HUBUNGAN TINGKAH LAKU GOOD DEVIANCE DENGAN KEPRIBADIAN PADA MAHASISWA RELATIONSHIP OF GOOD DEVIANCE BEHAVIOR AND PERSONALITY OF UNIVERSITY STUDENTS

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HUBUNGAN TINGKAH LAKU GOOD DEVIANCE DENGAN KEPRIBADIAN PADA MAHASISWA RELATIONSHIP OF GOOD DEVIANCE BEHAVIOR AND PERSONALITY OF UNIVERSITY STUDENTS"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN TINGKAH LAKU GOOD DEVIANCE DENGAN KEPRIBADIAN PADA MAHASISWA RELATIONSHIP OF GOOD DEVIANCE BEHAVIOR AND PERSONALITY OF UNIVERSITY STUDENTS SKRIPSI ANGELINE KARTIKA SOSRODJOJO ! FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM REGULER DEPOK MEI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN TINGKAH LAKU GOOD DEVIANCE DENGAN KEPRIBADIAN PADA MAHASISWA RELATIONSHIP OF GOOD DEVIANCE BEHAVIOR AND PERSONALITY OF UNIVERSITY STUDENTS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi SKRIPSI ANGELINE KARTIKA SOSRODJOJO FAKULTAS PSIKOLOGI PROGRAM REGULER DEPOK MEI 2012!! "!

3 HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama : Angeline Kartika Sosrodjojo NPM : Tanda Tangan : Tanggal : 30 Mei 2012!! ""

4 !! """!

5 UCAPAN TERIMAKASIH Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, karena atas kasih dan karunia-nya, saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Saya menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh sebab itu, saya mengucapkan terima kasih kepada: (1) Prof. Dra. Sri Hartati D. Reksodiputro S., MA, Ph.D. dan Ivan Sujana, M.Psi. selaku dosen pembimbing. Terimakasih atas kesabaran dalam membimbing saya mengerjakan skripsi ini, baik bimbingan teknis, moral maupun emosional. Terimakasih telah mengajarkan saya untuk berpikir runut, fokus, tenang dalam menghadapi tantangan, dan berani untuk mempertanggungjawabkan pendapat atau pandangan saya. Sungguh, proses pembuatan skripsi ini dan bimbinganbimbingan yang telah saya lalui menjadi proses yang menyenangkan, berkesan, berarti, dan bermanfaat. (2) Dra. Ratna Djuwita, Dipl, Psych. dan Luh Surini Yulia Savitri, M.Psi selaku dosen penguji. Terimakasih telah bersedia menguji skripsi saya dan memberikan masukan-masukan yang berarti bagi penulisan skripsi ini. (3) Papi, mami, koko, dan oma yang telah mendukung pembuatan skripsi ini secara tidak langsung. Terimakasih karena telah membiayai seluruh studi saya. Terimakasih juga atas penerimaan terhadap keputusan saya untuk berkuliah di psikologi, mengambil topik skripsi yang rumit, dan menyelesaikannya dalam waktu tiga semester. (4) Sahabat saya, Romo Henrikus Suwaji, O.Carm. Terimakasih atas cinta dan penerimaanmu sehingga saya merasa menjadi pribadi yang sangat berarti, mensyukuri apa yang telah saya miliki selama ini, dan menyadari kekuatankekuatan yang saya miliki untuk dapat menyelsaikan skripsi ini. Terimakasih atas dukungan dan kata-kata penyemangat yang romo berikan khususnya di saat-saat saya merasa jenuh mengerjakan skripsi ini. Sungguh, caramu menyemangatiku selalu berhasil membuatku bangkit lagi. Terimakasih.!! "#

6 (5) Mentor, kakak, dan sahabat saya: Kak Remy. Terimakasih atas relasi yang menghidupkan yang boleh saya nikmati saat bersama dengan kakak. Melalui relasi tersebut, saya terbantu untuk menghadapi luka-luka, mengalami kesembuhan, dan pertumbuhan hakikat diri. (6) Suster Theresianne, CB. selaku mentor saya yang telah banyak mengajarkan metode-metode PRH. Metode tersebut sangat bermanfaat dalam saya menyelesaikan konflik batin yang mengganggu pembuatan skripsi ini. Suster telah pergi menghadap Bapa, namun ajaranmu akan selalu kuterapkan dan kasihmu akan selalu kubagikan lagi kepada sesamaku. Terimakasih atas cinta dan teladanmu dalam mencintai. (7) Keluargaku di Psikologi, Tetot Fam, yang terdiri dari Arni, Bagus, Lydia, dan Rachel. Terimakasih telah menemani perjalananku selama di psikologi. Masamasa indah maupun tidak menyenangkan selama kita berelasi telah mengajarkanku banyak hal dan menjadi kenangan yang menyenangkan untuk dihidupkan. Terimakasih secara khusus kepada Lydia yang telah bersedia berbagi kamar denganku selama satu bulan terakhir mengerjakan skripsi ini, dan juga telah menjadi tempatku bertanya beberapa hal berkaitan dengan statistik dalam pengerjaan skripsi ini. Juga kepada Bagus dan Arni yang telah membantu dalam pengambilan data. (8) Teman-teman psikologi yang telah membantu pengerjaan skripsi ini. Khusunya Kak Melva yang telah mengijinkanku untuk menginap di kamar kosnya dan meminjamkan laptopnya. Aryo yang telah memberikan feed-back dan membantu dalam persiapan mental untuk menghadapi sidang. Teman-teman yang membantu dalam mengambil data yang namanya tidak dapat kusebutkan satu per satu. (9) Om Gunawan yang telah memeriksa kesehatan saya selama ini dan memberikan lagu yang membantu saya berkonsentrasi dalam mengerjakan skripsi. Juga kepada Tante Yani yang menjadi tempat curhat dan memperkenalkan saya dengan komunitas PRH. Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Depok, 30 Mei 2012 Penulis! #!!

7 HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Angeline Kartika Sosrodjojo NPM : Program Studi : Psikologi demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty- Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul : Hubungan Tingkah Laku Good Deviance dengan Kepribadian pada Mahasiswa beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk pangkalan data (database), merawat, dan memublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya. Dibuat di : Depok Pada tanggal : 30 Mei 2012 Yang menyatakan (Angeline Kartika Sosrodjojo)!! #"

8 ABSTRAK Nama : Angeline Kartika Sosrodjojo Program Studi : Psikologi Judul : Hubungan Tingkah Laku Good Deviance dan Kepribadian pada Mahasiswa Universitas merupakan tempat untuk mendidik para pemimpin yang berprinsip, yaitu menjunjung tinggi integritas dan memiliki kompas moral yang kuar (intuisi untuk menilai apa yang benar dan salah) (Hendrick & Circle, 1980; Sims, 1993; dalam Anitsal, Anitsal, Elmore, 2009). Kenyataannya, banyak mahasiswa yang melakukan kecurangan saat ujian dan memaksa mahasiswa lain untuk ikut melakukannya. Jika pelanggaran ini dibiarkan terus, maka tidak ada lagi mahasiswa yang mau tidak curang saat ujian. Kasus seperti ini tidak hanya terjadi pada universitas, tapi juga banyak terjadi pada organisasi lainnya. Kelompok di dalam organisasi membuat norma yang bertentangan dengan regulasi organisasi dan memaksa anggota lain untuk ikut melakukan pelanggaran. Dalam penelitian ini, orang-orang yang tetap menunjukkan tingkah laku sesuai dengan regulasi organisasi di tengah kelompok yang melakukan pelanggaran disebut individu good deviant, dan tingkah lakunya disebut good deviance. Pada penelitian ini, sampel tingkah laku good deviance yang digunakan adalah tingkah laku intensional tidak melakukan kecurangan saat ujian di tengah teman-teman clique yang sering melakukan kecurangan saat ujian. Hasil dari penelitian ini adalah tidak adanya hubungan yang signifikan antara tingkah laku good deviance dengan tiap-tiap personality traits, yaitu agreeableness, conscientiousness, extravresion, neuroticism, openness to experience. Hasil ini dipengaruhi oleh kondisi sampel yang kebanyakan jarang melakukan kecurangan saat ujian. Kata kunci: good deviance, deviance, personality traits, five-factor!! #""!

9 ABSTRACT Name : Angeline Kartika Sosrodjojo Study Program : Psikologi Title : Hubungan Tingkah Laku Good Deviance dan Kepribadian pada Mahasiswa University is a place to educate leaders who has integrity, and strong moral which are able to distinguish right and proper (Hendrick & Circle, 1980; Sims, 1993; dalam Anitsal, Anitsal, Elmore, 2009). In fact, many students are cheating in the exam and force other students to do so. If a violation is allowed to continue, there will be no students are not cheating on exams. Cases like this do not just happen at the university, but also occurs in many other organizations. Groups within the organization making norm that opposing the regulation of organization and forcing other members to participate in violating organization s regulation. In this study, people who continued to show the behavior in accordance with the regulations of the organization in a group of individuals who violate it called good deviant, and the behavior called good deviance. Sample of good deviance that use in this study is intentional no cheating behavior that occurs among clique that intentionaly cheating in written examination. The results of this study show that there is no significance corelation between good deviance behavior with each of personality traits, namely agreeableness, conscientiousness, extraversion, neuroticism, and openness to experience. This results are influenced by the condition that the sample are rarely cheating during written examination. Key words: good deviance, deviance, personality traits, five-factor!!#"""

10 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS. ii LEMBAR PENGESAHAN. iii UCAPAN TERIMAKASIH iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH.. vi ABSTRAK. vii DAFTAR ISI. ix DAFTAR TABEL. xi DAFTAR DIAGRAM.. xii DAFTAR LAMPIRAN. xiii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Rumusan Masalah Tujuan Manfaat Sistematik Penulisan TINJAUAN PUSTAKA Tingkah Laku Deviance Deviance yang bersifat positif Workplace Deviance: Constructive dan Destructive Positive Deviance Evaluasi Good Deviance Mahasiswa dan Kecurangan Akademis Ketentuan Mahasiswa Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Kecurangan Akademis Pengukuran Kecurangan Akademis Five Factor Theory Asumsi Dasar Five-Factor Theory Penjelasan tiap-tiap Trait Pengukuran Five-Factor Theory Revised NEO Personality Inventory (NEO PI-R) International Personality Item Pool (IPIP) Deviance dan Five-Factor Theory METODE PENELITIAN Variabel Penelitian Rumusan Masalah Hipotesis Desain Penelitian Partisipan Kriteria Partisipan Jumlah Partisipan Metode Sampling... 27!! "$!

11 3.6 Alat Ukur Konsep Dasar Tiap Alat Ukur Inventori Kecurangan Saat Ujian Inventori Intensi Tidak-Curang Inventori Kecurangan Clique Inventori Kepribadian Administrasi Alat Administrasi Alat saat Uji Keterbacaan, Validitas, dan Reliabilitas Administrasi Alat saat Penyaringan Sampel dan Pengambilan Data Pengolahan Data Prosedur Penelitian Pelaksanaan Penelitian Uji Alat Ukur Pelaksanaan Uji Alat Ukur Hasil Uji Alat Ukur Skoring Persebaran Item-Item Alat Ukur setelah Uji Coba Sampling Pengambilan Sampel Klasifikasi Responden berdasarkan Skor Tiap Test Responden yang didapatkan Pengambilan Data Pengolahan Data ANALISA DATA DAN INTEPRETASI Demografi Responden Good Deviance dan Non-Good Deviance Hubungan Good Deviance Perbedaan Mean Tiap Traits Kepribadian Kelompok Good Deviance dengan Kelompok Non-Good Deviance Hubungan antara Frekuensi Kecurangan Individu dengan Frekuensi Kecurangan Clique dan Intensi Tidak-Curang Individu KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Kesimpulan Diskusi Temuan-temuan Hubungan Tingkah Laku Good Deviance dengan Kepribadian Conscientiousness: Kunci Utama Good Deviance Efek Interaksi antar Trait Pengaruh Intensi Kecurangan Saat Ujian dan Frekuensi Kecurangan Kelompok Terhadap Frekuensi Kecurangan Individu Evaluasi Lingkup Penelitian Desain Penelitian Alat Pengolahan Data Saran DAFTAR REFERENSI!! $!

12 DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Pembagian Jenis Workplace Deviance.. 8 Tabel 2.2 Faset dari Kelima Personality Traits. 18 Tabel 2.3 Hubungan Workplace Deviance dengan Personality Traits. 20 Tabel 3.1 Jenis Individu Berdasarkan Kondisi Clique dan Kondisi Individu. 27 Tabel 3.2 Dimensi Alat Ukur Frekuensi Kecurangan Saat Ujian 29 Tabel 3.3 Elemen, Indikator, dan Contoh Item Self-Report Intensi Tidak-Curang Individu. 31 Tabel 3.4 Elemen, Indikator, dan Contoh Item Rating Intensi Tidak-Curang Individu 33 Tabel 3.5 Contoh Item Inventori Kepribadian.. 35 Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Kepribadian. 44 Tabel 3.7 Gambaran Item Tiap Alat.. 45 Tabel 3.8 Persebaran Responden Berdasarkan Kelas Frekuensi Kecurangan Clique 48 Tabel 3.9 Persebaran Responden Frekuensi Kecurangan Clique Kelas Tinggi Berdasarkan Frekuensi Kecurangan Individu 49 Tabel 3.10 Persebaran Responden (Frekuensi Curang Clique Tinggi) Berdasarkan Persentil Skor Intensi Tidak-Curang Individu 50 Tabel 4.1 Kriteria dan Jumlah Responden Good Deviance, Non-Good Deviance, dan Others.. 52 Tabel 4.2 Demografi Responden Good Deviance 53 Tabel 4.3 Demografi Responden Non-Good Deviance. 53 Tabel 4.4 Hasil Korelasi tiap-tiap Trait Kepribadian Good Deviance dan Non-Good Deviance. 54 Tabel 4.5 Perbedaan Mean Kelompok dan Koefisien Cohen-d. 55 Tabel 4.6 Korelasi antara Frekuensi Kecurnagan Clique dan Intensi Tidak-Curang Individu dengan Frekuensi Kecurangan Individu.. 56!! $"!

13 DAFTAR DIAGRAM Diagram 3.1 Desain Penelitian Diagram 3.2 Prosedur Sampling... 40!! $""!

14 DAFTAR LAMPIRAN 1. Arti Kata 2. Demografi Responden 3. Persebaran Item Alat pada Tahap Uji Coba 4. Reliabilitas Inventori Frekuensi Curang Individu (pada tahap uji coba alat) 5. Reliabilitas Inventori Self-Report Intensi Tidak-Curang Individu (pada tahap uji coba alat) 6. Reliabilitas Inventori Rating Intensi Tidak-Curang Individu (pada tahap uji coba alat) 7. Validitas Inventori Kepribadian (pada tahap uji coba alat) 8. Reliabilitas Inventori Kepribadian (pada tahap uji coba alat) 9. Reliabilitas Inventori Frekuensi Curang Individu (pada tahap sampling) 10. Reliabilitas Inventori Intensi Tidak-Curang Individu (pada tahap sampling) 11. Validitas Inventori Kepribadian (pada tahap pengambilan data) 12. Reliabilitas Inventori Kepribadian (pada tahap pengambilan data)!! $"""

15 !! BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Universitas merupakan tempat untuk mendidik para pemimpin yang berprinsip, yaitu menjunjung tinggi integritas dan memiliki kompas moral yang kuat (intuisi untuk menilai apa yang benar dan salah) (Hendrick & Circle, 1980; Sims, 1993; dalam Anitsal, Anitsal & Elmore, 2009, hal. 18). Pada kenyataannya, terdapat banyak kecurangan akademis yang dilakukan mahasiswa, antara lain menyontek, memplagiat hasil karya, dan menitipkan tanda tangan kehadiran. Pada salah satu universitas negeri ternama di Indonesia, 37% dari mahasiswa pernah melakukan kecurangan tersebut (Kompas, 2009). Mahasiswa yang melakukan kecurangan akademis saat di perguruan tinggi berpotensi untuk melakukan pelanggaran regulasi organisasi di tempat mereka bekerja seperti mencuri dan berbohong (Harding, Carpenter, Finelli, & Passow, 2004). Bourke (1994; dalam Dunlop & Lee, 2004, hal.69) melaporkan bahwa kerugian perusahaan akibat pencurian yang dilakukan karyawan berkisar antara 10 sampai dengan 120 milyar US$ setiap tahunnya. Jika kecurangan akademis dibiarkan terus, maka kecurangan tersebut akan dianggap wajar untuk dilakukan, bahkan para pelaku kecurangan akan memaksa orang lain untuk ikut melakukan kecurangan. Contohnya, salah seorang siswa yang tidak mau memberikan sontekan justru mendapat ancaman dari teman-temannya (Akunto & Inggried, 2011). Jika siswa atau mahasiswa yang masih menjunjung tinggi integritas moral, dalam hal ini tidak melakukan kecurangan akademis, selalu mendapatkan ancaman atas tindakannya, maka mereka tidak akan mau lagi untuk jujur. Dengan kata lain, universitas dinilai gagal menjadi tempat untuk mendidik para pemimpin yang berprinsip; menjunjung tinggi integritas dan memiliki kompas moral yang kuat. Dampak jangka panjangnya adalah semakin banyak lagi karyawan yang akan melakukan pelanggaran dalam dunia kerja dan mengakibatkan kerugian besar bagi perusahaannya. Oleh sebab itu, kecurangan akademis perlu ditindaklanjuti. "!!

16 "!" Menindaklanjuti kecurangan akademis, McCabe, Trevino dan Butterfield (2001) melakukan review atas beberapa penelitian tentang faktor-faktor lingkungan dan individual yang menyebabkan pelajar melakukan kecurangan akademis. Dari review tersebut, mereka mencanangkan satu program yang dapat mengatasi kecurangan akademis, yaitu honor codes. Program ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan akademis yang menjunjung tinggi integritas akademis. Program ini bukanlah satu-satunya cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi semua permasalahan kecurangan akademis (McCabe, Trevino, & Butterfield, 2001). Hal ini terlihat dari persentase keberhasilan honor codes, dimana masih ada 23% mahasiswa pada perguruan tinggi swasta dan 33% mahasiswa pada perguruan tinggi negeri yang masih melakukan kecurangan saat ujian (College Administration Publication,!"#"#$" Kelemahan program tersebut terletak pada penelitian awal yang mendasari rancangan program yang hanya menyoroti mahasiswa-mahasiswa yang melakukan kecurangan dan faktor-faktor yang menyebabkan seseorang melakukan kecurangan. Padahal, dalam program tersebut, selain bertujuan untuk mengurangi tingkah laku curang ada juga hal-hal yang ditujukan untuk meningkatkan tingkah laku jujur. Oleh sebab itu, perlu adanya penelitian tentang faktor-faktor yang berkontribusi pada tingkah laku tidak ikut melakukan kecurangan akademis. Dalam penelitian-penelitian lain, tingkah laku kecurangan akademis disorot sebagai pelanggaran individu terhadap peraturan pendidikan. Dalam penelitian ini, tingkah laku kecurangan akademis dilihat sebagai tindakan yang telah mewabah dikalangan pelajar, bahkan sudah menjadi norma yang perlu ditaati oleh seluruh anggota kelompok. Oleh sebab itu, tindakan tidak melakukan kecurangan saat ujian dipandang bukan sekedar sebagai tindakan yang menaati regulasi pendidikan, namun juga tindakan yang melanggar norma kelompok. Jika dilihat dari sudut pandang kelompok yang melakukan pelanggaran terhadap regulasi organisasi, maka anggota yang menunjukkan tingkah laku sesuai dengan regulasi organisasi tergolong deviant karena tingkah lakunya bertentangan dengan norma kelompok. Jika dilihat dari sudut pandang

17 "!" organisasi, maka anggota ini tergolong baik (good) karena tindakannya sesuai dengan regulasi organisasi. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini, anggotaanggota yang masih bertindak sesuai dengan regulasi organisasi di tengah kelompok yang memiliki norma bertentangan dengan regulasi dapat disebut dengan individu good deviant, dan tingkah lakunya disebut good deviance. Penelitian tentang good deviance belum pernah dilakukan sebelumnya. Penelitian pada tingkah laku deviant biasanya menggunakan satu acuan norma untuk menilai apakah tingkah laku tersebut tergolong deviance atau tidak (Spritzer & Sonenshein, 2004; Galperin, 2002). Sedangkan dalam good deviance terdapat dua acuan norma, acuan pertama adalah regulasi organisasi dan acuan kedua adalah norma kelompok. Tingkah laku dianggap deviance karena bertentangan dengan norma kelompok, namun dianggap good karena sejalan dengan regulasi organisasi. Selain itu, biasanya penekanan tingkah laku deviant hanya pada pelanggaran yang dilakukan oleh individu. Dalam good deviance, kondisi kelompok yang melakukan pelanggaran terhadap regulasi menjadi elemen yang penting. Good deviance menjadi lebih relevan untuk diteliti dalam budaya Indonesia yang bersifat kolektif, dimana tingkah laku individu seringkali dipengaruhi oleh tingkah laku kelompok. Salah satu faktor yang mendasari tingkah laku adalah kepribadian. Faktor kepribadian yang sering digunakan untuk penelitian tentang tingkah laku deviance adalah kelima domain kepribadian yang biasa disebut Five Factor (McCrae & Costa, 1996). Hasil penelitian menunjukkan adanya korelasi antara domain kepribadian dengan tingkah laku deviance (Bodankin & Tziner, 2009). Kelima domain dan dinamika kepribadian manusia dengan lingkungannya dipaparkan secara detil dalam Five Factor Theory (McCrae & Costa 1996; dalam McCrae & Costa 2003). Menurut McCrae dan Costa (2003) kelima domain, yang disebut juga dengan basic tendencies atau personality traits, secara murni dipengaruhi oleh faktor genetis. Basic tendencies dapat berubah hingga usia delapan belas tahun, di usia delapan belas hingga tiga puluh tahun perubahannya akan relatif kecil dibanding usia sebelumnya (Feist & Feist, 2006) dan setelah usia tiga puluh tahun relatif tidak ada perubahan. Basic

18 "!" tendencies bersifat kovert. Manifestasi konkret dari basic tendencies adalah characteristic adaptation, yang merupakan keterampilan, kebiasaan, sikap, dan hubungan yang dihasilkan dari interaksi antara individu dengan lingkungan (McCrae & Costa, 1996). Basic tendencies memang tidak dapat diubah namun dapat disalurkan dalam bentuk yang berbeda (McCrae et.al., 2000). Pendidik atau lingkungan dimana individu berada memang tidak memiliki andil yang besar terhadap perubahan traits namun dapat membuat program yang dapat mengubah characteristic adaptation (cf. Harkness & Lilienfield, 1997; dalam McCrae et.al., 2000), atau dengan kata lain membuat individu menyalurkan trait-trait nya dalam bentuk yang berbeda. Jika komposisi personality traits individu good deviance diketahui, maka dapat dibuat program-program untuk mengembangkan individu yang menyalurkan trait-trait-nya dalam bentuk seperti itu. Dengan demikian, program yang dibuat dalam rangka mengembangkan good deviance akan lebih terarah dan tepat guna. Hasilnya, akan lebih banyak individu yang menaati regulasi organisasi meskipun mendapatkan tekanan dari kelompok untuk melakukan pelanggaran. Penelitian ini hanya membahas tingkah laku good deviance pada mahasiswa, yaitu tingkah laku jarang melakukan kecurangan saat ujian di antara teman-teman kuliah yang sering melakukan kecurangan saat ujian. Teori kepribadian yang digunakan adalah Five Factor Theory (McCrae & Costa, 2003) yang membagi kepribadian menjadi lima trait, yaitu agreeableness, conscientiousness, extraversion, neuroticism, dan opennes to experience. Penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif. Strategi yang digunakan adalah studi korelasi karena penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan tingkah laku good deviance dengan kepribadian. Pada strategi ini, kepribadian responden akan dikorelasikan dengan karakteristik responden, yaitu apakah responden menunjukkan tingkah laku good deviance atau tidak menunjukkan tingkah laku good deviance (disebut non-good deviance). Adanya korelasi yang signifikan antara tingkah laku good deviance dengan personality trait tertentu mengindikasikan bahwa perubahan pada personality trait dapat

19 "!" menyebabkan perubahan pada tingkah laku good deviance. Oleh sebab itu, untuk menciptakan individu good deviance dapat dilakukan dengan cara mengubah kepribadiannya, khususnya characteristic adaptation-nya. 1.2 Rumusan Masalah Adakah hubungan yang signifikan antara tingkah laku good deviance dengan kepribadian pada mahasiswa? 1.3 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara tingkah laku good deviance dengan kepribadian pada mahasiswa dalam konteks akademis. 1.4 Manfaat Beberapa manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Memberikan sumbangan ilmiah khususnya dalam penelitian yang berhubungan dengan tingkah laku deviance. 2. Memberikan masukan kepada tenaga pendidik untuk mengembangkan faktor-faktor tertentu dari Five Personality Trait (Costa & McCrae, 2006) dalam rangka mengembangkan tingkah laku good deviance pada peserta didik yang berusia di bawah delapan belas tahun.

20 "!" 1.5 Sistematik Penulisan Setelah bab ini, penulis akan menjabarkan penelitian dengan lebih mendetil ke dalam beberapa bab, antara lain: Bab 2 Tinjauan pustaka. Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan teori-teori yang digunakan dalam penelitian, yaitu teori tentang tingkah laku good deviance dan Five Factor Theory (McCrae & Costa, 2003). Bab 3 Metode penelitian. Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan cara yang dilakukan untuk melihat hubungan antara good deviance dengan kepribadian. Bab ini terdiri dari beberapa subbab, yaitu variabel penelitian, desain penelitian, partisipan, metode sampling, alat ukur, pengolahan data, prosedur penelitian dan pelaksanaan penelitian. Bab 4 Hasil dan analisa hasil. Pada bab ini, peneliti akan menjelaskan hubungan antara good deviance dengan kepribadian berdasarkan data yang didapatkan. Subbab ini terdiri dari demografi responden dan hasil korelasi antara good deviance dengan kepribadian. Bab 5 Kesimpulan, diskusi dan saran. Dalam bab ini, hasil penelitian akan disimpulkan dan dikaitkan dengan teori Five Factor. Selain itu, peneliti akan menjelaskan kekuatan dan kelemahan penelitian ini dan memberikan saran kepada peneliti selanjutnya berkaitan dengan hal-hal apa saja yang dapat dilakukan untuk mengembangkan penelitian ini.

21 !! BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang menjadi dasar bagi penelitian ini, yaitu teori mengenai tingkah laku deviance, mahasiswa dan kecurangan akademis, dan Five-Factor-Theory. 2.1 Tingkah Laku Deviance Deviance dalam kamus diartikan sebagai tingkah laku yang menyimpang dari norma (berdasarkan Oxford dan Merriam Webster dictironary; dapat dilihat pada lampiran-i arti kata). Dalam berbagai penelitian, tingkah laku deviant seringkali dikaitkan dengan tingkah laku negatif (Galperin, 2002), seperti tindakan kriminal. Padahal, penyimpangan dari norma dapat bersifat positif maupun negatif (Galperin, 2002). Literatur yang membahas tingkah lakun deviance dalam sudut pandang positif hanya sedikit. Pada subbab ini, peneliti akan memaparkan dua konsep yang membahas deviance dari sudut pandang positif. Kedua konsep ini akan dibahas dan dievaluasi sebelum peneliti membahas konstruk good deviance karena evaluasi keduanya merupakan dasar pembentukan konstruk good deviance. Konsep pertama dibuat oleh Bodankin dan Tziner (2009) yang membahas tingkah laku deviance dalam dunia kerja yang dibagi menjadi dua berdasarkan dampak yang diberikan, yaitu dampak positif (constructive) dan negatif (destructive). Konsep kedua dibuat oleh Spreitzer dan Sonenshein (2004) yang menggunkan pendekatan normatif untuk mengonstruk deviance yang bersifat positif Deviance yang bersifat positif Workplace Deviance: Constructive dan Destructive Dalam dunia kerja, tingkah laku deviance dibagi menjadi dua jenis berdasarkan efeknya terhadap kesejahteraan pegawai dan perusahaan, yaitu destructive dan constructive deviance. Tiap-tiap jenis dibagi menjadi dua berdasarkan sasaran tindakannya, yaitu ditujukan pada individu di dalam perusahaan atau ditujukan langsung pada organisasi. Berikut ini adalah tabel pembagian jenis deviance di tempat kerja. "!

22 "!" Tabel 2.1 Pembagian jenis workplace deviance Sasaran Tindakan Individu dalam Dampak Organisasi Mengancam kesejahteraan Interpersonal destructive organisai deviance Mendungkung Interpersonal kesejahteraan organisasi constructive deviance Organisasi Organizational destructive deviance Organizational constructive deviance Interpersonal destructive deviance adalah tindakan yang mengancam kesejahteraan organisasi yang dilakukan secara sukarela terhadap individu dalam organisasi (Robinson dan Bennett dalam Bodankin dan Tziner, 2009). Contoh tindakan tersebut adalah menghina dan memperlakukan pekerja lain secara kasar. Organizational destructive deviance adalah tindakan sukarela yang mengancam kesejahteraan organisasi yang dilakukan terhadap organisasi (Robinson dan Bennet dalam Bodankin dan Tziner, 2009). Contoh tindakan tersebut adalah mencuri barang perusahaan atau menggunakan fasilitas perusahaan untuk kepentingan yang tidak berhubungan dengan perusahaan tersebut. Tindakan pelanggaran yang dilakukan secara sukarela namun memiliki dampak menyejahterakan organisasi, atau yang disebut constructive deviance, dibagi menjadi dua, yaitu interpersonal dan organizational constructive deviance. Interpersonal constructive deviance adalah pelanggaran terhadap individu dalam organisasi yang menyejahterahkan organisasi, contohnya melanggar perintah atasan demi kebaikan perusahaan (Bodankin dan Tziner, 2009). Organizational constructive deviance adalah pelanggaran terhadap norma organisasi demi kebaikan perusahaan, contohnya memberikan solusi yang kreatif dan memperbaiki norma yang sudah ada (Bodankin dan Tziner, 2009) Positive Deviance Positive deviance adalah tingkah laku intensional yang menyimpang dari norma kelompok acuan dengan cara yang honorable (Spreitzer dan Sonenshein, 2004). Ada tiga elemen penting dari positive deviance, yaitu intensional, menyimpang dari norma kelompok acuan, dan honorable. Berikut ini adalah penjelasan dari ketiga elemen tersebut:

23 "!" 1. Intensional Tingkah laku intensional artinya tingkah laku tersebut dilakukan tanpa paksaan dari orang lain, bertujuan dan berencana, dan dilakukan dengan penuh determinasi. 2. menyimpang dari norma kelompok Beberapa kelompok yang digunakan sebagai acuan tingkah laku deviance adalah norma organisasi atau unit kerja, norma industri, norma profesi, dan prinsip-prinsip umum norma bisnis. 3. In honorable way Spreitzer dan Sonenshein (2004) mengartikan tindakan yang honorable sebagai tindakan yang dilakukan bukan bertujuan untuk keuntungan diri sendiri Evaluasi Berikut ini adalah evaluasi peneliti terhadap kedua jenis deviant di atas. 1. Dampak tindakan Bodankin dan Tziner (2009) menilai workplace deviance sebagai tingkah laku positif atau negatif berdasarkan dampak dari tindakan tersebut. Jika tindakan ini memberikan keuntungan bagi organisasi maka tindakan ini dinilai sebagai tindakan positif. Sebaliknya, jika tindakan ini merugikan organisasi maka tindakan ini dinilai negatif. Tingkah laku deviant yang memiliki nilai positif tidak selalu memberikan dampak yang positif bagi organisasi yang peraturannya ia langgar (Spreitzer dan Sonenshein, 2004). Contohnya adalah seseorang yang menolak ikut dalam kebijakan perusahaan untuk tidak membayar pajak. Orang tersebut akhirnya melaporkan perusahaannya pada pihak yang berwenang. Tindakan ini adalah tindakan yang mulia, selaras dengan peraturan negara, namun memberikan dampak buruk bagi organisasinya. 2. Tujuan tindakan Positive deviance dinilai positif karena tindakan ini memiliki tujuan yang honorable, yaitu bukan untuk kepentingan diri sendiri. Spreitzer dan Sonenshein (2004) menentukan kriteria ini tanpa melakukan

24 #!"# survey tentang motivasi di balik melakukan tindakan-tindakan deviance. Peneliti menilai bahwa kriteria ini dapat membatasi tindakan-tindakan, yang serupa dengan positive deviance, namun memiliki tujuan yang tidak kalah baiknya dengan honorable ways, misalnya tindakan-tindakan yang dilakukan demi menjalankan perintah agama, demi menjunjung tinggi moralitas, dan menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Tujuan tersebut dapat saja dilakukan demi kepentingan orang yang melakukan, yaitu demi mendapatkan ketentraman. Sebab jika orang-orang yang menjunjung tinggi nilainilai tersebut melanggar nilai-nilai tersebut maka orang itu akan diusik ketidakdamaian dalam batinnya (Bertens, 2007). 3. Acuan regulasi Kedua jenis tindakan deviance di atas hanya menggunakan satu acuan regulasi untuk menilai pelanggaran tingkah laku. Pada workplace deviance, regulasi yang digunakan sebagai acuan adalah regulasi organisasi. Pada positive deviant, regulasi yang dapat digunakan adalah salah satu dari empat acuan, yaitu norma organisasi atau unit kerja, norma industri, norma profesi, dan prinsip-prinsip umum norma bisnis. Bedasarkan ketiga evaluasi diatas, maka peneliti membuat suatu konstruk deviance yang mendasari penilaian positif berdasarkan kesesuaian tindakan dengan acuan regulasi dan tidak berdasar pada tujuan maupun hasil dari tindakan tersebut. Konstruk ini peneliti sebut dengan good deviance Good Deviance Definisi tingkah laku good deviance dalam organisasi adalah tingkah laku intensional yang bertentangan dengan norma kelompok dan sejalan dengan regulasi organisasi; norma kelompok bertentangan dengan regulasi organisasi. Berikut ini adalah penjelasan dari elemen: 1. Intensional Spreitzer dan Sonenshein (2004, p.842) mengartikan tingkah laku intensional sebagai tingkah laku yang dilakukan dengan discretion,

25 "!!" voluntary, dan purposeful. Berdasarkan kamus Oxford (2007) dan Merriam-webster (2003) ketiga elemen tersebut berarti: a. Discretion artinya tidak ada intervensi dari pihak luar dalam memutuskan untuk melakukan tingkah laku tersebut. b. Voluntary artinya tingkah laku tersebut dilakukan dengan adanya perencanaan. c. Purposeful artinya mempertahankan niat untuk melakukan tingkah laku tersebut apa pun kondisi dan konsekuensinya. Arti ketiga elemen dalam bahasa Inggris dapat dilihat pada lampiran-i. 2. Bertentangan dengan norma kelompok Norma yang dimaksud adalah prinsip tentang tingkah laku yang diharapkan kelompok dan mengikat seluruh anggota kelompok (berdasarkan Merriam-Webster, 2003). Norma kelompok yang dimaksud adalah norma kelompok yang bertentangan dengan regulasi organisasi. Tingkah laku good deviance dinilai deviance karena bertentangan dengan norma kelompok. 3. Sejalan dengan regulasi organisasi Regulasi yang dimaksud adalah aturan organisasi yang tertulis yang diketahui oleh seluruh anggota. Sejalan dengan regulasi artinya ada kesesuaian antara tingkah laku dengan regulasi organisasi. Namun tidak harus dilakukan dengan tujuan untuk mematuhi regulasi tersebut. Elemen ini yang menjadikan tingkah laku good deviance dianggap good karena tingkah laku yang sejalan dengan regulasi organisasi dapat membuat organisasi berjalan dengan baik (Clague, 1992)

26 #!"# 2.2 Mahasiswa dan Kecurangan Akademis Ketentuan Mahasiswa Majelis Wali Amanat (2004) menyebutkan beberapa ketentuan yang harus dilakukan oleh mahasiswa, antara lain: 1. mendasari setiap aktivitasnya dengan kejujuran 2. mencapai yang terbaik dalam penelitian dan penerapan pengetahuan pada bidang keahliannya. 3. menegakkan objektivitas keilmuan dalam melakukan penelitian dan penerapan pengetahuan pada bidang keahliannya. Selain itu, Majelis Wali Amanat (2004) juga menegaskan bahwa dalam menjalankan proses akademik, mahasiswa dilarang melakukan kecurangan, memberi ataupun menerima bantuan yang tidak diizinkan, dan melakukan plagiat karya akademik orang lain Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecurangan akademis McCabe dan Trevino (1997) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecurangan saat ujian. Faktor tersebut dibagi kedalam dua jenis, yaitu faktor individu dan faktor lingkungan. Faktor individu yang berpengaruh terhadap kecurangan saat ujian adalah usia, gender, dan ratarata nilai IPK. Faktor lingkungan yang berpengaruh adalah frekuensi kecurangan teman-teman kelompoknya, penolakan teman-teman kelompok terhadap tingkah laku kecurangan, keikutsertaan dalam fraternity/soronity, dan persepsi kekerasan hukuman akan tindakan kecurangan. Diantara faktorfaktor tersebut, penolakkan teman-teman kelompok terhadap kecurangan akademis memiliki pengaruh yang paling besar Pengukuran kecurangan akademis Alat ukur yang digunakan oleh McCabe dan Trevino (1997) merupakan alat yang diadaptasi dari penelitian mereka sebelumnya di tahun Alat ini membagi kecurangan akademis menjadi dua jenis, yaitu kecurangan dalam tugas tertulis dan kecurangan ujian tertulis. Kecurangan akademis dalam tugas tertulis meliputi:

27 #!"# 1. menggunakan sontekan dalam ujian, 2. menyalin dari siswa lain selama ujian, 3. menggunakan cara curang untuk mendapatkan dan memelajari soal yang akan diujikan, 4. menyalin dari murid lain selama ujian tanpa sepengetahuan murid tersebut, 5. membantu orang lain untuk melakukan kecurangan dalam ujian, 6. melakukan kecurangan dalam ujian dengan cara lainnya. Kecurangan akademis dalam tugas tertulis meliputi: 1. menyalin materi dan menjadikannya sebagai hasil pekerjaan pribadi, 2. membuat daftar pustaka yang tidak benar, 3. mengatasnamakan pekerjaan orang lain sebagai pekerjaan diri sendiri, 4. menerima bantuan substansial yang tidak diijinkan dalam mengerjakan tugas, 5. bekerjasama dalam mengerjakan tugas yang seharusnya merupakan tugas individu, 6. menyalin beberapa kalimat dari materi yang telah dipublikasikan tanpa mencantumkan sumbernya. Responden diminta untuk melaporkan seberapa sering mereka melakukan keduabelas jenis kecurangan tersebut. Masing-masing jenis kecurangan memiliki lima pilihan jawaban, yaitu tidak pernah (skor 1), sesekali (skor 2), jarang (skor 3), sering (skor 4), dan sangat sering (skor 5). Skor keduabelas jenis tindakan dijumlahkan menjadi satu skor tunggal. 2.3 Five-Factor Theory Five-Factor Theory merupakan salah satu teori kepribadian yang fokus utamanya pada membentuk stuktur dari kepribadian (Hall, Lindzey, dan Campbell, 1997). Teori ini termasuk aliran trait theories (Fiest & Fiest, 2006), yaitu aliran yang membuat struktur kepribadian berdasarkan karakteristik (pikiran, perasaan, dan tindakan) spesifik yang saling terkait. Diantara trait theory, Five Factor Theory memiliki model struktur

28 #!"# kepribadian yang paling komprehensif sehingga dapat menjelaskan tingkah laku dengan baik (Markey & Markey, 2010) dan memiliki daya prediksi tingkah laku paling baik (McCrae & Costa, 2003). Oleh sebab itu, teori ini sering digunakan untuk menjelaskan dan memprediksi tingkah laku dalam organisasi (Colbert et al., 2004). Teori ini berawal dari struktur kepribadian yang dibuat dalam rangka melihat stabilitas dari trait. Trait adalah dimensi dari perbedaan individu dalam kecenderungan untuk memperlihatkan pola pikiran, perasaan, dan tindakan yang konsisten (McCrae & Costa, 2003). Struktur ini disebut Five Factor Model (FFM: McCrae & Costa, 2003). Setelah ditemukan bahwa trait mengalami perubahan hingga usia 30 dan selanjutnya mengalami stabilitas, maka McCrae & Costa (2003) mulai mencari penjelasan dari jawaban ini. Interaksi antara trait dengan faktor lingkungan, dan keterkaitannya dengan faktor genetis yang terlihat dalam Five Factor Theory (FFT: McCrae & Costa, 2003) merupakan kunci penjelasan stabilitas trait Asumsi Dasar Five-Factor Theory Struktur kepribadian manusia terdiri dari tiga komponen pusat, yaitu basic tendencies, characteristic adaptations, dan self-concept (McCrae & Costa, 2003). Berikut ini adalah penjelasan dari tiap-tiap komponen pusat (McCrae & Costa, 2003). 1. Basic Tendencies Basic tendencies adalah kapasitas abstrak dan kecenderungan individu. Basic tendencies terdiri dari 5 trait, yaitu neuroticism, extraversion, openness to experience, agreeableness, dan conscientiousness. Basic tendencies mengalami perkembangan selama masa kanak-kanak dan mengalamai kematangan pada masa dewasa. 2. Characteristic Adaptations Characteristic Adaptations adalah struktur konkret yang diperoleh individu dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Characteristic adaptations meliputi kompetensi yang diperoleh (contoh: bahasa, pengetahuan umum, skema dan strategi, keterampilan sosial); sikap,

29 #!"# keyakinan, dan tujuan (contoh: agama, pandangan moral, sikap politik, proyek pribadi); tingkah laku yang dipelajari (contoh: kebiasaan, rutinitas harian, hobi); adaptasi interpersonal (contoh: peran sosial, relasi, dan persepsi terhadap orang lain) (McCrae & Costa, 1996). 3. Self-Concept Self-concept merupakan pandangan individu terhadap dirinya sendiri. Inti dari teori ini adalah perbedaan antara basic tendencies dan characteristic adaptation. Basic tendencies sepenuhnya dipengaruhi oleh faktor biologis (McCrae & Costa, 2003) sedangkan characteristic adaptation merupakan hasil interaksi individu dengan lingkungan (McCrae & Costa, 1996). Oleh sebab itu, basic tendencies bersifat stabil sedangkan characteristic adaptation dapat berubah (McCrae & Costa, 2003). Dalam rangka pembentukan kepribadian individu, para pelatih memiliki andil yang kecil dalam mengembangkan basic tendencies namun memiliki andil yang cukup besar dalam mempengaruhi characteristic adaptations (cf. Harkens & Lilienfield, 1997; dalam McCrae et.al., 2000) Penjelasan tiap-tiap trait 1. Agreeableness Agreeableness terlihat dari perhatian yang ditujukan pada orang lain tanpa mementingkan diri sendiri, mempercayai orang lain dan dermawan (McCrae & Costa, 2003). Individu dengan agreeableness yang tinggi menganggap orang lain jujur, baik, dan dapat dipercaya (Johnson, n.d). Oleh sebab itu, individu dengan agreeableness yang tinggi cenderung mudah mempercayai orang lain, dermawan (Feist & Feist, 2006), perhatian dengan orang lain, ramah, mau menolong (Johnson, n.d), cenderung memilih untuk bekerjasama daripada bersaing dengan orang lain, tidak dapat menipu orang lain demi kepentingannya, meskipun mereka ingin melakukannya (Weiner & Greene, 2008). Sebaliknya, orang yang memiliki agreeableness yang rendah akan lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain (Johnson, n.d). Mereka cenderung tidak ramah, curiga pada orang lain, tidak suka membantu orang lain (Johnson, n.d) dan cenderung memanipulasi orang lain

30 #!"# demi kepentingannya (weiner & Greene, 2008). Mereka yakin, orang lain dapat mengambil keuntungan dari mereka. Agreeableness memiliki enam domain, yaitu trust, straightforwardness, altruism, compliance, modesty, dan tender-mindedness (Weiner & Greene, 2008). 2. Conscientiousness Trait ini berkaitan dengan cara individu dalam mengatur, meregulasi, dan mengarahkan dorangan (impulse) (Johnson, n.d). Orang dengan conscientiousness yang tinggi akan merencanakan tindakannya, mempertimbangkan tujuan jangka pendek dan jangka panjang, serta memikirkan konsekuensi atas tindakannya. Mereka menyukai keteraturan dan kerapihan dalam kegiatan maupun penataan barang mereka. Karakteristik ini membuat individu dengan conscientiousness yang tinggi memilih untuk tidak terlibat dalam pelanggaran regulasi sehingga mereka lebih sering meraih kesuksesan. Conscientiousness terdiri dari enam domain yaitu competence, order, dutifulness, achievement striving, self-discipline dan deliberation (Weiner & Greene, 2008). 3. Extraversion Extraversion membedakan kecenderungan seseorang dalam berinteraksi dengan orang lain dan beraktivitas (McCrae & Costa, 2003). Individu dengan extraversion yang tinggi cenderung hangat, bersahabat, dan menikmati interaksi dengan orang lain (Weiner & Greene, 2008). Sedangkan individu dengan extraversion yang rendah cenderung tidak menikmati interaksi dengan orang lain (Weiner & Greene, 2008). Salah satu faset extraversion adalah assertiveness. Individu dengan assertiveness yang tinggi akan lebih dominan, asertif, dan seringkali menjadi pemimpin dalam kelompoknya (Weiner & Greene, 2008). Extraversion terdiri dari enam domain yaitu warmth, gregariousness, assertiveness, activity, excitement-seeking, dan positive emotions (Weiner & Greene, 2008).

31 #!"# 4. Neuroticism Trait ini berkaitan dengan kecenderungan individu dalam menghadapi stres secara umum (Feist & Feist, 2006) dan dalam mengalami perasaan yang tidak menyenangkan, dan gangguan emosional, sehingga berhubungan juga dengan gangguan pikiran dan tindakan (Vestre, 1984: McCrae & Costa, 2003). Individu dengan neuroticism yang tinggi cenderung menghadapi stres secara berlebih (Feist & Feist, 2006) sehingga mereka cenderung mengalami perasaan-perasaan negatif seperti cemas, marah, atau depresi (Johnson, n.d.). Selain itu, mereka juga cenderung merasa tertekan, mengalami penderitaan emosional, mudah frustasi dan merasa tak mampu menghadapi tekanan yang ada (Johnson, n.d.). Trait ini terdiri dari enam domain yaitu anxiety, angry hostility, depression, self-consciousness, impulsiveness, dan vulnerability (Weiner & Greene, 2008). 5. Openness to experience Openness to experience mendeskripsikan gaya berpikir seseorang (Johnson, n.d.) dan memperlihatkan kecenderungan individu untuk menerima ide-ide, pendekatan dan pengalaman baru (McCrae & Costa, 1997a: McCrae & Costa, 2003). Trait ini membedakan individu yang nyaman dengan hal-hal yang sudah biasa dengan individu yang selalu ingin mencari tahu hal-hal yang baru (Feist & Feist, 2006). Individu dengan openness to experience yang tinggi memiliki imajinasi yang tinggi, menyukai seni, menyukai bermain dengan teka-teki dan puzzle, dan menyukai bermain dengan teori dan ide-ide abstrak (Weiner & Greene, 2008). Trait ini terdiri dari enam domain yaitu fantasy, aesthetics, feelings, actions, ideas dan values Pengukuran Five-Factor Kepribadian individu berdasarkan five factor theory diukur menggunakan inventori yang diisi oleh individu yang berkaitan. Inventori ini berisi pernyataanpernyataan tentang characteristic adaptation (McCrae & Costa, 1996). Individu diminta untuk mengukur kesesuaian dirinya dengan pernyataan-pernyataan tersebut. Berdasarkan pernyataan-pernyataan tentang characteristic adaptation,

32 #!"# dapat diambil kesimpulan mengenai basic tendencies individu (McCrae & Costa, 1996). Dengan kata lain, domain dari inventori ini adalah basic tendencies dan sub-domainnya adalah characteristic adaptation Revised NEO Personality Inventory (NEO PI-R) Saat ini, alat yang digunakan untuk mengukur Five-Factor adalah Revised NEO Personality Inventory (Neo PI-R; McCrae & Costa, 1992). Alat ini dapat digunakan untuk melihat deskripsi kepribadian secara komprehensif pada dewasa normal (Weiner & Greene, 2008). Alat ini terdiri dari lima trait dan enam faset untuk masing-masing trait. Tabel 2.2 Faset dari kelima personality traits Trait Faset Agreeableness Trust, Straightforwardness, Alturism, Complience, Modesty, Tender-Mindedness Conscientiousness Competence, Order, Dutifulness, Achievement Striving, Self- Discipline, Deliberation Extraversion Warmth, Gregariousness, Assertiveness, Activity, Excitement- Seeking, Positive Emotions. Neuroticism Anxiety, Angry Hostility, Depression, Self-Consciousness, Impulsiceness, Vulnerability Openness experience to Fantasy, Aesthetics, Feelings, Actions, Ideas, Values International Personality Item Pool (IPIP) NEO PI-R dijual dengan harga yang mahal sehingga peneliti perlu mencari alternatif lain untuk mengukur Five trait. Salah satu alternatif yang baik adalah IPIP (Goldberg et al., 2006). Item pool ini dapat diakses gratis melalui situs Item-item dalam alat ini diambil dari beberapa item inventori kepribadian yang dijual secara komersial, seperti NEO-PI-R (Costa & McCrae, 1992 dalam Goldberg et al., 2006), 16 Personality Factor Questionnaire (16PF: Conn & Ricke, 1994 dalam Goldberg et al., 2006), California Psychological

33 #!"# Inventory (CPI: Gough & Hradley, 1996 dalam Goldberg et al., 2006), dan lainnya. Item-item IPIP yang berfungsi untuk mengukur Five-Factor memiliki korelasi yang tinggi dengan NEO-PI-R, yaitu sebesar 0.94 (Goldberg dalam Goldberg et al., 2006). Hal ini menunjukkan bahwa item-item dalam kedua alat ukur tersebut mengukur konstruk yang sama. Namun ada tiga dari tiga puluh item dalam IPIP yang mewakili item NEO-PI-R tidak memiliki factor loading yang besar dengan item NEO-PI-R yang diharapkan. Selain itu, dilihat dari hasil analisa konten, ada perbedaan konten antara faset Opennes to Value pada NEO-PI-R dengan item-item dalam IPIP yang seharusnya mewakili faset tersebut (Goldberg et al., 2006). Dengan demikian perlu diingat bahwa meskipun IPIP dapat digunakan untuk mengukur hal yang sama dengan NEO-PI-R, namun IPIP tidak equivalent dengan NEO-PI-R. IPIP yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil adaptasi dari Safitri (2007) kemudian Teanita (2008) dan Rizkiah (2011). Peneliti telah meminta ijin kepada Rizkiah dan dosen pembimbing skripsinya untuk menggunakan alatnya dalam penelitian ini. Safitri (2007) menerjemahkan 120- item IPIP-NEO (item IPIP yang merepresentasikan item-item NEO-PI-R). Dari 120 item tersebut, ada dua item yang tidak digunakan karena tidak sesuai dengan budaya Indonesia, yaitu item yang berbunyi tend to vote for conservative political candidates dan tend to vote for liberal political candidates. Setelah uji alat, jumlah item yang digunakan adalah 97 item. Teanita (2008) merevisi menjadi 103 item. Rizkiah (2011) merevisi menjadi 52 item. Uji reliabilitas menggunakan cronbach alpha, hasilnya antara hingga Uji validitas menggunakan validitas internal, koefisien korelasi yang didapat antara hingga Dengan demikian dapat dikatakan bahwa alat ini valid digunakan untuk mengukur tiap-tiap trait kepribadian. 2.4 Tingkah Laku Deviance dan Five-Traits Diantara kedua jenis deviance dari sisi positif yang dipaparkan diawal bab ini, yaitu positive deviance dan constructive deviance, yang telah dilakukan penelitian hubungan dengan five trait hanyalah constructive deviance. Sedangkan

34 #!"# kontruk positive deviance merupakan konstruk yang hanya dibuat definisinya berdasarkan studi literatur namun penelitian tentang positive deviance belum pernah dilakukan. Berikut ini adalah hasil penelitian Bodankin dan Tziner (2009) yang menunjukkan hubungan antara tingkah laku deviance dengan tiap-tiap trait kepribadian: Tabel 2.3 Hubungan Workplace Deviance dengan Personality Traits Jenis workplace deviance Organizational Constructive Deviance Neuroticism Extraversion Openness to experience Agreeableness Conscienti ousness -0.45** 0.37** 0.36** Interpersonal Constructive Deviance Organizational Destructive Deviance Interpersonal Destructive Deviance -0.45** 0.41** 0.36** ** 0.24* -0.24* ** -0.21* Note: N = 88 Correlations are significant at: *p < 0.05 or **p < 0.01 levels 1. Organizational dan Interpersonal constructive deviance secara signifikan memiliki hubungan yang negatif dengan neuroticism, dan yang positif dengan extraversion dan openness to experience. Dengan demikian, individu dengan neuroticism yang tinggi kemungkinan besar tidak akan melakukan tindakan constructive deviance. Individu dengan extraversion dan openness to experience yang tinggi kemungkinan besar akan melakukan tindakan constructive deviance. 2. Neuroticism, openness to experience, dan agreeableness secara signfikan dapat memprediksi munculnya tingkah laku organizational constructive deviance.

35 #!"# 3. Organizational destructive deviance secara signifikan memiliki hubungan yang negatif dengan conscientiousness. Dengan demikian, individu dengan conscientiousness yang tinggi kemungkinan besar tidak melakukan tingkah laku organizational destructive deviance. 4. Interpersonal destructive deviance secara signifikan memiliki korelasi yang positif dengan neuroticism, dan memiliki korelasi yang negatif dengan extraversion, agreeableness, dan conscientiousness. Dengan demikian, individu dengan neuroticism yang tinggi kemungkinan besar akan melakukan tindakan interpersonal destructive deviance. Individu dengan extraversion, agreeableness, dan conscientiousness yang tinggi kemungkinan besar tidak akan melakukan tindakan interpersonal constructive deviance. Berdasarkan ciri tiap-tiap trait, maka peneliti membuat dugaan terhadap hubungan tingkah laku good deviance dengan personality traits. 1. Dugaan hubungan good deviance dengan agreeableness Ketika berada di tengah kelompok yang sering melakukan kecurangan saat ujian, kemungkinan individu dengan agreeableness yang tinggi akan cenderung membantu temannya saat ujian jika diminta. Sebaliknya, individu dengan agreeableness yang rendah cenderung meminta bantuan bahkan memaksa orang lain untuk membantunya saat ujian. 2. Dugaan hubungan good deviance dengan conscientiousness Individu yang memiliki conscientiousness yang tinggi memiliki orientasi pada tugas dan regulasi yang tinggi. Mereka menyadari kerugian-kerugian yang akan mereka dapatkan bila melakukan kecurangan saat ujian. Selain itu, mereka telah memikirkan tujuan jangka panjang dari studi mereka. Kedua pertimbangan ini membuat mereka lebih memilih untuk mengerjakan ujian dengan usaha mereka sendiri daripada melakukan kecurangan. 3. Dugaan hubungan good deviance dengan extraversion Individu good deviance memiliki perbedaan frekuensi tingkah laku kecurangan saat ujian dengan kelompoknya. Ada dua kemungkinan yang terjadi. Individu tidak membujuk teman-temannya untuk ikut mematuhi

36 " "!!" regulasi organisasi, atau individu membiarkan teman-temannya melanggar regulasi organisasi; meskipun dia sendiri tidak ikut melanggar. Pada individu non-good deviance, ada dua kemungkinan yang terjadi. Pertama, individu ikut-ikutan kelompoknya dalam melakukan kecurangan saat ujian. Pada kemungkinan ini, dapat diprediksi, inidivu memiliki extraversion yang rendah. Kemungkinan kedua adalah individu justru memimpin kelompoknya untuk melanggar peraturan. Dalam hal ini, individu mungkin memiliki extraversion yang tinggi. 4. Dugaan hubungan good deviance dengan neuroticism Individu pada kelompok good-deviance akan memilih untuk tidak melakukan kecurangan saat ujian. Pilihan ini dibuat karena ia tidak terlalu frustasi dengan ujian yang akan dihadapi. Orang dengan neuroticism yang tinggi seringkali merasakan ketidakmampuan dalam menghadapi tekanan, termasuk saat ujian. Sehingga kemungkinan besar ia akan lebih memilih untuk melakukan kecurangan saat ujian. 5. Dugaan hubungan good deviance dengan openness to experience Individu yang memiliki openness to experience yang tinggi cenderung memilih tidak melakukan kecurangan saat ujian karena mereka mengganggap soal ujian seperti teka-teki yang menyenangkan untuk diselesaikan. Sebaliknya, individu dengan openness to experience yang rendah diprediksi akan memilih untuk curang karena menanggap soal ujian sebagai sesuatu yang tidak menyenangkan.

37 !! BAB 4 ANALISIS DATA DAN INTEPRETASI Dalam bab ini, peneliti akan menjawab permasalahan penelitian, yaitu ada tidaknya hubungan antara good deviance dengan tiap-tiap trait kepribadian. Selain itu, peneliti juga akan memberikan data tambahan berupa hubungan antara frekuensi kecurangan individu dengan frekuensi kecurangan clique dan intensi tidak-curang individu. Sebelum memaparkan data, peneliti akan memaparkan demografi subjek good deviance dan non-good deviance Demografi Responden Good Deviance dan Non-Good Deviance Berikut ini adalah jumlah responden good deviance, non-good deviance, dan responden yang tidak termasuk keduanya. Tabel 4.1. Kriteria dan Jumlah Responden Good Deviance, Non-Good Deviance dan Others Kelompok Kriteria kelas Jumlah responden Kondisi clique Kondisi individu Frekuensi curang clique Frekuensi curang Individu Intensi tidak curang Good deviance Tinggi Rendah Tinggi 6 Non Gooddeviance Tinggi Tinggi Rendah 41 Others Selain kedua kombinasi diatas 261 Jumlah responden 308 Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah responden seluruhnya adalah 308 responden. Responden yang berada di kelompok good deviance sebanyak enam responden dan non-good deviance sebanyak 41 responden. Lainnya, sejumlah 261 responden yang tidak sesuai dengan kriteria good deviance ataupun non-good deviance berada di kelompok others. Kelompok good deviance dan non-good deviance akan masuk dalam tahap pengambilan dan pengolahan data sedangkan kelompok others akan dieliminasi. "#!

38 #!"# Tabel 4.2 Demografi Responden Good Deviance Rumpun Fakultas Semester Jenis Kelamin Usia Jumlah L P Ilmu alam F.MIPA, & F.T Berdasarkan tabel di atas, responden good deviance seluruhnya berasal dari rumpun ilmu alam, yaitu Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam dan Fakultas Teknik. Responden good deviance terdiri dari lima orang semester enam dan satu orang semester delapan. Jumlah responden laki-laki dan perempuan sama, yaitu tiga orang. Tabel 4.3 Demografi Responden Non-Good Deviance Rumpun Fakultas Seme Jenis kelamin Usia ster L P tdk isi tdk isi Jumla h Humaniora FIB Ilmu sosial FISIP, FH & FE Ilmu alam FIK, F.MIPA, F.T, & Fasilkom Jumlah Responden Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa responden non-good deviance berasal dari ketiga rumpun ilmu, yaitu 4 orang dari rumpun humaniora, 5 orang dari rumpun ilmu sosial, dan 32 orang dari rumpun ilmu alam. Dari ketiga rumpun, jumlah responden terbanyak berasal dari ilmu alam, yaitu 32 mahasiswa. Responden terdiri dari 26 mahasiswa semester 6 dan 15 orang mahasiswa semester 8. Responden laki-laki berjumlah 22 orang, perempuan berjumlah 17 orang, dan 2 orang tidak mengisi data jenis kelamin. Kebanyakan responden (20 orang) berusia 20 tahun dan paling sedikit (1 orang) berusia 22 tahun dan ada 2 orang yang tidak mengisi data usia.

39 #!"# 4.2 Hubungan Good Deviance dan Kepribadian Hubungan antara good deviance dengan traits kepribadian dilihat dari signifikansi korelasi trait kepribadian dengan kode karakteristik kepribadian ( 1 untuk respondem good deviance dan 0 untuk responden non-good-deviance). Berikut ini adalah tabel korelasinya. Tabel 4.4 Hasil Korelasi tiap-tiap Trait Kepribadian Good Deviance dan Non-Good Deviance Trait Koefisien korelasi (r) Koefisien determinasi (r 2 ) Nilai signifikansi (p) Keputusan Agreeableness Tidak signifikan Conscientiousness Tidak signifikan Extraversion Tidak signifikan Neuroticism Tidak signifikan Openness to experience Tidak signifikan Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa dengan jumlah responden sebanyak 47 orang (terdiri dari enam orang good deviance dan 41 orang non-good deviance) dan level signifikansi lebih kecil dari 0.05 (two-tails), Good Deviance tidak memiliki korelasi dengan seluruh trait, yaitu agreeableness (r = +.057), conscientiousness (r = +.206), extraversion (r = -.037), neuroticism (r = -.185), dan openness to experience (r = -.203). Dengan demikian, good deviance tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan seluruh trait. Hasil ini didukung dengan analisa dari koefisien determinasi. Keofisien determinasi menunjukkan kekuatan korelasi karena koefisien ini mengukur variasi dari tiap trait yang dapat diprediksi oleh hubungan trait dengan karakteristik individu (good deviance atau non- good deviance) (Gravetter & Wallnau, 2007). Setiap trait memiliki koefisien yang lebih kecil dari 0.09 yang artinya kurang dari 9% variasi dari trait yang dapat diprediksi oleh hubungan trait tersebut dengan karakteristik individu. Koefisien determinasi yang lebih kecil dari 0.09 berarti kekuatan korelasi sangatlah kecil (Cohen, 1988: Gravetter & Wallnau, 2007).

40 "!!" 4.3 Perbedaan Mean Tiap Traits Kepribadian Kelompok Good Deviance dengan Kelompok Non-Good Deviance Tabel 4.5 Perbedaan Mean Kelompok dan Koefisien Cohen-d Trait Mean different Estimeated-d Keputusan Agreeableness Kecil Conscientiousness Sedang Extraversion Kecil Neuroticism Sedang Openness to experience Sedang Pada trait agreeableness, kelompok good deviance memiliki mean lebih besar dari kelompok non-good deviance. Dilihat dari kolom estimate-d, perbedaan tersebut sebesar standard deviasi. Pada trait conscientiousness, perbedaan mean antara kedua kelompok sebesar standard deviasi. Pada trait extraversion, perbedaan mean antara good deviance dengan non-good deviance sebesar standard deviasi; kelompok good deviance memiliki mean lebih kecil dari kelompok non-good deviance. Pada trait neuroticism, kelompok good deviance memiliki mean lebih kecil standard deviasi daripada kelompok non-good deviance. Pada trait openness to experience, kelompok good deviance memiliki mean lebih kecil standard deviasi dari mean kelompok non-good-deviance. Koefisien estimate-d lebih kecil dari 0.2 standard deviasi menunjukkan bahwa perbedaan mean antara dua kelompok sangat kecil (Cohen, 1988: Gravetter & Wallnau, 2007). Dengan demikian, perbedaan mean antara kelompok good deviance dengan non-good-deviance pada trait agreeableness (d = 0.163) dan extraversion (d = ) sangatlah kecil. Perbedaan mean sebesar 0.2 hingga 0.8 standard deviasi menunjukkan bahwa perbedaan mean antara dua kelompok berada pada tingkat sedang (Cohen, 1988: Gravetter & Wallnau, 2007). Dengan demikian, perbedaan mean antara good-deviance dengan non-good deviance pada trait conscientiousness (d = 0.611), neuroticism (d = ), dan openness to experience (d = ) tergolong sedang.

41 #!"# Dilihat dari hasil ini, meskipun pada perhitungan korelasi tidak terdapat hubungan yang signifikan antar good deviance dengan kelima traits, namun jika jumlah subjek ditambah mungkin akan ada hubungan yang signifikan antara good deviance dengan trait conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience. 4.4 Hubungan antara Frekuensi Kecurangan Individu dengan Frekuensi Kecurangan Clique dan Intensi Tidak-Curang Individu Tabel 4.6. Korelasi antara Frekuensi Kecurangan Clique dan Intensi Tidak-Curang Individu dengan Frekuensi Kecurangan Individu Variabel Pearson correlation Signifikansi Keputusan (r) (p) Frekuensi kecurangan clique Signifikan Intensi tidak curang individu Signifikan Frekuensi kecurangan individu secara signifikan memiliki korelasi positif dengan frekuensi kecurangan clique. Artinya, semakin tinggi frekuensi kecurangan clique, semakin tinggi pula frekuensi kecurangan individu. Sebaliknya, frekuensi kecurangan individu secara signifikan memiliki korelasi yang negatif dengan intensi tidak curang individu. Artinya, semakin tinggi intensi tidak curang individu, semakin rendah frekuensi kecurangan individu. Tabel hasil regresi dapat dilihat pada lampiran. Hasil regresi menunjukkan bahwa kedua variabel (frekuensi kecurangan clique dan intensi tidak-curang individu) menjelaskan 61.9% varians pada frekuensi kecurangan individu (R 2 =.619, F(2,305) = , p<.001). Hasil menunjukkan bahwa frekuensi kecurangan clique secara signifikan memprediksi frekuensi kecurangan individu (! =.342, t(305) = 8.088, p<.001). Intensi tidak-curang individu secara signifikan memprediksi frekuensi kecurangan individu (! = -.546, t(305) = , p<.001). Berdasarkan standardized coefficient! terlihat bahwa frekuensi kecurangan individu lebih dipengaruhi oleh intensi tidak-curang individu (!=-.546) daripada frekuensi kecurangan clique (!=.342). Dengan kata lain, keputusan individu untuk melakukan kecurangan saat ujian lebih dipengaruhi oleh keputusan pribadinya atau intensinya. Pengaruh intensi tidak-curang terhadap frekuensi kecurangan individu memiliki nilai negatif yang artinya semakin besar intensi tidak curang individu maka semakin rendah frekuensi curang individu.

42 !! BAB 3 METODE PENELITIAN Bab ini akan membahas langkah-langkah yang dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu perencanaan dan pelaksanaan. Pada bagian perencanaan, peneliti akan membahas operasionalisasi variabel, rumusan masalah, hipotesis, desain penelitian, partisipan, alat ukur, pengolahan data dan prosedur penelitian. Pada bagian pelaksanaan, peneliti akan mempertanggungjawabkan perubahan-perubahan yang terjadi saat melaksanakan penelitian. 3.1 Variabel Penelitian Penelitian ini terdiri dari dua variabel, yaitu tingkah laku good deviance dan kepribadian. Berikut ini adalah paparan dari variabel tersebut 1. Good deviance Definisi operasional tingkah laku good deviance pada mahasiswa dalam konteks akademis adalah mahasiswa yang secara intensional jarang melakukan kecurangan saat ujian dan memiliki clique di kampus yang sering melakukan kecurangan saat ujian. Clique adalah kelompok teman sebaya yang berjumlah sedikit (biasanya antara empat sampai delapan orang) yang sering berinteraksi dan berbagi nilai dan preferensi aktivitas (Shaffer & Kip, 2009). Clique dipilih sebagai sampel kelompok yang akan diteliti karena diharapkan dengan sedikitnya jumlah anggota kelompok dan seringnya interaksi membuat seluruh anggota mengetahui norma kelompok meskipun norma tersebut tidak tertulis. Dalam hal ini norma yang dimaksud adalah ikut melakukan kecurangan saat ujian. 2. Trait kepribadian Variabel ini memiliki lima variasi yang merupakan personality traits dari kepribadian berdasarkan teori five-factor (McCrae & Costa, 2003). Personality traits tersebut adalah agreeableness, conscientiousness, extraversion, neuroticism, dan openness to experience. "#!

43 #!"# 3.2 Rumusan Masalah Adakah hubungan yang signifikan antara tingkah laku good deviance pada mahasiswa dengan tiap-tiap personality traits? 3.3 Hipotesis Ha1: Tingkah laku good deviance pada mahasiswa memiliki hubungan yang signifikan dengan agreeableness. H 0 1: Tingkah laku good deviance pada mahasiswa tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan agreeableness. Ha2: Tingkah laku good deviance pada mahasiswa memiliki hubungan yang signifikan dengan conscientiousness. H 0 2: Tingkah laku good deviance pada mahasiswa tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan conscientiousness. Ha3: Tingkah laku good deviance pada mahasiswa memiliki hubungan yang signifikan dengan extraversion. H 0 3: Tingkah laku good deviance pada mahasiswa tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan extraversion. Ha4: Tingkah laku good deviance pada mahasiswa memiliki hubungan yang signifikan dengan neuroticism. H 0 4: Tingkah laku good deviance pada mahasiswa tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan neuroticism. Ha5 : Tingkah laku good deviance pada mahasiswa memiliki hubungan yang signifikan dengan openness to experience. H 0 5 : Tingkah laku good deviance pada mahasiswa tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan openness to experience. 3.4 Desain Penelitian Penelitian ini tergolong penelitian kuantitatif, yaitu penelitian yang mengolah data berupa angka untuk mendapatkan kesimpulan (Gravetter & Forzano, 2009, p.147). Penelitian ini menggunakan strategi korelasional, yaitu strategi yang digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara dua variabel dari masing-masing individu (Gravetter & Forzano, 2009, p.151). Agar dapat melihat hubungan antara variabel good deviance dengan variabel

44 #!"# kepribadian, maka dibutuhkan kelompok yang tidak memiliki tingkah laku good deviance sebagai kelompok pembanding. Kelompok ini disebut nongood deviance. Jika terdapat korelasi antara skor trait kepribadian tertentu dengan karakteristik individu, maka dapat disimpulkan bahwa tingkah laku good deviance memiliki hubungan dengan trait kepribadian tersebut. Langkah dari desain diatas dapat dijelaskan dengan diagram berikut. Diagram 3.1 Desain Penelitian Dilihat dari diagram ini, desain penelitian terdiri dari tiga langkah besar sebagai berikut: 1. Sampling Tahap sampling bertujuan untuk mendapatkan sampel berupa individu good deviance dan non-good deviance. Tahap ini dilakukan dengan cara memberikan inventori kepada populasi untuk mengukur frekuensi curang kelompok, frekuensi curang individu dan intensi tidak-curang individu. 2. Pengambilan data Pengambilan data dilakukan pada sampel dengan cara memberikan alat berupa inventori untuk mengukur tiap-tiap traits kepribadian sampel. Hasil dari tahap ini berupa skor tiap-tiap trait kepribadian sampel.

45 #!"# 3. Pengolahan data Pada tahap ini, karakteristik sampel (ada tidaknya tingkah laku good deviance) akan dikorelasikan dengan tiap-tiap trait kepribadian sampel. 3.5 Partisipan Kriteria partisipan 1. Mahasiswa yang berasal dari satu universitas yang sama. Dalam penelitian ini, universitas yang digunakan adalah Universitas Indonesia. Fakultas yang digunakan adalah seluruh fakultas yang ada di kampus UI Depok. 2. Sedang menjalani perkuliahan tahun ketiga dan keempat pada jurusan yang sedang ia jalani. Keputusan untuk menyontek atau tidak menyontek akan lebih menetap setelah melewati masa adaptasi. Dua tahun pertama masa perkuliahan merupakan masa adaptasi. 3. Berusia minimal dua puluh tahun. Perubahan trait pada usia delapan belas sampai dengan tiga puluh tahun relatif lebih kecil dibanding pada usia-usia sebelumnya (Feist & Feist, 2006). Rentang usia tersebut dibuat berdasarkan penelitian di negaranegara barat. Pada penelitian ini, batasan terbawah yang digunakan adalah usia dua puluh tahun karena usia delapan belas hingga dua puluh tahun masih dianggap masa transisi. Selain itu, kematangan kepribadian di Indonesia realtif lebih terlambat dibandingkan negara-negara barat Jumlah Partisipan Jumlah partisipan minimal tiga puluh orang dari tiap-tiap kelompok. Gravetter & Forzano (2009, p.132) menyebutkan bahwa semakin banyak jumlah sampel, maka data yang didapatkan akan semakin mendekati populasi. Namun, dari hasil statistik menunjukkan bahwa setelah jumlah sampel lebih dari tiga puluh, maka tidak ada perubahan yang signifikan pada perbedaan mean sampel dengan mean populasi. Dengan demikian, jumlah ini secara umum sudah mewakili populasi.

46 #!"# Metode Sampling Metode sampling yang digunakan adalah non-probability sampling methods dengan menggunakan strategi convinience sampling (Gravetter & Forzano, 2009, p.141). Tidak semua anggota populasi mendapatkan kesempatan yang sama untuk menjadi partisipan. Partisipan adalah individu yang mudah dijangkau oleh peneliti, sehingga mudah untuk memperoleh data darinya. Kelemahan strategi ini adalah adanya kemungkinan bias peneliti dalam pemilihan partisipan. Adanya kriteria partisipan membuat kelemahan ini tidak terlalu bermasalah. Selain itu, pengambilan data dalam penelitian ini dilakukan di kelaskelas, sehingga kecil kemungkinan peneliti memilih individu berdasarkan preferensi subjektif. Sampel yang ingin didapatkan adalah individu dengan tingkah laku good deviance dan non-good deviance. Kedua sampel ini didapatkan dengan memberikan inventori kepada populasi untuk mengukur frekuensi kecurangan clique, frekuensi kecurangan individu, dan intensi tidak-curang individu. Total skor dari tiap-tiap tes akan dibagi kedalam tiga kelas, yaitu rendah (ekstrem bawah), sedang, dan tinggi (esktrem atas). Kelas sedang tidak akan masuk dalam perhitungan. Berikut ini adalah pembagian jenis individu dari kombinasi ketiga total skor diatas. Tabel 3.1 Jenis Individu Berdasarkan Kondisi Clique dan Kondisi Individu No. Kondisi clique Kondisi individu Keterangan Frekuensi kecurangan clique Frekuensi curang individu Intensi tidakcurang individu 1. Tinggi Tinggi Tinggi Dieliminasi 2. Tinggi Tinggi Rendah Non-Good deviance 3. Tinggi Rendah Tinggi Good deviance 4. Tinggi Rendah Rendah Dieliminasi 5. Rendah Tinggi Tinggi Dieliminasi 6. Rendah Tinggi Rendah Dieliminasi 7. Rendah Rendah Tinggi Dieliminasi 8. Rendah Rendah Rendah Dieliminasi

47 #!"# Berdasarkan tinggi rendahnya skor total ketiga tes, maka didapatkan delapan tipe individu. Subjek adalah individu good deviance, yaitu yang memiliki skor total frekuensi kecurangan clique yang tinggi, frekuensi kecurangan individu rendah, dan intensi tidak-curang individu tinggi. Sebagai kelompok pembanding, diambil individu yang tidak memiliki karakteristik good deviance, atau disebut dengan individu non-good deviance, yaitu individu yang memiliki skor total frekuensi kecurangan clique tinggi, frekuensi kecurangan individu tinggi, dan intensi tidak-curang rendah. Jika diamati, maka kedua jenis individu ini samasama berada dalam clique yang sering curang. Bedanya adalah individu good deviance secara intensional memutuskan untuk tidak curang sedangkan individu non-good deviance secara intensional memutuskan untuk ikut curang. Individu yang tidak sesuai dengan kedua karakteristik ini datanya tidak digunakan dalam penelitian ini. 3.6 Alat Ukur Ada empat alat ukur dalam bentuk inventori yang akan digunakan dalam penelitian ini. Keempat alat ukur tersebut diberikan secara bersamaan dalam bentuk booklet. Alat dalam penelitian ini digunakan dalam dua tahap, yaitu tahap sampling dan tahap pengambilan data. Pada tahap sampling, alat berupa inventori digunakan untuk mengukur frekuensi kecurangan clique, frekuensi kecurangan individu, dan intensi tidak-curang individu. Pada tahap pengambilan data, alat digunakan untuk mengukur tiap-tiap trait kepribadian individu. Alat yang digunakan adalah inventori kepribadian yang bersumber dari International Personality Item Pool Representation of the NEO PI-R (IPIP-NEO) yang diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia oleh Safitri (2007) dan direvisi oleh Teanita (2008) dan Rizkiah (2011) Konsep Dasar tiap Alat Ukur Inventori Kecurangan Saat Ujian Inventori ini diadaptasi dari self-report academic dishonesty yang dibuat oleh McCabe dan Trevino (1993; dalam McCabe dan Trevino, 1994). Self-report academic dishonesty digunakan untuk mengukur frekuensi dua jenis kecurangan akademis, yaitu kecurangan saat ujian dan kecurangan dalam tugas tertulis. Di

48 #!"# antara kedua jenis kecurangan tersebut, yang akan dilihat dalam penelitian ini hanyalah kecurangan saat ujian. Dalam inventori yang telah diadaptasi oleh peneliti, kecurangan saat ujian dibagi menjadi tiga jenis, yaitu menggunakan sontekan, memberikan sontekan dan bekerjasama. Berikut ini adalah pembagian dari ketiga jenis tersebut beserta itemnya. Tabel 3.2 Dimensi Alat UkurFrekuensi Kecurangan Saat Ujian Jenis kecurangan Modalitas yang Item digunakan Memberikan Visual Memperlihatkan sontekan sontekan Auditori Memperdengarkan sontekan Taktil kinestetik Menggerakkan Menggunakan sontekan Visual Melihat sontekan (usaha sendiri) Melihat sontekan (mendapatkan bantuan) Auditori Mendengar sontekan (usaha sendiri) Mendengar sontekan (mendapatkan bantuan) Taktil kinestetik Gerakan (mendapat bantuan) Bekerjasama - Mendiskusikan jawaban Kategori menggunakan dan memberikan sontekan dibagi lagi ke dalam tiga sub kategori berdasarkan modalitas yang digunakan, yaitu melihat sontekan (menggunakan visual), mendengar sontekan (menggunakan auditori), dan merasakan gerakan (menggunakan taktil kinestetik). Pembagian ini didasari pertimbangan peneliti bahwa cara apa pun yang dilakukan untuk melakukan kecurangan pasti menggunakan modalitas tersebut dalam menangkap sontekan yang merupakan stimulus. Pada kategori menggunakan sontekan, sub kategori melihat sontekan dan mendengar sontekan dibagi menjadi dua yaitu usaha sendiri dan mendapatkan bantuan. Tiap-tiap item merupakan item likert yang terdiri dari enam pilihan, yaitu tidak pernah (skor satu), sangat jarang (skor dua), jarang (skor tiga), sering (skor empat), sangat sering (skor lima), dan selalu (skor enam). Skor dari seluruh item akan dijumlah sehingga hanya ada satu skor tunggal.

49 #!"# Partisipan yang tergolong jarang melakukan kecurangan saat ujian adalah partisipan yang cenderung mengisi tidak pernah (skor satu) dan sangat jarang (skor dua). Sehingga rentang skor untuk partisipan yang jarang melakukan kecurangan saat ujian adalah sembilang sampai dengan delapan belas. Sedangkan partisipan yang tergolong sering melakukan kecurangan saat ujian adalah mereka yang cenderung menjawab sangat sering (skor lima) dan selalu (skor enam) pada item-item inventori ini. Dengan demikian, rentang skor untuk kategori sering melakukan kecurangan saat uian adalah 45 sampai dengan 54. Penggolongan ini didasari pertimbangan bahwa untuk membedakan antara deviance dan nondeviance dibutuhkan skor total yang kontras sehingga skor yang diambil adalah ekstrem kanan dan ekstrem kiri. Namun tidak sangat sulit untuk mendapatkan yang ekstrem seperti ini. Oleh sebab itu, satu skor di bawah ekstrem kanan dan kiri juga dimasukkan. Sebelum uji statistik dilakukan, inventori ini diuji keterbacaannya untuk memastikan bahwa tampilan memudahkan responden untuk mengisi dan konten dapat dimengerti oleh responden. Uji reliabilitas akan menggunakan coeficient alpha dan uji validitas menggunakan validitas kriteria berupa rating dari temanteman terdekat responden. Sebelum memberikan rating, rater diminta untuk menyebutkan nama tiga teman terdekat, secara berurutan dari yang dirasa paling dekat. Rating terdiri dari satu item likert, yaitu frekuensi perilaku menyontek teman yang Anda tuliskan namanya pada nomor 1 dalam daftar anggota kelompok Skoring skala rating sama dengan skala inventori frekuensi curang. Koefisien validitas didapatkan dengan cara mengorelasikan skor total responden pada inventori frekuensi curang dengan skor rating yang diberikan teman terdekat responden. Koefisien validitas yang dianggap baik sebesar (Kaplan & Saccuzzo, 1997) yang dalam penelitian ini menunjukkan skor yang didapat dari tes adekuat untuk menyimpulkan frekuensi kecurangan saat ujian yang dilakukan individu Inventori Intensi Tidak-curang Spreitzer & Sonenshein (2004) belum pernah membuat alat untuk mengukur intensi. Oleh sebab itu, inventori ini dibuat peneliti hanya berdasarkan arti dari tiga elemen intensi yang disebutkan oleh Spreitzer & Sonenshein (2004,

50 #!"# p.842), yaitu discretion, voluntary dan purposeful. Berikut ini adalah elemen, indikator dan contoh item. Tabel 3.3. Elemen, Indikator, dan Contoh Item Self-Report Intensi Tidak-Curang Elemen Indikator Contoh item Discretion memutuskan tidak curang berdasarkan keinginan sendiri (tidak ada intervensi dari pihak luar dalam memutuskan untuk tidak curang) Keputusan yang diambil tidak berdasar bujukan dari orang lain (teman, orang tua, guru, dll) Keputusan yang diambil tidak mengikuti keputusan orang lain Keinginan saya untuk tidak menyontek datang dari diri saya sendiri Saya memutuskan untuk tidak menyontek sebelum temanteman mengajak saya tidak menyontek Voluntary (rencana, step) menyusun rencana untuk tidak menyontek saat ujian merencanakan posisi duduk supaya tidak menyontek Saya duduk di tempat yang sulit dilihat pengawas supaya mudah menyontek tidak menyiapkan sontekan Saya tidak membuat sontekan Membuat rencana jujur dengan teman-teman Saya mengugkapkan keinginan tidak curang saat ujian kepada teman-teman dengan tujuan agar mereka tidak mengajak saya untuk curang Purposeful (tujuan, niat) Mempertahankan niat untuk tidak curang saat ujian apapun kondisi dan konsekuensinya Tetap jujur apapun resikonya Saya lebih memilih mengosongkan jawaban atau mengisi asal soal-soal yang tidak saya ketahui jawabannya daripada menyontek tetap jujur apapun kondisinya Saya mengabaikan sontekan yang diberikan teman Elemen discretion terdiri dari dua indikator, yaitu keputusan yang diambil tidak berdasar bujukan dari orang lain dan keputusan yang diambil tidak mengikuti keputusan orang lain. Elemen voluntary terdiri dari tiga indikator yaitu merencanakan posisi duduk supaya tidak menyontek, tidak menyiapkan sontekan

51 #!"# dan membuat rencana jujur dengan teman-teman. Purposeful terdiri dari dua indikator yaitu tetap jujur apapun resikonya dan tetap jujur apapun kondisinya. Tiap-tiap elemen memiliki beberapa item yang terdiri dari item favourable (F) dan unfavourable (UF). Persebaran item favourable dan unfavorable dapat dilihat pada lampiran tiga persebaran item alat pada tahap uji coba. Tiap-tiap item menggunakan skala likert yang terdiri dari enam pilihan yaitu sangat tidak sesuai, tidak sesuai, agak tidak sesuai, agak sesuai, sesuai, dan sangat sesuai. Pada item-item favourable, pilihan sangat tidak sesuai mendapat skor satu, tidak sesuai mendapat skor dua, agak tidak sesuai mendapat skor tiga, agak sesuai mendapat skor empat, sesuai mendapat skor lima dan sangat sesuai mendapat skor enam. Pada item-item unfavourable, pilihan sangat tidak sesuai mendapat skor enam, tidak sesuai mendapat skor lima, agak tidak sesuai mendapat skor empat, agak sesuai mendapat skor tiga, sesuai mendapat skor dua dan sangat sesuai mendapat skor satu. Seluruh skor akan dijumlah menjadi satu skor tunggal. Reponden yang tergolong memiliki intensi tinggi adalah yang cenderung menjawab sesuai (skor lima) dan sangat sesuai (skor enam) pada item-item favourable dan menjawab tidak sesuai (skor lima) atau sangat tidak sesuai (skor enam) pada item-item unfavourable. Dengan demikian rentang skornya adalah 130 hingga 156. Responden yang tergolong memiliki intensi rendah adalah yang cenderung menjawab sangat tidak sesuai (skor satu) dan tidak sesuai (skor dua) pada item-item favourable dan sangat sesuai (skor satu) dan sesuai (skor dua) pada item-item unfavourable sehingga rentang skornya adalah 26 hingga 52. Inventori ini akan diuji keterbacaannya kepada tiga puluh orang. Uji reliabilitas akan menggunakan coeficient alpha. Validitas yang akan diuji adalah validitas kriteria, berupa rating dari teman-teman terdekat responden. Berikut ini adalah contoh item rating untuk intensi tidak-curang individu.

52 "!!" Tabel 3.4 Elemen, Indikator, dan Contoh Item Rating Intensi Tidak-Curang Elemen Indikator Contoh Item Discretion memutuskan tidak curang berdasarkan keinginan sendiri (tidak ada intervensi dari pihak luar dalam memutuskan untuk tidak curang) Keputusan yang diambil tidak berdasar bujukan dari orang lain (teman, orang tua, guru, dll) Keputusan yang diambil tidak mengikuti keputusan orang lain Keputusannya untuk tidak nyontek berasal dari keinginannya sendiri Dia memutuskan untuk tidak menyontek sebelum temantemannya mengajak untuk tidak menyontek Voluntary (rencana, step) menyusun rencana untuk tidak menyontek saat ujian merencanakan posisi duduk supaya tidak menyontek Dia duduk di tempat yang sulit dilihat pengawas saat ujian tidak menyiapkan sontekan Dia tidak membuat sontekan Membuat rencana jujur dengan teman-teman Dia mengungkapkan keinginannya untuk tidak curang saat ujian kepada temantemannya Purposeful (tujuan, niat) Mempertahankan niat untuk tidak curang saat ujian apa pun kondisi dan konsekuensinya Tetap jujur apapun resikonya tetap jujur apapun kondisinya Dia menyontek hanya pada mata kuliah yang sulit Dia mengabaikan sontekan yang diberikan teman Berdasarkan tabel di atas, dapat terlihat bahwa elemen dari inventori rating tidak-curang individu sama dengan inventori self-report, yaitu discretion, voluntary, dan purposeful. Masing-masing elemen memiliki indikator yang sama dengan inventori self-report. Item-item pada inventori ini terdiri dari item favourable dan unfavourable. Persebaran item favourable dan unfavorable dapat dilihat pada lampiran tiga persebaran item alat pada tahap uji coba. Teknik skoring yang digunakan pada inventori rating intensi sama dengan teknik skoring yang digunakan pada inventori intensi tidak-curang. Pengujian validitas kriteria

53 #!"# dilakukan dengan cara mengorelasikan skor total rating dengan skor total intensi tidak-curang Inventori Kecurangan Clique Inventori kecurangan clique dibuat oleh peneliti. Inventori ini dibuat berdasarkan arti clique yaitu kelompok teman sebaya yang berjumlah sedikit (biasanya antara empat sampai delapan orang) yang sering berinteraksi dan berbagi nilai dan preferensi aktifitas (Shaffer & Kip, 2009). Di awal inventori ini, responden diminta untuk menyebutkan tiga nama lengkap atau panggilan (bukan nama samaran atau julukan) tiga orang teman kuliah yang responden rasa paling dekat dan paling sering berinteraksi dengannya. Pertanyaan ini dimaksudkan untuk membantu responden mengingat frekuensi perilaku menyontek teman-teman clique-nya. Item inventori ini terdiri dari satu pertanyaan Frekuensi perilaku menyontek teman-teman kelompok Anda Item ini menggunakan skala likert dengan enam pilihan, yaitu tidak pernah (skor satu), sangat jarang (skor dua), jarang (skor tiga), sering (skor empat), sangat sering (skor lima), dan selalu (skor enam). Clique yang sering melakukan kecurangan saat ujian adalah clique yang mendapatkan rating sangat sering (skor lima) dan selalu (skor enam). Sedangkan clique yang jarang melakukan kecurangan saat ujian adalah clique yang mendapatkan rating tidak pernah (skor satu) dan sangat jarang (skor dua). Pengujian reliabilitas alat ini menggunakan scorer coeficient karena eror variance dalam alat ini adalah interscorer differences (Anastasi & Urbina, 1997, p.101). Indeks yang digunakan untuk mengetahui interscorer agreement adalah koefisien kappa. Jika koefisien kappa! 0.40 maka data akan dieliminasi karena jawaban tersebut tidak dapat dipercaya (Hintze, 2005). Validitas yang akan diuji adalah validitas kriteria, yaitu seberapa efektif alat ini untuk memprediksi performa individu dalam aktivitas tertentu (Anastasi & Urbina, 1997, p.118), yaitu memprediksi frekuensi kecurangan clique saat ujian. Kriteria yang digunakan adalah rating. Dalam pengujian validitas, rater diminta untuk menuliskan tiga nama teman kuliah terdekatnya berurutan dari yang ia rasa paling dekat. Kemudian rater ditanyakan jika teman nomor 1 tersebut tidak

54 #!"# diikutsertakan dalam penilaian, maka frekuensi perilaku menyontek teman-teman kelompok Anda Setelah itu skor yang diberikan rater pada item tersebut dikorelasikan dengan rata-rata skor kedua teman yang dituliskan namanya dalam daftar kelompok tersebut Inventori Kepribadian Inventori kepribadian ini merupakan inventori yang digunakan oleh Rizkiah (2011). Sebelum digunakan dalam penelitian ini, maka peneliti akan menguji reliabilitas dan validitas inventori ini dengan menggunakan responden uji coba yang memiliki kriteria yang serupa dengan subjek dalam penelitian ini. Inventori ini memiliki lima dimensi, tiap-tiap dimensi mengukur satu personality trait yang terdiri dari enam sub-dimensi. Persebaran item dapat dilihat pada lampiran tiga persebaran item alat pada tahap uji coba. Berikut ini adalah contoh item tiap-tiap trait. Tabel 3.5 Contoh Item Inventori Kepribadian Trait Contoh item Neuroticism Saya merasa khawatir mengenai segala hal Extraversion Saya mudah mendapatkan teman Openness to experience Saya memiliki imajinasi yang tinggi Agreeableness Saya senang mengolong orang lain Conscientiousness Saya berhasil menyelesaikan tugas-tugas saya Inventori ini bersifat multidimensional sehingga akan menghasilkan lima skor; masing-masing skor mewakili satu trait. Pada item-item favourable, pilihan sangat tidak sesuai mendapat skor satu, tidak sesuai mendapat skor dua, agak tidak sesuai mendapat skor tiga, agak sesuai mendapat skor empat, sesuai mendapat skor lima dan sangat sesuai mendapat skor enam. Pada item-item unfavourable, pilihan sangat tidak sesuai mendapat skor enam, tidak sesuai mendapat skor lima, agak tidak sesuai mendapat skor empat, agak sesuai mendapat skor tiga, sesuai mendapat skor dua dan sangat sesuai mendapat skor satu.

55 #!"# Validitas yang diuji adalah validitas konstruk menggunakan teknik internal consistency. Reliabilitas yang diuji menggunakan coeficient alpha (Anastasi & Urbina, 1997, p.101) Administrasi Alat Seluruh alat tes akan diberikan secara bersamaan menjadi satu booklet. Booklet yang diberikan pada saat pengujian alat ukur berbeda dengan booklet yang diberikan saat pengambilan data. Pada booklet yang digunakan saat pengujian alat ukur terdapat dua inventori untuk memvalidasi alat, yaitu inventori rating frekuensi kecurangan individu dan inventori rating intensi tidak-curang individu. Saat pengambilan data, kedua inventori ini tidak lagi disertakan dalam booklet Administrasi Alat saat Uji Keterbacaan, Validitas, dan Reliabilitas Booklet saat uji alat terdiri dari dua bagian, yaitu bagian perilaku saat ujian dan bagian kepribadian. Berikut ini adalah gambaran isi booklet tersebut. 1. Bagian pengantar - kata pengantar dari peneliti yang menjelaskan tujuan penelitian, yaitu melihat hubungan antara perilaku saat ujian dengan kepribadian dan hak responden, yaitu data yang diberikan akan dirahasiakan. - lembar ketersediaan menjadi partisipan - data diri partisipan berupa nomor hp (bagi yang bersedia dihubungi kembali), jenis kelamin, usia, semester, fakulats, jurusan, dan universitas. 2. Bagian perilaku mahasiswa saat ujian bagian ini terdiri dari alat ukur:! self-report frekuensi kecurangan saat ujian (9 item likert)! self-report intensi kecurangan saat ujian (26 item likert)! daftar nama kelompok (menyebutkan 3 nama teman terdekat)! rating frekuensi curang teman terdekat (1 item likert)! rating frekuensi curang clique (1 item likert)

56 #!"#! rating intensi curang teman terdekat (20 item likert) 3. Bagian kepribadian bagian ini terdiri dari satu alat ukur kepribadian yang diadaptasi dari International Personality Item Pool oleh Rizkiah (2011). Alat tersebut terdiri dari 52 item likert. Saat uji keterbacaan, peneliti akan masuk ke kelas kuliah angkatan 2010 atau 2011, yaitu kelas yang diikuti mahasiswa tahun pertama atau kedua. Uji keterbacaan akan dilakukan pada tiga puluh orang. Setelah memastikan bahwa keseluruhan isi dan tampilan booklet mudah dimengerti oleh responden, peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas pada mahasiswa tahun pertama atau kedua yang belum terlibat dalam uji keterbacaan. Pemilihan mahasiswa tahun pertama atau kedua sebagai responden uji keterbacaan dimaksudkan agar subjek uji coba alat berbeda dengan subjek penelitian, yaitu mahasiswa tahun ketiga dan keempat, namun masih memiliki karakteristik yang mirip dengan calon subjek Adminitrasi Alat saat Penyaringan Sampel dan Pengambilan Data Booklet pada tahap ini terdiri dari dua bagian, yaitu bagian kecurangan saat ujian dan bagian kepribadian. Inventori-inventori yang terdapat pada bagian kecurangan saat ujian akan digunakan dalam tahap penyaringan sampel. Inventori pada bagian kepribadian akan digunakan dalam tahap pengambilan data. Berikut ini adalah gambaran isi booklet secara keseluruhan 1. Bagian pengantar Bagian ini sama dengan bagian pengantar pada booklet yang digunakan pada saat uji coba alat. 2. Bagian perilaku mahasiswa saat ujian! Inventori untuk mengukur frekuensi kecurangan individu saat ujian terdiri dari sembilan item likert! Inventori untuk mengukur intensi tidak curang individu terdiri dari dua puluh item likert! Inventori untuk mengukur frekuensi kecurangan clique terdiri dari: o daftar nama teman kuliah terdekat dan paling sering berinteraksi; responden diminta untuk menyebutkan dua hingga delapan nama

57 #!"# o satu buah item rating frekuensi kecurangan teman-teman pada daftar nama tersebut 3. Bagian kepribadian! inventori kepribadian yang terdiri dari empat puluh item likert. Bagian perilaku mahasiswa saat ujian berada sebelum bagian kerpibadian, hal ini dimaksudkan karena dibutuhkan energi yang besar untuk mengingat kembali apa yang terjadi saat ujian semester lalu. Sedangkan pada bagian kepribadian, lebih mudah dikerjakan karena berkaitan dengan kesaharian responden sehingga dapat menggunakan sisa energi yang sedikit. 3.7 Pengolahan Data Pengolahan data dilakukan dengan cara mengorelasikan skor tiap-tiap personality trait individu good deviance dengan non-good deviance. Teknik statistik yang digunakan untuk mengorelasikan kedua variabel ini adalah pointbiserial karena satu variabel bersifat dikotomi murni (good deviance dan nongood deviance) dan variabel lainnya bersifat interval (skor tiap-tiap personality traits individu). 3.8 Prosedur Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga langkah besar yaitu sampling, pengambilan data, dan pengolahan data. Tahap sampling bertujuan untuk mendapatkan partisipan penelitian, yaitu individu good deviance dan non-good deviance. Tahap pengambilan data akan menghasilkan data berupa skor total tiap-tiap trait partisipan. Pada tahap pengolahan data, skor total tiap-tiap trait akan dikorelasikan dengan karakteristik individu (Good deviance atau non-good deviance). Berikut ini adalah detil setiap langkah. 1. Sampling - Mengurus surat pengantar dari fakultas peneliti untuk mengadakan penelitian di fakultas-fakultas lain - Memberikan surat pengantar kepada sekretaris dekenat tiap fakultas yang ada di UI Depok dan meminta jadwal kuliah angkatan 2008 dan 2009 ke sub bagian akademik tiap-tiap fakultas. - Setelah mendapatkan surat ijin dari dekenat fakultas yang dituju, datang ke perkuliahan yang dituju

58 #!"# - Sebelum kelas dimulai, meminta ijin pada dosen kelas yang bersangkutan untuk menyebarkan booklet kepada mahasiswa dan meminta bantuan untuk diperkenalkan kepada kelas. - Setelah kelas selesai, masuk ke kelas, dosen memperkenalkan peneliti di depan kelas, peneliti memperkenalkan diri, meminta kesediaan kelas untuk mengisi booklet, memberikan instruksi pengerjaan booklet, memberikan booklet kepada tiap-tiap mahasiswa, menunggu mahasiswa selesai mengerjakan booklet, menjawab pertanyaan mahasiswa jika ada, dan mengumpulkan kembali booklet yang telah diisi. - Hasil isian booklet berupa frekuensi kecurangan clique, frekuensi kecurangan individu, dan intensi tidak-curang individu akan diolah untuk mendapatkan sampel. Sedangkan isian booklet berupa kepribadian responden digunakan dalam tahap pengambilan data. Berikut ini proses pengolahan isian booklet. Isian booklet yang diolah hanyalah yang terisi lengkap pada tiap item-nya dan memenuhi syarat responden (berusia minimal dua puluh tahun dan sudah berkuliah minimal dua tahun). Selain itu, koefisien kappa (inter-scorer reliability) pada frekuensi kecurangan clique yang! 0.40 juga akan dieliminasi (Hintze, 2005).

59 #!"# Diagram 3.2 Prosedur Sampling - Penyaringan tahap 1: menghitung skor total frekuensi kecurangan clique populasi. Individu yang memiliki frekuensi kecurangan clique tinggi akan masuk dalam tahap penyaringan selanjutnya, sedangkan yang rendah akan dieliminasi. - Penyaringan tahap 2: menghitung skor total frekuensi kecurangan individu pada individu yang memiliki frekuensi kecurangan clique yang tinggi. Hasil dari tahap ini, individu akan dibagi kedalam dua kelompok, kelompok yang memiliki frekuensi kecurangan rendah dan tinggi. - Penyaringan tahap 3: menghitung skor total intensi tidak-curang individu. Pada kelompok dengan frekuensi kecurangan individu rendah, individu dengan intensi tidak-curang tinggi akan menjadi sampel good deviance sedangkan individu dengan intensi tidak-curang yang rendah akan dieliminasi. Pada kelompok dengan frekuensi kecurangan individu tinggi, individu dengan intensi tidak-curang rendah akan menjadi

60 #!"# sampel non-good deviance sedangkan individu dengan intensi tidakcurang yang tinggi akan dieliminasi. 2. Pengambilan data Mengolah skor tes inventori kepribadian pada subjek yang memenuhi kriteria good deviance dan non-good deviance. Inventori ini sudah diberikan bersamaan dengan booklet di awal tahap sampling. 3. Pengolahan data Skor tiap-tiap trait sampel dikorelasikan dengan kode kategori sampel (kode 1 untuk good deviance atau kode 0 untuk non-good deviance). Korelasi menggunakan teknik statistik point-biserial karena variabel good deviance merupakan variabel dikotomi dan tiap-tiap personality trait merupakan variabel interval. 3.9 Pelaksanaan Penelitian Uji alat ukur Pelaksanaan uji alat ukur Peneliti melakukan ketiga jenis pengujian alat seperti yang sudah direncanakan, yaitu uji keterbacaan, uji validitas dan uji reliabilitas. Jenis validitas dan reliabilitas yang diujikan juga sesuai dengan rencana. Partisipan uji alat juga sesuai rencana, yaitu mahasiswa UI semester satu dan tiga. Jumlah responden untuk tiap-tiap uji juga sama dengan yang direncanakan, yaitu minimal tiga puluh responden. Peneliti tidak berencana untuk membuat dua jenis booklet inventori dengan urutan bagian inventori yang berbeda. Pada booklet yang satu, bagian perilaku saat ujian berada di depan, sedangkan pada booklet yang lain, bagian kepribadian yang berada di depan. Perubahan ini didasari pertimbangan untuk melihat efek posisi penempatan inventori terhadap kelelahan responden saat pengisian. Namun ternyata cara ini tidak tepat untuk dilakukan. Hasil uji keterbacaan menunjukkan bahwa tampilan dan kalimat yang digunakan dalam booklet sudah mudah dipahami oleh responden. Hanya saja ada instruksi yang tertinggal untuk ditulis pada alat rating intensi tidak curang, yang berbunyi jika tidak tahu, maka boleh dilingkari. Instruksi ini akhirnya disebutkan oleh peneliti pada awal memberikan booklet.

61 #!"# Hasil uji alat ukur 1. Inventori frekuensi curang individu a. Uji validitas Pengujian validitas inventori frekuensi curang menggunakan teknik rating, yaitu mengorelasikan antara rata-rata skor total self-report frekuensi curang individu dan skor frekuensi curang individu yang diberikan oleh rater. Dari hasil korelasi 44 pasang subjek, didapat koefisien validitas sebesar yang berarti 10.82% variasi dari skor yang diberikan oleh rater berasal dari skor yang didapat dari self-report frekuensi curang individu. Koefisien validitas berkisar antara 0.30 sampai dengan 0.40 tergolong tinggi (Kaplan & Saccuzzo, 1997). Oleh sebab itu, dapat disimpulkan bahwa self-report frekuensi curang memiliki validitas kriteria yang tinggi, yang artinya alat ukur ini valid untuk mengukur rating frekuensi curang individu. b. Uji reliabilitas Pengujian reliabilitas alat ukur self-report frekuensi curang menggunakan inter-item consistency dengan teknik statistik alpha. Dari hasil perhitungan diperoleh koefisien alpha sebesar 0.929, yang artinya 92% dari varians skor self-report frekuensi curang merupakan varians true score dan 8% merupakan varians error, yang berupa content sampling dan content heterogenity. Koefisien reliabilitas berkisar 0.70 sampai dengan 0.80 sudah cukup baik untuk suatu alat tes untuk kepentingan penelitian (Kaplan & Saccuzzo, 1997) sehingga dapat disimpulkan alat ukur selfreport frekuensi curang memiliki reliabilitas yang baik, yang artinya alat ukur ini secara konsisten mengukur frekuensi curang individu. 2. Inventori intensi tidak-curang individu a. Uji validitas Pada alat ini, ada dua validitas yang diuji, yaitu validitas konstruk dan validitas kriteria. Pengujian validitas konstruk menggunakan teknik itemtotal correlation pada masing-masing alat. Dari hasil uji validitas konstruk ini, beberapa item pada inventori self-report maupun rating yang memiliki

62 #!"# r < 0.3 dieliminasi. Item-item tersebut adalah item nomor 3, 5, 7, 8, 22, dan 24 pada self-report dan item nomor 17 pada rating. Pengujian validitas kriteria dilakukan setelah item-item yang tidak homogen tersebut dieliminasi. Pengujian validitas kriteria menggunakan teknik rating, yaitu mengorelasikan skor total intensi tidak-curang individu dengan skor total rating intensi tidak-curang. Hasil uji validitas kriteria r > 0.3 (r = 0.361) dan dapat dikatakan bahwa inventori intensi tidak-curang memiliki validitas kriteria dan konstruk yang tinggi, yang artinya alat ukur ini valid untuk mnegukur intensi tidak-curang individu. b. Uji reliabilitas Pengujian reliabilitas inventori self-report intensi tidak-curang dan ratingnya menggunakan inter-item consistency dengan teknik statistik alpha. Sebelum beberapa item pada kedua alat dieliminasi, inventori self-report memiliki! =.920 dan inventori rating memiliki! =.936. Setelah item dieliminasi, koefisien alpha kedua alat tersebut meningkat. Inventori selfreport intensi tidak-curang memiliki! =.949, yang artinya alat ukur ini secara konsisten mengukur intensi tidak-curang individu, 94.9 % varians observe score didapat dari true score dan 5.1 % merupakan eror variance yang terdiri dari content heterogenity dan content sampling. Inventori rating intensi tidak curang memiliki! =.948 yang artinya alat ukur ini secara konsisten mengukur rating intensi tidak-curang individu, 94.8 % varians observe score didapat dari true score dan 5.2 % merupakan eror variance yang terdiri dari content heterogenity dan content sampling. 3. Frekuensi curang clique a. Uji validitas Pengujian validitas inventori frekuensi kecurangan clique menggunakan validitas kriteria rating, yaitu mengorelasikan skor rating frekuensi curang kelompok dengan rata-rata skor self-report frekuensi curang dua orang yang dirate. Dari hasil pearson corelation 32 pasang, maka didapatkan koefisien validitas sebesar yang artinya 17.14% variasi skor rata-rata self-report frekuensi curang berasal dari skor rating frekuensi curang.

63 "!!" Dengan demikian, alat ini valid untuk mengukur rating frekuensi curang clique. b. Uji reliabilitas Uji reliabilitas dilaksanakan pada setiap responden dalam tahap sampling. 4. Inventori kepribadian Pengujian validitas inventori kepribadian menggunakan valitditas konten dengan teknik item-total corellation dan pengujian reliabilitas dengan menggunakan teknik konsistensi inter-item consistency. Sebelum melakukan uji validitas dan reliabilitas alat, peneliti melakukan analisa item menggunakan corrected item total correlation. Item-item yang memiliki koefisien corrected item total correlation yang rendah (r < 0.3) akan dieliminasi. Koefisien validitas dan reliabilitas seluruh item dapat dilihat pada lampiran. Berikut ini adalah item-item yang dieliminasi, jumlah item setelah dieliminasi, koefisien reliabilitas tiap-tiap domain setelah item dieliminasi dan koefisien validitas setelah item dieliminasi. Tabel 3.6 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Kepribadian Domain Jumlah item Setelah item dihapus Nomor item yang dihapus Jumlah item reliabilitas (!) Validitas (r) Agreeableness 10 32, 40, Conscientiousness 12 14, 43, Extraversion Neuroticism 11 21, Openness to experience 9 5, 17, Dari kolom reliabilitas pada tabel diatas, dapat dilihat bahwa seluruh domain memiliki! > 0.7 yang artinya alat ukur ini secara konsisten mengukur tiap-tiap personality traits; lebih dari 70% varians skor domain tersebut merupakan varians true score dan kurang dari 30% merupakan varians eror yang terdiri dari content heterogenity dan content sampling. Dari kolom validitas pada tabel di atas, dapat dilihat bahwa seluruh domain memiliki koefisien validitas konten lebih dari 0.394, yang artinya alat ukur ini valid untuk mengukur tiap-tiap personality traits.

64 #!"# Skoring Skoring yang dilakukan sesuai dengan perencanaan Persebaran item-item alat ukur setelah uji alat Berikut ini adalah tabel gambaran persebaran item setiap alat. Tabel 3.7 Gambaran Item Tiap Alat Konstruk Frekuensi curang individu Intensi tidakcurang Dimensi Memberikan sontekan Favourable Nomor item 1,2, 3 - Bekerjasama 1 - Menggunakan sontekan 1, 2, 3, 4, 5 - Discretion 14, 18 1 Unfavourable Voluntary 9, 15 2, 6, 7, 10, 17 Purposeful 3, 4, 12, 13, 16, 19, 20 5, 8, 11 Jumlah Item Frekuensi curang clique 1-1 Kepribadian Agreeableness 8, 13, 16, 19, 25, 29, 36-7 conscientiousness 4, 6, 9, 11, 18, 20, 38 30, 39 9 Extraversion 2, 10, 15, 17, 21, 32, 33, neuroticism 1, 7, 12, 14, 23, 26, 28, 31, 40 openness to experience 3, 5, 22, 35 24, Alat frekuensi kecurangan individu merupakan alat yang bersifat unidimensi sehingga skor item dari seluruh dimensi dijumlahkan menjadi satu skor tunggal. Jumlah item alat ini adalah 9 item yang terdiri dari 3 item (item nomor 1, 2, dan 3) dari dimensi memberikan sontekan, 1 item (item nomor 1) dari dimensi bekerjasama, dan 5 item (item nomor 1, 2, 3, 4, dan 5) dari dimensi menggunakan sontekan. Konstruk intensi tidak-curang bersifat unidimensi sehingga alat ini hanya menghasilkan satu skor tunggal. Alat ini teridiri dari 20 item yang berasal dari 3 dimensi, yaitu discretion, voluntary, dan purposeful. Dimensi discretion memiliki 2 item favorable (nomor 14 dan 18) dan 1 item unfavorable (nomor 1). Dimensi voluntary berjumlah 7 item yang terdiri dari 2 item favorable (item nomor 9 dan 15) dan 5 item unfavorable (item nomor 2, 6, 7, 10, dan 17). Dimensi purposefull

65 #!"# berjumlah 10 item yang terdiri dari 7 item favorable (item nomor 3, 4, 12, 13, 16, 19, dan 20) dan 3 item unfavorable (item nomor 5, 8, dan 11). Alat frekuensi kecurangan clique hanya memiliki 1 item yang merupakan item favorable. Alat kepribadian merupakan alat multidimensi yang terdiri dari 5 dimensi, sehingga tiap-tiap dimensi menghasilkan skor tunggal. Dimensi agreeableness berjumlah 7 item (item nomor 8, 13, 16, 19, 25, 29, dan 36) yang seluruhnya merupakan item favorable. Dimensi conscientiousness berjumlah 9 item yang terdiri dari 7 item favorable (item nomor 4, 6, 9, 11, 18, 20, dan 38) dan 2 item unfavorable (iatem nomor 30 dan 39). Dimensi extraversion berjumlah 9 item yang terdiri dari 8 item favorable (item nomor 2, 10, 15, 17, 21, 32, 33, dan 37) dan 1 item unfavorable (item nomor 27). Neuroticism berjumlah 9 item yang seluruhnya merupakan item favourble, yaitu item nomor 1, 7, 12, 14, 23, 26, 28, 31, dan 40. Openness to experience berjumlah 6 item yang terdiri dari 4 item favorable (item nomor 3, 5, 22, dan 35) dan 2 item unfavorable (item nomor 24 dan 34) Sampling Pengambilan sampel Ada dua perubahan yang dilakukan pada tahap pengambilan sampel, yaitu: 1. Menambahkan teknik snow ball dengan alat bantu online inventory Setelah melakukan pengambilan data berjumlah sekitar dua ratu responden, peneliti belum mendapatkan sampel good deviance. Oleh sebab itu, peneliti memutuskan untuk menggunakan teknik snowball. Teknik ini dilakukan dengan cara menghubungi kenalan di tiap-tiap fakultas dan meminta untuk dikenalkan pada mahasiswa tahun ketiga dan keempat yang jarang melakukan kecurangan saat ujian namun teman-temannya sering melakukan kecurangan saat ujian. Mahasiswa dengan karakteristik tersebut diminta untuk mengisi online inventory. Cara ini dapat membidik sampel dengan tepat sehingga lebih efisien dibanding harus masuk ke kelas-kelas. Meskipun demikian, cara ini tetap perlu didukung oleh cara masuk ke kelas-kelas besar karena keterbatasan jumlah kenalan peneliti.

66 #!"# Online inventory dibuat dengan bantuan situs khusus untuk survey, yaitu kwiksurveys.com. Alamat situs online inventory ini adalah Online inventory ini sama dengan inventori dalam bentuk booklet. Hanya saja, pada online inventory tidak terdapat lembar rating frekuensi kecurangan clique sehingga peneliti harus menghubungi satu per satu teman terdekat responden untuk mendapatkan skor rating kecurangan clique. 2. Tidak melakukan pengambilan data di seluruh fakultas Pengambilan data di seluruh fakultas akan menghabiskan banyak biaya dan kurang efisien (belum tentu subjek dapat terjaring). Oleh sebab itu, peneliti mengelompokkan kesepuluh fakultas ke dalam tiga rumpun besar berdasarkan bidang studi yang mereka geluti, yaitu humaniora, ilmu sosial dan ilmu alam. Pada tiap-tiap rumpun tersebut, peneliti memilih fakultas yang memiliki kelas dengan jumlah mahasiswa terbanyak, yaitu psikologi (pada rumpun humaniora), hukum dan ilmu sosial dan ilmu politik (pada rumpun ilmu sosial) dan teknik dan matematika dan ilmu alam (pada rumpun ilmu alam). Pertimbangan ini didasari pemikiran peneliti bahwa kecurangan saat ujian lebih mungkin terjadi pada kelas-kelas dengan jumlah mahasiswa yang banyak Klasifikasi responden berdasarkan skor tiap tes Klasifikasi yang direncanakan menggunakan batasan skor total tiap-tiap tes diubah menjadi menggunakan persentil dari skor sampel. Perubahan ini dilakukan karena tidak adanya subjek yang memenuhi syarat, yaitu jarang atau tidak pernah melakukan kecurangan saat ujian di tengah clique yang sering atau selalu melakukan kecurangan saat ujian. Selain itu, deviance atau tidaknya seseorang pada dasarnya dilihat dari perbedaannya dengan kelompoknya; seseorang dianggap sering menyontek karena dia lebih sering menyontek daripada teman-temannya. Oleh sebab itu, persentil lebih cocok digunakan karena dapat menggambarkan posisi individu terhadap kelompoknya.

67 #!"# Pada tiap-tiap alat dalam tahap penyaringan, skor subjek yang berada di bawah persentil 25 termasuk dalam kelas rendah, berada di antara persentil 25 hingga 75 termasuk dalam kelas sedang, dan diatas persentil 75 termasuk kelas tinggi. Semua individu yang berada pada kelas sedang datanya akan dieliminasi Responden yang didapatkan Responden yang datanya dapat digunakan sebanyak 308 responden. Demografi responden dapat dilihat pada lampiran dua. Berikut ini adalah tabel persebaran responden pada tahap pertama penyaringan sampel, yaitu penyaringan berdasarkan skor frekuensi kecurangan clique. Tabel 3.8 Persebaran Responden Berdasarkan Kelas Frekuensi Kecurangan Clique Kelas Rendah (! 25%) Sedang (26 %-74%) Tinggi (" 75%) Raw Score Jumlah Responden Jumlah Responden pada kelas Berdasarkan tabel di atas dapat dilihat bahwa jumlah terbanyak (122 orang) berada pada kelas rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi responden kebanyakan tidak pernah melakukan kecurangan saat ujian. Ada 94 responden yang berada pada clique yang memiliki tingkat kecurangan tinggi (skor frekuensi kecurangan clique berada di atas persentil 75). Raw score responden yang berada pada kelas tinggi terdiri dari raw score tiga (jarang), empat (sering), lima (sangat sering), dan enam (selalu), dengan jumlah responden terbanyak memiliki raw score tiga. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, pada kelas tinggi, kebanyakan responden jarang melakukan kecurangan saat ujian. Berikut ini adalah tabel persebaran responden pada tahap kedua penyaringan sampel, yaitu penyaringan berdasarkan skor total frekuensi kecurangan individu.

68 #!"# Tabel 3.9 Kelas Persebaran Responden Frekuensi Kecurangan Clique Kelas Tinggi Berdasarkan Frekuensi Kecurangan Individu Rendah Sedang Tinggi (! 25%) Raw Score 9 TP (26 %-74%) SJ J S (" 75%) SS Jumlah Responden Jumlah Responden pada kelas Note: TP: Tidak pernah, SJ: Sangat Jarang, J: Jarang, S: Sering, SS: Sangat Sering, Sl: Selalu Berdasarkan data di atas, terlihat bahwa kelas dengan jumlah responden terbanyak (55 orang) adalah kelas tinggi, yaitu kelas yang berisi individu yang sering curang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di tengah clique yang sering curang kebanyakan individu di dalamnya juga sering melakukan kecurangan saat ujian. Individu yang berada pada kelas frekuensi kecurangan individu rendah memiliki raw score sembilan, yang artinya individu tidak pernah melakukan kecurangan saat ujian. Individu pada kelas ini merupakan calon individu good deviance. Perlu diingat bahwa frekuensi kecurangan clique yang masuk dalam kelas tinggi kebanyakan memiliki raw score tiga, yang artinya clique jarang melakukan kecurangan saat ujian. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang kontras antara frekuensi kecurangan clique kelas tinggi dengan frekuensi kecurangan individu kelas rendah. Individu yang berada pada kelas frekuensi kecurangan individu tinggi memiliki raw score lebih besar dari pada tujuh belas, dengan jumlah terbanyak berada pada raw score 18 hingga 26, yang artinya kebanyakan individu pada kelas frekuensi kecurangan individu tinggi jarang melakukan kecurangan saat ujian. Inidividu pada kelas ini merupakan calon individu non-good deviance. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa individu good deviance dengan non-good deviance memiliki perbedaan frekuensi kecurangan individu yang tidak terlalu kontras Sl

69 #!"# Tabel 3.10 Persebaran Responden (Frekuensi Curang Clique Tinggi) Berdasarkan Persentil Skor Intensi Tidak-Curang Individu. Persentil skor intensi Rendah Sedang Tinggi Kelas frekuensi curang individu! 25 % (Skor! 77) 26 % 74 % (Skor ) " 75 % (Skor " 105) Jumlah Rendah! 25 % (skor 9) Tinggi 26% - 74% (skor > 17) Dari tabel dapat dilihat bahwa pada responden yang berada di kelas frekuensi curang individu rendah, jumlah responden terbanyak (enam responden) berada pada kelas intensi tidak curang tinggi. Pada kelas frekuensi curang individu tinggi, jumlah responden terbanyak (41 responden) berada pada kelas intensi tidak curang tinggi. Dengan demikian terlihat bahwa antara frekuensi curang individu dengan intensi tidak curang memiliki trend hubungan linear; semakin tinggi fekuensi curang individu, semakin rendah intensi tidak curang individu Pengambilan data Pengambilan data sesuai dengan prosedur yang direncanakan Pengolahan data Pengolahan data sesuai dengan prosedur yang direncanakan, yaitu menggunakan point-biserial. Teknik korelasi ini merupakan bagian dari tes parametrik yang syarat penggunaannya adalah populasi mengikuti distribusi normal (Gravetter & Wallnau, 2007) dan jumlah sampel tidak boleh terlalu sedikit, dibawah tiga puluh orang (Gravetter & Forzano, 2009). Jumlah yang tidak imbang antara subjek good deviance (sebanyak enam orang) dengan subjek yang tidak termasuk dalam kategori ini (sebanyak 302 orang) terkesan bahwa good deviance tidak mengikut hukum normalitas populasi. Namun jika dilihat dari logika definisi good deviance, maka individu good deviance memang sangat sedikit. Oleh sebab itu, good deviance masih mengikuti asumsi normalitas dan dapat dilakukan perhitungan menggunakan korelasi point-biserial. Namun jumlahnya yang terlalu sedikit (hanya enam orang) dapat mengakibatkan hasil tes sangat lemah. Oleh

70 #!"# sebab itu, peneliti memastikan kekuatan tes dengan teknik statistik yang tidak terpengaruh oleh jumlah subjek, yaitu cohen-d. Rumus cohen-d pada dasarnya menghitung perbedaan mean antara dua kelompok per standard deviasi (Gravetter & Wallnau, 2007). Jika dilihat ada perbedaan mean trait tertentu yang cukup besar antara kelompok good deviance dengan non-good deviance, maka dapat dikatakan bahwa ada kemungkinan trait tersebut memiliki korelasi dengan tingkah laku good deviance jika jumlah subjek ditambah. Berdasarkan persebaran skor responden pada ketiga alat dalam tahap penyaringan sampel, peneliti menduga adanya hubungan antara frekuensi kecurangan individu dengan frekuensi kecurangan clique dan intensi tidakcurang individu. Oleh sebab itu, dalam pengolahan data, peneliti menambahkan data hubungan ketiga variabel ini untuk menguji kebenaran dugaan tersebut.

71 !! BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Dalam bab ini, peneliti akan menyimpulkan hasil penelitian, mendiskusikannya berdasarkan teori atau penelitian-penelitian serupa, mengevaluasi penelitian, dan memberikan saran kepada peneliti selanjutnya. 5.1 Kesimpulan Hasil analisa korelasi menunujukkan bahwa tingkah laku good deviance tidak memiliki hubungan yang signifikan dengan trait agreeableness, conscientiousness, extraversion, neuroticism, dan openness to experience. Dengan demikian, H 0 1, H 0 2, H 0 3, H 0 4, dan H 0 5 yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara tingkah laku good deviance dengan agreeableness, conscientiousness, extraversion, neuroticism, dan openness to experience diterima. Namun, analisa koefisien estimasi-d menunjukkan bahwa adanya perbedaan mean pada tingkat sedang antara kelompok good deviance dengan nongood deviance pada trait conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience. Oleh sebab itu, jika jumlah subjek ditambah, maka ada kemungkinan good deviance memiliki korelasi dengan ketiga trait tersebut. 5.2 Diskusi Temuan-temuan Hubungan tingkah laku good deviance dengan kepribadian 1. Hubungan tingkah laku good deviance dengan Agreeableness Data menunjukkan tidak adanya hubungan yang signifikan antara good deviance dengan agreeableness. Hal ini mungkin terjadi karena yang dibandingkan adalah individu yang jarang curang dengan individu yang sering curang di tengah kelompok yang sering curang. Selain itu, jenis kecurangan menjadi satu skor tunggal sehingga tidak dapat membedakan antara meminta sontekan dengan memberikan sontekan. Apabila yang dibandingkan adalah individu yang sering membantu "#!

72 #!"# temannya saat ujian dengan individu yang sering meminta bantuan pada orang lain mungkin akan ditemukan hasil yang signifikan. Oleh sebab itu, hubungan ini dapat ditinjau lebih jauh. 2. Hubungan tingkah laku good deviance dengan Conscientiousness Hasil korelasi menunjukkan tidak ada hubungan yang signifikan antara good deviance dengan conscientiousness. Namun jika dilihat dari perbedaan mean conscientiousness kelompok good deviance dengan kelompok non-good deviance, maka terlihat adanya perbedaan mean pada tingkat sedang. Hal ini mengindikasikan adanya trend korelasi apabila jumlah subjek ditambah. Perbedaan hasil korelasi dengan estimasi-d dapat saja terjadi karena perbedaan frekuensi curang individu good deviance dengan clique-nya kurang kontras. Selain itu, perbedaan frekuensi curang individu good deviance dengan individu non-good deviance juga kurang kontras. Oleh sebab itu, hubungan antara conscientiousness dengan good deviance masih perlu ditinjau kembali dengan menggunakan sampel yang lebih kontras. 3. Hubungan tingkah laku good deviance dengan Extraversion Pada penelitian ini, tidak terlihat interaksi antara individu dengan kelompok saat memutuskan untuk melakukan pelanggaran atau mematuhinya. Jika individu yang memimpin kelompoknya dipisahkan dengan individu yang hanya mengikuti keputusan kelompok, maka mungkin akan ditemukan hubungan antara extraversion dengan good deviance. 4. Hubungan tingkah laku good deviance dengan Neuroticism Hasil korelasi yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara good deviance dengan neuroticism bertolak belakang dengan prediksi berdasarkan teori. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Pada kategori non-good-deviance dimana individu memilih melakukan kecurangan saat ujian, individu membutuhkan ketenangan dan strategi agar tidak terlihat oleh pengawas. Hal ini tidak dimiliki oleh orang dengan neuroticism yang tinggi. Jika dilihat dari situasi diatas, maka ada kemungkinan orang dengan neuroticism yang tinggi sebenarnya

73 #!"# ingin melakukan kecurangan saat ujian namun ia tidak mampu melakukannya. Itulah yang menyebabkan tidak ada hubungan antara good deviance dengan non-good-deviance. Jika kelompok good deviance yang memiliki karakteristik secara intensional jarang melakukan kecurangan saat ujian dibandingkan dengan kelompok yang tidak intensional jarang melakukan kecurangan saat ujian, maka mungkin akan ditemukan korelasi skor neuroticism kedua kelompok ini. Orang dengan neuroticism yang tinggi akan jarang melakukan kecurangan saat ujian namun sebenarnya mereka memiliki keinginan untuk melakukan kecurangan; memiliki intensi tidak curang yang rendah. Oleh sebab itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk menguji dugaan ini. 5. Hubungan tingkah laku good deviance dengan openness to experience Berdasarkan hasil korelasi, tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara good deviance dengan openness to experience. Namun jika dilihat dari estimasi-d, maka kelompok non-good deviance memiliki mean openness to experience yang lebih tinggi daripada kelompok good deviance. Hasil ini berkebalikan dengan prediksi berdasarkan teori. Perbedaan ini mungkin disebabkan karena pada inventori kepribadian yang digunakan, item-item openness to experience lebih menekankan pada ketertarikan individu pada seni. Dengan demikian, berdasarkan inventori ini, individu dengan openness to experience yang tinggi lebih menyukai seni. Kebanyakan, orang yang sangat menyukai seni akan menomorduakan pelajaran sehingga wajar jika ditemukan individu dengan openness to experience yang tinggi justru cenderung memilih untuk melakukan kecurangan. Hubungan antara good deviance dengan openness to experience menarik untuk ditinjau lebih jauh menggunakan inventori yang mengukur trait ini secara lebih komprehensif, atau bahkan yang dapat mengukur masing-masing domain dari trait ini.

74 #!"# Conscientiousness: kunci utama good deviance Hasil penelitian ini yang memperlihatkan adanya trend korelasi positif antara conscientiousness dengan tingkah laku good deviance didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Bodankin dan Tziner (2009) tentang hubungan antara constructive deviance, destructive deviance dan kepribadian. Hasil penelitian tersebut memperlihatkan adanya korelasi negatif antara conscientiousness dengan perilaku pelanggaran aturan organisasi dalam dunia kerja yang dapat mengancam kesejahteraan organisasi (organizational dan interpersonal deviance) seperti memperlakukan pekerja lain dengan tidak pantas, mencuri barang dan menggunakan fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain, orang dengan conscientiousness yang tinggi secara sukarela lebih memilih untuk tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan organisasi yang dapat menimbulkan kerugian baik bagi dirinya maupun orang lain Efek Interaksi antar trait Berdasarkan hasil korelasi, tidak ditemukan adanya hubungan antara good deviance dengan seluruh trait. Namun dari hasil analisa data berdasarkan teori dan estimasi-d, ditemukan adanya kemungkinan korelasi antara good deviance dengan seluruh trait. Peneliti menduga, bahwa tingkah laku good deviance tidak dapat ditentukan berdasarkan satu trait saja, namun perlu ditentukan oleh interaksi dari beberapa trait. Dugaan ini didukung dengan pernyataan Markey & Markey (2010) bahwa kombinasi yang berbeda dari trait-trait kepribadian akan menghasilkan tingkah laku yang berbeda pula. Pernyataan ini diperkuat dengan hasil penelitian Witt, Burke, Barrick, dan Mount (2002) yaitu hubungan antara trait tertentu dengan tingkah laku (dalam penelitian tersebut conscientiousness dengan job performance) diperkuat dengan adanya interaksi antara trait tersebut dengan trait lain (dalam penelitian tersebut adalah agreeableness) Pengaruh intensi kecurangan saat ujian dan frekuensi kecurangan kelompok terhadap frekuensi kecurangan individu Pada analisa data tambahan ditemukan bahwa ada hubungan antara frekuensi kecurangan individu dengan frekuensi kecurangan clique. Penemuan ini sejalan dengan hasil penelitian McCabe dan Trevino (1997) yang menyatakan

75 #!"# bahwa penolakkan teman-teman kelompok terhadap kecurangan akademis memiliki pengaruh yang paling besar terhadap frekuensi kecurangan individu. Dengan demikian, apabila teman-teman kelompoknya menolak kecurangan akademis, maka mereka pun akan jarang melakukan kecurangan saat ujian, sehingga frekuensi kecurangan kelompok akan berbanding lurus dengan frekuensi kecurangan individu. Peneliti menemukan ada faktor yang memiliki pengaruh lebih besar lagi terhadap frekuensi kecurangan individu, yaitu intensi tidak-curang individu. Jika dikaitkan dengan Five Factor Theory, maka intensi merupakan bagian dari characteristic adaptation. Bagian dari characteristic adapatation yang merupaakn intensi adalah tujuan (purposefull) dan perencanaan (voluntary). Dengan demikian, frekuensi kecurangan individu dapat diubah dengan mengubah characteristic adaptation Evaluasi Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya menggunakan satu sampel tingkah laku good deviance, yaitu tingkah laku good deviance pada mahasiswa. Pemilihan tingkah laku good deviance pada mahasiswa ini sudah tepat karena dapat menjawab salah satu masalah yang paling urgent di Indonesia. Namun perlu juga disadari bahwa masih banyak tingkah laku good deviance yang dapat ditelaah lebih lanjut, seperti tingkah laku good deviance pada perusahaan, misalnya seseorang yang mempertahankan kejujuran ditengah rekan-rekan sekerjanya yang korupsi. Kasuskasus good deviance tersebut menarik juga untuk diangkat karena kasus korupsi sedang marak terjadi di Indonesia. Dengan mengetahui tipe-tipe kepribadian yang secara signifikan berhubungan dengan good deviance pada lingkungan kerja, maka dapat juga membentuk orang-orang dengan tipe kepribadian tersebut sehingga tercipta lebih banyak lagi good deviance pada dunia kerja Desain Penelitian Penelitian ini memiliki desain yang sangat baik untuk memperoleh subjek good deviance dan melihat ada tidaknya hubungan kepribadian dengan tingkah laku ini. Desain ini juga dapat digunakan untuk penelitian good deviance pada berbagai setting. Namun sayangnya desain ini sangat rumit dalam pencarian

76 #!"# sampel. Peneliti perlu membuat tiga alat ukur untuk menyaring sampel dan sangat banyak data yang terbuang karena tidak sesuai dengan kriteria sampel. Dalam rangka mengelompokkan subjek kedalam kelompok good deviance, non-good deviance, dan others, pengategorian kelas skor (tinggi, sedang, dan rendah) masing-masing alat dibuat berdasarkan persentil skor seluruh subjek. Persentil dipilih karena paling mudah dimengerti bahkan oleh orang awam sekalipun dan cocok digunakan pada berbagai jenis tes (Anastasi & Urbina, 1997, p. 59). Namun kelemahannya adalah sangat sensitif terhadap perubahan jumlah subjek. Untuk mengatasi hal ini, peneliti mengambil jumlah subjek yang banyak. Jumlah tersebut didapat dari perwakilan tiga rumpun fakultas, yaitu humaniora, ilmu alam, dan ilmu sosial. Fakultas yang dipilih adalah fakultas-fakultas yang memiliki jumlah mahasiswa terbanyak dan kelas terbesar dalam rumpun tersebut, yaitu Fakultas Hukum, Fakultas Teknik dan Fakultas Psikologi. Jumlah ini mewakili kondisi populasi pada kelas-kelas yang besar dimana kemungkinan untuk melakukan kecurangan saat ujian lebih besar dibandingkan kelas kecil. Perlu diingat bahwa universitas yang digunakan sebagai sampel memiliki mahasiswa yang kebanyakan jarang melakukan kecurangan saat ujian. Hal ini memberikan dua implikasi. Pertama, batasan skor yang digunakan dalam penelitian ini tidak dapat menggambarkan universitas-universitas lain yang kebanyakan mahasiswanya sering melakukan kecurangan saat ujian. Kedua, tidak adanya hubungan antara good deviance dengan kepribadian dapat saja disebabkan karena kurang kontrasnya frekuensi perilaku kecurangan individu good deviance dengan clique-nya, dan frekuensi kecurangan individu good deviance dengan nongood-deviance Alat Item-item dalam alat frekuensi kecurangan individu dan clique sangat to the point. Hal ini ditujukan untuk memudahkan subjek dalam mengingat kembali perilaku-perilaku kecurangan yang telah mereka lakukan. Namun kelemahannya adalah adanya kemungkinan subjek secara sengaja ataupun tidak sengaja menggambarkan perilaku yang lebih baik atau buruk dari kondisi yang sesungguhnya. Alat ini memang tidak dilengkapi dengan item-item untuk mendeteksi ada atau tidaknya faking. Hal ini disebabkan belum adanya alat yang

77 #!"# dapat digunakan untuk mendeteksi kecenderungan ini dalam Bahasa Indonesia dan cocok untuk digunakan dalam konteks Budaya Indonesia. Kalaupun ada, alat tersebut merupakan bagian dari alat lain yang tidak dapat dilepaskan. Oleh sebab itu, untuk mengatasi masalah ini, peneliti berusaha untuk meyakinkan partisipan bahwa data yang diberikan sangat dijamin kerahasiaannya. Hal ini dimaksudkan agar partisipan mau melaporkan kondisi yang sesungguhnya. Caranya, peneliti menekankan jaminan kerahasiaan data ini saat pengantar sebelum alat diberikan. Selain itu, peneliti memasukkan alat ke dalam amplop yang dilengkapi perekat. Pada pengambilan data dimana peneliti meminta bantuan kepada rekannya untuk mengumpulkan alat, subjek dapat mengunci amplop agar alat yang telah diisi tidak dapat dibaca oleh rekan peneliti. Kedua alat ini menggunakan skala likert. Skala ini dipilih karena paling familiar sehingga memudahkan responden untuk mengisi. Namun kelemahannya, tidak dapat melihat persentasi frekuensi curang sesungguhnya, jarang atau sedikitnya sangat bergantung pada subjektivitas responden. Selain itu, peneliti sulit untuk mengontrol jumlah ujian tertulis close book yang diikuti responden, tiap-tiap fakultas memiliki jumlah yang berbeda-beda. Bahkan ada beberapa subjek yang tidak memiliki UAS close book di semester yang lalu sehingga peneliti menolerir untuk mengisi berdasarkan UTS close book semester yang sedang berjalan. Peneliti tetap menyebarkan pada sebanyak-banyaknya fakultas untuk lebih mendaptkan gambaran kondisi sesungguhnya (semakin banyak subjek, semakin merepresentasikan populasi). Alat frekuensi kecurangan clique merupakan rating responden terhadap frekuensi curang clique-nya. Oleh sebab itu, alat tersebut membutuhkan minimal satu pembanding untuk melihat apakah rating yang diberikan responden dapat dipercaya, atau dengan kata lain menguji inter-scorer reliability. Pembanding ini adalah teman yang dianggatp responden paling dekat dan paling sering berinteraksi dengannya. Untuk mendapatkan jawaban dari pembanding, maka responden diminta untuk memberikan selembar kertas, yang sudah disiapkan oleh peneliti, berisi nama teman-teman terdekat responden, yang ditulis sendiri oleh responden, dan diberikan kepada teman terdekatnya tersebut. Jika teman terdekat responden berada di dekat responden saat pengisian alat, maka lembar terpisah

78 #!"# tersebut dapat langsung dikembalikan kepada peneliti. Namun jika tidak, maka responden atau teman terdekat responden perlu memberikan jawaban kepada peneliti lewat sms. Hal ini menyulitkan responden atau teman terdekatnya, sehingga sedikit sekali yang mengirimkan jawabannya. Oleh sebab itu, peneliti perlu menelpon satu per-satu. Hal ini sangat tidak efisien, menguras banyak waktu dan biaya peneliti. Inventori kepribadian yang digunakan merupakan hasil tiga kali adaptasi dari inventori aslinya, yaitu IPIP. Jumlah item menjadi sangat sedikit bahkan ada beberapa domain dari trait-trait tertentu yang tidak memiliki perwakilan item. Hal ini mengakibatkan hasil penelitian kurang tajam. Hal ini juga menjadi salah satu penyebab perbedaan hasil korelasi good deviance dengan trait tertentu dengan dugaan berdasarkan teori Pengolahan Data Teknik yang digunakan dalam pengolahan data, yaitu point-biserial corelation sudah sangat tepat untuk menjawab permasalahan penelitian, yaitu ada tidaknya hubungan antara good deviance dengan tiap-tiap trait kepribadian. Selain itu, teknik ini juga sesuai dengan jenis variabel yang digunakan, yaitu satu variabel nominal dan satu variabel interval. 5.3 Saran Berikut ini adalah beberapa perbaikan yang dapat dilakukan oleh penelitipeneliti berikutnya. 1. Perlu adanya penelitian tentang definisi good deviance untuk memastikan bahwa konstruk ini merupakan konstruk yang baru. 2. Desain penelitian perlu dibuat lebih efisien namun tanpa mengurangi keakuratan dalam mendapatkan partisipan yang sesuai kriteria good deviance yang telah dicapai oleh desain penelitian saat ini. 3. Perlu adanya penelitian good deviance pada berbagai setting, misalnya dalam dunia kerja, baik instansi swasta maupun negeri. 4. Perlu dicari cara yang lebih efisien untuk menguji inter-scorer reliability alat frekuensi kecurangan clique.

79 #!"# 5. Dapat ditambahkan alat untuk mendeteksi adanya kecenderungan subjek untuk memberikan jawaban yang lebih buruk atau baik dibandingkan kondisi yang sesungguhnya. Selain itu, penyampaian item-item alat frekuensi kecurangan yang terlalu to the point dapat diperbaiki sehingga kecenderungan tersebut dapat diperkecil tanpa mengurangi ketajaman dalam mendapatkan sampel-sampel tingkah laku yang diinginkan yang telah dicapai oleh alat saat ini. 6. Perlu adanya penelitian di beberapa universitas yang memiliki beragam frekuensi kecurangan mahasiswa, agar batasan skor (norma alat tes) dapat digunakan pada universitas-universitas lain yang memiliki kondisi frekuensi kecurangan mahasiswa yang jauh berbeda dengan universitas dalam sampel penelitian ini. Hal ini dimaksudkan untuk membuat frekuensi kecurangan individu good deviance dan non-good deviance lebih kontras sehingga hasil korelasi yang didapat lebih menggambarkan kondisi good deviance yang sesuai teori. 7. Dalam penelitian ini, hubungan tingkah laku good deviance dengan kepribadian dilakukan dengan mengorelasikan tiap-tiap trait dengan tingkah laku tersebut. Pada penelitia selanjutnya, dapat dicoba dengan mengorelasikan tingkah laku good deviance dengan interaksi antar trait. 8. Alat ukur kepribadian perlu dibuat lebih detil, yaitu dengan memasukkan seluruh domain dari tiap-tiap trait. Hal ini dapat membuat hasil penelitian menjadi lebih akurat.

80 DAFTAR REFERENSI Akuntono, I., & Inggried. (2011). Kronologi nyontek massal di SD Pesanggrahan. Kompas.com Juni 15, /Kronologi.Nyontek.Massal.di.SD.Pesanggrahan Anastasi, A., & Urbina, S. (1997). Psychological testing 7 th ed. New Jersey: Prentice- Hall, Inc. Anitsal, I., Anitsal, M.M., Elmore, R. (2009). Academic dishonesty and intention to cheat: a model on active versus passive academic dishonesty as perceived by business students. Academy of Educational Leadership Journal. 13, Bertens, K. (2007). Etika. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Bodankin, M., & Tziner, A. (2009). Constructive deviance, destructive deviacne, and personality: how do the interrelate? Economic interferences, 11, Clague, C. (1992). Rule obedience, organizational loyalty, and economic development. College Park: Iris. Colbert, A.E., Mount, M.K., Harter, J.K., Witt, L.A., Barrick, M.R. (2004). Interactive effects of personality and perceptions of the work situations on workplace deviance. Journal of applied psychology. 89, doi: / Dunlop, P.D., & Lee, K. (2004). Workplace deviance, organizational citizenship behavior and business unit performance: the bad apples do spoil the whole barrel. Journal of Organizational Behavior. 25, doi: /job.243. Feist & Feist (2006). Theories of personality, 6 th ed. Singapore: McGraw-Hill Galperin, B.L. (2002). Determinants of deviance in the workplace: an empirical examination in canada and mexico. Disertation: Quebec: Degree of Doctor of Philosophy at Concordia University. Goldberg, L.R., Johnson, J.A., Eber, H.W., Hogan, R., Ashton, M.C., Cloninger, C.R., Gough, H.G. (2006). The international personality item pool and the future of public-domain personality measures. Journal of Research in Personality. 40, doi: /j.jrp Gravetter, F.J., & Wallnau, L.B. (2007). Statistic for the Behavioral Sciences, 7 th ed. Ontario: Thomson Wadsworth. Gravetter, F.J., & Forzano, L.B. (2009). Research methods for the behavioral sciences, 3 rd ed. Belmont: Wadsworth Cengage Learning. Hall, C.S., Lindzey, G., & Campbell, J. (1997). Theories of personality 4 th Toronto: John Willey and Sons. ed.

81 Harding, T.S., Carpenter, D.D., Finelli, C.J., Passow, H.J. (2004). The influence of academic dishonesty on ethical decision-making in the workplace: a study of engineering students. American Society for Engineering Education. Hayes, R. (2008). Strategy to Detect and Prevent Workplace Dishonesty. Virginia: Asis International. Hintze, J.M. (2005). Psychometrics of direct observtion. School Psychology Review. 34, Johnson. (n.d). Short Form for the IPIP-NEO (International Personality Item Pool Representation of the NEO PI-R) diunduh dari IPIP/ipipneo120.htm Kaplan, R.M., dan Sacuzzo, D.P. (1997). Psychological Testing: Principles, Applications, and Issues, 4 th ed. CA: Brooks/Cole Publishing Company. Majels Wali Amanat. (2004, Agustus 9). Ketetapan Majelis Wali Amanat. Juni 11, hpa.ui.ac.id Markey, P.M. & Markey, C.N. (2010). Vulnerability to violent video games: a review and integration of personality research. American Psychology Assocation. 14, doi: /a McCabe,D.L., & Trevino, L.K. (1997). Individual and contextual influences on academic dishonesty: a multicampus investigation. Researceh in Higher Education. 38, McCabe, D.L., Trevino, L.K., dan Butterfield, K.D. (2001). Cheating in academic institutions: a decade research. Journal of ethics & behavior, 11, McCrae, R.R., & Costa, P.T. (1996). Toward a new generation of personality theories: theoritical contexts for the five-factor model. In Wiggins, J.S. (Eds.). The five-factor model of personality: theoritival perspectives (pp ). New York: Guilford Press. McCrae, R.R., Costa, P.T., Ostendorf, F., Angleitner, A., Hrebickova, M., Avia, M.D., Sanz, J., Sanchez-Bernardos, M.L., Kusdil, M.E., Woodfield, R., Saunders, P.R., Smith, P.B. (2000) Nature over nurture: temprament, personality, & life span development. Journal of personality & social psychology, 78, doi: // McCrae, R.R., & Costa, P.T. (2003). Personality in adulthood: a five factor theory perspective, 2 nd ed. New York: The Guilford Press. Mencontek Masih Dilakukan di ITB. (2009). Kompas.com. November 25, kukan.di.itb..

82 Merriam-Webster s collegiate dictionary (11th ed.) [Computer software]. (2003). Springfield, MA: Merriam-Webster. New Oxford American Dictionary. (Version (51.5)) [computer software]. (2007). Apple. Rizkiah, C. (2011). Hubungan antara trait dan psychological well-being pada masyarakat sumatera selatan. Skripsi. Depok: Sarjana Strata Satu Program Reguler Fakultas Psikologi Robinson, S.K., & Bennett,R.J. (1995) A typology of deviant workplace behaviors: a multidimensional scaling study. Academy of Management Journal. 38, Safitri, R.I. (2007). Profil kecenderungan cemburu berdasarkan tipe kepribadian FFM. Skripsi. Depok: Sarjana Strata Satu Program Reguler Fakultas Psikologi Shaffer, D.R., & Kipp, K. (2010). Developmental Psychology: Child & Adolescene, 8th ed. CA: Wadsworth. Spreitzer, G.M., Sonenshein, S. (2004). Toward the construct definition of positive deviance. American behavioral scientist, 47, doi: / Teanita, A. (2008). Hubungan trait dan kepribadian dengan konformitas pada dewasa muda. Skripsi. Depok: Sarjana Strata Satu Program Reguler Fakultas Psikologi Weiner, L.B., Greene, R.L. (2008). Handbook of personality asessment. New Jersey: John Wiley & Sons. (n.d) Why Have an Honor Codes.5 diunduh dari uts.cc.utexas.edu/~gec/.../sfairesearch.doc Witt, L.A., Burke, L.A., Barrick, M.R., Mount, M.K. (2002). The interactive effects of conscientiousness and agreeableness on job performance. Journal of Applied Psychology, 87, doi /

83 !!! LAMPIRAN!

84 !"#$%&"'()*(+&,%(-","

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional

BAB III METODE PENELITIAN. A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Identifikasi Variabel Dalam penelitian ini yang menjadi variabel independen (bebas) adalah big five personality yang terdiri

Lebih terperinci

Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory

Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory Prosiding Psikologi ISSN: 2460-6448 Profil Kepribadian Mahasiswa yang Melakukan Kecurangan Akademik di Fakultas Psikologi Unisba Angkatan X Ditinjau dari Big Five Theory 1 Desti Yuniarti, 2 Temi Damayanti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan memegang peranan penting untuk menghasilkan tenaga ahli yang tangguh dan kreatif dalam menghadapi tantangan pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya,

BAB I PENDAHULUAN. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap individu berfungsi sebagai satu kesatuan yang utuh dan unik. Utuh berarti bahwa individu tidak dapat dipisahkan dengan segala cirinya, karena individu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Penelitian yang Digunakan Metode penelitian yang pada penelitian ini adalah metode kuantitatif. Menurut Creswell (dalam Alsa, 2011, hal. 13), penelitian kuantitatif

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana

BAB II LANDASAN TEORI. Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana BAB II LANDASAN TEORI A. PEMBELIAN IMPULSIF Pembelian Impulsif adalah salah satu jenis dari perilaku membeli, dimana perilaku pembelian ini berhubungan dengan adanya dorongan yang menyebabkan konsumen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota BAB III METODE PENELITIAN 3.1 LOKASI, POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN Penelitian ini dilakukan di kota Bandung dengan populasi penduduk kota Bandung. Sampel ditentukan dengan menggunakan teknik accidental

Lebih terperinci

4. METODE PENELITIAN

4. METODE PENELITIAN 40 4. METODE PENELITIAN Bab ini terbagi ke dalam empat bagian. Pada bagian pertama, peneliti akan membahas responden penelitian yang meliputi karakteristik responden, teknik pengambilan sampel, jumlah

Lebih terperinci

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia

Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Gambaran Kepribadian Dosen-Tetap pada Universitas Swasta Terbaik di Indonesia Fakultas Psikologi, Universitas Tarumanagara Email:zamralita@fpsi.untar.ac.id ABSTRAK Dosen adalah salah satu komponen utama

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui sebaran data normal atau tidak. Alat yang digunakan adalah One Sample Kolmogorov- Smirnov

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. akan mengalami menjadi tua sesuai dengan tahapan perkembangannya. Hal ini BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebanyakan orang memang mengakui bahwa menjadi tua itu adalah sesuatu yang tidak mungkin dihindari, akan tetapi pada dasarnya setiap manusia akan mengalami

Lebih terperinci

PERAN TIPE-TIPE BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN SKRIPSI

PERAN TIPE-TIPE BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN SKRIPSI PERAN TIPE-TIPE BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP KECENDERUNGAN PERILAKU AGRESI PADA MAHASISWA UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN MEDAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Ujian Sarjana Psikologi Oleh : ESTER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk

BAB I PENDAHULUAN. terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Tes psikologi adalah suatu pengukuran yang objektif dan terstandar terhadap sampel dari suatu perilaku. Tujuan dari tes psikologi sendiri adalah untuk mengukur perbedaan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Secondary Traumatic Stress Terdapat beberapa istilah yang berkaitan dengan trauma sekunder yang sering diartikan dengan salah. Walau terlihat mirip akan tetapi memiliki definisinya

Lebih terperinci

BAB 3 Metode Penelitian

BAB 3 Metode Penelitian BAB 3 Metode Penelitian 3.1. Variabel Penelitian dan Hipotesis 3.1.1. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Terdapat enam variabel dalam penelitian ini, yaitu faktor kepribadian yang terdiri dari

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia

1. PENDAHULUAN. Universitas Indonesia 1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Berubah atau mati!, adalah kalimat yang diserukan oleh para manajer di seluruh dunia untuk menggambarkan keharusan setiap organisasi atau perusahaan untuk terus

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan BAB III METODE PENELITIAN A. Variabel Dan Difinisi Operasional 1. Identivikasi Variabel. Dalam penelitian ini menggunakan dua variabel, yaitu variabel komitmen, dan variabel big five personality. Dimana

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Uraian Teoritis A. Teori Lima Besar (Big Five Model) 1. Sejarah Big Five Model Menurut Feist (2010:134) kajian mengenai sifat manusia pertama kali dilakukan oleh Allport dan

Lebih terperinci

ANALISIS KOMPETENSI PEGAWAI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DI MAHKAMAH KONSTITUSI TESIS

ANALISIS KOMPETENSI PEGAWAI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DI MAHKAMAH KONSTITUSI TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS KOMPETENSI PEGAWAI DALAM PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DI MAHKAMAH KONSTITUSI TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) dalam

Lebih terperinci

Hubungan antara Loneliness dan Perilaku Parasosial pada Wanita Dewasa Muda SKRIPSI MEIDIATI SEKARSARI

Hubungan antara Loneliness dan Perilaku Parasosial pada Wanita Dewasa Muda SKRIPSI MEIDIATI SEKARSARI UNIVERSITAS INDONESIA Hubungan antara Loneliness dan Perilaku Parasosial pada Wanita Dewasa Muda (the Relationship between Loneliness and Parasocial Behavior in Young Adulthood Women) SKRIPSI MEIDIATI

Lebih terperinci

PENGARUH KEPUASAN, KEPERCAYAAN, DAN KOMITMEN TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN: KASUS KARTU PRA BAYAR XL BEBAS TESIS

PENGARUH KEPUASAN, KEPERCAYAAN, DAN KOMITMEN TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN: KASUS KARTU PRA BAYAR XL BEBAS TESIS PENGARUH KEPUASAN, KEPERCAYAAN, DAN KOMITMEN TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN: KASUS KARTU PRA BAYAR XL BEBAS TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Manajemen ARNOLD JAPUTRA

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat

BAB 2 LANDASAN TEORI. tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial. Locus of control dapat BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Locus of Control 2.1.1 Definisi Locus of Control Konsep tentang locus of control pertama kali dikemukakan oleh Rotter pada tahun 1996 yang merupakan ahli teori pembelajaran sosial.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI A. Perilaku Agresi 1. Definisi Perilaku Agresi Perilaku agresi adalah merupakan salah satu bentuk perilaku yang dimiliki oleh setiap manusia. Seperti yang dikemukakan Freud, Mc Dougall,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen BAB II LANDASAN TEORI A. Komitmen Organisasi 1. Pengertian Komitmen Organisasi Menurut Robert dan Kinicki (dalam Robert Kreitner, 2011) bahwa komitmen organisasi adalah cerminan dimana seorang karyawan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis

BAB III METODE PENELITIAN. merupakan penelitian kuantitatif yang bersifat deskriptif komparatif, yakni jenis 26 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Menurut Arikunto (2002) desain penelitian merupakan serangkaian proses yang diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan penelitian. Penelitian ini merupakan

Lebih terperinci

vii Universitas Kristen Maranatha

vii Universitas Kristen Maranatha Abstract The purpose of this research is to obtain an overview about the contribution of the five factor of personality/trait (extraversion, neuroticism, agreeableness, openness to experience, and conscientiousness)

Lebih terperinci

HUBUNGAN PENILAIAN PRESTASI KERJA TERHADAP PENGEMBANGAN INDIVIDU KARYAWAN DI PT BAKRIE METAL INDUSTRIES TUGAS AKHIR

HUBUNGAN PENILAIAN PRESTASI KERJA TERHADAP PENGEMBANGAN INDIVIDU KARYAWAN DI PT BAKRIE METAL INDUSTRIES TUGAS AKHIR HUBUNGAN PENILAIAN PRESTASI KERJA 360 0 TERHADAP PENGEMBANGAN INDIVIDU KARYAWAN DI PT BAKRIE METAL INDUSTRIES TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Ady Supriyanto

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang tiap elemen bangsanya sulit lepas dari belenggu anarkisme, kekerasan, dan perilaku-perilaku yang dapat mengancam ketenangan masyarakat.

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Data kuantitatif merupakan penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian a. Persiapan Penelitian Persiapan penelitian perlu dilakukan agar penelitian yang akan diadakan dapat

Lebih terperinci

Abstrak. iii. Universitas Kristen Maranatha

Abstrak. iii. Universitas Kristen Maranatha Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara big five model s trait dan attachment style. Responden pada penelitian ini berjumlah 63 orang yang dipilih berdasarkan teknik penarikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin

BAB I PENDAHULUAN. Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Fenomena perilaku seks pranikah di kalangan remaja di Indonesia semakin meningkat prevalensinya dari tahun ke tahun. Hasil survei yang dilakukan oleh Biro

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. populasi mahasiswa program S1 tahun ajaran Universitas Pendidikan

BAB III METODE PENELITIAN. populasi mahasiswa program S1 tahun ajaran Universitas Pendidikan BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi, Populasi dan Sampel Penelitian Penelitian ini dilakukan di Universitas Pendidikan Indonesia dengan populasi mahasiswa program S1 tahun ajaran 2012-2013 Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional yang bertujuan meneliti sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau

Lebih terperinci

TESIS. Oleh : NOVIE SOEGIHARTI NPM

TESIS. Oleh : NOVIE SOEGIHARTI NPM KAJIAN HEGEMONI GRAMSCI TENTANG REAKSI SOSIAL FORMAL TERHADAP KEBEBASAN BERAGAMA DAN BERKEYAKINAN DI INDONESIA (Studi Kasus SKB Tiga Menteri tentang Pelarangan Ahmadiyah) TESIS Oleh : NOVIE SOEGIHARTI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadikannya sebagai insal kamil, manusia utuh atau kaffah. Hal ini dapat terwujud BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menurut Hidayat (2013) pendidikan adalah suatu upaya sadar yang dilakukan untuk mengembangkan potensi yang dianugrahkan tuhan kepada manusia dan diarahkan pada

Lebih terperinci

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE RASIO KEUANGAN PERIODE SKRIPSI

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE RASIO KEUANGAN PERIODE SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA BANK KONVENSIONAL DAN BANK SYARIAH DENGAN MENGGUNAKAN METODE RASIO KEUANGAN PERIODE 2005-2008 SKRIPSI MARCELLA 0706212983 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, yaitu kepribadian, yang terdiri dari:

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini, yaitu kepribadian, yang terdiri dari: 28 BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kuantitatif. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi. Regresi berguna untuk mencari

Lebih terperinci

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI NAMA : QOIMATUL LAILI NPM : 201110515035 FAK/PROGAM STUDI : PSIKOLOGI/S-1 JUDUL SKRIPSI : HUBUNGAN ANTARA BODY IMAGE DENGAN PERILAKU KONSUMTIF PADA SISWI SMK FARMASI

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 135 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Berdasarkan penelitian mengenai hubungan antara kepribadian big five dan motivasi terhadap organizational citizenship behavior pada karyawan Rumah Sakit X Bandung

Lebih terperinci

Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat TESIS

Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat TESIS Kajian Transformasi Menuju Institusi Kepolisian Indonesia Berbasis Pemolisian Masyarakat Studi Kasus: Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi TESIS R. DINUR KRISMASARI 0606161836 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KETIDAKPUASAN AKAN BENTUK TUBUH DENGAN LOCUS OF CONTROL PADA REMAJA WANITA

UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KETIDAKPUASAN AKAN BENTUK TUBUH DENGAN LOCUS OF CONTROL PADA REMAJA WANITA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KETIDAKPUASAN AKAN BENTUK TUBUH DENGAN LOCUS OF CONTROL PADA REMAJA WANITA (Relationship between Body Dissatisfaction and Locus of Control in Adolescence) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

BAB III METODE PENELITIAN. A. Desain Penelitian. yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian adalah suatu proses mencari sesuatu secara sistematik dalam waktu yang lama dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kecurangan Kecurangan sebagaimana yang umumnya dimengerti, berarti ketidak jujuran dalam bentuk suatu penipuan yang disengaja atau suatu kesalahan penyajian yang dikehendaki

Lebih terperinci

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. viii. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran mengenai derajat Psychological Well-Being pada tunanetra dewasa awal di Panti Sosial Bina Netra X Kota Bandung. Pemilihan sampel menggunakan metode

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi pada Anak Usia 12-23 Bulan di Jawa Barat dan Jawa Tengah Tahun 2007 (Analisis Data Sekunder Survei Demografi dan Kesehatan

Lebih terperinci

PENGARUH DAYA TARIK IKLAN ONLINE TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN IMPULSIF PADA GENERASI MILENIAL TUGAS AKHIR

PENGARUH DAYA TARIK IKLAN ONLINE TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN IMPULSIF PADA GENERASI MILENIAL TUGAS AKHIR PENGARUH DAYA TARIK IKLAN ONLINE TERHADAP PERILAKU PEMBELIAN IMPULSIF PADA GENERASI MILENIAL TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Manajemen FABIAN BAHAR LAUT 1131001046

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PENGARUH PENGUMUMAN DEVIDEN TERHADAP RETURN, VOLUME DAN FREKUENSI PERDAGANGAN SAHAM DI SEKITAR TANGGAL EX-DEVIDEN TESIS ANG MANDA MILLIANI 0806432215 FAKULTAS EKONOMI PROGRAM

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty)

BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) 8 BAB II LANDASAN TEORI, KERANGKA PIKIR DAN PENGAJUAN HIPOTESIS 2.1 Deskripsi Teori 2.1.1 Ketidakjujuran Akademik (Academic Dishonesty) Salah satu bentuk kecurangan yang terjadi dibidang pendidikan dinamakan

Lebih terperinci

KEDUDUKAN HAK MILIK ATAS TANAH PERUMAHAN ANGKASA PURA DI ATAS HAK TANAH PENGELOLAAN DI KAWASAN KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN TESIS

KEDUDUKAN HAK MILIK ATAS TANAH PERUMAHAN ANGKASA PURA DI ATAS HAK TANAH PENGELOLAAN DI KAWASAN KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN TESIS KEDUDUKAN HAK MILIK ATAS TANAH PERUMAHAN ANGKASA PURA DI ATAS HAK TANAH PENGELOLAAN DI KAWASAN KOTA BARU BANDAR KEMAYORAN TESIS NAMA : EMMYRA FAUZIA KARIANA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM MAGISTER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN HUKUM BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL T E S I S

UNIVERSITAS INDONESIA KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN HUKUM BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL T E S I S UNIVERSITAS INDONESIA KUALITAS PELAYANAN PERPUSTAKAAN HUKUM BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL T E S I S IRA YUSTISIA SMARAYONI 0706186120 FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU ADMINISTRASI

Lebih terperinci

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TAYANGAN SIDANG KOPI SIANIDA

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TAYANGAN SIDANG KOPI SIANIDA PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP TAYANGAN SIDANG KOPI SIANIDA (Studi Deskriptif Kuantitatif Mengenai Persepsi Masyarakat Kelurahan Sei Putih Barat Terhadap Tayangan Sidang Kopi Sianida di inews TV) SKRIPSI

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Bab dua (kajian pustaka) telah membahas teori yang telah menjadi dasar penelitian. Bab ini akan memaparkan metode penelitian dan bagaimana teori yang dibahas dalam bab kajian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok

BAB I PENDAHULUAN. ini bisa dilihat dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Keberadaan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) dalam sejarah penyelenggaraan pemerintahan daerah, tidak berubah dan selalu dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat

Lebih terperinci

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP KINERJA BELAJAR MAHASISWA AKUNTANSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR SEBAGAI VARIABEL INTERVENING

PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP KINERJA BELAJAR MAHASISWA AKUNTANSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR SEBAGAI VARIABEL INTERVENING PENGARUH BIG FIVE PERSONALITY TERHADAP KINERJA BELAJAR MAHASISWA AKUNTANSI DENGAN MOTIVASI BELAJAR SEBAGAI VARIABEL INTERVENING (Studi Empiris Pada Universitas Muria Kudus Angkatan Tahun 2012) Skripsi

Lebih terperinci

PENGARUH MUTU INFORMASI, MUATAN YANG MENGHIBUR DAN KREDIBILITAS IKLAN PADA SIKAP KONSUMEN TERHADAP IKLAN MOBILE TUGAS AKHIR

PENGARUH MUTU INFORMASI, MUATAN YANG MENGHIBUR DAN KREDIBILITAS IKLAN PADA SIKAP KONSUMEN TERHADAP IKLAN MOBILE TUGAS AKHIR PENGARUH MUTU INFORMASI, MUATAN YANG MENGHIBUR DAN KREDIBILITAS IKLAN PADA SIKAP KONSUMEN TERHADAP IKLAN MOBILE TUGAS AKHIR Ratu Intan Utami Putri 1132003024 Program Studi Teknik Industri Fakultas Teknik

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS DAN STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS INDONESIA

HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS DAN STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KREATIVITAS DAN STRES PADA MAHASISWA TAHUN PERTAMA JURUSAN ARSITEKTUR UNIVERSITAS INDONESIA (THE CORRELATION BETWEEN CREATIVITY AND STRESS AT ARCHITECTURE FIRST YEAR COLLEGE STUDENTS UNIVERSITAS

Lebih terperinci

MENCARI BENTUK IDEAL KERJA SAMA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA TESIS

MENCARI BENTUK IDEAL KERJA SAMA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA TESIS UNIVERSITAS INDONESIA MENCARI BENTUK IDEAL KERJA SAMA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI DI INDONESIA TESIS IKA ESTI KURNIAWATI 0706305495 FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI ILMU HUKUM JAKARTA JUNI 2010

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRES KERJA PADA STORE MANAGER DI APOTEK GUARDIAN JABODETABEK SKRIPSI

UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRES KERJA PADA STORE MANAGER DI APOTEK GUARDIAN JABODETABEK SKRIPSI UNIVERSITAS BHAYANGKARA JAKARTA RAYA HUBUNGAN ANTARA SELF EFFICACY DENGAN STRES KERJA PADA STORE MANAGER DI APOTEK GUARDIAN JABODETABEK SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar

Lebih terperinci

TESIS MERRY MAGDALENA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER 2008

TESIS MERRY MAGDALENA UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN JAKARTA DESEMBER 2008 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN INVESTASI AKTIVA TETAP PADA PERUSAHAAN YANG DIKELOMPOKAN DALAM FINANCIALLY CONSTRAINED STUDI KASUS: INDUSTRI MANUFAKTUR TESIS MERRY MAGDALENA 0606145233 UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Universitas Indonesia

Universitas Indonesia Universitas Indonesia ANALISIS PELAKSANAAN PROGRAM KELUARGA HARAPAN DAN DAMPAKNYA TERHADAP PESERTA PROGAM (Studi Kasus : Kecamatan Cilincing Kotamadya Jakarta Utara) T E S I S RAMA CHANDRA 0706305980 FAKULTAS

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA INDUSTRI FREIGHT FORWARDING DENGAN INTEGRASI IPA DAN TAGUCHI TESIS

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA INDUSTRI FREIGHT FORWARDING DENGAN INTEGRASI IPA DAN TAGUCHI TESIS PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PADA INDUSTRI FREIGHT FORWARDING DENGAN INTEGRASI IPA DAN TAGUCHI TESIS NAMA : PRIYAMBODO NUR ARDI NUGROHO NPM : 0806 422 662 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS TEKNIK PROGRAM

Lebih terperinci

PENGARUH KEPRIBADIAN DAN KARAKTERISTIK PEKERJAAN TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN KEARSIPAN (STUDI TERHADAP KARYAWAN PT GAWIH JAYA/ WISMILAK SURABAYA)

PENGARUH KEPRIBADIAN DAN KARAKTERISTIK PEKERJAAN TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN KEARSIPAN (STUDI TERHADAP KARYAWAN PT GAWIH JAYA/ WISMILAK SURABAYA) PENGARUH KEPRIBADIAN DAN KARAKTERISTIK PEKERJAAN TERHADAP KINERJA PENGELOLAAN KEARSIPAN (STUDI TERHADAP KARYAWAN PT GAWIH JAYA/ WISMILAK SURABAYA) Oleh: MARIA YOHANA IVANA YUNIATY NIM: 212009602 KERTAS

Lebih terperinci

PERANAN BPOM DALAM MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM TERHADAP PRODUK MAKANAN IMPOR YANG MENGANDUNG MELAMIN TESIS. Kartika Ajeng.

PERANAN BPOM DALAM MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM TERHADAP PRODUK MAKANAN IMPOR YANG MENGANDUNG MELAMIN TESIS. Kartika Ajeng. PERANAN BPOM DALAM MELAKUKAN TINDAKAN HUKUM TERHADAP PRODUK MAKANAN IMPOR YANG MENGANDUNG MELAMIN TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Hukum (M.H) Oleh: Kartika Ajeng.

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVA TETAP, PROFITABILITAS, PERTUMBUHAN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP HUTANG PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA

PENGARUH AKTIVA TETAP, PROFITABILITAS, PERTUMBUHAN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP HUTANG PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA PENGARUH AKTIVA TETAP, PROFITABILITAS, PERTUMBUHAN DAN UKURAN PERUSAHAAN TERHADAP HUTANG PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BURSA EFEK INDONESIA TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum

TESIS. Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Ilmu Hukum PENGUJIAN MATERIIL PERATURAN DESA (Kajian Normatif - Yuridis Terhadap Undang-Undang No. 10 Th. 2004 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

KONSISTENSI PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERHADAP PEREDARAN PRODUK PANGAN KADALUWARSA

KONSISTENSI PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERHADAP PEREDARAN PRODUK PANGAN KADALUWARSA KONSISTENSI PENGAWASAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) TERHADAP PEREDARAN PRODUK PANGAN KADALUWARSA TESIS Oleh: HENY ANDAYANI NPM 0706187413 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

PENGARUH KEADILAN ORGANISASI, KOMITMEN ORGANISASI, DUKUNGAN ORGANISASI, DAN IKLIM PSIKOLOGIS TERHADAP KESIAPAN UNTUK BERUBAH PADA PEGAWAI DIRJEN PQR

PENGARUH KEADILAN ORGANISASI, KOMITMEN ORGANISASI, DUKUNGAN ORGANISASI, DAN IKLIM PSIKOLOGIS TERHADAP KESIAPAN UNTUK BERUBAH PADA PEGAWAI DIRJEN PQR PENGARUH KEADILAN ORGANISASI, KOMITMEN ORGANISASI, DUKUNGAN ORGANISASI, DAN IKLIM PSIKOLOGIS TERHADAP KESIAPAN UNTUK BERUBAH PADA PEGAWAI DIRJEN PQR (The Influence of Organizational Justice, Organizational

Lebih terperinci

PENGARUH KEMUDAHAN DAN FITUR TERHADAP MINAT ULANG PENGGUNAAN APLIKASI MOBILE BANKING JENIUS TUGAS AKHIR

PENGARUH KEMUDAHAN DAN FITUR TERHADAP MINAT ULANG PENGGUNAAN APLIKASI MOBILE BANKING JENIUS TUGAS AKHIR PENGARUH KEMUDAHAN DAN FITUR TERHADAP MINAT ULANG PENGGUNAAN APLIKASI MOBILE BANKING JENIUS TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Manajemen KARTIKA ANGGRAENI 1131001107

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA i UNIVERSITAS INDONESIA IDENTIFIKASI PENGARUH KETERAMPILAN TEKNOLOGI INFORMASI DAN KECERDASAN EMOSI TERHADAP DAYA SAING PEGAWAI NEGERI SIPIL DALAM IMPLEMENTASI SISTEM e - PROCUREMENT PADA PROSES PENGADAAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI

UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR-FAKTOR UTAMA YANG BERPENGARUH TERHADAP PRESTASI BELAJAR MAHASISWA PASCASARJANA PENERIMA BEASISWA S2 DALAM NEGERI BPK-RI TESIS YUNITA KUSUMANINGSIH NPM. 0806480920 FAKULTAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA BLANKON: SEBUAH STUDI KASUS PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK BEBAS

UNIVERSITAS INDONESIA BLANKON: SEBUAH STUDI KASUS PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK BEBAS UNIVERSITAS INDONESIA BLANKON: SEBUAH STUDI KASUS PENGEMBANGAN PERANGKAT LUNAK BEBAS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana DOMINIKUS RANDY 1203000382 FAKULTAS ILMU KOMPUTER

Lebih terperinci

PROGRAM SARJANA STRATA 1 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BAKRIE JAKARTA

PROGRAM SARJANA STRATA 1 PROGRAM STUDI SISTEM INFORMASI FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KOMPUTER UNIVERSITAS BAKRIE JAKARTA ANALISIS HUBUNGAN JENIS KELAMIN DAN RENTANG USIA TERHADAP KESADARAN KEAMANAN INFORMASI DALAM MENJAGA KEAMANAN INFORMASI ( STUDI KASUS : PT MORA TELEMATIKA INDONESIA ) TUGAS AKHIR IKRAM ALIFKHAN 1122002010

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti

BAB I PENDAHULUAN. Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perawat atau Nurse berasal dari bahasa Latin yaitu dari kata Nutrix yang berarti merawat atau memelihara. Profesi perawat diharapkan dapat membantu mempertahankan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGARUH PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN DALAM AKTIVITAS AUDIT MUTU INTERNAL DI PT VWX TUGAS AKHIR

ANALISIS PENGARUH PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN DALAM AKTIVITAS AUDIT MUTU INTERNAL DI PT VWX TUGAS AKHIR ANALISIS PENGARUH PERSEPSI KARYAWAN TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN DALAM AKTIVITAS AUDIT MUTU INTERNAL DI PT VWX TUGAS AKHIR Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik Rangga

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif untuk mengetahui pengaruh self-efficacy dan openness terhadap readiness

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah

BAB II KAJIAN PUSTAKA. tersebut perlu memikirkan gaya kepemimpinannya. Gaya kepemimpinan adalah BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Gaya Kepemimpinan 2.1.1 Pengertian Gaya Kepemimpinan Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan organisasi karena tanpa kepemimpinan yang baik akan sulit mencapai tujuan

Lebih terperinci

RELEASE AND DISCHARGE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH (Studi Kasus Kebijakan Penyelesaian BLBI)

RELEASE AND DISCHARGE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH (Studi Kasus Kebijakan Penyelesaian BLBI) RELEASE AND DISCHARGE SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN MASALAH (Studi Kasus Kebijakan Penyelesaian BLBI) TESIS Oleh: LILY EVELINA SITORUS NPM 0706187432 Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh

Lebih terperinci

EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KOMUNIKASI SKRIPSI

EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KOMUNIKASI SKRIPSI EMPLOYEE RELATIONS DAN KEPUASAN KOMUNIKASI (Studi Korelasional Kegiatan Employee Relations dalam Bentuk Rapat Rutin dan Kepuasan Komunikasi Karyawan PT INALUM di Kuala Tanjung) SKRIPSI ARDIANSYAH 080904041

Lebih terperinci

PENGARUH NASIONALISME MAHASISWA DAN PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP PERGERAKAN MAHASISWA DI ERA REFORMASI (STUDI KASUS DI UNIVERSITAS INDONESIA)

PENGARUH NASIONALISME MAHASISWA DAN PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP PERGERAKAN MAHASISWA DI ERA REFORMASI (STUDI KASUS DI UNIVERSITAS INDONESIA) PENGARUH NASIONALISME MAHASISWA DAN PERUBAHAN SOSIAL TERHADAP PERGERAKAN MAHASISWA DI ERA REFORMASI (STUDI KASUS DI UNIVERSITAS INDONESIA) TESIS NAMA: MINTO RAHAYU NPM: 0706190622 PROGRAM PENGKAJIAN KETAHANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. publik harus bersikap independen terhadap berbagai kepentingan.

BAB I PENDAHULUAN. publik harus bersikap independen terhadap berbagai kepentingan. BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Pemimpin menjadi penentu keberhasilan sebuah organisasi dalam mencapai tujuannya. Kantor Akuntan Publik (KAP) sebagai suatu organisasi di bidang jasa keuangan memiliki

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) KANTOR CABANG JAKARTA TIMUR SKRIPSI WIDIANA SASTI KIRANA

HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) KANTOR CABANG JAKARTA TIMUR SKRIPSI WIDIANA SASTI KIRANA UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN ANTARA KEPUASAN KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN PADA PT ASURANSI JIWASRAYA (PERSERO) KANTOR CABANG JAKARTA TIMUR SKRIPSI WIDIANA SASTI KIRANA 0806379872 FAKULTAS ILMU SOSIAL

Lebih terperinci

HUBUNGAN ANTARA GAYA PENYELESAIAN KONFLIK DAN KEPUASAN KERJA PADA PERAWAT

HUBUNGAN ANTARA GAYA PENYELESAIAN KONFLIK DAN KEPUASAN KERJA PADA PERAWAT HUBUNGAN ANTARA GAYA PENYELESAIAN KONFLIK DAN KEPUASAN KERJA PADA PERAWAT (THE CORRELATION BETWEEN CONFLICT RESOLUTION STYLE AND JOB SATISFACTION OF NURSES) SKRIPSI Layyina Humaira 080400111Y FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap

BAB I PENDAHULUAN. relawan yang nantinya akan diterjunkan ketika Indonesia memasuki masa tanggap BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Palang Merah Indonesia adalah organisasi kemanusiaan yang bergerak dalam bidang penanggulangan dan mitigasi bencana alam di Indonesia. Selain itu, Palang Merah Indonesia

Lebih terperinci

ANALISIS PERHITUNGAN KEBUTUHAN TELLER DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ANTRIAN PADA PT. BANK XYZ (STUDI EMPIRIK CABANG UTAMA) TESIS

ANALISIS PERHITUNGAN KEBUTUHAN TELLER DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ANTRIAN PADA PT. BANK XYZ (STUDI EMPIRIK CABANG UTAMA) TESIS ANALISIS PERHITUNGAN KEBUTUHAN TELLER DENGAN MENGGUNAKAN MODEL ANTRIAN PADA PT. BANK XYZ (STUDI EMPIRIK CABANG UTAMA) TESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar S2 JUSTINA SUSILONINGSIH

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA FAKTOR FAKTOR SOSIAL YANG MENYEBABKAN RENDAHNYA PARTISIPASI BELAJAR PADA ANAK USIA DINI (Studi Deskriptif PAUD Anisa, Jalan Raya Kapling Rt 07/17, Pancoran Mas, Depok) SKRIPSI Diajukan

Lebih terperinci

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DAN KEPUTUSAN PELANGGAN MENGINAP

STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DAN KEPUTUSAN PELANGGAN MENGINAP STRATEGI KOMUNIKASI PEMASARAN DAN KEPUTUSAN PELANGGAN MENGINAP (Studi Deskriptif tentang Strategi Komunikasi Pemasaran terhadap Keputusan Pelanggan menginap di Hotel Grand Aston City Hall Medan) SKRIPSI

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : anggota komunitas sel Superheroes, attachment to God, attachment to parent. vii

ABSTRAK. Kata Kunci : anggota komunitas sel Superheroes, attachment to God, attachment to parent. vii ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan attachment to parent dan attachment to God pada anggota komunitas sel Superheroes di Gereja X Bandung. Populasi sebanyak 60 orang diikutsertakan

Lebih terperinci

Hubungan Trait dan Psychological Well-Being pada Masyarakat Kota Jakarta

Hubungan Trait dan Psychological Well-Being pada Masyarakat Kota Jakarta Hubungan Trait dan Psychological Well-Being pada Masyarakat Kota Jakarta Rahmaya Sholiha, Dini Rahma Bintari, dan Fivi Nurwianti Alamat Email: rahmayasholiha@yahoo.co.id; dini.bintari@gmail.com; fnurwianti@yahoo.com;

Lebih terperinci

EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI ALAT PEMADAM API RINGAN DI GEDUNG A FKM UI TAHUN 2009 DENGAN METODE EVENT TREE ANALYSIS SKRIPSI

EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI ALAT PEMADAM API RINGAN DI GEDUNG A FKM UI TAHUN 2009 DENGAN METODE EVENT TREE ANALYSIS SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA EVALUASI DAN ANALISIS KONSEKUENSI ALAT PEMADAM API RINGAN DI GEDUNG A FKM UI TAHUN 2009 DENGAN METODE EVENT TREE ANALYSIS SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

Lebih terperinci

PENGARUH SOSIALISASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA REMAJA AWAL (Studi Pada Murid-Murid SLTP Negeri X di Jakarta) SKRIPSI

PENGARUH SOSIALISASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA REMAJA AWAL (Studi Pada Murid-Murid SLTP Negeri X di Jakarta) SKRIPSI PENGARUH SOSIALISASI KELUARGA TERHADAP PERILAKU PROSOSIAL ANAK USIA REMAJA AWAL (Studi Pada Murid-Murid SLTP Negeri X di Jakarta) SKRIPSI Devina Rosdiana Sari 0905050109 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN Pada bab ini akan dijelaskan mengenai metode-metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu masalah penelitian, hipotesis penelitian, variabel-variabel, populasi dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS POSISI PENDANAAN DANA PENSIUN TERHADAP KENAIKAN MANFAAT PENSIUN (STUDI KASUS DANA PENSIUN PLN TAHUN 2008) SKRIPSI

UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS POSISI PENDANAAN DANA PENSIUN TERHADAP KENAIKAN MANFAAT PENSIUN (STUDI KASUS DANA PENSIUN PLN TAHUN 2008) SKRIPSI UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS POSISI PENDANAAN DANA PENSIUN TERHADAP KENAIKAN MANFAAT PENSIUN (STUDI KASUS DANA PENSIUN PLN TAHUN 2008) SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst

BAB I PENDAHULUAN. masa beralihnya pandangan egosentrisme menjadi sikap yang empati. Menurut Havighurst BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial. Perkembangan sosial masa dewasa awal (young adulthood) adalah puncak dari perkembangan sosial masa dewasa. Masa dewasa awal adalah

Lebih terperinci

Peran Work Engagement Dalam Produktivitas Student Brand Manager Red Bull Indonesia. Tugas Akhir

Peran Work Engagement Dalam Produktivitas Student Brand Manager Red Bull Indonesia. Tugas Akhir Peran Work Engagement Dalam Produktivitas Student Brand Manager Red Bull Indonesia Tugas Akhir Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Manajemen M. Marsyal Tedianto 11210010 PROGRAM

Lebih terperinci

TINJAUAN MENGENAI SANKSI TEGURAN LISAN ATAU TERTULIS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS TESIS

TINJAUAN MENGENAI SANKSI TEGURAN LISAN ATAU TERTULIS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS TESIS UNIVERSITAS INDONESIA TINJAUAN MENGENAI SANKSI TEGURAN LISAN ATAU TERTULIS DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2004 TENTANG JABATAN NOTARIS TESIS NAMA : Dini Dwiyana NPM : 0806426673 FAKULTAS HUKUM MAGISTER

Lebih terperinci

TESIS SANTI SRI HANDAYANI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA DESEMBER 2009

TESIS SANTI SRI HANDAYANI UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS HUKUM PROGRAM PASCA SARJANA JAKARTA DESEMBER 2009 IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM HAK-HAK KONSUMEN DALAM PELAYANAN AIR MINUM PDAM TIRTA PAKUAN KOTA BOGOR DITINJAU DARI UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1999 TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TESIS SANTI SRI HANDAYANI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia. Hampir seluruh kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia. Hampir seluruh kegiatan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Jakarta merupakan Ibukota negara Indonesia. Hampir seluruh kegiatan pemerintahan dan perekonomian dipusatkan di kota ini. Sebagai kota yang mengakomodir semua

Lebih terperinci

HUBUNGAN KESEPIAN DAN AGRESI PADA REMAJA YANG SEDANG BERPACARAN SKRIPSI. Nuzuly Tara Sharaswaty

HUBUNGAN KESEPIAN DAN AGRESI PADA REMAJA YANG SEDANG BERPACARAN SKRIPSI. Nuzuly Tara Sharaswaty UNIVERSITAS INDONESIA HUBUNGAN KESEPIAN DAN AGRESI PADA REMAJA YANG SEDANG BERPACARAN (Correlation between Loneliness and Aggression in Teenager who is in a Relationship) SKRIPSI Nuzuly Tara Sharaswaty

Lebih terperinci

NILAI-NILAI SOSIAL PADA SERIAL DRAMA MISAENG (Analisis Isi Muatan Nilai-Nilai Sosial Tayangan Serial Drama Korea Misaeng ) SKRIPSI

NILAI-NILAI SOSIAL PADA SERIAL DRAMA MISAENG (Analisis Isi Muatan Nilai-Nilai Sosial Tayangan Serial Drama Korea Misaeng ) SKRIPSI NILAI-NILAI SOSIAL PADA SERIAL DRAMA MISAENG (Analisis Isi Muatan Nilai-Nilai Sosial Tayangan Serial Drama Korea Misaeng ) SKRIPSI DELILAWATI TUMANGGER 120904104 DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci