit, membuat aksesoris, make-up, dan sebagainya. Konsumerisme saat ini sedang menjadi gaya hidup yang menonjol di kalangan masyarakat modern. Gaya hidup ini ditandai dengan kegiatan konsumsi yang berlebihan, misalnya kecanduan membeli barang bermerek luar negeri, atau mengoleksi benda yang bahkan tidak digunakan dalam hidup sehari- hari seperti action figure. Gaya hidup konsumerisme ini sudah merebak di seluruh dunia, dan tak terkecuali di Indonesia.

3 Tingkat konsumerisme di Indonesia setiap tahunnya selalu bertambah, tidak hanya melalu tingkat pembelian kendaraan bermotor, namun juga dilihat melalu gaya pakaian atau fashion. Perihal konsumerisme pada bidang pakaian atau fashion di Indonesia, Heryanto (2004) dalam NIRMANA mengatakan Orang berlomba-lomba membeli pakaian bagus untuk meningkatkan status. Konsumerisme bukan saja terjadi di kota-kota besar, tetapi telah menyebar ke berbagai tempat di Indonesia. Heryanto menuliskan beberapa kutipan, salah satunya adalah kutipan penelitian yang dilakukan Dick (1985) terhadap pengeluaran atau belanja khususnya di Indonesia, yang menghasilkan data berbahasa Inggris yang berisi, "Between 1960 and 1976 real expenditure per capita increased twice as rapidly in urban (40 percent) as in rural (20 percent) Java and faster in Jakarta (50 percent) than in any other city. Kalimat pernyataan Dick (1985) tadi apabila diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berbunyi, Antara tahun 1960 hingga tahun 1976, (jumlah) pengeluaran perkapita nyata meningkat dua kali secara cepat di daerah Jawa perkotaan (40 persen) serta di pedesaan (20 persen) dan bahkan lebih cepat di Jakarta (50 persen) dibanding kota lainnya. Alfitri dalam Empirika (2007) mengemukakan bahwa menjamurnya fashion fashion di pusat perbelanjaan seperti mall dengan cepat merupakan cara yang sangat efektif untuk memicu kegiatan konsumsi. Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia atau yang biasa disebut sebagai KHCI adalah sebuah komunitas maya dalam media sosial Facebook yang fenomenal. Komunitas ini didirikan sekitar tahun Komunitas fashion jenis Harajuku Style dan Cosplay ini memiliki kurang lebih delapan orang admin yang mengatur lalu lintas datanyanya. KHCI mengatakan, KHCI adalah komunitas terbuka yang menerima semua orang. Komunitas ini tidak hanya memberikan informasi seputar fashion terkait, namun juga mengenai hal- hal yang disukai para anggota komunitas dan para admin sendiri. KHCI sudah cukup lama terbentuk, dan karena itu KHCI juga telah turut serta mengadakan beberapa acara yang cukup besar, salah satunya adalah Jakarta Hobby Fest. Berdasarkan pengamatan penulis, terdapat beberapa jenis fashion Jepang yang memiliki keunikan tinggi, tidak hanya di Indonesia, bahkan di seluruh dunia. Menurut penulis, perihal fashion Jepang ini sangat menarik. Penulis juga memiliki minat yang besar pada fashion Jepang semenjak duduk di bangku sekolah dan juga merupakan salah satu dari pelaku fashion Jepang di Indonesia. Oleh karena faktor pendukung inilah, penulis berkeinginan untuk meneliti masalah kehidupan fashion Jepang di Indonesia yang sedang menjadi fenomena besar saat ini. Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan yang diteliti yaitu pola hidup konsumerisme yang terdapat pada pelaku fashion Jepang di Indonesia. Penulis akan menjabarkan bentuk dari fashion Jepang dan perkembangannya hingga saat ini. Kemudian penulis akan menjabarkan hasil penelitian yang diperoleh, yaitu mengenai perilaku gaya hidup konsumerisme dalam masyarakat Indonesia yang dikaitkan dengan fashion Jepang. Ruang lingkup yang diteliti penulis dalam penelitian ini akan dibatasi pada bentuk- bentuk fashion Jepang yang terdapat di kalangan masyarakat Indonesia dan gaya hidup konsumerisme di Indonesia. Masyarakat Indonesia pelaku fashion Jepang yang diteliti adalah Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia Tujuan yang ingin dicapai oleh penulis melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui pola hidup konsumerisme yang terjadi pada pelaku fashion Jepang yang tinggal di Indonesia. Penulis melakukan tinjauan pustaka pada jurnal, artikel, buku, dan hasil-hasil penelitian mengenai hal yang berkaitan dengan fashion Jepang dan konsumerisme yang kemudian dikembangkan menjadi sebuah skripsi. Salah satu tulisan yang penulis baca adalah tulisan penelitian dari Masafumi Monden yang berjudul Refashioning the Romantics: Contemporary Japanese Culture Aspect of Dress. Penelitian dilakukan oleh Masafumi Monden tahun 2011 di Sydney, Australia. Beliau meneliti fashion Jepang, sama seperti yang dilakukan oleh penulis di Indonesia. Objek penelitian Masafumi Monden adalah majalah fashion pria Jepang, grup penampil wanita Jepang, buku-buku tentang gaya Lolita dan film Kamikaze Girls. Pada penelitiannya, Masafumi Monden cenderung menggunakan metode observasi dan studi kepustakaan. Tujuan dari penelitian Masafumi Monden adalah untuk menggali arti di balik proses adaptasi, penyerapan, dan penataan gaya kembali oleh masyarakat Jepang dari gaya pakaian dan konsep estetika Eropa. Dalam tulisannya, Masafumi Monden mengemukakan bahwa beliau ingin mengetahui kebenaran tiga kemungkinan, yaitu : 1. bahwa dengan mempertimbangkan keinginan pembaca pria untuk menarik lawan jenis dan kecintaan pada diri sendiri, majalah fashion pria Jepang mendukung ide bahwa membentuk penampilan yang baik adalah bagian dari keyakinan diri dan menjadi dasar hidup yang baik dan sukses;

4 2. apa jenis kawaii Jepang dan estetika wanita muda yang ada pada penyanyi Jepang dapat memberikan kesan imut yang feminim tanpa unsur seksualitas; 3. seorang pemeran utama wanita dalam film Kamikaze Girls dapat selalu melakukan aktivitas yang maskulin dan feminim dalam saat bersamaan meskipun hampir selalu mengenakan pakaian bergaya Lolita yang feminim dan elit. METODE PENELITIAN Untuk skripsi ini, penelitian dimulai dengan menentukan rumusan permasalahan yang sudah teridentifikasi. Permasalahannya adalah penulis ingin mengetahui bentuk pola hidup konsumerisme pada pelaku fashion Jepang di Indonesia. Berdasarkan permasalahan ini, tujuan penelitian ini adalah penulis ingin menganalisis bentuk- bentuk pola hidup konsumerisme pada pelaku fashion Jepang di Indonesia. Berdasarkan dari permasalahan dan tujuan ini, berikutnya penulis memilih pendekatan metode penelitian dan metode pengumpulan data. Pendekatannya adalah pendekatan kualitatif, dan metode penelitian pengumpulan datanya adalah metode kuesioner. Kemudian penulis menetapkan metode deskriptif analitis sebagai metode analisis data dan teorinya adalah teori fashion dan teori konsumerisme. Dengan demikian, sebagai output pada tahap I, penulis memperoleh: 1. Pendekatan kualitatif 2. Metode pengumpulan data adalah metode kuesioner 3. Metode deskriptif analitis data 4. Landasan teori adalah teori fashion dan teori konsumerisme Setelahnya, dimulai dengan menggunakan metode pengumpulan data, yaitu metode kuesioner dengan menetapkan pendekatan kualitatif. Berangkat dari metode pengumpulan data dan menetapkan metode pendekatan kualitatif, berikutnya penulis menetapkan sumber data. Sumber datanya adalah jawaban 70 orang responden kuesioner. Setelahnya, penulis mencari sumber data yaitu responden yang berasal dari Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia, di mana mereka menjawab kuesioner yang dibagikan penulis. Kemudian dilanjutkan dengan memilih dan menetapkan data yang diperoleh dari jawaban 70 orang responden kuesioner yang disebar penulis. Dengan demikian, output pada tahap II, penulis memperoleh 62 data yang siap digunakan untuk menganalisa pola hidup konsumerisme pada pelaku fashion Jepang di Indonesia. Kemudian, penulis mulai memilah dan mengklarifikasi 62 data yang diterima dari responden. Kemudian data jawaban responden tersebut dikaji dan dikelompokkan, antara yang berkaitan dengan pola hidup konsumerisme dan tidak. Setelahnya, 62 data yang berkaitan dengan pola hidup konsumerisme tersebut dianalisa menggunakan metode deskriptif analitis terhadap teori fashion dan teori konsumerisme. Kemudian didapatkan simpulan kecil yang berasal dari subbab terkait pola hidup konsumerisme pada jawaban responden. Sehingga didapatkan pada tahap III, penulis memperoleh simpulan akhir bahwa terdapat pelaku pola hidup konsumerisme pada pelaku fashion Jepang di Indonesia, terutama di antara anggota Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Penulis akan menjabarkan hasil dari angket yang telah disebarkan mulai tanggal 30 Juni 2015 hingga 13 Juli 2015 kepada member Komunitas Harajuku dan Cosplay Indonesia. 1. Analisis Pembelian Benda Terkait Fashion Jepang Responden pada penelitian ini diberikan pertanyaan seputar konsumerisme seperti pendapatan dan jumlah uang yang dikeluarkan perbulan. Setelah dianalisa, penulis memperoleh data yang berisi perbandingan antara frekuensi pembelian benda- benda yang terkait fashion Jepang yang dilakukan responden, uang yang digunakan, dan pendapatan tiap- tiap responden berdasarkan teori yang disebutkan Suyanto (2013), yaitu seseorang yang memiliki pola hidup konsumeris rela mengalokasikan setengah dari penghasilannya atau bahkan lebih, hanya untuk membeli berbagai produk untuk pencitraan dan status sosialnya. Berdasarkan data yang diolah perihal pendapatan, uang yang dikeluarkan, dan frekuensi pembelian benda terkait fashion Jepang, terdapat kurang lebih 25

5 responden dari 62 responden telah melakukan pola hidup konsumerisme yang cocok dengan teori Suyanto. 2. Frekuensi Penggunaan Fashion Jepang dalam Hidup Sehari- hari Frekuensi Pemakaian Jumlah Responden Jarang 11 Kadang- kadang 28 Sangat Jarang (kurang dari 4 kali sebulan) 15 Sangat Sering (Setiap hari) 3 Sering 5 Grand Total 62 Tabel 1 Frekuensi Penggunaan Benda Terkait Fashion Jepang Responden juga diminta untuk menjawab pertanyaan terkait seberapa sering mereka mengenakan fashion Jepang yang mereka geluti. Hasil yang diperoleh penulis adalah sebanyak 28 orang responden berkata bahwa mereka hanya kadang- kadang saja mengenakan benda milik mereka yang bertemakan fashion Jepang, dengan kata lain tidak setiap hari. Responden yang menjawab bahwa mereka setiap hari berdandan ala fashion Jepang hanya ada 3 orang saja dari total 62 responden. Dengan demikian, hasil pada pertanyaan di atas akan penulis kaitkan dengan pernyataan dari Veblen (1899) dan Stavrakakis (2006) yang mengatakan dalam kegiatan konsumerisme terdapat pergeseran kegunaan sebenarnya benda- benda konsumsi. Pada kenyataannya, hasil angket menyebutkan bahwa 28 orang responden hanya kadang- kadang saja mengenakan benda- benda fashion Jepang yang mereka miliki, seperti pakaian, sepatu, aksesoris, makeup, dan sebagainya. Hal ini menjadi bukti bahwa benda- benda tersebut mengalami pergeseran nilai kegunaan, di mana misalnya pakaian yang seharusnya dapat digunakan untuk menutupi tubuh sehari- harinya, dibeli, tetapi jarang digunakan, sehingga kegunaan benda- benda yang dibeli responden tersebut dapat dipertanyakan. 3. Analisis Asal Benda Terkait Fashion Jepang yang Dimiliki Responden Cara Memperoleh Benda Terkait Fashion Jumlah Jepang Responden Membeli dari penjual lokal yang membuka jasa pembelian barang luar negeri / import 24 Membeli dari penjual luar negeri (yang menggunakan alat bayar berupa kartu kredit atau PayPal) 6 Membeli produk dalam negeri dari penjual dalam negeri 16 Membuat sendiri benda- benda tersebut 15 なし 1 Total 62 Tabel 2 Cara Responden Memperoleh Data Terkait Fashion Jepang Selain itu, terdapat enam orang responden yang terbiasa melakukan pembelian barang dari luar negeri menggunakan jasa kartu kredit, dua di antaranya mengatakan sudah terbiasa melakukan transaksi seperti itu. Pernyataan tersebut, menurut Suyanto (2013), merupakan salah satu tindakan gaya hidup konsumeris, di mana masyarakat modern saat ini dengan mudahnya membuat hutang dengan menggunakan kartu kredit untuk membeli benda- benda yang dapat menunjang kegiatan konsumsinya 4. Analisis Alasan Melakukan dan Membeli Hal Terkait Fashion Jepang Alasan Menjadi Pelaku Fashion Jepang Jumlah Responden Fashion Jepang mengangkat tingkat kepopuleran saya 3

6 Fashion Jepang saat ini sedang populer 3 Alasan Menjadi Pelaku Fashion Jepang Jumlah Responden Karena dengan melakukan fashion Jepang saya dapat berteman dengan orang-orang keren 3 Karena diajak teman sehingga ikut melakukan fashion Jepang 9 Karena merasa lebih percaya diri dan bangga setelah berpenampilan ala fashion Jepang 41 なし 3 Total 62 Tabel 3 Alasan Menjadi Pelaku dan Membeli Benda Terkait Fashion Jepang Responden diminta untuk memilih alasan mengapa mereka melakukan fashion Jepang dan mau secara terus- menerus membeli benda- benda yang berkaitan dengan fashion Jepang tersebut. Alasan yang paling banyak dipilih adalah karena fashion Jepang membuat mereka merasa percaya diri serta bangga dengan berpenampilan ala fashion Jepang, dipilih oleh 41 orang responden. Jawaban tersebut dapat dikaitkan dengan teori karakteristik seorang konsumeris oleh McGregor (2003). McGregor (2003) mengatakan bahwa identitas seseorang terbentuk dari benda karena benda memiliki arti. Artinya, para pelaku fashion Jepang yang menjadi responden penelitian penulis melakukan perilaku konsumerisme dikarenakan mereka merasa bahwa identitas diri mereka terletak pada benda fashion Jepang yang mereka kenakan ke hadapan publik, sehingga mereka baru bisa merasa bangga dan percaya diri di depan orang banyak apabila telah memakai pakaian, aksesoris, dan benda lain yang berkaitan dengan fashion Jepang yang mereka beli. 5. Analisis Kepuasan Responden Terhadap Kepemilikan Benda yang Berhubungan dengan Fashion Jepang Jumlah Apakah Ingin Menambah Koleksi (Alasan) Responden Tidak 7 なし 7 Ya 55 Benda-benda tersebut membuat saya bahagia, sekalipun hanya dengan melihatnya adadi rumah saya 35 Benda-benda tersebut menunjang kebutuhan jasmani dan rohani saya sehari-hari 3 Karena setiap bulan selalu keluar model-model baru pada jenis fashion yang saya gemari dan saya ingin selalu mengikuti mode yang sedang populer 7 Saya bangga dengan benda- benda tersebut 4 Saya belum puas terhadap apa yang saya miliki 5 なし 1 Grand Total 62 Tabel 4 Keinginan Menambahkan Benda Terkait Fashion Jepang Selanjutnya, penulis ingin mencari tahu apakah para responden akan terus menambah benda- benda milik mereka yang berhubungan dengan fashion Jepang atau tidak. Dengan kata lain penulis ingin mengetahui apakah responden ingin terus menambah benda- benda yang mereka miliki. Hasil yang diterima penulis adalah 54 orang menjawab Ya. Alasan 54 orang responden tersebut menjawab Ya dapat dilihat pada tabel di atas. Pada pertanyaan ini, dicantumkan beberapa alasan mengapa para responden ynag menjawab Ya pada pertanyaan sebelumnya. Alasan yang paling banyak dipilih, dipilih oleh 35 orang responden, adalah karena benda- benda yang berhubungan dengan fashion Jepang tersebut membuat mereka merasa bahagia, bahkan dengan hanya memiliki benda- benda tersebut di rumah mereka. 7 orang responden yang menjawab pertanyaan ini

7 mengatakan bahwa mereka ingin terus menambah benda- benda tersebut dikarenakan mereka selalu mengikuti mode fashion Jepang yang terus memiliki pembaharuan. Hasil yang diperoleh penulis pada pertanyaan ini dapat dikaitkan dengan pernyataan McGregor (2003) yang dicantumkan pada nomor 3, yaitu kegiatan konsumsi dianggap merupakan jalan yang terbaik menuju kebahagiaan baik secara pribadi maupun sosial. Artinya, lebih dari setengah jumlah responden menganggap bahwa dengan terus menambah benda yang berkaitan dengan fashion Jepang, mereka akan merasa bahagia. Bahkan mereka menganggap dengan hanya memiliki tanpa menggunakan pun sudah membuat mereka senang secara pribadi. SIMPULAN DAN SARAN 1. Simpulan Sebagai simpulan, penulis menarik beberapa simpulan kecil yang berasal dari penelitian yang sudah dilakukan penulis pada bab 4 mengenai hubungan antara fashion Jepang dan pola hidup konsumerisme di Indonesia. Simpulannya adalah sebagai berikut. Pelaku fashion Jepang di Indonesia rata- rata berjenis kelamin wanita. Hal ini terlihat dari jumlah responden, di mana dari 62 responden, yang mengaku berjenis kelamin wanita sebanyak 49 orang, sedangkan pria sejumlah 13 orang. Fashion Jepang di Indonesia, khususnya di komunitas yang diteliti penulis, populer di kalangan anak muda usia 15 hingga 20 tahun, dengan responden sebanyak 29 orang, dan di kalangan mahasiswa, dengan 30 orang responden. Jenis fashion Jepang yang populer di kalangan masyarakat Indonesia adalah Cosplay, yang dipilih 52 orang responden. Mengenai pendapatan, usia, dan pekerjaan, dari 62 orang responden, tercatat 30 orang menerima pendapat per bulannya dari orang tua, dengan 21 orang responden merupakan mahasiswa. Dalam 30 orang tersebut, 18 orang di antaranya memperoleh pendapatan antara Rp 500,000 hingga Rp 1,000,000 per bulan. Sebanyak 42 responden mengaku mengetahui fashion Jepang pertama kali dari anime, manga, dan game Jepang, yang menurut Suyanto (2013) merupakan salah satu faktor pemicu tindakan Konsumtif Sinergistik. Di Indonesia, terdapat hubungan antara fashion Jepang dan pola hidup konsumerisme. Hal ini terlihat dari beberapa jawaban responden dan dibandingkan dengan teori pada bab 2. Terdapat jawaban 23 responden mengenai pendapatan dan pengeluaran mereka yang dialokasikan untuk pembelian benda- benda terkait fashion Jepang setiap bulannya. Beberapa di antaranya adalah 2 orang responden yang berpenghasilan maksimal Rp 1,000,000 setiap bulan, namun menghabiskan lebih dari Rp 2,000,000 untuk membeli benda- benda terkait fashion Jepang per bulan. Dan lagi terdapat 1 orang responden yang berpenghasilan di bawah Rp 500,000 namun demi membeli perlengkapan fashion Jepang, ia berani mengeluarkan lebih dari Rp 2,000,000 setiap bulannya. Dari 23 orang responden yang terindikasi melakukan pola hidup konsumerisme berdasarkan teori dari Suyanto (2013), 11 di antaranya berpenghasilan Rp 500,000 hingga Rp 1,000,000 setiap bulan. Kemudian, sebanyak 28 responden melakukan pola hidup konsumerisme ditinjau dari frekuensi penggunaan benda- benda terkait fashion Jepang yang mereka beli. Hal ini dikaitkan dengan teori yang dikemukakan oleh Veblen (1899) dan Stavrakakis (2006) mengenai pergeseran fungsi benda. Mengenai asal barang yang dibeli responden, 24 responden mengatakan mereka membeli bendabenda terkait fashion Jepang melalui agen yang menjual benda- benda impor serta 6 orang membeli menggunakan kartu kredit. Menurut Suyanto (2013), pembelian benda dari luar negeri hanya memanfaatkan fungsi sosial benda tersebut, sedangkan kartu kredit menghasilkan budaya berhutang, di mana keduanya merupakan kegiatan pola hidup konsumerisme. 41 orang responden mengaku membeli dan mengenakan fashion Jepang untuk membuat mereka percaya diri dan bangga. Menurut McGregor (2003) hal ini merupakan gaya hidup konsumerisme, dikarenakan benda- benda dianggap memiliki arti dan membentuk identitas seseorang termasuk menimbulkan kepercayaan diri. Selain itu terdapat jawaban lain yang dipilih reponden lain, yang mengindikasikan sikap konsumerisme untuk pencitraan dan sosialisasi menurut Suyanto (2013).

8 Kemudian 53 orang responden mengaku tidak puas dengan apa yang telah mereka miliki dan ingin terus menambah benda- benda fashion Jepang miliknya. Alasan 35 orang berhubungan dengan kebahagiaan yang mereka rasakan dengan melihat dan memiliki benda- benda tersebut. McGregor (2003) mengatakan bahwa hal ini merupakan tindakan konsumeris. Dalam karakteristik konsumeris yang ia tulis, pada nomor 3 tertulis bahwa bagi seorang konsumeris kebahagiaan pribadi dan sosial hanya bisa dicapai dengan melakukan konsumsi. Dan apabila dikaitkan dengan karakteristik mengenai seorang konsumeris oleh McGregor (2003) nomor 5, 31 orang responden yang merasa tidak puas dengan apa yang mereka lakukan dengan fashion Jepang saat ini, melakukan pola hidup konsumeris. McGregor (2003) mengatakan bahwa roda ekonomi harus terus berputar, oleh karena itu seseorang harus merasa tidak puas dalam hal kepemilikian, konsumsi, dan penambahan benda. 2. Saran Terdapat beberapa hal yang dapat dikembangkan untuk penelitian mengenai fashion dan konsumerisme. Penelitian selanjutnya dapat mencari dan menggunakan teori yang berbeda yang dapat dihubungkan dengan fashion dan juga konsumerisme. Untuk objek penelitian, disarankan agar peneliti dapat melakukan penelitian dengan responden yang lebih banyak. Akan lebih baik apabila peneliti selanjutnya dapat membandingkan antara tingkat pembelian benda terkait fashion Jepang di Indonesia dan di Jepang sendiri terutama dalam komunitas tertentu, misalnya antara komunitas fashion Gothic Lolita yang ada di Jepang dan komunitas serupa yang ada di Indonesia. REFERENSI Alfitri Budaya Konsumerisme Masyarakat Perkotaan. Empirika, Volume XI, No : 01, 1-9. Palembang : Universitas Sriwijaya Heryanto, Januar Pergeseran Nilai dan Konsumerisme di Tengah Krisis Ekonomi di Indonesia. NIRMANA Vol. 6, No. 1, Januari 2004: Jakarta: Universitas Kristen Petra McGregor, Sue Consumerism as a Source of Structural Violence. The Canadian Fair Trade p3 Soedjatmiko, Haryanto Saya Berbelanja Maka Saya Ada: Ketika Konsumsi dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris. Yogyakarta: Jalasutra Stavrakakis, Yannis Gramma/Γράµµα: Journal of Theory and Criticism Volume 14. School of English, Aristotle University of Thessaloniki 24pp Suyanto, Bagong Sosiologi Ekonomi Kapitalisme dan Konsumsi di Era Masyarakat Post- Modernisme. Jakarta: Kencana Prenada Media Group Trigg, Andrew B Veblen, Bourdieu, and Conspicuous Consumption. Journal of Economic Issues, Vol. 35, No. 1, Maret 2001, pp Association for Evolutionary Economics RIWAYAT PENULIS Yessi Wijayanti lahir di kota Padang pada 29 Januari Penulis menamatkan pendidikan S1 di Universitas Bina Nusantara dalam bidang Sastra Jepang pada tahun 2015.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fashion merupakan hal yang memiliki berbagai macam arti. Fashion sendiri sebenarnya tidak hanya mengacu kepada gaya berbusana saja. Dengan kata lain, fashion merujuk

Lebih terperinci

BAB 5. Simpulan dan Saran

BAB 5. Simpulan dan Saran BAB 5 Simpulan dan Saran 5.1 Simpulan Sebagai simpulan, penulis menarik beberapa simpulan kecil yang berasal dari penelitian yang sudah dilakukan penulis pada bab 4 mengenai hubungan antara fashion Jepang

Lebih terperinci

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO

HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO HARAJUKU STYLE : KREATIVITAS DAN NILAI-NILAI HIDUP PARA PELAKU SENI COSPLAY PADA KOMUNITAS HARJUKJA DI KOTA SOLO SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Dalam Mencapai Derajat Sarjana S 1 Psikologi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Budaya populer Jepang beragam, ia mempresentasikan cara

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat luas. Budaya populer Jepang beragam, ia mempresentasikan cara BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budaya populer adalah budaya yang bersifat produksi, artistik dan komersial, diciptakan sebagai konsumsi massa dan dapat diproduksi kembali serta dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tahun 2005 merupakan tahun saat penulis memasuki masa remaja awal, yakni 15 tahun dan duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada saat itu, masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal

BAB I PENDAHULUAN. membawa perubahan masyarakat dengan ruang pergaulan yang sempit atau lokal BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Globalisasi adalah proses di mana manusia akan bersatu dan menjadi satu masyarakat tunggal dunia, masyarakat global (Albrow, 1990: 9). Globalisasi telah membawa perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial yang saling berinteraksi dalam masyarakat, banyak individu menganggap bahwa tampil menarik di hadapan orang lain merupakan suatu hal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN yang dikutip dalam Majalah Online Perpustakaan Nasional Republik

BAB I PENDAHULUAN yang dikutip dalam Majalah Online Perpustakaan Nasional Republik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap hari khalayak mengakses televisi. Menurut data BPS tahun 2006 yang dikutip dalam Majalah Online Perpustakaan Nasional Republik Indonesia menunjukkan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanpa berhubungan dengan orang lain. Semua orang secara alamiah memiliki

BAB I PENDAHULUAN. tanpa berhubungan dengan orang lain. Semua orang secara alamiah memiliki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia merupakan mahluk sosial yang tidak dapat hidup seorang diri tanpa berhubungan dengan orang lain. Semua orang secara alamiah memiliki kebutuhan untuk berinteraksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya.meski masyarakat Jepang sangat menjaga budaya dan tradisi dari leluhurnya,

BAB I PENDAHULUAN. masyarakatnya.meski masyarakat Jepang sangat menjaga budaya dan tradisi dari leluhurnya, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jepang adalah negara maju yang terkenal dengan perkembangan teknologi yang sangat cepat, namun tidak begitu saja meninggalkan budaya lama yang sudah lama melekat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. up, dan lainnya. Selain model dan warna yang menarik, harga produk fashion BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Produk produk fashion pada masa sekarang ini memiliki banyak model dan menarik perhatian para pembeli. Mulai dari jenis pakaian, tas, sepatu, alat make up, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif,

BAB I PENDAHULUAN. kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Tergesernya budaya setempat dari lingkungannya disebabkan oleh kemunculannya sebuah kebudayaan baru yang kelihatan lebih atraktif, fleksibel dan mudah dipahami sebagian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, sebagai salah satu negara maju di Asia, telah mampu memberikan dampak

BAB I PENDAHULUAN. Jepang, sebagai salah satu negara maju di Asia, telah mampu memberikan dampak BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Permasalahan Jepang, sebagai salah satu negara maju di Asia, telah mampu memberikan dampak positif bagi negara-negara lain. Hal ini dapat dibuktikan dengan semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam kegiatan ekonomi melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masyarakat merupakan pelaku kegiatan ekonomi dimana masyarakat memenuhi kebutuhan hidup mereka terhadap barang dan jasa. Masyarakat dalam kegiatan ekonomi melibatkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebudayaan merupakan suatu hal dalam adat istiadat yang menjadi kebiasaan turun temurun yang erat hubungannya dengan masyarakat di setiap negara. Dengan adanya keanekaragaman

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh industri pakaian di Jepang. Mode busana kaum remaja Jepang, terutama di kotakota

BAB 1 PENDAHULUAN. oleh industri pakaian di Jepang. Mode busana kaum remaja Jepang, terutama di kotakota BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kaum remaja Jepang merupakan bagian populasi yang sangat diperhitungkan oleh industri pakaian di Jepang. Mode busana kaum remaja Jepang, terutama di kotakota besar

Lebih terperinci

GAYA BUSANA HARAJAKU DI JEPANG

GAYA BUSANA HARAJAKU DI JEPANG GAYA BUSANA HARAJAKU DI JEPANG KERTAS KARYA DIKERJAKAN O L E H Nama : Elisa Simanjuntak NIM : 112203022 DEPARTEMEN D-III BAHASA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2014 i GAYA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan berkembangnya era globalisasi saat ini, negara-negara di dunia termasuk Indonesia. Globalisasi tersebut membuat berbagai perubahan-perubahan yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor industri sepatu di era globalisasi seperti sekarang ini berada dalam persaingan yang semakin ketat. Terlebih lagi sejak tahun 2010 implementasi zona perdagangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

BAB I PENDAHULUAN. memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Kebudayaan sebagai warisan leluhur yang dimiliki oleh masyarakat setempat, hal ini memaknai bahwa kebudayaan itu beragam. Keragamannya berdasarkan norma norma serta

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. promosi sehingga dapat diterima masyarakat dengan cepat.

BAB I PENDAHULUAN. promosi sehingga dapat diterima masyarakat dengan cepat. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Budaya populer yaitu budaya yang terjadi karena adanya budaya massa. Budaya massa lahir karena adanya masyarakat (massa) yang menggeser masyarakat berbasis tradisi,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini Korean Wave atau Demam Korea sangat digemari di Indonesia, popularitas budaya Korea di luar negeri dan menawarkan hiburan Korea yang terbaru yang mencakup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan

BAB I PENDAHULUAN. mengubah pola perilaku konsumsi masyarakat. Globalisasi merupakan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Era globalisasi merupakan perubahan global yang melanda seluruh dunia. Dampak yang terjadi sangatlah besar terhadap berbagai aspek kehidupan manusia di semua lapisan

Lebih terperinci

HOBI COSTUME PLAY (COSPLAY) DAN KONSEP DIRI. (Studi Korelasional Hubungan Antara Hobi Cosplay dengan Konsep Diri Anggota Komunitas Cosplay Medan)

HOBI COSTUME PLAY (COSPLAY) DAN KONSEP DIRI. (Studi Korelasional Hubungan Antara Hobi Cosplay dengan Konsep Diri Anggota Komunitas Cosplay Medan) HOBI COSTUME PLAY (COSPLAY) DAN KONSEP DIRI (Studi Korelasional Hubungan Antara Hobi Cosplay dengan Konsep Diri Anggota Komunitas Cosplay Medan) Oleh : FAROUK BADRI AL BAEHAKI 100904029 ABSTRAK Penelitian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemikiran Perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan kebudayaan, perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagiannya yaitu : kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering

BAB V PENUTUP. jeli dalam mengatur pengeluaran agar tidak berlebih. Kebutuhan atas pakaian sering BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Pakaian menjadi salah satu kebutuhan yang di rasa semakin meningkat sejak masuk ke bangku kuliah. Terutama bagi mahasiswi, pakaian menjadi salah satu penanda eksistensi diri

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pada mulanya belanja merupakan suatu konsep yang menunjukan sikap untuk mendapatkan barang yang menjadi keperluan sehari-hari dengan cara menukarkan sejumlah uang untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. ide baru untuk menemukan cara-cara baru untuk melihat masalah dan

BAB 1 PENDAHULUAN. ide baru untuk menemukan cara-cara baru untuk melihat masalah dan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Zimmerer, Scarborough, & Wilson dalam Wijatno (2009: 42) kreativitas adalah kemampuan untuk mengembangkan suatu gagasan atau ide baru untuk menemukan cara-cara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu

I. PENDAHULUAN. dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia merupakan makhluk sosial, oleh sebab itu manusia pasti berinteraksi dan berkomunikasi dengan manusia lainnya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu secara langsung

Lebih terperinci

BAB VI PENUTUP. namun memiliki keuangan yang terbatas. Saat berbelanja di Boutique

BAB VI PENUTUP. namun memiliki keuangan yang terbatas. Saat berbelanja di Boutique 1 BAB VI PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian di lapangan dapat disimpulkan bahwa pakaian bekas merupakan suatu fenomena yang sudah tidak asing lagi dikalangan mahasiswa, khususnya mahasiswa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang

BAB I PENDAHULUAN. meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kita hidup di zaman modern yang menuntut setiap individu untuk meninggalkan kebiasaan, pandangan, teknologi dan hal - hal lainnya yang dianggap kuno dan memperbaharui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Religiusitas erat kaitannya dengan keyakinan terhadap nilai-nilai keislaman dan selalu diidentikkan dengan keberagamaan. Religiusitas dalam kehidupan seseorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak

BAB I PENDAHULUAN. tersebut tentu saja membawa dampak dalam kehidupan manusia, baik dampak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Semakin berkembangnya zaman telah menunjukkan kemajuan yang tinggi dalam berbagai aspek kehidupan. Selain menunjukkan kemajuan juga memunculkan gaya hidup baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia saat ini semakin komplek untuk dipenuhi. Sepatu atau tas merupakan salah satu kebutuhan manusia. Pentingnya sepatu dan tas bagi wanita,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren

BAB I PENDAHULUAN. rambut dan tata rias wajah yang mengusung gaya ketimuran khususnya tren BAB I PENDAHULUAN Penelitian ini menjelaskan mengenai rencana bisnis salon perawatan rambut dan tata rias wajah Korean Beauty. Salon ini merupakan salon perawatan rambut dan tata rias wajah yang mengusung

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama

Bab 1. Pendahuluan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pada dasarnya, Jepang adalah negara yang mudah bagi seseorang untuk menciptakan suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota

BAB II LANDASAN TEORI. (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan dan tinggal di kota BAB II LANDASAN TEORI II. A. Pria Metroseksual II. A. 1. Pengertian Pria Metroseksual Definisi metroseksual pertama kalinya dikemukakan oleh Mark Simpson (1994) sebagai orang yang memiliki uang untuk dibelanjakan

Lebih terperinci

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI 155 BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN REKOMENDASI Pada bab ini, peneliti menyimpulkan hasil penelitian yang berjudul PENGARUH KOREAN WAVE TERHADAP PERUBAHAN GAYA HIDUP REMAJA (Studi Kasus terhadap Grup Cover

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat

BAB I PENDAHULUAN. Ini bisa dilihat dengan begitu maraknya shopping mall atau pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan fashion, model busana, rancangan pakaian, gaya kostum dan lain-lain di Indonesia sudah sampai dititik yang mengesankan. Ini bisa dilihat dengan begitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah

BAB I PENDAHULUAN. Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era globalisasi saat ini perkembangan bisnis pakaian fashion telah mengalami peningkatan yang pesat yang terjadi di berbagai Negara, dengan adanya perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. luaskan budaya mereka ke dunia Internasional. Melalui banyak media Korea

BAB I PENDAHULUAN. luaskan budaya mereka ke dunia Internasional. Melalui banyak media Korea BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saat ini Korea Selatan sudah dapat dikatakan berhasil dalam menyebar luaskan budaya mereka ke dunia Internasional. Melalui banyak media Korea telah menyebarkan budayanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/ jati diri.

BAB I PENDAHULUAN. hidup mereka. Masa remaja merupakan masa untuk mencari identitas/ jati diri. BAB I PENDAHULUAN 1. LATAR BELAKANG Bagi sebagian besar individu yang baru beranjak dewasa bahkan yang sudah melewati usia dewasa, remaja adalah waktu yang paling berkesan dalam hidup mereka. Masa remaja

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin

BAB I PENDAHULUAN. gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Dalam kehidupan manusia tidak akan pernah lepas dari yang namanya gaya berbusana, atau fashion secara etimologis fashion berasal dari bahasa Latin factio,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan

BAB V PENUTUP. menengah perkotaan, mereka menyadari bahwa penampilan memegang peranan BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Sebagai komunitas yang dibentuk berdasarkan kesadaran religious, Komunitas Hijabers Yogyakarta ingin menampilkan sebuah identitas baru yaitu berbusana yang modis tapi tetap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet.

BAB I PENDAHULUAN. yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi telah menyebabkan perubahan sosial yang secara signifikan berlangsung dengan cepat khususnya teknologi internet. Ditengah perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun

BAB I PENDAHULUAN. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kaum wanita adalah kaum yang sangat memperhatikan penampilan. Mereka sangat memperhatikan penampilan selain menunjukan jati diri ataupun identitas, penampilan juga sebagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Industri Kreatif Indonesia pada Tahun Seni Pertunjukan. 2 Seni Rupa. 3 Televisi dan Radio.

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Industri Kreatif Indonesia pada Tahun Seni Pertunjukan. 2 Seni Rupa. 3 Televisi dan Radio. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Perkembangan bisnis di bidang industri kreatif masih terbuka luas untuk para pelaku usaha di Indonesia, karena kekayaan budaya dan tradisi Indonesia bisa

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. tersebut tidak lepas dari kelebihan dan kekurangan. Masyarakat dituntut untuk BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi komunikasi yang semakin maju dan canggih menumbuhkan berbagai pengaruh bagi penggunanya. Adapun kemajuan teknologi tersebut tidak lepas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Era globalisasi merupakan era yang tengah berkembang dengan pesat pada zaman ini. Globalisasi adalah ketergantungan dan keterkaitan antar manusia dan antar bangsa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Busana merupakan salah satu kebutuhan pokok manusia disamping kebutuhan makanan dan tempat tinggal. Hal ini sudah dirasakan manusia sejak zaman dahulu hingga sekarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Wanita masa kini adalah cerminan wanita modern yang tangguh. Semakin terlihat jelas arti emansipasi yang dicetus oleh Ibu Kartini. Emansipasi wanita bukan hanya berbicara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak

BAB I PENDAHULUAN. Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa remaja adalah yang merupakan periode peralihan antara masa kanakkanak dan dewasa adalah fase pencarian identitas diri bagi remaja. Pada fase ini, remaja mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan uraian pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penelitian ini menghasilkan kesimpulan umum bahwa perilaku pembelian produk fashion oleh konsumen wanita

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa yang sangat penting dan menjadi salah satu kebutuhan hidup masyarakat. Televisi memiliki kelebihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan

I. PENDAHULUAN. Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pola hidup mengacu pada cara-cara bagaimana menjalani hidup dengan cara yang baik dan wajar. Di era globalisasi ini banyak orang yang kurang memperdulikan bagaimana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terutama melalui produk-produk budaya populer. Anime (Kartun atau Animasi

BAB I PENDAHULUAN. terutama melalui produk-produk budaya populer. Anime (Kartun atau Animasi 1 BAB I PENDAHULUAN B. LATAR BELAKANG Jepang telah menyebarkan pengaruh budayanya ke seluruh dunia terutama melalui produk-produk budaya populer. Anime (Kartun atau Animasi Jepang) dan Manga (Komik Jepang)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun

BAB I PENDAHULUAN. anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini tampaknya komik merupakan bacaan yang digemari oleh para anak-anak, remaja hingga orang dewasa. Kerap kali di toko-toko buku atau pun tempat persewaan buku

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, modernitas memunculkan gaya hidup baru. Dunia modern

BAB I PENDAHULUAN. Dewasa ini, modernitas memunculkan gaya hidup baru. Dunia modern 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dewasa ini, modernitas memunculkan gaya hidup baru. Dunia modern memunculkan pola hidup yang beragam. Diantaranya yang sering didengar adalah gaya hidup hedonis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon.

BAB I PENDAHULUAN. berbagai macam alat teknologi seperti televisi, koran, majalah, dan telepon. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai makhluk sosial, manusia membutuhkan interaksi dengan sesamanya. Dalam interaksi, dibutuhkan komunikasi yang baik antara kedua belah pihak. Pada kenyataannya,

Lebih terperinci

BAB 3 ANALISIS DATA. Berikut ini penulis akan memaparkan mengenai analisisis unsur westernisasi

BAB 3 ANALISIS DATA. Berikut ini penulis akan memaparkan mengenai analisisis unsur westernisasi BAB 3 ANALISIS DATA Berikut ini penulis akan memaparkan mengenai analisisis unsur westernisasi pada mode busana Gothic Lolita yang didasarkan pada jenis-jenis busana Gothic Lolita modern. 3.1 Westernisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis

BAB I PENDAHULUAN. berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Persaingan bisnis di era globalisasi ini telah membuat berbagai perusahaan berlomba untuk merebut dan mempertahankan pangsa pasarnya. Berbagai jenis barang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Televisi adalah media massa yang sangat diminati dan tetap menjadi favorit masyarakat. Kekuatan audio dan visual yang diberikan televisi mampu merefleksikan kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Zenitha Vega Fauziah, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bahasa merupakan sistem lambang bunyi yang arbitrer yang digunakan oleh anggota masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengindentifikasi diri (KBBI, 2008:

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Persaingan bisnis di era globalisasi ini mendorong banyak individu untuk menggunakan kekreatifitasannya untuk menjadi lebih unggul dibandingkan para pesaing. John Howkins

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar

BAB I PENDAHULUAN. perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Globalisasi perekonomian merupakan suatu proses kegiatan ekonomi dan perdagangan, dimana negara-negara di seluruh dunia menjadi satu kekuatan pasar yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat. global, yang biasa disebut Korean wave. Korean wave atau hallyu

BAB I PENDAHULUAN. Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat. global, yang biasa disebut Korean wave. Korean wave atau hallyu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keberhasilan pemerintah Korea Selatan dalam penyebaran budaya Korea menghasilkan sebuah fenomena demam budaya Korea di tingkat global, yang biasa disebut Korean

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Penelitian ini akan membahas mengenai iklim komunikasi organisasi. Tagiuri dalam Masmuh (2010:44) mendefinisikan iklim komunikasi organisasi adalah kualitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kecantikan pada kulit wajah dan tubuh sudah menjadi prioritas utama dalam

BAB I PENDAHULUAN. kecantikan pada kulit wajah dan tubuh sudah menjadi prioritas utama dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada saat ini penampilan menjadi suatu perhatian utama bagi seluruh kalangan terlebih pada kaum wanita. Setiap wanita selalu berkeinginan untuk memiliki penampilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diferensiasi social yang tercipta dari relasi konsumsi. 1 Konsumsi pada era ini

BAB I PENDAHULUAN. diferensiasi social yang tercipta dari relasi konsumsi. 1 Konsumsi pada era ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada zaman yang serba modern ini kehidupan masyarakat sering kali berubah-ubah tanpa ada yang bisa mengontrolnya. Masyarakat seperti dipaksa menuju masyarakat post

Lebih terperinci

BAB II SEKILAS TENTANG COSPLAY JEPANG. Cosplay merupakan salah satu budaya pop dari negara Jepang yang

BAB II SEKILAS TENTANG COSPLAY JEPANG. Cosplay merupakan salah satu budaya pop dari negara Jepang yang BAB II SEKILAS TENTANG COSPLAY JEPANG 2.1 Pengertian Cosplay Cosplay merupakan salah satu budaya pop dari negara Jepang yang mendunia selain harajuku style. Istilah cosplay ( コスプレ dalam bahasa Jepang)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berpenampilan seadanya melainkan mulai bergeser menjadi kebutuhan fashion,

BAB I PENDAHULUAN. berpenampilan seadanya melainkan mulai bergeser menjadi kebutuhan fashion, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Manusia mempunyai kebutuhan yang begitu kompleks yang harus dipenuhi demi kelangsungan hidupnya. Kebutuhan adalah segala sesuatu yang harus dipenuhi oleh setiap manusia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Penulisan skripsi ini berangkat dari pengamatan dan kesan penulis ketika melihat sikap dan tingkah laku anak muda yang cenderung tidak mengenal dan tidak

Lebih terperinci

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia.

ini menjadi tantangan bagi perusahaan karena persaingan semakin ketat dan Persaingan antar produsen ini juga terjadi di Indonesia. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam era globalisasi yang terjadi saat ini, konsumen cenderung semakin aktif dalam memberi produk yang mereka gunakan. Perilaku konsumen yang konsumtif menimbulkan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan bisnis global dunia ritel, khususnya produk fashion asing yang masuk ke Indonesia saat ini semakin mengalami peningkatan. Berdasarkan Merdeka.com, Head

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama

Bab 5. Ringkasan. suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama Bab 5 Ringkasan Pada dasarnya, Jepang adalah negara yang mudah bagi seseorang untuk menciptakan suatu hal baru dan orang orang tertentu akan turut mengikuti hal tersebut, terutama remaja putri Jepang yang

Lebih terperinci

2014 PERILAKU KONSUMEN MAHASISWA

2014 PERILAKU KONSUMEN MAHASISWA BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keinginan masyarakat Indonesia dalam era kehidupan yang modern sekarang ini, terutama untuk mengkonsumsi suatu barang nampaknya telah kehilangan hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara etimologis, dalam Oxford English Dictonary (OED),

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Secara etimologis, dalam Oxford English Dictonary (OED), 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara etimologis, dalam Oxford English Dictonary (OED), Fashion is good place to start as any, dari bahasa latin Faction yang berarti make or to do. Sementara itu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku

BAB I PENDAHULUAN. dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perilaku pembelian kompulsif konsumen merupakan suatu fenomena yang dapat menjadi salah satu objek kajian di bidang pemasaran khususnya perilaku konsumen. Perilaku

Lebih terperinci

2015 EFEKTIVITAS DRAMA CD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK

2015 EFEKTIVITAS DRAMA CD DALAM MENINGKATKAN KEMAMPUAN MENYIMAK BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Perkembangan bahasa Jepang di Indonesia cukup pesat dari tahun ke tahun, hal ini bisa dilihat dari survei yang dilakukan oleh The Japan Foundation yang berpusat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk

BAB I PENDAHULUAN. komunikasi dan informasi membawa berbagai kemudahan bagi masyarakat untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi menunjukkan skala berkembang, tumbuh besar, mempercepat dan memperdalam dampak arus dan pola interaksi sosial antar benua (Held dan McGrew, 2002:12). Globalisasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave,

BAB I PENDAHULUAN. Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Globalisasi budaya pop Korea yang biasa dikenal dengan Korean Wave, berhasil mempengaruhi sebagian besar masyarakat dunia dengan cara memperkenalkan atau menjual produk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Ini adalah tingkat pertumbuhan ritel tertinggi yang pernah dicapai Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan era globalisasi saat ini membawa kemajuan diberbagai bidang, salah satunya bidang perdagangan. Perdagangan di Indonesia mengalami perkembangan yang cukup pesat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perkembangan dunia mode pakaian di Indonesia beberapa dekade ini mengalami peningkatan yang sangat pesat, bahkan menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai ladang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang pesat

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang pesat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Teknologi komunikasi yang semakin maju dan berkembang pesat memberikan berbagai pengaruh bagi para penggunanya. Dalam perkembangannya, teknologi memberikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian Jejaring Informasi Garage Sale di Kalangan Kaum

BAB V PENUTUP. Dari hasil penelitian Jejaring Informasi Garage Sale di Kalangan Kaum BAB V PENUTUP A. KESIMPULAN Dari hasil penelitian Jejaring Informasi Garage Sale di Kalangan Kaum Muda Yogyakarta ini dapat ditarik kesimpulan bahwa 10 pelaku usaha garage saleyang dijadikan informan memiliki

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Interview Guide Penelitian Skipsi. Gaya Hidup Konsumtif dalam Fashion

LAMPIRAN. Interview Guide Penelitian Skipsi. Gaya Hidup Konsumtif dalam Fashion LAMPIRAN Interview Guide Penelitian Skipsi Gaya Hidup Konsumtif dalam Fashion ( Studi Kasus Pada Para Pelanggan Wanita Berbusana Muslim Butik Labiba di Kota Medan) I. Profil Informan 1. Nama : 3. Umur/

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial

I. PENDAHULUAN. proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, Interaksi sosial 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan sosial dalam batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Menurut Selo Soemarjan

BAB I PENDAHULUAN. kesatuan sosial dalam batas-batas yang dirumuskan dengan jelas. Menurut Selo Soemarjan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Masyarakat merupakan sekelompok manusia yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama, sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan modern (modernitas) adalah berkaitan dengan suatu keadaan di mana segala sistem kemasyarakatan yang bersifat tradisional dilepaskan menjadi tatanan yang mengimplikasikan

Lebih terperinci

Peluang Bisnis Sampingan Distro Online

Peluang Bisnis Sampingan Distro Online Peluang Bisnis Sampingan Distro Online Bagi sebagian besar anak muda, terlihat modis, rapi, dan trendy, sudah menjadi sebuah kebutuhan yang tak bisa dipisahkan. Tidaklah heran bila perubahan gaya hidup

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, tidak hanya

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, tidak hanya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan ilmu dan teknologi yang semakin pesat, tidak hanya berakibat pada sektor pendidikan, namun sektor ekonomi dan budaya juga ikut terpengaruh. Sektor budaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dunia fashion merupakan lahan besar untuk berbisnis, masih banyak peluang yang dapat digali dari bisnis yang berkaitan dengan busana ini. Distro, butik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modernisasi merupakan pola kehidupan masyarakat yang mulai berkembang sejak dari tahun ketahun. Modernisasi di gunakan untuk tahapan perkembangan sosial yang di dasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu

BAB I PENDAHULUAN. terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Istilah hallyu, pertama kali dimunculkan oleh para jurnalis di Beijing terkait dengan merebaknya popularitas K-pop dengan cepat dinegeri tirai bambu tersebut. Hal

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Setelah perang dunia II, Jepang mengalami kemajuan yang sangat pesat di bidang

Bab 1. Pendahuluan. Setelah perang dunia II, Jepang mengalami kemajuan yang sangat pesat di bidang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Setelah perang dunia II, Jepang mengalami kemajuan yang sangat pesat di bidang industri. Dengan berkembangnya industri, maka muncullah kota-kota baru sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi

BAB I PENDAHULUAN. besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi yaitu oleh besarnya tingkat konsumsi masyarakat sehingga menimbulkan penambahan dari sisi produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan dapat dibedakan menjadi Tiga bagian, yakni kebutuhan pimer, sekunder, dan tersier. Kebutuhan primer adalah kebutuhan yang mendasar dan harus dipenuhi. Hakikatnya,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan

BAB I PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin modern menyebabkan banyaknya pembangunan mall atau shopping centre semakin pesat. Hal ini terjadi dikarenakan, pada saat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat

BAB I PENDAHULUAN. Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Di kota Bandung akhir-akhir ini banyak bermunculan pusat-pusat perbelanjaan baru sehingga masyarakat Bandung memiliki banyak pilihan tempat untuk membeli barang-barang

Lebih terperinci