BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PENDEKATAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK) TERHADAP PEMBENTUKAN SPIRITUAL

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PENDEKATAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK) TERHADAP PEMBENTUKAN SPIRITUAL"

Transkripsi

1 BAB III HASIL PENELITIAN DAN ANALISA PENDEKATAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN (PAK) TERHADAP PEMBENTUKAN SPIRITUAL SEBAGAI KOMPONEN KARAKTER REMAJA BATU GANTONG DALAM GPM JEMAAT REHOBOTH Kajian terhadap spiritualitas Remaja Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam) di GPM Jemaat Rehoboth, perlu didahului dengan mengetahui gambaran umum kehidupan jemaat. Dalam bab ini akan dipaparkan aspek-aspek kehidupan jemaat antara lain, letak geografis, keadaan demografi, mata pencaharian, tingkat pendidikan dan situasi pelayanan jemaat. Hal ini dimaksudkan agar pembaca dapat memiliki gambaran yang utuh tentang seluruh aspek kehidupan GPM Jemaat Rehoboth khususnya daerah pelayanan Batu Gantong Dalam. 3.1 GAMBARAN UMUM GPM JEMAAT REHOBOTH Letak Geografis Secara geografis, lokasi penelitian penulis terletak di GPM Jemaat Rehoboth, Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam). Secara umum, GPM Jemaat Rehoboth berada di Kecamatan Nusaniwe, terletak di dekat pusat kota Ambon. Sebagian besar kondisi fisik wilayah pelayanan GPM Jemaat Rehoboth merupakan daerah berbukit khususnya pada bagian Selatan dan hanya sebagian kecil daerahnya yang berupa dataran rendah yakni pada bagian Utara. Posisi Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam) sendiri, terletak di sebelah timur lokasi pelayanan GPM Jemaat Rehoboth. Batas-batas wilayah pelayanan jemaat antara lain sebagai berikut: 51

2 Sebelah Utara: Berbatasan dengan Teluk Ambon. Sebelah Selatan: Berbatasan dengan Jemaat GPM Kesya dan Jemaat GPM Seri. Sebelah Barat: Berbatasan dengan Jemaat GPM Imanuel-OSM dan Jemaat GPM Eden. Sebelah Timur: Berbatasan dengan Jemaat GPM Silo, Jemaat Kategorial GPM Sinar Kasih POLRI dan Jemaat GPM Menara Kasih Demografi Jika dilihat secara umum, demografi Jemaat GPM Rehoboth sangat beragam sebab terdiri dari beberapa suku-suku, baik itu yang berasal dari Maluku maupun dari luar Maluku. Hal ini merupakan salah satu pengarauh terhadap jumlah penduduk yang begitu banyak. Berikut ini adalah jumlah penduduk jemaat Rehoboth, terutama di sektor Yarden. Tabel No. 1. Jumlah Anggota Jemaat GPM Rehoboth, sektor Yarden No Sektor Unit KK Jiwa Jenis Kelamin L P 1 Yarden Jumlah Sumber: Data Statistik Jemaat Rehoboth Tahun 2012 Berdasarkan data pada tabel di atas, jumlah jiwa di satu sektor cukup banyak. Hal ini memperlihatkan betapa besarnya jemaat ini. Jumlah anggota jemaat yang dimiliki Jemaat GPM Rehoboth ini, menjadi kekhawatiran besar, karena pelayanan gereja ditakutkan tidak dapat menjangkau semua pihak dan menyentuh jemaat secara leluasa. 52

3 3.1.3 Mata Pencaharian Mata pencaharian merupakan sumber ekonomi bagi jemaat. Berdasarkan data yang diperoleh dari kantor GPM Jemaat Rehoboth maka terdapat beragam mata pencaharian anggota Jemaat Rehoboth seperti yang terdapat pada tabel di bawa ini. Tabel No. 2. Mata Pencaharian Jemaat Jenis Pekerjaan No Sektor PNS Swasta Wiraswasa ta TNI/ Polri Petani Buruh 19 Batu Gantong Dalam Jumlah Sumber: Data Statistik Jemaat Rehoboth Tahun 2012 Berdasarkan tabel di atas, dapat dilihat bahwa status sosial ekonomi anggota GPM Jemaat Rehoboth, terutama di Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam) sangat beragam. Presentasi menunjukkan bahwa wiraswasta menduduki persentase lebih tinggi dari pada jenis pekerjaan lainnya. Dengan tingkat perekonomian yang beragam ini, jelas terlihat bahwa kompleksitas persoalan hidup semakin besar. Gereja dituntut untuk tidak mengesampingkannya. Karena justru dalam ranah seperti inilah, jemaat mengalami pergumulan yang hebat, yang rentan terhadap berbagai konflik dan berakibat pada timbulnya banyak persoalan keluarga dan masyarakat. 53

4 3.1.4 Pendidikan Keunggulan kompetitif kualitas di setiap jenjang pendidikan menunjukkan kemajuan yang cukup baik. Itu berarti merupakan potensi yang cukup besar bagi kemajuan pembinaan pelayanan. Kualitas pelayanan seyogianya juga perlu didukung dengan sumberdaya manusia yang terampil dan berkualitas. Tingkat pendidikan sangat berpengaruh pada kesejahteraan kehidupan jemaat. Dengan tingkat pendidikan yang memadai, jemaat terutama Remaja yang berusia produktif dapat mengusahakan kesejahteraan hidup dan masa depan yang lebih baik. Sehingga, waktu yang dimiliki oleh para Remaja, dimanfaatkan untuk sesuatu yang berguna, dan dimanfaatkan secara bertanggung jawab. Sehingga para Remaja tidak terlibat dalam pergaulan yang negatif dan dapat menjerumuskan mereka ke dalam dosa. Tingkat pendidikan warga jemaat dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel No. 3. Tingkat Pendidikan Jemaat No Sektor SD SMP SMA S.O S1 S2 19 Batu Gantong Dalam Sumber: Data Statistik Jemaat Rehoboth Tahun Berdasarkan pada tabel di atas maka kita dapat mengetahui presentasi tingkat pendidikan yang sementara ini digeluti oleh anggota Jemaat Rehoboth Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam). Tingkat pendidikan SD dan SMP menduduki persentase terbanyak, yang menunjukkan bahwa Batu Gantong Dalam (Batu Gantong Dalam) memiliki potensi anak dan remaja. Potensi ini perlu mendapat perhatian khusus, agar perkembangan dari jenjang anak dan remaja ke Remaja menjadi baik. Di samping presentasi tingkat pendidikan dari SD sampai pada perguruan tinggi, ada warga jemaat 54

5 yang tidak bersekolah, putus sekolah karena berbagai masalah. Hal ini perlu menjadi pertimbangan gereja untuk bagaimana menumbuhkan kesadaran warga jemaatnya tentang pentingnya pendidikan. Tabel berikut ini, memperlihatkan tingkat pendidikan jemaat berdasarkan ijazah atau lulusan terakhir. Tabel No. 4 Tingkat Pendidikan Menurut Ijazah Terakhir. No Sektor SD SMP SMA/ SMK S.O S1 S2 S3 19 Yerden Sumber: Data Statistik Jemaat Rehoboth Tahun Pelayanan Jemaat GPM Jemaat Rehoboth merupakan salah satu jemaat anggota Klasis Pulau Ambon. GPM Jemaat Rehoboth dibagi dalam 20 sektor, dengan 66 unit pelayanan. Secara umum pelayanan ibadah yang ada di GPM Jemaat Rehoboth terdiri dari pelayanan ibadah minggu, pelayanan ibadah wadah pelayanan laki laki, pelayanan ibadah wadah pelayanan perempuan, ibadah unit pelayanan, dan ibadah sektor. Secara khusus, ibadah anak remaja dan SM-TPI Sebagai wadah pendidikan formal gereja SM-TPI untuk anak dan remaja, berlangsung pada hari dan jam yang berbeda. Ibadah SM berlangsung pada hari Minggu dan TPI pada hari Senin. Biasanya ibadah gabungan SM-TPI sektor dilaksanakan pada tiap akhir bulan. Jumlah kelompok SM-TPI pada jemaat Rehoboth adalah 32 kelompok. Kelompok-kelompok tersebut ditangani langsung oleh pengasuh di sektor dan berkoordinasi dengan Badan Sub Komisi Anak dan Remaja GPM Jemaat Rehoboth. SM-TPI merupakan wadah yang baik untuk membantu pertumbuhan iman anak dan remaja sejak usia dini. Sehingga anak dan remaja disiapkan, diisi dan diberdayakan untuk tampil sebagai citra Kristus dengan spiritualitas yang mantap dan berkualitas. Pelayanan Remaja gereja dalam GPM Jemaat Rehoboth dapat dibedakan menjadi dua pelayanan yakni, pelayanan katekisasi sebagai pendidikan formal gereja dan 55

6 AMGPM. Ibadah ketekisasi dilakukan pada setiap hari Minggu jam WIT sedangkan ibadah angkatan muda berlangusng setiap hari Rabu jam WIT. Angkatan muda dalam jemaat Rehobot terdapat tiga cabang dan 28 ranting yaitu Cabang Rehoboth 1 terdiri dari 11. Cabang Rehoboth 2 terdiri dari 6 ranting, dan Cabang Rehoboth 3 terdiri dari 12 ranting. AMGPM berkoordinasi dengan Sub Komisi Pelayanan Remaja GPM Jemaat Rehoboth. Remaja merupakan cikal-bakal dari pembaharuan dan pembangunan gereja. Sehingga mereka menjadi tulang punggung gereja dan masyarakat. Di harapkan dari tiga cabang dan 28 ranting tersebut, mampu menjadi wadah bagi pembinaan Remaja, sehingga Remaja bertumbuh menjadi baik dalam segala aspek terutama spiritualitasnya, ke arah Yesus Kristus. 3.2 Permasalahan Remaja Batu Gantong Dalam GPM Jemaat Rohoboth Usia tahun. GPM jemaat Rehoboth tentunya memiliki berbagai macam elemen elemen jemaat yang ada. Salah satu diantaranya adalah remaja. Remaja yang ada di GPM jemaat Rehoboth berkisar anatara jiwa remaja. Namun yang menjadi fokus penelitian penulis disini terletak pada remaja yang ada di wilayah Batu Gantong Dalam. Remaja yang ada di Batu Gantong Dalam ini berjumlah kurang lebih 60 orang. Kerentanan Remaja terhadap berbagai pengaruh, dapat membawa mereka pada pergaulan yang negatif. Hal inilah yang ditunjukkan dalam konteks kehidupan Remaja di Kelurahan Batu Gantung Dalam, jemaat GPM Rehobot. Kaum muda yang berada pada usia produktif, terlibat dalam pergaulan dengan kelompok-kelompok tertentu. Pergaulan kelompok-kelompok ini, dapat menjurus 56

7 pada hal-hal yang negatif, walaupun ada potensi-potensi positif yang sesungguhnya dapat mereka kembangkan. Kehidupan Remaja di Batu Gantung Dalam, sering dikenal dengan adanya kelompok-kelompok Remaja. Remaja-Remaja di Batu Gantung ini membentuk kelompok Remaja agar dapat merangkul Remaja-Remaja yang ada di dalam lokasi ini. Adanya pembentukan kelompok Remaja ini berpotensi menyebabkan terjadinya tawuran Remaja, baik antar-remaja dalam kompleks Batu Gantung, maupun dengan Remaja dari kompleks lain. Perjudian, minum minuman keras, kekerasan, juga balapan liar menjadi realitas yang tidak dapat dibantah dari pergaulan kelompok-kelompok ini. Remaja-Remaja yang tergabung di dalamnya, lebih banyak meluangkan waktu mereka untuk melakukan hal-hal yang tidak tertanggung jawab, dan mereka merasa nyaman dengan perilaku-perilaku tersebut. Remaja tidak dapat dipisahkan dari upaya sosialisasi dengan sesama dan lingkungan.walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa dalam pergaulan yang tercipta antara Remaja sering kali melahirkan berbagai bentuk tindakan yang negatif. Tindakan-tindakan negatif yang dilakukan oleh para Remaja di dalam pergaulannya cukup beragam, misalnya aktivitas minum minuman keras Saya dan teman-teman seringkali duduk sambil miras. 1 Hal ini yang sering dilakukan oleh hampir semua Remaja di Batu Gantung. Menurut penuturan salah satu remaja: tidak jarang, ketika sedang miras dengan teman-teman, kami meminta uang dari teman-teman yang baru pulang dari tempat kerja agar menambah uang untuk membeli minuman 2. Aktivitas miras dilakukan hampir setiap waktu. Kami biasanya miras kalau ada ajakan teman- 1 Hasil wawancara dengan J.P, 12 Juli Hasil wawancara dengan A P, 10 Juli

8 teman. Tidak tergantung waktunya. Paling sering kami lakukan di malam hari, karena situasinya nyaman, dan tidak ada orang yang melihat, sehingga kami bebas bercerita. 3 Selain terlibat miras ada pula tindakan negatif yang sering dilakukan, seperti tawuran. Saya dan teman-teman sering terlibat perkelahian dengan Remaja dari kompleks tetangga. Pada akhirnya, saya sendiri harus menangung akibatnya yaitu masuk penjara karena memotong 4 orang dari kompleks tetangga. 5 Pengakuan informan tersebut, menunjukkan bahwa pergaulan Remaja Batu Gantong Dalam, telah tiba pada tahap pembentukan kelompok. Jika seseorang masuk ke dalam suatu kelompok, fanatisme dan kebanggan berlebihan akan kelompok bisa saja muncul. Selain miras, mereka juga terlibat dalam tawuran antar remaja. Menurut penuturan salah satu informan, Kami paling sering terlibat tawuran dengan Remaja dari lingkungan di sekitar. Hampir setiap tahun, ada saja tawuran yang terjadi. Entah dengan Remaja dari kompleks Batu Gantung Ganemo, Tanah Lapang Kecil, Mangga Dua, dan sebagainya. 6 Penuturan informan tersebut mengindikasikan bahwa rasa bersaing serta eksklusifisme kelompok yang berlebihan akan memicu perselisihan. Apalagi bila terjadi tabrakan antar-egoisme dan kebanggaan kelompok, maka perselisihan bisa memicu ajang tawuran. Tawuran yang tiada henti menggumpal menjadi permusuhan. Permusuhan yang tiada berakhir menjelma menjadi dendam, dan dendam itu bisa diawetkan dalam 3 Hasil wawancara dengan Y S 10 Juli Istilah Memotong adalah istilah yang berarti melukai seseprang dengan dialek Ambon 5 Hasil wawancara dengan V T, 13 juli Hasil wawancara dengan W H 15 Juli

9 ritual tawuran antar-kelompok. Tidak mengherankan bila tawuran sering terjadi, entah apa pun yang menjadi penyulutnya. Kelompok-kelompok Remaja di Batu Gantung Dalam ini lambat laun mengorganisir dirinya, sehingga muncullah pemimpin-pemimpin kelompok. Dalam pergaulan kami, ada orang-orang tertentu yang kami anggap sebagai pemimpin karena dia sosok yang berani dan bisa maju di depan jika ada kekacauan di kompleks ini. Nyalinya besar, sehingga kita semua pasti mendengar kalau dia berbicara. 7 Berdasarkan hasil pemaparan permasalahan diatas, maka menurut penulis permasalahan remaja Batu Gantong Dalam terdapat beberapa permasalahan. 1. Permasalahan yang berhubungan dengan keluarga. Permasalahan keluarga yang dimaksud disini ialah kurangnya perhatian dan penghargaan dari orang tua terhadap anak sehingga mereka lebih memilih mencari perhatian di luar keluarga mereka. 2. Permasalahan yang berhubungan dengan masalah konseling. Masalah sosial yang dikarenakan kurangnya waktu yang tercipta untuk berkumpul dan berinteraksi dalam keluarga. Selain itu juga relasi antara orang tua dan anak tidak berjalan dengaan baik. Sosialisasi yang kurang dalam keluarga mempunyai pengaruh terhadap pola didik dan pembentukan anak baik secara karakter maupun imannya. Gereja juga membawa masalah dalam hubungan dengan proses konseling yang tidak diberikan oleh gereja secara khusus kepada remaja. Dalam hal ini Gereja lebih memfokuskan perhatian hanya kepada orang orang dewasa dan mengabaikan para remaja padahal remaja merupakan tulang punggung gereja 7 Hasil wawancara dengan M H,, 15 Juli

10 yang memerlukan pembinaan dan arahan dari Gereja untuk masa depannya yang sesuai dengan citra Kristus sebagai kepala Gereja. 3. Permasalahan yang berhubungan dengan masalah spiritualitas. Masalahnya ialah melemahnya sosialisasi dan perhatian yang diberikan orang tua terhadap anak maka mengakibatkan terputusnya budaya kekristenan dalam keluarga, dalam hal ini ialah ibadah ibadah keluarga, tradisi meja makan 8, dan juga doa doa pribadi yang sering dilakukan oleh setiap anggota keluarga. Remaja menganggap hal hal tersebut hanya merupakan sebuah kegiatan rutinitas belaka tanpa mengambil makna untuk pembentukan iman mereka ke depan.selain itu masalah ini juga dipengaruhi Kurang adanya perhatian dari Gereja. Selain keluarga, gereja juga membawa pengaruh terhadap tumbuh kembang remaja. Pada permasalahan kenakalan remaja yang terjadi di atas Gereja tidak berperan dalam proses pembinaan terhadap remaja. Hasil penelitian yang dilakukan ternyata bertolak belakang dengan teori pendekatan PAK yang dikutip oleh Nuhamara dari para ahli. Dalam pendekatan pendekatan yang ditawarkan tersebut ternyata tidak sesuai dengan konteks yang terjadi bagi remaja Batu Gantong Dalam Jemaat GPM Rehoboth. Hal ini dikarenakan waktu yang diberikan oleh orang tua kepada anak dalam hal ini remaja sangatlah minim. Hal ini juga mempengaruhi perhatian, pola asuh, serta psikis mereka, hal ini sangat disayangkan karena secara tanggung jawab moral remaja belum mampu untuk bertanggung jawab terhadap diri mereka sendiri dan masih memerlukan bimbingan dan perhatian dan orang tua; kemudian secara 8 Tradisi meja makan dalam konteks orang Maluku, bukan hanya sebagai tempat makan tetapi juga merupakan sosialisasi yang dilakukan oleh keluarga dalam memberikan nasihat, doa, dan pengalaman yang diberikan orang tua terhadap anak. 60

11 sosial mereka belum bisa mampu ciri mereka secara pribadi yang diterima dari keluarga mereka ketika berinteraksi atau bersosialisasi dengan sesama. 3.3 Faktor Faktor Penyebab Dan Dampak Dari Perilaku Negatif Yang Dilakukan Oleh Remaja Batu Gantong Dalam GPM Jemaat Rehobot Faktor penyebab dan dampak dari perilaku negatif yang dilakukan oleh remaja Batu Gantong Dalam bertolak pada pemahaman yang sudah ada pada bagian sebelumnya. Faktor penyebab dan dampak dari perilaku negatif tersebut didiskripsikan sebagai berikut: 1. Permasalahan yang berhubungan dengan keluarga. Faktor penyebabnya ialah kesibukan yang dimiliki oleh orang tua dalam memenuhi kebutuhan mereka sehari hari, selain itu ada juga dipengaruhi oleh rendahnya tingkat pendidikan yang dimiliki oleh orang tua sehingga orang tua kurang menyadari tanggung jawabnya untuk mendidik dan membina keluarganya. Hal ini menimbulkan relasi antara anak dan orang tua menjadi renggang. Selain itu penghargaan orang tua terhadap anak itu kurang. Begitupun dengan penerimaan orang tua terhadap kondisi anak. Masalah ini merujuk pada pemahaman Branden dalam Engel, tentang ketidakmampuan perkembangan spritual terkait kesadaran diri individu. 9 Dalam hal ini orang tua sebenarnya terjebak dalam kesadaran diri yang rendah karena memiliki tingkat pendidikan yang rendah dan secara tidak sadar mereka juga mengalami konflik batin atau perasaan dengan anak. Hal ini membuat mereka tidak mampu menyadari potensi yang dimiliki untuk mengembangkan ide dalam rangka memperbaiki relasi yang baik dengan anak sehingga dapat mengatasi masalah dengan anak. Hal ini juga dapat memberikan kepercayaan diri dan kesadaran moral yang ada pada anak. Kepercayaan diri yang dimaksudkan disini 9 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling,

12 ialah ketika mampu mengembangkan potensi yang ada pada dirinya dan ketika ia berjumpa dengan orang yang ada disekitarnya ia tetap mempercayai kemampuan yang dimilikinya tanpa harus mengikuti atau mencontohi apa yang orang tua miliki. Kesadaran moral yang dimaksudkan disini ialah kemampuan menggunakan kecerdasan ketika situasi membutuhkan. Artinya disini ialah ketika remaja berada pada situasi atau pilihan dimana ia harus mengikuti atau tidak, disitulah terjadi pertimbangan moral dalam dirinya, dimulai dari kegelisahan dari dalam hatinya dan membuat ia berpikir melalui pemikirannya dan memilih untuk melakukan mana yang baik menurut tataran nilai moral yang ada. 2. Permasalahan yang berhubungan dengan masalah konseling. Faktor penyebabnya ialah kurangnya perhatian (waktu berkumpul anak dan orang tua) yang diberikan orang tua sehingga mengakibatkan sosialisasi dalam keluarga tidak berjalan dengan baik, remaja kurang begitu pintar dalam memposisikan diri di tengah tengah masyarakat dan cenderung larut dengan semua tindakan yang ada ditengah tengah lingkungan tersebut. Faktor penyebab lainnya ialah kurangnya tenaga ahli untuk menjembatani masalah dengan remaja. Hal tersebut dikarenakan orang lebih memfokuskan diri kepada orang orang dewasa dan mengabaikan remaja. Karena mereka berangggapan bahwa remaja mudah untuk mengalami perubahan terkhususnya perubahan kepribadian mereka. Keadaan ini menimbulkan remaja bertumbuh tanpa ada bimbingan dari orang yang memahami mereka dengan segala hal yang mereka lakukan. Tidak ada orang yang menanmpung aspirasi, keluhan, persungutan bahkan tangisan mereka. Dalam hal ini lembaga gereja yang seharusnya berperan. Oleh sebab itu mereka mencari sosok yang memahami,menerima serta menghargai mereka di tempat mereka sendiri dalam hal ini teman teman sebaya mereka. 62

13 Hal ini sejalan dengan pemikiran Erick Erikson mengenai krisis identitas. Dalam hal ini, remaja Batu Gantong Dalam memainkan peranan penting untuk membentuk identitas mereka. Jika lingkungannya jahat, maka remaja tersebut juga akan menjadi remaja dengan segala kenakalannya atau sebaliknya jika lingkungannya baik, ia juga akan ikut baik. 10 Hal tersebut yang dialami oleh remaja Batu Gantong Dalam, akibat kurangnya didikan yang baik dari orang tua sehingga membuat merekaterpengaruh dan larut dengan keadaan yang ada dilingkungan sekitar, sehingga membuat mereka bertumbuh menjadi sososk remaja yang berperilaku negatif walaupun ada potensi potensi pisitif dalam diri mereka. Berdaskan faktor penyebab yang penulis paparkan diatas selain sejalan dengan pemikiran Erikson, hal tersebut juga sejalan dengan pemahaman dalam teori PAK Remaja, dimana dikatakan bahwa teman sebaya merupakan tempat berbagi perasaan dan pengalaman serta mereka juga dapat menjadi bagian dari proses pembentukan diri remaja itu sendiri. Peer group berusaha untuk menciptakan sebuah suasana yang nyaman dan aman bagi mereka, sehingga mereka memiliki rasa percaya diri yang baik untuk berexperimen dengan segala tindakan sehingga bisa menemukan identitas diri mereka melalui perilaku yang negatif. 11 Remaja pada akhirnya mendapatkan sosok yang dapat memahami mereka di teman sebayana atau peer groupnya. 3. Permasalahan yang berhubungan dengan masalah spiritual. Faktor penyebabnya ialah kurang adanya perhatian dari orang tua terhadap anak, kurangnya kesadaran akan tugas tanggung jawab sebagai pelayan, serta kurang memahami apa saja yang menjadi kebutuhan dari remaja. Hal tersebut dikarenakan orang lebih memfokuskan diri kepada orang orang dewasa dan mengabaikan remaja. Karena mereka berangggapan bahwa remaja mudah untuk mengalami perubahan 10 Lihat: Alwisol, Psikologi Kepribadian, Nuhamara, PAK Remaja, 59 63

14 terkhususnya perubahan kepribadian mereka. Keadaan ini menimbulkan remaja bertumbuh tanpa ada bimbingan dari orang yang memahami mereka dengan segala hal yang mereka lakukan. Tidak ada orang yang menanmpung aspirasi, keluhan, persungutan bahkan tangisan mereka. Dalam hal ini lembaga gereja yang seharusnya berperan. Oleh sebab itu mereka mencari sosok yang memahami,menerima serta menghargai mereka di tempat mereka sendiri dalam hal ini teman teman sebaya mereka. Pada akhirnya menjadikan remaja tersebut kurang sadar akan nilai nilai dan etika Kristen serta moral yang baik dan benar, dalam hal ini mereka terus melakukan tindakan tindakan negatif yang ada di lingkungan tempat mereka berada. Keadaan ini merujuk pada pemahaman Brandeen dalam Engel, tentang harga diri yaitu sebagai kepercayaan diri dan perasaan nilai pribadi yang didalamnya terkandung nilai spiritual. Setiap orang di satu sisi mempunyai kemampuan menghadapi tantangan hidup untuk memahami dan memecahkan masalah. 12 Remaja Batu Gantong Dalam terjebak dalam kepercayaan diri karena ia mengalami krisis kasih sayang dan perhatian serta sosialisasi yang diberikan oleh orang tua sehingga hal ini merupakan sebuah tantangan hidup yang dialami oleh dirinya. Oleh sebab itu membuatnya tidak mampu mengatasi tantangan hidup sehingga membuat ia mencari jalan untuk memuaskan keinginannya meskipun melakukan tindakan tindakan negatif yang ia lakukan. Selain itu permasalahan tersebut diatas juga merujuk pada pamahaman PAK Remaja yang mengatakan bahwa seorang pelayan harus mampu melihat kebutuhan kebutuhan rill dari remaja serta mampu memahami dunia remaja dengan baik dan dilakukan oleh orang yang berkomitmen 12 Engel, Nilai Dasar Logo Konseling, 8 64

15 penuh. 13 Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa GPM Jemaat Rehoboth ternyata belum bisa menjalankan tugas PAK untuk remaja dengan baik. Karena untuk mendidik remaja bukanlah sesuatu hal yang mudah. Gereja ketika mendidik remaja harus dapat memahami apa yang dibutuhkan oleh remaja. Melihat hal tersebut maka diperlukan sosok pemimpin yang diberikan oleh Gereja untuk membimbing remaja, dan sosok ini seharusnya memiliki kepribadian yang sabar dan mau menerima serta mencintai remaja. Sehingga hal tersebut mampu untuk merangkul serta membimbing remaja menjadi remaja yang takut akan Tuhan dan beriman. Hal ini juga sejalan dengan pemahaman teori kesadaran moral yang diungkapkan oleh De Brain. Stigma negatif yang melekat pada diri mereka membuat mereka merasa bangga, karena mereka juga mendapatkan dukungan atau sanjungan dari sahabat bahkan kakak kakak yang ada di lingkungan tersebut. Hal ini juga bertolak belakang dengan teori yang dipaparkan oleh De Brain tentang kesadaran moral dalam komponen karakter dimana tindakan negatif yang dilakukan oleh remaja Batu Gantong Dalam diakibatkan oleh perilaku mereka yang mengesampingkan isu dan pertimbangan moral. Yang dimaksudkan disini ialah ketika seseorang remaja melakukan tindakan dan ia melibatkan isu dan pertimbangan moral dalam tindakan tersebut, maka secara langsung tindakan ang dilakukan ialah tindakan tindakan yang bersifat positif dan membangun. 14 Hal ini dikarenakan kurangnya perhatian dari gereja maka mengakibatkan standart nilai moral yang baik tidak dimiliki sehingga mereka tetap mengikuti apa yang selama ini mereka lakukan. 13 Nuhamara, PAK Remaja, De Braine, Jurnal: Leadership and Character, 5 65

16 3.4 Pendekatan Pendidikan Agama Kristen Terhadap Pembentukan Spiritual Sebagai Komponen Karakter Remaja Batu Gantung Dalam. Mengacu pada permasalahan pembentukan spiritual remaja Batu Gantong Dalam dan faktor penyebab serta dampak yang timbul dari perilaku negatif yang dilakukan oleh remaja tersebut, maka pada bagian ini akan dipaparkan bagaimana upaya yang dilakukan oleh Gereja (GPM Rehoboth) baik secara sadar maupun tidak sebagai upaya atau PAK pendekatan pendidikan agama Kristen sebagai berikut: 1. Peran pendekatan keluarga. Permasalahan keluarga remaja Batu Gantong Dalam Jemaat GPM Rehoboth disebabkan remaja kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan yang baik dari orang tua. Dalam perspektif pendekatan keluarga, Daniel Nuhamara mengatakan bahwa keluarga yang seharusnya merupakan pusat dari pendidik utama yang memiliki peran dalam mendidik, bertanggung jawab dan memberikan contoh rill terhadap anak mengenai kehidupan, 15 tidak memainkan peran dengan seharusnya. Hal ini mengakibatkan remaja bertumbuh tanpa ada contoh yang baik secara langsung dari orang tua, dan mereka hanya mencari contoh contoh dilingkungan tempat ia berada. Ketika remaja tidak mendapatkan contoh yang baik dari orang tua, maka dapat dikatakan bahwa remaja tersebut mengalami krisis dalam dirinya. Krisis yang dialami oleh remaja tersebut adalah krisis akan perhatian serta kasih sayang dari orang tuanya. Hal ini berdampak, remaja mencari hal tersebut atau memenuhinya di lingkungan sekitar ia berada. Remaja remaja yang mengalami krisis ini berusaha untuk menutupi apa yang meraka rasakan dengan melakukan tindakan tindakan yang tidak sesuai dengan 15 Nuhamara, Pembimbing PAK,

17 nilai nilai etika dan moral Kristen yang ada di tengah tengah keluarga bahkan masyarakat. Melihat permasalah yang terjadi dalam kehidupan keluarga remaja Batu Gantong Dalam, menurut penulis sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Laurence Steinberg yang mengatakan bahwa orang tua harus memiliki sifat kebijaksanan. Remaja yang memiliki orang tua yang bijaksana adalah remaja yang sukses, gigih, percaya diri, dan kemungkinan kecil mereka akan melakukan tindakan tindakan negatif. 16 Bertolak dari pemahaman Laurence maka penulis menganalisa bahwa orang tua dari remaja Batu Gantong Dalam tidak memiliki sifat kebijaksanaan serta otoritas moral yang baik sehingga mengakibatkan anak anak mereka terlibat dalam tindakan tindakan negatif. Permasalahan remaja yang kurang mendapat perhatian dan pendidikan yang baik dari keluarga jika dilihat dari perspektif Erick Erikcon mengenai krisis identitas. Menurut Erickson Jika lingkungannya jahat, maka remaja tersebut juga akan menjadi remaja dengan segala kenakalannya atau sebaliknya jika lingkungannya baik, ia juga akan ikut baik. 17 Hal tersebut juga dialami oleh para remaja yang ada di Batu Gantong dalam. Mereka terpengaruh dengan keadaan lingkungan sekitar, sehingga membuat mereka bertumbuh menjadi sosok remaja yang berperilaku negatif walaupun ada potensi potensi yang positif dalam diri mereka. Menurut Erik Erickson untuk meyikapi permasalahan tersebut maka remaja harus bisa untuk memposisikan diri di lingkungannya, sehingga tidak mudah terpengaruh dengan hal hal yang ada. Selain dari pada itu perilaku negatif yang ditampilkan oleh remaja Batu Gantong Dalam juga menggambarkan bahwa mereka mengalami low spiritual yang diungkapkan oleh Brandeen. 18 Artinya ialah spiritual mengarah pada hal hal yang baik yang dapat membangun diri seseorang. Sedangkan permasalahan yang 16 Thomas Lickona, Charcter Matters 52S 17 Alwisol, Psikologi Kepribadian,, Engel, Nilai dasar Logo Konseling, iii 67

18 terjadi dalam kehidupan remaja Batu gantong Dalam ialah sebaliknya. Oleh sebab itu jika seseorang menampilkan perilaku yang buruk dan yang menyakiti orang disekitarnya maka ia mengalami spritual yang rendah atau low spiritual. Kehidupan keluarga Kristen ditengah tengah lingkungan Kristen sudah seharusnya sesuai dengan nilai nilai moral kristiania, tetapi kenyataan yang terjadi pada remaja yang mengalami krisis adalah kehidupan yang jauh dari nilai moral Kristen. 2. Peran dari konseling. Permasalahan konseling yang dihadapi oleh remaja Batu Gantong Dalam disebabkan kurang adanya sosialisasi yang baik dengan remaja serta minimnya tenaga pelayanan untuk menjembatani permasalahan yang terjadi pada remaja remaja tersebut. Dalam perspektif pendekatan konseling, Martheller lebih menekankan kepada ide eklesia, yakni bahwa pelayanan gereja adalah proses mendidik dan merupakan misi seluruh gereja. 19 Hal yang dirasakan oleh remaja Batu Gantong Dalam merupakan akibat dari terbatasnya atau kurangnya tenaga ahli yang lebih memfokuskan dirinya bagi pelayanan remaja, dikarenakan gereja cenderung lebih memfokuskan pada pelayanan pemuda dewasa serta pembangun gereja dan mulai mengurangi fokus pelayanan mereka pada warga jemaat. Hal ini berdampak remaja remaja Kristen mengalami kurangnya perhatian dari Gereja dan membuat mereka tidak memahami nilai nilai kristen yang mencirikan kasih Kristus. Konseling gereja bagi remaja merupakan sebuah perhatian tetapi juga pemberdayaan yang diberikan oleh gereja kepada umatnya. Gereja yang seharusnya melayani jemaat untuk meningkatkan kehidupan kerohaniannya tetapi juga untuk melayani jemaat di dalam keluh kesah mereka. Hal tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab dari gereja. GPM Jemaat Rehoboth, mempunyai daerah pelayanan yang sangat luas, secara langsung memaksa mereka harus mampu melayani seluruh kebutuhan jemaat dengan merata. Namun realita yang terjadi bagi 19 Nuhamara, Pembimbing PAK,

19 remaja Batu Gantong Dalam, remaja remaja yang merupakan pewaris dan penerus kekeristenan hampir tidak merasakan perhatian, kepercayaan, dan penghargaan dari gereja bagi mereka. Selain itu jika dilihat dari perspektif pendekatan konseling yang diungkapkan oleh George Albert Cole. Dimana ia mengungkapkan bahwa interaksi sosial merupakan bagian yang terpenting didalam pendidikan Agama Kristen, dikarenakan lingkungan yang berbasis kristen pasti berinteraksi atau berperilaku sesuai dengan nilai nilai kekristenan yang ia terima dan diajarkan dilingkungan keluarga bahkan masyarakat. 20 Hal ini bertolak belakang dengan apa yang terjadi pada remaja Batu Gantong Dalam. Konteks kehidupan remaja Batu Gantong memang tidak bisa terlepas dari interaksi dengan sesama, tetapi interaksi yang tercipta bukan untuk menciptakan suasana pendidikan agama kristen, malah sebaliknya. Dalam konteks remaja Batu Gantung dalam, interaksi yang tercipta di kalangan remaja merupakan interaksi yang saling mendukung dalam menciptakan suasana nyaman melalui tindakan negatif dan bukan interaksi untuk menciptakan suatu pendidikan. Bahkan ketika seorang remaja yang sudah terlibat dalam kegiatan agama kristen, dia akan cepat dipengaharui sehingga menarik diri keluar dari kegiatan kegiatan tersebut dan kembali terlibat pergaulan yang negatif. Remaja yang bertumbuh dengan minimnya sosialisasi dalam keluarga akan mengakibatkan ia kurang di dalam pengalaman akan hidup terlebih khusus budaya Kekristenan yang bertumbuh dalam keluarga tersebut. Remaja dalam kehidupan keluarganya kurang tercipta sebuah hubungan yang baik antara orang tua dan anak, maka remaja tersebut akan kurang di dalam Pendidikan Kristen. Ketika remaja yang dalam kehidupan keluarganya kurang dibentuk karena minimnya sosialisasi dalam keluarga akan berdampak buruk bagi remaja tersebut jika ia keluar dan berjumpa dengan masyarakat yang besar. Mengapa dikatakan demikian? Hal tersebut dikarenakan masyarakat mempunyai budayanya sendiri dan 20 Nuhamara, Pembimbing PAK,

20 remaja yang tidak kuat dalam pembentukan dirinya didalam keluarga akan mengikuti apa yang ada di dalam masyarakat tanpa adanya pertimbangan pertimbangan yang krtitis dari dirinya. Sehingga remaja tersebut tidak lagi berdiri di tengah tengah masyarakat dengan didikan yang baik dari keluarganya tetapi ia berdiri dan mengikuti apa yang ada ditengah lingkungan masyarakat. Hal ini disebakan karena lingkungan masyarakat tidak menciptakan sebuah pendidikan Kristen di dalam interaksi sosialnya. Interaksi yang tercipta di tengah masyarakat adalah sebuah interaksi yang jauh dari nilai nilai kekeristenan, karena adanya pengaruh pengaruh negatif yang muncul di tengah tengah masyarakat. Berdasarkan pemaparan diatas, maka penulis berpendapat bahwa perlu adanya tindakan menyembuhkan, menopang serta membimbing remaja untuk dapat menyadari kembali kehidupannya. Hal ini sejalan dengan perspektif fungsi konseling yang diungkapkan oleh Howard Clinebell. 21 Dalam hal ini remaja Batu Gantong Dalam perlu disembuhkan dalam pengertian bahwa gereja dan orang tua harus mampu untuk mengembalikan remaja remaja tersebut ke arah yang lebih baik. Selain menyembuhkan, gereja dan orang tua juga perlu membimbing serta menopang mereka agar mereka tidak terjerumus kepada tindakan tindakan negatif yang mereka lakukan. 3. Peran spiritualitas. Permasalahan spiritual remaja Batu Gantong Dalam Jemaat GPM Rehoboth disebabkan remaja kurang mendapatkan perhatian dan pendidikan yang baik dari orang tua dan gereja, kurangnya kesadaran akan tugas tanggung jawab sebagai pelayan, serta kurang memahami apa saja yang menjadi kebutuhan dari remaja. Dalam perspektif pendekatan spiritual, Westherhoff III mengatakan bahwa gereja harus memiliki peran dalam membimbing umatnya terhadap tumbuh 21 Howars Clinebell, Tipe Tipe Dasar Pendampingan dan Konseling Pastoral, (Jakarta BPK Gunung Mulia, 2011),

21 kembang iman jemaat. 22 Gereja dan jemaat merupakan sebuah komunitas iman yang tidak bisa dilepaspisahkan satu dengan yang lainnya. Permasalahan kenakalan remaja yang terjadi pada Remaja Batu Gantong Dalam ialah permasalahan yang sangat signifikan. Permasalahan ini seharusnya membutuhkan bimbingan dari Gereja untuk dapat mengarahkan para remaja ke jalan yang lebih baik, namun kenyataan yang ada disini ialah Gereja tidak memainkan perannya dengan baik dalam hal ini perhatian serta bimbingan terhadap remaja. Sehingga remaja pun merasa tidak diperhatikan oleh Gereja. Gereja seharusnya memberdayakan jemaat dalam hal ini remaja dengan kegiatan kegiatan yang ada untuk membangun kehidupan remaja menjadi remaja Kristen yang baik. Tetapi hal ini sama sekali tidak dirasakan oleh remaja Batu Gantong Dalam. Gereja hanya menjalankan rutinitas, tanpa ditindaklanjuti dengan kegiatan kegiatan untuk membimbing serta memberdayakan jemaat dengan segala potensi potensi positif yang mereka miliki. sehingga potensi potensi yang mereka miliki diberdayakan oleh teman teman sebaya mereka dan juga kakak kakak yang ada di lingkungan mereka berada. Kehidupan mereka sangat dipengaruhi dengan keadaan dari lingkungan sekitar tempat tinggal mereka. Batu Gantong Dalam terkenal sebagai salah satu daerah yang rawan akan tingkat perilaku negatif yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan remaja di daerah tersebut. Kenakalan remaja adalah sesuatu hal yang wajar. Namun yang harus diperhatikan disini ialah bimbingan yang diberikan pada remaja ketika masalah tersebut itu terjadi. Jangan kita mencap mereka sebagai anak anak yang jahat dan lain sebagainya, karena masa remaja adalah masa dimana mereka ingin mencoba-coba, sehingga hal hal negatif yang menurut kita sebagai orang dewasa, bagi remaja itu merupakan hal yang penting untuk dicoba. Jika dilihat dari perspektif Ellis Nelson ia lebih menitikberatkan pada permasalahan pewarisan iman secara turun temurun baik keluarga maupun di lingkugan masyarakat, yang kemudian membentuk identitas diri dari hubungan 22 Nuhamara, Pembimbing PAK,

22 sosial dengan kelompok sosial. 23 Artinya disini ialah Ellis Nelson mengungkapkan bahwa remaja yang terlahir dari keluarga Kristen dan kemudian bertumbuh di lingkungan Kristen, sudah memiliki ciri kekristenan tersebut. Tapi pada kenyataan yang ada pada lingkungan Remaja Batu Gantong Dalam, mereka yang lahir dan bertumbuh di lingkungan Kristen tidak memiliki ciri kekristenan dalam dirinya. Kekristenan hanya sebatas agama yang dipercayai saja. budaya kekristenan yang terdapat pada remaja bukanlah sebuah kekristenanan yang baru muncul begitu saja, tetapi kekristenan yang sudah ada dan diwariskan turun temurun di dalam kehidupan keluarga tersebut. Bukan saja dalam lingkungan keluarga tetapi remaja juga bertumbuh dalam lingkungan masyarakat yang secara langsung dibentuk oleh pola hidup masyarakat. Pada konteks remaja Batu Gantong Dalam, mereka ada pada keluarga dan lingkungan yang mayoritas Kristen. Remaja yang terlahir dari keluarga Kristen seharusnya memiliki ciri dan tradisi kekristenan di dalam kehidupannya sehari hari. Ciri cirinya ialah menggunakan kalung salib, membawa alkitab kemana pun ia pergi, sedangkan tradisi yang diwarisi ada beragam misalnya, tradisi meja makan yang telah penulis paparkan diatas, dimana meja makan bukan hanya sebagai tempat mereka makan, tetapi juga sebagai tempat sosialisasi dan doa bersama yang dilakukan dalam keluarga. Selain itu mereka juga berdoa bukan hanya di meja makan saja tetapi ada juga doa doa khusus dalam keluarga yang dilaksanakan pada awal dan akhir minggu. Tetapi gambaran kehidupan kekristenan diatas, hampir tidak dimiliki oleh remaja Batu Gantong Dalam 23 Nuhamara, Pembimbing PAK,

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis.

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. menguraikan terlebih dulu gambaran umum GPM Jemaat Airmanis. BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN Dalam bab III ini akan membahas temuan hasil dari penelitian tentang peran pendeta sebagai konselor pastoral di tengah kekerasan pasangan suami-isteri. Sebelumnya, penulis

Lebih terperinci

UKDW. Bab I. Pendahuluan

UKDW. Bab I. Pendahuluan Bab I Pendahuluan 1. Latar Belakang Permasalahan Tak dapat dipungkiri bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk sosial, maka dari itu kehidupan seorang manusia yang dimulai dari kelahiran dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk

BAB I PENDAHULUAN. adalah aset yang paling berharga dan memiliki kesempatan yang besar untuk 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Remaja merupakan salah satu kelompok di dalam masyarakat. Kehidupan remaja sangat menarik untuk diperbincangkan. Remaja merupakan generasi penerus serta calon

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah

UKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Keluarga adalah institusi pertama yang dibangun, ditetapkan dan diberkati Allah. Di dalam institusi keluarga itulah ada suatu persekutuan yang hidup yang

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi

BAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai

BAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai BAB V PENUTUP Dari penjelasan serta pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab yang terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan yang berisi temuan-temuan mengenai Piring Nazar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi

BAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja

Lebih terperinci

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. perempuan single parent terhadap anak. Sebelumnya penulis menguraikan terlebih

BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN. perempuan single parent terhadap anak. Sebelumnya penulis menguraikan terlebih BAB III TEMUAN HASIL PENELITIAN Dalam bab ini akan membahas temuan hasil penelitian tentang peran perempuan single parent terhadap anak. Sebelumnya penulis menguraikan terlebih dahulu gambaran umum tingkat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta:

BAB I PENDAHULUAN. Obor Indonesia, 1999, p Jane Cary Peck, Wanita dan Keluarga Kepenuhan Jati Diri dalam Perkawinan dan Keluarga, Yogyakarta: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pada dasarnya setiap orang memiliki suatu gambaran tentang keluarga dan keluarga harmonis. Keluarga merupakan sistem sosial dari hubungan utama, yang memungkinkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang pelayanan yang penting dan strategis karena menentukan masa depan warga gereja. Semakin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Setiap manusia tentunya memiliki masalah dan pergumulannya masing-masing. Persoalan-persoalan ini mungkin berkaitan dengan masalah orang per

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja.

BAB I PENDAHULUAN. bagi setiap kalangan masyarakat di indonesia, tidak terkecuali remaja. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kecepatan arus informasi dan semakin majunya teknologi sekarang ini yang dikenal dengan era globalisasi memberikan bermacam-macam dampak bagi setiap kalangan

Lebih terperinci

Ordinary Love. Timothy Athanasios

Ordinary Love. Timothy Athanasios Ordinary Love Timothy Athanasios Bab I Gereja dan Pelayanan Konsep menciptakan berhala, hanya rasa ingin tahu yang bisa memahami. (Gregory Nyssa) Jika Kerajaan Allah hendak direalisasikan dalam rupa dua

Lebih terperinci

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan

BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN. A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan BAB IV PANDANGAN WARGA JEMAAT GBI BANDUNGAN TERHADAP PSK BANDUNGAN A. Pandangan Warga Jemaat GBI Bandungan Terhadap PSK Bandungan Pada Bab II telah dijelaskan bahwa cara pandang Jemaat Gereja terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam kehidupan di Indonesia pluralitas agama merupakan realitas hidup yang tidak mungkin dipungkiri oleh siapapun. Di negeri ini semua orang memiliki kebebasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan anak-anak ke masa dewasa, dengan rentang

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah masa peralihan anak-anak ke masa dewasa, dengan rentang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Remaja adalah masa peralihan anak-anak ke masa dewasa, dengan rentang usia berkisar antara 12-20 tahun. 1 Meskipun pendangan mengenai usia masa remaja ini

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Terletak di Sebelah Utara jalan, dengan alamat Jalan Wates Km.5.5. Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Terletak di Sebelah Utara jalan, dengan alamat Jalan Wates Km.5.5. Ambarketawang, Gamping, Sleman, Yogyakarta BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di RS PKU Muhammadiyah Gamping Yogyakarta.Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gamping berada di Jl Wates

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin

BAB I PENDAHULUAN. Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin BAB I PENDAHULUAN Dalam bab I ini, penulis menjelaskan latar belakang terjadinya penulisan Disiplin Gereja dengan Suatu Kajian Pastoral terhadap dampak Psikologis bagi orang-orang yang dikenakan Disiplin

Lebih terperinci

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya

BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS. perempuan atau pun jenis kelamin, semuanya pasti akan mengalaminya. Tidak hanya BAB IV REFLEKSI TEOLOGIS Kematian merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Siapa saja bisa mengalami hal itu, baik tua atau pun muda, miskin atau pun kaya, baik perempuan atau

Lebih terperinci

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa

Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Pentingnya Toleransi Umat Beragama Sebagai Upaya Mencegah Perpecahan Suatu Bangsa Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, toleransi berasal dari kata toleran yang berarti sifat/sikap menenggang (menghargai,

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

UKDW BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gereja Kristen Jawa Kutoarjo merupakan salah satu gereja dari 11 Gereja Kristen Jawa yang berada dibawah naungan Klasis Purworejo. GKJ Kutoarjo merupakan sebuah gereja

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN

BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN BAB IV ANALISA PEMAHAMAN MENGENAI BENTUK-BENTUK PELAYANAN KOMISI DOA DI JEMAAT GPIB BETHESDA SIDOARJO SESUAI DENGAN PRESPEKTIF KONSELING PASTORAL DAN REFLEKSI TEOLOGIS Dalam Bab ini akan dipaparkan analisa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran.

BAB I PENDAHULUAN. memanggil mereka di dalam dan melalui Yesus Kristus. 1 Ada tiga komponen. gelap kepada terang, dari dosa kepada kebenaran. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gereja adalah kumpulan orang-orang yang telah dipanggil Allah keluar dari dunia ini untuk menjadi miliknya, umat kepunyaan Allah sendiri. Allah memanggil mereka di

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. IDENTIFIKASI FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB ANAK TURUN MENJADI ANAK JALANAN Terdapat tiga faktor internal yang disebutkan dalam penelitian ini, yaitu impian bebas, ingin

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1.Latar Belakang. Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Gereja adalah komunitas yang saling berbagi dengan setiap orang dengan memberi sesuai dengan kemampuannya. Gereja adalah tempat setiap orang dalam menemukan belas kasih

Lebih terperinci

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan

BAB IV PENUTUP. Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan 86 BAB IV PENUTUP Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya mengenai penyelengaraan pendidikan pranikah di Klasis Kota Ambon, maka berikut ini penulis akan memaparkan beberapa kesimpulan serta mengusulkan

Lebih terperinci

UKDW. Bab I PENDAHULUAN

UKDW. Bab I PENDAHULUAN Bab I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Masalah 1.1 Krisis Dalam Pelayanan Jemaat Dalam kehidupan dan pelayanan jemaat tak pernah luput dari krisis pelayanan. Krisis dapat berupa perasaan jenuh dan bosan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan sosial anak telah dimulai sejak bayi, kemudian pada masa kanak-kanak dan selanjutnya pada masa remaja. Hubungan sosial anak pertamatama masih sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan zaman membuat manusia harus bisa beradaptasi dengan lingkungannya agar mampu bertahan dalam berbagai aspek kehidupan. Individu dituntut mampu menjadi manusia

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan Sumberdaya Manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut

BAB I PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dunia ini tidak pernah lepas dari kehidupan. Ketika lahir, sudah disambut oleh kasih sayang dan cinta orang tua yang siap berkorban apa saja agar bisa memberi yang

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan 56 V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Identitas Responden Responden dalam penelitian ini adalah masyarakat Kabupaten Way Kanan yang berjumlah 100 responden. Identitas responden selanjutnya didistribusikan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan

BAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL

BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82

BAB I PENDAHULUAN. 1 Dra.Ny.Singgih D.Gunarsa, Psikologi Untuk Keluarga, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1988 hal. 82 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak orang berpendapat bahwa siklus hidup manusia adalah lahir, menjadi dewasa, menikah, mendapatkan keturunan, tua dan mati. Oleh karena itu pernikahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya,

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. merupakan masa yang banyak mengalami perubahan dalam status emosinya, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa remaja merupakan masa yang sangat penting di dalam perkembangan seorang manusia. Remaja, sebagai anak yang mulai tumbuh untuk menjadi dewasa, merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober

BAB I PENDAHULUAN. Hasil wawancara penulis dengan AK pada tanggal 17 Oktober BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) para pelayanan kebaktian anak dan remaja dikenal dengan sebutan pamong. Istilah pamong ini tidak ada dalam buku Tata Pranata GKJW

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung.

BAB I PENDAHULUAN. Yogyakarta sebagai Runggun dan termasuk di dalam lingkup Klasis Jakarta-Bandung. BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan 1. Latar Belakang Masalah Gereja 1 dipahami terdiri dari orang-orang yang memiliki kepercayaan yang sama, yakni kepada Yesus Kristus dan melakukan pertemuan ibadah secara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Thomy Sastra Atmaja, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Dewasa ini kecenderungan prilaku menyimpang yang dilakukan oleh seorang anak masih mudah ditemukan. Berbagai kasus kriminal yang pernah terjadi tidak sedikit

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kehidupan manusia selalu diperhadapkan dengan berbagai keragaman, baik itu agama, sosial, ekonomi dan budaya. Jika diruntut maka banyak sekali keragaman yang

Lebih terperinci

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah

UKDW BAB I. Pendahuluan. 1. Latar Belakang Masalah. Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah BAB I Pendahuluan 1. Latar Belakang Masalah Secara umum dipahami bahwa orang Indonesia harus beragama. Ini salah satunya karena Indonesia berdasar pada Pancasila, dan butir sila pertamanya adalah Ketuhanan

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN

BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN Menurut Erik Erikson, lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Dari pendekatan teori

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja

Lebih terperinci

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi.

BAB I P E N D A H U L U A N. menghargai orang yang menderita itu. Salah satunya dengan memanfaatkan metodemetode konseling dari ilmu psikologi. BAB I P E N D A H U L U A N 1. LATAR BELAKANG Konseling pastoral adalah salah satu bentuk pertolongan dalam pendampingan pastoral yang hingga kini mengalami perkembangan. Munculnya golongan kapitalis baru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut

BAB I PENDAHULUAN. dalam Friz Oktaliza, 2015). Menurut WHO (World Health Organization), remaja adalah penduduk dalam rentang usia tahun, menurut BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan periode transisi dari anak-anak menuju dewasa, dimana terjadi kematangan fungsi fisik, kognitif, sosial, dan emosional yang cepat pada laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam

BAB I PENDAHULUAN. individu dengan individu yang lain merupakan usaha manusia dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup tanpa manusia lain dan senantiasa berusaha untuk menjalin hubungan dengan orang lain. Hubungan antara individu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Kehidupan seseorang dalam perjalanannya akan selalu mengalami perubahan. Perubahan ini dapat dikarenakan perkembangan dan pertumbuhan normal sebagai pribadi, maupun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perlis terletak di Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat. Desa ini adalah

BAB I PENDAHULUAN. Perlis terletak di Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat. Desa ini adalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Secara administrasi data yang diperoleh dari kepala desa ini adalah Desa Perlis terletak di Kecamatan Berandan Barat Kabupaten Langkat. Desa ini adalah salah satu desa

Lebih terperinci

LAMPIRAN 1. Padoman Wawancara

LAMPIRAN 1. Padoman Wawancara LAMPIRAN 1 Padoman Wawancara Sampel. Anggota tetap dan anggota simpatisan Anggota yang beralih Pertanyaan Mengapa sampai anda beralih? Menurut seoang guru, mengatakan bahwa mengapa saya beralih? Bagi saya

Lebih terperinci

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL

2016 ANALISIS POLA MORAL SISWA SD,SMP,SMA,D AN UNIVERSITAS MENGENAI ISU SAINS GUNUNG MELETUS D ENGAN TES D ILEMA MORAL BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia termasuk negara yang sering terjadi bencana alam, seperti banjir, gunung meletus dan lain-lain. Salah satu yang sering terjadi pada tahun 2014 adalah gunung

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah

I. PENDAHULUAN. Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berbagai permasalahan yang terjadi pada bangsa kita saat ini sangatlah kompleks, salah satunya karena lemahnya pemahaman para generasi muda sebagai generasi penerus bangsa

Lebih terperinci

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta

PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI. Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta PROBLEM PSIKOSOSIAL PADA REMAJA YANG ORANG TUA NYA MERANTAU NASKAH PUBLIKASI Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Derajat

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan

BAB V PENUTUP. mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan BAB V PENUTUP V.1 Kesimpulan Konstruksi sosial yang dibangun oleh warga RW 11 Kampung Badran mengenai program Kampung Ramah Anak, lahir melalui proses yang simultan dan berlangsung secara dialektis yakni

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu

BAB I PENDAHULUAN. anggota suatu kelompok masyarakat maupun bangsa sekalipun. Peradaban suatu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Moral dalam kehidupan manusia memiliki kedudukan yang sangat penting. Nilai-nilai moral sangat diperlukan bagi manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota suatu

Lebih terperinci

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm

lambang dan Citra citra Rakyat (PERSETIA. 1992), hlm.27 6 Scn 3, hlm BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia pada hakekatnya adalah makhluk berbudaya, karena itu manusia tidak dapat lepas dari budaya yang dianutnya. Suatu budaya memiliki nilai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan menjadikan individu lebih baik karena secara aktif mengembangkan potensi peserta didik. Pendidikan mendorong peserta didik untuk memiliki kekuatan

Lebih terperinci

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas

BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH. RT dengan batas sebelah utara berbatasan dengan Desa Sokaraja Kulon, batas BAB II KONDISI WILAYAH DESA SOKARAJA TENGAH A. Keadaan Geografis Desa Sokaraja Tengah terletak di wilayah kerja Kecamatan Sokaraja, Kabupaten Banyumas. Desa Sokaraja Tengah terdiri dari 2 Dusun, 7 RW,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan

BAB I PENDAHULUAN. memiliki kekhasannya sendiri yang berbeda dengan lembaga pendidikan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keluarga dan pendidikan adalah dua sisi yang saling berkaitan. Keluarga adalah kelompok sosial yang paling kecil yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Keluarga merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007).

BAB I PENDAHULUAN. memiliki konsep diri dan perilaku asertif agar terhindar dari perilaku. menyimpang atau kenakalan remaja (Sarwono, 2007). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Siswa SMA berada pada usia remaja yaitu masa peralihan antara masa kanak-kanak menuju masa dewasa yang ditandai dengan perubahan fisik dan psikologis. Dengan adanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejalan dengan perkembangan arus globalisasi, maka muncul pula persoalan-persoalan baru yang harus dihadapi oleh sumber daya manusia yang ada di dalam Gereja. Oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk

BAB I PENDAHULUAN. Katolik, Hindu, dan Budha. Negara menjamin kebebasan bagi setiap umat bergama untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam UUD 1945, disebutkan bahwa Indonesia sebagai Negara yang berlandaskan pada Pancasila mengakui adanya lima agama di dalamnya, antara lain: Islam, Kristen,

Lebih terperinci

L A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara

L A M P I R A N. Universitas Sumatera Utara L A M P I R A N LEMBAR PERSETUJUAN Setelah membaca penjelasan penelitian ini dan mendapatkan jawaban atas pernyataan yang saya ajukan, maka saya mengetahui manfaat dan tujuan penelitian ini, saya mengerti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol.

BAB I PENDAHULUAN. (2000) p Budyanto, Dasar Teologis Kebersamaan dalam Masyarakat yang Beranekaragam Gema Duta Wacana, Vol. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Negara Indonesia adalah negara yang sangat majemuk atau beraneka ragam, baik dilihat secara geografis, struktur kemasyarakatan, adat istiadat, kebiasaan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana

BAB I PENDAHULUAN. Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Panti Sosial Bina Remaja sebagai salah satu Panti Sosial dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Sosial Provinsi Kalimantan Tengah di PalangkaRaya ini memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini, banyak peristiwa-peristiwa menyimpang yang terjadi di kalangan pelajar, mulai dari tawuran, seks bebas, pembunuhan, sekelompok pemuda-pemuda yang berbuat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah

BAB I PENDAHULUAN. Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebagai mahluk sosial, manusia senantiasa hidup bersama dalam sebuah masyarakat. Manusia senantiasa berhubungan dengan manusia lain untuk memenuhi berbagai

Lebih terperinci

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR

BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR Keluarga adalah salah satu konteks atau setting Pendidikan Agama Kristen yang perlu diperhatikan dengan baik,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman didunia pendidikan yang terus berubah secara signifikan

I. PENDAHULUAN. Perkembangan zaman didunia pendidikan yang terus berubah secara signifikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman didunia pendidikan yang terus berubah secara signifikan menimbulkan banyak pola pikir pendidik. Hal tersebut sangat berpengaruh dalam kemajuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Seperti diketahui bersama bahwa dalam kehidupan orang Kristen saat ini, gereja adalah sebuah identitas yang sangat penting bagi orang-orang percaya kepada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang dilihat dari letak geografis merupakan negara yang kaya dibandingkan dengan negara yang lainnya, hal ini dapat dibuktikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Manusia merupakan individu yang berdiri sendiri, mempunyai unsur fisik dan psikis yang dikuasai penuh oleh dirinya sendiri. Masing-masing individu tentunya

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH

BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH KELUARGA-KELUARGA KRISTEN DI JEMAAT GMIT SONTETUS BONE Dalam bab ini penulis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Alkitab merupakan Firman Tuhan yang tertulis. Alkitab berkuasa untuk mengubah kehidupan manusia. Tiap ayat didalamnya merupakan pegangan hidup bagi manusia agar manusia

Lebih terperinci

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005.

Bab I Pendahuluan. LASILING, pada tanggal 20 dan 21 September 2005. Bab I Pendahuluan I.1. Latar Belakang Permasalahan Dalam menjalani kehidupan di dunia ini manusia seringkali harus berhadapan dengan berbagai macam permasalahan. Permasalahan yang ada bisa menjadi beban

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan teknologi dewasa ini pada akhirnya menuntut semakin besarnya kebutuhan akan tenaga kerja profesional di bidangnya. Hal ini dapat dilihat dari berbagai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. yang muncul pada saat atau sekitar suatu periode tertentu dari kehidupan individu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses sosialisasi merupakan salah satu tugas perkembangan terpenting bagi anak-anak juga remaja. Menurut Hurlock (2008) tugas perkembangan adalah tugas yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dunia terdapat berbagai macam profesi yang digeluti oleh

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Di dunia terdapat berbagai macam profesi yang digeluti oleh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di dunia terdapat berbagai macam profesi yang digeluti oleh berbagai macam orang sesuai dengan keinginan mereka masing-masing. Perofesi tersebut memerlukan kompetensi

Lebih terperinci

UKDW BAB I PENDAHULUAN

UKDW BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kehidupan manusia tak dapat dilepaskan dari spiritualitas. Spiritualitas melekat dalam diri setiap manusia dan merupakan ekspresi iman kepada Sang Ilahi. Sisi spiritualitas

Lebih terperinci

Oleh Pdt. Daniel Ronda. Latar Belakang Pergumulan Pendidik

Oleh Pdt. Daniel Ronda. Latar Belakang Pergumulan Pendidik Oleh Pdt Daniel Ronda Latar Belakang Pergumulan Pendidik Profesi pendidik agama Kristen di sekolah negeri maupun swasta memiliki keistimewaan, karena dia sedang menolong kebutuhan anak didik dalam menemukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesuksesan yang dicapai seseorang tidak hanya berdasarkan kecerdasan akademik (kognitif) saja namun juga harus diseimbangkan dengan kecerdasan emosional, sehingga

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian

BAB V PENUTUP. Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian BAB V PENUTUP Pada bagian ini akan di paparkan tentang kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti. 5.1 Kesimpulan 1. Tidak dapat dipungkiri persoalan dalam kehidupan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami

BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG. peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami BAB 1 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap anak-anak menuju ke tahap dewasa dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat,

Lebih terperinci

BAB III PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI LINGKUNGAN KELUARGA. 1. Letak Georgafis Desa Tahunan Baru, Tegalombo, Pacitan

BAB III PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI LINGKUNGAN KELUARGA. 1. Letak Georgafis Desa Tahunan Baru, Tegalombo, Pacitan BAB III PENANAMAN NILAI-NILAI KEAGAMAAN PADA ANAK USIA SEKOLAH DASAR DI LINGKUNGAN KELUARGA A. Data Umum 1. Letak Georgafis Desa Tahunan Baru, Tegalombo, Pacitan Secara umum, letak desa Tahunan Baru adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada

BAB 1 PENDAHULUAN. murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Kurikulum 2013 kini sedang hangat dibicarakan oleh para guru, wali murid, siswa, mahasiswa, pakar pendidikan, juga intektual lainnya.ada beragam pernyataan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan

BAB I PENDAHULUAN. Praktik, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm Fathul Mu in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian penting dalam kehidupan. Sebagai sebuah proses, ada dua asumsi yang berbeda mengenai pendidikan dalam kehidupan manusia. Pertama, ia bisa

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.

BAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend. BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan

Lebih terperinci

BAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya.

BAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya. BAB V PENUTUP Dalam bab penutup ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya. V.1 Kesimpulan Pertama, pembangunan karakter

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003 Pasal 1 Ayat (1) tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan memegang peranan yang sangat penting untuk menjamin kelangsungan hidup negara dan bangsa, karena pendidikan merupakan wahana untuk meningkatkan dan

Lebih terperinci

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT

2016 PENGARUH PELAKSANAAN FULL DAY SCHOOL TERHADAP INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI ANAK DI LINGKUNGAN MASYARAKAT BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu faktor utama dalam proses perkembangan peserta didik. Pendidikan juga sebagai sebuah upaya untuk mempersiapkan peserta didik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui

BAB I PENDAHULUAN. anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan Anak Usia Dini adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang pendidikan dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak lahir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gia Nikawanti, 2015 Pendidikan karakter disiplin pada anak usia dini 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada dasarnya disiplin merupakan kebutuhan dasar bagi perkembangan perilaku anak mengingat masa ini merupakan masa yang sangat efektif untuk pembentukan perilaku moral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Devi Eryanti, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan yang bermutu adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional

Lebih terperinci

Pelajaran 7 IDENTITAS KITA DALAM TUHAN Bagian Kedua Thermostat dan Thermometer 15 Februari 2014

Pelajaran 7 IDENTITAS KITA DALAM TUHAN Bagian Kedua Thermostat dan Thermometer 15 Februari 2014 Pelajaran 7 IDENTITAS KITA DALAM TUHAN Bagian Kedua Thermostat dan Thermometer 15 Februari 2014 Thermostats dan Thermometers (Apa kira-kira hubungan ilustrasi berikut dengan ayat-ayat Alkitab di pelajaran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan

BAB I PENDAHULUAN. berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Masa remaja disebut sebagai periode peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya. Artinya apa yang telah terjadi sebelumnya akan meninggalkan bekasnya apa yang terjadi

Lebih terperinci

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J.

SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J. SPIRITUALITAS MISTIK DAN KENABIAN DALAM PRAKSIS PENDIDIKAN SEKOLAH KATOLIK Pertemuan MABRI, Muntilan 22 Maret 2014 Paul Suparno, S.J. Isi singkat 1. Semangat mistik 2. Semangat kenabian 3. Spiritualitas

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA

BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA BAB II DESKRIPSI KOTA SURAKARTA A. Kondisi Geografi Surakarta merupakan salah satu kota di Jawa Tengah yang menunjang kota-kota besar seperti Semarang maupun Yogyakarta. Letaknya yang strategis dan berpotensi

Lebih terperinci

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan.

BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK. dibahas dengan menggunakan perspektif teori pengambilan keputusan. BAB IV INTERPRETASI TEORI PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM MENENTUKAN PENDIDIKAN ANAK Bab ini akan membahas tentang temuan data yang telah dipaparkan sebelumnya dengan analisis teori pengambilan keputusan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan merupakan bagian yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan suatu bangsa. Pendidikan menjadi sarana dalam rangka pembentukan dan peningkatan

Lebih terperinci