II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak"

Transkripsi

1 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kawasan Penyebaran dan Pengembangan Ternak Penataan ruang untuk suatu penggunaan tertentu tidak hanya diperlukan bagi pemanfaatan oleh manusia saja, tetapi usaha-usaha yang berkaitan dengan manusia yang menggunakan potensi ruang juga perlu ditata, agar terjadi keseimbangan dan keharmonisan. Apalagi kegiatan-kegiatan yang juga melibatkan makhluk hidup yang jelas sangat tergantung dengan keberadaan ruang sebagai lingkungan hidupnya, seperti halnya dengan kegiatan peternakan, yang cenderung untuk disebarkan dan dikembangkan. Peternakan merupakan penghasil utama protein hewani yang sangat dibutuhkan masyarakat, yang dalam pembudidayaannya membutuhkan tanah/lahan dan air. Penatagunaan tanah dan air untuk berbagai kegiatan pembangunan, termasuk untuk kegiatan peternakan, sangat diperlukan agar dapat dicapai optimasi dalam pemanfaatan tanah/lahan dan air, serta sekaligus untuk mengurangi konflik dalam penggunaan tanah/lahan dan air untuk berbagai kegiatan pembangunan (Sitorus et al. 1997). Pelaksanaan penyebaran dan pengembangan ternak di suatu wilayah harus melalui analisis terhadap potensi yang dimiliki wilayah tersebut berkenaan dengan komoditi yang akan disebarkan dan dikembangkan. Analisis potensi wilayah penyebaran dan pengembangan peternakan adalah kegiatan karakterisasi komponen-komponen peternakan dalam proses strategi pengembangan peternakan bagi pembangunan. Komponen-komponen tersebut meliputi sumberdaya manusia, lahan, tanaman sebagai sumber pakan dan ternak yang harus ditingkatkan peranannya. Adapun yang dimaksud dengan penyebaran ternak adalah usaha pemerintah dalam meningkatkan peran ternak melalui peningkatan sebaran pemilikan maupun intensitas pemilikan ternak dengan berbagai bentuk transaksi yang sifatnya membantu petani. Pengembangan peternakan adalah usaha-usaha pemerintah dalam membantu petani, berupa pembinaan pengembangan komponen-komponen peternakan, baik ternak yang

2 10 disebarkan oleh pemerintah untuk rakyat maupun ternak yang telah dimiliki oleh rakyat (Dirjen Peternakan dan Balitnak 1995). Dalam Keputusan Menteri Pertanian Nomor : 417/Kpts/OT.210/7/2001 disebutkan bahwa lokasi penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu tempat di wilayah penyebaran dan pengembangan ternak, terdiri dari satu desa atau lebih dalam satu kecamatan yang diprioritaskan untuk penyebaran dan pengembangan ternak. Kawasan penyebaran dan pengembangan peternakan adalah konsentrasi penyebaran dan pengembangan peternakan yang terdiri dari beberapa lokasi dalam satu kabupaten. Wilayah penyebaran dan pengembangan ternak adalah suatu kawasan yang potensial untuk penyebaran dan pengembangan ternak yang terdiri dari satu kabupaten atau lebih dalam satu propinsi (Anonim 2001). Penyebaran dan pengembangan ternak di daerah bertujuan untuk membentuk kawasan peternakan, keseimbangan pembangunan antar wilayah, optimalisasi sumberdaya untuk meningkatkan pendapatan peternak, populasi dan produksi, dalam rangka pemberdayaan masyarakat peternak. Ruang merupakan bagian tak terpisahkan dari kehidupan yang berada di atasnya, termasuk ternak. Pada dasarnya ruang mencakup tiga dimensi yaitu udara, tanah dan air. Pada kenyataannya ruang yang menampung kegiatan manusia berbeda dalam kualitas dan kuantitasnya sehingga dalam usaha untuk menggunakan ruang secara efisien akan menghadapi pilihan-pilihan yang sesuai dengan lokasi, sehingga penggunaan ruang yang efisien merupakan suatu aktivitas memilih atau menentukan dari beberapa kegiatan yang paling menguntungkan dan sesuai untuk suatu lokasi tertentu (Hoover dalam Rustiadi et al. 2005). Penataan ruang membagi wilayah menjadi kawasan lindung dan kawasan budidaya. Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya. Kawasan lindung adalah kawasn yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. Sedangkan kawasan budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan (Anonim 1992).

3 11 Menurut Tarigan (2005), kawasan budidaya adalah kawasan dimana manusia dapat melakukan kegiatan dan dapat memanfaatkan lahan, baik sebagai tempat tinggal atau beraktifitas untuk memperoleh pendapatan/kemakmuran. Kawasan peternakan merupakan salah satu bentuk dari penggunaan kawasan budidaya dalam struktur ruang suatu wilayah, yang dapat berupa kawasan budidaya yang diatur atau kawasan budidaya yang diarahkan. Kawasan budidaya yang diatur adalah tempat manusia beraktivitas dengan batasan-batasan tertentu. Batasan itu dapat berupa jenis kegiatan, volume, ukuran, tempat, atau metode pengelolaannya. Berbeda dengan kawasan yang diatur, cara pemanfaatan lahan yang diarahkan tidak dinyatakan dengan tegas, bahkan pengarahannya sering dilakukan secara sektoral. Menurut Setyono (1995), konsep tata ruang dalam suatu usaha peternakan adalah konsep pengelompokan aktivitas usaha ternak dalam ruang, sehingga setiap wilayah memiliki pusat-pusat usaha ternak yang didukung oleh daerahdaerah sekitarnya. Pengelompokan aktivitas usaha peternakan ini diharapkan dapat menimbulkan keuntungan-keuntungan sebagai berikut : 1. Memaksimumkan keuntungan usaha karena kegiatan pra produksi dan proses produksi berada dalam satu lokasi atau kawasan. 2. Memaksimumkan pelayanan, dimana fasilitas pelayanan yang dibangun akan lebih berdaya guna dan berhasil guna terutama dalam menekan biaya transportasi. 3. Menjamin keterkaitan antara aktivitas pra produksi, proses produksi dan pasca produksi. 4. Memudahkan pemasaran hasil-hasil secara lebih terorganisir, sehingga posisi tawar menawar (bargaining power) lebih kuat. Pengelompokan aktivitas peternakan dalam suatu wilayah yang didukung oleh wilayah sekitarnya dan partisipasi masyarakat dinamakan Kawasan Peternakan. Secara umum Kawasan Peternakan memiliki ciri-ciri sebagai berikut : lokasinya sesuai dengan agroekosistem dan alokasi tata ruang wilayah, dibangun dan dikembangkan oleh masyarakat dalam atau sekitar kawasan tersebut, berbasis komoditas ternak unggulan dan atau komoditas ternak strategis, adanya pengembangan kelompok tani menjadi kelompok pengusaha, sebagian besar

4 12 pendapatan masyarakat berasal dari usaha agribisnis peternakan, memiliki prospek pasar yang jelas, didukung oleh ketersediaan teknologi yang memadai, memiliki peluang pengembangan atau diversifikasi produk yang tinggi, didukung oleh kelembagaan dan jaringan kelembagaan yang berakses ke hulu dan ke hilir (Direktorat Pengembangan Kawasan Khusus dan Tertinggal 2004) Ternak Sapi Potong Ternak sapi khususnya sapi potong merupakan salah satu sumberdaya penghasil bahan makanan sumber protein hewani yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan penting artinya dalam kehidupan masyarakat. Seekor atau sekelompok ternak sapi bisa menghasilkan berbagai macam kebutuhan terutama sebagai bahan makanan berupa daging, disamping hasil ikutan lainnya seperti pupuk kandang, kulit, tulang, dan lain sebagainya (Sugeng 1998). Pada tahun 2003, populasi sapi potong di Indonesia sekitar ekor, dengan tingkat pertumbuhan populasi sekitar 1,08%. Idealnya populasi sapi minimal 15.27% untuk memenuhi kebutuhan domestik. Dari populasi sapi tersebut, 45 50% adalah sapi asli Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan, sapi Bali termasuk jenis sapi terbanyak, diikuti sapi Madura, dan sisanya terdiri dari sapi Ongole, Peranakan Ongole (PO), Brahman Cross, dan persilangan sapi lokal dengan sapi impor (Simmental, Limousin, Hereford, dan lain-lain) (Riady 2004). Walaupun tanah dan iklim di Pulau Sumatera bervariasi antar daerah, namun umumnya didominasi oleh iklim basah yang cocok untuk pengembangan ternak sapi dan kerbau secara intensif. Apabila kondisi yang kondusif untuk usaha peternakan sapi dan kerbau diperoleh, diperkirakan bahwa Pulau Sumatera mampu memenuhi sebagian besar dari kebutuhan konsumsi daging dalam negeri yang saat ini masih diimpor dari luar negeri. Kebutuhan akan penelitian ternak sapi dan kerbau di masa mendatang perlu diarahkan untuk meningkatkan produktivitas ternak pada berbagai agro-ekosistem dominan yang beragam di Pulau Sumatera (Bamualim dan RB Wirdahayati 2004). Di Provinsi Sumatera Barat pengurangan populasi sapi potong lebih besar dari penambahannya. Pada tahun 2004 jumlah populasi sapi pada awalnya adalah

5 ekor, pengeluaran sebanyak ekor, pemasukan ekor dan pemotongan ekor (Ditjennak 2005). Pengeluaran terutama ke provinsi tetangga dan daerah lainnya, selebihnya adalah untuk pemenuhan kebutuhan lokal. Kebijakan pemerintah untuk penanggulangan keadaan tersebut dengan melakukan beberapa langkah operasional, diantaranya penambahan induk/bibit, penyelamatan ternak sapi betina produktif dari pemotongan, penanganan gangguan reproduksi, intensifikasi pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB), intensifikasi kawin alam (distribusi pejantan unggul), pengembangan kelembagaan peternak dan penumbuhan kawasan usaha peternakan. Hal ini juga untuk mencapai Swasembada Daging 2010 dengan melaksanakan beberapa strategi, diantaranya pembuatan pusat pembibitan dan bakalan berbasis pastura dan integrasi dengan tanaman, revitalisasi kelembagaan dan sumberdaya masyarakat fungsional di lapangan, perbaikan dan pengadaan infrastruktur penunjang, dukungan finansial yang realistis dan kebijakan pengembangan pewilayahan sapi potong (Faisal 2006) Hijauan Makanan Ternak Sapi Potong Pakan merupakan faktor yang sangat penting pada usaha peternakan sapi, baik hijauan maupun konsentrat. Kontinuitas penyediaan pakan sangat menentukan bagi keberhasilan usaha peternakan sapi terutama sapi kereman karena sepanjang waktu sapi berada di dalam kandang. Pemberian pakan yang tidak kontinu dapat menimbulkan stress dan akan berakibat sapi menjadi peka terhadap berbagai penyakit dan terganggu pertumbuhannya (Ahmad et al. 2004). Makanan hijauan ialah semua bahan makanan yang berasal dari tanaman dalam bentuk daun-daunan, termasuk ke dalamnya bangsa rumput (gramineae), kacang-kacangan (leguminoseae) dan hijauan dari tumbuh-tumbuhan lain seperti daun nangka, aur, daun waru dan sebagainya (AAK 2005). Perbedaan mutu hijauan dipengaruhi oleh faktor genetis (bawaan) dan faktor lingkungan berupa jenis dan kesuburan tanah, iklim dan perlakuan manusia. Menurut Sofyan (2003), Hijauan Makanan Ternak yang diperlukan untuk ternak ruminansia sebagian besar berupa rumput-rumputan, sehingga rumput

6 14 memegang peranan yang penting dalam penyediaan pakan dan telah umum digunakan oleh peternak dalam jumlah besar. Dilihat dari cara tumbuhnya rumput dapat digolongkan menjadi dua, yaitu rumput alami atau rumput liar dan rumput budi daya atau rumput pertanian. Untuk memelihara kontinuitas hijauan pakan ternak sering dilakukan integrasi pakan hijauan dengan tanaman pangan, perkebunan, kehutanan, pagar hidup, lahan tidur, padang rumput dan lahan kritis. Menurut Nitis (1995), ada beberapa sistem integrasi hijauan pakan ternak, yaitu sistem tanaman sela, sistem lorong, sistem teras bangku, sistem taongya, sistem sorjan, sistem kebun pakan hijauan intensif, sistem pastura unggul, sistem bank pakan, sistem pekarangan dan sistem tiga strata Evaluasi Sumberdaya Lahan untuk Peternakan Ruminansia Lahan adalah bagian dari bentang alam (landscape) yang mencakup pengertian lingkungan fisik termasuk iklim, topografi/relief, hidrologi dan keadaan vegetasi alami (natural vegetation) yang semuanya secara potensial akan berpengaruh terhadap penggunaan lahan (FAO 1976). Usaha peternakan sangat berkaitan erat dengan lahan, seperti ternak sapi potong yang sangat tergantung dari bahan dan kualitas pakannya, kualitas pakan hijauan makanan ternak sangat ditentukan oleh kondisi kesuburan tanahnya. Menurut Suratman et al. (1998), berdasarkan kebutuhan lahan, usaha peternakan dapat dibedakan atas dua, yaitu usaha peternakan yang berbasis lahan (land based agriculture) dan usaha peternakan yang tidak berbasis lahan (non land based agriculture). Khusus untuk usaha peternakan yang berbasis lahan yaitu ternak dengan komponen pakannya sebagian besar terdiri atas tanaman hijauan (rumput dan leguminosae), lahan merupakan faktor penting sebagai lingkungan hidup dan pendukung pakan. Menurut Sri Kuning (1999), dalam usaha peternakan, lahan merupakan basis atau merupakan faktor produksi sebagai sumber makanan pokok ternak berupa rumput, limbah maupun produk utama pertanian. Sebenarnya kebutuhan lahan untuk peternakan tidak menuntut lahan terbaik (subur atau sangat subur), namun usaha ternak dapat dikembangkan pada lahan dengan kelas kemampuan V,

7 15 VI dan VII, yang biasanya berupa lahan kering dan pada umumnya kurang cocok untuk subsektor pertanian yang lain seperti tanaman pangan dan perkebunan. Walaupun demikian, pengembangan usaha ternak akan lebih baik dan menguntungkan jika dilakukan pada lahan-lahan subur (Suparini 1999). Sumberdaya lahan yang dapat dimanfaatkan oleh peternak antara lain : lahan sawah, padang penggembalaan, lahan perkebunan dan hutan rakyat, dengan tingkat kepadatan tergantung pada keragaman dan intensitas tanaman, ketersediaan air dan jenis sapi potong yang dipelihara. Luasnya lahan sawah, kebun, dan hutan tersebut memungkinkan pengembangan pola integrasi ternaktanaman yang merupakan proses saling menunjang dan saling menguntungkan, melalui pemanfaatan tenaga sapi untuk mengolah tanah dan kotoran sapi sebagai pupuk organik. Sementara lahan sawah dan lahan tanaman pangan menghasilkan jerami padi dan hasil sampingan tanaman yang dapat diolah sebagai makanan sapi. Sedangkan kebun dan hutan memberikan sumbangan berupa rumput alam dan jenis tanaman lain. Pemanfaatan pola integrasi diharapkan dapat meningkatkan ketersediaan pakan ternak sepanjang tahun, sehingga dapat meningkatkan produksi dan produktivitas ternak (Riady 2004). Evaluasi lahan merupakan suatu proses dalam menduga kelas kesesuaian lahan dan potensi lahan untuk penggunaan tertentu, baik untuk pertanian maupun non pertanian. Kelas kesesuaian lahan suatu wilayah untuk suatu pengembangan pertanian pada dasarnya ditentukan oleh kecocokan antara sifat fisik lingkungan yang mencakup iklim, tanah, terrain yang mencakup lereng, topografi/relief, batuan di permukaan dan di dalam penampang tanah serta singkapan batuan, hidrologi dan persyaratan penggunaan lahan atau persyaratan tumbuh tanaman (Djaenudin et al. 2003). Menurut Sitorus (1998), pada dasarnya evaluasi sumberdaya lahan membutuhkan keterangan-keterangan dari tiga aspek utama, yaitu lahan, penggunaan lahan dan faktor ekonomis. Data tentang lahan dapat diperoleh dari survei sumberdaya alam, termasuk survei tanah. Keterangan-keterangan tentang syarat-syarat atau kebutuhan ekologik dan teknik dari berbagai jenis penggunaan lahan diperoleh dari keterangan-keterangan agronomis, kehutanan, dan disiplin ilmu lainnya yang terkait.

8 16 Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001), evaluasi lahan merupakan proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tata guna tanah yang rasional, sehingga tanah dapat digunakan secara optimal dan lestari. Dalam evaluasi lahan terdapat dua macam pendekatan, yaitu pendekatan dua tahap dan pendekatan paralel. Pada pendekatan dua tahap, tahap pertama merupakan evaluasi lahan secara kualitatif. Setelah tahap pertama selesai dan hasilnya disajikan dalam bentuk peta dan laporan, maka tahap kedua (kadangkadang tidak dilakukan) analisis sosial ekonomi dapat dilakukan segera atau beberapa waktu kemudian. Sedangkan pada pendekatan paralel, analisis sosial ekonomi terhadap penggunaan lahan yang direncanakan dilakukan bersamaan dengan analisis sifat-sifat fisik dan lingkungan dari lahan tersebut. Hasil dari pendekatan ini biasanya memberi petunjuk mengenai modifikasi penggunaan lahan untuk mendapatkan hasil yang sebaik-baiknya. Persyaratan penggunaan lahan yang diperlukan bagi tiap-tiap komoditi dijadikan dasar dalam menyusun kriteria kelas kesesuaian lahan, yang dikaitkan dengan kualitas dan karakteristik lahan. Jika tiga kelas yang dipakai dalam ordo Sesuai (S) dan dua kelas yang dipakai dalam ordo Tidak Sesuai (N), maka pembagiannya adalah : (1) kelas S1 yaitu Sangat Sesuai (highly suitable), lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang secara tidak nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan, (2) kelas S2 yang Cukup Sesuai (moderately suitable), lahan mempunyai pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan, (3) kelas S3 yaitu Sesuai Marginal (marginally suitable), lahan mempunyai pembatas-pembatas yang besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan, (4) kelas N1 yaitu Tidak Sesuai Pada Saat Ini (currently not suitable), lahan mempunyai pembatas yang lebih besar, tetapi masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian

9 17 besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang; (5) kelas N2 yaitu Tidak Sesuai Untuk Selamanya (permanently not suitable), lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang (Djaenudin et al. 2003) Daya Dukung Lahan Menurut Soemarwoto (1983), daya dukung menunjukkan besarnya kemampuan lingkungan untuk mendukung kehidupan hewan, yang dinyatakan dalam jumlah ekor per satuan jumlah lahan. Jumlah hewan yang dapat didukung kehidupannya itu tergantung pada biomas (bahan organik tumbuhan) yang tersedia untuk hewan. Daya dukung ditentukan oleh banyaknya bahan organik tumbuhan yang terbentuk dalam proses fotosintesis per satuan luas dan waktu, yang disebut produktivitas primer. Salah satu faktor yang diperlukan untuk menganalisis kapasitas tampung ternak ruminansia di suatu wilayah adalah dengan menghitung potensi hijauan pakan. Hijauan pakan untuk ternak ruminansia terdiri dari rerumputan, dedaunan dan limbah pertanian. Estimasi potensi hijauan pakan pada masing-masing wilayah dipengaruhi oleh keragaman agroklimat, jenis dan topografi tanah dan tradisi budidaya pertanian (Ma sum 1999). Menurut Dasman et al. (1977), daya dukung adalah suatu ukuran jumlah individu dari suatu spesies yang dapat didukung oleh lingkungan tertentu, dengan tingkatan sebagai berikut : 1. Daya dukung absolut atau maksimum, yaitu jumlah maksimum individu yang dapat didukung oleh sumberdaya lingkungan pada tingkatan sekedar hidup (tingkatan ini disebut kepadatan subsisten untuk spesies tersebut). 2. Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut kepadatan keamanan atau ambang pintu keamanan. Kepadatan keamanan lebih rendah dari kepadatan subsisten. Pada kepadatan keamanan ini tingkat populasi suatu spesies ditentukan oleh pengaruh populasi spesies lainnya yang hidup di lingkungan yang sama.

10 18 3. Daya dukung dengan jumlah individu berada dalam keadaan yang disebut kepadatan optimum. Pada kepadatan optimum ini, individu-individu dalam populasi akan mendapatkan segala keperluan hidupnya dengan cukup serta menunjukkan pertumbuhan dan kesehatan individu yang baik. Kepadatan optimum hanya dapat dipertahankan oleh pembatasan yang kuat terhadap pertumbuhan yang diatur oleh tingkah laku spesies tersebut. Selanjutnya Dasman (1964) membedakan tiga pengertian daya dukung yaitu : (1) pengertian daya dukung yang berhubungan dengan kurva logistik, dimana daya dukung adalah asimtot atas dari kurva tersebut. Dalam hal ini batasan daya dukung adalah batasan teratas dari pertumbuhan populasi dimana pertumbuhan populasi tidak dapat didukung lagi oleh sumberdaya dan lingkungan yang ada.; (2) pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan margasatwa. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh suatu habitat; (3) pengertian daya dukung yang dikenal dalam pengelolaan padang penggembalaan. Dalam hal ini daya dukung adalah jumlah individu yang dapat didukung oleh lingkungan dalam keadaan sehat tanpa mengganggu kerusakan tanah. Tingkat ketersediaan hijauan makanan ternak pada suatu wilayah merupakan salah satu faktor yang sangat penting serta turut mempengaruhi dinamika populasi dalam keberhasilan pengembangan ternak, khususnya ternak herbivora. Menurut Natasasmita dan Mudikdjo (1980), dalam memperhitungkan potensi suatu wilayah untuk mengembangkan ternak secara teknis, perlu dilihat populasi ternak yang ada di wilayah tersebut dihubungkan dengan potensi hijauan makanan ternak yang dihasilkan oleh wilayah yang bersangkutan. Dalam memperhitungkan potensi yang sesungguhnya, maka lahan-lahan yang potensial untuk menghasilkan hijauan makanan ternak yang diperhitungkan, antara lain : lahan pertanian, perkebunan, padang penggembalaan dan sebagian kehutanan Sistem Informasi Geografi (SIG) Sistem Informasi Geografis (SIG) mempunyai peran yang penting dalam berbagai aspek kehidupan dewasa ini. Melalui sistem informasi geografis,

11 19 berbagai macam informasi dapat diolah dan dianalisis yang kemudian dikaitkan dengan letaknya di permukaan bumi. Menurut Barus dan Wiradisastra (2000), SIG adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang bereferensi spasial atau berkoordinat geografi. Dengan kata lain, suatu SIG adalah suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk data yang bereferensi spasial bersamaan dengan seperangkat operasi kerja. Berdasarkan operasinya SIG dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu : (1) SIG secara manual yang beroperasinya memanfaatkan peta cetak (kertas/transparan), bersifat data analog; (2) SIG secara terkomputer atau sering disebut SIG otomatis, dimana prinsip kerjanya sudah sama dengan komputer, sehingga datanya merupakan data digital. Bila dibandingkan cara manual dengan sistem komputer, maka jika diperlukan data dalam jumlah besar dapat dipanggil dengan kecepatan yang jauh lebih tinggi dan biaya per satuan yang lebih rendah. Demikian pula dalam hal memanipulasi data spasial dan mengaitkannya dengan informasi atribut serta mengintegrasikannya dengan berbagai tipe data dalam suatu analisis. Kemampuan untuk melaksanakan analisis spasial yang kompleks secara cepat mempunyai keuntungan kualitatif dan kuantitatif, dimana skenario-skenario perencanaan, model-model keputusan, deteksi perubahan, analisis dan tipe-tipe analisis lain dapat dikembangkan dengan membuat perbaikan-perbaikan secara terus-menerus. Operasi yang interaktif menjadi praktis karena dapat dilakukan dengan cepat dengan biaya yang relatif murah. Dari berbagai definisi yang disimpulkan oleh Prahasta (2005), SIG dapat diuraikan menjadi beberapa subsistem yaitu data input, data output, data manajemen dan data analisis dan manipulasi. SIG merupakan sistem kompleks yang biasanya terintegrasi dengan lingkungan sistem-sistem komputer yang lain di tingkat fungsional dan jaringan, yang terdiri dari beberapa komponen seperti perangkat keras, perangkat lunak, data dan informasi geografis serta manajemen. Menurut Ma sum (1999), salah satu bidang ilmu dan teknologi penginderaan jauh dengan menggunakan satelit LANDSAT yang dikelola oleh Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), dapat dihasilkan data cakupan citra satelit suatu wilayah. Melalui pemanfaatan interpretasi data satelit

12 20 dengan menggunakan perangkat keras dan lunak serta didukung dengan peta topografi, peta tematis serta data statistik pertanian, dapat dianalisis potensi hijauan pakan ternak di suatu wilayah lebih cepat dan cukup akurat. Berdasarkan data ketersediaan hijauan pakan ternak di suatu wilayah, dibagi dengan kebutuhan per ekor ternak akan didapatkan kapasitas tampung. Karakteristik utama dari metode penginderaan jauh yang digunakan untuk pemetaan penggunaan lahan adalah tingkat otomatisasi dan objektivitas yang tinggi, serta memungkinkan untuk dilakukan perbaikan-perbaikan. Informasi dari citra landsat dan data vektor dipadukan dan dianalisis dengan Sistem Informasi Geografi (SIG) (Tapiador dan Casanova 2003). Aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG) dan analisis Digital Elevation Model (DEM) pada berbagai bidang kehidupan semakin luas, diantaranya untuk melihat kelerengan permukaan bumi, pergerakan permukaan bumi, dan lain sebagainya. Sebagai penghubung antara data lapangan dengan DEM maka digunakan alat Global Positioning System (GPS) yang berfungsi sebagai penentu posisi suatu benda di permukaan bumi (Mulders 2001) Hasil-hasil Penelitian Terdahulu Daya dukung suatu wilayah dengan penekanan pada kemampuan menyokong dan menampung, didefinisikan sebagai kemampuan untuk menghasilkan output yang diinginkan dari sumberdaya dasar untuk mencapai kualitas hidup yang lebih tinggi dan lebih wajar (Khanna et al. 1999). Populasi ternak yang melebihi kapasitas daya dukung sumberdaya lahan yang berlangsung secara terus-menerus tanpa pencegahan, akan berakibat degradasi lahan dan berkurangnya ketersediaan hijauan makanan ternak. Efisiensi penggunaan lahan, penanaman tanaman kacang-kacangan (sejenis legum), pengembangan agroforestri dan penghijauan, adalah beberapa tindakan yang dapat meningkatkan daya dukung lahan, terutama terhadap lahan-lahan milik perorangan yang telah dibajak kemudian ditelantarkan, dan penggunaan yang tidak efektif lainnya (Thapa dan Paudel 2000). Melalui pendekatan perpaduan kondisi agroklimat dan penggunaan lahan serta produktivitas tanaman pangan dan hijauan yang ada, maka kesesuaian lahan

13 21 dan arah pengembangan lahan bagi ternak ruminansia dapat ditentukan. Informasi daya dukung pakan hijauan yang disajikan dengan nilai Indeks Daya Dukung (IDD) adalah memperlihatkan status masing-masing daerah terhadap kemampuan penambahan populasi untuk ruminansia saat ini. Arahan kesesuaian ekologis lahan dapat direkomendasikan pada dua pola. Pertama, pola diversifikasi spasial, yaitu pengembangan pada lahan-lahan yang telah mempunyai peruntukan, antara lain untuk tanaman pangan dan perkebunan dalam bentuk pola keterpaduan. Kedua, pola ekstensifikasi spasial, yaitu pengembangan pada lahan kehutanan dan alang-alang. Dari hasil penelitian, rekomendasi arahan pengembangan lahan untuk ternak ruminansia di Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah : a). Pola diversifikasi untuk kelompok ternak sapi potong banyak terdapat di lahan tegalan, sawah dan prkebunan, b). Pola ekstensifikasi banyak terdapat di lahan hutan dan alang-alang. Dilihat dari potensi daya dukung hijauan pakan di wilayah NTT pada umumnya masih melimpah dan masih mampu menambah ternak ruminansia sebanyak ST dari populasi saat ini sebanyak ST (Sumanto et al. 2004). Suratman et al. (1998) pernah melakukan penelitian di Kecamatan Tanete Rilau dan Tanete Riaja Kabupaten Barru Propinsi Sulawesi Selatan, yang merupakan salah satu areal untuk pengembangan peternakan sapi potong. Dari hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata indeks daya dukung (IDD) wilayah penelitian sebesar Dengan menggunakan pedoman status batas aman daya dukung, daerah ini berada dalam status kritis, daya tampung rata-rata sebesar 0.52 ST/ha. Lahan yang mempunyai prospek pengembangan cukup baik adalah lahan yang termasuk berpotensi tinggi dan sedang, seluas ha. Hasil penelitian yang juga dilakukan oleh Suratman et al. (2003) di Provinsi Nusa Tenggara Barat dengan melakukan pengkajian data sumberdaya lahan (tanah, lingkungan, iklim), informasi keadaan sosial ekonomi dan pola pengembangan peternakan, kemudian melakukan analisis evaluasi kesesuaian lahan untuk pakan ternak ruminansia dan penilaian kesesuaian lingkungan ternak sapi, dituangkan dalam bentuk Peta Arahan Pengembangan Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Barat yang dibagi menjadi lahan ekstensifikasi seluas dan pola integrasi seluas ha.

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO

X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO X. REKOMENDASI KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAWASAN AGROPOLITAN BERKELANJUTAN BERBASIS PETERNAKAN SAPI POTONG TERPADU DI KABUPATEN SITUBONDO 10.1. Kebijakan Umum Penduduk Kabupaten Situbondo pada umumnya banyak

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi

I. PENDAHULUAN. sapi yang meningkat ini tidak diimbangi oleh peningkatan produksi daging sapi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kebutuhan konsumsi daging sapi penduduk Indonesia cenderung terus meningkat sejalan dengan meningkatnya jumlah penduduk Indonesia dan kesadaran masyarakat akan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Peternakan Sapi Potong di Indonesia Sapi lokal memiliki potensi sebagai penghasil daging dalam negeri. Sapi lokal memiliki kelebihan, yaitu daya adaptasi terhadap lingkungan tinggi, mampu

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010

PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 PENGEMBANGAN SISTEM INTEGRASI SAPI PERKEBUNAN SEBAGAI UPAYA PEMBANGUNAN PETERNAKAN SAPI MENUJU SWASEMBADA DAGING 2010 (SUATU SUMBANG SARAN PEMIKIRAN) Oleh: Suharyanto PROGRAM STUDI PRODUKSI TERNAK JURUSAN

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN Lokakarya Pengembangan Sistem Integrasi Kelapa SawitSapi POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK SAPI DI LAHAN PERKEBUNAN SUMATERA SELATAN ABDULLAH BAMUALIM dan SUBOWO G. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting

I. PENDAHULUAN. Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor potensial yang memegang peranan penting dalam pembangunan Indonesia. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan adalah bagian dari sektor pertanian yang merupakan sub sektor yang penting dalam menunjang perekonomian masyarakat. Komoditas peternakan mempunyai prospek

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Usaha sektor peternakan merupakan bidang usaha yang memberikan peranan sangat besar dalam pemenuhan kebutuhan protein hewani dan berbagai keperluan industri. Protein

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi

I. PENDAHULUAN. pasokan sumber protein hewani terutama daging masih belum dapat mengimbangi I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permintaan pangan hewani asal ternak (daging, telur dan susu) dari waktu kewaktu cenderung meningkat sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk, pendapatan, kesadaran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus. dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan pertanian di Indonesia merupakan sektor yang terus dikembangkan dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari pembangunan nasional. Sektor pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia.

I. PENDAHULUAN. kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Peternakan sebagai salah satu sub dari sektor pertanian masih memberikan kontribusi positif terhadap pertumbuhan Produk Domestik Bruto Indonesia. Kontribusi peningkatan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sub sektor peternakan merupakan bagian dari pembangunan pertanian secara keseluruhan, dimana sub sektor ini memiliki nilai strategis dalam pemenuhan kebutuhan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di

I. PENDAHULUAN. Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari. pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan sektor peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian dan pembangunan nasional. Sektor peternakan di beberapa daerah di Indonesia telah memberikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk

I. PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein hewani adalah sapi perah dengan produk I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Subsektor peternakan merupakan salah satu kegiatan pembangunan yang menjadi skala prioritas karena dapat memenuhi kebutuhan protein hewani yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan

I. PENDAHULUAN. Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan daging sapi setiap tahun selalu meningkat, sementara itu pemenuhan kebutuhan daging sapi lebih rendah dibandingkan dengan kebutuhan daging sapi. Ternak sapi,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi

I. PENDAHULUAN. Undang No 22 tahun 1999 tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi I. PENDAHULUAN.. Latar Belakang Dalam era otonomi seperti saat ini, dengan diberlakukannya Undang- Undang No tahun tentang Kewewenangan Untuk Menggali Potensi sesuai dengan keadaan dan keunggulan daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah

TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Wilayah Pengembangan wilayah (regional development) merupakan upaya untuk memacu perkembangan sosial ekonomi, mengurangi kesenjangan antar wilayah dan menjaga kelestarian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar

I. PENDAHULUAN. Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Permintaan pangan hewani terutama daging sapi meningkat cukup besar sejalan dengan laju pertumbuhan penduduk baik pada tingkat nasional maupun wilayah provinsi. Untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI. ABSTRAK... i. KATA PENGANTAR... iii. UCAPAN TERIMA KASIH... iv. DAFTAR ISI... vii. DAFTAR TABEL... xi. DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI ABSTRAK... i KATA PENGANTAR... iii UCAPAN TERIMA KASIH... iv DAFTAR ISI... vii DAFTAR TABEL... xi DAFTAR GAMBAR... xv DAFTAR LAMPIRAN... xvii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Masalah...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perencanaan Pengembangan Wilayah Wilayah (region) adalah unit geografis dimana komponen-komponennya memiliki keterkaitan dan hubungan fungsional berupa perencanaan dan pengelolaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Teknologi satelit penginderaan jauh merupakan salah satu metode pendekatan penggambaran model permukaan bumi secara terintegrasi yang dapat digunakan sebagai data dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai

BAB I PENDAHULUAN. Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Potensi kekayaan alam yang dimiliki Indonesia sangatlah berlimpah, mulai dari sumber daya alam yang diperbaharui dan yang tidak dapat diperbaharui. Dengan potensi tanah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan

BAB I PENDAHULUAN. Strategis Kementerian Pertanian tahun adalah meningkatkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian yang tertuang dalam Rencana Strategis Kementerian Pertanian tahun 2010-2014 adalah meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong

I PENDAHULUAN. pedesaan salah satunya usaha ternak sapi potong. Sebagian besar sapi potong I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pedesaan pada umumnya bermatapencaharian sebagai petani, selain usaha pertaniannya, usaha peternakan pun banyak dikelola oleh masyarakat pedesaan salah satunya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai

BAB I PENDAHULUAN. dimanfaatkan untuk membajak sawah oleh petani ataupun digunakan sebagai BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang. Sapi adalah salah satu hewan yang sejak jaman dulu produknya sudah dimanfaatkan oleh manusia seperti daging dan susu untuk dikonsumsi, dimanfaatkan untuk membajak

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tantangan utama pembangunan peternakan sapi potong dewasa ini adalah permintaan kebutuhan daging terus meningkat sebagai akibat dari tuntutan masyarakat terhadap pemenuhan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam

TINJAUAN PUSTAKA. Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam 9 II TINJAUAN PUSTAKA 1.1. Usahaternak Sektor peternakan adalah sektor yang memberikan kontribusi tinggi dalam pembangunan pertanian. Sektor ini memiliki peluang pasar yang sangat baik, dimana pasar domestik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Permasalahan yang dihadapi Provinsi Jambi salah satunya adalah pemenuhan kebutuhan daging sapi yang sampai saat ini masih mengandalkan pemasukan ternak

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan Pengertian Lahan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lahan dan Penggunaan Lahan 2.1.1 Pengertian Lahan Pengertian lahan tidak sama dengan tanah, tanah adalah benda alami yang heterogen dan dinamis, merupakan interaksi hasil kerja

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk

PENGANTAR. Latar Belakang. Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk PENGANTAR Latar Belakang Tujuan pembangunan sub sektor peternakan Jawa Tengah adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan rumah tangga yang berbasis pada keragaman bahan pangan asal ternak dan potensi sumber

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Prosedur

MATERI DAN METODE. Prosedur MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Lokasi yang menjadi objek penelitian adalah Kawasan Usaha Peternakan (Kunak) sapi perah Kabupaten Bogor seluas 94,41 hektar, berada dalam dua wilayah yang berdekatan

Lebih terperinci

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN

POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN POTENSI DAN PELUANG PENGEMBANGAN TERNAK KERBAU DI KALIMANTAN SELATAN AKHMAD HAMDAN dan ENI SITI ROHAENI BPTP Kalimantan Selatan ABSTRAK Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang memiliki potensi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber

I. PENDAHULUAN. keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Republik Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki kekayaan keanekaragaman hayati yang sangat besar (mega biodiversity) berupa sumber daya hewan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian

BAHAN DAN METODE. Tabel 4 Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Gambar 2, pada bulan Oktober 2008 sampai dengan Februari 2011. Secara geografis

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan dititikberatkan pada pertumbuhan sektor-sektor yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Tujuan pembangunan pada dasarnya mencakup beberapa

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU

DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU DUKUNGAN KEBIJAKAN PERLUASAN AREAL UNTUK PENGEMBANGAN KAWASAN TERNAK KERBAU AGUS SOFYAN Direktorat Perluasan Areal Direktorat Jenderal Pengelolaan Lahan dan Air Pertanian Jl. Margasatwa No 3, Ragunan Pasar

Lebih terperinci

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN

Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN Sistem Produksi Pertanian/ Peternakan Konsep Usahatani Terpadu : Tanaman Pangan dan Ternak FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN Pembangunan peternakan rakyat (small farmers) di negara yang sedang

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Peternakan Sapi Perah di Indonesia Subsektor peternakan merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru khususnya bagi sektor pertanian dan perekonomian nasional pada umumnya.

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan

TINJAUAN PUSTAKA Kemampuan Lahan 4 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kemampuan Lahan Klasifikasi kemampuan (kapabilitas) lahan merupakan klasifikasi potensi lahan untuk penggunaan berbagai sistem pertanian secara umum tanpa menjelaskan peruntukkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang

TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang TINJAUAN PUSTAKA Ruang dan Penataan Ruang Menurut Rustiadi et al. (2009) ruang terdiri dari lahan dan atmosfer. Lahan dapat dibedakan lagi menjadi tanah dan tata air. Ruang merupakan bagian dari alam yang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Sawah irigasi sebagai basis usahatani merupakan lahan yang sangat potensial serta menguntungkan untuk kegiatan usaha tani. Dalam satu tahun setidaknya sawah irigasi dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai.

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Konsumsi daging sapi di Indonesia terus mengalami peningkatan. Namun peningkatan tersebut belum diimbangi dengan penambahan produksi yang memadai. Laju peningkatan

Lebih terperinci

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN V. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan Secara umum kinerja produksi ternak sapi dan kerbau di berbagai daerah relatif masih rendah. Potensi ternak sapi dan kerbau lokal masih dapat ditingkatkan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan

PENDAHULUAN. Keberhasilan usaha ternak sapi bergantung pada tiga unsur yaitu bibit, pakan, dan PENDAHULUAN Latar Belakang Peternakan di Indonesia sejak zaman kemerdekaan sampai saat ini sudah semakin berkembang dan telah mencapai kemajuan yang cukup pesat. Sebenarnya, perkembangan kearah komersial

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009)

I. PENDAHULUAN. Sumber : BPS (2009) I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan peternakan saat ini, menunjukan prospek yang sangat cerah dan mempunyai peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi pertanian Indonesia. Usaha peternakan

Lebih terperinci

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN

BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN BAB I IDENTIFIKASI KEBUTUHAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia telah berhasil dalam swasembada daging ayam dan telur, namun data statistika peternakan mengungkapkan bahwa Indonesia belum dapat memenuhi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia

TINJAUAN PUSTAKA. manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia TINJAUAN PUSTAKA Tinjauan pustaka Sapi adalah hewan ternak terpenting dari jenis jenis hewan ternak yang dipelihara manusia sebagai sumber penghasil daging, susu, tenaga kerja dan kebutuhan manusia lainnya.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Evaluasi Lahan Banyak pengertian lahan yang telah didefinisikan oleh para ahli, namun pada dasarnya mempunyai rumusan yang kurang lebih sama. Menurut Hardjowigeno, (2007) lahan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013

RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 RENCANA KINERJA TAHUNAN (RKT) DIREKTORAT PERLUASAN DAN PENGELOLAAN LAHAN TA. 2013 DIREKTORAT JENDERAL PRASARANA DAN SARANA PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN 2012 RKT DIT. PPL TA. 2013 KATA PENGANTAR Untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor

BAB I PENDAHULUAN. beli masyarakat. Sapi potong merupakan komoditas unggulan di sektor 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan daging sapi sebagai salah satu sumber protein hewani semakin meningkat sejalan dengan meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap pentingnya gizi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peranan penting dalam struktur ekonomi nasional. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang tidak hanya berperan dalam pembentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga

I. PENDAHULUAN. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman pangan biji-bijian dari keluarga rumput-rumputan. Berasal dari Amerika yang tersebar ke Asia dan Afrika melalui kegiatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Pendahuluan 1. Orientasi Pra Rekonstruksi Kawasan Hutan di Pulau Bintan dan Kabupaten Lingga BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hutan sebagai sebuah ekosistem mempunyai berbagai fungsi penting dan strategis bagi kehidupan manusia. Beberapa fungsi utama dalam ekosistem sumber daya hutan adalah

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :......

Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama : Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :...... LAMPIRAN 50 Lampiran 1. Kuisioner Penelitian Desa : Kelompok : I. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama :... 2. Umur :...tahun 3. Alamat Tempat Tinggal :... 4. Pendidikan Terakhir :.. 5. Mata Pencaharian a. Petani/peternak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu dari 21 program utama Departemen Pertanian terkait dengan upaya mewujudkan ketahanan pangan hewani asal ternak berbasis sumberdaya domestik adalah Program

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan

I. PENDAHULUAN. yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kabupaten Lampung Timur merupakan salah satu daerah di provinsi Lampung yang memiliki potensi hijauan hasil limbah pertanian seperti padi, singkong, dan jagung, sehingga

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah

II. TINJAUAN PUSTAKA Wilayah dan Hirarki Wilayah II. TINJAUAN PUSTAKA 2. 1 Wilayah dan Hirarki Wilayah Secara yuridis, dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, pengertian wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI

LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI LAPORAN AKHIR PEMANTAPAN PROGRAM DAN STRATEGI KEBIJAKAN PENINGKATAN PRODUKSI DAGING SAPI Oleh: Yusmichad Yusdja Rosmijati Sajuti Sri Hastuti Suhartini Ikin Sadikin Bambang Winarso Chaerul Muslim PUSAT

Lebih terperinci

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH

KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH KERAGAAN PENGEMBANGAN TERNAK SAPI POTONG YANG DIFASILITASI PROGRAM PENYELAMATAN SAPI BETINA PRODUKTIF DI JAWA TENGAH Pita Sudrajad*, Muryanto, Mastur dan Subiharta Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan

BAB I PENDAHULUAN. peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor tanaman pangan sebagai bagian dari sektor pertanian memiliki peranan yang sangat penting dalam ketahanan nasional, mewujudkan ketahanan pangan, pembangunan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi.

I. PENDAHULUAN. yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian dan peternakan merupakan satu kesatuan terintegrasi yang keduanya tidak bisa dilepaskan, bahkan yang saling melengkapi. Pembangunan kedua sektor ini bertujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2

I. PENDAHULUAN. Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah ,50 km 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Provinsi Lampung adalah provinsi yang memiliki luas wilayah 35.376,50 km 2 yang terdiri dari areal pemukiman, areal pertanian, perkebunan dan areal hutan yang

Lebih terperinci

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian

Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Peranan Aplikasi GIS Dalam Perencanaan Pengembangan Pertanian Disusun Oleh : Adhi Ginanjar Santoso (K3513002) Pendidikan Teknik Informatika dan Komputer Fakultas Keguruan dan Ilmu Pengetahuan Universitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC)

PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) BAB VI PENCAPAIAN SWASEMBADA DAGING SAPI DAN KERBAU MELALUI PENDEKATAN DINAMIKA SISTEM (SYSTEM DYNAMIC) Agung Hendriadi, Prabowo A, Nuraini, April H W, Wisri P dan Prima Luna ABSTRAK Ketersediaan daging

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Peranan pertanian antara lain adalah : (1) sektor pertanian masih menyumbang sekitar

Lebih terperinci

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi

Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia di Daerah Sentra Ternak Berdasarkan Faktor Konversi Daya Dukung Produk Samping Tanaman Pangan sebagai Pakan Ternak Ruminansia

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia mempunyai perairan laut yang lebih luas dibandingkan daratan, oleh karena itu Indonesia dikenal sebagai negara maritim. Perairan laut Indonesia kaya akan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018

RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 RENCANA KERJA TAHUNAN BALAI INSEMINASI BUATAN LEMBANG TAHUN 2018 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Organisasi dan Tata Kerja Balai Inseminasi Buatan Lembang ditetapkan dengan Surat Keputusan (SK) Menteri

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan batasan daya dukung lahan. Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan batasan daya dukung lahan. Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi dan batasan daya dukung lahan. Daya dukung lahan dinilai menurut ambang batas kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan akibat penggunaan. Penilaian Daya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang

BAB I PENDAHULUAN. efetivitas rantai pemasok. Menurut Wulandari (2009), faktor-faktor yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lingkungan Eksternal Lingkungan eksternal merupakan bagian yang sangat penting untuk membangun, mempertahankan, dan mengembangkan sebuah bisnis. Lingkungan eksternal juga dapat didefinisikan

Lebih terperinci

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu :

Lingkup Kegiatan Adapun ruang lingkup dari kegiatan ini yaitu : PROJECT DIGEST NAMA CLUSTER : Ternak Sapi JUDUL KEGIATAN : DISEMINASI INOVASI TEKNOLOGI pembibitan menghasilkan sapi bakalan super (bobot lahir > 12 kg DI LOKASI PRIMA TANI KABUPATEN TTU PENANGGUNG JAWAB

Lebih terperinci

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Laboratorium Tanaman Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Inilah Gambaran Peternak Dalam Mencari Hijauan Bagaimna Penanaman Rumput Pada Peternak Ruminansia Bagaimna Penanaman Rumput

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN 1.1.Latar belakang Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup

Lebih terperinci

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya BAB IV VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN, STRATEGI DAN KEBIJAKAN 4.1. Visi dan Misi Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya A. Visi Perumusan visi dan misi jangka menengah Dinas Pertanian,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN. Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Tujuan umum pembangunan peternakan, sebagaimana tertulis dalam Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Peternakan Tahun 2010-2014, adalah meningkatkan penyediaan

Lebih terperinci

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan

dan (3) pemanfaatan berkelanjutan. Keharmonisan spasial mensyaratkan bahwa dalam suatu wilayah pembangunan, hendaknya tidak seluruhnya diperuntukkan KERANGKA PEMIKIRAN Dasar teori yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada konsep pembangunan berkelanjutan, yaitu konsep pengelolaan dan konservasi berbasis sumberdaya alam serta orientasi perubahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya.

BAB I PENDAHULUAN. lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan. produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Faktor produksi utama dalam produksi pertanian adalah lahan. Kemampuan lahan yang dikelola akan memberikan produksi yang berbeda-beda tingkat produktivitasnya. Tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Agroindustri adalah usaha untuk mengolah bahan baku hasil pertanian menjadi berbagai produk yang dibutuhkan konsumen (Austin 1981). Bidang agroindustri pertanian dalam

Lebih terperinci

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN

POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR. Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR A. Tinjauan Pustaka 1. Pengertian Lahan Lahan adalah suatu daerah dipermukaan bumi dengan sifat- sifat tertentu yaitu adanya persamaan dalam hal geologi, geomorfologi,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api,

TINJAUAN PUSTAKA. A. Material Vulkanik Merapi. gunung api yang berupa padatan dapat disebut sebagai bahan piroklastik (pyro = api, II. TINJAUAN PUSTAKA A. Material Vulkanik Merapi Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lokal karena memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi. Zuraida dan

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. lokal karena memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi. Zuraida dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya yang dapat dimanfaatkan bagian umbinya sebagai bahan pangan alternatif lokal karena memiliki

Lebih terperinci

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU

KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU KAJIAN PERSEPSI DAN ADOPSI PETERNAK SAPI TERHADAP TEKNOLOGI BUDIDAYA SAPI UNGGUL DI KABUPATEN REJANG LEBONG PROVINSI BENGKULU Zul Efendi, Harwi Kusnadi, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pentingnya sektor pertanian dalam proses Pembangunan Indonesia disadari oleh Pemerintah Era reformasi terlihat dari dicanangkannya Revitaslisasi Pertanian oleh Presiden

Lebih terperinci

7.2. PENDEKATAN MASALAH

7.2. PENDEKATAN MASALAH kebijakan untuk mendukung ketersediaan susu tersebut. Diharapkan hasil kajian ini dapat membantu para pengambil kebijakan dalam menentukan arah perencanaan dan pelaksanaan penyediaan susu serta mampu mengidentifikasi

Lebih terperinci

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG

KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG KAJIAN TINGKAT INTEGRASI PADI-SAPI PERAH DI NGANTANG KABUPATEN MALANG Rohmad Budiono 1 dan Rini Widiati 2 1 Balai Pengkajian Teknoogi Pertanan Jawa Timur 2 Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta ABSTRAK Tujuan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia.

I. PENDAHULUAN. sangat diperlukan untuk meningkatkan kualitas sumberdaya manusia. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan peternakan merupakan bagian integral dari pembangunan pertanian yang memiliki peranan penting dalam kegiatan ekonomi Indonesia. Salah satu tujuan dari pembangunan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Perekonomian Indonesia dipengaruhi oleh beberapa sektor usaha, dimana masing-masing sektor memberikan kontribusinya terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM INFORMASI LAHAN PERTANIAN PANGAN BERKELANJUTAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa

Lebih terperinci

POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI SKRIPSI FAJAR ARIF WISANTORO

POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI SKRIPSI FAJAR ARIF WISANTORO POTENSI DAN DAYA DUKUNG HIJAUAN SEBAGAI PAKAN SAPI POTONG RAKYAT DI KECAMATAN PATI SKRIPSI FAJAR ARIF WISANTORO DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja.

I. PENDAHULUAN. mempunyai peranan dalam memanfaatkan peluang kesempatan kerja. 1.1. Latar Belakang Penelitian I. PENDAHULUAN Usaha perunggasan di Indonesia telah menjadi sebuah industri yang memiliki komponen lengkap dari sektor hulu sampai ke hilir. Perkembangan usaha tersebut memberikan

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya

BAB I. PENDAHULUAN. kegiatan pertanian, pemukiman, penggembalaan serta berbagai usaha lainnya BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kebutuhan akan lahan semakin meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk Indonesia. Peningkatan kebutuhan akan lahan akan digunakan untuk kegiatan pertanian, pemukiman,

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT Seuntai Kata Sensus Pertanian 2013 (ST2013) merupakan sensus pertanian keenam yang diselenggarakan Badan Pusat Statistik (BPS) setiap 10 (sepuluh) tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hutan merupakan seluruh satuan lahan yang menunjang kelompok vegetasi yang didominasi oleh pohon segala ukuran, dieksploitasi maupun tidak, dapat menghasilkan kayu

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci