BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH
|
|
- Liana Iskandar
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV TINJAUAN KRITIS DARI PERSPEKTIF TEORI MODEL PENGASUHAN UNTUK PEMBANGUNAN KARAKTER TERHADAP MODEL- MODEL PENGASUHAN OLEH KELUARGA-KELUARGA KRISTEN DI JEMAAT GMIT SONTETUS BONE Dalam bab ini penulis akan melakukan tinjauan kritis terhadap model pembangunan karakter anak melalui pengasuhan orangtua yang berlangsung dalam keluarga Kristen di jemaat Sontetus Bone berdasarkan perspektif teori model-model pengasuhan untuk pembangunan karakter sebagaimana yang telah di jelaskan dalam bagian sebelumnya dari tulisan ini. Berdasarkan uraian dalam Bab III tentang model-model pengasuhan untuk membangun karakter anak dalam keluarga Kristen di Bone yakni model pengasuhan yang di landasi nilainilai moral dalam budaya, model pengasuhan yang di landasi nilai-nilai ajaran agama, model pengasuhan pembiaran, model pengasuhan gabungan otoritatif-demokratis dan model pengasuhan gabungan otoritarian-disiplin maka penulis dapat menganalisis beberapa hal berikut: 1. Muatan (isi pengajaran). Dari total 57 (lima puluh tujuh ) informan yang di wawancarai, 19 informan di memberi penekanan pada sopan santun, bertegur sapa, hidup jujur dan saling menghormati.nilai-nilai tersebut di pengaruhi olehnilai-nilai moral dalam budaya yang di miliki keluarga. Sementara itu13 (tiga belas) informanmemberi penekanan pada nilai-nilai moral kejujuran, saling mengasihi, kerendahan hati, berdoa, 89 dan bersyukur.nilai-nilai moral
2 tersebut di pengaruhi oleh nilai-nilai moral dalam agama. Nilai-nilai di maksud adalah kejujuran, saling mengasihi, kerendahan hati, berdoa, dan bersyukur. Berdasarkan nilai-nilai moral yang di ajarkan orangtua kepada anak melalui dua model pengasuhan tersebut di atas, nampaknya nilai-nilai moral yang bersumber dari budaya dan agama yang di tanamkan orangtua kepada anak-anak, sejalan dengan muatan pengajaran yang di maksud Lickona sebagai kebajikan-kebajikan yang membangun karakter baik. Kebajikan-kebajikan di maksud di antaranya, kasih, kerja keras, ketulusan hati, berterimaksih dan kerendahan hati. Kebajikan-kebajikan tersebut bila di lakukan maka menjadi kebiasaan yang nampak dalam sikap dan perilaku.di katakan demikian oleh karena karakter yang baik mengacu pada serangkaian sikap (attitudes), perilaku (behaviors), motivasi (motivation) dan keterampilan (skills) dari individu. Pengajaran tentang kebajikan-kebajikan yang membangun karakter baik yang tergambar dalam nilai-nilai yang di ajarkan orangtua di Bone kepada anak-anak menunjukan proses yang di maksud Lickona dalam membangun karakter baik pada diri seseorang yakni melalui pengetahuannya tentang moral (moral knowing), yang berlanjut pada sikap moral (moral felling) apa yang akan di buat anak dan pada akhirnya akan di tunjukan dalam perilaku moral (moral behavior) anak. Tiga komponen tersebut di atas menjadi daya dorong yang besar bagi seseorang dalam melakukan kebajikan (perbuatan baik).dalam proses pengasuhan yang dilakukan keluarga-keluarga Kristen di Bone, nampaknya terkandung tiga komponen tersebut. Hal ini terlihat dari upaya orangtua dalam memperkenalkan nilai-nilai moral kepada anak, kemudian di ikuti dengan pemberian contohdan penalaran kepada anak sehingga perilaku di maksud 90
3 pada akhirnya di tiru dan di lakukan oleh anak. Interaksi antara orangtua dan anak dalam keluarga sangat di mungkinkan terjadi pengulangan-pengulangan tiga komponen di maksud sehingga pada akhirnya menjadi kebiasaan yang di lakukan oleh anak. Selanjutnya informan yang memiliki sikap pembiaran terhadap anak sejumlah 10 (sepuluh) informan. Sikap pembiaran tersebut nampak dalam tidak adanya perhatian orangtua dalam upaya menanamkan nilai-nilai moral kepada anak, perasaan sayang yang berlebihan kepada anak dan pengalaman sulit dalam memperoleh keturunan. Sementara itu dalam model pengasuhan pembiaran yang di lakukan orangtua, muatan pengajaran hampir tidak nampak. Dikatakan demikian oleh karena dalam hasil penelitian memperlihatkan bahwa oleh karena rasa sayang yang besar dari orangtua kepada anak sehingga mengikuti berbagai keinginan anak.selain sikap tersebut, temuan lainnya di di lapangan berkaitan dengan model pengasuhan ini bahwa orangtua ini tidak memiliki aturan tertentu dalam keluarga sehingga anak juga tidak memiliki kewajiban untuk menjalani aturan-aturan di maksud. Temuan selanjutnya dalam model pengasuhan ini berkaitan dengan rendahnya dorongan dan dukungan orangtua kepada anak misalnya untuk bersekolah. Kondisi yang tergambar dalam praktik pengasuhan ini seperti yang di maksudkan dalam teori model pengasuhan permisif yang di sampaikan Diana Baumrind. Hal mana tergambar dari perasaan kasih sayang yang berlebihan dari orangtua kepada anak, ketidakmampuan orangtua dalam membimbing dan mengarahkan anak. Akibatnya anak cenderung menjadi pribadi yang egois oleh karena orangtua selalu memenuhi permintaan anak-anak. Tidak hanya itu, menurut Baumrind, dalam model pengasuhan ini, anak kehilangan sikap penghormatan kepada orangtua. Hal ini disebabkan pengawasan orangtua 91
4 yang sangat longgar kepada anak. Namun orang tua dalam model pengasuhan ini bersikap hangat kepada anak sehingga disukai oleh anak. Menurut Baumrind, karakter anak yang dibangun dalam model pengasuhan ini adalah anak yang berkarakter tidak mandiri, tidak dapat mengendalikan diri dan mudah putus asa. Temuan selanjutnya dalam lima model pengasuhan yang di praktikan keluarga Kristen di Bone adalah dari total keseluruhan informan yang di wawancarai, jumlah informan yang memiliki kesamaan pendapat tentang nilai-nilai yang di ajarkan kepada melalui sikap orangtua yang bersifat otoritatif dan demokratis kepada anak berjumlah 8 (delapan) informan dari total 57 (lima puluh tujuh) informan. Nilai-nilai di maksud adalah tanggung jawab, ketaatan dan pengendalian diri. Berdasarkan nilai-nilai yang terkandung dalam sikap orangtua melalui model pengasuhan gabungan otoritatif - demokratis yang tergambar dalam tindakan orangtua yang melibatkan anak-anak untuk membuat kesepakatan-kesepakatan dalam keluarga, nampaknya seperti yang dimaksudkan Diana Baumrind dalam model pengasuhan otoritatif dan Marvin Berkowitz dalam model pengasuhan demokatis. Yang mana di tandai dengan sikap orangtua dalam menanamkan atau pun mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak yang bersifat otoritatif dan demokratis.dalam model pengasuhan yang dipraktikan keluarga Kristen di Bone juga menunjukan sikap orangtua yang kooperatif kepada anak namun tetap memiliki otoritas atas anak. Hal ini nampak dalam sikap orangtua yang tidak selalu memenuhi permintaan anak berkaitan dengan kebutuhan anak namun sikap tersebut di sertai dengan penjelasan kepada anak sehingga anak dapat memahami maksud sikap orangtua. 92
5 Temuan selanjutnya dalam penelitian memperlihatkan bahwa total informan yang memiliki pendapat tentang sikap orangtua kepada anak dalam pengasuhan yang bersifat otoritarian dan disiplin sejumlah 7 (tujuh) informan dari total seluruh informan. Nilai-nilai yang di ajarkan dalam model pengasuhan ini adalah kerja keras, ketaatan dan menghormati orangtua. Nilai-nilai moral tersebut di tanamkan kepada anak melalui ketaatan anak terhadap aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga. Bila di telusuri secara seksama, aturan-aturan yang di maksud orangtua dalam model pengasuhan ini mengacu kepada nilai-nilai yang di anut oleh masyarakat dan kemudian di genaralisir oleh keluarga menjadi acuan nilai-nilai moral yang di teruskan kepada anak.misalkan penilaian benar-salah oleh masyarakat terhadap perilaku moral seseorang. Berdasarkan seluruh uraian tentang nilai-nilai moral yang terkandung dalam seluruh model pengasuhan yang di praktikan keluarga-keluarga Kristen di Bone memperlihatkan bahwa jumlah informan terbesar yang memiliki pendapat tentang nilai-nilai moral yang di ajarkan kepada anak adalah informan yang melakukan pengasuhan yang di pengaruhi nilainilai moral dalam budaya. Bila di telusuri secara seksama, dari 19 informan tersebut memiliki beberapa alasan mengapa menggunakan nilai-nilai moral dalam budaya untuk di ajarkan kepada anak, di antaranya agar anak menjadi pribadi yang baik untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat. Dari sejumlah nilai moral yang di uraikan di atas, nampaknya penekanan orangtua terhadap nilai-nilai moral yang di sampaikan kepada anak sangat beragam dan berbeda-beda Penekanan nilai moral yang berbeda tersebut di pengaruhi oleh konteks setiap keluarga dan 93
6 karakter setiap orangtua (orangtua) sehingga berdampak pada nilai moral yang di tanamkan pada anak juga berbeda-beda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Hal ini menunjukan bahwa harapan setiap orangtua bagi anak untuk memiliki karakter yang baik pada anak di lakukan dengan proses pengasuhan yang memberi penekanan yang berbedabeda namun semuanya bermuara pada karakter baik yang terbangun pada anak. Di samping itu, dari sejumlah nilai yang di tekanankan juga terlihat belum seluruh kebajikan yang terkandung dalam karakter baik di tanamkan orangtua kepada anak, di antaranya nilai kepedulian kepada orang lain dan atau nilai Sementara nila di telurusi lebih jauh, budaya menempati posisi yang penting dalam model pengasuhan orangtua di Bone oleh karena budaya sebagai bagian dari kehidupan masyarakat, juga menjadi bagian dari tata kehidupan berkeluarga.selanjutnya di ikuti dengan agama yang ikut memberi pengaruh bagi proses pengasuhan orangtua yang di tandai dengan sejumlah nilai-nilai moral dari agama yang menjadi sumber nilai-nilai moral yang di ajarkan orangtua kepada anak. Pemahaman di atas sejalan dengan pemikiran Groome sebagai proses sosialisasi nilainilai. Bagi Groome, lingkungan sosial berperan besar dalam pembentukan identitas seseorang. Oleh karena untuk mendapatkan sebuah identitas, seseorang melewati proses sosialisasi atas berbagai nilai yang ada di sekitarnya. Proses sosialisasi yang di maksud oleh Groome terdiri dari tiga tahap yakni eksternalisasi, obyektifikasi dan internalisasi. Bagi Groome setiap proses pembentukan yang di alami oleh seseorang membutuhkan proses eksternalisasi. Dalam kaitannya dengan pembangunan karakter yang di alami oleh anak-anak melalui pengasuhan yang dilakukan orangtua, proses eksternalisasi sangat 94
7 dibutuhkan oleh karena di sadari bahwa keluarga bukanlah sebuah unit sosial yang terpisah dengan unit-unit sosial yang lain melainkan keluarga merupakan bagian integral dari sebuah jaringan sosial yang ada dalam masyarakat. Oleh karenanya dalam proses pembangunan karakter anak, orangtua tidak dapat melakukannya berdasarkan nilai-nilai hidup yang dimiliki orangtua semata melainkan orangtua membutuhkan hubungan-hubungan yang lain dengannya untuk melaksanakan proses membangun karakter anak. Pemahaman ini sejalan dengan yang dikatakan Lickona bahwa salah satu kunci keberhasilan bagi pembangunan karakter terletak pada kemitraan yang kuat antara berbagai pihak yang berkaitan dengan lingkungan di mana anak hidup. Tahap selanjutnya yang di alami anak dalam proses sosialisasi nilai-nilai adalah tahap objektifikasi. Dalam kaitannya dengan pengasuhan orangtua yang membangun karakter anak, nilai-nilai moral dalam budaya merupakan batasan-batasan norma untuk siapa pun yang menjadi bagian dalam kehidupan kolektif sebuah masyarakat. Karena itu manakala orangtua menanamkan nilai-nilai moral budaya kepada anak melalui proses pengasuhan, ini merupakan bentuk dari objetifikasi atas nilai-nilai moral yang menjadi pandangan dan nilainilai perilaku moral yang di anut dan menjadi sebuah tatanan moral dalam masyarakat dimana keluarga menjadi bagian di dalamnya. Tahap terakhir yang di alami oleh seseorang dalam sosialisasi nilai-nilai budaya adalah tahap internalisasi. Yang mana setelah individu mengeksternalisasikan diri sendiri ke dalam kebudayaan dan masyarakat maka penguatan serta pembatasan-pembatasan dunia itu sekarang dibawa kepada kesadaran dan menjadi milik seseorang secara pribadi. Jadi proses menjadikan pandangan dunia, sistem nilai dan pola bertindak dari lingkungan sosial budaya 95
8 menjadi milik sendiri adalah proses internalisasi. Dalam kaitannya dengan pengasuhan keluarga Kristen di Bone, proses internalisasi nilai-nilai moral dalam budaya kepada anak berlangsung serentak dengan pembentukan identitas diri anak, dimana anak menjadi bagian dari kebudayaan dan kehidupan kolektif dimana keluarga berada. Berdasarkan pemahaman di atas, nampaknya dalam pengasuhan yang di lakukan keluarga-keluarga Kristen di Bone, penggunaan nilai-nilai moral dalam budaya yang menjadi tatanan hidup masyarakat oleh orangtua kepada anak melalui pengasuhan merupakan wujud dari proses sosialisasi dalam tiga tahap yakni eksternalisasi, objektifikasi dan internalisasi nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal mana terlihat dari penggunaan sumber-sumber ajaran yang di ajarkan kepada anak Selain budaya yang memberi pengaruh besar sebagai rujukan nilai-nilai yang di gunakan kelaurga-keluarga di Bone untuk di tanamkan kepada anak, pengaruh terbesar kedua adalah dari agama Kristen. Hal ini di tandai dengan sejumlah nilai- moral dalam agama Kristen yang menjadi acuan orangtua dalam mengajari nilai-nilai moral kepada anak. Dari 57 informan yang di wawancarai, jumlah informan yang menggunakan nilai-nilai moral dalam agama untuk di tanamkan kepada anak berjumlah 13 informan. Ini menunjukan ajaran agama Kristen memiliki pengaruh yang cukup besar bagi proses penanaman perilaku moral kepada anak. Pemahaman di atas sejalan dengan yang dikatakan Nuhamara 1 bahwa anak-anak mengalami dua bentuk sosialisasi yang membentuk identitas dirinya, yakni sosialisasi primer dan sosialisasi sekunder. Disebut sosialisasi primer oleh karena berlangsung pada masa anak- 1 Daniel Nuhamara, Pembimbing PAK, (Bandung: Jurnal Info Media, 2007),
9 anak dan sangat kuat pengaruhnya bagi anak. Dengan kata lain, sosialisasi primer sebagai proses pembentukan identitas diri seseorang yang terjadi pada masa kanak-kanak karena interaksinya dengan lingkungan sosial budayanya. Anak-anak dalam keluarga Kristen melalui interaksinya dengan kedua orangtuanya mengalami sosialisasi yang pada giliranya membentuk identitas diri anak menjadi identitas yang Kristen. Lebih lanjut di uraikan oleh Nuhamara, proses sosialisasi terjadi melalui observasi dan imitasi terhadap tingkah laku model sosial, dalam hal ini orang-orang terdekatnya. Dalam konteks keluarga, orang-orang terdekat dari anak-anak adalah orangtua mereka. Sosialisasi semakin efektif jika antara individu yang di sosialisasikan dan model sosial memiliki hubungan yang erat dan relatif dalam jangka waktu yang panjang. Dikatakan demikian oleh karena dorongan terbesar berlangsungnya imitasi dan internalisasi model sosial apabila individu mempunyai kesempatan untuk mengamati model tersebut dalam berbagai situasi kehidupan, dimana model tersebut menyatakan tingkah laku maupun sistem kepercayaan dan sistem nilai yang melandasi tingkah laku tersebut. Berdasarkan pemahaman di atas, nampaknya sosialisasi hanya dapat terjadi dengan baik dalam konteks keluarga, walaupun tidak menutup kemungkinan dapat juga terjadi dalam konteksyang lain. Di sini menjadi jelas bahwa agar terjadi sosialisasi yang efektif maka orangtua harus menjadi model iman Kristen yang baik agar menjadi panutan yang efektif bagi internalisasi system kepercayaan, nilai dan pola tingkah laku kristiani.dalam bahasa yang lain, Lickona menyebut apa yang disampaikan Nuhamara di atas sebagai tindakan pemodelan iman yang menekankan sosok orangtua sebagai model rohani bagi anak melalui tutur kata, sikap bahkan perilaku yang di tampilkan orangtua sehari-hari. 97
10 Dengan demikian dalam kaitannya dengan proses sosialisasi yang di maksud di atas, sosialisasi berlangsung melalui didikan dan ajaran bahkan contoh-contoh nyata tentang nilainilai moral dalam agama. Pada saat itulah anak mengalami proses sosialisasi dengan lingkungan sosial sebagai persekutuan iman. Hal mana juga nampak dalam pengasuhan yang berlangsung dalam keluarga-keluarga Kristen di Bone dengan menggunakan nilai-nilai moral yang bersumber dari budaya dan agama yang di anut oleh keluarga-keluarga di Bone. Dalam pada itu lingkungan persekutuan iman yang ada disekitar kehidupan anak adalah persekutuan gereja. Gereja yang dimaksud disini adalah gereja Sontetus Bone sesuai dengan lokasi penelitian tulisan ini. Berdasarkan penelitian yang di lakukan, sumber nilainilai moral agama yang di gunakan orangtua dalam pengasuhan di peroleh dengan membaca alkitab dan pewartaan gereja yang di sampaikan oleh para pendeta, penatua bahkan diaken yang ada di jemaat Sontetus Bone. Ini berarti, peranan pihak gereja sangat besar dalam kaitannya dengan penyebaran nilai-nilai moral melalui pemberitaan firman Tuhan dalam persekutuan iman di Bone. Hal mana terungkap melalui hasil wawancara yang ditemukan di lapangan tentang sumber nilai-nilai moral yang di ajarkan kepada anak. Gereja Sontetus sebagai persekutuan iman di Bone menjalankan fungsi pewartaannya dalam berbagai bentuk, salah satunya adalah melalui khotbah, baik dalam kebaktian umum di gedung gereja maupun melalui ibadah-ibadah lainnya seperti ibadah rumah tangga dan ibadah kelompok kategorial (persekutuan perempuan, kaum bapak, pemuda dan pelayanan anak dan remaja) serta kelompok fungsional (paduan suara, vocal grup dan persekutuan doa). Dalam setiap pemberitaan tersebut di atas, nilai-nilai moral yang bersumber dari Alkitab di sampaikan sebagai pedoman bagi jemaat dalam kehidupan sehari-hari termasuk 98
11 dalam mengasuh anak. Perwartaan dimaksud menjadi nyata manakala para orangtua mengalami langsung bentuk-bentuk pertolongan Tuhan dalam hidup, terkhususnya dalam hidup bersama anak-anak. Pengalaman-pengalaman tersebut menjadi pengalama iman yang di bagikan kepada anak melalui berbagai metode dalam hidup sehari-hari di antaranya melalui pengajaran langsung, pemberian contoh dan metode bercerita. Pemahaman ini sejalan dengan apa yang dikatakan oleh Groome sebagai metode berbagi praksis antara orangtua dan anak. 2. Metode pengasuhan. Dalam lima model pengasuhan yang di praktikan keluarga-keluarga Kristen di Bone menunjukan dua metode yang di gunakan para orangtua dalam menyampaikan nilai-nilai moral yakni metode pemberian contoh melalui perilaku dan metode pemberian contoh yang di sertai dengan penalaran. Dari dua metode tersebut di atas, jumlah informan yang menggunakan metode pemberian contoh melalui perilaku orangtua dan metode pemberian contoh yang di sertai penalaran berjumlah 33 informan dari total 57 informan. Metode-metode tersebut nampak dalam dua model pengasuhan pertama yakni model pengasuhan yang di pengaruhi nilai-nilai moral dalam budaya dan agama. Hal mana tergambar dalam sikap orangtua yang menanamkan nilai-nilai moral yang bersumber dari budaya dan agama, di antaranya, sopan santun, saling menghargai, kerja keras ataupun nilai religious seperti berdoa dan kejujuran. Dua metode ini sejalan dengan model pengasuhan modelling oleh Lickona yang terurai dalam pemodelan penalaran moral, pemodelan komitmen dan pemodelan iman yang menekankan peranan orangtua yang mengajarkan berbagai nilai moral kepada anak melalui 99
12 pemberian contoh dalam perilaku dan di ikuti dengan penalaran terhadap nilai-nilai yang di contohkan dalam perilaku. Peranan orangtua dimaksud memberikan pengaruh besar terhadap pertumbuhan dan perkembangan moral anak. Dalam upaya memberikan penalaran kepada anak, dalam model pengasuhan yang di pengaruhi nilai-nilai budaya dan agama, terjadi dialog antara orangtua dan anak. Ini berarti peran serta anak dalam dialog merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan penjelasan orangtua atas makna setiap nilai moral. Pemikiran di atas sejalan dengan yang dimaksudkan Hadinoto tentang metode dialog dalam keluarga yakni merupakan salah satu cara yang tepat bagi orangtua untuk memberikan penalaran atas berbagai perilaku moral yang di amati anak dan penjelasan atas setiap ajaran yang disampaikan orangtua. Bila di telusuri lebih jauh, penggunaan metode-metode tersebut di atas di pengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua dan karakter yang di miliki orangtua. Para informan yang di kutip pendapatnya yang menggunakan metode-metode tersebut memiliki latar belakang pendidikan dengan tingkatan yang bervariasi, di antaranya, informan yang berlatar belakang pendidikan sekolah dasar sejumlah 7 orang, berlatar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama sejumlah 6 orang, latar belakang sekolah lanjutan tingkat atas sejumlah 5 orang dan tamatan perguruan tinggi sejumlah 1 orang. Dari data ini menunjukan bahwa jumlah informan yang melakukan pengasuhan dengan latar belakang pendidikan sekolah dasar sedikit lebih besar jumlahnya dari pada jumlah informan yang berlatar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama dan perguruan tinggi. Kondisi latar belakang pendidikan tersebut cukup berdampak pada pola 100
13 pikir keluarga-keluarga yang melakukan pengasuhan masih sangat sederhana dalam upaya menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Kesederhanaan pemahaman nampak dalam metode-metode yang di gunakan bertolak dari pemahaman bahwa tindakan pemberian contoh kepada anak adalah bagian dari tugas sebagai orangtua yang di karuniai anak oleh Tuhan. Pada sisi yang lain, faktor latar belakang pendidikan orangtua yang rendah tidak selamanya memberi dampak buruk kepada anak. Di katakan demikian oleh karena dalam rangka membangun karakter baik pada anak, yang sangat berpengaruh adalah sikap dan perilaku orangtua yang di contohkan kepada anak dan penalaran orangtua terhadap contoh perilaku di maksud. Karena itu latar belakang pendidikan formal orangtua yang cukup merupakan salah satu faktor yang mendukung keberhasilan proses pembangunan karakter pada anak namun lebih dari pada itu adalah kesediaan orangtua untuk menjadi contoh atau model perilaku yang benar untuk anak. Selanjutnya latar belakang jenis pekerjaan yang di dominasi sebagai petani-peternak, bersifat pewarisan sehingga membuat nilai-nilai moral yang di ajarkan sangat dekat dengan pekerjaan yang di tekuni orangtua dan budaya yang di miliki oleh keluarga. Hal mana nampak dalam metode pemberian contoh yang disertai penalaran terhadap keterampilan dasar sebagai laki-laki timor untuk berkebun dan anak perempuan untuk menenun. Metode selanjutnya yang nampak dalam model-model pengasuhan keluarga-keluarga Kristen di Bone adalah metode bercerita. Dari total informan yang di wawancarai, jumlah informan yang menggunakan metode bercerita sejumlah 8 orang. Fakta ini menunjukan bahwa jumlah informan yang mengggunakan metode ini jauh lebih sedikit dari jumlah 101
14 informan yang menggunakan metode pemberian contoh secara langsung.penggunaan metode ini dasarkan pada kesederhanaan bahasa yang di gunakan dan berlangsung dalam suasana santai. Melaluicerita yang di sampaikan dapat menggugah anak untuk berperilaku menurut contoh perilaku dari tokoh yang ada dalam cerita dimaksud.selain itu, dengan bercerita, pikiran dan perasaan anak di bawa masuk kedalam cerita yang di tuturkan sehingga pesan yang hendak di sampaikan dapat dipahami anak. Metode ini semacam menguatkan akan ajaran-ajaran tentang nilai-nilai agama yang disampaikan kepada anak-anak. Berdasarkan metode ceritera yang disampaikan orangtua kepada anak, nampaknya sejalan dengan apa yang di sebut Groome sebagai metode berbagi praksis atau metode berbagi ceritera. Yang mana dalam metode ini dengan merefleksikan tindakan masa kini, kita dapat menemukan masa lampau dan menimbulkan kesadaran akan masa depan. Berdasarkan seluruh uraian di atas, nampaknya sejalan dengan model pengasuhan modelling yang di maksudkan Lickona yang terurai dalam tiga bentuk pemodelan yakni pemodelan penalaran moral, pemodelan komitmen dan pemodelan iman. Tiga bentuk pemodelan ini di tandai dengan peranan orangtua sebagai contoh atau model sikap dan perilaku bagi anak dan pemberian contoh yang di sertai dengan penalaran orangtua atas nilainilai moral di maksud sehingga sehingga anak dapat memahami sesuai dengan pola pikir anak. Tindakan pemodelan oleh orangtua kepada anak dii lakukan secara sengaja ataupun tidak di sengajakan yang berlangsung secara alamiah. Dalam pengasuhan oleh keluargakeluarga di Bone, metode pemberian contoh melalui perilaku dan pemberian contoh yang di sertai penalaran nampak dalam tindakan orangtua yang mengajari anak cara berdoa atau pun mengajari ketrampilan dasar kepada anak laki-laki dan anak peremuan. Selain itu tindakan 102
15 pemberian contoh juga tergambar dalam peniruan perilaku yang di lakukan orangtua, di antaranya perilaku jujur, perilaku saling menghormati yang di lakukan oleh orangtua, perilaku memelihara kesetiaan iman dan komitmen sebagai suami isteridan penggunaan bahasa daerah yang di gunakan orangtua dalam mengasuh anak-anak. Dari uraian di atas, nampaknya di sinilah letak kerawanan proses membangun karakter baik pada diri anak. Dikatakan demikian oleh karena tindakan peniruan perilaku secara tidak langsung oleh anak seringkali tidak di sadari oleh orangtua.akibatnya apabila anak mengamati sikap dan perilaku moral orangtua yang buruk sehingga dapat di pastikan anak juga berperilaku seperti demikian. Apabila hal ini tidak di sadari oleh orangtua maka akan menjadi kebiasaan yang di lakukan anak. Hal mana seperti yang dimaksud oleh Lickona bahwa karakter terbangun dari kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan individu. Metode berikutnya yang nampak dalam praktik pengasuhan dalam keluarga Kristen di Bone adalah metode melibatkan anak dalam pengambilan keputusan dalam keluarga.dari total informan yang di wawancarai, jumlah informan yang menggunakan metode ini sejumlah 8 informan.hal ini tergambar dalam model pengasuhan gabungan otoritatif dan demokratis yakni dalam tindakan orangtua yang melibatkan anak dalam proses pengambilan keputusan atas aturan yang berlaku dalam keluarga. Dalam model pengasuhan ini, latar belakang pendidikan orangtua yang menggunakan metode ini cukup bervariasi, yakni, informan dengan latar belakang pendidikan tamatan perguruan tinggi sejumlah tiga informan dan sekolah lanjutan tingkat pertama sejumlah empat informan.ini menunjukan jumlah informan denggan latar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama lebih banyak di banding jumlah informan yang berlatar pendidikan 103
16 perguruan tinggi. Kondisi pendidikan tersebut cukup berdampak pada pola pikir yang terbuka dan sikap yang kooperatif kepada anak dalam rangka menanamkan nilai-nilai moral kepada anak. Namun pada sisi lain, bersamaan dengan latar belakang pendidikan orangtua yang tinggi, juga mengandung tuntutan yang tinggi atas perilaku anak sehingga berdampak pada bentuk perilaku yang harus di miliki anak harus sesuai dengan ekspektasi orangtua atas anak. Sikap orangtua seperti di atas sejalan dengan model pengasuhan otoritatif oleh Baumrind dan model pengasuhan demokratis dari Berkowitz. Dua model pengasuhan tersebut di tandai dengan sikap orangtua yang selalu menyadari tanggung jawabnya sebagai pendamping anak dalam pertumbuhan.anak di beri kesempatan untuk memberikan pendapat dan bersama orangtua mengambil keputusan. Hasil penelitian menunjukan bahwa model ini digunakan untuk membuat anak belajar bertanggungjawab pada setiap kesepakatan yang di buat bersama orangtua.hal mana nampak melalui ketaatan anak untuk melaksanakan berbagai aturan ataupun kesepakatan yang di putuskan bersama.dengan cara demikian anak belajar menghargai dirinya dan bertanggung jawab atas kesepakatan yang telah di buat. Hal ini menimbulkan rasa percaya diri pada anak tumbuh sehingga anak lebih menghargai dirinya dan orang lain. Selain dampak di atas, dampak lain dari model pengasuhan ini dalah terciptanya kasih sayang yang erat antara orangtua dan anak. Selain itu dalam model pengasuhan otoritaif - demoratis orangtua bersedia mendengarkan anak tetapi tidak mendasarkan keputusannya semata-mata pada keinginan anak. Hal mana nampak dalam pemenuhan kebutuhan anak, misalnya ketika berbelanja perlengkapan sekolah untuk anak. 104
17 Terjadinya penggabungan atau kombinasi model-model pengasuhan yang di gunakan orangtua bergantung pada pertimbangan kondisi anak dan keberadaan setiap keluarga. Bila kondisi yang berlangsung demikian maka dapat dipastikan proses pembangunan karakter yang berlangsung melalui penggabungan atau kombinasi model-model pengasuhan menjadi lebih lengkap. Karakter anak yang terbangun menjadi lebih utuh yakni anak yang berkarakter bertanggung jawab, mandiri, disiplin, bersikap terbuka dan dapat mengendalikan diri. Metode terakhir yang nampak dalam model-model pengasuhan keluarga-keluarga Kristen di Bone adalah metode pembiasaan melalui disiplin. Dari total informan yang di wawancarai, jumlah informan yang menggunakan metode ini sejumlah tujuh informan. Hal mana tergambar dalam tindakan orangtua yang menginginkan anak berperilaku sesuai dengan aturan-aturan yang berlaku dalam keluarganamun nilai-nilai tersebut di ajarkan kepada anak dengan menggunakan cara yang tidak mendukung untuk membangun karakter baik pada anak oleh karena di lakukan dengan cara kekerasan yakni ancaman dan pukulan. Dari fakta tersebut di atas, nampaknya sikap dan perilaku orangtua seperti di maksud di atas di latarbelakangi oleh faktor pendidikan dan karakter orangtua. Dari tujuh informan yang di wawancarai, empat (empat) di antaranya berlatar belakang pendidikan sekolah dasar dan tiga (tiga) di antaranya berlatar belakang pendidikan sekolah lanjutan tingkat pertama.hal ini berdampak pada pola pikir dan sikap orangtua yang sangat terbatas dalam upaya menerapkan nilai-nilai moral kepada anak sehingga orangtua menggunakan kewenangannya atas anak untuk mencapai tujuan perilaku yang harus di lakukan oleh anak, yang mana nampak dalam tindakan kekerasan kepada anak. Sikap pembiasaan yang di lakukan dengan kekerasan di latar belakangi pemahaman orangtua terhadap berbagai nilai 105
18 yang berlaku dalam masyarakat sehingga terdapat semacam tuntutan kepada anak untuk ikut berperilaku sebagaimana nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Bila anak tidak dapat melaksanakan maka di pandang sebagai sebuah ketidakwajaran. Oleh karena itu orangtua berupaya keras melalui berbagai cara termasuk tindakan kekerasan kepada anak. Pada sisi yang lain, latar belakang karakter orangtua juga berpengaruh dalam pengasuhan yang di lakukan. Hal mana nampak dari sikap dan prinsip-prinsip hidup yang di miliki orangtua dalam hal bentuk karakter yang harus di miliki anak. Di katakan demikian oleh karena bila orangtua berlatar belakang karakter tegas dan penuh disiplin maka berpengaruh pada sikap dan perilaku orangtua dalam menanamkan dan mengajarkan nilainilai moral kepada anak namun bila orangtua berlatar belakang karakter lembut dan penyayang maka sikap dan perilaku orangtua dalam menanamkan nilai-nilai moral juga ikut berpengaruh kepada anak. Oleh karena itu, karakter orangtua sangat berdampak pada proses pengasuhan yang di lakukan orangtua kepada anak, termasuk yang tergambar dalam praktik pengasuhan yang di lakukan keluarga-keluarga Kristen di jemaat Sontetus Bone. Melihat fakta yang terurai di atas, nampaknya sejalan dengan uraian model pengasuhan otoritarian dari Baumrind, model pengasuhan disiplin dari Watson dan model pengasuhan yang di dasarkan pada benar salah dalam konteks sosial oleh Larry Nucci. Dikatakan demikian oleh karena sikap orangtua yang khas dalam dua model pengasuhan tersebut dalam mengajarkan nilai-nilai kepada anak di lakukan dengan pemberlakuan aturan yang kaku kepada anak sehingga tidak terbuka ruang bagi anak dalam memberikan pendapat. Akibatnya menciptakan relasi yang tidak harmonis antara anak dan orangtua. Menurut Baumrind, karakter anak yang di bangun dalam metode ini adalah karakter anak yang 106
19 memiliki kemampuan komunikasi yang buruk, tidak dapat berkompetisi dalam konteks sosial dan cenderung memberontak kepada orangtua. 107
BAB V PENUTUP. beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya.
BAB V PENUTUP Dalam bab ini penulis mencoba menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberapa saran berdasarkan hasil penelitian lapangan dan analisanya. A. Kesimpulan. Beberapa kesimpulan yang dapat
Lebih terperinciBAB III MODEL-MODEL PENGASUHAN YANG MEMBANGUN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA KRISTENDI JEMAAT SONTETUS BONE
BAB III MODEL-MODEL PENGASUHAN YANG MEMBANGUN KARAKTER ANAK DALAM KELUARGA KRISTENDI JEMAAT SONTETUS BONE Dalambab ini akan di uraikan tentang model pembangunan karakter anak dalam keluarga kristen di
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Berdasarkan semua kajian dalam bab-bab yang telah dipaparkan di atas, pada bab ini akan dikemukakan beberapa kesimpulan dan rekomendasi. Rekomendasi ini terutama bagi gereja
Lebih terperinci25. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD
25. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SD KELAS: I 1. menerima dan menjalankan ajaran agama yang dianutnya 1.1 menerima dan mensyukuri dirinya sebagai ciptaan 1.2 menerima dan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya.
BAB V PENUTUP Dalam bab penutup ini penulis akan menarik beberapa kesimpulan dan mengusulkan beberepa saran berdasarkan hasil analisa dalam bab sebelumnya. V.1 Kesimpulan Pertama, pembangunan karakter
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. 1. Tradisi Piring Nazar sebagai sebuah kenyataan sosio-religius dapat dijadikan sebagai
BAB V PENUTUP Dari penjelasan serta pembahasan yang telah dijelaskan pada bab-bab sebelumnya, maka pada bab yang terakhir ini akan dipaparkan kesimpulan yang berisi temuan-temuan mengenai Piring Nazar
Lebih terperinci32. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP
32. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN DAN BUDI PEKERTI SMP KELAS: VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan secara keseluruhan
Lebih terperinciBAB IV. 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat. Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat,
BAB IV ANALISIS 1. Makna dan Nilai wariwaa dalam adat Pada umumnya kehidupan manusia tidak terlepas dari adat istiadat, yang secara sadar maupun tidak telah membentuk dan melegalkan aturan-aturan yang
Lebih terperinciBAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR
BAB IV MEWARISKAN IMAN DENGAN TELADAN SUATU REFLEKSI TEOLOGIS TERHADAP TRADISI PIRING NAZAR Keluarga adalah salah satu konteks atau setting Pendidikan Agama Kristen yang perlu diperhatikan dengan baik,
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Pola Asuh 1.1 Definisi Pengasuhan adalah kegiatan kompleks yang mencakup berbagai tingkah laku spesifik yang bekerja secara individu dan bersama sama untuk mengasuh anak (Darling,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e)
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab I Pendahuluan ini, akan di bahas tentang: a) Latar Belakang Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) Manfaat Penelitian, e) Penegasan Istilah A. Latar belakang Masalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Indonesia adalah bangsa yang dikenal dengan keramahtamahannya serta budaya gotong royong yang dimiliki masyarakatnya sejak dahulu kala. Hal ini dikarenakan
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN KRITIS. budaya menjadi identitasnya. Apabila manusia dicabut dari budayanya, ia bukan lagi orang
BAB IV TINJAUAN KRITIS Dari pemaparan pada bab-bab sebelumnya kita dapat melihat bahwa manusia selalu menyatu dengan kebudayaannya dan budaya itu pun menyatu dalam diri manusia. Karena itu budaya menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Permasalahan. Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Pelayanan kepada anak dan remaja di gereja adalah suatu bidang pelayanan yang penting dan strategis karena menentukan masa depan warga gereja. Semakin
Lebih terperinciUKDW BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PERMASALAHAN 1.1.1 Latar Belakang Masalah Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) adalah Gereja mandiri bagian dari Gereja Protestan Indonesia (GPI) sekaligus anggota Persekutuan Gereja-Gereja
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan kebutuhannya. Sekolah merupakan salah satu lembaga yang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan hal yang paling mutlak dimiliki oleh semua orang. Pendidikan akan menjadi penentu agar bangsa kita dapat berkembang secara optimal. Dengan
Lebih terperinciBAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI
BAB IV ANALISA DAN REFLEKSI TEOLOGI Dalam bab ini berisi tentang analisa penulis terhadap hasil penelitian pada bab III dengan dibantu oleh teori-teori yang ada pada bab II. Analisa yang dilakukan akan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia dini merupakan periode emas (golden age) bagi perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah tahun-tahun berharga bagi seorang anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Istilah pendidikan sudah tidak asing lagi bagi manusia, Pendidikan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Istilah pendidikan sudah tidak asing lagi bagi manusia, Pendidikan memiliki peranan penting dalam kehidupan manusia. Pendidikan dapat diperoleh melalui belajar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak merupakan generasi penerus bangsa yang diharapkan akan membawa bangsa menuju bangsa yang maju. Masa kanak-kanak adalah masa yang penting dalam kehidupan manusia.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG
BAB IV ANALISIS PERAN GURU BIMBINGAN DAN KONSELING DALAM PEMBINAAN KEDISIPLINAN SISWA DI SMP NEGERI 3 WARUNGASEM KABUPATEN BATANG A. Analisis Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling di SMP Negeri 3 Warungasem
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI SENTRA MAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK PADANG ARTIKEL
1 OPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER ANAK USIA DINI MELALUI SENTRA MAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK PADANG ARTIKEL Oleh Vivit Risnawati NIM : 2009/51093 JURUSAN PENDIDIKAN GURU PENDIDIKAN ANAK USIA DINI FAKULTAS
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Di zaman modern ini perubahan terjadi terus menerus, tidak hanya perubahan kearah yang lebih baik tetapi perubahan ke arah yang semakin buruk pun terus berkembang.
Lebih terperinciBAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG
BAB IV ANALISIS KURIKULUM TAMAN KANAK-KANAK RELEVANSINYA DENGAN PERKEMBANGAN PSIKIS ANAK DI TK AL HIDAYAH NGALIYAN SEMARANG A. Analisis relevansi kurikulum dengan perkembangan sosial Perkembangan sosial
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Gereja Masehi Injili di Timor (GMIT) memiliki 44 wilayah klasis, 2.504 jemaat, dengan jumlah warga mencapai 1.050.411 jiwa yang dilayani oleh 1.072 pendeta, (Lap. MS-
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk religius (homo religious), manusia memiliki keterbatasan sehingga manusia dapat melakukan ritual - ritual atau kegiatan keagamaan lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan yang dia lihat. Istilah yang sering didengar yaitu chidren see children
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan yang Maha Kuasa kepada setiap orang tua yang sudah diberi kepercayaan oleh Tuhan untuk menjaganya. Anak akan senantiasa mengalami pertumbuhan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG MASALAH Akhir-akhir ini di Indonesia dapat dilihat terjadinya banyak tindak kriminal. Setiap harinya pada berbagai stasiun televisi dapat disaksikan tayangantayangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dijalanan maupun ditempat-tempat umum lainnya (Huraerah, 2007).
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Anak jalanan di Indonesia mengalami peningkatan pesat dalam beberapa tahun belakangan. Seseorang bisa dikatakan anak jalanan apabila berumur dibawah 18 tahun, yang
Lebih terperinciBekerja Dengan Para Pemimpin
Bekerja Dengan Para Pemimpin Sudah lebih dari setahun Kim menjadi anggota gerejanya. Dia telah belajar banyak sekali! Ia mulai memikirkan pemimpin-pemimpin di gereja yang telah menolongnya. Ia berpikir
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum pendidikan bertujuan untuk menjadikan manusia seutuhnya yang bermanfaat bagi diri, keluarga, masyarakat dan bagi negaranya. Hal ini selaras dengan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan, bukan hanya terjadi ketika seseorang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Religius (religiosity) merupakan ekspresi spiritual seseorang yang berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku. Religiusitas diwujudkan dalam
Lebih terperinciPENDIDIKAN KARAKTER DALAM TULISAN NARASI Inayah Hanum Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan
PENDIDIKAN KARAKTER DALAM TULISAN NARASI Inayah Hanum Fakultas Bahasa dan Seni Universitas Negeri Medan ABSTRAK Pendidikan karakter sangat diperlukan bagi masyarakat kita, khususnya bagi anakanak dan remaja.seserang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional, anak usia dini adalah anak usia 0 (Sejak Lahir) sampai usia 6 tahun. Secara alamiah perkembangan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. A. Latar Belakang
1 BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu fenomena yang menarik pada zaman modern di Indonesia adalah pemahaman dan implementasi tentang nilai-nilai moral dalam kehidupan masyarakat kita yang semakin
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. yang memiliki pasangan akan selalu saling melengkapi satu sama lain.
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Manusia diciptakan selalu berpasangan, pria dengan wanita. Dengan tujuan bahwa dengan berpasangan, mereka dapat belajar berbagi mengenai kehidupan secara bersama.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. gereja, tetapi di sisi lain juga bisa membawa pembaharuan ketika gereja mampu hidup dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Gereja tidak bisa lepas dari proses perubahan yang terjadi dalam masyarakat seperti modernisasi dan sekularisasi. Perubahan akan menimbulkan permasalahan dan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan
BAB V PENUTUP Setelah penulis mengkaji nilai keadilan yang diterapkan dalam kehidupan keluarga di Jemaat GPIB Immanuel Semarang, maka penulis membuat suatu kesimpulan berdasarkan pembahasan-pembahasan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Permasalahan A.1. Latar Belakang Masalah Gereja Kristen Pemancar Injil (GKPI) lahir pada tanggal 30 Mei 1959 di Tanjung Lapang, Kecamatan Malinau, Kabupaten Bulungan, Propinsi Kalimantan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu komponen dalam sistem pendidikan adalah adanya siswa, siswa merupakan komponen yang sangat penting dalam sistem pendidikan, sebab seseorang tidak bisa dikatakan
Lebih terperinciGereja Menyediakan Persekutuan
Gereja Menyediakan Persekutuan Pada suatu Minggu pagi sebelum kebaktian Perjamuan Tuhan, lima orang yang akan diterima sebagaianggota gereja berdiri di depan pendeta dan sekelompok diaken. Salah seorang
Lebih terperinciUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pernikahan adalah tahap yang penting bagi hampir semua orang yang memasuki masa dewasa awal. Individu yang memasuki masa dewasa awal memfokuskan relasi interpersonal
Lebih terperinciXII. Diunduh dari. Bab. Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi Lingkungan
Bab XII A. Pengantar Bernyani Kucinta Keluarga Tuhan Kucinta k luarga Tuhan, terjalin mesra sekali semua saling mengasihi betapa s nang kumenjadi k luarganya Tuhan Keluarga Kristen Menjadi Berkat Bagi
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. tertentu. Untuk menjawab topik dari penelitian ini, yakni Etika Global menurut Hans Küng
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan Pertama, sebuah konsep etika dibangun berdasarkan konteks atau realita pada masa tertentu. Untuk menjawab topik dari penelitian ini, yakni Etika Global menurut Hans Küng ditinjau
Lebih terperinciLevel 2 Pelajaran 10
Level 2 Pelajaran 10 PERNIKAHAN (Bagian 1) Oleh Don Krow Hari ini kita akan bahas mengenai pernikahan. Pertama-tama, saya ingin sampaikan beberapa data statistik: 75% dari seluruh rumah tangga memerlukan
Lebih terperinciBab I PENDAHULUAN. dilansir oleh berbagai media di tanah air. Isi berita tersebut mengenai perilaku seks bebas,
Bab I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Belum lepas dari ingatan kita akan berbagai kejadian akhir-akhir ini yang menyita perhatian publik, tentang maraknya beragam aksi kenakalan anak dan remaja yang dilansir
Lebih terperinciMENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK
MENGUKIR KARAKTER DALAM DIRI ANAK KARAKTER YANG BAIK dan KARAKTER SEPERTI KRISTUS, apa bedanya? Oleh : G.I. Magdalena Pranata Santoso, D.Min. Pendahuluan Meskipun akhir-akhir ini semakin banyak orang tua
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak usia dini merupakan individu usia 0-6 tahun yang mempunyai karakteristik unik. Pada usia tersebut anak sedang menjalani pertumbuhan dan perkembangan yang
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan Budi pekerti adalah perilaku nyata dalam kehidupan manusia. Pendidikan budi pekerti adalah penanaman nilai-nilai baik dan luhur kepada jiwa manusia, sehingga
Lebih terperinciBAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS. ditempuh oleh sekolah dalam meningkatkan kinerja guru, diantaranya adalah
BAB III KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Pemikiran Setiap organisasi selalu berusaha untuk meningkatkan kinerja guru, dengan harapan apa yang menjadi tujuan sekolah akan tercapai. Berbagai
Lebih terperinciBAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI
BAB IV ANALISA FUNGSI KONSELING PASTORAL BAGI WARGA JEMAAT POLA TRIBUANA KALABAHI Permasalahan hidup yang dihadapi oleh warga jemaat Pola Tribuana Kalabahi meliputi beberapa aspek, yaitu aspek fisik, sosial,
Lebih terperinciBab 5. Ringkasan. Bangsa Jepang merupakan bangsa yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai
Bab 5 Ringkasan Bangsa Jepang merupakan bangsa yang tetap menjunjung tinggi nilai-nilai tradisionalnya. Walaupun kini bangsa Jepang merupakan bangsa yang sudah sangat modern dan maju, namun mereka tetap
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dengan satuan sosialnya yaitu keluarga. Menurut Khairudin (1997 : 43) keluarga
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejak awal keberadaan seorang individu memiliki relasi yang mutlak dengan satuan sosialnya yaitu keluarga. Menurut Khairudin (1997 : 43) keluarga merupakan kesatuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan faktor penting dalam setiap kehidupan manusia. Setiap manusia membutuhkan pendidikan. Dalam pendidikan diajarkan berbagai ilmu pengetahuan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Guru berperan penting dalam proses pendidikan anak di sekolah, bagaimana guru mengajar, berperilaku dan bersikap memiliki pengaruh terhadap siswanya (Syah, 2006). Biasanya,
Lebih terperinciBAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL
BAB IV TINJAUAN TERHADAP PERUBAHAN MINAT MELAYANI DARI PERSPEKTIF PERUBAHAN SOSIAL Berdasarkan hasil penelitian yang tertuang dalam bab III, peneliti ingin memberi paparan analisis terhadap perubahan minat
Lebih terperinciOPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI MELALUI SENTRA BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK ESTER MANEMBO KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW
OPTIMALISASI PENDIDIKAN KARAKTER PADA ANAK USIA DINI MELALUI SENTRA BERMAIN PERAN DI TAMAN KANAK-KANAK ESTER MANEMBO KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW Oleh KARTIKA SANI A. PENGATAR Pendidikan karakter menjadi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tentang orang lain. Begitu pula dalam membagikan masalah yang terdapat pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Wanita merupakan individu yang memiliki keterbukaan dalam membagi permasalahan kehidupan maupun penilaian mereka mengenai sesuatu ataupun tentang orang lain.
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa:
BAB V PENUTUP Pada bagian ini penulisan akan dibagi menjadi dua bagian yaitu kesimpulan dan saran. 5.1.KESIMPULAN Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa: 1. Gereja adalah persekutuan orang percaya
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Formal Ibu 1. Pengertian Ibu Ibu adalah sosok yang penuh pengertian, mengerti akan apa-apa yang ada pada diri anaknya dalam hal mengasuh, membimbing dan mengawasi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pelayanan yang ada di gereja, yang bermula dari panggilan Allah melalui Kristus
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Agama Kristen Protestan merupakan salah satu agama yang diakui di Indonesia. Pada Agama Kristen biasanya memiliki suatu organisasi di gereja yang melibatkan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Latar belakang. Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam
BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Keluarga adalah kelompok terkecil dari masyarakat. Setiap anggota dalam keluarga memiliki ikatan yang sangat kuat, bahkan disebut sebagai kekerabatan yang sangat mendasar
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN UKDW
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Ibadah merupakan sebuah bentuk perjumpaan manusia dengan Allah, pun juga dengan corak masing-masing sesuai dengan pengalaman iman dari setiap individu atau
Lebih terperinciBab 5 PENUTUP. 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd. a. Ayah Hd melakukan poligami. contoh yang baik bagi anaknya.
78 Bab 5 PENUTUP A. Kesimpulan 1. Faktor-faktor yang menjadi penyebab terjadinya kebencian Hd terhadap ayahnya adalah: a. Ayah Hd melakukan poligami. b. Ayahnya kurang perhatian dikala istrinya (ibu Hd
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Komisi Remaja adalah badan pelayanan bagi jemaat remaja berusia tahun. Komisi
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu gereja yang sudah berdiri sejak tahun 1950 di Indonesia adalah Gereja Kristen Indonesia atau yang biasa disebut GKI. GKI adalah sekelompok gereja
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Tahap anak-anak merupakan salah satu tahapan kehidupan yang pasti
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Tahap anak-anak merupakan salah satu tahapan kehidupan yang pasti dilalui oleh seseorang. Anak-anak merupakan aset penting milik negara yang akan menjadi
Lebih terperinciUSIA MENJELANG REMAJA MERUPAKAN MASA TRANSISI YANG KRUSIAL
USIA MENJELANG REMAJA MERUPAKAN MASA TRANSISI YANG KRUSIAL Oleh: Nunung NS Undang-undang Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa tujuan pendidikan adalah mencerdaskan kehidupan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. semua aspek perkembangan anak, meliputi perkembangan kognitif, bahasa,
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan anak usia dini ( PAUD ) adalah jenjang pendidikan sebelum jenjang sekolah dasar yang merupakan suatu upaya pembinaan yang ditujukan bagi anak sejak
Lebih terperinciPERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA
BAB II PERAN ORANG TUA DALAM MENDIDIK ANAK UNTUK MEWUJUDKAN KELUARGA SEJAHTERA 2.1 Keluarga Sejahtera Secara tradisional, keluarga diartikan sebagai dua atau lebih orang yang dihubungkan dengan pertalian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN Pada Bab 1 Pendahuluan ini, akan dibahas tentang: a) Latar Belakan Masalah, b) Rumusan Masalah, c) Tujuan Penelitian, d) manfaat Penelitian, e) Penegasan Istilah A. Latar belakang Masalah
Lebih terperinciBAB V KESIMPULAN. Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus
BAB V KESIMPULAN 5.1. Refleksi Di dalam Alkitab, setidaknya terdapat tiga peristiwa duka dimana Yesus hadir dalam tiga kesempatan yang berbeda: (1) Yesus membangkitkan anak Yairus (Matius 9:18-26, Markus
Lebih terperinciBAB V SIMPULAN DAN SARAN
BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. SIMPULAN 1. Penelitian ini membuktikan bahwa keluarga memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kedisiplinan anak dalam melaksanakan norma-norma sekolah, dalam hal ini adalah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Keluarga merupakan kesatuan sosial yang terdiri atas suami istri dan anakanaknya,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan kesatuan sosial yang terdiri atas suami istri dan anakanaknya, kerap sekali keluarga itu tidak hanya terdiri dari suami istri dan anakanaknya
Lebih terperinciPANDUAN PRAKTIS MEMPERSIAPKAN KHOTBAH
PANDUAN PRAKTIS MEMPERSIAPKAN KHOTBAH Sedikit sharing dari pelatihan khotbah yang saya ikuti dua kali yang diselenggarakan oleh Langham Preaching di Malang dan Bogor. Bagian I : Mencari gagasan utama bacaan.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Asep Rohiman Lesmana, 2013
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan salah satu unsur yang dapat menciptakan kemajuan peradaban dan kualitas hidup bangsa. Dalam penyelenggaraan pendidikan faktor pembentukan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. diberikan saran penulis berupa usulan dan saran bagi GMIT serta pendeta weekend.
BAB V PENUTUP Setelah melalui tahap pembahasan dan analisis, maka selanjutnya pada bab ini akan dipaparkan mengenai kesimpulan yang dapat diambil berdasarkan analisis dan pembahasan yang telah dilakukan
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. tersebut mempelajari keadaan sekelilingnya. Perubahan fisik, kognitif dan peranan
BAB II LANDASAN TEORI A. KEMANDIRIAN REMAJA 1. Definisi Kemandirian Remaja Kemandirian remaja adalah usaha remaja untuk dapat menjelaskan dan melakukan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya sendiri setelah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masa kanak-kanak merupakan bagian dari perjalanan panjang bagi setiap
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masa kanak-kanak merupakan bagian dari perjalanan panjang bagi setiap individu yang meletakkan dasar bagi kehidupannya di masa dewasa. Masa kanak-kanak ini
Lebih terperinciPEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO
1 PEKERJA SEKTOR INFORMAL DI KOTA GORONTALO (Suatu Tinjauan Sosiologis Pekerja Anak) ABSTRAK Narti Buo, NIM 281409054, Pekerja Sektor Informal di Kota Gorontalo (suatu tinjauan sosiologis pekerja anak).
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. perhatian penuh kasih sayang kepada anaknya (Soetjiningsih, 1995). Peran
BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Konsep Peran Orang Tua 2.1.1. Definisi Peran Orang Tua Qiami (2003) menjelaskan bahwa orangtua adalah unsur pokok dalam pendidikan dan memainkan peran penting dan terbesar dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. membentuk perilaku sosial anak menjadi lebih baik dan berakhlak.
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tugas dan kewajiban orang tua bukan hanya memberikan kewajiban secara jasmani anak melainkan juga secara rohani yaitu dengan memberikan pendidikan akhlak yang baik,yaitu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam. Dalam (Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2003) Selain faktor yang berada dalam diri peserta didik, untuk dapat
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan dasar yang penting untuk kemajuan bangsa, karena dengan adanya pendidikan sebuah bangsa akan mencapai kemajuan, baik dalam pengembangan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. terhadap permasalahan kekerasan pasangan suami isteri, yakni: 1. Peran Pendeta sebagai Motivator terhadap Permasalahan Ekonomi
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Peran pendeta secara umum dapat dilihat dalam fungsi konseling pastoral, yakni menyembuhkan, menopang, membimbing, memperbaiki hubungan, dan mengasuh. Dari hasil penelitian,
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pemerintah bahkan sekolah dewasa ini di bangun oleh pemerintah agar anak-anak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan sebagai kunci peningkatan kualitas sumber daya manusia adalah hal yang perlu diperhatikan lagi di negara ini. Pendidikan juga dibuat oleh pemerintah
Lebih terperinciUKDW. BAB I Pendahuluan. A. Latar Belakang
BAB I Pendahuluan A. Latar Belakang Kehidupan umat beragama tidak bisa dipisahkan dari ibadah. Ibadah bukan hanya sebagai suatu ritus keagamaan tetapi juga merupakan wujud respon manusia sebagai ciptaan
Lebih terperinciE. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA
- 1266 - E. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI SDLB TUNADAKSA KELAS : I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan
Lebih terperinciTOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA
TOPIK 2 = PEMBINAAN REMAJA & PEMUDA SUB BIDANG PEMBINAAN WARGA GEREJA SINODE GEREJA KRISTUS YESUS KATA PENGANTAR Puji Syukur kepada Tuhan Yesus atas pimpinan-nya sehingga buku ini dapat diterbitkan. Sesungguhnya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan sarana untuk menjadikan seseorang atau individu menjadi orang yang bermanfaat bagi bangsa dan negara. Setiap manusia harus mendapatkan
Lebih terperinciMTPJ Juli 2014 ALASAN PEMILIHAN TEMA
MTPJ 13-19 Juli 2014 TEMA BULANAN: Berdemokrasi Dalam Ekonomi Yang Berkeadilan TEMA MINGGUAN : Kejujuran Sebagai Senjata Melawan Korupsi Bahan Alkitab: Keluaran 22:1-5; Kisah Para Rasul 5:1-11 ALASAN PEMILIHAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Undang-Undang Sisdiknas tahun 2003 pasal I mengamanahkan bahwa tujuan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan upaya mencapai kedewasaan subjek didik yang mencakup segi intelektual, jasmani dan rohani, sosial maupun emosional. Undang-Undang Sisdiknas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Bangsa Indonesia saat ini sedang menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas, sumber daya manusia yang diharapkan adalah yang berkualitas. Maka untuk
Lebih terperinciC. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA
- 165 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDI PEKERTI SMPLB TUNANETRA KELAS VII Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan
Lebih terperinciPertanyaan Alkitabiah Pertanyaan Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu?
Pertanyaan Alkitabiah Pertanyaan 21-23 Bagaimanakah Orang Yang Percaya Akan Kristus Bisa Bersatu? Orang-orang yang percaya kepada Kristus terpecah-belah menjadi ratusan gereja. Merek agama Kristen sama
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Mitra Pustaka, 2006), hlm 165. Rhineka Cipta,2008), hlm 5. 1 Imam Musbikiin, Mendidik Anak Kreatif ala Einstein, (Yogyakarta:
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Sebagai orang tua kadang merasa jengkel dan kesal dengan sebuah kenakalan anak. Tetapi sebenarnya kenakalan anak itu suatu proses menuju pendewasaan dimana anak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Anak adalah titipan dari Allah SWT, karena Allah telah memberi amanah kita untuk menjaga kesehatan jasmani dan rohaninya. Oleh karena itu, setiap orang tua bertanggung
Lebih terperinciC. KOMPETENSI INTI DAN KOMPETENSI DASAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SDLB TUNANETRA
- 27 - C. KOMPETENSI INTI DAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK DAN BUDIPEKERTI SDLB TUNANETRA KELAS: I Kompetensi Sikap Spiritual, Kompetensi Sikap Sosial, Kompetensi Pengetahuan, dan Kompetensi Keterampilan dirumuskan
Lebih terperinciBAB V PENUTUP. diperoleh mengenai pola asuh orangtua dengan sikap birrul walidain remaja di
94 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan dari penelitian yang sudah dilakukan dari data yang telah diperoleh mengenai pola asuh orangtua dengan sikap birrul walidain remaja di Dusun Wonorejo Banyuwangi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap manusia dilahirkan dengan kebebasan untuk memilih agama yang ingin dianutnya. Setiap orang memilih satu agama dengan bermacam-macam alasan, antara lain
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 2000, p.11
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penulisan Pandangan tradisional yang mengatakan bahwa keluarga yang ideal adalah keluarga dimana suami berperan sebagai pencari nafkah dan istri menjalankan fungsi pengasuhan
Lebih terperinciPERAN PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN SIKAP SOSIAL DAN KEMANDIRIAN ANAK. Dwi Retno Setiati Program Pascasarjana PIPS Universitas PGRI Yogyakarta
PERAN PENDIDIKAN KELUARGA DALAM PEMBENTUKAN SIKAP SOSIAL DAN KEMANDIRIAN ANAK Dwi Retno Setiati Program Pascasarjana PIPS Universitas PGRI Yogyakarta Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk untuk mendiskripsikan
Lebih terperinci