2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Ekosistem Terumbu Karang
|
|
- Sukarno Sanjaya
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 7 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kajian Ekosistem Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan masyarakat organisme yang hidup di dasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO 3 ) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut. Sedangkan organisme organisme yang dominan hidup disini adalah binatang-binatang karang yang mempunyai kerangka kapur, dan algae yang banyak diantaranya juga mengandung kapur. Berkaitan dengan terumbu karang di atas dibedakan antara binatang karang atau karang (reef coral) sebagai individu organism atau komponen dari masyarakat dan terumbu karang (coral reef) sebagai suatu ekosistem (Sorokin 1995). Terumbu karang (coral reef) sebagai ekosistem dasar laut dengan penghuni utama karang batu mempunyai arsitektur yang mengagumkan dan dibentuk oleh ribuan hewan kecil yang disebut polip. Dalam bentuk sederhananya, karang terdiri dari satu polip saja yang mempunyai bentuk tubuh seperti tabung dengan mulut yang terletak di bagian atas dan dikelilingi oleh tentakel. Namun pada kebanyakan spesies, satu individu polip karang akan berkembang menjadi banyak individu yang disebut koloni (Sorokin 1995). Berdasarkan kepada kemampuan memproduksi kapur maka karang dibedakan menjadi dua kelompok yaitu karang hermatipik dan karang ahermatipik. Karang hermatifik adalah karang yang dapat membentuk bangunan karang yang dikenal menghasilkan terumbu dan penyebarannya hanya ditemukan di daerah tropis. Karang ahermatipik tidak menghasilkan terumbu dan ini merupakan kelompok yang tersebar luas di seluruh dunia. Perbedaan utama karang hermatipik dan karang ahermatipik adalah adanya simbiosis mutualisme antara karang hermatipik dengan zooxanthellae, yaitu sejenis algae unisular (Dinoflagellata unisular), seperti Gymnodinium microadriatum, yang terdapat di jaringan-jaringan polip binatang karang dan melaksanakan fotosistesis (Sorokin 1995). Hasil samping dari aktivitas ini adalah endapan kalsium karbonat yang struktur dan bentuk bangunannya khas. Ciri ini akhirnya digunakan untuk menentukan jenis atau spesies binatang karang. Karang hermatipik mempunyai
2 8 sifat yang unik yaitu perpaduan antara sifat hewan dan tumbuhan sehingga arah pertumbuhannya selalu bersifat fototeopik positif. Umumnya jenis karang ini hidup di perairan pantai/laut yang cukup dangkal dimana penetrasi cahaya matahari masih sampai ke dasar perairan tersebut. Disamping itu untuk hidup binatang karang membutuhkan suhu air yang hangat berkisar antara 25 o -32 o C (Nybakken 1988). Menurut Veron (1995) terumbu karang merupakan endapan massif (deposit) padat kalsium (CaCO 3 ) yang dihasilkan oleh karang dengan sedikit tambahan dari alga berkapur (Calcareous algae) dan organisme-organisme lain yang mensekresikan kalsium karbonat (CaCO 3 ). Dalam proses pembentukan terumbu karang maka karang batu (Scleractina) merupakan penyusun yang paling penting atau hewan karang pembangun terumbu (reef-building corals). Karang batu termasuk ke dalam kelas Anthozoa yaitu anggota Filum Coelenterata yang hanya mempunyai stadium polip. Kelas Anthozoa tersebut terdiri dari dua subkelas yaitu Hexacorallia (atau Zoantharia) dan Octocorallia, yang keduanya dibedakan secara asal-usul, morfologi dan fisiologi. Hewan karang sebagai pembangun utama terumbu adalah organisme laut yang efisien karena mampu tumbuh subur dalam lingkungan sedikit nutrien (oligotrofik). Veron (1995) mengemukakan bahwa ekosistem terumbu karang adalah unik karena umumnya hanya terdapat di perairan tropis, sangat sensitive terhadap perubahan lingkungan hidupnya terutama suhu, salinitas, sedimentasi, eutrofikasi dan memerlukan kualitas perairan alami (pristine). Demikian halnya dengan perubahan suhu lingkungan akibat pemanasan global yang melanda perairan tropis di tahun 1998 telah menyebabkan pemutihan karang (coral bleaching) yang diikuti dengan kematian massal mencapai 90-95%. Suharsono (1996) mencatat selama peristiwa pemutihan tersebut, rata-rata suhu permukaan air di perairan Indonesia adalah 2-3 o C di atas suhu normal. Selain dari perubahan suhu, maka perubahan pada salinitas juga akan mempengaruhi terumbu karang. Hal ini sesuai dengan penjelasan McCook (1999) bahwa curah hujan yang tinggi dan aliran material permukaan dari daratan (mainland run off) dapat membunuh terumbu karang melalui peningkatan sedimen dan terjadinya penurunan salinitas air laut. Efek selanjutnya adalah kelebihan zat hara (nutrient overload) berkontribusi
3 9 terhadap degradasi terumbu karang melalui peningkatan pertumbuhan makroalga yang melimpah (overgrowth) terhadap karang. Morfologi Terumbu Karang Terumbu karang memiliki tipe pertumbuhan dan karakteristik yang berbeda tergantung kepada kondisi lingkungan di sekitarnya. Menurut Dahl (1981) tipe pertumbuhan karang dan karakteristik masing-masing genera dari terumbu karang adalah (lihat Gambar 2): 1. Tipe bercabang (Branching) Karang ini memiliki cabang dengan ukuran cabang lebih panjang dibandingkan dengan ketebalan atau diameter yang dimilikinya. 2. Tipe Padat (Massive) Karang ini berbentuk seperti bola, ukurannya bervariasi mulai dari sebesar telur sampai sebesar ukuran rumah. Jika beberapa bagian dari karang tersebut mati, karang ini akan berkembang menjadi tonjolan, sedangkan bila berada di daerah dangkal bagian atasnya akan berbentuk seperti cincin. Permukaan terumbu adalah halus dan padat. 3. Tipe Kerak (Encrusting) Karang seperti ini tumbuh menutupi permukaan dasar terumbu. Karang ini memiliki permukaan yang kasar dan keras serta lubang-lubang kecil. 4. Tipe Meja (Tabulate) Karang ini berbentuk menyerupai meja dengan permukaan yang lebar dan datar. Karang ini ditopang oleh sebuah batang yang berpusat atau bertumpu pada satu sisi membentuk sudut atau datar. 5. Tipe Daun (Foliose) Karang ini tumbuh dalam bentuk lembaran-lembaran yang menonjol pada dasar terumbu, berukuran kecil dan membentuk lipatan melingkar. 6. Tipe Jamur (Mushroom) Karang ini berbentuk oval dan tampak seperti jamur, memiliki banyak tonjolan seperti punggung bukit beralur dari tepi hingga pusat mulut.
4 10 Gambar 2. Tipe-tipe Pertumbuhan Karang Batu (Dahl 1981) Faktor Pembatas Pertumbuhan Karang Pertumbuhan, penyebaran dan keanekaragaman karang tergantung kondisi lingkungannya. Kondisi pada kenyataannya tidak selalu tetap, tetapi seringkali berubah karena adanya gangguan baik berasal dari alam atau aktivitas manusia. Gangguan biologis di ekosistem terumbu karang biasanya berupa pemangsaan. Sedangkan faktor lainya dapat berupa faktor fisik-kimia yang diketahui dapat mempengaruhi karang antara lain, cahaya matahari, suhu, salinitas dan sedimen. Menurut Nybakken (1988), pertumbuhan terumbu karang dibatasi oleh beberapa faktor, antara lain adalah : 1. Kedalaman Kebanyakan terumbu karang dapat hidup antara kedalaman 0 25 m dari permukaan laut. Tidak ada terumbu yang dapat hidup dan berkembang pada perairan yang lebih dalam antara m. Hal inilah yang menerangkan mengapa struktur terumbu terbatas hingga pinggiran benua-benua atau pulaupulau. 2. Suhu (Temperatur) Terumbu karang dapat hidup subur pada perairan yang mempunyai kisaran suhu antara 23 0 C 25 0 C. Tidak ada terumbu karang yang dapat berkembang pada suhu di bawah 18 0 C. Suhu ekstrim yang masih dapat ditoleransi berkisar antara 36 0 C 40 0 C. Suhu sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang dimana upwelling disebabkan oleh pengaruh suhu. Upwelling sendiri
5 11 menyediakan persediaan makanan yang bergizi bagi pertumbuhan terumbu karang. 3. Cahaya Cahaya merupakan salah satu faktor yang sangat penting karena cahaya sangat dibutuhkan bagi zooxanthellae untuk melakukan proses fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat (CaCO 3 ) serta membentuk terumbu akan semakin berkurang. Titik kompensasi untuk karang yaitu kedalaman dimana intensitas cahaya berkurang hingga 15 20% dari intensitas di permukaan. 4. Salinitas Karang tidak dapat bertahan pada salinitas diluar / 00. Namun pada kasus khusus di Teluk Persia, terumbu karang dapat hidup pada salinitas 42 0 / 00. Layaknya biota laut lainnya, terumbu karang pun mengalami tekanan dalam penerimaan cairan yang masuk sehingga apabila salinitas lebih rendah dari kisaran di atas terumbu karang akan kekurangan cairan sehingga tidak banyak nutrien yang masuk dan sebaliknya jika salinitas lebih tinggi akan menyebabkan cairan yang didalam tubuhnya akan keluar. 5. Sedimentasi Faktor lainnya yang juga berpengaruh terhadap pertumbuhan terumbu karang adalah sedimentasi dimana sedimentasi yang terjadi di dalam air atau diatas karang mempunyai pengaruh negatif terhadap karang. Sedimentasi mengurangi cahaya yang dibutuhkan untuk fotosintesis oleh zooxanthellae dalam jaringan karang. Akibatnya, perkembangan terumbu karang di daerah yang pengendapannya lebih besar akan berkurang atau menghilang (Nybakken 1988). Terumbu karang lebih subur pada daerah yang bergelombang besar. Gelombang itu memberi sumber air yang segar, oksigen dalam air, menghalangi pengendapan pada koloni karang (Nybakken 1988). Substrat yang keras dan bersih dari lumpur diperlukan untuk pelekatan planula (larva karang) yang akan membentuk koloni baru (Nontji 1987). Pertumbuhan terumbu karang ke arah atas dibatasi oleh udara, dimana banyak karang yang mati karena terlalu lama berada di udara terbuka, sehingga
6 12 pertumbuhan mereka ke atas hanya terbatas sampai tingkat pasang surut terendah (Nybakken 1988). Makroalga Makroalga adalah kumpulan terminologi yang digunakan untuk jenis rumput laut dan beberapa alga yang menempel di dasar perairan. Makroalga pada umumnya terlihat oleh mata telanjang. Menurut McCook (2001), makroalga diklasifikasikan sebagai tanaman laut karena mereka berfotosintesis (merubah cahaya menjadi makanan) dan memiliki persamaan ekologi dengan tanaman lainnya. Berdasarkan pada fungsi karakteristik ekologi (seperti bentuk tanaman, ukuran, kekuatan, kemampuan berfotosintesis), kemampuan bertahan terhadap grazing (perumputan) dan pertumbuhan, makroalga dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Rogers et al. 1994) : 1. Turfs Alga : Kumpulan atau asosiasi beberapa spesies dari alga, sebagian besar filamentous dengan pertumbuhan yang cepat, produktivitas dan ratarata berkoloni yang tinggi. Turf memiliki biomass yang rendah per unit area, tetapi mendominasi dalam proporsi yang besar pada area terumbu karang walaupun dalam terumbu karang yang sehat. 2. Fleshy macroalga or rumput laut : Bentuk alga yang besar lebih kaku dan secara anatomi lebih komplek dibandingkan dengan turf alga, lebih sering ditemukan di daerah terumbu karang yang datar dan herbivor yang rendah karena kadang mereka memproduksi partikel kimia yang menghalangi grazing oleh ikan. 3. Crustose Alga : Tanaman keras yang tumbuh sebagai kulit melekat pada terumbu karang dengan penampakan seperti lapisan cat daripada tanaman biasa, memiliki pertumbuhan yang lambat. Menghasilkan calcium carbonate (batu kapur) dan mungkin memiliki peran penting dalam sementasi kerangka terumbu karang secara bersama-sama. Makroalga memiliki bentuk yang luas mulai dari jaringan kulit yang sederhana, foliose (daun melambai) sampai filamentous (menyerupai benang) dengan struktur cabang yang sederhana sampai bentuk yang komplek dengan
7 13 memiliki spesialisasi untuk menangkap cahaya, reproduksi, pendukung, pengapungan dan menempel pada dasar perairan. Ukuran makroalga dapat mencapai 3 4 meter (seperti Sargassum). Makroalga juga dapat hidup pada terumbu karang yang sudah mati atau bebatuan, hampir semua spesies tidak dapat hidup pada perairan yang berlumpur dan berpasir karena tidak memiliki akar yang dapat menambat pada sedimen seperti lamun. Makroalga merupakan pesaing utama terumbu karang dalam memanfaatkan ruang sehingga kondisi macroalga yang berlimpah membuat degradasi terumbu karang dimana terjadi pergantian fase dari terumbu karang menjadi makroalga walaupun tergantung pada jenis makroalganya (Jompa & McCook 2002) Pencemaran Perairan dan Proses Eutrofikasi Pencemaran perairan adalah suatu perubahan fisika, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada ekosistem perairan yang akan menimbulkan kerugian pada sumber kehidupan, kondisi kehidupan dan proses industri (Odum 1993). Pencemaran perairan pesisir didefinisikan sebagai dampak negatif, pengaruh yang membahayakan terhadap kehidupan biota, sumberdaya dan kenyamanan ekosistem perairan serta kesehatan manusia dan nilai guna lainnya dari ekosistem perairan yang disebabkan secara langsung oleh pembuangan bahan-bahan atau limbah ke dalam perairan yang berasal dari kegiatan manusia (GESAMP 1986). Secara garis besar sumber pencemaran perairan pesisir dan lautan dapat dikelompokkan menjadi tujuh kelas yaitu limbah industri, limbah cair pemukiman (sewage), limbah cair perkotaan (urban storm water), pertambangan, pelayaran (shipping), pertanian dan perikanan budidaya. Sedangkan bahan pencemar utama yang terkandung dalam buangan limbah dari ketujuh sumber tersebut berupa sediment, unsur hara (nutrient), logam beracun (toxic metal), pestisida, organisme eksotik, organisme pathogen, sampah dan oxygen depleting substance (bahan yang menyebabkan oksigen terlarut dalam air berkurang) (Dahuri 2003). Eutrofikasi didefinisikan sebagai pengayaan (enrichment) air dengan nutrien/unsur hara berupa bahan anorganik yang dibutuhkan oleh tumbuhan dan mengakibatkan terjadinya peningkatan produktivitas primer perairan (Effendi
8 ). Menurut Nixon (1995), eutrofikasi adalah proses peningkatan pengayaan bahan organik pada suatu ekosistem, yang umumnya melalui peningkatan pemasukan nutrien. Sedangkan menurut Livingston (2001), Eutrofikasi adalah produksi materi organik yang membentuk dasar rantai makanan perairan. Nutrien yang dimaksud adalah nitrogen dan fosfor. Beberapa elemen (misalnya silikon, mangan dan vitamin) merupakan faktor pembatas bagi pertumbuhan algae. Akan tetapi elemen-elemen tersebut tidak dapat menyebabkan terjadinya eutrofikasi meskipun memasuki perairan dalam jumlah cukup banyak. Hanya elemen tertentu, misalnya fosfor dan nitrogen, yang dapat menyebabkan perairan mengalami eutrofikasi (Mason 1993). Pada perairan tawar, fosfor (P) menjadi faktor pembatas karena keberadaannya yang relatif sedikit. Peningkatan kadar fosfor akan mengakibatkan peningkatan produktivitas perairan. Pada perairan laut, biasanya yang menjadi faktor pembatas pertumbuhan adalah nitrogen. Pada kondisi alami, alga memiliki perbandingan kandungan elemen N dan P (biasa disebut Redfield ratio) sebesar 16:1. Jika rasio N dan P lebih besar dari 16:1 maka fosfor menjadi faktor pembatas. Sebaliknya jika rasio N dan P lebih kecil dari 16:1, nitrogen menjadi faktor pembatas (Mason 1993). Faktor nutrien, terutama kadar nitrogen dan fosfor dalam perairan dijadikan pertimbangan dalam menentukan tingkat kesuburan perairan. Selain itu, kondisi kecerahan perairan dan tutupan makroalga bisa menjadi pertimbangan dalam menentukan tingkat kesuburan perairan. Eutrofikasi dan Terumbu Karang Eutrofikasi telah dikenal sebagai penyebab utama kerusakan terumbu karang yang tumbuh di daerah pesisir yang dekat dengan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi. Pengayaan fosfat dan nitrat menyebabkan terjadinya ledakan populasi fitoplankton dan zooplankton yang pada gilirannya menyebabkan terjadinya kekeruhan air laut sehingga mengurangi penetrasi cahaya matahari, menyebabkan munculnya berbagai penyakit karang. Pengayaan fosfat dan nitrat juga menyebabkan tumbuh dan berkembangnya turf algae dan
9 15 filamentus algae secara tak terkendali yang akhirnya akan menutupi koloni karang (Lapointe 1989). Menurut Damar (2006), sisi negatif dari tingginya tingkat kesuburan perairan, antara lain, adalah berupa timbulnya kejadian bloom fitoplankton. Selain dapat menimbulkan kematian massal ikan melalui berkurangnya nilai oksigen terlarut, blooming fitoplankton ini juga dapat mengganggu kawasan wisata bahari melalui penurunan nilai estetika perairan. Disamping itu, adanya potensi timbulnya toxic algae bloom, seperti Dinophysis spp, Alexandrium spp, dan Pseudonitszchia spp. Efek negatif lain dari tingginya kesuburan perairan adalah potensi gangguan bagi ekosistem terumbu karang. Proses degradasi terumbu karang biasanya melalui suatu peristiwa terjadinya pergeseran keseimbangan (phase-shift), dimana suatu terumbu yang tadinya didominasi oleh karang keras (Scleractinian) menjadi terumbu yang didominasi oleh ganggang-ganggang makro (McCook 1999). Keberadaan makro alga yang cukup tinggi mencerminkan kondisi terumbu karang yang mengalami degradasi. Faktor pengayaan nutrien dapat menyebabkan kematian karang dan peningkatan tutupan alga (Szmant 2002). Mekanisme lain yang mungkin terjadi dengan peningkatan unsur hara atau eutrofikasi pada ekosistem terumbu karang adalah semakin menurunnya populasi hewan-hewan herbivora akibat pengaruh langsung dari perubahan kualitas perairan. Dengan demikian, maka eutrofikasi ini berpeluang meningkatkan kelimpahan makroalga dari dua arah; yang pertama secara langsung meningkatkan pertumbuhan alga, dan yang kedua mengurangi konsumsi alga oleh hewan herbivora. Pengaruh eutrofikasi tidak hanya berpengaruh terhadap peningkatan kelimpahan makroalga sebagai pesaing utama hewan karang, akan tetapi juga secara langsung berpengaruh negatif terhadap fisiologi dan perkembangan hewan karang tersebut, misalnya terhadap perkembangan embrio dan planula karang (Tomascik dan Sander 1987). Dampak lain yang juga bisa timbul adalah meningkatnya bioerosi akibat perubahan komunitas ekosistem terumbu karang (Hallock 1988). Ada perbedaan karakteristik antara terumbu karang yang hidup pada ekosistem yang mengalami pengayaan nutrien (eutrofikasi) dengan yang tidak
10 16 pada suatu kawasan. Perbedaan karakteristik terumbu karang ini dicirikan oleh (Edinger et al. 2000) : Pada perairan yang mengalami pengkayaan nutrien laju penyebaran individu karang lebih rendah dibandingkan pada perairan yang tidak mengalami pengkayaan nutrien (perairan bersih) di lepas pantai pada kawasan yang sama. Pada perairan yang mengalami pengkayaan nutrien total penutupan karang dan kepadatan jenis karang di dekat pantai terumbu lebih rendah dibandingkan terumbu pada perairan bersih di lepas pantai, sedangkan penutupan algae dan invertebrate lebih tinggi di perairan yang mengalami pengkayaan nutrien dibandingkan pada terumbu perairan bersih di lepas pantai. Pada perairan yang mengalami pengkayaan nutrien intensitas bioerosi lebih tinggi di terumbu dekat pantai dibandingkan pada terumbu di perairan yang tidak mengalami pengkayaan nutrien di lepas pantai. 2.3 Parameter Fisika Perairan Suhu Suhu merupakan faktor fisik yang sangat penting di air karena dapat mempengaruhi fotosintesa di laut baik secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh secara langsung yakni suhu berperan untuk mengontrol reaksi kimia enzimatik dalam proses fotosintesa. Tinggi suhu dapat menaikkan laju maksimum fotosintesa, sedangkan pengaruh secara tidak langsung yakni dalam merubah struktur hidrologi kolom perairan yang dapat mempengaruhi distribusi fitoplankton (Tomascik et al. 1997). Pengaruh suhu secara tidak langsung dapat menentukan stratifikasi massa air, stratifikasi suhu di suatu perairan ditentukan oleh keadaan cuaca dan sifat setiap perairan seperti pergantian pemanasan dan pengadukan, pemasukan atau pengeluaran air, bentuk dan ukuran suatu perairan. Di Indonesia, suhu udara rata-rata pada siang hari di berbagai tempat berkisar antara 28,2 0 C sampai 34,6 0 C dan pada malam hari suhu berkisar antara 12,8 0 C sampai 30 0 C. Keadaan suhu tersebut tergantung pada ketinggian tempat
11 17 dari atas permukaan laut. Suhu air umumnya beberapa derajat lebih rendah dibanding suhu udara disekitarnya Kecerahan dan Kekeruhan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan, yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Nilai kecerahan dinyatakan dalam satuan meter, nilai ini sangat dipengaruhi oleh keadaan cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan tersuspensi serta ketelitian seseorang yang melakukan pengukuran. Pengukuran kecerahan sebaiknya dilakukan pada saat cuaca cerah (Effendi 2003). Kekeruhan merupakan sifat fisik air yang tidak hanya membahayakan ikan tetapi juga menyebabkan air tidak produktif karena menghalangi masuknya sinar matahari untuk fotosintesa. Kekeruhan ini disebabkan air mengandung begitu banyak partikel tersuspensi sehingga merubah bentuk tampilan menjadi berwarna dan kotor. Adapun penyebab kekeruhan ini antara lain meliputi tanah liat, lumpur, bahan-bahan organik yang tersebar secara baik dan partikel-partikel kecil tersuspensi lainnya. Tingkat kekeruhan air di perairan mempengaruhi tingkat kedalaman pencahayaan matahari, semakin keruh suatu badan air maka semakin menghambat sinar matahari masuk ke dalam air. Kecerahan dan kekeruhan dapat mempengaruhi pertumbuhan karang. Hal ini terkait dengan banyaknya cahaya yang masuk ke perairan. Karang membutuhkan cahaya yang cukup untuk melakukan fotosintesis. Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan berkurang dan kemampuan karang untuk menghasilkan kalsium karbonat dan pembentukkan terumbu akan menurun (Kanswisher & Walwright 1967, in Supriharyono 2000). Karang dapat tumbuh dengan baik pada kedalaman 25 m atau kurang dengan nilai kecerahan lebih dari 5 m dan kekeruhan kurang dari 5 NTU Salinitas Salinitas merupakan salah satu factor yang berpengaruh terhadap organism dalam mempertahankan tekanan osmotic antara protoplasma organism dengan air sebagai lingkungan hidupnya. Salinitas disebabkan oleh tujuh ion utama yaitu
12 18 natrium (Na), kalium (K), kalsium (Ca), magnesium (Mg), klorit (Cl), sulfat (SO 4 ) dan bikarbonat (HCO 3 ), sementara itu salinitas dinyatakan dalam satuan gr/l atau permil ( 0 / 00 ) (Effendi 2003). Salinitas daerah pesisir berfluktuasi dan dipengaruhi oleh topografi, pasang surut dan jumlah masukan air tawar. Salinitas perairan tawar biasanya kurang dari 0,5 0 / 00, perairan payau 0, / 00 dan perairan laut / 00 (Effendi 2003) Kecepatan Arus Arus mempunyai pengaruh positif maupun negatif terhadap kehidupan biota perairan (Romimohtarto & Juwana 2001). Arus juga dapat mengakibatkan rusaknya jaringan-jaringan jasad hidup yang tumbuh di daerah itu dan partikel partikel dalam suspensi dapat menghasilkan pengikisan. Di perairan dengan dasar berlumpur, arus dapat mengaduk endapan lumpur sehingga mengakibatkan kekeruhan air dan mematikan organisme air. Kekeruhan bisa mengurangi penetrasi sinar matahari, dan karenanya mengurangi aktivitas fotosintesa. Manfaat dari arus bagi banyak biota adalah menyangkut penambahan makanan bagi biotabiota tersebut dan pembuangan kotoran-kotorannya. Untuk algae kekurangan zatzat kimia dan CO 2 dapat dipenuhi. Sedangkan bagi binatang CO 2 dan produkproduk sisa dapat disingkirkan dan O 2 tetap tersedia. Arus juga memainkan peranan penting bagi penyebaran plankton, baik holoplankton maupun meroplankton. Terutama bagi golongan meroplankton yang terdiri dari telur-telur dan burayak-burayak avertebrata dasar dan ikan-ikan. Mereka mempunyai kesempatan menghindari persaingan makanan dengan induk-induknya terutama yang hidup menempel seperti teritip (Belanus spp) dan kerang hijau (Mytilus viridis). 2.4 Parameter Kimia Perairan ph Nilai ph merupakan hasil pengukuran aktivitas ion hydrogen dalam perairan dan menunjukkan keseimbangan antara asam dan basa air. Nilai ph dipengaruhi oleh beberapa factor antara lain aktivitas biologis misalnya
13 19 fotosintesis dan respirasi organism, suhu dan keberadaan ion-ion dalam perairan, dan aktivitas manusia antara lain buangan limbah industry dan rumah tangga. Besaran ph berkisar antara 0 14, nilai ph kurang dari 7 menunjukkan lingkungan yang masam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang basa, untuk ph =7 disebut sebagai netral (Effendi 2003). Perairan dengan ph < 4 merupakan perairan yang sangat asam dan dapat menyebabkan kematian makhluk hidup, sedangkan ph > 9,5 merupakan perairan yang sangat basa yang dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki ph relatif lebih stabil dan berada dalam kisaran yang sempit, biasanya berkisar antara 7,7 8,4. Nilai ph dipengaruhi oleh kapasitas penyangga (buffer) yaitu adanya garam-garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Nybakken 1988) Nitrogen Nitrogen merupakan salah satu unsur penting bagi pertumbuhan organism dan proses pembentukan protoplasma, serta merupakan salah satu unsur utama pembentukan protein. Di perairan nitrogen biasanya ditemukan dalam bentuk ammonia, ammonium, nitrit dan nitrat serta beberapa senyawa nitrogen organic lainnya. Pada umumnya nitrogen diabsorbsi oleh fitoplankton dalam bentuk nitrat (NO 3 N) dan amonia (NH 3 N). Fitoplankton lebih banyak menyerap NH 3 N dibandingkan dengan NO 3 N karena lebih banyak dijumpai di perairan baik dalam kondisi aerobik maupun anaerobik. Senyawa-senyawa nitrogen ini sangat dipengaruhi oleh kandungan oksigen dalam air, pada saat kandungan oksigen rendah nitrogen berubah menjadi amoniak (NH 3 ) dan saat kandungan oksigen tinggi nitrogen berubah menjadi nitrat (NO 3 -N). Nitrat (NO 3 N) adalah nutrient utama bagi pertumbuhan fitoplankton dan algae. Nitrat sangat mudah larut dalam air dan bersifat stabil yang dihasilkan dari proses oksidasi sempurna senyawa nitrogen di perairan. Konsentrasi nitrat di perairan dipengaruhi proses nitrifikasi, yaitu oksidasi ammonia yang berlangsung dalam kondisi aerob menjadi nitrit dan nitrat. Oksidasi amonia (NH 3 N) menjadi nitrit (NO 2 N) dilakukan oleh bakteri Nitrosomonas dan oksidasi nitrit (NO 2 N) menjadi nitrat (NO 3 N) dilakukan oleh bakteri Nitrobacter. Kedua jenis
14 20 bakteri ini adalah bakteri kemotrofik yaitu bakteri yang mendapatkan energy dari proses kimiawi (Effendi 2003). Nitrat dapat digunakan untuk mengelompokkan tingkat kesuburan perairan. Perairan oligotrofik memiliki kadar nitrat kurang dari 0,226 mg/l; perairan mesotrofik memiliki kadar nitrat antara 0,227-1,129 mg/l; dan perairan eutrofik memiliki kadar nitrat berkisar antara 1,130-11,250 mg/l (Vollenweider 1968 in Wetzel 1975). Nitrit (NO 2 ) biasanya ditemukan dalam jumlah yang sangat sedikit di perairan alami, kadarnya lebih kecil daripada nitrat karena nitrit bersifat tidak stabil jika terdapat oksigen. Nitrit merupakan bentuk peralihan antara ammonia dan nitrat serta antara nitrat dan gas nitrogen yang biasa dikenal dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi. Sumber nitrit dapat berupa limbah industri dan limbah domestik. Perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/l dan sebaiknya tidak melebihi 0,006 mg/l. Kadar nitrit yang melebihi 0,05 mg/l dapat bersifat toksik bagi organisme perairan (Moore 1981 in Effendi 2003). Tingkat pencemaran suatu perairan berdasarkan nilai nitrit dibagi ke dalam tiga kriteria yaitu perairan tercemar ringan antara 0,001-0,023 mg/l, tercemar sedang antara 0,024-0,083 mg/l dan tercemar berat lebih dari 0,083 mg/l (Schitz 1970 in Retnani 2001). Ammonia (NH 3 ) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air laut. Ammonia bersifat toksik bagi organism akuatik sedangkan ammonium tidak bersifat toksik. Secara alami senyawa ammonia di perairan berasal dari hasil metabolisme hewan dan hasil proses dekomposisi bahan organik oleh bakteri. Jika kadar ammonia di perairan terdapat dalam jumlah yang terlalu tinggi (lebih besar dari 1,1 mg/l pada suhu 25 0 C dan ph 7,5) dapat diduga adanya pencemaran. Sumber ammonia di perairan adalah hasil pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat dalam tanah dan air, juga berasal dari dekomposisi bahan organik (tumbuhan dan biota akuatik yang telah mati) yang dilakukan oleh mikroba dan jamur yang dikenal dengan istilah ammonifikasi (Effendi 2003). Menurut Moosa (1984) kadar nitrogen memiliki distribusi vertikal dan horisontal yang berbeda. Distribusi vertikal kadar nitrat, nitrit dan ammonia akan
15 21 semakin tinggi sejalan dengan pertambahan kedalaman laut dan semakin rendahnya kadar oksigen. Distribusi secara horisontal kadar nitrat, nitrit dan ammonia semakin menuju pantai dan muara sungai kadarnya akan semakin tinggi Fosfor Unsur fosfor merupakan salah satu unsur esensial bagi pembentukan protein dan metabolism sel organism. Fosfat merupakan salah satu zat hara yang diperlukan dan mempunyai pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan organism di laut. Fosfat yang terdapat dalam air laut baik terlarut maupun tersuspensi berada dalam bentuk anorganik dan organic (Nybakken 1988). Ortofosfat (PO 4 ) merupakan bentuk fosfat yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh tumbuhan akuatik, sedangkan polifosfat harus mengalami hidrolisis membentuk ortofosfat terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan sebagai sumber fosfor. Menurut Boyd (1988) kandungan fosfat yang terdapat di perairan umumnya tidak lebih dari 0,1 mg/l, kecuali pada perairan yang menerima limbah dari rumah tangga dan industri tertentu, serta dari daerah pertanian yang mendapat pemupukan fosfat. Menurut Hutagalung dan Rozak (1997) peningkatan kadar fosfat di laut akan menyebabkan terjadinya peledakan populasi (blooming) fitoplankton. Peledakan populasi fitoplankton ini dapat menyebabkan terjadinya blooming algae atau biasa disebut red tide (pasang merah) yang dapat menyebabkan invertebrate dan ikan mati secara massal. Berdasarkan kadar ortofosfat atau yang secara sederhana disebut fosfat (PO 4 ), perairan diklasifikasikan menjadi tiga, yaitu perairan oligotrofik yang memiliki kadar fosfat 0,003-0,010 mg/l; perairan mesotrofik memiliki kadar fosfat 0,011-0,03 mg/l; dan perairan eutrofik memiliki kadar fosfat antara 0,031-0,1 mg/l (Vollenweider 1968 in Wetzel 1975). Sedangkan menurut Goldberg (in Fogg 1971), perairan laut yang mengalami eutrofikasi memiliki kadar nitrat mg/l atau kadar fosfat 0.07 mg/l.
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan
Lebih terperinci5 HASIL DAN PEMBAHASAN
39 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Terumbu Karang di Lokasi Penelitian 5.1.1 Kondisi Terumbu Karang Pulau Belanda Kondisi terumbu karang di Pulau Belanda berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan
Lebih terperinciFaktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP
Lebih terperinciPERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK
PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat
Lebih terperinci1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang merupakan bagian dari ekosistem laut yang penting karena menjadi sumber kehidupan bagi beraneka ragam biota laut. Di dalam ekosistem terumbu
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Kondisi alami sampel karang berdasarkan data (Lampiran 1) dengan kondisi tempat fragmentasi memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Terumbu adalah serangkaian struktur kapur yang keras dan padat yang berada di dalam atau dekat permukaan air. Sedangkan karang adalah salah satu organisme laut yang tidak
Lebih terperinciBAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Fisika Kimia Perairan Lokasi budidaya rumput laut diketahui memiliki dasar perairan berupa substrat pasir dengan serpihan karang mati. Direktorat Jendral Perikanan Budidaya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia
TINJAUAN PUSTAKA Laut Belawan Laut Belawan merupakan pelabuhan terbesar di bagian barat Indonesia yang berjarak ± 24 km dari kota Medan berhadapan dengan Selat Malaka yang sangat padat lalu lintas kapalnya
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. kesatuan. Di dalam ekosistem perairan danau terdapat faktor-faktor abiotik dan
17 TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Ekosistem merupakan suatu sistem ekologi yang terdiri atas komponenkomponen biotik dan abiotik yang saling berintegrasi sehingga membentuk satu kesatuan. Di dalam ekosistem
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa
TINJAUAN PUSTAKA Kondisi Umum Lokasi Pantai Sei Nypah adalah salah satu pantai yang berada di wilayah Desa Nagalawan, Kecamatan Perbaungan, Kabupaten Serdang Bedagai, Propinsi Sumatera Utara dan merupakan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daya Dukung Penentuan carrying capacity dalam lingkungan dapat didekati secara biologi dan kimia. Secara biologi, carrying capacity dalam lingkungan dikaitkan dengan konsep ekologi
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Mikroorganisme banyak ditemukan di lingkungan perairan, di antaranya di ekosistem perairan rawa. Perairan rawa merupakan perairan tawar yang menggenang (lentik)
Lebih terperinciBY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA
BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air
TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekositem aquatik yang mempunyai peran penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah di sekitarnya,
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reef) merupakan ekosistem laut dangkal yang terbentuk dari endapan-endapan masif terutama kalsium karbonat (CaCO 3 ) yang dihasilkan terutama
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan Perairan Laut Belawan yang berada di Kecamatan Medan Belawan Provinsi Sumatera Utara banyak digunakan oleh masyarakat setempat untuk berbagai aktivitas.
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi dan Variasi Temporal Parameter Fisika-Kimiawi Perairan Kondisi perairan merupakan faktor utama dalam keberhasilan hidup karang. Perubahan kondisi perairan dapat mempengaruhi
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Pada dasarnya proses terjadinya danau dapat dikelompokkan menjadi dua
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Danau Perairan disebut danau apabila perairan itu dalam dengan tepi yang umumnya curam.air danau biasanya bersifat jernih dan keberadaan tumbuhan air terbatas hanya pada daerah
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui
Lebih terperinciBAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA
Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut
Lebih terperinci2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan
Lebih terperinciMANAJEMEN KUALITAS AIR
MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,
Lebih terperinciV ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN
49 V ASPEK EKOLOGIS EKOSISTEM LAMUN 5.1 Distribusi Parameter Kualitas Perairan Karakteristik suatu perairan dan kualitasnya ditentukan oleh distribusi parameter fisik dan kimia perairan yang berlangsung
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. tahapan dalam stadia hidupnya (larva, juwana, dewasa). Estuari merupakan
5 TINJAUAN PUSTAKA Estuari Estuari merupakan suatu komponen ekosistem pesisir yang dikenal sangat produktif dan paling mudah terganggu oleh tekanan lingkungan yang diakibatkan kegiatan manusia maupun oleh
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Air laut merupakan suatu medium yang unik. Sebagai suatu sistem, terdapat hubungan erat antara faktor biotik dan faktor abiotik, karena satu komponen dapat
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif,
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Estuari Estuari oleh sejumlah peneliti disebut-kan sebagai area paling produktif, karena area ini merupakan area ekoton daerah pertemuan dua ekosistem berbeda (tawar dan laut)
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Fitoplankton Chaetoceros sp. Chaetoceros sp. adalah salah satu spesies diatom. Diatom (filum Heterokontophyta, kelas Bacillariophyta) berbentuk uniseluler, walaupun demikian terdapat
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan
biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Perairan sungai adalah suatu perairan yang di dalamnya dicirikan dengan adanya aliran yang cukup kuat, sehingga digolongkan ke dalam perairan mengalir (perairan lotik).
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai
TINJAUAN PUSTAKA Sungai Sungai merupakan suatu bentuk ekosistem akuatik yang mempunyai peranan penting dalam daur hidrologi dan berfungsi sebagai daerah tangkapan air (catchment area) bagi daerah disekitarnya,
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Fisika dan Kimia Perairan Pulau Karya Tabel 2. Data parameter fisika dan kimia lokasi transplantasi di perairan Pulau Karya bulan September 2010 sampai dengan Juli
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi plankton sampai tingkat genus pada tambak udang Cibalong disajikankan pada Tabel 1. Hasil identifikasi komunitas plankton
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan yang dialami ekosistem perairan saat ini adalah penurunan kualitas air akibat pembuangan limbah ke perairan yang menyebabkan pencemaran. Limbah tersebut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah
Lebih terperincin, TINJAUAN PUSTAKA Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan
n, TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Produktivitas Primer Menurut Odum (1993) produktivitas primer adalah laju penyimpanan energi sinar matahari oleh aktivitas fotosintetik (terutama tumbuhan hijau atau fitoplankton)
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Struktur Komunitas Makrozoobenthos Odum (1993) menyatakan bahwa benthos adalah organisme yang hidup pada permukaan atau di dalam substrat dasar perairan yang meliputi organisme
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang dua per tiga luasnya ditutupi oleh laut dan hampir sepertiga penduduknya mendiami daerah pesisir pantai yang menggantungkan hidupnya dari
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut
5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerang Hijau (Perna Viridis ) Kerang hijau (Perna virisis) memiliki nama yang berbeda di Indonesia seperti kijing, kaung-kaung, kapal kapalan, kedaung dan kemudi kapal. Menurut
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis
TINJAUAN PUSTAKA Perairan Sungai Perairan adalah suatu kumpulan massa air pada suatu wilayah tertentu, baik yang bersifat dinamis (bergerak atau mengalir) seperti laut dan sungai maupun statis (tergenang)
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Selat Bali Bagian Selatan Selat merupakan perairan relatif sempit yang menghubungkan dua buah perairan yang lebih besar dan biasanya terletak di antara dua daratan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PLANKTON Plankton merupakan kelompok organisme yang hidup dalam kolom air dan selalu terbawa arus karena memiliki kemampuan renang yang terbatas (Wickstead 1965: 15; Sachlan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sungai.. ' Sungai merupakan Perairan Umum yang airnya mengalir secara terus menerus pada arah tertentu, berasal dari air tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pencemaran Organik di Muara S. Acai, S. Thomas, S. Anyaan dan Daerah Laut yang Merupakan Perairan Pesisir Pantai dan Laut, Teluk Youtefa. Bahan organik yang masuk ke perairan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komposisi dan Kelimpahan Plankton Hasil identifikasi komunitas plankton sampai tingkat genus di Pulau Biawak terdiri dari 18 genus plankton yang terbagi kedalam 14 genera
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ekosistem terumbu karang adalah salah satu ekosistem yang paling kompleks dan khas di daerah tropis yang memiliki produktivitas dan keanekaragaman yang tinggi. Ekosistem
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tidak kurang dari 70% dari permukaan bumi adalah laut. Atau dengan kata lain ekosistem laut merupakan lingkungan hidup manusia yang terluas. Dikatakan bahwa laut merupakan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan
Lebih terperinci2.2. Struktur Komunitas
5 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makrozoobentos Hewan bentos dibagi dalam tiga kelompok ukuran, yaitu makrobentos (ukuran lebih dari 1,0 mm), meiobentos (ukuran antara 0,1-1 mm) dan mikrobentos (ukuran kurang
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif
Lebih terperinciBAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA
BAB IV DESKRIPSI DAN ANALISIS DATA A. Deskripsi Data 1. Kondisi saluran sekunder sungai Sawojajar Saluran sekunder sungai Sawojajar merupakan aliran sungai yang mengalir ke induk sungai Sawojajar. Letak
Lebih terperinciIma Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)
PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi Klasifikasi Morfologi
4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Aspek Biologi 2.1.1. Klasifikasi Tiram merupakan jenis bivalva yang bernilai ekonomis. Tiram mempunyai bentuk, tekstur, ukuran yang berbeda-beda (Gambar 2). Keadaan tersebut
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pola Sebaran Nutrien dan Oksigen Terlarut (DO) di Teluk Jakarta Hasil pengamatan lapangan nitrat, amonium, fosfat, dan DO bulan Maret 2010 masing-masing disajikan pada Gambar
Lebih terperinciHUBUNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERUHAN PADA PERAIRAN TELUK AMBON DALAM
HBNGAN ANTARA INTENSITAS CAHAYA DENGAN KEKERHAN PADA PERAIRAN TELK AMBON DALAM PENDAHLAN Perkembangan pembangunan yang semakin pesat mengakibatkan kondisi Teluk Ambon, khususnya Teluk Ambon Dalam (TAD)
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu hutan mangrove yang berada di perairan pesisir Jawa Barat terletak di Cagar Alam Leuweung Sancang. Cagar Alam Leuweung Sancang, menjadi satu-satunya cagar
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali
3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kondisi Umum Perairan Selat Bali Selat adalah sebuah wilayah perairan yang menghubungkan dua bagian perairan yang lebih besar, dan karenanya pula biasanya terletak diantara dua
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen Sumber DO di perairan
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut (DO; Dissolved Oxygen) 2.1.1. Sumber DO di perairan Oksigen terlarut (DO) adalah konsentrasi gas oksigen yang terlarut di dalam air (Wetzel 2001). DO dibutuhkan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).
5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh
TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Sungai Air merupakan zat yang paling penting dalam kehidupan setelah udara. Oleh karena itu, sumber air sangat dibutuhkan untuk dapat menyediakan air yang baik dari segi kuantitas
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. limbah dari pertanian dan industri, serta deforestasi ilegal logging (Nordhaus et al.,
I. PENDAHULUAN Segara Anakan merupakan perairan estuaria yang terletak di pantai selatan Pulau Jawa, termasuk dalam wilayah Kabupaten Cilacap, dan memiliki mangroveestuaria terbesar di Pulau Jawa (7 o
Lebih terperinciEKOSISTEM LAUT DANGKAL EKOSISTEM LAUT DANGKAL
EKOSISTEM LAUT DANGKAL Oleh : Nurul Dhewani dan Suharsono Lokakarya Muatan Lokal, Seaworld, Jakarta, 30 Juni 2002 EKOSISTEM LAUT DANGKAL Hutan Bakau Padang Lamun Terumbu Karang 1 Hutan Mangrove/Bakau Kata
Lebih terperinciBab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman
Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari
Lebih terperinciPOTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA
POTENSI ANCAMAN LEDAKAN POPULASI ACANTHASTERPLANCI TERHADAP KELESTARIAN TERUMBU KARANG DI WILAYAH LAUT JAKARTA DAN UPAYA PENGENDALIANNYA http://7.photobucket.com Oleh: Rizka Widyarini Grace Lucy Secioputri
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plankton merupakan salah satu jenis biota yang penting dan mempunyai peranan besar di perairan. Plankton merupakan organisme renik yang melayang-layang dalam air atau
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. (Estradivari et al. 2009).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kepulauan Seribu merupakan salah satu kawasan pesisir terletak di wilayah bagian utara Jakarta yang saat ini telah diberikan perhatian khusus dalam hal kebijakan maupun
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Sungai Batang Toru Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai terbesar di Tapanuli Selatan. Dari sisi hidrologi, pola aliran sungai di ekosistem Sungai Batang
Lebih terperinci1 Asimilasi nitrogen dan sulfur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik
Lebih terperinciGambar 4. Peta Rata-Rata Suhu Setiap Stasiun
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika Perairan 4.1.1 Suhu Setiap organisme perairan mempunyai batas toleransi yang berbeda terhadap perubahan suhu perairan bagi kehidupan dan pertumbuhan organisme
Lebih terperinciPENENTUAN KUALITAS AIR
PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis
Lebih terperinci2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau
2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Danau Danau merupakan perairan tergenang yang berada di permukaan tanah, terbentuk akibat proses alami atau buatan. Danau memiliki berbagai macam fungsi, baik fungsi
Lebih terperinciFaktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018
Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Komunitas Fitoplankton Di Pantai Balongan Hasil penelitian di perairan Pantai Balongan, diperoleh data fitoplankton selama empat kali sampling yang terdiri dari kelas Bacillariophyceae,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan
8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni
Lebih terperinciJAKARTA (22/5/2015)
2015/05/22 14:36 WIB - Kategori : Artikel Penyuluhan SELAMATKAN TERUMBU KARANG JAKARTA (22/5/2015) www.pusluh.kkp.go.id Istilah terumbu karang sangat sering kita dengar, namun belum banyak yang memahami
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,
Lebih terperinciBAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk dan danau
1. Profil Waduk Cengklik Boyolali BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka Keberadaan waduk dan danau sangat penting dalam turut menciptakan keseimbangan ekologi dan tata air. Dari sudut ekologi, waduk
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,
1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ekosistem Danau Danau adalah suatu badan air alami yang selalu tergenang sepanjang tahun dan mempunyai mutu air tertentu yang beragam dari satu danau ke danau yang lain serta
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pantai Kawasan pantai (coastal zone) merupakan zona transisi yang berhubungan langsung antara ekosistem laut dan darat (terrestrial). Kawasan pantai dan laut paparan menyediakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan dalam sistem budidaya dapat dipengaruhi oleh kualitas air, salah satu unsur yang dapat mempengaruhi kualitas air yakni unsur karbon (Benefield et al., 1982).
Lebih terperinciPRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN
PRODUKTIVITAS DAN KESUBURAN PERAIRAN SAHABUDDIN PenelitiPada Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau Dan Penyuluhan Perikanan Dipresentasikan pada Kuliah umum Praktik Lapang Terpadu mahasiswa Jurusan
Lebih terperincibio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek
II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Wilayah Penelitian Wilayah tempat substrat batu berada bersampingan dengan rumah makan Nusa Resto dan juga pabrik industri dimana kondisi fisik dan kimia perairan sekitar
Lebih terperinciPEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017
PEMANTAUAN KUALITAS AIR SUNGAI CIBANTEN TAHUN 2017 1. Latar belakang Air merupakan suatu kebutuhan pokok bagi manusia. Air diperlukan untuk minum, mandi, mencuci pakaian, pengairan dalam bidang pertanian
Lebih terperinciBAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Terumbu Karang Terumbu karang (coral reefs) tersebar hampir di seluruh perairan dunia dengan kondisi paling berkembang pada kawasan perairan tropis. Meski luas permukaan bumi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tanaman Kopi Tanaman kopi merupakan tanaman yang dapat mudah tumbuh di Indonesia. Kopi merupakan tanaman dengan perakaran tunggang yang mulai berproduksi sekitar berumur 2 tahun
Lebih terperinciKUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA
KUALITAS TANAH DAN KRITERIA UNTUK MENDUKUNG HIDUP DAN KEHIDUPAN KULTIVAN BUDIDAYA DAN MAKANANNYA Usaha pelestarian dan pembudidayaan Kultivan (ikan,udang,rajungan) dapat dilakukan untuk meningkatkan kelulushidupan
Lebih terperinciANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA
Analisis Kadar Nitrat dan... Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta (Kusumaningtyas, D.I.) ANALISIS KADAR NITRAT DAN KLASIFIKASI TINGKAT KESUBURAN DI PERAIRAN WADUK IR. H. DJUANDA, JATILUHUR, PURWAKARTA
Lebih terperinci