POTENSI LAHAN PENGEMBANGAN SAPI POTONG MENUNJANG KETERSEDIAAN DAGING DI KABUPATEN 50 KOTO SUMATERA BARAT

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "POTENSI LAHAN PENGEMBANGAN SAPI POTONG MENUNJANG KETERSEDIAAN DAGING DI KABUPATEN 50 KOTO SUMATERA BARAT"

Transkripsi

1 POTENSI LAHAN PENGEMBANGAN SAPI POTONG MENUNJANG KETERSEDIAAN DAGING DI KABUPATEN 50 KOTO SUMATERA BARAT (The Potency of Land Capacity for Beef Cattle Development in the 50 Koto District of West Sumatera) SUMANTO dan E. JUARINI Balai Penelitian Ternak, PO Box 221, Bogor ABSTRACT Land, as a part of nature resources and as part of the environment, plays an important role in feed and food production for human being and other living things including livestock. Livestock, as a component of the ecosystem enable to improve the quality of the environment, so in any spatial planning of a region, livestock should be placed in a given area, that they can grow well, several system in spatial planning that provide land for livestock development: 1. integrated, where livestock were managed integrated with other commodities; 2. particular area for livestock development 3. combination of 1 and 2. Limapuluh koto is one of the centre of beef cattle production resource in West Sumatra. Research on the potency of the land carrying capacity for the livestock development in this district was conducted in 2007 to see the carrying capacity of the region to support the development of beef cattle using the methodology of mapping by Super imposing maps of the elevation, altitude, rain fall, land prosperity and the land use. Result showed that about 57.3% of the total land (335,430 ha) was suitable for beef cattle development, consisting of extensification area in the forest area (71,116 ha), diversification on the rice field area (45,756 ha), on the dry land area (26,728 ha), on the bushes area (24,938 ha) and on the plantation area (23,696 ha), overall the capacity of the Limapuluh Koto district to increase the number of beef cattle development was 35,086 AU or equivalent to 50,122 head. Key Words: Carrying Capacity, Beef Cattle, Limapuluh Koto ABSTRAK Sumberdaya lahan sebagai tempat berpijak yang menghasilkan pangan dan pakan bagi semua orang haruslah ditata, dan diharapkan selanjutnya dapat mempunyai nilai tambah dan berintegrasi dengan sektor lain termasuk peternakan. Selanjutnya ternak sebagai salah satu komponen utama dalam agroekosistem dapat meningkatkan kualitas lingkungannya melalui interaksi tersebut. Dalam perencanaan ketataruangan wilayah, berbagai laporan sebelumnya menerangkan bahwa posisi ternak berada: 1). pola keterpaduaan dengan komoditi lainnya 2). pola khusus, dan 3). pola kombinasi dari kedua pola tersebut, tetapi belum jelas tentang status hukumnya. Kabupaten Lima Puluh Koto merupakan salah satu kantong sapi potong di Sumbar Melalui metoda super impose telah dilakukan penelitian pada tahun 2007 di wilayah ini, dengan kriteria tertentu terhadap informasi dasar peta ketinggian, kesuburan lahan, curah hujan, kemiringan lahan, penggunaan lahan, maka dapat diperoleh luas kesesuaian ekologis dan arah pengembangan lahan sapi potong. Hasil luas kesesuaian ekologis lahan di Kabupaten Lima Puluh Koto diperoleh bahwa sekitar ha atau sekitar 57,3% dari seluruh luas lahan sebesar ha yang layak dapat digunakan sebagai wilayah pengembangan sapi potong. Luas arah pengembangan untuk kelompok ternak sapi potong bisa diperoleh pada lahan dengan arah ekstensifikasi hutan: ha, kemudian diversifikasi sawah: ha, diversifikasi tegalan: ha dan ekstensifikasi alang-alang: ha dan ekstensifikasi perkebunan: ha. Kabupaten Lima Puluh Koto masih dapat menambah sapi potong sebanyak ST setara ekor. Kata Kunci: Kapasitas Tampung, Sapi Potong, Limapuluh Koto 193

2 PENDAHULUAN Sektor pertanian di Indonesia masih berperanan sangat penting dalam menompang hajat hidup banyak rakyat di pedesaan dan hasil produknya terkuras untuk konsumsi masyarakat baik di pedesaan itu sendiri maupun di masyarakat perkotaan. Di berbagai wilayah antara produksi dan kebutuhan konsumsi pangan tidak berimbang. Ketidak seimbangan ini salah satunya dipicu dengan makin bertambahnya jumlah penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan terus meningkat (TIM BALITNAK, 2007). Adanya kenaikan pertumbuhan penduduk, maka kebutuhan lahan baik untuk pemukiman maupun lahan untuk budidaya pertanian (termasuk peternakan) juga akan bertambah dan tentunya akan berpengaruh pula terhadap keseimbangan kebutuhan akan lahan pertanian dimasa yang akan datang. Dalam berbagai laporan bahwa kebutuhan untuk pemukiman terus naik sebanyak ha per tahun, sedangkan dipihak lain luas lahan pertanian semakin berkurang, meskipun usaha mencetakan lahan terus diusahakan setiap tahunnya. Oleh karena itu, dalam pembangunan pertanian kedepan perlu direncanakan untuk pengembangan lahan bagi pertanian dengan baik. Selanjutnya wilayah pengembangan tersebut harus dapat berkembang mengarah pada pengembangan sentra-sentra produksi komoditas yang diunggulkan, termasuk didalamnya untuk pengembangan peternakan. Dalam pengembangan usaha peternakan dari pendekatan kawasan, faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam analisis pengembangan wilayah peternakan adalah mencakup unsur sumberdaya manusia, kesesuaian lahannya, sumber pakan, kelembagaan, teknologi, pemasaran dan kondisi sarana transportasi. Salah satu komponen utama yang harus ditata menurut ATMADILAGA (1975) adalah ketersediaan lahan sebagai tempat berpijak yang menghasilkan pangan dan pakan bagi semua orang, sehingga selanjutnya mempunyai nilai tambah dan berintegrasi dengan sektor lain ternasuk peternakan. Selanjutnya menempatkan ternak sebagai salah satu komponen utama dalam agroekosistem dapat meningkatkan kualitas lingkungannya melalui interaksi tersebut. Oleh karena itu, dalam ketataruangan, berbagai laporan sebelumnya bahwa posisi ternak berada: 1). pola keterpaduaan dengan komoditi lainnya 2). pola khusus, dan 3). pola kombinasi dari kedua pola tersebut (BAPPEDA LIMA PULUH KOTO, 2005). Analisis kesesuaian lahan dan arah pengembangan wilayah peternakan di Indonesia telah dihasilkan (SUMANTO, 2003), dan ini dapat memberi warna sebagai infromasi dasar dalam menentukan lokasi yang tepat untuk wilayah pengembangan ternak ruminansia di Indonesia. Sebelumnya dalam menentukan wilayah potensial peternakan tertentu, ditenggarai bahwa para pengambil kebijakan hanya menggunakan sebagian besar dengan nalurinya karena telah lama berpengalaman di bidangnya dan sedikit yang memakai analisis data secara menyeluruh untuk menentukan pemwilayahan peternakan tersebut. Kabupaten Lima Puluh Koto dengan luas wilayah sekitar 3.354,3 km 2 (BPS LIMA PULUH KOTO, 2006) masih mempunyai peluang untuk pengembangan wilayah peternakan (terutama ternak ruminansia ) paling tidak untuk memenuhi kebutuhan akan daging bagi konsumsi lokal maupun daerah sekitarnya. Wilayah Kabupaten Lima Puluh Koto didominasi oleh hutan lindung lebih dari 42% dan diikuti berupa perkebunan 11,4%, lahan terlantar/semak belukar 10,6%. dan penggunaan lainnya sebesar 7,6% dan pemukiman/pekarangan sekitar 2,3%. Bila dilihat perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama satu tahun ( ) ternyata hanya terjadi pada lahan kering berupa perubahan luas pada lahan perkarangan/ pemukiman, semak belukar dan penggunaan lainnya. Populasi ternak ruminansia pada tahun 2006, untuk sapi potong ekor, kerbau ekor dan kambing ekor. Dalam rangka menunjang pengembangan wilayah peternakan untuk menunjang ketersediaan daging, keberadaan ternak dituntut untuk menempatkan dirinya pada posisi yang jelas, disamping ada ketersediaan data yang memadai. Dalam pembidangan sektor pertanian saat ini, subsektor peternakan tidak tampak atau tidak jelas dalam ketataruangan, yang tampak hanya kegiatan peternakan dalam pola khusus, yang berupa pastur (BAPPEDA LIMA PULUH KOTO, 2005). Sementara itu, kegiatan peternakan dalam 194

3 pastura masih merupakan kegiatan yang dilupakan baik dalam penelitian, pembinaan maupun pengembangannya. Disisi lain proses budidaya ternak yang dikelola secara profesional dan modern masih sering dihadapkan pada penggusuran usaha budidaya disamping adanya pengalihan fungsi lahanlahan peternakan untuk kepentingan lainnya. Hal ini dalam lokasi pengembangan ternak secara umum belum memiliki dasar hukum yang tertuang dalam RUTR atau RDTR daerah. Dengan demikian analisa potensi lahan peternakan merupakan suatu langkah strategis dalam upaya untuk memanfaatkan sumberdaya lahan secara optimal sekaligus mempertimbangkan kelestarian yang dilandasi pemahaman yang mendasar tentang sifat dan karakteristik alami lahan dan lingkungan ternak, khususnya ternak ruminansia. Untuk itu sasaran analisa potensi lahan adalah mencakup sebagian besar informasi komponen-komponen agroekosistem, dimana peternakan merupakan salah satu komponen penting didalam setiap agroekosistem, sebagai bagian informasi ekonomi wilayah. Kegunaan dari peta potensi wilayah peternakan adalah sebagai pedoman/dasar bagi daerah agar membuat perencanaan pengembangan peternakan dan bahan penunjang dalam membuat perencanaan umum tata ruang daerah serta bahan untuk bahan informasi dalam rangka menunjang pembangunan daerah. MATERI DAN METODE Metodologi kegiatan ini difokuskan untuk menganalisis pengembangan lahan ternak sapi potong di Kabupaten 50 Koto, Sumatera Barat. Sehubungan dengan itu, pendekatan yang dilakukan adalah menganalisa secara fisik super impose peta dasar Kabupaten 50 Koto skala yang berupa peta: jenis tanah, ketinggian, kemiringan dan panjang musim kemarau, administrasi dan penggunaan lahan. Dari hasil olahan super impose peta dasar tersebut akan dihasilkan peta baru yang dikehendaki yaitu peta kesesuaian ekologis untuk sapi potong. Kesesuaian ekologis lahan tersebut dibagi menjadi empat kelompok, yaitu kelompok 1 (S1) merupakan kondisi lahan yang sangat sesuai, kelompok 2 (S2) merupakan kondisi lahan yang sesuai, kelompok 3 (S3) merupakan kondisi lahan yang sesuai marjinal dan kelompok 4 (NS) merupakan kondisi lahan yang tidak sesuai (ASHARI et al., 1996). Secara teknis bukan berarti bahwa kelompok lahan yang kurang sesuai dan tidak sesuai tidak dapat digunakan sebagai wilayah usaha sapi potong, tetapi dalam membangun wilayah usaha sapi potong tentu diperlukan pembiayaan yang lebih besar dibandingkan pada kelompok 1 dan 2. Sedangkan untuk menentukan tingkat rekomendasi wilayah pengembangan ternak dilakukan super impose peta kesesuaian sapi potong yang bersangkutan dengan peta penggunaan lahan. Peta dasar diperoleh dari Bappeda, Badan Pertanahan Kabupaten dan Dinas Pertanian Setempat. HASIL DAN PEMBAHASAN Selayang pandang karakteristik fisik Kabupaten Lima Puluh Koto dengan luas wilayah sekitar 3.354,3 km 2 (Lima Puluh Koto Dalam Angka, 2006) memiliki 13 kecamatan, 76 nagari dan 384 jorong serta secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1. Kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Kapur IX sebesar 723,36 km 2 dan yang terkecil adalah Kecamatan Luak yaitu 61,68 km 2. Di daerah ini terdapat 3 buah gunung berapi yang tidak aktif yaitu Gunung Sago (2.261 m), Gunung Bungsu (1.253 m), Gunung Sanggul (1.495 m) serta 13 buah sungai besar dan kecil yang mengalir dan telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pengairan/irigasi persawahan. Berdasarkan Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Lima Puluh Koto, dapat diketahui klasifikasi tekstur tanah dan luasannya di setiap kecamatan bahwa 57,73% luas kondisi tanah di Kabupaten Lima Puluh Koto tergolong tekstur sedang yang sebagian besar ditemukan di Kecamatan Kapur IX (44.582,00 ha) dan Pangkalan Koto Baru (45.562,40 ha). Sebagian besar (76,33%) wilayah kabupaten 50 Koto berada pada ketinggian tempat di bawah < 1000 dpl m dan klasifikasi kelerengan adalah di bawah < 15% ( ,4 ha, 40,59%), dan luas kelerengan di atas 15% sebanyak ,6 ha atau 59,41%. Maka dari itu wilayah Kabupaten Lima Puluh Koto secara umum dapat dikatakan memiliki morfologi yang landai dan berbukit. 195

4 Tabel 1. Luas dan jumlah Kecamatan di Kabupaten Lima Puluh Koto Kecamatan Luas Km 2 (%) Nagari Jorong Payakumbu 99,47 2, Akabilura 94,26 2, Luak 61,68 1, Lareh Sango Halaban 394,85 11, Situjuah Limo Nagari 74,18 2, Harau 416,80 12, Guguak 106,20 3, Mungka 83,76 2, Suliki 136,94 4, Bukit Barisan 294,20 8, Gunuang Omeh 156,54 4, Kapur IX 723,36 21, Pangkalan Koto Baru 712,06 21, Total 3.354, Sumber: BPS LIMAPULUH KOTO (2006) Gambaran mengenai keadaan curah hujan di Kabupaten Lima Puluh Koto terlihat dari jumlah curah hujan setiap bulan dan jumlah hari hujan dalam setiap tahunnya. Menurut hasil pendataan dari Stasiun Klimatologi Sicincin (Lima Puluh Koto Dalam Angka, 2006) menunjukkan perkembangan jumlah curah hujan yang menurun dan tahun 2004 sampai dengan tahun 2005 dengan tingkat penurunan 37,4%. Pada tahun 2005, jumlah curah hujan setiap bulannya bervariasi dimana jumlah curah hujan terbanyak umumnya ditemukan pada bulan Oktober, Nopember, dan Desember. Curah hujan terendah umumnya terdapat pada bulan Juni dan Juli. Penggunaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Koto dibagi atas 4 (Empat) kategori yaitu: Hutan Lindung, hutan Suaka Alam dan Wisata, Hutan Produksi dan Areal Penggunaan Lain. Luas hutan lindung mendominasi lebih dari 42%, diikuti berupa perkebunan 11,4%, lahan terlantar/semak belukar 10,6%, penggunaan lainnya sebesar 7,6% dan pemukiman/ pekarangan sekitar 2,3%. Bila dilihat perubahan penggunaan lahan yang terjadi selama satu tahun ( ) ternyata hanya terjadi pada lahan kering berupa perubahan luas pada lahan perkarangan/ pemukiman, semak belukar dan penggunaan lainnya. Jumlah penduduk Kabupaten Lima Puluh Koto pada tahun 2005 tercatat sebanyak jiwa, dimana rataan jumlah penduduk tertinggi terdapat di Kecamatan Guguak dengan jumlah 6,596 jiwa per nagari. Sedangkan rataan jumlah penduduk terendah di Kecamatan Suliki dengan jumlah 2,785 jiwa per nagari. Namun kepadatan penduduk berdasarkan luas terlihat bahwa Kecamatan yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kecamatan Luhak dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 376 jiwa per km 2, dan kecamatan yang paling jarang penduduknya adalah Kecamatan Kapur IX dengan tingkat kepadatan sebesar 36 jiwa per km 2. Kepadatan penduduk per rumah tangga pada tahun 2005 tercatat sebesar 4 jiwa per rumah tangga. Dilihat dari rumah tangga peternak mencapai RT peternak (51,46%) dan distribusi rumah tangga peternakan terbanyak di Kecamatan Harau (59,2%) dan terendah pada Kecamatan Kapur IX (11,7%). Rataan perkembangan populasi ternak tahun sangat bervariasi. Ternak itik (25,16%) dan kambing (4,15%) cukup baik 196

5 perkembangannya, namun ternak lainnya seperti sapi potong, kerbau dan ayam ras petelur tidak nyata perkembangannya, bahkan perkembangan populasi khusus untuk ayam buras (-21,5%) dan ayam ras pedaging (-4,31%) telah terjadi penurunan yang sangat berarti. Populasi yang terakhir terjadi penurunan mungkin karena adanya isu Flu Burung. Khusus populasi sapi potong pada tahun 2006 mencapai ekor dan distribusi terbanyak populasi terdapat di Kecamatan Luak ( ekor), menyusul Kecamatan Lareh Sango Halaban ( ekor), Guguak (6.213 ekor ), Bukik Barisan (6.053 ekor) dan Harau (5.342 ekor). Jumlah pemotongan sapi potong tahun 2006 mencapai ekor, disamping kambing sebanyak ekor. Pemotongan sapi terbanyak di Kecamatan Akabilura (317 ekor), menyusul Payakumbuh (202 ekor), Guguak (181 ekor), Bukik Barisan (146 ekor) dan Mungka (90 ekor). Sedangkan jumlah pemotongan pada ternak kambing banyak terjadi di Kecamatan Harau (1.694 ekor), Lareh Sago Halaban (342 ekor), Kapur IX (325 ekor), Mungka (240 ekor) dan Guguak (159 ekor). Jumlah produksi daging tahun 2006 mencapai ,83 kg dan konsumsi sebanyak ,33 kg, dimana produksi daging sapi potong mencapai kg dan konsumsi sebanyak kg. Ini berarti bahwa produksi peternakan masih mampu untuk mencukupi kebutuhan penduduk di Kabupaten Lima Puluh Koto, namun demikian populasi sapi potong di Kabupaten lima puluh Koto terjadi juga pemasukan (Sumbar, Riau, Lampung) sebanyak ekor dan pengeluaran (Sumbar, Jambi, Riau, Pekan Baru) ekor. Luas kesesuaian ekologis dan arah rekomendasi lahan pengembangan sapi potong Produk dari analisis lahan peternakan di Kabupaten Lima Puluh Koto adalah tentang informasi potensi lahan berupa bentuk spasial kesesuaian ekologis lahan dan arah pengembangan sapi potong dalam skala tertentu. Dalam penyajiannya, masing-masing kecamatan ditampilkan dalam bentuk peta dan informasi luasan wilayah. Peta spasial arah rekomendasi luas pengembangan lahan sapi potong ditampilkan pada Gambar 1. Penyebaran pengembangan lahan sapi potong umumnya terdapat pada kelerengan datar sampai berbukit dan umumnya dengan kesuburan lahan yang kurang dan sedang. Distribusi sebaran luas kesesuaian ekologis lahan dan arah pengembangan untuk sapi potong di semua kecamatan, Kabupaten Lima Puluh Koto dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3. Dari Tabel 2 terlihat bahwa luas kesesuaian ekologis lahan untuk kelompok sapi potong di seluruh kecamatan Kabupaten 50 Koto mencapai ha atau sekitar 57,3% dari seluruh luas lahan sebesar ha, yang terdiri dari S1 = ha, S2 = ha dan S3 = ha. Sedangkan sisanya sebesar ha atau 42,7% untuk lahan yang tidak sesuai dan tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengembangan lahan sapi potong. Dengan penggunakan teknik super imposes antara peta spasial kesesuaian ekologis lahan dengan peta spasial pengunaan lahan di Kabupaten 50 Koto, maka distribusi luas arah pengembangan lahan sapi potong dapat dilihat pada Tabel 3. Dari Tabel 3 terlihat bahwa luas arah pengembangan untuk kelompok ternak sapi potong bisa diperoleh pada lahan dengan arah ekstensifikasi hutan: ha, kemudian diversifikasi sawah: ha, diversifikasi tegalan: ha dan ekstensifikasi alangalang: ha dan ekstensifikasi perkebunan: ha. Dihubungkan dengan populasi ruminansia di Kabupaten Lima Puluh Koto tahun 2006 terdapat sekitar Satuan Ternak (ST) (BALITNAK, 2007) dan berdasarkan luas arah pengembangannya tersedia sekurang-kurangnya ha pada lahan persawahan, tegalan, perkebunan, alang-alang dan termasuk lahan hutan. Diasumsikan bahwa 1 ST dapat ditampung dalam luasan lahan 2 ha/tahun, maka lahan yang tersedia mampu menampung sebanyak ST/tahun. Dengan demikian ketersediaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Koto, masih dapat menambah sapi potong sebanyak ST setara ekor. 197

6 Gambar 1. Peta spasial arah pengembangan lahan sapi potong di Kabupaten Lima Puluh Koto 198

7 Tabel 2. Luas (ha) kelas kesesuaian ekologis lahan kelompok sapi potong Kecamatan Luas kesesuaian lahan (ha) NS S1 S2 S3 Total S Nilai % Total Payakumbuh - 8, , ,947 Akabiluru - 5,909 1,064 6,973 2, ,426 Luak 2,950 2,643-5, ,168 Lareh Sango Halaban 3,220 28,159-31,379 8, ,485 Situjuah Limo Nagari 1,255 4, ,584 1, ,418 Harau 3,366 18,971-22,337 19, ,680 Guguak 2,091 4,824 1,386 8,301 2, ,620 Mungka 548 5,359-5,906 2, ,376 Suliki 1,329 6, ,319 5, ,694 Bukik Barisan - 11,295-11,295 18, ,420 GunungOmeh - 7,784-7,784 7, ,654 Kapur IX 2,443 28,545 2,153 33,141 39, ,336 Pangkalan KotoBaru , , ,206 Total 17, ,636 5, , , ,430 % S1 = sangat sesuai; S2 = sesuai; S3 = sesuai marginal; NS = tidak sesuai Tabel 3. Rekomendasi luas (ha) pengembangan lahan sapi potong Kecamatan Luas lahan (ha) untuk rekomendasi sapi potong Ds Dt Dp Eh Ea Total Payakumbuh 4,422 3, ,240 Akabiluru 2,674 1, ,152 1,733 6,973 Luak 3,298 2, ,593 Lareh Sango Halaban 10,208 5, ,731 2,933 31,379 Situjuah Limo Nagari 2,104 2, ,584 Harau 4,949 1, ,758 5,847 22,337 Guguak 5,275 3, ,301 Mungka 1, , ,906 Suliki 2,031 2, ,538 8,319 Bukik Barisan 2, ,381 3,290 2,927 11,295 GunungOmeh 1, ,936 1,397 7,784 Kapur IX 694 2,827 3,463 24,344 1,813 33,141 Pangkalan KotoBaru 3, ,141 12,348 3,095 36,382 Total 45,756 26,728 23,696 71,116 24, ,234 % Ds: diversifikasi sawah; Dt: diversifikasi tegalan; Eh: Ekstensifikasi Hutan; Ea: Ekstensifikasi Alangalang/semak belukar; Ns = Tidak Sesuai 199

8 KESIMPULAN 1. Luas kesesuaian ekologis lahan untuk kelompok sapi potong di seluruh kecamatan Kabupaten 50 Koto mencapai ha atau sekitar 57,3% dari seluruh luas lahan sebesar ha, yang terdiri dari S1= ha, S2 = ha dan S3 = ha. Sedangkan sisanya sebesar ha atau 42,7% untuk lahan yang tidak direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengembangan lahan sapi potong. 2. Luas arah pengembangan untuk kelompok ternak sapi potong bisa diperoleh pada lahan dengan arah ekstensifikasi hutan: ha, kemudian diversifikasi sawah: ha, diversifikasi tegalan: ha dan ekstensifikasi alang-alang: ha dan ekstensifikasi perkebunan: ha. 3. Ketersediaan lahan di Kabupaten Lima Puluh Koto masih dapat menambah sapi potong sebanyak ST setara ekor. DAFTAR PUSTAKA ASHARI, E. JUARINI, SUMANTO, B. WIBOWO, SURATMAN dan KUSUMO DIWYANTO Analisis Potensi Wilayah Penyebaran dan Pengembangan Peternakan. 3. Metode Evaluasi Kesesuaian Ekologis Lahan untuk Ternak. Balai Penelitian Ternak, Bogor ATMADILAGA, D Kedudukan usaha ternak tradisional dan perusahaan ternak dalam sistem pembangunan peternakan. Biro Riset dan Afiliasi Universitas Padjadjaran, Bandung. BAPPEDA KABUPATEN LIMA PULUH KOTO Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kabupaten Lima Puluh Koto tahun Payakumbuh. BPS LIMA PULUH KOTO Lima Puluh Koto Dalam Angka. Payakumbuh. SUMANTO Rancang Bangun Peta Pengembangan Kawasan Ternak Ruminansia di Indonesia. Disampaikan pada Workshop Pengembangan Sapi Potong oleh Direktorat Jenderal Peternakan di Bali. TIM BALITNAK Laporan Analisis Potensi Wilayah Pengembangan Koto Padang. Balitnak-Dinas Pertanian dan Peternak Koto Padang. TIM BALITNAK Laporan Rencana Induk Pembangunan Peternakan. Balitnak Dinas Pertanian dan Peternakan Payakumbuh. 200

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

POTENSI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR

POTENSI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR POTENSI KESESUAIAN LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN TERNAK RUMINANSIA DI PROPINSI NUSA TENGGARA TIMUR (Suitability of Land Potential for Ruminant Development in East Nusa Tenggara) SUMANTO dan E. JUARINI Balai

Lebih terperinci

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 sebanyak rumah tangga

Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 sebanyak rumah tangga Jumlah rumah tangga usaha pertanian di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 sebanyak 68.805 rumah tangga Jumlah perusahaan pertanian berbadan hukum di Kabupaten Lima Puluh Kota Tahun 2013 sebanyak 15 Perusahaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Lima Puluh Kota didominasi oleh sektor pertanian. Jika dilihat secara

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Lima Puluh Kota didominasi oleh sektor pertanian. Jika dilihat secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Sumatera Barat, daerah ini berada di bagian Timur Sumatera Barat. Perekonomian Kabupaten Lima Puluh

Lebih terperinci

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING

PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING PROSPEK PENGEMBANGAN USAHA SAPI POTONG DI BENGKULU DALAM MENDUKUNG AGRIBISNIS YANG BERDAYA SAING (Prospect of Beef Cattle Development to Support Competitiveness Agrivusiness in Bengkulu) GUNAWAN 1 dan

Lebih terperinci

Perkembangan Populasi Ternak Besar Dan Unggas Pada Kawasan Agribisnis Peternakan Di Sumatera Barat

Perkembangan Populasi Ternak Besar Dan Unggas Pada Kawasan Agribisnis Peternakan Di Sumatera Barat Jurnal Peternakan Indonesia, Oktober 2012 Vol. 14 (3) ISSN 1907-1760 Perkembangan Populasi Ternak Besar Dan Unggas Pada Kawasan Agribisnis Peternakan Di Sumatera Barat Developing Population of Ruminant

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Visi pembangunan nasional yang tertuang dalam RPJM 2015 2019 sebagaimana dijabarkan dalam Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN. wilayah kilometerpersegi. Wilayah ini berbatasan langsung dengan V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK RESPONDEN 5.1. Lokasi dan Topografi Kabupaten Donggala memiliki 21 kecamatan dan 278 desa, dengan luas wilayah 10 471.71 kilometerpersegi. Wilayah ini

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus

I. PENDAHULUAN. Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Jumlah penduduk selalu bertambah dari tahun ke tahun, hal tersebut terus diimbangi dengan kesadaran masyarakat akan arti penting peningkatan gizi dalam kehidupan. Hal

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan mobilitas penduduk semakin pesat serta lingkungan dan

BAB I PENDAHULUAN. sehingga mengakibatkan mobilitas penduduk semakin pesat serta lingkungan dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lingkungan menjadi salah satu penyebab timbulnya masalah kesehatan masyarakat yang dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk dan teknologi sehingga mengakibatkan mobilitas

Lebih terperinci

WILAYAH POTENSIAL UNTUK PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

WILAYAH POTENSIAL UNTUK PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR EPP.Vol.5.No.1.2008:36-43 36 WILAYAH POTENSIAL UNTUK PENYEBARAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DI KABUPATEN BULUNGAN, PROVINSI KALIMANTAN TIMUR (Land Potential for Livestock Development and Distribution at

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI

PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI PROGRAM AKSI PERBIBITAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN BATANG HARI H. AKHYAR Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Batang Hari PENDAHULUAN Kabupaten Batang Hari dengan penduduk 226.383 jiwa (2008) dengan

Lebih terperinci

POTENSI DAN KESESUAIAN WILAYAH UNTUK PETERNAKAN SAPI POTONG DI PERKOTAAN (STUDI KASUS KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG)

POTENSI DAN KESESUAIAN WILAYAH UNTUK PETERNAKAN SAPI POTONG DI PERKOTAAN (STUDI KASUS KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG) POTENSI DAN KESESUAIAN WILAYAH UNTUK PETERNAKAN SAPI POTONG DI PERKOTAAN (STUDI KASUS KECAMATAN KURANJI KOTA PADANG) (Potency and Land Suitabilityfor Beef Cattle Farming System in Urban Areas (Case Study

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08

I PENDAHULUAN. 2,89 2,60 2,98 3,35 5,91 6,20 Makanan Tanaman Perkebunan 0,40 2,48 3,79 4,40 3,84 4,03. Peternakan 3,35 3,13 3,35 3,36 3,89 4,08 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sub sektor peternakan merupakan bagian dari sektor pertanian yang sangat potensial untuk dikembangkan. Pengembangan sub sektor peternakan perlu untuk dilakukan karena sub

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN

RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN RANCANGAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN LIMA PULUH KOTA NOMOR : 9 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA KECAMATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LIMA PULUH KOTA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA

ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA ANALISA PERBANDINGAN SOSIAL EKONOMI PETANI JAGUNG SEBELUM DAN SETELAH ADANYA PROGRAM PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN MUNGKA KABUPATEN LIMA PULUH KOTA OLEH ELSA THESSIA YENEVA 06114052 FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON

Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON Potensi Kota Cirebon Tahun 2010 Bidang Pertanian SKPD : DINAS KELAUTAN PERIKANAN PETERNAKAN DAN PERTANIAN KOTA CIREBON No. Potensi Data Tahun 2009 Data Tahun 2010*) 1. Luas lahan pertanian (Ha) 327 327

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan konsumsi daging dan produk-produk peternakan dalam negeri semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk, peningkatan pendapatan dan daya

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang

IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN. Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang IV. KEADAAN UMUM KABUPATEN SLEMAN A. Letak Geografis Kabupaten Sleman Berdasarkan kondisi geografisnya wilayah Kabupaten Sleman terbentang mulai 110⁰ 13' 00" sampai dengan 110⁰ 33' 00" Bujur Timur, dan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang)

BAB I PENDAHULUAN. Tahun (juta orang) 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat telah menyebabkan konsumsi daging ayam ras (broiler) secara nasional cenderung

Lebih terperinci

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04" ' 27"

IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN. DIY. Secara geografis, Kabupaten Bantul terletak antara 07 44' 04 ' 27 IV. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Kondisi Geografis Kabupaten Bantul merupakan salah satu dari lima kabupaten di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul terletak di sebelah selatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan

I. PENDAHULUAN. Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan merupakan salah satu faktor yang penting bagi kehidupan manusia. Lahan banyak digunakan oleh manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, selain itu lahan

Lebih terperinci

III. KEADAAN UMUM LOKASI

III. KEADAAN UMUM LOKASI III. KEADAAN UMUM LOKASI Penelitian dilakukan di wilayah Jawa Timur dan berdasarkan jenis datanya terbagi menjadi 2 yaitu: data habitat dan morfometri. Data karakteristik habitat diambil di Kabupaten Nganjuk,

Lebih terperinci

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI

STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI STRATEGI PENGEMBANGAN WILAYAH KABUPATEN GROBOGAN SEBAGAI SENTRA PRODUKSI SAPI POTONG SKRIPSI DREVIAN MEITA HARDYASTUTI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Penggunaan Lahan Sawah dan Tegalan di Kabupaten Bogor Penggunaan lahan di Kabupaten Bogor pada tahun 1990, 2001, 2004, dan 2008 masih didominasi oleh lahan pertanian yaitu

Lebih terperinci

KESESUAIAN DAN ARAH PENGEMBANGAN LAHAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN LEBAK

KESESUAIAN DAN ARAH PENGEMBANGAN LAHAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN LEBAK KESESUAIAN DAN ARAH PENGEMBANGAN LAHAN TERNAK KERBAU DI KABUPATEN LEBAK (Land Suitability and Recommendation for Buffalo Development in Lebak District) E. JUARINI, SUMANTO, I-G.M. BUDIARSANA dan L. PRAHARANI

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan

KEADAAN UMUM LOKASI. Tabel 7. Banyaknya Desa/Kelurahan, RW, RT, dan KK di Kabupaten Jepara Tahun Desa/ Kelurahan KEADAAN UMUM LOKASI Keadaan Wilayah Kabupaten Jepara adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Tengah yang terletak di ujung utara Pulau Jawa. Kabupaten Jepara terdiri dari 16 kecamatan, dimana dua

Lebih terperinci

POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR

POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR POTENSI LIMBAH TANAMAN PANGAN SEBAGAI SUMBER PAKAN DALAM PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG DI KABUPATEN POLEWALI MANDAR THE POTENTIAL OF FOOD CROPS WASTE AS LIVESTOCK FEED RESOURCES IN THE DEVELOPMENT OF

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi

KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI. Administrasi KEADAAN UMUM WILAYAH KABUPATEN SUKABUMI Administrasi Secara administrasi pemerintahan Kabupaten Sukabumi dibagi ke dalam 45 kecamatan, 345 desa dan tiga kelurahan. Ibukota Kabupaten terletak di Kecamatan

Lebih terperinci

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa

3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa 3.3 Luas dan Potensi Lahan Basah Non Rawa Lahan basah non rawa adalah suatu lahan yang kondisinya dipengaruhi oleh air namun tidak menggenang. Lahan basah biasanya terdapat di ujung suatu daerah ketinggian

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis

KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI. A. Lokasi Geografis 33 KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI A. Lokasi Geografis Daerah penelitian terletak di Kecamatan Imogiri, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Kecamatan Imogiri berada di sebelah Tenggara dari Ibukota Kabupaten Bantul.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor utama yang menunjang perkembangan perekonomian Indonesia. Pada saat ini, sektor pertanian merupakan sektor penghasil devisa bagi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan

I. PENDAHULUAN. Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan jumlah penduduk dan peningkatan kesadaran masyarakat Indonesia akan pentingnya protein hewani untuk kesehatan dan kecerdasan mengakibatkan kebutuhan permintaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan strategis dalam struktur pembangunan perekonomian nasional. Pembangunan pertanian di Indonesia dianggap penting

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I. PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Meningkatnya jumlah penduduk dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat kearah protein hewani telah meningkatkan kebutuhan akan daging sapi. Program

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Longsoran ( landslide ) merupakan bencana alam yang sering terjadi pada daerah berbukit bukit atau pegunungan, seperti di wilayah Sumatera Barat. Material yang mengalami

Lebih terperinci

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Memiliki akses air minum yang layak adalah harapan seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik masyarakat yang tinggal di perkotaan maupun masyarakat yang tinggal

Lebih terperinci

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG

2016 ANALISIS NERACA AIR (WATER BALANCE) PADA DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) CIKAPUNDUNG BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan sumber kehidupan bagi manusia. Dalam melaksanakan kegiatannya, manusia selalu membutuhkan air bahkan untuk beberapa kegiatan air merupakan sumber utama.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang

BAB I PENDAHULUAN. Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertanian merupakan suatu proses produksi untuk menghasilkan barang yang dibutuhkan manusia, dengan cara budidaya usaha tani. Namun pertumbuhan manusia dan

Lebih terperinci

SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI

SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI SKRIPSI ANALISIS POTENSI WILAYAH KECAMATAN KUANTAN TENGAH UNTUK PENGEMBANGAN SAPI POTONG DI KABUPATEN KUANTAN SINGINGI Oleh : Yuliandri 10981006594 JURUSAN ILMU PETERNAKAN FAKULTAS PERTANIAN DAN PETERNAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian dalam arti luas terdiri dari lima sub-sektor yaitu tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Kelima sub-sektor pertanian tersebut bila

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal. [20 Pebruari 2009]

I PENDAHULUAN. Aman, dan Halal.  [20 Pebruari 2009] I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dengan kondisi daratan yang subur dan iklim yang menguntungkan. Pertanian menjadi sumber mata pencaharian sebagian penduduk dan berkontribusi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peranan sektor pertanian dalam pembangunan di Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Garis Besar Haluan Negara (GBHN) telah memberikan amanat bahwa prioritas pembangunan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Pada awalnya Kabupaten Tulang Bawang mempunyai luas daratan kurang lebih mendekati 22% dari luas Propinsi Lampung, dengan pusat pemerintahannya di Kota Menggala yang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pemanfaatan lahan antara masyarakat adat dan pemerintah merupakan hal yang tidak dapat dihindari. Salah satu kasus yang terjadi yakni penolakan Rancangan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertumbuhan Penduduk dan Dampaknya terhadap Perkembangan Suatu Wilayah Pertumbuhan penduduk adalah perubahan jumlah penduduk di suatu wilayah tertentu pada waktu tertentu dibandingkan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT.

STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT. STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Statistik Daerah Kecamatan Air Dikit 214 Halaman ii STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 STATISTIK DAERAH KECAMATAN AIR DIKIT 214 Nomor ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Lokasi dan Kondisi Fisik Kecamatan Berbah 1. Lokasi Kecamatan Berbah Kecamatan Berbah secara administratif menjadi wilayah Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tabel 7. Luas wilayah tiap-tiap kabupaten di Provinsi Jawa Barat. IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Kondisi Geografis Wilayah Provinsi Jawa Barat Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak antara 5 54' - 7 45' LS dan 106 22' - 108 50 BT dengan areal seluas 37.034,95

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR

DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR Sosial Ekonomi DESKRIPSI HARGA JUAL DAN VOLUME PENJUALAN PEDAGANG PENGUMPUL AYAM POTONG DI KOTA MAKASSAR ST. Rohani 1 & Muhammad Erik Kurniawan 2 1 Jurusan Sosial Ekonomi Fakultas Peternakan Universitas

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan

BAB I PENDAHULUAN. Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah pada hakekatnya merupakan bagian integral dan tidak terpisahkan dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat

Lebih terperinci

POTENSI KOMODITAS PETERNAKAN DALAM PEMENUHAN KETERSEDIAAN PANGAN ASAL TERNAK DI KOTA TARAKAN

POTENSI KOMODITAS PETERNAKAN DALAM PEMENUHAN KETERSEDIAAN PANGAN ASAL TERNAK DI KOTA TARAKAN POTENSI KOMODITAS PETERNAKAN DALAM PEMENUHAN KETERSEDIAAN PANGAN ASAL TERNAK DI KOTA TARAKAN The Potency of Livestock Commodity in TheFulfillment of Food Availability in Tarakan City Yudi Rustandi Sekolah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional.

BAB I PENDAHULUAN. langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perencanaan regional memiliki peran utama dalam menangani secara langsung persoalan-persoalan fungsional yang berkenaan dengan tingkat regional. Peranan perencanaan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor peternakan merupakan salah satu pilar dalam pembangunan agribisnis di Indonesia yang masih memiliki potensi untuk terus dikembangkan. Komoditi peternakan mempunyai

Lebih terperinci

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik

Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali sejak 1963. Pelaksanaan ST2013 merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998)

BAB I PENDAHULUAN. Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Adapun pengertian dari FAO (1976) yang dikutip oleh Sitorus (1998) 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah yaitu : Menurut FAO (dalam Arsyad 1989:206) mengenai pengertian lahan, Lahan diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas iklim, relief, tanah, air,

Lebih terperinci

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel

diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. dilihat pada tabel mengisi daftar kehadiran atau berdasar data yang diperoleh melalui sistem pendataan pengunjung. Adapun jumlah Pengunjung Perpustakaan dapat dilihat pada tabel 2.184. Tabel 2.184. Jumlah Pengunjung Perpustakaan

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI SUMATERA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun sekali

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses

I. PENDAHULUAN. industri dan sektor pertanian saling berkaitan sebab bahan baku dalam proses 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan dalam pembangunan perekonomian di Indonesia sebagian besar dipengaruhi oleh petumbuhan di sektor industri dan sektor pertanian. Sektor industri dan sektor

Lebih terperinci

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5.

Ayam Ras Pedaging , Itik ,06 12 Entok ,58 13 Angsa ,33 14 Puyuh ,54 15 Kelinci 5. NO KOMODITAS POPULASI (EKOR) PRODUKSI DAGING (TON) 1 Sapi Potong 112.249 3.790,82 2 Sapi Perah 208 4,49 3 Kerbau 19.119 640,51 4 Kambing 377.350 235,33 5 Domba 5.238 17,30 6 Babi 6.482 24,55 7 Kuda 31

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Data Perkembangan Koperasi tahun Jumlah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Koperasi dapat memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi sosial negara sedang berkembang dengan membantu membangun struktur ekonomi dan sosial yang kuat (Partomo,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Jumlah Tenaga Kerja Usia 15 Tahun ke Atas Menurut Lapangan Pekerjaan Tahun 2011 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN Peternakan adalah kegiatan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dengan menerapkan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi. Peternakan merupakan

Lebih terperinci

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

5 GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 27 Secara rinci indikator-indikator penilaian pada penetapan sentra pengembangan komoditas unggulan dapat dijelaskan sebagai berikut: Lokasi/jarak ekonomi: Jarak yang dimaksud disini adalah jarak produksi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis

3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1 Penilaian Terhadap Sistem Perekonomian / Agribisnis 3.1.1 Kelembagaan Agro Ekonomi Kelembagaan agro ekonomi yang dimaksud adalah lembaga-lembaga yang berfungsi sebagai penunjang berlangsungnya kegiatan

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN BAB IV VISI, MISI, TUJUAN, SASARAN, STRATEGI, DAN KEBIJAKAN 4.1 Visi dan Misi SKPD Visi SKPD adalah gambaran arah pembangunan atau kondisi masa depan yang ingin dicapai SKPD melalui penyelenggaraan tugas

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis

Lebih terperinci

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam

Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam Perkembangan Potensi Lahan Kering Masam ANNY MULYANI Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (naskah ini disalin sesuai aslinya untuk kemudahan navigasi) (sumber : SINAR TANI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat

TINJAUAN PUSTAKA. fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat 4 TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Agroekologi Agroekologi adalah pengelompokan suatu wilayah berdasarkan keadaan fisik lingkungan yang hampir sama dimana keragaman tanaman dan hewan dapat diharapkan tidak

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penggunaan Lahan Menurut Lillesand dan Kiefer (1997) penggunaan lahan berkaitan dengan kegiatan manusia pada bidang lahan tertentu. Penggunaan lahan juga diartikan sebagai setiap

Lebih terperinci

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak dengan pendekatan Zonasi Agroekologi (ZAE) yang

Seminar Optimalisasi Hasil Samping Perkebunan Kelapa Sawit dan Industri 0lahannya sebagai Pakan Ternak dengan pendekatan Zonasi Agroekologi (ZAE) yang POTENSI SUMBER DAYA LAHAN UNTUK PENGEMBANGAN INTEGRASI SAPI SAWIT DI KALIMANTAN TIMUR HERIANSYAH, AGUs HERU WIDOW dan SRIWULAN P.R Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Timur Jl. Pangeran M.

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KERAGAAN USAHATANI GAMBIR

V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KERAGAAN USAHATANI GAMBIR V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN DAN KERAGAAN USAHATANI GAMBIR 5.1. Gambaran Umum Kabupaten Lima Puluh Kota 5.1.1. Letak Geografis, Topografi dan Iklim Kabupaten Lima Puluh Kota secara geografis terletak

Lebih terperinci

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR

ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR ANALISIS POTENSI KERBAU KALANG DI KECAMATAN MUARA WIS, KABUPATEN KUTAI KARTANEGARA, KALIMANTAN TIMUR LUDY K. KRISTIANTO, MASTUR dan RINA SINTAWATI Balai Pengkajian Teknologi Pertanian ABSTRAK Kerbau bagi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lahan merupakan sumber daya yang sangat penting untuk menunjang segala kebutuhan hidup semua mahluk hidup. Sehingga dalam pengelolaannya, lahan tersebut harus sesuai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dalam Siswanto (2006) mendefinisikan sumberdaya lahan (land resource) sebagai A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Sumberdaya lahan merupakan suatu sumberdaya alam yang sangat penting bagi mahluk hidup, dengan tanah yang menduduki lapisan atas permukaan bumi yang tersusun

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN

ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN ANALISIS KETERKAITAN ANTAR SUBSISTEM DI DALAM SISTEM AGRIBISNIS KAKAO (Theobroma cacao L.) DI KABUPATEN PADANG PARIAMAN OLEH AMELIA 07 114 027 FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG 2011 i ANALISIS

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang 38 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Kabupaten Pesawaran 1. Keadaan Geografis Pemerintah Daerah Kabupaten Pesawaran dibentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2007 dan diresmikan

Lebih terperinci

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator)

Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah. berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran dan fungsi pemerintah pada era otonomi daerah adalah berupa pelayanan dan pengaturan (fasilitator, regulator dan dinamisator) antara lain dalam memperjuangkan terbitnya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak Penataan ruang untuk suatu penggunaan tertentu tidak hanya diperlukan bagi pemanfaatan oleh manusia saja, tetapi usaha-usaha yang

Lebih terperinci

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16

Ditulis oleh Administrator Senin, 11 November :47 - Terakhir Diperbaharui Jumat, 29 November :16 KOMODITAS DAN SEKTOR UNGGULAN KABUPATEN MALUKU TENGAH Pembangunan ketahanan pangan dan pertanian di Indonesia merupakan focus dari arus utama pembangunan nasional. Secara perlahan diarahkan secara umum

Lebih terperinci

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS

IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS IDENTIFIKASI KAWASAN RAWAN KONVERSI PADA LAHAN SAWAH DI KECAMATAN 2 X 11 ENAM LINGKUNG KABUPATEN PADANG PARIAMAN BERBASIS GIS (GEOGRAPHIC INFORMATION SYSTEM) Fakultas Teknologi Pertanian, Kampus Limau

Lebih terperinci