BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt"

Transkripsi

1 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tindakan (practice) Definisi Tindakan (practice) Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behaviour). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Disamping faktor fasilitas, juga diperlukan faktor dukungan (support) dari pihak lain, misalnya dari suami, istri, orang tua atau mertua dan lain-lain. Setelah seseorang megetahui stimulus atau objek kesehatan, kemudian mengadakan penilaian atau pendapat terhadap apa yang diketahui, proses selanjutnya diharapkan ia akan melaksanakan atau mempraktikkan apa yang diketahui atau disikapinya (dinilai baik). Inilah yang disebut praktik (practice) kesehatan atau dapat juga dikatakan perilaku kesehatan (overt behaviour) (Notoatmodjo, 2007) Klasifikasi Tindakan (practice) Menurut Notoatmodjo (2007) tindakan atau praktik ini mempunyai beberapa tingkatan, yakni:

2 1. Persepsi (perception) Mengenal dan memilih berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil adalah merupakan praktik tingkat pertama. Misalnya, seorang ibu dapat memilih makanan yang bergizi tinggi bagi anak balitanya. 2. Respon terpimpin (guided response) Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai dengan contoh adalah merupakan indikator praktik tingkat dua. Misalnya seorang ibu dapat memasak sayur dengan benar, mulai dari cara mencuci dan memotongmotongnya, lamanya memasak, menutup pancinya dan sebagainya. 3. Mekanisme (mechanism) Apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan, maka ia sudah mencapai praktik tingkat tiga. Misalnya, seorang ibu yang sudah mengimunisasikan bayinya pada umur-umur tertentu, tanpa menunggu perintah atau ajakan orang lain. 4. Adopsi (adoption) Adaptasi adalah suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut. Misalnya, ibu dapat memilih dan memasak makanan yang bergizi tinggi berdasarkan bahan-bahan yang murah dan sederhana.

3 Pengukuran tindakan atau perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden Praktik Keperawatan Praktik keperawatan klinis ahli merupakan komitmen terhadap penerapan pengetahuan dan pengalaman klinis. Praktik professional meliputi pengetahuan sosial, tingkah laku, ilmu biologi dan fisiologi, serta teori keperawatan. Selain itu, keperawatan juga menyertakan nilai sosial, kewenangan professional, komitmen dan masyarakat serta kode etik (Potter&Perry, 2009) Standar Praktik Keperawatan Keenam standar praktik keperawatan ANA ( American Nurses Association) menggambarkan tingkat kompetensi dari pelayana keperawatan. Keenam standar praktik keperawatan ANA (2004) dijelaskan sebagai berikut (Potter&Perry, 2009): 1. Pengkajian : Perawat mengumpulkan data yang berhubungan dengan kesehatan dan kondisi klien. 2. Diagnosis : Perawat menganalisi data untuk menentukan diagnosis atau masalah.

4 3. Identifikasi Hasil : Perawat mengidentifikasi hasil yang diharapkan untuk perencanaan individual sesuai klien atau keadaan. 4. Perencanaan : Perawat merancang rencana yang berisi strategi dan alternative untuk mencapai hasil yang diharapkan. 5. Implementasi : Perawat mengimplementasikan rencana yang telah diidentifikasi. 6. Evaluasi : Perawat mengevaluasi kemajuan ke arah pencapaian hasil. 2.2 Dekubitus Definisi Dekubitus Istilah dekubitus ataupun luka tekan sering digunakan secara bergantian dalam pelayanan kesehatan. Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbere, berarti berbaring (Revis, 2012). Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh dengan urutan dan waktu yang biasa (Potter & Perry, 2006). Dekubitus juga merupakan area setempat dari jaringan lunak yang mengalami infark yang terjadi ketika tekanan diberikan pada kulit melebihi tekanan penutupan kapiler normal, sekitar 32 mmhg (Smeltzer&Bare, 2002) Mekanisme Terjadinya Dekubitus Tekanan yang diberikan pada kulit, jaringan lunak, otot, dan tulang dengan berat individu terhadap permukaan di bawahnya. Tekanan ini sering melebihi tekanan pengisian kapiler, sekitar 32 mm Hg. Jaringan memperoleh oksigen dan

5 nutrisi serta membuang sisa metabolisme melalui darah. Beberapa faktor yang mengganggu proses ini akan mempengaruhi metabolisme sel dan fungsinya serta kehidupan dari sel. Tekanan mempengaruhi metabolisme sel dengan cara mengurangi atau menghilangkan sirkulasi jaringan yang menyebabkan iskemi jaringan. Iskemia jaringan adalah tidak adanya darah secara lokal atau penurunan aliran darah akibat obstruksi mekanika (Pires and Muller, 1991). Penurunan aliran darah menyebabkan daerah tubuh menjadi pucat. Pucat terlihat ketika tidak adanya warna kemerahan pada klien berkulit terang. Pucat tidak terjadi pada klien berkulit pigmennya gelap (Potter & Perry, 2006). Kerusakan jaringan terjadi ketika tekanan mengenai kapiler yang cukup besar dan menutup kapiler tersebut. Tekanan penutupan kapiler adalah tekanan yang dibutuhkan untuk menutup kapiler, misalnya tekanan tersebut melebihi tekanan kapiler normal yang berada pada rentang 16 sampai 32 mmhg (Maklebust, 1987 dalam Potter & Perry, 2006). Setelah periode iskemi, kulit yang terang mengalami perubahan satu atau dua perubahan hiperemia. Hiperemia reaktif normal atau kemerahan merupakan efek vasodilatasi lokal yang terlihat, respon tubuh normal terhadap kekurangan aliran darah pada jaringan di bawahnya, area pucat setelah dilakukan tekanan dengan ujung jari dan hiperemia reaktif akan menghilang dalam waktu kurang dari 1 jam. Kelainan hiperemia reaktif adalah vasodilatasi dan indurasi yang berlebihan sebagai respon dari tekanan. Kulit terlihat berwarna merah muda terang hingga merah. Indurasi adalah area edema lokal dibawah kulit. Kelainan

6 hiperemia reaktif dapat hilang dalam waktu antara lebih dari 1 jam hingga 2 minggu setelah tekanan dihilangkan (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Ketika klien berbaring atau duduk maka berat badan berpindah pada penonjolan tulang. Semakin lama tekanan diberikan, semakin besar risiko kerusakan kulit. Tekanan menyebabkan penurunan suplai darah pada jaringan sehingga terjadi iskemi. Apabila tekanan dilepaskan akan terdapat periode hiperemia reaktif atau peningkatan aliran darah yang tiba-tiba ke daerah tersebut. Hiperemia reaktif merupakan suatu respon kompensasi dan hanya efektif jika tekanan di kulit dihilangkan sebelum terjadi nekrosis atau kerusakan Faktor Risiko Dekubitus Berbagai faktor dapat menjadi predisposisi terjadi dekubitus pada klien (Potter & Perry, 2006), antara lain: 1. Gangguan Input Sensorik Klien yang mengalami perubahan persepsi sensorik terhadap nyeri dan tekanan berisiko tinggi mengalami gangguan integritas kulit daripada klien yang sensasinya normal. Klien yang mempunyai persepsi sensorik yang utuh terhadap nyeri dan tekanan dapat mengetahui jika salah satu bagian tubuhnya merasakan tekanan atau nyeri yang terlalu besar. Sehingga ketika klien sadar dan berorientasi, mereka dapat mengubah posisi atau meminta bantuan untuk mengubah posisi. 2. Gangguan Fungsi Motorik

7 Klien yang tidak mampu mengubah posisi secara mandiri berisiko tinggi terjadi dekubitus. Klien tersebut dapat merasakan tekanan tetapi tidak mampu mengubah posisi secara mandiri untuk menghilangkan tekanan tersebut. Hal ini meningkatkan peluang terjadi dekubitus. Pada klien yang mengalami cedera medulla spinalis terdapat gangguan motorik dan sensorik. Angka kejadian dekubitus pada klien yang mengalami cedera medulla spinalis diperkirakan sebesar 85% dan komplikasi ulkus ataupun yang berkaitan dengan ulkus merupakan penyebab kematian pada 8% populasi ini (Reuler dan Cooney, 1981 dalam Potter & Perry, 2006). 3. Perubahan Tingkat Kesadaran Klien bingung, disorientasi atau mengalami perubahan tingkat kesadaran tidak mampu melindungi dirinya sendiri dari dekubitus. Klien bingung atau disorientasi mungkin dapat merasakan tekanan, tetapi tidak mampu memahami bagaimana menghilangkan tekanan itu. Klien koma tidak dapat merasakan tekanan dan tidak mampu mengubah ke posisi yang lebih baik. Selain itu pada klien yang mengalami perubahan tingkat kesadaran lebih mudah menjadi bingung. Beberapa contoh adalah pada klien yang berada di ruang operasi dan unit perawatan intensif dengan pemberian sedasi. 4. Gips, Traksi, Alat Ortotik dan Peralatan Lain Gips dan traksi mengurangi mobilisasi klien dan ekstremitasnya. Klien yang menggunakan gips berisiko tinggi terjadi dekubitus karena adanya gaya

8 friksi eksternal mekanik dari permukaan gips yang bergesek pada kulit. Gaya mekanik kedua adalah tekanan yang dikeluarkan gips pada kulit jika gips terlalu ketat dikeringkan atau jika ekstremitasnya bengkak. Peralatan ortotik seperti penyangga leher digunakan pada pengobatan klien yang mengalami fraktur spinal servikal bagian atas. Dekubitus merupakan potensi komplikasi dari alat penyangga leher ini. Sebuah studi yang dilakukan Plaiser dkk (1994) mengukur jumlah tekanan pada tulang tengkorak dan wajah yang diberikan oleh empat jenis penyangga leher yang beda dengan subjek berada posisi telentang dan upright (bagian atas lebih tinggi). Hasilnya menunjukkan bahwa pada beberapa penyangga leher, terhadap tekanan yang menutup kapiler. Perawat perlu waspada terhadap risiko kerusakan kulit pada klien yang menggunakan penyangga leher ini. Perawat harus mengkaji kulit yang berada di bawah penyangga leher, alat penopang (braces) atau alat ortotik lain untuk mengobservasi tanda-tanda kerusakan kulit. Semua peralatan yang memberikan tekanan pada kulit klien menyebabkan terjadi dekubitus. Selang oksigen dan NGT juga merupakan dua contoh umum peralatam yang menyebabkan dekubitus (Potter & Perry, 2006) Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Dekubitus Gangguan integritas kulit yang terjadi pada dekubitus merupakan akibat utama tekanan. Tetapi, ada faktor-faktor tambahan yang dapat meningkatkan risiko terjadi dekubitus yang lebih lanjut pada klien. Termasuk di antaranya gaya

9 gesek dan friksi, kelembaban, nutrisi buruk, anemia, infeksi, demam, gangguan sirkulasi perifer, obesitas, kakeksia dan usia (Potter & Perry, 2006). 1. Gaya Gesek & Friksi Gaya gesek adalah tekanan yang diberikan pada kulit dengan arah parallel terhadap permukaan tubuh (AHCPR, 1994 dalam Potter & Perry, 2006). Gaya ini terjadi saat klien bergerak atau memperbaiki posisi tubuhnya di atas tempat tidur dengan cara didorong atau digeser ke bawah saat berada pada posisi fowler yang tinggi. Jika terjadi gaya gesek maka kulit dan lapisan subkutan menempel pada permukaan tempat tidur dan lapisan otot serta tulang bergeser sesuai dengan arah gerakan tubuh. Tulang klien bergeser ke arah kulit dan memberi gaya pada kulit. Kapiler jaringan yang ada di bawahnya tertekan dan terbebani oleh tekanan tersebut. Akibatnya, tidak lama setelah itu akan terjadi perdarahan dan nekrosis pada lapisan jaringan. Selain itu terdapat penurunan aliran darah kapiler akibat tekanan eksternal pada kulit. Lemak subkutan lebih rentan terhadap efek gesek dan hasil tekanan dari struktur tulang yang berada di bawahnya. Akhirnya pada kulit akan terbuka sebuah saluran sebagai ruang drainase dari area nekrotik. Perlu diingat bahwa cedera akibat gaya gesek biasa terjadi diatas tonjolan tulang seperti daerah sacral dan koksigeal. Cedera ini melibatkan lapisan jaringan bagian dalam dan paling sering dimulai dari rangka tulang yang berada di bawah jaringan rusak. Dengan mempertahankan tinggi bagian kepala tempat tidur dibawah 30 derajat dapat menghindarkan cedera yang diakibatkan gaya gesek (AHCPR, 1992, 1994

10 dalam Potter & Perry, 2006). Bryant, dkk (1992) dalam Potter & Perry (2006) mengatakan gaya gesek tidak mungkin tanpa disertai friksi. Dimana friksi merupakan gaya mekanika yang diberikan saat kulit digeser pada permukaan kasar seperti alat tenun tempat tidur (AHCPR, 1994). Tidak seperti cedera akibat gaya gesek, cedera akibat friksi mempengaruhi epidermis atau lapisan kulit bagian atas, yang akan terkelupas ketika klien mengubah posisinya. Sering kali terlihat cedera abrasi pada siku atau tumit (Wysocki dan Bryant, 1992 dalam Potter & Perry, 2006). Karena cara terjadi luka seperti ini, maka perawat sering menyebut luka bakar seprei (sheet burns) (Bryant dkk, 1992 dalam Potter & Perry, 2006). Cedera ini dapat terjadi pada pasien gelisah, klien yang pergerakanya tidak terkontrol, seperti kondisi kejang dan klien yang kulitnya diseret tidak diangkat dari permukaan tempat tidur selama perubahan posisi (Maklebust dan Sieggreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Tindakan keperawatan bertujuan mencegah cedera friksi antara lain sebagai berikut: memindahkan klien secara tepat dengan menggunakan teknik mengangkat yang benar, meletakkan benda-benda dibawah siku dan tumit seperti pelindung dari kulit domba, penutup kulit dan membran transparan atau balutan hidrkoloid untuk melindungi kulit dan menggunakan pelembab untuk mempertahankan hidrasi epidermis.

11 2. Kelembaban Adanya kelembaban pada kulit dan durasinya meningkatkan risiko terjadi ulkus. Adanya kelembaban meningkatkan risiko pembentukan dekubitus sebanyak lima kali lipat (Reuler & Cooney, 1981 dalam Potter & Perry, 2006). Kelembaban menurunkan resistensi kulit terhadap faktor fisik lain seperti tekanan atau gaya gesek. Klien immobilisasi yang tidak mampu memenuhi kebutuhan higienisnya sendiri, tergantung perawat untuk menjaga kulit klien tetap kering dan utuh. Untuk itu perawat harus memasukkan higienis ke dalam rencana perawatan. Kelembaban kulit dapat berasal dari drainase luka, keringat, kondensasi dari system yang mengalirkan oksigen yang dilembabkan, muntah dan inkontinensia. Beberapa cairan tubuh seperti urin, feses, dan drainase luka menyebabkan erosi kulit dan meningkatkan risiko terjadi luka akibat tekanan pada klien. 3. Nutrisi Buruk Klien yang kurang nutrisi sering mengalami atrofi otot dan penurunan jaringan subkutan yang serius. Akibat perubahan ini maka jaringan yang berfungsi sebagai bantalan di antara kulit dan tulang menjadi semakin sedikit. Oleh karena itu efek tekanan meningkat pada jaringan tersebut. Malnutrisi merupakan penyebab kedua hanya pada tekanan yang berlebihan dalam etiologi, patogenesis dan dekubitus yang tidak sembuh. Klien yang mengalami malnutrisi mengalami defisiensi protein dan keseimbangan nitrogen negative dan tidak adekuat asupan vitamin C. status nutrisi buruk dapat diabaikan jika klien

12 mempunyai berat badan sama dengan atau lebih dari berat badan ideal. Klien dengan status nutrisi buruk biasa mengalami hipoalbuminemia (level albumin serum di bawah 3g/100 ml) dan anemia. Albumin adalah ukuran variabel yang biasa digunakan untuk mengevaluasi status protein klien. Klien yang level albumin serumnya dibawah 3g/100 ml lebih berisiko tinggi mengalami luka daripada klien yang level albumin tinggi. Selain itu level albumin rendah sering dihubungkan dengan lambatnya penyembuhan luka (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Walaupun kadar albumin kurang cepat memperlihatkan perubahan protein viseral, tapi albumin merupakan prediktor malnutrisi yang terbaik untuk semua kelompok usia (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Level total protein juga mempunyai korelasi dengan dekubitus. Level total protein di bawah 5.4 g/100 ml menurunkan tekanan osmotik koloid, yang akan menyebabkan edema intertisial dan penurunan oksigen ke jaringan (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Edema akan menurunkan toleransi kulit dan jaringan yang berada di bawahnya terhadap tekanan, friksi dan gaya gesek. Selain itu penurunan level oksigen meningkatkan kecepatan iskemi yang menyebabkan cedera jaringan. Nutrisi buruk juga menyebabkan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit. Pada klien yang mengalami kehilangan protein berat, hipoalbuminemia menyebabkan berpindahnya volume cairan ekstarsel ke dalam jaringan, sehingga terjadi edema. Edema dapat meninngkatkan risiko terjadi dekubitus di jaringan. Suplai darah pada jaringan edema menurun dan produk sisa tetap tinggal karena

13 terdapatnya perubahan tekanan pada sirkulasi dan dasar kapiler (Shekleton & Litwack, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). 4. Anemia Klien aniemia berisiko terjadi dekubitus. Penurunan level hemoglobin mengurangi kapasitas darah membawa oksigen dan mengurangi jumlah oksigen yang tersedia untuk jaringan. Anemia juga mengganggu metabolisme sel dan mengganggu penyembuhan luka. 5. Kakeksia Kakeksia adalah penyakit kesehatan dan malnutrisi umum, ditandai dengan kelemahan dan kurus. Kakeksia biasa berhubungan dengan penyakit berat seperti kanker dan penyakit kardiopulmonal tahap akhir. Kondisi ini meningkatkan risiko dekubitus pada klien. Pada dasarnya klien kakeksia mengalami kehilangan jaringan adipose yang berguna melindungi tonjolan tulang dari tekanan. 6. Obesitas Obesitas dapat mempercepat terjadinya dekubitus. Jaringan adiposa pada jumlah kecil berguna sebagai bantalan tonjolan tulang sehingga melindungi kulit dari tekanan. Pada obesitas sedang ke berat, jaringan adiposa memperoleh vaskularisasi yang buruk, sehingga jaringan adiposa dan jaringan lain yang berada di bawahnya semakin rentan mengalami kerusakan akibat iskemi.

14 7. Infeksi Infeksi disebabkan adanya pathogen di dalam tubuh. Klien infeksi biasa mengalami demam. Infeksi dan demam meningkatkan kebutuhan metabolic tubuh, membuat jaringan yang telah hipoksia (penurnan oksigen) semakin rentan mengalami cedera akibat iskemi (Shekleton dan Litwack, 1991). Selain itu demam menyebabkan diaporesis (keringatan) dan meningkatkan kelembaban kulit, yang selanjutnya menjadi predisposisi kerusakan kulit klien. 8. Gangguan Sirkulasi Perifer Penurunan sirkulasi menyebabkan jaringan hipoksia dan lebih rentan mengalami kerusakan iskemia. Gangguan sirkulasi terjadi pada klien yang menderita penyakit vascular perifer, klien syok atau yang mendapatkan pengobatan jenis vasopresor. 9. Usia Lansia lebih sering terjadi dekubitus. Beberapa perubahan normal karena proses penuaan juga meningkatkan risiko terjadinya dekubitus pada lansia. Usia lanjut mempunyai potensi besar untuk terjadi dekubitus karena perubahan kulit berkaitan dengan bertambahnya usia antara lain: a. Berkurangnya jaringan lemak subkutan. b. Berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. c. Menurunnya efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih tipis dan rapuh.

15 2.2.5 Patogenesis Luka Dekubitus Berdasarkan Potter & Perry (2006) tiga elemen yang menjadi dasar terjadi dekubitus, yaitu intensitas tekanan dan tekanan yang menutup kapiler (Landis, 1930), durasi dan besarnya tekanan (Koziak, 1959), toleransi jaringan (Husain, 1953). Dekubitus terjadi sebagai hasil hubungan antara waktu dengan tekanan (Stotts, 1988). Semakin besar tekanan dan durasinya,maka semakin besar pula insiden terbentuknya luka. Kulit dan jaringan subkutan dapat mentoleransi beberapa tekanan. Tapi, pada tekanan eksternal terbesar daripada tekanan dasar kapiler akan menurunkan atau menghilangkan aliran darah ke dalam jaringan sekitarnya. Jaringan ini menjadi hipoksia sehingga terjadi cedera iskemi. Jika tekanan ini lebih besar dari 32 mmhg dan tidak dihilangkan dari tempat yang mengalami hipoksia, maka pembuluh darah kolaps dan thrombosis yaitu terjadi pembekuan darah (Potter & Perry, 2006). Dengan terjadinya kolaps akan menghalangi oksigenasi dan nutrisi ke jaringan, selain itu area yang tertekan menyebabkan terhambatnya aliran darah. Dengan adanya peningkatan tekanan arteri kapiler terjadi perpindahan cairan ke kapiler, ini akan menyokong untuk terjadinya edema dan mengkontribusi untuk terjadi nekrosis di jaringan (Suriadi, 2004). Jika tekanan dihilangkan sebelum titik kritis maka sirkulasi pada jaringan tersebut akan pulih kembali melalui mekanisme fisiologis hiperemia reaktif. Karena kulit mempunyai kemampuan yang lebih besar untuk mentoleransi iskemi dari otot, maka dekubitus dimulai di tulang dengan iskemi otot yang berhubungan

16 dengan tekanan yang akhirnya melebar ke epidermis (Maklebust, 1995 dalam Potter & Perry, 2006). Pembentukan luka dekubitus juga berhubungan dengan adanya gaya gesek yang terjadi saat menaikkan posisi klien di atas tempat tidur. Area sacral dan tumit merupaka area yang paling rentan. Efek tekanan juga dapat ditingkatkan oleh distribusi berat badan yang tidak merata. Seseorang mendapatkan tekanan konstan pada tubuh dari permukaan tempatya berada karena adanya gravitasi. Jika tekanan tidak terdistribusi secara merata pada tubuh maka gradient tekanan jaringan yang mendapatkan tekanan akan meningkat dan metabolism sel kulit di titik tekanan mengalami gangguan Klasifikasi Dekubitus Tahap atau Warna Salah satu yang paling dini untuk mengklasifikasikan dekubitus adalah dengan menggunakan sistem nilai atau tahapan. Sistem ini pertama kali dikemukakan oleh Shea (1975 dalam Potter & Perry, 2006) sebagai suatu cara untuk memperoleh metode jelas dan konsisten untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan dekubitus. Sistem tahapan dekubitus berdasarkan gambaran kedalaman jaringan yang rusak. Ulkus yang tertutup dengan jaringan nekrotik sebut seperti eschar tidak dapat dimasukkan dalam tahapan hingga jaringan tersebut dibuang dan kedalaman dekubitus dapat diobservasi. Ada beberapa sistem tahapan yang berbeda digunakan klinik (AHCPR, 1994 dalam Potter & Perry, 2006). Penting untuk dicatat setiap sistem tahapan ini menggunakan definisi yang berbeda. Oleh karena itu dekubitus yang sama dapat

17 mempunyai nomor tahapan yang berbeda, tergantung sistem tahapan yang digunakan. Tahapan dibawah ini berasal dari NPUAP (1992) dan tahapan ini juga digunakan dalam Pedoman Pengobatan AHCPR (1994). Pada konfrensi konsensus NPUAP (1995) mengubah definisi untuk tahap I yang memperlihatkan karakterisktik pengkajian pasien berkulit gelap. Berbagai indikator selain warna kulit, seperti suhu, adanya pori-pori kulit jeruk, kekakuan atau ketegangan, kekerasan dan data laboratorium dapat membantu mengkaji pasien berkulit gelap (Maklebust & Sieggreen, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Saat mengkaji klien berkulit gelap, memerlukan pencahayaan yang sesuai untuk mengkaji kulit secara akurat. Dianjurkan berupa cahaya alam atau halogen. Hal ini mencegah muncul warna biru yang dihasilkan dari sumber lampu pijar pada kulit berpigmen gelap, yang dapat mengganggu pengkajian yang akurat (Bennet, 1995 dalam Potter & Perry, 2006). Berikut karakteristik klinis dekubitus dari derajat I sampai derajat IV (Potter & Perry, 2006): I. Eritema tidak pucat pada kulit utuh, lesi ulkus kulit yang diperbesar. Kulit tidak berwarna, hangat, atau keras juga dapat menjadi indikator. II. Hilangnya sebagian ketebalan kulit meliputi epidermis dan/atau dermis. Ulkus superficial dan secara klinis terlihat seperti abrasi, lecet atau lubang yang dangkal. III. Hilangnya seluruh ketebalan kulit meliputi jaringan subkutan yang rusak atau nekrotik yang mungkin akan melebar ke bawah, tapi tidak melampaui

18 fascia yang berada di bawahnya. Ulkus secara klinis terlihat seperti lubang yang dalam dengan atau tanpa merusak jaringan sekitarnya. IV. Hilangnya seluruh ketebalan kulit disertai destruksi ekstensif, nekrosis jaringan; atau kerusakan otot, tulang atau struktur penyangga (misal. Tendon, kapsul sendi dll). Dekubitus tidak berkembang dari derajat I sampai ke derajat IV (NPUAP, 1995). Maklebust (1995) peringatan klinik untuk diingat walaupun sistem tahapan menggunakan urutan nomor untuk menggambarkan dekubitus, tetapi tidak berarti ada perkembangan tingkat keparahan dekubitus (Potter & Perry, 2006). Luka nekrotik diklasifikasikan dengan luka hitam, disertai dengan eksudat dan debris berserat kuning, dan luka pada fase penyembuhan aktif dan bersih disertai dengan granulasi berwarna merah muda hingga merah dan jaringan epitel diklasifikasikan dengan luka merah. Luka dapat memiliki warna yang bercampur, contohnya 25% kuning dan 75% merah (Potter & Perry, 2006) Pengkajian Dekubitus Data dasar pengkajian yang terus menerus memberi informasi penting tentang integritas kulit klien dan peningkatan risiko terjadi dekubitus. Pengkajian dekubitus tidak terbatas pada kulit karena dekubitus mempunyai banyak faktor etiologi. Oleh karena itu, pengkajian awal pasien dekubitus memiliki beberapa dimensi (Potter & Perry, 2006).

19 1. Ukuran Perkiraan Pada saat seseorang masuk ke rumah sakit perawatan akut dan rehabilitasi, rumah perawatan, program perawatan rumah, fasilitas perawatan lain maka pasien harus dikaji risiko terjadi dekubitus (AHCPR,1992). Pengkajian risiko dekubitus harus dilakukan secara sistematis. Sangat dianjurkan menggunakan alat pengkajian yang tervalidasi untuk jenis populasi klien tertentu. Bila klien terindentifikasi berisiko maka intervensi yang tepat diberikan untuk mempertahankan intgritas kulit. Pengkajian ulang untuk risiko dekubitus harus dilakukan secara teratur. 2. Kulit Perawat harus mengkaji kulit terus menerus dari tanda-tanda munculnya ulkus pada kulit klien. Klien gangguan neurologi, berpenyakit kronik dalam waktu lama, penurunan status mental. Dan dirawat di ruang ICU, berpenyakit onkologi dan terminal dan orthopedic berpotensi tinggi terjadi dekubitus. Pengkajian indikator tekanan jaringan meliputi inspeksi visual dan taktil pada kulit. Pengkajian dasar dilakukan untuk menentukan karakteristik kulit normal klien dansetiap area yang potensial dan aktual mengalami kerusakan. Perawat member perhatian khusus pada daerah dibawah gips, traksi, balutan, tongkat penopang, penyangga leher atau peralatan ortopedi lain. Jumlah pemeriksaan tekanan tergantung jadwal pemakaian alat dan respon kulit terhadap tekanan.

20 Ketika hiperemia ada maka perawat harus mencatat lokasi, ukuran dan warna lalu mengkaji ulang area tersebut setelah satu jam. Apabila terlihat kelainan hiperemia reaktif maka perawat dapat menandai area tersebut denpidol agar pengkajian ulang menjadi lebih mudah. Tanda peringatan dini lain yang menunjukkan kerusakan jaringan akibat tekanan adalah lecet atau bintil-bintil pada area yang menanggun beban berat tubuh dan mungkin disertai hiperemia. Pires dan Muller (1991) melaporkan bahwa tanda dini akibat tekanan yang sering diabaikan pada klien yang tidak mengalami trauma adalah borok di area yang menanggung beban berat badan. Semua tanda-tanda ini merupakan indikator dini gangguan integritas kulit, tetapi kerusakan yang berada di bawahnya mungkin menjadi lebih progresif. Pengkajian taktil memungkinkan perawat menggunakan tehnik palpasi untuk memperoleh data lebih lanjut mengenai indurasi dan kerusakan kulit maupun jaringan di bawahnya. Perawat melakukan palpasi pada jaringan disekitarnya untuk mengobservasi area hiperemi, mengkaji adanya pucat dan kembali ke warna kulit normal pada klien berkulit terang. Selain itu, perawat mempalpasi indurasi mencatat indurasi di sekitar are yang cedera dalam ukuran millimeter atau sentimeter. Perawat juga mencatat perubahan suhu di sekitar kulit dan jaringan (Pires & Muller, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Perawat sering menginspeksi secara visual dan taktil pada area tubuh yang paling sering berisiko dekubitus. Jika pasien berbaring di tempat tidur atau duduk di atas kursi maka berat badan terletak pada tonjolan tulang tertentu. Permukaan

21 tubuh yang paling terbebani berat badan ataupun tekanan merupakan area berisiko tinggi terjadi dekubitus (Helt, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). 3. Mobilisasi Pengkajian meliputi pendokumentasian tingkat mobilisasi dan efek imobilisasi pada integritas kulit. Pengkajian mobilisasi juga harus memperoleh data tentang kualitas tonus dan kekuatan otot. Klien yang mempunyai rentang gerak yang adekuat untuk bergerak secara mandiri ke bentuk posisi yang lebih terlindungi. Mobilisasi harus dikaji sebagai bagian dari data dasar. Jika pasien memiliki tingkat kemandirian mobilisasi maka perawat harus mendorong klien agar sering mengubah posisinya dan melakukan tindakan untuk menghilangkan tekanan yang dialaminya. Frekuensi perubahan posisi berdasarkan pengkajian kulit yang terus menerus dan dianggap sebagai perubahan data. 4. Status Nutrisi Pengkajian nutrisi klien harus menjadi bagian integral dalam pengkajian data awal pada pasien berisiko ganggun integritas kulit. Pasien malnutrisi atau kakeksia dan berat badan kurang dari 90% berat badan ideal atau pasien yang berat badan lebih dari 110% berat bada ideal lebih berisiko terjadi luka dekubitus (Hanan & Scheele, 1991 dalam Potter & Perry, 2006). Walaupun persentase berat badan bukan indikator yang baik, tapi jika ukuran ini digunakan bersama-sama

22 dengan jumlah serum albumin atau protein total yang rendah makan persentase berat badan ideal klien dapat mempengaruhi timbulnya dekubitus. 5. Nyeri Sampai saat ini, hanya sedikit tulisan atau penelitian yang dilakukan tentang nyeri dan dekubitus. AHCPR (1994) telah merekomendasikan pengkajian dan manajemen nyeri termasuk dalam perawatan klien dekubitus. Selain itu AHCPR menegaskan perlunya penelitian tentang nyeri pada klien dekubitus. Salah satu studi yang pertama kali menghitung pengalaman nyeri klien yang dirawat di rumah sakit karena luka dekubitus telah dilakukan oleh Dallan dkk (1995). Pada studi ini 59.1% klien melaporkan adanya nyeri dengan menggunakan skala analog visual, 68.2% melaporkan adanya nyeri akibat dekubitus dengan menggunakan skala urutan nyeri faces. Berlawanan dengan banyaknya nyeri yang dilaporkan, obat-obatan nyeri yang telah digunakan klien sebesar 2.3%. Beberapa implikasi praktik yang disarankan para peneliti adalah menambah evaluasi tingkat nyeri klien ke dalam pengkajian dekubitus, yaitu pengontrolan nyeri memerlukan pengkajian ulang yang teratur untuk mengevaluasi efektifitas dan bahwa program pendidikan dperlukan untuk meningkatkan sensitifitas pemberi pelayanan kesehatan terhadap nyeri akibat luka dekubitus Penatalaksanaan Dekubitus Penatalaksanaan dekubitus memerlukan pendekatan holistik yang menggunakan keahlian pelaksana yang berasal dari beberapa disiplin ilmu

23 kesehatan. Beberapa aspek penatalaksanaan dekubitus antara lain perawatan luka secara lokal dan tindakan pendukung seperti gizi yang adekuat dan cara penghilang tekanan (Potter & Perry, 2006). Selama penyembuhan dekubitus, maka luka harus dikaji untuk lokasi, tahap, ukuran, traktus sinus, kerusakan luka, luka menembus, eksudat, jaringan nekrotik, dan keberadaan atau tidak adanya granulasi maupun epitelialisasi. Dekubitus harus dikaji ulang minimal satu kali sehari. Dekubitus yang bersih harus menunjukkan proses penyembuhan dalam waktu 2-4 minggu (AHCPR,1994 dalam Potter & Perry, 2006). Pada daerah kulit selain menghilangkan tekanan pada bagian tubuh dan menjaga tekanan pada bagian tersebut, kebersihan daerah ulkus dan seluruh permukaan kulit juga perlu diperhatikan. Kebersihan mungkin sangat sulit dipertahankan pada klien inkotinensia, demam atau bingung (Potter & Perry, 2006). Kelembaban pada ataupun di sekitar daerah kulit yang rusak menyebabkan ulserasi dan infeksi yang lebih parah. Sebelum melaksanakan tindakan perawat harus mengkaji secara menyeluruh dekubitus pada klien dan menentukan jenis balutan yang tepat sesuai dengan taha perkembangan ulkus. (Potter & Perry, 2006). 1. Perawatan Luka dengan Debridemen Beberapa prinsip perawatan luka secara lokal meliputi debridemen, pembersihan dan pemberian balutan. Ulkus dengan jaringan nekrotik atau eskar

24 atau telah menunjukkan tanda-tanda mengelupas harus dilakukan debridemen. Pada prinsip debridemen yang perlu diperhatikan adalah kondisi pasien dan kondisi luka (Suriadi, 2004). Debridemen adalah pembuangan jaringan nekrotik sehingga jaringan sehat dapat beregenerasi (Potter & Perry, 2006). Pembuangan jaringan nekrotik diperlukan untuk menghilangkan ulkus yang menjadi sumber infeksi, agar lebih mudah terlihat bagian dasar luka sehingga dapat menentukan tahap ulkus secara akurat dan memberikan dasar yang bersih yang diperlukan untuk proses penyembuhan. Beberapa metode debridemen antara lain debridemen mekanik, autolitik, kimiawi/enzimatik dan pembedahan. Debridemen mekanik menggunakan balutan tipis yang mengandung salin yang basah hingga kering. Balutan tersebut harus benar-benar kering sebelum perawat menarik balutan tipis yang telah menempel pada jaringan dekubitus. Metode ini merupakan metode yang tidak dipilih karena jaringan rusak maupun jaringan sehat akan ikut terangkat (Potter & Perry, 2006). Debridemen autolitik menggunakan balutan sintetik yang diletakkan di atas luka agar eskar dapat lebih mudah dihancurkan oleh kerja enzim yang ada dalam cairan luka. Metode ini dapat dilaksanakan dengan menggunakan beberapa jenis balutan yang lebih baru terletak diatas dekubitus. Beberapa contoh balutan yang digunakan adalah balutan membran sintetik transparan atau balutan hidrokoloid. Balutan akan berinteraksi dengan permukaan jaringan dekubitus. Eskar akan semakin lunak karena jaringan rusak telah dihancurkan oleh enzim yang secara

25 normal ditemukan dalam cairan luka. Debridemen autolitik ini kontraindikasi dengan luka yang infeksi (Potter & Perry, 2006). Debridemen enzimatik adalah penggunaan enzim debridemen topikal pada jaringan rusak yang berada di atas permukaan luka. Obat-obatan tersebut harus diresepkan dokter. Perlu diingat bahwa teknik yang digunakan dan khasiat tiap obat debridemen enzimatik berbeda. Dari semua obat debridemen enzimatik, hanya kolagenase (Santyl) yang disebutkan oleh AHCPR sebagai debridemen yang bersifat promotif dan meningkatkan pertumbuhan granulasi di jaringan (Potter & Perry, 2006). Debridemen bedah adalah pembuangan jaringan rusak dengan merupakan metode paling cepat. Metode ini biasa dilakukan apabila klien mempunyai tandatanda selulitis atau sepsis. Balutan kering dan bersih harus digunakan dalam waktu 8 sampai 24 jam setelah debridemen karena perdarahan, kemudian jaringan lembab harus diganti untuk mempercepat penyembuhan luka (Potter & Perry, 2006). 2. Penyembuhan Luka dengan Kelembaban Lingkungan penyembuhan luka yang lembab merupakan hal yang paling penting untuk penyembuhan luka karena lingkungan lembab mempengaruhi kecepatan epitelialisasi den pembentukan jumlah skar. Lingkungan penyembuhan luka yang lembab memberikan kondisi optimum untuk mempercepat proses penyembuhan. Winter (1962) menemukan bahwa pada saat epidermis hilang, maka luka terbuka dapat menjadi kering, desikasi dan dehidrasi. Kemudian sel

26 epidermal pindah ke bawah kulit kering atau borok dan pindah ke jaringan fibrosa yang akan menimbulkan jalur resistensi terendah. Karena perubahan rute sel epidermal kurang efisien dan dapat meningkatkan jumlah waktu yang diperlukan sel untuk pindah sebelum sel-sel tersebut sampai ke bagian tepi lain dari luka, sehingga penyembuhan luka berlangsung lebih lama. Barier, contohnya balutan, diletakkan di bagian atas luka (tertutup seluruh atau sebagian), maka permukaan luka akan tetap lembab karena cairan luka. Kondisi ini membuat sel epidermal mudah bermigrasi dengan segera dan cepat. Lingkungan luka yang lembab dapat ditingkatkan dengan penggunaan balutan yang tepat (Potter & Perry, 2006). Setelah dekubitus berhasil dilakukan debridemen dan mempunyai bagian dasar granulasi bersih, maka tujuan perawatan luka lokal selanjutnya adalah memberikan lingkungan yang tepat untuk penyembuhan luka dengan kelembaban dan mendukung pembentukan jaringan granulasi baru. Luka harus dibersihkan dan balutan diganti secara teratur. Dekubitus hanya dibersihkan dengan menggunakan cairan pembersih luka seperti normal saline atau beberapa cairan pembersih luka komersial lainnya yang tidak merusak atau mematikan sel, seperti fibrolas dan jaringan yang sedang mengalami proses penyembuhan (Potter & Perry, 2006). 3. Menggunakan alas tidur yang empuk, kering dan kebersihan kulit dijaga jangan sampai kotor karena urin dan feses. Apabila klien dalam keadaan inkotinensia maka kulit harus dibersihkan segera tanpa melakukan friksi yang tidak perlu misalnya dengan menggosok kulit (Morison, 2004).

27 4. Terapi Diet Defisiensi protein menyebabkan luka dengan pengurangan kekuatan regangan, sintesa kolagen mengalami gangguan bila terdapat defisiensi vitamin C. oleh karena itu, pengkajian status nutrisi segera setelah ia masuk rumah sakit merupakan hal yang sangat penting untuk dilakukan, dengan bantuan ahli diet, dilakukan koreksi pada setiap defisiensi. Pasien juga harus tetap dipertahankan hidrasinya dengan baik (Morison, 2004) 5. Mengurangi Tekanan Tanpa memandang tahap dekubitus, tekanan pada area harus dihilangkan. Ulkus tidak akan sembuh sampai semua tekanan dihilangkan. Pasien tidak boleh duduk atau berbaring pada luka dekubitus, sekalipun hanya untuk beberapa menit. Memindahkan beban berat badan memungkinkan darah untuk mengalir ke area iskemi dan membantu pemulihan jaringan dari efek tekanan. Dengan demikian pasien harus dibalik dan diatur kembali posisi dengan interval setiap 1-2 jam (Smeltzer&Bare, 2002). 6. Pembersihan (Wound Cleansing) Pada setiap luka yang akan diganti selalu dibersihkan. Bahan-bahan yang perlu dihindari untuk membersihkan luka seperti povidone iodine, larutan sodium hypochlorite, hydrogen peroxide, acetic acid karena bahan-bahan tersebut bersifat cytotoxic. Yang paling sering digunakan untuk membersihkan luka dekubitus adalah dengan normal salin atau bisa juga dengan larutan antiseptik yang tidak

28 menimbulkan cytotoxic. Dalam membersihkan luka perlu dilakukan irigasi dengan tekanan yang tidak terlalu kuat, dengan tujuan untuk membersihkan sisasisa jaringan yang nekrotik atau eksudat. Prinsip membersihkan luka adalah dari pusat luka ke arah luar luka dan secara hati-hati atau dapat juga dari bagial luar dulu kemudian bagian dalam dengan kasus yang berbeda (Suriadi, 2004). 7. Dressing Dressing adalah suatu usaha untuk mempertahankan integritas fisiologi pada luka. Sebelum melakukan dressing atau balutan dan pengobatan luka diperlukan pengkajian pada kondisi luka halni adalah dengan menentukan tipe dressing atau balutan yang dibutuhkan. Perawatan luka pada dekubitus adalah berdasarkan pada derajat luka dekubitus, eksudat, sekeliling luka dan ada tidaknya infeksi. Beberapa hal yang perlu diketahui pada balutan yaitu terdapat beberapa tipe balutan. Tipe balutan atau dressing tersebut adalah dressing yang sifatny kering, basah, basah-lembab atau basah-kering. Ada juga balutan untuk pelindung luka dan dressing yang sifatnya menyerap dan mengabsorbsi (Suriadi, 2004) Jenis Balutan Banyak jenis balutan yang tersedia. Pastikan untuk mengikuti instruksi dari pabriknya untuk balutan khusus yang digunakan. Jika luka tidak merespon satu jenis balutan, mempertimbangkan perubahan rencana pengobatan. Berikut ini jenis balutan menurut Fairview Health Services (2014) :

29 1. Moist Gauze membantu menjaga luka lembab dan menyerap kelebihan cairan. Kasa harus basah tidak basah dengan salin. Kasa terlalu basah dapat melemahkan jaringan sekitarnya. 2. Transparent Films tipis dan fleksibel dan membantu melindungi luka dari air dan bakteri. 3. Hydrokoloid menyerap eksudat dan tahan air. Hal ini membantu menjaga lingkungan luka lembab. Hydrokoloid juga melindungi luka dari air dan bakteri. 4. Hidrogel adalah gel berbasis air yang membuat luka lembab. Hidrogel juga menenangkan dan dapat membantu meringankan rasa sakit. 5. Alginat adalah balutan dengan daya serap tinggi terbuat dari rumput laut. Ketika berikatan dengan eksudat dapat memnjadi gel yang membantu menjaga dekubitus tetap lembab. 6. Foam menyerap eksudat dan menjaga dekubitus tetap lembab. Mereka digunakan untuk menutup atau mengisi luka. 7. Kolagen menyerap eksudat dan membantu menjaga lingkungan dekubitus tetap lembab. Kolagen juga dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan baru. 8. Antimikroba membantu mencegah dan mengobati infeksi. Balutan ini terdiri dalam berbagai bentuk Penatalaksanaan Dekubitus Berdasarkan Derajatnya berikut: Penatalaksanaan untuk dekubitus berdasarkan derajatnya dijelaskan sebagai

30 Tabel 2.1 Perawatan dan pengobatan luka dekubitus berdasarkan derajat Tingkat Karakteristik Perawatan dan pengobatan I Adanya eritema atau kemerahan Hindari masase dan tekanan pada pada kulit setempat yang menetap area lesi. Gunakan balutan atau bila ditekan dengan jari hidrokoloid atau film dressing. eritema tidak berubah (tidak Bila tidak ada gunakan krem tampak putih). kulit untuk mempertahankan kulit tetap lembab. Lakukan perubahan posisi badan; miring kiri kanan setiap 2 jam sekali. Berikan nutrisi yang adekuat dan vitamin; A D E. berikan II III Adanya kerusakan pada epithelial kulit yaitu lapisan epidermis dan atau dermis. Kemudian dapat ditandai dengan adanya luka lecet atau melepuh. Kerusakan pada semua lapisan kulit atau sampai jaringan subkutan dan mengalami nekrosis dengan tanpa kapitas yang dalam IV Adanya kerusakan pada ketebalan kulit dan nekrosis hingga sampai ke jaringan otot bahkan tulang atau tendon dengan kapitas yang dalam (Suriadi, 2004) sokongan dengan bantal Sama tindakannya dengan derajat satu. Ditambah menggunakan balutan yang sifatnya semipermiabel untuk mecegah kekeringan dan menjaga jaringan tetap baik. Atau gunakan balutan yang sifatnya lembab. Bila terdapat nekrosis lakukan debridemen dan bersihkan dengan normal salin. Pertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab bila sekeliling jaringan kering. Gunakan balutan hidrokoloid, bila ada. Hindari penekanan dan kaji faktor risiko. Beri pengobatan antibiotik bila terdapat infeksi Sama seperti derajat III SOP Perawatan Dekubitus Tabel dibawah ini menunjukkan tindakan perawatan dekubitus dan rasionalnya untuk menjelaskan mengapa teknik khusus digunakan.

31 Tabel 2.2 SOP Perawatan Dekubitus No Pernyataan Ya Tidak 1. Jelaskan kepada klien apa yang akan anda lakukan, mengapa hal tersebut perlu dilakukan, dan bagaimana klien dapat bekerja sama. Diskusikan bagaimana hasilnya akan digunakan dalam merencanakan perawatan atau terapi selanjutnya. 2. Cuci tangan dan observasi prosedur pengendalian infeksi yang sesuai. 3. Berikan privasi klien. Bantu klien ke posisi yang nyaman dan yang membuat luka mudah dipajankan. Pajankan hanya area luka, gunakan selimut mandi untuk menutupi klien, jika perlu. Pemajanan area yang tidak perlu dapat menyebabkan distress fisik dan psikologis bagi sebagian besar orang. 4. Pasang masker, jika diindikasikan. 5. Lepaskan balutan yang ada. 6. Bersihkan area kulit di sekitar luka secara seksama. Pasang sarung tangan disposable. Bersihkan kulit dengan baik, tetapi secara hati-hati dengan salin normal atau agens pembersih yang ringan. Biarkan residu yang sulit dibersihkan dari kulit. Hal ini akan memerlukan waktu. Usaha untuk membersihkan residu dapat mengiritasi kulit sekitarnya. Lepaskan sarung tangan dan buang ke dalam kantong lembab. 7..Bersihkan luka jika diindikasikan. Pasang sarung tangan steril atau disposable. Bersihkan luka dengan larutan yang ditetapkan. Keringkan kulit sekitar luka dengan kasa kering. 8. Kaji luka. Tampilan Nyeri Drainase Ukuran Kedalaman 9. Pasang balutan sesuai dengan yang diindikasi. Ikuti petunjuk pabrik

32 Lepaskan dan buang sarung tangan 10. Fiksasi balutan dengan plester. 11. Dokumentasi (Kozier & Erb, 2009)

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN DAN PENCEGAHAN LUKA (DEKUBITUS)

LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN DAN PENCEGAHAN LUKA (DEKUBITUS) LAPORAN PENDAHULUAN PERAWATAN DAN PENCEGAHAN LUKA (DEKUBITUS) A. KASUS (MASALAH UTAMA) Luka Tekan / Pressure Ulcer ( Dekubitus) B. PROSES TERJADINYA MASALAH 1. Pengertian Luka Dekubitus Dekubitus berasal

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. A. Dekubitus 1. Pengertian dekubitus Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti sebagai suatu

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. A. Dekubitus 1. Pengertian dekubitus Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti sebagai suatu BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Dekubitus 1. Pengertian dekubitus Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Dekubitus 1. Pengertian Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka tekan 2.1.1 Pengertian luka tekan Luka tekan adalah cedera pada kulit dan jaringan lain yang berada dibawahnya, biasanya di atas penonjolan tulang, akibat tekanan atau tekanan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Luka Dekubitus 2.1.1 Pengertian Luka Dekubitus Dekubitus berasal dari bahasa latin decumbree yang berarti merebahkan diri yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi

Lebih terperinci

Pengertian Luka Dekubitus

Pengertian Luka Dekubitus Pengertian Luka Dekubitus Dekubitus berasal dari bahasa latindecumbree yang berarti merebahkan diri yang didefenisikan sebagai suatu luka akibat posisi penderita yang tidak berubah dalam jangka waktu lebih

Lebih terperinci

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim

A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka tim PERAWATAN LUKA by : Rahmad Gurusinga A. DEFINISI Luka adalah rusaknya kesatuan/komponen jaringan, dimana secara spesifik terdapat substansi jaringan yang rusakatau hilang. Ketika luka timbul, beberapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam pelayanan keperawatan adalah menjaga dan mempertahankan integritas kulit klien agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi dalam perawatan

Lebih terperinci

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah

- Memberi rasa nyaman pada klien. - Meningkatkan proses penyembuhan luka. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah SOP perawatan luka ganggren SOP Perawatan Luka Ganggren Tujuan perawatan gangren: - Mencegah meluasnya infeksi - Memberi rasa nyaman pada klien - Mengurangi nyeri - Meningkatkan proses penyembuhan luka

Lebih terperinci

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA

PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA PENGARUH POSISI LATERAL INKLIN 30 0 TERHADAP KEJADIAN DEKUBITUS PADA PASIEN STROKE DI BANGSAL ANGGREK I RUMAH SAKIT UMUM DAERAH Dr. MOEWARDI SURAKARTA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Praktik Perawatan Dekubitus 1. Pengertian praktik Praktik merupakan tindakan seseorang dalam melaksanakan apa yang diketahui atau yang disikapinya (dinilai baik). Praktik merupakan

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan

BAB I KONSEP DASAR. Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan 1 BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Selulitis adalah infeksi streptokokus, stapilokokus akut dari kulit dan jaringan subkutan biasanya disebabkan oleh invasi bakteri melalui suatu area yang robek pada kulit,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas ini berkepanjangan akan mengakibatkan luka. regangan dan gesekan (Potter dan Perry, 2005; Hidayat, 2006).

BAB I PENDAHULUAN. aktifitas ini berkepanjangan akan mengakibatkan luka. regangan dan gesekan (Potter dan Perry, 2005; Hidayat, 2006). BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Faktor yang mempengaruhi durasi dan intensitas tekanan diatas tulang yang menonjol adalah imobilitas, inaktifitas, dan sensori persepsi, bila aktifitas ini berkepanjangan

Lebih terperinci

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314

OLEH MEYRIA SINTANI NIM : C. 04a. 0314 LAPORAN PENDAHULUAN Prosedur Tindakan Pengkajian Sistem Integumen, Prosedur Tindakan Wound Care, dan Penatalaksanaan Klien Luka Bakar Laporan pendahuluan ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH

SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH SOP PERAWATAN LUKA A. KLASIFIKASI LUKA BEDAH 1. Luka bersih Luka operasi yang tidak terinfeksi, dimana tidak ditemukan adanya inflamasi dan tidak ada infeksi saluran pernafasan, pencernaan, dan urogenital.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan

BAB 1 PENDAHULUAN. maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Angka kejadian luka setiap tahun semakin meningkat, baik luka akut maupun luka kronis. Sebuah penelitian terbaru di Amerika menunjukkan prevalensi pasien dengan luka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang

BAB I PENDAHULUAN. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam substansi otak tanpa diikuti terputusnya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien adalah mempertahankan integritas kulit. Hal ini dapat tercapai dengan memberikan perawatan kulit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di

BAB I PENDAHULUAN. kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Dalam dunia keperawatan menjaga dan mempertahankan integritas kulit agar senantiasa terjaga dan utuh adalah salah satu aspek penting di dalamnya. Intervensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang.

BAB I PENDAHULUAN. pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan globalisasi, perkembangan pengetahuan dan teknologi, pengetahuan masyarakat tentang kesehatan juga mulai berkembang. Perkembangan pengetahuan masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Salah satu aspek utama dalam pemberian asuhan keperawatan adalah mempertahankan integritas kulit. Intervensi perawatan kulit yang terencana dan konsisten merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri

BAB I PENDAHULUAN. pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Luka tekan (pressure ulcer) merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan mobilitas, seperti pasien stroke, injuri tulang belakang

Lebih terperinci

b) Luka bakar derajat II

b) Luka bakar derajat II 15 seperti api, air panas, bahan kimia, listrik dan radiasi. Kerusakan jaringan yang disebabkan api dan koloid (misalnya bubur panas) lebih berat dibandingkan air panas. Ledakan dapat menimbulkan luka

Lebih terperinci

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan

Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan F. KEPERAWATAN Kekurangan volume cairan b.d kehilangan gaster berlebihan, diare dan penurunan masukan Kaji TTV, catat perubahan TD (Postural), takikardia, demam. Kaji turgor kulit, pengisian kapiler dan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis 1. Pengetahuan a. Defenisi Etimologi pengetahuan berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu knowledge. Sedangkan secara terminologi menurut Drs. Sidi Gazalba

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pembentukan perilaku baru yang dapat meningkatkan status kesehatan pada

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari pembentukan perilaku baru yang dapat meningkatkan status kesehatan pada BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Pengetahuan Pengetahuan bukan sesuatu yang sudah ada dan tersedia, sementara orang lain tinggal menerimanya. Pengetahuan ini merupakan salah satu faktor predisposisi

Lebih terperinci

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS.

PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS. PERAWATAN LUKA DENGAN NACL 0,9 % PADA TN. R DENGAN POST EKSISIABSES GLUTEA SINISTRA HARI KE-25 DI RUMAH TN. R DI DESA KIRIG KABUPATEN KUDUS Oleh L.Sofa 1) S.Yusra 2) 1) Alumni Akademi Keperawatan Krida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat strategis yaitu dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Magelang dan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. sangat strategis yaitu dikelilingi oleh wilayah Kabupaten Magelang dan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Umum Pelaksanaan Penelitian Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang terletak pada jalur yang sangat strategis yaitu dikelilingi oleh wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hemoragik di Jawa Tengah adalah 0,03%. Sedangkan untuk stroke non

BAB I PENDAHULUAN. hemoragik di Jawa Tengah adalah 0,03%. Sedangkan untuk stroke non BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dekubitus merupakan luka yang timbul karena tekanan terutama pada bagian tulang-tulang yang menonjol akibat tirah baring yang lama di tempat tidur. Kasus dekubitus dapat

Lebih terperinci

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH

Kebutuhan Personal Higiene. Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH Kebutuhan Personal Higiene Purnama Anggi AKPER KESDAM IM BANDA ACEH Pendahuluan Kebersihan merupakan hal yang penting Dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan Konsep Dasar Berasal dari bahasa Yunani,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi

LAPORAN PENDAHULUAN Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi LAPORAN PENDAHULUAN I. Konsep kebutuhan mempertahankan suhu tubuh normal I.1 Definisi kebutuhan termoregulasi Termoregulasi adalah suatu pengaturan fisiologis tubuh manusia mengenai keseimbangan produksi

Lebih terperinci

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR

PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Tinjauan Kepustakaan I 5 th August 2016 PERAN PRESSURE GARMENT DALAM PENCEGAHAN JARINGAN PARUT HIPERTROFIK PASCA LUKA BAKAR Neidya Karla Pembimbing : dr. Tertianto Prabowo, SpKFR Penguji : dr. Marietta

Lebih terperinci

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering

Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Efektivitas Pengobatan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Pada Luka Kaki Penggunaan Obat Herbal Untuk Diabetes Kering Diabetes adalah suatu kondisi di mana tubuh tidak dapat menggunakan (menyerap) gula

Lebih terperinci

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang

- Nyeri dapat menyebabkan shock. (nyeri) berhubungan. - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : - Untuk mengistirahatkan sendi yang fragmen tulang 3. PERENCANAAN TINDAKAN PERAWATAN NO DIAGNOSA KEPERAWATAN Gangguan rasa nyaman TUJUAN DAN HASIL YANG DIHARAPKAN Tujuan : RENCANA TINDAKAN - Kaji keadaan nyeri yang meliputi : RASIONAL - Nyeri dapat menyebabkan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA

KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA KEBUTUHAN DASAR MANUSIA KONSEP LUKA Oleh Kelompok 7 Vera Tri Astuti Hsb (071101030) Nova Winda Srgh (071101031) Hafizhoh Isneini P (071101032) Rini Sri Wanda (071101033) Dian P S (071101034) Kulit merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa

BAB I PENDAHULUAN. UU R.I Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, Pasal 62 tentang. peningkatan kesehatan dan pencegahan penyakit menyatakan bahwa 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dewasa ini perkembangan ilmu kedokteran dan ilmu keperawatan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dapat dibuktikan juga dengan perkembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dekubitus merupakan masalah serius yang sering terjadi pada pasien yang mengalami gangguan neurologis, penyakit kronis, penurunan status mental, pasien yang dirawat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar

BAB I PENDAHULUAN. atau benda-benda panas lainnya ke tubuh (Smeltzer & Bare, 2002). Luka bakar BAB I PENDAHULUAN 3.1 Latar Belakang Luka bakar didefinisikan sebagai suatu trauma pada jaringan kulit atau mukosa yang disebabkan oleh pengalihan termis baik yang berasal dari api, listrik, atau benda-benda

Lebih terperinci

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk

Pelayanan Kesehatan bagi Anak. Bab 7 Gizi Buruk Pelayanan Kesehatan bagi Anak Bab 7 Gizi Buruk Catatan untuk fasilitator Ringkasan kasus Joshua adalah seorang anak laki-laki berusia 12 bulan yang dibawa ke rumah sakit kabupaten dari rumah yang berlokasi

Lebih terperinci

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved

Kanker Usus Besar. Bowel Cancer / Indonesian Copyright 2017 Hospital Authority. All rights reserved Kanker Usus Besar Kanker usus besar merupakan kanker yang paling umum terjadi di Hong Kong. Menurut statistik dari Hong Kong Cancer Registry pada tahun 2013, ada 66 orang penderita kanker usus besar dari

Lebih terperinci

Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai

Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai Laporan Kasus Hands-On (7/2008) Insufisiensi Vena Kronik dan Ulkus Vena Tungkai Laporan Khusus Hands-On Insufisiensi Vena Kronik dan Setidaknya 70 % dari semua ulkus pada tungkai berawal dari insufisiensi

Lebih terperinci

Mengenal Penyakit Kelainan Darah

Mengenal Penyakit Kelainan Darah Mengenal Penyakit Kelainan Darah Ilustrasi penyakit kelainan darah Anemia sel sabit merupakan penyakit kelainan darah yang serius. Disebut sel sabit karena bentuk sel darah merah menyerupai bulan sabit.

Lebih terperinci

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi.

cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. I. Rencana Tindakan Keperawatan 1. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan berlebih (Doenges, 2001). Tujuan: kekurangan volume cairan tidak terjadi. a. Tekanan darah siastole

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dekubitus adalah kerusakan struktur anatomis dan fungsi kulit normal akibat dari tekanan eksternal yang berhubungan dengan penonjolan tulang dan tidak sembuh

Lebih terperinci

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah

BAB I KONSEP DASAR. dalam kavum Pleura (Arif Mansjoer, 1999 : 484). Efusi Pleura adalah BAB I KONSEP DASAR A. Pengertian Efusi Pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat penumpukan cairan di rongga pleura selain cairan dapat juga terjadi penumpukan pus atau darah (Soeparman, 1996 : 789).

Lebih terperinci

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien

PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian Jenis jenis kolostomi Pendidikan pada pasien PERAWATAN KOLOSTOMI Pengertian * Sebuah lubang buatan yang dibuat oleh dokter ahli bedah pada dinding abdomen untuk mengeluarkan feses (M. Bouwhuizen, 1991) * Pembuatan lubang sementara atau permanen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera

BAB I PENDAHULUAN. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan karena adanya cedera atau pembedahan (Agustina, 2009). Luka adalah rusaknya kesatuan atau komponen jaringan dimana

Lebih terperinci

R. Siti Maryam Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Persahabatan Jakarta ABSTRAK

R. Siti Maryam Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Persahabatan Jakarta ABSTRAK TINJAUAN KEPUSTAKAAN R. Siti Maryam Jurusan Keperawatan Prodi Keperawatan Persahabatan Jakarta ABSTRAK Dekubitus terjadi karena adanya tekanan beban tubuh pada daerah kulit yang bersentuhan dengan permukaan

Lebih terperinci

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK

KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK KEBUTUHAN MOBILITAS FISIK PENGERTIAN MOBILISASI Adalah kemampuan seseorang untuk bergerak secara bebas, mudah, teratur dan mempunyai tujuan dalam rangka pemenuhan kebutuhan hidup sehat. Semua manusia yang

Lebih terperinci

Gangguan Pada Bagian Sendi

Gangguan Pada Bagian Sendi Gangguan Pada Bagian Sendi Haemarthrosis ( Hemarthrosis ) Hemarthrosis adalah penyakit kompleks di mana terjadi perdarahan ke dalam rongga sendi - Penyebab (Etiologi) Traumatic nontraumatic Degrees - Gejala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Sumardino, Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. iritasi dan akan berkembang menjadi luka tekan atau dekubitus (Sumardino, Dekubitus merupakan masalah yang serius karena dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu aspek penting dalam pelayanan keperawatan adalah menjaga dan mempertahankan integritas kulit klien agar senantiasa terjaga dan utuh. Intervensi dalam perawatan

Lebih terperinci

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan

Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Buku Panduan Pendidikan Keterampilan Klinik 1 Keterampilan Sanitasi Tangan dan Penggunaan Sarung tangan Rahmawati Minhajat Dimas Bayu Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin 2014 KETERAMPILAN SANITASI

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat

BAB 1 PENDAHULUAN. setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan dan jenis. dilupakan, padahal pasien memerlukan penambahan kalori akibat BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diet paska bedah merupakan makanan yang diberikan kepada pasien setelah menjalani pembedahan. Pengaturan makanan setelah pembedahan tergantung pada jenis pembedahan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls

BAB 1 PENDAHULUAN. aktivitas sel tubuh melalui impuls-impuls elektrik. Perjalanan impuls-impuls BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sistem persarafan terdiri dari otak, medulla spinalis, dan saraf perifer. Struktur ini bertanggung jawab mengendalikan dan mengordinasikan aktivitas sel tubuh melalui

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea

ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA. Trauma Mata Pada Kornea ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN TRAUMA PADA KORNEA DI RUANG MATA RSUD Dr. SOETOMO SURABAYA I. Pengertian Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Sedang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan

BAB 1 PENDAHULUAN. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Angka Kematian ibu melahirkan di Indonesia masih tergolong tinggi. Berdasarkan penelitian Woman Research Institute, angka kematian ibu melahirkan pada tahun 2011 mencapai

Lebih terperinci

KEBUTUHAN FISIOLOGIS KESELAMATAN DAN KEMANAN. FATWA IMELDA, S.Kep, Ns

KEBUTUHAN FISIOLOGIS KESELAMATAN DAN KEMANAN. FATWA IMELDA, S.Kep, Ns KEBUTUHAN FISIOLOGIS KESELAMATAN DAN KEMANAN FATWA IMELDA, S.Kep, Ns PENGERTIAN Keselamatan adalah suatu keadaan seseorang atau lebih yang terhindar dari ancaman bahaya / kecelakaan. ( Tarwoto dan Wartonah,

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG

LAPORAN PENDAHULUAN. PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN KASUS CKR (Cedera Kepala Ringan) DI RUANG ICU 3 RSUD Dr. ISKAK TULUNGAGUNG A. DEFINISI CKR (Cedera Kepala Ringan) merupakan cedera yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan

BAB V PEMBAHASAN. A. Pembahasan. Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan BAB V PEMBAHASAN A. Pembahasan Bab ini penulis akan membahas tentang tindakan keperawatan pemberian latihan ROM aktif pada pasien stroke non hemoragik untuk meningkatkan kekuatan otot pada Tn. M berusia

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28

BAB 1 PENDAHULUAN. didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Neonatus bearti baru saja dilahirkan. Dalam dunia kedokteran, neonatus didefenisikan sebagai masa kehidupan pertama ekstrauterin sampai dengan usia 28 hari atau 4 minggu

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID

ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID ASUHAN KEPERAWATAN DEMAM TIFOID Definisi: Typhoid fever ( Demam Tifoid ) adalah suatu penyakit umum yang menimbulkan gejala gejala sistemik berupa kenaikan suhu dan kemungkinan penurunan kesadaran. Etiologi

Lebih terperinci

HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN KEJADIAN DEKUBITUS PADA PENDERITA STROKE DI YAYASAN STROKE SARNO KLATEN

HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN KEJADIAN DEKUBITUS PADA PENDERITA STROKE DI YAYASAN STROKE SARNO KLATEN HUBUNGAN STATUS NUTRISI DENGAN KEJADIAN DEKUBITUS PADA PENDERITA STROKE DI YAYASAN STROKE SARNO KLATEN SKRIPSI Diajukan UntukMemenuhi Salah Satu Persyaratan Meraih Derajat Sarjana S-1 Keperawatan Disusun

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang

BAB 1 PENDAHULUAN. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh trauma /ruda paksa atau tenaga fisik yang ditentukan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan

I. PENDAHULUAN. (Nurdiana dkk., 2008). Luka bakar merupakan cedera yang mengakibatkan I. PENDAHULUAN A.Latar Belakang Luka bakar merupakan salah satu insiden yang sering terjadi di masyarakat khususnya rumah tangga dan ditemukan terbayak adalah luka bakar derajat II (Nurdiana dkk., 2008).

Lebih terperinci

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh

dan komplikasinya (Kuratif), upaya pengembalian fungsi tubuh BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Meningkatnya tingkat sosial dalam kehidupan masyarakat dan ditunjang pula oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi akan berdampak pada peningkatan usia harapan

Lebih terperinci

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095

LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 LAPORAN PENDAHULUAN GANGGUAN PEMENUHAN KEBUTUHAN NUTRISI DI RS ROEMANI RUANG AYUB 3 NAMA NIM : ANDHIKA ARIYANTO :G3A014095 PROGRAM S1 KEPERAWATAN FIKKES UNIVERSITAS MUHAMMADIAH SEMARANG 2014-2015 1 LAPORAN

Lebih terperinci

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994).

serangan yang cepat dan penyembuhannya dapat diprediksi (Lazarus,et al., 1994). BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kulit sehat memiliki risiko mengalami kerusakan yang disebabkan oleh faktor mekanis, bahan kimia, vaskular, infeksi, alergi, inflamasi, penyakit sistemik, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1

BAB I PENDAHULUAN. diakibatkan insufisiensi vaskuler dan neuropati. 1 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus merupakan komplikasi kronis berupa makroangiopati dan mikroangiopati yang paling sering kita jumpai diakibatkan

Lebih terperinci

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN CATATAN PERKEMBANGAN IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN No.Dx Hari/Tanggal Pukul Tindakan Keperawatan Evaluasi (SOAP) I Hari pertama Senin/17 Juni 09.00-10.30 1. Mengkaji kemampuan secara fungsional

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi

BAB 1 PENDAHULUAN. DM suatu penyakit dimana metabolisme glukosa yang tidak normal, yang terjadi BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) adalah gangguan metabolisme karbohidrat, protein, lemak akibat penurunan sekresi insulin atau resistensi insulin (Dorland, 2010). DM suatu

Lebih terperinci

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g

PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari gram (sampai dengan g ASUHAN PADA BAYI DENGAN BERAT BADAN LAHIR RENDAH By. Farida Linda Sari Siregar, M.Kep PENGERTIAN Bayi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) ialah bayi baru lahir yang berat badannya saat kelahiran kurang dari

Lebih terperinci

Bab 9 Masalah-masalah Bedah yang sering dijumpai Luka Bakar

Bab 9 Masalah-masalah Bedah yang sering dijumpai Luka Bakar PELAYANAN KESEHATAN ANAK DI RUMAH SAKIT Bab 9 Masalah-masalah Bedah yang sering dijumpai Luka Bakar Catatan Fasilitator Uraian kasus Alisa, adalah anak perempuan berusia 10 bulan, dibawa ke RSUD Kabupaten

Lebih terperinci

PENJELASAN PENELITIAN

PENJELASAN PENELITIAN Lampiran 1 PENJELASAN PENELITIAN Kepada : Yth. Bapak/Ibu Responden di- Klinik Kitamura Pontianak Bersama ini disampaikan bahwa dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di program Pasca Sarjana Magister Keperawatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. diatas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006). Gangguan. jaringan tubuh. Komplikasi DM lainnya adalah kerentanan terhadap

BAB I PENDAHULUAN. diatas atau sama dengan 126 mg/dl (Misnadiarly, 2006). Gangguan. jaringan tubuh. Komplikasi DM lainnya adalah kerentanan terhadap 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Diabetes melitus (DM) atau biasa yang disebut penyakit kencing manis merupakan suatu penyakit menahun yang ditandai dengan kadar glukosa darah (gula darah)

Lebih terperinci

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya

Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya Obat merupakan sebuah substansi yang diberikan kepada manusia atau binatang sebagai perawatan atau pengobatan, bahkan pencegahan terhadap berbagai gangguan yang terjadi di dalam tubuhnya .1 PRINSIP PENGOBATAN

Lebih terperinci

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN

SOP PERAWATAN LUKA GANGREN SOP PERAWATAN LUKA GANGREN A. Alat dan Bahan Steril 1. Bak Instrument 1 buah 2. Pinset Anatomi 1 buah 3. Pinset Chirurgis 1 buah 4. Gunting 1 buah 5. Handschoon 1 pasang 6. Kasa, deppers 7. Korentang dalam

Lebih terperinci

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B

ETIOLOGI : 1. Ada 5 kategori virus yang menjadi agen penyebab: Virus Hepatitis A (HAV) Virus Hepatitis B (VHB) Virus Hepatitis C (CV) / Non A Non B HEPATITIS REJO PENGERTIAN: Hepatitis adalah inflamasi yang menyebar pada hepar (hepatitis) dapat disebabkan oleh infeksi virus dan reaksi toksik terhadap obat-obatan dan bahan kimia ETIOLOGI : 1. Ada 5

Lebih terperinci

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP)

BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) BANTUAN HIDUP DASAR (BHD) DAN RESUSITASI JANTUNG PARU (RJP) Artikel ini merupakan sebuah pengetahuan praktis yang dilengkapi dengan gambar-gambar sehingga memudahkan anda dalam memberikan pertolongan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh. dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat BAB I PENDAHULUAN I. A. Latar Belakang Diabetes saat ini menjadi masalah besar di seluruh dunia dengan insidensi yang diperkirakan akan meningkat secara signifikan menjadi lebih dari 5 juta pada tahun

Lebih terperinci

Tindakan keperawatan (Implementasi)

Tindakan keperawatan (Implementasi) LAMPIRAN CATATAN PERKEMBANGAN No. Dx Implementasi dan Evaluasi Keperawatan Hari/ Pukul tanggal 1 Senin / 02-06- 14.45 15.00 15.25 15.55 16.00 17.00 Tindakan keperawatan (Implementasi) Mengkaji kemampuan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Malaria Malaria merupakan penyakit kronik yang mengancam keselamatan jiwa yang disebabkan oleh parasit yang ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi. 3 Malaria

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga

BAB 1 PENDAHULUAN. memerlukan upaya penanganan tepat dan serius. Diabetes Mellitus juga BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) secara luas diartikan sebagai gangguan metabolisme kronis yang ditandai dengan metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak yang abnormal akibat

Lebih terperinci

Obat Alami Diabetes Dapat Mencegah Amputasi Pada Diabetesi

Obat Alami Diabetes Dapat Mencegah Amputasi Pada Diabetesi Obat Alami Diabetes Dapat Mencegah Amputasi Pada Diabetesi Obat Alami Diabetes Untuk Pengobatan Komplikasi Pada Diabetesi Komplikasi Pada Kaki Penderita diabetes dapat mengalami banyak permasalahan pada

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 1. Bladder Retention Training 1.1. Defenisi Bladder Training Bladder training adalah salah satu upaya untuk mengembalikan fungsi kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan

BAB 1 PENDAHULUAN. Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk mendapatkan organ dalam abdomen yang mengalami

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan

BAB I PENDAHULUAN. perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apendisitis adalah peradangan pada apendiks vermiformis yang terletak di perut kuadran kanan bawah (Smeltzer, 2002). Di Indonesia apendisitis merupakan penyakit urutan

Lebih terperinci

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN. Setiawan, S.Kp., MNS ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN SHOCK HYPOVOLEMIK Setiawan, S.Kp., MNS KLASIFIKASI SHOCK HYPOVOLEMIC SHOCK CARDIOGENIC SHOCK SEPTIC SHOCK NEUROGENIC SHOCK ANAPHYLACTIC SHOCK TAHAPAN SHOCK TAHAP INISIAL

Lebih terperinci

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA

KEDARURATAN LAIN DIABETES HIPOGLIKEMIA DIABETES HIPOGLIKEMIA GEJALA TANDA : Pusing Lemah dan gemetar Lapar Jari dan bibir kebas Pucat Berkeringat Nadi cepat Mental bingung Tak sadar DIABETES HIPOGLIKEMIA PERTOLONGAN PERTAMA ; Bila tak sadar

Lebih terperinci

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta

Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta LAPORAN PENELITIAN Hubungan Albumin Serum Awal Perawatan dengan Perbaikan Klinis Infeksi Ulkus Kaki Diabetik di Rumah Sakit di Jakarta Hendra Dwi Kurniawan 1, Em Yunir 2, Pringgodigdo Nugroho 3 1 Departemen

Lebih terperinci

PENGGUNAAN BAHAN PADA PERAWATAN LUKA

PENGGUNAAN BAHAN PADA PERAWATAN LUKA PENGGUNAAN BAHAN PADA PERAWATAN LUKA Meidina Sinaga*, Rosina Tarigan** *Mahasiswa Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara **Staf Pengajar Departemen Keperawatan Dasar dan Keperawatan Medikal Bedah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin

BAB 1 PENDAHULUAN. adalah persalinan sectio caesarea. Persalinan sectio caesarea adalah melahirkan janin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hampir setiap wanita akan mengalami proses persalinan. Kodratnya wanita dapat melahirkan secara normal yaitu persalinan melalui vagina atau jalan lahir biasa (Siswosuharjo

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan

BAB I PENDAHULUAN. di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keadaan sakit pada anak usia prasekolah dan anak usia sekolah banyak ditemui di rumah sakit. Anak biasanya merasakan pengalaman yang tidak menyenangkan selama dirawat

Lebih terperinci

Luka dan Proses Penyembuhannya

Luka dan Proses Penyembuhannya Luka dan Proses Penyembuhannya Anatomi Kulit Epidermis Dermis Subkutan 1 Epidermis Merupakan lapisan kulit terluar, tidak terdapat serabut saraf maupun pembuluh darah Berupa sel-sel berlapis gepeng yang

Lebih terperinci

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N

Thalassemia. Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Thalassemia Abdul Muslimin Dwi Lestari Dyah Rasminingsih Eka Widya Yuswadita Fitriani Hurfatul Gina Indah Warini Lailatul Amin N Maiyanti Wahidatunisa Nur Fatkhaturrohmah Nurul Syifa Nurul Fitria Aina

Lebih terperinci

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI

OLEH : KELOMPOK 5 WASLIFOUR GLORYA DAELI OLEH : KELOMPOK 5 HAPPY SAHARA BETTY MANURUNG WASLIFOUR GLORYA DAELI DEWI RAHMADANI LUBIS SRI DEWI SIREGAR 061101090 071101025 071101026 071101027 071101028 Nutrisi adalah apa yang manusia makan dan bagaimana

Lebih terperinci

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721)

RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI. Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) , Fax (0721) PANDUAN CUCI TANGAN RUMAH SAKIT IBU DAN ANAK PURI BETIK HATI Jl. Pajajaran No. 109 Jagabaya II Bandar Lampung Telp. (0721) 787799, Fax (0721) 787799 Email : rsia_pbh2@yahoo.co.id BAB I DEFINISI Kebersihan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit

BAB I PENDAHULUAN. Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Dekubitus merupakan masalah yang dihadapi oleh pasien-pasien dengan penyakit kronis, Pasien yang sangat lemah, dan Pasien yang lumpuh dan waktu lama, bahkan saat ini

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE

SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE SATUAN ACARA PENYULUHAN DETEKSI DINI PADA CA MAMAE Oleh: Kelompok : 1A SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH BANJARMASIN PROGRAM STUDI D3 KEPERAWATAN 2014 SATUAN ACARA PENYULUHAN Pokok bahasan : Mobilisasi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit

BAB 1 PENDAHULUAN. Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan suatu bentuk trauma yang sering terjadi pada kulit atau jaringan akibat adanya kontak dengan listrik, api, pajanan suhu yang tinggi dari matahari,

Lebih terperinci